penerapan pasal 372 kuhp terhadap pengelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada...
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
1/84
PENERAPAN PASAL 372 KUHP TERHADAP PENGGELAPAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG MENJADI JAMINAN LEASING
PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN
(Studi Pengadilan Negeri Malang)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan
Dalam Ilmu Hukum
Disusun Oleh :
VICENTIA DWI RETNO
02 10103 149
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS HUKUMMALANG
2008
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
2/84
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
PENERAPAN PASAL 372 KUHP TERHADAP PENGGELAPAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG MENJADI JAMINAN
LEASING PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN
(Studi Pengadilan Negeri Malang)
Disusun Oleh :
VICENTIA DWI RETNONIM. 02 10103 149
Disetujui Pada Tanggal : 6 Juli 2008
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Bambang Sugiri SH. MH. Abdul Majid SH. MH.NIP. 131 415 736 NIP. 131 652 669
Mengetahui,
Ketuia Bagian Hukum Pidana
Setiawan Noerdayasakti SH. MH.
NIP. 131 839 360
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
3/84
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PENERAPAN PASAL 372 KUHP TERHADAP PENGGELAPAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG MENJADI JAMINAN
LEASING PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN
(Studi Pengadilan Negeri Malang)
Disusun Oleh :
VICENTIA DWI RETNONIM. 02 10103 149
Disahkan Pada Tanggal : 6 Juli 2008
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Bambang Sugiri SH. MH. Abdul Majid SH. MH.NIP. 131 415 736 NIP. 131 652 669
Ketua Majelis Penguji, Ketuia Bagian Hukum Pidana,
Dr Koesno Adi SH. MH. Setiawan Noerdayasakti SH. MH.
NIP. 130 531 853 NIP. 131 839 360
Mengetahui,
Dekan
Herman Suryokumoro SH. MH.
NIP. 131 472 745
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
4/84
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadurat Tuhan Yesus Kristus, Yang Maha Kuasa lagi
Maha Bijaksana atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehimgga penulisan skripsi
dengan judul PENERAPAN PASAL 372 KUHP TERHADAP PENGGELAPAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG MENJADI JAMINAN LEASING PADA
LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Pengadilan Negeri Malang) dapat
diselesaikan.
Segenap penghargaan dan terima kasih yang mendalam kepada Papa dan
Mama yang telah mendukung baik moril maupun materiil serta kasih sayang dan
kesabaran yang tiada terhingga, dan atas semangat serta doa yang tiada henti-
hentinya tercurahkan.
Dalam penulisan skripsi ini patut kiranya penulis sampaikan rasa terima
kasih yang mendalam kepada:
11.. Bapak Herman Suryokumoro, SH. MH., selaku Dekan Fakultas Hukum
Unievrsitas Brawijaya Malang;
22..
Bapak Setiawan Noerdayasakti, SH. MH., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana;
33.. Bapak Bambang Sugiri, SH. MH., selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi yang berharga dalam penulisan skripsi ini;
44.. Bapak Abdul Majid SH. MH., selaku Pembimbing Pendamping yang telah
membimbing dan membantu dengan sabar, sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan;
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
5/84
v
55.. Pengadilan Negeri Malang, yang telah mebantu dalam memberikan data dan
informasi sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan;
66.. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang
yang telah memberikan bekal ilmu;
77.. Angkatan 2002 Non Reguler Fakultas Hukum Brawijaya dan kelompok KKN
Sambiegede;
88.. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu
selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesan sempurna,
maka dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun diperlukan untuk
menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya
jika dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan kesalahan. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa mengampuni segala kesalahan kita dan selalu menunjukan jalan
kebenaran-Nya.
Amin.
Malang, Juli 2008
Penulis
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
6/84
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI................................................................
............................................................................................................................... iii
HALAMAN KATA PENGANTAR......................................................................
............................................................................................................................... iv
HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................................... vi
HALAMAN DAFTAR TABEL ........................................................................... viii
HALAMAN ABSTRAKSI ................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
E. Metode Penelitian .................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan UmumLeasing......................................................... 12
B. Tinjauan Umum Penggelapan ................................................. 17
C. Tinjauan Umum tentang Kekuasaan Kehakiman .................... 33
D. Tinjauan Umum tentang Pidana dan Pemidanaan ................... 39
BAB III : PEMBAHASAN
A. Realita Kasus ........................................................................... 51
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
7/84
vii
B. Dasar Hukum Hakim Mengadili Perkara Penggelapan
Kendaraan Bermotor Yang Menjadi JaminanLeasingPada
Lembaga Pembiayaan .............................................................. 62
C. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Lamanya Pidana
Penggelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan
Leasing pada Lembaga Pembiayaan ........................................ 70
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 73
B. Saran-saran ............................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
8/84
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Realitas Kasus Penggelapan Kendaraan Bermotor yang Menjadi Jaminan
LeasingPada Lembaga Pembiayaan Di Pengadilan Negeri Malang Tahun
2005-2006 .................................................................................................... 51
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
9/84
ix
ABSTRAKSI
Maraknya kasus-kasus penggelapan sepeda motor yang terjadi di wilayah KotaMalang oleh pembeli (kreditur) sangatlah merugikan bagi pihak leasing. Permasalahanlainnya adalah sulitnya penegak hukum dalam menangani kasus tersebut. Hal inidikarenakan pada pelaporan awal oleh pihak yang dirugikan merupakan permasalahanhukum perdata yang disebabakan adanya pelanggaran terhadap perjanjian yangdisepakati, namun dengan adanya penggelapan obyek yang masih dalam kekuasaan danmilik orang lain maupun lembaga yang berdasarkan badan hukum menjadikan kasustersebut bias, karena terjadi pergesaran dari hukum perdata menjadi hukum pelanggarantindak pidana yaitu penggelapan. Untuk mengatasi atau menanggulangi masalahpenggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembagapembiayaan ini yaitu dengan tegas memberlakukan hukum positif yang ada. Untukpenegakan hukum positif yang seobyektif mungkin di butuhkan perangkat atau penegakhukum yang mempunyai naluri keadilan hakiki. Salah satu perangkat hukum yang ada diIndonesia adalah Hakim dan hakim adalah sebagai satu-satunya penegak hukum yangmenjaga gawang terakhir keadilan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar hukum hakim mengadilipenggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembagapembiayaan dan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim menjatuhkan lamanyapidana dalam perkara kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembagapembiayaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis yaitu suatupendekatan ilmu hukum dan ilmu sosiologis yang ditempuh melalui penelitian yang
sistematis dan terkontrol berdasarkan suatu kerangka pemikiran yang logis sertakerangka pembuktian untuk memastikan, memperluas dan menggali, yaitu penulis dalammemperoleh dan mendapatkan data secara langsung dari lapangan terhadap obyek yangditeliti, baik data primer sebagai data utama serta data sekunder sebagai data pendukungatau pelengkap.
Hasil penelitian ini adalah dasar hukum seorang hakim mengadili perkarapenggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembagapembiayaan yaitu merujuk pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang KekuasaanKehakiman dan unsur-unsur tidak pidana penggelapan pada Pasal 372 baik unsurobyektif dan subyektif. Sedangkan dasar pertimbangan hakim menjatuhkan lamanyapidana dalam perkara kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembagapembiayaan adalah adanya premisse mayor(peraturan hukumnya) dan premisse minor(peristiwanya). Dalam memberikan putusan tersebut hakim juga memperhatikan faktor-
faktor yang seharusnya diterapkan secara proporsional yaitu : keadilan, kepastianhukumnya dan kemanfaatannya yang diimplementasikan pada pemahaman hakimterhadap sistem pemidanaan maupun unsur-unsur pemidanaan seperti dengan melihathal-hal yang memberatkan maupun meringankan terdakwa, di mana yang memberatkanadalah : telah merugikan pihak lain dan yang meringankan antara lain adalah terdakwamengakui perbuatannya, terdakwa sopan dalam persidangan dan terdakwa tidak pernahdihukum.
Kata kunci : Penggelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
10/84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan ekonomi bangsa Indonesia pasca krisis moneter selama ini
mengakibatkan berbagai dampak ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat
Indonesia. Banyaknya penduduk serta tingginya mobilisasi dalam arus kehidupan
masyarakat menjadikan sarana transportasi sebagai kebutuhan yang crusial untuk
mendukung aktivitas masyarakat. Kondisi tersebut mendorong masyarakat untuk
dapat membeli sarana transportasi yang dibutuhkannya dengan berbagai cara baik
secara tunai maupun dengan kredit. Terkait dengan kebutuhan masyarakat untuk
mendapatkan kemudahan dalam membeli suatu produk mendorong perusahaan
untuk bekerjasama dengan lembaga pembiayaan (leasing).
Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa
guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh calon pemakai
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dalam
penelitian ini lembaga pembiayaan (leasing) adalah pembiayaan untuk
kepemilikan kendaraan bermotor.
Banyaknya dealer-dealer yang mempromosikan produknya melalui
program kredit memberikan daya tarik tertentu kepada calon pembeli.
Kemudahan yang diberikan pihak dealer yang telah bekerjasama dengan lembaga
pembiayaan dapat dilihat pada ringannya syarat yang diajukan delaer khususnya
bagi calon pembeli secara kredit. Calon pembeli hanya di minta untuk
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
11/84
2
menunjukan identitas diri (KTP), Keterangan Kartu Keluarga, rekening listrik
serta keterangan lainya yang dapat mengguatkan persetujuan kepemilikan
kendaraan roda dua kepada pihak dealer. Selanjutnya pihak dealer dengan
rekanannya yaitu lembaga pembiayaan melakukan survey terhadap calon
pembeli, apabila dianggap memenuhi kriteria serta syarat-syarat yang diajukan
maka calon dalam waktu yang relatif cepat akan memiliki sepeda motor yang
diinginkan.
Adanya kemudahan dan ringannya syarat yang dijadikan kriteria bagi
calon pembeli oleh pihak dealer ternyata menimbulkan dampak baik positif
maupun negatif. Dampak positif yaitu meningkatnya pembeli sepeda motor yang
secara otomatis dapat meningkatkan profitabilitas dealer maupun lembaga
pembiayaan, sedangkan dampak negatif yang sering terjadi adalah memberikan
peluang atau potensi bagi sebagain pembeli melakukan tindakan-tindakan
melawan hukum yaitu tindak pidana penggelapan.
Banyaknya kasus-kasus penggelapan sepeda motor yang terjadi di
wilayah Kota Malang oleh pembeli (kreditur) sangatlah merugikan bagi pihak
leasing. Yang menjadi pemikiran sekarang adalah dengan meningkatnya tindak
pidana penggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing. Dengan
kerugian dari pihak penjamin oleh tindakan pembeli sepeda motor yang
melakukan penggelapan, permasalahan lainnya adalah sulitnya penegak hukum
dalam menangani kasus tersebut. Hal ini dikarenakan pada pelaporan awal oleh
pihak yang dirugikan merupakan permasalahan hukum perdata yang disebabakan
adanya pelanggaran terhadap perjanjian yang disepakati, namun dengan adanya
penggelapan obyek yang masih dalam kekuasaan dan milik orang lain maupun
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
12/84
3
lembaga yang berdasarkan badan hukum menjadikan kasus tersebut bias, karena
terjadi pergesaran dari hukum perdata menjadi hukum pelanggaran tindak pidana.
Pada prinsipnya penjualan motor yang berdasarkan kesepakatan antara pihak
kreditur dan pihak pembiayaa berdasarkan akta jual-beli di mana dalam akta ini
kreditur memiliki hak sepenuhnya terhadap barang yang di kuasai namun barang
tersebut masih milik sepenuhnya pihak penjamin
Dalam sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak
pidana terhadap harta kekayaan dimuat dalam Buku II KUHP yang meliputi :
pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengerusakan dan penadahan.
Dari beberapa rumusan tindak pidana di atas memuat beberapa unsur-unsur yang
cukup yaitu unsur objektif dan unsur subyektif.1
Timbulnya sengketa pelanggaran hukum antara kreditur dan penjamin
dikarenakan terjadi penyalahgunaan hak atau penyalagunaan kepercayaan dimana
tindak pidana pengelapan di atur dalam ketentuan pasal 372 KUHP yang
berbunyi :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai
milik sendiri sesuatu barang yang seluruh atau sebagian adalah milik
orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan
yang di ancam karena pengelapan Dengan pidan paling lama empat tahun
atau denda paling banyak enam puluh rupiah.2
Karena dalam prakteknya penjualan sepeda motor tersebut merupakan
suatu penggelapan dan pelanggaran tindak pidana di mana dalam sistematisnya
1Adam Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Universitas Negeri Malang , 2001. hal. 1
2Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2000.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
13/84
4
motor yang diambil dari dealer telah mengalami proses yaitu kesepakatan
dengan akta jual beli sehingga muncul pihak ketiga yaitu lembaga pembiayaan
namun dalam perjanjian dengan akta jual-beli sebelum terjadi pelunasan sepeda
motor tersebut maka motor tersebut masih dalam kekuasaan dan pengawasan
pihak pembiaya dan si pembeli hanya memiliki hak pakai, namun terjadi
penyalahgunaan hak di mana motor yang belum terjadi pelunasan oleh pembeli
pertama di jual tanpa melakukan penyerahan hak pembayaran terhadap
pelunasan pembayaran motor kepada pembeli kedua dan selanjutnya sehingga
timbul suatu wanprestasi terhadap kesepakatan perjanjian jual-beli di antara ke
dua belah pihak (pembeli pertama dengan badan pembiaya). Hal tersebut
merupakan pelanggaran tindak pidana pasal 372 tentang pengelapan meski
dalam kasus penggelapan yang di lakukan oleh kreditur merupakan tindak
pidana yang berawal dari perdata yaitu mengenai penyalahgunaan kekuasaan dan
penyalahgunaan hak dan pelanggaran terhadap perjanjian yang telah di sepakati
namun dengan tindakan yang menjual sepeda motor yang masih pada masa
kredit merupakan suatu pelanggaran pidana penggelapan.
Untuk mengatasi atau menanggulangi masalah penggelapan kendaraan
bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembaga pembiayaan ini yaitu
dengan tegas memberlakukan hukum positif yang ada. Untuk penegakan hukum
positif yang seobyektif mungkin di butuhkan perangkat atau penegak hukum
yang mempunyai naluri keadilan hakiki.
Salah satu perangkat hukum yang ada di Indonesia adalah Hakim dan
hakim adalah sebagai satu-satunya penegak hukum yang menjaga gawang
terakhir keadilan. Dan hakim pula sebagai salah satu komponen dari penegak
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
14/84
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
15/84
6
dalam perkara kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada
lembaga pembiayaan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi penegak hukum dalam
menangani kasus penggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan
leasingpada lembaga pembiayaan.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga pembiayaan dalam mengambil
kebijakan-kebijakan terkait dengan kasus penggelapan kendaraan
bermotor yang menjadi jaminan leasingpada lembaga pembiayaan.
c. Untuk memberikan pengetahuan bagi mahasiswa, masyarakat dan yang
memerlukannya mengenai kasus penggelapan kendaraan bermotor yang
menjadi jaminan leasingpada lembaga pembiayaan.
2. Manfaat Teoritis
a. Untuk memenuhi sebagian tugas akhir guna menyelesaikan studi strata
satu ilmu hukum.
b. Sebagai sarana untuk mengembangkan wacana tentang penggelapan yang
menjadi jaminan leasing pada lembaga pembiayaan.sebagai suatu tindak
pidana.
c. Sebagai proses pembelajaran dalam memecahkan persoalan yang secara
riil terjadi di masayrakat utamanya tentang tindak pidana penggelapan
kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembaga
pembiayaan.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
16/84
7
E. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis
yaitu suatu pendekatan ilmu hukum dan ilmu sosiologis yang ditempuh
melalui penelitian yang sistematis dan terkontrol berdasarkan suatu kerangka
pemikiran yang logis serta kerangka pembuktian untuk memastikan,
memperluas dan menggali,3 yaitu penulis dalam memperoleh dan
mendapatkan data secara langsung dari lapangan terhadap obyek yang diteliti,
baik data primer sebagai data utama serta data sekunder sebagai data
pendukung atau pelengkap.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Malang. Lokasi penelitian
dipilih dengan pertimbangan bahwa di Pengadilan Negeri Malang pernah
menangani dan atau memutus perkara penggelapan kendaraan bermotor yang
menjadi jaminan leasing pada lembaga pembiayaan, sehingga diasumsikan
mampu merepresentasikan permasalahan yang diteliti.
3
Ronny, Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1988.h. 15.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
17/84
8
3. Populasi, Sampel dan Responden
Populasi pada penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri Malang,
sedangkan sampelnya adalah Hakim Pengadilan Negeri Malang yang pernah
memeriksa dan memutus perkara penggelapan kendaraan bermotor yang
menjadi jaminan leasing pada lembaga pembiayaan. Sample ditentukan
secara purposive sampling, yakni sampel yang dipilih berdasarkan
pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian, jadi dalam hal ini
penelitian menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili
populasi.4
3. Jenis Data dan Sumber Data
a. Data primer
Data ini diperoleh langsung dari lapangan dan penelitian hasil
wawancara yang dilakukan penulis yaitu dengan cara untuk memperoleh
informasi dengan bertanya langsung kepada responden yakni Hakim
Pengadilan Negeri Malang yang berkompeten dengan masalah yang
diteliti oleh penulis.
b. Data sekunder
Data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan (library
research) dengan cara membaca, mempelajari teori-teori, pendapat para
ahli, tulisan para ahli, baik dalam bentuk buku-buku maupun perundang-
undangan yang kesemuanya itu ada hubungannya dengan permasalahan
yang penulis kemukakan dalam skripsi ini.
4Burhan Ashsofa,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta. Jakarta. 2001. h. 91.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
18/84
9
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data terhadap penelitian ini penulis mempergunakan:
a. Intervi ew(wawancara)
Interviewyaitu melakukan wawancara langsung kepada responden
dalam hal ini hakim yang menangani perkara penggelapan kendaraan
bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembaga pembiayaan.
Bentuk wawancara adalah dilakukan dengan bebas terpimpin, yaitu
dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai
pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi-variasi pertanyaan
yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.
Menurut Hadari Nawawi, Wawancara adalah pengumpulan data
informasi secara lisan dengan tujuan untuk menghimpun data berupa
tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi dan keinginan
seseorang yang dilakukan terhadap obyek orang, sumber, atau instansi
yang bersangkutan.5
b. Dokumentasi, yang dimaksud disini adalah pengumpulan data dengan
mempelajari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar secara langsung sesuai dengan masalah yang
akan dibahas.
5 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Ilmu Sosial. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 1985. h. 111.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
19/84
10
3. Analisa Data
Dalam menganalisa data, teknik atau metode yang digunakan adalah
deskriptif analisis, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan
cara memaparkan data yang telah diperoleh dari pengamatan kepustakaan dan
pengamatan lapangan, kemudian dianalisa dan diinterpretasikan dengan
memberikan kesimpulan. Menurut Winarno Surakhmad, yang dimaksud
dengan analisa deskriptif adalah memusatkan diri pada masalah-masalah
yang ada di masa sekarang yang bersifat aktual, kemudian data yang ada
dikumpulkan, disusun, dijelaskan serta dianalisa.6
E. Sistematika Penulisan
Agar tulisan ini dapat mengarah seperti apa yang diharapkan, maka telah
disusun suatu sistematika penulisan secara global yang sekaligus merupakan
landasan operasional dalam rangka penyelesaian tulisan ini yang antara lain
yaitu :
Bab I : PENDAHULUAN
Yang didalamnya meliputi latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam hal ini diuraikan tiga sub yaitu meliputi : Sub (A) tentang
leasing, Sub (B penggelapan, Sub (C) hal-hal yang
dipertimbangkan hakim.
6Winarno Surakhmad, Paper, Spripsi, Tesis, Desertasi. Tarsito. Bandung, 1981. h. 61.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
20/84
11
Bab III : PEMBAHASAN
Dalam bab ini yang berisi pembahasan dari permasalahan yang ada.
Sub bab (A) membahas dasar hukum hakim mengadili
penggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing
pada lembaga pembiayaan. Sub (B) membahas dasar pertimbangan
hakim menjatuhkan lamanya pidana dalam perkara kendaraan
bermotor yang menjadi jaminan leasing pada lembaga pembiayaan
.
Bab IV : PENUTUP
Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-
saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
21/84
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan UmumLeasing
1. PengertianLeasing
Leasing merupakan suatu perjanjian kontrak antara perusahaan
(lessor) yang bersedia meminjamkan barang modalnya kepada perusahaan
lain (lessee) yang disertai dengan kesanggupan dari (lessee) tersebut untuk
membayar sejumlah pembayaran berkala. Kegiatan leasing(sewa guna usaha)
diperkenalkan di Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun 1974 yaitu
dengan dikeluarkannya keputusan bersama Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan, dan Menteri Perindustrian No. Kep. 122/MK/IV/2/1997, No.
32/M/SK/1974, No. 30/KPB/5/1974 tanggal 7 Pebruari 1974 mengenai
Perjanjian Usaha Leasing sejak tahun 1980 jumlah perusahaan leasing
semakin bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai
penyediaan barang-barang modal.
Leasing sebagai: Suatu cara dimana perusahaan bisa menggunakan
suatu aktiva tanpa harus membelinya, dengan kata lain leasing merupakan
suatu bentuk penyewaan dengan jangka waktu tertentu.7
Selanjutnya leasing juga didefinisikan sebagai kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak
opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
7
Husnan, Suad. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. Edisi Ketiga. Buku Satu.Penerbit BPFE. Yogyakarta. h. 35.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
22/84
13
lease), untuk digunakan oleh lesseeselama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.
8
2. Peranan dan ManfaatLeasing
Selama ini leasing mempunyai peranan yang penting serta memberikan
manfaat atau keuntungan bagi pembangunan Indonesia. Peranan serta manfaat
leasingini adalah sebagai berikut:
a. PerananLeasing
Leasing sebagai salah satu sistem pembiayaan yang berperan dalam
meningkatkan pembangunan perekonomian di Indonesia. Usaha leasing
dapat membantu badan-badan atau pengusaha-pengusaha Indonesia
terutama pengusaha industri kecil, dalam mengatasi cara pembiayaan
untuk memperoleh alat-alat perlengkapan maupun barang-barang modal
yang diperlukan.9
b. ManfaatLeasing
Adapun manfaat leasingdari pihak antara lain:
1) Penghematan modal
Dengan sistem pembiayaan melalui leasing, lesseebisa mendapatkan
dan untuk membeli peralatan atau mesin-mesin untuk proses produksi
hingga sebesar 100% dari harga barang tersebut, dengan demikian
lesseebisa memanfaatkan, modal yang ada untuk keperluan lain.
8Siamat, Dahlan..Manajemen Lembaga Keuangan. Cetakan Pertama. Penerbit Intermedia.
Jakarta. 1995. h. 49
9
Seokadi, Eddy P.Mekanisme Leasing. Cetakan Kedua. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. .1990. h. 78.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
23/84
14
2) Sangat fleksibel
Fleksibel ini meliputi struktur kontraknya, besarnya pembayaran
angsuran, jangka waktu pembayaran angsuran, serta nilai sisanya.
3) Sebagai sumber dana
Leasing merupakan salah satu sumber dana bagi perusahaan-
perusahaan industri maupun perusahaan komersial lainnya.
Mekanisme dalam memperoleh dana yaitu dapat dilakukan melalui
sale and lease back atas asset yang sudah dimiliki oleh lessee.
Sementara ini fasilitas kredit yang sudah ada dari bank masih tetap
tidak terganggu dan siap digunakan setiap saat.
4) Onatau of Balance Sheet
Leasingdapat dibukukan dengan menggunakan on balance sheetatau
of balance sheet.
5) Menguntungkan cash flow
Fleksibilitas dari penentuan besarnya angsuran, besarnya investasi,
dimana pendapatan penjualan diperoleh secara musiman atau juga
dimana keuntungan baru bisa diperoleh pada masa akhir investasi,
maka besarnya angsuran juga bisa disesuaikan dengan kemampuan
cash flowyang ada.
6) Menekan pengaruh inflasi
Lessee dalam keadaan inflasi mengeluarkan biaya angsuran yang
sama dengan nilai mata uang yang ada pada saat awal kontrak.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
24/84
15
7) Sarana kredit jangka menengah atau jangka panjang
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka seluruh alternatif adalah
dengan menggunakan leasing.
8) Dokumentasi sangat sederhana
Dokumentasi atau pencatatan yang digunakan dalam leasingbiasanya
sudah standar, akan lebih sederhana bagi lessee untuk melakukan
transaksi leasing yang berikutnya dengan mengikuti dokumentasi
yang sudah ada, dibandingkan dengan merundingkan pinjaman baru
Bank.
9) Berbagai biaya dapat dikelompokan dalam satu paket sebagai akibat
dari pembelian suatu barang, akan menimbulkan biaya-biaya antara
lain biaya pengiriman, biaya pemasangan.10
3. Mekanisme Leasing
Sebelum membicarakan mengenai prosedur mekanisme leasing, maka
perlu terlebih dahulu diketahui pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
leasing. Adapun pihak-pihak yang bersangkutan dalam transaksi ini yaitu:
1. Lessor
Adakah pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari beberapa
perusahaan, disebut juga sebagai investor, equity holders.
2. Lessee
Adalah pihak yang menikmati barang tersebut dengan membayar sewa
dan mempunyai hak opsi.
10Ibid, hal. 81
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
25/84
16
3. Kreditur transaksi leasing ini umumnya terdiri dari bank, insurance
company.
4. Supplier
Adalah penjual dan pemilik barang yang disewakan, dapat terdiri dari
perusahaan yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor
pusat.
Adapun prosedur dari mekanisme leasingyang menyangkut pihak-pihak
tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan,
mengadakan penawaran harga dan menunjuk supllierperalatan dimaksud.
2. Setelah lessee mengisi permohonan, lessee mengirimkan kepada lessor
disertai dokumen lengkap.
3. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberi
fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama
kontrak pembayaran sewa lease), maka kontrak lease dapat ditanda
tangani.
4. Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk
peralatan yang di lease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor,
seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan
asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
5. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier
peralatan tersebut.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
26/84
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
27/84
18
sebagaimana yang dapat dilakukan oleh pemiliknya atas benda tersebut,
sehingga berakibat bahwa kekuasaan atas benda itu menjadi lepas dari
pemiliknya.12
Penggelapan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan tindak pidana
dimana suatu benda atau barang milik seseorang dibawah kekuasaan pelaku
bukan karean kejahatan. Dari perbuatannya pelaku bermaksud memiliki benda
tersebut pada pokoknya dengan perbuatannya itu, atau perbuatan penggelapan
itu si pelaku tidak memenuhi kepercayaan yang dilimpahkan kepadanya oleh
yang berhak atas suatu barang.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penggelapan
Tindak pidana penggelapan pada pokoknya dapat dibagi dalam dua unsur
yaitu unsur obyektif dan unsur subyektif:
a. Unsur-unsur Obyektif Tindak Pidana Penggelapan
1) Perbuatan memiliki (zich toeeigenen)
Zich toeeigenen diterjemahkan dengan perkataan memiliki
adalah perbuatan dimana adakalanya menguasai secara melawan
hukum atau hak, mengaku sebagai milik. Seperti putusan Mahkamah
Agung tentang putusan tanggal 25-2-1958 No. 308 K/Kr/1957 yang
menyatakan bahwa perkataanzich to-eigenendalam bahasa Indonesia
belum ada terjemahan resmi sehingga kata-kata itu diterjemahkan
dengan perkataan mengambil yaitu memiliki.
12PAF Lamintang,Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1990. hal. 222.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
28/84
19
Membicarakan tentang penggelapan dengan unsurnya
perbuatan memiliki, maka akan terkait dengan perbuatan mengambil
seperti dalam pencurian tetapi dalam penggelapan ini ada
perbedaannya dengan perbuatan mencuri. Perbedaan ini adalah dalam
hal memiliki pada pencurian adalah berupa unsur subyektif, sebagai
maksud untuk memiliki. Tetapi pada penggelapan, memiliki berupa
unsur obyektif, yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang
dalam penggelapan. Kalau dalam pencurian tidak disyratkan benar-
benar ada wujud dari unsur memiliki itu, karena memiliki ini sekedar
di tuju oleh unsur kesengajaan sebagai maksud saja. Tetapi pada
penggelapan memiliki, berupa unsur subyektif, yakni unsur tingkah
laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Kalau dalam
pencurian tidak disyaratkan benar-benar ada wujud dari unsur
memiliki itu, karena kesengajaan sebagai maksud dari unsur sekedar
memiliki saja. Tetapi memiliki pada penggelapan, karena merupakan
unsur tingkah laku, berupa unsur obyektif, maka memiliki harus ada
bentuk dan wujudnya, dimana harus sudah selesai dilaksanakan
sebagai syarat untuk selesainya terjadinya penggelapan. Bentuk-
bentuk memiliki misalnya menjual, menukar, menghibahkan,
menggadaikan dan sebagainya.
Pada pencurian, adanya maksud untuk memiliki sudah tampak
dari adanya perbautan mengambil, oleh karena sebelum tindak pidana
itu dilakukan, benda tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Lain
halnya dengan penggelaan, oleh sebab benda obyek tindak pidana,
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
29/84
20
sebelum penggelapan terjadi, telah berada dalam kekuasaannya maka
sulit untuk menentukan kapan pada saat terjadinya tindak pidana
penggelapan tanpa adanya wujud perbuatan memiliki.
Dalam MvT (memorie van Toelichting) perbuatan memiliki
dalam pasal 372 KUHP adalah berupa perbuatan, berupa perbautan
menguasai benda seolah-olah ia pemilik benda itu. Menurut hukum
hanya pemilik sajalah yang dapat melakukan perbuatan terhadap
benda miliknya.
2) Unsur obyek penggelapan adalah memiliki
Perbuatan memiliki terhadap benda yang ada dalam
kekuasaannya sebagaimana yang telah diterangkan di atas, tidak
mungkin dapat dilakukan terhadap benda-benda yang tidak berwujud.
Pengertian benda yang telah ada dalam kekuasaannya karena adanya
suatu hubungan langsung dan sangat erat hubungannya dengan benda
itu yang sebagai indikatornya ialah apabila ia hendak melakukan
perbuatan terhadap benda itu, ia dapat melakukan langsung terhadap
benda itu tanpa harus melakukan tindak pidana terlebih dahulu.
Dalam penggelapan benda ada beberapa yang tidak bisa
digelapkan misalnay rumah, energi listrik dan lain-lain. Pada energi
listrik, pemakai jasa listrik tidak berada dalam hubungan menguasai
dengan energi listrik. Pelanggaran dalam hubungan menguasai dengan
benda-benda atau peralatan yang menyimpan/mengalirkan energi
listrik tersebut. Pelaku bila ingin melakukan perbuatan terhadap energi
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
30/84
21
listrik, maka tidak dilakukannya secara langsung tapi harus melakukan
perbuatan lain berupa suatu perbuatan terhadap peralatan listrik.
3) Sebagian atau seluruhnya milik orang lain
Benda yang tidak ada pemiliknya, baik sejak semula maupun
telah dilepaskan hak miliknya tidak dapat menjadi obyek penggelapan.
Benda milik suatu badan hukum, seperti milik negara adalah berupa
benda yang tidak/bukan dimiliki oleh orang adalah ditafsirkan sebagai
milik orang lain, dalam arti bukan milik pelaku itu oleh karena itu
dapat menjadi obyek penggelapan dan pencurian. Misalnya dalam
Arrest HR tanggal 1 Mei 1922 dengan tegas menyatakan bahwa untuk
menghukum karena penggelapan tidak disyaratkan bahwa menurut
hukum terbukti siapa pemilik barang itu. Misalnya sudah cukup
terbukti penggelapan bila seorang menemukan sebuah arloji di sebuah
stasiun kereta api, diambilnya kemudian timbul niatnya untuk
menjualnya.
4) Benda berada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana
Dalam hal ini ada dua unsur yaitu yang pertama, berada dalam
kekuasaannya dan yang kedua bukan karena tindak pidana. Unsur
berada dalam kekuasaannya telah disinggung sebelumnya bahwa
benda yang berada dalam kekuasaan seseorang apabila antara orang
itu dengan benda terdapat hubungan sedemikian eratnya, sehingga
apabila pelaku ingin melakukan segala macam perbuatan terhadap
benda itu pelaku dapat segera melakukan secara langsung tanpa
terlebih dulu harus melakukan perbuatan yang lain. Misalnya ia
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
31/84
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
32/84
23
Dalam MvT ada sedikit keterangan tentang kesengajaan
(ipzettelijk) yaitu sebagai wellens en wetens yang dalam arti harfiah
disebut sebagai menghendaki dan mengetahui. Dalam hal ini dapat
diterangkan lebih lajut ialah bahwa orang yang melakukan dengan
sengaja, berarti pelaku menghendaki perbuatan dan mengetahui
perbuatan dan serta sadar akan akibat yang timbul dari perbuatannya
itu. Apabila dihubungkan dengan kesengajaan yang berada dalam
rumusan tindak pidana seperti dalam penggelapan, maka kesengajaan
dikatakan apabila adanya suatu kehendak atau adanya suatu
pengetahuan atas suatu perbautan dengan unsur-unsur tertentu serta
menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang
timbul dari perbuatan.
Bahwa keterangan dalam MvT yang menaytakan bahwa setiap
unsur kesengajaan (opzettelijk) dalam rumusan suatu tindak pidana
selalu ditujukan pada semua unsur yang ada di belakangnya, atau
dengan kata lain yang semua unsur-unsur yang ada di belakang
perkataan sengaja selalu diliputi oleh unsur kesengajaan. Dalam hal
ini dirumuskan bahwa kesengajaan pelaku dalam penggelapan sebagai
berikut:
a) Melawan hukum
b) Perbuatan memiliki
c) Suatu benda
d) Seluruh atau sebagian milik orang lain
e) Benda dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
33/84
24
Sedangkan apabila diterangkan lebih lanjut, kesengajaan maka
pelaku dalam penggelapan berarti :
a) Pelaku mengetahui, sadar bahwa perbuatan memiliki benda milik
oran glain yang dalam kekuasaannya itu sebagai perbuatan
melawan hukum.
b) Pelaku dengan kesadarannya menghendaki untuk melakukan
perbautan memiliki.
c) Pelaku mengetahui, menyadari bahwa ia melakukan perbuatan
memiliki terhadap suatu benda, yang diduga disadarinya bahwa
benda itu milik orang lain sebagian atau seluruhnya.
d) Pelaku mengetahui, menyadari bahwa benda milik orang lain yang
dikuasainya bukan karena suatu tindak pidana.
Kesengajaan yang dilakukan pada semua unsur yang ada di
belakangnya itu harus dibuktikan dalam persidangan.
2) Unsur melawan hukum
Dalam hubungannya dengan kesengajaan maka pelaku harus
ditujukan pada unsur melawan hukum, sehingga ada perbedaan antara
penggelapan dengan pencurian yaitu :
a) Tentang perbuatan materiilnya, penggelapan adalah perbautan
memiliki, sedangkan pencurian adalah mengambil. Pada pencurian
adalah unsur memiliki yang berupa unsur subyektif. Pada
penggelapan unsur memiliki, adalah unsur tingkah laku, yang
berupa unsur obyektif. Untuk selesainya penggelapan disyaratkan
pada selesainya atau terwujudnya perbuatan memiliki, sedang
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
34/84
25
pada pencurian pada perbuatan mengambil, bukan pada unsur
memiliki.
b) Dengan beradanya benda objek kejahatan di tangan pelaku. Pada
pencurian benda berada pada pelaku karena perbuatan mengambil
yang berarti bahwa benda tersebut berada dalam kekuasaannya
karena suatu kejahatan/ pencurian. Sedangkan pada penggelapan
benda tersebut berada dalam kekuasaannya karena perbautan-
perbuatan yang sesuai dengan hukum.
Walaupun telah tampak dengan jelas perbedaan antara
pencurian dengan penggelapan namun dalam praktek adakalanya sulit
membedakannya. Misalnya seseorang menemukan sebuah arloji
dalam sebuah halaman, diambilnya kemudian dijualnya. Dalam
peristiwa ini, penggelaapn ataukah pencurian yang sedang terjadi.
Karena disini terjadi dua peristiwa/perbuatan yaitu mengambil (unsur
sebuah pencurian) dan menjual (wujud memiliki dari suatu
penggelapan).
Tindak pidana pencurian dan tindak pidana penggelapan tidak
mungkin terjadi sekaligus dalam satu peristiwa. Bila terjadi pencurian
maka arloji itu berada dalam kekuasaannya adalah sebab dari tindak
pidana. Sebaliknya juga apabila terjadi penggelapan yang berarti
benda itu dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana terhadap
benda itu tidak mungkin terjadi perbuatan mengambil.
Dalam peristiwa tersebut untuk menentukan tindak pidana
yang timbul dari kejadian di atas, hal ini harus dilihat dari sudut
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
35/84
26
bilamanakah maksud memiliki timbul, maksudnya ialah, apakah
sebelum ataukah setelah perbuatan mengambil andaikata sebelum atau
pada saat mengambil arloji itu sudah terkandung maksud untuk
memilikinya, maka yang terjadi adalah pencurian. Sebaliknya,
andaikata maksud yang demikian, itu timbul setelah perbuatan
mengambil, misalnya sebelum memungut arloji itu ia bermaksud
menyerahkan ke kantor polisi, niat itu kemudian berubah setelah
sampainya di rumah. Dengan maksud yang demikian, maka beradanya
benda dalam kekuasaannya itu bukan oleh sebab suatu tindak pidana
dan kerna dengan ia menjualnya berarti telah melakukan perbuatan
memiliki, maka dalam hal ini telah terjadilah penggelapan.
3. Jenis-jenis Tindak Pidana Penggelapan dan Unsur-unsurnya
a. Penggelapan dalam bentuk pokok
Ketentuan penggelapan dalam bentuk pokok diatur di dalam pasal 372
KUHP yang dirumuskan sebagai berikut :
Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak
sesuatu barang yang sama sekali atau sebagainya termasuk
kepunyaan orang lain dan barang itu dalam tangannya bukan
karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan
hukuman pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 90.000.13
Dari rumusan pasal tersebut dapat dirinci bahwa dalam
penggelapan pokok terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
13
Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya. Politea,Bogor, 1996. hal. 285.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
36/84
27
1) Unsur obyektif adalah :
a) Perbuatan memiliki (zithch toe-eigenen)
b) Sesuatu benda (eenig goed)
c) Sebagian atau seluruhnya milik orang lain
d) Yang dalam kekuasaannya bukan karena suatu tindak pidana
2) Unsur-unsur subyektif, adalah :
a) Dengan sengaja (opzettelijk)
b) Melawan hukum
Dari beberapa unsur yang telah disebutkan di atas memberi arti
membuat sesuatu/benda menjadi gelap. Perkataan verduistering yang
dalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah disebut dengan
penggelapan.
b. Pengelapan ringan
Penggelapan yang dikhawatirkan dalam bentuk penggelapan ringan diatur
dalam pasal 373 KUHP. Dalam ketentuan tersebut dirumuskan sebagai
berikut :
Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 372, jika yang
digelapkan bukan hewan dan harganya tidak lebih dari Rp. 250
dihukum karena penggelapan ringan, dengan penjara selama-
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900.14
Berdasarkan dalam rumusan tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa unsur tindak pidana penggelapan ringan sama dengan unsur-unsur
tindak pidana penggelapan pokok, hanya di dalam tindak pidnaa ringan
haruslah dipenuhi unsur khusus, bahwa yang digelapkan itu bukanlah
14Ibid. hal. 259.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
37/84
28
ternak dan harga dari barang yang digelapkan tidak lebih dari dua puluh
liam rupiah. Yang perlu diperhatikan dari unsur tindak pidana
penggelapan ringan ialah dipertimbangkannya unsur ternak sebagai
unsur yang memberatkan dalam tindak pidnaa penggelapan ini adalah
sama dengan dalam tindak pidana pencurian, karena ternak dianggap
sebagai harta kekayaan yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia yaitu
sebagai rojo koyo.
c. Penggelapan dengan pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan dalam KUHP diatur dalam pasal
374 dan 375 KUHP. Sebagaimana yang diatur dalam tindak pidana
penggelapan yang lain bahwa tindak pidana penggelapan dengan
pemberatan ini adalah tindak pidana penggelapan dalam pokok yang
karena ada unsur-unsur lain yang memberatkan ancamaman pidananya
menjadi berat. Dalam tindak pidana penggelapan ini disebut juga sebagai
tindak pidana penggelapan yang dikualifikasi.
1) Penggelapan dengan pemberatan dalam pasal 374 KUHP, dinyatakan:
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasanya
terhadap barang yang disebabkan karena ada hubungan kerja atau
karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.15
Dari rumusan di atas dapat ditarik unsur-unsur tindak pidana
penggelapan adalah :
15Tongat,Hukum Pidana Materiil,Universitas Muhammadyah Malang, 2003, hal. 63.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
38/84
29
a) Penggelapan (dalam bentuk yang pokoknya)
b) Dilakukan oleh seseorang
c) Suatu barang
d) Ada di bawah kekuasaannya dikarenakan:
(1) Hubungan kerja
(2) Mata pencaharian
(3) Mendapatkan upah untuk itu.
Untuk lebih memahami unsur-unsur yang memberatkan
tersebut maka penulis menjelaskan diantaranya :
a) Unsur hubungan kerja (zijne persoonlijke diensbetrekking)
Dalam Hoog Raad dalam Arrestnya pada 16-2-1942 menyatakan
bahwa yang dimaksud hubungan kerja adalah pekerjaan yang
terjadi karena suatu perjanjian kerja.16
Dengan hubungan kerja tidak dimaksudkan hanya
hubungan kerja yang terjadi di perusahaan-perusahaan, tetapi
termasuk hubungan kerja dengan perorangan. Dalam hubungan
kerja perorangan contohnya hubungan majikan dengan buruhnya
misalnya seorang majikan menyerahkan uang kepada pembantu
rumah tangganya untuk belanja ke pasar kemudian uang itu
dipakai sendiri oleh pembantunya itu, maka pembantunya itu telah
melakukan suatu penggelapan. Dalam hal ini penggelapan dengan
pemberatan dengan unsur pemberatnya adalah hubungan kerja.
16
Adam Chazawi,Kejahatan Terhadap Harta Benda, Universitas Negeri Malang , 2003. hal.86.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
39/84
30
Yang mana esensi dari tindak pidana penggelapan itu sendiri
adalah penyalahgunaan hak yang merupakan unsur inti.
b) Unsur mata pencaharian (beroep)
Dalam hal ini dimaksud dengan mata pencaharian (beroep)
ialah apabila seseorang melakukan suatu pekerjaan bagi orang lain
secara terbatas dan tertentu. Misalnya seorang kasir atau
bendaharawan adalah merupakan pekerjaan yang tertentu dan
terbatas hanya sebagai pemegang dan pengurus keuangan saja.
Dalam hal ini seorang kasir misalnya menguasai suatu benda
(keuangan) dalam perusahaan yang bukan karena tindak pidana,
kemudian ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sifat
dari pada benda tersebut yang dalam kekuasaannya maka kasir
tersebut dapat dijerat dengan pasal 374 KUHP.
c) Unsur mendapat upah (imbalan)
Maksud dari pendapat upah tersebut adalah seseorang mendapat
upah tertentu berhubung dengan ia mendapat kepercayaan karena
suatu perjanjian atau yang lain-lain oleh sebab diserahi suatu
benda (dipercaya). Hal ini terjadi misalnya seorang juru parkir
dimana ia mendapat imbalan dari hasil penitipan kendaraan.
Dimana kendaraan yang dalam kekuasaannya bukan karena tindak
pidana melainkan karena mendapat upah. Bila dalam menguasai
benda tersebut juru parkir melakukan, misalnya menukarkan,
menjual, menyewakan dan lain sebagainya maka juru parkir
tersebut dapat dijerat dengan tindak pidana penggelapan dengan
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
40/84
31
pemberatan (pasal 374 KUHP). Dari hal tersebut, bahwa imbalan
yang harus diterima oleh seseorang tersebut tidak harus karena
adanya suatu perjanjian tertulis.
2) Penggelapan dengan pemberatan dalam pasal 375 KUHP
Ketentuan tentang penggelapan dengan pemberatan yang diatur
tersebut di atas, menyatakan :
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa
diberi benda untuk disimpan atau dilakukan oleh wali,pengampau, kuasa atau pelaksana surat wasiat, pengurus atau
pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan,
terhadap sesuatu yang dikuasainya selaku demikian diancam
dengan pidana paling lama enam tahun.17
Apabila rumusan tersebut dirinci maka unsur-unsur tersebut
terdiri dari:
a) Penggelapan
b) Suatu benda
c) Yang dibawah kekuasaannya
d) Orang yang melakukan penggelapan itu haruslah:
(1) Suatu keadaan yang terpaksa untuk dititipkan
(2) Berkedudukan sebagai seorang wali (boogd)
(3) Berkedudukan seorang pengampau (curator)
(4) Seorang pelaksana dari surat wasiat
(5) Seorang pengurus atau dari lembaga sosial atau yayasan
17Tongat, Op. Cit. hal. 57-58
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
41/84
32
Sebagian ternyata unsur-unsur pelaku di atas adalah orang-
orang tertentu maka untuk lebih jelasnya akan difouskan pada
pembahasan unsur-unsur:
a) Unsur kepada siapa benda tersebut terpaksa telah dititipkan
Unsur ini akan terpenuhi misalnya, apabila seseorang oleh karena
suatu bencana terpaksa menitipkan barang-barangnya kepada
seseorang. Dalam hal ini akan dilakukan penggelapan oleh orang
yang dititipi barang tersebut.
b) Unsur seorang wali
Dalam hal ini adalah wali bagi anak-anak yang belum dewasa.
Dalam hal ini wali yang diangkat oleh seorang hakim menjadi wali
seorang anak, dan dengan kedudukannya tersebut ia diserahi
berabgai harta milik anak tetapi kemudian ia menggelapkan harta
yang mengakibatkan diperberatnya dakwaan.
c) Unsur seorang kurator atau pengampu
Kurator ialah seorang yang oleh karena putusan hakim ditetapkan
menjadi wali orang yang sudah dewasa tetapi tidak cakap
melakukan perbautan disebabkan:
(1) Imbisil (seperti tolol, dungu, bodoh)
(2) Sakit jiwa, lemah ingatan atau sering cepat marah
(3) Pemboros
(4) Mempunyai kebiasaan seperti mabuk termasuk pecandu
narkotika dan lain-lain.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
42/84
33
Seorang pengampu mempunyai kewajiban melakukan
pengurusan, dan pengawasan baik orang yang dibawah
pengampuannya maupun harat benda miliknya.
d) Unsur sebagai kuasa (bewindvoerder)
Dalam hal ini seorang kuasa dengan kedudukannya melakukan
pengurusan dan pengawasan atas harta benda dalam
pengurusannya beracara di pengadilan.
e) Unsur pelaksanaan dari surat wasiat
Dalam hal ini adalah orang yang ditunjuk dalam surat wasiat
untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pewaris dengan
segala h arta kekayaannya yang akan diwariskan. Dalam wasiat ini
disebutkan tentang apa yang diinginkan setelah ia meninggal
kelak.
6) Unsur pengurus dari badan sosial atau yayasan
Apabila pengurus badan sosial atau yayasan melakukan tindak
pidana penggelapan terhadap harta benda yayasan/badan sosial,
hal inilah yang merupakan unsur pemberatnya.
C. Tinjauan Umum tentang Kekuasaan Kehakiman
1. Pengertian Hakim
Menurut pasal 1 angka 8 KUHAP, hakim adalah pejabat peradilan
Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
Sedangkan Sudarsono memberi pengertian bahwa, hakim adalah orang yang
mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah atau dengan kata lain
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
43/84
34
petugas negara (pengadilan) yang mengadili perkara.18 Mengadili yang
dimaksud di sini adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan
tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam pasal 1 angka 9 KUHAP.19Sedangkan dalam UU No. 14 Tahun 1970
tentang Kekuasaan Kehakiman, kedudukan hakim diatur dalam beberapa
pasal berikut ini:
Pasal 31 UU No. 4 Tahun 2004:
Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur
dalam undang-undang..
Pasal 32 UU No. 4 Tahun 2004:
Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Pasal 33 UU No. 4 Tahun 2004 :
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian
peradilan.
2. Tugas dan Wewenang Hakim
Lilik Mulyadi, menguraikan mengenai tugas dan wewenang hakim dalam
kapasitasnya antara lain, sebagai berikut :
a. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan. (Pasal 20 ayat (3), 26
ayat (1) KUHAP).
18
Sudarsono,Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, h. 156
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
44/84
35
b.
Memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan hutang
atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 ayat (1)
KUHAP).
c. Mengeluarkan Penetapan agar terdakwa yang tidak hadir di persidangan
tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya,
dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. (Pasal 154 ayat
(6) KUHAP).
d. Menentukan sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang yang
karena pekerjaannya, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia dan minta dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi.
(Pasal 170 KUHAP).
e. Mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang saksi yang diduga
telah memberikan keterangan palsu di persidangan baik karena jabatannya
atau atas permintaan Penuntut Umum atau terdakwa. (Pasal 174 ayat (2)
KUHAP).
f. Memerintahkan perkara yang diajukan oleh Penuntut Umum secara
singkat agar diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa setelah
adanya pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 hari akan tetapi Penuntut
Umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut.
(Pasal 203 ayat (3) huruf bKUHAP)
g.
Memberikan penjelasan terhadap hukum yang berlaku, bila dipandang
perlu di persidangan, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas
permintaan terdakwa atau Penasehat Hukumnya. (Pasal 221 KUHAP).
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
45/84
36
h.
Memberikan perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau
janji di luar sidang. (Pasal 223 ayat (1) KUHAP).
20
3. Hak dan Kewajiban
Kewajiban hakim menurut Pasal 28 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 adalah :
a. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
b. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa
Ketentuan ini memberi kesempatan kepada hakim agar dalam
melaksanakan tugasnya bukan hanya memeriksa dan mengadili berdasar atas
peraturan-peraturan hukum yang ada akan tetapi juga harus berusaha untuk
mencari dan menemukan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.21
Hal ini berarti bahwa hakim dalam putusan-putusannya tidak hanya
menerapkan peraturan hukum yang tertulis tetapi ia harus pula mampu
menciptakan hukum berdasarkan peranan keadilan yang berkembang dalam
masyarakat itu sendiri.22
Kebebasan hakim dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia
menciptakan hukum. Hal ini sejalan dengan pendapat Wirjono Prodjodikoro
yang menyatakan bahwa, hakim hanya merumuskan hukum. Pekerjaan hakim
mendekati pembuatan undang-undang tetapi tidak sama. Beliau berpendapat
bahwa walaupun Ter Haar menyatakan isi hukum adat baru tercipta secara
20Lilik Mulyadi,Hukum Acara Pidana, Citra Aditya Abadi, Bandung, 1996, h. 34.
21Wahyu Afandi,Hakim dan Hukum Dalam Praktek. Alumni, Bandung, 1978, h. 33
22Ibid
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
46/84
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
47/84
38
dalam Pasal 492, 504, 505, 506 dan 536 maka pada perintah itu hakim
berkuasa mengadakan perjanjian istimewa yang lain pula tentang kelakuan si
terhukum yang harus dipenuhi. Berdasarkan uraian tersebut, maka menurut
Wahyu Afandi hakim pidana berwenang untuk memutuskan dan menetapkan
ganti rugi guna memulihkan kerugian yang diderita oleh si korban atau
keluarganya.26
4. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman
Menurut pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004, kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Sedangkan dalam
penyelenggaraannya diatur pada pasal 2 UU No. 4 Tahun 2004 sebagai
berikut: penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Menurut sistem yang dianut di Indonesia, pemeriksaan di sidang pengadilan
yang dipimpin oleh hakim, hakim itu harus aktif bertanya dan memberi
kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasehat hukumya
untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula pada penuntut umum. Semua
itu dengan maksud menemukan kebenaran materiil. Hakimlah yang
bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya. Tidak benar pendapat
26Wahyu Afandi, Op. Cit, h. 34.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
48/84
39
yang menyatakan hakim harus pasif dan hanya memimpin sidang dan
mendengar keterangan pihak-pihak belaka. Mungkin hanya dalam sistem
akusator (accusatoir) murni yang berlaku hal demikian. Akan tetapi, tiada
negara yang menganut akusator murni seperti itu.27
Dalam hal kekuasaan mengadili, dan dua macam, yang biasa juga disebut
dengan kompetensi, yaitu sebagai berikut :
a. Wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu
yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain.
(kompetensi mutlak).
b. Kekuasaan berdasarkan peraturan hukum mengenai pembagian kekuasaan
mengadili, berkaitan dengan wilayah hukum suatu pengadilan.
(kompetensi relatif).28
D. Tinjauan Umum tentang Pidana dan Pemidanaan
Masalah pidana dan pemidanaan dalam sejarahnya selalu mengalami
perubahan. Dari adab ke adab, keberadaannya banyak diperdebatkan oleh para
ahli. Bila disimak dari sudut perkembngan masyarakat manusia, perubahan itu
adalah hal yang wajar, karena manusia akan selalu berupaya untuk memperbaruhi
tentang suatu hal demi meningkatkan kesejahteraannya dengan mendasarkan diri
pada pengalamnya di masa lampau.29
27Ibid. h. 97
28Ibid. h. 102
29
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.2003. h. 1
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
49/84
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
50/84
41
meliputi pidana (straf, punishment) yang bersifat penderitaan, tetapi juga
tindakan tata tertib (maatregel, treatment) yang secara relatif lebih bermuatan
pendidikan.
1. Perbedaan Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan
Perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan sering agak
samar, namun di tingkat ide dasar keduanya memiliki perbedaan fundamental.
Keduanya bersumber dari ide dasar yang berbeda. Sanksi pidana bersumber
pada ide dasar mengapa diadakan pemidanaan? sedangkan sanksi tindakan
bertolak dari ide dasar untuk apa dilakukan pemidanaan itu?. Dengan kata
lain, sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan,
sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan
tersebut. Jika fokus sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seorang lewat
pengenaan penderitaan (agar yang bersangkutan menjadi jera), maka fokus
sanksi tindakan terarah pada upaya memberi pertolongan agar pelaku dapat
berubah.32
Berdasarkan tujuannya, sanksi pidana dan sanksi tindakan juga
bertolak dari ide dasar yang berbeda. Sanksi pidana bertujuan memberi
penderitaan istimewa (bijzonder leed) kepada pelanggar supaya ia merasakan
akibat perbuatannya. Selain ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap
pelaku, sanksi pidana juga merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap
perbuatan si pelaku. Perbedaan prinsip antara sanksi pidana dan sanksi
tindakan terletak pada ada tidaknya unsur pencelaan, bukan ada tidaknya
32M. Sholehuddin, Op. Cit,. h. 32
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
51/84
42
unsur penderitaan. Sedangkan sanksi tindakan tujuannya lebih bersifat
mendidik.
33
2. Sanksi Pidana Dan Sanksi Tindakan Sebagai Sistem Pemidanaan
Masalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana
karena seringkali menggambarkan nilai-nilai sosial budaya bangsa. Artinya,
pidana mengandung tata nilai (value)dalam masyarakat mengenai apa yanmg
baik dan yang tidak baik, apa yang bermoral dan apa yang amoral serta apa
yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Tata nilai itu sendiri ada yang
bersifat universal dan abadi, tetapi dari zaman ke zaman juga bersifat
dinamis. Kedinamisan tata nilai berlaku pada sistem pemidanaan dan sistem
sanksi dalam hukum pidana. Bila sistem pemidanaan ini diartikan secara luas,
maka pembahasannya menyangkut perundang-undangan yang berhubungan
dengan sanksi (dalam hukum pidana) dan pemidanaan. Hal ini karena sistem
pidana dan pemidanaan itu sebagai susunan (pidana) dan cara
(pemidanaan).34
Dalam semua aturan perundang-undangan mengenai hukum pidana
subtansial, hukum pidana prosedural dan hukum pelaksanaan pidana dapat
dikatakan sebagai satu kesatuan sistem. Dengan kata lain, hukum materiil dan
hukum pidana formil dijadikan acuan dalam membicarakan masalah
perkembangan sistem pemidanaan dan sistem sanksi. Perkembangan sistem
pemidanaan yang telah menjadi kecenderungan internasional dimulai dari
lahirnya ide individualisasi pidana yang merupakan salah satu karakteristik
33
Ibid, h. 33.
34Ibid, h. 55
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
52/84
43
dari aliran modern dan aliran neo klasik dalam hukum pidana. Aliran modern
yang lebih dikenal sebagai aliran positif konsepsi pemikiran ajarannya
bertujuan untuk secara langsung mengadakan pendekatan dan berusaha
mempengaruhi terhadap pelaku tindak pidana secara positif sejauh masih
dapat dibina dan diperbaiki menuju ke kalan yang benar. Dalam aliran
tersebut, pidana tidak ditentukan secara pasti (indeterminate sentece)karena
different criminal have different needs artinya penerapan pidana yang sama
kepada semua orang yang melakukan tindak pidana tertentu merupakan
kebodohan karena setiap pelaku tindak pidana mempunyai kebutuhan yang
berbeda-beda.35Sistem indeterminate senteceadalah suatu sistem yang tidak
menentukan batas maksimum pidana melainkan diserahkan sepenuhnya
kepada aparat penegak hukum untuk menetapkan jenis, berat ringannya, serta
bagaimna pidana dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana.
Dalam penetapan jenis sanksi, semula hanya dianut single track
system, yakni jenis sanksi pidana saja sebagai representasi melekatnya
pengaruh aliran klasik dalam hukum pidana. Aliran ini berpaham
inderteminisme mengenai kebebasan kehendak manusia yang menekankan
kepada perbuatan pelaku kejahatan sehingga dikehendalikan hukum pidana
perbuatan (daad strafecht). Karena sistem pidana dan pemidanaan pada aliran
klasik sangat membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis sanksi
dengan berbagai bentuknya.
Dari konsepsi-konsepsi kedua sistem aliran hukum pidana tersebut,
lahirlah ide individualisasi pidana. Sebagai konsekuensi dari ide
35Ibid, h. 56.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
53/84
44
individualisasi pidana, maka sistem pemidanaan dalam hukum pidana modern
juga berorientasi pada pelaku dan perbuatan (daad-dader straafrecht)
sehingga jenis sanksi yang ditetapkan tidak hanya meliputi sanksi pidana,
tetapi juga sanksi tindakan yang relatif lebih bermuatan pendidikan daripada
penderitaan. Sistem pemidanaan yang bertolak dari ide individualisasi pidana
merupakan hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pendekatan
humanistik dalam penggunaan sanksi pidana untuk tujuan perlindungan
masyarakat (social defence). Atas dasar tujuan tersebut, maka pemidanaan
harus mengandung unsur-unsur yang bersifat :
a. Kemanusiaan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut menjunjung tinggi
harkat dan martabat seseorang.
b. Edukatif, dalam arti bahwa pemidanaan mampu membuat orang sadar
sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia
mempunyai sikap yang positif dan konstruktif bagi usaha
penanggulangan kejahatan.
c. Keadilan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil (baik oleh
terhukum maupun oleh korban ataupun masyarakat.36
3. Pemidanaan
Dalam konsep pemidanaan disadari terdapat gap antara apa yang
disebut pemidanaan dan apa yang digunakan sekarang sebagai metode untuk
memaksanakan kepatuhan. Perubahan dalam sentimen publik, kemajuan
dalam ilmu pengetahuan, adanya kesatuan polisi, semuanya telah mendorong
adaptasi metode-metode pemidanaan. Sebagian ada yang berpandangan
36Ibid, h. 59.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
54/84
45
pemidanaan adalah sebuah persoalan yang murni hukum (purely legal
matter). Pemidanaan merupakan akibat wajar yang disebabkan bukan dari
hukum, tetapi dari pelanggaran hukum. Artinya, jahat atau tidak jahat, bila
seseorang telah bersalah melanggar hukum maka orang itu harus dipidana.37
Hall sebagaimana dikutip Gerber dan McAnany membuat deskripsi
terperinci mengenai pemidanaan : Pertama ;pemidanaan adalah kehilangan
hal-hal yang diperlukan dalam hidup. Kedua ; memaksa dengan kekerasan,
Ketiga ;diberikan atasa nama negaradiotorisasikan, Keempat; pemidanaan
masyarakat karena adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan
penentuannya, yang diekspresikan dalam putusan, Kelima ; diberikan kepada
pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya
sekumpulan nilai-nilai yang dengan berancuan, kejahatan dan pemidanaan itu
signifikan dengan perbuatan kejahatan, Keenam ; tingkat atau jenis
pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau
diringankan dengan melihat personalitas (kepribadian) si pelangar, motif dan
dorongannya.38
Menurut Ted Honderih menyatakan bahwa pemidanaan harus
memuat 3 (tiga) unsur sebagai berikut :
a. Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau
kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar dirumuskan sebagai
sasaran dari tindakan pemidanaan. Unsur pertama ini pada dasarnya
merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita oleh subyek yang
37
Ibid, h. 69
38Ibid, h. 70
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
55/84
46
menjadi korban sebagai akibat dari tidakan sadar subyek lain. Secara
aktual, tindakan subyek lain itu dianggap salah bukan saja karena
mengakibatkan penderitaan orang lain, tetapi juga karena melawan
hukum yang berlaku secara sah.
b. Setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenang secara
hukum. Jadi, pemidanaan tidak merupakan kosekuensi alamian suatu
tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal
suatu lembaga yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan
tindakan balas dendam dari korban terhadap pelanggar hukum yang
mengakibatkan penderitaan.
c. Penguasa yang berwenang berhak menjatuhkan pemidanaan hanya
kepada subyek yang telah terbukti secara sengaja melanggar hukum atau
perbuatan yang berlaku dalam masyarakatnya. Unsur ketiga ini
mengundang pertanyaan tentang hukuman kolektif, misalnya embargo
ekonomi yang dirasakan juga oleh orang-orang yang tidak bersalah.
Meskipun demikian, secara umum pemidanaan dapat dirumuskan terbuka
sebagai denda (penalty) yang diberikan oleh instansi yang berwenang
kepada pelanggar hukum atau peraturan.39
4. Hubungan Penetapan Sanksi dengan Tujuan Pemidanaan
Bagian penting dalam sistem pemidanaan adalah menetapkan suatu
sanksi. Keberadaannya akan memberikan arah dan pertimbangan mengenai
apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk
menegakkan berlakunya norma. Di sisi lain, pemidanaan itu sendiri
39Ibid, h. 71
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
56/84
47
merupakan proses paling kompleks dalam sistem peradilan pidana karena
melibatkan banyak orang dan institusi yang berbeda. Pemidanaan bisa
diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi
dalam hukum pidana. Hal ini dapat disimak dalam pendapat Sudarto yang
menyatakan bahwa pemberian pidana in abstracoadalah menetapkan stelsel
sanksi hukum pidana yang menyangkut pembentuk undang-undang.
Sedangkan pemberian pidana in concretomenyangkut berbagai badan yang
kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana.40
Berkaitan dengan masalah sanksi Hoefnagels mengatakan bahwa sanksi
dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap pelanggaran hukum yang
telah ditentukan undang-undang, dimulai dari penahanan tersangka dan
penuntutan terdakwa sampai pada penjatuhan vonis oleh hakim. Hoefnagels
melihat pidana sebagai suatu proses waktu yang keseluruhan proses itu
danggap suatu pidana.41
Menurut Sudarto dan Hoefnagels ditegaskan bahwa masalah
penetapan sanksi pidana dalam hukum pidana merupakan suatu rangkaian
kebijakan yang berada dalam satu sistem. Sebagai suatu sistem, tidaklah
dapat dikatakan bahwa masing-masing tahap pemberian pidana dapat berdiri
sendiri, akan tetapi saling terkait bahkan tidak dapat dipisahkan sama
sekali.42
40Ibid, h. 114.
41Ibid, h. 115.
42Ibid, h. 115.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
57/84
48
Jadi apabila dihubungan dengan keseluruhan sistem pemidanaan,
penetapan sanksi yang pada hakekatnya merupakan kewenangan beberapa
instansi, maka dapat dianalogikan bahwa jatuhnya tahapan pemidanaan itu
dari instansi yang satu ke instansi yang lainnya harus seperti air pegunungan
yang mengalir tertib dan indah meskipun terdapat etaran-getaran. Dalam
konteks penerapan sanksi, getaran-getara disebut sebagai tamsil tentang
kemungkinan terjadinya apa yang disebut disparitas pidana (disparaty of
sentencing). Disparitas pidana tidak bisa ditiadakan sama sekali, karena
menyangkut persoalan sampai sejauhmana hal itu sebagai akibat yang tidak
terelakkan dari kewajiban hakim untuk mempertimbangkan seluruh elemen
yang relevan dalam perkara individu tentang pemidanaannya. Sebab
disparitas tidak secara otomatis mendatangkan kesejanjangan yang tak adil.
Demikian pula persamaan dalam pemidanaan tidak secara otomatis
mendatangkan pidana yang tepat. Itulah yang menjadi dasar pembenaran
pemberian pidana in concreto atau tahap kebijakan yudikasi.43
Dalam kebijakan legislasi tidak dapat dipungkiri terjadi disparitas
pidana. Bila dilihat dari lamanya pemidanaan yang bisa bervariasi dari satu
undang-undang ke undang-undang yang laih karena legislator menetapkan
masa hukumannya yang berbeda untuk tindak pidana yang sama, maka hal itu
dapat dipandang sebagai disparitas. Bahkan Sue Titus Reid menegaskan
bahwa disparitas pidana bisa berasal dari keputusan-keputusan legislatif,
pengadilan atau administrasi.44Dengan demikian eksistensi disparitas pidana
43
Ibid, h. 116.
44Ibid, h. 116.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
58/84
49
tetap diakui dalam proses pemidanaan, akan tetapi yang penting sampai
sejauhmanakah disparitas tersebut mendasarkan diri atas reasonable
justification.
Sehubungan dengan keberagaman jenis dan bentuk sanksi hukum
pidana, peran para pemegang kebijakan legislasi sangat urgen untuk
menjadikan sanksi itu sendiri sesederhana mungkin (simple)agar tidak terjadi
tumpang tindih (overlapping)antara produk perundang-undngan pidana yang
satu dengan yang lainnya. Apapun jenis dan bentuk sanksi dalam hukum
pidana yang ditetapkan, tujuan pemidanaan yang harus menjadi patokan.
Karena itu, harus ada kesamaan pandang atau pemahaman yang sama pada
tahap kebijakan legislasi tentang apa hakikat atau maksud dari sanksi pidana
dan/atau tidakan. Adanya tujuan pemidanaan yang harus dijadikan patokan
dalam rangka menunjang bekerjanya sistem peradilan pidana. Menurut
Muladi untuk menciptakan sinkronisasi yang bersifat fisik, yaitu sinkronisasi
struktural, sinkronisasi subtansial, dan dapat pula bersifat sinkronisasi
kultural. Dalam sinkronisasi struktural, keserampakan dan keselarasan
ditunutut dalam mekanisme administrasi peradilan pidana dalam kerangka
hubungan antar lembaga penegak hukum. Sedangkan menyangkut
sinkronisasi subtansial, maka keserempakan mengandung makna baik
vertikal maupun horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif yang
berlaku. Sementara menyangkut sinkronisasi kultural mengandung makna
untuk selalu serempak dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap
dan falsafah yang secara menyeluruh mendasarinya sistem peradilan pidana.45
45Ibid, h. 119.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
59/84
50
Menurut Rancangan KUHP Nasional dalam Pasal 50 ayat 1 telah
menetapkan empat tujuan pemidanaan sebagai berikut :
a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat ;
b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna ;
c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat ; dan
d. membebasakan rasa bersalah pada terpidana.46
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik benang merahnya
antara penetapan sanksi dalam suatu perundang-undangan pidana dan
perumusan tujuan pemidanaan, maka tampak jelas adanya keterkaitan yang
sangat erat dengan landasan filsafat pemidanaan, teori-teori pemidanaan dan
aliran-aliran hukum pidana yang dianut atau yang mendominasi pemikiran
dalam kebijakan kriminal (criminal policy) dankebijakan penal (penal
policy).
46Ibid, h. 127.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
60/84
51
BAB III
PEMBAHASAN
A. Realita Kasus
Penggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan leasing pada
lembaga pembiayaan dalam perkara pidana timbul sebagai bagian dari tuntutan
yang didasarkan atas tindakan atau perbuatan pidana membawa akibat berupa
kerugian baik moril maupun materiil. Tindakan atau perbuatan pidana tersebut
tentunya adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan (tidak ada alasan pemaaf,
alasan pembenar), sebagai perbuatan yang melawan hukum.
Adapun perkara penggelapan kendaraan bermotor yang menjadi jaminan
leasing pada lembaga pembiayaan yang diputuskan di Pengadilan Negeri Kota
Malang tahun 2005 s/d 2006 adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Realitas Kasus Penggelapan Kendaraan Bermotor yang
Menjadi Jaminan LeasingPada Lembaga Pembiayaan
Di Pengadilan Negeri MalangTahun 2005 s/d 2006
No Terdakwa Latar
Belakang
Modus Barang
Bukti
Penerapan
Pasal
Lamanya Pidana
1 BudiKuncoro
Ekonomi Menggadaikanpada orang
lain
SepedaMotor RX
King Tahun2004
Pasal 372KUHP
1 tahun 6 bulan
2. Hartono Ekonomi Menjual padaorang lain
SepedaYamahaVega RTahun 2005
Pasal 372KUHP
1 tahun 10 bulan
3. Suko Ekonomi Menggadaikanpada oranglain
SepedaMotorHondaMega Pro
2005
Pasal 372KUHP
1 tahun 6 bulan
Sumber : Data sekunder, diolah 2007
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
61/84
52
Berdasarkan tabel 3.1 menunjukkan terdapat 3 (tiga) putusan Pengadilan
Negeri Kota Malang dalam kasus penggelapan kendaraan bermotor yang menjadi
jaminan leasing pada lembaga pembiayaan. Berikut ini akan dijelaskan proses
pemidanaan salah satu putusan pengadilan pada kasus penggelapan sebagai
berikut :
1. Putusan No. 560/Pid.B/2006/PN Malang
a. Uraian singkat perkara
Bahwa pada bulan Juni tahun 2006 terdakwa secara hukum telah
memiliki sebuah sepeda motor Yamaha Jenis RK King Tahun 2004
warna hitam No Pol. N 4727 BD yang dilakukan dengan cara saksi YS
selaku pihak leasingmenyuruh terdakwa (BK) untuk membayar angsuran
yang telah tertunda selama 3 (tiga) bulan atas pengambilan kredit sepeda
motor Yamaha RX King Tahun 2004. Karena pembayaran angsuran
tertunda selama 3 (tiga) bulan terdakwa berjanji kepada saksi segera
melunasi tanggungan angsuran yang belum dibayar selama 3 bulan dan
selanjutnya akan membayar angsuran tepat waktu sesuai kesepakatan.
Terdakwa mengatakan kepada saksi bahwa akan mendapatkan uang
untuk membayar angsuran setelah terdakwa mendapatkan arisan sebesar
Rp. 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah). Namun oleh terdakwa
angsuran tersebut tidak dilunasi bahkan ketika sepeda motor mau diambil
oleh saksi karena tidak sesuai dengan kesepakatan ternyata sepeda motor
tersebut digadaikan kepada orang lain sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta
lima ratus ribu rupiah) dengan alasan untuk membiayai sekolah anaknya.
-
8/10/2019 Penerapan Pasal 372 KUHP Terhadap Pengelapan Kendaraan Bermotor Yang Menjadi Jaminan Leasing Pada Lembaga Pembiayaan Studi Pengadilan Ne
62/84
53
Sehingga pihak leasingmengalami kerugian atas perbuatan terdakwa dan
diancam pidana dalam pasal 372 KHP.
b. Putusan Pengadilan
Pengadilan Negeri : telah membaca ber