penelitian ilmu tanaman -...
TRANSCRIPT
P a g e | 1
BAHAN AJAR:
PENELITIAN ILMU TANAMAN
Bagian I : Penelitian dalam Bidang Ilmu Tanaman: Suatu
Refleksi Epistemologisi
ABSTRAK Ilmu Tanaman adalah Ilmu Percobaan (Eksperimental-wissenschaft), yang keberhasilannya bergantung kepada akurasi pengetahuan tentang realitas obyek yang ditelitinya. Oleh karena itu telaah realitas obyek melalui telaah deskriptif dan eksplanatif merupakan syarat mutlak dan langkah awal dari suatu eksperimen yang berhasil. Bentuk experimentnya dapat berupa eksperimen hipotetik atau aksiomatik. Eksperimen hipotetik tidak langsung melacak "sistem". Pemahaman sistem diperoleh melalui logika deduksi hipotesis yang teruji. Eksperimen aksiomatik langsung menguji “sistem” melalui model-model aksioma. Per definisi aksioma adalah postulat atau asumsi yang sudah tidak perlu lagi diuji kebenarannya. Dalam konteks uraian ini aksioma adalah model mekanik yang self evident truth. Pemodelan pada dasarnya adalah model matematik yang mempersentasikan sistem secara utuh, yang dikembangkan pada kerangka model aksiomatik. Keberhasilan suatu model teruji melalui perbandingan data
terobservasi dengan data yang diprediksi melalui simulasi model.
PENDAHULUAN.
Diantara pakar Ilmu Tanaman sering timbul perbincangan
tentang perlu tidaknya penelitian dimulai dengan hipotesis. Dengan
perkataan lain apakah hanya kegiatan telaah yang melaksanakan
pengujian hipotesis yang dapat dianggap sebagai penelitian,
sedangkan yang lainnya dianggap bukan penelitian. Setelah
direnung ulang kembali, nampaknya perbincangan ini muncul
karena adanya beberapa pengertian dasar yang "terlupakan".
Nampaknya kita perlu melacaknya secara lebih mendasar, secara
epistemologik.
Epistemologi keilmuan adalah term filsafat yang
memperbincangkan bagaimana atau dengan cara apa ilmu itu
diperoleh. Jadi tulisan ini akan mencoba melacak secara
P a g e | 2
epistemologik bagaimana bentuk dan arah penelitian dalam bidang
Ilmu Tanaman.
Bentuk dan arah penelitian pertama-tama tergantung
kepada filsafat yang dianut oleh penelitinya. Oleh karena itu tulisan
ini akan dimulai dengan menyoroti alur filsafat yang mewarnai
petualangan manusia mencari jawab tentang apa, mengapa dan
bagaimana obyek telaah (mackhluk hidup, tanaman) itu. Pada
wujudnya yang sekarang, Ilmu Tanaman adalah Ilmu Percobaan
(Eksperimental-wissenschaft), yang untuk keberhasilannya
mensyaratkan akurasi realitas obyek. Karenanya juga telaah
realitas obyek (dengan bentuk penelitian deskriptif dan/atau
eksplanatif), akan dan harus selalu menyertai penelitian
eksperimental. Hal hal tersebut akan menjadi topik pembicaraan
pada sub-judul Alur Filsafati. Sub-judul berikutnya. mendiskusikan
hubungan hierarkhis obyek telaah yang mempunyai implikasi
penting pada semua aspek kegiatan penelitian. Eksperimen, bukan
saja berbentuk pelaksanaan pengujian hipotesis, akan tetapi juga
dipakai sebagai alat bantu uji aksiomatik. Sub-judul Hubungan
Hierarkhis Obyek Telaah akan membicarakan hal ini, yang juga
merupakan dasar dari pemodelan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
ALUR FILSAFATI
Bentuk dan arah penelitian dalam bidang apapun termasuk
ke dalamnya dalam bidang Ilmu Tanaman, tidak akan lepas dari
wawasan terdalam atau filsafat yang dianut para pakarnya. Alur
filsafati ini dalam fisiologi tanaman, yang merupakan akar dari Ilmu
Tanaman, diuraikan cukup rinci dalam introduksi buku Lehrbuch
der Pflanzenphysiologie (Libbert, 1975), yang sarinya dapat diikuti
pada uraian berikut.
Fisiologi merupakan telaah jalannya reaksi dalam benda
hidup. Ilmu ini mencakup fungsi dari benda hidup, organ,
jaringan, sel dan bagian bagian dari sel, demikian pula penyebab
wujud hidup dan hasil dari benda hidup itu.
Penggunaan istilah benda "hidup" (lebende materie, living
materials, makhluk hidup) menyiratkan adanya pengertian filsafat
tentang obyek telaah. Hal ini mencakup pertanyaan klassik tentang
P a g e | 3
hubungan antara jasmani dan rohani, zat dan bentuk, keberadaan
dan kesadaran, material dan ideal atau bagaimana agar dualitas
tersebut dapat selalu digambarkan bersama. Menjadi pertanyaan
apakah obyek dari telaah benda hidup (biologi) itu materi atau
abstraksi dari semua yang materi, sehingga bersifat immateri
(non-materie, immaterial, immaterieller rest). Zaman antik dan
zaman sebelum abad ke 20 didominasi oleh pengertian terakhir
dengan menempatkannya secara absolut pada pengertian jiwa
(Aristoteles; bentuk awal dari vitalismus dalam biologi).
Baik pakar Ilmu Alam atau awam abad pertengahan cukup
puas dengan penjelasan ini. Didorong oleh kemajuan dalam Ilmu
Alam, maka muncul pengertian atau faham yang bertentangan
dengannya, yaitu bahwa proses dalam benda hidup harus difahami
semata-mata sebagai proses fisika dan kimia (mekanisme atau
materialisme-mekanis dari Descartes, Lammetrie). Faham ini mula-
mula menggeser faham mistis idealistis dari faham abad
pertengahan tersebut, namun tidak bertahan lama. Hal ini
disebabkan karena fisiolog menemukan adanya sesuatu yang khas
benda hidup, yang tidak dapat diterangkan secara mekanis atau
materialis mekanis (tidak dapat ditelusuri sampai ke proses kimia
dan fisika). Oleh karena itu Vitalisme dari Aristoteles dan faham
lain yang senada seperti idealisme-objective dari Smuts, Driesch
dan Meyer Abich, kembali mendapat tempat. Sesuatu yang khas
biologi, yang memegang fungsi kendali dalam makhluk hidup, yang
sampai saat itu tidak bisa diterangkan, diterima sebagai
immaterial, sebagai sesuatu yang transenden.
Pada masa berikutnya muncul faham materialisme-dialektis.
Faham ini mengatakan sesuatu yang khas biologis adalah suatu
"sintesis". Dalam hal ini sesuatu yang khas biologis tersebut tidak
perlu ditolak seperti dalam materialisme-mekanis, juga tidak
dianggap sebagai transenden seperti dalam idealisme-obyektif,
akan tetapi harus tetap dianggap sebagai materi. Dengan demikian
dalam lingkup fisiologi semua hukum-hukum kimia dan fisika tetap
berlaku, demikian pula halnya struktur dan proses yang khas
biologis, yang tidak terdapat pada benda mati, akan atau harus
tetap dapat dilacak melalui hukum-hukum kimia dan fisika.
P a g e | 4
ILMU TANAMAN ADALAH ILMU PERCOBAAN
Ilmu Tanaman merupakan kumpulan pemahaman
(understandings) dari rangkaian proses fisiologik yang mendasari
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Charles Edward et al.,
1986), yang menyimak alur filsafati tadi bentuk dan arah
penelitiannya pada akhirnya bertumpu pada filsafat materialisme
dialektis. Faham ini menganggap sesuatu yang khas biologis
(artinya tidak terdapat pada benda mati), yang memegang fungsi
kendali, tidak harus ditolak (seperti halnya pada materialisme-
mekanis) atau dianggap transenden (seperti dalam idealisme
obyektif) , akan tetapi suatu "sintesis". "Sintesis" ini tetap materi,
karena tetap dapat dilacak (walaupun belum seluruhnya) melalui
hukum-hukum kimia dan fisika. Karena itu pengertian "materi"
berbeda dengan pengertian "benda" (substance).
Dalam artian operasional, filsafat ini memberlakukan obyek
telaah - dalam hal ini tanaman - mutlak pasif. Memang tidak
pernah muncul evidensi yang mengukuhkan bahwa tanaman
adalah makhluk yang berfikir, yang mampu merencanakan
sesuatu. Tanaman menanggapi perubahan lingkungan secara
pasif, tidak mampu mengatur strategi dan taktik menghadapi
periode periode yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan,
reproduksi atau kelangsungan hidupnya. Karenanya deskripsi atau
pernyataan teleologis mengandung bahaya. Untuk jelasnya
perhatikan kedua pasang proposisi atau pernyataan berikut ini.
* Pada musim kemarau yang panjang, tanaman akan berusaha
mencari air ke bagian tanah yang lebih dalam.
* Pada musim kemarau yang panjang, tanaman mempunyai akar
yang lebih panjang dan rapat, menembus lebih jauh masuk ke
dalam tanah.
* Dalam keadaan kurang cahaya, tanaman akan mengem-
bangkan kanopinya, sehingga mampu menangkap cahaya yang
lebih banyak.
* Tanaman yang kekurangan cahaya, mempunyai kanopi yang
lebih lebar, katimbang tanaman yang mendapat cahaya cukup.
P a g e | 5
Lebih jauh anutan terhadap filsafat ini tercermin pada
ketatnya prinsip kausalitas dipegang teguh. Prinsip kausalitas,
yaitu keteraturan hubungan antara "sebab" (causa, reason,
ursache) dengan "akibat" (consequent, wirkung), menjadi suatu
prinsip yang dipegang kukuh oleh peneliti bidang fisiologi dan
biologi pada umumnya, seperti dapat disimak pada kredo
penelitian yang menyatakan bahwa dalam benda hidup :
(1) Tidak ada satu faktorpun yang bersifat non-benda atau
lebih tepat non-materi.
(2) Semua proses dapat dan harus dapat dilacak dengan
prinsip kausalitas.
(3) Suatu realitas obyektif nyata ada.
(4) Semuanya recognizable.
Hubungan antara sebab dan akibat tidak harus selalu linier,
akan tetapi akibatnya dapat berupa perubahan karakter suatu
proses reaksi, artinya akibat yang sesungguhnya baru nampak
jelas pada hasil reaksi atau beberapa reaksi berikutnya (konsep
biologi molekuler). Karena hubungan kausal baru dapat dijelas-
terangkan melalui variasi penyebab, maka fisiologi dan turunannya
- Ilmu Tanaman - sama seperti halnya kimia dan fisika, adalah
suatu Ilmu Percobaan (Eksperimental-wissenschaft).
Telaah obyek melalui eksperimen mensyaratkan si peneliti
mengetahui dengan benar realitas obyek yang ditelitinya.
Menduduk soalkan obyek telaah (dalam arti materi dan bukan
immateri) - melalui telaah deskriptif dan eksplanatif - merupakan
langkah awal dalam eksperimen yang sebenarnya. Setelah "state
of affair" (sachverhalt) dari obyek penelitian jelas macamnya,
eksperimen dimulai dengan pembentukan satu atau beberapa
hipotesis yang diperkirakan dapat menjelaskan obyek tersebut.
Kiranya jelas bahwa kualitas "realitas obyektif" sangat menentukan
hasil akhir dari suatu eksperimen. Penelitian aplikasi zat pengatur
tumbuh (ZPT) misalnya, sampai dewasa ini hasilnya sering
kontroversial, karena sachverhalt atau realitas obyektif "kerja"
atau mungkin lebih tepat "kerjasama", baik antara ZPT dengan
hormon endogen, maupun antar hormon endogen sendiri masih
belum jelas.
P a g e | 6
HUBUNGAN HIERARKHIS OBYEK TELAAH
Kegiatan penelitian "dapat" kita bagi menjadi :
(1) Mengumpulkan pengetahuan (knowledge) tentang obyek
telaah.
(2) Menata pengetahuan yang telah kita kumpulkan dan
mengembangkan pemahamannya (understandings).
(3) Memanfaatkan pengetahuan dan pemahaman tersebut
untuk memecahkan masalah.
Kegiatan (1) dan (2) dapat kita sebut penelitian "dasar"
sedangkan kegiatan (3) dapat kita sebut penelitian "terapan".
Selanjutnya masih perlu dibedakan antara kegiatan (1) dengan
(2). Kata "pengetahuan" dan "pemahaman" tidak sinonim.
Pengetahuan hanya mengacu kepada "tahu" tentang keberadaan
atau adanya fakta-fakta, sedangkan pemahaman mengacu kepada
wujud eksplanasi tuntas tentang suatu fenomena berdasarkan
abstraksi dari pengetahuan-pengetahuan yang terobservasi. Arti
"terobservasi" disini menyiratkan perlunya kita selalu sadar
tentang dasar dari penelitian kita, tentang pendekatan yang kita
gunakan untuk mengumpulkan pengetahuan tersebut. Pada
umumnya dalam suatu penelitian consernnya bukan salah - benar,
akan tetapi apakah cara atau pendekatan yang kita gunakan
dalam kondisi saat itu "memadai" (appropriate) atau tidak.
Dewasa ini pada umumnya para pakar sepakat bahwa proses
kimia dan fisika yang nampak khas dalam makhluk hidup, terjadi
hanya karena makhluk hidup itu tersusun dalam bagian-bagian
yang hierarkhis dan spatial teratur rapi, sejalan dengan macam,
jumlah dan urutan reaksi yang berjalan tepat waktu dan tepat
ruang (fungsi kendali), singkron dengan lingkungan.
Thornley (1980) menata wujud hirearkhis obyek telaah
(tanaman) ini dengan urutan ke bawah sebagai berikut :
Pertanaman (komunitas tanaman)
Tanaman
Organ (daun, batang, akar)
Jaringan (misal epidermis, mesofil)
Sel
Organel (misal khloroplast, mitokhondria)
Molekul (misal protein, asam nukleat)
P a g e | 7
Tiap level merupakan kumpulan terorganisasi dari level di
bawahnya. Makin ke bawah dalam urutan hirearkhis ini, makin
menurun tingkat kompleksitas materi-materi penyusunnya. Charles
Edward (1982) dengan mengutip persepsi yang dikembangkan
oleh Thornley (1980) menyimpulkan dua kaidah penting dalam
hubungan hirearkhis ini.
Pertama bentuk hubungan antara dua level yang berurutan
tidak simetris. Proses-proses dalam level atas dari dua level yang
berurutan hanya dapat berjalan sempurna bila proses-proses
dalam level di bawahnya berjalan efektif, akan tetapi tidak dengan
sendirinya kesempurnaan proses pada level bawah akan menjamin
efektifnya proses-proses di level atasnya. Terdeskripsikannya
daun, batang dan akar dengan tuntas misalnya tidak dengan
sendirinya menjamin terdeskripsikannya sistem tanaman utuh,
walaupun akar, batang dan daun itu bagian dari tanaman.
Kedua evidensi-evidensi yang terjadi pada suatu level
hirearkhi berhubungan atau dapat dihubungkan dengan evidensi-
evidensi pada level hirearkhi bagian atasnya secara mekanistis
atau menurut alur eksplanasi yang logis.
Wujud hirearkhis ini mengandung implikasi penting dalam
penelitian di bidang Ilmu Tanaman. Menentukan obyek, tujuan dan
arah penelitian dan kemudian cara menginterpretasikannya
nampak menjadi sangat penting dan menentukan. Suatu
fenomena biologis - jadi suatu "sistem", dipecah menjadi bagian-
bagian hirearkhis yang lebih rendah, dan bagian-bagian ini dipecah
lebih lanjut menjadi komponen-komponen pada lavel yang lebih
rendah lagi. Dengan mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan
pada level bawah ini, dan kemudian mengabstraksinya, para
peneliti berharap dapat memperoleh dasar kuantitatif untuk
menerangkan fenomena biologis atau sistem itu secara utuh.
Tugas utama peneliti adalah menemukan sekuensi proses, dari
wujud proses awal (initial state) ke wujud akhir (goal state) :
kemampuan untuk memecahkan proses utuh suatu sistem menjadi
rangkaian wujud proses baik vertikal maupun horisontal,
memungkinkan kita melacak laju proses dan mendeskripsi
permasalahan yang dihadapi (Simon, 1962).
Selain pendekatan reduksionis, ada cara pendekatan lain,
yaitu pendekatan holistis. Kita dapat berupaya mencapai
P a g e | 8
pemahaman wujud proses suatu sistem melalui deduksi atau
inferensi yang didasarkan kepada observasi obyek dalam fungsi
utuhnya. Bila pendekatan reduksionis berfokus kepada sintetis
pemahaman dari pengetahuan-pengetahuan bagian-bagian atau
komponen-komponennya, maka pendekatan holistis berfokus
kepada pengembangan pemahaman melalui analisis sistem secara
utuh.
Baik para reduksionis, maupun holistis, keduanya bertujuan
sama, yaitu memahami kelakuan "sistem" yang menjadi obyek
telaahnya. Dalam keduanya, cara terbaik untuk menguji apakah
pemahaman yang kita kembangkan itu baik dan tangguh adalah
melalui perbandingan kuantitatif antara produk "kelakuan" yang
terobservasi di alam dengan produk "kelakuan” yang kita ramalkan
berdasarkan pemahaman sistem yang kita kembangkan. Peranan
matematik dalam hal ini sangat mutlak. Matematik ini mampu
memberi petunjuk lebih jauh : seandainya hubungan matematik
yang kita gunakan ternyata tidak/kurang dapat memecahkan
masalah yang dihadapi, kita patut menduga bahwa dasar-dasar
pendekatan yang digunakan untuk merumuskan hubungan
matematik itu kurang tepat. Kita akan coba telusuri secara lebih
detail masalah ini pada uraian bab berikut.
HIPOTESIS, TELAAH AKSIOMATIK
DAN PEMODELAN
Bab ini akan menduduk soalkan pengertian hipotesis, dan
kemudian kaitannya dengan telaah aksiomatik dan pemodelan.
Hipotesis menurut Danto dalam Encyclopedia Americana (1980)
adalah (1) "a proposition assumed to be true merely for purposes
of argument atau (2) a proposition or theory put forward to
account for and order a body of facts", sedangkan Phillips (1976)
mendefinisikan-nya sebagai (3) "a proposition that has been put
forward tentatively for the purpose of developing evidence for or
against the proposition in question. Dari ketiga definisi itu
terungkap bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai kesimpulan
sementara tentang "bentuk hubungan" yang akan atau perlu diuji
kebenarannya. Jadi dalam hal ini eksperimen dimulai oleh suatu
P a g e | 9
interpretasi induktif (yaitu membuat hipotesis) Timbul pertanyaan
apakah setiap eksperimen harus dimulai dari hipotesis.
Eksperimen juga dapat dilaksanakan dalam rangka menguji
hubungan aksiomatik (Thornley, 1976; Charles-Edward et al.,
1984; Charles-Edward, 1982). Bentuk penelitian ini tidak dimulai
dengan inferensi induktif, tetapi langsung melakukan inferensi
deduktif dari bentuk hubungan yang sudah pasti, yaitu aksioma.
Per definisi aksioma adalah postulat atau assumsi yang diterima
kebenarannya tanpa harus diuji. Sebagai contoh bentuk hubungan
berikut adalah aksiomatik sifatnya, karena "self evident truth".
W/T = Ej-v
( W/T= laju perubahan berat bersih; j = energi
radiasi yang diintersepsi; E = koefisien konversi dari
energi radiasi ke berat kering), dan v = laju
kehilangan berat kering, baik sebab fisiologis
maupun sebab lain).
Bentuk hubungan matematik tersebut semata-mata berupa
definisi logis tentang pertumbuhan, jadi kebenaran "hubungannya"
sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi, sudah tidak perlu diuji.
Artinya kebenaran hubungan tersebut, atau konsekuensi yang
terramalkan dari hubungan tersebut hanyalah tergantung kepada
apakah logika dan hubungan matematik yang digunakan benar.
Nilai bentuk hubungan matematik demikian hanyalah terletak pada
manfaat atau kegunaannya. Jadi eksperimen yang dilaksanakan
bertujuan menilai manfaat atau apakah aksioma itu berguna/dapat
digunakan.
Bila kita memperoleh atau mengumpulkan pengetahuan baru
tentang obyek telaah (tanaman), maka kita perlu menatanya. Misal
kita punya data tentang hasil panen 5 kultivar tomat, yang
ditanam pada 4 lokasi yang kandungan P-tersedianya berbeda
(katakanlah misalnya variasi berbagai dosis pupuk P). Yang ingin
kita ketahui adalah apakah perbedaan di antara hasil panen
tersebut karena kultivar atau karena perbedaan lokasi/dosis pupuk
atau karena keduanya. Peranan analisis statistik untuk menata dan
menterjemahkan data semacam ini tidak ternilai besarnya. Dari
P a g e | 10
analisis ini dapat muncul pengetahuan baru, hipotesis, proposisi
atau teori baru. Dalam hubungan ini kita biasanya mulai dengan
hipotesis nol (null hypothesis). Pertama-tama data hasil panen
yang terkumpul diassumsikan sebagai sama dan kemudian dilacak
sampai sejauh mana kemungkinan kebenaran assumsi ini. Melalui
analisis ragam kita uji tingkat kemungkinannya apakah pasangan-
pasangan data itu sama, atau lebih tepat apakah berasal dari
populasi yang sama; demikian pula halnya bila kita melakukan
analisis regresi, kita uji tingkat kemungkinan benarnya persamaan
regresi yang menghubungkan pasangan data tersebut.
Namun perlu diingat bahwa kedua contoh analisis statistik
tersebut tidak membuktikan apa-apa. Yang dibuktikan atau yang
diuji benar atau salah adalah asumsi kita. Jadi analisis statistik
hanya menjawab apa yang kita tanyakan, dan pertanyaannya
sendiri belum tentu benar. Hal ini tidak berarti mengabaikan
peranan analisis statistik. Yang ingin ditonjolkan adalah bahwa
statistik ansich tidak memberikan kepada kita pemahaman yang
definitif tentang "sistem" (tanaman) yang menjadi obyek telaah.
Karenanya diperlukan pendekatan lain untuk mengembangkan
pemahaman yang lebih baik.
Thornley (1976) menyebut pendekatan langsung terhadap
data hasil eksperimen melalui analisis statistik tersebut sebagai
pendekatan empirik, untuk membedakannya dengan apa yang dia
sebut pendekatan mekanik. Bila seseorang ingin memperoleh
pemahaman tentang mekanisme respons suatu sistem biologis,
maka sesungguhnya model mekaniklah yang harus digunakan.
Model ini direkayasa melalui telaah struktur sistem tersebut,
membagi sistem tersebut ke dalam komponen-komponennya, dan
kemudian mengembangkan pemahaman kelakuan sistem itu
secara utuh melalui kelakuan masing-masing komponennya berikut
interaksi antar komponen-komponen tersebut. Pekerjaan
berikutnya adalah memformulasikannya secara matematis, se-
hingga kelakuan-kelakuan tiap komponen dan hubungan-
hubungan interaktif di antaranya dalam konteks sistem secara
utuh tergambarkan. Persamaan matematik tersebut kemudian
"diselesaikan", dan seperangkat angka atau data hasil
penyelesaian rumus matematik tersebut merupakan hasil
peramalan model mekanik yang dikembangkan.
P a g e | 11
Telaah aksiomatik yang teladan model matematiknya telah
ditampilkan di muka adalah model mekanik. Telaah aksiomatik ini
diintroduksi oleh Charles-Edward (1982) dalam rangka menuju
pemodelan untuk menelaah pertumbuhan dan produktivitas
tanaman/pertanaman. Pemodelan ini berangkat dari apa yang dia
sebut sebagai lima determinan fisiologik (physiological
determinant), yaitu :
(i) Jumlah energi cahaya yang diintersepsi oleh daun/kanopi.
(ii) Efisiensi tanaman mengkonversi cahaya yang diintersepsi
menjadi bahan kering baru.
(iii)Proporsi berat kering baru yang dipartisikan ke berbagai
bagian tanaman.
(iv) Kehilangan berat kering oleh sebab apapun.
(v) Lamanya tumbuh dan berproduksi dari tanaman atau bagian
tanaman yang menjadi tujuan panen.
Nampak bahwa dasar pemodelan (determinan fisiologik)
tersebut sangat disederhanakan karena misalnya tidak
mengikutkan pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman, perubahan temperatur, perbedaan arsitektur tajuk
dan sebagainya. Bila kita mempunyai pemahaman quantitatif
tentang hubungan atau pengaruh suatu faktor terhadap satu atau
beberapa determinan fisiologis tersebut, kita dapat langsung
mensintesisnya dengan model matematik yang telah kita
kembangkan. Dengan demikian wujud model matematik
pertumbuhan dan produktivitas tanaman atau pertanaman itu
pada akhirnya akan merupakan suatu rangkaian panjang
persamaan-persamaan matematik. Karena itu juga tidak mungkin
diselesaikan secara manual atau menggunakan kalkulator biasa.
Itulah sebabnya pemodelan makin mendapat perhatian para
pakar, sejalan dengan makin luas dan mudahnya penggunaan
komputer.
Suatu model, apakah model fisik atau model matematik yang
abstrak, adalah penyederhanaan tampilan dari tampilan yang
sebenarnya dari obyek telaah. Matematik membantu
memformalkan bentuk-bentuk proses dan interrelasi antar
komponen penyusun model dalam wujud abstrak sedemikian rupa,
sehingga bila hubungan-hubungan matematik itu dioperasikan
P a g e | 12
mampu menggambarkan kelakuan sistem yang sebenarnya.
Pengoperasian model disebut simulasi. Dalam konteks tanaman,
model matematik ini dapat disimulasi untuk memprediksi
perubahan sistem sejalan waktu, dan disebut sebagai model
simulasi dinamis. Bila pengetahuan kita tentang bagian-bagiannya
baik dan pemahaman inter-relasinya juga baik, maka prediksi
kuantitatif tentang respon kelakuan sistem secara utuh terhadap
berbagai kondisi yang berbeda dapat dicapai dengan tingkat
akurasi yang tinggi. Inilah memang yang ingin dicapai oleh
pemodelan. Memang hasil yang diharapkan sering masih jauh dari
memuaskan, namun hal ini membuka mata, bahwa tingkat
pengetahuan kita masih jauh dari memadai; hal ini adalah manfaat
lain dari upaya pemodelan.
PENUTUP
Menduduk soalkan realitas obyektif melalui telaah deskriptif
dan/atau eksplanatif, eksperimen hipotetik, telaah aksiomatik
dan pemodelan, kesemuanya merupakan rangkaian yang
tidak terpisahkan. Apakah hanya eksperimen hipotetik yang
dapat dipakai sebagai penelitian “akademik” (penelitian yang
dilakukan mahasiswa dalam rangka penyelesaian studinya
terutama untuk penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi)
hanyalah soal kesepakatanpara penyelenggara dan
pelaksana pendidikan di Perguruan Tinggi yang
bersangkutan. Namun demikian, ada beberapa hal yang
kiranya patut mendapat perhatian bersama.
Tidak dapat dipungkiri bahwa penelitian di Perguruan Tinggi -
karena berbagai sebab, terutama anggaran yang sangat
terbatas, hampir seluruhnya bertumpu kepada penelitian
“tugas akhir”; kalaupun ada penelitian yang bukan penelitian
“tudas akhir”, wujudnya kebanyakan hanya telaah evaluatif
sesuai pemberi "order". Dengan perkataan lain warna
keilmuan universitas kita mau tidak mau adalah warna
penelitian “tugas akhir”.
Konsekuensi dari kondisi tersebut, maka eksperimen yang
kita kerjakan hanya mendasarkan diri kepada realitas obyek
P a g e | 13
dari tempat lain, yang kebanyakan berasal dari kondisi
tempat tumbuh beriklim temperate atau subtropis. Pada
gilirannya, selain realitas obyektif tersebut mungkin berbeda
dengan negara kita yang tropis, kitapun akan selalu
ketinggalan, karena kita tidak mempunyai sumber sendiri
untuk ditelaah secara eksperimental.
Dalam pada itu sudah saatnya kitapun mengembangkan
telaah aksiomatis dan pemodelan, yang per definisi tidak
bertolak dari hipotesis, atau tidak menguji hipotesis.
BAHAN BACAAN Charles-Edward, D.A. 1982. Physiological determinants of crop growth.
Academic Press. Sidney. Charles-Edward, D.A., D. Doley and G.M. Rimmington. 1984. Modelling plant
growth and development. Academic Press. Sidney. Libbert, E. 1975. Lehrbuch der pflanzenphysiologie. Gustav Eisher Verlag.
Stuttgart. Phillips, B.S. 1976. Social Research , Strategy and tactics. MacMillan Publishing
Co. New York. Pearson, C.J. 1984. Control of crop productivity. Academic Press. Sidney. Simon, H.A. 1962. The Architecture of complexity. Proc. Amer. Philosophical
Soc. 106 : 467-482. Thornley, J.H.M. 1976. Mathematical models in plant physiogy. Academic Press.
London.
P a g e | 14
Bagian II : Metode Ilmiah dan Metode Penelitianii
Penelitian pada dasarnya adalah pengembangan lebih lanjut dari
kemampuan menggunakan nalar (reasoning ability) dalam kehidupan
keseharian kita.
Pengetahuan adalah segala apa yang kita ketahui. Salah satu
pengetahan itu adalah ilmu atau pengetahuan ilmiah, yang diperoleh
dengan cara tertentu yaitu diperoleh melalui metoda ilmiah. Puncak dari
pengetahuan ilmiah adalah kausalitas atau pengetahuan tentang
sebab akibat. Inilah pada dasarnya yang disebut teori. Teori atau
kausalitas merupakan produk dari pengukuhan proposisi1 yang
diperoleh dari hasil membanding-bandingkan atau apa yang disebut
tahapan komparasi. Apa yang kita banding-bandingkan? Yang kita
bandingkan adalah obek yang riil, obyek yang nyata, karena itu kita
sebut realitas obyek. Obyek yang riil artinya obyek yang dapat
ditangkap oleh indera, yang dapat dipersepsi oleh sensasi kita (sens2
perception3). Obyek-obyek yang dipersepsi itu oleh akal, oleh
kemampuan nalar kita dideskripsi, dan kemudian dipilah-pilah
berdasarkan kesamaan dan atau ketidak-samaannya. Proses itu kita
sebut taxonomical, yang merupakan tahapan menuju terbentuknya
konsep. Proses mengonsep realitas ini kita sebut tahapan
konseptualisasi. Konsep-konsep itulah yang diperbandingkan dalam
tahapan komparasi tersebut di muka, bukan realitas obyek tunggal.
Urutan proses-proses itu dapat digambarkan dalam bagan berikut;
1 Suatu statement yang siap untuk dinyatakan benar atau salah; a true or false statement 2 sense = indera, (sight, hearing, smell, taste and touch) that your body uses to get information about the world around you 3 perception = the way you notice things, especially with the senses: the ability to understand the true nature of sth SYN INSIGHT
P a g e | 15
Sumber:Akyas (1993)
Proses-proses itu dipandu oleh apa yang disebut kriteria kebenaran atau
teori ilmu4. Keseluruhan proses situ disebut metoda ilmiah5. Oleh
karena itu setiap macam ilmu bila dibedah (anatomi ilmu) di dalamnya
akan terdapat realitas obyek terdeskripsi, konsep, proposisi, dan
teori. Porsi mana yang paling besar mencerminkan tingkat kemajuan
dari ilmu itu. Ilmu yang sudah berkembang porsi teorinya lebih besar
katimbang ilmu yang belum berkembang6.
Lalu apa yang disebut penelitian? Semua upaya sadar untuk
meningkatkan pemahaman kita dalam tiap tahapan menuju
terbentuknya hubungan kausal atau teori tersebut disebut penelitian.
Dengan perkataan lain masalah penelitian atau masalah yang akan
diteliti itu bisa terdapat pada tiap tahapan “ketahuan”. Jadi ada
penelitian yang dilakukan karena:
4 Criteria kebenaran atau teori ilmu terdiri dari coherence (konsisten, sejalan/tidak bertetangan dengan pengetahuan sebelumnya), corepondence (apa yang dinyatakan sesuai dengan kenyataannya) dan pragmatis (paling dapat diandalkan); lihat uraian sebelumnya (Bag.I) 5 Lihat definisi yang sudah kita elaborasi. 6 Dari sudut pandang ini, ilmu-ilmu alamiah dinilai lebih maju katimbang ilmu-ilmu sosial. Apakah Sejarah termasuk ilmu? (Sebagian besar isinya “realitas obyek terdeskripsi”). Itulah pula sebabnya komunitas ilmu alamiah lebih suka menterjemahkan sciense = sain, sedangkan komunitas ilmu-ilmun sosial merasa lebih pas menterjemahkan sciense = ilmu pengetahguan.
P a g e | 16
obyek belum diketahui atau obyek belum terdeskripsi atau deskripsinya
perlu diperbaiki (obyek belum diketahui atau perlu dimantapkan), atau
obyek sudah diketahui namun belum dipilah atau belum dikonsep
(pembentukan konsep atau proposisi), atau
hubungan itu perlu dikukuhkan, atau perlu lebih dikukuhkan (Teori
belum atau perlu dimantapkan)
Oleh karena masalah yang diteliti beda tahapannya, maka kerja
penelitian dan bentuk penitiannyapun berbeda. Dalam hubungan ini
dapat dipilah menjadi:
Kerja penelitian dalam lingkup pendeskripsian / pemantapan realitas
obyek dan pembentukan konsep / proposisi disebut taksonomikal, dan
hasil yang dicapainya disebut deskripsi;
kerja penelitian pembentukan / pemantapan teori disebut teoritikal dan
hasil yang dicapainya berupa eksplanasi.
Bentuk penelitiannya dapat berupa: penelitian eksploratif, penelitian
eksplanatif dan penelitian verifikatif. Tabel berikut kiranya dapat lebih
memperjelas:
Sumber: Rusidi (1980).
P a g e | 17
Akyas et. Al.,(2004) dalam upaya mengembangkan teknologi hidroponik
di Laboratorium Kultur Terkendali, Fakultas Pertanian, Unpad,
mengoperasionalkan 3 (tiga) macam penelitian, yaitu; penelitian
deskriptif (survey), penelitian experimental hipotetik, dan penelitian
rekayasa (engineering, atau penelitian eksperimental aksiomatik).
Telah disebutkan bahwa puncak tahapan keilmuan adalah hubungan
kausal atau teori. Bila faktor-faktor yang menjadi sebab dipenuhi,
maka akibatnya dapat diperkirakan. Artinya teori menghasilkan
ramalan. Kegiatan nalar dari teori (dari yang umum) ke ramalan (yang
khusus) disebut deduksi (menggunakan logika dan matematika).
Proses untuk membuktikan kebenaran dari lamaran itu disebut
pengukuhan atau verifikasi, yang ditempuh melalui percobaan/
eksperimental. Hasil verifikasi disebut fakta. Fakta-fakta yang terkumpul
dapat diklassifikasikan kembali, dicoba dicari hubungan-hubungannya
melalui pengamatan yang intensif dan terkadang juga menggunakan
percobaan dan statistika, menghasilkan teori. Jadi dari yang khusus
(partikular7; fakta-fakta yang banyak sekali) ke generalisasi, yang
umum; proses nalar ini disebut induksi. Lingkaran itulah yang disebut
azas hipotetiko-deduktif-verifikatif, seperti dapat disimak pada bagan
berikut:
7 particular = used to emphasize that you are referring to one individual person, thing or type of thing and not others
P a g e | 18
AZAS HIPOTHETICO-DEDUKTIVE-VERIFIKATIVE
TEORI RAMALANdeduksi
dengan logika
dan matematika
induks
i verifikasi
FAKTA
dengan pengamatan
yang selalu dikukuhkan
dengan percobaan
Dengan pengamatan
Terkadang ditambah
Percobaan dan statistika
OR
DE
O
BS
ER
VA
SI
OR
DE
K
ON
SE
PT
UA
LIS
AS
II
pengamatan realitas obyek /
konseptualisasi
Sumber: Suria Sumantri (1981)
Langkah Penelitian
Telah dikatakan penelitian adalah instrumen untuk mengembangkan
pengetahuan ilmiah, atau secara lebih terinci sejalan dengan paparan di
atas, penelitian adalah upaya untuk memperoleh atau meningkatkan
pemahaman atas suatu obyek, baik obyek dalam artian realitas tunggal
(obyek, konsep), maupun obyek yang merefleksikan hubungan antar
konsep atau phenomena. Upaya untuk meningkatkan pemahaman ini
ditempuh melalui langkah
mendefinisikan masalah dan memposisikannya pada ilmu
pengetahuan dewasa ini (biasa disebut kajian reflektif)
menjaring semua informasi yang berkaitan dengan masalah ini,
dengan metoda yang sesuai8,
menganalisis dan menginterpretasikan data dengan mengacu
pada aturan-aturan baku,
8 Penentuan variable dan pemilihan metoda percobaan pada penelitian experimental. Pada peneltitian deskriptif, mungkin menggunakan teknik dan instrumen yang khusus; keterandalannya sering sangat tergantung kepada akurasi teknik dan instrumen yang digunakan.
P a g e | 19
mengkomunikasikan hasil ini ke pada yang lain9.
Dalam mendefinisikan masalah, sipeneliti merenung-dalam apa
sesungguhnya yang ingin dia ketahui, apa yang telah diketahui
tentang obyek/masalah itu saat ini10, dan bagaimana
kemungkinannya agar ia dapat bergerak kearah pemahaman yang
lebih baik. Langkah berikutnya adalah menggali semua data yang
relevan yang berkaitan dengan masalah ini, dengan menggunakan
tehnik investigasi yang cocok dengan batasan masalah yang kita
buat11.Wujud hasil penelitian / sumbangan ilmiah yang
dihasilkannya dapat berupa: (a)teori baru, (b)perbaikan /
penyempurnaan / pengukuhan teori existing, (3) teknologi baru,
(c) penyempurnaan / adaptasi teknologi existing, (d) deskripsi
dan/atau eksplanasi realitas obyek (fenomen/evidensi/fakta) baru.
9 Jadi mengkomunikaikan hasil penelitian ilmu merupakan bagian tidak terpisahkan dari penelitian itu sendiri, karena ilmu pada dasarnya adalah upaya komunal (lihat Bagian III dari tulisan ini) 10 Mencari reference{(tertulis (lietatur, dokumen), tidak tertulis (keterangan akhli)} 11 Teknik penelitian
P a g e | 20
Bagian III: Ilmu dan Teknologiiii
Bagaimana hubungan antara ilmu dan teknologi? Sering disebut-
kan bahwa teknologi adalah turunan atau penjabaran dari ilmu.
Namun dalam awal perjalanan sejarahnya nampak bahwa teknolo-
gi muncul lebih dahulu katimbang ilmu. Dalam upayanya untuk
eksis, manusia mencoba membuat sesuatu agar dapat bertahan
hidup lebih mudah dan lebih nyaman. Secara trial and error
akhirnya mereka memperoleh sesuatu cara yang dapat lebih
mempermudah bekerjasama dan atau memanipulasi alam
sekitarnya untuk keuntungan mereka. Itulah yang disebut
teknologi. Dalam perkembangan berikutnya, didorong oleh rasa
ingin tahu yang besar (curiocity), manusia mulai mencoba
memahami bagaimana evidensi alamiah (fenomena) yang terjadi
disekitarnya berproses/ bekerja. Mereka berangsur-ansgsur makin
banyak tahu bagaimana alam itu bekerja. Inilah pada dasarnya
yang disebut ilmu. Dengan ilmu itu manusia mulai belajar secara
lebih terprogram bagaimana memanfaatkan alam untuk
kepentingan dirinya. Inilah yang disebut teknologi berbasis ilmu.
Pada wujudnya yang sekarang hubungan ilmu dan teknologi
memang tidak sesedarhana itu; makin kompleks dan kait
mengkait. Uraian berikut mencoba berrefleksi12 tentang hubungan
ilmu dan teknogi.
Secara traditional aktivitas intelegensia13 manusia ada dua, yaitu
practikal dan teoritikal
• Intelegensia praktikal berkaitan dengan kemampuan
bertahan hidup (survival) dan kesejahteraan dengan adaptasi
dan/atau mengontrol lingkungan dan interst pada outcome atau
hasil akhir
• Intetegensia teoretikal lebih concern pada mencari tahu dan
memahami dan - seperti seni - sering sekali tidak tertarik pada
praktek, dan hasil akhir yang spesifik
Dengan dasar pembedaan tersebut hubungan antara sain dan
teknologi dapat digambarkan dalam bagan berikut
12 Lihat footnote no. 7. 13 Intelligent = good at learning, understanding and thinking in a logical way about things; showing this ability
P a g e | 21
BAGAN HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN TEKNOLOGI
Teknologi Ilmu
macam
pengetahuan
bagimana mengerjakan
ini
apa masalahnya?
mengapa?
manusia
sebagai
pembuat dan pelaku
aktif dalam aktivitas
kehidupan
sipencari tahu yang
sangat ingin tahu dan
penemu apa yang ada
disana (diluar dirinya/
external world)
metoda invensi14, trial & error
dengan tujuan/hasil ahir
sebagai pedoman
membangun hipotesis,
menguji, konfirmasi
dan diskonfirmasi
dengan komunitas ilmu
tujuan menemukan apa yang
seharusnya dilakukan
untuk menghasilkan,
mencegah atau
mengubah evidensi dan
realitas
menemukan realitas
eksternal dan apa
yang telah terjadi atau
tidak terjadi dan
mengapa
Sumber: Kegley (1989)
Bagan tersebut dapat dielaborasi lebih jauh sebagai berikut:
Konsern ilmu terutama adalah menemukan realitas
eksternal yang ada dan mengembangkan eksplanasi teoritis
agar dapat menjelaskan apa yang telah atau akan terjadi
dan mengapa. Sain berusaha menemukan hukum umum (seperti;
Hukum Gravitasi Fisika Newton,dan Teori Relativitas Einstein) yang
menjadikan berbagai fenomena alamiah dapat dimengerti oleh
manusia. Metodanya menggunakan modus testing hipotesis
dengan eksperimentasi15 yang open ended16. Hasilnya ditest
14 Invent = to produce or design sth that has not existed before 15 Perhatikan! Hipotesis diangkat dari proposisi hasil membanding-bandingkan (komparasi) konsep; experiment adalah pe3ngukuhan. Lihat paparan di Bagian II!
P a g e | 22
dan ditest kembali dalam komunitas ilmiah. Jadi ilmu pada
hakekatnya adalah upaya komunal. Sejatinya adalah milik publik,
suatu aktivitas yang terbuka.
Dalam pada itu teknologi, mencari hasil spesifik dan, walaupun ada
proses problem-solving, trial & error, dan eksperimen, itu adalah
suatu sirkuit tertutup yang berakhir bila masalah terpecahkan atau
hasil yang dituju tercapai. Teknologi konsern denga hasil akhir dan
bagaimana mengerjakan / mencapainya. Eksperimen berhenti
ketika hasil tercapai atau problem terpecahkan, kecuali bila muncul
masalah lain atau penyempurnaan lebih lanjut untuk meningkatkan
efisiensi
Teknologi konsern dengan pengendalian alam dan berharap dapat
merahasiakan penemuan dan keberhasilan teknik pemecahan
masalah tsb. Dalam hal ini teknologi seperti kekuatan misterius
atau magis yang dapat mengubah benda. Upaya semacam ini
menekankan kerahasiaan dan merupakan kontrol alam oleh
manusia
Sisi lain hubungan ilmu dan teknologi adalah bahwa teknologi
sebagai aktivitas manusia yang universal dan historis muncul
sebelum sain, sedang evidensi riil tentang pengetahuan teoritis
(ilmu) baru muncul kemudian (pada peradaban Yunani?17). Dalam
bentuk kontemporernya, ilmu sebagai pengetahuan teoritis
experimental pada dasarnya bergantung pada dan dimple-
mentasikan melalui instrumen18 teknologi. (telescope pada
astronomi modern, mikroskop pada biologi, dsb.)
Selanjutnya, sejarah dan prioritas ontologis19 ilmu dan teknologi,
menunjukkan bahwa ilmu dan teknologi berinteraksi dalam
berbagai cara dan sangat kompleks
• Perkembangan teknologi dan praktik-praktiknya (tekniknya)
menstimulasi masalah ilmu dan teori. Contoh: perkembangan
mesin uap yang menginisiasi penelitian panas dan enerji
16 Ujung atau akhir yang selalu terbuka untuk diteruskan/ dibuka kembali. 17 Ini masih dipertanyakan, mungkin China atau India lebih dahulu. 18 Instrument = something that is used by sb in order to achieve sth 19 Prioritas ontologis = priorotas obyek telaah atau priorotas yang menjadi konsern.
P a g e | 23
mendorong terbentuknya sain dan hukum-hukum
termodinamika.
– Sebaliknya teori meletakkan dasar bagi perkembangan
teknologi. Contoh dramatis perkembangan teknologi berbasis
sain: pergerakan dari teori relativitas Einstein ke produksi
fusi-nuclear di laboratorium, kemudian ke produksi bom atom
di Los Alamos; Yang terbaru adalah teknologi genetik
berkembang dari sain (ilmu) genetika.
Referensi dan Bahan Bacaan Lain.
Akyas, A.M. 1993. Metoda Ilmiah dan metoda Penelitian. Penataran
Metodologi Penelitian untuk Kovertis Wil. 4. Lembaga
Penelitian Unpad. Tidak dipublikasikan
Akyas, A. M. 2009. Bahan Ajar Metoda Ilmiah Ilmu- Ilmu Alam.
Fakultas Pewrtanian Universitas Padjadjaran. Tidak
Dipublikasikan.
Akyas, A. M.2008.Bahan Ajar Filsafat Ilmu. Program Pasca Sarjana
Universitas Padjadjaran. Tidak Dipublikasikan.
Akyas, A. M. 2005. Membangun Kemandirian dan Ketahanan
Pangan. Beberapa Catatan untuk RPPK. Simposium
Revitalisasi Pertanian, diselenggarakan dalam Rangka
Dies Natalis Universitas Padjadjaran, Bandung 1
September 2005.
Akyas, A. M., Widayat, D., Nursuhud. 2004. Research and
Development in Hydroponics technology at the Laboratory
of Horticulture Padjadjaran University. A case with
Tomato Cuvar, Recento. The 5th International
Symposium-cum-Workshop in Southeast Asia. The Role of
German Alumni in Rural/ Regional Development and
Entrepreneurship, 23 -27 August 2004, Phnom
Penh,Cambodia. Proceeding.
P a g e | 24
Akyas, A.M. 2000. Penelitian dalam Bidang Ilmu Tanaman. Suatu
Refleksi Epistemologis. (2000). Journal Bionatura, Vol 1
No. 2
Anonim. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Kebudayaan.
Penerbit Buku Kompas. Cetakan Pertama. Jakarta.
Barry, Vincent. 1980. Philisophy ; A text with reading. Wadsworth
Publishing Company. Belmont, California
Capra, Fritjop. 2000. The Tao of Physics. Menyingkap
Kesedjadjaran Fisika Modern dan Mistisisme Timur.
Jalasutra. Yogyakarta.
Djajasukanta, Husen. 1990. Bahan Penataran Petode Penelitian.
Lembaga Penelitian, Universitas Padjadjaran. Tidak
dipublikasikan.
Gardner, Martin (Ed.). 1994. Great Essays in Science. Prometheus
Books, New York.
Healey, S, A.1996. Science, Technology and Their Contemporary
Problem. dalam International Conference on Values and
Attitudes in Science and Technology. International Journal
of Science & Technology, Kuala lumpur, Mslaysia, 3-6
September, 1996. Special Issue.
Kegley, Jacquelyn Ann K. (1996). Science, Technology, Human
Values and Choices. dalam International Conference on
Values and Attitudes in Science and Technology.
International Journal of Science & Technology, Kuala
lumpur, Mslaysia, 3-6 September, 1996. Special Issue.
Kuhn, Thomas. 1962. The Structure of Scientifiuc Revolution.
University of Chicago Press. Chicago.
Nasr, Seyyed, Hossein. 1986. Sains dan Peradaban di Dalam Islam.
J. Mahyudin
Philips, Bernard, S. 1976. Social Research. Strategy and Tactics.
Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Rusidi. 1980. Bahan Ajar Metode Penelitian dan Penulisan Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Padjdadjaran. Tidak
Dipublikasikan.
P a g e | 25
Soetomo, Greg. 1995. Sains & Problem Ketuhanan. Kanisius,
Yokyakarta.
Sunardi, St. 1999. Nietzsche.LkiS Yogyakarta. Cetakan Kedua,
Maretv 1999
Suriasumantri, Yuyun.1990. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar
Populer. Cetakan VI. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Suriasumantri, Yuyun. 1981. Ilmu dalam Perspektif. Pt Gramedia,
Jakarta.
Suwardi, Herman. 2004. Roda Berputar, Dunia Bergulir. Kognisi
baru tentang timbul tenggelamnya sivilisasi. Bakti
Mandiri. Bandung
Tarnas, Richard. 1993. The Passion of Western Mind. Baltimore
Books. New York, USA
Wilarjo, L. (1981). Ilmu dan Humaniora dalam Surisumantriu, Y.
(ed.). Ilmu Dalam Perspektif. Pt Gramedia, Jakarta.
Zimmerman, Barry, E., and David J. Zimmerman. 1995. Nature
Curiosity Shop. Contemporary Books, USA. i Bagian pertama dari Bahan Ajar ini dikutip selengkapnya dari tulisan A. M. Akyas dengan judul yang
sama dalam Journal Bionatura, Vol 1 No. 2, Tahun 2000.
ii Akyas, A.M. 1993. Metoda Ilmiah dan metoda Penelitian. Penataran Metodologi Penelitian untuk
Kovertis Wil. 4. Lembaga Penelitian Unpad. Tidak dipublikasikan
iii Disarikan untuk kepeluan kuliaqh ini dari Kegley, Jacquelyn Ann K. (1996). Science, Technology,
Human Values and Choices. dalam International Conference on Values and Attitudes in Science and
Technology. International Journal of Science & Technology, Kuala lumpur, Mslaysia, 3-6 September,
1996. Special Issue. Met