pendahuluan a.latar belakang -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia melakukan praktik konsumsi untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia antara lain kebutuhan akan sandang
(pakaian), pangan (makanan) dan papan (tempat tinggal). Di antara ketiga kebutuhan
pokok tersebut masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Kebutuhan sandang
(pakaian) merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pertama-tama sebagai
pelindung tubuh. Selain itu, secara sosial berfungsi untuk menjaga etika dan norma
kesopanan. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang bersifat mutlak karena
berkaitan dengan kebutuhan biologis manusia yang harus dipenuhi setiap harinya.
Kebutuhan papan, adalah kebutuhan yang berkaitan dengan persoalan bertahan hidup
dan perlindungan. Diantara ketiga kebutuhan pokok diatas, kebutuhan akan sandang
(pakaian) merupakan salah satu kebutuhan yang memiliki kaitan cukup erat dengan
persoalan sosial dan ekonomi di dalam masyarakat khususnya kaum muda.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah yang telah lama
dikenal sebagai kota pendidikan. Dengan menyandang predikat tersebut, DIY kerap
menjadi tujuan kaum muda mengenyam pendidikan. Seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan pendatang, kegiatan ekonomi dan perdagangan di DIY pun
turut mengalami peningkatan. Banyak fasilitas-fasilitas yang bermunculan. Hal ini
memberikan alternatif bagi kaum muda untuk memenuhi kebutuhan hidup termasuk
mengkonsumsi barang kebutuhan pokok berupa sandang(pakaian).
2
Dewasa ini setidaknya terdapat empat sarana konsumsi sandang yang terkait
dengan kaum muda di DIY. Tempat-tempat tersebut antara lain: shopping mall, butik,
factory outlet (FO) dan distro. Shopping mall adalah sebuah gedung perbelanjaan
yang di dalamnya terdapat beraneka macam konter perbelanjaan. Selain menyediakan
beragam kebutuhan pokok masyarakat, beberapa shopping mall juga menyediakan
fasilitas tambahan semacam bioskop, game center maupun tempat pijat. Kehadiran
shopping mall selain sebagai tempat belanja juga menjadi sarana rekreasi bagi
masyarakat.
Yang kedua adalah butik. Butik merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
boutique. Butik merupakan toko yang menjual baju, celana, sabuk, tas, sepatu dan
beragam kebutuhan sandang lainnya. Pada umumnya, butik menyediakan pernak-
pernik kebutuhan wanita. Walaupun demikian, pada saat ini juga ditemukan butik
yang menyediakan berbagai kebutuhan sandang bagi pria.
Yang ketiga adalah factory outlet atau kerap disingkat FO. FO merupakan
toko yang khusus menjual pakaian dengan merk-merk asing. Biasanya, barang yang
dijual memiliki merk terkenal dan produksinya pun massal. FO menjual barang-
barang yang biasanya tidak terdapat di shopping mall dan butik. Hampir semua
barang yang ada di FO merupakan barang impor dari Asia timur (China/Hongkong).
Barang-barang tersebut meliputi baju, tas, topi, sabuk, kaos, sepatu dan berbagai
perlengkapan sandang lainnya.
3
Tempat belanja selanjutnya dikenal dengan distro. Distro merupakan
kependekan dari distribution store. Dibandingkan dengan tempat lain, distro memiliki
perbedaan. Dilihat dari awal sejarahnya, distro pertama kali muncul di Bandung.
Pertama kali ada, distro merupakan outlet (toko kecil) dan barangnya belum terlalu
dilirik oleh pembeli. Berbeda dengan tempat lain. Setiap distro memiliki produk yang
diproduksi bagi distro itu sendiri, sehingga antara satu distro dengan distro lain sulit
ditemukan produk yang sama. Hal ini berbeda dengan di FO, butik maupun shopping
mall. Pada tempat-tempat tersebut, barang yang ada di FO masih mungkin dijual di
FO lain karena berasal dari produsen yang sama (barang China/Hongkong). Begitu
pula dengan di butik maupun di shopping mall. Dikarenakan produksi yang berskala
besar dan nasional, maka barang-barangnya dapat serupa antara tempat satu dengan
yang lain.
Seiring dengan berlalunya waktu, perkembangan distro kini merambah ke
kota-kota lain di Indonesia. Di Yogyakarta sendiri, saat ini distro menjadi salah satu
komoditas ekonomi dan pariwisata yang cukup menjanjikan. Saat ini dapat diamati
bahwa setiap menjelang akhir pekan, distro banyak dipadati kaum muda yang berjejal
mengunjungi distro dari seluruh penjuru kota Yogyakarta. Distro kini menjadi salah
satu tempat utama kaum muda melakukan praktik konsumsi.
Di dalam dunia sosial kaum muda, berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan
(distro) secara sosiologis patut menjadi perhatian bersama. Pada masa kini
mengunjungi dan berbelanja di distro tidak lagi berkaitan dengan persoalan
4
pemenuhan kebutuhan pokok semata. Mengunjungi dan berbelanja di distro juga
terkait dengan pergaulan.
Pada masa kini, kaum muda kurang memperhitungkan hal-hal lain selain
kepentingan yang berkaitan dengan pergaulan. Ketika kaum muda terfokus kepada
hal yang berfokus kepada pergaulan, maka esensi sesungguhnya dari praktik
konsumsi itu sendiri akan hilang. Kaum muda melupakan hakekat dari konsumsi
yaitu pemenuhan barang dan jasa. Pemikiran ini menjadi cukup mengkhawatirkan
karena apabila dikaji secara mendalam, habitus yang lebih berorientasi kepada
pergaulan pada akhirnya dapat menimbulkan lahirnya praktik konsumsi yang
melenceng dari hakikat konsumsi itu sendiri, dan bahkan dapat menimbulkan praktik
konsumsi yang berlebih.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, terdapat permasalahan yang dapat dikaji lebih mendalam,
antara lain:
- Aspek-aspek apa yang mempengaruhi kaum muda sehingga timbul praktik
konsumsi pada distro di Yogyakarta?
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian
ini yaitu:
- Mendeskripsikan aspek habitus, arena dan modal yang dimiliki kaum
muda yang mempengaruhi timbulnya praktik konsumsi pada distro di
Yogyakarta.
- Memahami tujuan praktek konsumsi kaum muda pelanggan pada distro.
D. Manfaat Penelitian
Dari tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk
- Memberikan gambaran kepada kaum muda mengenai proses sosial
berupa praktik konsumsi yang terjadi pada distro.
- Sebagai contoh model penelitian praktik sosial yang berkaitan dengan
modal, habitus dan arena pada suatu wilayah/tempat tertentu.
E. Landasan Teori
1.Teori Praktik Sosial
1.1.Habitus
Menggunakan sudut pandang Bourdieu, praktik konsumsi distro pada kaum
muda tidak sekedar tercipta dan ditentukan oleh tindakan rasional semata, namun
6
dipengaruhi pula oleh kelompok pergaulan dimana mereka berinteraksi. Hal ini
terkait dengan apa yang disebut dengan habitus. Seperti dikatakan oleh Bourdieu
dalam Mahar, Harker dan Wilkes, habitus adalah suatu sistem disposisi yang
berlangsung lama dan berubah-ubah (durable,transposable disposition) yang
berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu
secara objektif.1
Sistem ini bekerja dalam sistem bawah sadar dan di luar jangkauan
pemeriksaan introspektif yang cermat atau pengendalian kehendak. Habitus berfungsi
ketika kaum muda tidak memikirkan konteks sosial kultur dan keberadaan hal
tersebut dibentuk. Habitus merupakan struktur intern yang selalu dalam proses
restrukturisasi. Jadi praktik-praktik dan representasi agen tidak sepenuhnya
deterministik (pelaku bisa memilih), namun juga tidak sepenuhnya bebas (pilihannya
ditentukan oleh habitus). Agen tidak perlu lagi mencari maknanya atau
menyadarinya, habitus mampu menggerakkan, bertindak dan mengorientasikan sesuai
dengan posisi yang ditempati pelaku dalam lingkup sosial, menurut logika field dan
situasi yang melibatkannya. 2
Menggunakan konsep habitus, Bourdieu lebih leluasa untuk menunjukkan
adanya tindakan-tindakan yang tidak dipandu rasional, melainkan dipandu oleh
1Harker, Richard, Mahar, Chleen, Wilkes, Chris, (Habitus x modal)+ranah=praktik.Pengantar palingkomprehensif kepada pemikiran Pierre Bourdieu, Jalasutra, Yogyakarta : 2009
2Haryatmoko.2003.Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa=Landasan Teoritis Gerakan Sosialmenurut Pierre Bourdieu dalam majalah BASIS no. 11-12, Nov-Des. Yogyakarta: Kanisius
7
kategori sisa-sisa dari pengalaman masa lalu.3 Di sinilah praktik konsumsi pada kaum
muda bukan semata-mata tindakan rasional berdasarkan common sense semata, akan
tetapi terkait juga dengan ranah/arena dimana kaum muda tersebut bernaung. Seperti
dikatakan Bordieu dalam Damsar, habitus yang mantap hanya terbentuk, hanya
berfungsi dan hanya sah dalam sebuah ranah, dalam hubungannya dengan suatu
ranah. 4
1.2. Arena
Arena, menurut Bourdieu juga merupakan arena kekuatan. Di dalamnya
terdapat usaha perjuangan sumber daya (modal), dan juga upaya memperebutkan
akses terhadap kekuasaan. Perebutan tersebut dalam rangka memperoleh posisi dalam
arena. Posisi agen dalam arena tergantung dari jumlah kepemilikan (volume) modal
yang dia miliki, komposisi modal dan perubahan volume dan komposisinya dalam
waktu.5
Dalam kaitannya dengan praktik konsumsi kaum muda, ranah/arena
merupakan tempat dimana kaum muda memperkuat posisi. Cara kaum muda untuk
memperkuat posisi mereka pada ranah adalah dengan mengumpulkan modal.
Semakin banyak modal yang dimiliki oleh kaum muda, maka posisinya dalam arena
3Takwin, Bagus.2006.Habitus: Perlengkapan dan Kerangka Panduan Gaya Hidup dalam ResistensiGaya Hidup: Teori dan Realitas (Editor Alfathri Adlin). Yogyakarta: Jalasutra
4 Damsar.2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana
5 Mutahir, Arizal.2011. Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu. Yogyakarta : Kreasi Wacana
8
tersebut akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin sedikit modal yang dimiliki, maka
posisinya pada ranah tersebut menjadi semakin lemah.
1.3. Modal
Dalam lingkungan pergaulan (arena), kaum muda menyesuaikan diri dan
bertahan dengan jalan memiliki modal. Modal inilah yang kemudian menjadi sarana
kaum muda untuk memperkuat posisi dalam kelompok pergaulannya. Modal sendiri
dibedakan menjadi empat, yakni: modal ekonomi, modal sosial, modal budaya dan
modal simbolis.
Modal ekonomi dimengerti sebagai alat-alat produksi (mesin,tanah,tenaga
kerja), materi (pendapatan dan benda), dan uang. Modal sosial merupakan hubungan
dan jaringan hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam
kedudukan-kedudukan sosial. Modal budaya ialah keseluruhan kualifikasi intelektual
yang diproduksi secara formal maupun warisan keluarga. Sedangkan modal simbolik
(symbolic capital) dimengerti tidak lepas dari kekuasaan simbolis dan dominasi,
yakni kekuasaan yang memungkinkan untuk mendapatkan setara dengan apa yang
diperoleh melalui kekuasaan fisik dan ekonomi, berkat akibat khusus suatu
mobilisasi. Seperti dikatakan Bordieu dalam symbolic capital (kapital simbolik)
bahwa yang termasuk dalam modal simbolik adalah harga diri, martabat dan atensi.
Namun, sebagaimana yang diingatkan oleh Bourdieu kepada kita dengan konsepnya
tentang kapital simbolik (symbolic capital), tanda-tanda kecenderungan dan skema-
skema klasifikasi yang menampakkan asal-usul seseorang serta jalan kehidupannya
9
juga terwujud dalam bentuk tubuh, ukuran, berat, cara berdiri, berjalan, tingkah laku,
tekanan suara, gaya bicara, rasa senang dan tidak senang terhadap diri seseorang, dan
seterusnya. 6
Di sini, modal kaum muda termasuk dalam pemilihan pakaian, aksesoris
maupun merchandise yang berhubungan dengan distro. Kepemilikan hal-hal seperti
disebutkan sebelumnya menunjukkan posisi yang semakin kuat dalam arena
pergaulan, sedangkan kekurangan / ketiadaan dalam kepemilikan pakaian, aksesoris
maupun merchandise menunjukkan posisi yang semakin lemah di dalam arena.
Dengan menggunakan kacamata Bourdieu, untuk dapat mengetahui terjadinya
praktik konsumsi pada distro, merupakan hasil dari timbulnya habitus,arena dan
kepemilikan modal kaum muda. Hal ini seperti dikatakan oleh Bourdieu dalam
Distinction:
(Habitus x Modal) + arena = Praktik.7
Penggunaan teori Bourdieu dalam penelitian ini memiliki latar belakang
tertentu. Dalam upaya menjelaskan fenomena sosial, penggunaan teori lain, (Marxis
misalnya) tidak memberikan ruang bagi kepentingan simbolik di dalam analisis.
Bentuk simbolik seperti bahasa, pakaian dan postur tubuh merupakan hal penting
dalam menganalisis tentang praktik konsumsi kaum muda pada distro.
6 Featherstone, Mike, Posmodernisme dan Budaya Konsumen, Pustaka Pelajar, Yogyakarta : 2008
7 Bourdieu, 1984, Distinction. A social Critique of the Judgement of Taste, translated Richard Nice,Routledge & Kegan Paul Ltd, UK., hlm. 101.
10
Teori Bourdieu tidak lepas dari kritik dan kelemahan. Dalam membedah
realita sosial, Bourdieu cenderung menggunakan teori sosial mengenai habitus, modal
dan ranah/arena. Beberapa ahli masih meragukan metode analisis Bourdieu karena
berkonsentrasi kepada tuntutan pemenuhan modal sehingga tidak jarang mengabaikan
struktural-fungsional sistem yang telah ada sebelumnya (bagaimana struktur tersebut
terbentuk, dan lain sebagainya.). Yang menjadi salah satu kritik utama dari teori
Bourdieu adalah ketidakmampuannya dalam meramalkan masa depan.
2.Teori Keterlekatan (embeddeddness)
Dalam arena kaum muda, tindakan ekonomi kaum muda dalam mengunjungi
distro terkait dengan jaringan sosial dimana ia bernaung. Hal ini menolak anggapan
bahwa tindakan kaum muda ke distro merupakan sebuah pilihan rasional. Menurut
Granovetter dalam Damsar, pendekatan pilihan rasional merupakan bentuk ekstrem
dari individualisme metodologis yang mencoba meletakkan suatu superstruktur yang
luas di atas fundamen yang sempit, sebab pendekatan pilihan rasional tidak
memperhatikan secara serius struktur jaringan sosial dan bagaimana struktur ini
mempengaruhi hasil secara keseluruhan. 8
Granovetter beranggapan bahwa tindakan seseorang secara sosial melekat
dalam jaringan personal aktor dan bersifat non individual.
8Damsar, Prof.Dr. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana
11
2.1.Keterlekatan Relasional
Keterlekatan relasional merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara
social dan melekat (embedded) dalam jaringan sosial personal yang sedang
berlangsung di antara para aktor. 9
Termasuk di dalam keterlekatan relasional adalah tindakan ekonomi yang
terjadi dalam hubungan antara penjual dengan pembeli. Hubungan dari pembeli
kepada penjual diawali dengan hubungan yang meliputi proses pencarian informasi
oleh pembeli kepada penjual mengenai informasi produk barang maupun jasa.
Seiring dengan intensitas yang semakin rutin, hubungan ini akan
menimbulkan kedekatan yang tidak sekedar berdasarkan hubungan ekonomi semata
akan tetapi meliputi hubungan social yang mengarah kepada hubungan antara
pembeli kepada pelanggan. Sebagai contoh: dalam sebuah hubungan interpersonal
yang dekat antara penjual dan pelanggan, ketika ada pesta/acara di pihak pelanggan,
maka penjual akan memberikan kado spesial.
Begitu pula dalam tindakan sosial ekonomi yang terjadi dalam arena distro.
Hubungan antara pembeli dan penjual dalam ranah distro dipahami sebagai suatu
hubungan yang tidak sekedar berdasarkan atas kebutuhan ekonomi semata akan tetapi
merupakan hubungan yang sifatnya relasional. Dalam hubungan ini terjadi pertukaran
9Ibid,hlm.153.
12
informasi yang menimbulkan kedekatan secara sosial antara anak muda sebagai
pelanggan dengan penjual (pihak distro).
F. Konseptualisasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik konsumsi kaum muda pada
distro. Untuk dapat memahami terjadinya praktik konsumsi, perlu menganalisis
terlebih dahulu aspek-aspek yang membentuk praktik itu sendiri yaitu habitus, modal
dan arena. Habitus adalah sebuah kebiasaan kaum muda yang menjadi dasar bagi
terbentuknya praktik. Modal, merupakan basis bagi praktik. Disini modal berperan
sebagai sarana perwujudan habitus. Modal dimiliki oleh kaum muda dan terbagi
menjadi empat, yaitu modal social, ekonomi, budaya dan simbolik. Modal juga
diperebutkan di dalam arena. Hal ini seperti dikatakan Mutahir, seorang praktisi
akademik yang mengulas Bourdieu, arena juga merupakan arena pertarungan,tulis
Bourdieu. Mereka yang menempati posisi tertentu dapat mempertahankannya atau
bahkan mengubah konfigurasi kekuasaan pada tatanan arena.10
Arena pada distro sendiri menjadi wadah dan tempat bagi kaum muda bagi
terciptanya habitus. Arena pada setiap kelompok dapat berbeda, begitu pula modal
dan habitus sangat bergantung kepada para agen yang menduduki posisi tertentu.
10 Arizal Mutahir, OP.cit. hlm 70
13
Dengan menggunakan acuan teori Bourdieu, praktik konsumsi kaum muda
pada distro merupakan sebuah praktik yang bertujuan untuk bertahan di arena.
Dengan praktik konsumsi, kaum muda mengumpulkan modal untuk dapat
memperkuat posisinya di arena pergaulan distro.Semakin kuat modal tersebut
dimiliki, maka posisi kaum muda akan semakin kuat, sebaliknya semakin lemah
modal yang dimiliki, maka posisinya dalam arena akan semakin lemah.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
Kaum mudapelanggandistro
Habitus kaummuda pelanggandistro
KepemilikanModal padapelanggandistro: social,ekonomi,budaya,simbolik
Praktikkonsumsipada distrountukbertahan diarena
ArenaPelangganDistro
Keterlekatanrelasional
Gambar 1. Kerangka Berpikir Praktik Konsumsi Kaum muda Pada Distro Cottoncrew
14
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.11
Jenis penelitian kualitatif menggunakan deskriptif analitik, yaitu berupa kata-
kata tertulis atau gambar dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, dan
selanjutnya dianalisis dengan teori. Alasan menggunakan metode kualitatif
dikarenakan fenomena yang diteliti bersifat dinamis dan kompleks, sehingga tidak
memungkinkan menggunakan data numerik (angka) untuk menjelaskan fenomena
sosial yang sedang terjadi.
2. Unit analisis
Subjek yang diteliti adalah kaum muda dengan jumlah 6 orang. Menurut
Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga, kaum muda (pemuda) adalah warga negara
Indonesia yangmemasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang
berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.12
Subjek penelitian merupakan:
1. Kaum muda berusia antara 20-25 tahun
2. Memiliki latar belakang pendidikan lulusan SMA
11 Moleong, Lexy.j, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung:2005
12http://kepri.kemenag.go.id/file/file/UndangUndang/dktm1390549622.pdf (diakses tanggal 14Desember 2013)
15
3. Kaum muda yang memiliki ketertarikan dan kepedulian terhadap
penampilan (fashion)
4. Kaum muda yang merupakan pelanggan distro cottoncrew Yogyakarta
(4 orang)
5. Kaum muda yang merupakan pegawai (manajemen) distro cottoncrew
(2 orang)
Metode yang digunakan untuk memperoleh subyek penelitian menggunakan
metode snowball. Metode snowball adalah suatu metode yang berupa cara
pengumpulan subyek berdasarkan hubungan pertemanan/perkenalan. Dari satu orang
subyek kemudian merekomendasikan teman/kenalan yang kemudian menjadi subyek
berikutnya dan demikian seterusnya. Hal ini bertujuan untuk menjaring informasi
sebanyak mungkin dari berbagai macam sumber dan bangunannya.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di distro Cottoncrew Yogyakarta. Hal ini
dikarenakan lokasi distro tersebut merupakan salah satu distro yang ramai
dikunjungi kaum muda.
4.Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi. Dengan observasi,wawancara dan dokumentasi,
diharapkan diperoleh data kualitatif yang optimal.
16
4.1. Observasi (pengamatan)
Observasi yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan terhadap gejala-gejala atau fenomena yang diteliti, secara sistematis.13
Observasi dilakukan di cottoncrew distro. Hal ini diharapkan membantu peneliti
dalam mendapatkan gambaran distro dan kaum muda secara utuh dan jelas.
4.2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.14 Wawancara dilakukan secara indepth interview (wawancara
mendalam) dengan pedoman pertanyaan (interview guide) yang telah disusun
sebelumnya (terstruktur). Metode indepth interview menggunakan interview guide
dan kemudian menggali secara dalam melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
secara detail dan spesifik. Dengan indepth interview,diharapkan diperoleh data yang
akurat dan optimal.
13 Tohardi,A,MM,Petunjuk Praktis Menulis Skripsi,Mandar Maju, Bandung:2008
14Moleong.OP.cit.hlm 186
17
4.3. Studi Dokumen
Studi dokumen yaitu mengumpulkan dokumen-dokumen yang ada hubungannya
dengan permasalahan penelitian.15 Dokumen yang dimaksud berasal dari buku,
majalah dan internet.
5. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Seperti
dikatakan Bogdan & Biklen, adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.16 Analisis data penelitian menggunakan logika induktif, yakni
pengambilan kesimpulan menggunakan data/fakta yang diperoleh di lapangan
(empiris) kemudian ditarik kesimpulan.
Selanjutnya tahap analisis data diuraikan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi data yang diperoleh di lapangan , kemudian melakukan
pencatatan dan pengecekan ulang.
2. Mengelompokkan (kategorisasi) dan mengklasifikasikan data yang
diperoleh di lapangan.
15 Ibid,hlm 26
16 Ibid hlm. 26
18
3. Mencari hubungan, pola, dan ikhtisar kategorisasi data.
4. Menarik kesimpulan umum.
5. Menjelaskan teori hasil penelitian.
Dengan tahap-tahap seperti tersebut diatas penelitian dapat berjalan secara
sistematis dan jelas sehingga pada akhirnya dapat diperoleh kesimpulan dan hasil
penelitian yang valid (berlaku).