penerapan model pogil berbantuan lks pada pembelajaran ...repository.umrah.ac.id/2665/1/nila riqotul...
TRANSCRIPT
1
Penerapan Model POGIL Berbantuan LKS pada Pembelajaran Matematika
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Kelas VIII SMP AL-Kautsar Tanjungpinang
Nila Riqotul Fuadah, Nur Izzati, Linda Rosmery T
Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk memaparkan perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model
POGIL berbantuan LKS dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan
desain nonrandomized pretest-posttest control group design. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kelas VIII-A sebagai kelas kontrol dan
kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen yang ditentukan dengan teknik sampel
jenuh. Kelas eksperimen pembelajarannya menerapkan model POGIL berbantuan
LKS, dan kelas kontrol pembelajarannya menerapkan pembelajaran konvensional.
Teknik pengumpulan data menggunakan tes kemampuan berpikir kritis yang
berbentuk uraian dan observasi. Dari hasil analisis diperoleh rata-rata peningkatan
kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen sebesar 0,65, sedangkan rata-rata
peningkatan kelas kontrol sebesar 0,42. Berdasarkan hasil perhitungan uji
hipotesis menggunakan independent sample t-test pada taraf signifikansi 5 % atau
(α = 0,05), diperoleh Sig (1-tailed) sebesar 0,000, dimana Sig < α, maka H0
ditolak. Hal ini berarti peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model POGIL berbantuan LKS lebih tinggi
dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Kata Kunci: POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning), LKS (Lembar
Kerja Siswa), Kemampuan Berpikir Kritis
2
PENDAHULUAN
Abad 21 ini memberikan tantangan besar terkait dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, kemajuan teknologi informasi, perkembangan industri, budaya, serta
masalah kehidupan sosial. Untuk bisa menghadapi segala tantangan di abad 21
salah satunya manusia harus memiliki kemampuan berpikir kritis (Setiawan dkk.,
2016: 62). Pemerintah juga menetapkan agar setiap pengelola pembelajaran
membekali siswa kemampuan berpikir kritis (Kemendikbud, 2013 dalam
Buhaerah, 2016: 650). Astuti dkk., (2017: 146) keterkaitan berpikir kritis dalam
pembelajaran adalah untuk mempersiapkan siswa agar menjadi pemecah masalah
yang handal, pembuat keputusan yang matang, dan orang yang tak pernah
berhenti belajar. Salah satu pembelajaran yang memiliki peluang besar untuk
melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah melalui
pembelajaran matematika.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Al-
Kautsar Tanjungpinang terkait proses pembelajaran yang biasanya dilakukan di
kelas, didapatkan informasi bahwa proses pembelajaran yang dilakukan di kelas
biasanya diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran secara informatif dan
siswa jarang diajak untuk menemukan konsep sendiri, kemudian guru memberi
contoh soal terkait materi yang sedang dipelajari, setelah itu siswa diberikan soal
latihan. Pembelajaran seperti di atas tergolong pembelajaran konvensional seperti
yang diungkapkan oleh Mahmuzah (2015: 66) kegiatan pembelajaran
konvensional biasanya diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran secara
informatif, memberikan contoh soal, dan diakhiri dengan pemberian latihan soal-
3
soal. Hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Al-Kautsar
Tanjungpinang juga diketahui siswa di kelas cenderung jarang ada yang mau
bertanya terkait materi yang dijelaskan guru, jika ada yang bertanya pun hanya
siswa itu-itu saja. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa di kelas cenderung hanya
begitu saja menerima apa yang dijelaskan guru dan keinginan siswa untuk lebih
mengkritisi apa yang dijelaskan guru masih kurang.
Kemudian hasil wawancara dengan siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar
Tanjungpinang, mereka banyak yang mengatakan cenderung menghafal rumus,
hal ini mengindikasikan siswa hanya menerima begitu aja terkait rumus yang ada
tanpa berusaha mencari tahu lebih dalam kenapa rumusnya bisa seperti itu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Al-
Kautsar Tanjungpinang dan siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Tanjungpinang di
atas mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII di
sekolah tersebut masih cenderung lemah. Hal ini menunjukkan proses
pembelajaran matematika yang diterapkan di kelas masih belum mengoptimalkan
berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa.
Salah satu model pembelajaran yang diduga kuat dapat melatih dan
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran
POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning). POGIL adalah model
pembelajaran yang mengandung tiga komponen pokok yaitu pembelajaran
kooperatif, penemuan terbimbing (guided inquiry), dan metakognisi (Warsono
dan Harianto, 2014: 97). Proses pembelajaran pada model ini dilakukan secara
berkelompok dan setiap anggota kelompok memiliki peran masing-masing dalam
4
kerja sama tim untuk membangun pengetahuannya melalui eksplorasi, penemuan
konsep, dan aplikasi konsep. Dengan adanya diskusi kelompok diharapkan dapat
melatih siswa untuk tidak takut lagi bertanya dengan orang lain atau berinteraksi
dengan orang lain untuk mencari tahu kebenaran dari suatu pengetahuan atau
informasi yang masih membuatnya ragu baik di sekolah maupun dalam kehidupan
sehari-hari siswa. Dan diakhir pembelajaran pada model ini, siswa diminta untuk
memvalidasi hasil kerjanya dan merefleksikan apa yang telah dipelajari sehingga
siswa dapat dilatih untuk meninjau kembali apa yang telah dipelajari sehingga
menjadikan siswa menjadi orang yang tidak mudah berpuas diri, dan menjadi
orang yang tak pernah berhenti belajar.
Agar pada saat proses penemuan terbimbing (guided inquiry) lebih
memudahkan siswa pada saat proses pengontruksian konsep yang berkaitan
dengan materi yang sedang dipelajari dan menyelesaikan soal yang berkaitan
dengan materi yang sedang dipelajari, maka dibantu dengan menggunakan LKS.
Karena mengingat tujuan adanya LKS sendiri dalam proses pembelajaran
matematika yaitu untuk menemukan konsep atau prinsip dan aplikasi konsep atau
prinsip (Astuti dkk., 2017: 147). Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Penerapan model POGIL berbantuan LKS pada
pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
kelas VIII SMP Al-Kautsar Tanjungpinang”.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Kautsar Tanjungpinang pada
semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Populasi dalam penelitian ini adalah
5
seluruh siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Tanjungpinang. Sedangkan sampel pada
penelitian ini adalah kelas VIII-A sebagai kelas kontrol dan kelas VIII-B sebagai
kelas eksperimen yang ditentukan dengan teknik sampel jenuh.
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain
nonrandomized pretest-posttest control group design. Desain penelitian ini
melibatkan dua kategori kelas sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan model POGIL
berbantuan LKS (X), kemudian untuk kelas kontrol diberi pembelajaran dengan
pembelajaran konvensional. Masing-masing kelas sampel diberi pretest
kemampuan berpikir kritis siswa pada awal pembelajaran (O1). Pada akhir
pembelajaran, kedua kelas sampel diberi posttest kemampuan berpikir kritis siswa
(O2). Desain digambarkan sebagai berikut (Seniati, 2015: 126).
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah tes dan
observasi. Bentuk tes yang digunakan adalah tes uraian dengan materi penelitian
relasi dan fungsi. Kemudian untuk observasi dilakukan dengan sistematis
menggunakan instrumen pengamatan.
Adapun instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
tes untuk pretest (soal tes yang diberikan sebelum diberi perlakuan dengan tujuan
untuk melihat kemampuan berpikir kritis siswa sebelum perlakuan) dan posttest
(soal tes yang diberikan setelah diberikannya perlakuan dengan tujuan untuk
melihat kemampuan berpikir kritis siswa setelah diberi perlakuan). Instrumen tes
(KE) O1 X O2
(KK) O1 O2
6
didasarkan pada indikator kemampuan berpikir kritis menurut Ennis dalam
(Octaria, 2018: 12-13) yaitu: (1) focus (fokus) yaitu kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi suatu masalah yang diberikan dan dapat membuat penyelesaian
dari masalah yang diberikan; (2) reason (alasan) yaitu kemampuan siswa dalam
memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikan; (3) inference (kesimpulan)
yaitu kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan berdasarkan permasalahan
yang diberikan; (4) situation (situasi) yaitu kemampuan siswa dalam memberikan
jawaban sesuai dengan konteks permasalahan; (5) clarity (kejelasan) yaitu adanya
kejelasan mengenai istilah yang digunakan; (6) overview yaitu kemampuan siswa
dalam memeriksa kebenaran terhadap suatu permasalahan yang diberikan. Untuk
mendapatkan butir tes kemampuan berpikir kritis yang baik, instrumen tes
dilakukan uji validitas isi, validitas muka, validitas butir soal, reliabilitas, daya
pembeda, dan tingkat kesukaran butir soal.
Pada penelitian ini uji validitas isi dan muka dilakukan oleh para penimbang
yang dianggap ahli dan punya pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan
matematika. Mereka adalah satu orang dosen pendidikan matematika Universitas
Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dan satu orang guru matematika SMP Al-
Kautsar Tanjungpinang. Instrumen tes yang sudah dinyatakan valid dari aspek
validasi isi dan muka kemudian diujicobakan pada 20 siswa kelas IX B SMP Al-
Kautsar Tanjungpinang. Berikut Hasil Rekapitulasi Analisis Instrumen Tes
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
7
Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Analisis Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Instrumen
Tes
No.
Soal
Validitas Reliabilitas Daya
Pembeda
Tingkat
Kesukaran
Keterangan
Pretest 1 Valid Tinggi
(Tetap/Baik)
Sangat
Baik
Sedang Digunakan
2 Valid Baik Sedang Digunakan
3 Valid Sangat
Baik
Sedang Digunakan
4 Valid Cukup Sedang Digunakan
Posttest 1 Valid Tinggi
(Tetap/Baik)
Sangat
Baik
Sedang Digunakan
2 Valid Sangat
Baik
Sedang Digunakan
3 Valid Baik Sedang Digunakan
4 Valid Cukup Sedang Digunakan
Sedangkan untuk observasi menggunakan dua jenis lembar observasi yaitu
lembar observasi untuk aktivitas guru dan lembar observasi untuk aktivitas siswa.
Lembar observasi untuk aktivitas guru berfungsi untuk melihat keterlaksanaan
penerapkan model POGIL berbantuan LKS oleh guru. Lembar observasi aktivitas
siswa berfungsi untuk melihat keaktivan siswa dalam pembelajaran di kelas.
Sebelum digunakan, lembar observasi aktivitas guru dan siswa tersebut divalidasi
oleh validator. Berdasarkan hasil validasi lembar observasi diperoleh bahwa
lembar observasi berkategori baik dan dapat digunakan dalam pembelajaran di
kelas.
Data yang diperoleh dalam penelitian berupa data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil lembar observasi. Data kualitatif ini
akan dianalisis secara deskriptif. Kemudian untuk data kuantitatif pada penelitian
ini diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pengolahan data kuantitatif pada penelitian ini dilakukan melalui tiga
tahap, dimana tahap pertama yaitu melakukan analisis deskripsi data dan
8
menghitung gain ternormalisasi pretest dan posttest untuk setiap siswa (single
student gain). Gain ternormalisasi N-gain merupakan gain absolut dibagi dengan
gain maksimum yang mungkin (ideal), (Meltzer, 2002 dalam Izzati, 2012: 106).
N-gain =
Tahap kedua, sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu
melakukan uji normalitas data N-gain. Apabila data N-gain berdistribusi normal
pengujian hipotesis dapat menggunakan uji statistik parametrik dengan
menggunakan uji independent sample t-test. Namun, jika salah satu data N-gain
atau keduanya tidak berdistribusi normal, maka pengujian dapat menggunakan uji
statistik non-parametrik Mann withney.
Tahap ketiga yaitu melakukan uji hipotesis. Data yang dianalisis pada uji
hipotesis adalah data N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji hipotesis
menggunakan bantuan program SPSS versi 20 dengan taraf signifikansi (α) yaitu
0,05. Adapun kriteria pengujian hipotesis uji satu pihak yaitu jika sig. < α maka
H0 ditolak dan jika sig. ≥ α maka H0 diterima. Adapun hipotesis statistik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho: µ1 ≤ µ2 (rata-rata N-gain kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan model POGIL berbantuan LKS lebih rendah
atau sama dengan N-gain kemampuan berpikir kritis siswa yang
mendapat pembelajaran konvensional)
H1: µ1 > µ2 (rata-rata N-gain siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
POGIL berbantuan LKS lebih tinggi dari N-gain kemampuan
berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional)
9
HASIL
Data kemampuan berpikir kritis siswa dikumpulkan melalui pretest dan
posttest, kemudian dihitung gain ternomalisasinya (N-gain). Data kemampuan
berpikir kritis siswa disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Statistik
Deskriptif
Model pembelajaran POGIL
Berbantuan LKS Pembelajaran Konvensional
Pretest Posttest N-gain Pretest Posttest N-gain
N 16 15 15 13 13 13
Rata-rata 3,83 12,3 0,65 3,94 9,42 0,42
Keterangan: skor ideal (maksimum) tes kemampuan berpikir kritis siswa adalah 17
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata pretest kemampuan berpikir kritis
siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model POGIL berbantuan
LKS adalah sebesar 3,83. Nilai ini relatif sama dengan rata-rata pretest
kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran matematika
dengan pembelajaran konvensional yaitu sebesar 3,94. Setelah pembelajaran,
terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang ditunjukan dengan
meningkatnya nilai posttest kemampuan berpikir kritis siswa. Nilai rata-rata
posttest kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran
matematika dengan model POGIL berbantuan LKS naik menjadi 12,3 (meningkat
sebesar 0,65) dan nilai rata-rata posttest kemampuan berpikir kritis siswa yang
mendapat pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional naik
menjadi 9,42 (meningkat sebesar 0,42). Menurut Hake (1998) dalam izzati (2012:
106) peningkatan sebesar 0,65 dan 0,42 termasuk kategori sedang.
10
Sebelum melakukan uji statistik terhadap perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa kedua kelompok pembelajaran (pengujian
hipotesis) terlebih dahulu dilakukan uji normalitas terhadap data yang digunakan
yaitu data N-gain kemampuan berpikir kritis siswa dari kedua kelompok
pembelajaran. Apabila data N-gain berdistribusi normal maka untuk menguji
perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kedua pembelajaran
menggunakan uji-t sampel independen, dan apabila data N-gain tidak berditribusi
normal menggunakan uji Mann-Whitney.
Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan
berbantuan SPSS versi 20.
Hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas adalah sebagai berikut:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan nilai (Sig.). H0 di tolak jika Sig. <
0,05, dan H0 diterima dalam hal lainnya. Tabel 3 menyajikan hasil uji normalitas
data N-gain kemampuan berpikir kritis siswa untuk kedua kelompok
pembelajaran.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Berpikir Kritis
Kedua Kelompok Pembelajaran
Kelompok
Sampel Kelompok Data Shapiro-Wilk
df Sig. Keputusan
POGIL
N-gain kemampuan berpikir
kritis – model pembelajaran
POGIL berbantuan LKS
15 0,082 Ho diterima
Pembelajaran
Konvensional
N-gain kemampuan berpikir
kritis- pembelajaran
konvensional
13 0,786 Ho diterima
11
Karena data N-gain kemampuan berpikir kritis kedua kelompok
pembelajaran berdistribusi normal, dan kedua kelompok yang dibandingkan
adalah independen, maka untuk menguji perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa menggunakan uji-t sampel independen (Independent Samples
t-Test). Uji-t sampel independen memberikan dua nilai signifikansi (Sig.) yaitu
Sig. dengan asumsi kedua kelompok yang dibandingkan mempunyai varians yang
homogen dan Sig. dengan asumsi bahwa varians kedua kelompok data yang
dibandingkan tidak homogen (Izzati, 2012: 118). Untuk keperluan itu, peneliti
terlebih dahulu melakukan uji homogenitas terhadap data N-gain kemampuan
berpikir kritis kedua kelompok pembelajaran.
Pengujian homogenitas pada penelitan ini menggunakan uji Levene dengan
bantuan SPSS versi 20, dengan taraf signifikansi yaitu α = 0,05. Rumus hipotesis
statistik untuk menguji homogenitas varians kedua kelompok data adalah sebagai
berikut:
H0: Varians kedua kelompok data N-gain yang dibandingakan adalah homogen.
H1: Varians kedua kelompok data N-gain yang dibandingkan adalah tidak
homogen.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah:
Jika p-value (Sig.) < α, dengan α = 0,05 maka H0 ditolak, jika p-value (Sig.) ≥ α,
dengan α = 0,05 H0 diterima. Hasil uji homogenitas varians data kemampuan
berpikir kritis dari kedua kelompok pembelajaran disajikan pada Tabel 4.
12
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Varians Data N-gain Kemampuan Berpikir
Kritis Kedua Kelompok Pembelajaran
N F df 1 df 2 Sig. Keputusan
28 8,938 1 26 0,006 H0 ditolak
Dari Tabel 4 diketahui bahwa data N-gain kedua kelompok pembelajaran
memiliki nilai Sig. < 0,05, sehingga H0 ditolak. Jadi, data N-gain kemampuan
berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model POGIL
berbantuan LKS dan yang mendapat pembelajaran dengan pembelajaran
konvensional mempuanyai varians tidak homogen.
Karena itu, untuk menguji perbedaan peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa pada kedua kelompok pembelajaran (pengujian hipotesis)
menggunakan Uji-t sampel independen dengan memilih nilai (Sig.) berdasarkan
varians kedua kelompok pembelajaran yang dibandingkan adalah tidak homogen.
Pengujian hipotesis menggunakan uji-t sampel independen pada penelitian
ini dilakukan dengan berbantuan SPSS versi 20, dengan taraf signifikansi yaitu α
= 0,05.
Adapun hipotesis statistik yang di uji menggunakan uji-t sampel independen
adalah sebagai berikut:
Ho: µ1 ≤ µ2 (rata-rata N-gain kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan model POGIL berbantuan LKS lebih rendah
atau sama dengan N-gain kemampuan berpikir kritis siswa yang
mendapat pembelajaran konvensional)
13
H1: µ1 > µ2 (rata-rata N-gain siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
POGIL berbantuan LKS lebih tinggi dari N-gain kemampuan
berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional)
Kriteria pengujian yang digunakan untuk uji statistik tersebut adalah: jika p-
value (Sig.) untuk uji-t sampel independen lebih kecil dari α = 0,05, maka H0
ditolak, jika p-value (Sig.) ≥ H0 diterima.
Hasil uji statistik terhadap perbedaan peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji-t Sampel Independen terhadap Perbedaan Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Kedua Kelompok Pembelajaran
N Asumsi Uji Levene t db Sig.
(1-tailed)
Keputusan
F Sig.
28 Varians sama -5,173 26 0,000
Varians tidak
sama
8,938 0,006 -5,431 20,149 0,000 Tolak H0
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan uji-t sampel independen pada
Tabel 5 dengan taraf signifikansinya 5% atau α = 0,05 diperoleh bahwa nilai
signifikansi (Sig.) dengan asumsi varians tidak sama adalah sebesar 0,000. Karena
nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,000 maka nilai signifikansinya kurang
dari 0,05. Jadi, keputusannya harus menolak Ho. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa rata-rata N-gain kemampuan berpikir kritis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan model POGIL berbantuan LKS lebih tinggi secara
signifikan dari rata-rata N-gain kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Dengan kata lain, peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model
14
POGIL berbantuan LKS lebih tinggi dari pada siswa yang mendapat pembelajaran
dengan pembelajaran konvensional.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model POGIL berbantuan
LKS dan pembelajaran konvensional. Besarnya peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa yang belajar dengan model POGIL berbantuan LKS adalah sebesar
0,65. Sementara peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar
dengan pembelajaran konvensional sebesar 0,42. Dari hasil uji-t sampel
independen diketahui bahwa perbedaan peningkatan tersebut signifikan, dimana
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model POGIL
berbantuan LKS lebih tinggi secara signifikan dari peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.
Kemudian, berdasarkan hasil lembar observasi untuk pertemuan pertama
pada lembar observasi kegiatan guru dari 33 aspek kegiatan, observer memberikan
tanda ceklis (√) ya pada 33 aspek tersebut. Hal ini menunjukan bahwa ke 33 aspek
kegiatan guru sudah terlaksana. Sedangkan pada lembar observasi kegiatan siswa
dari 27 aspek kegiatan siswa observer memberikan tanda ceklis (√) ya sebanyak
26 aspek. Hal ini berarti ada 1 aspek yang observer berikan tanda ceklis (√) tidak.
Aspek yang diberi tanda ceklis tidak yaitu siswa bertanya jika ada yang masih
kurang dipahami pada tahap eksplorasi dan penemuan konsep.
Untuk pertemuan kedua pada lembar observasi aktivitas guru dari 39 aspek
kegiatan, observer memberikan tanda ceklis (√) ya pada 39 aspek tersebut. Hal ini
15
menunjukan bahwa ke 39 aspek kegiatan guru sudah terlaksana. Sedangkan pada
lembar observasi kegiatan siswa dari 33 aspek kegiatan siswa observer
memberikan tanda ceklis (√) ya sebanyak 32 aspek. Hal ini berarti ada 1 aspek
yang observer berikan tanda ceklis (√) tidak. Aspek yang diberi tanda ceklis tidak
yaitu siswa yang masih kurang paham terkait perannya dalam kelompok bertanya
dengan guru lewat angkat tangan terlebih dahulu.
Untuk pertemuan ketiga pada lembar observasi aktivitas guru dari 32 aspek
kegiatan, observer memberikan tanda ceklis (√) ya pada 32 aspek tersebut. Hal ini
menunjukan bahwa ke 32 aspek kegiatan guru sudah terlaksana. Sedangkan pada
lembar observasi kegiatan siswa dari 26 aspek kegiatan siswa observer
memberikan tanda ceklis (√) ya sebanyak 25 aspek. Hal ini berarti ada 1 aspek
yang observer berikan tanda ceklis (√) tidak. Aspek yang diberi tanda ceklis tidak
yaitu siswa yang masih kurang paham terkait perannya dalam kelompok bertanya
dengan guru lewat angkat tangan terlebih dahulu.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran
matematika melalui model POGIL berbantuan LKS lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang mendapat pembelajaran matematika melalui pembelajaran
konvensonal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model POGIL berbantuan
LKS lebih unggul dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
16
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, P., Purwoko, P., & Indaryanti, I. 2017. Pengembangan LKS untuk melatih
kemampuan berpikir kritis dalam mata pelajaran matematika di kelas VII
SMP. Jurnal Gantang, 2(2), 145–155.
Buhaerah. 2016. Model pembelajaran matematika yang mengembangkan
kemampuan berpikir kritis, Prosiding seminar pendidikan matematika
program studi S2-S3 Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas
Negeri Malang, Malang, 28 Mei 2016.
Daryanto, dan Rahardjo, M. 2012. Model pembelajaran inovatif. Yogyakarta.
Gava Media.
Izzati, N. 2012. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan
belajar siswa SMP melalui pendekatan pendidikan matematika realistik.
Disertasi. UPI. Tidak diterbitkan.
Mahmuzah, R. 2015. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
SMP melaui problem posing. Jurnal Peluang, 4(1), 66.
Octaria, E. A. 2018. Pengaruh model process oriented guided inquiry learning
(POGIL) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis (B.S. thesis).
Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Setiawan, Y.E., Sunardi, dan Kusno. 2016. Pengembangan paket geometri untuk
mengukur keterampilan berpikir kritis, Prosiding seminar pendidikan
matematika program studi S2-S3 Pendidikan Matematika Pascasarjana
Universitas Negeri Malang, Malang, 28 Mei 2016.
Syahbana, A. 2012. Peningkatan kemampuan bepikir kritis matematis siswa SMP
melalui pendekatan contextual teaching and learning. Edumatika | Jurnal
Pendidikan Matematika, https://online-
journal.unja.ac.id/index.php/edumatica/article/view/604,16 Maret 2018.
Warsono, & Hariyanto. 2014. Pembelajaran aktif teori dan asesment. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset.
Seniati, I., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. 2015. Psikologi eksperimen. Jakarta: PT
Indeks.
Pratiwi, A. D. 2016. Pengaruh model process oriented guided inquiry learning
(POGIL) terhadap kemampuan pemecahaan masalah matematik
siswa,Skripsi,epository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31967/3/A
NITA DWI PRATIWI-FIITK.pdf, 2 Maret 2018.