penetapan harga bahan bakar gas untuk …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334259-t32585-achmad...
TRANSCRIPT
PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS UNTUK
TRANSPORTASI NATURAL GAS FOR VEHICLE (NGV) DAN
LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) DI INDONESIA
THESIS
ACHMAD RILYADI
NPM: 1106028323
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KEKHUSUSAN MANAJEMEN GAS
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
JANUARI 2013
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS UNTUK
TRANSPORTASI NATURAL GAS FOR VEHICLE (NGV) DAN
LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) DI INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
ACHMAD RILYADI
NPM: 1106028323
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KEKHUSUSAN MANAJEMEN GAS
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
JANUARI 2013
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Achmad Rilyadi
NPM : 1106028323
Tanda Tangan :
Tanggal : 14 Januari 2013
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama peneliti : Achmad Rilyadi
NPM : 1106028323
Program Studi : Magister Teknik Kekhususan Manajemen Gas
Judul : PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS
UNTUK TRANSPORTASI NATURAL GAS FOR
VEHICLE (NGV) DAN LIQUEFIED NATURAL GAS
(LNG) DI INDONESIA
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolah gelar
Magister Teknik pada Program Studi S2 Manajemen Gas Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. Ir. Andy Noorsaman S., DEA ( )
Penguji I : Prof. Ir. Sutrasno K., M.Sc., Ph.D ( )
Penguji II : Dr. Iwan Ratman, M.Sc, PE ( )
Penguji III : Prof. Dr. Ir. Anondho W., M.Eng ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 14 Januari 2013
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan karunianya kami dapat merampungkan penelitian tesis ini.
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh
gelar Magister Teknik di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kami menyadari
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak khususnya Prof. Dr. Ir.
Anondho Wijanarko, M.Eng., dan Dr. Ir. Heri Hermansyah, M.Eng., serta
wabil khusus pembimbing kami, Dr. Ir. Andy Noorsaman Sommeng, D.E.A.,
sangatlah sulit bagi kami untuk menuntaskan tesis ini.
Akhir kata, kami berharap kepada Allah SWT agar berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak tersebut di atas. Semoga tesis ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan pengelolaan gas di Tanah Air.
Jakarta, 14 Januari 2013,
Achmad Rilyadi
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan
dibawah ini:
Nama : Achmad Rilyadi
NPM : 1106028323
Program studi : Magister Teknik Kekhususan Manajemen Gas
Departemen : Teknik Kimia
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengentahuan, menyetujui untuk memberikan
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Natural Gas for
Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia
Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 14 Januari 2013
Yang menyatakan
(Achmad Rilyadi)
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
vii
ABSTRAK
Nama : Achmad Rilyadi
Program Studi : Magister Teknik Kekhususan Manajemen Gas
Judul : Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi
Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas
(LNG) di Indonesia
Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi formula harga Bahan Bakar Gas (BBG)
untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas
(LNG) di sisi hilir dalam rangka program konversi dari BBM ke BBG. Formula
harga BBG dievaluasi dengan memperhitungkan kepentingan konsumen dan
keekonomian badan usaha. Tesis ini memulai evaluasi dengan menentukan skala
konversi yang akan diterapkan guna menghitung volume kebutuhan BBG. Ruang
lingkup basis perhitungan dibatasi untuk wilayah DKI Jakarta dan Banten saja.
Kemudian, tesis ini merencanakan sistem distribusi alternatif penyaluran BBG
dengan menggunakan sumber (feed) gas dalam bentuk LNG. Ada dua sistem
distribusi yang diusulkan oleh tesis ini, pertama, Sistem Distribusi LNG Package,
dimana feed LNG dikirim dari LNG Plant dengan LNG carrier ship ke LNG
Floating Storage Unit (FSU) sebagai receiving and storage terminal LNG.
Selanjutnya, LNG ditransportasikan menggunakan truk LNG sampai ke Stasiun
Pengisian LNG-LCNG untuk kemudian disalurkan ke konsumen dalam kemasan
NGV ataupun LNG. Kedua, Sistem Distribusi CNG Package, dimana LNG dari
FSU ditransportasikan ke LNG Regasification Plant untuk divaporasi dan
dikompresi menjadi Compressed Natural Gas (CNG). CNG kemudian diangkut
dalam tabung-tabung silinder menggunakan truk trailer menuju Wholesaler NGV
(CNG). Terakhir, tesis ini menghitung harga jual NGV dan LNG yang merupakan
penjumlahan seluruh biaya investasi dan biaya operational & maintenance yang
diamortisasi dengan asumsi masa manfaat infrastruktur selama 20 tahun, dan
tingkat suku bunga 15% per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan didapat harga
jual NGV di Wholesaler sebesar Rp 5.485/lsp dan harga jual LNG di SPBG LNG-
LCNG sebesar Rp 6.142/lsp.
Kata Kunci: Formula harga BBG, konversi BBM ke BBG, NGV, LNG, FSU,
CNG, LCNG, transportasi
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
viii
ABSTRACT
Name : Achmad Rilyadi
Study Program : Master of Gas Management, Faculty of Engineering
Title : Gas Fuel Pricing of Natural Gas for Vehicle (NGV) and
Liquefied Natural Gas (LNG) for Transportation in
Indonesia
This thesis aims to evaluate gas fuel pricing formula of Natural Gas for Vehicle
(NGV) and Liquefied Natural Gas (LNG) for transportation at the downstream, in
line with the conversion program from oil fuel to gas. Gas price formula is
evaluated by taking into account the consumers interests and the economic factor
of business entities. This thesis starts the evaluation by determining the scale of
conversion to be applied in order to calculate the volume of gas demand. The
scope of the calculation is limited within the Area of Jakarta and Banten.
Furthermore, this thesis plans alternative gas distribution systems which utilized
feed gas in the form of LNG. There are two distribution system proposed by this
thesis, first, LNG Distribution System Package, which feed LNG from LNG Plant
shipped by LNG carrier to LNG Floating Storage Unit (FSU) as an LNG
receiving and storage terminal. Moreover, LNG is transported by LNG trucks to
LNG-LCNG Refuling Station then to be distributed to consumers as NGV or
LNG. Second, CNG Distribution System Package, where LNG from FSU is
transported to LNG regasification plant, then to be vaporized and compressed into
Compressed Natural Gas (CNG). Thus, CNG is transported in small cylinder
tubes using truck trailers to NGV Wholesaler. Finally, this thesis calculates the
price of NGV and LNG, which is the sum of all amortized investment costs and
amortized operational & maintenance costs over its lifetime (20 years to be
assumed), and an interest rate of 15% per year. Based on the calculation, the price
of NGV at wholesaler is Rp 5.485/lge and the price of LNG at LNG-LCNG
station is Rp 6.142/lge.
Keywords : Gas pricing formula, NGV, LNG, CNG, FSU, LCNG, transportation
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... .xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Dasar Hukum ............................................................................................... 1
1.2. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.3. Maksud dan Tujuan ..................................................................................... 3
1.4. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.5. Ruang Lingkup Kajian ................................................................................ 4
1.6. Indikator Keluaran dan Keluaran ................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1. Konsep Harga Gas Alam ............................................................................. 5
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gas ......................................... 10
2.3. Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk Transportasi di Berbagai
Negara ....................................................................................................... 11
2.4. Pelajaran dari Pengalaman Implementasi Program Konversi dari BBM ke
BBG di Negara Lain .................................................................................. 15
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 19
3.1. Alur Metodologi Penelitian ....................................................................... 19
3.2. Rantai Pengusahaan Gas Alam dan Investigasi Ketersediaan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
x
Infrastuktur ................................................................................................ 20
3.3. Inventarisasi Harga Gas Alam Pipa dan LNG Domestik .......................... 26
3.4. Telaah Umum dan Investigasi Formula Harga Bahan Bakar Gas untuk
Transportasi ............................................................................................... 28
3.4.1. Biaya Transportasi ......................................................................... 30
3.4.1.1. Liquefied Natural Gas (LNG) .................................... 30
3.4.1.2. Compressed Natural Gas (CNG) ............................... 32
3.4.2. Biaya Distribusi ............................................................................. 33
3.5. Usulan Formula Harga Gas Bahan Bakar Gas Dalam Negeri .................. 40
3.5.1. Formula harga Gas untuk Transportasi NGV & LNG .................. 42
3.5.1.1. Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di SPBG
LNG-LCNG Sistem Distribusi LNG Package ........... 43
3.5.1.2. Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di Wholesaler
NGV (CNG) Sistem Distribusi CNG Package ........... 44
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 45
4.1. Mekanisme Harga LNG yang Digunakan di Indonesia ............................. 45
4.2. Perkembangan Jumlah Kendaraan di DKI Jakarta dan Banten .................. 46
4.3. Penentuan Skala Konversi dari BBM ke BBG untuk Wilayah DKI Jakarta
– Banten ...................................................................................................... 49
4.4. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi NGV & LNG ... 55
4.4.1. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem
Distribusi LNG Package ................................................................ 57
4.4.1.1. Perhitungan Biaya LNG Shipping ............................... 57
4.4.1.2. Perhitungan Biaya LNG Floating Storage Unit (FSU)61
4.4.1.3. Perhitungan Biaya Pegangkutan dengan Truk LNG
(LNG Trucking) .......................................................... 64
4.4.1.4. Perhitungan Biaya SPBG LNG-LCNG ....................... 67
4.4.2. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di Wholesaler NGV (CNG)
Sistem Distribusi CNG Package .................................................... 72
4.4.2.1. Perhitungan Biaya LNG trucking ................................ 73
4.4.2.2. Perhitungan Biaya LNG Regasification Plant (Mother
Station)......................................................................... 75
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
xi
4.4.2.3. Perhitungan Biaya CNG Trucking ............................... 79
4.4.2.4. Perhitungan Biaya Wholesaler NGV (CNG) ............... 82
4.5. Kajian Akhir Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jenis NGV dan
LNG ............................................................................................................ 86
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 90
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 90
5.2. Saran ........................................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 94
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kurva S Japan’s Crude Cocktail (JCC) ........................................... 8
Gambar 2.2. Conceptual Framework Instrumen Kebijakan untuk Mempromosi-
kan Adopsi Teknologi Transportasi dan Bahan Bakar Alternatif ......................... 16
Gambar 3.1. Alur Metodologi Penelitian ............................................................ 19
Gambar 3.2. Rantai Pengusahaan Gas Alam di Indonesia ................................. 20
Gambar 3.3. Peta Neraca Gas Bumi Indonesia 2010 – 2025 .............................. 22
Gambar 3.4. Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi
Nasional (RIJTDGBN) 2010-2025 ....................................................................... 25
Gambar 3.5. FSRU berikut Jetty Facility ........................................................... 36
Gambar 3.6. LNG FSU (Floating Storage Unit) ................................................ 36
Gambar 3.7. Skema Proses SPBG LCNG ........................................................... 38
Gambar 3.8. Skema SPBG LNG-LCNG ............................................................. 39
Gambar 3.9. Skema Infrastruktur Distribusi BBG Untuk Wilayah DKI Jakarta &
Banten ................................................................................................................... 42
Gambar 3.10. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi LNG Package .. 43
Gambar 3.11. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi CNG Package . 44
Gambar 4.1. Harga LNG Berdasarkan ICP ......................................................... 45
Gambar 4.2. Lokasi SPBG Online Existing di DKI Jakarta ................................ 50
Gambar 4.3. Infrastruktur Gas di Indonesia ....................................................... 54
Gambar 4.4. Skema Umum FSU ......................................................................... 61
Gambar 4.5. Proses Loading Truk LNG ............................................................. 65
Gambar 4.6. Skema SPBG LNG-LCNG sebagai Daugther Station ................... 68
Gambar 4.7. Salah Satu Contoh LNG-LCNG di Los Angeles ............................ 70
Gambar 4.8. Skema Sistem Distribusi CNG Package ......................................... 73
Gambar 4.9. Diagram LNG Regasification Plant ............................................... 76
Gambar 4.10. Contoh LNG Regasification Plant untuk di Banten ..................... 77
Gambar 4.11. Contoh Storage Tube NGV (CNG) pada Kendaraan ................... 84
Gambar 4.12. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi LNG Package ... 87
Gambar 4.13. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi CNG Package .... 87
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pembagian Kelompok Pasar Gas Dunia ............................................... 6
Tabel 2.2. Sepuluh Negara dengan Jumlah Kendaraan NGV Tertinggi di Dunia
Tahun 2011 (dalam juta) ...................................................................................... 14
Tabel 3.1. Status Cadangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia per 1 Januari
2011 ...................................................................................................................... 21
Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan Roda Tiga/Lebih di Wilayah Jakarta dan Banten
Tahun 2006 – 2011 .............................................................................................. 47
Tabel 4.2. Volume dan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi Jakarta dan Banten
Tahun 2011 .......................................................................................................... 47
Tabel 4.3. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Jakarta
Tahun 2012 – 2013 ............................................................................................ 48
Tabel 4.4. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Banten
Tahun 2012 – 2013 ............................................................................................ 48
Tabel 4.5. Asumsi Persentase per Jenis Kendaraan yang Berpotensi untuk
Dikonversi ke BBG .............................................................................................. 50
Tabel 4.6. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk
Wilayah DKI Jakarta Tahun 2013 ........................................................................ 51
Tabel 4.7. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk
Wilayah Banten Tahun 2013 ................................................................................ 51
Tabel 4.8. Asumsi Konsumsi Bahan Bakar Gas Per Jenis Kendaraan Per Hari . 52
Tabel 4.9. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah DKI
Jakarta Tahun 2013 .............................................................................................. 53
Tabel 4.10. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah
Banten Tahun 2013 .............................................................................................. 53
Tabel 4.11. Karakteristik Bahan Bakar Gas LNG dan CNG ............................... 56
Tabel 4.12. Asumsi dan Variabel Perhitungan di Dalam Penelitian Ini .............. 57
Tabel 4.13. Summary Perhitungan Jumlah Kapal yang Dibutuhkan ................... 60
Tabel 4.14. Biaya Capex & Opex LNG Shipping ............................................... 60
Tabel 4.15. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional LNG Shipping ........... 61
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
xiv
Tabel 4.16. Karakteristik FSU ............................................................................. 62
Tabel 4.17. Biaya Capex & Opex untuk LNG Receiving Terminal (FSU) ......... 63
Tabel 4.18. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Terminal Penerima dan
Penyimpan LNG (FSU) ....................................................................................... 64
Tabel 4.19. Biaya Investasi dan Biaya O&M untuk 1 (Satu) Unit Truk LNG .... 66
Tabel 4.20. Biaya Investasi dan O&M untuk 28 Unit Truk LNG ....................... 67
Tabel 4.21. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Trucking LNG ..................... 67
Tabel 4.22. Jumlah Kebutuhan SPBG LNG-LCNG untuk Wilayah DKI Jakarta
dan Banten ............................................................................................................ 69
Tabel 4.23. Total Kebutuhan LNG untuk Seluruh SPBG LNG-LCNG di DKI
Jakarta dan Banten ............................................................................................... 69
Tabel 4.24. Biaya Capex dan O&M 1 (Satu) SPBG LNG-LCNG ...................... 70
Tabel 4.25. Biaya Investasi dan O&M untuk 56 Stasiun LNG-LCNG ............... 71
Tabel 4.26. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Stasiun LNG-LCNG .. 72
Tabel 4.27. Biaya Investasi dan O&M untuk 18 Unit Truk LNG ....................... 75
Tabel 4.28. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Truk LNG (CNG Package) . 75
Tabel 4.29. Jumlah Kebutuhan LNG Regasification Plant (Mother Station) untuk
Wilayah Banten .................................................................................................... 77
Tabel 4.30. Total Biaya Capital dan O&M LNG Regasification Plant .............. 78
Tabel 4.31. Biaya Investasi dan O&M untuk 3 Fasilitas LNG Regasification Plant
............................................................................................................................... 79
Tabel 4.32. Amortisasi Biaya Investasi dan Biaya Operasional LNG Regas Plant
............................................................................................................................... 79
Tabel 4.33. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Unit Truk CNG ................. 81
Tabel 4.34. Biaya Investasi dan O&M untuk 42 Unit Truk CNG ....................... 81
Tabel 4.35. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Truk CNG ........................... 82
Tabel 4.36. Jumlah Kebutuhan NGV Wholesaler untuk Daerah Banten ............ 84
Tabel 4.37. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Wholesaler NGV (CNG) ... 85
Tabel 4.38. Biaya Investasi dan O&M untuk 21 Wholesaler NGV (CNG) ........ 85
Tabel 4.39. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Wholesaler NGV (CNG)
............................................................................................................................... 86
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
xv
Tabel 4.40. Harga Jual BBG di Stasiun LNG-LCNG dan Wholesaler NGV (CNG)
............................................................................................................................... 88
Tabel 4.41. Variabel Keekonomian Investasi Infrastruktur BBG untuk Wilayah
DKI Jakarta dan Banten ........................................................................................ 89
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Dasar Hukum
Penelitian di dalam tesis ini mengacu kepada beberapa peraturan perundangan-
undangan yang berlaku dan kebijakan-kebijakan terkait dengan sektor minyak dan
gas bumi, yaitu:
1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha
Hilir Minyak dan Gas Bumi.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha
Hilir Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas
Bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh Pernerintah.
1.2. Latar Belakang
Industri minyak dan gas bumi (migas) merupakan sektor penting dalam
pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan
baku industri di dalam negeri maupun sebagai penghasil devisa negara, sehingga
pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin. Dalam upaya menciptakan
kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri andal, transparan, berdaya
saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, serta mendorong perkembangan
potensi dan peranan nasional, sehingga mampu mendukung kesinambungan
pembangunan nasional guna mewujudkan peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat, maka ditetapkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2001
tentang minyak dan gas bumi. Undang-undang tersebut memberikan landasan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
2
Universitas Indonesia
hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha migas nasional
mengingat peraturan perundang-undangan sebelumnya, yaitu UU No. 44 Prp
tahun 1960 tentang pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No. 8 tahun
1971 tentang perusahaan pertambangan Minyak dan Gas Bumi negara sudah tidak
lagi sesuai dengan keadaan sekarang maupun tantangan yang akan dihadapi di
masa yang akan datang.
Kegiatan usaha gas alam yang dikaji di dalam penelitian ini melibatkan beberapa
kegiatan usaha migas di sisi hilir mulai dari kegiatan usaha pengapalan LNG,
penerimaan dan penyimpanan LNG, pengangkutan LNG di darat, dan usaha niaga
bahan bakar gas (BBG). Kegiatan pengusahaan gas alam, apabila dilihat dari
lingkupnya dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu: sisi produksi atau hulu
(upstream), dan hilir (downstream).
Sebagai negara yang memiliki potensi gas alam yang cukup besar, Indonesia perlu
mengoptimalkan pemanfaatan gas alam baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor yang dapat meningkatkan penerimaan negara. Untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, Pemerintah telah
menetapkan kebijakan pengalokasian gas alam ke depan, antara lain dengan
pemanfaatan gas alam yang diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri dengan
tetap mempertimbangkan keekonomian pengembangan lapangan. Selain itu,
Pemerintah juga mendorong konsumen gas domestik untuk membeli gas dengan
harga keekonomian. Kebijakan lainnya adalah alokasi pemanfaatan cadangan gas
alam yang baru diketemukan, diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan
domestik. Apabila terdapat kelebihan, Pemerintah memiliki kewenangan
menetapkan pemanfaatan gas alam untuk ekspor, akan tetapi mensyaratkan
komitmen investor untuk berkontribusi dalam pengembangan infrastruktur atau
pengembangan migas domestik.
Berlimpahnya gas alam nasional direncanakan diutilisasi untuk mensubtitusi
penggunaan bahan bakar banyak minyak (BBM) di sektor transportasi darat dalam
bentuk Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG).
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Namun, rencana tersebut belum didukung dengan kebijakan harga bahan bakar
gas yang memadai, khususnya harga NGV dan LNG. Oleh karena itu, kebijakan
harga BBG perlu segera diatur dengan baik oleh Pemerintah, dengan tetap
mempertimbangkan harga gas di hulu yang terkait dengan aspek keekonomian
lapangan, dan harga bahan bakar gas di hilir yang mempertimbangkan
kepentingan dan aspek perlindungan konsumen, serta keekonomian dari badan
usaha.
1.3. Maksud Dan Tujuan
a. Maksud
Maksud dilaksanakannya tesis ini adalah untuk mengkaji dan mengevaluasi
formula penetapan harga Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi Natural
Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di sisi hilir dalam
rangka mendukung program konversi dari BBM ke BBG.
b. Tujuan
Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi formula harga Bahan Bakar Gas
(BBG) untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied
Natural Gas (LNG) di sisi hilir dalam rangka program konversi dari BBM ke
BBG dengan mempertimbangkan aspek kepentingan dan perlindungan
konsumen, serta keekonomian badan usaha.
1.4. Rumusan Masalah
a. Pendefinisian Masalah Umum
Masalah yang akan dipecahkan adalah bagaimana menyusun suatu formula
penetapan harga BBG untuk transportasi jenis Natural Gas for Vehicle (NGV)
dan Liquefied Natural Gas (LNG) pada sisi hilir yang memperhitungkan biaya
setiap rantai sistem distribusi BBG dan keekonomian badan usaha, serta tetap
mempertimbangkan aspek kepentingan dan perlindungan konsumen.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
4
Universitas Indonesia
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan pada tesis ini Kebijakan dan Penetapan Harga Bahan
Bakar Gas untuk trasnportasi di sisi hilir adalah sebagai berikut:
1. Perumusan formula harga BBG di sisi hilir untuk sektor transportasi jenis
Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG).
2. Perencanaan pengembangan infrastruktur distribusi alternatif untuk
menyalurkan BBG jenis NGV dan LNG.
3. Perencanaan pembangunan infrastruktur distribusi BBG jenis NGV dan
LNG dengan basis pehitungan dibatasi untuk Wilayah DKI Jakarta dan
Banten.
1.6. Indikator Keluaran Dan Keluaran
a. Indikator Keluaran
Kajian kebijakan dan penetapan harga bahan bakar gas (BBG) jenis Natural
Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia.
b. Keluaran
Rekomendasi konsep (draft) kebijakan dan penetapan harga bahan bakar gas
(BBG) jenis Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied Natural Gas
(LNG) di Indonesia.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Harga Gas Alam
Pemahaman terhadap konsep harga gas sangat penting bagi produsen energi,
konsumen, dan regulator. Meskipun gas alam dan minyak bumi banyak memiliki
karakteristik yang sama (keduanya merupakan hidrokarbon, keduanya ditemukan
dan diproduksi menggunakan metode dan peralatan yang serupa, dan keduanya
sering diproduksi secara bersamaan) namun mereka berbeda dalam cara mereka
dijual dan dihargai.
Minyak bumi dijual berdasarkan volume atau berat, biasanya barel atau ton,
sebaliknya, gas alam dijual sebagai unit energi. Unit energi yang umum
digunakan termasuk British Thermal Unit (BTU), therms, dan Joule (J). Gas alam,
ketika diproduksi dari reservoir, mengandung mayoritas metana ditambah
berbagai hidrokarbon lain yang tidak diinginkan dan beberapa kotoran.
Gas alam cair (NGLs), mengandung etana, propana, butana, dan kondensat, terdiri
dari molekul karbon dengan rantai yang lebih panjang dari metana. Dengan
demikian, per satuan volume, mereka membakar lebih panas dari metana. Karena
mereka membakar lebih panas, NGLs memiliki kandungan energi yang lebih
tinggi dari metana dan bahkan dalam jumlah kecil sekalipun. NGLs dalam aliran
gas alam dapat memiliki dampak besar pada energi keseluruhan yang terkandung
dalam gas alam.
Sebaliknya, kotoran seperti karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan nitrogen
sebagian besar adalah tidak mudah terbakar. Keberadaan senyawa ini memiliki
efek keseluruhan akan mengurangi kandungan energi dari aliran gas alam.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Ada 4 kelompok dalam penetapan harga gas yang berlaku saat ini, yaitu:
Tabel 2.1. Pembagian Kelompok Pasar Gas Dunia
Sumber: www.natgas.info (2012)
Kelompok 1
Kelompok ini, yang meliputi Amerika Utara dan Inggris, merupakan pasar gas
yang paling liberal dan cair. Daerah yang ditandai dengan sejumlah besar pembeli
dan penjual sangat bersaing tanpa intervensi Pemerintah. Ada beberapa patokan
harga yang telah diterapkan yaitu (1) di Amerika Serikat adalah harga Henry Hub
yang merupakan harga teoritis gas di Louisiana dan di Inggris, yaitu harga NBP
pada titik didefinisikan dalam jaringan gas, (2) yang ditetapkan oleh pasar yang
transparan seperti New York Mercantile Exchange (NYMEX). Karena harga gas
ditetapkan dalam kaitannya dengan pasokan gas dan permintaan, sistem ini juga
disebut sebagai pasar 'gas-on-gas'.
Kelompok 2
Kelompok kedua pasar gas termasuk situasi di benua Eropa, dan untuk tingkat
lessor, di Asia Tenggara. Kebanyakan gas dijual dan dihargai dalam kaitannya
dengan bahan bakar lainnya, biasanya minyak mentah atau produk minyak
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
7
Universitas Indonesia
lainnya. Dengan demikian, harga gas akan dikutip dengan formula yang
mengindeks atau berasal dari harga minyak. Efek nyata adalah bahwa gas
biasanya, meskipun tidak selalu, dijual dengan harga diskon terhadap minyak dan
produk minyak. Alasan untuk hal ini adalah karena produksi dan konsumsi gas
dimulai setelah pasar minyak didirikan, produsen gas bisa meyakinkan konsumen
untuk beralih ke bahan bakar gas. Kemudian, karena pasar minyak adalah pasar
global dan transparan, maka harga gas dapat diturunkan dari harga minyak yang
diperdagangkan. Namun, ketika harga minyak naik, harga gas juga akan naik.
Produser gas di Norwegia, Aljazair, dan terutama Rusia, mendorong skema harga
ini. Mereka, dan Pemerintahnya, memahami pasar minyak sehingga dapat
menggunakan konsep yang sama untuk melakukan negosiasi kontrak penjualan
gas, namun sejak harga minyak mulai meningkat pada tahun 2008, perbedaan
antara harga minyak dan gas melebar secara dramatis (sebagai contoh, ketika
harga minyak adalah US$ 120/bbl, harga energi gas teoritis setara harusnya
sebesar US$ 20/Mmbtu). Perbedaan ini mendorong pembeli gas terkait kontrak
minyak mempertanyakan nilai yang menghubungkan harga gas dengan harga
komoditas.
kelompok 3
Kelompok ini dicirikan oleh pasar LNG tradisional Asia Utara, terutama Jepang.
Jepang memiliki sumber energi yang sangat terbatas dan tidak memiliki
kemampuan untuk mengimpor gas dengan pipa. Hampir semua gas Jepang
dikirim ke pulau melalui LNG. LNG awalnya bersumber dari Alaska dan Asia
Tenggara, namun saat ini para pemasok juga berasal dari Timur Tengah dan
Australia.
Sebelum pengenalan LNG, Jepang bergantung pada impor minyak mentah dan
batu bara untuk pembangkit listrik mereka. Guncangan minyak tahun 1973
meyakinkan mereka untuk mengambil kesempatan untuk beralih ke bahan bakar
baru, tetapi hanya jika harga bahan bakar baru tersebut terkait dengan minyak dan
adanya jaminan diskon terhadap harga minyak. Mereka juga menginginkan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
8
Universitas Indonesia
konsep ceiling untuk diperkenalkan, sehingga apabila ada guncangan minyak
dimasa depan tidak akan diterjemahkan ke dalam harga gas yang lebih tinggi.
Sumber: ww.natgas.info (2012)
Gambar 2.1. Kurva S Japan’s Crude Cocktail (JCC)
Sumbu horizontal adalah rata-rata tertimbang harga impor minyak mentah Jepang,
yang dikenal sebagai Japan Crude Cocktail (JCC). Ini melindungi Jepang
terhadap daerah guncangan harga minyak mentah sejak Jepang mengimpor
minyak dari Timur Tengah, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika. Sumbu
vertikal adalah harga LNG impor. Bagian tengah garis adalah rentang di mana
perubahan dalam JCC memiliki dampak langsung terhadap harga LNG.
Kemiringan garis menentukan hubungan antara dua harga. Jika kemiringan adalah
16,7%, harga LNG adalah sama dengan basis setara energi untuk minyak mentah.
Jika slope kurang dari 16,7% berarti LNG dijual dengan diskon terhadap minyak,
dan jika slope lebih besar dari 16,7% (meskipun hal ini jarang), menyiratkan
bahwa LNG akan dijual dengan harga premium untuk minyak. Pada periode tahun
1970 sampai 2000, slope berada di kisaran 14%, menyiratkan diskon harga LNG
besar. Pada periode antara tahun 2006 dan 2008, slope meningkat menjadi 16%
dan dalam beberapa kasus, melebihi ambang 16,7%. Slope untuk kontrak baru
LNG yang ditandatangani pada tahun 2011 berada dalam kisaran 15%.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Bagian kemiringan yang lebih rendah di bawah dan di atas 'kink point' pada garis
kurva adalah kaki kurva 'S'. Jika bagian ini adalah horisontal, maka mereka akan
menjadi harga batas bawah dan batas atas yaitu harga dimana harga LNG adalah
datar dan tidak lagi dikaitkan dengan harga minyak. Harga batas bawah
melindungi penjual LNG, penjual dijamin harga minimum tertentu terlepas jika
harga minyak turun di bawah kink point. Harga batas atas, di sisi lain, melindungi
pembeli LNG, yang dijamin dengan harga maksimum untuk LNG, bahkan jika
harga minyak naik di atas kink point. Model kurva 'S' telah diikuti oleh sebagian
besar kontrak LNG untuk Jepang, Korea dan Taiwan. Model ini memungkinkan
kontrak jangka panjang serta kesepakatan pembiayaan yang difasilitasi investasi
miliar dolar dalam rantai LNG.
Kelompok 4
Di wilayah ini, pasar gas relatif belum matang dan sebagian besar dikuasai oleh
Negara. Harga gas dapat diatur secara nasional dan semua pasokan dimasukkan ke
pool gas. Negara mengelola perbedaan harga penawaran, dan mungkin memilih
untuk menjual gas dengan harga kurang dari harga rata-rata pool karena alasan
politik.
Tidak ada transparansi harga, tidak ada pasar, dan insentif yang sangat sedikit,
kecuali mereka menerima izin khusus dari Pemerintah untuk investasi sektor
swasta dalam pasokan atau infrastruktur. Jika harga gas diamanatkan secara
artifisial rendah, seperti di Timur Tengah, konsumsi energi yang tidak efisien
sering terjadi. Dimasa depan, harga gas alam di seluruh dunia akan terus menjadi
divergen dan tidak terkait antara pasar satu dengan yang lainnya. Sebagaimana
pertumbuhan industri LNG, pasar akan semakin banyak, dan mungkin akan ada
beberapa konvergensi pada margin, namun karena sebagian besar gas akan terus
diangkut dengan pipa, dampak keseluruhan dari ini akan terbatas.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
10
Universitas Indonesia
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gas
Harga Jual gas bumi khususnya gas alam menyangkut kepentingan beberapa
pihak diantaranya Seller, Buyer dan Pemerintah. Seller dalam hal ini adalah
KKKS, sedangkan konsumen gas bumi adalah perusahaan pemakai gas bumi
yaitu pabrik pupuk, baja, semen, gas kota dan lain-lain. Harga ekonomi gas bumi
bisa dibilang unik dimana tiap lapangan/wilayah berbeda-beda harganya.
Menurut Ditjen Migas (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi harga
keekonomian gas bumi adalah:
1. Letak lapangan gas bumi (onshore, offshore, remote dan laut dalam).
2. Jarak sumber gas dengan pasar.
3. Jumlah cadangan (besar, sedang, kecil)
4. Karakteristik gas (high, low, CO2, H2S dan lain-lain).
5. Infrastruktur (sistem transportasi gas, jalan dan lain-lain).
6. Biaya (investment capital/non-capital, OM, dan lain-lain)
7. Pendanaan (sendiri, pinjaman).
8. Peraturan Pemerintah (pajak, insentif, dan lain-lain).
9. Model perusahaan (KKKS, Joint Operating Business (JOB), Technical
Assistance Contract (TAC), dan lain-lain).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi harga ekonomi gas bumi adalah
pajak dan besarnya bagi hasil, dimana total pajak dan bagi hasil untuk Pemerintah
mencapai 85% untuk minyak dan 70% untuk gas bumi. Harga jual gas bumi,
selain bergantung pada harga ekonomisnya, juga mempertimbangkan daya beli
konsumen sehingga harga jual kepada konsumen yang satu berbeda dengan yang
lainnya. Sedangkan biaya produksi LNG sangat tergantung pada biaya eksplorasi,
produksi, pencairan, pengiriman, regasifikasi, dan penyimpanan (Javanmardi et
al., 2006).
Ada beberapa pihak yang dapat melakukan kontrak jual beli gas bumi dengan
produsen gas bumi, diantaranya adalah pabrik pupuk, pembangkit listri (PLN dan
listrik swasta), transporter/distributor gas (PT. PGN) pabrik petrokimia, kilang
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
11
Universitas Indonesia
minyak bumi, industri, trader. Harga gas bumi akan ditentukan pada saat
negosiais antara seller (penjual gas bumi dengan buyer (pembeli gas bumi),
namun harga tersebut harus mendapat persetujuan dari Menteri Energi dan
Sumbar Daya Mineral.
Sebelum harga gas bumi tersebut disetujui ada beberapa hal yang perlu dievaluasi
yaitu (Ditjen Migas, 2009):
Cadangan Gas (gas reserves), yang tersedia harus dapat memenuhi
kebutuhan sesuai dengan kontrak, dan cadangan tersebut disertifikasi oleh
lembaga yang memiliki kompetensi.
Harga gas (gas price), ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
produsen dan konsumen, yang mengacu kepada perhitungan keekonomian
pengembangan lapangan, serta memenuhi prinsip kewajaran bisnis
(penilaiannya dilakukan dengan benchmaking dengan harga gas bumi pada
region yang sama atau dengan konsumen sejenis.
Aspek keekonomian (economical aspect), mengacu pada Plant of
Development (POD) yang sudah disetujui dan memberikan keuntungan
bagi negara serta mempunyai biaya produksi efektif dan efisien.
Aspek teknis (technical aspect), rencana pengembangan lapangan dan
pembangunan infrastruktur sesuai dengan kemampuan produksi yang
optimal.
Aspek hukum (legal aspect), yaitu perjanjian jual beli gas tidak boleh
bertentangan dengan production sharing contract antara pemerintah dan
KKKS dan mekanisme jual beli meminimalkan adanya inside trading.
2.3. Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk Transportasi di
Berbagai Negara
Pemanfaatan bahan bakar gas (BBG) jenis Natural Gas for Vehicle (NGV) atau
sering disebut dengan istilah Compressed Natural Gas (CNG), pertama kali
diperkenalkan di Italia pada pertengahan tahun 1930-an sebagai alternatif bagi
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
12
Universitas Indonesia
kendaraan berbahan bakar bensin, kemudian mulai menyebar ke negara-negara
lain pada awal 1940. Namun, LNG sebagai bahan bakar gas untuk kendaraan
pertama kali diperkenalkan di Inggris (Petronas, 2004). Sampai 2009, ada sekitar
3.000 kendaraan berbahan bakar gas jenis LNG di Amerika Serikat, sebagian
kendaraan LNG tersebut adalah milik Pemerintah, dengan 40 unit stasiun
pengisian bahan bakar (SPBG) LNG milik Pemerintah pada saat yang sama.
Penggunaan LNG sebagai bahan bakar transportasi di industri angkutan dengan
truk berat dapat langsung menggantikan bahan bakar diesel. BBG jenis LNG
adalah pilihan yang paling tepat untuk penggunaan jarak jauh. Sebab, volume
BBG jenis LNG dalam keadaan cair di dalam tangki cryogenic lebih banyak
dibandingkan NGV/ CNG (Engerer dan Horn, 2010). Walaupun BBG jenis LNG
memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan NGV, perkembangannya tidaklah
cepat, sebab teknologinya masih relatif baru dan masih lebih mahal dibandingkan
NGV.
Lebih lanjut, setelah krisis minyak (oil crisis) pada tahun 1970-an dikarenakan
embargo dari negara-negara produsen minyak utama di Timur Tengah, NGV telah
dipromosikan lebih gencar oleh Pemerintah di baik negara maju maupun negara
berkembang sebagai bahan bakar alternatif yang lebih bersih untuk kendaraan
bensin (bifuel) dan kendaraan diesel (dual fuel), serta dalam rangka mengurangi
ketergantungan pada impor minyak. Sampai tahun 2006, lebih dari 5,1 juta
kendaraan NGV berada di jalan dengan jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas
(SPBG) sebanyak 9.000 unit yang beroperasi di seluruh dunia (IANGV, 2006).
Namun, sebagian besar dari kendaraan NGV yang digunakan merupakan hasil
dari konversi kendaraan berbahan bakar bensin atau diesel. Sampai dengan akhir
1980-an, jumlah model kendaraan NGV asli atau original equipment
manufacturers (OEM) yang diproduksi langsung oleh parikan mobil masih sangat
terbatas (IANGV, 1997).
Faktor utama yang memotivasi Pemerintah di berbagai negara untuk
mempromosikan pemanfaatan NGV adalah dalam rangka mengurangi
ketergantungan pada impor minyak, sehingga menjadi kebutuhan mendesak untuk
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
13
Universitas Indonesia
diversifikasi dari bahan bakar minyak (BBM) ke BBG untuk transportasi.
Cadangan gas alam yang berlimpah di dalam negeri dan keuntungan ekonomi
yang besar akibat dari neraca perdagangan yang meningkat karena berkurangnya
impor minyak atau BBM, tela memberikan insentif tambahan bagi negara-negara
yang mengadopsi NGV, terutama negara-negara di Amerika Selatan (Dondero
dan Goldemberg, 2005, Matic, 2005).
Di beberapa negara seperti Italia, upaya untuk mempromosikan BBG dengan
motif mengantisipasi krisis minyak hanya bertahan sebentar. Mulai pada
pertengahan 1990-an, negara-negara yang telah mengadopsi BBG memiliki
kepentingan yang lebih jauh, yaitu mengurangi polusi udara dan ketergantungan
pada impor minyak bumi, serta diversifikasi bahan bakar di sektor trasnportasi.
Motif baru tersebut telah menciptakan gelombang baru dukungan Pemerintah
terhadap pemanfaatan BBG. Secara keseluruhan, pemanfaatan BBG di banyak
negara telah terjadi pada tingkat yang lebih cepat dan tingkat yang lebih tinggi
dibandingkan dekade sebelumnya, terutama di beberapa negara Asia dan Amerika
Latin.
Iran, Pakistan, Argentina, Brazil, dan India adalah lima negara dengan tingkat
adopsi BBG paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia (NGV
Journal, 2011). Di benua Amerika Selatan, Argentina merupakan negara dengan
penetrasi pasar NGV, sekitar 17% dari total kendaraan bermotor saat ini. Di
negara-negara Amerika Latin, terutama Brazil dan Argentina, Pemerintah
melakukan promosi penggunaan BBG yang gencar sebagai pengganti bensin dan
solar untuk mengurangi polusi udara di perkotaan dan meningkatkan kemandirian
energy, sehingga telah mendorong pesatnya pertumbuhan penggunaan BBG
terutama jenis NGV atau CNG. Sedangkan di beberapa negara Asia, terutama
Iran, Pakistan, India, dan China, dan Pakistan, memiliki pertumbuhan awal
penggunaan NGV yang signifikan di akhir 1990-an. Di India, pada akhir tahun
2003 lebih dari 87.000 kendaraan yang menggunakan CNG (De, 2004). Saat ini,
lebih dari 1,1 juta kendaraan di India yang telah menggunakan CNG.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Tabel 2.2. Sepuluh Negara dengan Jumlah Kendaraan NGV Tertinggi di Dunia
Tahun 2011 (dalam juta)
Peringkat Negara Jumlah
Kendaraan Peringkat Negara
Jumlah
Kendaraan
1 Iran 2,86 6 Italia 0,78
2 Pakistan 2,85 7 China 0,61
3 Argentina 2,07 8 Colombia 0,36
4 Brazil 1,70 9 Uzbekistan 0,31
5 India 1,10 10 Thailand 0,30
Total Dunia = 14,8 juta kendaraan BBG
Selandia Baru menyajikan kasus yang unik dalam pemanfaatan NGV. Pada
pertengahan 1980-an, Selandia Baru sudah memiliki pasar NGV yang sangat
sukses sebagai hasil dari insentif Pemerintah, yaitu program pinjaman (seperti
pinjaman 100% untuk konversi kendaraan ke BBG) untuk mempromosikan
penggunaan NGV. Pada tahun 1985, Kendaraan NGV di Selandia Baru memiliki
pangsa pasar sekitar 10%, Kendaraan BBG OEM diimpor dari Jepang, Australia,
dan Eropa. Namun, setelah perubahan kebijakan dan politik, Pemerintah
membatalkan program pinjaman untuk beralih ke CNG pada tahun 1985, sebagai
dampaknya pasar NGV akhirnya menghilang (Matic, 2005).
Secara global, mayoritas kendaraan NGV yang ada saat ini adalah hasil konversi
dari kendaraan BBM setelah penjualan, meskipun jumlah kendaraan BBG OEM
terus meningkat jumlahnya (Seisler, 2000). Sebelum tahun 1985, Italia, Jepang,
dan Amerika Serikat adalah negera pemasok utama teknologi NGV. Namun, sejak
1990-an, banyak negara yang pada awalnya bergantung pada teknologi impor,
secara bertahap mengembangkan kendaraan BBG OEM, CNG converter kit
produksi dalam negeri, dispenser CNG, kompresor CNG, dan tabung silinder
CNG. Beberapa negara seperti Argentina, India, Cina, dan Korea Selatan akhirnya
menjadi eksportir teknologi BBG, namun Italia tetap menjadi pemimpin teknologi
BBG di dunia untuk kendaraan OEM, converter kit, dan perangkat BBG lainnya.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
15
Universitas Indonesia
2.4. Pelajaran dari Pengalaman Implementasi Program Konversi dari
BBM ke BBG di Negara Lain
Yeh (2007) mengkaji pola sistematis adopsi dan evolusi struktur pasar NGV, serta
instrumen kebijakan dan faktor- faktor yang berhubungan dengan pilihan
konsumen terkait NGV di delapan negara: Argentina, Brasil, Cina, India, Italia,
Selandia Baru, Pakistan, dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut dipilih
karena mewakili berbagai pengalaman pasar, mencakup pengembangan awal
(India, Cina, dan Pakistan), ditopang pertumbuhan/ penetrasi yang tinggi
(Argentina, Brasil, dan Italia), penetrasi yang rendah (Amerika Serikat), dan pasar
yang gagal (Selandia Baru).
Dari penelitian tersebut Yeh (2007) mengembangkan sebuah kerangka kerja
konseptual (conceptual framework) dengan prinsip technology push dan demand
pull yang menggambarkan hubungan antara adopsi teknologi kendaraan dan
bahan bakar yang dipengaruhi oleh: (1) Teknologi dan pilihan bahan bakar (biaya,
kinerja, ketersediaan, kehandalan, dan keamanan), (2) Konteks (sosial, ekonomi ,
karakteristik budaya, dan tata ruang), dan (3) Dampak (ekonomi, kesehatan,
lingkungan, energi, dan perubahan penggunaan lahan). Framework tersebut juga
menampilkan lima instrumen kebijakan utama yang telah diterapkan untuk
mempengaruhi adopsi NGV dan pemanfaatan teknologi transportasi, diantaranya
adalah:
Hasil berbasis regulasi (outcome based regulation), seperti standar emisi.
Teknologi atau bahan bakar berbasis regulasi (Technology or fuel based
regulation), termasuk wajib adopsi teknologi nol-emisi (zero emission)
untuk kendaraan.
Instrumen berbasis insentif yang menargetkan konsumen (incentive based
instruments targeting consumers), seperti pembebasan bea impor dan
potongan pajak.
Instrumen berbasis insentif yang menargetkan pemasok (incentive based
instruments targeting suppliers), termasuk R & D dan proyek-proyek yang
didanai Pemerintah.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
16
Universitas Indonesia
Inisiatif penciptaan pasar (market creation initiatives), seperti preferensi
pengadaan Pemerintah, persyaratan untuk pengungkapan konsumsi bahan
bakar, keamanan, dan kinerja.
Gambar 2.2. Conceptual Framework Instrumen Kebijakan untuk
Mempromosikan Adopsi Teknologi Transportasi dan Bahan Bakar Alternatif
Instrumen kebijakan untuk mempromosikan pemanfaatan BBG ditujukan kepada
berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). Ada lima kelompok stakeholder
yang memiliki peran penting dalam pemanfaatan tekonologi BBG, yaitu:
Produsen gas alam atau produsen BBG; Pemerintah di semua level; produsen/
pemasok peralatan termasuk sistem, stasiun pengisian bahan bakar (SPBG),
komponen, dan kendaraan OEM; konsumen; dan lembaga swadaya masyarakat
yang memberikan dukungan dan informasi kepada masyarakat untuk
menggunakan bahan bakar yang lebih bersih (IANGV, 1997).
Dalam rangka mempromosikan penggunaan BBG, Pemerintah perlu menciptakan
pasar (market creation) terkait BBG, yaitu melalui kebijakan manajemen sisi
permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side). Manajemen sisi
permintaan dapat diterapkan melalui pembatasan penggunaan BBM, terutama
BBM bersubsidi, caranya dengan mengatur konsumen pengguna BBM bersubsidi,
seperti BBM bersubsidi hanya dapat dikonsumsi oleh angkutan umum, kendaraan
dinas Pemerintah, kendaraan TNI/ Polri, serta nelayan, sedangkan golongan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
17
Universitas Indonesia
konsumen lainnya diharuskan membeli BBM dengan harga keekonomian.
Manajemen sisi penawaran dapat dilakukan diantaranya adalah: (1) Mandatori
konversi ke BBG atau pengadaan kendaraan dinas Pemerintah dan angkutan
umum, terutama di perkotaan dengan teknologi BBG OEM, (2) Mandatori kepada
produsen kendaraan untuk memproduksi kendaraan dengan teknologi bifuel dan
dual fuel BBG, atau (3) Pembangunan infrastruktur BBG melalui investasi
Pemerintah langsung pada pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas,
infrastruktur pipa, dan pengadaan kit konversi.
Program insentif keuangan dan fiskal perlu ditawarkan oleh Pemerintah untuk
lebih mempercepat pemanfaatan BBG. Sebab, belajar dari negara-negara yang
telah berhasil dalam memanfaatkan BBG untuk transportasi, insentif keuangan
dan fiskal merupakan instrumen yang efektif untuk mensukseskan program
konversi dari BBM ke BBG. Hampir semua negara-negara tersebut menawarkan
program insentif keuangan kepada konsumen dan badan usaha pemasok peralatan,
seperti: subsidi harga BBG, subsidi harga jual converter kit; pinjaman dengan
bunga rendah untuk pembelian converter kit; dan pembagian converter kit gratis
untuk kendaraan angkutan umum. Sebagai tambahan, insentif fiskal juga
diaplikasikan, berupa potongan pajak untuk menurunkan harga gas alam khusus
untuk transportasi, pembebasan bea masuk dan penurunan atau penghapusan tarif
impor mesin, peralatan, dan kit BBG, serta pembebasan pajak pertambahan nilai
untuk pembangunan dan pengoperasian SPBG.
Lebih lanjut, rasio antara jumlah kendaraan dengan jumlah SPBG perlu
diperhatikan. Jumlah SPBG dengan jumlah kendaraan BBG harus sebanding,
sehingga dapat terlayani dengan baik. Kemudian, kepadatan spasial stasiun
pengisian bahan bakar gas atau jarak antar SPBG sedapat mungkin mengikuti rule
of tumb yang ada dengan tetap mempertimbangkan profitabilitas yang layak untuk
badan usaha stasiun pengisian bahan bakar gas (Janssen et al., 2006).
Mengenai harga jual BBG, pengalaman negara-negara yang berhasil menerapkan
program konversi ke BBG menujukkan bahwa, harga eceran BBG adalah sekitar
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
18
Universitas Indonesia
40 – 50% di bawah harga bensin dan diesel. Dengan tingkat harga tersebut dapat
memberikan insentif yang cukup untuk menjaga payback period investasi
pembelian converter kit pada kisaran 3 – 4 tahun atau kurang.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3.1. Alur Metodologi Penelitian
3.1. Alur Metodologi Penelitian
Sebagaimana gambaran Gambar 3.1., alur metodologi penelitian ini terdiri dari
tiga tahapan, yaitu:
Pertama, Identifikasi dan inventarisasi data informasi pengusahaan BBG
berikut investigasi ketersediaan infrastruktur, diantaranya adalah
pengumpulan data dan kajian mengenai pembangunan infrastruktur LNG
dan NGV beserta biayanya, dan pengumpulan data mengenai kegiatan
distribusi BBG.
Kedua, Analisis dan pembahasan yang terdiri dari perhitungan jumlah
kendaraan yang akan dikonversi ke BBG, perhitungan demand gas untuk
keperluan konversi, perencanaan infrastruktur distribusi NGV dan LNG
berikut perhitungan biayanya, serta analisis terhadap aspek keekonomian
investasi.
Ketiga, Perumusan formula harga BBG jenis NGV dan LNG, serta
penyusunan laporan penelitian.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
20
Universitas Indonesia
3.2. Rantai Pengusahaan Gas Alam dan Investigasi Ketersediaan
Infrastuktur
Pengusahaan gas alam di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu kegiatan
di sisi hulu (up stream) yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sampai dengan processing (midstream), dan kegiatan di sisi hilir yang meliputi
pengangkutan dan distribusi gas alam dari gas plant sampai ke konsumen (lihat
Gambar 3.2.).
Gambar 3.2. Rantai Pengusahaan Gas Alam di Indonesia
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Di sisi hulu, saat ini Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar.
Berdasarkan data BP Migas (2011), sepanjang tahun 2010 terdapat penemuan
cadangan gas baru yang cukup signifikan mencapai 2,09 triliun kaki kubik,
sementara penemuan minyak hanya sebesar 140 juta barel saja. Per 1 Januari
2011, posisi cadangan terbukti dan potensial minyak dan gas bumi di Indonesia
secara total masing-masing sebesar 153,72 triliun kaki kubik untuk gas dan
minyak bumi sebesar 7,41 miliar barel (lihat Tabel 3.1.). Apabila cadangan yang
ada diproduksikan dengan tingkat produksi saat ini, maka rasio reserve to
production (R/P) cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan selama 12 tahun,
artinya diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 12 tahun mendatang.
Sementara cadangan gas bumi Indonesia diperkirakan masih mampu bertahan
untuk memenuhi kebutuhan hingga 46 tahun ke depan (BP Migas, 2011).
Tabel 3.1. Status Cadangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia per 1 Januari 2011
Sumber: BP Migas (2011)
Sulitnya penemuan cadangan minyak baru telah mendorong kenaikan biaya
produksi di sektor hulu, sehingga mendorong peningkatan harga minyak bumi.
Hal tersebut berdampak kepada peningkatan pemanfaatan gas bumi yang saat ini
mengalami peningkatan produksi. Namun, pemanfaatan gas bumi terkendala
persoalan infrastruktur, dimana letak sumber gas tersebar di daerah-daerah yang
masih belum memiliki infrastruktur untuk menyalurkan gas tersebut kepada
konsumen. Sehingga, sektor-sektor yang siap untuk memanfaatkan gas seperti
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
22
Universitas Indonesia
sektor ketenagalistrikan, sektor industri, dan sektor transportasi belum dapat
terlayani dengan baik.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM)
(2009), Pemerintah telah menerbitkan Neraca Gas Indonesia 2010 – 2025 yang
membagi neraca gas bumi Indonesia menjadi 12 region atau wilayah. Adapun ke-
12 wilayah tersebut adalah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera
Bagian Selatan dan Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan
Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Maluku.
Neraca Gas Bumi ini disusun untuk melihat kemampuan pasokan gas Indonesia
dalam memenuhi kontrak-kontrak gas yang ada saat ini dan rencana
pengembangannya ke depan.
Sumber: KESDM (2009)
Gambar 3.3. Peta Neraca Gas Bumi Indonesia 2010 – 2025
Neraca Gas Indonesia seperti pada Gambar 3.3., menunjukkan kondisi supply dan
demand gas bumi Indonesia pada suatu region berdasarkan Kesepakatan Jual Beli
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Gas (PJBG, HoA, MoU, dan MoA), dan negosiasi serta permintaan resmi dari
konsumen pada tahun tertentu.
Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2007-2015 yang dikeluarkan oleh KESDM
(2007), permasalahan gas alam di Indonesia dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu:
Skala Nasional
Sisi Hulu:
1. Adanya existing contract yang tidak terpenuhi.
2. Lokasi cadangan gas bumi yang stranded dan/atau marginal.
3. Adanya penurunan produksi lapangan gas bumi existing.
4. Adanya selang waktu yang cukup lama antara permintaan gas bumi
dengan pengembangan lapangannya.
Sisi Hilir:
1. Belum tersedianya infrastruktur gas bumi secara utuh dan terpadu.
2. Adanya gap antara daya beli pasar dalam negeri dengan harga gas secara
keekonomian.
3. Adanya peningkatan permintaan dalam negeri akan gas bumi yang cukup
signifikan.
Skala Regional
1. Peranan energy security sebagai kunci pertumbuhan ekonomi di kawasan
regional.
2. Kompetisi yang semakin meningkat akan kebutuhan gas bumi secara
regional, khususnya dengan negara-negara haus energi.
3. Dominasi minyak bumi sebagai sumber energi utama, di lain pihak harga
minyak bumi terus meningkat.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Skala Global
1. Keterkaitan harga gas bumi dengan harga minyak dunia.
2. Faktor geopolitik di Timur Tengah.
3. Keterbatasan teknologi LNG di lepas pantai.
4. Berkurangnya cadangan minyak dunia yang mengarah pada diversifikasi
pada gas bumi.
5. Isu lingkungan yang mengarah pada clean energy.
Dengan potensi gas alam yang masih berlimpah sebagaimana yang tersaji di
dalam neraca gas di atas, tanpa mengabaikan kendala pengembangannya, sangat
memungkinkan untuk dilakukan pengusahaan gas alam dalam rangka
menyediakan sumber energi yang lebih murah dan bersih untuk kegiatan
pembangunan nasional.
Gas alam dapat menjadi sumber energi yang efisien untuk dimanfaatkan sebagai
bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi, bahan baku industri kimia dan
pupuk (petrochemical and fertilizer feed stock), maupun sebagai bahan bakar
untuk kegiatan rumah tangga dan UKM. Sebagai bahan bakar, BBG memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan BBM, salah satunya adalah BBG
memiliki emisi gas buang yang lebih rendah dibandingkan BBM. Hal ini dapat
menjadi salah satu alasan pentingnya pengembangan BBG di Indonesia, karena
polusi yang disebabkan oleh BBG relatif lebih rendah dibandingkan BBM,
sehingga lebih ramah lingkungan (Shahab, 2001).
Dalam rangka menjamin ketersediaan pasokan gas alam sesuai dengan rantai
kegiatan pengusahaannya, maka perlu dibuat rancangan infrastruktur gas alam
secara nasional yang menyeluruh dan up to date, salah satunya terkait dengan
penyaluran gas alam melalui jalur perpipaan. Rencana tersebut dituangkan oleh
Pemerintah dalam dalam bentuk Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan
Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) 2010 – 2025 berikut ini.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Sumber: KESDM (2010)
Gambar 3.4. Peta Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional
(RIJTDGBN) 2010-2025
Terkait dengan pengadaan gas alam untuk kebutuhan transportasi khususnya di
kawasan Jawa bagian Barat yang sangat padat aktivitas bisnis dan
perekonomiannya, maka tesis ini juga bermaksud untuk mengkaji kelayakan
pembangunan infrastruktur distribusi BBG dengan memanfaatkan LNG sebagai
sumber (feed) gas daripada menggunakan feed gas yang melalui pipa.
Perencanaan infrastruktur yang disusun di dalam penelitian ini mengkaji
kemungkinan pemanfaatan LNG Floating Storage Unit (FSU) sebagai terminal
penerima dan penyimpanan LNG lepas pantai dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Gas (SPBG) LNG-LCNG yang dapat menyalurkan BBG dalam kemasan NGV
dan LNG untuk kendaraan penumpang maupun barang dengan jarak tempuh dekat
maupun jauh sekaligus dalam satu satu stasiun.
LNG FSU direncanakan akan dibangun di lepas pantai Cikoneng, Kabupaten
Serang, Provinsi Banten, sedangkan SPBG LNG-LCNG akan dibangun di
Provinsi DKI Jakarta dan Banten. Diharapkan hasil kajian tersebut dapat
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
26
Universitas Indonesia
diimplementasikan, sehingga dapat menjadi alternatif pasokan bahan bakar yang
lebih efisien dan ramah lingkungan untuk sektor transportasi.
3.3. Inventarisasi Harga Gas Alam Pipa dan LNG Domestik
Harga gas alam untuk pemakaian dalam negeri didasarkan atas dua pendekatan
yaitu harga formula dan harga tetap. Harga gas bumi ekspor dalam bentuk LNG
maupun pipa menggunakan formula yang dikaitkan dengan harga minyak mentah.
Prinsip penentuan harga gas ini didasarkan pada keekonomian dan mekanisme
persaingan usaha yang sehat dan wajar. Harga gas untuk rumah tangga dan
pelanggan kecil ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi
(BPH Migas) dengan mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat.
Untuk kepentingan yang lebih luas, Pemerintah dapat memberikan subsidi harga
gas untuk industri pupuk yang produknya dimanfaatkan di dalam negeri. Besarnya
subsidi tergantung pada kondisi keuangan negara dan dievaluasi setiap tahun.
Khusus terkait dengan gas alam cair (LNG), saat ini dalam pola kegiatan hulu,
faktor-faktor yang menjadi dasar dalam penentuan harga gas alam dalam bentuk
cair meliputi keekonomian pengembangan lapangan, pendapatan negara yang
optimal, serta memenuhi prinsip kewajaran bisnis. Sedangkan pada pola kegiatan
usaha hilir penentuan harga jual gas alam cair diatur di dalam Peraturan Menteri
ESDM Nomor 21 tahun 2008.
Dalam rangka pemanfaatan gas alam untuk kebutuhan dalam negeri, pemerintah
mengatur dan atau menetapkan harga gas alam yang mengacu kepada
keekonomian pengembangan lapangan dan infrastruktur. Harga gas bumi tersebut
dapat berupa eskalasi, yaitu dikaitkan dengan harga minyak bumi. Pemilihan
model harga gas alam mempertimbangkan pendapatan negara di satu sisi, dan
dengan tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional yang optimal.
Penetapan harga gas alam mempertimbangkan kesetaraan antara kepentingan
produsen dan konsumen gas bumi. Mengenai kebijakan pengalokasian gas untuk
domestik (Domestic Market Obligation/ DMO) secara eksplisit tidak hanya
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
27
Universitas Indonesia
ditujukan kepada gas bagian kontraktor, tetapi juga ditujukan kepada gas bagian
Pemerintah.
Ada beberapa pendekatan penetapan harga gas alam yang berlaku saat ini, yaitu
terdiri dari harga gas alam untuk kebutuhan dalam negeri dalam bentuk kemasan
gas kota, gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG), maupun gas alam
terkompresi (Compressed Natural Gas/ CNG) untuk memenuhi kebutuhan energi
bagi sektor industri, transportasi, dan rumah tangga.
1. Flat sepanjang masa kontrak (berlaku pada kontrak-kontrak lama), yaitu
harga ditentukan pada periode awal jual beli gas. Formula ini tidak
diminati oleh produsen gas, karena tidak memberikan keuntungan jangka
panjang bagi produsen gas alam, sebaliknya bagi konsumen formula ini
dianggap paling menguntungkan.
2. Eskalasi, antara 2 – 3% per tahun. Formula ini memberikan keuntungan
bagi produsen gas alam, namun konsumen masih dapat menerima.
3. Berdasarkan hasil produk, seperti urea dan amoniak.
4. Berdasarkan harga jual minyak. Harga gas alam yang berfluktuasi,
mengacu pada harga minyak bumi tertentu seperti mengindeks pada harga
Indonesia Crude Price (ICP), Japan Crude Cocktail (JCC), atau HSFO.
Formula ini sangat memberatkan konsumen gas alam dalam negeri
mengingat tingginya harga minyak bumi saat ini.
Terkait dengan masalah penetapan harga gas alam untuk kebutuhan dalam negeri,
ada prosedur yang harus dipenuhi badan usaha pemegang kontrak bagi hasil
pengusahaan hulu gas bumi, yaitu melalui upaya negosiasi dengan konsumen gas
alam sehingga diperoleh kesepakatan harga, dan untuk selanjutnya badan usaha
tersebut menyampaikan usulan harga gas alam olahan tersebut kepada Badan
Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang bertanggung jawab
melakukan evaluasi teknis dan ekonomis terhadap usulan harga gas alam yang
diajukan. Selanjutnya, hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada pemegang
otoritas dalam hal ini Menteri ESDM disertai pertimbangan teknis dan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
28
Universitas Indonesia
ekonomisnya, kemudian diteruskan kepada Dirjen Migas untuk melakukan
pertimbangan usulan harga gas alam dari aspek teknis, ekonomis, dan legal.
Setelah semua prosedur tersebut dipenuhi maka Menteri ESDM dapat
memberikan persetujuan harga gas bumi yang diajukan.
3.4. Telaah Umum dan Investigasi Formula Harga Bahan Bakar Gas
untuk Transportasi
Secara umum tanpa memperhatikan sektor pengusahaannya baik upstream
maupun downstream, harga gas meliputi: harga keekonomian sour gas yang
disesuaikan dengan kondisi dan tempat gas alam tersebut dieksploitasi; biaya
pengadaan produk (biaya produksi) yang meliputi: sunk cost (biaya yang timbul
akibat dilakukannya kegiatan eksplorasi gas bumi), biaya pemindahan gas dari
reservoir menuju kilang gas bumi, biaya pengkondisian dan pemisahan gas alam
di kilang (gas processing cost); biaya transportasi yang dibedakan atas biaya
transportasi gas alam melalui pipa transmisi berikut biaya pemampatan gas alam
yang disalurkan melalui jalur pipa tersebut; atau biaya pencairan gas alam menjadi
LNG (liquefaction cost) atau pemampatan dalam bentuk CNG berikut biaya
pengapalan ke tempat tujuan (shipping cost); biaya distribusi gas alam yang terdiri
dari penerimaan gas alam di mother station untuk gas melalui pipa transmisi atau
Terminal Penerimaan LNG onshore maupun floating storage unit untuk gas alam
dalam kemasan LNG, ditambah dengan biaya transportasi darat (road trucking) ke
industri pengguna, stasiun pengisian bahan bakar gas (daughter station) atau
konsumen gas alam yang dituju; serta margin badan usaha baik badan usaha
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi maupun badan usaha kegiatan usaha
hilir minyak dan gas bumi, dan terakhir ditambah pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar 10%.
Biaya-biaya tersebut di atas belum dibedakan dan diklasifikasikan antara biaya
investasi atau capital expenditure (Capex) dan biya operational and maintenance
(O&M) atau operational expenditure (Opex). Dalam perhitungan harga bahan
bakar gas (BBG) nantinya, biaya-biaya tersebut akan di-breakdown menjadi
menjadi Capex dan Opex.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Perhitungan harga BBG untuk trasnportasi jenis NGV dan LNG di dalam tesis ini
akan mengembangkan perhitungan yang telah dilakukan oleh Javanmardi et al.
(2006). Mereka telah melakukan evaluasi biaya produksi LNG dari ladang gas
South-Pars di bagian selatan Iran, dengan perhitungan yang didasarkan atas
asumsi untuk mengekspor 7,5 juta ton LNG per tahun (MTPA) dari dua train
LNG plant yang mereka dirancang. Menggunakan model ekonomi sederhana,
biaya produksi untuk mengangkut gas alam sebagai LNG ke beberapa pasar gas
potensial di dunia dapat diperkirakan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa
berdasarkan harga gas alam antara US$ 4,74 x 10-4
dan $ 7,58 x 10-4
MJ-1
, maka
biaya produksi LNG dari ladang gas South-Pars diperoleh antara US$ 1,89 x 10-3
dan US$ 2,84 x 10-3
MJ-1
.
Mengacu kepada perhitungan yang telah dilakukan oleh Javanmardi et al. (2006),
dimana mereka menghitung harga atau biaya produk LNG hanya dari
Liquefaction (LNG) Plant sampai ke potential market. Dengan kata lain, mereka
menghitung hanya biaya pencairan gas alam menjadi LNG (liquefacation cost)
dan biaya pengiriman LNG sampai ke pasar potensial (LNG shipping cost). Oleh
karena itu, tesis ini akan mengembangkan perhitungan harga BBG dari hulu
(menggunakan harga beli LNG di kilang pencairan sebagai proxy biaya produksi
LNG di upstream) sampai ke konsumen di SPBG maupun di wholesaler.
Menurut Douglas (1988), secara umum total biaya produk dinyatakan sebagai
penjumlahan total biaya investasi (Tot. Inv.) yang diamortisasi dan total biaya
operasi dan pemeliharaan (Tot. O&M) yang diamortisasi. Secara matematis
dinyatakan sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 + 𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑂&𝑀
Dengan memperhitungkan masa manfaat infrastruktur distribusi BBG dan tingkat
diskonto atau suku bunga pinjaman modal berkesinambungan per tahun, maka
depresiasi dari nilai investasi modal yang diamortisasi diperoleh dengan:
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
30
Universitas Indonesia
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣𝑠. = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑥
exp 𝑑 𝑥 𝑦𝑛 exp 𝑑 𝑥 𝑦𝑖
𝑛𝑖=1
365 𝑥 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
dimana, d = interest rate atau depreciation rate, yn adalah masa manfaat pada
tahun ke n, dan yi adalah masa manfaat dari tahun ke i sampai tahun ke n.
Sedangkan total biaya O&M yang diamortisasi adalah:
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑂&𝑀 =𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀
𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
3.4.1. Biaya Transportasi
3.4.2.1. Liquefied Natural Gas (LNG)
Untuk transportasi gas alam jarak jauh, disebabkan biaya investasi jalur perpipaan
yang tinggi, maka transmisi gas alam dengan pipa menjadi tidak ekonomis,
sehingga transportasi gas alam dalam kemasan LNG melalui moda transportasi
laut maupun darat menjadi alternatif. Gas alam menjadi cair pada tekanan
atmosfer dan suhu sekitar 111 oK (-162
oC), pada kondisi tersebut terjadi
perubahan fisik gas alam menjadi fasa cair, sehingga mengurangi volume
penyimpanan gas hingga 1/600 – 1/620 kali volume dalam fasa gas. Oleh karena
itu, pengiriman gas alam dalam bentuk LNG lebih ekonomis karena dapat
mengangkut gas alam dalam jumlah besar untuk jarak jauh. Dengan suhu yang
sangat rendah, LNG dapat diangkut dan disimpan pada tekanan atmosfer (Vanema
et al., 2008; Li et al., 2004).
Produksi dan penyimpanan LNG biasanya dilakukan di fasilitas kilang pencairan
gas alam (Natural Gas to Liquid/ NGL Plant) di darat. Sedangkan pemanfaatan
fasilitas pembawa LNG (LNG carrier ship) dapat lebih efisien bila pengiriman
untuk jarak jauh dan dilakukan dalam volume yang besar. Biaya awal yang tinggi
untuk investasi kilang pencairan gas alam (NGL Plant) dan fasilitas terkait dapat
membuat LNG tidak menarik untuk dikembangkan. Data yang akurat untuk biaya
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
31
Universitas Indonesia
kilang LNG sulit untuk ditentukan, karena biaya yang sangat bervariasi
tergantung pada lokasi dan apakah proyek tersebut tergolong greenfield, yaitu,
dibangun di lokasi baru, atau perluasan dari fasilitas yang sudah ada. Ada 4
(empat) komponen utama harga dari pengusahaan gas alam dalam kemasan LNG
dari lapangan gas hingga terminal penerima LNG, yaitu:
1. Biaya produksi gas yang meliputi biaya yang timbul akibat dilakukannya
kegiatan eksplorasi gas bumi (sunk cost), biaya pemindahan sour gas dari
reservoir menuju kilang LNG (termasuk pemrosesan yang diperlukan)
adalah sekitar 20 sampai 25% dari total biaya investasi yang dibutuhkan.
Biaya ini dikatagorikan sebagai biaya kegiatan usaha hulu gas bumi.
2. Biaya pemrosesan dan pencairan gas alam di Kilang LNG (NGL Plant),
meliputi biaya pengkondisian dan pemisahan gas alam (gas treatment),
biaya pencairan (gas liquefaction), penyimpanan LNG (LNG storage),
dan pengisian LNG ke moda transportasi (LNG loading) adalah sekitar 30
sampai 45% dari total biaya investasi yang dibutuhkan. Biaya ini secara
status quo dikatagorikan saat ini sebagai biaya kegiatan usaha hulu gas
bumi, walaupun menurut pemahaman secara umum merupakan kegiatan
midstream.
3. Biaya pengiriman LNG (LNG shipping/ LNG trucking), pada umumnya
menggunakan pengiriman melalui jalur maritim untuk pengangkutan
dalam valume besar, total biaya investasi yang dibutuhkan sekitar 10
sampai 30%. Biaya ini secara harfiah termasuk biaya kegiatan usaha hilir
gas bumi, walaupun sama dengan biaya pemrosesan, biaya pengiriman
masih dimasukkan sebagai biaya kegiatan usaha hulu gas bumi.
4. Biaya LNG receiving and storage terminal: termasuk diantaranya biaya
menerima (receiving), penyimpanan (storage), dan memuat (unloading)
untuk didistribusikan adalah sekitar 15 sampai 25% dari total biaya
investasi yang dibutuhkan.
Selanjutnya dengan memilah keempat biaya tersebut dalam bentuk biaya
pengadaan produk untuk kegiatan terkait kegiatan hulu gas bumi (biaya produksi
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
32
Universitas Indonesia
dan pemrosesan gas alam), dan biaya transportasi untuk komponen biaya
pengiriman LNG dan penerimaan sehingga pembagian porsi pembiayaannya
dapat jelas dan terukur.
Dengan demikian, terkait pengusahaan gas alam dalam kemasan LNG, maka
struktur biaya dapat dinyatakan pula dalam bentuk dua jenis pembiayaan yakni:
total modal investasi LNG ditambah total biaya operasi dan pemeliharaan LNG
(total O&M).
Total modal investasi LNG dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: total
investasi produksi LNG dan total investasi pengiriman LNG. Dan secara
matematis dinyatakan sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐿𝑁𝐺 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐿𝑁𝐺
𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐿𝑁𝐺
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐿𝑁𝐺 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 exp 0,15 𝑥 𝑦𝑖
20𝑖=1
365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan LNG (total O&M) adalah
penjumlahan dari biaya O&M produksi LNG dan biaya O&M pengiriman LNG.
𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡
= 𝐿𝑁𝐺 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺
= 𝐿𝑁𝐺 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡𝑒𝑑 𝐿𝑁𝐺
3.4.2.2. Compressed Natural Gas (CNG)
Meskipun transportasi gas alam terkompresi telah dimulai dari sejak lama, namun
sejumlah usaha untuk memproduksi fasilitas pembawa CNG komersial dengan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
33
Universitas Indonesia
menggunakan kapal tanker telah gagal, disebabkan tingginya biaya produksi
bejana tekan yang diperlukan. Dalam proyek-proyek CNG, sebagian besar
investasi modal dihabiskan untuk membangun kapal tanker CNG. Namun, untuk
investasi terminal bongkar muat CNG akan lebih sederhana dan lebih murah
dibandingkan LNG. Total modal investasi pengusahaan gas alam dalam bentuk
kemasan CNG dibagi menjadi 3 (tiga) kategori utama yaitu total investasi
kompresi, total investasi jumlah pendingin dan total investasi pengiriman CNG.
𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 = 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 exp 0,15 𝑥 𝑦𝑖
20𝑖=1
365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Sedangkan total biaya operasi dan biaya pemeliharaan CNG (O&M) dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu biaya O & M kompresi, O&M pendinginan
(refrigeration), dan O&M pengiriman.
𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡
= 𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
+ 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺
= ((𝐶𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
+ 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
+ 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡))
/(𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺)
3.4.3. Biaya Distribusi
Seperti yang tersaji dalam rantai pengusahaan gas alam di Indonesia, saat ini
terdapat beberapa cara distribusi bahan bakar gas (BBG) di Indonesia, yaitu untuk
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
34
Universitas Indonesia
daerah yang relatif dekat dengan jalur transmisi pipa gas alam existing, distribusi
dilakukan melalui jalur pipa gas tambahan (tapping pipeline) ke Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Gas (SPBG) atau konsumen pengguna (untuk industri dibangun oleh
pelaku usaha; sedangkan untuk rumah tangga dan usaha kecil dan menengah
UKM dibangun oleh Pemerintah), sehingga gas alam (natural gas) dapat langsung
dikirim. Sedangkan untuk lokasi yang jauh dengan jalur pipa gas alam, perlu
dibangun sistem mother station yang mensuplai Compressed Natural Gas (CNG)
ke SPBG (daugther station) menggunakan trailer untuk kemudian dijual ke
konsumen sebagai Natural Gas Vehicle (NGV) yang dilakukan dengan pola
partnership diantara pelaku usaha baik badan usaha maupun perorangan
(Hartanto, 2010).
Sebagai tambahan, saat ini sedang dikaji pengadaan daughter station berupa
SPBG LNG-LCNG untuk mendistribusikan gas alam dalam kemasan LNG
maupun NGV sebagai bahan bakar untuk kendaraan baik angkutan penumpang
maupun barang untuk jarak dekat, menengah, dan jarak jauh. Sebagai catatan,
mother station SPBG ini adalah LNG loating storage unit (FSU) yang rencananya
dibangun di sekitar SPBG tersebut.
LNG FSU yang direncanakan di dalam tesis ini sedikit berbeda dari Floating
Storage Regasification Unit (FSRU). FSU hanya berfungsi sebagai receiving and
storage terminal, sehingga tidak memiliki fasilitas regasification sebagaimana
halnya FSRU, sebagai hasilnya dari segi keekonomisan dapat lebih murah, karena
tidak perlu biaya investasi dan O&M tambahan untuk regasifikasi, sehingga LNG
dapat langsung didistribusikan menggunakan truk LNG. Sedangkan, penggunaan
metode LNG trucking dari FSRU mungkin untuk dilakukan, namun akan ada
tambahan biaya lagi yang cukup besar, karena perlu jalur tersendiri yang harus
dibangun dan kajian teknologinya masih minim untuk saat ini.
Perbedaan SPBG LNG - LCNG dengan SPBG pada umumnya adalah SPBG LNG
- LCNG mendapatkan feed gas berupa LNG (bukan gas dari pipa distribusi) untuk
mempermudah distribusi. Kemudian di stasiun LNG - LCNG, LNG tersebut
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
35
Universitas Indonesia
diubah ke bentuk CNG untuk dapat disuplai ke kendaraan sebagai NGV ataupun
tetap dalam bentuk LNG untuk kendaraan penumpang, bis Antar Kota Antar
Propinsi (AKAP), dan truk barang dengan jarak tempuh jauh.
Total modal investasi distribusi gas alam dalam bentuk mother station baik berupa
stasiun penerimaan gas alam melalui pipa transmisi atau LNG receiving and
storage terminal (FSU) dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: total
investasi penerimaan gas alam baik berupa CNG receiving terminal; LNG
receiving terminal; FSU berikut jetty facility; atau fasilitas pengatur tekanan dan
metering untuk stasiun penerimaan transmisi gas alam dan total investasi
pengiriman gas alam berupa pengadaan pipa distribusi gas kota (NG) ke SPBG
atau konsumen pengguna; maupun pengadaan sarana transportasi ke daughter
station berupa truck trailer LNG atau CNG; dan secara matematis dinyatakan
sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺
𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 exp 0,15 𝑥 𝑦𝑖
20𝑖=1
365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas penerimaan gas CNG
dan LNG, serta biaya pengiriman CNG dan LNG ke daughter station (total O&M)
adalah penjumlahan dari biaya O&M penerimaan CNG & LNG (CNG & LNG
receiving O&M) dan biaya O&M pengiriman CNG & LNG ke daughter station
(CNG & LNG trucking O&M). Mengenai distribusi gas alam melalui pipa tidak
dibahas di dalam penelitian ini, namun apabila menggunakan jalur pipa open
access akan mencakup biaya open acces toll fee yang besarnya dinegosiasikan
dengan badan usaha pemilik pipa open acces, dan besarnya ditetapkan dalam
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
36
Universitas Indonesia
kesepakatan yang diatur oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH
Migas).
Sumber: Sugavanam (2011)
Gambar 3.5. FSRU berikut Jetty Facility
Sumber: IGU (2011)
Gambar 3.6. LNG FSU (Floating Storage Unit)
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
37
Universitas Indonesia
𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑐𝑜𝑠𝑡
= 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
+ 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑡𝑟𝑢𝑐𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺
= 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 & 𝐿𝑁𝐺 𝑡𝑟𝑢𝑐𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡𝑒𝑑 𝐿𝑁𝐺
Total biaya investasi distribusi bahan bakar gas dalam bentuk SPBG daughter
station penerimaan dan penyimpanan CNG dapat dibagi menjadi dua kategori
utama, yakni biaya fasilitas penyimpanan CNG dan biaya fasilitas rekompresi gas
sesuai dengan tekanan injeksi gas di ruang bakar mesin kendaraan NGV, termasuk
juga biaya fasilitas metering di unit pengisian BBG kendaraan pengguna CNG.
𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐶𝑁𝐺 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑁𝐺
𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝐶𝑁𝐺
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑁𝐺 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 exp 0,15 𝑥 𝑦𝑖
20𝑖=1
365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas SPBG daughter station
adalah penjumlahan dari O&M penyimpanan gas alam bertekanan (CNG storage
O&M) dan O&M rekompresi gas alam sesuai dengan tekanan injeksi gas di ruang
bakar mesin kendaraan NGV (CNG recompression O&M)
𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑐𝑜𝑠𝑡
= 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
= 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Sementara, total biaya investasi SPBG daughter station tipe LNG-LCNG dapat
dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu biaya fasilitas penyimpanan LNG dan
biaya fasilitas rekompresi boil off LNG sesuai dengan tekanan injeksi gas di ruang
bakar mesin kendaraan NGV, termasuk fasilitas penyimpanannya (LCNG buffer),
serta berikut metering di unit pengisian BBG kendaraan pengguna NGV.
Kemudian, ditambah biaya fasilitas refrigerasi untuk mempertahankan gas alam
tetap dalam kondisi cair, termasuk fasilitas metering di unit pengisian BBG
kendaraan pengguna LNG.
𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑎𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛
+ 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 exp 0,15 𝑥 𝑦𝑖
20𝑖=1
365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Sumber: Cryostar (2009)
Gambar 3.7. Skema Proses SPBG LCNG
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Sumber: Cryostar (2009)
Gambar 3.8. Skema SPBG LNG-LCNG
Sedangkan total biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas SPBG daughter station
tipe LNG-LCNG adalah penjumlahan dari biaya O&M penyimpanan LNG (LNG
storage O&M) dan biaya O&M rekompresi gas alam sesuai dengan tekanan
injeksi gas di ruang bakar mesin kendaraan NGV (CNG recompression O&M)
dan biaya O&M fasilitas refrigerasi untuk mempertahankan LNG tetap dalam
kondisi cair (LNG refrigeration O&M), termasuk metering di unit pengisian BBG
kendaraan pengguna LNG.
𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑐𝑜𝑠𝑡
= 𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
+ 𝐿𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝑂&𝑀 𝐿𝑁𝐺 − 𝐿𝐶𝑁𝐺 𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
= ((𝐿𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡
+ 𝐶𝑁𝐺 𝑅𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡))
/(𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺)
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
40
Universitas Indonesia
Selain menggunakan SPBG, NGV juga dapat didistribusikan menggunakan sistem
Wholesaler atau biasa disebut retailed CNG, dimana NGV dijual menggunakan
tabung isi ulang CNG tanpa dispenser, seperti penjualan LPG dalam kemasan
tabung untuk rumah tangga. Pembangunan Wholesaler NGV (CNG) memerlukan
beberapa fasilitas, seperti tempat gathering atau penyimpanan, storing, safety, dan
hal-hal lain yang berhubungan untuk pembangunan suatu wholesaler ditambah
biaya O&M.
𝑇𝑜𝑡. 𝐶𝑁𝐺 𝑊𝑜𝑙𝑒𝑠𝑎𝑙𝑒𝑟 𝑐𝑜𝑠𝑡
= ( 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 + 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝑤𝑜𝑙𝑒𝑠𝑎𝑙𝑒𝑟 𝑥
exp 0,15 𝑥 20 exp 0,15 𝑥 𝑦𝑖
20𝑖=1
365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦)
+ 𝐶𝑁𝐺 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝑁𝐺 𝑤𝑜𝑙𝑒𝑠𝑎𝑙𝑙𝑒𝑟 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛
𝑎𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑁𝐺
3.5. Usulan Formula Harga Bahan Bakar Gas Dalam Negeri
Berdasarkan hasil inventarisasi harga BBG di atas, maka formula harga BBG
meliputi: harga keekonomian sour gas yang disesuaikan dengan kondisi dan
tempat gas alam itu dieksploitasi; biaya-biaya terkait pengadaan gas alam di
sektor eksplorasi dan produksi gas alam; sektor pengolahan berikut pemampatan
dan pencairan gas alam untuk produk gas alam dalam bentuk CNG atau LNG;
biaya pengiriman gas alam (NG compression, LNG/CNG shipping & trucking)
serta biaya distribusi gas alam yang terdiri dari: penerimaan gas alam di mother
station, LNG receiving terminal maupun FSRU berikut jetty facility; pengaturan
tekanan sesuai spesifikasi dari konsumen pengguna, CNG/LNG trucking ke
daughter station; penyimpanan CNG/LNG di daughter station berikut
pengkondisiannya baik berupa rekompresi boil off LNG, refrigerasi LNG di unit
penyimpanannya maupun rekompresi CNG disesuaikan dengan nilai tekanan
masuk ruang bakar mesin kendaraan pengguna NGV.
Secara matematis struktur harga di atas dibedakan atas biaya investasi
infrastruktur ditambah biaya operasi dan pemeliharaan berikut margin dari
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
41
Universitas Indonesia
masing-masing badan usaha yang terlibat dalam rantai distribusi BBG sesuai
aturan yang telah ditetapkan atau akan diatur kemudian.
Penetapan harga gas di hulu terkait dengan harga keekonomian sour gas yang
disesuaikan dengan kondisi dan tempat gas alam itu dieksploitasi berikut biaya-
biaya eksplorasi dan produksi gas alam, yakni sunk cost (biaya yang timbul akibat
dilakukannya kegiatan eksplorasi gas bumi), berikut biaya pemindahan gas dari
reservoir menuju kilang LNG. Penetapan tersebut merupakan ranah upstream dan
menjadi domain dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (BP Migas). Sedangkan terkait sektor pengolahan berikut pemampatan dan
pencairan gas alam untuk produk gas alam dalam bentuk CNG atau LNG
walaupun sudah termasuk ranah midstream, namun masih menjadi domain BP
Migas.
Selanjutnya, hal terkait dengan biaya pengiriman gas alam (NG compression,
LNG/CNG shipping & trucking) serta biaya distribusi gas alam yang terdiri dari:
penerimaan gas alam di mother station, LNG receiving terminal maupun FSRU
berikut jetty facility; pengaturan tekanan sesuai spesifikasi dari konsumen
pengguna, CNG/LNG trucking ke daughter station; penyimpanan CNG/LNG di
daughter station berikut pengkondisiannya baik berupa rekompresi boil off LNG,
refrigerasi LNG di unit penyimpanannya maupun rekompresi CNG disesuaikan
dengan nilai tekanan masuk ruang bakar mesin kendaraan pengguna NGV,
merupakan ranah downstream, sehingga menjadi domain dari Badan Pengatur
Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Oleh karena itu, persamaan matematis
terkait investasi infrastruktur distribusi BBG disajikan dalam bentuk depresiasi
nilai tahunan sebagai berikut:
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣. 𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝐷𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝐵𝐵𝐺
= 𝑇𝑜𝑡. 𝐼𝑛𝑣.𝑛
𝑎=1𝑎 𝑥
exp 𝑑 𝑥 𝑦𝑛 exp 𝑑 𝑥 𝑦𝑖
20𝑖=1
365 𝑥 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
42
Universitas Indonesia
Sedangkan terkait dengan biaya operasi dan pemeliharaan secara matematis
disajikan sebagai berikut:
𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑒𝑑 𝑂&𝑀 = 𝑇𝑜𝑡.𝑛
𝑎=1 𝑂&𝑀 𝑐𝑜𝑠𝑡. 𝑎
𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
Selanjutnya formula matematis dari biaya masing-masing komponen harga bahan
bakar gas (BBG) untuk transportasi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan Liquefied
Natural Gas (LNG) disajikan secara rinci pada paparan formula umum di bawah
ini, dimana besaran masing-masing komponen harganya mengacu pada paparan
telaah dan investigasi biaya investasi pengadaan peralatan berikut operasi dan
pemeliharaannya. Besarnya koefisien berikut tetapan yang diharapkan dapat
berlaku tetap dalam formula ini, selanjutnya disusun dan ditelusuri dari beberapa
penetapan harga gas yang berlaku saat ini baik sesuai ketetapan yang ditentukan
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi KESDM, maupun besaran yang diatur
oleh BPH Migas.
3.5.1. Formula Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi NGV & LNG
Skema berikut ini menunjukkan perencanaan sistem distribusi BBG alternatif
yang mendapatkan feed gas dari LNG Plant, dibandingkan sistem SPBG
konvensial yang ada saat ini yang mendapatkan sumber (feed) gas melalui pipa.
Gambar 3.9. Skema Infrastruktur BBG Untuk Wilayah DKI Jakarta & Banten
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Sistem distribusi alternatif sebagaimana skema di atas diusulkan di dalam tesis ini,
adalah dalam rangka memberikan solusi atas keterbatasan infrastruktur jaringan
pipa gas nasional, sehingga program konversi dari BBM ke BBG yang
dicanangkan oleh Pemerintah dapat tetap dijalankan walaupun terdapat kendala
tersebut. Ada dua sistem distribusi yang diusulkan oleh tesis ini. Pertama, Sistem
Distribusi LNG Package, dimana LNG dikirim dari LNG Plant menggunakan
LNG carrier ship ke FSU sebagai LNG receiving and storage terminal, kemudian
di-trucking menggunakan truk LNG sampai ke SPBG LNG-LCNG. Lalu di SPBG
dapat disalurkan ke konsumen dalam kemasan NGV atau LNG. Kedua, Sistem
Distribusi CNG Package, dimana LNG dari FSU dibawa ke LNG Regasification
Plant untuk di-vaporaze dan dikompresi menjadi CNG, dan kemudian di-trucking
dalam tabung-tabung CNG menuju NGV (CNG) Wholesaler.
3.5.1.1. Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG
Sistem Distribusi LNG Package
Komponen biaya penyusun harga BBG melalui sistem distribusi LNG Package
adalah sebagaimana dalam diagram berikut ini:
Gambar 3.10. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi LNG Package
Dengan mengacu kepada telaah umum di atas, maka formula harga BBG di SPBG
LNG-LCNG sistem distribusi LNG Package adalah sebagai berikut:
Harga BBG = [Harga Gas di Kilang LNG] + [Shipping Cost + Margin LNG
Carrier] + [FSU Cost + Margin FSU] + [LNG Trucking Cost + Margin LNG
Trucking] + [SPBG LNG-LCNG Cost + Margin SPBG LNG-LCNG] + PPN 10%
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
44
Universitas Indonesia
3.5.1.2. Formula Umum Harga Bahan Bakar Gas di NGV (CNG) Wholesaler
Sistem Distribusi CNG Package
Komponen biaya penyusun harga BBG melalui sistem distribusi CNG Package
adalah sebagaimana dalam diagram berikut ini:
Gambar 3.11. Komponen Biaya Harga BBG Sistem Distribusi CNG Package
Dengan mengacu kepada telaah umum di atas, maka formula harga BBG di NGV
(CNG) Wholesaler sistem distribusi CNG Package adalah sebagai berikut:
Harga BBG = [Harga Gas di Kilang LNG] + [Shipping Cost + Margin LNG
Carrier] + [FSU Cost + Margin FSU] + [LNG Trucking Cost + Margin LNG
Trucking] + [LNG Regasification Plant Cost + Margin LNG Regasification Plant]
+ [CNG Trucking Cost + Margin CNG Trucking] + [Wholesaler NGV Cost +
Margin Wholesaler NGV] + PPN 10%
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
45
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Bab ini akan dibahas mengenai penelitian terhadap usulan struktur formula
harga baru bahan bakar gas (BBG) untuk sektor transportasi di dalam negeri.
Penelitian ini akan menggunakan basis data yang dihitung berdasarkan demand
dari pengembangan infrastruktur distribusi Natural Gas for Vehicle (NGV) dan
Liquefied Natural Gas (LNG) yang menggunakan sumber (feed) gas dalam bentuk
LNG, dan kemudian didistribusikan menggunakan sistem transportasi darat
menggunakan truk (road trucking). Wilayah yang dikaji di dalam tesis ini dibatasi
pada wilayah Jakarta & Banten, dengan penerapan SPBG LNG-LCNG (daughter
station) untuk wilayah Jakarta, dan pembangunan NGV (CNG) Wholesaler untuk
wilayah Banten.
4.1. Mekanisme Harga LNG yang Digunakan di Indonesia
Indonesia menggunakan formula harga LNG yang dikaitkan dengan harga minyak
mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) yang dikenal sebagai
formula harga oil-linked gas price. Sehingga, perubahan harga LNG sangat
dipengaruhi oleh harga minyak mentah Indonesia.
Gambar 4.1. Harga LNG Berdasarkan ICP
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
46
Universitas Indonesia
Formula harga LNG yang dikaitkan dengan ICP ini mulai digunakan pada tahun
1973 untuk penjualan LNG yang diekspor ke Jepang. Untuk pemanfaatan gas
bumi dalam negeri, model harga gas bumi ini mulai digunakan pada tahun 1996,
yaitu untuk penjualan gas bumi Unocal/Chevron ke kilang minyak bumi
Balikpapan (sempat diamandemen pada tahun 2006 karena tingginya harga
minyak bumi).
Formula harga LNG tersebut juga diterapkan pada penjualan LNG dari Kilang
LNG Bontang ke FSRU Jawa Barat, dengan formula 11% dari harga ICP yang
berlaku. Sehingga, dengan harga ICP untuk tahun 2012 diasumsikan sebesar US$
100/barel, maka harga jual LNG Bontang ke FSRU Jawa Barat sebesar US$
11/MMBTU (Nusantara Regas, 2012). Kemudian, PT. PLN membeli gas dari
FSRU Jawa Barat sebesar US$ 14.43/MMBTU, dimana terdapat biaya
pengiriman LNG dan fasilitas FSRU sebesar US$ 3.43/MMBTU (Pertamina,
2012).
Kajian di dalam tesis ini menggunakan formula harga LNG sebesar 11% dari ICP
sebagai variabel harga gas di sektor hulu, dengan asumsi harga ICP sebesar US$
100/barel. Sebagai informasi, formula harga gas untuk transportasi yang akan
diuji di dalam tesis ini dibatasi pada lingkup perhitungan harga gas di sektor hilir,
sebab kajian mengenai formula harga gas di sektor hulu diperlukan kajian
tersendiri dikarenakan kompleksitasnya.
4.2. Perkembangan Jumlah Kendaraan di DKI Jakarta dan Banten
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi darat di wilayah Jakarta dan Banten
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya volume kendaraan di kedua wilayah tersebut secara signifikan
setiap tahunnya. Tabel di bawah ini memberikan gambaran pertumbuhan jumlah
kendaraan dari tahun 2006 – 2011 seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kedua
provinsi tersebut yang cukup pesat.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
47
Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Jumlah Kendaraan Roda Tiga/Lebih di Wilayah Jakarta dan Banten Tahun
2006 – 2011
Variabel Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah
Kendaraan di
DKI Jakarta 2.657.431 2.753.792 2.882.202 2.976.591 3.233.389 3.388.744
Jumlah
Kendaraan di
Banten N/A N/A N/A 277.528 317.953 421.334
Sumber: BPS (2012), telah diolah kembali
Salah satu indokator pertumbuhan ekonomi di Jakarta dan Banten yaitu volume
dan nilai ekspor masing-masing wilayah yang cukup besar pada tahun 2012. Tabel
di bawah ini memberikan gambaran volume dan nilai ekspor masing-masing
wilayah tahun 2011.
Tabel 4.2. Volume dan Nilai Ekspor Non Migas Provinsi Jakarta dan Banten Tahun 2011
Wilayah Volume Ekspor (Ribu Ton) Nilai Ekspor ( US$ Juta)
Jakarta 2.793 10.973
Banten 3.858 9.558
Sumber: BI (2012), telah diolah kembali
Kendaraan bermuatan besar mendominasi mobilisasi antara Jakarta dan Banten,
karena pada kedua wilayah tersebut banyak dipadati dengan industri yang banyak
melakukan kegiatan distribusi logistik dan produknya, baik untuk skala nasional
maupun internasional melalui pelabuhan Tanjung Priok.
Sementara, untuk mobilisasi di dalam wilayah Jakarta lebih didominasi oleh
kendaraan pribadi, dengan jumlah kendaraan pribadi per 2011 sebanyak 3.300.652
(BPS Provinsi DKI Jakarta, 2012). Jumlah tersebut akan terus mengalami
peningkatan dengan angka pertumbuhan sekitar 9% atau sekitar 900.000 –
1.150.000 unit per tahun (Gaikindo, 2012).
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Dengan asumsi pertumbuhan per tahun sebesar 9% untuk wilayah Jakarta dan
Banten, maka proyeksi jumlah kendaraan untuk tahun 2012 – 2013 ditunjukkan
pada tabel 4.3. dan 4.4..
Tabel 4.3. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Jakarta Tahun
2012 – 2013
Jenis Kendaraan 2012 2013
Mobil Penumpang Passanger 2.774.074 3.023.741
Mobil beban 672.140 732.633
Mobil Bis 395.375 430.958
Taksi 29.416 32.064
Mobil Barang 22.595 24.629
Bus Pariwisata 5.592 6.096
Bus AKAP 3.765 4.104
Bemo 1.409 1.536
Bus Way 531 579
Bajaj 17.137 18.679
Total 3.922.036 4.275.019
Tabel 4.4. Proyeksi Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Tiga/Lebih di Banten Tahun
2012 – 2013
Jenis Kendaraan 2012 2013
Sedan 68.416 74.574
Jeep 26.717 29.122
Mini Bis 315.770 344.189
Mikro Bis 5.603 6.107
Bis dan Sejenisnya 2.043 2.227
Pick Up 60.647 6.6105
Truck 48.138 52.470
Kendaran Alat Berat 337 367
Total 527.669 575.159
Pada penelitian ini, pertumbuhan kendaraan diproyeksikan hanya sampai pada
tahun 2013, sehingga perhitungan kebutuhan gas pada masing-masing wilayah
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
49
Universitas Indonesia
dibatasi sampai dengan tahun 2013 untuk menguji usulan formula harga BBG
yang baru.
4.3. Penentuan Skala Konversi dari BBM ke BBG Jakarta – Banten
Sampai saat ini, program konversi bahan bakar untuk sektor transportasi darat dari
BBM ke BBG yang dicanangkan oleh Pemerintah telah diterapkan di beberapa
kota besar yang memiliki infrastruktur pipa gas. Kota Jakarta merupakan salah
satu wilayah yang telah melakukan program konversi BBG. Program tersebut
dimulai dengan penggunaaan BBG pada moda transportasi Busway TransJakarta
yang telah beroperasi sejak tahun 2006. Pada tahun 2010, jumlah Busway
TransJakarta yang beroperasi sebanyak 545 unit, naik sebesar 8% dari tahun
sebelumnya. Selain Busway, konversi ke BBG juga telah diterapkan untuk moda
transportasi Bajaj sebanyak 2.775 unit (BPS, 2012).
Namun, implementasi program konversi dari BBM ke BBG di beberapa kota di
Indonesia sampai saat ini belum mengalami perkembangan yang baik, sebab
terdapat beberapa kendala, diantaranya adalah jumlah SPBG yang terbatas.
Sampai dengan tahun 2012, jumlah SPBG yang terkoneksi dengan jaringan pipa
gas (SPBG online) yang terdapat di DKI Jakarta sebanyak 12 unit, baik yang
dioperasikan oleh Pertamina, PGN, maupun swasta dengan rincian lokasi
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. di bawah ini.
Dalam rangka menerapkan rencana konversi dari BBM ke BBG dalam skala yang
lebih luas dibandingkan konversi yang sudah diterapkan sebelumnya, maka pada
tesis ini dilakukan perhitungan proyeksi potensi jumlah kendaraan yang akan
dikonversi ke bahan bakar gas untuk tahun 2013 guna menentukan demand gas/
LNG untuk masing-masing wilayah, dengan menetapkan asumsi persentase per
jenis kendaraan yang berpotensi untuk dikonversi.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
50
Universitas Indonesia
Sumber: APCNGI (2012)
Gambar 4.2. Lokasi SPBG Online Existing di DKI Jakarta
Tabel 4.5. Asumsi Persentase per Jenis Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke
BBG
Asumsi Konversi (%) Keterangan
20% untuk Kendaraan Dinas
Instansi Pemerintah dan TNI/POLRI di
pusat dan daerah perlu mendukung
program Pemerintah Pusat
30% untuk Kendaraan umum (Bis,
Taksi, Angkutan Kota, dan Mikro Bus)
Sasaran utama dari kebijakan konversi dari
BBM ke BBG, Pemerintah akan
membagikan sekitar 27.000 unit converter
kit pada tahun 2013
5 % untuk Kendaraan Pribadi Harga converter kit cukup mahal, sehingga
menurunkan minat masyarakat untuk
menggunakannya
Berdasarkan asumsi persentase konversi tersebut di atas, maka diperoleh jumlah
kendaraan yang berpotensi untuk dikonversi untuk wilayah Jakarta dan Banten.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Tabel 4.6. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk Wilayah
DKI Jakarta Tahun 2013
Jenis Kendaraan 2013
Mobil Penumpang Passanger 151.187
Mobil beban 73.263
Mobil Bis 21.548
Taksi 9.619
Mobil Barang 4.926
Bus Pariwisata 2.743
Bus AKAP 1.847
Bemo -
Bus Way 579
Bajaj 7.472
Total 273.184
Tabel 4.7. Jumlah Kendaraan yang Berpotensi untuk Dikonversi ke BBG untuk Wilayah
Banten Tahun 2013
Jenis Kendaraan 2013
Sedan 2.906
Jeep 1.526
Mini Bis 25.663
Mikro Bis 1.262
Bis dan Sejenisnya 458
Pick Up 3.541
Truck 3.919
Kendaraan Alat Berat 41
Total 39.316
Berdasarkan proyeksi jumlah kendaraan berpotensi konversi ke BBG tersebut di
atas, maka perkiraan kebutuhan (demand) total LNG per hari, per bulan, dan per
tahun untuk masing-masing wilayah dapat ditentukan.
Perhitungan total demand LNG ditentukan berdasarkan konsumsi per jenis BBG
(LNG atau CNG) sesuai jenis kendaraan. Bahan bakar gas jenis LNG akan
digunakan untuk kendaraan besar dengan jarak tempuh jauh, yaitu Bis Pariwisata
dan Bis AKAP yang berdomisili di DKI Jakarta. Sedangkan BBG jenis CNG
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
52
Universitas Indonesia
digunakan untuk kendaraan dengan jarak tempuh dekat dan menengah, kecuali
untuk jenis Truck dapat menempuh jarak jauh dengan CNG karena dapat
membawa CNG dalam volume yang besar.
Klasifikasi berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan untuk jenis kendaraan
tertentu sangat penting, karena dalam implementasi konversi di dalam tesis ini
akan digunakan dua jenis dispenser yaitu LNG dispenser dan LCNG disepenser
pada masing-masing stasiun LNG-LCNG untuk wilayah DKI Jakarta dan NGV
(CNG) Wholesaler untuk Wilayah Banten. Berdasarkan tujuan tersebut, maka
dilakukan asumsi terhadap konsumsi BBG per hari dari setiap jenis kendaraan.
Tabel 4.8. Asumsi Konsumsi Bahan Bakar Gas Per Jenis Kendaraan Per Hari
Konsumsi Volume Satuan Sumber Jenis Bahan
Bakar
Bus AKAP 273 LSP Taylor and Wharton LNG
Taksi 34 Lsp Hartanto (2010) NGV
Kendaraan (Mini
Bis, Sedan, & Jeep) 10 LSP Asumsi NGV
Angkutan Umum 34 LSP Hartanto (2010) NGV
Truck 273 LSP Taylor and Wharton LNG
Bus Pariwisata 273 LSP Taylor and Wharton LNG
Bus Dalam kota 273 LSP Taylor and Wharton NGV
Berdasarkan asumsi pada Tabel 4.8. di atas, maka berdasarkan perhitungan total
konsumsi bahan bakar gas jenis NGV (CNG) yang dibutuhkan untuk Wilayah DKI
Jakarta adalah sebesar 3.865.116 lsp/hari atau setara dengan 6.442 lsp/hari LNG,
sebab 1 lsp LNG setara dengan 600 lsp NGV, sedangkan volume kebutuhan bahan
bakar jenis LNG adalah 1.149.566 lsp/hari. Sehingga, total kebutuhan suplai gas
dalam bentuk LNG untuk wilayah DKI Jakarta per harinya adalah sekitar
1.156.008 lsp/hari atau setara dengan 25,96 MMSCFD. Volume kebutuhan gas
untuk seluruh jenis kendaraan yang berpotensi dikonversi ke BBG untuk Wilayah
DKI Jakarta ditunjukkan pada Tabel 4.9.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
53
Universitas Indonesia
Tabel 4.9. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah DKI Jakarta
Tahun 2013
Sedangkan perhitungan kebutuhan gas per hari untuk Wilayah Banten ditunjukkan
pada Tabel 4.10. berikut ini.
Tabel 4.10. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Gas Per Hari untuk Wilayah Banten
Tahun 2013
Jenis Kendaraan 2013
LNG NGV
Sedan - 29.059
Jeep - 15.431
Mini Bis - 477.441
Mikro Bis - 40.081
Bis dan Sejenisnya 124.973 -
Pick Up - 61.909
Truck 1.069.759 -
Kendaran Alat Berat 11.304 -
Total 1.206.035 623.921
Dari hasil perhitungan kebutuhan gas pada Tabel 4.10. di atas, diperoleh volume
kebutuhan bahan bakar jenis LNG untuk Wilayah Banten pada tahun 2013 sebesar
1.206.035 lsp/hari. Sedangkan untuk bahan bakar jenis NGV (CNG) volume
Jenis Kendaraan 2013
LNG NGV
Mobil Penumpang
Passanger
- 1.511.871
Mobil beban - 1.245.476
Mobil Bis - 366.315
Taksi - 327.049
Mobil Barang - 64.661
Bus Pariwisata 687.025 -
Bus AKAP 462.541 -
Bemo - -
Busway - 289.970
Bajaj - 59.774
Total 1.149.566 3.865.116
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
54
Universitas Indonesia
kebutuhannya adalah sebesar 623.921 lsp/hari, atau setara dengan 1.039,87
lsp/hari LNG. Sehingga, total kebutuhan gas dalam bentuk LNG per harinya
untuk wilayah Banten adalah sebesar 1.207.075 lsp/hari atau setara dengan 27,10
MMSCFD.
Oleh karena itu, untuk keperluan konversi dari BBM ke BBG untuk wilayah DKI
Jakarta dan Banten diperlukan pasokan gas dalam bentuk LNG setara 2.363.083
lsp/hari, atau setara dengan 53,06 MMSCFD atau setara dengan 70.892.5 m3 LNG
selama 1 (satu) bulan. Sehingga, dalam 1 (satu) tahun dibutuhkan pasokan LNG
sebesar 0,34 MTPA untuk memenuhi kebutuhan gas Wilayah DKI Jakarta dan
Banten.
Sumber: Ditjen Migas (2010)
Gambar 4.3. Infrastruktur Gas di Indonesia
Berdasarkan pada Gambar 4.3. kapasitas produksi LNG terbesar adalah Kilang
LNG Bontang, yaitu sebesar 22,59 MTPA. LNG yang diproduksi di Bontang
sebesar 10,2 MTPA atau sekitar 40% digunakan untuk memenuhi kebutuhan
ekspor dengan kontrak jangka panjang, sehingga masih ada sekitar 13 MTPA
yang berpotensi untuk dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik, karena
selama ini volume tersebut dijual untuk ekspor melalui spot market. Dengan
kebutuhan LNG sebesar 0,34 MTPA pada tahun 2013, Kilang LNG Bontang
sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyedia utama LNG untuk
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
55
Universitas Indonesia
penerapan program konversi dari BBM ke BBG untuk wilayah Jakarta dan
Banten. Pembelian LNG dari Kilang Bontang direncanakan akan berlangsung
selama 20 tahun.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2010 mengenai
Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Bahan Bakar Gas yang Digunakan untuk
Transportasi, pada pasal 4 butir petama dinyatakan bahwa, dalam kegiatan usaha
hilir, Badan Usaha wajib mengalokasikan sebesar 25% total Gas Bumi yang
diniagakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar gas untuk transportasi.
Sehingga, Permen ESDM tersebut memberikan jaminan bagi pemenuhan
kebutuhan LNG untuk keperluan program konversi dari BBM ke BBG Wilayah
DKI Jakarta dan Banten tahun 2013 dengan volume sebesar 0,34 MTPA.
4.4. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi NGV &
LNG
Dalam rangka memenuhi kebutuhan gas dengan sumber (feed) dalam bentuk LNG
untuk program konversi dari BBM ke BBG di Wilayah DKI Jakarta dan Banten,
maka diperlukan perencanaan pembangunan infrastruktur dan sistem distribusi
yang berbeda dari SPBG konvensional yang mendapatkan feed gas melalui
jaringan pipa. Sistem distribusi BBG di dalam tesis ini akan dibagi menjadi 2
(dua) sistem distribusi yang mendapatkan feed gas dalam bentuk LNG. Sistem
distribusi yang pertama disebut dengan LNG Package, dan sistem distribusi yang
kedua disebut dengan CNG Package.
Sistem distribusi LNG Package akan mendapatkan feed LNG dari Kilang LNG
Bontang, untuk kemudian dikirim dengan menggunakan LNG carrier sampai ke
LNG Floating Storage Unit (FSU) atau terminal penerima LNG terapung di lepas
Pantai Cikoneng, Kabupaten Serang, Banten yang juga berfungsi sebagai Mother
Station dari sistem distribusi ini. Dari FSU selanjutnya LNG diangkut dengan
menggunakan road trucking untuk disalurkan langsung ke stasiun pengisian
bahan bakar (refueling station) gas tipe LNG-LCNG yang dapat menyalurkan gas
dalam bentuk LNG maupun NGV langsung ke konsumen.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Sedangkan pada sistem distribusi CNG Package, LNG dari FSU ditransportasikan
dengan LNG Truck ke LNG Regasification Plant –fasilitas yang berfungsi sebagai
mother station pada sistem distribusi ini– untuk diuapkan (vaporization) menjadi
gas terkompresi (CNG) ke dalam tabung silinder. Selanjutnya, dari LNG
Regasification Plant, CNG didistribusikan dengan menggunakan truck menuju
daughter station yang merupakan NGV (CNG) Wholesaler untuk kemudian
diretailkan kepada konsumen NGV.
Moda transportasi darat menggunakan truck yang direncanakan di dalam tesis ini
digunakan karena keterbatasan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas di
Wilayah DKI Jakarta dan Banten. Moda transportasi gas di darat dengan trucking
memiliki keunggulan dibandingkan transportasi melalui pipa untuk daerah-daerah
yang belum memiliki demand gas yang tinggi dan terpencil (remote), sebab
dengan demand yang masih rendah dan jauh dari sumber gas secara keekonomian
dan teknis sulit untuk dikembangkan jaringan pipa.
CNG maupun LNG trucking merupakan solusi alternatif yang ekonomis untuk
menyalurkan gas bumi ke konsumen di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh
infrastruktur jaringan pipa gas bumi. Compressed Natural Gas (CNG) saat ini
telah digunakan secara luas di beberapa negara seperti Pakistan, Iran, Argentina,
Brazil, Amerika Serikat, India, Cina, Thailand, dan lain-lain. Sedangkan LNG
untuk transportasi mulai digunakan secara luas di Amerika, Brazil, dan Eropa.
Tabel 4.11. Karakteristik Bahan Bakar Gas LNG dan CNG
Variabel Bahan Bakar
LNG CNG
Gross Heating Value 1.120-1.020 btu/scf 950-1.140 btu/scf
Densitas 460 kg/m3
128,2 kg/m3
Sumber: Pertamina dan www.aqua-calc.com (2012)
Penggunaan 2 (dua) jenis bahan bakar gas LNG dan CNG yang ditinjau dalam
penelitian ini memiliki perbedaan heating value dan massa jenis, karena LNG
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
57
Universitas Indonesia
merupakan fluida cair dan CNG adalah fluida gas. Karakteristik dari 2 (dua) jenis
fasa gas tersebut sebagaimana yang terdapat pada Tabel 4.11..
Selain Tabel di atas yang digunakan sebagai koofesien konversi volume gas,
beberapa asumsi dan variabel juga digunakan pada perhitungan di dalam tesis ini.
Tabel 4.12. Asumsi dan Variabel Perhitungan di Dalam Penelitian Ini
No Variabel Nilai Keterangan
1 Suku Bunga (Interest
Rate)
15% Tingkat suku bunga ditetapkan lebih
tinggi dari suku bunga kredit
investasi bank dalam negeri yang
berkisar 13,5% per tahun, dengan
tujuan agar lebih menarik minat
perbankan atau investor untuk
memberikan kredit.
2 Lifetime (Tahun) 20 Asumsi
3 Nilai Tukar (Rp/ US$) Rp 9.600 Asumsi
4 Satuan Akhir US$/MMBTU Rp/MMBTU
4.4.1. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem
Distribusi LNG Package
4.4.1.1. Perhitungan Biaya LNG Shipping
Biaya shipping dipengaruhi oleh beberapa hal, mulai dari kapasitas yang diangkut,
jarak tempuh, ukuran tanker, dan boil off gas. Jumlah tanker LNG yang
dibutuhkan untuk mensuplai LNG ke FSU sangat tergantung pada loading site,
loading rate, storage, jarak, kecepatan, dan lain sebagainya. Tanker LNG
dirancang secara canggih dan memiliki dua hal unik dalam perkapalan, yaitu:
Kondisi kriogenik cargo
Hal ini berarti material yang bersentuhan langsung dengan LNG harus bisa
bertahan pada suhu yang sangat rendah sampai dengan -160 oC. Material yang
biasa digunakan adalah stainless steel, aluminium, dan invar. Material tersebut
tidak murah dan membutuhkan teknik pengelasan khusus.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
58
Universitas Indonesia
Boil off LNG
Tidak seperti kapal pendinginan LPG yang memiliki kilang pencairan di
atasnya, tanker LNG hanya bisa mengatur uap yang timbul (boil off) dari
kargo yang terjadi karena tidak ada insulasi yang 100% efisien dengan
mengeluarkan (venting) atau membakarnya pada boiler.
Secara global sampai akhir 2011, jumlah LNG carrier dari berbagai jenis
sebanyak 360 armada kapal, dengan kapasitas gabungan sebesar 53 MMCM,
jumlah tersebut lebih tinggi 150% dibandingkan tahun 2006. Pertumbuhan jumlah
tanker yang tinggi sebagai akibat dari permintaan pengiriman LNG yang semakin
tinggi di dunia, sehingga terjadi booming untuk pembangunan tanker LNG baru.
Pada tahun 2004 setidaknya 68 kapal tanker LNG baru dipesan, yang merupakan
angka pesanan tertinggi untuk semua jenis kapal LNG dalam satu tahun.
Banyaknya jumlah kapal tanker LNG berdampak pada pasar LNG yang semakin
kompetitif baik untuk pembangunan baru, pembelian bekas, maupun carter (IGU,
2011).
Hanya terdapat sedikit galangan kapal di dunia yang memiliki kemampuan untuk
membangun tanker LNG karena faktor kompleksitas kapal serta tuntutan kontrol
kualitas yang tinggi . Terdapat 3 macam tipe kapal pengangkut LNG ada saat ini,
yaitu tipe moss, membrane, dan Self Supporting Prismatic Shape IMO Type B
(SPB).
Berdasarkan volume kebutuhan LNG untuk program konversi dari BBM ke BBG
untuk wilayah DKI Jakarta dan Banten sebesar 70.892.5 m3 LNG per bulan, maka
diputuskan untuk menggunakan kapal tanker LNG dengan kapasitas 75.000 m3
dengan pertimbangan ada tambahan kapasitas angkut untuk keperluan cadangan
LNG di FSU apabila terjadi keterlambatan pengiriman LNG.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
59
Universitas Indonesia
Jumlah kapal tanker yang dibutuhkan untuk mensuplai LNG ke FSU Cikoneng
dihitung mengacu kepada perhitungan yang digunakan oleh Javanmardi (2006),
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jarak antara Kilang LNG Bontang dan FSU Cikoneng = 1.829 km, maka
Jarak round trip Bontang – Cikoneng = 2 x 1.829,11 = 3.658,22 km
Kapasitas kapal tanker yang digunakan adalah 75.000 m3 dan densitas LNG
Bontang mengacu kepada Tabel 4.13. sebesar 460 kg/m3, maka kapasitas yang
dapat diangkut oleh kapal untuk 1 (satu) kali pengiriman adalah:
𝐊𝐚𝐩𝐚𝐬𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐊𝐚𝐩𝐚𝐥 = 75.000 𝑚3 𝑥 460𝑘𝑔
𝑚3𝑥
1 𝑡𝑜𝑛
1000 𝑘𝑔= 34.500 𝑡𝑜𝑛 per kapal
Mengingat kecepatan rata-rata kapal tanker sekitar 20 knot (37 km/h), maka
perjalan pergi-pulang (PP) memakan waktu:
Round trip = 3.658,22/37 = 4,12 hari ~ 5 hari
Diasumsikan waktu yang dibutuhkan untuk loading LNG di Kilang Bontang
adalah 5 hari, dan 5 hari untuk unloading & ballasting, maka waktu yang
dibutuhkan untuk 1 (satu) kali round trip pengiriman LNG Bontang – Cikoneng =
5 + 5 + 5 = 15 hari. Sehingga, satu kapal tanker dapat melayani pengiriman LNG
Bontang – Cikoneng sebanyak maksimum = 340/15 = 22,67 ~ 22 kali pengiriman
(asumsi 25 hari digunakan untuk maintenance), dengan total kapasitas angkut
LNG dalam satu tahun = 22 x 34.500 ton = 759.000 ton.
Maka, untuk memenuhi kebutuhan FSU Cikoneng sebesar 0,34 MTPA, jumlah
kapal tanker yang dibutuhkan:
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐊𝐚𝐩𝐚𝐥 =0,34 𝑥 106
𝑡𝑜𝑛𝑎𝑛𝑛𝑢𝑚
759.000 𝑡𝑜𝑛
𝑎𝑛𝑛𝑢𝑚 − 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑙
= 0,45 ≅ 1 kapal
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
60
Universitas Indonesia
Oleh karena itu, untuk memenuhi kapasitas FSU Cikoneng untuk 1 (satu) tahun
cukup dibutuhkan 1 kapal saja. Sebagai summary dapat dilihat pada table berikut
ini:
Tabel 4.13. Summary Perhitungan Jumlah Kapal yang Dibutuhkan
Variabel Satuan Hasil Perhitungan
Capacity m3 75.000
Jarak Bontang - Cikoneng km 1.829,11
Kecepatan knot to km/h 20 knot – 37 km/h
Round Trip hari 5
Loading hari 5
Unloading & Ballasting hari 5
Total per Round Trip hari 15
Maksimum Round Trip per Tahun trip 22
Jumlah Kapal yang Dibutuhkan Kapal 1
Biaya pengiriman (shipping cost) LNG dari Kilang Bontang ke FSU Cikoneng,
dihitung berdasarkan biaya Capital Expenditure (Capex) dan Operational
Expenditure (Opex) yang diestimasi berdasarkan laporan MMA(2008) berikut ini:
Tabel 4.14. Biaya Capex & Opex LNG Shipping
NO EXPENDITURE COST
(US$)
A. Capital Expenditure (CAPEX)
1. LNG Ship with Capacity of 75.000 m3 100.000.000
Total CAPEX 100.000.000
B. Operational Expenditure (OPEX) per Year
1. Fuel 5.317.223
2. O & M (Crew, Insurance, Maintenance, & Other Expenses) 1.425.000
TOTAL OPEX per Year 6.742.223
C. Margin per Year
1. LNG Shipping Margin (5%) 5.000.000
TOTAL Margin per Year 5.000.000
Kemudian shipping cost dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi
(Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan
berikut ini:
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
61
Universitas Indonesia
LNG Shipping Cost =( Tot. Inv. LNG Ship x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity) +
LNG Ship O&M Cost
annual capacity
Tabel 4.15. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional LNG Shipping
No Variabel Nilai US$ Nilai Rp
1. Amortisasi Total Investasi
Pengiriman LNG
US$ 0,74/MMBTU Rp 7.104/MMBTU
2. Amortisasi Total Biaya O&M US$ 0,59/MMBTU Rp 5.664/MMBTU
Biaya Shipping LNG US$ 1,33/MMBTU Rp 12.768/MMBTU
Dari perhitungan tabel di atas, maka didapatkan bahwa biaya pengiriman LNG
dari Kilang Bontang ke FSU Cikoneng per unit (unit cost) sebesar US$
1,33/MMBTU atau Rp 12.768/MMBTU.
4.4.1.2 Perhitungan Biaya LNG Floating Storage Unit (FSU)
Floating Storage Unit untuk LNG yang direncanakan didalam tesis ini adalah
kapal tanker bekas (used) yang dikonversi menjadi FSU dengan dilengkapi
loading arm untuk menerima LNG dari LNG carrier dan untuk menghubungkan
ke piping system menuju onshore untuk kemudian di-trucking menuju stasiun
LNG-LCNG dan LNG Regasification Plant. Skema umum FSU dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Sumber: DNV (2011)
Gambar 4.4. Skema Umum FSU
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
62
Universitas Indonesia
Alasan digunakannya FSU ini adalah karena fasa gas yang akan disalurkan ke
stasiun LCNG adalah gas dalam fasa cairnya, sehingga tidak diperlukan fasilitas
unit regasifikasi yang biasanya terdapat pada Floating Storage Regasification
Unit (FSRU) untuk mengubah fasa gas cair menjadi gas terkompresi.
Karakteristik dari Floating Storage Unit ini dapat dibedakan ke dalam kapasitas
dan tipe storage yang digunakan. Adapun detail karakteristiknya dapat dilihat
pada table dibawah ini dan penjelasan mengenai detail properties FSU dapat
dilihat pada Tabel 4.16. di bawah ini:
Tabel 4.16. Karakteristik FSU
Sumber: The Government of Jamaica (2011)
Berdasarkan pada Tabel 4.16. diatas, properties lainnya akan sangat bergantung
pada kapasitas dari FSU yang diinginkan, selanjutnya akan bergantung pula pada
tipe storage yang akan digunakan untuk menyimpan LNG.
Dari perhitungan kebutuhan gas untuk sektor transportasi di Wilayah DKI Jakarta
dan Banten tahun 2013 sebesar 53,06 MMSCFD atau setara 70.892,5 m3 LNG,
ditetapkan untuk menggunakan FSU dengan kapasitas 75.000 m3. Dengan
kapasitas tersebut, maka ada alokasi cadangan LNG di FSU untuk sekitar 4,4
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
63
Universitas Indonesia
hari. Kapasitas cadangan ini diperlukan sebagai antisipasi lamanya waktu
pengiriman dan keterlambatan pengiriman dari LNG Plant yang berada diluar
Pulau Jawa akibat dari berbagai faktor, diantaranya faktor cuaca di laut Jawa.
Biaya penerimaan dan penyimpanan (receiving and storage cost) LNG
menggunakan FSU Cikoneng, dihitung berdasarkan biaya Capital Expenditure
(Capex) dan Operational Expenditure (Opex) yang diestimasi dari Songhurst
(2009) dan Afdal (2008) sebagaimana berikut ini:
Tabel 4.17. Biaya Capex & Opex untuk LNG Receiving Terminal (FSU)
NO EXPENDITURE COST (US$)
A. Capital Expenditure (CAPEX)
1. LNG FSU with Capacity of 75.000 m3 37.500.000
- Conversion from Used Tanker
- Including Mooring
2. Jetty including Piping (500 m) 80.000.000
3. Onshore Infrastructure 60.000.000
Total CAPEX 177.500.000
B. Operational Expenditure (OPEX) per Year
1. Fuel
10,650,000 2. O & M (Crew, Insurance, Maintenance, &
Other Expenses)
TOTAL OPEX per Year 10,650,000
C. Margin per Year
1. LNG FSU Margin (5%) 10,650,000
TOTAL Margin per Year 10,650,000
Tabel di atas menunjukkan biaya total investasi dan total biaya operasional dan
perawatan untuk LNG FSU Cikoneng dengan kapasitas 75.000 m3. Biaya
investasi FSU dihitung berdasarkan kajian dari Songhurst (2009) yang
mengkonversi LNG carrier yang masih dapat digunakan menjadi FSRU, dengan
biaya sebesar US$ 80.000.000 kapasitas 130.000 m3 untuk 1 FSRU, sehingga
untuk pembelian tanker bekas dan konversi menjadi FSU berkapasitas 75.000 m3
diperkirakan sebesar US$ 37.500.000 (tanpa fasilitas regasifikasi). Kemudian
FSU cost dihitung dari penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan
amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
64
Universitas Indonesia
LNG FSU Cost = ( Tot. Inv. LNG FSU x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity)+
LNG FSU O&M Cost
annual capacity
Tabel 4.18. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Terminal Penerima dan Penyimpan
LNG (FSU)
No Variabel Nilai
(US$/MMBTU)
Nilai
(Rp/MMBTU)
1. Amortisasi Total Investasi Terminal
Penerimaan dan Penyimpanan LNG
1,31 12.576
2. Amortisasi Total O&M FSU 0,90 8.640
Biaya FSU 2,21 21.216
Untuk nilai amortisasi digunakan umur investasi selama 20 tahun dan nilai suku
bunga atau interest rate sebesar 15% sesuai dengan data variable dan asumsi yang
disebutkan di tabel 4.12.
4.4.1.3 Perhitungan Biaya Pegangkutan dengan Truk LNG (LNG Trucking)
Penggunaan jenis moda transportasi truk untuk mengangkut Liquefied Natural
Gas (LNG) di Indonesia masih terbatas penggunaannya. Aplikasi transportasi
yang lebih banyak digunakan untuk mengangkut gas adalah dalam bentuk
Compressed Natural Gas (CNG) (Ditjen Migas, 2010). Hal ini didukung oleh data
mayoritas vendornya yang banyak berasal dari Eropa dan Amerika Serikat seperti
Cryostar (France), Chart (US), Vanzetti (Italy), VRV (US), Westport (US), ALT
(US), Northstar (US), dan lainnya. Oleh karena itu, penggunaan truk pengangkut
gas dalam bentuk LNG masih perlu banyak dipelajari.
Desain yang berbeda pada truk LNG jika dibandingkan dengan truk biasa lainnya
adalah truk LNG ini memiliki Onboard Pump, baik pada LNG Tank Truck
maupun pada LNG Mobile Fueling. Pompa ini diharuskan ada pada truk LNG
dengan alasan safety, terutama pada saat memindahkan LNG ke tempat
penyimpanan yang permanen. Harga truk tangki LNG ini bervariasi bergantung
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
65
Universitas Indonesia
pada volumenya. Tank trailer LNG dengan kapasitas 30 m3 memiliki harga
sekitar US$150.000 (EKIP, 2012; Garcia-Cuerva, 2009).
Pemilihan truk tanki LNG sebesar 30 m3
berdasarkan data dari Pertamina bahwa
kapasitas angkut LNG mencapai 30 m3 untuk panjang trailer 20 ft, dengan biaya
transportasi sekitar US$ 0,5/MMBTU atau setara Rp 150/lsp.
Proses pendistribusian LNG dari production plant akan langsung diangkut menuju
LNG truk dengan menggunakan unloading arm yang ada sehingga diharapkan
akan lebih menghemat faktor biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini tentunya
faktor safety sudah masuk ke dalam pertimbangan. Faktor safety yang dominan
dapat mempengaruhi adalah faktor cuaca seperti halnya angin dan hujan. Oleh
karena itu, faktor keterlambatan dalam pendistribusian LNG merupakan salah satu
parameter yang akan diikut sertakan kedalam simulasi dinamik.
Desain truk LNG berbeda dengan truk konvensional. Truk LNG memiliki pompa
on-board yang diaplikasikan untuk memompa LNG ke storage tank. Perbedaan
tekanan yang terjadi diatur sedemikian rupa agar faktor keselamatan dan
keamanan dapat terintegrasi di dalamnya.
Sumber: StarLNG (2010)
Gambar 4.5. Proses Loading Truk LNG
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
66
Universitas Indonesia
Perlu diketahui bahwa terdapat perhitungan mengenai jumlah truk berdasarkan
jumlah SPBG LNG-LCNG yang akan dibangun di DKI Jakarta sebanyak 44
stasiun dan Banten 12 stasiun, dengan kapasitas setiap stasiun LNG-LCNG
sebesar 0,59 MMSCFD. Sehingga, dibutuhkan total 28 truk LNG untuk melayani
DKI Jakarta dan Banten, dengan rincian 22 truk LNG untuk melayani seluruh
SPBG LNG-LCNG di DKI Jakarta, dan 6 truk LNG untuk melayani Banten,
karena 1 truck LNG dapat memasok kebutuhan LNG untuk 2 (dua) SPBG LNG-
LCNG per hari. Berikut perhitungan waktu operasi tiap unit truk LNG:
Waktu operasi 1 Unit truk LNG untuk 1 (satu) kali round trip
FSU Cikoneng – DKI Jakarta = Loading + Pergi + Pulang + Unloading
= 1,5 + 2,5 + 2,5 + 1,5 = 8 Jam
dengan memperhitungkan faktor kemacetan, asumsi ditambahkan 4 jam, sehingga
untuk 1 (satu) kali round trip setiap truk LNG membutuhkan waktu 12 Jam.
Maka, masing-masing truk bisa beroperasi dalam 2 (dua) round trip dalam 1 hari
untuk melayani 2 (dua) stasiun LNG-LCNG. 1 unit truk akan dapat membawa
volume LNG sebesar 30 m3 per round trip sampai dengan 0,6 MMSCFD, atau
total 1,2 MMSCFD per truk per hari. Tabel berikut ini memberikan gambaran
mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembelian 1 (satu) unit
truk LNG dengan kondisi baru. Usia pakai truk diasumsikan selama 5 tahun.
Tabel 4.19. Biaya Investasi dan Biaya O&M untuk 1 (Satu) Unit Truk LNG
NO EXPENDITURE COST (US$)
A. Capital Expenditure (CAPEX)
1. Tractor Head 118,000
2. Cryogenic LNG Tank Trailer with Capacity of 30 m3 150,000
Total CAPEX 268,000
B. Operational Expenditure (OPEX) per Year
1. 80 litre of Diesel Oil per 200 km 57,600
2. Wages for 3 persons (2 Drivers + 1 Co Drivers) 60,000
3. O & M (Maintenance, Insurance, & Toll Road Fee) of
0,3 US$/ km
43,200
TOTAL OPEX per Year 117,600
C. Margin per Year
1. LNG Trucking Margin (5%) 13,400
TOTAL Margin per Year 13,400
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
67
Universitas Indonesia
Tabel di atas menunjukkan biaya Capex & Opex yang dibutuhkan untuk
pengadaan dan operasional 1(satu) truk LNG. Dengan demikian, total Capex dan
Opex untuk 28 unit truk LNG sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah
ini.
Tabel 4.20. Biaya Investasi dan O&M untuk 28 Unit Truk LNG
No Jenis Expenditure Jumlah Kapasitas
(MMBTU)
Nilai (US$)
1. Capex LNG Truck 28 12.067.776 7.504.000
2. Opex LNG Truck per Tahun 28 12.067.776 3.197.600
Kemudian, LNG trucking cost dihitung dari penjumlahan amortasasi total
investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
LNG Trucking Cost = ( Tot. Inv. LNG Truk x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity)+
LNG Trucking O&M Cost
annual capacity
Tabel 4.21. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Trucking LNG
No Variabel Nilai
(US$/MMBTU)
Nilai
(Rp/MMBTU)
1. Amortisasi Total Investasi LNG Truck 0,09 864
2. Amortisasi Total O&M LNG Truck 0,26 2.496
Biaya Trucking LNG 0,36 3.456
4.4.1.4 Perhitungan Biaya SPBG LNG-LCNG
SPBG LNG-LCNG (Liquified to Compressed Natural Gas) merupakan teknologi
terapan yang relatif baru di Indonesia. Penggunaannya masih terbatas pada
negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
68
Universitas Indonesia
Menurut Cryostar (2012) Teknologi stasiun LNG-LCNG memiliki beberapa
keunggulan dibanding stasiun CNG yang sudah banyak digunakan seperti:
Dapat melayani dua jenis kendaraan BBG sekaligus, NGV dan LNG
Solusi yang efisien untuk sistem SPBG mother-daughter
Dapat menyalurkan CNG walaupun tidak ada akses jaringan pipa gas
Biaya listrik lebih rendah
Kapasitas penyimpanan yang lebih besar, karena LNG hanya
membutuhkan ruang penyimpanan 1/600 kali CNG
Secara umum proses yang terjadi pada stasiun LNG-LCNG diawali dengan suplai
gas yang berupa LNG diangkut melalui truk. Tangki penyimpanan LNG dibuat
secara khusus sehingga mampu menjaga kondisi LNG dalam kondisi cair dengan
kondisi temperatur yang ekstrim yaitu -160 0C.
Sumber: Cryostar (2012)
Gambar 4.6. Skema SPBG LNG-LCNG sebagai Daugther Station
SPBG LNG-LCNG merupakan stasiun BBG yang berfungsi sebagai daughter
station. Pada SPBG tipe ini, LNG dari storage diubah menjadi gas, kemudian gas
dikompresikan dengan tekanan tinggi, dan selanjutnya akan disimpan ke dalam
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
69
Universitas Indonesia
tangki CNG yang terkoneksi ke dispenser, sehingga dapat langsung mengalirkan
NGV ke kendaraan bermotor.
Berdasarkan teknologi yang ada, SPBG LNG-LCNG yang akan didirikan
memiliki kemampuan maksimum untuk mengisi kendaraan sampai dengan 960
kendaraan per hari per dispenser LNG dan 720 kendaraan per hari per dispenser
LCNG. Setiap SPBG LNG-LCNG dilengkapi dengan 8 (delapan) dispenser yang
terdiri dari 4 (empat) dispenser LNG dan 4 (empat) dispenser LCNG, dengan 2
(dua) nozzles pada setiap dispenser. Kapasitas setiap SPBG LNG-LCNG
ditentukan sebesar 0,59 MMSCFD. Sehingga, jumlah SPBG LNG-LCNG yang
akan didirikan di Wilayah DKI Jakarta dan Banten adalah sebagai berikut.
Tabel 4.22. Jumlah Kebutuhan SPBG LNG-LCNG untuk Wilayah DKI Jakarta dan
Banten
Wilayah Total SPBG
LNG-LCNG
DKI Jakarta 44
Banten 12
Total 56
Dari jumlah SPBG LNG-LCNG di atas dapat dihitung total kebutuhan LNG per
hari untuk seluruh stasiun LNG-LCNG di DKI Jakarta dan Banten.
Tabel 4.23. Total Kebutuhan LNG untuk Seluruh SPBG LNG-LCNG di DKI Jakarta dan
Banten
Wilayah Jumlah SPBG
LNG-LCNG Kebutuhan LNG
(MMSCFD)
Jakarta 44 25,96
Banten 12 6,72
Total 56 32,68
Flowrate LNG dispenser yang digunakan pada penelitian ini adalah 160 l/min,
dengan kecepatan rata-rata pengisian sekitar 3 menit per kendaraan per nozzle.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
70
Universitas Indonesia
Sedangkan flowrate untuk CNG dispenser adalah 70 Nm3/h, dengan kecepatan
rata-rata pengisian sekitar 4 menit per kendaraan per nozzle (Cyrostar, 2010).
Maka, dengan kecepatan tersebut setiap stasiun LNG-LCNG dapat melayani
sampai dengan 3.840 kendaraan LNG per hari dan 2.880 kendaraan CNG per hari,
dengan asumsi stasiun pengisian beroperasi selama 24 jam per hari. Sehingga,
dengan total 56 SPBG LNG-LCNG yang direncanakan untuk DKI Jakarta dan
Banten akan dapat melayani hingga maksimal 376.320 kendaraan per hari.
Gambar 4.7. Salah Satu Contoh LNG-LCNG di Los Angeles
Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai biaya investasi yang harus
dikeluarkan untuk pembangunan 1 (satu) stasiun LNG-LCNG yang diestimasi
dari Cryostar (2009), dengan asumsi masa manfaat (life time) selama 20 tahun,
dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per tahun.
Tabel 4.24. Biaya Capex dan O&M 1 (Satu) SPBG LNG-LCNG
NO EXPENDITURE COST (US$)
A. Capital Expenditure (CAPEX)
1. Combined LNG & LCNG Equipments (8 Dispenser) 2,376,000
a. - LNG Storage Tank with Capacity of 30 m3
b. - Vaporization Systems
c. - LNG Container Mounted System
d. - LNG Dispenser
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
71
Universitas Indonesia
e. - LCNG Mounted System
f. - CNG Dispenser
g. - Control System
h. - Payment System
i. - Other Systems and Buildings
j. - Engineering & Construction
4. Civil Works 550,000
5. Land Lease of 3.000 m2 for 5 years 525,000
6. Permits & Certifications 90,000
Total CAPEX 2,991,000
B. Operational Expenditure (OPEX) per Year
1. Electricity 166,221
2. Maintenance & Operational Cost 169,243
TOTAL OPEX per Year 335,464
C. Margin per Year
1. Combined LNG & LCNG Station Margin (5%) 149,550
TOTAL Margin per Year 149,550
Tabel di atas menunjukkan biaya Capex & Opex yang dibutuhkan untuk
pengadaan dan operasional 1 (satu) SPBG LNG-LCNG. Dengan demikian, total
Capex dan Opex untuk 56 stasiun adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.25. Biaya Investasi dan O&M untuk 56 Stasiun LNG-LCNG
No Jenis Expenditure Jumlah Kapasitas
(MMBTU)
Nilai (US$)
1. Capex SPBG LNG-LCNG 56 12.059.600 167.496.000
2. Opex SPBG LNG-LCNG per Tahun 56 12.059.600 26.619.217
Kemudian, biaya stasiun LNG-LCNG dihitung dari penjumlahan amortasasi total
investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
72
Universitas Indonesia
LNG-LCNG Station Cost = ( Tot. Inv. Station x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity)+
Station O&M Cost
annual capacity
Tabel 4.26. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Stasiun LNG-LCNG
No Variabel Nilai
(US$/MMBTU)
Nilai
(Rp/MMBTU)
1. Amortisasi Total Investasi Stasiun
LNG-LCNG
2,04 19.584
2. Amortisasi Total Biaya O&M Stasiun
LNG-LCNG
2,21 21.216
Biaya Stasiun LNG-LCNG 4,24 40.704
4.4.2. Perhitungan Harga Bahan Bakar Gas di SPBG LNG-LCNG Sistem
Distribusi CNG Package
CNG merupakan gas bumi yang dimampatkan hingga tekanan 250 bar pada suhu
atmosferik. Pada tekanan ini, volume CNG sekitar 1/300 dari volume gas sebelum
dimampatkan. Gas hasil kompresi inilah yang kemudian akan disalurkan ke
konsumen dengan menggunakan tabung silinder bertekanan tinggi dengan ukuran
80 cm – 3 m yang diangkut dengan menggunakan trailer.
Harga bahan bakar gas tipe CNG yang saat ini berlaku ditetapkan berdasarkan
keputusan Dirjen Migas Kementerian ESDM, yaitu seharga Rp 3.100/lsp. Harga
CNG tersebut menurut PT. PGN kurang menguntungkan, karena selain tidak
diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi harga tersebut, margin yang
ditawarkan kurang menarik bagi investor. Hal tersebut diakui oler Dirjen Migas
ESDM Evita H. Legowo.
Pemerintah menargetkan Permen ESDM tentang harga bahan bakar gas untuk
transportasi dapat rampung pada bulan Oktober 2012, agar dapat mulai diterapkan
pada November 2012. Dalam Permen tersebut Pemerintah akan membuat
peraturan baru sehingga margin yang ditawarkan dapat lebih menarik minat
investor. Beberapa peraturan yang akan diterapkan diantaranya adalah dengan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
73
Universitas Indonesia
mengubah tarif listrik di SPBG yang semula dikenakan tarif bisnis, diubah
menjadi tarif khusus seperti tarif listrik kereta api. Selain itu, pemerintah juga
akan meniadakan pajak selama kurun waktu 2012 hingga 2013. Peraturan tersebut
akan mengatur BBG secara keseluruhan, antara lain formula BBG, biaya
pengangkutan, dan pengembalian investasi. Formula harga BBG tersebut berlaku
untuk Compressed Natural Gas (CNG) dan Liqiuid Gas Vehicle (LGV).
Tesis ini memiliki tujuan yang sama dengan rencana Pemerintah tersebut di atas,
dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah dalam menentukan
formula harga BBG yang baru. Formula harga untuk CNG package ini tidak
berbeda dengan LNG package. Namun, sedikit berbeda pada skema
infrastrukturnya, yaitu dipelukannya LNG Regasification Plant (mother station)
untuk mengubah LNG menjadi CNG, pengangukutan dari mother station, dan
fasilitas penjualan ke konsumen yang menggunakan sistem wholesaler
dibandingkan stasiun pengisian. Sedangkan, untuk sumber LNG, LNG carrier,
dan FSU menggunakan fasilitas yang sama dengan LNG Package.
Gambar 4.8. Skema Sistem Distribusi CNG Package
4.4.2.1 Perhitungan Biaya LNG Trucking
Jenis, prinsip, dan kajian mengenai transportasi LNG menggunakan truk sama
dengan yang dijelaskan sebelumnya pada bagian 4.4.1.3. pada Sistem Distribusi
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
74
Universitas Indonesia
LNG Package, perbedaannya adalah pada jumlah truk yang akan melayani
Wilayah Banten, karena rencana penyaluran LNG tidak menuju ke stasiun LNG-
LCNG, namun menuju ke mother station yang merupakan fasilitas LNG
Regasification Plant, sebuah fasilitas yang dapat mengubah LNG menjadi CNG
dalam skala besar.
Rencana pembangunan mother station dimaksudkan agar CNG dapat
didistribusikan ke daughter station (CNG Wholesaler) yang terletak jauh dari kota
atau remote area. Trailer LNG yang digunakan memiliki kapasitas 30 m3 dengan
panjang 20 ft. Berikut perhitungan waktu operasi tiap unit truk LNG untuk
Wilayah Banten:
Waktu operasi 1 Unit truk LNG untuk 1 (satu) kali round trip
FSU Cikoneng – Banten = Loading + Pergi + Pulang + Unloading
= 1,5 + 3 + 3 + 1,5 = 9 Jam
dengan memperhitungkan faktor kemacetan, asumsi ditambahkan 3 jam, sehingga
untuk 1 (satu) kali round trip setiap truk LNG membutuhkan waktu 12 Jam.
Maka, masing-masing truk bisa beroperasi dalam 2 (dua) round trip dalam sehari.
1 (satu) unit truk dapat membawa volume LNG sebesar 30 m3 per round trip atau
setara dengan 0,6 MMSCFD, atau total 1,2 MMSCFD per truk per hari.
Total biaya investasi truk LNG dihitung berdasarkan jumlah total truk untuk
melayani kebutuhan LNG Regasification Plant (mother station) yang berjumlah 3
(tiga) station dengan kapasitas maksimum sekitar 9,6 MMSCFD per station.
Dengan menggunakan truck LNG berkapasitas 30 m3, maka, total truck LNG
yang digunakan mensuplai kebutuhan LNG Regasification Plant sebanyak 18
truck. Gambaran mengenai biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk
pembelian 1 (satu) unit LNG truck, dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per
tahun mengacu kepada Tabel 4.20. Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk
18 unit truk LNG adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
75
Universitas Indonesia
Tabel 4.27. Biaya Investasi dan O&M untuk 18 Unit Truk LNG
No Jenis Expenditure Jumlah Kapasitas
(MMBTU)
Nilai (US$)
1. Capex LNG Truck 18 7.677.045 4.824.000
2. Opex LNG Truck per Tahun 18 7.677.045 2.055.600
Kemudian, biaya LNG trucking dihitung dari penjumlahan amortasasi total
investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
LNG Trucking Cost = ( Tot. Inv. LNG Truk x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity)+
LNG Trucking O&M Cost
annual capacity
Tabel 4.28. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M Truk LNG (CNG Package)
No Variabel Nilai
(US$/MMBTU)
Nilai
(Rp/MMBTU)
1. Amortisasi Total Investasi LNG Truck 0,09 864
2. Amortisasi Total O&M LNG Truck 0,27 2.592
Biaya LNG Trucking 0,37 3.552
4.4.2.2 LNG Regasification Plant (Mother Station)
Pada sistem distribusi CNG Package, LNG Regasification Plant berfungsi sebagai
mother station. Fasilitas ini disiapkan sebagai pusat produksi CNG untuk
memasok CNG Wholesaler di daerah-daerah dalam radius sekitar 50 km dengan
transportasi menggunakan trucking CNG.
Tidak seperti stasiun pengisian bahan bakar bensin atau diesel, stasiun pengisian
CNG tidak dapat dibuat dengan prinsip one size fits all seperti desain SPBU pada
umumnya. Membangun fasilitas LNG Regasification Plant sebagai mother station
CNG membutuhkan perhitungan kapasitas storage yang tepat agar dapat melayani
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
76
Universitas Indonesia
dengan cukup daughter station di wilayahnya dan agar biaya investasi dapat
ditentukan dengan tepat.
LNG Regasification Plant merupakan unit fasilitas untuk mengubah LNG
menjadi CNG. Secara proses dapat dijelaskan sebagai berikut: LNG yang
diangkut dengan truk LNG dimuat (unloading) ke dalam storage tank dengan
suhu -160 oC. Untuk mengubah LNG menjadi CNG, LNG dari storage tank
dialirkan ke vaporizer yang dipanaskan dengan electric heater untuk diubah ke
fasa gas, selanjutnya gas dari vaporizer dikompresi dengan menggunakan high
pressure compressor/ pump menjadi CNG. Selanjutnya, CNG dimasukkan ke
dalam tabung-tabung NGV untuk didistribusikan ke NGV Wholesaler. Gambar
berikut menunjukkan diagram fasilitas regasifikasi LNG.
Sumber: Cryostar (2008)
Gambar 4.9. Diagram LNG Regasification Plant
Berdasarkan perhitungan, jumlah CNG Wholesaler (CNG daughter station) yang
dibutuhkan untuk melayani Wilayah Banten (penjelasan mengenai wholesaler
CNG ada pembahasan berikutnya) sebanyak 21 unit. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan setiap wholesaler dibangun mother station atau LNG Regas Plant
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
77
Universitas Indonesia
sebagai stasiun penerima LNG yang berfungsi meregasifikasi LNG menjadi CNG
untuk kemudian dikirim via trucking.
Fasilitas LNG Regasification Plant yang direncanakan akan sanggup mensuplai
kebutuhan BBG di Banten sekitar 27,10 MMSCFD setiap harinya. Berdasarkan
demand tersebut, maka direncanakan LNG Regasification Plant berkapasitas 480
m3 yang sanggup menampung LNG hingga kapasitas 9,6 MMSCFD. Sehingga,
LNG Regasification Plant yang dibutuhkan untuk Wilayah Banten sebanyak 3
(tiga) stasiun.
Tabel 4.29. Jumlah Kebutuhan LNG Regasification Plant (Mother Station) untuk
Wilayah Banten
Jumlah Kendaran
Jumlah LNG Regasification Plant
Kebutuhan LNG per Plant (MMSCFD)
Banten 39.316 3 7
Total 39.316 3 21
Sumber: Cryostar (2008)
Gambar 4.10. Contoh LNG Regasification Plant untuk di Banten
Dari perhitungan di atas, maka tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai
biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembangunan 1 (satu) fasilitas LNG
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
78
Universitas Indonesia
Regasification Plant, dengan asumsi masa manfaat (life time) selama 20 tahun,
dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per tahun yang diestimasi dari Garcia-
Cuerva (2009).
Tabel 4.30. Total Biaya Capital dan O&M LNG Regasification Plant
NO EXPENDITURE COST (US$)
A. Capital Expenditure (CAPEX)
1. LNG Regasification Plant 1,920,000
a. - Storage Tank with Capacity of 4x120 m3
b. - Vaporization Systems
c. - Other Systems and Buildings
d. - Engineering & Construction
2. CNG Main Equipments 1,883,770
a. - Compressor with Capacity of 4.000 m3/hr
b. - Power Supply with Capacity of 1 MW
c. - 6 Unit Filling Nozzles
d. - Storage Tank
e. - 2 Unit Gas Dryer Systems
f. - High Pressure Pipe with 200 m of Length
3. Pipeline Construction 154,000
4. Civil Works 550,000
5. Land Lease of 3.000 m2 for 5 years 525,000
6. Permits & Certifications 90,000
Total CAPEX 5,122,770
B. Operational Expenditure (OPEX) per Year
1. LNG Regasification Plant 218,000
2. CNG Mother Station 423,792
TOTAL OPEX per Year 641,792
C. Margin per Year
1. LNG Regassification Plant Margin (5%) 256,139
TOTAL Margin per Year 256,139
Tabel di atas menunjukkan biaya Capex & Opex yang dibutuhkan untuk
pembangunan dan operasional 1 (satu) fasilitas LNG Regasification Plant.
Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk 3 stasiun adalah sebagaimana yang
ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
79
Universitas Indonesia
Tabel 4.31. Biaya Investasi dan O&M untuk 3 Fasilitas LNG Regasification Plant
No Jenis Expenditure Jumlah Kapasitas
(MMBTU)
Nilai (US$)
1. Capex LNG Regas Plant 3 7.665.000 15.368.310
2. Opex LNG Regas Plant per Tahun 3 7.665.000 2.693.792
Kemudian, total biaya fasilitas LNG Regasification Plant dihitung dari
penjumlahan amortasasi total investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex)
dengan menggunakan persamaan berikut ini:
LNG Regas Plant Cost = ( Tot. Inv. LNG Regas x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity)+
LNG Regas O&M Cost
annual capacity
Tabel 4.32. Amortisasi Biaya Investasi dan Biaya Operasional LNG Regas Plant
No Variabel Nilai
(US$/MMBTU)
Nilai
(Rp/MMBTU)
1. Amortisasi Total Investasi LNG
Regasification Plant 0,29 2.784
2. Amortisasi Total O&M LNG
Regasification Plant 0,35 3.360
Biaya LNG Regasification Plant 0,65 6.240
4.4.2.3 Perhitungan Biaya Trucking CNG
Trucking CNG yang direncanakan di dalam tesis ini berbeda dengan
pangangkutan CNG dengan truk pada umumnya yang menggunakan tabung
silinder sepanjang 20 ft. Trailer CNG pada sistem distribusi CNG Package
mengangkut tabung-tabung CNG berukuran 80 cm dengan kapsitas 29 lsp.
Penerapan teknologi CNG darat (road trucking), memungkinkan pasokan BBG ke
konsumen relatif lebih cepat dibandingkan dengan moda jaringan pipa. Hal ini
dimungkinkan karena infrastruktur CNG lebih sederhana, sehingga konstruksinya
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
80
Universitas Indonesia
lebih cepat. Namun demikian, ketersediaan infrastruktur jalan merupakan faktor
penting pada sistem distribusi ini. Beberapa keuntungan penggunaan teknologi
CNG untuk BBG adalah sebagai berikut:
Jangkauan lebih luas
Daerah-daerah yang jauh dan sulit dijangkau oleh jaringan pipa
transmisi/distribusi gas bumi masih dapat dilayani kebutuhan gasnya
dengan beban investasi yang tidak terlalu tinggi.
Tekanan stabil
Tabung bertekanan tinggi dari CNG akan menjamin suplai tekanan yang
stabil sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Pelayanan lebih cepat
Dengan teknologi CNG, konsumen dapat mendapatkan pasokan gas yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan metode tradisional dengan
menggunakan jaringan pipa. Hal ini dimungkinkan dengan pembangunan
instalasi yang lebih sederhana.
Data Pertamina (2012) menunjukkan bahwa biaya transportasi CNG berkisar US$
1,5/MMBTU atau setara Rp 500/lsp untuk radius 50-100 km. Truck CNG yang
diusulkan di dalam tesis ini, dilengakapi trailer yang dapat mampu mengangkut
tabung CNG ukuran 80 cm hingga kapasitas angkut total 7.000 m3. Berdasarkan
perhitungan, untuk melayani 21 Wholesaler CNG, dibutuhkan sebanyak 42 truk
CNG, sebab 1 (satu) truk CNG mampu mengangkut 0,25 MMSCFD CNG per
round trip. Dengan asumsi 1 (satu) truk CNG dapat beroperasi sebanyak 2 (dua)
round trip per hari, dikarenakan jarak tempuh yang hanya berkisar 50 – 100 km,
maka 1 (satu) unit truk CNG mampu mengangkut CNG sebanyak 0,5 MMSCFD.
Sehingga, total truk CNG yang dibutuhkan sebanyak 42 unit.
Dari perhitungan di atas, maka tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai
biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pembelian 1 (satu) unit CNG truck,
dengan asumsi masa manfaat (life time) selama 5 tahun, dan biaya O&M yang
harus dikeluarkan per tahun.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Tabel 4.33. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Unit Truk CNG
NO EXPENDITURE COST (US$)
A. Capital Expenditure (CAPEX)
1. Tractor Head 118,000
2. CNG Tube Trailer with Capacity of 30 m3 110,000
Total CAPEX 228,000
B. Operational Expenditure (OPEX) per Year
1. 80 litre of Diesel Oil per 200 km 57,600
2. Wages for 3 persons (2 Drivers + 1 Co Drivers) 43,200
3. O & M (Maintenance, Insurance, & Toll Fee) of 0,3
US$/ km
43,200
TOTAL OPEX per Year 100,800
C. Margin per Year
1. CNG Trucking Margin (5%) 11,400
TOTAL Margin per Year 11,400
Mengacu kepada tabel di atas, maka total Capex dan Opex untuk 42 unit truk
CNG adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.34. Biaya Investasi dan O&M untuk 42 Unit Truk CNG
No Jenis Expenditure Jumlah Kapasitas
(MMBTU)
Nilai (US$)
1. Capex CNG Truck 42 7.665.000 9.576.000
2. Opex CNG Truck per Tahun 42 7.665.000 3.502.800
Kemudian, biaya CNG trucking dihitung dari penjumlahan amortasasi total
investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
CNG Trucking Cost =( Tot. Inv. CNG Truck x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity)+
CNG Truck O&M Cost
annual capacity
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
82
Universitas Indonesia
Tabel 4.35. Amortisasi Biaya Investasi dan O&M CNG Trucking
No Variabel Nilai
(US$/MMBTU)
Nilai
(Rp/MMBTU)
1. Amortisasi Total Investasi CNGTruck 0,18 1.728
2. Amortisasi Total O&M CNG Truck 0,46 4.416
Biaya CNG Trucking 0,64 6.144
4.4.2.4. Perhitungan Biaya NGV (CNG) Wholesaler
Bahan bakar gas dapat dikemas dalam beragam bentuk, menyesuaikan dengan
kondisi daerah yang membutuhkan. Keterbatasan infrastruktur bahan bakar gas
yang ada di Indonesia menuntut pemikiran dan perencanaan alternatif dari
stakeholder terkait agar tetap bisa menjalankan program konversi dari BBM ke
BBG dalam rangka diversifikasi energi dan mengurangi beban subsidi BBM.
Distribusi BBG pada sistem distribusi CNG Package ini, merupakan alternatif
dari sistem penyaluran CNG konvensional yang menggunakan stasiun pengisian
CNG dengan dispenser untuk menyalurkan CNG ke konsumen.
Sistem distribusi CNG di dalam tesis ini dirancang agar dapat menjangkau daerah
yang jauh dari akses pipa gas atau dari stasiun pengisian BBG (SPBG).
Mekanisme yang ditawarkan adalah dengan mendistribusikan CNG dalam
kemasan tabung 80 cm berkapasitas 29 lsp seperti layaknya sistem distribusi LPG
dalam kemasan tabung untuk keperluan rumah tangga ataupun industri. CNG
dalam kemasan tabung diisi di fasilitas LNG Regasification Plant yang berfungsi
sebagai mother station untuk kemudian didsitribusikan dengan menggunakan truk
trailer CNG ke fasilitas yang dinamakan Wholesaler CNG. Di fasilitas tersebut
CNG dalam kemasan tabung diturunkan untuk kemudian disalurkan ke retailer
ataupun langsung dijual ke konsumen.
Tabung CNG yang digunakan pada umumnya berbentuk silinder simetris, agar
tekanan yang terjadi pada dinding tabung sama dan merata. Ada empat jenis
tabung CNG yang beredar di pasaran yaitu:
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
83
Universitas Indonesia
Tabung Tipe 1
Tabung tipe 1 terbuat dari material berbasis metal atau baja yang dilapisi cat pada
bagian luarnya. Dari segi harga, tabung tipe 1 ini adalah yang paling murah.
Namun demikian, karena terbuat dari baja membuat tabung tipe ini menjadi paling
berat dibandingkan dengan tipe lainnya. Perbandingan antara berat tabung adalah
sekitar 6,6 kali berat gas yang diangkutnya.
Tabung Tipe 2
Hampir sama dengan tabung Tipe 1, tabung Tipe 2 masih berbasis metal pada
bagian dalam tabung yang diperkuat dengan lapisan resin/serat carbon/composite
wrap pada bagian tengah tabung. Berat tabung Tipe 2 ini lebih ringan namun
memiliki harga yang lebih mahal bila dibandingkan dengan tabung Tipe 1.
Tabung Tipe 3
Tabung Tipe 3 ini berbeda dengan tabung Tipe 1, Tabung tipe 3 ini berbahan
alumunium pada lapisan dalam yang diperkuat dengan lapisan resin pada seluruh
bagian luar tabung. Bila dibandingkan dengan tabung Tipe 1 dan 2, tabung Tipe 3
ini lebih ringan karena bahannya yang terbuat dari alumunium, namun dari segi
harga lebih mahal.
Tabung Tipe 4
Tabung CNG tipe ini merupakan yang terbaru yang beredar di pasaran. Tabung
Tipe 4 terbuat dari material total komposit, karbon fiber, epoxy resin, dengan
lapisan dalam (liner) terbuat dari plastik dan port koneksi menggunakan logam.
Dari segi harga, tabung Tipe 4 adalah yang paling mahal, harga tersebut
sebanding dengan kelebihan yang dimilikinya, yaitu berbobot paling ringan,
dimana bobotnya sekitar 30% dari bobot tabung dengan material baja, dan
perbandingan berat CNG yang dapat diangkut sekitar 1,3 – 1,47 kalinya.
Kelebihan lain dari tabung Tipe 4 ini adalah kuat dan tidak korosi, karena terbuat
dari total komposit. Kapasitas tabung CNG Tipe 4 mulai dari 29 lsp sampai
dengan 539 lsp dengan panjang sampai 80 cm - 3 m dan diameter sampai dengan
560 mm.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
84
Universitas Indonesia
Gambar 4.11. Contoh Storage Tube NGV (CNG) pada Kendaraan
Berdasarkan perhitungan kebutuhan gas untuk Wilayah Banten, maka diperlukan
sedikitnya 21 Wholesaler NGV dengan kapasitas setiap wholesaler sebesar 1
MMSCFD.
Tabel 4.36. Jumlah Kebutuhan Wholesaler NGV untuk Daerah Banten
Jumlah
Kendaran
Jumlah
Wholesaler NGV
Kebutuhan NGV
per Wholesaler
(MMSCFD)
Banten 39.316 21 1
Total 39.316 21 21
Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai biaya investasi yang harus
dikeluarkan untuk pembangunan 1 (satu) Wholesaler NGV, dengan asumsi masa
manfaat (life time) selama 20 tahun, dan biaya O&M yang harus dikeluarkan per
tahun.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
85
Universitas Indonesia
Tabel 4.37. Total Biaya Capital dan O&M 1 (Satu) Wholesaler NGV (CNG)
NO EXPENDITURE COST (US$)
A. Capital Expenditure (CAPEX)
1. Building and other system 550,000
2. Land 1.000 m2 500,000
3. Permits & Certifications 90,000
Total CAPEX 1,140,000
B. Operational Expenditure (OPEX) per Year
1. Electricity 36,000
2. Maintenance & Operational Cost 71,400
3. margin 34,200
TOTAL OPEX per Year 107,400
C. Margin per Year
1. Wholesaler NGV (CNG) Margin (5%) 57,000
TOTAL Margin per Year 57,000
Dengan demikian, total Capex dan Opex untuk 21 Wholesaler NGV adalah
sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.38. Biaya Investasi dan O&M untuk 21 Wholesaler NGV (CNG)
No Jenis Expenditure Jumlah Kapasitas
(MMBTU)
Nilai (US$)
1. Capex Wholesaler CNG 21 7.665.000 23.940.000
2. Opex Wholesaler CNG per Tahun 21 7.665.000 3.452.400
Kemudian, biaya Wholesaler NGV dihitung dari penjumlahan amortasasi total
investasi (Capex) dan amortisasi total O&M (Opex) dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
NGVWholesaler Cost= ( Tot. Inv. Wholesaler x
exp 15% x 20
exp 15% x 𝑦𝑖 20i=1
365 x capacity)+
Wholesaler O&M Cost
annual capacity
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
86
Universitas Indonesia
Tabel 4.39. Amortisasi Biaya Investasi dan Operasional Wholesaler NGV (CNG)
No Variabel Nilai
(US$/MMBTU)
Nilai
(Rp/MMBTU)
1. Amortisasi Total Investasi NGV (CNG)
Wholesaler
0,46 4.416
2. Amortisasi Total O&M NGV (CNG)
Wholesaler
0,45 4.320
Biaya NGV (CNG) Wholesaler 0,91 8.736
4.5. Kajian Akhir Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jenis
NGV dan LNG
Bagian akhir ini merangkum hasil perhitungan di atas untuk semua unit atau
segmen distribusi BBG melalui LNG Package dan CNG Package. Harga jual
bahan bakar gas (BBG) kemasan Natural Gas for Vehicle (NGV) atau lebih
populer dengan istilah Compresed Natural Gas (CNG) dan kemasan Liquefied
Natural Gas (LNG) untuk transportasi adalah penjumlahan seluruh biaya investasi
dan operasional & perawatan (O&M) yang telah diamortisasi dengan tingkat suku
bunga kredit 15% per tahun dan life time 20 tahun, kemudian ditambah dengan
harga LNG di hulu.
Berikut adalah formula akhir harga bahan bakar gas untuk transportasi yang
dirumuskan dan dihitung di dalam tesis ini:
Formula Harga BBG untuk Transportasi di Stasiun LNG-LCNG
(US$/MMBTU)
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
87
Universitas Indonesia
Formula Harga BBG untuk Transportasi di Wholesaler NGV (CNG)
(US$/MMBTU)
Diagram berikut ini menampilkan rangkuman unit cost penyusun harga BBG di
SPBG LNG-LCNG pada setiap rantai sistem distribusi LNG Package.
Gambar 4.12. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi LNG Package
Sedangkan diagram berikut ini menampilkan rangkuman unit cost penyusun harga
BBG di Wholesaler NGV pada setiap rantai sistem distribusi CNG Package.
Gambar 4.13. Unit Cost pada Setiap Rantai Sistem Distribusi CNG Package
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
88
Universitas Indonesia
Tabel 4.40. Rangkuman Hasil Perhitungan Harga Jual BBG di Stasiun LNG-LCNG dan
Wholesaler NGV (CNG)
Variabel Total Amortisasi
(US$/MMBTU)
Total Amortisasi
(Rp/MMBTU)
Sistem Distribusi LNG Package
1. Harga LNG di Bontang 11 105.600
2. Biaya Shipping LNG 1,33 12.768
3. Biaya FSU LNG 2,21 21.216
4. Biaya Trucking LNG 0,36 3.456
5. Biaya SPBG LNG-LCNG 4,24 40.704
Total Biaya = Harga BBG 19,14 Rp 183.744
Harga Jual BBG di SPBG LNG-LCNG + PPN 10% = Rp 6.142/lsp
Sistem Distribusi CNG Package
1. Harga LNG di Bontang 11 105.600
2. Biaya Shipping LNG 1,33 12.768
3. Biaya FSU LNG 2,21 21.216
4. Biaya Trucking LNG 0,37 3.552
5. Biaya LNG Regasification Plant 0,65 6.420
6. Biaya Trucking CNG 0,64 6.144
7. Biaya Wholesaler NGV (CNG) 0,91 8.736
Total Biaya = Harga BBG 17,10
Harga Jual BBG di Wholesaler NGV (CNG) + PPN 10% = Rp 5.486/lsp
Dari hasil diatas terlihat bahwa harga jual BBG jenis NGV dan LNG yang dijual
dalam satuan liter setara premium (lsp) lebih murah 32 – 40% dari harga BBM
keekonomian, yaitu harga bensin jenis Premium keekonomian yang sekitar Rp
9.000/liter.
Selanjutnya, harga jual BBG pada CNG Package lebih murah daripada LNG
Package dikarenakan demand gas di Banten yang lebih besar dari Jakarta, dan
berbeda pada sistem pendistribusiannya, sehingga menyebabkan nilai total
investasi untuk LNG Package menjadi lebih besar, terutama pada nilai investasi di
titik akhir, yaitu di stasiun LNG-LCNG yang nilai investasinya 2,6 kali lipat dari
nilai investasi Wholesaler NGV.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
89
Universitas Indonesia
Tinjauan dari aspek keekonomian investasi, pembangunan infrastruktur bahan
bakar gas untuk transportasi di Wilayah DKI Jakarta dan Banten dengan sistem
distribusi LNG Package dan CNG Package dapat diterima dan cukup menjanjikan
dari sisi bisnis. Hal ini didukung dengan nilai Net Present Value (NPV) dari
proyek yang mencapai US$ 482.782.945, nilai yang sangat positif dan
mendukung untuk diterimanya investasi. Kemudian, nilai Internal Rate of Return
(IRR) dari investasi yang sebesar 32% per tahun juga mencerminkan suatu nilai
menjanjikan, dimana IRR lebih besar dari nilai Minimum Acceptable Rate of
Return (MARR): 32% (IRR) > 15% (MARR), MARR diasumsikan sama dengan
interest rate pinjaman modal sebesar 15% per tahun. Selain itu, tingkat
pengembalian investasi (payback period) juga tidak membutuhkan waktu yang
cukup lama, hanya sekitar 4 (empat) tahun 5 (lima) bulan.
Tabel 4.41. Variabel Keekonomian Investasi Infrastruktur BBG untuk Wilayah DKI
Jakarta dan Banten
Variabel Keekonomian: Nilai
Asumsi Nilai
NPV of Cash Flow (US$) 482.782.945
Cost Escalation Factor 2%
IRR 32%
Income Tax Rate 40%
Payback Period 4 Years 5 Months
Interest Rate 15%
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
90
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis biaya pada setiap rantai sistem
distribusi BBG dengan menggunakan Sistem Distribusi LNG Package dan CNG
Package, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perencanaan dan perhitungan di atas, maka harga jual BBG
jenis NGV di Wholesaler NGV (CNG) ditetapkan sebesar Rp 5.485/lsp, sudah
termasuk margin badan usaha pada setiap rantai distribusi dan pajak
pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%.
2. Berdasarkan hasil perencanaan dan perhitungan di atas, maka harga jual BBG
jenis LNG di SPBG LNG-LCNG ditetapkan sebesar Rp 6.142/lsp, sudah
termasuk margin badan usaha pada setiap rantai distribusi dan pajak
pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%.
3. Usulan formula baru harga BBG jenis NGV dan LNG dapat diterima, karena:
a. Telah mempertimbangkan keekonomian badan usaha pelaksana
distribusi BBG, diantaranya memperhitungkan margin badan usaha,
memperhitungkan tingkat suku bunga pinjaman modal investasi, dan
ditunjukkan dengan NPV yang positif sebesar US$ 482.782.945, IRR
sebesar 32% per tahun, serta payback period yang cukup singkat, yaitu
4 (empat) tahun 5 (lima) bulan.
b. Telah mempertimbangkan kepentingan konsumen, yaitu untuk
mendapatkan bahan bakar gas dengan infrastruktur distribusi yang
memadai. Selain itu, harga BBG hasil perhitungan telah mencerminkan
perlindungan bagi konsumen, yaitu dengan memberikan harga BBG
yang lebih murah dibandingkan harga premium keekonomian.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
91
Universitas Indonesia
5.2. Saran
Agar program konversi dari BBM ke BBG untuk sektor transportasi dapat lebih
berhasil, maka Pemerintah direkomendasikan untuk mengeluarkan beberapa
kebijakan, diantaranya:
1. Menetapkan formula harga jual LNG untuk kepentingan domestik dan
khususnya untuk sektor transportasi lebih kecil dari 11% x ICP.
Pemerintah dapat menjalankannya melalui mekanisme Domestic Market
Obligation (DMO) gas baik untuk gas bagian kontraktor maupun bagian
Pemerintah, sehingga harga feed LNG dapat lebih murah.
2. Memberikan insentif fiskal. Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal
berupa pengurangan pajak dan bea impor, diantaranya:
a. Pengurangan pajak untuk kendaraan yang diproduksi/ dirakit di
dalam negeri yang menggunakan teknologi bifuel, yaitu kendaraan
berbahan bakar BBG & bensin, serta kendaraan dengan teknologi
dual fuel, yaitu kendaraan berbahan bakar BBG & diesel/ solar,
sehingga harga jual kendaraan dapat lebih murah dan pada
akhirnya memberikan insentif bagi masyarakat untuk membeli.
b. Pembebasan pajak impor untuk kendaraan dengan teknologi bifuel
dan dual fuel.
c. Pembebasan bea impor converter kit, agar harga jual converter kit
dapat lebih murah, sehingga dapat menarik minat pemilik
kendaraan untuk memakai BBG.
3. Menyediakan converter kit melalui badan usaha yang ditugaskan oleh
Pemerintah dengan harga jual at cost, artinya Pemerintah dan badan usaha
yang ditunjuk tidak mengambil keuntungan, sehingga harga jual dapat
lebih murah.
4. Menetapkan margin badan usaha penyelenggara distribusi BBG lebih
tinggi dibandingkan pelaku usaha di sektor hilir minyak bumi, hal ini agar
menarik investor untuk mau membangun infrastruktur distribusi BBG.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
92
Universitas Indonesia
Contohnya margin SPBG ditetapkan lebih tinggi dibandingkan margin
SPBU yang sebesar Rp 200/liter.
5. Menetapkan agar biaya receiving dan storage di LNG FSU berdasarkan
biaya yang sesungguhnya (at cost) untuk menekan harga jual BBG di
SPBG, artinya Pemerintah tidak mengambil keuntungan dan tidak
mengalami kerugian, dengan catatan Pemerintah yang membangun FSU
tersebut.
6. Mengatur penyaluran BBM bersubsidi hanya untuk konsumen pengguna
tertentu. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka memberikan sinyal harga
(price signal) ke masyarakat agar memilih menggunakan BBG yang lebih
murah dibandingkan BBM. Pemerintah dapat memilih diantara alternatif
berikut yang disebut dengan istilah Customer Interest Scenario:
a. Skenario I: Konsumen pengguna BBM bersubsidi ditetapkan hanya
untuk: Transportasi Umum, Nelayan, Usaha Mikro, Pelayanan
Umum, dan Kendaraan Dinas Pemerintah dan TNI/Polri.
Sedangkan konsumen lainnya, diantaranya kendaraan pribadi,
taksi, dan industri dikenakan harga premium dan solar sebesar Rp
7.000/liter. Hasil saving subsidi sebesar Rp 2.500/liter digunakan
untuk mensubsidi harga BBG sebesar Rp 2.000/lsp, sehingga harga
NGV menjadi Rp 3.495/lsp dan LNG menjadi Rp 4.142/lsp.
b. Skenario II: Konsumen pengguna BBM bersubsidi ditetapkan
hanya untuk nelayan dan kendaraan dinas Pemerintah dan
TNI/Polri, konsumen lainnya ditetapkan membeli premium dan
solar dengan harga Rp 7.000/liter. Hasil saving subsidi sebesar Rp
2.500/liter digunakan untuk mensubsidi harga BBG sebesar Rp
2.000/lsp, sehingga harga NGV menjadi Rp 3.495/lsp dan LNG
menjadi Rp 4.142/lsp.
c. Skenario III: Harga premium dan solar bersubsidi dinaikkan
menjadi Rp 9.000/liter, sedangkan BBM bersubsidi ditetapkan
hanya untuk: Transportasi Umum, Nelayan, Usaha Mikro,
Pelayanan Umum, dan Kendaraan Dinas Pemerintah dan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
93
Universitas Indonesia
TNI/Polri. Sementara harga BBG tetap (tidak disubsidi) Rp
5.495/lsp untuk NGV dan Rp 6.142/lsp untuk LNG, namun harga
BBG tersebut masih lebih murah sekitar 32 – 40% dibandingkan
harga premium dan solar keekonomian.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
94
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Afdal, 2008. Kajian Pembangunan Terminal Penerimaan Gas Alam Cair Di
Pulau Jawa, Fakultas Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Depok, 2008.
APCNGI, 2012. Peranan Swasta Dalam Mendukung Program Konversi BBG.
BI, 2012. Kajian Ekonomi Regional Banten TW I 2012. Bank Indonesia.
BI, 2012. Kajian Ekonomi Regional DKI Jakarta TW I 2012. Bank Indonesia.
BP Migas, 2011. Gas Bumi dan Masa Depan Energi Indonesia. Dalam Buletin
BP Migas No. 73, Agustus 2011.
BP, 2008. BP 2008 Statistical Review. Diakses melalui
<http://www.bp.com/statisticalreview>.
BPS Banten, 2012. Jumlah Kendaraan Bermotor di Banten 2011. Diakses melalui
< http://banten.bps.go.id> pada September 2012.
BPS DKI Jakarta, 2012. Jakarta Dalam Angka 2012. Diakses melalui
<http://jakarta.bps.go.id> pada September 2012.
Cryostar, 2008. Small Scale Liquefaction and Distribution: Biomethane and
Natural Gas.
Cryostar, 2009. LNG-LCNG Filling Station. Cryostar.
Cryostar, 2012. LNG/LCNG Vehicle Refuelling Stations. Diakses melalui
<http://www.cryostar.com> pada Oktober 2012.
De, S.A.K., 2004. Development of CNG Infrastructure in India with Special
Reference to National Capital Territory of Delhi. Second Asia Gas
Buyers’ Summit, Mumbai, India.
Ditjen Migas KESDM (2009). Penetapan Harga untuk Konsumen Hulu.
Dipresentasikan pada saat sosialisasi Pedoman Tata Kerja Penunjukan
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
95
Universitas Indonesia
Penjual dan Penjualan Gas Bumi/LNG/LPG (PTK029/PTK/VII/2009).
Jakarta.
Ditjen Migas KESDM, 2004. Studi Rancangan Kebijakan Pemanfaatan Gas
Dalam Negeri. Jakarta.
DNV, 2011. Floating Liquefied Gas Terminals: Offshore Technical Guidance
OTG-02.
Dondero, L., Goldemberg, J., 2005. Environmental Implications of Converting
Light Gas Vehicles: The Brazilian Experience. Energy Policy 33, 1703–
1708.
Douglas, J. M., 1988. Conceptual Design of Chemical Process. McGraw-Hill,
New York, NY, 1988.
EIA, 2012. Natural Gas in United States. Diakses melalui < http://www.eia.gov>
pada Maret 2012.
EKIP, 2012. LNG Transporter - LNG Transportation Tank. EKIP Research and
Production Company. Diakses melalui <http://www.ekip-projects.ru> pada
Oktober 2012.
Engerer, H., Horn, M., 2010. Natural Gas Vehicles: An Option for Europe.
Energy Policy 38 (2010) 1017–1029.
Gaikindo, 2012. Domestic Auto Market & Exim By Category Jan-Nov 2012.
Garcia-Cuerva, E. D., Sobrino, F. S., 2009. A New Business Approach to
Conventional Small Scale LNG. Paper No. 599.00. Presented at the IGU
24th World Gas Conference (Argentina 2009).
Hartanto, A., 2010. Kajian Kebijakan Konversi BBM ke BBG Untuk Kendaraan di
Propinsi Jawa Barat. Bandung: LIPI.
IANGV, 1997. Natural Gas Vehicle Industry Position Paper.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
96
Universitas Indonesia
IANGV, 2006. Latest International NGV Statistics.
IGU, 2011. World LNG Report 2011. News, Views and Knowledge on Gas –
Worldwide. International Gas Union (IGU).
Janssen, A., Lienin, S., Gassmann, F., Wokaun, A., 2006. Model Aided Policy
Development for the Market Penetration of Natural Gas Vehicles in
Switzerland. Transportation Research, Part A—Policy and Practice 40,
316–333.
Javanmardi, J., Nasrifar, K., Najibi, S.H., Moshfeghian, M., 2006. Feasibility of
Transporting LNG from South-Pars Gas Field to Potential Markets.
Applied Thermal Engineering 26 (2006) 1812–1819.
KESDM, 2007. Neraca Gas Indonesia 2007-2015. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, 2007.
KESDM, 2009. Neraca Gas Indonesia 2010-2025. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, 2009.
KESDM, 2010. Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi
Nasional 2010-2025. Keputusan Menteri ESDM 0225 K/11/MEM/2010,
2010.
Li, Z., Xu, L., Zhang, J., Sun, H., 2004. Design of Thermal Insulation for LNG
Tanker. Natural Gas Industry 24 (2), 85–87.
Matic, D., 2005. Global Opportunities for Natural Gas as a Transportation Fuel
for Today and Tomorrow.
MMA, 2008. Final Report to Queensland Department of Infrastructure and
Planning Queensland: LNG Industry Viability and Economic Impact
Study. McLennan Magasanik Associates, 26 February 2008.
Natgas.info, 2012. Gas Pricing. Diakses melalui < http://www.natgas.info> pada
Maret 2012.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013
97
Universitas Indonesia
NGV Journal, 2011. Worldwide NGV Statistics. Diakses melalui
<http://www.ngvjournal.dreamhosters.com/en/statistics> pada September
2012.
Pertamina, 2012. Pertamina Buka Opsi Impor LNG. Investor Daily, 2012. Diakses
melalui < http://www.migas.esdm.go.id> pada September 2012.
Petronas, 2004. Technical Bulletin, PETRONAS, LNG Limited; 2004. Diakses
melalui <www.petronas.com>.
Seisler, J.M., 2000. World Bank Seminar: International NGV Markets.
Songhurst, B., 2009. FLNG & FSRU ECONOMICS: Can They be Profitable
Developments at Current LNG Prices?. FLNG Conference 2009, 27-29
October 2009, London. e+p.
Sugavanam, P., 2011. Floating Storage and Regasification Unit - Gujarat's yet
another First. Diakses melalui <http://www.gmbports.org> pada April
2012.
Vanema, E., Antão, P., Østvikc, I., de Comas, F. D. C., (2008). Analysing the Risk
of LNG Carrier Operations. Reliability Engineering and System Safety 93
(2008) 1328–1344.
Yeh, S., 2007. An Empirical Analysis on the Adoption of Alternative Fuel
Vehicles: The Case Of Natural Gas Vehicles. Energy Policy 35 (2007)
5865–5875.
Penetapan harga..., Achmad Rilyadi, FT UI, 2013