pendidikan anak dalam les récrés du petit nicolas
TRANSCRIPT
Pendidikan Anak dalam Les Récrés du Petit Nicolas
Karya René Goscinny dan Jean-Jacques Sempé
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Sastra Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
Oleh :
NURUL DWI RIZKI
F311 13 312
JURUSAN SASTRA PRANCIS
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT karena berkat-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pendidikan Anak dalam Les Récrés du Petit
Nicolas Karya René Goscinny dan Jean-Jacques Sempé. Skripsi ini disusun dan diajukan
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana
pada fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin.
Terwujudnya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan yang sangat
berharga dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materi sehingga kesempatan ini,
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Terima kasih kepada kedua orang tua saya. Ayah H.Yusran Hayong dan Ibu
Hj.Sartiah Yusran yang selalu mendoakan serta mendukung saya dalam segala
hal. Kalian sudah memberikan yang terbaik untuk saya. I love you so much mom
and dad.
2. Ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada pembimbing Madame Dr.
Madame Ade Yolanda L, M.A dan Madame Masdiana, S.S., M.Hum sebagai
pembimbing I dan II dalam penyusunan skripsi ini yang sangat penuh kesabaran
dalam membimbing, memberi saran dan pengarahan untuk mengerjakan skripsi
ini.
3. Terimakasih kepada segenap Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Hasanuddin Makassar, dosen Jurusan Sastra Perancis yang telah memberikan
banyak ilmunya kepada penulis selama kuliah, khususnya Madame Prof. Dr.
Sumarwati K. Poli, M. Litt. Dosen yang memberi banyak ilmu selama kuliah di
Unhas. She is so inspiring. Rest in peace Madame Poli. I’ll never forget you O:)
4. Ibu Ester dan Ibu Uga, selaku staf akademik, yang senantiasa membantu penulis
dalam mengurus berkas.
5. Terima kasih untuk kakakku Larasati Awaliyah Yusran, S.S dan kakak ipar
Muh. Haliq As’sam, S.T atas dukungan serta doannya.
6. Terima kasih untuk Nenek tercinta Hj. Nafisah yang selalu mendoakan dan rajin
menelfon cucunya. Sehat selaluki nek.
7. Terimakasih untuk keluarga besar terutama sepupu kesayangan kak Fera, Dira,
Nuning, Bunda Yana, Piceng Taribong, Meisy, Anti, Dewa, Dewi, Eki dll.
8. Montesquieu 2013!!! David, Restu, Pebi, Nanda, Kibo,Vika, Viki, Ainy, Qila,
Iting, Pipo, Fina, Sofi, Cece, Dian Wihi, Putri, Ratna, Elsi, Rial, Reza, Bayu,
Merci pour tous. Teman seperjuangan dari maba sampai sekarang. Bon courage
mes amies. Semoga sukses ki semua. Aamiin :D
9. HIMPRA – KMFIB UH Terima kasih atas support dan pengalaman yg telah
diberikan. Kanda-kanda yg sampai sekarang masih memperhatikan adik-adiknya
dihimpunan. Terutama Kak Bahtiar Selamat, S.S terimakasih sudah berikan
semangat dari maba sampai sekarang. Kata-kata kak Tiar selalu saya ingat sebagai
penyemangat. Pokoknya HIMPRA the best deh!
10. Adik-adik ku (mulai dari angkatan 2014-2017) semangat kuliahnya dek. Jangan
malas. Karna suatu saat kalian akan merindukan masa-masa kuliah. Nikmati
prosesnya. Bon courage!
11. Sahabat Daeng! KKN Gel.93 SQUAD Fifit, Mila, Mega, Acid, Adi, Imad, Dayat
dan kak Mansur. Masa KKN adalah pengalaman yang paling berkesan dan
berharga. Saya bersyukur bisa melewati masa KKN bersama kalian. 38 hari di
desa Bonto Daeng kec. Ulu Ere kab. Bantaeng. Senang maupun susah dilewati
bersama. Sampe Berakhir KKN pun kita masih bisa kumpul cerita, ketawa
bersama (walaupun kurang lengkap) semoga silahturahmi tetap terjaga ya.
Semoga sukses Gaesssss!
12. Kak Harry Isra M S.S yang paling semangat memberi Saran dan berbagi
pengalaman dalam mengerjakan skripsi. Thank you so much for the help.
13. Geng Baper Icha, Shahnez, Try, Janu, Anang, Randy. Trimakasih atas
dukungannya gaesss. Ditunggu travelling barengnya lagi :D
14. Nining Andriyani Halib, Yunisa Mutiara dan Hardilan Muhammad. Sahabat yang
sudah dianggap keluarga dari SMA sampe sekarang. Terimakasih sudah mau
mendengar semua ceritaku, serta doa dan supportnya. Miss you guys so much!
15. Terimakasih kepada orang-orang yang saya kenal. Maaf tidak bisa sebut satu per
satu. Dukungan kalian sangat berarti untuk saya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, penulis hanya
mampu berusaha sesuai kemampuan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Sekali lagi terimakasih
untuk semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Makassar, ……………. 2017
Nurul Dwi Rizki.
Résume de Mémoire
Le titre de ce mémoire est “L’éducation des enfants dans Les Récrés du Petit Nicolas
par René Goscinny et Jean-Jacques Sempé”. Le but de cette recherche est pour expliquer le
modèle l’éducation d’enfants à la maison, à l’école et son effect sur la vie de Nicolas.
Cette recherche utilise l’analyse descriptive avec une approche intrinsique. En
conclusion, on a trouvé le modèle parental de Nicolas à la maison est un modèle autoritaire.
Mais, le modèle l’éducation à l’école utilise un modèle autorité. L’effect de le modèle
d’éducation, Nicolas est créatif, amical, coopératif, prêt à admettre ses erreurs. Nicolas est
aussi sensible et a une grande curiosité. Donc, il faut que le modèle parental est utilise avec
sagesse à la maison ou à l’école. Parcequ’il est très influent pour le développement des
enfants.
DAFTAR ISI
Lembar Sampul ……………………………………………………. i
Lembar Pengesahan …………………………………………………… ii
Kata Pengantar …………………………………………………… iii
Résume de Mémoire …………………………………………………… iv
Daftar isi ……………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………... 1
B. Identifikasi Masalah ………………………………………. 7
C. Batasan Masalah …………………………………………... 7
D. Rumusan Masalah …………………………………………. 7
E. Tujuan Masalah ……………………………………………. 8
F. Metode Penelitian …………………………………………. . 8
1. Teknik Pengumpulan Data …………………………….. 9
a. Data Primer ………………………………………… 9
b. Data Sekunder ……………………………………… 10
2. Metode Analisis Data …………………………………... 10
G. Komposisi Bab ……………………………………………. 10
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori …………………………………………….. 11
1. Pengertian Cerpen ……………………………………… 11
2. Kajian Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Cerpen ………… 13
a. Tokoh ……………………………………………… 15
b. Penokohan …………………………………………. 16
c. Latar ……………………………………………….. 18
3. Konsep Pendidikan Anak ……………………………… 20
a. Pendidikan dalam Keluarga ……………………….. 23
Pola Asuh Orang tua ……………………………….. 24
b. Pendidikan di Sekolah ……………………………... 33
4. Teori Kognitif dari Jean Piaget ………………………... 35
B. Tinjauan Pustaka …………………………………………... 39
1. Mengenai Jean-Jacques Sempé dan René Goscinny……. 39
2. Kritik terhadap Les Récrés Du Petit Nicolas ……………. 41
BAB III ANALISIS
A. Pola Asuh/ Pendidikan Anak di Rumah …………………... 43
B. Pola Asuh/Pendidikan Anak di Sekolah …………………... 59
C. Dampak Pola Asuh/Pendidikan Anak pada Tokoh Nicolas…67
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………………………………………………….. 74
B. Saran ………………………………………………………..... 76
SINOPSIS ……………………………………………………. vi
Daftar Pustaka ……………………………………………….. vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra adalah kombinasi antara ide dan imajinasi yang dituangkan ke dalam suatu
bentuk, sastra juga adalah hasil pekerjaan seni yang objeknya adalah manusia dan
kehidupannya. Sumardjo dalam Kanzunnudin (2012: 197) mengungkapkan bahwa sastra
adalah ungkapan pribadi berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, keyakinan dalam suatu
bentuk gambaran konkret dengan menggunakan alat bahasa. Sastra mengungkap hidup dan
kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi seorang pengarang serta
dukungan pengalaman dan pengamatannya atas kehidupan.
Suhariyanto dalam Kanzunnudin (2012: 197) mengatakan bahwa bahasa sastra
adalah bahasa ekspresif yang telah diseleksi, dan diolah dengan susunan yang teratur serta
indah untuk menghadirkan kenyataan hidup. Oleh sebab itu, dapat pula dikatakan bahwa
sastra adalah seni bahasa sebagai sarana untuk menceritakan kenyataan hidup dalam bentuk
artistik sehingga kehadirannya mempunyai arti tersendiri bagi pembaca atau penikmatnya.
Berangkat dari pemikiran dan pandangan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi yang dimaksud dapat terwujud
karena adanya peniruan yang dipadukan dengan imajinasi pengarang terhadap kehidupan
manusia dan realita alam secara umum (Fananie, 2000: 6). Karena itu, karya sastra
2
merupakan karya rekaan pengarang berdasarkan sudut pandangnya, pengalamannya,
wawasan ilmu pengetahuannya. Karya sastra juga pada dasarnya adalah tanggapan
seseorang terhadap situasi sekelilingnya yang penuh dengan pesan dan nilai-nilai moral.
Dapat dikatakan bahwa karya sastra memainkan peran yang sangat penting dalam
mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat, baik yang berhubungan dengan jiwa,
pikiran dan perasaan maupun yang berhubungan dengan lingkungan alam serta kondisi
sosial masyarakat secara umum. Karya sastra tidak dapat dipahami sepenuhnya jika
dipisahkan dari unsur budaya atau peradaban, sehingga menurut Nuryatin, (2010: 4) karya
sastra berfungsi menghibur dan juga mengajarkan sesuatu.
Dalam dunia sastra, kita mengenal berbagai macam karya sastra antara lain prosa
dan puisi. Salah satu bentuk prosa modern selain roman dan novel adalah cerita pendek
atau cerpen yang merupakan jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita tentang
manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan singkat. Cerpen juga merupakan cerita yang
membatasi diri dalam membahas salah satu unsur fiksi dengan aspek yang terkecil. Cerpen
menceritakan kejadian yang paling berkesan menimpa tokoh dalam cerita tersebut dan
biasanya kehidupan seseorang yang diceritakan secara singkat berfokus hanya pada satu
tokoh dan satu situasi saja.
Dapat dikatakan bahwa cerpen telah memberikan kontribusi yang penting dan
menyediakan refleksi sempurna tentang interaksi sehari-hari, budaya atau peradaban di era
tertentu. Sebuah cerpen yang baik, tidak hanya menghibur pembaca, tetapi dapat
3
mengungkapkan sudut pandang mereka berdasarkan apa yang dipahami. Pengarang
menggunakan karyanya sebagai media untuk mengungkapkan ide, aspirasi, dan ekspresi
yang berhubungan dengan ceritanya. Hal ini cukup logis karena gagasan dalam cerpen
berasal dari imajinasi pengarang dalam melihat realita sosial pada masanya. Pengarang
mencoba menyajikan sisi kehidupan manusia sebagai subjek disamping juga untuk
membuat pembaca mengerti tentang realitas kehidupan dan interaksi sosial.
Melalui gambaran karya sastra, terutama cerpen di atas, maka penulis tertarik
mengangkat dan menganalisa satu fenomena realita sosial pada masa lampau yang
dituangkan melalui kumpulan cerita pendek Les Récrés du Petit Nicolas karya René
Goscinny dan Jean-Jacques Sempé yang ditulis pada tahun 1963. Buku yang berisi
kumpulan cerpen ini adalah sebuah contoh karya sastra yang ditulis kurang lebih 50 tahun
yang lalu dan masih dikagumi oleh para pembacanya. Cerpen ini dimodifikasi menjadi
komik favorit sampai saat ini, bahkan telah difilmkan.
Kesan awal membaca cerpen dari buku Les Récrés du Petit Nicolas ini adalah rasa
penasaran untuk membaca tuntas dan ternyata ceritanya sangat menarik. Dalam buku ini
terdapat banyak hal yang dapat mengingatkan kita pada masa kecil. Masa kecil sangat
menyenangkan, tidak pernah terlupakan dan keceriaan di masa kecil selalu membawa suatu
kebahagiaan jika diingat kembali. Masa kecil di mana kita dapat berimajinasi dengan bebas
dan di masa kecil pula kita dapat belajar sedikit demi sedikit tentang kehidupan.
4
René Goscinny dan Jean-Jacques Sempé memberikan illustrasi dan gambaran
tentang tokoh seorang anak melalui 17 cerpen yang ada didalamnya. Mereka menceritakan
dengan jelas kehidupan sosial seorang anak dimana suasana kehidupan pada masa itu cukup
jelas tergambarkan. Interaksi tokoh dengan lingkungan yang berbeda-beda digambarkan
melalui campuran humor, kegembiraan, dan kelembutan kanak-kanak juga digambarkan
interaksi anak dengan orang dewasa serta bagaimana seorang anak merespon sesuatu
berdasarkan sudut pandangnya sendiri, sehingga kadang menimbulkan kesalahapahaman
dengan orang dewasa. Maksud hati meniru figur yang dikagumi, namun ternyata dipahami
berbeda oleh orang dewasa. Semua ini tergambar jelas dalam kumpulan cerpen tersebut.
Penulis meyakini bahwa gambaran tokoh Nicolas di dalam cerpen Les Récrés du
Petit Nicolas ini dapat menjadi kajian yang menarik pada masa sekarang ini. Nicolas
sebagai tokoh utama dalam keseluruhan isi cerpen tersebut diberikan peran dalam hiruk
pikuk persahabatan, kegembiraan, perselisihan, dan juga hiruk pikuk kehidupan anak di
sekolah dan di rumah. Proses pertumbuhan Nicolas sebagai anak modern di masanya,
berpusat pada pengalaman dan interpretasinya terhadap interaksi keseharian baik di rumah,
sekolah maupun lingkungan secara luas. René Goscinny dan Jean-Jacques Sempé sebagai
penulis cerpen juga memasukkan cerita tentang dunia orang dewasa sebagai gambaran
interaksi sosial yang dilakonkan oleh tokoh Nicolas yang cukup kompleks.
Beberapa ahli pendidikan anak mengatakan bahwa periode usia anak pada masa
sensitif ini juga merupakan fase peletak dasar untuk pengembangan kemampuan anak.
5
Sudono (2017:2) dalam studinya menemukan bahwa anak usia dini dan usia awal Sekolah
Dasar memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Keunikannya
dapat disaksikan melalui interaksi keseharian mereka dan respons masing-masing anak
berdasarkan pengalaman di mana mereka tumbuh dan berkembang. Pada umumnya,
pertumbuhan seorang anak berawal dari interaksi di lingkungan keluarga, masa transisi
antara usia dini dan perkembangan belajar di sekolah, serta berlanjut dengan interaksi
pertemanan dan lingkungan masyarakat secara umum.
Proses pembelajaran seorang anak pada masa transisi yaitu pra sekolah dan usia
kelas awal Sekolah Dasar memberikan pengalaman kepada Nicolas tentang arti kehidupan.
Pengalaman Nicolas, menggambarkan proses pendidikan seorang anak yaitu membentuk
keterampilan dasar : membaca, menulis dan berhitung. Sedangkan perkembangan
interpretasi anak, diperoleh dari pengalaman mengetahui adanya peraturan yang diterapkan
baik di sekolah maupun di rumah, belajar mematuhi peraturan dan tata cara keluarga.
Konsep diri anak juga sangat dipengaruhi oleh peranan orangtua dan lingkungan. Faktor
yang tidak kecil pengaruhnya bagi perkembangan seorang anak adalah lingkungan
keluarga. Lingkungan tersebut memiliki pengaruh besar terhadap tokoh anak untuk tumbuh
berkembang dan belajar tentang lingkungan sosial.
Dengan alasan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui dan ingin
membuktikan bahwa cerita dalam cerpen Les Récrés du Petit Nicolas bisa memberikan
kontribusi terhadap realita sosial dewasa ini. Terutama tentang pengalaman tumbuh
6
kembang seorang anak, proses pendidikan anak usia dini dan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan dan pendidikan anak. Untuk itu, penulis memberi judul penelitian ini
“Pendidikan Anak dalam Les Récrés du Petit Nicolas karya René Goscinny dan Jean-
Jacques Sempé”.
7
B. Identifikasi Masalah
Sebelum menarik kesimpulan dari masalah-masalah yang terjadi dalam cerpen ini,
penulis mencoba untuk menjabarkan secara terstruktur identifikasi masalah-malasah yang
mungkin bisa dikaji lebih lanjut, di antaranya:
1. Sudut pandang tokoh (Nicolas) dalam Les Récrés du Petit Nicolas.
2. Latar dalam Les Récrés du Petit Nicolas.
3. Pendidikan Anak dalam Les Récrés du Petit Nicolas.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis memberi batasan masalah dalam
menganalisis cerpen karya René Goscinny dan Jean-Jacques Sempé yaitu “Pendidikan
Anak dalam Les Récrés du Petit Nicolas karya René Goscinny dan Jean-Jacques Sempé ”
D. Rumusan masalah
Setelah membatasi masalah hanya pada pendidikan anak, maka rumusan masalah
yang akan difokuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola asuh/pendidikan anak di rumah dalam cerpen Les Récrés du
Petit Nicolas ?
2. Bagaimana pola asuh/pendidikan anak di sekolah dalam cerpen Les Récrés du
8
Petit Nicolas ?
3. Bagaimana dampak pola asuh/pendidikan anak pada tokoh Nicolas dalam
cerpen Les Récrés du Petit Nicolas ?
E. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan yang ingin dicapai
adalah sebagai berikut:
1. Menggambarkan pola asuh/pendidikan di rumah menurut Les Récrés du Petit
Nicolas.
2. Menggambarkan pola asuh/pendidikan di sekolah menurut Les Récrés du Petit
Nicolas.
3. Menjelaskan dampak pola asuh/pendidikan anak pada tokoh Nicolas menurut
Les Récrés du Petit Nicolas.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif yang
dianggap penting dapat membantu untuk mengungkapkan permasalahannya. Teknik-teknik
yang dipakai adalah sebagai berikut:
9
Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menerapkan metode kepustakaan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan bahan penelitian. Data-data
yang ada diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu:
• Data Primer
Data primer adalah data yang diambil dari Les Récrés du Petit Nicolas karya René
Goscinny dan Jean-Jacques Sempé yang diterbitkan pada tahun 1963. Berikut beberapa
cerpen dari buku yang dipilih untuk dijadikan bahan penelitian :
• Le nez de tonton Eugène
• La montre
• Le vase rose du salon
• King
• L’appareil de photo
• A la récré, on se bat
Data dalam cerpen ini diambil dengan metode “close reading”, atau lewat
pembacaan berulang-ulang.
10
• Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari buku-buku, artikel maupun blog dari
situs internet yang berhubungan dengan penelitian. Data ini akan digunakan untuk
mendukung asumsi maupun kesimpulan pada tahapan analisis.
Metode Analisis Data
Data yang sebelumnya dikumpulkan akan dianalisis dengan pendekatan intrinsik.
Pendekatan ini berfokus untuk menganalisis aspek-aspek intrinsik dalam karya sastra.
Dalam penelitian ini, penulis mengambil aspek dari unsur intrinsik karya yang akan
dianalisis yaitu latar dan tokoh, peristiwa serta hubungan antar tokoh kemudian diberi
penjelasan terkait pendidikan anak yang akan dijelaskan dengan bantuan teori pendidikan
anak.
G. Komposisi Bab
Bab 1 : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan metode penulisan, serta komposisi bab.
Bab 2 : Landasan teori dan tinjauan pustaka.
Bab 3 : Analisis dan pembahasan.
Bab 4 : Kesimpulan dan Saran mengenai cerpen Les Récrés du Petit Nicolas
11
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang teori yang berhubungan dengan karya sastra dan teori
pendidikan anak. Bagian pertama mendeskripisikan tentang konsep dan teori sastra yang
berhubungan dengan unsur-unsur karya sastra. Bagian kedua memaparkan konsep dan teori
pendidikan, khususnya pendidikan anak.
A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Cerpen
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita pendek atau cerpen adalah
kisahan pendek yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada
satu tokoh dalam satu situasi. Ajip Rosidi dalam Zen (2006:2) mengatakan bahwa cerita
pendek merupakan cerita yang pendek dan suatu kebulatan ide. Cerita pendek adalah
berupa karangan pendek yang berbentuk prosa yang terdapat satu kesatuan yang utuh dan
mampu menampilkan isi cerita dengan baik dan menarik. Umumnya tentang kehidupan
tokoh yang penuh peristiwa yang mengharukan, atau yang menyenangkan dan mengandung
kesan yang tidak mudah dilupakan.
Cerpen dikatakan pendek karena biasanya hanya sekitar 5000 atau kurang dari
10.000 kata atau kurang lebih 17 halaman (Nugroho Notosusanto dalam Tarigan,
12
1993:176). Untuk menentukan panjangnya suatu cerpen memang sulit untuk ukuran umum,
namun salah satu cirinya adalah cerpen umumnya selesai dibaca dalam waktu 10 sampai 20
menit. Namun dapat dikatakan bahwa cerpen sebagai salah satu produk karya sastra yang
pendek tetapi mempunyai peranan penting dalam membentuk manusia untuk memiliki
semangat juang, kepribadian, berbudaya dan berwatak.
Berdasarkan hasil kajian Aminuddin (2011), cerpen memiliki beberapa fungsi,
antara lain :
a. Fungsi rekreatif dapat memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat
atau pembacanya.
b. Fungsi didaktif dapat mengarahkan dan mendidik para penikmat atau pembacanya
karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
c. Fungsi estetis dapat memberikan keindahan bagi para penikmat atau para pembacanya.
d. Fungsi moralitas yaitu fungsi yang mengandung nilai moral sehingga para penikmat atau
pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi dirinya.
e. Fungsi religiusitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi
para penikmatnya atau pembacanya.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Siswanto (2000) yang memberikan penekanan
bahwa cerpen mempunyai peranan penting untuk mengembangkan kepribadian,
13
memperluas wawasan kehidupan, memahami dan menghargai pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat yang
beradab.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa cerpen berfungsi sebagai pembelajaran
mengenai makna hidup secara utuh, baik yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap
maupun tingkah laku.
2. Kajian Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Cerpen
Cerpen adalah merupakan karya seni yang memiliki dua unsur pokok yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik memuat unsur-unsur dari dalam cerita itu sendiri
berupa tema, plot/alur cerita, tokoh dan setting, sementara unsur ektrinsik adalah unsur di
luar cerpen tersebut. Misalnya, biografi pengarang dan unsur lain yang dapat berpengaruh.
Melalui kajian unsur-unsur tersebut, dapat ditemukan dan dipahami nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Dengan kata lain, unsur intrinsik dan ekstrinsik dapat
menyadarkan tentang kebudayaan sebagai hasil cipta manusia ditengah-tengah kehidupan
masyarakat yang mempunyai pengaruh positif terhadap pembentukan sikap dan watak
masyarakat.
14
Unsur Intrinsik
Pendekatan intrinsik dapat pula disebut dengan pendekatan struktural. Pendekatan ini
berorientasi pada karya sastra itu sendiri atau berdasarkan isi cerita dan merupakan unsur
yang terlepas dari unsur lain yang di luar isi cerita (Jaelani 2014). Untuk itu, analisis
intrinsik dapat juga disebut kajian yang ditujukan pada teks sebagai satu kesatuan yang
tersusun dari bagian-bagian cerita yang saling terjalin satu dengan lainnya. Analisis
intrinsik juga dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah intrinsik karya sastra berdasarkan
unsur-unsur internal.
Pengkajian fungsi masing-masing unsur yang dipilih menghasilkan analisis yang dapat
mewakili makna keseluruhan cerita dan merupakan gambaran hubungan antar unsur dalam
cerita tersebut. Analisis struktural ini bertujuan untuk memaparkan secara cermat, detail
dan seteliti mugkin unsur intrinsik karya sastra yang dikaji. Sehingga makna karya sastra
tersebut dapat dipahami dan dimengerti secara mendalam dan menyeluruh (Djaelani, 2014).
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa, analisis struktural atau kajian intrinsik adalah
merupakan kegiatan membedah unsur pembangunan dari dalam cerpen itu sendiri. Analisis
ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendiskripsikan fungsi dan
hubungan antar unsur intrinsik dalam karya tersebut. Misalnya, bagaimana keadaan
peristiwa, alur cerita, tokoh dan penokohannya, latar, sudut pandang dan amanat.
15
Adapun unsur-unsur intrinsik yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Tokoh
Menurut Siswanto (2008:142) tokoh adalah pelaku yang mengembangkan peristiwa
dalam cerita. Tokoh adalah seseorang yang diciptakan pengarang untuk mendukung jalan
cerita dan dapat diidentifikasi dari cara berfikir, berpenampilan, nama serta penilaian tokoh
lain terhadap dirinya. Karena itu, menurut Wellek (2014:265) setiap kali seorang tokoh
muncul, selalu memiliki lagak, gerak, dan cara bicara yang khas yang berfungsi untuk
menandai tokoh.
Dalam cerita, tokoh dapat berupa manusia atau tokoh adalah makhluk lain yang
diberi sifat seperti manusia, seperti binatang, benda dan lain-lain. Tokoh cerita menurut
A.Viala (1982) dalam buku yang berjudul Savoir Lire adalah:
“Les participants de l’action sont ordinairement les personnager du récit. Il s’agit
très souvent d’humains; mais une chose, un animal ou une entilé (la justice, la Mort,
etc.) peuvent être personifies et considérés alors comme des personages.” (1982:69)
“Semua yang berpartisipasi dalam suatu tindakan biasanya adalah tokoh cerita.
Sering kali berupa manusia, sebuah benda, seekor binatang atau suatu entitas (keadilan,
kematian, dst.) dapat dipersonifikasikan dan kemudian dianggap sebagai tokoh.”
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, tokoh adalah pelaku yang ditampilkan dalam
sebuah karya sastra yang dapat mendukung jalan cerita atau alur cerita. Tokoh dapat berupa
16
binatang atau benda yang diberi sifat seperti manusia. Tokoh mempunyai peranan yang
sangat penting menghidupkan dan memberikan kesan menarik untuk sebuah cerita.
b. Penokohan
Setiap tokoh memiliki watak atau karakter yang berbeda-beda. Gambaran setiap
tokoh dimulai dari watak, sikap, sifat dan kondisi fisik. Gambaran tokoh dalam cerita
disebut penokohan. Ada banyak ragam penokohan. Ada penokohan statis dan penokohan
dinamis atau penokohan berkembang. Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah
pemberian nama. Setiap “sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian,
menghidupkan. Suatu cara ekonomis untuk mencirikan watak tokoh (Wellek, 2014 :264-
265).
Sedangkan, menurut A. Viala (1982) penokohan adalah kumpulan ciri-ciri fisik,
moral dan sosial yang merupakan kombinasi dari être (siapa dia) dan faire (apa yang
dilakukan). Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini :
“Un personage est toujours une collection de traits: physique, moraux, sociaux. La
combinaison de ces traits et la manière de les presenter, constituent le protait du
personages. Le portrait relève de la description, mais il peut intégrer des elements
proprements narratives.” (Viala dan Schmit 1982:70)
“Seorang tokoh merupakan kumpulan dari sifat-sifat: fisik, moral, dan sosial.
Penggabungan dari sifat-sifat tersebut dan cara menampilkannya merupakan gambaran
tokoh. Gambaran tersebut dapat membangun deskripsi, dapat juga menyatukan unsur-
unsur naratif itu sendiri.”
17
Definisi tersebut di atas dapat dirangkum dalam suatu pengertian yang memandang
bahwa penokohan sebagai cara penampilan tokoh yang terlibat dalam cerita. Penokohan
adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya dalam cerita.
Dengan kata lain penokohan adalah cara pandang seorang pengarang dalam menampilkan
tokoh-tokoh dari suatu cerita berdasarkan nilai seni dan kreatifitasnya.
Watak tokoh dalam cerita dijelaskan pengarang baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, pengarang menjelaskan nama tokoh beserta gambaran fisik,
kepribadian, lingkungan kehidupan, jalan pikiran, dan proses berbahasa. Sementara, watak
tokoh yang dijelaskan secara tidak langsung biasanya melalui percakapan/dialog dan
digambarkan oleh tokoh lain. Tokoh lain juga memberi reaksi, mengungkap kebiasaan
tokoh, jalan pikiran, atau tindakan saat menghadapi masalah.
Gambaran karakter tokoh dapat pula disebut dengan perwatakan. Perwatakan atau
characterization dapat digambarkan atau dianalisis berdasarkan dimensi atau ukuran, yaitu:
• Psikologis atau psikis, yaitu berkaitan dengan mentalitas, ukuran moral,
temperamen, kecerdasan, keinginan, perasaan pribadi, dan keahlian khusus.
• Sosiologis atau social adalah ciri-ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial,
pekerjaan, jabatan, tingkat pendidikan, pandangan hidup, agama, suku bangsa, dan
aktivitas sosial.
18
• Fisiologis atau fisik adalah ciri-ciri badan, misalnya jenis kelamin, umur, keadaan,
ciri tubuh, dan raut wajah dll.
Dalam penokohan penggambaran watak dapat dilihat dari beberapa segi, seperti :
• Penggambaran langsung adalah penggambaran tokoh secara langsung atau tersurat
dalam cerita karena pengarang langsung menggambarkan tokohnya. Misalnya tokoh
tersebut ciri-cirinya seperti apa, apa pekerjaannya dan lain-lain.
• Penggambaran tidak langsung adalah penggambaran tokoh yang dilakukan melalui
dialog antar tokoh sehingga tersirat watak dan karakter tokohnya.
(http://bahasapedia.com/penokohan-dalam-cerpen/)
c. Latar
Latar adalah keterangan mengenai ruang, waktu serta suasana terjadinya peristiwa-
peristiwa di dalam suatu karya sastra. Definisi latar lainnya adalah unsur intrinsik karya
sastra yang meliputi ruang, waktu serta suasana yang terjadi pada suatu peristiwa di dalam
karya sastra. Jenis atau macam-macam latar di antaranya adalah :
• Latar waktu mengacu pada kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam cerita
misalnya: pagi, siang, sore, malam , di zaman dulu, di masa depan, dan lain
sebagainya.
19
• Latar tempat mengacu pada tempat tokoh atau pelaku mengalami kejadian atau
peristiwa di dalam cerita, misalnya di dalam bangunan tua, di sebuah gedung, di
lautan, di hutan, di sekolah, di sebuah pesawat, di ruang angkasa, dan lain
sebagainya.
• Latar suasana mengacu pada situasi apa saja yang terjadi ketika tokoh atau pelaku
malakukan sesuatu, seperti misalnya suasana ramai, hiruk-pikuk, sepi, tentram dan
sebagainya.
(http://www.pengertianku.net/2015/04/pengertian-latar-dan macamnya.html)
Dapat disimpulkan bahwa analisis unsur intrinsik karya sastra adalah merupakan
gambaran cerita secara utuh berdasarkan tampilan tokoh, penokohan, latar cerita tanpa
melihat unsur luar dari cerita yang dimaksud.
Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik sebuah karya sastra adalah hal-hal menarik di luar cerita dan unsur
tersebut menjadi faktor penting karena sangat mempengaruhi latar belakang mengapa
cerpen tersebut diciptakan. Berdasarkan pendapat para ahli, unsur ekstrinsik dalam sebuah
cerpen umumnya dibagi menjadi dua hal yaitu pertama, latar belakang masyarakat yang
diangkat dalam cerita dan yang kedua adalah latar belakang pengarangnya (Djaelani, 2014).
20
3. Konsep Pendidikan Anak
Pada hakikatnya, anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri
pengetahuannya. Anak lahir membawa sejumlah potensi dan diyakini bahwa, setiap anak
memiliki lebih dari satu bakat yang siap untuk ditumbuh kembangkan. Dengan harapan,
lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang munculnya potensi
yang tersembunyi dari setiap anak (Desmita, 2008).
Anak yang berusia 0 sampai 8 tahun berada pada masa keemasan sepanjang proses
perkembangan manusia. Usia ini sering disebut dengan istilah ‘usia emas’ (the golden age)
yang hanya datang sekali sepanjang kehidupan manusia dan tidak dapat diulangi lagi.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan selama kategori usia ini dibagi menjadi empat
fase; yaitu 1) masa bayi, sejak lahir sampai dengan 12 bulan; 2) masa Batita (Toddler) usia
1 sampai 3 tahun; 3) masa Pra Sekolah (early childhood) di usia 3-6 tahun; dan 4) masa
kelas awal SD, Usia 6-8 tahun. Menurut para ahli, kategori usia tersebut yang sering
disebut usia dini merupakan usia yang sangat menentukan pengembangan potensi diri,
termasuk pembentukan karakter dan kepribadian anak (Sudono, 2017).
Masa keemasan juga disebut periode sensitif (sensitive period) dimana anak mulai
peka dan mudah menerima berbagai rangsangan serta merespon stimulasi yang diterima
dari lingkungannya. Pada periode ini terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis,
sehingga anak siap merespon dan mewujudkan tugas-tugas perkembangan yang diharapkan
21
muncul pada pola perilakunya sehari-hari. Pada fase ini kepekaan masing-masing anak
berbeda, yang dipengaruhi oleh situasi dan lingkungan pertumbuhan dan perkembangan
anak secara individu. Oleh karena itu anak perlu diberikan pendidikan sesuai dengan
perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya (Desmita, 2008).
Beberapa ahli pendidikan anak mengatakan bahwa periode masa keemasan, usia
yang peka dan sensitif juga merupakan fase peletak dasar untuk pengembangan
kemampuan anak. Sudono (2017:2) dalam studinya menemukan bahwa anak usia dini dan
usia awal Sekolah Dasar memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat
unik. Keunikannya dapat disaksikan melalui interaksi dan respons keseharian dari masing-
masing anak berdasarkan pengalaman dari lingkungan dimana mereka tumbuh dan
berkembang. Sudono (2017) menambahkan bahwa, setiap anak berkembang sesuai dengan
tempo dan kecepatan masing-masing.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kecepatan perkembangan seorang anak
tidak selalu sejalan dengan kawan-kawannya maupun dengan usia dan fase pertumbuhan
yang sama. Argumentasinya adalah pemberian stimulasi pendidikan pada saat pertumbuhan
fisik yang pesat dan otak anak yang mengalami kelenturan, sehingga pada usia
kematangannya akan mendapat hasil yang maksimal dibandingkan pada usia sebelum dan
sesudahnya. Pemberian stimulasi pendidikan yang sesuai dengan karakteristik
perkembangan anak, akan menjadikan berbagai aspek berkembang anak menjadi maksimal.
22
Sementara Mutiah (2010:113) mengatakan bahwa salah satu hal penting dalam
perkembangan anak yaitu proses belajar. Belajar melalui bermain dapat dilakukan dengan
seluruh panca indranya, melalui berbagai macam alat indranya, kekuatan motorik halus
dan kasar (tangan dan jari-jarinya, kakinya) serta kemampuan berpikir, mengingat, dan
memproses segala informasi yang diperolehnya dari lingkungan. Bermain identik dengan
dunia anak-anak atau kegiatan yang dilakukan oleh anak sepanjang hari. Bagi anak,
bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan, sehingga sulit membedakan kapan
anak-anak bermain, kapan belajar dan kapan mereka bekerja. Mutiah menambahkan bahwa
melalui kegiatan bermain, anak juga akan mengembangkan berbagai aspek kecerdasan
secara jamak dan belajar melalui permainan dapat membantu mengoptimalkannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak
lebih menekankan pada proses simulasi yang benar yang mereka dapatkan dalam
kesehariannya mulai dari rumah, sekolah sampai kepada lingkungan sekitarnya. Strategi
pemberian stimulasi dalam pendidikan anak, seharusnya berorientasi pada belajar sambil
bermain. Dengan bermain, anak dapat juga mengenal siapa dirinya dan lingkungannya, dan
yang tak kalah pentingnya, anak dikenalkan kepada Tuhannya melalui makhluk ciptaannya.
Sejalan dengan pendapat Mutiah (2010) tersebut di atas, maka bermain merupakan sarana
interaksi dan sosialisasi yang dapat memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi,
menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan belajar secara menyenangkan, serta
23
anak-anak belajar mengidentifikasi aturan-aturan, norma-norma, larangan yang berlaku
dalam suatu kelompok masyarakat.
a. Pendidikan Dalam Keluarga
Orang tua adalah “pendidik pertama, utama dan kodrat” (Suwarno, 1982: 90). Tugas
utama mencerdaskan anak sebagai pondasi awal tetaplah ada pada pendidikan dalam
keluarga yang dalam hal ini orang tua meskipun anak mereka telah bersekolah. Peran
mendidik dan mengasuh anak sangatlah penting sebab pendidikan anak dimulai dari
pendidikan orang tua di rumah. Pada fase pertama pertumbuhannya, keadaan anak amat
tergantung pada didikan orang tua di dalam interaksi sehari-hari. Pada hakikatnya
pelayanan orang tua terhadap anak merupakan suatu proses pendidikan, sehingga orang
tua disebut sebagai pendidik pertama.
Agnes, dkk (2007) menyampaikan bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab
utama terhadap masa depan anak-anak mereka, karena berkaitan dengan interaksi
keseharian dalam mengembangkan potensi diri anak. Proses tumbuh kembang dan
penanaman aqidah sebagai peletak dasar sikap dan perilaku anak berada di tangan orang
tua. Sudah merupakan kewajiban bagi para orang tua dalam meletakkan pondasi yang
kokoh untuk keberhasilan masa depan anaknya. Orang tua diharapakan menciptakan
lingkungan yang kondusif, memahami tahap perkembangan dan kebutuhan pengembangan
potensi anaknya dari setiap tahap. Sehingga dapat memancing potensi kecerdasan dan
24
rasa percaya diri anak. Sementara Desmita (2008) menjelaskan bahwa pendidikan dalam
keluarga memegang peranan yang sangat penting membimbing dan mendampingi anak
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga anak mampu mengenali kekuatan dan kelemahan
yang ada pada dirinya dan pada akhirnya mereka dapat mengembangkan potensi sesuai
bakat dan minatnya (Desmita, 2008).
Anak-anak tumbuh dalam keluarga yang berbeda-beda, ada orang tua yang
mengasuh dan mendukung anaknya dengan komunikasi terbuka dan penuh kasih sayang,
dan ada pula orang tua yang bersikap kasar atau bahkan mengabaikan dan tidak mengasuh
anaknya. Situasi yang bervariasi ini akan mempengaruhi perkembangan anak dan juga
mempengaruhi interaksi mereka di dalam dan di luar kelas jika mereka sudah sekolah.
Santrock (2004)
Pola Asuh Orang Tua
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1088), pola asuh terdiri dari dua
kata yaitu pola dan asuh. ‘Pola adalah model, sistem, atau cara kerja’ dan ‘asuh adalah
menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, dan sebagainya’.
Sedangkan arti orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga
atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.
Dengan demikian, pola asuh tidak lain adalah metode atau cara yang dipilih orang tua
dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya (Agustiawati, 2014).
25
Menurut Jannah (2012: 3) pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi,
membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan
harapan menjadikan anak sukses menjalani kehidupan ini. Hal ini sejalan dengan pendapat
Hurlock (1999) bahwa pola asuh orang tua merupakan sebuah interaksi mengenai aturan,
nilai, dan norma-norma di masyarakat dalam mendidik, merawat, dan membesarkan anak-
anaknya. Sementara Euis (2004:18) mengatakan “Pola asuh merupakan serangkaian
interaksi yang intensif, orangtua mengarahkan anak untuk memiliki kecakapan hidup”.
Pendapat Maccoby (Yanti, dalam Jannah, 2012) juga mengungkapkan bahwa pola asuh
merupakan interaksi antara orang tua dan anak-anaknya yang meliputi pengekspresian
perilaku, sikap, minat, bakat, dan harapan-harapan orang tua dalam mengasuh,
membesarkan, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan
interaksi antara orang tua dan anak-anaknya dalam penanaman nilai, norma, dan aturan
yang berlaku di masyarakat, serta pengembangan minat dan bakat yang dimiliki anak.
Dengan kata lain, pola asuh orangtua adalah proses interaksi orangtua dengan anak dimana
orangtua mencerminkan sikap dan perilakunya dalam menuntun dan mengarahkan
perkembangan anak serta menjadi teladan dalam menanamkan perilaku.
Baumrind (dalam Santrock 2002: 257-258) menjelaskan bahwa secara umum orang
tua menerapkan empat macam pola asuh atau parenting style dan yang dimaksudkan adalah
sebagai berikut:
26
1. Authoritarian parenting adalah pola asuh yang bersifat mengatur, membatasi
dan menghukum. Orangtua tipe ini memerintahkan anak untuk mengikuti
petunjuknya, patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan arahannya, serta
cara berpikir anak juga diatur. Orang tua memiliki kendali penuh terhadap
segala aspek kehidupan anaknya. Dalam pola asuh ini, tidak mengizinkan anak
banyak cakap/bicara dan tidak ada kebebasan untuk bertanya atau
mengemukakan pendapat, sehingga komunikasi yang terjadi hanya bersifat satu
arah dan sedikit sekali komunikasi secara verbal.
2. Authoritative parenting adalah pola asuh yang mendorong seorang anak untuk
menjadi mandiri namun tetap meletakkan batas-batas dan kendali yang
bertujuan untuk mengontrol tindakan anaknya. Perbincangan tukar pendapat
diperbolehkan dan orang tua bersikap membimbing dan mendukung. Pola asuh
seperti ini, orang tua mengasuh anaknya dengan penuh kehangatan dan biasanya
merangkul anaknya dengan suara yang lembut.
3. Neglectful parenting atau pola asuh yang acuh tak acuh merupakan gaya pola
asuh di mana orang tua tidak terlibat aktif dalam kehidupan anaknya. Anak dari
orang tua yang tipe atau gaya pola asuh seperti ini, merasa bahwa ada hal lain
dalam kehidupan orang tua dibandingkan dengan diri mereka.
4. Indulgent parenting adalah pola asuh di mana orang tua sangat terlibat dalam
kehidupan anaknya, akan tetapi tidak banyak memberi batasan atau kekangan
27
pada perilaku mereka. Tipe orang tua seperti ini sering membiarkan anaknya
untuk melakukan apa saja yang anak inginkan. Mereka membiarkan anak
mencari cara sendiri untuk mencapai tujuannya. Orang tua pada tipe ini tidak
memperhitungkan seluruh aspek perkembangan anak.
Sementara Yatim dan Irwanto (dalam Agustiawati 2014: 4-5) menjelaskan bahwa
ada tiga cara yang digunakan orang tua dalam mendidik anaknya. Ketiga cara tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
Kebebasan anak sangat dibatasi, orang tua memaksa anak untuk berperilaku seperti yang
diinginkannya. Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang tua akan menghukum anak, biasanya
hukuman yang bersifat fisik.
2. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan
anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan
untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya dan belajar untuk dapat
menanggapi pendapat orang lain.
28
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan pada anak untuk
berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan
dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa adanya
pertimbangan orang tua.
Pendapat para ahli di atas menegaskan inti pola asuh yang hampir sama. Misalnya
Authoritarian parenting dan otoriter menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan
kepatuhan yang berlebihan. Pengasuhan dengan Authoritative parenting dan Demokratis
menekankan sikap terbuka dan kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Sedangkan
Neglectful parenting, Indulgent parenting dan permisif yaitu orang tua cenderung
membiarkan atau tidak terlibat dalam urusan anak, acuh tak acuh, mereka memperbolehkan
anak melakukan apa yang diinginkan dan orang tua menuruti segala kemauan anak. Hal ini
sejalan dengan konsep pola asuh di dalam buku Santrock yaitu Psikologi pendidikan anak
(Santrock, 2004).
Dari berbagai macam pola asuh yang telah disebutkan dijelaskan di atas, Hurlock
(dalam Santrock, 2004: 90-92) menyimpulkan bahwa pada dasarnya ada tiga pola asuh
yang sering diterapkan orang tua di dalam kehidupan sehari-hari yaitu pola asuh otoriter,
pola asuh demokratis dan pola asuh permisif.
29
Dampak dari ketiga pola asuh ini akan terlihat pada anak antara lain:
1. Pola asuh otoriter dapat membentuk anak menjadi pendiam, tertutup, sulit
berinteraksi sosial, dan cenderung menarik diri dari kehidupan sosial. Anak-anak
menjadi penakut, mudah tersinggung, pemurung, dan mudah stress. Pola asuh tipe
ini juga membuat anak kurang memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu dan
mudah dipengaruhi dan tidak memiliki pendirian yang kuat. Anak juga bisa
memiliki sikap yang suka menentang, memberontak, dan tidak mau mematuhi
peraturan.
2. Pola asuh demokratis terhadap kepribadian anak adalah anak akan tumbuh
menjadi pribadi yang bersahabat. Anak-anak termotivasi untuk berprestasi dan
mempunyai keterampilan komunikasi yang baik dalam interaksi sosial, bersikap
percaya diri, bertanggung jawab, kooperatif dan mampu mengontrol diri dengan
perilaku yang baik yang sesuai kesepakatan masyarakat. Menurut Baumrind
dalam King, 2014), tipe pola asuh ini juga membuat anak cenderung memiliki
rasa ingin tahu yang tinggi dan termotivasi untuk berprestasi.
3. Pola asuh permisif mengakibatkan anak-anak bebas bertindak sesuka hatinya,
bersifat agresif, tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, sukar menyesuaikan
diri, emosi kurang stabil dan juga mempunyai sifat selalu curiga. Kehangatan
dalam pola asuh tipe ini cenderung membuat anak manja karena telalu disayang,
30
kurang komitmen pribadi untuk menjadi anak yang disiplin dan bertanggung
jawab.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan
oleh orang tua berbeda-beda berdasarkan sikap dan perlakuan mereka terhadap anaknya.
Hal ini disebabkan karena sikap orang tua sangat mempengaruhi cara mereka untuk
memperlakukan anaknya. Perlakukan orang tua terhadap anak, juga mempengaruhi
perlakuan anak kepada orang tuanya.
Hurlock (2002: 69) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya antara lain:
1. Pengalaman orang tua dimasa kecil yaitu perlakukan yang diterima orang tua
dimasa kecil dari orang tuanya dulu.
2. Peristiwa yang mengikuti kelahiran anak akan berpengaruh terhadap pola asuh
orang tuanya. Misalnya jika anak itu lahir dengan kemauan orang tua, maka
mereka mendapatkan kehangatan dari orang tuanya, sebaliknya jika kelahiran
yang tidak diinginkan atau lahir diluar nikah, maka perlakukan orang tua agak
kasar dan bahkan memusuhi anaknya.
3. Pengalaman sebagai orang tua yang membuatnya lebih mengerti dan dapat
memahami kebutuhan anaknya.
31
4. Karakteristik dari anak itu sendiri. Anak lahir dengan bawaan atau genetik dari
orang tuanya, dan kemudian melekat pada diri anak tersebut yang menyebabkan
kebutuhannya berbeda dengan anak yang lain.
Selain faktor-faktor diatas yang mempengaruhi dampak pola asuh orang tua, Hurlock
(dalam Sakti 2017:15) juga menambahkan bahwa dalam konsep mendidik dan mengasuh
anak khususnya di dalam lingkungan keluarga, metode pemberian pola asuh juga sangat
menentukan keberhasilan mendidik anak. Orang tua perlu menggunakan metode yang tepat
sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Metode yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Metode Pembiasaan
Kebiasaan yang diberikan orang tua kepada anak baik atau buruk akan
membekas pada diri anak dan ucapan-ucapan yang sesuai akan membentuk diri
anak. Misalnya, orang tua sering meminta maaf kepada anaknya jika melakukan
kesalahan, maka anakpun akan mengikuti dan melakukan hal yang sama jika
mereka merasa bersalah. Ucapan-ucapan yang sering diucapkan orang tua akan
membentuk ciri seorang anak dan perbuatan yang sering diulang-ulang sudah
pasti akan menjadi kebiasaan.
2. Metode keteladanan
Teladan artinya hal-hal yang dapat ditiru dan dicontoh. Menurut Santhut (dalam
Sakti 2015: 15) keteladanan adalah metode terbaik dalam pendidikan. Khusus
pada pendidikan usia dini, keteladanan yang paling baik adalah dari orang tua.
32
Ayah yang memberi contoh ketaudalan kepada istri dan anak-anaknya, ibu
memberikan dorongan dan support yang baik kepada suaminya, sehingga anak-
anak meneladani apa yang dicontohkan orang tua.
3. Metode nasehat atau dialog
Metode ini merupakan metode yang paling efektif dalam menanamkan sikap
dan nilai moral kepada anak. Nasehat sangat berperan memberikan penjelasan
tentang baik buruknya sesuatu dan membimbing anak di dalam melakukan hal-
hal yang baik.
4. Metode Pemberian penghargaan dan hukuman
Orang tua menanamkan nilai-nilai moral, sikap dan perilaku anak melalui
pemberian penghargaan dan hukuman. Metode ini juga secara tidak langsung
menanamkan etika untuk menghargai orang lain. Sebaliknya, jika anak-anak
tidak patuh dan melanggar aturan yang ada, maka mereka perlu diberikan
teguran dan sanksi yang sesuai dengan tingkat usia anak.
5. Metode Cerita
Metode cerita atau dongeng adalah salah satu metode pendidikan yang paling
baik, khususnya pada usia pra sekolah. Dongeng dapat membuat anak tertawa,
sedih dan takut, kemudian terheran-heran dengan ceritanya. Harini dan Firdaus
(dalam Sakti 2015:17) menegaskan bahwa dengan cerita atau dongeng dapat
mendorong dan memotivasi anak untuk berfikir.
33
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pola asuh menjadi kata
kunci interaksi antara anak dan orang tua di dalam keluarga. Oleh sebab itu, orang tua harus
memahami dan mengetahui pola asuh mana yang paling baik yang mereka dapat terapkan
dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Sehingga berdampak positif terhadap sikap,
dan perilaku anak. Untuk itu pola parenting diterapkan di dalam rumah seharusnya
mengacuh pada pola asuh yang dapat mencerdaskan anak.
b. Pendidikan di Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan kedua setelah keluarga dan sekolah mempunyai
peranan penting untuk meneruskan dasar-dasar pendidikan keluarga. Pada umumnya
sekolah merupakan tempat dimana anak didik memperoleh pengalaman-pengalaman,
pengetahuan, keterampilan hingga akhirnya anak didik akan memperoleh bekal hidup yang
kelak digunakan di lingkungan masyarakat luas. Dengan demikian, tanggung jawab orang
tua selama anak di sekolah diambil alih oleh sekolah dalam hal ini guru (Yudhawati Ratna
& Dany Haryanto, 2011).
Guru menjadi kata kunci keberhasilan anak didik di sekolah, sebab peran guru sangat
diperlukan dalam menyukseskan tugas sekolah yaitu menyediakan pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman. Guru juga dituntut untuk memperhatikan peserta didik
secara individu, karena antara satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan
yang sangat mendasar (Yudhawati Ratna & Dany Haryanto, 2011).
34
Jika mengingat kembali pengalaman kita ketika masih duduk di kelas I SD, guru kita
lah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, bahkan memegang satu
persatu tangan siswanya dan membantu menulis secara benar. Guru pula yang memberi
dorongan agar peserta didik berani berbuat benar dan membiasakan anak didik untuk
bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak sebagai penolong
ketika ada murid yang butuh ke toilet, atau sakit di kelas, bahkan ketika ada masalah yang
lebih rumit. Guru lah yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau berkelahi dengan
temannya, menjadi perawat, dan banyak peran lain yang sangat menuntut kesabaran,
kreatifitas dan profesionalisme. Dapat dikatakan bahwa guru menjadi pengganti orang tua
di sekolah.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan di sekolah merupakan pendidikan formal yang
dilalui oleh seorang anak setelah mendapat pendidikan secara informal dari orang tua di
rumah. Sekolah merupakan tempat anak memperoleh pengalaman, pengetahuan,
keterampilan melalui proses belajar secara formal. Sekolah juga adalah sarana untuk
interaksi dan bersosialisasi antara peserta didik dan guru. Sementara proses belajar
mengajar yang terjadi adalah sumbangsi dari guru yang memberikan bekal kepada anak
didik untuk kehidupan masa depan anak.
35
4. Teori Kognitif dari Jean Piaget
Jean Piaget mengemukakan teorinya secara terperinci mengenai perkembangan
intelektual anak dan dia berpendapat bahwa anak menciptakan sendiri pengetahuan mereka
tentang duniannya melalui interaksi mereka, berlatih menggunakan informasi-informasi
yang sudah mereka dengar sebelumnya dengan menggabungkan informasi baru dengan
keterampilan yang sudah dikenal, mereka juga menguji pengalamannya dengan gagasan-
gagasan baru (Mutiah, 2010: 48-50).
Menurut Piaget (1974) dalam Mutiah (2010), anak menjalani tahapan
perkembangan kognisi sampai akhirnya proses berpikir anak menyamai proses berpikir
orang dewasa. Sejalan dengan tahapan perkembangan kognisinya, kegiatan bermain
mengalami perubahan dari tahap sensor motorik, bermain khayal sampai kepada bermain
sosial yang disertai aturan permainan. Dalam teori Piaget ini, bermain bukan saja
mencerminkan sikap perkembangan kognisi anak, tetapi juga memberikan sumbangan
terhadap perkembangan kognisi itu sendiri (Mutiah, 2010: 48-50).
Mutiah (2010) menjelaskan argumentasi Piaget bahwa dalam proses belajar, anak-
anak akan menghadapi dua proses perkembangan kognitifnya. Untuk itu perlu adaptasi dan
adaptasi membutuhkan keseimbangan antara dua proses tersebut yang saling menunjang.
Pertama, asimilasi, yaitu proses memasukkan pengetahuan baru dalam pengetahuan yang
sudah ada. Kedua, akomodasi, yaitu proses menyesuaikan diri dan skema pengetahuan pada
36
lingkungannya. Piaget menambahkan bahwa saat bermain, anak tidak belajar sesuatu yang
baru, tetapi mereka belajar mempraktikkan dan menyesuaikan keterampilan yang baru
diperoleh. Meskipun bermain bukan penentu utama untuk perkembangan kognisi, akan
tetapi bermain memberi sumbangan yang sangat penting di dalam pengembangan
kecerdasan sosial anak (Mutiah, 2010: 102-103).
Piaget (1974) dalam Mutiah (2010) menambahkan jenis – jenis pengetahuan yang
diperoleh anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Jenis-jenis pengetahuan
tersebut meliputi; (1) pengetahuan tentang alam dan dunia sekitarnya; (2) pengetahuan
yang berkaitan dengan logika matematika; dan (3) pengetahuan-pengetahuan sosial. Hal
ini dikembangkan lebih lanjut dan Mutiah (2010:25) menggaris bawahi beberapa ide-ide
pokok tentang perkembangan kognitif anak dari Piaget adalah sebagai berikut:
a. Anak-anak adalah pembelajar yang aktif. Anak adalah partisipan aktif dalam
pembelajaran mereka sendiri, dan banyak yang dipelajari berasal dari aktivitas-
aktivitas keseharian mereka.
b. Anak-anak mengorganisir apa yang mereka pelajari dari pengalaman mereka.
c. Anak menyesuaikan lingkungan mereka melalui proses asimilasi dan akomodasi.
d. Anak kritis berinteraksi dengan lingkungan yang dapat mengembangkan
kemampuan kognitif mereka.
e. Anak kritis berinteraksi dengan orang lain.
f. Anak-anak berpikir sesuai dengan tingkatan umurnya.
37
Teori Kognitif Piaget dibangun berdasarkan kombinasi sudut pandang psikologi
yaitu aliran struktural dan aliran konstruktif. Psikologi struktural yang mewarnai teori
Piaget dapat dikaji dari pandangannya tentang inteligensi yang berkembang melalui
perkembangan kualitas struktur kongnitif. Sedangkan aliran konstruktif yang menyatakan
bahwa anak membangun kemampuan kongnitifnya melalui interaksi dengan dunia
sekitarnya (Yudhawati dan Haryanto, 2011)
Piaget dikenal dengan teorinya yang menggarisbawahi bahwa perkembangan
kognitif anak mempunyai empat aspek yang perlu dipahamai oleh orang tua dan guru yaitu;
1. Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf.
2. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan dunianya.
3. Interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya
dengan lingkungan sosial.
4. Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme
agar dia selalu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya (Yudhawati dan Haryanto, 2011).
38
Perkembangan kognitif individu meliputi empat tahapan yaitu : (1). Sensor motorik
(2) Pra oprasional, (3) Oprasional kongkret, (4) Oprasional formal. Kemampuan kognitif
sejalan dengan kemampuan sel-sel saraf otak. Teori dibangun berdasarkan kombinasi sudut
pandang psikologi yaitu aliran struktural dan aliran konstruktif. Psikologi struktural yang
mewarnai teori kognitif Piaget dapat dikaji dari pandangannya tentang inteligensi yang
berkembang melalui perkembangan kualitas struktur kognitif. Aliran konstruktif terlihat
dari pandangan Piaget yang menyatakan bahwa anak membangun kemampuan kognitifnya
melalui interaksi dengan dunia sekitarnya (Yudhawati dan Haryanto, 2011).
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Piaget mempunyai perhatian khusus
terhadap perkembangan kognitif anak dan dia percaya bahwa pada masa pertumbuhan,
anak-anak selalu aktif dalam kesehariannya. Mereka dapat belajar dari pengalamannya dan
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, seorang anak dapat pula
mengembangkan kognitifnya berdasarkan pengaruh, dan interaksi sosial yang dibangun
dari lingkungannya. Sehingga, perkembangan kognitif anak sangat tergantung dimana anak
tersebut bertumbuh.
39
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Sekilas mengenai Jean-Jacques Sempé dan René Goscinny
Jean-Jacques Sempé, biasanya dikenal sebagai Sempé (lahir 17 Agustus 1932), adalah
seorang kartunis Perancis, dikenal untuk seri buku komik anak-anak yang dia ciptakan
dengan René Goscinny, yaitu Le petit Nicolas. Karirnya dimulai di Perancis dalam konteks
industri komik Franco-Belgia. Sketsa gambar tunggal, di mana karakter berbicara dalam
gambar atau tidak sama sekali. Namun perlahan-lahan Sempé mendapat perhatian
internasional. Dia memenangkan penghargaan pertamanya pada tahun 1952 yang diberikan
untuk mendorong seniman amatir muda untuk menjadi profesional. Pada tahun 1950,
Sempé menjadi terkenal karena ciptaannya tentang karakter yang bernama Nicolas di
kartun nya untuk Le Moustique, sebuah buku komik yang diusulkan oleh René Goscinny
kepada Sempé (https://en.wikipedia.org/wiki/Jean-Jacques_Semp%C3%A9)
Le Petit Nicolas muncul pada tahun 1954 dan Les Récrés du Petit Nicolas muncul
pada tahun 1963 di Le Moustique. Sempé menggunakan pengalaman dan kenangannya
pada masa kecil untuk menggambarkan buku komik tersebut.
Sedangkan, René Goscinny (lahir 14 Agustus 1926) adalah seorang penulis Perancis,
editor yang humoris. Pada awalnya terkenal karena buku komik Asterix, dan dia
menciptakannya dengan illustrator Albert Uderzo. Komik Le Petit Nicolas atau Les Récrés
du Petit Nicolas diciptakan oleh René Goscinny dan diilustrasikan oleh Jean-Jacque Sempé
40
merupakan buku yang pertama kali menggambarkan versi ideal masa kanak-kanak tahun
1950-an di Perancis. (https://en.wikipedia.org/wiki/Ren%C3%A9_Goscinny).
Hingga saat ini, penulis belum menemukan studi terdahulu tentang Les Récrés du
Petit Nicolas karya René Goscinny dan Jean-Jacques Sempé sebagai objek kajian.
Meskipun demikian, penulis mendapatkan satu studi tentang perkembangan anak dengan
objek penelitian yang berbeda dan berjudul “Perkembangan Kepribadian Anak pada Tokoh
Malek dalam karya Janine Boissard” yang ditulis oleh Arham Sumar mahasiswa Sastra
Prancis Universitas Hasanuddin pada tahun 2014. Skripsi tersebut menjelaskan tentang
perkembangan kepribadian seorang anak yang bernama “Malek”, di mana Malek
mendapatkan banyak kejadian yang tak sepantasnya didapatkan oleh anak seusianya.
Kehidupan Malek penuh dengan berbagai masalah, mulai dari ketika dia mendengar bahwa
sang ayah telah meninggal dunia, sehingga dia harus berjuang di luar rumah dan
membuktikan kebenaran hatinya bahwa sang ayah masih hidup, selain itu dia juga
membantu orang-orang di sekitar ruang lingkup kehidupannya ketika mereka mendapatkan
masalah.
Jika penelitian Arham Sumar memotret anak yang berjuang untuk hidup di
lingkungannya, maka penelitian kali ini diambil dari kumpulan beberapa cerpen tentang
seorang anak bernama Nicolas yang mempunyai kehidupan layaknya seorang anak pada
umumnya, berkembang, bermain, dan berimajinasi sebagai seorang anak yang baru saja
belajar dengan kehidupan dengan mengenali lingkungan sekitarnya. Namun, Nicolas juga
41
menghadapi masalah kedisiplinan di sekolah dan di rumah, seperti merusak vas di ruang
tamu karena bermain bola dalam rumah, dan membawa mainan ke sekolah yang
membuatnya dihukum. Di situlah Nicolas belajar bahwa di dalam kehidupan sehari-hari
terdapat beberapa peraturan yang harus dipatuhi.
2. Kritik terhadap buku Les Récrés Du Petit Nicolas
Buku karya Jean-Jacques Sempé dan René Goscinny berjudul Les Récrés Du Petit
Nicolas ini merupakan buku yang berisi kumpulan-kumpulan cerpen tentang kehidupan
seorang anak yang bernama Nicolas. Buku ini juga menerima banyak kritikan dan pujian
yang disampaikan oleh para penikmatnya. Berikut adalah kritikan dan pujian terhadap
karya tersebut:
“J'adore le petit Nicolas/ Les récré du petit Nicolas, et c'est donc tout bonnement
que j'ai complété le reste de ma collection. La narration est vraiment originale, du
point de vue de Nicolas, point de vue d'un enfant qui comprend les choses à sa
manière pour son âge et avec ses mots. Les histoire toujours aussi marrantes. Petits
ou grands, le petit Nicolas séduit tout le monde. Un grand merci à Sempé et
Goscinny” Par Jessie, le 17 mai 2013
Saya suka buku ini, sehingga saya menyelesaikan sisa koleksi saya. Narasinya
benar-benar asli, dari perspektif Nicolas, pandangan anak yang memiliki cara untuk
hal-hal anak seusianya beserta dengan kata-katanya. Ceritanya selalu lucu. Anak-
anak atau orang dewasa, buku ini menggoda semua orang. Terima kasih yang
sebesar-besarnya untuk Sempé dan Goscinny.
“Des scènes de vie courtes, magnifiquement illustrées qui nous raconte à travers les
yeux des enfants leur vie à l'école, leur vision des parents, de l'éducation, de
l'argent. Un regard vrai qui fera sourire les petits et les grands.” Par Meuhmeuh,
le 2 septembre 2004
42
Kehidupan yang singkat merupakan gambaran indah yang memberitahu kita melalui
mata anak-anak tentang kehidupan mereka di sekolah, visi mereka tentang orang
tua, pendidikan, uang. Sebuah tampilan nyata yang akan membuat anak-anak dan
orang dewasa tersenyum.
“C’est un livre que j’ai vraiment apprécié et les images sont très jolies je trouve.
Franchement j’ai envie de le relire.C’est un livre à lire, les enfants adoreront!” Par
Joana, le 18 Février 2011
Saya menikmati membaca buku ini dan menurut saya gambar-gambarnya sangat
cantik.Terus terang saya ingin membacanya lagi. Buku ini adalah buku untuk anak-
anak dan mereka akan menyukainya.
(http://www.babelio.com/livres/Goscinny-Les-Recres-du-petit-Nicolas/8052)
(https://www.amazon.fr/R%C3%A9cr%C3%A9s-du-petit-Nicolas/dp/2070392597)
Dari ketiga kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa, buku Les Récrés Du Petit
Nicolas berisi cerita singkat tentang kehidupan sehari-hari Nicolas. Buku ini sangat bagus
untuk segala umur mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, dan buku ini juga dapat
membuat semua orang tersenyum saat membacanya.