pendidikan, labeling, tuntutan orangtua terhadap anak

Upload: mayasarissuroto

Post on 10-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pendidikan, Labeling, Tuntutan Orangtua Terhadap Anak

TRANSCRIPT

BismillaahirrahmanirrahiymDasar anak kurang ajar. Kerjaanmu keluyuran terus.Dasar anak bodoh. Matematikamu itu masih saja nilainya lima! Kan sudah diajari berkali-kali!Anak saya ini pemalu sekali, dan jarang berkomunikasi dengan orang lain. Aduh, saya sampai bingung.Wah, kamu pintar sekali nak. Ayah bangga.Mungkin hal semacam ini tidaklah asing bagi kita, terlebih lagi di kalangan orang tua kita pada umumnya. Kalimat-demi kalimat sering terucap dari para orang tua, penulis sendiri sering melihat dan bahkan masih teringat dalam benak penulis, berapa sering orang tua yang me-labeling anak-anak mereka, dengan sebutan-sebutan yang tak jarang menurunkan kepercayaan diri mereka, bahkan hingga sebutan-sebutan yang men-judge seakan-akan si anak memang pantas mendapat sebutan seperti itu. Tapi terkadang sebutan-sebutan itu bernilai positif pula. Labeling atau proses memberi cap atau melabel seseorang. Label, menurut yang tercantum dalam A Handbook for The Study of Mental Health, adalah sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut, dan menjelaskan orang dengan tipe bagaimanakah dia.Dengan memberikan label pada diri seseorang, kita cenderung melihat dia secara keseluruhan kepribadiannya, dan bukan pada perilakunya satu persatu. Labeling, pendidikan yang diberikan, dan berbagai tuntutan yang diajukan oleh para orangtua. Ya, menurut penulis, secara tidak langsung ketiga hal ini saling terkoneksi, antara satu dengan yang lainnya rasanya sulit untuk dipisahkan, karena ketiga hal ini harus seimbang, agar tercipta keadaan atau hubungan yang baik, kondusif, dan menyenangkan antara orangtua dengan anaknya. Agar tidak ada ungkapan orangtua durhaka kepada anaknya, ataupun anak yang durhaka kepada orangtuanya.Orangtua tentunya akan melabel anak mereka atas sifat-sifat yang anak mereka tunjukkan, sebagai contoh, seorang anak yang tidak sengaja memecahkan gelas yang hendak diberikan kepada tamu, lalu sang ibu membentaknya Dasar anak nakal kamu! Makanya jangan lari-larian, lihat gelasnya jadi jatuh kan! hanya pada satu waktu saja anak tersebut tidak sengaja memecahkan gelas, lalu ibunya melabelnya sebagai anak yang nakal. Dan memang, pelabelan itu lebih sering terjadi ketika orangtua berada dalam keadaan marah atau keadaan emosi yang tidak stabil. Tentunya, sang anak merasa tidak nyaman dengan kata-kata semacam ini, kemudian dia akan menunjukkan respon yang negatif, karena sang anak merasa tidak sengaja melakukan itu, tapi sudah di cap nakal oleh ibunya. Apabila hal-hal semacam ini terus berlangsung, si anak tentu akan merasa bahwa dirinya memang anak nakal. Padahal setiap orangtua selalu menghendaki anaknya memiliki perangai yang baik dan selalu bisa bersikap manis, tapi dengan sifat dan perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua, secara tidak langsung, si anak juga sedang mempelajari sesuatu dari orangtuanya. Bagaimana mungkin si anak akan bersikap manis dan baik, jika cara orangtua mendidik dan akhlaq mereka di depan anaknya sudah salah? Anakku, mana baktimu? Statemen seperti ini sering membangun pemahaman yang tidak berimbang kepada orangtua. Mereka selalu menuntut agar hak agama ini terpenuhi dan bila tidak terpenuhi selalu anaklah yang disalahkan. Memang benar, berbakti kepada orangtua adalah kewajiban bagi anak, dan durhaka kepada orangtua adalah salah satu dosa besar. Tetapi jangan lupa bahwa Islam tidak melihat satu sisi saja lalu melalaikan sisi lain. Islam juga mewajibkan bagi orangtua untuk berbuat baik kepada anak-anaknya, dan juga tidak durhaka kepada mereka.Seseorang pernah datang kepada Umar bin Khoththob Radhiyallahu 'Anhu dan mengadukan anaknya, Anakku ini benar-benar telah durhaka kepadaku.

Apakah engkau tidak takut kepada Allah dengan durhaka kepada ayahmu, Nak? Karena itu adalah hak orangtua, kata Umar kepada sang anak.

Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga punya hak atas orang tuanya?

Benar, haknya adalah memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang bagus, dan mengajarkan Al-Quran.Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik. Ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga 400 dirham. Ia tidak memberi nama yang baik untukku. Ia menamaiku Jual. Dan dia juga tidak mengajarkan Al-Quran kepadaku kecuali satu ayat saja. Jual adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan. Bisa juga diartikan seorang yangg berkulit hitam dan berparas jelek atau orang yg emosional. (Al-Qamus Al-Muhith, hal. 977)

Umar menoleh kepada sang Ayah dan berkata, Engkau mengatakan anakmu telah durhaka kepadamu tetapi engkau telah durhaka kepadanya sebelum Ia mendurhakaimu. Enyahlah dari hadapanku! (As-Samarqandi, Tahbihul Ghafilin, 130)Ibnul Qayyim berkata, Siapa yang mengabaikan pendidikan yang bermanfaat untuk anaknya dan membiarkannya begitu saja, maka ia telah melakukan tindakan terburuk terhadap anaknya itu. Kerusakan anak-anak itu kebanyakan bersumber dari orangtua yang membiarkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban sunnah diin ini kepada mereka. Mereka tidak mmperhatikan masalah-masalah agama tersebut saat masih kecil, sehingga saat sudah besar mereka sulit meraih manfaat dari pelajaran agama dan tidak bisa memberikan manfaat bagi orangtua mereka. (Tuhfatul Maudud, I: 229)Atas dasar hal-hal yang sudah penulis jabarkan di atas, sangat penting untuk orangtua mengerti apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Tentunya kita tidak ingin menjadi Ayah atau anak yang datang kepada Umar Radhiallaahu Anhu kan? Labeling dapat kita gunakan untuk membangun kepercayaan diri anak, tentunya dengan mencapnya dengan hal-hal positif. Juga, akhlaq kita kepada anak-anak kita harus sebanding dengan apa yang kita inginkan ada pada anak-anak kita, pengendalian diri itu sangat penting. Dan pendidikan kepada anak serta tuntutan para orangtua haruslah disadari dan dimengerti oleh para orangtua, keduanya harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan dengan membentak, atau sangat menuntut, semuanya harus seimbang, berada di pertengahan.Oleh karena itu, dengan orangtua mengerti dan peduli, hubungan antara anak dan orangtua akan menjadi lebih harmonis. Dan akan lebih mudah menciptakan pribadi sang anak menjadi seperti apa yang orangtua inginkan. Untuk para orangtua, janganlah meninggalkan pendidikan kepada anak-anak kita, dan yang paling utama adalah pendidikan agama yang sesuai dengan tuntunan Rasulullaah Shallallaahu Alaihi wa Sallam, mengajarkan anak-anak kita tentang Tauhid, Akhlaq, dan hal-hal lain yang mendasar. Sebab ketika agama anak-anak kita sudah baik dan bagus, akhlaq dan yang lainnya akan dengan ajaib mengikutinya.