pendahuluan 1.1 latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2...

25
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang mempunyai peran sebagai makhluk sosial. Untuk berkomunikasi, dibutuhkan alat berupa bahasa untuk menyampaikan pesan, keinginan, harapan, perasaan, permohonan, perintah dan sebagainya. Untuk mengetahui pesan atau maksud dalam bahasa dibutuhkan ilmu pragmatik. Ilmu pragmatik adalah studi tentang maksud penutur bahasa yang dihubungkan dengan konteks (Yule, 2006:3). Keinginan, harapan, perasaan, permohonan, larangan dan perintah merupakan bagian dari ilmu pragmatik yang disebut tindak tutur, yaitu tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan (Yule, 2006:82). Dari beberapa jenis tindak tutur, tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang sering digunakan dalam berkomunikasi. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang digunakan penutur untuk mengekspresikan maksud penutur yang dijadikan alasan bagi petutur untuk bertindak (Bach dan Harnish, 1979:47). Tindak tutur direktif mempunyai beberapa maksud, yaitu perintah, larangan, nasehat, permohonan, permintaan, berdoa, dan lain-lain. Bahasa Arab merupakan bahasa asing yang banyak dipakai dan diserap ke dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut tidaklah mengherankan, karena mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam yang berasal dari negara Arab, sehingga bahasa Arab merupakan bahasa Agama Islam. Banyak kegiatan ibadah yang mengharuskan pelaksananya untuk memakai bahasa Arab, contohnya ketika melakukan shalat,

Upload: lyphuc

Post on 01-Apr-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan

manusia yang mempunyai peran sebagai makhluk sosial. Untuk berkomunikasi,

dibutuhkan alat berupa bahasa untuk menyampaikan pesan, keinginan, harapan,

perasaan, permohonan, perintah dan sebagainya. Untuk mengetahui pesan atau

maksud dalam bahasa dibutuhkan ilmu pragmatik. Ilmu pragmatik adalah studi

tentang maksud penutur bahasa yang dihubungkan dengan konteks (Yule, 2006:3).

Keinginan, harapan, perasaan, permohonan, larangan dan perintah merupakan bagian

dari ilmu pragmatik yang disebut tindak tutur, yaitu tindakan-tindakan yang

ditampilkan lewat tuturan (Yule, 2006:82). Dari beberapa jenis tindak tutur, tindak

tutur direktif merupakan tindak tutur yang sering digunakan dalam berkomunikasi.

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang digunakan penutur untuk

mengekspresikan maksud penutur yang dijadikan alasan bagi petutur untuk bertindak

(Bach dan Harnish, 1979:47). Tindak tutur direktif mempunyai beberapa maksud,

yaitu perintah, larangan, nasehat, permohonan, permintaan, berdoa, dan lain-lain.

Bahasa Arab merupakan bahasa asing yang banyak dipakai dan diserap ke

dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut tidaklah mengherankan, karena mayoritas

bangsa Indonesia beragama Islam yang berasal dari negara Arab, sehingga bahasa

Arab merupakan bahasa Agama Islam. Banyak kegiatan ibadah yang mengharuskan

pelaksananya untuk memakai bahasa Arab, contohnya ketika melakukan shalat,

Page 2: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

2

berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan

kalimat-kalimat berbahasa Arab. Selain itu, bahasa Arab juga merupakan bahasa al-

Qur’an dan Hadis yang menjadi pedoman umat Islam. Hal itu membuat pemeluk

agama Islam banyak yang belajar bahasa Arab. Karena itulah, penting melakukan

penelitian tentang bahasa Arab ini.

Umat Islam mempunyai dua pedoman hidup yang keduanya berbahasa Arab,

yaitu al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diwahyukan

kepada Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, sedangkan Hadis adalah perkataan,

perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah yang membawa

ajaran Islam untuk disampaikan kepada manusia. Hadis dibagi menjadi tiga sesuai

bentuknya, yaitu hadis qauliy yang berupa tuturan, hadis fi’liy yang berupa perbuatan,

dan hadis taqririy yang berupa ketetapan. Diantara ketiga bentuk hadis tersebut, hadis

qauliy yang berupa tuturan Nabi Muhammad merupakan hadis yang mempunyai

kedudukan paling kuat daripada bentuk hadis lainnya. Tuturan dalam hadis itu berisi

ajaran yang sebagian besar berbentuk tindak tutur Direktif yang berupa nasehat,

permintaan, doa, perintah, dan larangan. Selain tindak tutur direktif, tuturan dalam

hadis juga menggunakan bentuk lain seperti tindak tutur asertif, tindak tutur

ekspresif, tindak tutur deklarasi dan tindak tutur komisif. Karena penggunaan tindak

tutur direktif banyak digunakan dalam hadis, maka menarik untuk diteliti. Penelitian

akan difokuskan lagi pada tindak tutur direktif yang berupa perintah dan larangan

karena dua tindak tutur tersebut menjadi dominan dalam hadis.

Page 3: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

3

Agar perintah dan larangan yang disampaikan itu diterima dengan baik,

tentunya Nabi Muhammad menggunakan bentuk dan strategi tertentu dalam

tuturannya yang patut untuk diketahui. Kesuksesan strategi tersebut sudah terbukti

dengan menyebarnya Islam ke seluruh dunia. Hal itulah yang membuat penelitian

tentang hadis dari segi tindak tutur yang berupa perintah dan larangan menarik untuk

dilakukan, sehingga dapat diketahui karakteristik tuturan Nabi Muhammad.

Dalam Hadis, banyak tuturan yang mengandung perintah dan larangan dengan

berbagai variasi cara penyampaian, sehingga ditemukan berbagai bentuk dan strategi

tindak tutur perintah dan larangan. Contoh tuturan dalam Hadis yang mengandung

perintah dan larangan adalah sebagai berikut.

(1) ارم سعد فداك أيب و أميIrmi sa’ad fadaka abi wa ummi

‘Panahlah sa’ad, tebusanmu adalah ayah dan ibuku’

(Hadis ke-85, hal: 372)

Konteks: tuturan Rasulullah kepada sa’ad ketika melihat ada seorang laki-

laki musyrik yang membakar amarah orang Islam dalam perang Uhud.

(2) اللحد لنا و الشق لغريناAl-lahdu lana wasy-syaqqu ligairina

‘Lahad untuk kita dan syaq untuk selain kita’

(Hadis ke-24, hal: 194)

Konteks: tuturan Rasulullah kepada para sahabatnya ketika akan

menguburkan seseorang yang baru saja masuk Islam.

(3) ال جتمعوا بني الرطب و البسر و بني الزبيب و التمر نبيذاLa tajma‘u bainar-rutabi wal-busri wa bainaz-zabibi wat-tamri nabizan

Page 4: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

4

‘Janganlah kalian mengumpulkan antara kurma matang dengan kurma

yang belum matang dan antara anggur kering dengan kurma kering

sebagai minuman’

(Hadis ke-50, hal: 276)

Konteks: tuturan nabi kepada orang-orang yang sedang bersamanya

karena ada seorang laki-laki yang mabuk karena minum campuran kurma

dan anggur.

(4) من حيرم الرفق حيرم اخلريMan yuharrimur-rifqa yuharrimul-khaira

‘Barangsiapa mengharamkan kelembutan maka dia mengharamkan

kebaikan’

(Hadis ke-64, hal: 320)

Konteks: tuturan Rasulullah kepada ‘Aisyah ketika ‘Aisyah memaki-maki

unta yang dinaikinya karena sulit dikendarai.

Pada contoh (1), tuturan tersebut dituturkan oleh Nabi Muhammad kepada

Sa’ad bin Abi Waqas. Tuturan tersebut adalah tuturan yang berbentuk kalimat

imperatif yang ditandai oleh fi’il Amr ‘irmi’ yang bermaksud memerintahkan Sa’ad

untuk memanah laki-laki musyrik yang sedang membakar amarah muslimin. Adapun

contoh (2), dituturkan oleh Nabi Muhammad kepada para sahabat yang akan

mengubur orang yang baru masuk Islam. Tuturan tersebut berbentuk kalimat

deklaratif yang bermaksud perintah untuk membuatkan lahad untuk mengubur mayat

orang yang baru masuk Islam. Pada contoh (3), tuturan tersebut dituturkan kepada

orang-orang yang sedang bersamanya. Tuturan itu berbentuk kalimat imperatif yang

ditandai dengan la an-nahiyah la tajma‘u yang bermaksud larangan untuk mencampur

kurma matang dengan kurma yang belum matang dan mencampur anggur kering

Page 5: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

5

dengan kurma kering. pada. Pada contoh (4),tuturan dituturkan kepada Aisyah ketika

dia memaki-maki unta yang ditunganginya.

Pada contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa penyampaian perintah dan

larangan tidak hanya menggunakan bentuk kalimat imperatif, namun juga dapat

menggunakan kalimat deklaratif. Perintah dan larangan juga tidak hanya disampaikan

dengan tindak tutur langsung, tetapi bisa juga disampaikan dengan tindak tutur tidak

langsung. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk mengetahui bentuk dan

strategi yang dipakai dalam penyampaian perintah dan larangan dalam hadis.

Hadis nabi sangatlah banyak dan dikodifikasikan dalam banyak buku hadis,

seperti buku Shahih Bukhari, Shahih Muslim, sunan Abu Dawud, Sunan Nasai,

Musnad Ahmad, dan lain-lain. Karakter buku-buku Hadis itu sebagian besar hanya

mengumpulkan matan dan rawinya saja sehinga susah untuk melihat konteks dari

masing-masing hadis. Karena itulah, Imam Suyuthi menaruh perhatian besar terhadap

konteks dalam tiap hadis, sehingga dia menyusun buku hadis yang dilengkapi dengan

konteks masing-masing hadis yang berjudul Asbabul-Wurud Al-Hadis. Kitab ini

memiliki beberapa kelebihan dibanding kitab-kitab hadis yang lain, yaitu praktis,

disertai dengan konteks hadis, klasifikasinya berdasarkan ilmu fiqih sehingga lebih

aplikatif, kompilasi dari banyak kitab hadis, dan dapat mewakili hadis-hadis dalam

kitab hadis lain. Karena kelebihan itulah, kitab ini dijadikan objek kajian dalam

penelitian ini.

Page 6: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka disusunlah

beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tindak tutur perintah dan larangan dalam Hadis dilihat dari modus

kalimatnya?

2. Bagaimana strategi tindak tutur perintah dan larangan dalam Hadis?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini mempunyai

tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan perintah dan larangan Hadis dilihat dari modus kalimatnya.

2. Menjelaskan strategi tindak tutur perintah dan larangan dalam Hadis.

1.4 Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang diharapkan bisa diperoleh dari penelitian ini, yaitu: (1)

manfaat teoritis, dan (2) manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi untuk bidang

linguistik dalam mengungkap bentuk variasi tindak tutur perintah dan

larangan dalam bahasa Arab, serta memahami lebih dalam alasan dari

pembentukan perintah dan larangan itu dari sudut pandang konteks dalam

tuturan itu. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

Page 7: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

7

dalam mengungkap alasan penggunaan strategi tindak tutur dari sudut

pandang konteks dalam tuturan.

2. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembelajar

bahasa Arab dalam merangkai dan memilah kata-kata untuk membentuk

sebuah perintah maupun larangan dalam bahasa Arab yang disesuaikan

dengan konteks yang ada, sehingga perintah dan larangan itu tersampaikan

dengan cara yang baik dan benar.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang pragmatik telah banyak dilakukan, terutama mengenai

konsep tindak tutur bahasa Arab yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian

pragmatik tentang tindak tutur telah dilakukan pada media cetak maupun media

elektronik. Media cetak yang dimaksud berbentuk iklan, komentar pembaca pada

sebuah koran, pamflet peringatan, naskah drama, dan al-Qur’an, sedangkan media

elektronik yang dimaksud berbentuk video khutbah, video pengajaran bahasa, dan

film. Penelitian Pragmatik tindak tutur direktif pada iklan diantaranya dilakukan oleh

Aminah (2006) dengan judul “Iklan dalam Surat Kabar Al-Ittihad” dan Rakhmatika

(2009) dengan judul “Iklan pada Majalah Ekonomi Al-Iqtisad Wal-Amal”. Mereka

menemukan beberapa macam strategi tindak tutur dalam iklan berbahasa Arab, yaitu

tindak tutur langsung literal, langsung tidak literal, tidak langsung literal, dan tidak

langsung tidak literal.

Page 8: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

8

Penelitian pragmatik tindak tutur direktif pada komentar pembaca pada sebuah

koran dilakukan oleh Lailiyah (2013), dalam tesisnya yang berjudul “Tindak Tutur

Direktif dalam Rubrik Reader’s Forum di The Jakarta Post” menyatakan bahwa,

pertama, berdasarkan struktur dan modus kalimat, jenis tindak tutur direktif dalam

rubrik reader’s forum pada surat kabar “The Jakarta Post” terdiri dari tindak tutur

langsung yang berupa kalimat imperatif; tindak tutur tidak langsung yang terdiri dari

kalimat deklaratif dan kalimat tanya; sedangkan berdasarkan makna kata-kata yang

menyusunnya hanya terdapat tindak tutur literal karena penutur dalam rubrik tersebut

cenderung memberikan komentar dan tanggapan dengan mengatakan maksudnya

secara langsung dan jelas. Kedua, ada beberapa maksud yang ditemukan dalam

tuturan direktif pada rubrik tersebut, yaitu: 1) maksud memerintah ditemukan dengan

bentuk kalimat imperatif dan kalimat deklaratif; 2) maksud melarang yang ditandai

dengan pemarkah negatif not pada kata kerja bantu, bentuk kalimat imperatif, dan

dengan kalimat deklaratif; 3) maksud meminta yang ditandai dengan hadirnya kata

please dalam kalimat imperatif dan penggunaan kata can/could dalam kalimat

interogratif; 4) maksud menyarankan yang ditemukan dalam bentuk kalimat

deklaratif, kata kerja performatif, kalimat interogratif, dan dalam bentuk impersonal;

5) maksud mengajak yang ditandai dengan kata let’s; 6) maksud memperingatkan

dengan kalimat imperatif dan kalimat deklaratif; 7) maksud mengharapkan yang

ditandai dengan kata hope dan expect; 8) maksud membiarkan yang ditandai dengan

kata let yang diikuti objek ketiga. Ketiga, berdasarkan strategi kesopanan yang

diterapkan penutur untuk mencegah tindakan mengancam muka petutur, ditemukan

Page 9: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

9

strategi kesopanan positif yang berupa 1) menggunakan penanda yang menunjukkan

kesamaan jati diri atau kelompok, 2) berusaha melibatkan petutur dalam suatu

kegiatan tertentu, 3) memberikan dan meminta alasan; dan strategi kesopanan negatif

yang berupa 1) mengungkapkan secara tidak langsung, 2) melakukan secara hati-hati

dan tidak terlalu optimistik, 3) memberikan penghormatan, 4) tidak menyebutkan

penutur dan petutur, dan 5) menyatakan tindakan mengancam wajah sebagai

ketentuan sosial yang umum berlaku.

Penelitian pragmatik tindak tutur direktif pada pamflet dilakukan oleh Maulani

(2010), dalam skripsinya yang berjudul “Jenis tindak tutur perintah mematikan

handphone dalam pamflet-pamflet pada masjid-masjid di kota Isma’iliyyah” juga

membahas tindak tutur. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa penutur pada

pamflet dalam menyampaikan maksudnya menggunakan lima macam tindak tutur,

yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, tindak tutur perlokusi, tindak tutur

langsung literal, dan tindak tutur tidak langsung literal. Penggunaan tindak tutur

langsung literal pada pamflet-pamflet tersebut bertujuan agar mitra tutur langsung

mengerti maksud penutur, sedangkan penggunaan tindak tutur tidak langsung literal

bertujuan untuk memperhalus perintah dan berkesan lebih sopan kepada mitra tutur.

Tujuan pamlet pada masjid-masjid di kota Ism’iliyyah mempunyai maksud

memerintahkan kepada mitra tutur agar mematikan handphone ketika memasuki

masjid agar tidak mengganggu kekhusukan sholat.

Penelitian pragmatik tindak tutur direktif pada naskah drama dilakukan oleh

Fikriyandi (2012) dengan judul “Tindak Tutur dalam Naskah Drama Pygmalion

Page 10: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

10

karya Taufik Al-Hakim”. Penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam naskah drama

Pygmalion terdapat tindak lokusi, tindak ilokusi, maupun perlokusi. Adapun tindak

tutur yang paling banyak ditemukan adalah tindak ilokusi yang berupa asertif,

direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi. Dari sekian macam ilokusi, yang paling

banyak dipakai adalah asertif dan direktif.

Penelitian pragmatik tindak tutur direktif pada al-Qur’an dilakukan oleh

Purnawan (2009), dalam tesisnya yang berjudul “Tuturan Direktif dalam Al-Qur’an

(Kajian Pragmatik terhadap Ayat-Ayat Hukum)” membahas modus tuturan direktif

yang digunakan, maksud tutur, konteks tutur, dan fungsi pemakaian tindak tutur

direktif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tuturan direktif ayat-ayat hukum

menggunakan modus tuturan direktif langsung dan modus tuturan direktif tidak

langsung. Penggunaan tuturan direktif langsung meliputi modus imperatif, modus

imperatif bersyarat, dan modus imperatif dengan peringatan; Sedangkan penggunaan

direktif tidak langsung terdiri atas tuturan deklaratif tak berpenanda, tuturan

pernyataan keharusan, tuturan pernyataan kebolehan, serta tuturan himbauan. Dari

aspek fungsi pemakaiannya, tuturan direktif ayat-ayat hukum terdiri dari fungsi

memerintah, fungsi melarang, fungsi mewajibkan, fungsi mengharamkan, fungsi

membolehkan, dan fungsi menunjukkan cara.

Penelitian pragmatik tindak tutur direktif pada Khotbah dilakukan oleh

Hidayati (2010), dengan judul “Jenis Tindak Tutur dalam Khotbah Jum’at di Masjid

Syarqi Kairo Mesir” juga membahas tentang tindak tutur. Kesimpulan dari skripsinya

tersebut adalah bahwa penutur khotbah jum’at, dalam menyampaikan khotbahnya

Page 11: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

11

tidak hanya menggunakan satu macam tindak tutur, tetapi beberapa macam tindak

tutur, seperti tindak tutur lokusi, tindak tutur Ilokusi, dan tindak tutur perlukosi.

Adapun tindak tutur yang banyak dipakai dalam khotbah Jum’at dengan judul “Baina

As-Surah wal-Haqiqah” adalah tindak tutur lokusi karena hanya digunakan untuk

menyatakan atau menginformasikan sesuatu.

Penelitian pragmatik tindak tutur direktif pada pengajaran bahasa dilakukan

oleh Kurniawati (2014), dalam tesisnya yang berjudul “Tindak Tutur Direktif dalam

Pengajaran Percakapan Bahasa Inggris” membahas tentang, pertama, jenis-jenis

tindak tutur direktif dalam pengajaran percakapan bahasa Inggris yaitu perintah,

ajakan, permintaan perizinan, sindiran, pancingan, saran, nasehat, persilaan, larangan,

peringaran, dan keluhan. Kedua, strategi penyampaian tindak tutur direktif yang

berupa strategi langsung literal, langsung nonliteral, tidak langsung literal, dan tidak

langsung nonliteral. Ketiga, fungsi tindak tutur direktif yang berupa memerintah,

meminta, melarang, memberi izin, mempercayakan, menyindir, mengingatkan,

mengajak, meminta informasi, menasehati, menyarankan, memotivasi,

mempersilakan, mendorong, memancing keaktifan siswa. Keempat, strategi

kesopanan bertutur dengan menggunakan strategi kesopanan secara langsung tanpa

penyelamatan muka dan tidak langsung dengan penyelamatan muka, baik dengan

kesopanan positif maupun negatif. Kesopanan positif itu berupa usaha melibatkan

petutur dan penutur dalam suatu kegiatan tertentu, mengusahakan persetujuan dengan

petutur, memberi alasan, menggunakan penanda yang menunjukkan kesamaan jatidiri

atau kelompok, membuat lelucon, menawarkan suatu tindakan timbal balik, membuat

Page 12: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

12

persepsi bahwa penutur memahami keinginan petutur,menghindari pertentangan

dengan petutur, dan mengungkapkan rasa optimisme; sedangkan kesopanan negatif

itu berupa bertutur seccara tidak langsung sesuai konvensi.

Adapun yang membahas tentang film adalah penelitian yang dilakukan oleh

Indraswari (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Tindak Tutur Ilokusi Pengasuh

Anak dalam Tayangan Nanny 911”. Ada tiga poin penting dalam penelitian ini.

Pertama, tentang jenis tindak tutur yang digunakan yang dibagi pada tiga bagian,

yaitu: bagian pembukaan yang terdiri dari asertif, direktif, komisif, dan fatis; bagian

isi yang terdiri dari asertif, komisif, ekspresif, direktif, fatis, dan verdiktif; serta

bagian penutup yang terdiri dari asertif, direktif, verdiktif, ekspresif, dan fatis. Kedua,

berdasarkan strategi tindak tutur yang digunakan, yaitu tindak tutur literal langsung,

tindak tutur literal tidak langsung, dan tindak tutur tidak literal langsung. Ketiga,

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak tutur pengasuh anak, yaitu seting

waktu dan tempat, peserta tutur, tujuan tuturan, urutan tindak, jiwa pertuturan, media

yang dipakai dalam pertuturan, norma, genre, warna emosi, dan citra rasa tutur.

‘Aini (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Tindak Tutur Direktif Bahasa

Inggris dalam Transkrip dialog Film Nanny Mcphee” memberikan gambaran

mengenai tuturan direktif bahasa Inggris berdasarkan situasi nyata yang menyangkut

bentuk tuturan, makna, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bentuk tuturan

direktif yang ditemukan dalm film ini berupa bentuk imperatif, deklaratif, dan

interogratif. Ada beberapa makna yang terkandung dalam tuturan direktif dalam film

tersebut, yakni memerintah, melarang, menyarankan, meminta, mengajak,

Page 13: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

13

mempersilakan, membiarkan menyindir, mempercayakan minta maaf, minta izin, dan

memperingatkan. Sedangkan faktor dominan yang mempengaruhi munculnya tindak

tutur direktif adalah latar belakang peserta tutur, warna emosi, situasi tutur, maksud

dan tujuan, dan norma.

Rachman (2014), dalam tesisnya yang berjudul “Tindak Tutur Direktif Bahasa

Arab dalam Film Umar” menyimpulkan bahwa tindak tutur direktif bahasa Arab

dalam film Umar memiliki berbagai jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur direktif

langsung dengan bentuk kalimat imperatif yang ditandai oleh verba perintah, verba

larangan, verba dengan perfiks ‘ista’ dan kata untuk memanggil; tindak tutur direktif

tidak langsung dengan bentuk kalimat deklaratif dan intogratif yang ditandai oleh

kata tanya. Faktor yang mempengaruhi munculnya tuturan adalah latar belakang

peserta tutur, warna emosi, situasi tutur, maksud dan tujuan tutur, dan genre.

Sedangkan fungsi dari tindak tutur direktif pada film ini adalah memerintah,

melarang, meminta, menasehati, mengajak, mengharapkan, memperingatkan,

menantang, dan mempersilakan.

Dilihat dari beberapa penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian

tindak tutur perintah dan larangan dalam tulisan ini berbeda dengan penelitian-

penelitian sebelumnya. Ada beberapa perbedaan dalam penelitian ini dengan

penelitian-penelitian sebelumnya yaitu, pada penelitian ini diambil tindak tutur

perintah dan larangan bahasa Arab dalam Hadis. Dari segi objek formal, sudah

banyak yang membuat penelitian tentang tindak tutur direktif dari berbagai bahasa,

terutama bahasa Arab, tetapi belum ada penelitian yang secara khusus meneliti

Page 14: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

14

tentang tindak tutur direktif yang bermaksud perintah dan larangan dalam bahasa

Arab. Dari segi objek material, sudah banyak peneliti yang meneliti objek yang

berupa media cetak yang berbentuk iklan, koran, pamflet, naskah drama, dan al-

Qur’an dengan kajian tindak tutur, tetapi belum ada yang meneliti Hadis dari sudut

pandang tindak tutur. Tuturan dalam hadis berbeda dengan tuturan yang terdapat pada

iklan, koran, dan pamflet, karena isi dalam hadis merupakan ajaran dan pedoman

hidup. Selain itu, penutur hadis adalah nabi yang merupakan utusan Tuhan yang

mempunyai keistimewaan dibandingkan manusia lain. hadis ini juga berbeda dengan

al-Qur’an, karena al-Qur’an merupakan tuturan Tuhan yang Maha Sempurna,

sedangkan Hadis merupakan tuturan manusia yang mungkin salah.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Definisi pragmatik

Pragmatik adalah kajian tentang hubungan bahasa dengan konteks yang

menjadi dasar atas pemahaman bahasa (Levinson, 1983). Hal itu juga senada dengan

pendapat Yule (2006:3) yang menyatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang

maksud penutur bahasa yang dihubungkan dengan konteks. Wijana (1996:1)

menyatakan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari

eksternal bahasa dalam penggunaannya sebagai alat komunikasi. Pragmatik juga

mengkaji makna yang berbeda dengan makna yang dikaji dalam semantik. Makna

dalam kajian pragmatik adalah makna ujaran yang terdapat pada eksternal bahasa,

Page 15: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

15

sedangkan makna dalam kajian semantik adalah makna kalimat yang terdapat pada

internal bahasa (Purwo, 1990:16).

1.6.2 Definisi tindak tutur

Persoalan tindak tutur adalah persoalan yang paling utama dalam pragmatik.

Sehubungan dengan ini, secara teoritis tindak tutur yang yang semula dibedakan

menjadi dua, yakni tindak tutur performatif dan tindak tutur konstatif (Austin, 1962)

dikembangkan oleh penerusnya, searle menjadi tiga, yakni tindak lokusi, tindak

ilokusi, dan tindak perlokusi (Searle, 1969). menurut Yule (2006:83), tindak lokusi

merupakan tindak dasar tuturan atau tindak tuturan yang yang menghasilkan suatu

ungkapan linguistik yang bermakna; tindak ilokusi adalah pembentukan tuturan

dengan mempertimbangkan fungsi, maksud, dan tujuan di dalam pikiran; sedangkan

tindak perlokusi adalah tindak yang mengacu pada efek pada petutur yang

ditimbulkan dari tuturan yang dilakukan seorang penutur. Jadi tindak tutur lokusi itu

berhubungan dengan teks tuturan; tindak tutur ilokusi berhubungan dengan penutur,

sedangkan perlokusi itu berhubungan dengan petutur.

Dalam penggunaannya, Searle dalam parker (1986:17) menyebutkan bahwa

tindak tutur dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, literal maupun

tidak literal. Tuturan !احمل كتابي ‘Ambilkan buku saya!’ menunjukkan tindak tutur

ilokusi yaitu meminta secara langsung. Hal itu berbeda dengan tuturan هل تستطيع أن

Bisakah anda membawakan buku saya?’ yang merupakan bentuk tindak‘ تحمل كتابي؟

tutur ilokusi meminta secara tidak langsung.

Page 16: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

16

Tindak tutur langsung dapat ditandai dari wujud formal sintaksisnya. Tindak

tutur langsung adalah tuturan yang sesuai dengan modus kalimatnya, misalnya

kalimat tanya digunakan untuk bertanya, kalimat deklaratif digunakan untuk

memberitahukan, sedangkan kalimat perintah digunakan untuk menyuruh, mengajak,

atau memohon untuk melakukan sesuatu, contohnya kalimat perintah !خذ محفظتي

‘Ambilkan tas saya’, kalimat deklaratif كنت أستاذا هنا ‘aku dosen di sini’, dan kalimat

tanya ماذا تعمل؟ ‘Apa yang kamu lakukan?’. Sedangkan kalimat tidak langsung adalah

tuturan yang berbeda dengan modus kalimatnya, misalnya kalimat tanya digunakan

untuk menyuruh, kalimat deklaratif digunakan untuk menawarkan, dan sebagainya.

Tindak tutur tidak langsung ini bisa mengakibatkan respon yang beragam tergantung

dari konteksnya. Sebagai contoh, tuturan seorang kakak yang lagi belajar dengan

serius kepada adiknya yang bermain bersama teman-temannya sambil berteriak-teriak

apakah kamu bisa diam?’. Tuturan tersebut merupakan kalimat‘ هل تستطيع أن تسكت ؟

tanya yang digunakan untuk menyuruh.

Selain tindak tutur langsung dan tidak langsung, ada juga tindak tutur literal

dan non-literal. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sesuai

dengan kata-katanya. Contohnya tuturan شبعت ‘Saya kenyang’ ketika diucapkan

seseorang setelah makan banyak. Sedangkan tindak tutur tidak literal adalah tindak

tutur yang maksudnya tidak sesuai dengan kata-katanya. Contohnya tuturan أحسنت يا

Bagus Zaid!’ ketika diucapkan pengawas ujian kepada Zaid yang ketahuan‘ زيد

menyontek pada waktu ujian. Wijana (1996:33-35) mengungkapkan bahwa jika

tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan dengan tindak tutur literal

Page 17: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

17

dan tidak literal akan didapatkan empat kelompok tindak tutur, yaitu tindak tutur

langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal,

dan tindak tutur tidak langsung tidak literal.

Berdasarkan fungsinya, Searle (dalam Rahardi, 2005:36) menggolongkan

tindak tutur ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki

fungsi komunikatif, yaitu tindak tutur asertif, tindak tutur direktif, tindak tutur

ekspresif, tindak tutur komisif, dan tindak tutur deklarasi. Penjelasan kelima macam

bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Asertif , yakni bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran

proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating), menyarankan

(suggesting), menbual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim

(claiming).

2. Direktif, yakni bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk

membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan, misalnya,

memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon (requesting),

menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending).

3. Ekspresif, adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau

menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya

berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf

(pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising), berbelasungkawa

(condoling).

Page 18: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

18

4. Komisif, yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau

penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan

menawarkan sesuatu (offering)

5. Deklarasi,Yaitu bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan

kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), menbaptis

(chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing),

mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing).

Menurut Yule (2006:93), tindak tutur direktif adalah jenis tindak tutur yang

dipakai penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini

menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi perintah,

pesan, permohonan, dan saran. Menurut Bach dan Harnish (1979:47) tindak tutur

direktif adalah tindak tutur yang digunakan penutur untuk mengekspresikan maksud

penutur yang dijadikan alasan bagi petutur untuk bertindak. Tindak tutur tersebut

berupa permintaan, perintah, pertanyaan, dan larangan. Keempatnya dibedakan

berdasarkan kekuatan usahanya, tetapi pada dasarnya bertujuan agar petutur

melakukan sesuatu untuk penutur (Kreidler, 1998:191). Dapat disimpulkan dari

ungkapan-ungkapan di atas bahwa tindak tutur direktif dapat berupa perintah, pesan,

permohonan, saran, permintaan, pertanyaan, maupun larangan.

1.6.3 Bentuk tindak tutur

Bentuk tindak tutur yang dimaksud adalah modus kalimat yang dipakai dalam

tindak tutur. Menurut Wijana, kalimat berdasarkan modusnya dapat dibedakan

Page 19: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

19

menjadi tiga macam, yaitu kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kaliamat

interogatif.

1. Kalimat deklaratif

kalimat deklaratif berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada

orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti

tercemin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kalimat

berita mempunyai pola intonasi yang disebut pola intonasi berita.

Kalimat berita di dalamnya tidak ada kata-kata tanya seperti apa,

siapa, di mana, mengapa, kata-kata ajakan seperti mari, ayo, kata persilahan

silahkan, serta kata larangan jangan. Jadi, penentu jenis kalimat di sini

didasarkan pada ciri formal kalimat dan bukan ditentukan oleh tanggapan

yang diharapkan dan oleh maknanya.

2. Kalimat imperatif

Kalimat imperatif merupakan kalimat yang mengharapkan tanggapan

yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara dan ditandai dengan

intonasi suruh. Berdasarkan strukturnya, kalimat imperatif dapat digolongkan

menjadi empat golongan, yaitu kalimat perintah sebenarnya, kalimat larangan,

kalimat persilaan, dan kalimat ajakan. Kalimat perintah sebenarnya

merupakan kalimat imperatif yang bermaksud perintah, sedangkan kalimat

larangan merupakan kalimat imperatif yang bermaksud larangan. kalimat

perintah adalah kalimat yang menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan dari

pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah

Page 20: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

20

kedudukannya (Al-Jarim dan Amin, 1999:179). Kalimat perintah dalam

bahasa Arab ditandai dengan empat hal, yaitu fi’il amr, lam amr , mashdar

pengganti fi’il amr, dan ism fi’il amr. sedangkan kalimat larangan adalah

kalimat yang menuntut untuk tidak dilaksanakannya suatu pekerjaan .

Kalimat larangan dalam bahasa Arab ditandai dengan fi’il mudhari’ yang

didahului oleh la nahiyah.

3. Kalimat interogatif

Kalimat interogatif berfungsi menanyakan sesuatu dan ditandai

dengan tanda tanya. Menurut Rahardi (2005:77-78), Kalimat interogatif

dibagi menjadi dua, yaitu kalimat interogatif total dan kalimat interogatif

parsial. Kalimat interogatif total biasanya ditandai dengan adanya kata-kata

kah, apa, apakah, bukan, dan bukankah yang hanya memerlukan jawaban ya,

sudah, tidak, bukan, atau belum. adapun kalimat interogatif parsial biasanya

ditandai kata-kata tanya yang memerlukan jawaban penjelasan seperti, apa,

siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila, dan

berapa.

Dalam bahasa arab, kalimat interogatif total ditandai dengan adanya

kata tanya seperti هل dan أ yang memerlukan jawaban نعم dan ال . Pada kata

tanya أ , selain memerlukan jawaban نعم dan ال , kadang dia juga memerlukan

jawaban yang berbentuk pilihan. Adapun kalimat interogatif parsial ditandai

dengan kata-kata tanya yang memerlukan jawaban penjelasan seperti ,ما, من

أين, كيف, ماذ, لماذ, أي

Page 21: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

21

1.6.4 Faktor terjadinya tindak tutur

Kajian pragmatik adalah makna ujaran yang terdapat pada eksternal bahasa.

Eksternal bahasa yang dimaksud dalam kajian pragmatik adalah aspek-aspek tutur

yang meliputi penutur dan petutur, konteks, tujuan tutur, tuturan sebagai tindak tutur

dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Penutur adalah orang yang mengeluarkan

tuturan dan penutur adalah orang yang menjadi sasaran tuturan. Aspek yang berkaitan

dengan penutur dan petutur adalah umur, latar belakang sosial, ekonomi, ras, jenis

kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya. Konteks adalah suatu pengetahuan latar

belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur. Konteks tuturan

mencakup aspek seting sosial yang melatarbelakangi tuturan yang bersangkutan.

Tujuan tuturan adalah maksud penutur mengucapkan sesuatu. Tuturan dalam kajian

pragmatik dapat dipahami sebagai bentuk tindak tutur dan dapat dipahami juga

sebagai produk tindak tutur.

Hymes (dalam Choir, 2004:47-49) mengemukakan konsep situasi tutur yang

terangkum dalam sebuah akronim SPEAKING yaitu setting (tempat), participant

(peserta tutur), ends (tujuan), act of sequence (urutan tutur), keys (cara), instrumenties

(media), norms (norma), dan genres (kategori tuturan).

1. S adalah setting, yaitu tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk

didalamnya kondisi psikologis dan kultural yang menyangkut pertuturan

tersebut.

Page 22: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

22

2. P adalah participant atau peserta tutur, yaitu penutur dan petutur yang

merupakan pihak yang terlibat dalam peristiwa tutur

3. E adalah ends, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu situasi tutur.

4. A adalah act of sequence, yaitu urutan tutur yang mengacu pada bentuk dan

isi aktual dari apa yang dibicarakan dalam tuturan.

5. K adalah keys, yaitu cara atau jiwa dari pertuturan yang dilangsungkan. Hal

ini meliputi kondisi psikologi seseorang saat bertutur

6. I adalah instrumentalities, yaitu penggunaan kaidah berbahasa dalam

pertuturan.

7. N adalah norm, yaitu norma atau aturan dalam berinteraksi.

8. G adalah genres, yaitu kategori tuturan yang dapat berbentuk puisi, surat,

artikel dan sebagainya.

Selain itu, masalah situasi tutur juga dikemukakan oleh Poedjosoedarmo

(dalam Nadar, 2009) dengan menggunakan memoteknik OOE MAU BICARA

dengan penjelasan sebagai berikut:

1. O1 adalah orang ke 1 yang merupakan pribadi penutur, yaitu latar belakang

penutur yang meliputi jenis kelamin, asal daerah, golongan masyarakat,

umur, profesi, kelompok etnis, dan aliran kepercayaan.

2. O2 adalah orang ke 2 yang merupakan lawan tutur atau petutur. Petutur

menentukan bentuk tuturan yang keluar dari penutur. Tuturan akan

disesuaikan dengan kondisi petutur, seberapa tinggi tingkatan sosialnya dan

seberapa akrab hubungannya dengan penutur.

Page 23: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

23

3. E adalah emosi O1, yaitu suasana emosi penutur pada waktu yang

bersangkutan hendak bertutur. Warna emosi penutur akan sangat

mempengaruhi bentuk tuturannya.

4. M adalah maksud dan tujuan percakapan. Hal itu berpengaruh pada

pembentukan tuturan.

5. A adalah adanya O3 dan dan barang-barang lain disekitar peristiwa tutur.

Suatu tuturan akan berubah bentuknya jika datang orang ke 3 pada suatu

adegan tutur. Misalnya, O1 dan O2 sedang bercakap-cakap dengan bahasa

non-formal, kemudian datang O3 yang merupakan seorang dosen dari O1

dan O2, maka bahasa percakapanpun menjadi lebih formal.

6. U adalah urutan tutur. O1 yang memulai percakapan akan lebih bebas

menentukan bentuk tuturannya dari pada O2 yang merupakan petutur.

7. B adalah bab yang dibicarakan atau pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan

akan mempengaruhi suasana pembicaraan.

8. I adalah instrumen atau sarana penutur. Sarana penutur ini meliputi bagaimana

percakapan itu terjadi, apakah melalui surat, email, atau telepon. Hal ini juga

akan mempengaruhi bentuk tuturan yang muncul dalam percakapan.

9. C adalah citarasa tutur. Citrarasa tutur ini meliputi waktu penggunaan ragam

bahasa santai, formal, maupunragam bahasa indah.

10. A adalah adegan tutur, yaitu faktor-faktor yang terkait dengan tempat dan

waktu peristiwa tutur

Page 24: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

24

11. R merupakan register khusus atau bentuk wacana atau genre tutur. Bentuk

wacana pidato akan dilakukan sesauai ketentuan yang lazim yaitu diawali

dengan sapaan, salam, introduksi, isi, dan penutup.

12. A adalah aturan atau norma bahasa. Ada sejumlah norma yang harus

dipatuhi misalnya kejelasan dalam bicara. Ada juga norma yang perlu

dipatuhi seperti anjuran untuk tidak menanyakan tentang gaji, umur, status

dan yang laiannya yang bersifat pribadi. Hal itu dapat menetukan bentuk

tuturan yang muncul.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kualitatif. Ada tiga tahapan

dalam penulisan penelitian ini, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian

hasil analisis data. Pada tahap pengumpulan data, data diperoleh dari hadis dalam

buku Asbab Wurud Al-Hadits karya Imam As-Suyuthi dengan menggunakan metode

simak dan dilanjutkan dengan menggunakan teknik catat, yakni mencatat hasil

penyimakan data pada kartu data (Kesuma, 2007:44-45). Data berupa tuturan pada

hadis yang mengandung tindak tutur perintah dan larangan. Tuturan-tuturan tersebut

dicatat dan ditransliterasikan ke tulisan latin berdasarkan pedoman tranliterasi yang

dikeluarkan oleh Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia. Selanjutnya, dilakukan pengklasifikasian data untuk menjawab rumusan

masalah yang ada.

Pada tahapan analisis, penulis menggunakan metode kontekstual. Penulis

berusaha untuk memahami maksud penutur dengan menggunakan kaidah pragmatik

Page 25: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88424/potongan/s2-2015...2 berdo’a, menunaikan ibadah haji dan sebagainya, pelaksanaannya harus menuturkan kalimat-kalimat

25

yang berorientasi pada konteks sebuah tuturan (Poedjosoedarmo, tt). Selanjutnya

penulis akan mengungkap bentuk-bentuk tindak tutur perintah dan larangan.

Kemudian, untuk menjawab rumusan masalah kedua, tindak tutur perintah dan

larangan tersebut dikelompokkan sesuai strategi yang dipakai dalam penyampaian

tuturan.

Setelah analisis data selesai, hasil analisis data akan disajikan dalam bentuk

laporan informal (Sudaryanto, 1993:145). Maksud dari penyajian data dalam bentuk

laporan informal adalah penyajian data tersebut disampaikan dengan menggunakan

kata-kata biasa, yaitu kata-kata apabila dibaca dengan serta-merta dapat langsung

dipahami (Kesuma, 2007:71).

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab satu merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi analisis modus kalimat tindak tutur perintah dan larangan dalam

Hadis.

Bab tiga berisi analisis strategi tindak tutur perintah dan larangan pada Hadis.

Bab empat merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan

saran. Pada bagian akhir akan dilengkapi dengan daftar pustaka yang digunakan

sebagai acuan dalam penelitian ini dan lampiran-lampiran data penelitian.