penelitian tindakan kelas revisi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I menyajikan 3 (tiga) topik sebagai pengantar penulisan bahan pelatihan
pelatihan terintegrasi ini. Ketiga topik tersebut disajikan secara berturut-turut sebagai
berikut: tujuan yang akan dicapai dengan mempelajari bahan pelatihan ini; lingkup
kompetensi, yang berisi kompetensi yang akan dicakup dalam bahan pelatihan ini; dan
pentingnya mempelajari bahan pelatihan ini, yang memuat manfaat mempelajari bahan
pelatihan ini bagi peserta pelatihan. Berikut ini adalah deskripsi ringkas masing-masing
topik tersebut di atas.
1.1 Tujuan Mempelajari Bahan Pelatihan
Tujuan mempelajari bahan pelatihan ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Berikut ini adalah rumusan masing-masing tujuan
tersebut.
1.1.1 Tujuan Umum
Setelah mempelajari bahan pelatihan ini, para guru secara fungsional diharapkan
akan dapat lebih memiliki daya atau berkompetensi (empowered) secara personal maupun
profesional untuk:
(a) merancang penelitian tindakan kelas yang konseptual, metodologis, dan inovatif
untuk merespon tuntutan perbaikan kondisi kerja yang ada di lingkup
profesinya;
(b) mengimpelementasikan secara benar dan tertib rancangan tindakan yang telah
dikembangkannya tersebut di atas (a); dan
(c) menjadikan penelitian tindakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari setiap
perilaku pengajaran guru di kelas.
1
1.1.2 Tujuan Khusus
Setelah mempelajari bahan pelatihan ini, para guru diharapkan akan dapat:
(a) mengidentifikasi batasan penelitian tindakan kelas dengan tepat;
(b) menyebutkan perkembangan penelitian tindakan kelas;
(c) mengidentifikasi ciri-ciri penelitian tindakan kelas;
(d) mengidentifikasi prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas;
(e) menyebutkan manfaat yang dapat diperoleh dengan penelitian tindakan;
(f) mengidentifikasi rancangan dasar dan model-model rancangan penelitian tindakan
kelas;
(g) menganalisis situasi secara kritis;
(h) merumuskan permasalahan secara akurat;
(i) merumuskan rencana usulan pemecahan masalah sesuai dengan perumusan
masalah;
(j) mengidentifikasi aspek-aspek implementasi rencana
tindakan;
(k) menyebutkan instrumen yang dapat digunakan untuk
pengumpulan data;
(l) mengidentifikasi tatacara menganalisis data;
(m)mengidentifikasi cara melakukan refleksi;
(n) menyusun proposal penelitian tindakan kelas berdasarkan
kerangka proposal yang diberikan.
1.2 Lingkup Kompetensi
Secara umum bahan pelatihan ini berisi deskripsi singkat yang dimaksudkan
sebagai pengantar pada untuk membekali guru peserta pelatihan terintegrasi dalam
penelitian tindakan kelas. Kompetensi akhir yang akan dicapai dalam mempelajari bahan
2
pelatihan ini adalah pengetahuan yang memadai, kemampuan merencanakan, dan
keterampilan melaksanakan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Untuk
mencapai tujuan itu, dalam bahan pelatihan ini akan disajikan secara berurutan beberapa
aspek dalam penelitian tindakan kelas sebagai landasan pengetahuan pengembangan
penelitian tindakan kelas. Adapun lingkup kompetensi yang menajdi pokok sajian dalam
bahan pelatihan ini adalah sebagai berikut: (a) batasan penelitian tindakan kelas, (b)
perkembangan penelitian tindakan kelas, (c) ciri-ciri penelitian tindakan kelas, (d) manfaat
dari melakukan penelitian tindakan kelas, (e) rancangan dasar dan model-model rancangan
penelitian tindakan kelas, (f) analisis konteks, (g) perumusan masalah, (h) perumusan
rencana usulan pemecahan masalah, (i) aspek-aspek implementasi rencana tindakan, (j)
analisis data, dan (k) anatomi proposal penelitian tindakan kelas. Pada bagian akhir bahan
pelatihan disajikan simpulan. Untuk melengkapi bahan pelatihan ini, pada bagian akhir
bahan pelatihan diberikan lampiran contoh sebuah proposal penelitian tindakan kelas.
1.3 Pentingnya Mempelajari Bahan Pelatihan Ini
Seperti yang telah dipaparkan di bagian terdahulu, bahan pelatihan ini
memaparkan prinsip-prinsip yang dimaksudkan sebagai pengantar untuk memahami, dan
merencanakan dan mengimplementasikan penelitian tindakan kelas. Harapannya adalah
pengantar ini setidaknya akan memberikan 2 (dua) manfaat, yaitu, pertama, memberikan
pengetahuan teoritis yang memadai tentang konsep penelitian tindakan kelas mulai dari
latar belakang, filosofis, prinsip-prinsip perencanaan, hingga prinsip-prinsip kerangka kerja
pelaksanaannya. Selain itu, dengan berlandaskan pengetahuan teoritis yang disajikan,
diharapkan bahwa bahan pelatihan pengantar ini akan dapat memberikan bekal berupa
keterampilan praktis yang fungsional untuk merancang dan melaksanakan penelitian
tindakan kelas.
3
BAB II
KONSEP PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Bab ini memaparkan masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian tindakan
kelas, mulai dari konsep, perkembangan, hingga masalah-masalah praktis, yaitu
implementasi penelitian tindakan kelas. Untuk itu, pada Bab II secara berturut-turut akan di
sajikan topik-topik berikut: pengantar ke pembahasan tentang penelitian tindakan kelas,
batasan penelitian tindakan kelas, ciri-ciri dan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas,
mengapa harus penelitian tindakan kelas, beberapa model rancangan penelitian tindakan
kelas. Berikut ini paparan masing-masing topik tersebut.
2.1 Pengantar ke Pembahasan tentang Penelitian Tindakan Kelas
Pada masa lalu--dan mungkin juga saat ini--penelitian yang dilakukan dalam
hubungannya dengan proses pengajaran di kelas kebanyakan dirancang, dikembangkan,
dan dilakukan oleh peneliti non guru, yaitu dosen atau peneliti lain. Misalnya, seorang
dosen meneliti pengaruh penggunaan media audio terhadap peningkatan hasil belajar
mendengarkan pemahaman (listening comprehension); atau seorang peneliti melakukan
survai tentang keefektifan implementasi silabus bahasa Inggris di sekolah menengah
pertama. Dalam penelitian semacam ini, untuk praktisnya disebut penelitian konvensional,
guru kebanyakan hanya berperan sebagai responden misalnya dengan berperan mengisi
angket, atau pelaksana (enumerator) penelitian saja, yaitu sebagai pengumpul data di
lapangan. Guru tidak pernah mendapat peran sebagai perancang penelitian, apalagi
berperan sebagai pelaksana rancangannya. Singkatnya, guru tidak pernah berperan sebagai
peneliti. Dalam penelitian konvensional, ini acapkali terjadi demikian karena permasalahan
yang diangkat dalam penelitian yang bersangkutan itu bukan ditinjau dari kacamata guru,
tetapi dari kacamata orang lain yang diarahkan pada kenyataan atau praktik di kelas.
4
Bentuk penelitian konvensional semacam ini dapat berupa penelitian survai,
penelitian eksperimental, penelitian evaluatif atau jenis penelitian yang lain. Meskipun
temuan macam-macam penelitian tersebut di atas tidak dipungkiri manfaatnya, nampaknya
tindak lanjut yang didasarkan pada rekomendasi atas temuan penelitian tersebut sering
tidak terealisir atau bahkan kurang efektif. Penelitian konvensional semacam itu kurang
tepat bagi guru untuk pemecahan masalah praktis di kelasnya. Ini dapat dimengerti karena
rekomendasi yang diajukan berdasarkan temuan penelitian konvensional sering bersifat
global. Selain itu, ada kesan bahwa rekomendasi itu bukan sesuatu yang internal, yaitu
sesuatu yang muncul akibat pengalaman pribadi si guru yang benar-benar dapat dihayati
pelaksanaannya. Karena rekomendasi tersebut berasal dari 'luar' pihak guru, diduga muncul
anggapan bahwa rekomendasi tersebut bersifat instruktif, yaitu sesuatu yang harus
dilakukan yang biasanya tidak dilandasi kesadaran mengapa hal tersebut harus dilakukan.
Sekarang ini dalam dunia penelitian, ada satu jenis penelitian kelas yang lebih tepat
bagi guru untuk pemecahan masalah praktis di kelasnya dimana pelakunya adalah guru
dalam konteks pengajarannya. Tidak seperti beberapa jenis penelitian konvensional
tersebut di atas, masalah penelitian tindakan kelas diangkat oleh guru, yang kemudian
ditindaklanjuti dalam bentuk intervensi untuk peningkatan keefektifan pengajarannya.
Penelitian tindakan dengan intervensi yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan
pengajarannya seperti yang disebut di atas memiliki beberapa nama yang pada dasarnya
mempunyai pengertian yang sama. Istilah-istilah yang dimaksud, seperti yang dapat
diidentifikasi oleh McNiff (1988:2), adalah classroom research (diusulkan oleh Hopkins,
1990), self-reflective inquiry (diusulkan oleh Kemmis, 1982), dan action research
(diusulkan oleh Hustler dkk. 1986). Untuk menjaga konsistensi penggunaan istilah, dalam
pembahasan berikut ini akan digunakan istilah penelitian tindakan kelas atau disingkat PTK
(classroom action research or CAR).
Pada bab ini akan disajikan topik-topik yang terkait dengan penelitian tindakan
kelas. Topik-topik tersebut akan disajikan secara berturutan dengan urutan paparan sebagai
berikut: Pengertian Penelitian Tindakan Kelas, Sejarah Singkat Penelitian Tindakan Kelas,
Ciri-ciri Penelitian Tindakan, Mengapa Harus Penelitian Tindakan Kelas?, Beberapa Model
Rancangan Penelitian Tindakan Kelas, Memulai Penelitian Tindakan Kelas: Analisis
5
Konteks/Situation Assessment, Merumuskan Masalah, Merencanakan Tindakan,
Implementasi Rencana Tindakan dan Pengamatannya, Analisis Data dan Hasil Penelitian,
dan Refleksi.
2.2 Batasan Penelitian Tindakan Kelas
Beberapa batasan mengenai penelitian tindakan telah diusulkan oleh beberapa ahli
(misalnya Rappoport, 1970; Kemmis, 1983; Kemmis dan McTaggart, 1988; Cross, 1990;
Elliot, 1991) namun batasan yang banyak diacu adalah batasan yang dikemukakan oleh
Carr dan Kemmis (McNiff, 1988:2) berikut:
Action research is a form of self-reflective enquiry undertaken by participants (teachers, students or principals, for example) in social (including educational) situations in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations (and institutions) in which these practices are carried out.
Berdasarkan batasan yang dikemukakan Carr dan Kemmis tersebut di atas, secara
umum dapat dinyatakan bahwa penelitian tindakan sebenarnya adalah penelitian sosial.
Oleh karena itu, penelitian ini memiliki sasaran kajian yang berupa satuan-satuan sosial
yang ada dan berkembang di dalam masyarakat. Dengan kata lain, lingkup penelitian
tindakan adalah satuan kemasyarakatan (social unit), atau sesuatu yang dianggap
merupakan satuan yang bersifat kemasyarakatan. Dalam konteks penelitian tindakan kelas,
kelas dapat dianggap sebagai kesatuan yang memiliki ciri-ciri seperti yang dimiliki oleh
pengertian masyarakat pada umumnya (McNiff, 1988:4).
Dari batasan yang dikemukakan oleh Carr dan Kemmis tersebut di atas secara
khusus dapat dinyatakan kembali beberapa butir yang menarik dibahas, khususnya yang
berkaitan dengan konteks proses belajar-mengajar di kelas sebagai berikut:
Pertama, penelitian tindakan merupakan suatu proses untuk memahami diri.
Berdasarkan pernyataan ini dapat ditarik suatu pengertian bahwa penelitian tindakan
mempunyai obyek dan subyek yang bertumpu pada sesuatu yang menjadi acuannya.
6
Obyek yang merupakan sasaran penelitian dalam konteks ini dapat berarti orang, akibat
perbuatan yang dilakukannya atau interaksi antara orang dan perbuatan yang dilakukannya,
sedangkan subyek dapat diartikan pelaku penelitian. Dengan kata lain, dalam penelitian
tindakan ada peran ganda yang terjadi secara bersamaan: yang meneliti adalah juga
mengandung aspek yang diteliti.
Kedua, pelaku penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat dalam proses belajar-
mengajar: guru, siswa, dan kepala sekolah. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa penelitian
tindakan menuntut adanya syarat keterlibatan si peneliti dan kerjasama dengan pihak lain
yang terkait dalam proses pencarian seperti yang dimaksud di bagian terdahulu.
McNiff (ibid) mengatakan bahwa penelitian tindakan mengandung pengertian
pemecahan masalah yang bersama-sama dilakukan oleh baik si peneliti maupun pihak lain
yang terlibat. Ini berarti bahwa penelitian tindakan juga mempunyai beberapa implikasi
berikut. Pertama, penelitian tindakan adalah penelitian yang berorientasi pada pemecahan
masalah (problem solving) yang dihadapi oleh sekelompok masyarakat dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakatnya. Namun, tidak semua bentuk upaya pemecahan masalah
adalah penelitian tindakan. Kedua, rasa kebersamaan dalam pemecahan masalah tersebut
dapat timbul apabila sesuatu yang dianggap masalah dalam lingkup 'masyarakatnya'
tersebut dirasakan oleh semua anggota dalam masyarakat yang bersangkutan. Ketiga,
dalam konteks kemasyarakatan seperti tersebut di atas, penelitian tindakan menuntut
adanya 'pelopor' pelaku tindakan yang harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama
dengan anggota masyarakat lainnya sehingga terjadi kebersamaan dalam pemecahan
masalah yang sedang mereka hadapi.
Dalam konteks kelas, misalnya, penelitian tindakan dapat melibatkan guru, dan para
siswa yang secara bersama-sama berupaya memecahkan permasalahan yang sedang mereka
hadapi di dalam proses belajar mengajar. Guru dan siswa mempunyai kesadaran bahwa
mereka menghadapi permasalahan yang perlu pemecahannya secara bersama. Jadi
penelitian ini bukan penelitian yang, misalnya, mendudukkan guru sebagai peneliti, dan
penelitian yang menempatkan siswa sebagai obyek penelitian tanpa mengikut sertakan
mereka dalam pemecahan permasalahan yang ada.
7
Ketiga, penelitian tindakan kelas bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang
apa yang sedang terjadi di kelas, pemahaman terhadap apa yang sedang terjadi di kelas, dan
pemahaman situasi kelas itu sendiri. Selain itu, penelitian tindakan juga bertujuan untuk
mempertinggi ketajaman kebijakan guru dalam bertindak yang muncul sebagai akibat
meningkatnya pencapaian ketiga tujuan tersebut, yaitu meningkatnya kesadaran guru kelas
tentang apa yang sedang terjadi di kelas, pemahaman terhadap apa yang sedang terjadi di
kelas, dan pemahaman situasi kelas itu sendiri.
2.3 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Perkembangan dalam konsep penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas,
menjadikan prinsip-prinsip metodologis yang dianut sebelumnya yang dipercaya
keampuhannya menjadi sesuatu yang dianggap tidak memadai lagi di kemudian hari. Ini
terjadi karena adanya konsep baru yang dianggap lebih canggih dari konsep sebelumnya,
atau ketidak puasan dengan konsep lama. Perubahan seperti ini merupakan hal yang wajar
dalam dunia penelitian, dan ini menjadikan terjadinya keragaman konsep metodologi yang
diusulkan. Sementara konsep baru belum benar-benar mapan dan dipahami benar, telah
muncul konsep baru lainnya. Bagi praktisi, gejala seperti ini dapat menyebabkan terjadinya
kerancuan satu konsep dengan konsep yang lain. Hal yang sama dapat pula terjadi dengan
munculnya kembali penelitian tindakan sebagai suatu paradigma baru dalam penelitian
pendidikan yaitu konsep metodologinya. Untuk itu, para guru sebagai praktisi perlu
mengetahui, dan mengenal beberapa konsep yang berbeda.
Meskipun ada beragam konsep usulan penelitian tindakan, Hitchcock dan Hughes
(1995:27) menyatakan bahwa ciri utama penelitian tindakan kelas secara garis besar ada 2
(dua), yaitu terjadinya perubahan (change) yang diinginkan sebagai akibat tindakan
(action) yang dilakukan secara sengaja, dan kerjasama (collaboration) antara peneliti dan
yang diteliti. Lebih jauh lagi, mirip dengan pendapat Hitchcock dan Hughes (1995:27),
Kemmis dan McTaggart (1988:21) berpendapat bahwa ada empat ciri penelitian tindakan.
Keempat ciri tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian tindakan bukanlah apa
yang umumnya dilakukan guru secara individual di kelas tetapi penelitian yang menuntut
8
adanya kerja sama yang sistimatis sehingga dicapai kondisi mawas diri (awareness) pada
mereka yang terlibat atas permasalahan yang ada. Kedua, penelitian tindakan bukan
sekedar pemecahan masalah (problem solving), tetapi juga mendudukkan masalah untuk
perubahan keadaan yang lebih baik. Ketiga, penelitian tindakan bukan penelitian yang
dilakukan terhadap orang lain sebagai obyek penelitian, tetapi penelitian yang menuntut
kerjasama yang baik dengan beberapa pihak untuk pemecahan suatu masalah. Terakhir,
penelitian tindakan bukanlah penerapan metode ilmiah dalam pengajaran guna menguji
hipotesis atau mengumpulkan data untuk mencari kecenderungan umum (generalisasi)
seperti yang dilakukan pada penelitian konvensional pada penelitian ilmu-ilmu alam,
penelitian ilmiah, dan juga tidak seperti penelitian sejarah yang berupaya
menginterpretasikan situasi. Penelitian tindakan bertujuan untuk mengubah situasi kearah
yang lebih baik lagi.
Selanjutnya secara lebih rinci lagi dikatakan bahwa penelitian tindakan adalah
penelitian yang memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
A. Berdasarkan Tujuan Yang Akan Dicapai:
Ditujukan untuk memperbaiki praktik pengajaran dengan cara melakukan perubahan
dengan sengaja dan mengkaji dampak perubahan tersebut;
Menumbuhkan masyarakat dalam lingkup pendidikan yang berjiwa kritis atas
kesadaran diri untuk menanggulagi permasalahan yang mereka hadapi;
Membangkitkan kesadaran (awareness) untuk meninggalkan praktek di masa lampau
yang salah atas dasar bukti-bukti yang kuat;
B. Berdasarkan Cara Melaksanakannya:
Pembelajaran sistimatis yang dilakukan secara sengaja dan sadar;
9
Dilaksanakan berdasarkan mekanisme mawas diri/kesadaran diri melalui daur/siklus:
perencanaan-tindakan-pengamatan-refleksi;
Mulai dari lingkup kecil mengarah pada perubahan dengan spektrum yang lebih luas;
Mulai dari siklus kecil: perencanaan-tindakan-pengamatan-refleksi;
Mulai dari kelompok kerja kecil;
Menuntut peneliti untuk berpartisipasi atau kerjasama beberapa pihak dalam mengubah
keadaan ke arah yang lebih baik;
Melibatkan masyarakat pendidikan, dalam hal ini guru, utamanya untuk 'membangun
teori' atas kegiatan pembelajaran di kelasnya;
Melibatkan orang lain untuk manganalisis situasi tempat mereka berada secara
bersama;
Terbuka terhadap apa yang dapat diperhitungkan sebagai masukan; penelitian ini tidak
sekedar mencatat kejadian yang menggambarkan apa yang terjadi tetapi juga
mengumpulkan dan menganalisis pertimbangan-pertimbangan, reaksi-reaksi yang
muncul dan kesan peneliti tentang apa yang telah atau sedang terjadi;
Mencatat segala kejadian atau peristiwa dalam buku jurnal;
Melibatkan pelaku penelitian dalam perubahan yang akan berpengaruh pada orang lain;
Memungkinkan terjadinya pencatatan perkembangan yang terjadi;
Memungkinkan ditonjolkannya pembenaran (justification) yang beralasan yang dapat
diterima pihak lain sehingga mereka dapat mawas diri atas apa yang mereka kerjakan.
Singkatnya dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
memiliki ciri sebagai berikut. Ciri pertama yaitu penelitian yang dirancang, dilaksanakan,
dan dievaluasi pelaksanaannya oleh guru kelas sebagai praktisi di lapangan. Dalam
pelaksanaannya, guru kelas tersebut mungkin berkolaborasi dengan peneliti lain atau guru
lainnya yang secara aktif terlibat di semua kegiatan penelitian. Kedua, penelitian tindakan
kelas bertujuan untuk memperbaiki keadaan yang terkait dengan kinerja guru di kelas atas
dasar kesadaran dan kesengajaan perlunya untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi
dari keadaan sebelumnya (awareness through reflection). Ciri ketiga, tindakan dalam
penelitian tindakan kelas dilakukan dengan landasan pembenaran yang kuat (justification)
10
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ciri keempat adalah penelitian yang
dilakukan secara sistimatis dan metodologis dengan pendekatan daur/siklus berikut:
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam pelaksanaanya, utamanya pada
tahap pengamatan, dilakukan perekaman semua kejadian dan pengumpulan data yang
relevan. Terakhir, penelitian kelas bervisikan terciptanya guru kelas yang kritis atas kinerja
yang telah dilakukannya (reflective teachers or reflective classroom practitioners) agar
terjadi keadaan pembelajaran kelas yang lebih baik lagi.
Perlu dicatat dan digaris bawahi bahwa penelitian tindakan kelas bukan sekedar
kegiatan keseharian mengajar yang dilakukan seorang guru di kelas, dan menjurnalkan
kejadian-kejadian yang telah dialaminya selama proses belajar mengajar dalam buku jurnal.
Penelitian tindakan kelas bukan pula kegiatan penelitian oleh guru yang sekedar untuk
‘memuaskan keingintahuannya’ yang menjadikan dirinya ‘tercerabut’ dari ‘habitat’
kesehariannya sebagai guru kelas. Tetapi penelitian tindakan kelas hakikatnya adalah
kegiatan pembelajaran yang telah dirancang dengan maksud memperbaiki praktek
pengajaran dengan ketentuan-ketentuan khusus. Ciri-ciri tersebut di bagian atas itulah yang
membedakan suatu kegiatan penelitian konvensional dengan pembelajaran yang dirancang
dengan berlandaskan penelitian tindakan kelas. Secara ringkas, perbedaan penelitian
konvensional dengan penelitian tindakan kelas dapat disarikan seperti pada Tabel 1 berikut.
11
Tabel 1: Perbedaan antara Penelitian Konvensional dan Penelitian Tindakan
Kelas*
Aspek Penelitian Konvensional Penelitian Tindakan Kelas Tujuan Mendeskripsikan,
memahami, dan menerangkan gejala alam
Mengungkap dan memvalidasi hukum belajar dan mengajar secara umum
Melakukan perubahan Memberikan informasi dan
masukan apa, bagaimana, dan seberapa baik siswa belajar
Meningkatkan kualitas pengajaran
Sumber Permasalahan gejala alamiah di sekitar kemajuan dalam ipteks diskusi dengan sejawat atau
ahli pengalaman praktis
pengalaman praktis inspirasi inovatif untuk
perbaikan suatu keadaan
‘Kepemilikan’ Penelitian ahli, non guru kelas guru kelas Pelaksanaan Rancangan linier: masalah-(hipotesis)-
observasi-analisis (pengujian hipotesis)-kesimpulan-rekommendasi
spiral dan berdaur ulang/bersiklus: perencanaan-tindakan-pengamatan-refleksi
Sasaran Penelitian Populasi dan cuplikan sampelnya yang representatif
Sekelompok subyek tertentu
Tuntutan Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Tinggi Tidak terlalu dipermasalahkan
Analisis Data Statistik yang canggih (sophisticated) dan rumit (complicated)
Tidak harus menggunakan statistik yang canggih (sophisticated) dan rumit (complicated)
Orientasi Fokus Produk Formal Proses yang mengarahkan ke produk yang berupa keadaan yang lebih baik
Spektrum Makna Temuan lebih umum, dan luas kontekstual, spesifik, dan terbatas
(*hasil sintesa dari berbagai sumber: McNiff, 1988; Hubbard dan Power,1993; Hopkins,1993)
Seperti telah dipaparkan di bagian terdahulu, penelitian tindakan kelas melibatkan
lingkup kelas sebagai satuan wilayah pelaksanaannya (setting of place) beserta segala
aktifitas belajar-mengajar di dalamnya. Artinya, penelitian tindakan kelas dilakukan secara
12
simultan dalam konteks kelas. Oleh karenanya, guru yang sedang melakukan penelitian
tindakan kelas perlu menyadari hakikat yang hendak dicapai melalui penelitian tindakan,
yaitu terciptanya keadaan yang lebih baik dengan inovasi yang diimplementasikannya
sehingga dapat dihindari salah persepsi yang menjadikannya salah langkah dalam
melaksanakan penelitian tindakan kelas. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan
tersebut, guru perlu memahami prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas. Hopkins
(1990:57-59) menyebutkan 6 (enam) prinsip yang perlu diketahui oleh setiap guru yang
akan melakukan penelitian tindakan kelas. Keenam prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
(1) prinsip komitmen tugas utama,
(2) prinsip efisiensi penggunaan waktu,
(3) prinsip reliabilitas metode penelitian,
(4) prinsip permasalahan di seputar kerja,
(5) prinsip memegang prosedur etika penelitian, dan
(6) prinsip menjangkau ke luar kelas.
Makna prinsip komitmen tugas utama adalah dalam menjalankan penelitian tindakan
kelas seorang guru harus berpegang teguh pada tugas pokoknya di kelas, yaitu mengajar.
Penelitian kelas bukanlah ‘tugas tambahan’ yang dibebankan pada guru. Mengingat
penelitian tindakan kelas dilakukan secara bersamaan (simultaneous) dengan kegiatan
belajar mengajar, dan mengingat penelitian tindakan kelas bukanlah ‘tugas tambahan’,
tidak dibenarkan seorang guru yang sedang melakukan penelitian tindakan kelas
‘mengesampingkan’ tugas utamanya, yaitu mengajar. Kegiatan mengajar tetap menjadi
komitmen utama guru untuk menjadikan konteks proses belajar mengajarnya menjadi lebih
baik lagi melalui inovasi-inovasi yang diimplementasikannya.
Prinsip efisiensi penggunaan waktu maksudnya ialah bahwa pengumpulan data dalam
penelitian tindakan kelas memiliki tatacara tertentu dan prosedur ini hendaknya jangan
sampai merepotkan atau mengganggu kerja guru. Tidak diharapkan proses pengumpulan
data tersebut malah ‘menyita’ sebagiaan besar waktu guru. Dalam penelitian tindakan
kelas, produk, yaitu meningkatnya hasil belajar siswa bukan satu-satunya orientasi yang
13
akan dituju, tetapi proses untuk mencapai peningkatan hasil belajar siswa juga perlu
diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam penelitian tindakan kelas diperlukan pengumpulan
data untuk produk dan proses. Oleh karena itu, pada tahap perencanaan masalah prosedur
pengumpulan data dan instrumen yang akan digunakan harus benar-benar diperhitungkan
secara baik agar kelak masalah ini tidak malah membebani kerja guru yang memang telah
sarat dengPrinsip reliabilitas metode penelitian berarti bahwa guru sebagai seorang peneliti
tindakan kelas harus memiliki keyakinan bahwa, tanpa prosedur penelitian yang ketat dan
mengikat seperti dalam penelitian konvensional, tindakan yang ditempuhnya mampu
mengantarkannya pada pemecahan masalah yang dihadapi di kelasnya. Ia harus yakin
bahwa langkah-langkah yang dipilihnya benar. Misalnya, media pembelajaran yang
dipilihnya dapat berfungsi dengan baik; teknik mengajar yang dipilihnya tepat; dan
pemilihan alat ukur hasil belajar siswa benar. Singkatnya, ia tidak boleh memiliki keraguan
dalam mengembangkan hipotesis tindakannya maupun strategi inovatif pemecahan masalah
yang akan ia terapkan di dalam proses belajar mengajarnya. Keyakinan ini tentu saja bukan
keyakinan tanpa dasar. Keyakinan ini adalah keyakinan yang muncul atas dasar
pengetahuan profesional yang ia miliki.
Arti prinsip permasalahan di seputar kerja ialah bahwa dalam mengangkat
permasalahan penelitian tindakan kelas, guru perlu berorientasi pada hal-hal yang berada di
seputar kerjanya, utamanya masalah di lingkup kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Ia
perlu mengukur apakah masalah tersebut berada dalam jangkauan kewenangan dan
kemampuannya untuk dipecahkan meskipun permasalahan tersebut penting dan menarik. Ia
juga perlu mempertimbangkan layak tidaknya suatu masalah untuk ditangani. Juga, ia perlu
memberikan penilaian apakah masalah yang akan ditangani tersebut terlalu ‘kecil’ atau
terlalu ‘besar’.
Prinsip memegang etika prosedur penelitian berarti bahwa meskipun guru memegang
otoritas atas kelas yang menjadi tanggung jawabnya, dalam melaksanakan penelitian
tindakan kelas ia harus tetap berpegang pada ‘tatakrama’ dalam penelitian, terlebih lagi
apabila ia melibatkan siswa sebagai komponen dalam penelitiannya. Meskipun dalam
konteks Indonesia etika yang berkaitan pelibatan siswa sebagai bagian dalam penelitian ini
belum terkodifikasi secara tegas dan tersosialisasi secara meluas, dalam penelitian tindakan
14
kelas sejauh mungkin, misalnya, hindari pengeksploitasian hak-hak individu siswa sebagai
individu. Masalah lain terkait dengan etika adalah pemberitahuan kepada kepala sekolah
sebagai pemegang otoritas di sekolah juga perlu dilakukan.
Terakhir, para guru sebagai peneliti tindakan kelas perlu memahami prinsip
menjangkau ke luar kelas. Prinsip ini maksudnya ialah bahwa meskipun skala lingkup
penelitian tindakan kelas adalah kelas yang menjadi tanggungjawab guru kelas yang
bersangkutan, bukan berarti bahwa ia tertutup terhadap segala hal di luar lingkupnya. Ia
perlu ‘mencermati’ kebijakan sekolah secara menyeluruh untuk kemudian menempatkan
apa yang ia lakukan secara proporsional dalam kerangka kebijakan sekolah tersebut. Ia
perlu mengadaptasi gagasan-gagasan dan kebijakan kependidikan dari luar, misalnya,
pemerintah setempat, untuk dapat ia siasati penerapannya dalam kelasnya. Termasuk di
dalam prinsip ini ialah bertukar gagasan, pikiran, atau temuan penelitianyang dilakukannya
dengan sejawat. Dengan melihat perspektif ke luar, ia tidak akan asyik dengan dirinya
sendiri dengan penelitian tindakan kelasnya seperti katak dalam tempurung.
2.4 Mengapa Harus Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas telah dijadikan salah satu kebijakan pemerintah dalam hal
ini Departemen Pendidikan Nasional untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang
menjadi sasaran utama melalui kebijakan pemerintah ini ialah para guru sebagai ujung
tombak pendidikan nasional. Melalui kinerja guru yang memiliki keterampilan melakukan
penelitian tindakan kelas lah peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat terangkat
lebih baik lagi.
Penguasaan prinsip-prinsip penelitian tindakan dan keterampilan
mengimplementasikan suatu rancangan penelitian tindakan kelas oleh guru diharapkan
akan bermuara pada pengembangan guru sebagai suatu profesi. Bagi guru, kompetensi
fungsional tersebut setidaknya akan memberikan keuntungan ganda, yaitu pengembangan
profesional (profesional growth) dan pengembangan personal (personal growth) (McNiff,
1988:49-51).
15
Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh McNiff (1988:49), guru yang
profesional adalah praktisi lapangan yang memiliki tiga karakteristik penting sebagai
berikut. Pertama, dalam menjalankan fungsi profesi keguruannya, seorang guru profesional
akan senantiasa bertindak secara metodologis dan prosedural berlandaskan pengetahuan
teoritis yang dikuasainya dan pengetahuan empiris yang memperkaya dirinya. Di lapangan
ia tidak akan bertindak secara gegabah dan acak, tidak berlandaskan pengetahuan
konseptual. Setiap langkah tindakan dan sikap seorang guru profesional akan dapat dirujuk
kembali serta dipertanggungjawabkan pada kaidah-kaidah, norma-norma, maupun prinsip-
prinsip pengetahuan ilmiah. Melalui penelitian tindakan, kualitas positif semacam itu akan
terbentuk pada dirinya melalui proses berfikir kritis dan runtut serta bertindak dengan
kesadaran secara cermat terencana. Pola tindakannya akan terus terbina berlandaskan
proses berfikir deduktif, induktif, dan reflektif yang berkembang serta berkesinambungan.
Ia bukan seorang yang bekerja secara mekanis, tetapi ia adalah seorang eksekutif yang
bertindak secara konseptual.
Kedua, guru profesional akan memiliki komitmen yang kuat demi 'kesejahteraan'
(welfare) perkembangan pengetahuan dan keterampilan para siswanya. Ia akan senantiasa
berupaya sebaik-baiknya untuk kepentingan kemajuan serta keberhasilan siswanya. Ia akan
bertindak untuk perubahan ke arah keadaan yang lebih baik lagi bagi siswanya. Penelitian
tindakan mengasah kepekaan komitmen ini melalui perhatian dan keprihatinan guru
terhadap permasalahan yang muncul dalam menjalankan tugas-tugasnya di lapangan.
Dalam penelitian tindakan kelas, sikap ini terbentuk pertama-tama melalui tahapan
kesadaran adanya sesuatu dalam profesinya yang perlu ditingkatkan kualitasnya, mungkin
berupa kendala atau hambatan, sesuatu yang dirasanya tidak pas atau salah, atau suatu
keadaan kemandegan. Ia sepenuhnya menyadari (aware) hal tersebut, dan kemudian
dengan naluri 'berfikir konseptualnya', ia merasakan 'ketidak relaannya' untuk membiarkan
keadaan tersebut berlangsung tanpa penanganan yang memadai. Ia kemudian tergerak
untuk merancang tindakan dan kemudian bertindak (action) serta mengintervensi
(intervention) keadaan yang dipandang tidak mendukung tersebut. Semua itu dilakukan
dengan komitment tinggi demi terpenuhinya tuntutan untuk 'memandirikan' siswanya
sebagai warga masyarakat kelak.
16
Ketiga, guru profesional, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, memiliki hak
untuk menentukan sendiri kebijakan atas langkah-langkah yang dianggap terbaik yang akan
ditempuhnya di lapangan. Sejauh lingkup profesinya, ia adalah seorang yang otonom. Ia
adalah seorang yang memiliki hak atas kemandiriannya sebagai 'otoritas' di lapangan tanpa
harus sepenuhnya mengikuti atau terpengaruh pihak luar di luar dirinya yang akan
mengintervensi atau membelenggu tatakerjanya di lapangan. Ia seorang yang 'merdeka'
yang mengetahui apa yang harus dilakukannya secara profesional di kelas yang menjadi
tanggung jawabnya.
Singkatnya, dengan penelitian tindakan kelas seorang guru profesional akan
mendasarkan tatakerjanya secara konseptual, terencana, dan sistimatis. Semua itu ia
lakukan secara ilmiah, metodologis, dan terus menerus dengan kesadaran dan kemandirian
demi meningkatnya kualitas pembelajaran anak didiknya.
Selain keuntungan perkembangan profesional, dengan melaksanakan penelitian
tindakan kelas, seorang guru juga akan memperoleh manfaat personal. Secara personal,
seorang guru senantiasa akan mengasah dirinya secara terus menerus untuk 'peka' terhadap
lingkungan pada profesinya. Ia akan menjadi seorang yang memiliki kepedulian terhadap
masalah-masalah yang ada di lingkup kerjanya. Ia akan tertantang untuk terus-menerus
berfikir secara konseptual dan bertindak secara fungsional. Ia menjadi individu yang kritis
yang tidak akan cepat puas terhadap hasil kerja maupun kinerja yang telah dilakukannya.
Semua itu menjadikannya seorang yang inovatif yang selalu mencari perubahan untuk
keadaan yang lebih baik.
Sedangkan relevansinya dengan kurikulum, penelitian tindakan memberikan manfaat
berupa gambaran bagaimana kurikulum itu direalisasikan dalam bentuk nyata, yaitu
kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain, penelitian tindakan adalah pengembangan
kurikulum senyata-nyatanya. Artinya, apa yang digariskan dalam kurikulum dikembangkan
dalam program pembelajaran yang kemudian diimplementantasikan secara nyata dalam
bentuk proses belajar mengajar di kelas. Hasil implementasi ini dapat memberikan
masukan yang bermanfaat sebagai landasan bagi pengembangan kurikulum itu sendiri di
kemudian hari.
17
2.5 Model Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
Pada bagian ini akan disajikan disain penelitian tindakan. Untuk mendapatkan sudut
pandang yang lebih melebar lagi mengenai penelitian tindakan, sebelumnya akan disajikan
jenis penelitian tindakan ditinjau dari otonomi pelaksanaannya.
Sejak awal kelahirannya kembali, penelitian tindakan kemudian berkembang dengan
pesat. Perkembangan ini dapat dilihat dari dimensi wilayah maupun konsepnya sendiri.
Dalam dimensi kewilayahan, misalnya, penelitian tindakan tidak hanya diminati di tanah
kelahirannya saja, yaitu Amerika tetapi juga di negara-negara lain seperti di Inggris,
Australia maupun di Jerman. Dalam perkembangan konsepnya penelitian tindakan
pendidikan ditandai dengan munculnya beberapa 'bentuk' penelitian tindakan dengan fokus
tertentu. Habermas (McTaggart, 1991:25) secara kritis mengidentifikasi tiga macam:
penelitian tindakan teknis, penelitian tindakan praktis dan penelitian tindakan
emansipatoris.
Penelitian tindakan teknis dalam pandangan Trip (McTaggart, 1991:27) sama dengan
'ketrampilan melaksanakan program yang dirancang orang lain'; ketrampilan di sini artinya
kecanggihan teknik untuk merubah suatu kondisi yang dianggap tidak menguntungkan. Ciri
penelitian tindakan pendidikan jenis ini adalah 'dorongan dari pihak lain'. Artinya bahwa
guru melakukan penelitian tindakan atas dasar masalah-masalah yang dirumuskan oleh
pihak lain yang bukan merupakan kepentingan praktis yang dihadapi oleh para guru. Salah
satu bentuk penelitian tindakan teknis adalah penerapan temuan penelitian lain untuk
pemecahan suatu masalah pendidikan yang belum tentu merupakan permasalahan
kependidikan guru yang menerapkan temuan penelitian tersebut. Penelitian tindakan
semacam ini hendak menguji tingkat kebermaknaan temuan penelitian lain secara praktis
pada konteks yang berbeda. Dalam konteks ini guru bertindak sebagai pelaksana yang
merealisasikan perumusan permasalahan dari 'fasilitator', yaitu peneliti. Berbeda dengan
penelitian tindakan teknis, penelitian tindakan praktis ditandai dengan adanya dorongan
dari 'pihak guru sendiri'. Penelitian tindakan praktis menurut Trip (McTaggart, 1991:29)
sama dengan 'penciptaan'. Maksudnya, dalam melaksanakan penelitian tindakan, guru
mendasarkan pada permasalahan yang dihadapi mereka sendiri, bukan permasalahan pihak
18
luar. Campur tangan pihak luar, yaitu peneliti ahli, hanya berperan sebagai fasilitator yang
akan memberikan konsultasi terhadap pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh guru,
seperti misalnya perumusan permasalahan, pembuatan rancanangan penelitian, memonitor
pelaksanaan penelitian dan mengeveluasi hasil penelitian.
Secara konseptual penelitian tindakan emansipatoris tidak sama seperti penelitian
tindakan teknis maupun praktis. Perbedaannya ialah bahwa penelitian tindakan jenis
terakhir ini semata-mata 'dari dan oleh guru' tanpa bantuan kemudahan dari pihak luar
manapun. Artinya, dalam memformulasikan permasalahan, merancang pemecahannya, dan
mengevaluasi hasilnya, guru tidak mendapatkan atau menggunakan 'campur tangan' dari
pihak luar mana pun.
Seperti dipaparkan pada bagian terdahulu, penelitian tindakan dapat diklasifikasikan
menjadi tiga berdasarkan tingkat otonomi guru dalam pelaksanaannya. Ketiganya memiliki
ciri-ciri pembeda yang jelas. Akan tetapi, secara konseptual mekanisme dasar pelaksanaan
ketiga jenis penelitian tindakan tersebut sama. Artinya penelitian tindakan mensyaratkan
terjadinya rangkaian modus kegiatan tertentu. Ada beberapa rancangan yang diusulkan.
Lewin (McNiff, 1988:22) melukiskan proses penelitian tindakan dalam bentuk suatu sistem
rangkaian kegiatan yang berkesinambungan dalam bentuk spiral, yang masing-masing
kegiatan terdiri dari empat tahap proses, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan perenungan (reflecting). Kemmis dan McTaggart (Mc
Taggart, 1991:31) menegaskan bahwa keempat tahap tersebut bukan langkah yang statis
yang tidak terkait antara satu dengan lainnya. Dalam pelaksanaannya, keempat tahap
seperti yang disyaratkan Lewin tersebut di atas secara kronologis saling berhubungan.
Kebijakan untuk melakukan sesuatu pada satu tahap merupakan konsekuensi dari kegiatan
yang terjadi pada tahap sebelumnya. Dampak dari pelaksanaan kebijakan ini dalam satu
siklus merasionalkan rangkaian kegiatan lain pada siklus berikutnya dan ini terus berlanjut
dalam rangkaian siklus-siklus berikutnya. Untuk kejelasannya, perhatikan ilustrasi
sederhana berikut ini.
Dalam suatu praktik pembelajaran bahasa Inggris, misalnya, seorang guru
mendapatkan kesan bahwa kesalahan siswa terjadi secara sistimatis dalam penggunaan
tenses. Berdasarkan pengamatan tersebut, si guru menganggap perlu untuk mengadakan
19
pemecahan masalah yang dihadapi siswa. Langkah yang ditempuh adalah program
remidial. Untuk keperluan itu, ia perlu membuat perencanaan (planning) yang mungkin
mencakup antara lain, pemilihan materi yang sesuai, pemilihan strategi mengajar yang
dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif pada siswa, penggunaan media yang cocok,
dan sebagainya. Setelah persiapan tersebut siap, guru melakukan langkah kedua, yaitu
melakukan tindakan (acting) proses belajar-mengajar berdasarkan rencana yang telah
disusunnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru mengacu pada pemecahan
permasalahan yang dihadapi siswa, yaitu penggunaan tenses. Pada akhir program sesuai
dengan rancangannya, diadakan pengamatan kemajuan belajar siswa (observing).
Sebenarnya, pengamatan ini tidak harus dilakukan pada akhir program. Pengamatan,
misalnya, dapat dilakukan beberapa kali pada kurun waktu tertentu dalam tahap acting.
Dan ini dapat dilakukan dengan memberikan tes, kuesioner, atau check list pada siswa.
Hasil analisis tahap ini adalah informasi mengenai kualitas atau kuantitas kesalahan siswa
dalam hal penggunaan tenses. Informasi hasil analisis ini akan merupakan masukan untuk
meninjau kembali permasalahan pokok (reflecting). Dalam tahap ini, akan terungkap
apakah masalah utama sudah teratasi. Artinya, apakah setelah 'perlakuan' tertentu yang
diterapkan untuk pemecahan masalah membawa dampak perubahan kepada keadaan yang
lebih baik atau tidak. Kalau jawabannya positif, berapa persen permasalahan tersebut dapat
terpecahkan. Atau mungkin pula, masalah lain apa yang muncul.
20
Gambar 1 Alur Langkah Penelitian Tindakan menurut Kemmis
(Adaptasi dari McNiff, 1988:27)
Plan
Reflect
Observe Act
Revised Plan
Reflect
Observe Act
Keseluruhan rangkaian proses yang dilakukan guru mulai dari langkah perencanaan
(planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan perenungan (reflecting) seperti
yang dilukiskan di atas membentuk satu siklus kegiatan, yaitu siklus I. Permasalahan yang
masih perlu ditangani setelah tahap perenungan (reflecting) perlu dirumuskan dan ditindak
lanjuti pada tahap berikutnya. Dan langkah-langkah yang diambil menggunakan pola sesuai
21
langkah pada siklus sebelumnya. Semua langkah-langkah tersebut membentuk Siklus 2,
demikian seterusnya.
Selain rancangan usulan Kemmis (McNiff (1988:27) tersebut di atas, masih
ada beberapa rancangan lain penelitian tindakan kelas, misalnya rancangan usulan Elliot
(McNiff, 1988:29), usulan Ebbutt (McNiff, 1988:32), dan usulan McKernan (Hopkins,
1990:52). Dibandingkan dengan rancangan usulan Kemmis (McNiff (1988:27), ketiga
rancangan yang disebut terakhir ini dipandang memiliki rancangan yang lebih rumit untuk
diaplikasikan. Oleh karena itu, ketiga rancangan tersebut tidak akan disajikan di bagian ini
karena alasan kepraktisan.
Berdasarkan paparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa penelitian
tindakan kelas memiliki model dasar dengan rancangan yang sederhana. Selain itu,
penelitian tindakan kelas juga memiliki rancangan pengembangan yang beragam yang
diusulkan oleh beberapa ahli. Model mana atau rancangan mana yang akan dipilih sebagai
pendekatan pemecahan masalah di kelas tergantung dari beberapa faktor. Faktor pertama
yang perlu dipertimbangkan guru adalah karakteristik permasalahan. Permasalahan yang
banyak jumlahnya, kompleks dan saling terkait akan memerlukan penanganan yang tidak
sederhana. Untuk itu, peneliti perlu melakukan analisis permasalahan yang lebih rinci lagi
sehingga memungkinkan dilakukannya inventarisasi permasalahan secara utuh dan lengkap
(comprehensive). Inventarisasi semacam ini membantu dalam proses perancangan
penelitian, misalnya dalam hal pengelompokan permasalahan, prioritas pemecahannya,
dan penentuan banyaknya siklus besar dan subsiklus-subsiklusnya. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah keterbatasan atau kendala non teknis, misalnya waktu yang
tersedia. Peneliti perlu mempertimbangkan apakah guru cukup memiliki waktu yang dapat
digunakan untuk pemecahan permasalahan yang telah dipilihnya. Dengan keterbatasan
waktu yang tersedia (perlu diingat oleh guru bahwa dalam penelitian kelas guru tidak
hanya memisahkan antara kegiatan belajar mengajar dengan kegiatan penelitiannya;
kegiatan belajar mengajarnya itulah ya juga merupakan kegiatan penelitiannya), guru tentu
saja tidak akan menggunakan rancangan yang kompleks, yang nantinya malah akan
merepotkan dirinya dalam pelaksanaan penelitiannya.
22
Meskipun banyak hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru sebelum
memutuskan memilih suatu rancangan penelitian tindakan kelas, berdasarkan pengalaman,
model dasar, yang mencakup langkah-langkah perencanaan (planning), tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan perenungan (reflecting), nampaknya cukup memberikan
keleluasan bagi guru untuk melakukan suatu penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu,
setidaknya untuk pemula, sebaiknya guru perlu benar-benar menguasai prinsip-prinsip dan
implementasi langkah-langkah tersebut secara baik dan benar. Selanjutnya, pengembangan
langkah dasar tersebut yang menuntut digunakannya rancangan yang kompleks dapat
dilakukan kemudian beriring dengan pengalaman-pengalaman melakukan penelitian
tindakan kelas apalagi kalau disadari bahwa rancangan-rancangan yang dikembangkan
para ahli tersebut masih merupakan usulan yang teoritis sifatnya.
23
BAB III
APLIKASI PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Bab ini memaparkan masalah-masalah teknis yang berkaitan dengan
implementasi penelitian tindakan kelas. Untuk itu, secara berturut-turut akan di sajikan
topik-topik berikut: memulai penelitian tindakan kelas: analisis konteks/situation
assessment, merumuskan masalah, merencanakan tindakan, implementasi rencana tindakan
dan pengamatannya, analisis data dan hasil penelitian, refleksi, anatomi proposal penelitian
tindakan kelas, dan simpulan. Berikut ini paparan masing-masing topik tersebut.
3.1 Memulai Penelitian Tindakan Kelas: Analisis Konteks/Situation Assessment
Telah dipaparkan di bagian terdahulu bahwa penelitian tindakan kelas
memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik penelitian-penelitian konvesional
lainnya (yaitu penelitian kualitatif maupun kuantitatif), meskipun pada dasarnya unsur-
unsur dasar yang menjiwai penelitian tindakan kelas dan penelitian konvesional lainnya
dalam beberapa hal dapat dikatakan sama. Penelitian konvesional maupun dalam penelitian
tindakan setidaknya dijiwai oleh 3 (tiga) unsur sebagai berikut: apa yang akan diteliti,
bagaimana menelitinya, dan apa kontribusi yang akan disumbangkannya. Aspek pertama
berkaitan dengan masalah penelitian; aspek kedua menyangkut tatacara menelitinya, atau
metode penelitiannya, dan aspek ketiga berhubungan dengan apa yang akan disumbangkan
atau manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan. Bagian ini secara spesifik akan
memaparkan langkah-langkah dalam penelitian tindakan kelas. Dalam paparan tiap langkah
akan disajikan beberapa aspek terkait didalam setiap langkahnya.
Dalam penelitian konvensional, permasalahan kerap kali dimaknai sebagai
kesenjangan yang muncul antara harapan yang diinginkan dan kenyataan yang ada.
Kesenjangan ini lah yang akan digunakan sebagai landasan tumpu untuk merumuskan
masalah penelitian. Lazimnya, dalam penelitian konvesional, permasalahan dapat digali
24
melalui beberapa cara. Cara-cara yang umum digunakan antara lain menggali melalui
kajian atau reviu terhadap suatu teori yang dipandang sudah mapan atau suatu kebijakan
suatu lembaga yang menjadi titik perhatian peneliti. Dapat juga peneliti melakukan
penggalian dengan cara mengkaji atau mereviu penelitian relevan yang telah dilakukan
sebelumnya. Seorang peneliti dapat pula melakukan diskusi dengan sejawat atau ahli untuk
menggali sumber masalah yang akan menjadi minat penelitiannya. Cara lain yang mungkin
dilakukan adalah dengan mendasarkan pada pengamatan atau pengalaman sehari-hari,
yaitu, sumber permasalahan digali dari praktek. Dalam penelitian konvensional,
permasalahan itulah yang dapat dipandang sebagai titik tolak dilakukannya suatu kegiatan
penelitian.
Tidak seperti penelitian konvensional, permasalahan dalam penelitian
tindakan setidaknya dapat digali melalui 2 (dua) modus. Cara pertama yang dapat
dilakukan oleh peneliti adalah melalui permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan
praktek, yang dapat berupa hambatan, kesenjangan, atau dilema. Cara lain dapat dilakukan
tanpa harus diawali dengan permasalahan. Penelitian tindakan kelas dapat pula dimulai
dengan mengangkat isu tentang nuansa ketidakpuasan terhadap suatu keadaan atau praktek
pembelajaran dan pengajaran yang terjadi di kelas. Jadi, penelitian ini tidak diawali melalui
perumusan masalah seperti dalam penelitian konvensional atau cara pertama di atas.
Perasaan ketidakpuasan ini kemudian mendorong peneliti/praktisi untuk mencari cara agar
keadaan yang kurang menguntungkan yang dihadapinya dapat menjadi lebih baik lagi.
Cara yang mana pun, baik yang pertama, yaitu perasaan adanya kesenjangan, maupun cara
kedua, yaitu perasaan ketidakpuasan ini, dapat dimunculkan dari kacamata seorang peneliti
atau seorang ahli non guru, atau seorang praktisi, yaitu guru.
Baik melalui cara yang pertama maupun kedua, seorang peneliti atau praktisi
yang merasakan adanya kesenjangan atau ketidakpuasan ini sadar (aware) perlunya
penelusuran terhadap (a) inti yang menyebabkan ‘terganggunya’ atau ‘terhambatnya’
praktik yang terjadi di kelas, dan (b) cara-cara mengatasinya. Penelusuran inti penyebab
dan kerangka dasar rancangan pemecahan permasalahan, dapat diarahkan atau dipertegas
dengan menggunakan beberapa pendekatan. Dalam bahasa Barret dan Whitehead seperti
yang dikutip oleh McNiff (1988:57),.ada 6 (enam) pertanyaan yang dapat digunakan oleh
25
peneliti atau praktisi untuk mengarahkan penelusuran inti penyebab dan kerangka dasar
rancangan pemecahan permasalahan berikut:
1. What is your concern?2. Why are you concerned?3. What do you think you could do about it?4. What kind of ‘evidence’ could you collect to help you make some judgement about
what is happening?5. How could you collect such ‘evidence’?6. How could you check that your judgement about what has happened is reasonably
fair and accurate?
Singkatnya, penegasan apa yang akan 'ditangani' dan bagaimana akan
menanganinya melalui penelitian tindakan kelas dapat dirumuskan sebagai berikut: Apa
yang menjadi titik keprihatinan Anda dalam kegiatan belajar mengajar sebagai guru kelas?
Mengapa hal itu menjadikan Anda prihatin? Apa yang kira-kira dapat Anda lakukan untuk
mengatasi keprihatinan Anda tersebut? Bukti-bukti apa yang dapat Anda tunjukkan untuk
membantu Anda memberikan penilaian yang masuk akal terhadap yang sedang Anda
prihatinkan? Bagaimana cara Anda mengumpulkan bukti-bukti tersebut? Bagaimana Anda
mengetahui bahwa penilaian Anda terhadap hal yang menjadikan keprihatinan Anda benar-
benar tidak memihak dan akurat?
Pendekatan lain yang mirip dengan usulan Barret dan Whitehead tersebut di
atas untuk 'mendudukan masalah' adalah dengan cara mengajukan pertanyaan berikut: (a)
Dalam wilayah apa hambatan, kesenjangan, atau dilema terjadi?, (b) Bagaimana hambatan,
kesenjangan, atau dilema terjadi?, (c) Mengapa hal tersebut menjadi hambatan,
kesenjangan, atau dilema?, (d) Sejauhmanakah dampak yang ditimbulkan oleh hambatan,
kesenjangan, atau dilema yang terjadi tersebut terhadap keefektifan atau efisiensi proses
belajar-mengajar?,
Pendekatan lain dikemukakan oleh Kemmis dan McTaggart (1988:91).
Mereka memandang perlu dimunculkannya adanya masalah dengan tema tertentu (thematic
26
concern) pada langkah awal. Tema ini menjadi 'payung' yang mencakup dimunculkannya
berbagai topik permasalahan yang akan digarap. Pengalaman empiris penggunaan
gabungan pendekatan tematis seperti yang dikemukakan oleh Kemmis dan McTaggart
(1988:91) tersebut dan saran perlunya brainstorming berdasarkan tema yang teridentifikasi
seperti saran Hubbard dan Power (1993:5) ternyata memberi kemudahan pada penggalian
topik-topik masalah yang lebih spesifik yang akan digarap. Melalui pendekatan seperti ini
ternyata selain diperoleh 'peta' permasalahan yang lebih utuh dan menyeluruh, pemilihan
pemecahan tindakannya pun mulai dapat dibayangkan pada saat pemilihan usulan
pemecahan yang paling 'pas' sesuai keadaan lapangan. Adapun alur kerjanya adalah seperti
yang terpampang pada Gambar 5.
27
Gambar 5: Alur Usulan Pemecahan Masalah
Masalah Tematis
Brainstorm
Topik Terpilih
Analisis Faktor-faktor Kemungkinan Penyebab
Usulan Pemecahan Masalah (Imagined Solutions)
1. …..2. …..3. …..4. …..5. …..
Analisis Kelayakan terhadap Usulan Pemecahan Masalahuntuk Memperoleh Usulan Ideal Yang Diinginkan
(To get the most effective and efficient with the minimum risks or loss)
Pengembangan Rencana Tindakan
28
Wilayah apa saja yang dapat dijadikan bahan kajian? Dengan menggunakan
kerangka kajian yang diusulkan oleh Dunkin dan Biddle (1974), sumber ‘tema’ yang dapat
diangkat untuk dikaji dapat berasal dari variabel konteks, variabel proses, maupun variabel
produk. Variabel konteks dapat memberikan wilayah kajian ditinjau dari sub variabel-sub
variabel guru, siswa, maupun lingkungan; variabel proses menawarkan wilayah kajian
antara lain interaksi belajar mengajar, implementasi metode, teknik ataupun strategi
pengajaran, pengelolaan kelas; dan variabel produk memberikan peluang kajian pada
bidang-bidang antara lain hasil belajar, sikap, pengelolaan informasi, strategi belajar, atau
motivasi siswa.
Tabel 2: Wilayah Kajian Penelitian Tindakan Kelas(adaptasi Dunkin dan Biddle (1974)
Variabel Konteks Variabel Proses Variabel Produk Guru Siswa Lingkungan
Interaksi belajar mengajar Metode/teknik/strategi
mengajar Pengelolaan kelas
Hasil belajar Sikap/Belief Pengelolaan informasi
hasil belajar Strategi belajar Motivasi belajar
3.2 Merumuskan Masalah
Setelah masalah relatif dapat teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah
merumuskan masalah. Pertanyaannya adalah 'Bagaimanakah cara
merumuskan/permasalahan' nya?' 'Memakai pertanyaan terbuka atau tertutup kah?' Ada
beberapa pendapat berbeda mengenai masalah ini. Hubbard dan Power (1993:5-6)
berpendapat sejauh mungkin hindari perumusan masalah dengan pertanyaan tertutup yang
memerlukan jawaban "Ya" atau "Tidak". Ia menyarankan digunakannya pertanyaan terbuka
untuk merumuskan permasalahan. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hopkins
(1993:67-69) menyatakan baik pertanyaan terbuka maupun tertutup dapat saja digunakan
untuk merumuskan permasalahan dalam penelitian tindakan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
pertanyaan terbuka umumnya digunakan untuk merumuskan permasalahan yang diawali
29
dengan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan praktek; sedangkan pertanyaan
tertutup digunakan untuk merumuskan permasalahan yang diawali dengan mengangkat isu
tentang nuansa ketidak puasan terhadap suatu keadaan atau praktek pembelajaran dan
pengajaran yang terjadi di kelas. Menurut pengalaman di lapangan, penggunaan pertanyaan
terbuka dan tertutup untuk merumuskan permasalahan penelitian tindakan hendaknya
jangan terlalu dipermasalahkan benar. Pertanyaan mana pun, dapat digunakan asal
perumusannya baik, yaitu sepanjang perumusannya dapat mengarahkan peneliti kepada
esensi menjadikan keadaan lebih baik setelah dilakukannya penelitian tindakan kelas.
Berikut ini adalah contoh bagaimana 'akar permasalahan' suatu penelitian
tindakan dapat dicari, ditemukan, dan dirumuskan dengan menggunakan pertanyaan usulan
Barret dan Whitehead tersebut di atas. Perhatikan bagian jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan di atasnya. Bagian jawaban ini merupakan jawaban yang
diberikan seorang guru yang pernah melakukan penelitian tindakan kelas pada saat ia
memulai menjajagi akar permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran siswa di
kelasnya. Perhatikan bagaimana ia akhirnya merumuskan permasalahan penelitian yang
akan dilakukannya.
Apa yang menjadi titik keprihatinan Anda dalam kegiatan belajar mengajar sebagai guru kelas?
Saya merasa prihatin dengan hasil kegiatan pembelajaran menulis (writing) siswa. Siswa menuangkan gagasan dalam karangan dengan pola tidak tertib, runtut, dan terfokus.
Mengapa hal itu menjadikan Anda prihatin?
30
Menulis sebenarnya bukan sekedar kegiatan menggabungkankalimat-kalimat sehingga menjadi suatu bentuk karangan berupa paragraf atau esei. Menulis adalah kegiatan kompleks lebih dari sekedar menggabungkan kalimat-kalimat. Menulis sebenarnyasuatu kegiatan yang melibatkan proses fikir yang hasilnya kemudian dituangkan secara visual dalam bentuk tulisan/karangan. Dengan demikian, tulisan/karangan sebenarnya dapat dikatakan sebagai cerminan proses berfikir seseorang. Karangan yang runtut mencerminkan proses fikir yang runtut pula; karangan dengan pola yang tidak tertib, kacau, dan tidak terfokus mencerminkan proses berfikir yang tidak tertib, kacau, dan tidak terfokus pula.
Proses berfikir yang tidak tertib, kacau, dan tidak terfokus tentu saja tidak menguntungkan siswa. Dalam proses pembelajaran di kelas para siswa pada hakekatnya sedang dilatih untuk berfikir yang baik, yaitu tertib, runtut, terfokus, dan logis. Proses pembelajaran yang tidak baik tidak memberikan bekal yang baik bagi kehidupan siswa kelak, yaitu misalnya, ketika mereka melanjutkan pendidikan tinggi mereka di perguruan tinggi, yang menuntut mereka untuk menggunakan ketrampilan menulis dengan alur yang jelas.
Apabila praktek semacam ini dibiarkan terjadi terus menerus, kemajuan ilmu pengetahuan maupun terobosan-terobosan baru khususnya dalam bentuk tulisan berbahasa Inggris akan sulit diharapkan dari siswa di masa depan.
Apa yang kira-kira dapat Anda lakukan untuk mengatasi keprihatinan Anda tersebut?
31
Pola berfikir melingkar tipikal orang timur nampaknya juga terjadi pada para siswa. Namun, sebagai golongan terpilih yang akan meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi, penyampaian kerangka fikir yang berputar berpeluang mengaburkan ide pokok yang akan diutarakan. Selain itu, pola penyampaian gagasan yang berputar berpeluang pula menimbulkan kesalah-fahaman pada pihak-pihak yang terlibat dalam kominukasi. Hal ini tentu saja tidak dikehendaki dalam dunia akademik. Oleh karena itu, untuk menangani hal-hal yang tidak diharapkan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya penanganan secara sistimatis dan ilmiah (systematic and scientific intervention).
Permasalahan yang akan dipecahkan melalui penelitian ini berkaitan dengan kurang bersistimnya guru dalam pengajaran writing sehingga siswa tidak memiliki kemampuan mengembangkan gagasan dalam bahasa Inggris dengan baik dan benar. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut ialah dengan membenahi pembelajaran siswa melalui penggunaan Analysis-Synthesis Approach. Permasalahan penelitian ini saya rumuskan secara umum sebagai berikut.
"Sejauh manakah pendekatan Analysis-Synthesis Approach mampu meningkatkan kemampuan menulis paragraf siswa kelas III?"
Secara rinci, permasalahan umum ini saya jabarkan sebagai berikut:
1. Seberapa jauh penggunaan ‘Analysis-Synthesis Approach’ dapat meningkatkan ketrampilan siswa kelas III dalam menulis paragraf?
2. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan ‘Analysis-Synthesis Approach’?
Bukti-bukti apa yang dapat Anda tunjukkan untuk membantu Anda memberikan penilaian yang masuk akal terhadap yang sedang Anda prihatinkan?
32
Ada dua bukti yang dapat saya ajukan, yaitu bukti teoritis dan empiris. Kaplan (1966) berteori bahwa secara universal pola berpikir kultural suatu bangsa berbeda satu dengan lainnya. Bangsa Asia, misalnya, termasuk bangsa Indonesia, menganut pola berpikir dengan sistem retorik sirkular. Artinya, pengekspresian ide-ide disampaikan tidak secara langsung, yaitu basa-basi banyak digunakan untuk mencapai tujuan. Di lain pihak, bangsa Barat atau non-Asia, seperti bangsa Inggris, mempunyai kecenderungan untuk memakai sistem retorik langsung, maksudnya pencetusan ide diutarakan tanpa uraian berkelit. Dengan kata lain, perbedaan pola berpikir ini dilatarbelakangi oleh perbedaaan kultur, yaitu kultur bangsa Barat berbeda dengan kultur bangsa Timur.Perbedaan sistem retorik ini jarang tidak disadari oleh guru sehingga tidak pernah tersentuh dalam pembelajarn menulis.
Selanjutnya, beberapa temuan empirik (Sulistyo, 1996; Latief, 1996) mengungkapkan bahwa para lulusan SMU yang melanjutkan studi di Jurusan Bahasa Inggris, IKIP Malang, pada umumnya memiliki ketrampilan menulis bahasa Inggris yang kurang memadai, yaitu (1) siswa kurang trampil dalam berargumentasi atau kurang kritis dalam pengungkapan ide, dan (2) siswa kurang trampil dalam pengorganisasian ide.
Alasan berikutnya berdasarkan observasi di kelas dan interviu secara informal dengan guru-guru bahasa Inggris di sekolah menengah. Terungkap pengalaman beberapa hal berikut. Guru tidak memiliki gambaran yang jelas tentang tatacara mengajarkan writing. Pembelajaran ‘writing’ menurut pandangan siswa adalah menulis sebanyak-banyaknya. Namun, bagaimana tatacara membuat siswa dapat menulis sebanyak-banyaknya tidak diketahui oleh guru. Dengan kata lain, dalam kegiatan pembelajaran ‘writing’, guru pada umumnya tidak memberikan bekal yang cukup pada siswa sehingga siswa mampu mengungkapkan buah pikirannya dalam tulisan yang benar. Dalam praktek pengajaran writing pada umumnya guru hanya memberikan beberapa topik. Kemudian guru meminta para siswa menuliskan sebuah karangan berdasarkan topik yang menjadi minatnya. Siswa tidak dibekali tatacara yang benar bagaimana menemukan ide, bagaimana mengembangkan ide, bagaimana mengelola informasi yang diperolehnya, dan bagaimana merencanakan penyajian informasi yang diperolehnya dalam bentuk tulisan yang benar.
Bagaimana cara Anda mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
Melalui dua sisi, yaitu sisi teoritis dan empiris. Dari kajian teori, yaitu Kaplan (1966); dari kajian empiris, yaitu temuan penelitian
33
yang dilakukan oleh Sulistyo (1996); Latief (1996); dan observasi di kelas dan interviu secara informal dengan guru-guru bahasa Inggris. Saya juga memandang perlu untuk memberikan tes awal kepada para siswa.
Bagaimana Anda mengetahui bahwa penilaian Anda terhadap hal yang menjadikan keprihatinan Anda benar-benar tidak memihak dan akurat?
Acuan teoritis dan empiris bersifat bebas nilai tidak memiliki tendensi yang bersifat subyektif. Oleh karena itu, kedua acuan itu pada umumnya tidak memiliki kepemihakan. Selain itu, baik acuan teoritis dan empiris juga bersifat akurat. Jadi dengan mendasarkan pada acuan teoritis dan empiris, saya dapat memberi penilaian bahwa hal yang menjadikan keprihatinan saya benar-benar tidak memihak dan akurat.
3.3 Merencanakan Tindakan (Planning)
Setelah langkah-langkah identifikasi 'masalah' dan perumusannya telah
dilakukan, seperti yang dipaparkan di bagain terdahulu, langkah selanjutnya adalah
merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk menjadikan keadaan yang diprihatinkan
menjadi lebih baik. Tujuannya adalah mengembangkan rencana tindakan strategis (action
strategies) berdasarkan situation assessment yang menghasilkan perumusan permasalahan
akurat dan terfokus/spesifik.
Apa saja yang perlu dilakukan tim peneliti? Menurut pengalaman, karena
penelitian tindakan bersifat kolaboratif, yaitu penelitian yang melibatkan beberapa pihak,
hal utama yang paling penting adalah penyamaan 'visi', 'misi', dan perencanaan 'aksi',
mulai dari perumusan permasalahan hingga rencana pemecahannya dalam tim peneliti.
Penyatuan bahasa ini penting agar tiap individu yang terlibat dalam tim memiliki gambaran
utuh tentang apa yang terjadi, landasan konseptual dan rasional untuk bertindak, peran
masing-masing individu dalam tim, kapan bertidaknya, dimana, dan bagaimana akan
34
bertindaknya. Semua itu akan bermuara pada situasi dimana mereka dapat berperan secara
optimal dan kolaboratif dalam tim.
Suatu perencanaan yang matang akan memberikan gambaran yang lebih
nyata/konkrit dan alasan yang mendasarinya tentang beberapa hal penting sebagai berikut:
(a) permasalahan yang akan ditangani beserta perumusan hipotesis tindakannya 1, (b) siapa
yang akan terlibat menangani, termasuk subyek penelitiannya, (c) gambaran rencana utama
dan cadangan (fallback plan) dan rencana-rencana tindakan alternatif lainnya sekiranya
rencana utama tidak funsional seperti yang diharapkan, (d) pemetaan langkah-langkah
kegiatan beserta alokasi waktunya, (e) penentuan instrumen pengumpul data dan tatacara
penggunaannya, (f) perencanan analisis data dan penetapan indikator keberhasilan
pemecahan masalah. Singkatnya, pada tahap perencanaan gambaran utuh dan rinci tentang
hal berikut sudah dapat diketahui: rancangan tindakan, subyek yang terlibat, alat dan proses
pengumpulan data, dan analisis data. Tabel berikut menyajikan contoh 'pengangkatan suatu
permasalahan' dan implikasinya pada tujuan penelitian, hipotesis tindakan, dan rencana
tindakannya.
Tabel 3: Rumusan Masalah dan Implikasi Metodologis Penyertanya.
Masalah Tujuan Hipotesis Tindakan Rencana Tindakan
Kualitas menulis Merancang Pembelajaran menulis Beberapa hal berikut
1 Untuk mengarahkan pengembangan rencana tindakan strategis, tidak jarang digunakan hipotesis tindakan sebagai landasan pengembangannya. Tidak seperti penelitian konvensional pada umumnya, hipotesis tindakan ini tidak akan diuji secara statistik. Namun dapat dikatakan bahwa hipotesis tindakan berperan sebagai ‘sign post’-- sebagai penunjuk arah. Meskipun perumusan hipotesis tindakan tidaklah bersifat suatu keharusan, perumusan hipotesis tindakan yang jelas, yaitu perumusan yang tidak berpotensi menimbulkan penafsiran yang beragam, akan memberikan arahan yang benar terhadap ‘penanganan’ permasalahan yang menjadi titik fokusnya. Artinya, perumusan hipotesis tindakan yang tepat akan memiliki implikasi metodologis yang penyertanya.
35
paragraf siswa masih rendah dengan indikator tidak runtut dan teraturnya tatacara siswa mengemukakan gagasan dalam tulisan mereka, yaitu penyajian gagasan sirkular/melingkar.
pembelajaran yang mampu mengubah tatacara siswa dari penyajian gagasan sirkular/melingkar mejadi tatacara penyajian gagasan secara liniar dalam bentuk paragraf
Mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang mampu mengubah tatacara siswa dari penyajian gagasan sirkular/melingkar mejadi tatacara penyajian gagasan secara liniar dalam bentuk paragraf
Analysis-Synthesis Approach,yaitu pembelajaran yang dirancang berlandaskan: (a) perlunya adanya penyadaran pada siswa tentang adanya tatacara pengungkapan gagasan berfikir sirkular/melingkar dan liniar, dan (b) pembimbingan proses pembelajaran yang sistimatis melalui pendekatan analisis tema dan sintesa rinci mampu meningkatkan kualitas menulis paragraf siswa
perlu direncanakan:1. Penetapan
indikator rancangan pembelajaran Analysis-Synthesis Approach
2. Penetapan langkah-langkah strategi pembelajaran Analysis-Synthesis Approach
3. Penetapan bahan pembelajaran Analysis-Synthesis Approach
4. Penetapan indikator keberhasilan pembelajaran Analysis-Synthesis Approach
5. Penetapan alat ukur keberhasilan pembelajaran Analysis-Synthesis Approach
6. Penetapan strategi dan alat-alat pengumpulan data
7. Penetapan strategi dan alat analisis data
3.4 Implementasi Rencana Tindakan dan Pengamatannya (Implementing and Observing)
Berikut ini beberapa saran praktis yang diusulkan McNiff (1988:68-70).
Penelitian tindakan bersifat kolaboratif dalam kesetaraan atau singkatnya kesetaraan dan
36
kolaborasi. Dalam pengimplemetasian rencana tindakan, unsur kolaborasi benar-benar
perlu dipegang baik-baik melalui kontak komunikasi yang jelas. Bagaimana hal ini dapat
dilakukan? Banyak cara, misalnya, dengan mengadakan diskusi secara terjadwal. Jadwal
pertemuan untuk membahas masalah-masalah penelitian dapat dilakukan dengan
menyesuaikan banyaknya siklus yang digunakan. Rapat koordinasi mungkin dapat
dilakukan per minggu atau per dua minggu disesuai dengan keadaan dan kebutuhan.
Penggunaan buku log juga sangat membantu untuk beberapa keperluan. Selain
merekam semua kejadian, buku log juga berguna untuk melaporkan apa yang telah dan
sedang dikerjakan anggota lain. Kuncinya adalah terjalinnya komunikasi yang baik antara
satu anggota dengan anggota lain sehingga semua yang terlibat mengetahui (well informed)
apa yang sedang terjadi. Suatu keputusan yang diambil atas tim adalah keputusan kolektif
yang mengikat semua anggota tim. Setiap anggota tim bertanggung jawab atas
pelaksanaannya (Kemmis dan McTaggart, 1981:106). Dengan kolaborasi yang baik,
pengimplementasian rencana diharapkan dapat dilakasanakan dengan baik pula. Apalah
artinya rencana yang telah disusun dengan susah payah, dan dianggap baik, ternyata
dilaksanakan secara 'sembrono'.
Selain itu perlu juga dilakukan kegiatan penulisan untuk pelaporan baik secara
formal maupun tidak formal. Tujuannya adalah merekam semua kejadian yang teramati
selama proses implementasi tindakan. Penulisan memberikan manfaat untuk
'mengklarifikasi' gagasan yang timbul sehingga dapat dihindari ketidakjelasan yang
berpotensi menimbulkan kesalah pahaman diantara anggota atau diri sendiri. Selain itu,
penulisan yang jelas akan membantu mengarahkan langkah implementasi jika dipandang
pada suatu tahapan telah melenceng dari garis yang ditentukan di rencana tindakan. Ini
perlu difahami karena di dalam penelitian tindakan tidak jarang hal yang tidak terduga di
tengah pengimplementasian rencana tindakan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apabila
ini terjadi perlu langkah cepat, tepat, dan kolaboratif.
Hopkins (1993:79) menambahkan perlunya fokus terhadap hal yang menjadi
pusat keprihatinan/perhatian, dan perlunya berpegang pada kriteria yang telah ditetapkan
dalam hal penggunaan alat atau metode observasi. Selain itu, ia juga menekankan perlunya
37
tiap anggota tim peneliti memiliki pengetahuan tentang strategi pengumpulan data dan
ketrampilan yang memadai dalam 'menggunakan' alat atau metode pengumpulan data.
Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas dimaksudkan sebagai langkah
untuk pengumpulan data relevan yang akan digunakan setidak-tidaknya untuk 2 (dua)
kepentingan yang berlainan. Kepentingan pertama adalah untuk mengetahui keefektifan
dan efisiensi rencana tindakan, yaitu rancangan pembelajaran sebagai suatu program;
sedangkan kepentingan kedua adalah untuk memonitor proses dan hasil pembelajaran siswa
melalui pembelajaran yang dikembangkan. Dalam beberapa hal, pengamatan dapat pula
berperan sebagai langkah awal dalam penelitian tindakan (periksa Hubbard dan Power,
1993).
Baik untuk kepentingan pertama maupun kedua, dalam kegiatan observasi
perlu dicermati beberapa hal berikut ini: apakah rencana telah berjalan sesuai skenario?
Kalau jawabannya positif, perubahan apa yang dapat diamati? Seberapa jauh? Apakah
tujuan implementasi tindakan dapat dicatat kemajuannya? Apakah ada kejadian yang
muncul dan tidak diperkirakan sebelumnya di dalam skenario rencana tindakan? Kejadian
apa dan apa sebab kemunculannya? Kalau rencana tindakan tidak berjalan sesuai rencana,
amati apa penyebabnya. Mengapa bisa terjadi demikian?
Alat atau metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data pun
beragam. Hubbard dan Powers (1993:9-48), misalnya, menyebutkan sebagai berikut: note
taking, students' work and artifacts, interviews, surveys, sociogram, audiotaping dan
videotaping. (Kemmis dan McTaggart, 1981:100) menyebutkan teknik-teknik berikut
beberapa diantaranya mirip dengan yang disebutkan oleh Hubbard dan Powers di atas:
anecdotal records, field notes, ecological behavioral description, document analysis,
diaries, logs, item sampling cards, questionnaires, interviews, sociometric methods,
interaction schedule and checklist, tape recordings, video recording, photographs and
slides dan tests of student performance.
Sementara itu, McNiff (1988:76-80) mengklasifikasikan alat atau metode
pengumpul data menjadi tiga, yaitu (1) metoda kertas dan pena (paper and pen methods),
yang meliputi catatan lapangan, buku harian, atau jurnal, catatan harian siswa, dan
kuesioner; (2) metoda ‘perekaman hidup’ (‘live’ methods), yang mencakup metoda
38
sosiometri, interviu, dan diskusi; dan (3) metoda ostensif (ostensive methods) yang
mencakup perekaman audio maupun visual, misalnya foto, atau perekaman audiovisual.
Kejadian yang terekam melalui metode ini dapat dilihat kembali dengan memutar rekaman
peristiwa yang diamati. Selain alat yang telah disebutkan di atas, dapat pula digunakan tes.
Misalnya, suatu penelitian tindakan kelas berupaya mengetahui apakah pembelajaran
speaking dengan menggunakan teknik question and answer dapat meningkatkan fluency
siswa. Pengumpulan datanya dapat dilakukan dengan tes kinerja (performance test) untuk
mengukur seberapa banyak jumlah kata yang dapat dihasilkan siswa dalam suatu ujaran,
misalnya. Cara lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah melalui karya-
karya siswa yang dikumpulkan melalui prosedur portfolio. Karya siswa yang dimaksud,
misalnya, dapat berupa karangan siswa yang dikumpulkan secara periodik.
Masing-masing alat atau metode pengumpul data tersebut di atas memiliki
kegunaan yang khas. Dengan demikian masing-masing memiliki kelemahan dan
kelebihannya. Hopkins (1993) secara panjang lebar membahas kelebihan dan kekurangan
beberapa alat atau metode pengumpul data tersebut di atas. Untuk menggunakan suatu alat
atau metode pengumpul data, guru sebagai peneliti perlu menengok kembali permasalahan
yang diangkatnya dan mengamati kembali fokus yang menjadi minatnya. Jadi sebelum
menentukan alat atau metode pengumpul data yang sesuai dengan kebutuhannya, ia perlu
mencermati hakikat data yang tercermin dari permasalahan penelitiannya. Hal yang
terpenting lagi adalah guru perlu memiliki keterampilan khusus untuk menggunakan alat
atau mengimplementasikan metode pengumpul data tertentu. Untuk itu, latihan yang
memadai amat diperlukan sehingga guru benar-benar terampil dengan penggunaan alat
tersebut. Alat yang bagus, metode yang canggih, tapi pengoperasian yang asal-asalan tidak
akan menghasilkan terkumpulnya data yang diharapkan, mungkin hanya akan membuang
tenaga saja.
3.5 Analisis Data (Analysing) dan Hasil Penelitian (Findings and Results)
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan fokus yang menjadi perhatian
peneliti, data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis. Pertama-tama perlu dilakukan
39
kelengkapan data, yang diikuti dengan pengkodean data kalau diperlukan. Selanjutnya,
dilakukan pengecekan data perolehan dengan indikator keberhasilan—kalau keberhasilan
merupakan tolok ukurnya--yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Pada tahap ini
kegiatan ‘scanning’ contoh aktifitas yang menjadi fokus akan dilakukan dengan cara
pemberian kode atau tanda-tanda tertentu. Tujuannya adalah untuk analisis lanjut yang
lebih mendalam. Contoh aktifitas yang discan ini mungkin berupa aktifitas yang
diharapkan atau yang menyimpang.
Langkah lain yang perlu dilakukan adalah pengorganisasian data. Hal yang
perlu diingat dalam analisis data adalah bahwa data yang terekam adalah kumpulan
informasi yang mengindikasikan sesuatu--yang menunjukkan gejala adanya sesuatu di
baliknya. Kumpulan-kumpulan informasi ini akan fungsional, yaitu bukan sekedar menjadi
‘saksi bisu’ atas sesuatu, kalau peneliti mampu memberikan ‘makna’ atas kumpulan
informasi tersebut sehingga ia bisa ‘menangkap’ sesuatu di balik kumpulan data tersebut. Ia
mungkin perlu mengkaitkan satu gejala dengan gejala lain untuk melihat keseluruhan profil
masalah yang menjadi minatnya.
Singkatnya, ia perlu pula mereduksi data, yaitu proses penyeleksian,
pemfokusan, penyederhanaan, pengabstraksian, dan pengubahan data mentah dari catatan
harian, catatan lapangan dan pengumpul data lainnya. Ia akan pula membuat ringkasan
hasil analisis, memilah-milahnya, mengelompokannya (Miles dan Huberman, seperti yang
dikutip Hopkins, 1993:159-160) dan akhirnya ia akan melakukan penerikan kesimpulan
yang logis dan rasional.
Mengingat penelitian tindakan kelas menggunakan pola siklus, analisis data
dapat dilakukan berdasarkan data yang terkumpul pada siklus tertentu. Jadi proses analisis
dapat dilakukan secara terus-menerus (ongoing analysis). Peneliti tidak perlu menunggu
selesainya semua proses dalam siklus dilakukan untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya ialah pengelolaan hasil penelitian.
Pengelolaan hasil penelitian yang baik akan mempertinggi kualitas pelaksanaan penelitian
tindakan kelas. Tujuan pengelolaan adalah untuk memfasilitasi pelaporan dalam rangka
pertanggungjawaban ‘akademis dan moral’ atas apa saja yang telah dilakukannya dengan
40
bukti-bukti hasil penyertanya. Apa saja yang penting dikelola untuk dilaporkan?
Setidaknya ada dua hal, yaitu proses (processes) dan bukti (evidence).
Yang dimaksud proses adalah bagaimana inovasi yang diusulkan itu
diimplementasikan dalam siklus-siklus yang telah dirancangnya. Dari proses ini akan
terlihat terjadinya (atau tidak terjadinya) perubahan-perubahan dari satu siklus ke siklus
berikutnya. Untuk itu, guru dituntut untuk mampu mendeskripsikan semua proses
pelaksanaan penelitian secara akurat dan runtut. Apabila ini dapat dilakukan dengan baik,
inilah sebenar-benarnya hasil dari penelitian tindakan itu, yaitu proses, tidak hanya
deskripsi data hasil observasi saja.
Selain itu, untuk mendukung hasil proses dan sebagai landasan penting untuk
melakukan kegiatan refleksi, guru perlu menyertakan bukti-bukti pendukung. Bukti-bukti
pendukung ini bisa berupa sajian data dalam bentuk kurva, grafik, diagram, atau tabel yang
dibuat komunikatif untuk memudahkan pembacaan. Dalam hal ini bukan kecanggihan
gambar yang penting, tetapi bagaimana guru mengolah data yang diperolehnya sehingga
data tersebut dapat direduksi, diabstraksikan, dan direpresentasikan dalam berbagai bentuk
visual tersebut. Selain bukti-bukti berupa representasi visual, guru perlu pula mengelola
hasil fisik (artifact) yang merupakan karya otentik siswa. Ini dapat berupa hasil proyek
kecil mereka, misalnya berupa realia, gambar-gambar, karangan, dan sebagainya. Hal lain
yang juga penting yang perlu diingat bagi peneliti adalah bukan hanya hal-hal yang positif
saja yang direkam dan dianalisis (misalnya, tingkat keberhasilan teknik mengajar,
meningkatnya skor perolehan siswa, meningkatnya motivasi siswa dan lain sebagainya),
tetapi juga hal-hal lain seperti misalnya upaya-upaya yang dilakukan (struggles) untuk
mengatasi kendala di lapangan pada waktu mengimplementasikan rencana tindakan,
hambatan-hambatan yang dihadapi, dan kegagalan-kegagalan yang terjadi. Hal yang juga
tidak kalah penting untuk direkam dan di analisis adalah perubahan-perubahan yang terjadi
baik perubahan yang diharapkan atau yang diantisipasi sebelumnya maupun perubahan
yang tidak terduga sebelumnya namun penting, misalnya dalam hal sikap (attitude) dan
kepercayaan (belief).
3.6 Refleksi (Reflecting)
41
Secara sederhana, sesuai maknanya, maksud kegiatan refleksi adalah kegiatan
mencerminkan kembali, memantulkan kembali, atau mengenangkan kembali. Dalam
penelitian tindakan kelas, seorang peneliti perlu mengetahui dua hal berikut: apa
sebenarnya yang perlu dicerminkan kembali? dan apa yang perlu dilakukan untuk itu?
Dalam kegiatan penelitian tindakan kelas, kegiatan refleksi dilakukan setelah
proses observasi dan analisis data. Dalam kegiatan refleksi guru sebagai peneliti akan
melihat kembali hal-hal yang telah dilakukannya dalam kegiatan pengajaran yang telah
dirancangnya. Ia juga melihat kembali dampak yang ditimbulkan dari rancangan kegiatan
pengajarannya. Dari segi tujuan yang telah ditetapkannya, ia akan mengevaluasi tingkat
keberhasilan atau tingkat kegagalan atas tindakan yang telah dilakukannya: Apakah ia
berhasil atau gagal dalam mengimplementasikan rancangan pembelajarannya? Kalau
berhasil, seberapa jauh? Kalau gagal, apa sebabnya? Ia juga perlu mencaritahu hal-hal di
luar rencana yang muncul pada saat implementasi rencana tindakan.
Dasar apa yang digunakannya untuk mengevaluasi tindakan pengajaran yang
telah dilakukannya? Dasar yang digunakan berupa data-data yang telah terkumpul dan
dianalisisnya. Data tersebut dapat berupa karya siswa, skor, dan sebagainya.
Ia dapat melakukan evaluasi dengan paradigma SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, and Threats) atas implementasi rencana tindakan yang telah
dilakukannya: ia akan melihat kembali keunggulan inovasi yang diusulkannya. Ia juga akan
menganalisis kelemahannya. Ia juga akan menganalisis seberapa besar peluang yang dapat
diraih untuk pemecahan masalah yang dihadapinya? dan apa ancaman-ancaman atau
kendala-kendala yang menghadang inovasi unggulannya? Hasil evaluasi ini akan
merupakan dasar untuk menentukan perlu tidaknya tindak lanjut pada siklus berikutnya.
42
BAB IV
ANATOMI PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Untuk mengembangkan proposal penelitian tindakan kelas, perlu diketahui
terlebih dahulu anatomi proposalnya. Proposal penelitian tindakan pada umumnya memuat
unsur-unsur pokok dengan sistematika tertentu. Bab IV menyajikan unsur-unsur pokok
yang perlu ditulis pada proposal penelitian tindkan kelas.
Pada bagian berikut secara berturut-turut hal-hal yang perlu dipertimbangkan
pada unsur-unsur pokok pada proposal penelitian tindakan kelas dengan topik-topik sajian
sebagai berikut: (1) Judul Penelitian, (2) Pendahuluan, (3) Kajian Pustaka, Hipotesis
Tindakan, dan Rencana Tindakan, (4) Metode dan Prosedur Penelitian, (5) Jadwal
Penelitian, (6) Rencana Anggaran Biaya Penelitian, (7) Daftar Pustaka, (8) Riwayat Hidup
Peneliti. Contoh proposal yang dikembangkan berdasarkan unsur-unsur tersebut dapat
dilihat di Lampiran.
4.1 Judul Penelitian
Judul penelitian ditinjau dari bentuk fisiknya hendaknya dirumuskan singkat
dan padat, yaitu sedapat mungkin tidak lebih dari dua puluh kata; jelas pengertiannya dan
tidak berpotensi menimbulkan makna ganda. Selain itu, ditinjau dari esensinya, judul
penelitian hendaknya mengandung unsur permasalahan (variabel) yang menjadi fokus dan
juga menyebut formulasi cara atau tindakan pemecahan permasalahannya. Setting
pelaksanaan dan sasaran penelitian tindakan juga perlu dicantumkan pada judul.
Berikut ini beberapa contoh judul penelitian tindakan yang telah diadaptasi
dan pernah dilakukan oleh beberapa sejawat guru SLTP di berbagai daerah:
43
1. Meningkatkan Penguasaan Spelling Siswa Kelas I SLTP 1 Jumo dengan Meaningful
Copying;
2. Meningkatkan Kemampuan Memahami Informasi Rinci Sebuah Wacana melalui
Jumbled Letter Actvities dan Deskripsi Gambar pada Siswa Kelas III SLTPN Bonti
Kabupaten Sanggau;
3. Meningkatkan Scanning Skills Siswa Kelas III SLTP dengan menggunakan
Textboards;
4. Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris dengan Memaksimalkan
Fungsi-fungsi Ungkapan melalui Pemberian Materi Otentik;
5. Comparative Integrated Reading and Composition: Sebuah Alternatif Meningkatkan
Reading Skills Siswa Kelas II SLTP IV Boyolali;
6. Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Group Discussion melalui Games.
4.2 Pendahuluan
Pendahuluan menyajikan setidaknya empat hal, yaitu konteks penelitian
sebagai latar belakang, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan manfaat hasil
penelitian. Berikut ini akan dipaparkan secara singkat masing-masing unsur tersebut.
Konteks penelitian sebagai latar belakang dapat dilakukan melalui situation
assessment, yaitu paparan kendala, hambatan, atau tantangan yang dihadapi sebagai
kesenjangan yang terjadi antara harapan dan kenyataan. Pada bagian ini perlu
dideskripsikan harapan dan kenyataan secara jelas disertai dengan data-data pendukung
yang relevan yang mengarahkan kepada kemunculan kendala, hambatan, atau tantangan
tersebut. Harapan dapat berupa kebijakan yang telah ditetapkan, misalnya tujuan umum
pembelajaran yang telah ditetapkan di kurikulum atau silabus bahasa Inggris atau tujuan
khusus pembelajaran yang ditetapkan dalam rencana pelajaran atau kebijakan lain baik
yang dibuat oleh guru, sekolah, atau kantor pendidikan nasional lainnya. Tahap ini disebut
paparan mengenali masalah (problem recognition).
44
Hal kedua dalam pendahuluan adalah perumusan masalah. Setelah
kesenjangan dapat dikenali, selanjutnya identifikasi secara lebih spesifik kemudian
formulasikan secara tepat masalah yang benar-benar menjadi fokus. Uraikan mengapa
masalah ini dipandang penting dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Sebutkan secara spesifik aspek apa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas yang kena
dampaknya. Uraikan seberapa jauh dampak yang ditimbulkannya. Selanjutnya paparkan
kemungkinan faktor-faktor penyebab munculnya masalah tersebut (identification of
possible sources of the recognized problem). Sebutkan faktor yang dipandang paling
dominan. Nyatakan perlunya pemecahan masalah tersebut. Berikan rasional mengapa
masalah tersebut perlu segera dipecahkan. Paparkan cara-cara yang mungkin dapat
dilakukan untuk menanganinya. Tentukan satu cara yang diduga paling efektif dan efisien
untuk mengatasi masalah tersebut.
Berikut ini beberapa contoh rumusan masalah:
Kegiatan apakah yang dapat mendorong siswa untuk merevisi karangan mereka?*
Bagaimanakah pendekatan lokakarya penulisan (writing workshop) dapat meningkatkan
keterampilan menggunakan tanda baca dalam tulisan karya siswa?*
Bagaimanakah pendekatan pembelajaran multi struktur dan lintas budaya dapat
meningkatkan kemahiran para siswa dalam berbicara di depan publik melalui
expository discourses?
Seberapa efektifkah penggunaan ‘Big Book’ untuk meningkatkan penguasaan functional
skills pada kelas besar?
Bagaimanakah konsep yang keliru pada siswa tentang penggunaan The Past Tenses dan
The Present Perfect Tenses dapat dibenahi dengan menggunakan ‘Time-line Visual
Media’?
Catatan: * adaptasi dari Hubbard dan Power (1993:2).
45
Perumusan masalah dapat dilakukan dengan menentukan masalah umum
terlebih dahulu, kemudian perumusan masalah secara rinci. Perhatikan contoh penjabaran
masalah umum berikut menjadi masalah rincinya.
Secara umum, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah penggunaan ‘Big Book’ dapat mengubah perilaku pembelajaran functional
skills siswa pada kelas besar?
Secara rinci, permasalahan umum ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
3. Seberapa jauh penggunaan ‘Big Book’ dapat meningkatkan pembelajaran siswa pada
functional skills pada kelas besar ‘Big Book’?
4. Bagaimanakah sikap siswa tentang penggunaan ‘Big Book’ dalam pembelajaran
bahasa Inggris di kelas?
5. Bagaimanakah kegiatan pembelajaran siswa dengan penggunaan ‘Big Book’ dalam
pembelajaran bahasa Inggris di kelas?
Hal ketiga adalah tujuan penelitian. Mengingat penelitian tindakan tidak dapat
dipisahkan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas, tujuan penelitian dengan demikian
adalah merancang suatu pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi masalah yang
dihadapi dan sekaligus mengimplementasi rancangan pembelajaran tersebut untuk melihat
dampak yang ditimbulkan dari implementasinya. Perumusan tujuan penelitian tentu saja
harus sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Perhatikan contoh
perumusan tujuan penelitian tindakan berikut ini.
46
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, secara umum tujuan penelitian ini
adalah merancang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan ‘Big Book’ untuk
mengubah perilaku pembelajaran functional skills siswa pada kelas besar?
Secara rinci, permasalahan umum penelitian tersebut dapat dijabarkan lebih rinci
sebagai berikut:
1. Menganalisis dampak penggunaan ‘Big Book’ terhadap pembelajaran functional skills
siswa pada kelas besar;
2. Menganalisis sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan
‘Big Book’ di kelas besar;
3. Menganalisis kegiatan pembelajaran siswa pada pembelajaran bahasa Inggris dengan
penggunaan ‘Big Book’ di kelas besar.
Hal keempat adalah manfaat hasil penelitian. Penelitian tindakan diharapkan
memberikan kontribusi praktis (meskipun tidak menutup kemungkinan dihasilkannya
kontribusi teoritis), yaitu manfaat yang langsung dirasakan untuk keperluan proses belajar
mengajar. Paparkan secara jelas siapa yang akan memanfaatkan hasil penelitian tindakan
yang akan dilakukan, dalam hal apa manfaatnya akan dirasakan, dan bagaimana bentuk
manfaatnya. Perumusan manfaat penelitian sedapat mungkin operasional karena ini kelak
akan terkait dengan saran yang akan diberikan pada pihak-pihak yang telah disebut di atas,
dan saran ini pun juga harus operasional.
4.3 Kajian Pustaka dan Hipotesis Tindakan
Kajian pustaka pada umumnya memuat teori-teori dan hasil penelitian
terdahulu yang mutakhir dan relevan. Tujuan perujukan teori tidak sekedar hanya untuk
keperluan pelacakan state of the art yang mengarah pada pembentukan theoretical
framework penelitian yang akan dilakukan, tetapi perujukan tersebut dapat memberikan
pembenaran (justification) terhadap rencana tindakan inovatif yang diusulkannya.
47
Singkatnya, usulan inovatif pemecahan masalah yang akan dilakukan perlu memiliki
justifikasi teoritis yang memadai.
Kajian penelitian terdahulu yang relevan akan memberikan gambaran hal-hal
yang telah dilakukan peneliti terdahulu, termasuk di dalamnya wilayah kajiannya, cara atau
prosedur mengkajinya, keberhasilannya atau mungkin kegagalannya, dan tentu saja
hasilnya. Kajian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu.
Kajian teoritis dan empiris yang memadai akan memberikan beberapa
keuntungan bagi peneliti, yaitu peneliti dapat memperoleh perluasan wawasan atas masalah
penelitian yang sedang digarapnya, dan peneliti mendapatkan gagasan-gagasan alternatif-
alternatif konseptual cara pemecahan masalah. Singkatnya, kajian pustaka yang memadai
akan ‘gambaran’ konseptual yang merupakan landasan pijakan untuk merencanakan
tindakan yang permasalahannya telah diformulasikan sebelumnya. Pada bagian ini dapat
dirumuskan hipotesis tindakan, yang pada hakekatnya berfungsi memberikan arah tatacara
pemecahan masalah.
4.4 Metode dan Prosedur Penelitian
Bagian ini memuat setidaknya 5 (lima) komponen, yaitu (a) model rancangan
yang digunakan, (b) konteks penelitian, (c ) strategi tindakan, (d) pengembangan
instrumen, dan (e) analisis data dan refleksi. Berikut paparan singkat masing-masing
komponen. Sebutkan model rancangan yang digunakan, yaitu model rancangan siapa.
Berikan rasional mengapa model rancangan penelitian ini dipilih. Kaitkan dengan
permasalahan penelitian yang telah diangkat. Sebut berapa siklus yang akan diperlukan
untuk pemecahan masalah dan jelaskan landasan apa yang digunakan untuk penentuan
siklus tersebut. Paparkan apa yang akan dilakukan pada siklus yang digunakan.
Konteks penelitian memaparkan siapa yang terlibat dalam tim peneliti, siapa
yang menjadi sasasaran penelitian, berapa jumlahnya, dan bagaimana karakteristik mereka.
Selain itu konteks penelitian memamparkan lokasi dan waktu penelitian.
Strategi tindakan memaparkan masalah teknis yang terkait dengan rancangan
pembelajaran yang akan diimplementasikan. Uraikan indikator rancangan pembelajaran
48
yang akan diimplementasikan; demikian pula langkah-langkah strategi pembelajarannya.
Paparkan pula bahan pembelajaran yang diperlukan.
Pengembangan instrumen memaparkan jenis data apa yang diharapkan akan
dikumpulkan dari sumber data apa/siapa. Jelaskan instrumen apa saja yang akan digunakan
untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Berikan rasional penggunaan suatu instrumen.
Uraikan cara pengadaan instrumen tersebut: adaptasi, adopsi, pengembangan baru.
Analisis data dan refleksi memuat cara-cara dan strategi menganalisis data
yang telah terkumpul. Paparkan perubahan yang diharapkan melalui penetapan indikator
keberhasilan pembelajaran yang diimplementasikan. Uraikan bagaimana hasil analisis data
dapat digunakan untuk melakukan evaluasi atas apa yang telah terjadi sebagai refleksi.
4.5 Jadwal Penelitian
Jadwal kegiatan pada umumnya dibuat dalam bentuk matriks. Matriks ini
memuat kegiatan penelitian dan alokasi waktu kegiatan. Kegiatan penelitian hendaknya
dituliskan sejak dari kegiatan awal, yaitu penulisan proposal dan disain operasionalnya,
persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian yang tertuang dalam banyaknya siklus,
penulisan draf laporan, seminar draf laporan, revisi laporan, dan pengiriman laporan akhir.
4.6 Rencana Anggaran Biaya Penelitian
Pengembangan jadwal penelitian yang rinci dapat pula digunakan sebagai
dasar untuk pengembangan rencana anggaran biaya penelitian. Dasarnya adalah rincian
kegiatan penelitian yang kemudian diberi satuan-satuan tertentu dengan unit cost tertentu.
Rencana anggaran yang akurat dan riil akan membantu tim peneliti dalam setiap
langkahnya dalam penelitian.
4.7 Daftar Pustaka Rujukan
49
Sebutkan sumber pustaka yang benar-benar digunakan sebagai acuan di dalam
proposal. Sumber pustaka yang tidak dirujuk tidak perlu dituliskan pada daftar pustaka
rujukan. Teks dapat berasal dari sumber pustaka yang berbeda, misalnya jurnal, laporan
penelitian, internet, dan sebagainya. Untuk itu perlu diperhatikan tatacara penulisannya.
Gunakan pedoman penyusunan daftar pustaka yang standar, misalnya American
Psychological Association (APA) atau yang lain. Konsistensi daftar pustaka penulisan
perlu dijaga.
4.8 Riwayat Hidup Peneliti
Daftar riwayat hidup peneliti bukan sekedar pajangan. Dari daftar riwayat
hidup ini akan diketahui pengalaman akademis peneliti dalam bidangnya. Dari daftar
riwayat hidup akan diketahui seberapa jauh ia memiliki kompetensi yang relevan dengan
penelitian yang diajukannya.
Biasanya daftar riwayat hidup memuat hal-hal berikut: identitas pribadi
peneliti yang mencakup nama, agama, tempat dan tanggal lahir, alamat (kantor, rumah, e-
mail); later belakang pendidikan peneliti yang mencakup jenis pendidikan, nama lembaga
pendidikan, tahun pendidikan, dan gelar pendidikan; pengalaman pelatihan yang meliputi
nama pelatihan, lama pelatihan, tempat pelatihan, dan waktu pelatihan; karya ilmiah
peneliti yang mencakup judul karya ilmiah, tahun terbit, identitas penerbit, lokasi penerbit;
dan pengalaman penelitian.yang mencakup judul penelitian, tahun penelitian, kedudukan
dalam penelitian, dan sponsor.
50
BAB V
SIMPULAN
Pada bagian terdahulu telah dipaparkan beberapa model penelitian tindakan
yang mungkin dapat diterapkan dalam penelitian tindakan kelas. Model-model tersebut
memiliki langkah-langkah implementasi yang berbeda yang menjadi ciri khas masing-
masing pendekatan. Meskipun demikian, tujuan dasar yang hendak dicapai dengan model
yang beragam tersebut sama, yaitu upaya sistimatis pemecahan masalah dalam praktik
untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik lagi. Berkaitan dengan karakteristik masing-
masing model, pemilihan dan penggunaan model mana yang dapat digunakan akan
tergantung dari beberapa hal. Pertama, faktor karakteristik permasalahan nampaknya
merupakan satu hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih model yang
sesuai. Identifikasi masalah yang dilakukan perlu dianalisis lebih lanjut sehingga akan
dihasilkannya seperangkat daftar permasalahan. Jabaran masalah ini selanjutnya perlu
dipetakan lebih akurat, kalau mungkin dalam bentuk klasifikasi permasalahan berdasarkan
(a) jenjang keterkaitan logis esensi permasalahannya, (b) tingkat urgensi pemecahan
permasalahannya, (c) tingkat kompleksitas permasalahannya, dan (d) perkiraan waktu yang
tersedia untuk pemecahan permasalahan yang teridentifikasi. Keberhasilan pada tahap ini
akan tergantung pada sejauh mana peneliti cukup kritis dan sensitif untuk 'melihat'
(examine and evaluate critically) permasalahan yang dihadapi dalam praktik pendidikan di
kelas. Faktor kedua yang perlu mendapatkan perhatian adalah tersedianya sumber daya dan
fasilitas yang diperkirakan akan dapat mendukung pelaksanaan penelitian tindakan.
Masalah yang terpilih untuk pemecahannya berdasarkan skala prioritas kemudian
diproyeksikan dalam suatu matriks 'cetak biru' yang menunjukkan hubungan antara
permasalahan yang dihadapi dengan ketersediaan sumber daya dan fasilitas. 'Cetak biru' ini
merupakan kerangka dasar yang akan melandasi pelaksanaan penelitian tindakan yang
sedang dirancang. Ketiga adalah faktor karakteristik 'masyarakat'. Permasalahan yang sama
yang terjadi pada suatu kelompok masayarakat lain yang berbeda kemungkinan akan
51
memerlukan strategi pemecahan masalah yang berbeda. Pemecahan masalah yang muncul
pada masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungannya, misalnya, tentu
akan memerlukan strategi penerapan model penelitian yang tidak sama dibandingkan
dengan pemecahan masalah yang muncul pada masyarakat yang memiliki kepedulian
rendah. Oleh karena itu, sekali lagi 'kepekaan' peneliti sebagai suatu tim dalam hal ini
memegang peranan yang penting sehingga peneliti akan mendapatkan gambaran utuh
tentang karakteristik masyarakat tempat penelitian tindakan yang dirancang akan
diterapkan.
Singkatnya, secara skematis modus dasar penelitian tindakan dalam
pelaksanaannya dapat dilukiskan dalam skema pada Gambar 6 sebagai berikut.
Gambar 6: Alur Umum Penelitian Tindakan Kelas
Kondisi Pra Intervensi Kondisi Paska
Penelitian Penelitian
Kondisi pra penelitian merupakan keadaan dimana suatu permasalahan
dirasakan kemunculannya. Permasalahan tersebut dipandang perlu segera pemecahannya.
(Dikatakan perlu karena kemunculan suatu permasalahan tidak otomatis disikapi dengan
keinginan dan kemauan untuk memecahkannya. Tidak sedikit masalah yang dirasa
menghambat praktik pendidikan namun lewat begitu saja tanpa penanganan yang
semestinya.) Masalah yang dipandang perlu pemecahannya kemudian dikaji secara
seksama dan metodologis untuk dirancang strategi pemecahannya secara metodologis pula.
Perancangan strategi pemecahan masalah menuntut penggunaan pendekatan dan teknik
yang khas. Rencana ini kemudian ditindak lanjuti dengan implementasi. Dalam
pelaksanaannya, implementasi rencana penelitian dilakukan dalam bentuk siklus yang
berkesinambungan yang kendalikan melalui proses refleksi tentang apa yang telah
dilakukan pada tahap implementasi, bagaimana dampak implementasi serta hasilnya, dan
apa yang masih perlu dilakukan. Pada tahap ini dilakukan adopsi/adaptasi suatu model
52
penelitian tindakan. Keadaan paska penelitian merupakan perubahan yang terjadi setelah
implementasi rencana pemecahan masalah. Keadaan yang diharapkan adalah perubahan
positif, yaitu terpecahkannya masalah yang muncul yang dicerminkan pada keadaan yang
lebih baik pada praktik pengajaran di kelas. Keadaan ini dapat pula dicerminkan misalnya
dengan perubahan-perubahan situasi kelas, sikap guru, sikap siswa, kepercayaan guru, dan
lainnya.
Berdasarkan uraian di atas secara singkat dapat disimpulkan secara umum
bahwa penelitian tindakan bukanlah sesuatu yang baru dalam khasanah penelitian. Selain
itu, penelitian tindakan mempunyai orientasi 'meneliti untuk perubahan yang lebih baik'
dengan asas kerjasama dan mawas diri.
Sebagai salah satu 'cara' dalam penelitian, nampaknya penelitian tindakan
sesuai untuk diterapkan pada dunia pendidikan, khususnya praktik-praktik yang terjadi di
kelas. Pertama, pengajaran di kelas berorientasi pada keefektifan proses belajar mengajar.
Sementara penelitian tindakan bertujuan untuk antara lain memperbaiki keadaan, orientasi
belajar seperti tersebut sejalan dengan tujuan penelitian tindakan. Selain itu, permasalahan
yang diangkat dalam penelitian tindakan kelas merupakan hal yang langsung berhubungan
dengan kerja guru. Maksudnya, guru lah yang benar-benar mengetahui permasalahan yang
terjadi di kelas. Ini berimplikasi bahwa pemecahan permasalahannya tidak harus melalui
rekomendasi pihak lain yang kadang-kadang jauh dari hakekat permasalahan yang dihadapi
guru. Ketiga, praktik-praktik dunia pendidikan di kelas adalah kegiatan nyata
'penggodogan' sumber daya manusia dalam rangka penyiapan manusia-manusia yang
berkualitas yang diproyeksikan akan memberikan kontribusi bagi pembangunan nusa,
bangsa dan negara. Penelitian tindakan kelas pada hakekatnya adalah penelitian yang
dilakukan secara berkesinambungan untuk mendapatkan suatu keadaan yang lebih baik lagi
dibandingkan keadaan sebelumnya. Apabila konsep 'pengajaran dan pembelajaran seumur
hidup' dapat diterima pada paradigma ini, secara langsung implementasi penelitian tindakan
yang benar pada konsep tersebut akan merupakan upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang juga dilakukan sepanjang hayat. Ini artinya kualitas pendidikan akan selalu
diupayakan peningkatannya dari satu hari kehari lain dari semester ke semester dan dari
53
tahun ke tahun dan seterusnya sebagai akibat dari implementasi pengajaran yang reflektif
(reflective teaching)
54
BAB VI
EVALUASI DAN LATIHAN
Bab ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang dimaksudkan untuk mengukur
seberapa jauh materi yang disajikan di Bab II, III, dan Bab IV dapat terserap dan dipahami
oleh peserta pelatihan terintegrasi dan juga untuk mempertajam pemahaman peserta
pelatihan terhadap konsep-konsep yang disajikan di bahan pelatihan. Untuk tujuan tersebut,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan disusun urut berdasarkan materi yang telah
dipaparkan di Bab II dan III. Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan tersebut.
1. Penelitian konvensional dipandang tidak secara langsung ‘menyentuh’
pemecahan masalah yang dihadapi guru sebagai praktisi di kelas.
Mengapa demikian?
2. Menurut Carr dan Kemmis, penelitian tindakan (kelas) adalah satu bentuk …
A. experimental study
B. reflection on self studies
C. self-reflective inquiry
D. quantitative research
3. Berikut ini, mana yang bukan merupakan ciri-ciri penelitian tindakan
kelas?
A. change
B. awareness
C. problem solving
D. generalization
E. action
F. collaboration
55
5. Bagi guru apa yang dapat dipetik dengan melakukan penelitian tindakan
kelas?
6. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan perbedaan penelitian tindakan
kelas dan penelitian konvensional. Lengkapi tabel tersebut sehingga
perbedaannya nampak:
Aspek Penelitian Konvensional Penelitian Tindakan Kelas
Tujuan Mendeskripsikan, memahami, dan menerangkan gejala alam
Mengungkap dan memvalidasi hukum belajar dan mengajar secara umum
…………………………. …………………………. ………………………….
gejala alamiah di sekitar kemajuan dalam ipteks diskusi dengan sejawat atau
ahli pengalaman praktis
pengalaman praktis inspirasi inovatif untuk
perbaikan suatu keadaan
‘Kepemilikan’ Penelitian ahli, non guru kelas …………………………. Pelaksanaan Rancangan linier: masalah-(hipotesis)-
observasi-analisis (pengujian hipotesis)-kesimpulan-rekommendasi
………………………….
………………………….. Populasi dan cuplikan sampelnya yang representatif
Sekelompok subyek tertentu
Tuntutan Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Tinggi ……………………………
………………………….. Statistik yang canggih (sophisticated) dan rumit (complicated)
Tidak harus menggunakan statistik yang canggih (sophisticated) dan rumit (complicated)
………………………….. Produk Formal Proses yang mengarahkan ke produk yang berupa keadaan yang lebih baik
Spektrum Makna Temuan Lebih umum, dan luas …………………………….
56
7. Berikut ini adalah prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas, kecuali
prinsip…
A. menjangkau ke luar kelas
B. efisiensi penggunaan waktu
C. reliabilitas metode penelitian
D. tugas tambahan selain mengajar
E. komitmen tugas mengajar
8. Ditinjau dari otonomi guru sebagai pelaksana penelitian tindakan kelas,
penelitian tindakan kelas dapat diklasifikasikan sebagai berikut, kecuali…
A. penelitian tindakan teknis
B. penelitian tindakan konstruktivis
C. penelitian tindakan praktis
D. penelitian tindakan emansipatoris
9. Urutan kegiatan dasar yang benar pada suatu siklus penelitian tindakan
adalah…
A. acting-reflecting-observing-planning
B. observing-planning-acting-reflecting
C. planning-acting-observing-reflecting
D. acting-observing-reflecting-planning
10. Rancangan penelitian tindakan kelas yang memuat alur langkah-langkah
yang rinci diusulkan oleh…
A. Kemmis
B. Elliot
C. Ebbutt
D. McKernan
57
11. Baik penelitian konvensional maupun penelitian tindakan dijiwai unsur-unsur
berikut ini, kecuali…
A. manfaat penelitian
B. siapa penelitinya
C. cara meneliti
D. apa yang diteliti
12. Ada satu persamaan sumber yang dapat dijadikan masalah baik pada
penelitian tindakan maupun penelitian konvensional, yaitu…
A. kajian/reviu terhadap suatu teori yang sudah ada
B. pengalaman sehari-hari dalam praktek
C. hasil diskusi dengan sejawat atau ahli
D. mengkaji ulang penelitian sejenis yang mirip
13. Buatkan analisis situasi yang terkait dengan dalam tugas sehari-hari Anda sebagai
praktisi yang berhubungan dengan hal-hal berikut ini! Kemudian rumuskan satu
permasalahan yang dipandang paling penting untuk dipecahkan:
A. guru
B. siswa
C. proses belajar mengajar
14. Dalam tahap perencanaan, hal-hal apa saja kah yang perlu didikukan oleh tim
dalam suatu penelitian tindakan?
58
15. Berdasarkan analisis situasi tersebut di atas, untuk masing-masing (guru,
siswa, dan proses belajar mengajar), tuangkan dalam matriks seperti berikut
ini:
Masalah Tujuan Hipotesis Tindakan Rencana Tindakan
16. Penulisan jurnal baik secara formal maupun tidak akan memberikan
manfaat berikut ini, kecuali …
A. memperjelas gagasan yang muncul
B. mengarahkan langkah implementasi
C. merekam data yang muncul
D. mempertajam rumusan masalah
17. Pengamatan memegang peranan penting sebagai berikut, kecuali …
A. mengecek apakah rencana telah berjalan sesuai skenario
B. menilai kualitas kinerja masing-masing anggota
C. mencatat perubahan yang terjadi dan seberapa jauh
D. melihat ada tidaknya kejadian lain yang tak terduga
kemunculannya
18. Sebutkan setidaknya 5 (lima) alat yang dapat digunakan pengumpul data!
59
A. …………………………………….
B. ……………………………………..
C. ……………………………………..
D. …………………………………….
E. ……………………………………..
19. Proses mereduksi data dalam analisis data melibatkan proses-proses
berikut, kecuali:
A. penyeleksian
B. .pemfokusan
C. penyederhanaan
D. pengabstraksian
E. pengujian statistik
20. Pengelolaan hasil penelitian tindakan kelas penting setidaknya untuk dua
hal berikut ini, yaitu
A. proses dan bukti
B. kesimpulan dan saran
C. bukti dan rekomendasi
D. proses dan temuan
21. Kegiatan refleksi pada dasarnya adalah kegiatan …
A. merenungkan masa lalu
B. bercermin diri pada pengalaman
C. mengevaluasi implementasi
D. mengenang hasil tindakan
22. Latihan: Lihat Contoh Proposal pada Lampiran. Kemudian identifikasi
hal-hal berikut yang telah dilakukan oleh penulis proposal tersebut:
60
A. Latar belakang permasalahan penelitian
B. Permasalahan penelitian
C. Manfaat penelitian
D. Metodologi penelitiannya
23. Susunlah suatu proposal penelitian tindakan kelas berdasarkan kerangka
proposal yang telah Anda pelajari. Kalau diperlukan, Anda bisa melihat
kembali nomor 14 dan 16 di atas untuk pengembangan selanjutnya.
Sumber Pustaka
61
Burnaford, G., Fischer, J., dan Hobson, D. 1996. Teachers Doing Research: Practical Possibilities. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.
Cross, K.P. 1990. Classroom research: helping professors learn more about teaching nd learning. dalam P. Seldin dkk How Administrators Can Improve Teaching: Moving from Talk to Action in Higher Education. San Francisco: Jossey-Bass.
Dunkin, M dan J.Biddle. 1974. The Study of Teaching. New York: Holt, Rinehart, dan Winston.
Elliot, J. 1991. Action Research for Educational Change. Milton Keynes: Open University Press.
Hopkins, D. 1993. A Teacher's Guide to Classroom Research 2nd Edition.Buckingham: Open University Press.
Hubbard, R.S. dan Power, B.M. 1993. The Art of Classroom Inquiry: AHandbook for Teacher Researchers. Portsmouth: Heinemann.
Hustler, D., Cassidy, T dan Cuff, T. (eds.) 1986. Action Research inClassroom and Schools.London: Allen and Unwin.
Kemmis, S. and R. McTaggart (eds). 1988. Action Research Planner 3rd
Edition. Melbourne: Deakin University Press
McNiff, J. 1988. Action Research: Principles and Practice. New York:Macmillan Education.
McTaggart, R. 1991. Action Research: A Short Modern History. Melbourne:Deakin University.
Rappoport, R. 1970. Three dilemmas in action research. Human Relations,23, hal. 1-11.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
62