pendahulua1

21
PENDAHULUAN Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur (Dorland, 2002). Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba (Wei, 1988). Menurut Ellis dan Davey trauma dapat diklasifikasikan menjadi sembilan kelas. Kelas I sampai dengan kelas VIII untuk gigi anterior permanen dan kelas IX untuk gigi anterior desidui yang juga terdiri dari delapan kelas. Berdasarkan beberapa penelitian, prevalensi trauma injuri mencapai 20-30% setiap tahunnya, sering terjadi pada usia 18- 40 bulan untuk gigi desidui. Hal ini berhubungan dengan usia anak belajar berjalan dan sering terjatuh karena koordinasi otot anak belum sempurna. Sedangkan untuk gigi permanen pada usia 8-12 tahun terutama pada anak laki-laki karena jenis permainan yang dilakukan anak laki-laki lebih sering menyebabkan cedera dibandingkan dengan permainan anak perempuan. Gigi anterior maksila 2-3 kali lebih sering mengalami trauma terutama gigi dengan overjet 4 mm. Kecelakaan yang terjadi dirumah, disekolah, dan tempat bermain ditemukan sebanyak 60%, disebabkan kecelakaan lalu lintas 15 %, karena olahraga 14 % dan lain-lain sebanyak 11 % (Ravel, 2003; Rutar, 1997; Krasner, 2006). Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor predisposisi terjadinya trauma gigi anterior yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email, kelompok anak penderita cerebral palsy, dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusive (Roberts, 1980; Birch, et al., 1973; Finn, 2003).

Upload: bestarika

Post on 05-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kg

TRANSCRIPT

PENDAHULUANPengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur (Dorland, 2002).Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba (Wei, 1988).Menurut Ellis dan Davey trauma dapat diklasifikasikan menjadi sembilan kelas. Kelas I sampai dengan kelas VIII untuk gigi anterior permanen dan kelas IX untuk gigi anterior desidui yang juga terdiri dari delapan kelas. Berdasarkan beberapa penelitian, prevalensi trauma injuri mencapai 20-30% setiap tahunnya, sering terjadi pada usia 18-40 bulan untuk gigi desidui. Hal ini berhubungan dengan usia anak belajar berjalan dan sering terjatuh karena koordinasi otot anak belum sempurna. Sedangkan untuk gigi permanen pada usia 8-12 tahun terutama pada anak laki-laki karena jenis permainan yang dilakukan anak laki-laki lebih sering menyebabkan cedera dibandingkan dengan permainan anak perempuan. Gigi anterior maksila 2-3 kali lebih sering mengalami trauma terutama gigi dengan overjet 4 mm. Kecelakaan yang terjadi dirumah, disekolah, dan tempat bermain ditemukan sebanyak 60%, disebabkan kecelakaan lalu lintas 15 %, karena olahraga 14 % dan lain-lain sebanyak 11 % (Ravel, 2003; Rutar, 1997; Krasner, 2006).Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor predisposisi terjadinya trauma gigi anterior yaitu posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email, kelompok anak penderitacerebral palsy, dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior protrusive (Roberts, 1980; Birch, et al., 1973; Finn, 2003).Kehilangan gigi tersebut signifikan dan dapat menimbulkan dampak negatif. Selain mengalami gangguan fungsi dan estetis, psikologis juga dapat terganggu karena akan merasa tidak percaya diri akibat hilangnya gigi (Mathewson dan Primosch, 1995).Perawatan pada anak untuk kasus traumatik injuri antar lain yaitureplantasi, kaping pulpa, pulpotomi dan pulpektomi. Pulpektomi akan dibahas lebih lanjut untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi, prosedur perawatan dan mekanisme perawatannya.

PEMBAHASANDefinisi trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis (Schuurs, 1992). Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus yang banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga mernbutuhkan perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Cedera traumatik pada anak dikatakan hampir 30 persen anak pernah mengalami trauma pada gigi dan wajah pada saat bermain, berolah raga atau aktivitas lainnya. Trauma yang melibatkan gigi depan tetap atas sering terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun. Penyebab trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan lalu lintas dan olahraga.Perawatan yang dapat dilakukan, pada hal ini perawatan endodontic, pada trauma gigi salah satunya adalah pulpektomi.PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas (Bence, 1990). Atau pulpektomi meliputi pembuangan jaringan nekotik dari bagian korona dan saluran akar gigi sulung yang pulpanya telah nonvital atau mengalami radang kronis (Mathewson dan Primosch, 1995). Meskipun perawatan ini memakan waktu yang lama dan lebih sukar daripadapulp cappingatau pulpotomi namun lebih disukai karena hasil perawatannya dapat diprediksi dengan baik. Jika seluruh jaringanpulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula (Bence, 1990).Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat direstorasi, anak dengan keadaan trauma pada gigi insisif sulung dengan kondisi patologis pada anak usia 4-4,5 tahun, tidak ada gambaran patologis dengan resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga perempat (Kennedy, 1992).Indikasi lain perawatan pulpektomi adalah gigi dengan pulpa radikular mengalami radang kronis atau nekrosis, terdapat rasa sakit spontan atau menetap, tidak ada resorpsi internal, resorpsi eksternal masih terbatas, kegoyangan atau kehilangan tulang interradikular minimal, terdapat abses atau fistula, perdarahan setelah amputasi pulpa merah tua dan sulit dikontrol, tidak ada gigi permanen pengganti (Bence, 1990).Perawatan pulpektomi merupakan kontraindikasi pada keadaan berikut: gigi tidak dapat direstorasi, panjang akar kurang dari dua pertiga disertai resorpsi internal atau eksternal, resorpsi internal dalam ruang pulpa dan saluran akar (Mathewson dan Primosch, 1992), pasien dengan penyakit kronis misalnya leukemia, penyakit jantung rematik dan congenital dan penyakit ginjal kronis (Mathewson dan Primosch, 1995).Jika pulpektomi merupakan kontraindikasi, gigi harus dicabut dan pebuatan alat penahan ruang perlu dipertimbangkan. Bila gigi dibiarkan tidak dirawat mungkin akan timbul akibat patologis seperti abses, granuloma atau kista, osteomielitis, gangguan pada perkembangan normal dan erupsi gigi pengganti dan efek sistemik sebagai hasil infeksi kronis (Kennedy, 1992).

1. Pulpektomi VitalPulpektomi vital sering dilakukan pada gigi anterior dengan karies yang sudah meluas kearah pulpa, atau gigi yang mengalami fraktur.Langkah-langkah perawatan pulpektomi vital satu kali kunjungan (Kennedy, 1992):1. Pembuatan foto Rontgen. Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar serta keadaan jaringan sekitar2. Gigi yang akan dirawat.Pemberian anestesi lokal untuk menghilangkan rasa sakit pada saat perawatan.3. Daerah operasi diisolasi denganrubber damuntuk menghindari kontaminasi bakteri dan saliva.4. Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril. Atap kamar pulpa dibuang dengan menggunakan bor bundar steril kemudian diperluas dengan bor fisur steril.5. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavatar atau bor bundar kecepatan rendah.6. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan dengan menekankancotton pelletsteril yang telah dibasahi larutan saline atau akuades selama 3 sampai dengan 5 menit.7. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas kemudian diirigasi dan dikeringkan dengancotton pelletsteril. Jaringan pulpa di saluran akar dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi danheadstrom file.8. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran dan darah kemudian dikeringkan dengan menggunakanpaper pointsteril yang telah dibasahi dengan formokresol kemudian diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.9. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal dengan , menggunakan jarum lentulo.10. Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .11. kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksidaeugenol atau seng fosfat.12. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

2.Pulpektomi Nonvital (Endo Intrakanal)Perawatan endodontik untuk gigi sulung dengan pulpa non vital adalah pulpektomi mortal (pulpektomi devital)(Andlaw dan Rock, 1993). Pulpektomi mortal adalah pengambilan semua jaringan pulpa nekrotik dari kamar pulpa dan saluran akar gigi yang non vital, kemudian mengisinya dengan bahan pengisi. Walaupun anatomi akar gigi sulung pada beberapa kasus menyulitkan untuk dilakukan prosedur pulpektomi, namun perawatan ini merupakan salah satu cara yang baik untuk mempertahankan gigi sulung dalam lengkung rahang (Mathewson dan Primosch, 1995).Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital (Andlaw dan Rock, 1993;Kennedy, 1992;Mathewson dan Primosch, 1995):Kunjungan pertama:1. Lakukan foto rontgen.2. Isolasi gigi dengan rubber dam.3. Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dandesinfeksi kavitas.4. Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.5. Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar terlihat.6. Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan membersihkan debris.7. Letakkancotton pelletyang dibasahi trikresol formalin pada kamar pulpa.8. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.9. Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.

Kunjungan kedua:1. Isolasi gigi denganrubber dam.2. Buang tambalan sementara.3. Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukanreaming, filling, dan irigasi.4. BerikanBeechwood creosote.Celupkancotton pelletdalambeechwood creosote, buang kelebihannya, lalu letakkan dalam kamar pulpa.5. Tutup kavitas dengan tambalan sementara.6. Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan 4 hari kemudian.

Kunjungan ketiga:1. Isolasi gigi denganrubber dam.2. Buang tambalan sementara.3. Keringkan kamar pulpa, dengancotton pelletyang berfungsi sebagaistoppermasukkanpasta sambil ditekan dari saluran akar sampai apeks.4. Letakkan semenzinc fosfat.5. Restorasi gigi dengan tambalan permanen.

Akhir-akhir ini pulpektomi gigi sulung sering dilakukan dalam satu kali kunjungan. Tetapi bila gigi sudah nekrosis disertai dengan rasa sakit dan terdapat pus pada saluran akar, maka perawatan sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali kunjungan (2 atau 3 kali), untuk meningkatkan keberhasilan perawatan (McDonald dkk., 2004).

Evaluasi Setelah PerawatanSetiap perawatan pulpa pada gigi sulung perlu dievaluasi baik secara klinis maupun radiografis. Evaluasi klinis dilakukan kira-kira seminggu setelah perawatan dan dilanjutkan dengan evaluasi setiap 6 bulan, untuk melihat apakah gigi goyang, ada rasa sakit yang menetap, ada pembengkakan atau fistula di jaringan sekitar gigi. Evaluasi radiografis dilakukan antara 12 sampai 18 bulan setelah perawatan. Perawatan dianggap berhasil bila secara radiografis terlihat penyembuhan tulang dengan tidak ada tanda atau gejala. Perawatan dianggap gagal bila terapat mobilitas patologis, timbul fistula, rasa sakit (biasanya pada perkusi); secara radiografis terlihat daerah radiolusensi yang meningkat, adanya resorpsi eksternal maupun internal (Mathewson dan Primosch, 1995).KESIMPULANBerdasarkan pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa trauma injuri pada anak harus segera ditangani. Jika perawatan dilakukan terlambat, dapat berpengaruh pada psikologis anak dan keadaan gigi permanen nantinya. Salah satu perawatan yang endodontik yang dapat dipakai dengan pulpektomi. Pulpektomi dapat dilakukan 1 kali kunjungan atau bahkan lebih, tergantung dari parahnya jaringan pulpa yang mengalami kerusakan.

A. prevalensi trauma pada anakInsidensi trauma dental tertinggi terjadi pada anak berusia 7 tahun dengan 30% terjadi pada gigi desidui dan sekitar 20% terjadi pada gigi permanen. terjadinya trauma dental selalu mengalami peningkatan sebesar 5% dalam setiap tahunnya dan terlihat meningkat pada anak berusia 1 tahun , 3 tahun, dan peningkatan paling tinggi biasanya pada anak yang baru dapat berjalan.insidensi trauma pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak berusia sekita 8 10 tahun (Andreasen, J.O. 1981).Trauma pada gigi permanen biasanya melibatkan gigi insisivus sentral rahang atas. Identifikasi besar dan letak trauma yang terjadi memerlukan pemeriksaan radiografi intra oral sebelum dilakukan sebuah perawatan. Perawatan yang dilakukan untuk trauma pada anak biasanya tidak dapat dilakukan perawatan yang sama dengan pasien dewasa (Andreasen, J.O. and Andreasen, F.M . 1994).Distribusi trauma dental berdasarkan jenis kelamin, menunjukan bahwa insidensi trauma dental yang terjadi pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan, baik pada periode gigi desidui maupun permanen. Rasio insidensi trauma pada anak laki-laki dan anak perempuan adalah 3 : 2 (Children Dental Health in United Kingdom . 1993). Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan ekaneyake dan parendra, 2006 diterangkan bahwa sekitar 68% dari seluruh pasien trauma pada grup usia 6- 10 tahun adalah anak laki-laki, dan 55% adalah anak perempuan (Ekaneyake, L. and Parera, M. 2008).Gigi yang sering mengalami kerusakan akibat trauma adalah gigi insisivus sentral rahang atas yaitu sekitar 73% , Sedangkan pada gigi insisivus sentral rahang bawah memiliki persentase sebesar 18%, 6% pada insisivus lateral rahang bawah, dan 3 % padainsisivus lateral rahang atas. Gigi lain seperti gigi kaninus rahang atas amaupun kaninus rahang bawah memiliki persentaseinsidensi yang kecil.Insidensi trauma pada gigi insisivus sentralis rahang atas merupakan salah satu penyebab bertambanya besar overjet pada gigi permanen anak (Ekaneyake, L. and Parera, M. 2008).Berdasarkan data dari sebual penelitian dilaporkanhampir 51% dan 46% trauma melibatkan satu atau dua gigi, trauma yang melibatkan jaringan lunak dilaporkan terjadi sekitar 14% dari kasus yang diteliti. Pada gigi permanen insidensi trauma pada insisivus sentral kiri rahang atas sekitar 48%, diikuti dengan insisivus sentral kanan rahang atas yaitu sekitar 44%. Fraktur mahkota merupakan trauma dental yang paling sering terjadi baik pada gigi permanen maupun trauma pada gigi desidui. Dari 248 kasus trauma gigi permanen, hanya 2,1% yang melibatkan emeil saja,49,3% fraktur melibatkan kerusakan enamel dentin. sekitar 34,5%dari fraktur enamel-dentin melibatkan pulpa, 25% fraktur enamel dentin yang tidak melibatkan pulpa. Sedangkan pada gigi desidui sangat jarang fraktur hanya melibat email saja, 25% terjadi dengan melibatkan kerusakan pada enamel dan dentin, 35% kerusakan yang melibatkan email , dentin , dan pulpa. Frajtur akar sangat jarang terjadi baik pada periode gigi desidui maupun permanen, namun terlihat lebih besar terjadi pada periode gigi permanen dengan persentase 2,5%. Sedangkan, terjadinya subluksasi, luksasi maupun gigi avuvlsi karena trauma insidensinya terlihat lebih besar pada peiriode gigi desidui jika dibandikan dengan periode gigi permanen (Ekaneyake, L. and Parera, M. 2008).

B. Etologi Trauma Pada AnakEtiologi terjadinya trauma pada anak sangat beragam. Trauma yang terjadi pada anak berusia prasekolah yaitu 0-4 tahun biasanya disebabkan karena anak sedang dalam proses perkembangana secara motorik. Trauma yang terjadi sering terjadi ketika anak sedang belajar berjalan, berlari. Insidensi banyak terjadi pada anak usia 2-3 tahun.Pada anak usia sekolah yaitu 5 11 tahun, trauma seringkali terjadi akibat jatuh ketika bermain, berlari terlalu cepat, berkelahi dengan teman, atau belajar bersepeda. Trauma yang terjadi seringkali melibatkan kerusakan pada gigi yang disertai dengan luka pada dagu maupun bibir. Trauma pada periode usia anak sekolahseringkali terjadi pada gigi yang masih belum mengalami maturasi secara sempurna, sehingga keruskan struktur gigi yang tejadi dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan gigi selanjutnya. Pada anak yang berusia 11-18 tahun, terjadinya trauma biasanya diakibatkan karena aktivitas olahraga sedangkang masa orang dewasa trauma dental biasanya terjadi akibat faktor kecelakaan (Ellis. R.G . 1960).berdasarkan data sebuah penelitian yang dilakukan oleh ekaneyake dan parera, bahwa terjatuh merupakan penyebab utama terjadinya fraktur pada anak, berdasarkan penelitiannya pada tahun 2008 ditegaskan bahwa insidensi trauma pada anak 89,4% disebabkan oleh karena terjatuh (Ekaneyake, L. and Parera, M. 2008).

(Ekaneyake and parera , 2008 )C. Pemeriksaan TraumaPerawatan diberikan kepada pasien berdasarkan kepadan keakuratan dan kelengkapan jalan terjadinya suatu penyakit atau jejas, yang dapat diperoleh melalui proses anamnesis dan pemeriksaan secara klinis. Anamsenis dan pemeriksaan klinik yang baik dapat mendukung dalam keberanan penegakan diagnosis suatu penyakit sehingga dengan adanya diagnosis yang tepat dapat melakukan perawatan yang tepat untuk menangani pasien. Hal-hal penting yang harus diperhatikan sebelum melakukan perawatan adala kondisi sistemik, kondisi pasien secara klinis , pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang biasa digunakan untuk melihat keparahan dan pola fraktur adalah pemeriksaan radiografi. Kondisi umum pasien haruslah diperhatikan sebelum melakukan perawatan trauma dental pada pasien. Hal-hal penting yang harus diketahui dari kondisi sistemik pasien adalah ada atau tidaknya anomali pada jantung, hepatitis B, dan lesi trauma yang spesifik. Riwayat pernah melakukan tindakan profilaksis untuk tetanuspun penting untuk diketahui. Selain riwayat umum, riwayat dental, sosial dan riwayat keluargapun harus diketahui, hal ini untuk menjadi penunjuk bagi operator untuk mengetahui kemampuan pasien untuk bersikap kooperatif dengan operator. Riwayat keluarga dan sosial, biasanya dapat menggambarkan suatu informasi mengenai kebiasaan pasien dan perawatan kedepannya.Riwayat terjadinya trauma harus diketahui secara jelas danpasti mengenai kapan waktu terjadinya trauma, dimana pada saat terjadinya trauma, bagaimana trauma itu bisa terjadi, dan sudah dilakukan perawatan untuk trauma tersebut atau belum. Waktu terjadinya trauma penting untuk diketahui terutama bagi fraktur dental yang melibatkan kerusakan pada daerah pulpa. Interval waktu yang panjang dapat menyebabkan trauma permanen pada jaringan pulpa. Lokasi terjadinya trauma menjadi hal penting untuk pertibangan diperlukannya tindakan profilaksis untuk tetanus atau tidak.Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan cara memeriksa daerah intraoral dan daerah ektraoral. pemeriksaan ekstraoral adalah untuk mengetahui luka, lesi abrasif maupun pembengkakan pada daerah ekstraoral. Kerusakan tulang maksila dan mendibulapun dapat teraba jika dilakukan palpasi pada daerah ekstraoral. Pemeriksaan intraoal adalah pemeriksaan pada seluruh jaringan yang ada dirongga mulut, seperti jaringan lunak dilihat dan diamati adanya kemerahan, abrasi atau robek . selain jaringan lunak, tahap perkembangan dan kelainan oklusipun harus diperhatikan terutama yang berhubungan dengan trauma. Tes-tes khusus yang perlu dilakukan padapasien yang mengalami trauma dental adalah :1.tes vitalitas pulpadapat dilakukan dengan menggunakan CE dan di aplikasikan pada permukaan gigi selama beberapa detik. Tes vitalitas pulpa dengan menggunakan CE merupakan tes yang paling mudah untuk digunakan.Gambar tes vitalitas pulpa denganCE

2.pemeriksaan radiografipemeriksaan radiografi dapat dilihat dengan menggunakan radiografi OPG. Gambaran pada radiografi OPG dapat memperlihatkan secara jelas daerah yang mengalami frakur dan juga untuk mengetahui seberapa luas trauma fraktur mencederai rongga mulut. Selain itu juga dapat menggunakan radiografi intraoral seperti radiografi periapikal, gambaran pada radiografi periapikal menunjukan kerusakan struktur dental yang lebih detail. Distorsi yang minimal pada radiografi periapikal dapat membantu penegakan diagnosis yang tepat.(Andreasen, J.O. and Andreasen, F.M . 1994)

D. Klasifikasi Trauma Dental1.Fraktur MahkotaFraktur mahkota gigi merupakan fraktur yang sering terjadidengan insdensi yang mencapai 75% dan secara umum prognosis dari perawatan yang diberikan untuk fraktur mahkota relatif baik. Farktur mahkota biasanya melibatkan kondisi-kondisi tertentu seperti :1.frkatur yang hanya melibatkan email2.fraktur email dentin3.fraktur email , dentin , dan sementum4.fraktur email , dentin, sementum, dan pulpa.

Fraktur enamel secara umum hanya melibatkan suatu kerusakan jaringan yang ringan sampai kehilangan seluruh struktur email. Perawtan yang diberiakan biasanya dnegan cara menghilangkan bagian yang rusak dan menghaluskan permukaan enamel. Apabila kerusakan email yang terjadi melibatkan area yang luas, perawatan yang diberikan dapat dengan cara melakukan penambalan dengan menggunakan bahan resin komposit yang bertujuan untuk memepertahankan estetika dan mencegah hilngnya ruang.Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa melibatkan pulpa memiliki persentase insidensi sekitar 17% . apabila trauma dentin tidak segera dilindungi dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada jaringan pulpa , selain itu dapat mempermudah bakteri untuk berpenetrasi kedalam tubuli dentinalis. Efek yang lebih lanjutnya dapat menyebabkan pulpa menjadi nekrosis. Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa pada daerah yang mengalami fraktur email-dentin yang tidak terawat dapat memudahkan untuk retensi bakteri yang secara klinis terlihat adanya pertumbungan plak yang sangat cepat pada daerah yang mengalami trauma. Perawatan yang biasanya dilakukan pada fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin memiliki tujuan untuk :1.melindungi pulpa dengan aplikasi bahan kalsium hidroksia setelah itu dilakukan penumpatan dengan menggunakan resin komposit .2.melindungi rasa sakit pada pulpa akibat stimulus yang ada pada rongga mulut.3.Untuk mencegah gigi menjadi tilting4.Untuk memperbaiki tampilan dan fungsi dari gigi yang mengalami trauma.Fraktur yang melibatkan email, dentin , dan pulpa hanya memiliki persentaseinsidensi 5% dari keseluruhan kasus trauma dental. Keberhasilan perawatan tergantung pada manajemen pembersihan bakteri pada daerah fraktur. Pulpa yang terbuka akibat trauma biasanya diikuti dengan terjadinyaperdarahan. Kolonisasi bakteri akan terbentuk pada daerah superfisial jaringan pulpa yang terbuka. Pulpa yang terbuka sangat jarang sembuh dengan sendirinya, jika terlambat dilakukan perawatan dapat mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis dan terinfeksi. Fase akut yang dialami jaringan pulpa setelah terjadi trauma biasanya diikuti dengan adanya pembentukan lapisan fibrin dan jendalan darah pada jaringan pulpa dapat memudahkan terjadinya kolonisasi bakteri disekitar jaringan pulpa yang mengalami jejas.Perawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan kondisi fraktur yang melibatkan pulpa adalah pulpa kaping direk,partial pulpotomy, cervical pulpotomy,dan pulpectomi.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan pada jaringan pulpa adalah ukuran besarnya daerah yang mengalami trauma, waktu setelah kejadian, kontaminasi bakteri, ada atau tidaknya jendalan darah, fase inflamasi, teknik operatif, banyaknya jaringan pulpa yang dipotong, dan pemilihan medikamen yang tepat untuk perawatan jejas.

(Andreasen, J.O. and Andreasen, F.M . 1990)2.Trauma Luksasi GigiTrauma yang melibatkan luksasi gigi biasanya terjadi sekira 16 60% insidensi terutama pada gigi permanen. Ada enam tipe trauma luksasi yaitu :1.concussionyaitu keadaan tidak ada kelainan atau perubahan namun ditandain dengan reaksi positif pada saat tes perkusi2.Subluxationyaitu kondisiterdapat suatu keadaan kegoyahan yang abnormal namun tidak terdapat keadaan abnormal pada gambaran radiografi3.Lateral Luxationyaitu kegoyahan gigi terjadi pada arah lateral4.Intrusive Luxationyaitu perubahan pada daerah apikal gigi kedalam tulang alveolar5.Extrusive luxationyaitu perubahan pada bagian koronal gigi sebagian keluar dari soket6.Total luxationseluruh bagian gigi lepas dari soketnyaPada trauma gigi dengan kondisi gig imengalami luksasi biasanya dilakukan pemeriksaan vitalitas pulpa dan pemeriksaan penunjang radiografi. Pada perawatan dengan keadaan gigiconcussionbiasanya dilakukan perawatan diberi ananlegsi ringan, sperti paracetamol untuk mengurangi rasa nyeri . pda kondisiSubluxationbiasanya dilakukan pemberian medikasi analgesi ringan, dan diet makanan yang lembut selama beberapa waktu. Perawatan splinting pada kondisiSubluxationsangat jarang direkomendasikan.Lateral Luxationbiasanya dilakukan perawatan splinting selama 7 10 hari sampai jaringan lunak menjadi sembuh. Pada kondisiIntrusive Luxationdilakukan perawatan berupa reposisigigi yang intrusi dan diberikan terapi endodontik dengan menggunakan kalsium hidroksida selama 3 4 minggu . reposisi biasanya dilakukan dengan cara pembedahan atau perawatan orthodontik.Extrusive luxationbiasanya dilakukan pearwatan dengan menggunakan splin selama 7 10 hari , splinting yang terlalu lama dapat menyebabkan ankilosis. Splin dapat digunakan dari bahanstainless steel wireyang disambungkan denganacid-etch-retained composite.Selain itu diperlukan juga pemberian medikasi berupa antibiotik pada hari kelima untuk mencegah terjadinya infeksi paska periode reimplantasi. antibiotik yang dapat diberikan yaitu pennicilin, namun bagi seberapa bagian yang mengalami alergi terhadap pennicilin dapat digantikan dengan natibiotik eritromicin. gigi yang mengalami avulsi atau terlepas dari soket secara keseluruhan akibat trauma sangat jarang terjadi . jika kondisi gigi avulsi kotor, harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum direposisika kedalam soket. Walaupun gigi avulsi sudah dibersihkan, tetapi masih memungkinkan untuk terjadi kerusakan. Efek yang berbahay mungkin terjadi jika gigi yang rusak tetap dimasukan kedalam soket. Replantasi gigi yang mengalami avulsi dapat dilakukan dengan prosedur pembedahan dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan tertentu seperti keadaan gigi yang mengalami avulsi, keadaan jaringan pendukung pada soket. Gigi avulsi yang mengalami kerusakan apabila dilakukan replantasi pada soketnya kemungkinan besar akan mengalami kelainan seperti ankilosis, atau terjadi infeksi apabila gigi avulsi yang direplantasi mengalami nekrosis. Teknik replantasi utnuk gigi yang mengalami avulsi harus dilakukan secara benar dan hati-hati. Pertama segala kotoran yang ada pada gigi avulsi dibersihkan terlebih dahulu terutama pada bagian akar, kemudian sebelum melakukan tekanan gigi kedalam soket berilah anastesi lokal pada sekitar daerah soket, kemudian gigi avulsi ditekankan kedalam soket. Proses replantasi memungkinakan terjadinya perdaraha dan menimbulkan terbentuknya jendalan darah, jendalan darah yang terbentuk terutama pada daerah permukaan akar diduga dapat memicu proses resorpsi akar pada bagian eksterna. Beberapa peneliti menerangkan bahwa jendalan darah yang terbentuk setelah melakukan replantasi gigi, sebaiknya dilakukan irigasi dengan menggunakan saline yang steril sampai bersih. Dinding soket yang rusak sangat menyulitkan proses replantasi gigi avulsi. Apabila tetap dilakukan replantasi memungkinkan untuk meletakan beberapa fragmen tulang kesekitar dinding soket kemudian replantasi baru dapat dilakukan. Perawatn yang dilakukan untuk gigi yang mengalami avulsi biasnaya dengan dilakukan splinting selama 7 10 hari. Splinting yang terlalu lama mendorong terjadinya ankilosis (Anderson, L and Bodin, I., 1990).gigi imatur yang mengalami avulsi dimungkinkan akan tetap tervaskularisasiapabila jika gigi avulsi dilakukan replantasi sebelum 2 jam setelah trauma. Sedangkan pada gigi matur, kemungkinan tervaskularisasi kembali adalah kecil. Sehingga terapi endodontik mungkin akan diberikan setelah perawatan splinting selesai. Terapi endodontik yang digunakan pada gigi matur biasanya adalah perawatan saluran akar yang dilakukan dengan cara melakukan irigasi dengan menggunakan sodium hipoklorida terlebih dahulu, irigasi dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan jaringan pulpa yang nekrosis dan dentin yang terinfeksi, kemudian dilakukan obturasi saluran akar dan diisi dengan menggunakan kalsium hidroksida pastanon setting. kalsium hidroksida berfungsi untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri pada daerah saluran akar, kemudian pemberian kalsium hidroksida dapat meningkatkan nila Ph pada daerah yang mengalami kehilangan sementum hal ini dapat mencegah terjadinya proses resorpsi akar gigi pada bagian eksterna baik pada gigi imatur maupun pada gigi matur. Namun, biasanya pada gigi imatur pada bagian apikal akan terbentuk sebuah barier(Anderson, L and Bodin, I., 1990).

3. Fraktur akarFraktur akar merupakan kasus yang jarang terjadi , hampir 1% kasus dari seluruh kasus trauma yang ada. Biasanya fraktur pada akar melibatkan kerusakan pada jaringan sementum, dentin , dan pulpa Prognosis baik dengan kesembuhan pada jaringan pulpa mencapai 74%, sedanngkan kegagalan perawatan pada fraktur akar yang mengakibatkan jaringan pulpa menjadi nekrosis sekitar 26%. keberhasilan perawatan fraktur akar pada gigi permanen orang dewasa cenerung lebih sulit jika dibandingan dengan gigi permanen yang imatur(Andreasen, J.O. and Andreasen, F.M . 1988).Fraktur akar dapat menyebabkan kerusakan pulpa dan jaringan periodontal yang sangat bervariasi.Dapat menyebabkan perdarahan pada pulpa dan jaringan periodontal. Pembentukan besar koagulasi darah disekitar daerah fraktur tergantung pada seberapa besar jarak antara fragmen satu dengan fragmen yang lainnya. Setelah beberapa hari, dapat terjadi proliferasi odontoblas pada daerah fraktur dan setelah beberarapa minggu dapat terjadi pembentukan kalus dentin. Setelah beberapa bulan pembentukan sementum terjadi pada daerah fraktur, dan diantara bagian-bagian fraktur akan terjadi pertumbuhan jaringan ikat. Proses penyembuhan fraktur akar berjalan sangat lambta, hal ini terjadi karena sedikitnya asupan vaskularisasi pada daerah fraktur.Fraktur akar memiliki penampakan dan perubahan klinis yanghampir sama dengan luksasi gigi atau fraktur pada tulang alveolar.Diagnosis yang tepat dapat didapatkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa radiografi. Radiografi yang sering digunakan untuk mendeteksi fraktur akar adalah radiografi intra oral periapikal.Selain itu, Tes yang paling penting pada pasien yang mengalami trauma fraktur akar adalah tes vitalitas pulpa. Vitalitas pulpa pada fraktur akar sangat penting dilakukan, identifikasi yang cepat dapat mencegah jaringan pulpa menjadi nekrosisSecara umum tujuan dari perawatn fraktur akar adalah untuk mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dan untuk mengembalikan integritas hubungan fragmen akar, akar dan tulang alveolar. Perawatan yang diberikan kepada pasien dengan kondisi fraktur akar berprinsip yaitu menghilangkan jaringan lunak yang berada disekitar fragmen gigi, memperthanakan vitalitas pulpa, dan perawatan yang dilakukan harus mengikuti kondisi pertumbuhan dan maturasi akar pada gigi-gigi imatur. Perawatan yang berikan adalah menghilangkan bagian-bagian fraktur, melakukan splinting selama 12 minggu, dan secara rutin memeriksa vitalitas pulpa.Menghilangkan fragmen fraktur dapat dilakukan dengan memberikan tekanan yang cukup kuat pada bagian tepi insisal mahkota gigi. Pemberian anastesi dapat diberikan ataupun tidak, hal ini tergantung pada kondisi kegoyahan fragmen pada bagian korornal dan keparahan kegoyahan. Kesulitan dalam mereposisi fragmen bagian koronal biasanya disebabkan karena adanya perubahan tulang alveolar disekitar soket gigi, atau pertumbuhan jaringan baru yang sudah tumbuh pada daerah soket gigi.Splinting mengikuti fragmen koronal untuk mereposisi gigi sehingga kembali ketempat semua dan tampak seperti normal kembali. Keberhasilan splinting dapat memicu proses penyembuhan dan dapat menyatukan kembali bagianapical dan koronal. Waktu perawatan splinting untuk kasus fraktur akar diberikan selama kurang lebih 12 minggu.Selama perawatan berjalan, pemeriksaan klinis harus tetap rutin dilakukan seperti pemeriksaan vitalitas pulpa, dan pemeriksaan penunjang radiografi untuk mengetahui apakah perlu dilakukan perawtaan endodontic atau tidak. Setelah 12 minggu, splin dilepas dan gigi yang mengalami fraktur di amati perubahan warnam mobilitas dan vitalitas. Warna yang menunjukan keabu-abuan memungkinkan bahwa gigi telah mengalami nekrosis dan memungkinkan juga telah terjadi pembentukan abses. Fraktur akar yang melibatkan kerusakan atau nekrosisi jaringan pulpa merupakan ndikasi dilakukannya perawatan endodontic pulpektomi.Fraktur yang melibathkan hamper seluruh bagian akar, biasnya tidal dapat dilakukan perawatan Andreasen, (J.O. and Andreasen, F.M . 1988).Perawatan untuk menangani fraktur akar pun dapat dilakukan dengan perawatan orthodontic. Fraktur akar yang disertai dengan pembentukan jaringan keras pada proses penyembuhan, akan memiliki prognosis yang biak, setelah dilakukan splinting dnegan menggunakan braket dan wire selama 12 minggu, biasanya gigi kembali pada posisi yang baik, dengan tidak terjadi perubahan warna (Zachrisson, B.U and Jacobsen, I. 1975).

4.Gigi Imatur Non Vitalgigi permanen yang belum matur apabila mengalami nekrosis akar menunjukankondisi- kondisi tertentu seperti kesakitan yang biasanya disertai dengan adanya perubahan warna pada gig iyang berhubungan dengan insidensi gum boil. selain itu rasa sakit yang disertai dengan mobilitas gigi yang berhubungan dengan adanya pembengkakan pada jaringan lunak. Kemudian dapat pula ditandai dnegan adanya penampakan anomaly seperti maloklusi yang disebabkan oleh kaena trauma sebelumya.Diagnose gigi yang mengalami nekrosis harus didasari oleh tanda dan gelaja yang ditemukan pada hasil pemeriksaan klinis seperti adanya diskolorisasi, mobilitas gigi, keterlibatah daerah sinus dsb, Respon tes themal yang negatif, penampakan radiografi pada gigi yang masih belum mengalami maturasi dan juga diperhatikan mengenai tampakan lamina dura dan radiolusen pada daerah apikal pada pemeriksaan penunjang radiografi. Biasnya gigi yang non-vital akan mengalami infeksi yang dapat disebabkan oleh komplikasi dari pertumbuhan bakteri oral komensal. Management klinis yang diberikan biasanya berupa perawatan endodontik. Kondisi anatomis dinding saluran akar pada gigi yang belum mengalmai maturasi biasanya tipis, hal ini harus menjadi pertimbangan ketikan seorang dokter gigi akan melalukan preparasi untuk perawatan endodontik (Cvek. M . 1972).Management klinik tetap dapat dilakukan walaupun kondisi non-vital pada gigi yang belum mengalami maturasi bersifatsymptomless, penampakan awal yang terjadi adalah kondisi infeksi akut yang terkadang berhubungan dengan adanya pembengkakan pada facial dan adanya gangguan sistemik. Dalam suatu kasusu, kondisi infeksi akut harus dilakukan perawatan yang terkontrol dengan melakukan drainase melalui cavitas kedalam saluran akar. Jaringa pulpa yang mengalami nekrosis harus dihilangkan dengan cara mengirigasi saluran akar menggunakan sodium hipoklorit 1%. Kemudian dilakukan prosedur endodontic dengan melakukan preparasi slauran akar dan dressing yang dapat menggunakan poliantibiotik atau antiseptic seperti kalsium hidroksida. Medikasi antibiotik secara sistemikpun dapat dilakukan (Cvek. M . 1972). Komplikasi yang biasa muncul setelah melakukan perawatan pada gigi imatur yang megalami nekrosis adalah adanya penetrasi kalsium hidroksida kedalam jaringan periapikal, pembentukan barrier pada daerah apical yang tidak komplit, dan pembentukan kista (yates, 1988).

II.2 PEMBAHASAN

Kerusakan Pada Jaringan Pendukung Akibat Trauma Pada AnakA. JaringanLunak Pendukung GigiUntuk mengethui seberapa besar trauma yang melibatkan jaringan lunak sangat sulit untuk di identifikasi. Poin yang dapat diambil adalah, berbagai macam trauma oro-dental hampir mungkin tidak menunjukan tanda dan ada juga trauma yangmenunjukan tanda seperti trauma pada jarungan lunak. Proses penyenmbuhan jaringan lunak cenderung lebih cepat. klasifikasi lesi pada jaringan lunak pendukung gigi dapat dibedakan menjadi :1. Contusion, merupakan kerusakan jaringan lunak yang disertai pembengkakandan memar. Terutama jaringan pada daerah gingiva cekat dan mukosa alveolar. Pembengkakan dan memar yang terjadi maksimum terjadi selama 48 jam setelah terjadinya trauma. Waktu yang panjang menunjukan kemungkinan terjadinya trauma pada sisi lain. Perawatan yang dilakukan untuk mengatasi lesi ini adalah dengan cara membersihkan trauma terlebih dahulu dengan menggunakan cairan antiseptic, kemudian diberikan pemberian analgesic ringal seperti paracetamol

gambar lesiContusion

2. Abrasion,merupakan suatu lesi jaringan lunak yang ditandai dengan adanya kehilangan jaringan pada daerah permukaan. Lesi abrasi biasnya dilakukan perawatan dengan cara membersihkan permukaan lesi yang kotor dengan menggunakan cetrimide 1% atau 0,2% klorheksidin utnuk mebersihkan segala debris dan benda asing yang ada di sekitar daerah luka.

gambar lesi abrasi3. Laceration,merupakan kerusakan jaringan lunak yang ditandai dengan adanya robekan yang jelas pada jaringan lunak, biasanya seirng disebabkan oleh benda-benda tajam yang secara tidak sengaja mengenai rongga mulut. Lesi ini biasanya dilakukan perawatan dengan cara dilakukan penjahitan pada daerah luka, skeungtungan melakukan penjahitan pada luka adalah mempercepat proses penyembuhan luka, mengurangi rasa nyeri dan perasaan tidak nyaman, dan mempercepat restorasi kontur jaringan lunak untuk kembali ke kontur awal . penjahitan yang di lakukan harus menghindari penjahitan yang terlalu menarik tepi lesi atau terlalu tegang. Lesi laserasi yang dalam membutuhkan pejahitan yang lebih dalam lagi. Laserasi pada lidah biasnya disebabkan oleh jatuh terutama pada anak-anak. Laserasi pada lidah memerlukan teknik penjahitan yang lebih sulit dan biasnya benang jahit akan budah terlepas atau berubah posisi. Untuk melakukan proses penjahitan pada leso laserasi lidah diperlukan anastesi general atau dnegan menggunakan local anastesi dalam beberapa waktu tertentu. Laserasi pada lidah akan lebih cepat mengalami proses penyembuhan jika dilakkan suturing.

Gambar lesi laserasi

4. Penetrating wound,biasnya lesi disebabkan oleh benda yang tajam sperti pensil, kuku, gigi pasien. Untuk lesi ini biasanya dilakukan perawatan melakukan penjahitan dibawah anatesi general.

gambar lesipenetrating wound

Perawatan yang diberikan untuk menangani lesi pada jaringan lunak pendukung gigi hal yang pertama kali dilakukan adalah penghentian darah, luka yang kotor harus dihilangkan dahulu dari debris dan segala macam kotoran dengan cara mencuci lesi dengan menggunakan cairan antiseptic, dan kemudian tepi robekan luka dilakukan penjahitan. Dimana ketika terjadi kehilangan jaringan lunak akibat trauma, biasanya dilakukan perawatan operasi plastic.(Andreasen, J.O. and Andreasen, F.M . 1994)

B. Jaringan Keras Pendukung GigiTrauma pada gigimaupun pada jaringan lunak dapat juga melibatkan kerusakan pada jaringan tulang pendukug gigi. Trauma yang minimal akan tampak seperti memar dan patah tulang pada permukaan internal tulang alveolar yang menyangga gigi. Kasus yang parah yang pernah terjadi adalah fraktu ang melibatkan tulang fasial, termasuk ramus mandibular, leher kondilus, prosesus zygomatikus dan tulang maksila. Penanganan fraktur yang melibatkan tulang fasial tidak dapat dilakukan olehgeneral practitioner. yang dpaat dilakukan hanyalah tindakan umum dan tindakan penanganan pertama untuk fraktur yang terjadi seperti :1. dorongan untuk garakan rahang normal2. membantu mengarahkan dan edukasi mengenai diet makanan yang lunak3. pemberian analgesi yang sesuaiterganggunya petumbuhan kondilus mandibular merupakan suatu komplikasi yangsangat jarang terjadi. Biasnya kerusakan yang terjadi pada kondilus yang melibatkan leher kondilus, kepala kondius, maupun berhubungan dengan fosa glenoidea akan menyebabkan terjadinya gangguan padatemporo-mandibular joint.(Sham, and Witt., 1989)BAB IIIKESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan kepada uraian diatas adalah :1. Trauma dental merupakan salah satu kasus yang sering terjadi baik pada periode gigi desidui mauapun periode gigi permanen, khususnya pada usia anak-anak .2. Truama dental dapat juga melibatkan kerusakan pada jaringan pendukung gigi baik jaringan lunak maupun jaringn keras.3. Trauma pada jaringan pendukung gigi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada insidensi fraktur dental yang juga memiliki banyak sekali akibat yang kurang baik bagi pertumbuhan, perkembangan, dan estetika apabila tidak di lakukan perawatan secara cepat dan tepat

Traumatic Injury Pada AnakNah kali ini saya abis mempelajari modul tentang traumatic injury pada anak yang diajarin sama drg Atiek.. langsung aja yah. Monggo ^^ Trauma gigiadalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan jaringan periodontal karena sebab mekanis. Gigi yang paling sering terlibat adalah gigi anterior rahang atas, lebih sering terjadi pada anak laki-laki, dan paling sering pada anak 9-10 tahun.penyebab: kecelakaan, bermain, kriminal, child abuse, perkelahian, dan bencana alam. Trauma gigi anterior adalah kerusakan gigi atau periodontal karena kontak yang keras dengan benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior rahang atas, atau rahang bawah atau keduanya.Trauma gigi anterior:-langsung : benda keras langsung mengenai gigi.-tidak langsung: benturan mengenai dagu > gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan/tekanan besar & tiba-tibafaktor predisposisi:-Posisi dan keadaan gigi (maloklusi kelas 1 tipe 2)-hipoplasia email-cerebral palsy-thumb sucking hingga gigi anterior prostusifKLASIFIKASI TRAUMA GIGIEllis dan Davey, menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu: kelas 1 : fraktur mahkota > email kelas 2 : fraktur mahkota > dentin kelas 3 : fraktur mahkota > dentin dan pulpa terbuka kelas 4 : trauma gigi > menjadi non vital kelas 5 : trauma gigi > kehilangan gigi (avulsi) kelas 6 : fraktur akar Kelas 7 : perubahan posisi atau displacement gigi kelas 8 : kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung.WHO,baik gigi sulung atau tetap meliputi jaringan keras gigi jaringan pendukung gigi jaringan lunak rongga mulutA. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa1. Retak mahkota = fraktur tidak sempurna yang terjadi pada email tanpa kehilangan struktur gigi.2. Fraktur email tidak kompleks= lapisan email saja.3. Email dan dentin = tanpa melibatkan pulpa4. Fraktur mahkota yang kompleks = email, dentin, dan pulpa.B. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar1. Fraktur mahkota-akar > email, dentin, dan sementum.2. Fraktur akar3. Fraktur dinding soket gigi4. Fraktur prosesus alveolaris5. Fraktur korous mandibula atau maksilaC. Kerusakan jaringan periodontal1. Conclusion = mengenai jaringan pendukung gigi, gigi sensitif tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan.2. Subluxation = kegoyangan gigi tanpa perubahan posisi.3. Luksasi ekstruksi= gigi goyang karena sebagian gigi keluar dari soketnya4. Luksasi = perubahan letak karena pergerakan gigi yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar5. Luksasi intrusi = pergerakan ke dalam tulang alveolar menyebabkan fraktur soket alveolar.6. Laserasi = pergerakan seluruh gigi keluat dari soket.D. Kerusakan pada jaringan lunak1. Laserasi = luka terbuka2. Konstusio = luka memar karena pukulan benda3. Luka abrasi = goresan hingga berdarahPERAWATANFraktur MahkotaTanpa kehilangan substansi gigi > kontrol rutin-Fraktur emailSedikit email hilang > tidak dilakukan penambalan, bersihkan.-Fraktur email-dentinJika tubuli dentin terbuka dan dapat menyebabkan toksin masuk & inflamasi pulpa maka dilakukan tindakan agar nekrosis pulpa tidak terjadi, dengan cara:a. Pembuatan testorasi mahkota sementarab. Melekatkan kembali fraktur mahkotac. Composite crown-Complicated crown fractureDilakukan pertahanan vitalitas dengan cara direct pulp caping atau pulpotomi parsial

Fraktur Mahkota AkarDilakukan pada gigi yang masih bisa dilakukan restorasia. Menghilangkan fragmen dan melekatkan gusi kembalib. Menghilangkan fragmen dan melakukan bedah exposure pada fraktur gingivac. Fragmen mahkota dibuang Fraktur akarConcusion = perkusi +Tidak perlu perawatan segera, lakukan pemeriksaan lanjutan guna memastikan tidak ada jejas pulpa. Gunakan obat anti inflamasi dan intruksikan untuk hindari makanan yang keras.SubluksasiGunakan splinting, makan makanan yang lunak selama 2 minggu, kumur dengan klorheksidinExtrusive luksasiReposisi segera dan fiksasiLateral luksasiReposisi segera dan fiksasiIntrusive luksasiReposisi dengan pembedahanAvulsiReplantasi