pendahuluan tantry
DESCRIPTION
tesisTRANSCRIPT
Pendahuluan
Karsinoma endometrium (KE) merupakan neoplasma ganas genitalia yang terbanyak di
Amerika Serikat, walaupun demikian sebagai penyebab kematian karena keganasan dari
organ pelvis, rankingnya berada dibawah karsinoma ovarium dan karsinoma serviks. Hal ini
disebabkan oleh karena sebagian besar karsinoma endometrium berada dalam stadium awal
sehingga dapat disembuhkan secara sempurna.1,2,3
Angka kejadian KE di Indonesia yang dilaporkan oleh beberapa pusat pendidikan seperti di
RSCM Jakarta pada tahun 1970-1980, didapatkan sebanyak 3,6% dari seluruh karsinoma
ginekologik,4 di RS Kariadi Semarang pada tahun 1980-1984 didapatkan 0,9%, di RS DR
Sutomo Surabaya dijumpai 4,3%,5 sedangkan di RSPM Medan (1981-1990) didapatkan
sebesar 1,69%.6 Akhir-akhir ini kejadian KE cenderung meningkat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain dengan meningkatnya usia harapan hidup wanita mengakibatkan semakin
banyaknya wanita yang melewati usia yang mempunyai risiko untuk menderita KE,
meningkatnya kewaspadaan dokter maupun pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan
secara dini dan akurat, dan semakin meningkatnya pemakaian estrogen sebagai terapi
pengganti hormonal.7,8,9 Hampir 75% kasus adenokarsinoma endometrium ditemukan pada
stadium I.10 Dengan diperkenalkannya stadium KE berdasarkan FIGO 1988, bahwa dengan
metastasis tumor pada kelenjar getah bening (KGB) retroperitoneal menempatkan penderita
ke dalam stadium IIIC. Akibatnya mengharuskan kita untuk mengevaluasi adanya
penyebaran tumor pada KGB retroperitoneal. Oleh karena kebanyakan penderita KE obesitas
dengan kondisi kesehatan yang tidak optimal, hal ini menjadi alasan untuk tidak
dilakukannya limfadenektomi (LA) secara rutin.11 Khusus tindakan LA pelvis dan paraaorta
secara rutin yang dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis pada KGB retroperitoneal,
sampai saat ini masih kontroversi. Dalam makalah ini penulis ingin memaparkan tentang
kontroversi dari tindakan LA tersebut.
Pengobatan Stadium I
Berbeda dengan karsinoma ginekologi lainnya, pada KE stadium awal ini belum ada suatu
konsensus tentang tindakan pengobatan yang paling memuaskan. Beberapa cara pengobatan
telah dianjurkan untuk menangani KE ini seperti pembedahan saja, pembedahan dengan
preoperatif brachytherapy, pembedahan dengan preoperatif brachytherapy dan whole pelvic
radiotherapy, pembedahan dengan post operatif brachytherapy, pembedahan dengan post
operatif whole pelvic dan pembedahan diikuti dengan post operatif whole pelvic radiotherapy
dan brachytherayi. Bermacam-macamnya cara pendekatan pengobatan tersebut timbul
sebagai akibat dari kenyataan bahwa hampir semua jenis pengobatan tersebut menghasilkan
kelangsungan hidup yang cukup memuaskan.12 Dalam penatalaksanaan KE stadium I,
kecuali tindakan pembedahan tidak satupun metode pengobatan yang nyata lebih unggul dari
pada yang lainnya dalam memperbaiki ketahanan hidup penderita.12 Dalam melakukan
tindakan pembedahan primer pada KE stadium I masih terdapat perbedaan dari beberapa
peneliti seperti: Thomas Cullen dalam bukunya “Cancer of the Uterus” tahun 1900
menetapkan bahwa pengobatan KE adalah Total AbdominalHisterektomi (TAH) dan
Bisalfingo Ooforektomi (BSO).13 Ackerman juga melakukan hal yang sama yaitu
histerektomi simpel dan salfingo-ooforektomi bilateral.14 Walaupun pada awal abad
keduapuluh telah ditemukan radium namun tindakan bedah masih terus menjadi pilihan
utama dalam mengobatin KE.13
Brown (dikutip dari 13) melakukan pengobatan kombinasi antara pembedahan dan
radioterapi, ternyata hasilnya tidak berbeda bermakna dalam meningkatkan kelangsungan
hidup penderita dibandingkan dengan pengobatan pembedahan saja. Juga Jones dari hasil
reviewnya sejak tahun 1950-an sampai 1970-an juga menyimpulkan bahwa pengobatan
pembedahan saja dibandingkan dengan pembedahan + radioterapi menghasilkan angka
kelangsungan hidup yang tidak berbeda.13 Pada tahun 1940-an Javert dan Douglas mulai
melakukan histerektomi radikal dan LA pelvis untuk mengobati KE. Dari laporan-laporan
hasil pengobatan dengan histerektomi radikal dan LA pelvis ternyata angka kelangsungan
hidup penderita tidak lebih baik dari metode pengobatan yang lain.13 Dengan
dipublikasikannya stadium surgikal KE oleh FIGO 1988, mengharuskan operator melakukan
penilaian status KGB retroperitoneal pada saat pembedahan. Namun yang kurang
menguntungkan dalam penentuan stadium ini tidak diterangkannya bagaimana teknik
pendekatan untuk memperoleh sampel KGB yang diinginkan oleh FIGO tersebut. Hal inilah
yang menyebabkan sangat bervariasinya pendekatan untuk mendapatkan contoh KGB yang
dilakukan oleh masing-masing peneliti.
Beberapa peneliti menganjurkan melakukan biopsi pada KGB yang abnormal/teraba, dan
sebagian lagi melakukan LA secara komplet/ sistematis, dan juga yang lainnya masih
menganggap bahwa dengan melakukan LA selektif sudah cukup adekuat untuk menilai faktor
risiko dari KGB.15
Di Amerika Serikat sejak dikeluarkannya stadium KE oleh FIGO 1988, tindakan LA pelvis
telah dilakukan secara luas, sedangkan di Eropa hanya 20 dari 82 pusat ginekologi onkologi
yang melakukan LA secara rutin.16 Creasman, merekomendasikan pengobatan KE stadium I,
dengan cara melakukan TAH + BSO + sitologi peritoneal, dan untuk histologi G2 dan G3
dilakukan selektif LA pelvik dan paraaorta.13 Jika didapati faktor prognostik yang jelek
seperti invasi ke miometrium, metastasis pada adneksa, dan adanya metastasis KGB
selanjutnya diberikan tambahan radioterapi.
Berdasarkan protokol GOG tahun 1999 tindakan pembedahan untuk KE stadium I berupa
TAH + BSO + peritoneal sitologi + biopsi KGB pelvis dan paraaorta, sedangkan beberapa
peneliti lain melakukan tindakan LA KGB pelvik dan paraaortik secara selektif.12
Keterlibatan KGB pada Stadium I
Sebelum kita membahas kontroversial tindakan rutin LA pelvis dan para aorta dalam rangka
pembedahan primer KE stadium I, terlebih dahulu penulis ingin melihat seberapa besar
keterlibatan KGB pada KE stadium I.
Liu and Meigs pada tahun 1955 menemukan adanya keterlibatan KGB pada KE stadium I
sebesar 12%, Roberts pada tahun 1961 melaporkan 23%, Rickford pada tahun 1968
melaporkan sebanyak 5,6%.13 Lees, pada tahun 1969 mendapatkan keterlibatan KGB pelvis
sebesar 5,4%,17 sedangkan Borronow 1984 mendapatkan 10% dan GOG 1986 melaporkan
sebesar 9%. Morrow pada tahun 1973 melakukan review dari literatur terbaru saat itu
mendapatkan keterlibatan KGB pelvis pada kasus KE stadium I sebesar 10,6% sedangkan
pada stadium II sebesar 36,5%.18
Rutledge, dari hasil reviewnya yang sempurna mendapatkan metastasis KGB pelvis pada KE
stadium I sebesar 10%.19 Laporan yang lebih baru dari GOG mendapatkan penyebaran ke
KGB pelvis sebanyak hampir 11% dan 7- 10% dengan metastasis di KGB para aorta.
Metastasis ini secara langsung berhubungan dengan besarnya uterus, diferensiasi sel tumor,
kedalaman invasi ke miometrium, dan juga lokasi tumor di dalam kavum uterus.13 Gorchev,
melaporkan insiden metastasis ke KGB retroperitoneal pada KE stadium I sebanyak
11,33%.16 Lewandowsky dalam penelitian prospektif terhadap kasus-kasus KE stadium I,
yang dilakukan stadium pembedahan (extendedsurgical staging) sebanyak 22% (116 dari 528
kasus), telah dijumpai metastasis tumor di luar uterus.20
Kamura, melakukan penelitian untuk mencari hubungan keterlibatan KGB retroperitoneal
dengan faktor-faktor risiko lainnya seperti stadium klinik, usia penderita, derajat histologi,
invasi miometrium, invasi ke serviks, metastasis adneksa dan diameter tumor.21 Dari
penelitian ini didapatkan bahwa kedalaman invasi miometrium dan diameter tumor
merupakan faktor yang sangat akurat untuk meramalkan keterlibatan KGB retroperitoneal.
Kontroversial Limfadenektomi
Dalam melakukan tindakan LA secara sistematis dan rutin pada saat pembedahan KE stadium
I, sampai saat ini masih diperdebatkan. Banyak peneliti melaporkan dan memberikan
kesimpulan tentang keuntungan dan kerugian maupun perlu atau tidaknya dilakukan LA
secara rutin dalam mengobati KE stadium I ini. Lewandowski, melaporkan hasil penelitian
retrospektifnya terhadap semua kasus KE stadium I yang mendapat pengobatan tambahan
dengan radioterapi setelah dilakukan pembedahan.20 Sebagian kasus dilakukan LA pelvis
dan para-aorta dan sebagian lagi tidak dilakukan LA. Dari 32 kasus yang dilakukan surgical
staging dengan limfadenektomi pelvis dan paraaorta, ternyata 4 kasus (12,5%) mengalami
komplikasi berat berupa obstruksi usus, sedangkan 20 kasus lain yang tanpa dilakukan LA
tidak satupun dijumpai komplikasi.
Chuang, melaporkan hasil penelitiannya terhadap KE stadium I/G2,3 dengan melakukan tiga
jenis pendekatan pembedahan yaitu kelompok satu tanpa mengambil contoh KGB, kelompok
dua dilakukan biopsi KGB dan kelompok tiga dengan melakukan selektif LA dengan
mengambil minimal sebuah KGB paraaorta dan KGB pelvis kiri dan kanan.15 Ternyata dari
kasus dengan KGB negatif pada kelompok dua dijumpai residif retroperitoneal sebanyak 5%
sedangkan pada kelompok tiga tidak dijumpai residif (0%). Dari penelitian ini
disimpulkannya bahwa kegagalan melakukan LA secara sistematis meningkatkan risiko
penyeba-ran ekstra uterin yang tidak terdeteksi, dengan kata lain dengan melakukan LA
secara sistematis akan lebih akurat dalam memastikan bahwa KGB tersebut benar-benar
belum terlibat. Candiani, dari penelitiannya menyimpulkan bahwa tindakan LA pada KE
stadium I, sangat berguna untuk kepentingan prognosa namun tidak bermanfaat dalam hal
pengobatan penderita.23
Kilgore, melaporkan hasil penelitiannya terhadap 649 kasus KE stadium awal yang dilakukan
TAH + BSO + peritoneal washing.24 Sebagian kasus dilakukan pengambilan contoh KGB
dibanyak tempat (rata-rata 11 buah), sebagian kasus lagi diambil contoh KGB terbatas, dan
kelompok lainnya tidak diambil contoh KGBnya. Dari penelitian ini didapati ketahanan hidup
kasus yang dilakukan banyak contoh KGB lebih baik secara bermakna dari kasus yang tidak
diambil contoh KGBnya, atau dengan perkataan lain bahwa dengan pengambilan KGB yang
banyak memperbaiki angka ketahanan hidup dari penderita.
Puente, melakukan LA pelvis dan paraaorta secara sistematis pada seluruh penderita KE
stadium awal tanpa tergantung pada faktor resiko lain yang ditemukan pada pemeriksaan
klinis sebelum pembedahan dan hasil frozen section saat pembedahan.25 Didapatkan
metastasis pada KGB pelvis sebanyak 12,1%, KGB paraaorta sebanyak 15,1% (metastasis
pada KGB paraaorta saja sebanyak 3%). Juga didapati 25% dari kasus KGB positif ternyata
tidak ada indikasi untuk dilakukan LA. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa penegakan
stadium secara pembedahan dengan tidak melakukan LA atau hanya melakukannya secara
selektif berdasarkan adanya faktor risiko yang didapat dari klinis dan frozen section, tidak
berguna untuk menegakkan diagnosa KE stadium awal.
Amiran, melakukan penelitian terhadap 245 kasus KE stadium I dengan membandingkan
kasus-kasus yang dilakukan LA pelvis dan paraaorta secara rutin dengan yang tidakdilakukan
pengambilan contoh KGB.26 Dari penelitian ini dilaporkan angka kekambuhan dan angka
harapan hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, namun dijumpai 6 kasus yang
kambuh dari kasus resiko rendah, dan hal inilah yang memerlukan informasi tambahan dari
stadium penyakit yang diperoleh dari pengambilan contoh KGB. Peneliti menyimpulkan
bahwa tindakan LA rutin pada KE stadium awal merupakan pilihan yang baik. Tang dari
hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah KGB retroperitoneal yang positif
menentukan harapan hidup, serta tindakan biopsi KGB tidak cukup dalam pengobatan KE.27
Disamping banyaknya penelitian yang mengemukakan pentingnya melakukan LAsecara rutin
pada KE stadium awal, ternyata Satin dalam tulisannya menyatakan keberatannya atas
perlakuan tindakan LA terhadap karsinoma stadium awal oleh karena tindakan tersebut tidak
memperbaiki kelangsungan hidup bahkan dengan melakukan bedah radikal tersebut akan
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.28 Satin juga berpendapat bahwa selain
merupakan tempat metastasis tumor, KGB juga memiliki fungsi biologi yang turut berperan
dalam membangun kekebalan tubuh guna menghambat perkembangan kanker itu sendiri.28
Ringkasan
1. Sebagai konsekuensi dari stadium surgikal yang dikeluarkan oleh FIGO 1988, kita harus
melakukan LA secara rutin dan sistematis agar dapat menggambarkan status KGB secara
keseluruhan.11
2. Amiran menyimpulkan bahwa tindakan LA secara rutin pada KE stadium awal merupakan
pilihan yang baik.26
3. Candiani, menyimpulkan bahwa tindakan LA pada KE stadium I sangat berguna untuk
kepentingan prognosa, namun tidak bermanfaat dalam hal pengobatan penderita.23
4. Kilgore, dari penelitiannya menemukan hubungan kelangsungan hidup penderita KE
stadium I lebih baik dengan semakin banyak jumlah KGB yang diangkat.24
5. Puente, menyimpulkan bahwa menegakkan stadium secara pembedahan dengan tidak
melakukan LA atau hanya melakukannya secara selektif tidak berguna untuk menegakkan
diagnosa KE stadium awal.25
6. Dengan melihat beberapa hasil penelitian bahwa pada KE stadium I telah dijumpai adanya
metastasis pada KGB regional sebanyak 5,4% sampai 22%, keadaan ini menambah
keyakinan bahwa LA secara rutin perlu dilakukan.
7. Chuang, mengemukakan bahwa kejadian residif tumor retroperitoneal lebih banyak terjadi
pada kasus yang tidak dilakukan LA secara sistematis. Juga disimpulkannya bahwa
kegagalan dalam melakukan LA secara sistematis meningkatkan resiko adanya penyebaran
ekstra uterin yang tidak terdeteksi.17
8. Lewandowsky, melaporkan komplikasi tindakan adjuvant radioterapi yang berat berupa
obstruksi usus dijumpai pada kasus yang dilakukan LA, sedangkan pada kasusyang tidak
dilakukan LA tidak satupun penderita yang mengalami komplikasi radioterapi yang berat.20
9. Dengan melakukan LA secara rutin tidak memperbaiki angka bebas penyakit danangka
kelangsungan hidup penderita KE stadium awal.26
10. Pengangkatan KGB yang secara klinis membesar, dapat memperbaiki prognosis,
sehingga tindakan untuk mengangkat KGB yang membesar pada saat pembedahan KE
stadium I tidak diperdebatkan lagi.28
Kepustakaan
1. Podczaski, E., et al. : Detection and Patterns
of Treatment Failure in 300 Consecutive
Cases of “Early” Endometrial Cancer after
Primary Surgery. Gynecol. Oncol.. 47, 323-
327 (1992).
2. Huang, S. J., Berek, J. S., Fu, Y. S. :
Pathology of Endometrial Carcinoma. In:
Coppleson, M. ed. Gynecol. Oncol., 2rd Ed.,
Churchill Livingstone, Edinburg London,
1992 : 753-774.
3. Gusberg, S.B. : EDITORIAL The Rise and
Fall of Endometrial Cancer. Gynecol.
Oncol. 35, 124 (1989).
4. Azis, M.F., Beberapa Aspek Preventif
Keganasan Ginekologi. Makalah Temu
Ilmiah IDI, Jakarta, 1988.
5. Wedrayana, I.W., Abdullah, M.N., Soekamto,
S. : Karakteristik dan Survival Rate
Karsinoma Endometrium di Lab. Obstetri
Ginekologi FK. UNAIR/RSUD Dr. Sutomo
Surabaya Tahun 1986-1991. Kongres Obstetri
dan Ginekologi Jakarta, Desember 1993.
6. Noviardi : Karakteristik dan Kelangsungan
Hidup Penderita Karsinoma Korpus Uteri
yang Dirawat di RS. Dr. Pirngadi Medan
Tahun 1981-1990. Tesis pada Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK.USU/RS.
Dr.Pirngadi Medan, Juni 1994.
7. Disaia, P.J., Creasman, W.T., : Clinical
Gynecology, CV. Mosby Company, St Luis,
Toronto, London, 1981 : 136-148.
8. Jones III, H.W. : Endometrial Carcinoma. In:
Novaks Text Book of Gynecology. Eleventh
Edition, Williams & Wilkins Baltimore,
Hongkong, London, Sidney, 1988 : 728-757.
9. Kampono, N.: Perjalanan Penyakit dan
Penatalaksanaan Karsinoma Endometrium.
Pada Seminar Sehari Keganasan Rahim n
Urodinamika Wanita. FK. UKI, Jakarta 1989.
10. Fanning, J., et al. : Endometrial
Adenocarcinoma Histologic Subtypes:
Clinical and Pathologic Profile.
Gynecol. Oncol., 32, 288-291 (1989).
11. Heintz, A.P.M. : The Surgical Principles of
Cervical and Uterine Cancer Treatment. In:
Practical Procedures for the Gynecological
Oncologist, Elsevier, Amsterdam, Lausane,
New York, Oxford, Shannon, Singapore,
Tokyo 1998.
12. Harrison, G.B. : EDITORIAL Do We Know
the Best Therapy for Early Endometrial
Cancer? Gynecol. Oncol. 60, 173-175
(1996).
13. Crreasman, W.T., and Weed, J.C. :
Carcinoma of Endometrium (FIGO Stages I
and II): Clinical Features and Management.
In : Coppleson, M. ed. Gynecol. Oncol.,
2rd Ed., Churchill Livingstone, Edinburg
London, 1992 : 775-789.
14. Ackerman, I. Et al, : Endometrial
Carcinoma – Relative Effectiveness of
Adjuvant Irradiation vs Therapy Reserved
for Relapse. Gynecol. Oncol. 60, 177-183 (
1996).
15. Chuang, L. et al, : Staging Laparatomy for
Endometrial Carcinoma: Assessement of
Retroperitoneal Lymph Node. Gynecol.
Oncol. 58, 189-193 (1995).
Majalah Kedokteran Nusantara • Vol. 38 • No. 2 • Juni 2005 193
Tinjauan Pustaka
Majalah Kedokteran Nusant 194 ara • Vol. 38 • No. 2 • Juni 2005
16. Gorchev, G. : Pelvic Limphadenectomy in
Surgical Treatment for Endometrial
Carcinoma. In : Pecorelli, S. et al, Ed. 7th
Biennial Meeting of the International
Gynecologic Cancer Society, International
Proceedings Devision, Rome, Italy,
September 26-30, 1999 : 69-72.
17. Lees, D.H. 1969. An Evaluation of
Treatment in Carcinoma of the Body of
Uterus. In : Coppleson, M. ed. Gynecol.
Oncol., 2rd Ed., Churchill Livingstone,
Edinburg London, 1992 : 782.
18. Morrow, C.P., DiSaia, P.J., Townsend, D.E.
: Current Management of Endometrial
Carcinoma. Obstet. Gynecol. 42, 399
(1973).
19. Rutledge, F.N. : The Role Of Radical
Hysterectomy in Adeno Carcinoma of
Endometrium. Gynecol. Oncol 2, 331
(1974).
20. Lewandowski, G. et al : Hysterectomy with
Extended Surgical Staging and
Radiotherapy versus Hysterectomy Alone
and Radiotherapy in Stage I Endometrial
Cancer: A Comparison of Compliocation
Rates. Gynecol. Oncol. 36, 401-404 (1990).
21. Kamura, T. et al : Predicting Pelvic Limph
Node Metastasis in Endometrial Carcinoma.
Gynecol. Oncol. 72:3, 387-391 (1999).
22. Richard, R. et al. : Corpus: Epithelial
Tumors. In : Hoskins, W.J., Perez, C.A. and
Young, R.C., Principles an Practice of
Gynecologic Oncology, 2rd Ed.Lippin-cott-
Raven Publishers, Philadelphia, New York,
1997 : 859-896.
23. Candiani, G.B., et al :Evaluation of
Different Surgical Approaches in the
Treatment of Endometrial Cancer at FIGO
Stage I. Gynecol. Oncol 37, 6-8 (1990).
24. Kilgore, L.C., et al. : Adeno Carcinoma of the
Endometrium: Survival Comparisons of
Patients with and without Pelvic Node
Sampling. Gynecol. Oncol. 56, 29-33 (1995).
25. Puente, R., Guzman, S., Israel, E., and Del
Pozo, M. : The Inevitable Necessity of
Systematic Pelvic and Aortic
Limphadenectomy in Endometrial Cancer. In :
Pecorelli, S. et al, Ed. 7th Biennial Meeting of
the International Gynecologic Cancer Society,
International Proceedings Devision, Rome,
Italy, September 26-30, 1999 : 131-139.
26. Bar-Am, A. et al. : The Role of Routine
Pelvic Limph Node Sampling in Patients
with Stage I Endometrial carcinoma: Second
Thoughts. Acta Obstet. Gynecol. Scand, 77,
347-350 (1998).
27. Tang, X. et al. : Clinicopathological Factors
Predicting Retroperitoneal Limph Node
Metastais and Survival in Endometrial Cancer.
Jpn, J. Clin Oncol, 28:11, 673-678 (1998).
28. Santin, A.D., and Parham, G.P. : Routine
Limph Node Dessection in the Treatment of
Early Stage Cancer: Are We Doing the
Right Thing?, Gynecol. Oncol. 68, 1-3
(1998).