pendahuluan proposal 1

10
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Obat tradisional merupakan warisan nenek moyang yang telah dikembangkan sejak dahulu kala. Sumber obat tradisional terutama berasal dari bahan alam baik tumbuhan ataupun bahan- bahan mineral. Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan obat adalah tumbuhan, yang telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama (Djauhariyah, 2004). Masyarakat Indonesia memanfaatkan tumbuhan obat secara tradisional karena efek samping lebih kecil dari obat yang dibuat secara sintesis. Mahalnya obat sintesis membuat masyarakat beralih ke tumbuhan obat. Hal ini menandai adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam dalam rangka mencapai kesehatan optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami (Mursito, 2001). Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang menyatakan bahwa pengembangan dan peningkatan obat

Upload: lidya-sinedu

Post on 05-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan Proposal 1

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Obat tradisional merupakan warisan nenek moyang yang telah dikembangkan sejak

dahulu kala. Sumber obat tradisional terutama berasal dari bahan alam baik tumbuhan

ataupun bahan-bahan mineral. Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil

tanaman obat yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan

obat adalah tumbuhan, yang telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama (Djauhariyah,

2004).

Masyarakat Indonesia memanfaatkan tumbuhan obat secara tradisional karena efek

samping lebih kecil dari obat yang dibuat secara sintesis. Mahalnya obat sintesis membuat

masyarakat beralih ke tumbuhan obat. Hal ini menandai adanya peningkatan kesadaran

masyarakat untuk kembali ke alam dalam rangka mencapai kesehatan optimal dan untuk

mengatasi berbagai penyakit secara alami (Mursito, 2001).

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan

Nasional (SKN) yang menyatakan bahwa pengembangan dan peningkatan obat tradisional harus

terus dilakukan agar diperoleh obat yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat yang nyata yang

teruji secara ilmiah dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat

maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal (Depkes RI, 2006).

Salah satu tumbuhan obat adalah pacar air (Impatiens balsamina L.) dari suku

Balsaminaceae. Daun tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina L.) merupakan salah satu

bagian tumbuhan yang perlu dikembangkan manfaatnya, secara tradisional digunakan sebagai

obat pencuci luka, nyeri haid, keputihan dan infeksi pada kulit Daun digunakan untuk

mengatasi radang kulit bernanah, bisul dan radang pinggir kuku (cantengan). Akar digunakan

untuk mengatasi rematik, leher kaku dan sakit pinggang. Selama ini masyarakat hanya

Page 2: Pendahuluan Proposal 1

mengenal tumbuhan ini sebagai tumbuhan hias, dan ternyata selain itu tumbuhan ini dapat

dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap

daun pacar air (Dalimartha, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan karakterisasi, skrining

fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak daun pacar air serta menguji aktivitas antijamur dari

ekstrak daun pacar air terhadap jamur penyebab penyakit kulit. Adapun Jamur yang digunakan

adalah jamur trichophyton dan candida albican.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah pacar air memiliki aktivitas antibaketeri pada jamur penyebab penyakit kulit dan

kandida albican

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada uji aktivitas antijamur tanaman pacar air terhadap jamur

penyebab penyakit kulit dan kandida albican

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui aktivitas antijamur pada tanaman pacar air

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Dapat mengetahui pengaru antijamur tanaman pacar air pada jamur penyebab

penyakit kulit dan candida albican

1.5.2. Manfaat Praktis

Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk antijamur lainnya

Page 3: Pendahuluan Proposal 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pacar Air

Daun tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina L.) merupakan salah satu bagian tumbuhan yang

perlu dikembangkan manfaatnya, secara tradisional digunakan sebagai obat pencuci luka, nyeri haid,

keputihan dan infeksi pada kulit.

2.1.1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Klass : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Balsaminaceae

Genus : Impatiens

Spesies : Impatiens balsamina Linn (Depkes, 1994).

2.1.2. Morfologi Tumbuhan

Pacar air merupakan tanaman terna semusim, berakar serabut, berbatang basah, bulat,

licin, tegak, tinggi 30-80 cm, bercabang, warnanya hijau kekuningan. Biasa ditanam di

halaman sebagai tanaman hias atau tumbuhan liar ditempat yang cukup mendapat air dan

sinar matahari. Daun tunggal, bertangkai, bentuk lanset memanjang, panjang 6-15 cm, lebar

2-3 cm, tepi bergerigi tajam, ujung dan pangkal meruncing, pertulangan menyirip, warna

hijau muda. Bunga tungal, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3, warnanya cerah (ada yang

merah, orange, ungu, dan putih). Buahnya buah kendaga, berbentuk telur, elips, berambut,

warna hijau, bila masak akan pecah membuka menjadi 5 bagian yang terpilin. Bijinya bulat,

kecil, hitam

Page 4: Pendahuluan Proposal 1

2.1.4. Kandungan Kimia

2.2. Trichophyton rubrum

Trichophyton rubrum adalah salah satu spesies jamur yang menyebabkan dermatofitosis.

Dermatofitosis adalah penyakit jamur yang menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk

(keratin) pada kuku, rambut dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh

golongan jamur dermatofita. Jamur Trichophyton rubrum merupakan rata-rata penyebab

infeksi di Indonesia (Kuswadji,1983; Volk dan Wheeler, 1990).

Dermatofita merupakan segolongan jamur yang mampu mencernakan keratin. Dari

tanah dapat diisolasikan banyak jamur yang keratolitik. Sejumlah dermatofita antropofilik

merupakan penyebab umum penyakit kurap, yang agak sulit hidup di tanah dan bergantung

pada manusia/hewan atau benda yang dipakainya untuk penyebarannya. Jamur inilah yang

menimbulkan penyakit pada manusia/hewan (Budimulja et al., 1983).

2.2.1. Taksonomi

Trichophyton rubrum diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Thallophyta

Sub divisio : Fungi

Classis : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Familia : Moniliaceae

Sub Familia : Trichophytae

Genus : Trichophyton

Species : Trichophyton rubrum (Wibowo dan Ristanto,1988)

Page 5: Pendahuluan Proposal 1

2.2.2. Karakteristikan dan morfologi

Pada jamur ini, mikrokonidia adalah bentuk spora yang paling banyak. Mikrokonidia

berdinding halus, berbentuk tetesan air mata sepanjang sisi- sisi hifa, pada beberapa strain

terdapat banyak mikrokonidia bentuk ini. Koloni sering menghasilkan warna merah pada sisi

yang sebaliknya. Beberapa strain dari T. rubrum telah dibedakan yaitu : T. rubrum berbulu

halus dan T. rubrum tipe granuler. T. rubrum berbulu halus memiliki karakteristik yaitu

produksi mikrokonidia yang jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan tidak mempunyai

makrokonidia. Sedangkan karakteristik T. rubrum tipe granuler yaitu produksi mikrokonidia

dan makrokonidia yang jumlahnya sangat banyak. Mikrokonidia berbentuk clavate dan

pyriform, makrokonidia berdinding tipis, dan berbentuk seperti cerutu. T. rubrum berbulu

halus adalah strain jamur yang paling banyak menginfeksi manusia. Strain ini dapat

menyebabkan infeksi kronis.

2.3. Candida Albican

2.3.1. Taksonomi

Berdasarkan toksonomi menurut Dumilah (1992) adalah sebagai berikut :

Divisio : Eumycotina

Classis : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Familia : Cryptococcaceae

Sub Familia : Candidoidea

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

Page 6: Pendahuluan Proposal 1

2.3.2. Morfologin dan reproduksi

Candida albicans secara mikroskopis berbentuk oval dengan ukuran 2-5 x 3-6 mikron.

Biasanya dijumpai clamydospora yang tidak ditemukan pada spesies Candida yang lain dan

merupakan pembeda pada spesies tersebut, hanya Candida albicans yang mampu

menghasilkan Clamydospora yaitu spora yang dibentuk karena hifa, pada tempat-tempat

tertentu membesar, membulat, dan dinding menebal, letaknya di terminal, lateral (Jawetz.,

2004).

Candida albicans memperbanyak diri dengan spora yang dibentuk langsung dari hifa

tanpa adanya peleburan inti dan berbentuk tunas. Candida membentuk pseudohifa yang

sebenarnya adalah rangkaian blastospora yang bercabang-cabang (Jawetz., 2004).

2.3.3. Biakan

Candida albicans dibiakan pada media Sabaroud Glukosa Agar selama 2-4 hari pada

suhu 37° C atau suhu ruang akan tampak koloni berbentuk bulat, warna krem, diameter 1-2

mm, konsistensi “smooth”, mengkilat, bau seperti ragi. Besar koloni tergantung pada umur

biakan, tepi koloni terlihat hifa semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam

media, pada media cair biasanya tumbuh pada dasar tabung (Dumilah., 1992).

Pembentukan kecambah dari blastospora sebagai perpanjangan filamentosa “(Germ

Tube Test)” dalam waktu inkubasi 1-2 jam pada suhu 37°C dijumpai pada media yang

mengandung faktor protein misalnya putih telur, serum atau plasma darah (Dumilah., 1992).

Pembentukan klamidospora yaitu spora aseksual pada bagian tengah atau ujung hifa yang

membentuk dinding tebal, dijumpai pada media Corn Meal Agar (Jawetz., 2004).

2.3.4. Patogenesis Candida albican

Candida albicans penyebab utama kandidiasis dan merupakan spesies yang paling

patogen yang menyerang permukaan kulit, mukosa mulut dan vagina Faktor-faktor yang

Page 7: Pendahuluan Proposal 1

menyebabkan jumlah Candida albicans meningkat antara lain proses kehamilan, diabetes

melitus, penggunaan kontrasepsi oral, antibiotika. (Dumilah., 1992).