pendidikan_dan_stratifikasi_sosial-_tugas_resume_3.doc

56
PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL Penggolongan sosial adalah penggolongan masyarakat ke dalam berbagai kategori dari lapisan teratas sampai lapisan paling bawah. Ada penggolongan masyarakat yang sangat ketat dimana seseorang dari strata bawah tidak bisa dengan mudah berpindah ke strata atas namun ada juga penggolongan masyarakat yang fleksibel dimana orang dari golongan strata bawah bisa saja kemudian meningkat menjadi golongan strata atas demikian juga sebaliknya. Ada nya golongan-golongan yang timbul di masyarakat muncul karena adanya perbedaan status di dalamnya. Untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu 1. Metode obyektif, dimana stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria yang objektif, yang bisa dilihat dari jumlah pendapatan, tingginya pendidikan, jenis pekerjaan dan kriteria lainnya. Keterangan yang didapat berdasarkan hasil sensus penduduk. Contoh pada masyarakat di Amerika Serikat (1954) dari hasil sensusnya dapat diketahui bahwa ternyata dokter menempati kedudukan tertinggi dalam masyarakat yang sama kedudukan nya dengan gubernur. Guru lebih rendah dari kapten tentara sedangkan penyemir sepatu menduduki tempat paling rendah (Nasution, 2009:27). 2. Metode subyektif, dimana masyarakat digolongkan menurut pandangan anggota masyarakat yang menilai dirinya sendiri dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat. Metode ini

Upload: iwan

Post on 07-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL

Penggolongan sosial adalah penggolongan masyarakat ke dalam berbagai kategori dari

lapisan teratas sampai lapisan paling bawah. Ada penggolongan masyarakat yang sangat ketat

dimana seseorang dari strata bawah tidak bisa dengan mudah berpindah ke strata atas namun ada

juga penggolongan masyarakat yang fleksibel dimana orang dari golongan strata bawah bisa saja

kemudian meningkat menjadi golongan strata atas demikian juga sebaliknya.

Ada nya golongan-golongan yang timbul di masyarakat muncul karena adanya perbedaan

status di dalamnya. Untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu

1. Metode obyektif, dimana stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria yang objektif, yang

bisa dilihat dari jumlah pendapatan, tingginya pendidikan, jenis pekerjaan dan kriteria

lainnya. Keterangan yang didapat berdasarkan hasil sensus penduduk. Contoh pada

masyarakat di Amerika Serikat (1954) dari hasil sensusnya dapat diketahui bahwa

ternyata dokter menempati kedudukan tertinggi dalam masyarakat yang sama kedudukan

nya dengan gubernur. Guru lebih rendah dari kapten tentara sedangkan penyemir sepatu

menduduki tempat paling rendah (Nasution, 2009:27).

2. Metode subyektif, dimana masyarakat digolongkan menurut pandangan anggota

masyarakat yang menilai dirinya sendiri dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat.

Metode ini menggolongkan masyarakat sebagaimana dia merumuskan sendiri dan

menempatkan sendiri posisinya dalam masyarakat. Kelemahannya adalah kadang

tanggapan orang tidak sesuai dengan tanggapan dirinya mengenai posisinya dalam

masyarakat. Dengan metode ini bisa diajukan pertanyaan, menurut pendapat saudara

termasuk golongan manakah saudar di negeri ini, golongan atas, menengah atau rendah ?

3. Metode reputasi, Metode ini memberikan kesempatan pada orang dalam masyarakat itu

sendiri untuk menentukan golonan mana-mana yang terdapat dalam masyarakat itu lalu

mengidentifikasi anggota masyarakat ke golongan tertentu. Bisa dikatakan tidak ada

kriteria yang sama yang berlaku untuk menentukan golongan sosial dalam berbagai

masyarakat didunia ini. Semisal kriteria penggolongan di desa berbeda dengan kriteria

penggolongn di kota.

Dalam menganalisa masyarakat Warner menemukan 6 golongan yakni:

Upper-Upper

Lower-Upper

Upper-Middle

Lower-Middle

Upper-Lower

Lower-Lower

Keberatan yang diajukan terhadap metode W.L Warner :

Metode ini hanya dapat digunakan bila masyarakat itu kecil sehingga masing-

masing saling mengenal

Metode ini tidak menggambarkan struktur stratifikasi sosial yang sebenarnya

dalam masyarakat kecil akan tetapi menurut pandangan golongan menengah dan

golongan atas yang digunakan menjadi informan utama

Metode ini dinilai tidak cermat dan tidak akan memberikan hasil yang sama bila

diterapkan oleh peneliti lain. Jadi maksudnya lain peneliti bisa saja menghasilkan

hadil penelitian yang berbeda.

GOLONGAN SOSIAL SEBAGAI LINGKUNGAN SOSIAL

Golongan sosial menentukan lingkungan seseorang. Pengetahuan, kebutuhan dan tujuan,

sikap, watak seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.Sistem golongan sosial

menimbulkan batas-batas dan rintangan ekonomi, kultural dan sosial yang mencegah pergaulan

dengan golongan - golongan lain. Orang cenderung akan mencari pergaulan dikalangan yang

dianggap sama golongan sosialnya dengan dirinya. Dalam hal pendidikan, golongan sosial bisa

membatasi dan menentukan lingkungan belajar anak.

Orang yang termasuk golongan sosial yang sama cenderung bertempat tinggal di daerah

tertentu. Misalkan orang golongan atas akan tinggal di daerah elite karena anggota golongan

rendah tidak mampu tinggal di sana.Orang akan mencari pergaulan dikalangan yang dianggap

sama golongan sosialnya.Namun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan sosial.

TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGAKAT GOLONGAN SOSIAL

Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan seseorang

digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat korelasi

yang tinggi antara kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah

ditempuhnya, meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan sendirinya menjamin

kedudukan sosial yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi

karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan

tinggi.Sementara orang yang termasuk golongan atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan

pendidikan sampai perguruan tinggi. Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis, yang

mempunyai pendapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa termasuk golongan atas akan

mengusahakan anknya masuk universitas dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak

yang orangtuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok , tinggal

digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan anaknya menikmati perguruan tinggi.

Ditingkat SD belum tampak adanya pengaruh perbedaan golongan sosial, apalagi kalau

ada kewajiban belajar yang mengharuskan semua anak memasukinya, akan tetapi pada tingkat

yang lebih tinggi akan lebih tampak jelas. Dimana persentase anak-anak golongan yang berada

atau berpangkat makin meningkat dengan bertambah tingginya taraf pendidikan dan usia pelajar.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:

1.Pendapatan orangtua yang tidak mencukupi.

2.Kurangnya perhatian akan pendidikan dikalangan orangtua, banyak anak dari golongan

menengah kebawah yang mempunyai hasrat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat

yang lebih tinggi tapi orangtua malah menghalangi karena tidak adanya biaya karena

pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Walau demikian ada juga beberapa

kasus si anak tetap ingin melanjutkan pendidikannya walaupun dia harus berusaha sendiri

untuk membiayai pendidikannya.

GOLONGAN SOSIAL DAN JENIS PENDIDIKAN

Golongan sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya jenjang pendidikan anak

tetapi juga berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang dipilih. Tidak semua orangtua mampu

membiayai studi anaknya diperguruan tinggi.

Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya mampu, akan memilih sekolah menengah umum

sebagai persiapan untuk belajar di perguruan tinggi.Sementara orangtua yang mengetahui batas

kemampuan keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya, dengan

pertimbangan setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja sesuai dengan keahliannya.Dapat

diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari glongan rendah daripada

yang berasal dari golongan atas.

Karena itu sekolah menengah dipandang lebih tinggi statusnya daripada sekolah

kejuruan.Demikian pula dengan mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan dengan

perguruan tinggi dipandang mempunyai status yang lebih tinggi , misal matematika, fisika

dipandang lebih tinggi daripada Tata buku.Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan

siswa tetapi juga dikalangan orangtua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja

menyampaikan sikap itu kepada anak-anaknya.

BAKAT DAN GOLONGAN SOSIAL

Berdasarkan penelitian tentang angka-angka murid menunjukkan bahwa angka-angka

yang tinggi lebih banyak ditemukan pada murid dari golongan sosial yang tinggi.Kegagalan

dalam pelajaran lebih banyak terdapat dikalangan murid dari golongan rendah. Walaupun dalam

tes intelegensi ternyata kelebihan IQ anak-anak golongan atas, namun tak semua kegagalan dan

angka - angka rendah yang kebanyakan dari anak golongan rendah dapat dijelaskan dengan IQ.

Ini menandakan bahwa Iq mengandung unsur pengaruh lingkungan.Atas pengaruh lingkungan

IQ dapat berubah. Lingkungan yang baik dapat meningkatkan IQ.

Pada umumnya ada perbedaan bakat atau pembawaan diantara anak-anak dari berbagai

golongan sosial. Disamping itu terdapat pula perbedaan pula perbedaan minat mereka terhadap

kurikulum yang berlaku dan motivasi untuk mencapai angka yang tertinggi. Guru-guru dapat

memperhatikan bahwa banyak anak dari golongan rendah mempunyai perhatian yang kurang

terhadap pelajaran akademis meskipun mempunyai IQ yang tinggi.Anak-anak dari golongan

rendah biasanya turut mencari nafkah keluarga sehingga mengurangi minat belajar. Selain itu

ada kemungkinan perbedan partisipasi anak-anak dari berbagai golongan sosial dalam berbagai

kegiatan ekstra kurikuler yang memerlukan waktu dan biaya, seperti kegiatan olahraga, kemping,

musik, seni lukis, kepranukaan dan sebagainya, kecuali bila diharuskan bagi semua siswa.

Guru pun secara tidak sadar cenderung lebih memperhatikan anak-anak dari golongan

menengah atas karena guru sendiri menganggap dirinya berada pisisi menengah atas sehingga

berbuat sesuai dengan norma itu. Aturan dijalankan sesuai dengan golongan menengah atas

sehingga tidak mungkin dapat dipahami oleh anak-anak dari golongan yang lebih rendah

SOSIOMETRI

Sosiometri digunakan untuk mengetahui hubungan sosial antara murid-murid dalam

kelas. Kepada anak-anak diminta menulis nama satu orang dengan siapa dia duduk sebangku,

dapat juga kita minta nama dua orang menurut prioritas anak itu bahkan ditambah dengan nama

ank yang tidak disukai. Selain teman sebangku, juga bisa diganti dengan teman menonton, teman

belajar, teman bermain dll. dari nama-nama yang ditulis dapat diolah menjadi sosiogram yang

menunjukkan gambar diagram hubungan sosial dalam kelas.Anak yang paling dipilih diberi

julukan " bintang ", anak yang tidak dipilih oleh siapapun disebut " isolate ". Selain itu akan

muncul dua orang yang saling memilih disebut " pair / pasangan ", kemudian tiga orang yang

saling memilih disebut " triangle / segitiga " dan ditemukan juga satu kelompok yang erat

hubungan anggotanya disebut " klik / clique ".

MOBILITAS SOSIAL

Dalam tiap masyarakat modern terdapat mobilitas sosial atau perpindahan golongan yang

cukup banyak. Perpindahan orang dari golongan sosial yang lain, yang lebih tinggi atau lebih

rendah disebut mobilitas sosial vertical. Mobilitas sosial ini berarti bahwa individu itu memasuki

lingkungan sosial yang berbeda dengan sebelumnya.

Ada faktor penghambant mobilitas seperti agama,kesukuan, jenis kelamin dan

sebagainya. Kenaikan golongn sosial dapat diselidiki dengan (a) meneliti riwayat pekerjaan

seseorang, (b) membandingkan kedudukan sosial indidu dengan kedudukan orang tuanya,. Jadi

tidak ada negara yang sepenuhnya “terbuka” atau “tertutup bagi mobilitas sosial, kerena dalam

masyarakat terbuka orang lebih mudah naik kegolongan sosial yang lebih tinggi.

Boleh dikatakan bahwa, status sosial seseorang bergantung pada usaha dan kemauannya

untuk meningkatkan golongan sosialnya. Sedangkan dalam masyarakat tertutup kenaikan sosial

mengalami banyak kesulitan, diantaranya ada yang tidak dapat diatasi oleh individu itu sendiri,

karena ditentukan oleh keturunan. Walaupun dalam madyarakat terbuka setiap orang mencapai

tingkat sosial yang paling tinggi yaitu, terdapat banyak mobilitas, yang naik lebih banyak dari

pada yang turun, namun kenaikan itu terbatas dinegara maju. Faktor lain yang memperluas

mobilitas sosial adalah perluasan dan peningkatan pendidikan untuk memenuhi tenaga kerja bagi

pembangunan yang kian meningkat, khususnya pendidikan tinggi.

Pada umumnya kenaikan status sosial dianggap bai, karena membuktikan keberhasilan

usaha seseorang. Namun, ada mensyinyalir aspek negatif, yakni bagi individu timbulnya rasa

ketegangan, keangkuhan dengan memamerkan kekayaan, keguncangan kehidupan, keluarga

dengan bertambahnya perceraian atau eretakan keluarga. Selain itu, moblitas sosial dapat

memeperlemah solidaritas kelompok karena, mereka yang beralih golongan sosial akan

menerima norma-norma baru dari golongan yang dimasukinya dengan meninggalkan norma-

norma golongan sodial semula.

PENDIDIKAN DAN MOBILITAS SOSIAL

Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk lebih baik didalam masyarakat. Makin tinggi

pendidikan diperoleh, makin besar untuk mencapai tujuan itu. Dengan demkian, terbuka

kesempatan untuk meningkat kegolongan sosial yang lebih tinggi. Oleh karena itu dikatakan

bahwa pendidikan merupakan jalan bagi mobilitas sosial. Ddengan memperluas dan merata

pendidikan, diharapkan dicairkannya batas-batas golongan-golongan sosial. Dengan demikian,

perbedaan golongan sosial akan dikuranngi jika tidak dapt dihapus seluruhnya.

Mengenai mobilitas sosial terdapat dua pengertian :

1. Suatu sektor dalam masyarakat secara keseluruhan berubah kedudukannya terhadap

sektor lain. Misalnya buruh industri yang dahulu mempunyai kedudukan yang rendah

mendapat posisi yang baik setelah mendapat gaji yang lebih tinggi, kekuasaan politik

yang lebih besar dan sebagainya.

2. Tentang mobilitas sosial ialah kemungkinan bagi individu untuk pindah dari lapisan satu

untuk pindah kelapisan yang satu lagi. Pendidikan membuka kemungkinan adanya

mobilitas sosial. Pendidikan secara merata memberikan persamaan dasar pendidikan dan

mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah. Walaupun terdapat mobilitas

sosial secara sektoral, banyak pula golongan randah yang tetap dianggap rendah. Namun,

kedudukan golongan rendah tidak statis, akan tetapi dapat terus bergerak maju bila diberi

pendidikan yang lebih banyak.

MOBILITAS SOSIAL MELALUI PENDIDIKAN

Banyak contoh-contoh yang dapat kita liat disekitar kita, tentang orang yang meningkat

dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Salah satu contohnya yaitu pada

jaman dahulu orang yang menyelesaikan pelajarannya pada HIS yaitu SD pada jaman Belanda,

mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapatkan kedudukan sosial yang terhormat. Apa

lagi kalau ia lulus MULO, AMS, atau Perguruan Tinggi, maka makin besarlah kesempatannya

untuk mendapatkan kedudukan yang baik. Dengan demikian, masuk golongan sosial menengah

atas. Kini pendidikan SD bahkan SMA hampir tidak ada pengaruhnya dlam mobilitas sosial.

Karena, kini pendidikan tinggi dianggap suatu syarat bagi mobilitas sosal.di samping ijazah

perguruan tinggi, ada lagi faktor-faktor lain membawa seseorang kepada kedudukan tinggi dalam

pemerintahan atau dunia usaha. Dapat kita pahami bahwa, anak-anak golongan rendah lebih suka

mendapat kedudukan sebagai pimpinan perusahaan dibanding anak pemimpin perusahaan itu

sendiri. Hubungan pribadi, rekomendasi dari orang yang berkuasa disamping ijazah dan prestasi

turut berperan, untuk mendapatkan posisi yang tinggi. Mobilitas sosial bagi individu agak

kompleks karena adanya macam-macam faktor yang membantu sesorang meningkat dalam

jenjang sosial. Misalnya, sekolah sebagai jalan bagi mobilitas sosial.

TINGKAT SEKOLAH DAN MOBILITAS SOSIAL

Diduga bahwa bertambah tingginya taraf pendidikan. Makin besarnya kemungkinan

mobilitas bagi anak-anak golngan rendah dan menengah. Ternyata ini tidak selalu benar, bila

pendidikan itu hanya terbatas pada pendidikan tingkat menengah. Jadi, walaupun kewajiban

beljar ditingkatkan sampai SMA , masih menjadi pertanyaan, apakah mobilitas sosial akan

meningkat. Mungkin sekali tidak akan terjadi perluasan mobilitas sosial. Akan tetapi, pendidikan

tinggi masih dapat mamberikan mobilitas itu. Walaupun dengan bertambahnya lulusan

perguruan tinggi, makin berkurang ijazasah untuk meningkat dalam status sosial.

PENDIDIKAN MENURUT PERBEDAAN SOSIAL

Pada umumnya dinegara demokrasi, orang sukar menerima, adanya golongan-golongan

sosial dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang semua warga negara sama, dalam

kenyataannya tak dapat disangkal adanya perbedaan sosial itu, yang tampak dari sikap rakyat

biasa terhadap pembesar, orang miskin terhadap orang kaya, pembantu terhadap majikan, dan

lain-lain. Perbedaan itu nyata dalam symbol-simbol status seperti; mobil mewah, rumah

mentereng, perabot luks, dll. Suka atau tidak suka perbedaan sosial terdapat disepanjang masa,

walaupun sering perbedaan tidak selalu mencolok.

Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing dapat maju

dalam hidupnya mencapai tingkat setinggi-tingginya. Akan tetapi sekolah sendiri tidak mampu

meniadakan, batas-batas tingkat sosial itu. Pendidikan selalu merupakan bagian dari sistem

sosial. Namun, segera timbul keberatan terhadap pendirian yang demikian. Karena dianggap

bertentangan dengan prinsip demokrasi dengan mengadakan driskriminasi dalam pendidikan.

Cara demikian akan memperkuat penggolongn sosial dan menghambat mobilitas sosial yang

diharapkan dari pendidikan. Harapan ini tidak mudah diwujudkan karena banyak daya-daya lain

duluar sekolah yang menibulkan, stratifikasi sosial yang jauh lebih kuat daripada pendidikan

formal. Pada saat ini sekolah-sekolah meneruskan cita-cita untuk menebarluaskan ideal dan

norma-norma kesamaan dan mobilitas secara verbal. Disamping adanya daya-daya stratifikasi

yang berlangsung terus dalam masyarakat. Ini berarti bahwa usaha untuk mengajarkan kesamaan

dan mobilitas akan menghadapi kesulitan dalam dunia nyata.

Sumber Bacaan :

Prof. Dr. S. Nasution, M.A. Sosiologi Pendidikan. Bumi Aksara. 2009. Jakarta

Prof. Dr. Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Kencana. 2012. Jakarta

PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL

PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL

Ahli sosiologi berpendapat bahwa dalam semua masyarakan memiliki ketiksamaan diberbagai bidang. Misalnya dalam bidang ekonomi, sebagian anggota masyararakat memiliki kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidup yang terjamin, sedangkan sebagaian lainnya dalam keadaan miskin dan tidak sejahtera. Pada bidang politik sebagian orang memiliki kekuasaan dan sebagain lainnya dikuasai. Pada bidang politik sebagian orang ada yang mengenyam pendidikan sampai ketingkat yang paling tinggi dan sebagian lainnya ada yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Inilah realitas social dalam masyarakat, yang dapat ditangkap oleh pemerintah dan daya fikir manusia. Perbedaan anggota masyarakat ini, seperti telah dikatakan terdahulu, dinamakan stratifikasi social (social stratification). Pendidikan dalam hal ini memiliki peranan strategis dalam membentuk stratifikasi sosial[1].

A.    Pengertian Stratifikasi SosialSejumlah ahli sosiologi mengemukakan defenisi stratifikasi social sebagai berikut :

a)      Menurut Mosaca : stratifikasi social adalah pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya.

b)      Menurut Max Weber : Stratifikasi social merupakan penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu atas lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.

c)      Menurut Pitirim A. Sokorin : Stratifikasi social merupakan pembedaan penduduk attau masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hirarki)[2].

Stratifikasi social atau pelapisan social pada dasarnya berbicara tentang penguasaan sumber-sumber – sumber social. Sumber social adalah segala sesuatu yang oleh masyarakat diapndang sebagai sesuatu yang berharga,tetapi terbatas dalam jumlah sehingga memperolehnya  dibutuhkan usaha-usaha tertentu. Terjadinya stratifikasi social karena tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban  sehingga rasa tanggung jawab social berkurang lalu dilajutkan dengan adanya ketimpangan pemilikan nilai atas harga. Akibatnya, sesame anggota kelompok social menilai dan memilah-milah  yang akhirnya tersirat dan diakui adanya perbedaan , pada akhirnya muncullah strata. Bentuk pelapisan dalam masyarakat berbeda banyak sekali, tetapi pelapisan itu tetap ada[3].

Jadi kami menyimpulkan bahwa stratifikasi social adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok social (komunitas) secara bertingkat. Misalnya dalam komunitas tersebut terdapat strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah.

Adapun yang melatar belakangi timbulnya stratifikasi social adalah sebagi berikut :a)      Perbedaan ras dan budaya.b)      Pembagian tugas/kerja yang terspesialisasic)      Kelangkaan sumber daya maupun kekuasaan.

Adapun yang mendasari terjadinya stratifikasi social adalah sebagai berikut :a)      Kekayaanb)      Kekuasaanc)      Kehormatand)     Keturunane)      Pendidikan (Ilmu Pengetahuan)[4].

B.     Hubungan Stratifikasi Sosial dengan pendidikanDalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan atau pendidikan, orang yang memiliki

keahlian atau berpendidikan akan mendapat penghargaan lebih besar disbanding mereka yang tidak berpendidikan. Maka dari pada itu pendidikan meruppakan salah satu dasar stratifikasi social.

Jika sekolah berdampak terhadap kualitas lulusan pendidikan, dan jika kualitas pendidikan berdampak terhadap lapangan kerja yang diperoleh dan upah atau penghasilan yang diterima,masa depan anak-anak dari lapisan social yang lebih tinggi (menengah atau atas) akan tetap bertahan, maka disini kualaitas sekolah atau pendidikan dapat mempertahankan stratifikasi social. Stratifikasi social merupakan gejala social tyang tidak dapat dihindari dan terdapat disetiap masyarakat  manapun  didunia ini. Pandangan dan keperluan mengenai pendidikan , dorongan, cita-cita dan hal yang lain bertalian dengan pendidikan, diwarnnai stratifikasi social.

Masyarakat yang menganut system social terbuka  memiliki kesempatan luas untuk berusaha naik ketangga social yang lebih tinggi. Konsekuensinya terbuka pula untuk turun/jatuh dalam tangga  social yang lebih rendah. Gejala naik dan turunnya tangga pelapisan social ini tidak terdapat dalam masyarakat yang menganut system pelapisan social yang tertutup[5].

C.     Penggolongan SosialDalam setiap masyarakat, orang menggolongkan  masing-masing dalam berbagai katagori,

dari lapisan yang paling atas sampai pada lapisan yang paling bawah. Dengan demikian terjadilah stratifikasi social. Ada masyarakat yang mempunyai stratifikasi sangat ketat,seseorang lahir dalam golongan tertentu dan ia tidak mungkin meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Keanggotaannya dalam suatu katagori  merupakan factor utama yang menentukan  tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang dapat didudukinya, orang yang dapat dinikahinya, dan sebagainya. Golongan yang ketat  ini biasa disebut kasta.

Namun biasanya penggolongan social tidak seketat seperti apa yang disebutkan diatas, akan tetapi fleksibel dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami perubahan . Dalam masyarakat yang demikian anak seorang jenderal dan bekerja sebagai penyanyi di Night Club dan menikah dengan putrid keturunan bangsawan zaman dulu[6].

Sifat system pelapisan di masyarakat, menurut Sarjono Soekanto, dapat bersifat tertutup (closed social certification) dan terbuka (open social Stratification), hal ini dapat dijelaskan bahwa :

Pertama, system tertutup, dimana membatasi kemungkinan berpindah seorang dari suatu lapisan kelapisan lain, baik berupa gerak keatas maupun gerak kebawah. Didalam system yang demikian, satu-satunya jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Contoh masyarakat dengan system stratifikasi social tertutup ini adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial.

Kedua, system terbuka yang mana masyarakat didalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha degan kecakapan sendiri untuk naik lapisan. Atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan atas kelapisan bawah, kemungkinan terjadinya mobilitas social sangat besar.

Jadi, suatu masyarakat dinamakan tertutup mana kala setiap anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya. Sedangkan  dinamakan terbuka, karena setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, dimana bias lebih tinggi attau lebih rendah. Mobilita social yang disebut tadi, berarti berpindah status dalam stratiifikasi social. Berbagai factor yang menyebabkan perpindahan status, antara lain pendidikan dan pekerjaan[7].

D.    Cara-Cara Menentukan Golongan SosialKonsep tentang penggolongan social bergantung pada cara seorang menentukan golongan

social itu. Adanya golongan social timbul karena adanya perbedaan status dikalangan anggota masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi social dapat diikuti tiga metode,yaitu :

a.       Metode obyetif,yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan criteria  obyektif  antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan[8] . menurut suatu penelitian di amerika Serikat pada tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi kedudukannya sama dengan ilmuwan,

anggota kongres, Dewan Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang lebih rendah  dari kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi dari penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah kedudukannya adalah tukang semir sepatu[9].

b.      Metode Subyektif,yaitu  dimana dengan menggunakan metode ini kwlompok/golongan social dirumuskan berdasarkan pandangan menurut anggota masyarakat menilai dirinya dalam hirarki kedudukan dalama masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “menurut pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegara ini, golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah?[10].

c.       Metode reputasi, metode ini dikembagkan oleh W. Lloyd Warner cs. Dalam metode ini golongan social dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing stratifikasi masyarakat itu. Kseulitan penggolongan objektif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam lingkungan sehari-hari yang nyata tentang golongan social masing-masing. Oleh sebab itu W.L Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni memberikan kesempatan kepada orang dalam masyarakat itu sendiri menentukan  golongan – golongan mana yang terdapat pada masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu[11].

E.     Golongan Sosial Sebagai Lingkungan SosialGolongan social sangat mennetukan lingkungan social seseorang. Pengetahuan, kebutuhan

dan tujuan, sikap, watak sesorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Sistem golongan social menimbulkan batas-batas dan rintangan ekonomi, cultural dan social yang mencega pergaulan dengan golongan-golongan lain. Manusia mempelajari kebudayaannya dari orang lain dalam golongan itu yang telah memiliki kebudayaan itu. Maka orang dalam golngan social tertentu akan menjadi orang yang sesuai dengan kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendiri mengalami kesulitan untuk memasuki lingkungan social lain. Golongan social membatasi dan menentukan lingkungan belajar anak.

Bila kita menghadapi orang yang belum kita kenal kita berusaha mengetahui golongan sosialnya agar dapat menentukan hingga berapa jauh kita dapat bersikap akrab kepadanya. Orang yang termasuk golongan social yang sama cenderung untuk bertempat tinggal didaerah tertentu. Orang golongan atas akan tinggal ditempat yang elite karena anggota golongan rendah tidak mampu untuk tinggal disana. Orang akan mencari pergaulan dikalangan yang dianggap sama goolongan sosialnya. Namun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan social.

F.      Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan SosialDalam berbagai studi , tingkat pendidikan  tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan

sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat kolerasi yang tinggi antara kedudukan social seseorag dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Pendidikan yang tinggi bertailan erat dengan tingkat social yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan social anatra lain terjadi oleh sebab anak golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan tinggi. Orang yang termasuk golongan social atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan tinggi. Jabatan orang tua, jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing tentang golongan sosialnya, dna lambing-lambang lain yang berkaitan dengan status social ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anak.

G.    Golongan Sosial dan Jenis PendidikanPendidikan menengah pada dasarnya diadakan sebagi persiapan untuk pendidikan tinggi. Karena biaya pendidikan tinggi pada umumnya mahal, tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya disitu. Pada umumnya anak-anak yang orang tuanya mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk studi di universitas.

Orang tua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya anak-anak orang kaya tidak tertarik oleh sekolah kejuruan. Dapat diduga bahwa sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid-murid dari golongan rendah dari pada yang berasal dari golongan atas. Karena  hall itulah dapat timbul pendapat bahwa sekolah menengah umum mempunyai status yang lebih tinggi dari pada sekolah kejuruan[12].

H.    Pendidikan dan Mobilitas SosialPendidikan telah menjadi sector strategis dalam system program pembangunan suatu bangsa.

Banyak Negara telah menjadikan sector pendidikan sebagai leading sector, sector utama atau unggulan dalam program pembangunan. Ternyata yang menjadikan pendidikan sebagai leading sector, telah menjadi Negara maju dan telah menguasai pasar dunia. Jepang menjadi Negara maju karena pendidikan menjadi perhatian utama dalam kebijakan pembangunan di Negara tersebut[13].

Mobilitas social adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik. Henry Clay Smith mengatakan mobilitas social adalah gerakan dalam struktur social (gerakan antar individu dengan kelompoknya)[14]. Haditono mengatakan bahwa mobilitas social adalah  perpindahan seseorang atau kelompok dari kedudukan yang satu ke kedudukan yang lain, tetapi sejajar. Pauul B Horton dan Chester L Hunt mengatakan mobilitas social adalah suatau gerak perpindahan dari satu kelas social ke kelas social lainnya[15].  Jadi yang dikatakan mobilitas social adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Proses keberhasilan ataupun kegagalan setiap orang dalam melakukan gerak social seperti inilah yang dikatakan mobilitas social (social mobility)[16].

Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang ldiperoleh makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan  untuk meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Dikatakan bahwa penndidikan merupakan suatu jalan untuk menuju mobilitas social[17].

I.       Mobilitas Sosial Melalui PendidikanBanyak contoh-contoh yang dapat kita lihat disekitar kita tentang orang yang meningkat

dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Pada zaman dahulu orang yang menyelesaikan pendidikannya pada HIS, yaitu SD pada zaman Belanda mempunyai harapan menjadi  pegawai dan mendapat kedudukan social yang terhormat. Namun kini pendidikan SD bahkan SMA hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas social, maka ijazah SMA tidak ada artinya lagi dalam mencari kedudukan yang tinggi dan dengan demikian tidak dapat menaikkan

seseorang ke golongan social yang lebih tinggi. Kini pendidikan tinggi dianggap suatu  syarat bagi Mobilitas Sosial. Bagi lulusan perguruan tinggi pun kini sudah bertambah sukar untuk memperoleh kedudukan yang baik.

J.       Tingkat Sekolah dan Mobiltas SosialDiduga bahwa bertambah tingginya taraf pendidikan makin besarnya kemungkinan mobilitas

bagi anak-anak golongan rendah dan menengah. Pendidikan tinggi masih sangat selektif. Tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di perguruan tinggi. Dengan menggunakan computer untuk menilai tes seleksi menjadi obyektif artinya tidak lagi dipengaruhi kedudukan orang tua atau orang yang memberikan rekomendasi. Cara itu membuka kesempatan yang lebih luas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah untuk memasuki perguruan tinggi atas dasar prestasinya dalam tes masuk itu. Biaya  yang cukup banyak tentu menjadi suatu hambatan bagi golongan rendah untuk menyekolahkan anaknya pada tingkat universitas.

K.    Pendidikan Menurut Perbedaan SosialPendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing dapat maju dalam

hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya. Akan tetapi sekolah sendiri tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan  social itu, oleh sebab banyak daya-daya diluar sekolah yang memelihara atau mempertajamnya.

Pendidikan selalu merupakan bagian dari sisttem social, dan jika demikian halnya timbul pertanyaan apakah sekolah harus mempertimbangkan perbedaan dan didalam  kurikulumnya artinya memberikan pendidikan bagi setiap golongan social yang sesuai dengan kebutuhan golongan masing-masing sehingga dapat hidup bahagia menurut golongan masing-masing. Berhubung dengan itu juga dipilih guru-guru yang sesuai dengan golongan social murid yang bersangkutan. Pendirian ini berdiri atas anggapan bahwa sekolah bagaimana pun juga tag dapat mengubah struktur social dank arena itu menerimanya saja sebagai kenyataan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan itu agar kurikulum relevan.

Pada saat ini sekolah-sekolah meneruskan cita-cita untuk menyebarluaskan ideal dna norma-norma kesamaan dan mobilitas secara verbal disamping adanya daya-daya stratifikasi yang berlangsung terus dalam masyarakat. Ini berarti bahwa usaha untuk mengerjakan kesamaan dna mobiitas akan mengahdapi kesulitan dalam dunia nyata[18].

KESIMPULAN            Dalam lapisan mmasyarakat terdapat penggolongan-penggolongan social yang disebut dengan statifikasi sosial, yang mana stratifikasi social itu dilihat atau ditentukan berdasarkan :   1) Kekayaan, 2) Kekuasaan,3) Kehormatan, 4) Keturunan, 5) pendidikan. Dalam statifikasi social terbagi kepada tiga tingkatan, 1) golongan atas, 2) golongan menengah, 3) golongan bawah. Yang paling mendasari stratifikasi  social adalah pendidikan. Maka kita dituntut agar menjadi orang yang berpendidikan tinggi, karena dengan kita menjadi orang berpendidikan tinggi tingkatan/golongan social kita juga akan semakin meningkat, perubahan atau perpindahan dari satu kelas social ke kelas social lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya itu disebut dengan mobilitas social. Dan pendidikan yang tinggi merupaka jalan utama untuk mencapai mobilitas social yang tinggi.

Pendidikan dan Masyarakat“Fungsi Pendidikan dalam Stratifikasi Sosial dan Mobilitas Sosial”

Disusun Oleh :

Nama: 1. Ferry Anggriawan (07101002063)

2. Jefry Syafril (07071002030)

3. Putri Oktarina (07101002077)

4. Zerry Afrian (07071002061)

Jurusan : Sosiologi

Mata kuliah : Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengasuh : Dra. Hj. Rogaiyah, M. SI

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sriwijaya Inderalaya

Tahun Ajaran 2011-2012

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji kami panjatkan kepada Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Berkat rahmat-Nya, saya berhasil menyelasaikan makalah saya yang berjudul Fungsi Pendidikan

dalam Stratifikasi Sosial dan Mobilitas Sosial.

Makalah yang saya susun ini merupakan kutipan dari beberapa sumber seperti buku-buku

pengantar dan surat kabar di internet yang saya rangkum menjadi sebuah bentuk tulisan yang

sistematis, semoga pembaca dapat memahami bahwa perlunya kita mengetahui permasalahan di

masyarakat khususnya “Fungsi Pendidikan dalam Stratifikasi Sosial dan Mobilitas Sosial” yang

dari tahun ketahun menjadi sorotan di berbagai media massa.

Akhir kata saya berharap makalah ini menjadi inspirasi yang baru untuk karya-karya

selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan informasi tentang masalah

“Fungsi Pendidikan dalam Stratifikasi Sosial dan Mobilitas Sosial” .Mohon maaf bila dalam

makalah ini terdapat kekurangan, oleh sebab itu saya mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Inderalaya, Agustus 2011

Tim Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................... 2

Daftar Isi........................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang................................................................ 4

I.2 Rumusan Masalah........................................................... 5

I.3 Tujuan.............................................................................. 5

I.4 Kerangka Berpikir........................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Pendidikan....................................................... 7

II.2 Konsep Stratifikasi Sosial.............................................. 9

II.2.1 Definisi Stratifikasi Sosial..................................... 9

II.2.2 Jenis-Jenis Stratifikasi Sosial................................. 10

II.3 Konsep Mobilitas Sosial................................................. 11

II.3.1 Definisi Mobilitas Sosial........................................ 11

II.3.2 Cara Untuk Melakukan Mobilitas Sosial.............. 11

II.3.3 Hubungan Pendidikan dan Mobilitas Sosial.......... 12

II.2.4 Pendidikan sebagai Sarana Mobilitas................... 12

BAB III PEMBAHASAN

III.1 Stratifikasi social........................................................... 15

III.2 Tingkat Pendidikan Dan Tingakat Golongan Sosial..... 16

III.3 Pengaruh Pendidikan Terhadap Kelas-Kelas Sosial..... 16

III.4 Landasan Teori.............................................................. 18

III.5 Stratifikasi berdasarkan pendidikan………………...... 19

BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan.................................................................... 21

IV.2 Saran............................................................................... 21

Daftar Pustaka................................................................................... 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

A. Arti Definisi / Pengertian Masyarakat.

Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi

dunia.

1. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan

menghasilkan kebudayaan.

2. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan

organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok

yang terbagi secara ekonomi.

3. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi

yang merupakan anggotanya.

B. Faktor-Faktor / Unsur-Unsur Masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut

ini :

1. Berangotakan minimal dua orang.

2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.

3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang

saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.

4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu

sama lain sebagai anggota masyarakat.

C. Ciri / Kriteria Masyarakat Yang Baik

Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpolan

manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat.

1. Ada sistem tindakan utama.

2. Saling setia pada sistem tindakan utama.

3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.

4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran/reproduksi manusia.

Masyarakat dipandang dari sudut Antropologi terdapat dua type masyarakat:

1. Masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, belum mengenal pembagian kerja, belum

mengenal tulisan, dan tehknologi nya sederhana.

2. Masyarakat sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala

bermasyarakat bidang, kerena pengetahuan modern sudah maju, tekhnologi pun sudah

berkembang dan sudah mengenal tulisan.

1.2 Rumusan Masalah

Startifikasi social dan mobilitas tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat,

seperti hal nya juga pendidikan dimana dapat mempengaruhi stratifikasi dan mobilitas social.

Dalam makalah ini maka dapat dirumuskan suatu masalah:

1. Bagaimana pendidikan mempengaruhi kelas-kelas social yang ada dimasyarakat ?

2. Apa peranan pendidikan dalam mewujudkan mobilitas sosial?

3. Apa fungsi pendidikan dalam stratifikasi social dan mobilitas social?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjawab dari rumusan masalah yang

ada.

1. Untuk mengetahui pendidikan mempengaruhi kelas-kelas social yang ada dimasyarakat

2. Untuk mengetahui peranan pendidikan dalam mewujudkan mobilitas social

3. Untuk mengetahui fungsi pendidikan dalam stratifikasi social dan mobilitas social

1.4 Kerangka Berpikir

Lembaga Pendidikan (baik formal, non formal atau informal) adalah tempat transfer ilmu

pengetahuan dan budaya (peradaban). Melalui praktik pendidikan, peserta didik diajak untuk

memahami bagaimana sejarah atau pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman

kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi

tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya. Dengan demikian, makna pengetahuan dan

kebudayaan sering kali dipaksakan untuk dikombinasikan karena adanya pengaruh zaman

terhadap pengetahuan jika ditransformasikan.

Oleh karena itu pendidikan nasional bertujuan mempersiapkan masyarakat baru yang

lebih ideal, yaitu masyarakat yang mengerti hak dan kewajiban dan berperan aktif dalam

proses pembangunan bangsa. Esensi dari tujuan pendidikan nasional adalah proses

menumbuhkan bentuk budaya keilmuan, sosial, ekonomi, dan politik yang lebih baik dalam

perspektif tertentu harus mengacu pada masa depan yang jelas (pembukaan UUD 1945 alenia

4). Melalui kegiatan pendidikans, gambaran tentang masyarakat yang ideal itu dituangkan

dalam alam pikiran peserta didik sehingga terjadi proses pembentukan dan perpindahan

budaya. Pemikiran ini mengandung makna bahwa lembaga pendidikan sebagai tempat

pembelajaran manusia memiliki fungsi sosial (agen perubahan di masyarakat)

Lantas apakah lembaga pendidikan kita, baik yang formal ataupu informal telah mampu

mengantarkan peserta didiknya sebagai agen perubahan sosial di masyarakat?. Untuk Hal ini

masih perlu dipertanyakan. Lembaga pendidikan kita sepertinya kurang berhasil dalam

mengantarkan anak didiknya sebagai agen perubahan sosial di masyarakat, terbukti dengan

belum adanya perubahan yang signufikan dan menyeluruh terhadap masalah kebudayaan dan

keilmuan masyarakat kita, dan masih maraknya komersialisasi ilmu pengetahuan di lembaga-

lembaga pendidikan kita, mahalnya biaya pendidikan serta orientasi yang hanya

mempersiapkan peserta didik hanya untuk memenuhi bursa pasar kerja ketimbang

memandangnya sebagai objek yang dapat dibentuk untuk menjadi agen perubahan sosial di

masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat

dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan

melewati generasi. Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah

pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).

Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin bahwa pelapisan

sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara

bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat,

ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut

strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut

stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan

beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.

Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan seseorang

digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat

korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat pendidikanyang

telah ditempuhnya,meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan sendirinya

menjamin kedudukan sosial yang tinggi.

Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lainterjadi karena anak dari

golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan

tinggi.Sementara orang yang termasuk golongan atas beraspirasi agar anaknya

menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi.Orang yang berkedudukan tinggi,

bergelar akademis, yang mempunyai penapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa

termasuk golongan atas akan mengusahakan anknya masuk universitas dan memperoleh

gelar akademis.Sebaliknya anak yang orangtuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan

mengumpulkan puntung rokok tinggal digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan

mengusahakan anaknya menikmati perguruan tinggi.

Pendidikan dipercaya menjadi salah satu faktor yang akan mempercepat

terjadinya mobilitas sosial. Fungsi pendidikan sebagai sebuah proses penyeleksian untuk

menempatkan orang pada masyarakat sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Pendidikan

menjadi sinkron dengan tujuan mobilitas sosial karena di dalam mobilitas sosial yang

terpenting adalah kemampuan dan keahlian seseorang.

Pendidikan hanya akan menempatkan seseorang sesuai dengan potensi dan keahlian yang

ia miliki dan karenanya seorang anak buruh misalnya mungkin saja memegang jabatan

penting di sebuah perusahaan sekiranya ia memiliki latar belakang pendidikan yang memang

sesuai.Akan tetapi, pendidikan dapat mempercepat proses mobilitas social dalam sebuah

masyarakat, tentulah harus ada beberapa prasyarat yang memadai. Prasyarat yang pertama

adalah adanya kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan itu

sendiri.

Kesempatan yang sama itu tidaklah semata tercantum dalam aspek legal atau hukum

belaka, melainkan diwujudkan menjadi sebuah tindakan afirmatif (affirmative action). Yang

dimaksud dengan affirmative action yaitu segala tindakan yang bertujuan membantu

kelompok-kelompok yang minoritas secara ekonomi, ras, agama, gender, atau kelompok

penyandang cacat agar mendapat kesempatan yang sama dalam bidang politik, ekonomi,

sosial, hukum, kesehatan, dan pendidikan. Prasyarat kedua agar pendidikan dapat

mempercepat mobilitas sosial adalah meratanya mutu pendidikan antara daerah perkotaan

dan daerah pedesaan, antara sekolah swasta dan sekolah negeri.

Menjamurnya sekolah-sekolah swasta plus barangkali merupakan sebuah fenomena yang

cukup menarik. Ibarat pisau bermata dua, di satu sisi hadirnya sekolah swasta tersebut

menawarkan pendidikan alternative bagi sebagian masyarakat kita. Di sisi lain, biaya

pendidikan yang harus dibayar masyarakat untuk menikmati pendidikan di sekolah swasta

tersebut tidaklah sedikit, jika tidak dikatakan sangat tinggi. Akibatnya, hanya masyarakat dari

kelompok menengah ke atas yang dapat menikmati pendidikan alternatif tersebut sehingga

alih-alih mempercepat mobilitas sosial, dengan situasi seperti ini pendidikan justru

berpeluang untuk memperlebar jurang perbedaan antara kelompok-kelompok masyarakat.

Ketika kedua prasyarat di atas tersebut dipenuhi, barulah pendidikan memiliki peluang

untuk mempercepat proses mobilitas sosial di sebuah negara. Meskipun demikian, beberapa

penelitian di bidang sosiologi pendidikan menunjukkan bahwa hubungan antara pendidikan

dan mobilitas sosial tidaklah terlalu signifikan.

II.2 Konsep Stratifikasi Sosial

II.2.1 Definisi Stratifikasi Sosial

Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau

pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).

Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin bahwa pelapisan sosial

merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat

(hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan

yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata

sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut

stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran

akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.

Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau

dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut :

1. Ukuran kekayaan

Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota

masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan

paling banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial,

demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke

dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk

tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun

kebiasaannya dalam berbelanja.

2. Ukuran kekuasaan dan wewenang

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati

lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.

Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam

masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya,

kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

3. Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan.

Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem

pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat

tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya

kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi

luhur.

4. Ukuran ilmu pengetahuan

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang

menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan

menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.

Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik

(kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,

doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul

akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai

tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan

cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan

membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

II.2.2 Jenis-Jenis Stratifikasi Sosial

1. Stratifikasi Sosial Tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat

tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih

rendah.

Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa

ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang

biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat / bangsawan darah biru.

2. Stratifikasi Sosial Terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota

masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan

yang lain.

Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya.

Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya

menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih

baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia

mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran / penghasilan yang tinggi.

II.2 Konsep Mobilitas Sosial

II.2.1 Definisi Mobilitas Sosial

Menurut Paul B. Horton (1991:45), mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan

dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata

yang lainnya. Sementara menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack (dalam buku

Struktur sosial dan Proses Sosial (Soleman Taneko:1993:112), mobilitas sosial adalah suatu

gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok

sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan

hubungan antara individu dengan kelompoknya.

II.2.2 Cara untuk melakukan mobilitas sosial

Secara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah sebagai

berikut:

1. Perubahan standar hidup

Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis, melainkan akan

mereflesikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi peningkatan

status. Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan prestasinya diberikan

kenaikan pangkat menjadi Manager, sehingga tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya

di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila ia tidak merubah standar hidupnya,

misalnya jika dia memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi

pegawai rendahan.

2. Perubahan tempat tinggal

Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat

tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru atau dengan cara merekonstruksi tempat

tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah, dan mewah. Secara otomatis, seseorang

yang memiliki tempat tinggal mewah akan disebut sebagai orang kaya oleh masyarakat, hal

ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas.

3. Perubahan tingkah laku

Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya

dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan

sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat, dan

sebagainya. Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya.

II.2.3 Hubungan Pendidikan dengan Mobilitas Sosial

Menurut Bahar(1989:37) ada beberapa hal hubungan antara sekolah dengan mobilitas

sosial yaitu:

1. Kesempatan pendidikan

Kesempatan pendidikan ini banyak ditentukan oleh faktor-faktor tertentu antara lain

kedudukan atau status sosial masyarakat.

2. Mendapatkan pekerjaaan, kualifikasi pendidikan ada hubungannya dengan jenis pekerjaan,

akan tetapi tidak semua orang yang berkualifikasi tinggi dalam pendidikan mendapatkan

yang cocok dengan pekerjaannya. Jadi secara singkat hubungan dengan mobilitas sosial

dipengaruhi kesempatan memperoleh pendidikan dan kesempatan memperoleh pekerjaan

sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.

II.2.4 Pendidikan sebagai Sarana Mobilitas

Pendidikan tinggi dapat memberikan mobilitas sosial walaupun dengan bertambahnya

lulusan perguruan tinggi makin berkurang jaminan ijasah untuk meningkat dalam status

sosial. Pada dasarnya, pendidikan itu hanya salah satu standar saja. Dari tiga “jenis

pendidikan” yang tersedia yakni pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan

nonformal, tampaknya dua dari jenis yang terakhir lebih bisa diandalkan.

Pada pendidikan formal dunia pekerjaan dan dunia status, lebih mempercayai

kepemilikan ijazah tanda lulus seseorang untuk naik jabatan dan naik status. Akan tetapi

seiring dengan perkembangan individu yang bersifat praktis dari pada harus menghormati

kepemilikan ijasah yang kadang tidak sesuai dengan kompetensi sang pemegang syarat

tanda lulus itu. Inilah yang akhirnya memberikan peluang bagi tumbuhnya pendidikan-

pendidikan nonformal, yang lebih bisa memberikan keterampilan praktis-pragramatis bagi

kebutuhan dunia kerja yang tentunya berpengaruh pada pencapaian status seseroang.

Dalam perspektif lain, dari sisi intelektualitas, memang orang-orangberpendidikan lebih

tinggi derajat sosialnya dalam masyarakat dan biasanya ini lebih terfokus pada jenjang-

jenjang hasil keluaran pendidikan formal. Makin tinggi sekolahnya makin tinggi tingkat

penguasaan ilmunya sehingga dipandang memiliki status yang tinggi dalam masyarakat.

Maka tingkat pendidikan yang tinggi dapat dikatakan telah mampu mengantarkan

seseorang ke arah jenjang lapisan atas di suatu negara berkembang.

1. Pendidikan dan Karier

Spesialisasi pekerjaan yang meningkat mendesakkan permintaan akan spesialis-

spesialis berpendidikan tinggi. Hal ini berlaku pada seniman-seniman terkemuka,

penulis-penulis profesional dan para cendekiawan yang umumnya tidak hanya

mengandalkan hubungan-hubungan keluarga, untuk mencapai sukses atau pada ikatan-

ikatan kelas yang penuh dengan penghargaan serta ijasah pendidikan tinggi. Pola ini akan

menjadi semakin menentukan juga di kalangan elit di mana hubungan-hubungan

demikian memainkan peranan yang menentukan dalam proses mobilisasi.Segi-segi

pendidikan mengenai kecenderungan seseorang dapat mencapai karier antara lain melalui

jalur pendidikan formal dan magang.

2. Pendidikan Formal

Pentingnya pendidikan yang lebih tinggi dalam masyarakat juga dapat diamati pada

lapisan elit masyarakat. Pendidikan demikian tidak dapat dihindari telah menyebabkan

kebanyakan anggota elit militer, politik, ekonomi dan elit lainnya menguasai kecakapan-

kecakapan kehidupan modern. Kesemuanya menjadi kian penting bagi mereka dalam

proses mobilitas. Oleh karena dunia semakin kompleks dan kurang dapat dipahami oleh

mereka yang tidak berpengalaman secara teknis, maka pendidikan telah berperan dalam

memberi pengarahan baginya berperan dalam masyarakatnya. Semakin tinggi pendidikan

formal seseorang akan semakin tinggi kemungkinan status sosial dan perannya di

masyarakat.

3. Sistem Magang

Hal nyata dan penting bagi golongan elit dan masyarakat lain adalah keterikatan

secara dini dengan pekerjaan, latihan dengan spesialisasi yang diperpanjang serta

keterlibatan yang intensif dengan kerja dan sifat-sifat karier yang panjang dalam bidang-

bidang yang lainnya telah merupakan faktor penting dalam penguasaan

spesialisasi.Kemampuan ataupun promosi dapat dilalui dengan model magang.

Magang kerja telah dapat mengantarkan seseorang menguasai kompetensi kerja

sehingga seseorang mendapatkan penghasilan pekerjaan. Selain pendidikan formal yang

berjenjang dan magang, seseorang dapat mencapai suatu karier dengan latihan-latihan,

baik dalam bentuk on the job training maupun bentuk latihan-latihan lainnya yang dapat

diikuti seseorang dalam pengembangan kariernya.

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Stratifikasi social

Stratifikasi social adalah demensi vertical dari struktur social masyarakat, dalam artian

melihat perbedaan masyarakat berdasarkan pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara

vertical dan apakah pelapisan tersebut terbuka atau tertutup. Soerjono Soekanto (1981:133),

menyatakan social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam

kelas-kelas secara bertingkat atau system berlapis-lapis dalam masyarakat. Stratifikasi social

merupakan konsep sosiologi, dalam artian kita tidak akan menemukan masyararakat seperti

kue lapis; tetapi pelapisan adalah suatu konsep untuk menyatakan bahwa masyarakat dapat

dibedakan secara vertical menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah berdasarkan

criteria tertentu. Paul B Horton dan Chester L Hunt ( 1992: 5 ) menyatakan bahwa stratifikasi

social merupakan system peringkat status dalam masyarakat. Peringkat memberitahukan

kepada kita adanya demensi vertical dalam status social yang ada dalam masyarakat.

Kriteria apa saja yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan demensi secara

vertical ini. Paul B Horton ( 1982 : 4) mengatakan bahwa Dua ribu tahun yang lalu

Aristoteles mengemukakan bahwa penduduk dapat dibagi ke dalam tiga golongan: golongan

sangat kaya, golongan sangat miskin dan golongan yang berada diantara mereka. Menurut

Karl Marx, kelas social utama terdiri atas golongan proletariat, golongan kapitalis (borjuis)

dan golongan menengah (borjuis rendah).Pendapat di atas merupakan suatu penggambaran

bahwa stratifikasi social sebagai gejala yang universal, artinya dalam setiap masyarakat

bagaimanapun juga keberadaanya pasti akan di dapatkan pelapisan social tersebut. Apa yang

dikemukakan Aristoteles. Karl Marx adalah salah satu bukti adanya stratifikasi social dalam

masyarakat yang sederhana sekalipun. Kriteria jenis kekayaan dan juga profesi pekerjaan

merupakan criteria yang sederhana, sekaligus menyatakan bahwa dalam masyarakat kita

tidak akan menemukan masyarakat tanpa kelas.

III.2 Tingkat Pendidikan Dan Tingakat Golongan Sosial

Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan seseorang

digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya.Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang

tinggi antara kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat pendidikanyang telah

ditempuhnya,meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan sendirinya menjamin kedudukan

sosial yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lainterjadi karena anak dari

golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan tinggi.Sementara

orang yang termasuk golongan atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai

perguruan tinggi.Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis, yang mempunyai penapatan

besar tinggal dirumah elite dan merasa termasuk golongan atas akan mengusahakan anknya masuk

universitas dan memperoleh gelar akademis.Sebaliknya anak yang orangtuanya buta huruf mencari

nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok , tinggal digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan

mengusahakan anaknya menikmati perguruan tinggi.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:

1.Pendapaan orang tua.

2.Kurangnya perhatian akan pendidikan dikalangan orangtua.

3.Kurangnya minat si anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

III.3 Pengaruh Pendidikan Terhadap Kelas-Kelas Sosial

Pendidikan memiliki peran alokasi dan distribusi sumber social, melalui distribusi

lapangan kerja. Orang mengisi suatu lapangan kerja atas dasar kemampuan atau keahlian

yang dimilikinya. Kemampuan atau keahlian tersebut diperoleh melalui pendidikan dan

latihan atau pengalaman dalam lingkungan keluarga, sekaolah atau masyarakat.

Mengenai hubungan antara status social keluarga dengan pendidikan mempunyai

perbedaan kedudukan dalam lapisan social berkaitan dengan perbedaan persepsi dan sikap

serta cita-cita dan rencana pendidikan.Keberhasilan suatu pendidikan individu ini tidak

terlepas dari dukungan dan kemampuan orang tua dalam menyediakan fasilitas-fasilitas

pendidikan yang diperlukan. Akan tetapi pendidikan yang memadai mungkin sangat sulit

didapatkan oleh keluarga lapisan kelas bawah.

Pada lingkungan Sekolah , kualitas sekolah itu berbeda-beda dilihat dari segimanapun,

hal itu pun telah menjadi pengetahuan umum. Oleh karena tuntutan atau persyaratan untuk

memasuki suatu sekolah berlainan menurut kualitas sekolah yang bersangkutan, dan

kemampuan serta kemauan orang tua untuk memenuhinya juga berbeda-beda menurut strata

sosialnya, maka terdapatlah kecendrungan bahwa orang dari strata rendah akan memasukan

anak-anaknya kesekolah yang persyaratannya tidak terlalu berat. Akan tetapi sekolah yang

demikian itu kurang bermutu. Sebaliknya orang dari strata menengah selalu berusaha untuk

bisa menyekolahkan anaknya kesekolah yang bermutu tinggi.

Dengan demikian apabila mutu sekolah berpengaruh terhadap mutu pendidikan

lulusannya, dan apabila mutu pendidikan berpengaruh terhadap lapangan kerja yang

diperoleh dan upah atas penghasilan yang diterima, maka jelaslah bahwa masa depan anak-

anak dari lapisan social rendah akan kurang lebih cera jika dibandingkan anak-nak dari

lapisan kelas social menengah dan lapisan social tinggi.

Mungkin jika melihat dari fakta-fakta yang ada, pendidikan telah dijadikan sebagai

sarana komersialisasi pendidikan. Dimana telah munculnya sekolah-sekolah favorit, dimana

sekolah-sekolah tersebut telah banyak mendapat kepercayaan sangat besar dari orang tua dan

pemuda, sehingga menjadi idaman untuk bisa memasukan anaknya atau dirinya bersekolah

disekolah favorit tersebut.

Hal-hal yang ada seperti timbulnya sekolah favorit tersebut banyak mengandung segi-

segi positif dan negative. Segi positif nya adalah persaingan untuk memperoleh pendidikan

yang baik, sedangkan segi negatifnya adalah bahwa hal tersebut menunjukan adanya gejala

yang kurang sehat didalam dunia pendidikan. Apalagi persaingan tersebut sudah menjadi

persaingan yang tidak sehat, seperti adanya oknum yang menerima sejumlah uang untuk

memasukan anaknya pada sekolah favorit tersebut, hal ini sangat merugikan para keluarga

yang berada pada stratifikasi rendah dimana para stratifikasi rendah tersebut tergolong pada

ekonomi rendah. Jadi situasi seperti ini dapat menimbulkan kecemburuan social dan terlihat

juga kesenjangan social yang mencolok.

Hal lain dari yang berkaitan dengan pelapisan social adalah Isu mengenai materi

pengajaran. Strata social tertentu yang memperoleh kemudahan-kemudahan melebihi strata

lain.Kata-kata dan ungkapan yang terdapat dalam materi pengajaran terutama diambil dari

perbendaharaan kata-kata dan ungkapan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari strata

social menengah. Jelas bahwa pelajar dari lapisan social rendah yang belum terbiasa dengan

penggunaan kata-kata dan ungkapan yang terdapat dalam materi sekolah dituntut lebih

banyak usaha untuk mengejar ketinggalannya dibanding dengan pelajar dari lapisan social

menenggah itu sendiri.dalam hal ini dapat dilihat bahwa pendidikan sangat mempengaruhi

strata social, diman strata social dapat dikatakan kelompok yang kurang beruntung.

Sistem pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui fungsi seleksi,

alokasi dan distribusi yang semuanya berakibat pada terbentuknya atau terpeliharanya

stratifikasi social. Jadi secara langsung maupun tidak langsung system pendidikan bersama

dengan factor-faktor lain diluar pendidikan melestarikan adanya system stratifikasi social.

Dari sekian banyak masalah yang menimpa dunia pendidikan maka tak jarang juga

banyak kalangan politisi yang memperjuangkan pemerataan distribusi berbagai fasilitas

social dikalangan masyarakat. Pemerataan dalam hal memperoleh pendidikan, diantaranya

adalah

1. Setiap anak mendapatkan kesempatan belajar yang sama disekolah.

2. Setiap anak memperoleh kesempatan belajar disekolah sesuai dengan bakat dan

minatnya.

3. Setiap anak memperoleh kesempatan mengembangkan pribadinya semaksimal

mungkin.

III.4 Landasan Teori

Teori Stratifikasi Sosial Menurut Karl Marx

Stratifikasi Sosial secara umum memiliki arti perbedaan masyarakat atas lapisan-

lapisan (kelas-kelas secara bertingkat), yang mana kelas tersebut dapat terbentuk karena

tergantung sedikit banyaknya jumlah sesuatu yang dihargai oleh masyarakat. Misalnya,

Jika masyarakat lebih menghargai materi, maka kelas yang paling tinggi adalah orang-

orang yang dapat mengumpulkan materi sebanyak mungkin, sedangkan mereka yang

sedikit atau tidak memiliki materi apa-apa berada pada kelas paling bawah.

Lapisan dalam masyarakat akan tetap ada sekalipun dalam masyarakat Kapitalis,

Demokratis maupun Komunis, karena lapisan tersebut telah ada sejak manusia mengenal

adanya kehidupan bersama dalam organisasi sosial

Sedangkan teori Stratifikasi Sosial menurut Karl Marx adalah pandangannya tentang

teori kelas. Teori kelas adalah sejarah dari segala bentuk masyarakat atau sejarah peradaban

umat manusia dari dulu hingga sekarang yang disebut dengan sejarah petikaian antar

golongan / konflik antar kelas.

Pandangannya tentang Stratifikasi sosial yaitu kelas-kelas memiliki karakteristik

dimana adanya solidaritas yang spontan sampai tingkat tertentu terhadap kelas-kelas lain.

Didalam kelas harus terdapat benih-benih kesadaran kelas yaitu suatu benih kepentingan

bersama. Kelas yang ada itu sendiri disebut dengan class in itself, apabila kelas itu sadar

akan tempatnya di dalam proses produksi, maka timbulah kelas bagi dirinya sendiri yang

disebut dengan class for itself. Kelas-kelas ini tergantung satu sama lainnya. Yang satu

tidak dapat ada tanpa yang lain akan tetapi kelas-kelas ini tidaklah sederajat.

III.5 Stratifikasi berdasarkan pendidikan

Stratifikasi sosial dapat didefinisikan sebagai perbedaan anggota masyarakat

berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki seseorang dibedakan lagi antara

status yang diperoleh (ascribed status) dan status yang diraih (achieved status). Status yang

diperoleh misalnya perbedaan usia, perbedaan kekerabatan dan keanggotan dalam

kelompok kasta dan kelas sosial.

Berbeda dengan itu, status sosial yang diraih adalah status sosial yang diperoleh

seseorang karena prestasi kerja yang diperolehnya. Seorang anak petani karena prestasinya

dalam bidang ilmu pengetahuan berhasil menempatkan diri pada status sosial yang tinggi

karena prestasi akademiknya yang tinggi, profesor, misalnya.Pitirim A. Sorokin

mengatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan/pengelompokan penduduk atau

masyarakat ke dalam kelas-kelas yang bertingkat (hierarkis), kelas tinggi, menengah dan

rendah. Pemilikan terhadap sesuatu yang berharga merupakan bibit yang menimbulkan

adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sesuatu yang berharga itu dapat berupa

benda ekonomis dan nonekonomis. Pemilikan tanah, rumah, mobil, deposito dan lain-lain

adalah benda-benda ekonomis. Akan tetapi, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam

beragama, keturunan keluarga terhormat adalah benda-benda yang nonekonomis.

Bentuk-bentuk stratifikasi sosial. Menurut Ralp Lipton stratifikasi sosial terdiri dari:

1) Stratifikasi sosial berdasarkan usia.Stratifikasi ini sangat menentukan hak dan wewenang

dari mereka yang menjadi anak sulung dan yang bukan. Dalam sistem kerajaan Inggris

misalnya, anak sulung memiliki hak untuk menjadi putra mahkota menggantikan

kedudukan raja di kemudian hari.

2) Stratifikasi jenis kelamin. Stratifikasi ini menentukan hak dan wewenang antara anak

laki-laki dan perempuan. Dalam masyarakat yang menganut sistem patriarkat, anak laki-

laki mempunyai wewenang yang lebih besar untuk mewarisi kekayaan orang tua.

Sebaliknya, dalam sistem kemasyarakatan marilineal, wanita memiliki hak yang lebih luas

dibandingkan laki-laki.

3) Stratifikasi berdasarkan hubungan kekerabatan. Stratifikasi ini menentukan hak dan

wewenang dari seorang ayah, ibu, paman, dan anak serta keponakan dalam kehidupan

keluarga.

4) Stratifikasi berdasarkan keanggotaan dalam masyarakat. Stratifikasi yang berhubungan

dengan etnis, agama dan golongan dalam masyarakat. Stratifikasi ini bersifat horizontal.

5) Stratifikasi ini berdasarkan pendidikan. Stratifikasi berdasarkan tingkat pendidikan yang

dimiliki seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang dimilikinya, semakin tinggi kedudukan

sosial seseorang.

6) Stratifikasi berdasarkan pekerjaan. Stratifikasi ini tergantung jabatan seseorang dalam

pekerjaan. Ada yang berkedudukan sebagai manajer dan ada yang berkedudukan sebagai

pekerja biasa.

7) Stratifikasi berdasarkan tingkat perekonomian yang dimiliki seseorang. Ada yang

berkedudukan sebagai kelas atas, menengah dan ada yang kelas bawah.

Stratifikasi sosial terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

1) Dimensi ekonomi: kaya, kelas menengah dan miskin;

2) Dimensi kehormatan: kelas bangsawan dan rakyat jelata;

3) Dimensi kekuasaan: ruler dan the ruled"

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Dengan memahami beberapa pembagian dan penjelasan tentang masalah-masalah yang

melingkupi lembaga pendidikan masing–masing, diharapkan adanya agen-agen yang

mampu merubah kondisi negeri ini dari keterpurukan nasional, tentunya hal ini juga

diperlukan adanya langkah nyata serta bantuan baik moril ataupun materil dari pemerintah

maupun masyarakat terhadap semua undang-undang yang telah dicanagkan agar bisa

terlaksan dengan sempurna. Walaupun dari beberapa undang-undang yang telah di tetapkan

oleh pemerintah tidak luput dari kritik dari beberapa tokoh liberal karena negara telah

memasukan pemahasan-pembahasan agama kedalam undang-undang yang berpotensi

menumbuhkan gesekan antar agama. Tentunya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi

agama haruslah mengangap bahwa hal itu hanya sebagai salah satu koreksi  ke arah yang

lebih baik atas peran lembaga pendidikan di masyarakat.

Fungsi pendidikan bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan

tetapi sudah merupakan sebuah alat untuk melakukan peruabahan dalam masyarakat.

Pendidikan harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial,

analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial. Orang bisa mendebat balik, dengan

pendidikan seseorang bisa mengalami mobilitas sosial.

IV.2 Saran

Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan

sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

perasaan, keinginan dsb manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan

lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan

dalam suatu masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, George,1985, Sosiologi - Ilmu Berparadigma Ganda, Jakarta : Rajawali

Sunarto, Kamanto,2004, Pengantar Sosiologi, Jakarta: FEUI

Suryono, Soekanto, ED. Baru, 42, 2009, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali

Nasikun, 1984, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: Rajawali

Adiwikira, Sudardja. Sosiologi Pendidikan : isu dan hipotesis tentang hubungan pendidikan

dengan masyarakat, Jakarta 1988.

James W. Van Der Zanden pada tahun 2010 di Inggris. Studi tentang perilaku dan interaksi

individu

Shobaruddin. 1992. Kebutuhan Manusia, Jakarta : Rajawali Pers

Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Pernada Media Grup

Taneko, Soleman. B. 1993. Struktur dan Proses sosial Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.