pendahuluan proposal
DESCRIPTION
hhTRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman pangan yang
penting sebagai sumber protein nabati. Permintaan dan kebutuhan
masyarakat, sedangkan produksi dalam negri belum mencukupi, untuk
mengatasinya pemerintah masih mengimpor. Impor ini pun dari tahun ke
tahun terus meningkat (Manwan dan Sumarno, 1991). Hal ini disebabkan
karena produksi yang masih rendah untuk itu diupayakan penelitian terus-
menerus untuk meningkatkan produktivitas
Kedelai dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein murah
bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
Indonesia. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk maka
permintaan akan kedelai semakin meningkat. Untuk itu diperlukan
program khusus peningkatan produksi kedelai dalam negeri (Anonim,
2008).
Produksi kedelai nasional secara nasional tahun 2009 diperkirakan
sebesar 966.469 ton naik 190.759 ton (24,59 persen) dibanding tahun 2008
yang sebesar 775.710 ton. Kenaikan ini diperkirakan terjadi karena
kenaikan luas panen sebesar 137.244 hektar (23,22 persen) dari 590.956
hektar pada tahun 2008 menjadi 728.200 hektar pada tahun 2009 dan
kenaikan produktivitas sebesar 0,14 Kw/Ha(1,07 persen) dari 13,13
Kw/Ha pada tahun 2008 menjadi 13,27 Kw/Ha pada tahun 2009 (BPS
Kalimantan Tengah, 2009).
2
Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2,2 juta ton per tahun.
Namun demikian, baru 20 sampai 30 persen saja dari kebutuhan tersebut
yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Sementara 70 sampai 80
persen kekurangannya, bergantung pada impor. Ketergantungan terhadap
impor ini membuat instansi terkait sulit untuk mengontrol harga kedelai
(Anonim, 2009).
Komoditi kedelai hitam yang merupakan bahan baku kecap,
ternyata masih belum mendapat perhatian besar dari peneliti maupun
pemerintah. Varietas unggul dari kedelai hitam, lebih terbatas
dibandingkan dengan kedelai kuning. Padahal, kedelai hitam sudah lama
dibudidayakan di Indonesia serta terdapat peluang pasar untuk menjual
komoditas tersebut (Anonim, 2010).
Kedelai hitam memiliki keunggulan tersendiri karena kandungan
gizinya yang cukup tinggi, terutama protein dan karbohidrat. Asam amino
yang terdapat pada kedelai hitam adalah leusin dan lisin. Keduanya
merupakan asam amino yang sangat diperlukan oleh enzim pemecah
kedelai untuk menghasilkan kecap dengan cita rasa yang enak, lezat dan
khas. Selain warna, kedelai hitam berukuran lebih kecil daripada kedelai
kuning, tetapi tidak ada perbedaan komposisi gizi di antara keduanya
(Anonim, 2009).
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kedelai yang
diproyeksikan oleh pemerintah ditahun 2010, penduduk Indonesia
diperkirakan sebanyak 253 juta jiwa dengan kebutuhan kedelai mencapai
3,87 juta ton yang akan dipenuhi dari produksi dalam negeri sebanyak
3
2,65 juta ton dan impor sebanyak 1,22 juta ton. Maka pemerintah
mengadakan kegiatan penelitian untuk mencari varietas unggul serta
megubah persepsi petani tentang kedelai hitam (Anonim, 2010)
Sekam merupakan bagian dari bulir padi-padian berupa lembaran
yang kering, bersisik dan tidak dapat dimakan, yang melindungi bagian
dalam. Sekam dapat dijumpai pada hampir semua anggota rumput-
rumputan. Meskipun pada beberapa jenis budidaya ditemukan pula variasi
bulir tanpa sekam.
Sekam merupakan salah satu pemanfaatan limbah pabrik dari
penggilingan padi yang sudah lama dikenal oleh masyarakat. Sebelum
sekam digunakan dalam campuran tanah sebagai pupuk sebaiknya sekam
tersebut diolah atau dibakar sehingga menjadi abu sekam.
Abu sekam dapat dengan mudah diperoleh di toko-toko pertanian.
Namun tidak ada salahnya memproduksi sendiri abu sekam untuk
keperluan sendiri bahkan mungkin dapat menjualnya nanti.
Ada dua cara pembuatan abu sekam yaitu : (a) Pembuatan abu
sekam dengan cara disangrai, (b) Pembuatan abu sekam dengan cara
dibakar dalam tong, (c) Pembuatan abu alamiah yang berasal dari pabrik
penggilingan padi yang sudah digunakan
Abu sekam tersebut merupakan hasil pembakaran sekam padi
(Oryza sativa L) yang dapat diperoleh dari limbah pabrik tempat
penggilingan padi. Dimana padi ini merupakan tanaman pertanian yang
banyak terdapat di Sumatera dan hampir seluruh daerah di Indonesia.
4
Abu sekam memiliki fungsi mengikat logam berat. Selain itu Abu
sekam berfungsi untuk mengemburkan tanah sehingga bisa mempermudah
akar tanaman menyerap unsur hara didalamnya, sehingga masih perlu
campuran media lain dalam media tanaman tersebut bagus dicampur
dengan pupuk kompos.
Abu sekam yang berasal dari padi ini sangat kaya akan silika yang
dalam oksidanya dikenal dengan silica dioxide. Tujuan dari pemberian abu
sekam pada suatu tanaman agar pertumbuhan tanaman menjadi baik dan
normal.
Unsur C, H, dan O diudara cukup banyak sehingga orang jarang
mempermasalahkannya. Tetapi tidak demikian halnya dengan 13 unsur
kimia lainnya yang ada dalam tanah zat-zat itu akan habis bila tidak
diganti. Kekurangan zat hara dalam tanah akan menyebabkan tanaman
menjadi kurus, berpenyakit, tidak berbuah, dan tidak tumbuh dengan
semestinya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa abu sekam dapat dipakai sebagai
campuran pakan, alas kandang, dicampur tanah sebagai pupuk, dibakar,
atau arangnya dijadikan media tanam. Abu sekam memiliki peranan
penting sebagai media tanam pengganti tanah. Abu sekam bersifat porous,
ringan dan tidak kotor, dan cukup dapat menahan air, penggunaan abu
sekam cukup meluas dalam budidaya tanaman hias maupun sayuran.
Oleh karena itu dalam penelitian ini dicoba untuk mencari
alternatif lain yang relatif lebih murah dan cukup handal. Salah satu
diantaranya adalah penggunaan abu sekam dalam bercocok tanam
5
khususnya pada tanaman kacang kedelai (Glycine), sebagai limbah yang
cukup melimpah.
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian
mengenai “Pengaruh Penggunaan Abu Sekam terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Pada Beberapa Varietas Tanaman Kacang Kedelai
Hitam (Glycine max (L) Merril)”.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian abu sekam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai hitam (Glycine max (L) Merril)
1.3. Hipotesis
Pemberian abu sekam dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman kedelai hitam (Glycine max (L) Merril).
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kedelai
Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai
berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio :
Angiospermae, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Fabales, Family :
Fabaceae, Genus : Glycine, Species : Glycine max (L.)
Kedelai mempunyai susunan genom diploid (2n) dengan 20 pasang
kromosom, beberapa jenis liar kedelai juga mempunyai 20 pasang
kromosom. Kedelai yang ditanam sekarang diperkirakan berasal dari jenis
liar Glycine soja = Glycine ussuriensis. Glycine soja mempunyai bentuk
polong dan biji yang hampir sama dengan kedelai biasa, tetapi tumbuhnya
merambat dan kulit bijinya sangat tebal, sehingga embrio dan keping
bijinya terlindungi dengan baik dan juga kecambah kedelai tergolong
epigeous artinya keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil yaitu
bagian batang kecambah dibawah keping berwarna ungu atau hijau dan
berhubungan dengan warna bunga, sedangkan yang berhipokotil hijau
berbunga putih dan yang berhipokotil ungu berbunga ungu (Departemen
Pertanian, 1990).
Kedelai berakar tunggang, pada tanah subur dan gembur akar dapat
tumbuh sampai kedalaman 150 cm. Pada akar kedelai terdapat bintil akar
yang merupakan koloni-koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Pada
tanah-tanah yang telah mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar mulai
terbentuk pada umur 15 – 20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum
7
pernah ditanam kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah
sehingga bintil akar tidak terbentuk (Departemen Pertanian, 1990).
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini
didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan
batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi
pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe
indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh
daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Jumlah buku pada batang
tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang
penyinaran pada siang hari. Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-
30 buah (Anonim, 2009).
Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal
(unifoliate) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada
buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbetuk pada
batang utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliate), namun
adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun
beragam, dari bentuk telur hingga lancip (Hidayat, 1985)
Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya
tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga,
tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga
pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada
buku yang lebih tinggi. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai
8
kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai
buku subur. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5
minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di
Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih
sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang
umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu
(Anonim, 2009).
Buah kedelai berbentuk polong, jumlah biji sekitar 1-4 tiap polong.
Polong berbulu berwarna kuning kecoklat-coklatan atau abu-abu. Dalam
proses pematangan warna polong berubah menjadi lebih tua, warna hijau
menjadi kehitaman, keputihan atau kecoklatan (Departemen
Pertanian,1990).
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan
janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum)
yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat
mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses
pembentukan biji Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau,
coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Biji
kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian
selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut
harus mempunyai kadar air berkisar 12-13% (Anonim, 2009).
9
2.1.1. Iklim
Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu
jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat
terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung
pada kondisi iklim pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai
berkisar 350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai. Pada saat
perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan
berpengaruh pada proses pertumbuhan Selama masa stadia pengisian
polong serta pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi
lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik (Anonim,
2009).
Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan
berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis.
Setiap varietas mempunyaia panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran
kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama
penyinaran 12 jam, hampir semua varietas kedelai dapat berbunga dan
tergantung dari varietasnya, umumnya berbunga beragam dari 20 hingga
60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik,
tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa
berbunga (Baharsjah, dkk, 1985).
2.1.2. Tanah
Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap
berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur
lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik
10
pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal
6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang
(Departemen Pertanian, 1996).
2.1.3. Varietas
Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies
tertentu yang dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat
atau sifat-sifat tertentu (Nurhayati, 2005).
Menggunakan varietas unggul merupakan syarat utama dalam me
ningkatkan produksi kedelai. Tersedianya varietas unggul yang variasi
sangat guna bagi petani untuk mengganti varietas antar musim dan juga
mencegah petani menanam satu varietas secara terus menerus dan juga
dapat mengoptimalisasikan serangan hama (Gani, 2000).
Setiap varietas adalah spesifik dapat menghasilkan produksi yang
optimal jika ditanam pada area geografis yang sesuai. Melihat sifat-sifat
berbagai varietas unggul, serta adanya pengaruh geografis suatu daerah
terhadap perkembangan kedelai, maka disuatu daerah yang memiliki
ketinggian tertentu hanya bisa ditanam dan dikembangkan varietas tertentu
pula (Andrianto dan Indarto, 2004).
Jika perbedaan antara dua individu yang mempunya faktor
lingkungan sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari faktor
genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian
utama para pemulia tanaman, karena dengan melalui pengelolaan yang
tepat dapat dihasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005).
11
Varietas-varietas kedelai yang dianjurkan mempunyai kriteria-
kriteria tertentu, misalnya umur panen, produksi per hektar, daya tahan
terhadap hama dan penyakit. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai
dengan keadaan tempat yang akan ditanami. Dengan ditemukannya
varietas-varietas baru (unggul) melalui seleksi galur atau persilangan
(crossing), di harapkan varietas dapat di pertanggungjawabkan baik dalam
hal produksi, umur produksi, maupun daya tahan terhadap hama dan
penyakit (Andrianto dan Indarto, 2004).
2.1.4. Heritabilitas
Heritabilitas merupakan rasio antara keragaman aditif dan
keragaman fenotipe. Fungsi penting dari heritabilitas adalah bersifat
prediktif pada generasi berikutnya. Nilainya dapat memperlihatkan nilai
fenotipe yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai breeding value
(Anonim, 2010)
Heritabilitas menyatakan perbandingan atau bagian varian genetik
terhadap varian total di nyatakan dengan persen (%). Sesuai dengan
komponennya heritabilitas dapat di bedakan dalam tiga kategori
heritabilitas dalam arti luas, heritabilitas dalam arti sedang, dan
heritabilitas dalam arti sempit. Heritabilitas dalam arti luas merupakan
perbandingan antara varian genetik total dan varian fenotipe
(Mangoendidjojo, 2003).
Heritabilitas dapat digunakan sebagai parameter dalam seleksi pada
lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah
suatu karakter lebih di pengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan.
12
Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih
berperan di bandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai
heritabilitas tinggi maka sifat tersebut akan mudah di wariskan pada
keturunan berikutnya (Alnopri, 2004).
Kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas
tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah< 0,2.
Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam
hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah
nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka
nilai tengah keturunan beregresi 50% ke arah nilai tengah generasi
sebelumnya, jika heritabilitas itu adalah 0,25 maka nilai tengah keturunan
beregresi 75% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika
heritabilitas = 100%, maka sama dengan persentase regresi (Stansfield,
1991).
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil
kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan
sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi
genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari
seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut
heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen
termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara
teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang
terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh
13
variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas
akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991).
2.2. Abu Sekam
Menurut Pender (cit. Soepardi, 1979) bahwa sekam merupakan
salah satu pupuk alam yang cukup berarti, tetapi untuk pengaplikasian
pada masyarakat tani Indonesia masih sedikit yang memanfaatkan.
Suseno (1981) mengatakan bahwa pemberian limbah pertanian
dalam bentuk abu (sisa pembakaran) ke dalam tanah dapat memberikan
beberapa keuntungan, dibandingkan dengan bentuk segar. Karena unsur-
unsur hara yang dikandung relatif mudah tersedia bagi tanaman dan
mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti aerase dan drainese. Dari
hasil penelitian Sigit (1984) juga menjelaskan bahwa pemberian abu
sekam bisa memberikan sedikit kenaikan ketersediaan kalium dan posfor
pada tanah. Selanjutnya dikatakan bahwa abu sekam dapat meningkatkan
silikat, kalium, dan posfor pada gabah, jerami, dan akar.
Menurut Samosir (2010), abu sekam padi mengandung hara kalium
dan fosfor yang dibutuhkan tanaman sebesar 1.59% K2O dan 0.44%
P2O5. Dharmaswara (2012) menambahkan bahwa abu sekam dapat
menggantikan pupuk KCl dalam budidaya tanaman kedelai.
Mineralisasi sekam padi akan melepaskan hara secara lambat dan
kontinyu sehingga hara akan tersedia dalam jangka waktu yang panjang.
Hasil analisis yang dilakukan oleh Soepardi et al. (1982) diperoleh data
bahwa sekam padi mengandung 0.46 % N-total, 0.04 % P, 0.37 % K, 0.26
% Ca, 0.05 % Mg, dan 17.80 % Si. Abu sekam mengandung 0.30 % N,
14
0.13 % P, 0.88 % K, 0.28 % Ca, 0.02 % Mg, dan 87.28 % Si. Sutanto
(2002) menyatakan bahwa sekam padi memiliki kandungan lengas 9.02 %,
protein jenuh 3.27 %, lemak 1.18 %, karbohidrat 33.71 %, serat jenuh
35.68 %, dan abu 17.71 %.
Kombinasi 5 ton pupuk kandang dengan 2 ton abu sekam/ha dapat
meningkatkan hasil biji kedelai tertinggi, dan abu sekam padi dengan dosis
2 ton/ha mempunyai pengaruh yang sama dengan KCl dosis 150 kg/ha.
Hasil wawancara dengan petani menunjukkan bahwa sumber K yang
murah adalah abu sekam padi yang berasal dari pembakaran batu bata
merah (Sudaryono, 2002).
Rata-rata kandungan unsur hara yang terkandung dalam jerami di
Indonesia adalah 0.4 % N, 0.02 % P, 1.4 % K dan 5.6 % Si. Pemanenan
padi 5 ton/ha akan menghasilkan jerami sebanyak 7.5 ton yang
mengandung 45 kg N, 10 kg P, 125 kg K, 10 kg S, 350 kg Si, 30 kg Ca 10
kg Mg (Maspary, 2010).
Pemberian abu sekam padi dengan takaran 54 gram per tanaman
pada tanaman ubi jalar merupakan takaran abu sekam yang terbaik untuk
pertumbuhan dan hasil umbi tanaman ubi jalar. Berdasarkan penelitian ini
dianjurkan untuk melakukan pemberian abu sekam padi sebagai sumber
hara kalium untuk menaikkan produksi umbi tanaman ubi jalar dengan
takaran 54 gram per tanaman (Djalil et al., 2004).
Pengaruh interaksi antara cara penggunaan dan dosis abu
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap variabel pertumbuhan dan
hasil tanaman dibanding faktor tersebut secara tunggal. Ini berarti bahwa
15
pengaruh abu tersebut bergantung kepada jumlah yang diberikan dan
bagaimana cara pemberiannya (Sudadi dan Atmaka, 2000).