pendidikan kejuruan di indonesia
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA
A. Pendahuluan
Globalisasi dan industrialisasi di satu sisi membuka peluang untuk mempercepat laju pembangunan, tetapi di sisi lain membawa tantangan persaingan yang semakin ketat dan tajam. Tuntutan tersebut secara simultan telah menjadikan sumber daya manusia (SDM) tidak lagi dianggap sebagai pelengkap semata, akan tetapi telah menjadi kekuatan utama bagi industri dalam menghasilkan keunggulan dalam konteks yang lebih komprehensif, inovatif dengan sudut pandang yang holistik.
Pendidikan kejuruan merupakan lembaga pendidikan yang menyiapkan peserta didik yang berminat untuk dididik untuk menjadi tenaga kerja bidang tertentu sesuai dengan tuntutan dunia kerja dengan deimikian, terhadap dua variabel yang saling berkaitan yaitu variabel peserta didik dan pekerjaan/dunia kerja. Terdapat dua kemungkinan mengenai hubungan antara peserta didik dengan bidang pekerjaan yaitu: pertama, kompetensi peserta didik yang dihasilkan pendidikan kejuruan sesuai dengan persyaratan bidang pekerjaan (match); dan kedua, kompetensi peserta didik tidak sesuai dengan persyaratan bidang pekerjaan (mismatch). Pendidikan kejuruan yang efektif adalah pendidikan yang dapat menghasilkan kompetensi lulusan (peserta didik) yang sesuai dengan persyaratan bidang pekerjaan tertentu/dunia kerja (Calhoun and Finch, 1982).
Dengan adanya lembaga pendidikan kejuruan, yang mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan adalah salah satu kunci utama dalam mempersiapkan lulusan yang siap untuk diterjunkan ke dunia pekerjaan. Tentunya lembaga pendidikan kejuruan harus memprioritaskan pengembangan sistem pendidikan yang berorientasi pada peningkatan tamatanyang benar-benar profesional , memiliki etos kerja, disiplin dan tetap mejunjung tunggi serta berakar pada budaya bangsa.
B. Konsep Dasar Kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang dikaitkan dengan pekerjaan tertentu,
baik ketika yang bersangkutan belum dapat mengerjakan atau meningkatkan suatu pekerjaan
yang telah dikerjakan. Pendidikan kejuruan juga merupakan usaha mendidik dan mempersiapkan
peserta didik untuk member kemampuan pada bidang pekerjaan tertentu yang sesuai dengan
bakat dan minat, sehingga stelah selesai melakukan pendidikan mereka mampu bekerja.
Selain itu apabila dicermati dari bunyi UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pasal 21 yang mengemukakan tentang konsep pendidikan kejuruan, bahwa :”
Pendidikan kejuruan merupakan jenjang pendidikan menengah yang bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian dan sikap pemahaman ilmu dan pengetahuan serta teknologi,
apresiasi seni, dan keterampilan hidup mandiri atau mengikuti pendidikan lebih lanjut”. Hal ini
menunjukkan bahwa tujuan pendidikan kejuruan di Indonesia masih “mendua”, yaitu pertama,
menyiapkan lulusannya memasuki dunia kerja, dan kedua, melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Sikap “mendua” dalam tujuan pendidikan kejuruan ini berdampak ganda. Pertama,
program dan proses pendidikan harus menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan
sekaligus untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, lulusan sekolah
menengah kejuruan tidak sepenuhnya memfokuskan perhatian untuk memasuki dunia kerja.
C. Kebijakan Pendidikan kejuruan di Indonesia
Dalam PP 29/1990, pendidikan kejuruan hanya dijelaskan pada tiga tempat. Pasal 1 Ayat
3 menyatakan "pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan
menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis
pekerjaan tertentu". Sementara itu, pada Pasal 3 Ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan menengah
kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan
sikap profesional. Kemudian, pada Pasal 7 diatur syarat-syarat pendirian sekolah menengah
kejuruan.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan kejelasan kebijakan pendidikan kejuruan adalah
membuat peraturan pemerintah tersendiri, khusus untuk pendidikan kejuruan. Alternatif lain
adalah dengan menyempurnakan PP 29/1990 sesuai dengan perkembangan, seperti berlakunya
Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang Undang No. 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Pendapatan. Dalam hal ini perlu diikuti "jejak" pendidikan
tinggi, yang berhasil menyempurnakan PP 30/1990 dengan lahirnya PP 60/1999 tentang
Pendidikan Tinggi dan PP 61/1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan
Hukum.
Sedangkan, secara nasional tertuang dalam Pasal 15 UU No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, kemudian dikeluarkan Keputusan Mendikbud
Nomor 0490/1992 tentang Kerjasama SMK dengan Dunia Usaha dan Industri (DUDI) yang
bertujuan meningkatkan kesesuaian program SMK dengan kebutuhan dunia kerja yang
diusahakan dengan saling menguntungkan dan dengan dasar kebijakan Mendikbud tersebut
dirumuskan kebijakan bersama antara Mendikbud dan Ketua Umum Kadin dengan nomor
0267a/U/1994 dan nomor 84/ KU/X/1994 tanggal 17 Oktober 1994 tentang Pembentukan
Lembaga Kerjasama Tingkat Pusat disebut Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN),
Tingkat Wilayah disebut Majelis Pendidikan Kejuruan Provinsi (MPKP), dan Tingkat Sekolah
disebut Majelis Sekolah (MS).
Di samping itu, secara konseptual Djojonegoro (1999) menyatakan bahwa tolok ukur
pendidikan kejuruan yang efisien adalah (a) mempersiapkan siswanya untuk jenis pekerjaan
yang didasarkan atas kebutuhan tenaga kerja dan (b) siswa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan
keterampilan yang telah dilatihkan. Konsideran seperti itu mengisyaratkan betapa pentingnya
pengelolaan sistem pendidikan menengah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip kemitraan,
khususnya bagaimana mengaitkan kompetensi lulusan dengan dunia industri sebagai sasaran
dunia kerja alumni bersangkutan.
Untuk itu LPTK khususnya FPTK/FT/JPTK dapat memberikan kontribusi dalam
implementasi kebijakan pendidikan kejuruan secara nasional, maka diperlukan langkah stratejik,
mencakup : 1) membangun citra kepercayaan kelembagaan pada setiap tingkatan kebijakan,
melalui penyiaspan sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang desiminasi kebijakan,
bidang perencanaan pendidikan, 2) membangun jaringan birokrasi pelaksanaan kebijakan
pendidikan, mulai dari pusat, propinsi, dan kabupaten/kota, melalui penyiapan sumber daya
manusia yang kompeten dalam bidang negosiasi, 3) Menanta sistem manajemen yang tranparan
dengan memperhatikan akuntabilitas dan good governance, 4) menata system pelayanan
pendidikan keguruan melalui pemetaan kebutuhan di setiap daerah, ditinjau dari bidang dan
program keahlian yang dibutuhkan, dan 5) pengembangan kapasitas kelembagaan (SDM, sarana
prasarana, manajemen, pembiayaan, kemitraan dan lain sebagainya) (Hidayat dan Sunaryo :
2010;1)
D. Program Pendidikan Kejuruan
Program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam sustu organisasi yang melibatkan sekelompok orang
(Suharsimi Arikunto, 2004:3). Dengan demikian program pendidikan kejuruan dapat diartikan
kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi pada pendidikan kejuruan yang
berlangsung dalam proses yang berkesinambungan.
Dalam arti lain program diartikan sebagai suatu rencana atau rancangan kegiatan
(Suharsimi Arikunto, 2004:3). Terkait dengan ini Joko Sutrisno selaku Direktur Pembinaan SMK
mengeluarkan Surat kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se Indonesia tentang
Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan berdasarkan Surat Keputusan Direktur
Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 251/C/KEP/MN/2008 tanggal 27
Agustus 2008 yang isinya antara lain : 1. program pendidikan pada SMK dikelompokkan
sebagai berikut : 1) bidang studi keahlian, adalah kelompok atau rumpun keahlian pada SMK
yang terdiri atas : a) teknologi dan rekayasa, b) teknologi informasi dan komunikasi, c)
kesehatan, d) seni kerajinan dan pariwisata, e) agribisnis dan agroindustri, dan f) bisnis dan
manajemen, 2. Program studi keahlian, adalah program dalam bidang studi keahlian atau bidang
keahlian, dan 3. Kompetensi keahlian, adalah spesialisasi dalam suatu program studi keahlian
atau program keahlian.
Program pendidikan kejuruan (termasuk SMK) dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang
mempunyai suatu rencana yang akan direalisasikan atau diimplementasikan untuk mencapai
tujuan program yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwasanya
pendidikan kejuruan diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang mampu bekerja, baik secara
mandiri (berwiraswasta/berwirausaha) maupun secara kelompok (bekerja di Dunia Usaha atau
Dunia Industri), atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu
dalam hubungan ini konsep link and match sangat relevan, dan dalam implementasinya
direalisasikan melalui pendidikan system ganda (PSG).
E. Pelaksanaan dan Hasil pendidikan Kejuruan di Indonesia
Sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Pasal 15 UU SISDIKNAS, merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu,
yang dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.
Tujuan Umum :
a. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.
c. Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan
menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia
d. Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup,
dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta
memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.
Tujuan Khusus :
a. Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, maupun bekerja mandiri, mengisi
lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga tingkat kerja
menengah, sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya.
b. Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi,
beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang
keahlian yang diminatinya.
c. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agar mampu
mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang
pendidikan yang lebih tinggi
d. Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahlian
yang dipilih.
Namun dalam pelaksanaan pendidikan kejuruan (SMK) masih belum diperoleh hasil
yang optimal, hal ini dapat dilihat dari dampak atau hasil pelaksanaan pendidikan kejuruan, yaitu
antara lain : 1) masih banyaknya pengangguran (belum atau tidak bekerja atau tidak melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi lulusan SMK, hal ini disebabkan oleh kurang
relevannya kompetensi yang diperoleh dari sekolah dengan DUDI dan secara akademik rata-rata
lulusan SMK tidak lebih baik dibandingkan dengan lulusan SMU, 2) SMK merupakan sekolah
yang membutuhkan biaya paling mahal pemerintah tidak akan mampu menanggung biaya SMK
secara keseluruhan. Kebijakan link and match dan PSG yang diharapkan mampu membantu
mengatsasi masalah pendanaan ternyata belum berjalan seperti yang diharapkan, dan 3) peran
serta dunia usaha/industri untuk ikut serta dalam pengelolaan pendidikan kejuruan (SMK) belum
maksimal.
Untuk mengatasi permasalaha-permasalahn tersebut perlu memperhatikan prinsip-prinsip
pendidikan kejuruan yang dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :
a. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika
lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.
b. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan
dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
c. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan
bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendri
d. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia dapat memampukan setiap individu memodali
minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi
e. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat
diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang dapat
untung darinya
f. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja
dan kebiasaan berfkir yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diperlukan dalam
pekerjaan nantinya
g. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses
dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan
dilakukan
h. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia
tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut
i. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda
pasar kerja)
j. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan
pada pekerjaan yang nyata
k. Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tersebut
l. Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda satu dengan yang
lainnya
m.Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan
kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan
lewat pengajaran kejuruan
n. Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan
pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut
o. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada kaku dan
terstandar
p. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan
kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
F. Manajemen Pendidikan Kejuruan
Tuntutan pengelolaan pada pendidikan kejuruan harus sesuai dengan kebijakan link and
match, yaitu perubahan dari pola lama yang cenderung berbentuk pendidikan demi pendidikan
ke suatu yang lebih terang, jelas dan konkrit menjadi pendidikan kejuruan sebagai program
pengembangan sumber daya manusia. Dimensi pembaharuan yang diturunkan dari kebijakan link
and match menurut (Rivai dan Murni, 2009:92), yaitu :
1) Perubahan dari pendekatan Supply Driven ke Demand Driven
2) Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke sistem berbasis
ganda (Dual Based Program)
3) Perubahan dari model pengajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran ke model
pengajaran berbasis kompetensi
4) Perubahan dari program dasar yang sempit (Narrow Based) ke program dasar yang
mendasar, kuat dan luas (Broad Based)
5) Perubahan dari sistem pendidikan formal yang kaku, ke sistem yang luwes dan menganut
prinsip multy entry, multy exit
6) Perubahan dari sistem yang tidak mengakui keahlian yang telah diperoleh sebelumnya, ke
sistem yang mengakui keahlian yang diperoleh dari mana dan dengan cara apapun
kompetensi itu diperoleh (Recognition of prior learning)
7) Perubahan dari pemisahan antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan, ke sistem baru
yang mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan kejuruan secara terpadu
8) Perubahan dari sistem terminal ke sistem berkelanjutan
9) Perubahan dari manajemen terpusat ke pola manajemen mandiri (prinsip desentralisasi)
10) Perubahan dari ketergantungan sepenuhnya dari pembiayaan pemerintah pusat, ke swadana
dengan subsidi pemerintah pusat
11) Kepemimpinan model kolektif lebih bergeser ke model kepemimpinan tranformasional