pendekatan diagnosis dan tata laksana masalah makan...

26
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA UKK NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK 2014 Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia

Upload: ledan

Post on 01-Feb-2018

284 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

REKOMENDASIIKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

UKK NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK

2014

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana

Masalah Makan pada Batita

di Indonesia

Page 2: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia:

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seijin penulis dan penerbit.

Disusun oleh:Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit MetabolikIkatan Dokter Anak Indonesia

Diterbitkan pertama kali tahun 2014Cetakan Pertama

Page 3: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

iii

Tim PenyusunUKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Damayanti Rusli Sjarif

Klara Yuliarti

Tiangsa Sembiring

Gustina Lubis

Julius Anzar

Titis Prawitasari

Endang Dewi Lestari

Maria Mexitalia

Neti Nurani

Nur AisiyahWidjaja

Anik Puryatni

I Gusti Lanang Sidiartha

Aidah Juliaty Baso

Page 4: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

iv

Page 5: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

v

SambutanPengurus Pusat

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Salam sejahtera dari Ikatan Dokter Anak Indonesia

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI, khususnya tim peneliti multisenter Masalah Makan pada Anak Usia 1 sampai 3 Tahun di Indonesia, atas segala kerja keras dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan Rekomendasi ini.

Nutrisi merupakan aspek penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Nutrisi optimal akan mendukung tumbuh kembang anak yang optimal. Dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi seorang anak, sering didapatkan masalah makan yang meliputi jenis makanan dan perilaku makan. Luasnya variasi masalah makan dengan etiologinya yang kompleks dan multifaktorial menyebabkan variasi yang luas dalam tata laksana masalah makan. Bila tidak ditata laksana dengan benar, masalah makan dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan status gizi yang selanjutnya berdampak jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.

UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik berusaha mengidentifi kasi secara komprehensif penyebab masalah makan pada bawah tiga tahun (batita) di Indonesia. Hal ini penting karena rekomendasi klasifi kasi dan manajemen masalah makan di luar negeri tidak dapat serta merta diterapkan di Indonesia. Rekomendasi ini disusun berdasarkan jerih payah penelitian multisenter masalah makan batita yang telah dimulai sejak tahun 2010. Oleh karena itu, sudah sepantasnya IDAI mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti untuk upaya dan hasil yang diperolehnya.

Page 6: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

vi

Rekomendasi yang dikeluarkan IDAI diharapkan dapat memberikan penyamaan persepsi tentang berbagai masalah kesehatan anak kepada semua anggota IDAI dan praktisi kesehatan anak lainnya. Diharapkan dengan rekomendasi ini kesimpangsiuran mengenai penatalaksanaan masalah makan dapat diluruskan.

Dr. Badriul Hegar, Ph.D, SpA(K)Ketua Umum

Page 7: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

vii

Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNyalah Rekomendasi Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Anak usia 1 sampai 3 Tahun dapat diselesaikan. Terimakasih kepada seluruh anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI yang telah bekerja keras menyusun rekomendasi ini.

Semua dokter anak dalam prakteknya pernah mendapat pasien yang dikeluhkan oleh orangtuanya memiliki masalah makan, baik berupa makan sedikit, makan lama, dan pilih-pilih makan. Masalah makan dapat mengganggu asupan nutrisi dan status nutrisi. Selanjutnya, gizi kurang atau gizi buruk berisiko mengakibatkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan serorang anak. Makan dan pemberian makan merupakan aktivitas yang dipengaruhi faktor budaya, sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan, sehingga penatalaksanaan masalah makan merupakan hal yang spesifi k untuk tiap negara, bahkan antar suku dalam satu negara. Oleh karena itu, UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI pada tahun 2012 melakukan penelitian multisenter masalah makan pada bawah tiga tahun (batita) di 11 kota di Indonesia, yaitu Padang, Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Malang, dan Makasar dalam upaya menyusun rekomendasi masalah makan yang berbasis bukti dan dapat diterapkan di Indonesia.

Hasil penelitian multisenter masalah makan pada batita menunjukkan bahwa pengetahuan orangtua mengenai makanan yang tepat untuk usia (age-appropriate food) dan perilaku makan yang benar masih rendah, sehingga menyebabkan praktek pemberian makan yang tidak tepat (inappropriate feeding practice). Masalah makan lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah small eaters, parental misperception, dan food preference. Pendidikan mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa bayi sebagai upaya pencegahan terjadinya masalah makan.

Page 8: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

viii

Rekomendasi ini dilengkapi dengan algoritme praktis diagnosis dan tata laksana masalah makan pada batita untuk menuntun pola berpikir seorang dokter anak yang mendapat pasien dengan masalah makan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan rekomendasi ini. Untuk itu kami mohon kritik dan saran untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga Rekomendasi ini bermanfaat sesuai dengan harapan.

Penyusun

Page 9: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

ix

Daftar Isi

Tim Penyusun .......................................................................................... iii

Sambutan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia ......................... v

Kata Pengantar ........................................................................................ vii

Daftar Singkatan ....................................................................................... x

1. Latar belakang .................................................................................... 1

Penjelasan algoritma .......................................................................... 4

1.1. Red fl ag (tanda bahaya) yang harus dievaluasi dan ditangani pada setiap keluhan masalah makan ................................................ 4

1.2. Status Nutrisi .......................................................................... 5

1.3. Feeding rules ............................................................................. 5

2. Tata laksana ....................................................................................... 6

2.1. Inappropriate feeding practice ..................................................... 6

2.2. Small eaters ................................................................................ 7

2.3. Food preference ........................................................................ 10

2.4. Parental misperception .............................................................. 12

3. Tata laksana multidisiplin ............................................................... 13

Daftar Pustaka ......................................................................................... 14

Page 10: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

x

Daftar Singkatan

ASI : Air Susu IbuBB : Berat BadanFSMP : Foods for Special Medical PurposesIDAI : Ikatan Dokter Anak IndonesiaIMT : Indeks Massa TubuhKGB : Kelenjar Getah Beningkkal : kilo kaloriMP-ASI : Makanan Pendamping – Air Susu Ibung : nanogramONS : Oral Nutrition SupplementSD : Standar Deviasi TB : Tinggi BadanPB : Panjang BadanWHO : World Health Organization

Page 11: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 1

1. Latar belakang

Pemberian makan merupakan bagian penting dari kehidupan bayi dan anak di bawah tiga tahun (batita) dan sebagian besar interaksi orangtua dan anak terjadi pada saat pemberian makan.1 Pemberian makan pada bayi dan batita dianggap sebagai proses yang natural, namun demikian, 50-60% orangtua melaporkan bahwa anak mereka mengalami masalah makan. Setelah dievaluasi lebih lanjut, didapatkan bahwa anak yang memang memiliki masalah makan adalah 20-30% dan hanya 1-2% mengalami masalah makan yang serius dan berkepanjangan.1 Sedangkan, pada anak dengan gangguan neurologis, prevalensi masalah makan lebih tinggi, yaitu sekitar 80%.2 Prevalensi masalah makan yang bervariasi disebabkan oleh variasi terminologi dan klasifi kasi yang digunakan. Studi di Chicago melaporkan bahwa masalah perilaku makan yang paling sering dijumpai pada bayi adalah tidak selalu lapar pada saat makan (33%), sedangkan masalah perilaku makan pada batita meliputi tidak selalu lapar saat jam makan (52%), mencoba mengakhiri makan setelah beberapa suapan (42%), “picky eating” (35%), dan kuatnya preferensi makanan tertentu (33%). Batita picky eaters makan lebih lambat dibandingkan yang bukan picky eaters (23,3 menit vs 19,7 menit, p<.04).3 Studi di New Zealand melaporkan 24% anak usia 2 tahun memiliki masalah makan4 dan the Gateshead Millenium Baby Study di Inggris melaporkan 20% orangtua menganggap batita mereka mengalami masalah makan, terutama hanya mau makanan tertentu (17%) dan memilih minuman dibandingkan makanan (13%).5

Masalah makan berdampak buruk terhadap kesehatan anak, seperti gangguan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, dan bahkan kematian.6 Selain itu, masalah makan berpotensi menyebabkan gangguan kognitif dan perilaku, serta dikaitkan dengan gangguan cemas dan kelainan makan (eating disorder) pada anak, remaja, dan dewasa muda.7 Satu bukti ilmiah melaporkan bahwa hanya 50% ibu yang menyatakan bahwa nasihat dari dokter anak memecahkan masalah makan pada anak mereka yang berusia 1-6 tahun.8 Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang dokter anak untuk memahami, mampu mengidentifi kasi serta menangani masalah makan secara dini.

Penyebab masalah makan sangat bervariasi sehingga memunculkan berbagai klasifi kasi masalah makan dengan kelebihan dan keterbatasan

Page 12: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia2

masing-masing. Berdasarkan Diagnosis of State and Mental Disorders-IV (DSM-IV), masalah makan diklasifi kasikan dalam tiga kelompok, yaitu feeding disorder of infancy or early childhood, pika, dan ruminasi.9 Bonnin membagi masalah makan berdasarkan tiga penyebab, yaitu abnormalitas struktural, kelainan neurodevelopmental, dan masalah perilaku makan.10 Chatoor mengklasifi kasikan kesulitan makan menjadi enam kelompok dan lebih menekankan pada masalah perilaku makan,11 sedangkan Kerzner membagi masalah makan mejadi empat kelompok besar, yaitu limited appettite, highly selective intake, colic, dan fear of feeding.12

Berbagai klasifi kasi masalah makan yang tumpang tindih menyulitkan dokter maupun dokter anak untuk menerapkan klasifi kasi tersebut dalam penanganan masalah makan di praktek. Klasifi kasi masalah makan ini pun dapat berbeda antar negara karena perbedaan latar belakang budaya, tingkat pendidikan, dan sosio-ekonomi. Untuk mendiagnosis dan menangani masalah makan dengan benar dibutuhkan klasifi kasi yang sesuai dengan negara, serta pendekatan diagnosis dan tata laksana yang praktis.

Penelitian pendahuluan di Jakarta, Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan bahwa inappropriate feeding practice merupakan salah satu penyebab masalah makan yang bermakna (30%) pada anak usia 1-3 tahun.13 Inappropriate feeding practice didefi nisikan sebagai perilaku makan yang salah, yaitu tidak mengikuti feeding rules atau pemberian makanan yang tidak sesuai usia. Praktek pemberian makan yang salah, meliputi jenis makanan dan perilaku makan, berkontribusi besar terhadap terjadinya inappropriate feeding practice. Praktek pemberian makan yang salah sering kali sudah terjadi sejak periode penyapihan, yaitu saat dimulainya pemberian makanan pendamping ASI (MPASI).14 Periode penyapihan merupakan periode penting untuk mengenalkan makanan dan melatih kemampuan oromotor agar anak dapat mengonsumsi makanan keluarga.15

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ini, dilakukan penelitian nasional multisenter yang melibatkan 1116 anak usia 1-3 tahun dari 11 propinsi di Indonesia yang mengalami masalah makan atau berat badan. Hasilnya didapatkan bahwa terdapat tiga temuan utama yang menjadi acuan penegakan diagnosis, yaitu keluhan orangtua, status gizi, dan penerapan feeding rules. Berdasarkan tiga temuan utama ini, masalah makan dapat diklasifi kasikan menjadi inappropriate feeding practice, small eaters, dan parental misperception. Inappropriate feeding practice dapat terjadi

Page 13: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

3

Penerapan feeding rulessalah

Penerapan feeding rulesbenar

Inappropriate feeding practice

Edukasi feeding rules dan penerapan Asuhan NutrisiPediatrik Pemantauan setelah 1 2 minggu

Berat badan tetap/turun

Sekunder

Feeding rules benarFeeding rules salahFeeding rules salahFeeding rules benar

Gizi baikGizi kurang

Keluhan masalahmakan

Elaborasi dan tata laksanared flags

Feeding rulesHigh calorie food,

include ONS

KuantitatifSmall eaters

KualitatifFood preference

Systematic introduction ofnew food

Selectiveeater

Pickyeater

Berat badan naik

Primer (Kurangpengetahuan)

Feeding rules

Parental Misperception

Reassurance ofFeeding rules

Small eaters

Feeding rulesHigh calorie food,

include ONS

Algoritma pendekatan diagnosis dan

tata laksana masalah makan

*Asuhan Nutrisi Pediatrik diterapkan pada semua pasien secara simultan dengan pendekatan tata laksana masalah makan

**ONS, Oral Nutrition Supplement

Page 14: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia4

primer karena kurangnya pengetahuan orangtua mengenai pemberian makan yang benar atau sekunder sebagai respons terhadap small eaters, parental misperception, dan food preference.16 Ketidakmampuan orangtua untuk memberi makan secara benar dapat mengakibatkan masalah makan. Ketidakmampuan ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai empat aspek cara pemberian makan yang benar, yaitu (1) tepat waktu, (2) kuantitas dan kualitas makanan, (3) penyiapan dan penyajian yang higienis, serta (4) pemberian makan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak dengan menerapkan feeding rules.6,15

Berdasarkan hasil penelitian nasional multisenter “Identifi kasi dan Klasifi kasi Masalah Makan pada Anak Usia 1-3 Tahun di Indonesia” yang dilakukan tahun 2012, maka UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI menyusun rekomendasi Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan.

Penjelasan algoritma

1.1. Red fl ag (tanda bahaya) yang harus dievaluasi dan di-

tangani pada setiap keluhan masalah makan:10,12,17

Terdapat manifestasi klinis tertentu merupakan tanda bahaya yang harus dievaluasi dan ditangani secara komprehensif oleh ahli yang kompeten dan simultan pada setiap keluhan masalah makan, yaitu:1. Kelainan struktural

- Abnormalitas naso-orofaring: atresia koana, bibir sumbing, sekuens Pierre Robin, makroglosia, ankiloglosia

- Abnormalitas laring dan trakea: laryngeal cleft, kista laring, stenosis subglotis, laringo-trakeomalasia

- Abnormalitas esofagus: fi stula trakeoesofageal, atresia/stenosis esofagus, striktur esofagus, cincin vaskular

2. Kelainan neurodevelopmental, misalnya:- Palsi serebral- Malformasi Arnold-Chiari- Meningomielokel- Disautonomia familial

Page 15: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 5

- Distrofi muskular- Miastenia gravis- Distrofi okulofaringeal

3. Tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya masalah medis yang mendasari masalah makan, antara lain:- Muntah/regurgitasi berulang- Posisi Sandifer (back arching)- Diare berulang / diare kronik / diare berdarah- Batuk lebih dari 2 minggu atau batuk lebih dari 3 episode dalam

kurun waktu 3 bulan- Tampak kesakitan/menangis/menjengking saat diberi makan- Pucat- Demam yang tidak diketahui penyebabnya selama 2 minggu- Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher/inguinal/aksila- Sesak saat minum

1.2. Status Nutrisi

Status nutrisi untuk anak usia 1-3 tahun ditentukan berdasarkan kurva berat badan menurut panjang/tinggi badan WHO 2006.18

Tabel 1. Interpretasi status nutrisi berdasarkan kurva WHO 200618

BB/TB Z-score Interpretasi

>+3 SD Obese (Obesitas) hitung dan plot IMTDiagnosis obesitas ditegakkan berdasarkan kurva IMT

>(+2 SD) sampai (+3 SD) Overweight (Gizi lebih) hitung dan plot IMTDiagnosis gizi lebih ditegakkan berdasarkan kurva IMT

>(+1 SD) sampai (+2 SD) At risk of overweight

(+2 SD) sampai (-2 SD) Normal (Gizi baik/cukup)

<(-2 SD) sampai (-3 SD) Wasted (Gizi kurang)

<(-3 SD) Severely wasted (Gizi buruk)

IMT, Indeks Massa Tubuh

Page 16: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia6

1.3. Feeding rules

Feeding rules adalah aturan dasar pemberian makan, tercantum pada Tabel 2.Tabel 2. Feeding rules (Aturan pemberian makan)10,19

Jadwal Ada jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teratur, yaitu tiga kali makanan utama dan dua kali makanan kecil di antaranya. Susu dapat diberikan dua – tiga kali sehari.Waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit Hanya boleh mengonsumsi air putih di antara waktu makan

Lingkungan Lingkungan yang menyenangkan (tidak boleh ada paksaan untuk makan)Tidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elek-tronik) saat makanJangan memberikan makanan sebagai hadiah

Prosedur Dorong anak untuk makan sendiriBila anak menunjukkan tanda tidak mau makan (mengatupkan mulut, memalingkan kepala, menangis), tawarkan kembali makanan secara netral, yaitu tanpa membujuk ataupun memaksa. Bila setelah 10-15 menit anak tetap tidak mau makan, akhiri proses makan.

Sumber: Bernard-Bonnin10, Benoit19

2. Tata laksana

2.1. Inappropriate feeding practice

Inappropriate feeding practice adalah masalah makan yang disebabkan oleh perilaku makan yang salah ataupun pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia. Penyebab inappropriate feeding practice perlu ditelusuri lebih lanjut, primer ataukah sekunder. Inappropriate feeding practice primer disebabkan karena kurangnya pengetahuan orangtua mengenai empat aspek cara pemberian makan yang benar, yaitu (1) tepat waktu, (2) kuantitas dan kualitas makanan, (3) penyiapan dan penyajian yang higienis, serta (4) pemberian makan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak dengan menerapkan feeding rules.10,15

Penatalaksanaan inappropriate feeding practice adalah edukasi feeding rules yang benar (Tabel 2) sebagai bagian dari penerapan asuhan nutrisi pediatrik. Perlu diberikan edukasi mengenai pemberian makanan sesuai usia (age-appropriate food) serta kualitas dan kuantitas makanan. Pemberian

Page 17: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 7

makanan sesuai usia mencakup aspek tekstur dan rasio makanan padat dan cair.20 Beberapa orangtua mengeluhkan anak tidak mampu mengonsumsi makanan dengan tekstur yang sesuai dengan usianya, misalnya anak usia 1 tahun hanya mampu mengonsumsi makanan lumat atau diblender. Pada anak sehat dengan perkembangan normal, hal ini umumnya terkait dengan kurangnya latihan oromotor pada periode kritis, yaitu usia 6-12 bulan.14,20 Rasio makanan padat dan cair juga harus diperhatikan, untuk anak usia 1 tahun, dianjurkan makanan padat sebanyak 70% dan makanan dalam bentuk cair (susu) sebanyak 30% dari total kebutuhan kalori dalam sehari.20

Kualitas dan kuantitas makanan juga perlu dievaluasi. Kuantitas makanan yang cukup akan menghasilkan status gizi yang baik, namun tidak otomatis menyatakan kualitas makanan yang baik. Sebagai contoh, pada anak dengan gizi baik terdapat 10% anak yang mengalami defi siensi besi (feritin serum <10 ng/mL).16 Kualitas makanan dinilai dari kelengkapan konsumsi empat kelompok utama makanan, yaitu (1) karbohidrat, (2) protein, (3) sayur dan buah, dan (4) susu. Konsumsi makanan yang tidak seimbang berisiko menyebabkan defi siensi makronutrien atau mikronutrien tertentu.20

2.2. Small eaters

Small eaters adalah terminologi yang dipakai untuk anak dengan keluhan makan sedikit, status gizi kurang, dan feeding rules benar. Literatur lain menggunakan terminologi infantile anorexia,11 vigorous child with little interest in feeding.12 Menurut Chatoor, anak yang termasuk dalam kelompok ini memiliki respons otonomik yang berbeda. Onset penolakan makan umumnya terjadi pada saat transisi ke makanan pendamping ASI atau makan mandiri, yaitu pada usia 6 bulan sampai 3 tahun.11 Anak yang termasuk small eaters adalah anak aktif, perkembangan normal, seringkali lebih tertarik pada lingkungan dibandingkan makanan, dan tidak memiliki masalah medis yang mendasari. Orangtua yang memiliki anak dengan masalah ini umumnya menjadi cemas dan mengompensasi makan yang sedikit dengan pemberian camilan, yang justru menurunkan selera terhadap makanan utama dan pada akhirnya menyebabkan orangtua memaksa anak makan. Bila small eaters tidak ditangani dengan benar, anak dapat mengalami gagal tumbuh.

Tata laksana ditujukan untuk meningkatkan nafsu makan dengan

Page 18: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia8

menciptakan rasa lapar, sehingga anak dapat menikmati makan. Ini dapat dicapai dengan penerapan feeding rules, yaitu adanya jadwal makan yang terstruktur dan teratur sehingga menciptakan rasa lapar dan kenyang. Walaupun anak hanya makan sedikit, perlu diingatkan agar orangtua tidak tergoda untuk menawarkan makanan maupun susu di luar jadwalnya. Air putih diperbolehkan sesudah makan atau di antara jam makan. Orangtua juga disarankan agar mengurangi seminimal mungkin distraksi selama proses pemberian makan dan memberikan hukuman yang konsisten untuk memperbaiki perilaku yang merusak. Distraksi dapat berupa televisi, mainan, perangkat permainan elektronik, dan lain-lain.

Anak dengan small eaters berisiko mengalami gagal tumbuh karena asupan yang kurang. Oleh karena itu, pertumbuhan harus dipantau berkala dan berat badan harus naik sesuai grafi k pertumbuhan. Untuk menangani gagal tumbuh pada kelompok ini, dibutuhkan peningkatan densitas energi dan nutrien yang dapat dicapai dengan beberapa cara. Koletzko dan Doukopil menyarankan pendekatan berikut secara berurutan untuk meningkatkan densitas energi:20 (1) analisis diet, kebutuhan kalori, dan masalah makan; (2) konseling individu mengenai asupan diet dan praktek pemberian makan; (3) tawarkan makanan utama dan camilan lebih sering; (4) peningkatan kalori makanan rumah atau formula dengan polimer glukosa dan/atau lemak dalam bentuk minyak, mentega, santan, atau susu; (5) penggunaan suplemen nutrisi oral (ONS, Oral Nutrition Supplement); (6) pemberian nutrisi enteral; (7) pemberian nutrisi parenteral.

Makanan yang dianjurkan untuk anak usia 1-3 tahun terdiri dari makanan keluarga berupa makanan padat dan ASI/susu dengan rasio 70% makanan padat dan 30% ASI/susu.21 Perhitungan kebutuhan kalori total dilakukan berdasarkan rekomendasi asuhan nutrisi pediatrik IDAI.22 Susu formula untuk anak usia 1-3 tahun dikelompokkan sebagai susu formula pertumbuhan dan komposisinya diatur oleh Codex Standard for Follow-up Formula (Codex 1987).23 Susu formula untuk anak usia 6-36 bulan memiliki kalori 60-85 kkal/100 mL.23

Suplemen nutrisi oral (ONS) didefi nisikan sebagai suplemen asupan oral yang digunakan berdasarkan tujuan medis khusus sebagai tambahan makanan normal. Sinonim untuk ONS adalah sip feeds.24 Menurut regulasi the European Union Commission Directive 1992/21/EC tertanggal 25 Maret 1999, ONS diklasifi kasikan sebagai nutrisi enteral.25 Terminologi nutrisi

Page 19: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 9

enteral mencakup semua bentuk dukungan nutrisi yang menggunakan makanan untuk keperluan medis khusus, tanpa memandang rute pemberian, artinya dapat diberikan lewat sonde (enteral) maupun oral.24,26 Produk yang tersedia untuk anak dapat berupa kemasan cair siap minum atau bubuk yang harus dilarutkan dengan air sebelum diberikan. Komposisi nutrien untuk nutrisi enteral harus disesuaikan dengan usia. Densitas energi standar untuk formula enteral adalah 0,9-1,2 kkal/mL.26 Formula dengan densitas energi tersebut sesuai digunakan untuk memenuhi kebutuhan batita small eater tanpa membutuhkan forced feeding, karena batita small eater hanya dapat mengonsumsi makanan dalam jumlah kecil. Formula dengan densitas energi tinggi (>1,2 kkal/mL) berguna untuk anak dengan peningkatan kebutuhan energi.24,26

Menurut Codex Standard for the Labelling and Claims for Foods for Special Medical Purposes, Codex-STAN 180-1991, foods for special medical purposes (FSMP) dikategorikan sebagai makanan untuk keperluan diet khusus yang diproses atau diformulasi secara khusus dan digunakan untuk manajemen diet pasien dan hanya digunakan di bawah pengawasan dokter. Pengiklanan produk untuk publik harus dilarang.27 Penggunaan ONS harus di bawah pengawasan dokter yang mengetahui indikasi pemberian, memastikan pasien mendapatkan dosis serta cara pemberian yang benar (diresepkan), memantau akseptabilitas, toleransi dan efektivitas, serta menghentikan penggunaan ONS bila sudah tidak diperlukan lagi.

Suatu studi di Irlandia menunjukkan bahwa peresepan ONS meningkat dalam empat tahun terakhir, namun dokter yang meresepkan tidak melakukan kajian nutrisi komprehensif pada pasien. Studi tersebut juga menemukan bahwa edukasi yang diberikan dokter kepada pasien malnutrisi sangat terbatas, baik dalam hal diet maupun edukasi berkaitan dengan ONS yang diresepkan.28 Jumlah pemberian ONS harus dihitung dengan menerapkan asuhan nutrisi pediatrik untuk memastikan jumlah pemberian tepat sehingga efektif namun di sisi lain juga tidak kurang atau berlebihan.25 Harus diingat bahwa tujuan akhir adalah anak dapat makan normal sesuai usia (age-appropriate food), yaitu untuk anak 1-3 tahun berupa makanan padat 70% dan susu atau makanan cair 30%.21 Bila menggunakan ONS 1 mL/kkal, maka maksimal penggunaan untuk anak usia 1-3 tahun berkisar 300-400 mL per hari. Penelitian multisenter masalah makan pada batita di Indonesia menunjukkan sebanyak 115 dari 605 (24%) batita mengonsumsi

Page 20: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia10

susu lebih dari 500 mL/hari, berupa susu formula dan ONS.16 Pemberian ONS dengan densitas 1 kkal/ml tanpa pengawasan dokter berisiko menyebabkan obesitas, karena penelitian Evi dan Sjarif (2007) pada anak obesitas menunjukkan bahwa pemberian susu formula bayi (dengan densitas energi yang lebih rendah 0,6-0,72 kkal/ml) sudah merupakan faktor risiko obesitas dengan adjusted odds ratio 1,71 (interval kepercayaan 95% 1,04-2,82) dengan attributable risk 25,7.29 Perlu diperhatikan bahwa persentase obesitas pada anak usia 2-5 tahun di Indonesia yang dianalisis berdasarkan data Riskesdas dengan kriteria Indeks Massa Tubuh lebih dari persentil 95 (kurva CDC-NCHS 2000) meningkat dari 12,8% (2007) menjadi 19,9% (2010).30

2.3. Food preference

Terminologi food preference mencakup keluhan pilih-pilih makan atau penolakan terhadap makanan tertentu. Terdapat gradasi yang cukup luas dalam hal food preference. Anak normal dapat mengalami neofobia dalam fase perkembangannya, yaitu penolakan terhadap makanan baru.31 Dovey menyatakan bahwa terminologi ini berasal dari teori Rozin’s omnivore’s dilemma, yaitu suatu proses yang digambarkan sebagai mekanisme evolusi survival yang menguntungkan untuk membantu anak menghindari konsumsi substansi beracun saat sang anak sudah memiliki kemampuan mobilitas dan memilih makanannya sendiri tanpa pengawasan orangtua.32 Terdapat argumentasi mengenai onset usia terjadinya food neophobia. Beberapa literatur menyatakan food neophobia mulai terjadi pada usia 1-3 tahun dan mencapai puncak pada usia 2-6 tahun.32-35 Perilaku ini menurun seiring bertambahnya usia dan relatif stabil pada titik terendah pada usia dewasa.36

Mennella melaporkan bahwa paparan terhadap rasa sudah terjadi melalui cairan amnion in utero atau melalui ASI.37 Neofobia yang merupakan fase normal dalam perkembangan seorang anak dapat berlanjut menjadi penolakan berkepanjangan dan konsisten terhadap makanan tertentu sehingga menimbulkan masalah makan berupa food preference, yang memiliki spektrum mulai dari picky eater sampai selective eater.32,33

Picky eater umumnya didefi nisikan sebagai anak yang mau mengonsumsi berbagai jenis makanan baik yang sudah maupun belum dikenalnya tetapi

Page 21: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 11

menolak mengonsumsinya dalam jumlah yang cukup.38-40 Selain kuantitas makanan yang tidak adekuat,41 picky eating juga mencakup masalah rasa dan tekstur makanan. Sedangkan food neophobia adalah terminologi yang menyatakan penolakan terhadap jenis makanan yang belum dikenal. Pada dasarnya, picky eater dibedakan dari food neophobia melalui novelty makanan (apakah makanan tersebut baru bagi sang anak).32

Pada rekomendasi ini, food preference dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kelengkapan kelompok makanan yang dikonsumsi, yaitu picky eater dan selective eater. Picky eater didefi nisikan sebagai anak yang menolak makanan tertentu atau pilih-pilih makan, namun masih mengonsumsi minimal satu macam dari setiap kelompok makanan, yaitu karbohidrat, protein, sayur/buah, dan susu, sedangkan selective eater adalah anak yang menolak semua jenis makanan dalam kelompok makanan tertentu, misalnya menolak semua makanan sumber protein.32, 42 Picky eater masih merupakan fase normal dalam perkembangan seorang anak, sedangkan selective eater merupakan food preference yang patologis karena menyebabkan hilangnya asupan salah satu dari keempat kelompok makanan sehingga anak berisiko mengalami defi siensi makronutrien atau mikronutrien tertentu.40 Selective eater umumnya terjadi pada anak dengan gangguan perkembangan tertentu, misalnya autistic spectrum disorder, posttraumatic feeding disorder, gangguan menelan, keterlambatan oromotor, dan kelainan gastrointestinal.42

Faktor yang memengaruhi terjadinya food neophobia dan food preference antara lain paparan makanan pada usia dini, tekanan dalam proses makan, tipe kepribadian, parental feeding styles, dan pengaruh lingkungan.32 Intervensi perilaku berupa pengenalan makanan baru sejak usia dini merupakan salah satu upaya pencegahan picky eater.32 Tata laksana picky eater maupun selective eater adalah mengatasi ketidaksukaan terhadap makanan dengan pengenalan sistematik terhadap makanan baru (systematic introduction of new food), menggunakan prinsip berikut:1. Sajikan makanan dalam porsi kecil10,19 2. Pilihan makanan orangtua akan memengaruhi menu yang disajikan

bagi anak.43 Oleh karena itu, perlu diperhatikan agar orangtua me-nyajikan berbagai jenis makanan walaupun makanan tersebut bukan kesukaan orangtua.

3. Paparkan anak terhadap makanan baru sebanyak 10-15 kali.32 Peneli-tian menunjukkan 10 atau lebih paparan dibutuhkan untuk mening-

Page 22: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia12

katkan penerimaan terhadap makanan pada anak usia 2 tahun, sedang-kan untuk anak usia 4-5 tahun dibutuhkan 8 sampai 15 kali paparan.44 Untuk pengenalan awal, makanan dapat disajikan di piring orangtua.

4. Sajikan makanan di meja pada jarak yang terjangkau oleh anak, tanpa menawarkan ke anak. Batita umumnya lebih tertarik mencoba makan-an baru bila mereka memegang kendali, namun bila mereka diminta atau disuruh memakan sesuatu, maka umumnya mereka secara spon-tan akan menolak.

5. Orangtua memberikan contoh makan yang menyenangkan tanpa menawarkan makanan sampai ketakutan anak menghilang dan anak mengekspresikan ketertarikan pada makanan. Semakin banyak orang di sekitar anak yang makan makanan serupa, maka anak akan makin tertarik.

6. Jika paparan terhadap makanan menyebabkan anak ingin muntah atau bahkan muntah, hentikan makanan tersebut dan cobalah makanan yang lebih mendekati makanan yang disukai anak.

7. Campurlah sedikit makanan baru dengan makanan yang sudah disu-kai anak dan perlahan-lahan tingkatkan proporsi makanan baru (food chaining).

8. Orangtua harus tetap bersikap dan berpikir netral dan tenang dalam menyikapi asupan makanan anak.

Salah satu metode pengenalan makanan secara sistematik adalah food chaining, yaitu suatu program pemberian makanan yang dirancang secara individual, bertujuan meningkatkan khasanah makanan dengan menekankan pada gambaran yang sama (rasa, suhu, penampilan, dan tekstur) antara makanan yang telah diterima dan makanan yang ditargetkan untuk diberikan. Sebagai contoh, pemberian modifi kasi olahan kentang memungkinkan progresivitas dari french fries ke pai ayam.45 Penelitian Cox pada 10 anak usia 1-14 tahun dengan food selectivity ekstrim menunjukkan bahwa food chaining selama tiga bulan dapat meningkatkan penerimaan makanan secara bermakna.45

2.4. Parental misperception

Parental misperception didefi nisikan sebagai anak yang menurut pendapat orangtua memiliki masalah makan, namun setelah dianamnesis lebih lanjut

Page 23: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 13

orangtua/pengasuh sudah menerapkan feeding rules dengan benar dan anak memiliki status gizi baik. Pada kasus ini, diberikan reassurance dan apresiasi pada orangtua bahwa status gizi anak sudah baik dan orangtua sudah menerapkan feeding rules dengan benar.

3. Tata laksana multidisiplin

Keberhasilan tata laksana masalah makan bergantung pada derajat masalah makan dan kerjasama keluarga dengan tim dokter. Keluarga yang dimaksud mencakup orangtua dan seluruh anggota keluarga yang terlibat dalam proses pemberian makan dan pengasuhan anak.6

Untuk masalah makan yang berat, dibutuhkan tim multidisiplin yang terdiri dari dokter anak sebagai ketua tim, dokter spesialis kedokteran fi sik dan rehabilitasi, dokter spesialis kedokteran jiwa yang berpengalaman menangani masalah makan pada anak, dan dietisien anak. Masalah medis yang mendasari masalah makan juga harus ditangani dengan benar.

Page 24: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia14

Daftar Pustaka1. Lindberg L, Bahlin G, Hagekull S. Early feeding problems in a normal population. Int J Eat Disord 1991;10:395-405.2. Reilly SM, Skuse DH, Wolke D, et al. Oral-motor dysfunction in children who fail to thrive: Organic or non-organic? Dev Med Child Neurol 1999;4:115-122. 3. Reau NR, Senturia YD, Lebailly SA, Christoff el KK, the Pediatric Practice Research Group. Infant and toddler feeding patterns and problems: normative data and a new direction. J Dev Behav Pediatr. 1996;17:149-53.4. Beautrais A, Fergusson D, Shannon F. Family life events and behavioral problems in preschool-aged children. Pediatrics. 1982;70:774–9.5. Wright CM, Parkinson KN, Shipton D, Drewett RF. How do toddler eating problems relate to their eating behavior, food preferences, and growth? Pediatrics. 2007;120;e1069-75.6. Manikam R, Perman JA. Pediatric feeding disorders. J Clin Gastroenterol. 2000;30:34-46. 7. Marchi M, Cohen P. Early childhood eating behaviors and adolescent eating disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1990;29:112-7. 8. Jin X, et al. Chinese J Child Health Care. 2009;17:387-929. Bryant-Waugh R, Markham L, Kreipe RE, Walsh BT. Feeding and eating disorders in childhood. Int J Eat Disord. 2010;43:98-111.10. Bernard-Bonnin AC. Feeding problems of infants and toddlers. Can Fam Physician 2006;52:1247-51.11. Chatoor I. Diagnosis and treatment of feeding disorders in infants, toddlers, and young children. Washington: Zero to Th ree; 2009.12. Kerzner B. Clinical investigation of feeding diffi culties in young children: a practical approach. Clin Pediatr. 2009;48:960-5.13. Masalah makan pada batita. Penelitian pendahuluan. Sjarif DR. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011. [unpublished]14. WHO. Global strategy for infant and young child feeding. Geneva: World Health Organization; 2003.15. Sullivan SA, Birch LL. Infant dietary experience and acceptance of solid foods. Pediatrics 1994;93:271-7.16. Sjarif DR, Yuliarti K, Lubis G, Sembiring T, Anzar J, Prawitasari T, dkk. Identifi kasi dan klasifi kasi masalah makan pada anak usia 1 sampai 3 tahun di Indonesia [Dalam proses publikasi].

Page 25: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 15

17. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita C. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2007. Bab 3. Hal. 41.18. WHO Multicentre Growth Reference Study Group. Complementary feeding in the WHO Multicentre Growth Reference Study. Acta Pædiatrica. 2006; S450:27-37.19. Benoit D, Art-Rodas D. Feeding problems in infancy and early childhood: Identifi cation and management. Paediatr Child Health. 1998;3:21-7.20. Koletzko B, Dokoupil K. Increasing dietary energy and nutrient supply. Dalam: Koletzko B, editor. Pediatric Nutrition in Practice. Basel: Karger; 2008. h.296-721. Dewey KG. Nutrition, growth, and complementary feeding of the breastfed infant. Ped Clin North Am. 2001;48:87-104.22. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Asuhan Nutrisi Pediatrik. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.23. Codex STAN 156-1987. Codex Standard for Follow-up Formula.24. Loch H, Allison SP, Meier R, Pirlich M, Kondrup J, St. Schneider, van den Bergh G, et al. Introductory to the ESPEN Guidelines on enteral Nutrition: Terminology, defi nitions and general topics. Clin Nutr. 2006;25:180-6.25. EFSA. Commission Directive 1999/21/EC of 25 March 1999 on dietary foods for special medical purposes.26. Braegger C, Decsi T, Dias JA, Hartman C, Kolacek S. Koletzko S, et al. Practical approach to pediatric enteral nutrition: a comment by the ESPGHAN Committee on Nutrition. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2010;51:110-22.27. Codex STAN 180-1991. Codex standard for the labelling of and claims for foods for special medical purposes.28. Loane D, Flanagan G, deSiún A. Nutrition in the Community – an exploration study of oral nutritional supplements in a health board area in Ireland. J Hum Nutr Dietet. 2004;17: 257-66.29. Evi T. Sjarif DR. Risk factors for childhood obesity. Jakarta: Universitas Indonesia, 2007. [Tesis]30. Sjarif DR. Prevalens obesitas pada balita di Indonesia tahun 2007 dan 2010 menggunakan kurva WHO 2006 dan CDC-NCHS 2000. Kuliah mahasiswa FKUI Obesitas pada Anak dan Remaja, 2011. 31. Birch LL, Fisher JO. Development of eating behavious among children and adolescents. Pediatrics. 1998;101:539-4932. Dovey TM, Staples PA, Gibson EL, Halford JCG. Food neophobia and ‘picky/fussy’ eating in childen: a review. Appetite. 2008;50:181-93

Page 26: Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan …spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/... · mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa

Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia16

33. Birch LL. Development of food preferences. Annu Rev Nutr. 1999;19:41–6234. Addessi E, Galloway AT, Visalberghi E, Birch LL. Specifi c social infl uences on the acceptance of novel foods in 2–5-year old children. Appetite. 2005;45:264–7135. Cooke LJ, Wardle J, Gibson EL. Relationship between parental report of food neophobia and everyday food consumption in 2–6-year-old children. Appetite. 2003;41:205–6.36. McFarlane T, Pliner P. Increased willingness to taste novel foods: Eff ects of nutrition and taste information. Appetite. 1997;28:227–38.37. Mennella JA. Development of food preferences: Lessons learned from longitudinal and experimental studies. Food Qual Prefer. 2006;17:635–738. Pliner P. Development of measures of food neophobia in children. Appetite. 1994;23:147–6339. Galloway AT, Fiorito LM, Lee Y, Birch, LL. Parental pressure, dietary patterns and weight status among girls who are ‘‘picky/fussy’ eaters’. J Am Diet Assoc. 2005;105:541–8.40. Galloway AT, Lee Y, Birch LL. Predictors and consequences of food neophobia and pickiness in young girls. J Am Diet Assoc. 2003;103:692-8.41. Rydell AM, Dahl, M, Sundelin C. Characteristics of school children who are choosy eaters. J Genet Psychol. 1995;156:217–29.42. Picky eating vs. selective eating disorder. Diunduh dari www.mealtimehostage.com tanggal 25 Januari 2014. 43. Skinner JD, Carruth BR, Wounds B, Ziegler PJ. Children’s food preferences: a longitudinal analysis. J Am Diet Assoc. 2002;102:1638-47.44. Birch LL, Marlin DW. I don’t like it-I’ve never tried it: Eff ects of exposure on two-year-old children’s food preferences. Appetite. 1982;3:353-60.45. Cox SY, Fraker C, Walbert L, Fishbein M. Food chaining: a systematic approach for the treatment of children with eating aversion. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39:S51