pendidikan karakter di dalam kitab amsal

29
Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 31 PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL Poppy M. Elia ABSTRAK: Pada umumnya, manusia berpendapat bahwa pendidikan yang diperlukan sebagai bekal untuk meraih kesuksesan hidup adalah pendidikan di bidang akademik. Namun demikian, dalam kenyataannya, banyak orang yang mampu menyelesaikan pendidikan di bidang akademik secara baik tetapi melupakan suatu konsepsi mendasar yang dapat menjadikan diri mereka sebagai seorang bijaksana. Konsepsi mendasar yang diperlukan itu adalah karakter yang baik karena berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Alkitab, secara khusus Kitab Amsal mengandung banyak pemahaman mendasar, yaitu hikmat yang dapat menjadi fondasi dalam pendidikan karakter. Konsepsi pendidikan karakter itu dapat ditetapkan dalam berbagai bidang kehidupan dan dapat menjadikan seseorang tampil sebagai pribadi yang bijaksana dan takut akan TUHAN. KATA KUNCI: kehidupan, karakter, Kitab Amsal, hikmat, kesuksesan hidup, pendidikan karakter, bijaksana, takut akan TUHAN. Kebanyakan orang menilai kesuksesan, keberhasilan hidup hanya dari pencapaian status sosial ekonomi, akademik, materi. Pencapaian seperti itu baru sebagian dari kesuksesan hidup karena ada hal yang terlupa, yaitu karakter padahal karakter berperanan penting dalam keberhasilan hidup manusia. Karakter yang baik berkaitan dengan harkat, martabat, watak, sifat, tabiat, moral yang baik, akhlak mulia manusia. Seorang yang sukses dalam pencapaian akademik, materi, status sosial ekonomi harus dilengkapi dengan karakter yang baik. Bila tidak, harkat dan martabatnya sebagai manusia akan jatuh. Tanpa karakter yang baik atau akhlak mulia, manusia kehilangan harkat, martabat sebagai manusia. Karakter yang baik, akhlak mulia penting sekali bagi manusia.

Upload: others

Post on 06-Nov-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 31

PENDIDIKAN KARAKTER

DI DALAM KITAB AMSAL

Poppy M. Elia

ABSTRAK: Pada umumnya, manusia berpendapat bahwa pendidikan

yang diperlukan sebagai bekal untuk meraih kesuksesan hidup adalah

pendidikan di bidang akademik. Namun demikian, dalam

kenyataannya, banyak orang yang mampu menyelesaikan pendidikan

di bidang akademik secara baik tetapi melupakan suatu konsepsi

mendasar yang dapat menjadikan diri mereka sebagai seorang

bijaksana. Konsepsi mendasar yang diperlukan itu adalah karakter yang

baik karena berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Alkitab,

secara khusus Kitab Amsal mengandung banyak pemahaman

mendasar, yaitu hikmat yang dapat menjadi fondasi dalam pendidikan

karakter. Konsepsi pendidikan karakter itu dapat ditetapkan dalam

berbagai bidang kehidupan dan dapat menjadikan seseorang tampil

sebagai pribadi yang bijaksana dan takut akan TUHAN.

KATA KUNCI: kehidupan, karakter, Kitab Amsal, hikmat,

kesuksesan hidup, pendidikan karakter, bijaksana, takut akan TUHAN.

Kebanyakan orang menilai kesuksesan, keberhasilan hidup

hanya dari pencapaian status sosial ekonomi, akademik, materi.

Pencapaian seperti itu baru sebagian dari kesuksesan hidup karena ada

hal yang terlupa, yaitu karakter padahal karakter berperanan penting

dalam keberhasilan hidup manusia. Karakter yang baik berkaitan

dengan harkat, martabat, watak, sifat, tabiat, moral yang baik, akhlak

mulia manusia. Seorang yang sukses dalam pencapaian akademik,

materi, status sosial ekonomi harus dilengkapi dengan karakter yang

baik. Bila tidak, harkat dan martabatnya sebagai manusia akan jatuh.

Tanpa karakter yang baik atau akhlak mulia, manusia kehilangan

harkat, martabat sebagai manusia. Karakter yang baik, akhlak mulia

penting sekali bagi manusia.

Page 2: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

32 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

Berakhlak mulia, berkarakter yang baik, yakni karakter Illahi

seharusnya menjadi sifat, tabiat, watak manusia sebagai gambar Allah.

1. Manusia Sebagai Gambar Allah Alkitab menyaksikan bahwa manusia diciptakan sebagai

makhluk ciptaan Allah yang tertinggi, termulia, segambar dengan Allah

(Kejadian 1:26-28). TUHAN menempatkan manusia pada kedudukan

tertinggi di antara seluruh ciptaan-Nya, Ia memberikan otoritas kepada

manusia untuk menguasai alam semesta, binatang-binatang, dan seisi

bumi ini (Mazmur 8:6—10).

Sebagai gambar Allah, manusia mempunyai relasi khusus dengan

Allah, sesama manusia, bumi; yaitu bertanggung jawab terhadap Allah,

sesama manusia, bumi.1 Manusia terpanggil mencerminkan

“keberadaan Allah di dunia”, maksudnya manusia hidup, berlaku

sama seperti Allah terhadap makhluk-makhluk yang lain.2 Di dalam

keberadaan Allah juga tersirat pengertian sifat, karakter Allah. Di muka

bumi, manusia hendaknya merefleksikan karakter, sifat Allah. Sifat Allah

yang kudus, adil, benar, kasih, sabar, murah hati, lemah-lembut, rendah

hati hendaknya terpancar melalui kehidupan manusia. Akan tetapi

kejatuhan manusia ke dalam dosa telah menggagalkan rencana Allah yang

indah ini. Roma 3:23 menyaksikan “karena semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah.” Gambar Allah di dalam diri manusia telah rusak. Sifat-sifat Allah yang mulia yang harus

tercermin di dalam diri manusia hilang bahkan berubah menjadi sifat-sifat

buruk, seperti dusta, benci, sombong, serakah, egois, kasar, curang, jahat.

Manusia gagal melaksanakan tugas, tanggung jawabnya mencerminkan

keberadaan Allah di bumi. Pemulihan gambar Allah yang rusak ini

membutuhkan karya penyelamatan Tuhan Yesus lewat kematian-Nya di

atas kayu salib (Roma 8:25; Kolose 1:13-15; II Korintus 4:4).

Di dalam diri Yesus Kristuslah gambar Allah dan kemuliaan

Allah dinyatakan (Ibrani 1:3). Sebagai gambar Allah yang sejati,

Kristus memancarkan, memantulkan hidup Illahi, mencerminkan

kehendak Illahi bagi manusia dengan cara sempurna. Yesus Kristus

1 J. L. Ch. Abineno, Manusia dan Sesamanya di dalam Dunia (Jakarta: PT

BPK Gunung Mulia, 2003) 43.

2 Ibid., 42.

Page 3: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 33

adalah gambar Allah yang sempurna.3 Hidup manusia harus

diperbaharui di dalam, oleh Yesus Kristus untuk mengembalikan gambar Allah di dalam dirinya (Kolose 3:5-17; Efesus 4:17-32).

Sebagai manusia yang diperbarui Yesus Kristus, kita dapat memamcarkan karakter Illahi sebagaimana yang Ia kehendaki.

2. Karakter Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) mencantumkan bukan

kata karakter melainkan kata watak. Kata ini merupakan kata benda yang berarti sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran,

tingkah laku, budi pekerti, tabiat.4 Karakter berasal dari bahasa Yunani,

yang merupakan kosa kata benda jenis jantan, yaitu: Ó χαϱαкτηϱ5 atau

dengan menggunakan aksara Latin charakter.6 Liddell, Scott (sejak

tahun 1843); Liddell, Scott, Jones (1940); Liddell, Scott, Jones,

McKenzie (1996), 7 mengartikan Ó χαϱαкτηϱ sebagai engraver,

ukiran. Pengertian karakter sebagai ukiran juga dikemukakan Allport

pada tahun 1930 (1970).8

The Complete Word Study Dictionary New Testament – di dalam The Power for True Success—How to Build Character in Your Life (Institute in Basic Life Principles, 2001) – mengemukakan: “…

character originally denoted an engraver or engraving tool …”.9

Buku ini menerapkan makna istilah karakter ke pada Tuhan Yesus; yaitu dengan merujuk Ibrani I:3. Ayat ini menyaksikan Tuhan Yesus

3 Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003)

203. 4 Hasan Alwi (Pemimpin Redaksi), Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Cetakan ke-2 Edisi III (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) 1270. 5 The Analytical Greek Lexicon (Grand Rapids: Zondervan, 1968) 435.

6 The Institute In Basic Life Principles, Inc., The Power For True Sucsess: How to Build Character in Your Life (Oak Brook: The Institute In Basic Life Principles, Inc., 2001) 10

7 Liddell, H.G.; R. Scot; Sir Henry Stuart Jones, D.Litt. {1940, New (ninth) edition completed}; Roderick McKenzie, M.A. A Greek-English Lexicon Volume II:λ - ρώδης. (Oxford: The Clarendon, 1940), hlm. 1977. Liddell, H.G.; R. Scot; Sir Henry Stuart Jones, D.Litt.; Roderick McKenzie, M.A. A Greek-English Lexicon (1996, New Supplement added), (Oxford: Clarendon, 1996) 1977.

8 Gordon W. Allport, Pattern and Growth in Personality (London: Holt, Rinehart and Winston, 1970) 31.

9 The Institute In Basic Life Principles, Inc., The Power For True Sucsess: How to Build Character in Your Life (Oak Brook: The Institute In Basic Life Principles, Inc., 2001), Op. Cit.

Page 4: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

34 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

sebagai gambar wujud Allah.10

Pengenaan makna karakter tersebut

memperlihatkan bahwa Alkitab (Ibrani I:3) menerjemahkan kata karakter sebagai gambar wujud Allah.

Allport (1970) juga menggambarkan istilah karakter di dalam

situasi kondisi yang bersifat spesifik, yaitu yang bernuansa moral.11

Aplikasi istilah tersebut memperlihatkan, istilah karakter terkait pada konteks penilaian kesempurnaan moral (moral excellence), yang

terungkap sebagai good personality.12

Hal ini memperlihatkan, karakter berkaitan erat dengan penggambaran perilaku yang bersifat etis. Karakter menggambarkan “… the degree of ethically effective

organization of all the forses of the individual …”13 atau “… an

enduring psychophysical disposition to inhibit impulses in accordance

with a regulative principles ….”14 Nuansa moral yang melukiskan

karakter yang baik (good character) dan yang buruk (bad character) secara luas dan mendalam digambarkan sebagai ciri-ciri perilaku yang diutamakan dan tidak dianjurkan menjadi tingkah laku sehari-hari setiap warga masyarakat dikemukakan Amsal 10:3-22:16 dan Amsal

25:1-29:27.15

Institute in Basic Life Principles (2001) mengemukakan ciri-ciri karakter yang baik mengandung:

“… the inward motivation to do what is right according to the

highest standards of behavior … consists of the stable and

distinctive qualities built into an individual’s life which

determine his or her responses … is the wise response to

the pressure of a difficult situation and what we do when we

think that no one is watching …”.16

10 The Institute In Basic Life Principles, Inc., The Power For True Sucsess:

How to Build Character in Your Life (Oak Brook: The Institute In Basic Life Principles,, 2001), Op. Cit.

11 Allport, Ibid., 1970, 31-32.

12 Allport, Ibid., 1970, 31.

13 W. S. Taylor, Journal of Upnormal Social Psychology, “Character and Upnormal Psychology”, Vol. 86, No. 21, 1926, 86.

14 A. A. Roback, The Psychology of Character (New York: Harcourt, Brace, 1927) 450.

15Christopher Peterson and Martin E. P. Seligman, Character Strength and Virtues (New York: American Psychological Association and Oxford University, 2004) 47-48.

16 The Institute In Basic Life Principles, Inc., Op. Cit.

Page 5: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 35

Buku itu juga mencantumkan dan menjelaskan pengertian kata karakter

(terjemahan bebas oleh penulis),17

yaitu berasal dari bahasa Yunani

charakter.

The Complete Word Study Dictionary New Testament, seperti dikutip The Institute in Basic Life Principles, Inc. (2001) mengemukakan, arti kata karakter pada awalnya menunjuk pada alat pengukir; tentang sesuatu yang diukir, dikerat, dicap, sifat, watak, aksara, tanda, lambang. Kesan ini, dengan ciri-ciri khas yang terdapat di dalamnya, diperhitungkan sebagai perwakilan yang tepat tentang objek yang dicitrakan (“This impression with its particular features was considered as the exact representation of the object whose image

it bore”).18 Kata ini kemudian mempunyai arti yang merujuk pada

hakikat diri sendiri (“later it meant the impression it self”)19 sedangkan

Ibrani 1:3 menunjuk Kristus sebagai gambar wujud Allah (“express the

image of God”). 20

The Institute In Basic Life Principles (2001)21

mengemukakan, karakter yang baik berciri sebagai berikut. Karkter yang baik:

• merupakan motivasi dari dalam untuk melakukan apa yang benar

menurut standar tertinggi dari tingkah laku di dalam setiap situasi.

• Terdiri atas sifat-sifat yang konsisten, berkualitas, dibentuk dalam

kehidupan seseorang yang menentukan respon-respon orang itu

tanpa mempedulikan lingkungannya. • Merupakan respon yang bijaksana terhadap tekanan dalam situasi

yang sulit dan apa yang kita lakukan pada waktu kita

berpikir/mengira bahwa tak seorang pun memperhatikan. Hal itu

merupakan prediksi karakter yang baik.

Karakter merupakan istilah populer dari watak (Sidjabat, 2011).

Watak mengandung arti sifat, tabiat, atau kebiasaan dalam diri dan

kehidupan kita, yang sudah begitu tertanam dan berurat akar serta telah

menjadi ciri khas diri kita sendiri (personalitas). Apakah dilihat orang

atau tidak, kita akan memperlihatkan perangai tersebut secara

17 Ibid.

18 Ibid.

19 Ibid.

20 Ibid.

21 Ibid.

Page 6: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

36 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

konsisten; selalu bertanggung jawab, rajin, bersih, teratur, sopan,

ramah, sabar, ulet, dan kerja keras.22

Webster Dictionary mengartikan

watak sebagai keseluruhan ciri -ciri dan kebiasaan yang membentuk sifat seseorang atau sesuatu, kualitas moral atau etis, kualitas kejujuran, keberanian, integritas, reputasi yang baik, gambaran kualitas atau

keunikan seseorang/sesuatu (Sidjabat, 2011).23

Bagi Ensiklopedia

Indonesia watak merupakan pancaran keadaan batin kita berbentuk perilaku sehari-hari secara berkesinambungan, terkait dengan diri sendiri, dengan orang lain bahkan dengan lingkungan alam (Sidjabat,

2011).24

Setelah jatuh ke dalam dosa, manusia kehilangan karakter yang

baik yang merupakan karakter Illahi. Tuhan Yesus datang ke dunia

untuk menyelamatkan manusia dari dosa sekaligus memulihkan

karakternya. Tuhan Yesus menjadi teladan dalam menunjukkan

karakter yang baik. Agar berkarakter yang baik, kita harus meneladani

karakter Tuhan Yesus. Kitab -kitab di dalam Alkitab memperlihatkan

contoh karakter yang baik, buruk melalui kehidupan tokoh-tokoh

Alkitab, nasihat-nasihat, pengajaran-pengajaran. Contoh kitab di dalam

Alkitab yang memperlihatkan karakter baik dan buruk adalah Kitab

Amsal. Kitab ini berisi nasihat-nasihat, pengajaran-pengajaran tentang

karakter, yang disampaikan secara unik, yakni menggunakan gaya

bahasa sastra.

3. Kitab Amsal Sebagai buku, juga sebagai bagian Alkitab khususnya

Perjanjian Lama, Kitab Amsal ditulis dengan cara yang unik, yakni

berupa pepatah, peribahasa. Namun demikian, Kitab Amsal juga sulit

untuk dipahami makna, tujuannya. Oleh karena itu, kita perlu

mengetahui latar belakang penulisan dan bentuk Kitab Amsal. 3.1 Latar Belakang Kitab Amsal

Kitab Amsal berasal dari Sastra Hikmat bangsa Israel Kuno

(LaSor, Hubbard, Bush, 1996). Sastra Hikmat pada mulanya terbentuk

dari ucapan-ucapan hikmat yang diucapkan orang-orang bijak di Israel

dan diteruskan dari generasi kepada generasi yang berikutnya dengan

tujuan mewujudkan dan menanamkan hikmat sebagai kualitas dan

22 B. S. Sijabat, Membangun Pribadi Unggul (Yogyakarta: ANDI, 2011) 1-

3. 23 Ibid., 2-3.

24 Ibid., 3.

Page 7: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 37

prinsip kehidupan. Untuk mempergiat usaha ini, dilakukan Gerakan

Hikmat.25

Kemudian ucapan-ucapan hikmat itu ditulis oleh pakar-

pakar tulisan dan dihimpun sebagai tulisan-tulisan hikmat. Mereka mencari kehidupan yang baik dan meyakini bahwa hikmat mempunyai

makna keterampilan “menjalani hidup”.26

3.2 Bentuk Kitab Amsal Menurut Clifford (1998) sebagaimana dikutip Elia (2000),

Kitab Amsal merupakan bunga rampai yang terdiri atas kumpulan tulisan dan lampiran yang disusun dan dikumpulkan sejak awal berdirinya Kerajaan Israel (+1000 SM hingga +akhir abad ke-6 SM dan abad-abad berikutnya). Kitab ini mengandung banyak macam gaya sastra tetapi yang paling umum adalah aforisme yang mengetengahkan apa yang baik, apa yang buruk, berisi pengajaran. Kitab Amsal mengetengahkan hikmat sebagai suatu keterampilan, seni menjalani hidup yang baik, mengandung banyak retorika. Untuk memahami makna Kitab Amsal, kita harus memahami gaya retorika pengucapan

Amsal (Clifford, 1998).27

Scott (1973)28

berpendapat, Kitab ini bukan

hanya sekadar bunga rampai dari pepatah-pepatah bijak, melainkan lebih merupakan kitab sumber bahan -bahan pengajaran yang digunakan dalam pendidikan pribadi, bagi pengembangan moralitas pribadi, dan hikmat yang bersifat aplikatif. LaSor, Hubbard, Bush (1996) menjelaskan Kitab Amsal merupakan:

“... kumpulan tulisan dengan aneka ragam gaya yang

berbeda-beda. Jenis tulisan Kitab Amsal disebut masyal. Kata

masyal merupakan akar kata Ibrani untuk amsal. Akar kata dari

masyal berarti ‘menyerupai’ atau ‘dibandingkan dengan’.

25 W. S. LaSor, D. A. Hubbard, F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996) 83, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-

prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah

Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 9-11. 26 R. B. Y. Scott, The Anchor Bible Vol. 18, Proverbs, Ecclesiastes,

Introduction (New York: Doubleday, 1973), hlm. XVII-XVIII dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 9-11.

27 Richard J. Clifford, The Wisdom Literature (Nashville: Abingdon Press, 1998), hlm. 42-43 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 12-13.

28 Scott, Op. Cit., hlm. 3 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 13.

Page 8: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

38 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

Amsal berisi ungkapan yang penuh arti, singkat, dan jelas,

yang mengambil intisari hikmat dari pengalaman.”29

Smith (1936) mengemukakan pendapatnya mengenai makna

kata masyal. Pakar ini (dikutip W. McKane, 1992) yang dikutip kembali

oleh Elia (2000), berpendapat, masyal mengandung: “... arti “memerintah”, “berdiri”, “menyerupai”. Apabila arti itu dikaitkan satu dengan yang lain di dalam konteks penggunaan masyal bagi kehidupan sehari-hari maka isi masyal mengandung makna yang bersifat imperatif untuk dicontoh dan diteladankan oleh mereka yang mempelajarinya; di dalam hal ini khususnya para pemuka masyarakat waktu

itu.”30

Kitab Amsal juga merupakan “himpunan kata-kata mutiara dan pepatah yang bersifat menggurui, menasihati, mendidik”

(Musaph-Andriesse, 1997).31

Berkaitan dengan kata-kata mutiara,

kalimat-kalimat pepatah di dalam Kitab Amsal, maka Thompson (1974) mengemukakan pendapat berikut.

“... terdapat sejumlah besar penggunaan bentuk-bentuk

paralel di dalam puisi Ibrani, seperti paralelisme, antitetik,

paralelisme sinonim, paralelisme komparatif. Bait paralel tunggal

merupakan dasar bagi struktur, kitab, dan asas terhadap ciri

artistik Amsal Ibrani.”32 Seiring dengan jenis-jenis gaya bahasa Kitab Amsal, Nel (1982),

dikutip Elia (2000), menemukan: “... bermacam-macam gaya sastra di dalam Kitab Amsal,

seperti metafora, alegori, fabel, teka-teki, ungkapan-ungkapan

29 LaSor, Op. Cit., hlm. 89 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 13.

30 William McKane, Proverbs (London: SCM, 1970) 24-26 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 14.

31 R. C. Musaph-Andriesse, Sastra Para Rabi Setelah Taurat, Terj. Henk ten Napel (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1997) 10, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 14.

32 John Mark Thompson, The Form and Function of Proverbs in Ancient Israel (Paris: Mouton, 1974) 59-61, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 14.

Page 9: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 39

yang menggunakan angka (numerical saying), onomastika (penyelidikan tentang asal -usul, bentuk, dan makna nama diri terutama nama orang dan tempat), pengajaran hikmat, himne,

dialog, khotbah, amsal populer, kalimat bersajak.”33

Berdasarkan beberapa pendapat di atas; Kitab Amsal

mempunyai keunikan lain, yakni tidak ditulis dengan cara sederhana

melainkan dengan cara yang sangat unik, yaitu menggunakan gaya

bahasa sastra. Kalimat-kalimat yang membentuk Kitab Amsal

mengandung tujuan pendidikan. Untuk mengerti isi Kitab Amsal, perlu

dipahami bentuk-bentuk gaya bahasa sastranya, mengenali tujuan

pendidikan yang tersirat di dalamnya. Bentuk Kitab Amsal mempunyai

kualitas tinggi di dalam keindahan bahasa, isi yang mengarah pada

pendidikan karakter.

3.3 Isi Kitab Amsal Kitab Amsal mengetengahkan hikmat sebagai nilai berkualitas

tinggi. Hikmat diperkenalkan penulis Kitab Amsal dengan menggunakan gaya bahasa sastra berupa personifikasi dan metafora

dengan maksud untuk menunjukkan, hikmat itu sangat penting,

bermanfaat, berharga bagi manusia. Namun demikian, amat disayangkan manusia tidak menyadarinya padahal banyak bagian Kitab

Amsal yang memperlihatkan betapa penting hikmat itu bagi hidup

manusia. Amsal 1:20-33, menggambarkan hikmat sebagai tokoh yang

berseru-seru memanggil orang-orang di jalan untuk menaruh perhatian kepadanya. Atkinson (1996), seperti dikutip Elia (2000), berpendapat, seruan itu mengandung imbauan, tawaran untuk memiliki pengetahuan Allah yang memberikan makna pada kehidupan. Di sini hikmat berperan sebagai imbauan dan penasihat untuk memilih jalan

TUHAN.34

Amsal 2:1-9 menggambarkan hikmat sebagai harta

tersembunyi dan harus dicari. Pakar ini berpendapat, hikmat merupakan sesuatu yang berharga, tidak dapat diperoleh dengan

33 Philip Johannes Nel, The Structure and Ethos of The Wisdom Admonitions

in Proverbs (Berlin: Walter de Gruyter, 1982) 16, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 15.

34 David Atkinson, The Message of Proverbs (London: Intervarsity, 1996) 30, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 31-32.

Page 10: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

40 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

mudah. Ketika ia ditemukan, keberadaannya berperan sebagai perisai

pelindung pemberi perlindungan dalam perjalanan hidup.35

Kitab Amsal juga berisi nilai-nilai hikmat. Atkinson (1996),

menemukan, di antara nilai-nilai itu, ada nilai yang bersifat mendasar dan di atas nilai yang mendasar itu dibangun nilai-nilai lain yang lebih

bersifat praktis. Nilai mendasar itulah yang disebut sebagai “takut akan TUHAN” (Amsal 1:7; 9:10). Yang dimaksud dengan “takut akan TUHAN” adalah ketaatan di dalam sikap hormat kepada

TUHAN.36 Sikap hormat yang benar adalah kasih. Kasih dihubungkan

dengan kesetiaan (Amsal 3:3; 14:22; 19:22; 20:6). Salah satu cara yang

diperlihatkan Kitab Amsal adalah kasih yang harus dinyatakan di dalam sikap murah hati (Amsal 22:9) yang merupakan kebalikan dari

keserakahan. Kasih dihubungkan dengan persahabatan (Amsal 17:17;

18:24), disiplin, pengampunan (Amsal 13:24; 15:5), keadilan,

kebenaran, kejujuran (Amsal 11:1, 18; 14:31; 17:5, 23; 20:10, 23). Amsal 10:9 memperlihatkan integritas pribadi dan watak yang baik.

Nilai-nilai hikmat memberikan fondasi di mana di atasnya dibangun

sifat Illahi. 37

Atkinson (1996) juga mengemukakan nilai- nilai yang berkaitan

dengan kehidupan sehari-hari, seperti keluarga, pernikahan (Amsal

18:22), kedudukan orangtua (Amsal 20:20; 15:20; 19:26), bekerja

(Amsal 12:27; 16:26; 18:9; 19:15), kesehatan (Amsal 3:7-8; 12:25;

14:13), kecukupan materi (Amsal 10:3; 12:9; 13:25; 3:10, 27;

10:2, 4, 22), berbicara (Amsal 16:28; 19:1; 17:19; 18:6-8), kemarahan

(Amsal 15:18), kehidupan berbangsa dan bernegara (Amsal 11:10-11;

20:28; 14:28; 14:35), kehidupan hewan (Amsal 12:10).38

Kitab Amsal berisi nilai-nilai yang mendasari hubungan

manusia dengan TUHAN, alam, diri sendiri, dan sesamanya baik di

dalam keluarga, juga di dalam masyarakat, bangsa, negara. Nilai-nilai

yang dikemukakan Kitab Amsal mendasari sifat, sikap, perilaku

terhadap diri sendiri, orangtua, suami-istri, saudara di dalam keluarga,

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara termasuk perilaku

dalam bekerja, berbicara, sikap terhadap kekayaan, kemarahan,

35 Ibid.

36 Ibid., 101-103.

37 Ibid., 103-116.

38 Ibid., 120-137.

Page 11: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 41

kesehatan, dan terhadap hewan. Oleh karena itu, nilai-nilai hikmat

menjadi dasar bagaimana seseorang harus bersikap, berperilaku, dan

berkarakter seperti yang dikehendaki TUHAN (YHWH).

4. Pendidikan Karakter di dalam Kitab Amsal Apabila kita membaca dan mempelajari Kitab Amsal dengan

seksama, kita akan melihat bahwa di balik pepatah-pepatah hikmat itu

ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu adalah tujuan pendidikan

untuk membentuk manusia yang bermoral tinggi. 4.1 Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan tampak jelas pada Amsal 1:1-7. Banyak pakar yang mengemukakan hal itu, antara lain Melchert (1998) seperti dikutip Elia (2000). Pakar ini mengemukakan, Kitab Amsal mengandung unsur-unsur, tujuan pendidikan. Perikop itu memperlihatkan, tujuan Kitab Amsal adalah untuk menjadikan orang yang bodoh, kurang bijaksana menjadi lebih benar, bijaksana di dalam

sikap, perilaku menjalani kehidupan.39

Rylaarsdam (1964) seperti

dikutip Elia (2000) berpendapat, Kitab Amsal mengandung tujuan

pendidikan, merupakan sumber pembinaan watak40

sedangkan Estes

(1997), seperti dikutip Elia (2000) mengibaratkan Kitab Amsal sebagai suara guru yang sedang berbicara kepada murid-muridnya. Suara ini bergema di halaman- halaman Kitab Amsal. Ia berpendapat, di balik kumpulan amsal yang tidak selalu berurutan, tidak berkaitan satu sama lain, ada teori pendidikan yang dapat disistematikkan. Teori pendidikan ini tidak tampak secara eksplisit, berstruktur melainkan implisit dan

tidak berstruktur.41

Pakar ini berpendapat, tujuan pendidikan di dalam

Amsal 1-9 adalah pembentukan watak Illahi di dalam diri peserta didik. Fokus pengajarannya adalah pengembangan

39

Charles F. Melchert, Wise Teaching (Pennsylvania: Trinity Press International, 1998) 22, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 61.

40 J. Coert Rylaarsdam, The Layman’s Bible Commentary, Vol. 10, The Proverbs, Ecclesiastes, The Song of Solomon (Virginia: John Knox, 1964) 14-15, 22, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 62.

41 Daniel J. Estes, Hear My Son (Cambridge: Wm. B. Eerdmans, 1997) 13, dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 62.

Page 12: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

42 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

manusia batiniah, bukan hanya mengadopsi pola-pola perilaku

belaka.42

Tujuan pendidikan di dalam Kitab Amsal bersifat umum dan

khusus. Tujuan umumnya adalah untuk menjadikan peserta didik bijaksana dalam konteks takut akan TUHAN dengan menghormati

YHWH. Kitab ini memberi petunjuk bagaimana menjalani hidup yang

berhasil serta bagaimana bersikap dan berperilaku bijaksana di dalam

kehidupan.43

Tujuan khusus Kitab Amsal adalah membuat para peserta

didik dapat melakukan hal-hal tertentu, yaitu: mencari hikmat,

pengetahuan, dan pengenalan akan Allah; hidup dalam ketaatan akan

perintah Allah; menerapkan prinsip-prinsip iman dan kasih terhadap Allah dan sesama manusia di dalam kehidupan sehari-hari; membina

watak yang bermoral tinggi sehingga membentuk kepribadiannya

dengan nilai-nilai hikmat sesuai kehendak Allah; memupuk

keterampilan bermoral dan mendisiplin diri dengan watak yang bermoral; menjalankan kebenaran, kasih, keadilan, persamaan hak, dan

mengambil keputusan yang tepat dalam peristiwa-peristiwa khusus;

membedakan, membandingkan, mengevaluasi jalan hikmat dengan

jalan kebodohan.44

Pendidikan merupakan prioritas utama Kitab Amsal. Amsal

1:1-7 menggunakan kata-kata yang mengandung unsur pendidikan,

seperti mengetahui hikmat, didikan, mengerti kata-kata yang

bermakna, menerima didikan dan menjadikan pandai, memberikan

kecerdasan kepada orang tak berpengalaman, pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda, mendengar dan menambah ilmu,

memperoleh bahan pertimbangan, mengerti amsal dan ibarat,

perkataan dan teka-teki orang bijak. Dari kata-kata dalam perikop itu,

terlihat tahap-tahap pendidikan yang ingin dicapai, yakni

pengetahuan, pengertian, pertimbangan, kecerdasan, dan

kebijaksanaan. Secara tersirat, pada tahap-tahap itu terdapat unsur-

42 Ibid., hlm. hlm. 68-70 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip

Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 116.

43 Clifford, Op. Cit, 45 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 112.

44 Rylaarsdam, Op. Cit., 14-15 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 112-113.

Page 13: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 43

unsur: mengetahui, mengerti, memilih, memutuskan, dan

melaksanakan.

Tujuan pendidikan di dalam Kitab Amsal adalah supaya

manusia mengetahui, mengerti perilaku yang bodoh, membedakan

perilaku yang benar dan salah, baik dan jahat, memilih dan

memutuskan, melaksanakan yang benar dan yang baik. Tujuan

pendidikan di dalam Kitab Amsal mencapai ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Ranah psikomotor merupakan keterampilan menjalankan

hidup bermoral dan hidup yang baik. Melalui tujuan pendidikan itu

diharapkan ada perubahan tingkah laku peserta didik; yaitu dari

perilaku yang bodoh berubah menjadi perilaku yang pandai, karakter

atau watak yang jahat menjadi karakter atau watak yang baik.

4.2 Isi Pendidikan Kitab Amsal Tujuan capaian pendidikan Kitab Amsal adalah manusia

bermoral tinggi dengan karakter yang baik, yaitu karakter Illahi. Oleh

karena itu, diperlukan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada

tujuan pendidikan itu. Kegiatan pembelajaran yang memperlihatkan isi

pendidikan Kitab Amsal tercermin dalam amsal-amsal hikmat dari

Kitab Amsal. Amsal- amsal hikmat Kitab Amsal muncul, berkembang

dari hasil pengajaran orangtua (Crenshaw, 1998 sebagaimana dikutip

Elia, 2000).

Amsal-amsal Kitab Amsal menunjuk pada bimbingan dan

pengarahan orangtua kepada anak (Amsal 23:22-26), berperan untuk

membentuk watak. Crenshaw (1998) menemukan, di Israel Kuno ada

empat ciri watak yang menunjukkan orang bijaksana; yakni

pengendalian diri, keterampilan berbicara, pemahaman situasi,

kerendahan hati. Orang yang dapat mengendalikan diri tidak

membiarkan kemarahan, nafsu, keserakahan, kebencian menguasai

pikiran dan perbuatannya. Orang yang mempunyai keterampilan

berbicara memungkinkannya untuk meyakinkan orang lain dan

berkomunikasi secara efektif. Orang yang memahami situasi menyadari

waktu yang tepat untuk berbicara atau sebaliknya lebih baik untuk

berdiam diri. Orang yang rendah hati menunjukkan sikap yang mau

mencari kebenaran untuk memperoleh pengetahuan tentang misteri

kehidupan.45

45

James L. Crenshaw, Education in An Ancient Israel (New York:

Doubleday, 1998) 230-232 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip

Page 14: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

44 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

Pepatah-pepatah hikmat berkaitan dengan kehidupan nyata

(Melchert, 1998). Kitab Amsal juga mengemukakan kebajikan seperti

kerja keras, pengendalian diri atau penguasaan diri, kerendahan hati,

keberanian, dan akal sehat. Kebajikan-kebajikan itu diharapkan diambil

alih sebagai pengetahuan (kognitif), lalu dihayati (afeksi), dan

dilaksanakan (psikomotorik) sehingga membentuk sifat, watak yang

mendasar. Sehubungan dengan keberanian, Kitab Amsal memberikan

nasihat untuk berani memilih jalan yang benar, mempercayakan diri

kepada TUHAN.46

Hikmat menjadi nilai utama dalam isi pendidikan menurut Kitab Amsal karena hikmat diartikan sebagai keterampilan menjalani hidup yang baik. Dengan perkataan lain, hikmat dipahami sebagai kecakapan/kepandaian berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan TUHAN dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan. Hikmat hanya dapat dipahami di dalam sikap takut akan TUHAN dan bukan dari kepandaian manusia (Amsal 3:7; 9:10). Estes (1997) mengemukakan, untuk mendapat hikmat, diperlukan sikap yang mempercayai TUHAN dengan rendah hati ketimbang sikap yang mempercayai diri sendiri dengan sombong. Hikmat sering dipertentangkan dengan kebodohan. Yang diartikan dengan kebodohan di sini adalah tidak mempunyai motivasi, kemampuan dan keinginan

untuk menyesuaikan diri dengan peraturan TUHAN.47

Estes mengemukakan sikap rendah hati, mau menerima

pengajaran hikmat sebagai nilai utama, penting sekali bagi

kehidupan.48

Sikap seperti itu menunjukkan sikap orang yang takut

akan TUHAN, mau membina hubungan dengan TUHAN, dengan rendah hati menghormati TUHAN, menerima pengajaran-pengajaran-Nya, merangkul kebenaran, menolak ketidakbenaran antara lain

Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 73-74.

46 Melchert, Op. Cit., 66-69 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 74-75.

47 Estes, Op. Cit., 43-45. dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 76-77.

48 Estes, Ibid. 45-61 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 78-80.

Page 15: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 45

kejahatan (Amsal 8:13), kemalasan, perzinahan. Pengajaran-

pengajaran itu merupakan peringatan -peringatan tentang bahaya-

bahaya dan akibat-akibatnya. Ketaatan terhadap pengajaran hikmat

merupakan kunci kehidupan sejati yang mengarah pada kehidupan

bermakna (Amsal 4:13).

Berdasarkan norma, standard TUHAN, isi pendidikan Kitab

Amsal mengemukakan pengajaran tentang perilaku manusia yang

benar dan salah, baik dan buruk/jahat, memperlihatkan konsekuensi

setiap perilaku manusia, yaitu baik atau buruk. Orang yang berperilaku

baik, menaati perintah TUHAN akan mendapat berkat tetapi orang yang

menolak menaati perintah TUHAN akan celaka. Di dalam Kitab Amsal,

manusia diarahkan, diimbau untuk mau menerima pengajaran hikmat,

memilih perilaku yang baik sesuai dengan peraturan TUHAN. Perilaku

yang baik menurut ukuran TUHAN adalah perilaku yang berhikmat.

Dasar perilaku ini adalah takut akan TUHAN. Perilaku berinti sikap dan

merupakan pengejawantahan takut akan TUHAN memperlihatkan

relasi yang benar antara manusia dengan TUHAN, yakni rasa hormat

manusia kepada TUHAN. Makna sikap, perilaku merendahkan hati,

diri, mengakui eksistensi TUHAN, menaati hukum-hukum- Nya

merupakan respon manusia terhadap TUHAN serta mendasari relasi

manusia dengan sesamanya.

Westermann (1995) mengemukakan, relasi antarmanusia di

dalam Kitab Amsal tampak di lingkungan keluarga, masyarakat.

Hubungan di lingkungan keluarga terdiri atas hubungan antara orang

yang lanjut usia dan yang muda, hubungan antar saudara, suami-istri,

relasi antara orangtua dengan anak. Pada relasi orang lanjut usia dan

muda diperlihatkan bahwa baik orang yang lanjut usia maupun yang

muda mempunyai nilai penting. Keberadaan mereka harus diakui dan

dihargai. Orang yang muda harus menghormati orang yang berusia

lanjut (Amsal 16:331; 17:6; 20;29).

Relasi di antara saudara di dalam Kitab Amsal diungkapkan dari

sisi negatif (Amsal 18:19; 27:10c). Mengenai relasi suami dan istri,

dikemukakan tentang istri yang cakap, bijaksana (Amsal 31:10-31).

Pada relasi orangtua dan anak dikemukakan, anak-anak membutuhkan

disiplin supaya menjadi anak-anak yang bijak (Amsal 13:24; 19:25;

22:15; 29:15, 17). Anak yang bijak mendatangkan

Page 16: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

46 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

sukacita (Amsal 10:1; 15:20; 13:1) sedangkan anak yang bodoh

mendukakan orangtua (Amsal 15:5; 17:21, 25; 19:13; 28:7).49

Kitab Amsal juga mengemukakan perilaku yang berkaitan

dengan kehidupan raja-raja di dalam bermayarakat, berbangsa, dan

bernegara (Amsal 25:2-5; 20:26; 16:10; 16:12; 28:2; 29:2, 14; 11:14),

seperti keadilan, kepemimpinan, kemuliaan, kebenaran, kekuasaan,

pemerintahan, kebijaksaan, dan sebagainya. Perilaku yang dapat

membahayakan masyarakat, misalnya bebal, malas, jahat, suka

mencuri, suka bertengkar, sombong, menipu, serakah, tidak berbelas

kasihan (Amsal 26:1-28; 16:18; 18:12; 13:10; 21:4, 10, 13; 17:19;

28:10; 16:30; 2:7; 16:29). Perilaku yang membangun masyarkat,

misalnya berbuat baik, berbelas kasihan, murah hati, kasih,

mengampuni, memelihara perdamaian, mengendalikan perkataan,

jujur, sabar, mengendalikan emosi, berakal budi, dan sebagainya

(Amsal 11:12, 25; 17:9; 19:22; 25:21; 19:11; 28:23; 14:3, 17; 15:21;

14:29.50

Pada relasi manusia dengan TUHAN, Kitab Amsal mengemukakan sikap manusia yang menghormati TUHAN mengungkapkan kerinduan manusia untuk menyenangkan hati TUHAN melalui pelaksanaan sebagai wujud menghormati ketetapan-ketetapan-Nya. Hal itu memotivasi manusia untuk melakukan kebajikan dan

membenci kejahatan (Estes, 1997).51

Menurut Westermann (1995),

salah satu tujuan Kitab Amsal adalah memberi dorongan bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan dalam memahami dirinya sendiri, yaitu eksistensinya sebagai manusia dan lingkungan di mana ia hidup.

Amsal 20:27; 27:19 menjelaskan bahwa Tuhan memberikan

petunjuk atau penerangan ke dalam hati manusia sehingga manusia

49 Claus Westermann, Roots of Wisdom (Edinburg: T & T Clark, 1995) 24-

28 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 100-101.

50 Ibid. 28-48 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 101-102.

51 Estes, Op. Cit., 38 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 103.

Page 17: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 47

mampu memahami keberadaannya sebagai manusia. Westermann

(1995) juga mengatakan, menurut Kitab Amsal, manusia bersifat tidak

pernah puas (Amsal 27:20; 30:15-16). Manusia dapat membuat

rancangan yang sulit untuk dipahami (Amsal 20:5a) dan hanya orang

pandai yang dapat memahaminya (Amsal 20:5b). Manusia dapat

memperoleh reputasi yang baik bukan karena kekayaan, koneksi, atau

prestasi pribadi, melainkan karena keberhasilan mengatasi berbagai

ujian dalam hidupnya. Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan

sifat dan relasi manusia dengan dirinya antara lain dalam hal berbicara

(Amsal 12:18), kekecewaan (Amsal 13:12), kegembiraan (Amsal

15:30).52

Sifat-sifat manusia yang positif maupun negatif digambarkan di

dalam Kitab Amsal (Amsal 12:25; 14:10, 30; 15:13, 14, 27, 28, 32, 33;

13:14; 15:3; 17:22; 19:15, 23; 20:7, 9, 11; 15:30). Perilaku manusia

yang positif akan membangun dirinya dan lingkungannya. Akan tetapi

perilaku yang negatif menghancurkan diri manusia dan lingkungannya.

Hubungan manusia dengan hewan digambarkan dalam Amsal 12:10,

yang mengatakan bahwa orang benar memperhatikan hewannya.

Dari isi pendidikan Kitab Amsal, kita dapat melihat gambaran

tentang manusia seutuhnya, yaitu manusia yang mempunyai hubungan

yang baik dengan TUHAN, sesamanya, diri sendiri, lingkungan alam

termasuk hewan, tumbuhan. Isi pendidikan Kitab Amsal

menggambarkan bagaimana nilai-nilai hikmat melandasi sikap,

perilaku manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya di dalam Kitab Amsal

diartikan secara fisik dan karakter. Manusia seutuhnya berkarakter

Illahi. Karakter itu digambarkan secara rinci, operasional, aplikatif di

dalam wujud sikap dan perilaku. Pada gambaran itu terlihat, Kitab

Amsal juga mengungkapkan, proses pendidikan karakter Illahi bukan

hanya terpampang secara teoretis berbentuk tulisan belaka melainkan

bersifat praktis–yaitu tampak secara konkret dan terwujud nyata di

berbagai bidang hidup, kehidupan, penghidupan sehari-hari. Apa yang

digambarkan sebagai karakter manusia tersebut–yaitu karakter Illahi–diharapkan tercapai melalui pendidikan.

52 Westermann, Op.Cit. 6-24 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 103-105.

Page 18: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

48 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

4.3 Proses Pendidikan Karakter di dalam Kitab Amsal Amsal-

amsal hikmat Kitab Amsal memperlihatkan tujuan, isi dan proses pendidikan melalui kegiatan belajar-mengajar, belajar

bersama yang bersifat informal; yaitu yang berlangsung di luar ruang

kelas. Proses pengajaran yang bersifat informal pada pendidikan ini

tidak mudah dipahami karena bentuk bahasa Kitab Amsal yang ditulis

secara puitis dan menggunakan gaya bahasa sastra seperti personifikasi,

metafora, beraneka ragam retorika. Hal ini membuat bahasa lebih indah,

lebih memperjelas konsep-konsep pemikiran abstrak menjadi konkret

sehingga lebih mudah dipahami. Amsal 1:20-33 memperlihatkan

hikmat dipersonifikasi sebagai Tokoh Pendidik, yang diibaratkan

sebagai Guru Hikmat. Sosok ini berdiri di tempat-tempat strategis pada

zaman dulu, seperti di jalan-jalan, lapangan-lapangan, di atas tembok-

tembok, di depan pintu-pintu gerbang kota (Amsal 1:20-21). Ia

memanggil orang-orang yang ada di situ untuk mendengarkan

pengajarannya (Amsal 8).

Hikmat, sebagai Pendidik, oleh Estes (1998) dikemukakan

sebagai tokoh yang banyak menggunakan bentuk-bentuk retorika yang

mengandung kata-kata imbauan (panggilan, undangan). Hal ini terlihat

pada Amsal 1-9, yang menampilkan Hikmat sebagai Tokoh Otoritas

yang berbicara dengan suara berwibawa layaknya pakar hikmat.

Melalui seruannya, Hikmat menyapa orang-orang yang di tempat ia

berdiri. Ketegasan suara seruan panggilannya berwibawa mengalihkan

perhatian para hadirin di lingkungan mereka kepada apa yang

diucapkan Hikmat sebagai Pendidik (Amsal 1:20-33; 8:1-11).

Kemudian ia melontarkan tuduhan-tuduhan dan ancaman-ancaman

hukuman untuk menyadarkan manusia dari kebodohan, cemoohan, dan

kebebalan. Gaya bahasa kenabian tampak di dalam Amsal 1:25-33

berupa teguran bagi mereka yang mengabaikan nasihat hikmat dan

kebinasaan, bagi mereka yang mencemooh hikmat namun juga harapan

bagi mereka yang mau mendengarkan hikmat. Hikmat mengharapkan

respon manusia untuk mau menerima dan menaati pengajarannya.

Menurut Estes (1997), bentuk sapaan ini merupakan salah satu

strategi pengajarannya.53

Estes (1997), mengemukakan, strategi

53 Estes, Op. Cit., 84-85, 104, 126-127 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 124-127.

Page 19: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 49

pengajaran Tokoh Hikmat adalah deskripsi (Amsal 6:12-19; 8:22-31).

Di dalam deskripsi ini digambarkan dua lukisan, yaitu orang yang jahat

(Amsal 6:12-15) dan perbuatannya yang jahat (Amsal 6:16-19), yang

dibenci YHWH. Melalui deskripsi ini, Tokoh – di sini digambarkan

sebagai seorang Guru – Hikmat menjelaskan sifat-sifat yang harus

dihindari. Amsal 8:22-31 memperlihatkan deskripsi personifikasi

hikmat. Hikmat digambarkan kaitannya dengan YHWH dan zaman

purbakala. Ilustrasi itu digambarkan agar manusia yang diibaratkan

sebagai murid mau menerima dan menaati pengajaran hikmat. Hal itu

menunjukkan, hikmat mendapat kedudukan terhormat di dalam rencana

TUHAN. Amsal 8:22-31 menggambarkan bagaimana hikmat

merupakan pengamat yang bersukacita atas hasil karya YHWH.

Keberadaan hikmat sejak purbakala dan kedekatannya dengan YHWH

menjadikannya tokoh otoritas di dalam kehidupan. Deskripsi ini

menunjukkan secara implisit bahwa merupakan kebodohan untuk

mengabaikan prinsip-prinsip yang diajarkan Hikmat sebagai

Pendidik.54

Selain strategi deskripsi, ada strategi yang menggunakan

retorika yang beraneka ragam. Salah satunya adalah “persyaratan

disertai perintah” (condition with command). Hal itu dapat dilihat di

dalam Amsal 6:1-5, (Estes, 1997).55

Bentuk ini, menurut McKane

(1970), dipaparkan secara langsung (directive), maksudnya bahwa apabila manusia yang diibaratkan sebagai murid yang jatuh ke dalam

kondisi seperti digambarkan Amsal 6:1-5, maka perintah yang ada di dalamnya akan berlaku. Di dalam hal itu, Hikmat sebagai Pendidik

memberitahukan pengamatan tentang situasi yang akan dihadapi manusia/murid dan menganjurkan supaya murid menaati perintah

hikmat.56

Bentuk retorika “perintah disertai pertimbangan” (command

with reasons) banyak dijumpai di dalam Amsal 1-9 (Estes, 1997).

54 Ibid., 106-109 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 127-128.

55 Ibid., 109-110 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 128.

56 McKane, Op. Cit., 76 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 128-129.

Page 20: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

50 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

Bentuk ini memperlihatkan perintah-perintah berisi nasihat-nasihat positif, larangan-larangan negatif yang diikuti alasan yang didahului bentuk perbandingan ( comparable grammatical construction). Guru Hikmat menggunakan strategi penggerakkan motivasi sang murid untuk membuat perintah-Nya jelas, mendesak (Amsal 3:1-12; 4:10-19,

25-27; 5:15-23; Nel (1982).57

Di sini Guru Hikmat beralih dari sikap

seorang pakar yang otoriter menjadi seorang pembujuk yang

persuasif.58

Retorika lain (Estes, 1997) berbentuk perintah disertai

pertimbangan -pertimbangan dan ilustrasi (command with reasons and illustrations). Ilustrasi yang digunakan berbentuk strategi retorika penderitaan. Di sini Guru Hikmat menggerakkan emosi murid untuk bertindak.

Amsal 1:10-19 mengemukakan situasi bersifat hipotetis untuk memperkuat perintah Guru Hikmat agar menolak godaan orang berdosa. Ilustrasi jaring yang dibentangkan bagi burung (Amsal 1:17) menyimpulkan, pelaku kejahatan membahayakan hidupnya (Amsal 1:18-19). Amsal 7 berisi pengajaran panjang dengan menggunakan

ilustrasi berpengaruh kuat.59

Estes (1997) menjelaskan retorika

perintah disertai konsekuensi-konsekuensinya (command with consequences). Pada retorika ini, Guru Hikmat mengemukakan masalah- masalah kehidupan, menerangkan berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi lalu menyerahkan keputusan kepada murid. Amsal 1:8-9 memperlihatkan bagaimana usaha Guru Hikmat menyadarkan akal sehat murid, ketaatan terhadap pengajaran orangtua akan memberikan

kehormatan kepada diri anaknya.60

Perintah dengan pertanyaan-

pertanyaan retorika (command with retorical questions) merupakan bentuk retorika berisi perintah yang diikuti pertanyaan-pertanyaan retoris, ketegasan Guru Hikmat untuk membimbing murid

57 Estes, Op.Cit. 111-115 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip

Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 129.

58 Nel, Op. Cit., 91 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 129.

59 Estes, Op. Cit., 116-118 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 130-131.

60 Ibid., 118-119 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 131-132.

Page 21: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 51

kepada pengambilan keputusan secara pribadi (Amsal 6:20-35). Namun

demikian, Guru Hikmat tetap menyerahkan tanggung jawab

sepenuhnya kepada murid (Estes, 1997).61

Proses pendidikan karakter pada Kitab Amsal memperkenalkan unsur ganjaran (insentif). Hikmat memberi ganjaran bagi kehidupan

manusia baik pribadi maupun bermasyarakat.62

Ganjaran ini menjadi

daya tarik bagi manusia/murid untuk mau mencari, menerima, mengasihi hikmat. Estes (1997) mengemukakan, ada bagian-bagian di dalam Kitab Amsal yang menggambarkan kebaikan dan manfaat hikmat (Amsal 3:13-18 dan 8:12-21). Pakar ini juga menemukan, di dalam strategi pengajaran dari Amsal 9 tersirat kata -kata yang mengandung undangan guru kepada murid. Hikmat dan Kebodohan dipersonifikasi sebagai tokoh di dalam Amsal 9. Amsal 9:1-3 dan 9:13-15 menggambarkan bagaimana kedua tokoh itu memberikan undangan kepada manusia/murid. Tokoh Hikmat mengundang manusia/murid menghadiri pesta kehidupan (Amsal 9:4-

6) dan Tokoh Kebodohan memikat manusia/murid untuk menikmati

pesta kematian (Amsal 9:16-18).

Amsal 9 menggambarkan dua jalan (Amsal 9:1-6, 13-18). Kedua jalan

itu dipertentangkan untuk mencapai klimaks yang dramatis dan

pedagogis. Estes (1997) berpendapat, kedua undangan itu mempunyai

kekuatan yang bersifat retoris. Retorika yang digunakan di dalam

Amsal 1-9 baik oleh Tokoh Hikmat demikian pun Tokoh Kebodohan,

menuju pada satu titik klimaks di mana pada titik itu, murid

diperhadapkan dengan keputusan untuk memilih salah satu dari kedua

undangan itu.63

Melchert (1998) berpendapat, metafora merupakan undangan.

Metafora membangkitkan imajinasi murid untuk membayangkan

dirinya mencoba sesuatu yang ditawarkan kepadanya sebelum ia

61 Ibid., 119-121 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip

Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 132.

62 Ibid., 121-122 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 133-134.

63 Estes, Op. Cit., 122-133 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 134.

Page 22: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

52 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

menerima tawaran itu (Amsal 2:1-15). Pakar ini juga menganggap, di

dalam metafora ada unsur bermain (Amsal 8:32-36). Ia ingin

mengemukakan, di dalam belajar ada kegembiraan.64

Dari bentuk-bentuk strategi pengajaran dan retorika yang digunakan di dalam Kitab Amsal, Guru Hikmat juga berperan sebagai fasilitator. Di dalam Amsal 3:13-18 dan 8:12-21, peran pendidik ada di latar belakang gambaran Tokoh Hikmat dan Tokoh Kebodohan yang berusaha untuk memikat hati manusia/murid dengan tawaran mereka masing-masing. Sebagai fasilitator, pendidik menyerahkan pilihan,

keputusan kepada manusia/murid (Estes, 1997).65

Selain sebagai

fasilitator, pendidik/Guru Hikmat di dalam Kitab Amsal juga berperan sebagai pembimbing. Ia memberikan pengarahan melalui pengajaran dan pengalaman-pengalaman hidup kepada manusia/murid/peserta didik. Namun demikian, ia memberi kesempatan kepada mereka untuk menyelidiki kehidupan dan membuat keputusan. Estes (1997) berpendapat, di dalam Amsal 1-9, pendidik membimbing peserta didik

untuk menjalani hidup sesuai dengan peraturan YHWH.66

Kitab Amsal juga mengemukakan bagaimana sikap dan perilaku

murid/peserta didik terhadap pengajaran yang diberikan oleh pendidik.

Di dalam proses pendidikan menurut Kitab Amsal diperlihatkan anjuran

atau nasihat supaya peserta didik bersikap rendah hati, menyadari

keterbatasan pengalamannya, dan mau menerima pengajaran yang

disampaikan kepadanya. Anjuran itu tampak di dalam kata-kata kerja

yang diungkapkan pendidik, seperti menerima (Amsal 1:3; 2:1),

terimalah (Amsal 4:10; 8:10), mendengar, dengarkanlah (Amsal 1:5, 8,

33; 4:1, 10; 5:7; 7:24; 8:6, 32-34). Dengan perkataan lain diharapkan

supaya peserta didik

64 Melchert, Op. Cit., 72-73, 200-201, 273 dimuat dalam Poppy Mary Elia,

Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 135-136.

65 Estes, Op. Cit., 127-129 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 138.

66 Ibid., 129 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 139.

Page 23: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 53

bersikap reseptif terhadap pengajaran yang disampaikan kepadanya,

demikian pendapat Estes (1997).67

Peserta didik diharapkan bersikap responsif, yakni

berpartisipasi aktif, terlibat aktif dalam proses pembelajaran (Estes,

1997). Anjuran untuk sikap responsif ini tampak di dalam Amsal 5:7-

8; 6:1-5; 6:20-21; 7:1-3; 1:10, 15; 3:27, 28; 4:14-15. Bagi peserta didik

yang menerima hikmat dan memberikan respon, maka dapat

diharapkan ia juga menghargai hikmat (Estes, 1997). Sikap menghargai

itu tampak di dalam kata-kata kerja yang terdapat dalam Amsal 2:3-4,

seperti berseru, menunjukkan suara, mencari, mengejar; juga kata

memegang, berpegang, memeluk, dalam Amsal 3:18; 4:4-8. Ungkapan “menghargai hikmat” juga tampak di dalam kata-kata, Engkaulah

saudaraku (Amsal 7:4a) dan “hikmat lebih berharga daripada

permata” (Amsal 8:10-11).68

Peserta didik juga diharapkan dapat menginternalkan

pembelajaran karakter dalam Kitab Amsal. Peserta didik menerima pembelajaran tentang karakter Illahi bukan hanya dengan pikiran melainkan juga dengan hati (Amsal 4:23-27). Estes (1997) berpendapat, peserta didik diharapkan menginternalkan hikmat sebagai falsafah hidup yang koheren bagi dirinya dan pengembangan pola kehidupannya pun didasarkan pada hikmat. Hikmat mendasari dan mewarnai seluruh aspek kehidupan peserta didik serta membentuk pribadi yang terampil untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketetapan YHWH.

Amsal 4:23 mengemukakan, hati adalah sumber kehidupan; jadi hati

harus dijaga melebihi apa pun;69

artinya hikmat bukan hanya

menyentuh aspek pengetahuan melainkan juga kemauan, yakni kemauan untuk menjalani hidup yang sesuai dengan peraturan YHWH. Kemauan itu diharapkan akan terwujud di dalam tindakannya untuk menghormati TUHAN di dalam perilakunya. Proses pendidikan menyentuh baik ranah kognitif juga afektif, psikomotor.

67 Ibid., 135-138 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip

Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 140-141.

68 Ibid., 143-144 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 144-145.

69 Ibid., 147 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 146.

Page 24: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

54 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

4.4 Relevansi Pendidikan dalam Kitab Amsal dengan

Pendidikan Karakter di Masa Kini Masalah-masalah yang dikemukakan di dalam Kitab Amsal

relevan dengan kehidupan masa kini. Berbagai masalah yang dialami

manusia pada zaman dahulu dan diungkapkan generasi yang satu

kepada generasi berikutnya tetap sama seperti yang kita alami sekarang.

Setiap masalah terkait dengan manusia baik secara individual maupun

sosial di dalam masyarakat, bangsa, negara, keluarga. Masalah itu ialah

kemiskinan, kekayaan, keadilan, kebenaran, kesombongan, kejujuran,

kemarahan, keserakahan, kemalasan, pengendalian diri, perzinahan,

kenikmatan hidup, kerajinan, kesedihan, kegembiraan, keputusasaan,

kesehatan. Hal serupa juga dikemukakan Melchert (1998).70

Pengajaran di dalam Kitab Amsal ditujukan kepada seluruh

umat manusia. Mereka terdiri atas laki-laki dan perempuan dari semua

kelompok usia baik anak-anak, pemuda, dewasa, hingga lanjut usia.

Selain itu, pengajaran itu juga ditujukan kepada semua lapisan

masyarakat. Lapisan masyarakat sasaran pengajaran meliputi baik atas,

menengah, dan bawah dari berbagai profesi, etnis, agama, bangsa,

budaya.71

Sifat dan perilaku yang diperlihatkan manusia pada zaman

dahulu sebagaimana digambarkan Kitab Amsal juga tetap sama seperti

yang ditunjukkan manusia pada masa kini. Sifat itu adalah sifat yang

lebih menyukai kenikmatan hidup ketimbang menjalani hidup yang

berhikmat. Lebih banyak orang yang menolak hikmat daripada yang

mau menerimanya. Konsekuensi dari sikap dan perilaku orang yang

digambarkan Kitab Amsal juga sama seperti yang dihadapi manusia

masa kini. Oleh sebab itu, pendidikan karakter di dalam Kitab Amsal

tetap diperlukan untuk pendidikan karakter di masa kini.

70 Melchert, Op. Cit., 2-3, 10 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-

prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 82-82.

71 Ibid., 2-3 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 81.

Page 25: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 55

Tujuan pendidikan karakter di dalam Kitab Amsal juga tetap

relevan dengan tujuan pendidikan di masa kini, yakni agar manusia

menghormati TUHAN dan atas dasar itu menghormati sesama manusia

mulai dari keluarga hingga masyarakat, bangsa, dan negara serta

menghormati diri sendiri dan mempedulikan lingkungan alam termasuk

hewan dan tumbuhan. Nilai- nilai hikmat di dalam Kitab Amsal

memperlihatkan karakter Illahi, baik yang mendasar seperti takut akan

TUHAN maupun yang instrumental seperti kebenaran, keadilan,

kejujuran, kasih, kesabaran, pengendalian diri, kemurahan hati,

kerendahan hati, kerajinan tidak berubah dari zaman dahulu hingga

sekarang. Dengan demikian, isi pendidikan yang mengandung nilai-

nilai hikmat di dalam Kitab Amsal tetap relevan dengan pendidikan

karakter di masa kini.

Pendidikan karakter secara informal yang diperlihatkan Kitab

Amsal sangat relevan untuk pendidikan karakter masa kini. Melalui

pendekatan informal seperti di dalam keluarga dan kelompok-

kelompok di dalam masyarakat, nilai-nilai hikmat dapat lebih

disebarluaskan secara merata, intensif, dan lebih mudah diterima.

Penggunaan bentuk-bentuk amsal hikmat di dalam Kitab Amsal dapat

memperkaya metode pendidikan karakter. Bentuk itu memperlihatkan

metode yang indirective dan reflexive; juga berkaitan dengan

pengalaman hidup sehari-hari. Dengan demikian, pengajaran yang

disampaikan melalui amsal-amsal hikmat itu akan lebih menyentuh

pikiran dan perasaan peserta didik.

Demikian pula dengan penggunaan gaya bahasa sastra seperti

personifikasi di dalam amsal-amsal hikmat menambah wawasan

tentang metode pembelajaran. Penggunaan metafora tersebut menurut

Melchert (1998), membangkitkan imajinasi peserta didik dan

membayangkan dirinya memasuki suatu situasi pengalaman hidup yang

mengharuskannya membuat satu pilihan dan keputusan.72

Metode pendidikan yang diperlihatkan Kitab Amsal seperti

teacher centered dan student centered learning juga relevan untuk

pendidikan masa kini. Ada kalanya guru berperan sebagai tokoh

otoritas, tetapi ada saatnya juga sebagai fasilitator dan pembimbing.

72 Ibid., 70-71 dimuat dalam Poppy Mary Elia, Prinsip-prinsip Pendidikan

Menurut Kitab Amsal (Tesis Magister Theologia pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, tidak dipublikasikan, 2000) 83-84.

Page 26: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

56 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

Anjuran terhadap peserta didik yang diperlihatkan pendidikan karakter

di dalam Kitab Amsal untuk mau menerima, memberikan respon,

menghargai, menginternalkan hikmat, dan membuat komitmen sangat

diperlukan untuk pendidikan karakter masa kini.

5. Kesimpulan 1. Sebagai Firman TUHAN yang tertulis, Kitab Amsal merupakan

bagian Alkitab yang tergolong ke dalam sastra hikmat.

2. Amsal-amsal di dalam Kitab Amsal mengandung nilai-nilai hikmat.

3. Nilai-nilai hikmat ini tersusun berupa pendidikan karakter yang

berinti dan berisi ciri-ciri perilaku sehari-hari yang menghormati,

menyegani, menaati, menyuarakan kehendak TUHAN sebagai

wujud takut akan TUHAN.

4. Selaras dengan hakekat manusia sebagai gambar Allah, karakter

manusia pada hakekatnya menggambarkan karakter Illahi.

5. Karakteristik tingkah laku takut akan TUHAN merupakan wujud

nyata kepribadian yang berkarakter Illahi.

6. Karakter Illahi tidak terbentuk secara instan dan otomatis melainkan

melalui proses tumbuh kembang yang berlangsung sebagai suatu pendidikan karakter dengan tujuan yang berdasar dan bernorma Alkitab.

7. Program pendidikan karakter Illahi merupakan suatu proses

pendidikan yang bersifat langsung, menggunakan media

pembelajaran, meliputi ranah kognitif, afektif, psikomotorik, dapat

dilakukan di berbagai tempat yang strategis dan mengacu pada suatu

kurikulum.

8. Apa yang dialami peserta didik di suatu saat proses pembelajaran

pada tahap yang terdahulu akan mempengaruhi kualitas serapan

peserta didik terhadap materi ajar yang diajarkan kepadanya di saat

proses pemeblajaran pada tahap yang kemudian.

9. Pendidikan karakter Illahi membutuhkan waktu dan proses yang

panjang.

10. Terdapat relasi yang bersifat pemebelajaran antara pendidik dan

peserta didik di dalam suatu pendidikan karakter.

11. Hasil pendidikan karakter Illahi berupa individu yang bersama

TUHAN sanggup menjalani, memecahkan problema hidup secara

lebih bijaksana sesuai dengan kehendak TUHAN.

12. Metode pendidikan karakter Illah pada Kitab Amsal bersifat tidak

langsung, langsung, menggunakan beragam retorika, imbauan

Page 27: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 57

untuk memilih hikmat, diskripsi tentang hikmat dan kebodohan,

undangan memilih hikmat, ganjaran bagi pencari hikmat.

13. Melalui pembelajaran pendidikan karakter menurut Kitab Amsal,

kita lebih tergerak untuk bagaimana berperilaku yang dikehendaki

TUHAN, baik terhadap TUHAN, sesama manusia, diri sendiri

maupun lingkungan alam termasuk hewan dan tumbuhan.

14. Melalui pembelajaran karakter Illahi menurut Kitab Amsal,

seseorang dapat lebih mengerti, memahami makna, tujuan hidup,

bagamana menjalani hidup yang berkenan pada TUHAN seperti

yang tersurat, tersirat di dalam amsal-amsal hikmat Kitab Amsal.

15. Di dalam proses pendidikan karakter, peserta didik diharapkan mau

menerima, memberikan respon, menginternalisasikan hikmat yang

dipelajarinya, berkomitmen untuk mewujudkannya, dan

menerapkan hikmat itu melalui sikap dan peilakuknya ketika dia

menjalani berbagai bidang hidup, kehidupan, penghidupannya

sehari-hari.

16. Dengan mempelajari, memahami, menghayati, melaksanakan

hikmat Kitab Amsal; manusia akan diperoleh pemahaman tentang

hakekat kesuksesan dan keberhasilan hidup yang sesungguhnya. 17. Pendidikan karakter Illahi memerlukan keteladanan perilaku

pendidik hikmat yang konsisten dengan apa yang dikomunikasikan,

diajarkan kepada peserta didik hikmat.

18. Meskipun sudah memahami makna, berkomitmen untuk

berkarakter Illahi, bila tidak disertai oleh keuletan menjalani latihan

diri untuk mewujudkan perilaku nilai-nilai karakter Illahi memohon

kekuatan Roh Kudus pada proses pemahaman, penghayatan,

pelaksanaan ciri-ciri karakter Illahi maka mustahil akan terjadi

pencapaian perilaku yang merupakan wujud nyata karakter Illahi di

berbagai bidang hidup, kehidupan, penghidupan di tengah-tengah

perkembangan situasi kondisi yang dialami sehari-hari.

Daftar Pustaka

Abineno, J. L. Ch. Manusia dan Sesamanya di dalam Dunia (cetakan

ke-4). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003. Alkitab, terjemahan baru, edisi NS. Jakarta: Lembaga Alkitab

Indonesia, 2013. Alwi, Hasan (Pemimpin Redaksi). Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Cetakan ke 2 Edisi III). Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Page 28: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

58 Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018

Atkinson, David. The Message of Proverbs. London: Inter-Varsity,

1996.

Clifford, Richard J. The Wisdom Literature. Nashville: Abingdon,

1998.

Crenshaw, James L. Education in An Ancient Israel. New York: Doubleday, 1998.

Elia, Poppy Mary. Prinsip-prinsip Pendidikan Menurut Kitab Amsal.

Tesis Magister Theologiae Bidang Studi Pendidikan Agama

Kristen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (tidak dipublikasikan).

2000.

Estes, Daniel J. Hear My Son. Cambridge: WmB. Eerdmans, 1998.

Hadiwijono, Harun. Iman Kristen (cetakan ke-15). Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2003.

Institute in Basic Life Principles. The Power for True Success—How to

Build Character in Your Life. Oak Brook: Institute in Basic Life Principles, 2001.

LaSor, W. S., D. A. Hubbard, dan F. W. Bush, eds. Pengantar

Perjanjian Lama 2 (terj. Lisda Tirtapradja Gamadhi dan Lily

W. Tjiputra). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996. Liddell, H. G., R. Scott, Sir Henry Stuart Jones with the assistance of

Roderick McKenzie. New ( ninth ) Edition Completed; A Greek-

English Lexicon Volume II:λ - ρώδης. Oxford: At The

Clarendon, 1940. Liddell, H. G., R. Scott, Sir Henry Stuart Jones with the assistance of

Roderick McKenzie. A Greek-English Lexicon (with a revised

supplement). Oxford: Clarendon, 1996.

McKane, William. Proverbs. London: SMC, 1970. Musaph-Andriesse,

R. C. Sastra Para Rabi Setelah Taurat (terj. Henk ten Napel). Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.

Nel, Philip Johannes. The Structure and Ethos of The Wisdom

Admonitions in Proverbs. Berlin: Walter de Gruyter, 1982.

Rylaarsdam, J. Coert. The Layman’s Bible Commentary: Volume 10 The Proverbs, Ecclesiastes, the Song of Solomon. Virginia: John Knox.

Sidjabat. B. S. Membangun Pribadi Unggul (cetakan ke-15).

Yogyakarta: ANDI, 2011. Subagjo, Meno. Hormat Kepada TUHAN dalam Sistem Pendidikan

Kebijaksanaan Israel Kuno. Jakarta: Grasindo, 1994. Scott, R. B. Y. “Proverbs and Ecclesiastes (Introduction)”, The

Anchor Bible Vol. 18. New York: Doubleday, 1973.

Page 29: PENDIDIKAN KARAKTER DI DALAM KITAB AMSAL

Jurnal EFATA Vol. 4 No. 1, September 2018 59

The Analytical Greek Lexicon. Grand Rapids: Zondervan, (19683). Thompson, John Mark. The

Form and Function of Proverbs in Ancient Israel. Paris: Mouton, 1974.

Westermann, Claus. Roots of Wisdom. Edinburg: T&T Clark, 1995.