pendidikan karakter di sekolah luar biasa …... · pendidikan karakter ... yang dilakukan tidak...

Download PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH LUAR BIASA …... · PENDIDIKAN KARAKTER ... yang dilakukan tidak hanya oleh orang-orang dewasa, tapi juga oleh ... Denpasar-Bali maka menghasilkan

If you can't read please download the document

Upload: duongkien

Post on 09-Sep-2018

230 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PENDIDIKAN KARAKTER

    DI SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN A NEGERI

    DENPASAR-BALI

    TESIS

    Disusun untuk memenuhi sebagian persyratan mencapai derajat Magister

    Program Studi Pendidikan Sejarah

    Oleh:

    I NYOMAN BAYU PRAMARTHA

    S0861102007

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2012

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan

    seluruh komponen pendidikan yang saling terkait dan terpadu, serta bertujuan

    untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, terampil, cerdas,

    maju, mandiri, dan modern. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional

    berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

    bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

    bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

    beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

    berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

    bertanggung jawab (M. Furqon Hidayatullah, 2009:12). Pada intinya

    pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya secara holistik

    dan sungguh-sungguh dari pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan harkat

    dan martabat bangsa (TPIP FIP-UPI, 2007: ix). Maka dari itu pendidikan pada

    umumnya sangat penting diberikan pada seluruh kalangan masyarakat secara

    holistik. Karena dengan pendidikan yang baik berimplikasi pada pembentukkan

    karakter yang baik.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    2

    Mendiknas mengingatkan pentingnya pengembangan karakter kepribadian

    bangsa sebagai basis untuk mencapai sukses. Karena karakter kepribadian bangsa

    merupakan aspek penting dari kualitas SDM, karena kualitas karakter bangsa

    menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan

    dibina sejak usia dini. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam

    mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak

    dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Masnur, 2011: 35).

    Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif

    tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional pasal 3. UU tersebut dinyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi

    mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

    bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

    bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

    kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

    jawab. Jika dicermati sebagian besar potensi peserta didik yang ingin

    dikembangkan sangat terkait erat dengan karakter.

    Melihat kondisi sekarang dan akan datang, ketersediaan SDM berkarakter

    merupakan kebutuhan fundamental yang wajib diberikan untuk masyarakat secara

    holistik, baik itu dari golongan terpelajar maupun non terpelajar. Hal ini dilakukan

    untuk mempersiapkan tantangan global dan daya saing bangsa di masa depan.

    Memang tidak mudah untuk menghasilkan SDM yang tertuang dalam UU

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    3

    tersebut. Persoalannya adalah hingga saat ini SDM Indonesia masih belum

    mencerminkan cita-cita pendidikan yang diharapkan. Misalnya untuk kasus-kasus

    aktual, masih banyak ditemukan siswa yang menyontek di kala sedang

    menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama siswa, melakukan

    pergaulan bebas, terlibat narkoba, dan lain-lain. Di sisi lain, ditemukan guru,

    pendidik yang senantiasa memberikan contoh-contoh kurang baik kepada peserta

    didik yang dalam hal ini adalah siswa yang ada di sekolah . Misalnya guru tidak

    jarang melakukan kecurangan-kecurangan dalam sertifikasi dan dalam ujian

    nasional (UN) guru sering memberikan jawaban kepada siswa. Padahal guru

    merupakan seorang tokoh idola bagi anak didik (Jamal Maamur, 2011:71). Jadi

    apa yang dilakukan guru berindikasi akan mempengaruhi tingkah laku siswa

    secara continue di kemudian hari. Kondisi ini terus terang sangat memilukan dan

    mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia yang telah merdeka sejak tahun 1945.

    Memang masalah ini tidak dapat digeneralisir, namun setidaknya ini fakta yang

    tidak boleh diabaikan karena kita tidak menginginkan anak bangsa kelak menjadi

    manusia yang tidak bermoral. Sebagaimana saat ini banyak tayangan TV yang

    mempertontonkan berita-berita seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan,

    korupsi, dan penculikan, yang dilakukan tidak hanya oleh orang-orang dewasa,

    tapi juga oleh anak-anak usia belasan tahun. Mencermati hal tersebut diatas,

    diperlukan pendidikan karakter untuk penguatan mutu karakter SDM sehingga

    mampu membentuk pribadi yang kuat dan tangguh serta mencerminkan

    kepribadian bangsa Indonesia seutuhnya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    4

    Dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter merupakan sesuatu yang

    tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu diperlukan kepedulian oleh

    berbagai pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga maupun sekolah

    untuk mensukseskan implementasi pendidikan karakter bangsa agar biasa

    diimplementasikan pada masyarakat Indonesia khususnya kepada generasi-

    generasi muda kita yang notabennya hidup di jaman global sekarang ini. Dengan

    demikian, pendidikan karakter perlu diintegrasikan ke seluruh aspek kehidupan,

    termasuk kehidupan sekolah. Lembaga pendidikan, khususnya sekolah dipandang

    sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter. Hal ini dimaksudkan

    agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan prilakunya mencerminkan

    karakter yang baik dan kuat (Muhammad Furqon, 2010: 3). Internalisasi serta

    pemahaman pendidikan karakter secara komperhensif bisa dijadikan solusi untuk

    memfilterisasi kebudayaan asing yang dapat merusak moral generasi penerus

    bangsa. Maka dari itu seyogyanya lembaga pendidikan menjadi konduktor untuk

    peserta didik agar dapat memiliki pemahaman yang komperhensif mengenai

    pendidikan karakter.

    Dewasa ini peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang

    anak dalam berolah style maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu,

    lembaga pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk bekal ilmu pengetahuan,

    namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi skill atau bekal untuk hidup,

    yang nanti di harapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat. Sekolah merupakan

    lembaga pendidikan yang dikatagorikan memiliki peran yang signifikan di dalam

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    memberi skill atau bekal pendidikan untuk siswa untuk digunakan oleh mereka

    dikemudian hari.

    Sekolah memiliki peran yang besar dalam pembentukan karakter siswa

    sebab selama delapan jam siswa berada di sekolah untuk belajar. Sedangkan

    waktu dirumah lebih sedikit dibandingkan di sekolah sehingga pembentukan

    karakter siswa tersebut seharusnya dapat dibentuk disekolah melalui kurikulum

    pendidikan.

    Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setiap daerah di

    seluruh Indonesia diberikan kebebasan untuk melakukan pengembangan di dalam

    kurikulum. Untuk pengembangan kurikulum pada KTSP, sekolah diwajibkan

    menyisipkan pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan karakter siswa di

    sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan karakter harus diimbangi

    dengan pengetahuan guru agar implementasinya dapat berjalan dan mencapai

    hasil optimal. Persepsi dan pengetahuan yang kompleks tentang pendidikan

    karakter memudahkan guru untuk melakukan internalisasi dalam proses integrasi

    nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran yang diampu oleh guru yang

    bersangkutan. .Selain menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik,

    tenaga pendidik diharapkan juga memberikan contoh teladan yang baik bagi

    peserta didiknya serta adanya kerjasama antara pihak satuan pendidikan dengan

    orang tua dalam menanamkan karakter yang baik pada diri peserta didik (Eza

    Avlenda, 2011).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    pendidikan karakter bisa diintegrasikan pada semua mata pelajaran di

    sekolah. Contohnya pendidikan karakter bisa diintergrasikan pada mata pelajaran

    Kesenian, IPS, IPA, Olahraga dan lain sebagainya. Kesenian, IPS, IPA, Penjaskes

    merupakan mata pelajaran yang dapat berperan penting dalam pendidikan karakter

    dengan menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia pada proses

    pembelajarannya. Mata pelajaran Kesenian, IPS, IPA, dan Penjaskes mengajarkan

    siswa untuk olah pikir, olah raga, olah hati, olah rasa. Kesenian mengajarkan

    mengajarkan olah rasa, IPS mengajarkan olah hati, IPA mengajarkan olah pikir,

    Penjaskes mengajarkan yang namanya nya olah raga. Sehingga sangat menarik

    untuk diamati bagaimanakah terjadinya keempat ruang lingkup pendidikan

    karakter tersebut pada pembelajaran di sekolah khusus di SLB.

    Pendidikan karakter bangsa harus diintegrasikan kepada semua peserta

    didik di sekolah, termasuk anak berkebutuhan khusus yang notabennya anak non

    normal yang juga berhak untuk mendapat pendidikan layaknya anak-anak normal.

    Karena pada umumnya Seluruh warga Negara tanpa terkecuali apakah dia

    mempunyai kelainan atau tidak, mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

    pendidikan. Hal ini di jamin oleh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang

    mengumumkan, bahwa; tiap tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.

    Hal ini termaktub didukung oleh Undang-Undang Republik Indonesia No 20

    tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan tentang pendidikan

    khusus bagi warga Indonesia yang memiliki kelainan dalam hal fisik dan

    mentalnya. Model pendidikan khusus seperti Pendidikan Luar Biasa (PLB)

    dengan bentuk sekolah yang bernama Sekolah Luar Biasa (SLB) yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    diperuntukan untuk anak berkebutuhan khusus merupakan sefesifikasi yang

    membedakan dengan sekolah pada umumnya.

    Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang

    berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada

    ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara

    lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar,

    gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain

    bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena

    karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan

    pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,

    contohnya: bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi

    tulisan Braillo, dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak

    berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai

    dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB

    bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk

    tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda

    (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus/diakses/16/03/2012).

    SLB merupakan lembaga pendidikan sekolah yang menjadi objek pertama

    implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Salah satu provinsi yang sudah

    menerapkan pendidikan karakter di SLB salah antara lain adalah Bali. Fenomena

    ini dapat dilihat pada SLB yang ada di kota Denpasar-Bali. Sebagai kota

    pariwisata yang terkenal di Indonesia bahkan di mancanegara, tidak membuat kota

    Denpasar menomorduakan pendidikan sebagai landasan utama untuk membangun

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    kota yang maju dan mempunyai karakter. Pengembangan pendidikan karakter

    bangsa di Kota Denpasar tidak saja difokuskan pada sekolah-sekolah umum

    seperti: SD, SMP, SMA, SMK, tetapi implementasi pendidikan karakter juga

    diterapkan pada sekolah khusus seperti SLB.

    SLB yang berbasis pendidikan karakter salah satunya, yaitu SLB/A Negeri

    Denpasar. Sekolah Luar Biasa Bagian A dibangun dan diperuntukan bagi anak-

    anak cacat atau anak yang tidak normal (dalam pengertian diluar kebiasaan) dan

    memiliki hendaya penglihatan atau tunannetra. Jadi SLB/A Negeri Denpasar

    merupakan sekolah yang diperuntukan untuk anak-anak penyandang tunanetra.

    Secara Psikologis mereka memiliki kekurangan. Dalam pembejarannya

    sehari-hari karena SLB/ A N merupakan sekolah yang dipergunakan untuk

    penyandang cacat mata atau tunanetra. Sehingga dari jenis penggunaan perangkat

    pembelajaran berbeda dengan anak normal. Contohnya: siswa-siswa di SLB/A N

    Denpasar menggunakan jenis huruf Braillo yang khusus diperuntukan untuk

    anak tunanetra. Fakta tersebut memberi indikasi bagi Sekolah Luar Biasa dan

    guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut untuk wajib memiliki pengetahuan

    serta memiliki model dan metode-metode khusus dalam proses implementasi

    pendidikan karakter serta aplikasinya pada pembelajaran di sekolah.

    Tentu saja hal ini sangat menarik untuk dikaji dalam bentuk karya tulis.

    Bagaimana implementasi pendidikan karakter di SLB yang merupakan sekolah

    yang diperuntukkan untuk penyandang cacat. Bagaimanakah cara guru

    mengintegrasikan pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah khususnya

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    pada mata pelajaran Kesenian, Penjaskes, IPS dan IPA di tingkat SMPLB di

    SLB/A Negeri Denpasar.

    Terlepas dari itu semua anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik

    yang berbeda dari anak normal. Jadi secara mental mereka perlu dilatih dan

    diberikan jenis pelayanan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak

    yang memiliki kesulitan belajar khusus sehingga dalam pelayanan pendidikannya

    sangat berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Jadi memang tak banyak

    yang mengenal seputar Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang juga dikenal

    dengan sebutan Sekolah Luar Biasa (SLB). Berangkat dari hal tersebut, maka

    permasalahan ini memiliki sfesifikasikanya secara tersendiri. Dari latar belakang

    masalah tersebut, serta sepesifikasi yang dimiliki oleh SLB khususnya SLB/A N

    Denpasar-Bali maka menghasilkan masalah-masalah yang cukup penting untuk

    dikaji dalam bentuk karya tulis. Penelitian ini akan mencoba mengkaji solusi serta

    upaya-upaya yang dilakukan guru dalam implementasi, kendala-kendala yang

    dihadapi dalam merealisasikannya, serta bagaimana proses implementasi

    pendidikan karakter pada jenjang SMPLB di Sekolah Luar Biasa Bagian A

    Negeri Denpasar-Bali khususnya yang terkait dengan proses implementasi

    pendidikan karakter di kelas dan di luar kelas. Dengan judul Pendidikan Karakter

    di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar Bali.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian

    ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter pada di Sekolah Luar

    Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali?

    2. Apakah kendala yang dihadapi guru dalam implementasi pendidikan

    karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar- Bali ?

    3. Bagaimankah solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala

    implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri

    Denpasar-Bali?

    C. Tujuan Penelitian

    Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini antara lain:

    1. Untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar

    Biasa Bagian A Negeri Denpasar-Bali?

    2. Untuk mendeskripsikan kendala yang dihadapi guru dalam implementasi

    pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar-

    Bali ?

    3. Untuk mendeskripsikan solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala

    implementasi pendidikan karakter di Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri

    Denpasar-Bali.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

    1. Manfaat Teoritis

    Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

    pengetahuan tentang pendidikan karakter dan Sekolah Luar Biasa.

    2. Manfaat Praktis

    a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas

    permasalahan yang sedang diteliti.

    b. Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran

    mengenai peran pendidikan karakter di dalam membentuk karakter

    bangsa dalam pendidikan di Indonesia khususnya di Bali serta

    peran Sekolah Luar Biasa di dalam meningkatkan kecerdasan dan

    wawasan peserta didik Anak Berkebutuhan Khusus agar menjadi

    manusia yang berkarakter cerdas kuat dan cerdas

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    BAB II

    KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN

    KERANGKA PIKIR

    A. Kajian Teori

    1. Pendidikan Karakter

    a. Hakekat Pendidikan dan karakter

    Berbicara apa itu pendidikan karakter, terlebih dahulu akan dilihat definisi

    masing-masing. Kata education, secara etimologis, kata pendidikan/ educare

    dalam bahasa latin memiliki kontasi melatih. Pendidikan dalam artian ini

    merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan,

    mendewasakan, menata, mengarahkan. Pendidikan juga berarti proses

    pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat

    berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya

    (Yahya Khan, 2010: 1). Jadi dapat dikatakan pendidikan dapat membentuk

    manusia ke arah yang lebih positif.

    Sedangkan pendidikan menurut John Dewey adalah proses pembentukan

    kecakapan fundamental, secara intelektual, dan emosional kearah alam dan

    sesama manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai

    penerus generasi tua dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau

    norma-norma tersebut dengan mewariskan segala pengalaman, pengetahuan,

    kemampuan dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai norma-norma

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    hidup dan kehidupan (Masnur, 2011: 67). Pendidikan merupakan landasan yang

    sangat penting untuk memajukan manusia serta lebih memanusiakan manusia

    muda menjadi lebih berbudi dan mempunyai karakter yang positif yang sesuai

    dengan norma-norma yang telah ditentukan masyarakat secara universal.

    Untuk karakter menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter

    Bangsa (2008: 235), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu

    sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.

    Sementara itu, Doni Koesoema (2007: 80) menyatakan bahwa karakter sama

    dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau

    gaya atau sifat khas dari seorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang

    diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan

    seorang sejak lahir. Karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri

    khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,

    masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu

    yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari

    keputusan yang yang ia buat. Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih

    dekat dengan dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau

    perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak

    perlu dipikirkan lagi. Dengan demikian, karakter bangsa sebagai kondisi watak

    yang merupakan identitas bangsa.

    Emerson dalam Smiles (2008) menyatakan: Character is moral order

    seen through the medium, of an individual nature. Men of character are the

    conscience of the society to wich the belong. (Karakter adalah tatanan moral

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    terlihat melalui media, dari sifat individu. Karakter adalah hati nurani masyarakat

    di mana mereka berbeda. Marthin Luther dalam Smiles menyatakan:

    The prosperity of a country depends, not on the abundance of its revenues, nor on the strength of its fortifications, nor on the beauty of its public buildings; but it consists in the number of its cultivated citizens, in its men of education, enlightenment, and character; here are to befound its true interest, its chief strength, its real power (Smiles, 2008). Yang artinya Kemakmuran negara tidak tergantung pada kelimpahan dari

    pendapatan, atau pada kekuatan bentengnya, maupun di keindahan bangunan

    publik, tetapi itu terdiri dalam jumlah warganya dibudidayakan, pada prianya

    yang berpendidikan, pencerahan, dan karakter; disini harus menemukan bunga

    sejati, kekuatan utamannya, sebenarnya kekuasaan. Jadi pada masa itu Luther

    telah menjelaskan bahwa karakter merupakan fondasi utama untuk membangun

    bangsa yang bermartabat dan dari karakter kebangsaan yang kuat akan muncul

    kekuasaan yang luar biasa pula.

    Hermawan Kertajaya (2010: 3) mengemukakan bahwa karakter adalah

    ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah

    asli dan mangakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan

    mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak , bersikap, berujar, dan

    merespon sesuatu.

    Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakter itu

    berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi, orang

    berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif.

    Dengan demikian, pendidikan adalah membangun karakter, yang secara implisif

    mengandung arti membangun sifat atau pola prilaku yang didasari atau berkaitan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang

    buruk. Hal ini didukung oleh Petersondan Seligman (Gede Raka, 2007: 5) yang

    mengaitkan secara langsung character strength dengan kebajikan. Character

    strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan

    (virtues). Salah satu kriteria utama dari character strenght adalah karakter

    tersebut berkonstribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita

    seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya

    dan bagi orang lain. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil

    menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan

    sebagai kekuatan moral dalam hidupnya (M. Furqon Hidayatullah, 2009: 10).

    Karakter berarti jati diri dan harga diri. Jati diri dan harga diri ini bisa terpancar

    dari dalam tubuh manusia (Atik Catur.B, Ardhi Raditya, 2010). Manusia dapat

    menjadi manusia ketika tubuh mereka benar-benar memantikkan sifat

    kemanusiaan dan kedalaman berempati sekaligus bereaksi terhadap tirani ataupun

    tindak patologi yang menyengsarakan manusia. Jadi manusia harus mempunyai

    karakter yang kuat. karakter yang kuat merupakan dasar terwujudnya kemajuan,

    bagi individu dan masyarakat secara holistic.

    b. Pendidikan Karakter

    Seperti disampaikan di atas bahwa pendidikan adalah proses internalisasi

    budaya dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan

    masyarakat menjadi beradab. Jadi, pendidikan merupakan sarana strategis dalam

    pembentukan karakter.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    Untuk dapat memahami pendidikan karakter itu sendiri, kita perlu

    memahami struktur antropologis yang ada dalam diri manusia (Koesoema A,

    2007: 80). Struktur antropologis manusia terdiri atas jasad, ruh, dan akal. Hal ini

    selaras dengan pendapat Lickona (1992) yang menekankan tiga komponen

    karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral

    feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan moral), yang

    diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan , dan mengerjakan nilai-nilai

    kebajikan.

    Menurut Lickona Dalam Berkowitz & Bier dalam bukunya What Works In

    Character Education: A research-driven guide foe educators. Menyatakan bahwa

    pendidikan karakter adalah character education is a deliberate effort to develop

    good character based on core virtues are objectively good for individuals and

    society (Berkowitz & Bier, 2005). Artinya, pendidikan karakter adalah upaya

    yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik

    berlandaskan kebajikan-kebajikan inti yang secara objektif baik bagi individu

    maupun masyarakat.

    Dalam mewujudkan pendidikan karakter, tidak dapat dilakukan tanpa

    penanaman nilai-nilai luhur universal, yaitu: karakter cinta Tuhan dan segenap

    ciptaannya-Nya; kedua, kemandirian dan tanggung jawab; ketiga,

    kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan,

    suka tolong-menolong dan gotong royong/ kerjasama; keenam, percaya diri dan

    pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah

    hati, dan; kesembilan, karakter toleransi kedamaian, dan kesatuan. Kesembilan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    17

    pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik

    menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good.

    Paterson dan Seligman (Gede Raka, 1997) mengidentifikasi 24 jenis

    karakter yang baik atau kuat (character strength). Karakter-karakter itu diakui

    sangat penting artinya dalam berbagai agama dan kebudayaan di dunia. Dari

    berbagai jenis karakter, untuk Indonesia ada lima jenis karakter yang sangat

    penting dan sangat mendesak dibangun dan dikuatkan sekarang ini yaitu

    kejujuran, kepercayaan diri, apresiasi terhadap kebhinekaan, semangat belajar,

    dan semangat kerja. Karakter ini sangat diperlukan sebagai modal dasar untuk

    memecahkan masalah besar yang menjadi akar dari kemunduran bangsa Indonesia

    selama ini, yaitu korupsi, konflik horizontal yang berkepanjangan, perasaan

    sebagai bangsa kelas dua, semangat kerja dan semangat belajar yang rendah.

    Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter dapat didefinisikan

    adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter

    siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-

    sungguh dari guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya (Winton,

    2010, dalam Samani & Hariyanto 2011: 42).

    Menurut Ki Hajar Dewantara ( 1967: 484-489), yang dimaksud pengajaran

    budi pekerti atau pendidikan karakter adalah upaya untuk membantu

    perkembangan jiwa yang sifatnya umum, menganjurkan atau kalau perlu

    menyuruh anak untuk: duduk yang baik, jangan berteriak-teriak agar tidak

    mengganggu anak lain, bersih badan dan pakaiannya, hormat terhadap ibu-bapak

    dan orang lain, menolong teman yang perlu ditolong, demikian seterusnya. Ini

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    18

    semua sudah merupakan pengajaran budi pekerti. Jadi lebih lengkap menurut Ki

    Hajar Dewantara dalam bukunya yang berjudul Manusia Merdeka dinyatakan:

    Karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar yang dinamakan dasar yaitu bekal hidup atau bakat anak yang berasal dari alam sebelum mereka lahir, serta sudah menjadi satu kodrat kehidupan anak (biologis). Sementara kata ajar diartikan segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga akil baligh, yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang dipengaruhi oleh kematangan berpikir (Ki Hajar Dewantara, 2009: 87).

    Dalam pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa karakteristik

    seseorang dipengaruhi oleh pengaruh bahan ajar. Yang dimaksud bahan ajar disini

    yaitu bakat yang dimiliki oleh seseorang sebelum mereka lahir factor biologis

    mempengaruhi karakter. Jadi semasa dalam kandungan karkater anak dibentuk

    sedini mungkin agar menjadi anak berkarater positif ketika dia lahir nanti.

    Sedangkan Hill, 2002 mengatakan, Charakter determines someone

    private thoughts and someones actions done. Good character is the inward

    motivation to do what is right, according to the highest standar of behavior, in

    every situation. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan

    prilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai

    keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat

    keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

    Ellen G White dalam Sarumpet (2001: 12) mengemukakan bahwa

    pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada

    manusia. Pembangunan karakter yang pernah diberikan kepada manusia.

    Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang

    benar.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    19

    Terkait dengan itu, sebagaimana yang disitir oleh Character Counts!

    Coalition (a project of The Joseph Institute of Ethics) dalam Masnur (2011: 39),

    ada enam pilar pilar karakter ( The Six Pillars of Character) yang dapat menjadi

    acuan. Enam pilar karakter yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1)

    Trustwothiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegrasi,

    jujur, dan loyal; 2) Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki

    pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain; 3) Caring, bentuk

    karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap

    orang lain; 4) Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu

    menghargai dan menghormati orang lain; 5) Citizenship, bentuk karakter yang

    membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan

    alam; 6) Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung

    jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. The Six

    Pillars of Character untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan 1 sebagai

    berikut:

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    20

    Bagan 1. Enam Pilar Karakter

    Sumber: Masnur ( 2011: 39)

    Berdasarkan alur pikir pada Bagan 1 di atas, pendidikan merupakan salah satu

    strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus

    dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Semua pilar karakter di atas

    harus dikembangkan secara continue dan holistik pada setiap aspek kehidupan

    masyarakat.

    Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang

    mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan

    fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan

    pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat

    dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan 2 sebagai berikut.

    Enam Pilar Karakter

    Fairness

    Caring

    Respect

    Citizenship

    Responsibility

    Trustworthiness

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    21

    Bagan 2: Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

    Sumber: (http/www.pendidikan_karater.com)

    Berdasarkan bagan tersebut di atas, pengkategorian nilai didasarkan pada

    pertimbangan pada hakekat perilaku seseorang yang berkarakter. Hal tersebut

    merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi

    individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-

    kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan

    Olah Pikir

    Olah Rasa/ Karsa

    Olah Raga

    Olah Hati

    ramah, saling menghargai, toleran,

    peduli, suka menolong,

    gotong royong, nasionalis, kosmopolit,

    mengutamakan kepentingan umum,

    bangga menggunakan bahasa dan produk

    beriman dan bertakwa,

    jujur, amanah, adil,

    bertanggung jawab,

    berempati, berani mengambil resiko,

    pantang menyerah, rela berkorban, dan

    berjiwa patriotik

    cerdas, kritis, kreatif, inovatif,

    ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks,

    dan reflektif

    bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan,

    bersahabat, kooperatif,

    determinatif, kompetitif, ceria,

    dan gigih

    RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    22

    masyrakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam kontek

    totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam: (1)

    olah hati (spiritual & emotional development); (2) olah pikir (intellectual

    development); (3) olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development);

    dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Proses itu

    secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi,

    serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di

    dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di

    atas (De Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9).

    Menurut Said Hamid Hasan (2010: 9-10) Untuk nilai dan deskripsi

    pendidikan karakter dapat dilihat sebagai berikut: 1) Religius: Sikap dan perilaku

    yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

    pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain; 2)

    Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang

    yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan; 3)

    Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

    pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya; 4) Disiplin:

    Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan

    dan peraturan; 5) Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

    sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,serta

    menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6) Kreatif : Berpikir dan melakukan

    sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki;

    7) Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    23

    dalam menyelesaikan tugas-tugas; 9) Demokratis: Cara berfikir, bersikap, dan

    bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain; 10) Rasa

    Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

    mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar; 11)

    Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

    menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

    kelompoknya; 12) Cinta Tanah Air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang

    menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap

    bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa; 13)

    Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

    menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

    menghormati keberhasilan orang lain; 14) Bersahabat/ Komuniktif: Tindakan

    yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan

    orang lain; 15) Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

    orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya; 16) Gemar Membaca:

    Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang

    memberikan kebajikan bagi dirinya; 17) Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan

    yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya,

    dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

    sudah terjadi; 18) Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

    bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan; 19) Tanggung-

    jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    24

    kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,

    lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

    Jika kita kaitkan pendidikan karakter dengan sekolah, maka pendidikan

    karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah

    yang meliputi komponen pengetahuan kesadaran atau kemauan dan tindakan

    untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah,

    semua komponen-komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk

    komponen-komponen pendidikan itu sendiri yaitu isi kurikulum, proses

    pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,

    pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler,

    pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan dan etos kerja seluruh warga

    sekolah/lingkungan. Di samping itu pendidikan karakter di maknai sebagai suatu

    perilaku warga sekolah yang menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter

    (Sofan Amri dkk, 2011:4). Maka dari itu karakter disini merupakan suatu nilai

    fundamental yang harus diintegrasikan pada semua individu.

    c. Jenis - Jenis Pendidikan Karakter

    Menurut Yahya Khan (2010) Ada empat jenis karakter yang selama ini

    dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan, antara lain: 1). Pendidikan

    karakter berbasis nilai religuis, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan

    (konservasi moral); 2). Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang

    berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi satra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah

    dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan); 3). Pendidikan karakter

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    25

    berbasis lingkungan (konservasi lingkungan); 4). Pendidikan karakter berbasis

    potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri

    yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konsevasi humanis).

    Selebihnya Yahya Khan juga menjelaskan pendidikan Karakter berbasis

    potensi diri adalah proses kegiatan yang dilakukan dengan segala daya upaya. 1)

    secara sadar dan terencana untuk mengarahkan anak didik agar mereka mampu

    mengatasi diri; 2) melalui kebebasan; 3) dan penalaran; 4) serta mengembangan

    segala potensi diri; 5) yang dimiliki anak didik.

    a) Guru dalam melaksanakan proses kegiatan pendidikan karakter berbasis

    potensi diri dilakukan dengan segala daya upaya artinya guru dalam proses

    pendidikan karakter berbasis potensi diri itu tidak hanya berperan sebagai

    pengajar yang menyampaikan materi pengajaran tetapi dia juga bertindak

    sebagai inspirator, inisiator, fasilitator, mediator, supervisor, evaluator,

    teman (friend), sekaligus pembimbing (counselor), lebih matang (older),

    otoritas (authority in field), pengasuh (nurturer), dan sepenuh hati dengan

    cinta dan kasih saying (devoted). Menurut Fertman (1999) mengatakan:

    Character education in schools involves formal instruction in honesty,

    trust, cooperation, respect, responsibility, hope, determination, and

    loyalty; it also lays the foundation for positive leadership development.

    Yang artinya, Karakter pendidikan di sekolah melibatkan instruksi formal

    dalam kejujuran, kepercayaan, kerja sama, rasa hormat, tanggung jawab,

    harapan, tekad, dan loyalitas, tetapi juga meletakkan dasar untuk

    pengembangan kepemimpinan yang positif. Jadi dapat dikatakan dengan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    26

    meletakkan dasar kepemimpinan yang positif pengembangan pendidikana

    karakter berbasis potensi diri dapat direalisasikan secara baik.

    b) Anak didik mampu mengatasi diri artinya mampu bersikap mandir,

    mampu mangatasi segala problema perkuliahan, problema kesehatan,

    problema pribadi (emosi), problema keluarga , problema pengisian waktu

    senggan, problema agama dan akhlak, problema perkembangan pribadi

    sosial, problema memilih pekerjaan, problema persiapan untuk

    berkeluarga melalui kebebesan penalaran.

    c) Kebebasan merupakan suatu kondisi dan situasi merdeka, tidak ada

    tekanan dari siapa pun dan dari pihak manapun, bebas manyatakan

    pendapat, bebas menentukan pilihan, bebas berpikir, bebas melakukan

    aktivitas, bebas berkreasi, bebas berkeyakinan, yang bermanfaat bagi diri

    sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa, negara dan tidak merugikan

    siapapun.

    d) Penalaran merupakan kemampuan berpkir benar dan teruji kebenarannya,

    yaitu kemampuan berpikir logis dan analitis.

    e) Segala potensi anak didik artinya setiap anak bersifat unik mereka

    memiliki potensi terpendam. Dalam proses pendidikan karakter semua

    potensi yang dimiliki anak didik digali, diberdayakan untuk bekal hidup

    mereka.

    Jadi pendidikan karakter berbasis potensi diri merupakn proses kegiatan

    yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budaya

    harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing dan membina setiap manusia

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    27

    untuk memiliki kompetensi intelektual (Kognitif), karakter (Affective), dan

    kompetensi keterampilan mekanik (Psychomotoric).

    2. Sekolah Luar Biasa

    Pada dasarnya sekolah mempunyai peranan penting di dalam menumbuh

    kembangkan karakter siswa menuju kearah yang lebih positif. salah satunya

    adalah SLB. Berikut Pengertian SLB, fungsi SLB, dan Jenis-jenis anak-anak

    berkebutuhan khusus yang bersekolah di SLB.

    a. Pengertian Sekolah Luar Biasa

    Tempat penyelenggaraan pendidikan dibagi menjadi tiga lingkungan yaitu

    formal, informal dan non formal. Sekolah Luar Biasa adalah sebuah lembaga

    pendidikan formal yang melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan

    khusus. Sebagai lembaga pendidikan SLB dibentuk oleh banyak unsur yang

    diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yang proses intinya adalah

    pembelajaran bagi peserta didik. Jadi SLB merupakan lembaga pendidikan khusus

    yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

    (Aqila Smart, 2012: 91).

    Dalam ketentuan umum UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 1

    dikemukakan bahwa: Proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

    mengembangkan potensi dirinya, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan,

    yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU Sisdiknas, 2006 :

    72). Bertitik tolak dari tujuan itulah setiap lembaga pendidikan termasuk di

    dalamnya Sekolah Luar Biasa hendaknya bergerak dari awal hingga akhir sampai

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    28

    titik tujuan suatu proses pendidikan, yang pada akhirnya dapat mewujudkan

    terjadinya pembelajaran sebagai suatu proses aktualisasi potensi peserta didik

    menjadi kompetensi yang dapat dimanfaatkan atau digunakan dalam kehidupan

    (Hari Suderadjat, 2005: 6).

    Syafaruddin (2002:87) mengemukakan bahwa: Dalam sistem pendidikan

    nasional Indonesia sekolah memiliki peranan strategis sebagai institusi

    penyelengara kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Sekolah

    Luar Biasa memiliki dan mengemban tugas yang berat tetapi penting. Berat

    karena harus selalu berperang menghadapi berbagai kelemahan, ancaman dan

    tantangan guna menselaraskan program-program kegiatan yang terealisir dengan

    dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang bergerak

    demikian cepat. Penting, karena tugas-tugas dan fungsi sekolah sangat diperlukan

    untuk mengembangkan potensi anak-anak berkebutuhan khusus demi

    kelangsungan hidupnya yang harus selalu dinamis dan optimis.

    Melihat kedudukan sekolah yang demikian pentingnya Syafaruddin (2002

    :88) mengatakan bahwa: sekolah menjadi pusat dinamika masyarakat.

    Keberadaan sekolah menjadi institusi sosial yang menentukan pembinaan pribadi

    anak dan sosialisasi serta pembudayaan suatu bangsa. Di balik fungsi dan

    peranan sekolah yang sangat esensial bagi perkembangan pribadi peserta didik,

    masyarakat dan bangsa, serta tingginya harapan masyarakat terhadap sekolah ada

    satu realita yang masih jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan

    kata lain lembaga-lembaga sekolah masih berkualitas rendah dan belum dapat

    memenuhi harapan masyarakat. Hal itu tercermin dari rendahnya kualitas lulusan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    29

    sekolah yang diekspresikan dengan menganggurnya siswa-siswa yang telah lulus

    sekolah. Bahkan dalam realita keseharian terlihat para lulusan yang belum dapat

    hidup mandiri untuk mengatasi persoalan kehidupannya sehari-hari. Hal ini

    sebagai cerminan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai output

    pendidikan di Sekolah Luar Biasa. Hal itu dilatar belakangi karena siswa-siswi di

    SLB tidak mempunyai IQ yang rendah di banding dengan anak-anak normal pada

    umumnya. Gambaran di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hari

    Suderadjat (2005: 4) yang mengemukakan bahwa lulusan sekolah khususnya

    di Indonesia dinilai bermutu rendah dalam komparasi Internasional.

    Sejalan dengan pendapat Hari Suderajat dikemukakan pula tentang

    lemahnya mutu pendidikan kita oleh Syafaruddin (2002: 19) sebagai berikut:

    Dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat.

    Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah

    pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih orientasi

    proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat.

    Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan

    masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

    Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja

    dan pembangunan, baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga

    kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. Bahkan SDM

    yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus belum sepenuhnya

    memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati diri bangsa dalam

    kemajemukan budaya bangsa.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    30

    Berangkat dari kenyataan di atas, maka harus dilakukan berbagai upaya

    untuk meningkatkan keberhasilan sekolah sehingga menjadi lembaga pendidikan

    yang efektif dan produktif. Terwujudnya Sekolah Luar Biasa yang efektif dan

    produktif merupakan suatu ciri bahwa sekolah itu berhasil dalam mengemban dan

    menjalankan tugas dan fungsinya. Sondng P. Siagian (dalam Syafa.ruddin, 2002 :

    97) mengemukakan bahwa: Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang

    tingkat efektivitas dan produktivitasnya makin lama makin tinggi. Oleh sebab

    itu, dikemukakan Sondang P. Siagian (2002: 1) bahwa :Produktivitas suatu

    organiasasi harus selalu dapat diupayakan untuk terus ditingkatkan, terlepas dari

    tujuannya, misinya, jenisnya, strukturnya, dan ukurannya. Aksioma tersebut

    berlaku bagi semua jenis organisasi. Jadi, sesuai dengan pendapat tersebut,

    tentunya termasuk di dalamnya organisasi pendidikan atau Sekolah Luar Biasa

    harus melakukan berbagai upaya guna meningkatkan efektivitas dan

    produktivitasnya, sehingga apa yang diharapkan dapat dicapai secara optimal.

    Untuk melihat keberhasilan suatu sekolah tentu harus diukur dengan

    kriteria sebagaimana dikemukakan Sergiovanni dan Carver (H.M. Daryanto, 2006

    :17) bahwa ada empat tujuan yaitu: Efektivitas produksi, efisiensi, kemampuan

    menyesuaikan diri (adaptiveness), dan kepuasan kerja, dapat digunakan sebagai

    kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan sekolah.

    Efektivitas produksi, yang berarti menghasilkan sejumlah lulusan yang sesuai

    dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.

    Menelaah perkembangan yang terjadi di sekolah dan lulusan sekolah

    sebagai refleksi dari kualitas layanan pendidikan dibandingkan dengan PP No. 19

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    31

    tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang di dalamnya meliputi: (1)

    Sandar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar

    Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar

    Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan,

    ternyata masih banyak kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Hal ini

    terlihat dengan masih rendahnya mutu kompetensi lulusan, masih kurangnya

    profesionalisme guru dalam mengelola pembelajaran, masih banyaknya guru yang

    belum berkualifikasi akademik S1, masih rendahnya relevansi pendidikan dengan

    kebutuhan masyarkat, dan sebagainya. Dengan kata lain, fenomena yang terlihat

    dalam lembaga pendidikan Sekolah Luar Biasa saat ini masih rendah mutu

    layanannya. Kualitas layanan pendidikan tersebut dicerminkan dengan suatu

    ukuran tingkat daya hasil suatu program yang menjadi tanggung jawab sekolah.

    Dalam upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan di Sekolah Luar

    Biasa tidak dapat terlepas dan harus didukung oleh berbagai pihak yang

    berkepentingan (stakeholders) diantaranya pihak masyarakat. Hal ini penting

    karena masyarakat memiliki peran yang sangat diperlukan oleh sekolah.

    Mengenai hal ini diungkapkan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 dalam Hadiyanto,

    (2004 : 85) yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a). Masyarakat berperan dalam

    peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan,

    dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite

    sekolah/madrasah; b). Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri

    dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    32

    pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta

    pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

    b. Fungsi Sekolah Luar Biasa

    Sekolah dipandang perlu memberikan layanan kepada siswa yang

    memiliki tingkat kemampuan, kecerdasan, dan bakat yang luar biasa di atas

    standar rata-rata, dalam bentuk perlakuan pendidikan dan pengajaran, secara utuh

    dan optimal dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan sekolah reguler.

    Oleh sebab itu penyelenggaraan akselerasi pendidikan yang dimulai dari setiap

    jenjang pendidikan dapat terselenggara di sekolah-sekolah yang ada pada saat ini

    sebagai penampung dari aspirasi masyarakat yang diamanatkan melalui GBHN

    dan Undang-Undang Pendidikan Nasional yang berlaku dewasa ini. Hal ini juga

    berpengaruh pada fungsi dari sekolah luar biasa (SLB) tersebut, dimana sekolah

    luar biasa (SLB) dipandang dapat memberikan pelayanan kepada siswa yang

    memiliki kelainan fisik dan mental ini agar nantinya mereka dapat mengenyam

    pendidikan yang tidak saja didapat oleh anak-anak normal lainnya yang telah di

    landaskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

    Sehingga nantinya mereka akan mampu bersaing dengan dengan

    masyarakat lainnya dalam hal memperoleh pekerjaan di masyarakat luas serta

    akan sesuai dengan tujuan dari pembangunan pendidikan di Indonesia itu sendiri.

    Pelayanan yang dilakukan oleh sekolah ini akan berhasil apabila semua

    komponen-komponen baik itu yang berasal dari sekolah atau komponen dalam

    diri anak tersebut, sehingga dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar dapat

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    33

    berjalan dengan baik dan didukung oleh lingkungan yang kondusif

    (http://www.indomedia.com/sripo/06/07/0706hot1.htm/ diakses 16/11/2011).

    Tujuan sekolah luar biasa terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 72

    tahun 1991 (72/1991) tanggal 31 desember 1991 tentang pendidikan luar biasa

    yang dikutip dari http://www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/72-1991.htm.

    Pada Bab II tentang tujuan pendidikan luar biasa menyatakan bahwa:

    Pasal 2

    Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Sistem pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa (PLB) yang dalam

    hal ini identik dengan sekolah luar biasa (SLB) di Indonesia ialah pendidikan bagi

    anak berkelainan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu

    Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan

    Terpadu. Sekolah luar biasa, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua,

    menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra,

    SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB

    Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan,

    sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita,

    tunadaksa, tunalaras, dan atau tunaganda. SLB merupakan sekolah yang

    diperuntukkan untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Anak Berkebutuhan Khusus

    adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    34

    umumnya (Aqila Smart, 2012: 33). Jadi SLB sangat penting di dalam menunjang

    keberjaminan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang memang

    memiliki kekurangan di dalam hidupa mereka.

    Sesuai dengan hakikatnya sekolah merupakan lembaga yang sangat

    strategis dan memiliki fungsi yang sangat penting dalam mengembangkan

    pendidikan. Banyak pendapat yang mengemukakan tentang fungsi sekolah

    diantaranya dikemukakan oleh Hadari Nawawi sebagai berikut:

    Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat (Hadari Nawawi, 1982: 27). Oleh karena itulah maka dapat dikatakan bahwa fungsi sekolah adalah

    meneruskan, mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan suatu

    masyarakat, melalui kegiatan ikut membentuk kepribadian anak-anak agar

    menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri di dalam kebudayaan dan

    masyarakat sekitarnya. Mukhlison dalam (www.balinter.net/diakses /20/12 2011)

    mengemukakan bahwa fungsi sekolah adalah: 1). Sekolah mempersiapkan anak

    untuk suatu pekerjaan, dan diharapkan anak yang telah menyelesaikan sekolahnya

    dapat melakukan sesuatu pekerjaan atau paling tidak sebagai dasar dalam mencari

    pekerjaan; 2). Sekolah memberikan keterampilan dasar; 3). Sekolah membuka

    kesempatan untuk memperbaiki nasib; 4) Sekolah menyediakan tenaga

    pembangunan.

    Kedua pendapat di atas pada dasarnya sama dan saling melengkapi tentang

    fungsi sekolah dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan pendapat para ahli

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    35

    tersebut di atas maka Sekolah Luar Biasa sebagai lembaga pendidikan memiliki

    fungsi sebagai berikut: 1). Tempat pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan

    khusus yang memberikan dasar-dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan; 2).

    Memberikan rehabilitasi bagi anak-anak yang memiliki hambatan baik fisik,

    mental, emosi, maupun sosial. 3). Mengembangkan life skill bagi anak-anak

    berkebutuhan khusus sebagai bekal untuk dapat mandiri dalam kehidupannya

    bermasyarakat; 4). Membentuk anak-anak yang berbudaya dan menjadi

    warganegara yang sadar akan hak dan kewajibannya.

    Pentingnya fungsi sekolah bagi kelangsungan kehidupan bermasyarakat,

    berbangsa, dan bernegara, yang pada akhirnya tertuju pada kesejahteraan

    manusia. Oleh karena itulah, pengembangan Sekolah Luar Biasa semestinya

    mendapat suatu perhatian yang semakin bermutu dengan terobosan-terobosan

    upaya yang tidak pernah berhenti dilakukan oleh semua pihak. Pelaksanaan

    evaluasi pun semestinya tidak dilupakan karena maju mundurnya pengembangan

    sekolah akan signifikan dengan upaya-upaya perbaikan yang selalu dilakukan

    sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi.

    Jadi pada Intinya SLB berfungsi memberikan pelayanan pada anak

    berkebutuhan khusus dan jika dikatagorikan ke dalam anak berkesulitan belajar

    karena memiliki keterbatasan fisik di dalam menerima setiap pelajaran di sekolah.

    Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar merupakan bagian dari ilmu pendidikan

    luar biasa atau sering disingkat PLB atau sering disebut oertopedagogik

    (Abdurachman, 1999: 19).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    36

    c. Jenis dan Karakteristik Anak Berkebutuhan khusus di Sekolah Luar

    Biasa.

    Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk

    menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan

    khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara

    satu dan lainnya. Getskow dan Konezal (1996: 9) menyatakan:

    Kids with special needs is divided into eight sections. Its is arranged so that activities are open-ended and can be used for a variety of purpose. Teacher and parents should feel free to adapt the activities to the ability level their children.

    (Anak-anak dengan kebutuhan khusus dibagi menjadi delapan bagian. Adalah diatur sedemikian rupa sehingga kegiatannya bersifat terbuka dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Guru dan orang tua harus merasa bebas untuk menyesuaikan kegiatan dengan tingkat kemampuan anak-anak mereka)". Sedangkan Bandhi Delphi (2006) Menyatakan di negara Indonesia anak

    berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah

    diberikan layanan di SLB antara lain sebagai berikut:

    1) Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra),

    khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera

    penglihatan untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan

    sehari-hari. Pada dasarnya, tunanetra dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

    buta total dan kurang penglihatan (Aqila Smart, 2012: 36). Pada umumnya

    kegiatan belajar dilakukan dengan rabaan atau taktil karena kemampuan

    indera raba sangat menonjol untuk menggantikan indera penglihatan. Bagi

    mereka untuk mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan benda-

    benda konkret yang dapat diraba dan dapat dimanipulasi melalui observasi

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    37

    perabaan benda-benda riil, dalam tempatnya yang alamiah mereka dapat

    memahami bentuk ukuran, berat, kekerasan, sifat-sifat permukaan,

    kelenturan, suhu dan sebagainya (Sofan Amri, 2011: 68).

    2) Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), pada

    umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan

    melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain. Bagi yang sudah

    terlatih mereka dapt berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat

    gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang

    menyebut anak tunarungu dengan istilah permata karena matanya

    seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicarannya (Sofan

    Amri, 2011: 69).

    3) Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki

    problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan

    intelegensi, mental, emosi, sosial, dan fisik. Akibatnya, dalam tugas-tugas

    akademik yang menggunakan intelektual mereka sering mengalami

    kesulitan

    4) Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara

    medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang,

    persendian, dan saraf penggerak otot-otot tubuhnya, sehingga digolongkan

    sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus pada gerak anggota

    tubuhnya.

    5) Anak dengan hendaya prilaku maladjustment. Anak yang berprilaku

    maladjustment sering disebut dengan tunalaras. Karakteristik yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    38

    menonjol antara lain sering membuat keonaran secara berlebihan, dan

    bertendensi kearah prilaku kriminal. Anak tunalaras selalu ingin

    memenuhi kebutuhan dan keinginannnya tanpa memperdulikan

    kepentingan orang lain. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, ia

    menggunakan kesempatan yang ada tanpa mengingat kepentingan orang

    lain.

    6) Anak dengan hendaya autism (autistic children).Anak autistic mempunyai

    kelainan ketidakmampuan berbahasa. Hal ini diakibatkan oleh adanya

    cedera pada otak. Secara umum anak autistic meliputi kelainan berbicara,

    kelainan berbicara disamping mengalami gangguan kemampuan

    intelektual dan fungsi saraf. Kelainan anak autistic meliputi kelainan

    berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, serta prilaku yang ganjil.

    Anak autistic mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan terlihat seperti

    orang yang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat terisolasi dari

    lingkungan hidupnya.

    7) Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda (multihandicapped

    and developmentally disable childern). Mereka sering disebut dengan

    istilah tunaganda yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup

    hambatan-hambatan perkembangan neurologis. Hal ini disebabkan oleh

    satu atau dua kombinasi kelainan kemampuan pada aspek intelegensi,

    gerak bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat. Kelainan

    perkembangan ganda juga mencakup kelainan dalam fungsi adaptif.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    39

    Mereka umumnya memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus

    dengan modifikasi metode secara khusus.

    3. Teori Belajar Perkembangan Kognitif

    Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko - fisik sebagai hasil dari

    proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh factor

    lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu menuju kedewasaan

    (Kartini Kartono, 1990: 21). Salah satu teori belajar yang dikatagorikan dapat

    berpengaruh terhadap perkembangan seseorang salah satunya kognitivisme.

    Kognitivisme merupakan salah satu teori belajar yang dalam berbagai

    pembahasan sering juga disebut model kognitif (Aunurachman, 2009: 44).

    Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan sebuah proses spontan

    (Crain, 2007: 217). Anak-anak bisa dikatakan mengembangkan struktur-struktur

    kognitif mereka sendiri, tanpa pengajaran langsung dari orang dewasa. Menurut

    piaget anak-anak secara konstan mengeksplorasi, memanipulasi dan berusaha

    memahami lingkungannya dan berusaha memahami lingkungannya, dan di dalam

    proses ini mereka aktif mengkonstruksi struktur-struktur baru yang lebih

    elaborative agar bisa menghadapinya ( Kohlberg, 1968).

    Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan

    interaktif aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan.

    Sementara itu bahwa interaksi social dengan teman sebaya, khususnya

    berargumentasi dan berdiskusi membantu pemikiran itu menjadi logis (Nur,

    1998).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    40

    Menurut teori Piaget setiap individu pada saat tumbuh mulai dari Bayi

    yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat

    perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif dapat dilihat pada

    tabel 1 berikut.

    Tabel 1. Empat Tahap Perkembangan Kognitif

    Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama Sensorimotor Praoperasional Operasi Kongkrit Operasi Formal

    Lahir sampai 2 tahun 2 sampai 7 tahun 7 sampai 11 tahun 11 Tahun sampai dewasa

    Terbentuknya konsep kepermanenan obyek dan kemjuan grdual dari prilaku refleksi ke prilaku yang mengarah pada tujuan. Perkembangan kemampuan menggunakan symbol-simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiranmasih egosentris dan sentrasi. Perbaikan dalam kempuan untuk berpikir secara logis. Pemikiran tidak. Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui pengunaan eksperimentasi sistematis.

    (Sumber: Nur, dalam Trianto 2007: 15)

    Jadi implikasi teori piaget bagi pendidikan menimbulkan spekulasi bahwa

    belajar merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan. Kami dan

    De Vries dalam Crain (2007: 2012) mengemukan anak-anak butuh kesempatan

    untuk melukiskan segala sesuatu sendiri. Karena adalah hal yang baik bagi diri

    mereka sendiri, ketimbang membuat mereka merasa harus kembali terus kepada

    orang dewasa untuk mengetahui jawaban apa yang benar. Jadi intinya filsafat

    kontruktivisme sangat berperan di dalam perkembangan kognitif seorang anak-

    anak dalam menemukan sesuatu dan menjadikan diri mereka lebih cerdas dan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    41

    sigap untuk menghadapi suatu permasalahan. Jadi perkembangan kognitif

    merupakan tolak ukur yang penting untuk mengetahui kemampuan anak di dalam

    berpikir.

    Jadi teori perkembangan piaget mewakili konstruktivisme, yang

    memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif

    membangun sistem makna pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman

    dan interaksi-interaksi mereka (Trianto, 2007: 14). Perkembangan kognitif

    sebagian besar bergantung kepada sebrapa jauh anak aktif berinteraksi dengan

    lingkungannya (Slavin 1994: 145).

    Jadi menurut Aunurrachman (2009: 45) Kognitivisme memberikan

    pengaruh dalam perkembangan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut: a)

    Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila

    pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola logika tertetentu; b) Penyusunan

    materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks. Untuk dapat menyelesaikan

    tugas-tugas dengan baik peserta didik harus terlebih dahulu telah mengetahui

    tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana; c) Belajar dengan memahami lebih baik

    dari pada dengan hanya menghafal, apalgi tanpa pengertian; d) Adanya perbedaan

    individual pada peserta didik perlu diperhatikan, karena factor ini sangat

    mempengaruhi proses belajar peserta didik.

    Tinjauan diatas senada dengan kajian Vygotsky yang menyatakan, bahwa

    siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa

    sendiri melalui bahasa. Akan tetapi teori Vygotsky ini, lebih menekankan pada

    aspek social dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    42

    akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari

    namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-

    tugas tersebut berada dalam zone of proximal development (Trianto, 2010: 76).

    Zone f proximal development adalah perkembangan sedikit di atas

    perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih

    tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu,

    sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut

    (Slavin, 1994: 49). Jadi kerjasama dalam individu akan menghasilkan pemikiran

    yang lebih kompleks, proses kerja sama merupakan hal yang sangat penting dalam

    suatu proses pembelajaran.

    Jadi teori pembelajaran Vygotsky ini dikenal dengan teori pembelajaran

    sosial. Teori vygotsky sama juga halnya Piaget bisa dikelompokkan ke dalam

    teori konstruktivisme. Karena siswa dalam teori pembelajaran sosial tersebut

    diharapkan harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi

    kompleks ke dalam diri mereka secara mandiri. Intinya berpengaruh pada

    perkembangan kognitif seseorang.

    4. Perkembangan Moral dan Implementasinya Dalam Pembelajaran

    Menurut Kohlberg ada tiga tingkatan perkembangan moral: 1. Tingkat I.

    Moralitas Prakonvensional; 2. Tingkat II. Moralitas Konvensional; 3. Tingkat III.

    Moralitas Pasca Konvensional (Crain, 2007: 231).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    43

    a. Tingkat I. Moralitas Pra-konvensional (Pre- Convention Level)

    Pada tingkat I. Moralitas Prakonvensional dibagi dalam dua tahap

    perkembangan moral: 1. Tahap 1. Kepatuhan dan Orientasi Hukum. Dalam tahap

    ini anak-anak berasumsi bahwa otoritas-otoritas yang kuasa telah menurunkan

    seperangkat aturan baku yang harus mereka patuhi tanpa protes (Crain, 2007:

    231). Tahap 1 ini disebut pra-konvensional karena anak-anak masih belum bicara

    sebagai anggota masyarakat. Mereka melihat moralitas sebagai suatu yang

    eksternal-sesuatu yang orang dewasa katakana dan harus mereka lakukan (Colby

    dkk: 1987: 16).

    Tahap 2. Individualisme dan Pertukaran. Di tahap ini anak-anak mulai

    menyadari bahwa bukan hanya ada satu saja pandangan benar yang diturunkan

    dari otoritas-otoritas. Individu-individu yang berbeda memiliki sudut pandang

    yang berbeda-beda. Tahap 2 termasuk dalam tingkatan pra-konvensional karena

    dalam tahap ini berbicara tentang individu yang terisolasi dan bukan sebagai

    anggota masyarakat. Tapi dalam tahap ini telah ada sifat kritisasi dari individu

    untuk sedikit mengkritisi suatu pernyataan yang sifatnya permanen.

    Pada level ini anak-anak memberikan respons terhadap aturan-aturan

    kebiasaan, baik dan buruk, benar atau salah, tetapi intepretasi ini mereka

    terjemahkan menurut tarap pemikiran mereka sendiri atau dalam batas kekuasaan

    fisik dari orang-orang yang menetapkan aturan - aturan bagi mereka

    (Aunurrahman, 2009: 62).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    44

    b. Tingkat II. Moralitas Konvensional ( Conventional Level)

    Dalam tingkat II dimasukkan ke dalam tahap 3 dan 4. Tahap 3. Hubungan

    hubungan Antar- Pribadi yang Baik. Di tahap ini, anak-anak sudah memasuki

    usia remaja. Menurut Piaget dalam Elizabeth (2004) menyatakan:

    Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat-tingkat orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah bak integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyaka aspek efektif . kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewas, yang kenyataannya merupakn ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini ( Elizabeth, 2004: 206) . Jadi dalam tahap remaja ini mereka melihat moralitas lebih daripada

    urusan-urusan sederhana. Mereka percaya manusia mestinya hidup menurut

    harapan keluarga dan komunitas, dan bertindak dengan cara-cara yang baik dalam

    menjalin hubungan antar pribadi yang baik.

    Tahap 4. Memelihara tatanan social. Dalam tahap ini perhatian menjadi

    lebih luas yaitu tahap kepedulian terhadap masyarakat secara lebih luas (Crain,

    2006: 235). Jadi di tahap 4 kepedulian bergeser menjadi kepatuhan terhadap

    hukum untuk mempertahankan masyarakat secara keseluruhan.

    Pada level ini telah tumbuh kesadaran dan penghargaan terhadap individu

    lain, keluarga, kelompok atau Negara dan hal-hal tersebut memiliki nilai bagi

    dirinya (Aunurahcman, 2009: 62).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    45

    c. Tingkat III. Moralitas Pasca-Konvensional (Past Conventional)

    Tingkat III pada perekembangan moral terdiri dari dua tahap sering sekali

    dalam teori Kohlberg tingkat III merupakan tahap 5 dan 6 pada perkembangan

    moral seseorang. Tahap 5. Kontrak social dan hak-hak Individual. Pada tahap 5

    pada dasarnya percaya kalau masyarakat yang baik hanya bisa dipahami dengan

    cara yang paling baik sebagai sebuah kontrak social yang di dalamnya orang

    dengan bebas bekerja demi kebaikan semua orang. Mereka menyadari bahwa

    kelompok-kelompok social yang berbeda-beda di dalam masyarakat akan

    memiliki nilai-nilai yang berbeda-beda di dalam masyarakat akan memiliki nilai-

    nilai yang berbeda (Crain, 2007: 239). Jadi intinya pada tahap 5 menekankan hak-

    hak dasara dan proses demokratis yang memberi kesempatan setiap orang untuk

    mengutarakan pendapatnya.

    Tahap 6. Prinsip-prinsip Universal. Tahap 6 memiliki konsepsi yang lebih

    jelas da luas tentang prinsip-prinsip universal (seperti keadilan sebagai hak

    individual). Jadi prinsip-prinsip ditentukan bilamana sebuah kesepakatan diambil

    hanya jika paling adil bagi semua pihak.

    Pada level ini sudah ada usaha kongkrit dalam diri seseorang anak untuk

    menentukan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang dianggap memiliki

    validitas yang diwujudkan tanpa harus mengaitkan dengan otoritas kelompok atau

    pribadi-pribadi yang mendukung prinsip tersebut (Aunnurahcman, 2009: 65). Jadi

    teori perkembangan moral dapat dijadikan sebagai pengetahuan dalam membuka

    awal terhadap perkembangan moral. Perkembangan moral merupakan hal sangat

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    46

    penting di dalam pembelajaran karena untuk mendapatkan pengetahuan yang

    positif, manusia perlu mengalami apa yang namanya transisi moral. Dengan

    transisi moral yang baik maka akan terjadi suatu perkembangan ke arah yang

    lebih positif untuk kehidupannya kelak.

    5. Jenis Prilaku Belajar

    Menurut Krathwohl, Bloom dkk dalam Anurrachman (2009: 49,50).

    Penggolongan atau tingkatan Jenis prilaku belajar terdiri dari tiga ranah yaitu: a).

    ranah kognitif, b). ranah afektif, c). ranah psikomotor. Masing-masing ranah

    dijelaskan sebagai berikut ini:

    a. Ranah Kognitif

    Kognitif merupakan sebuah konsep atau kerangka yang eksis di dalam

    pikiran seseorang yang dipakai untuk mengorganisasikan dan

    mengintepretasikan informasi (Santrock, 2010: 46). Menurut Anurrachman

    (2009) Teori kognitif terdiri dari enam aspek pokok antara lain: a)

    Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah

    dipelajari dan tersimpan didalam ingatan; b) Pemahaman mencakup

    kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari; c) Penerapan

    mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk menghadapi

    masalah yang nyata dan baru. Prilaku ini misalnya tampak dalam kemampuan

    mengungkapkan prinsip; d) Analisisi mencakup kemampuan merinci suatu

    kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat

    dipahami dengan baik; e) Sintetis, mencakup kemampuan membentuk suatu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    47

    pola baru, misalnya tampak di dalam kemampuan menyusun suatu program

    kerja; f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang

    beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

    Keenam jenis prilaku ini bersifat hirarkis, artinya prilaku tersebut

    menggambarkan tingkatan kemampuan yang dimiliki seseorang. Dengan daya

    kognitif yang bagus membuat individu memberlakukan dirinya sendiri baik

    itu dalam menstrukturisasi pengetahuan yang dipaham untuk diberlakukan

    untuk dirinya sendiri maupun orang lain

    b. Ranah Afektif

    Ranah afektif merupakan aspek penting dalam proses pembelajaran.

    Ranah afektif penilaian yang dilakukan dengan menilai sikap dari peserta

    didik. Menurut Krathwohl & Bloom dalam Aunurachman ( 2009: 50). Ranah

    Afektif terdiri dari enam proses antara lain: a) Penerimaan, yang mencakup

    kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan; b) Partisipasi, yang mencakup

    kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan;

    c) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup penerimaan terhadap suatu

    nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap; d) Organisasi, yang

    mencakup kemampuan membentuk suatu system nilai sebagai pedoman dan

    pegangan hidup; e) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan

    menghayati nilai, dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan moral.

    Proses ini merupakan suatu proses yang dinamis, di mana siswa

    melalui keaktifannya akan dapat secara terus menerus mengembangkan

    kemampuan dan kepekaannya untuk mencapai tingkatan-tingkatan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    48

    kemampuan serta kepekaan yang lebih tinggi melalui proses belajar yang di

    lakukan. Dalam proses ini sikap merupakan faktor yang penting dalam

    keberhasilan proses pembelajaran.

    c. Ranah Psikomotor.

    Menurut Simpson dalam Aunnurrahman (2009: 52) ranah Psikomotor

    terdiri dari tujuh perilaku atau kemampuan motorik yaitu: 1). Persepsi, yang

    mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskripsikan) suatu secara

    khusus dan menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut; 2). Kesiapan,

    yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam suatu keadaan dimana

    akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan, kemampuan ini mencakup

    aktivitas jasmani dan rohani (mental); 3). Gerakan terbimbing, mencakup

    kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan.

    Misalnya meniru gerak tari, membuat lingkaran di atas pola; 4). Gerakan

    terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh;

    5). Gerakan kompleks, yang mencakup kemammpuan melakukan gerakan atau

    keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lanca, efisien dan tepat; 6).

    Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan

    perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik persyaratan khusus yang

    berlaku; 7). Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola gerak-

    gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri.

    Ketiga ranah yang dikemukakan di atas bukan merupakan bagian-

    bagian yang terpisahkan, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang saling

    terkait. Dengan memadukan ketiga ranah aspek tersebut, maka pembentukkan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    49

    karakter baik itu secara pikiran, gerak, sikap dapat terealisasikan secara

    holistik.

    6. Pembelajaran Konstruktivisme

    Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran

    kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa

    harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

    mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lam dan merevisinya apabila

    aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Trianto, 2010: 76).

    Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan

    adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada

    siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Guru dapat

    member siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih

    tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya (Slavin, 1994: 225).

    Belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi

    kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa

    pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri (Suparni, 1997: 18). Prinsip-prinsip

    yang sering diambil dari konstruktivisme menurut Suparno (1997: 73), antara lain:

    1). Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2). Tekanan dalam proses

    belajar terletak pada siswa; 3). Mengajar adalah membantu siswa belajar; 4).

    Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5).

    Kurikulum menekankan partisipasi siswa; 6). Guru sebagai fasilitator.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    50

    Setia jenis pembelajaran mempunyai prinsip-prinsip yang berperan penting

    dan mempunyai peranannnya secara eksklusif. Secara umum, prinsip prinsip

    tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktik,

    pembaharuan, dan perencanaan pendidikan. Jika kita bandingkan pembelajaran

    kontruktivis dan tradisonal untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah

    ini:

    Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Konstruktivis dan Tradisional

    Kelas konstruktivis versus kelas tradisional Tradisional Konstruktivis

    Kegiatan-kegiatannya terutama bersandar pada text book

    Kegiatan-kegiatannya terutama bersandar pada materi-materi

    Presentasi materi dimulai dengan bagian bagian, kemudian pindah ke keseluruhan

    Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan, kemudian pindah ke bagian-bagian

    Menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar

    Menekankan pad ide-ide besar

    Guru menekankan tentang harus diikutinya kurikulum yang pasti

    Guru mengikuti pertanyaan-pertanyaan murid

    Guru mempresentasikan informasi kepada murid

    Guru menyiapkan sebuah lingkungan belajar, di mana murid dapat menemukan pengetahuan

    Guru berusaha membuat murid memberikan jawaban yang benar

    Guru berusaha membuat murid mengungkapkan sudut-pandang dan pemahaman mereka , sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka.

    Asesmen dilihat sebagai sebuah kegiatan tersendiri dan terjadi melalui testing

    Asesmen dilihat sebagai sebuah kegiatan yang diintegrasikan dengan belajar mengajar dan terjadi fortofolio dan observasi

    Sumber: (Muis & Reynolds, 2008: 105) Jadi dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa konstruktivisme cenderung

    mengutamakan ide-ide besar di dalam proses pembelajaran, siswa diberikan

    kesempatan untuk dapat mengeksplorasikan pemikirannya sehingga diharapakan

    dari hal tersebut bisa melatih daya kritis siswa. Lingkungan merupakan faktor

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    51

    yang sangat menentukan dalam proses kontruksi pengetahuan dari siswa dalam

    melakukan observasi secara mandiri. Dari proses konstruksi ini karakter mandiri

    dari siswa akan terbentuk. Pembelajaran kontruktivisme tidak menekankan pada

    hal-hal yang bersifat tradisional yang cenderung berpatokan pada apa yang sudah

    ada. Prinsip Discovery menjadi fundamen dari proses olah pikir pengetahuan dari

    siswa.

    B. Penelitian Yang Relevan

    Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya

    adalah:

    1. Karya tulis Wanda Crisiana (2005) Universitas Kristen Petra dengan judul:

    Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa (Studi Kasus di

    Jurusan Teknik Industri UK Petra). Penelitian ini membahas pentingnya

    pendidikan karakter dalam sistem pendidikan formal. Dimulai dengan melihat

    contoh manfaat pendidikan karakter di negara lain seperti Amerika dan Cina.

    Kemudian, dilanjutkan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Jurusan

    Teknik Industri UK Petra untuk merancang pendidikan karakter yang

    sistematis dan terintegrasi dalam kurikulum bagi mahasiswa sebagai persiapan

    menuju ke dunia kerja. Usaha tersebut antara lain penetapan pendidikan

    karakter sebagai salah satu rencana strategis jurusan, penetapan tim,

    perancangan dan pelaksanaan program pendidikan karakter, evaluasi, serta

    usaha perbaikan terus menerus. Relevansi penelitian ini dengan dengan

    penelitian yang akan diteliti antara lain sama-sama membahas tema sentral

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    52

    yaitu pendidikan karakter. Tapi dalam karya tulis Wanda Crisiana membahas

    tentang pendidikan karakter dari kalangan mahasiswa, jadi terdapat perbedaan

    yang signifikan dengan penelitian yang akan dikaji yaitu implementasi

    pendidikan pendidikan karakter di SLB

    2. Karya tulis Mudjiyono (2011 Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan

    judul: Pengelolaan Superpivisi Pembelajaran SLB Muhammadiyah

    Sindurjan-Purworedjo. Penelitian ini menemukan fakta empirik sebagai

    berikut: (1) Karakteristik perencanaan program supervisi pembelaja