pendahuluan 7

24
BAB I PENDAHULUAN Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur dimana mikosis dapat terbagi berdasarkan cara jamur menyerang kulit secara superficialis ataupun profunda. Insidens mikosis superficialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas. Secara garis besar mikosis pada superficialis dibagi menjadi dermatofitosis dan nondermatofitosis. 1 Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk dalam kielas fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trychuphyton, dan Epidermophyton. Menurut Rippon selain sifat keratolitik masih banyak sifat yang sama diantara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenic, kebutuhan zat pertumbuhanya, dan penyebab penyakit. 1

Upload: zainal-takke-enal-takke

Post on 19-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

76767777

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur dimana mikosis dapat terbagi berdasarkan cara jamur menyerang kulit secara superficialis ataupun profunda. Insidens mikosis superficialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas. Secara garis besar mikosis pada superficialis dibagi menjadi dermatofitosis dan nondermatofitosis.1Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk dalam kielas fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trychuphyton, dan Epidermophyton. Menurut Rippon selain sifat keratolitik masih banyak sifat yang sama diantara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenic, kebutuhan zat pertumbuhanya, dan penyebab penyakit.1Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing masing 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21 spesies Trichopyton. Dermatofitosis terbagi bedasarkan lokasi yaitu tinea kapitis kepala, tinea barbae pada dagu dan jenggot, tinea kruris terjadi pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang perut bawah. Dan dermatofitosis dapat dibagi berdasarkan arti khusus yaitu tinea imbrikata yaitu dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan disebabkan Trychopiton concentricum, tinea favosa merupakan dermatofittosis yang terutama disebabkan oleh trychopyton schoenleini, tinea fasialis dan tinea sirsinata.1Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang panas dan lembab, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakandermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis. Prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.2 A. DEFINISI Tinea corporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus ( glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan, dan glutea..3 B. EPIDEMOLOGITinea corporis dapat ditransmisikan secara langsung oleh infeksi dari manusia dan infeksi hewan. Trychopyton rubrum mengalami kolonisasi di kaki, pada anak anak biasanya diakibatkan oleh kontak pathogen hewan pada khususnya Mycrosporum canis melalui pada anjing dan kucing. Pakaian yang ketat dan basah merupakan faktor resiko yang dapat dihubungkan dengan terjadinya tinea corporis secara frekwensi dan erupsi pada kulitnya. . pakaian yang ketat meningkatkan frekwensi kontak kulit dengan pakaian sehingga menyebabkan trauma minor dan menyebabkan daerah tersebut menjadi subur untuk pertumbuhan jamur, tinea zcorporis gladiatorum paling sering diakibatkan oleh Trychopyton tonsuran.4

Sumber: Zaenglein AL, Graber EM, Thibout DM, Fitzpatrrick,s Dermatology In General Medicine, 7th ed. McGraw-Hill 2008ETIOPATOGENESI. Infeksi dermatofitosis dapat ditransmisikan dari lingkungan yaitu m gypseum, dari infeksi hewan m.canis melalui anjing dan kucing, monyet T.Simii atau infeksi sesame manusia. berat tidaknya infeksi ditentukan oleh jenis spesies dan response dari host. coloni yang terbentuk pada umumnya diakibatkan oleh infeksi dari binatang dan sesama manusia, dermattofita dapat menginfeksi manusia disaat terpapar oleh sumber penyakit. faktor predisposisi yang berpengaruh diantaranya oleh genetika, kebersihan, suhu, diabetes dan penggunaan jangka panjang glukokortikoid dan sepatu yang tidak berventilas.T. Rubrum memproduksi mannans yang dapat menghambat seluler imunity dengan menghambat kerja dari sel monocyte. dua cytokine yang berpartisipasi IL-4 dan IFN G. pada awalnya dengan peningkatan produksi dari ige dan meningkatkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. respon humoral dimediasi oleh IgG dan IgM dihubungkan dengan proses inflamasi akut dengan karakteristik yang ditampilkan yaitu focus infeksi biasanya pada tinea pedis, ataupun kerion pada anak anak. pathogenic yang lain menyebabkan produksi dari enzyme ekstraseluler, protease yang dimana dapat menyebabkan kulit menjadi tebal akibat penebalan keratin, deoxyribunuclease dan elastase juga berkaitan dengan proses akut dan kronik pada tinea. elastase terdapat pada infeksi t.tonsurans dan t. mentagrophytes dan t.rubrum mengandung pathogen lipase dalam melakukan infeksinya. jamur dermatofit memiliki masing masing spesifik antigen.5Infeksi diperoleh dari deposisi arthrospora atau hifa pada permukaan kulit pada individual yang rentan. Sumber infeksi biasanya dari lesi aktif binatang atau manusia lain. Pada anak-anak yang terinfeks ioleh T. Rubrum dan E. Floccosum, setengah dari infeksi dapat berasal dari orang tua mereka. Di bangsal geriatri, epidemic dapat terjadi. Sering menyebar dari infeksi local yang sudah ada (misalnya kaki, lipat paha, kulit kepala dan kuku).Invasi kulit di tempat infeksi diikuti oleh penyebaran sentrifugal melalui lapisan tanduk epidermis. Setelah periode pembentukan (inkubasi), yang berlangsung 1-3 minggu,tanggapan jaringan terhadap infeksi menjadi jelas.6Dermatofita biasanya berada di daerah yang tidak hidup, seperti lapisan kulit, rambut, dan kuku, menyukai daerah yang hangat, lembab membantu proliferasi Jamur. Jamur memyebabkan keratinisasi dan enzimnya bias masuk lebih dalam dari stratum corneum, biasanya infeksi terbatas pada epidermis. Mereka biasanya tidak masuk lebih dalam, halini tergantung dari mekanisme pertahan non-spesifik itu dapat termasuk aktivasi serum inhibitor, komplemen, dan PMN.Tricophyton rubrum adalah jamur dermatofita umumnya menyerang manusia karena memiliki dinding sel sehingga resisten terhadap eradikasi. Barrier proteksi ini mengandung mannan, yang menghambat imunitas sel mediated, menghambat proliferasi keratinosit, dan menyebabkan organisme ini tahan terhadap pertahanan kulit normal.korporis.2Dermatofita dapat bertahan pada stratum korneum diakibatkan stratum korneum menyediakan nutrisi untuk dermatofita sebagai sumber pertumbuhan jamur dermatofita. Dermatofita menginfeksi stratum korneum melalui tiga cara yaitu: perlekatan terhadap sel keratocyte, penetrasi melewati sel sel kulit, dan membangun koloni pada host yang ditempati.Perlekatan dilakukan dengan cara jamur harus melekatkan arthroconidia yang merupakan komponen infeksi dari jamur untuk dilekatkan pada jaringan keratin kulit. Struktur tersebut harus bertahan terhadap sinar ultraviolet, perubahan suhu, bersaing dengan flora normal sekitar. Penetrasi dilakukan setelah perlekatan, dimana spora harus bereprroduksi dan penetrasi dalam stratum korneum dengan cepat dan kemudian melakukan deskuamasi. Penetrasi akan selesai dengan pelepasan proteinase, lipase, dan enzim mucynolitik, yang mana akan menyediakan nutrisi buat jamur. Trauma dan maserasi juga memfasilitasi penetrasi dan juga faktor penting dalam pathogenesis tinea pedis. Mannans dari jamur yang terdapat pada dinding sell jamur juga dapat menurunkan angka proliferasi sel keratosit. Pertahanan yang baru kemudian terdapat apabila jamur mencapai kedalaman kulit epidermis dengan berkompetisi dengan besi yang tersaturasi yaitu transferin dan kemungkinan lainya dengan menghambat pertumbuhan jamur dengan hormone progesterone.Dalam membangun respons dari host derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imunologi penderita dan jenis organism yang terkait. Reaksi imun dan dan kemotaksis sel infeksi dapat terjadi melalui mekanisme yang kompleks, beberapa jamur memproduksi low molecular weight kemotaksis faktor yang kebanyakan diproduksi oleh bakteri . Antybodi yang terbentuk tidak dapat member perlindungan terhadap infeksi dermatofita, pasien yang memiliki infeksi yang luas dapat mengalami peningkatan titer antybody. Pada dasarnya reaksi type IV atau reaksi hypersensitivita type lambat.4C. GAMBARAN KLINIK Bentuk klinik biasanya berupa lesi yang terdiri atas bermacam macam efloresensi kulit, berbatas tegas, dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan sementara di tepi lesi makin luas ke perifer. Kadang kadang ,bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak menunjukkan tanda tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada bagian tubuh dan tidak jarang terjadi dengan tinea kruris.3 Kelainan kulit yang didapat juga dapat terjadi beberapa bentuk diantaranya1 :1. Kelainan yang di lihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri dari eritema, squama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengah biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat sebagai lesi dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.2. Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.3. Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran berskuama yang kosentris.4. Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus. Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah.Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum, dan microsporum gypseum. Beratringan bentuk klinis yang tampak tidak bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita penderita.1

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGGejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan histopatologik dan imunologik tidak diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis yang berupa kerokan kulit. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH.1 Untuk jaringan kulit yang tebal, dipakai konsentrasi larutan KOH 20-30%, Untuk specimen yang berasal dari rambut dibiarkan lebih lama lagi, setelah itu sediaan tersebut ditutup dengan kaca penutup. Lalu dilihat dibawah mikroskop.7Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung dengan sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pembiakan dilakukan dengan menanamkanbahan klinis pada media buatan. medium agar Sabouraud karena dianggap merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan jamur.1

Gambaran koh terlihat septum yang multiple, berbentuk hifa dan spora pada dematofitosis epidermal. Preparat koh pada kandidiass terlihat pemanjangan pada ragi yang seperti pseudohypa tanpa septal.8F. Diagnosis BandingBergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea, dan psoriasis. Untuk alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya. Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyaki tini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis.Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitny asimetris dan terbatas, tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa heral patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. 1G. Penatalaksanaan1. Non MedikamentosaMenurut Rushing (2006) penatalaksanaan non medikamentosa pada tinea corporis adalaha) Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari berkeringat yang berlebihanb) Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat (karet, nylon)c) Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing, atau kontak pasien lain.d) Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki.e) Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang lain, leukemia, harus dikontrol. 2. Terapi topikal Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi (Rushing, 2006) Berikut obat yang sering digunakan :a) Topical azol terdiri atas : 1) Econazol 1 %2) Ketoconazol 2 %3) Clotrinazol 1%4) Miconazol 2%Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur (Rushing, 2006).b) Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut (Rushing, 2006).c) Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.d) Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.2

3. Terapi Orala) Griseovulfin 500-1000 mg/hari selama 2-6 minggu, ketokanazole 200 mg/ hari selama 4 minggu, intrakonazole 100 mg/hari selama 2 minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu dan terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu.

Daftar pustaka

1. Djuandha Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti. 2009. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Fk UI Edisi kelima.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2.Rushing ME. Tineacorporis.Online journal. 2012 December 14; available from http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm)3. Harahap Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hypocrates.4. Zaenglein AL, Graber EM, Thibout DM, Fitzpatrrick,s Dermatology In General Medicine, 7th ed. McGraw-Hill 2008: Hal 18525. Roberto Arenas, Roberto Estrada.2001. Tropical Dermatology:Mexico6. Rook, Willkinson, Ebling. Mycology.In : Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, editors. Text book of dermatology. 5th ed. London : Blackwell scientific publication,1992.p : 36.237. Kumala Widyasari.2009.Mikology Dasar Kedokteran: Jakarta: Universitas Trisakti8. Zaenglein AL, Graber EM, Thibout DM, Fitzpatrrick,s Colour Atlas and Sinopsis Of Clinical Dermatology, 6th ed. McGraw-Hill 2009: Hal 7349. Amiruddin Dali Muhammad. Buku Pengajar Penyakit Kulit Di Daerah Tropis. .