pencegahan dan penanggulangan prilaku remaja beresiko

17
Pencegahan dan Penanggulangannya diposting oleh margaretha-fpsi - 03 March 2012 kategori : Perilaku beresiko remaja - 1 komentar Menilik Perilaku Beresiko Remaja: Tantangan dalam usaha pencegahan dan penanggulangannya Margaretha, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Apa yang telah kita lakukan pada teman-teman, anak-anak atau keluarga yang telah dicap sebagai anak bermasalah? Anak dan remaja dengan masalah kecanduan, perilaku seks tidak aman, dan remaja yang terkena Human Immuno-deficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV- AIDS). Anak bermasalah sering dilihat sebagai anak yang retak, seperti barang yang telah rusak. Melihat kerusakan lalu kita mencari cara yang dapat dengan cepat memperbaikinya, berusaha membuatnya utuh lagi. Jika terlalu sulit memperbaiknya, mungkin kita akan cepat menyerah dan berpikir ”toh kalaupun diperbaiki bekas cacatnya akan tetap terlihat”. Rasa enggan cepat menyelimuti pikiran sehingga usaha memperbaiki dilakukan dengan setengah hati. Pada akhirnya, jika usaha memperbaiki dianggap gagal, kita cepat-cepat menyingkirkan barang yang telah rusak di mata kita. Bagaimana selama ini cara kita menghadapi mereka? Remaja dan perilaku beresiko Pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis, dan sosial terjadi dengan pesat. Hal ini menuntut perubahan perilaku remaja untuk menyesuaikan diri dengan kondisi mereka saat ini. Pada beberapa remaja, proses penyesuaian ini bisa berlangsung tanpa masalah berarti karena mereka berhasil mengenali identitas diri dan mendapat dukungan sosial yang cukup. Kedua hal tersebut penting berperan dalam penyesuaian diri remaja. Namun sebagian remaja yang lain dapat mengalami persoalan penyesuaian diri. Kesulitan penyesuaian diri remaja biasanya diawali dengan munculnya perilaku-perilaku yang beresiko menimbulkan persoalan psikososial remaja baik pada level personal maupun sosial. Di Indonesia diketahui sebagian remaja terlibat dalam perilaku-perilaku beresiko terhadap kesehatan mentalnya, seperti: mengebut dan berakibat kecelakaan; kekerasan/tawuran/bullying; kekerasan dalam pacaran; kehamilan yang tidak direncanakan; perilaku seks beresiko; terkena penyakit menular seksual seperti hepatitis dan HIV-AIDS; merokok dan penyalahgunaan alkohol pada usia dini; penggunaan ganja dan zat-zat adiktif lainnya (untuk lebih detail lihat tabel 1). Perilaku beresiko remaja membuat mereka sering dicap sebagai anak-remaja bermasalah dan akhirnya mereka diperlakukan secara negatif dari lingkungan sosialnya. Perilaku beresiko remaja adalah bentuk perilaku yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan (well-being) remaja, bahkan beberapa bentuk perilaku beresiko dapat merugikan orang lain. Tabel 1. 10 Masalah yang banyak dihadapi remaja Indonesia Masalah-masalah remaja 1. Perokok aktif: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0% 2. Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 % 3. Lelaki pengguna zat adiksi dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3% 4. Pengalaman seksual pada perempuan: 1,3%; lelaki: 3,7% 5. Lelaki yang memiliki pengalaman seks untuk pertama kali

Upload: more-than-words

Post on 03-Jan-2016

408 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

Pencegahan dan Penanggulangannyadiposting oleh margaretha-fpsi - 03 March 2012

kategori : Perilaku beresiko remaja - 1 komentarMenilik Perilaku Beresiko Remaja:

Tantangan dalam usaha pencegahan dan penanggulangannya

 

Margaretha, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

 

Apa yang telah kita lakukan pada teman-teman, anak-anak atau keluarga yang telah dicap sebagai anak bermasalah? Anak dan remaja dengan masalah kecanduan, perilaku seks tidak aman, dan remaja yang terkena Human Immuno-deficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS). Anak bermasalah sering dilihat sebagai anak yang retak, seperti barang yang telah rusak. Melihat kerusakan lalu kita mencari cara yang dapat dengan cepat memperbaikinya, berusaha membuatnya utuh lagi. Jika terlalu sulit memperbaiknya, mungkin kita akan cepat menyerah dan berpikir ”toh kalaupun diperbaiki bekas cacatnya akan tetap terlihat”. Rasa enggan cepat menyelimuti pikiran sehingga usaha memperbaiki dilakukan dengan setengah hati. Pada akhirnya, jika usaha memperbaiki dianggap gagal, kita cepat-cepat menyingkirkan barang yang telah rusak di mata kita. Bagaimana selama ini cara kita menghadapi mereka?

 

Remaja dan perilaku beresiko

Pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis, dan sosial terjadi dengan pesat. Hal ini menuntut perubahan perilaku remaja untuk menyesuaikan diri dengan kondisi mereka saat ini. Pada beberapa remaja, proses penyesuaian ini bisa berlangsung tanpa masalah berarti karena mereka berhasil mengenali identitas diri dan mendapat dukungan sosial yang cukup. Kedua hal tersebut penting berperan dalam penyesuaian diri remaja. Namun sebagian remaja yang lain dapat mengalami persoalan penyesuaian diri. Kesulitan penyesuaian diri remaja biasanya diawali dengan munculnya perilaku-perilaku yang beresiko menimbulkan persoalan psikososial remaja baik pada level personal maupun sosial. Di Indonesia diketahui sebagian remaja terlibat dalam perilaku-perilaku beresiko terhadap kesehatan mentalnya, seperti: mengebut dan berakibat kecelakaan; kekerasan/tawuran/bullying; kekerasan dalam pacaran; kehamilan yang tidak direncanakan; perilaku seks beresiko; terkena penyakit menular seksual seperti hepatitis dan HIV-AIDS; merokok dan penyalahgunaan alkohol pada usia dini; penggunaan ganja dan zat-zat adiktif lainnya (untuk lebih detail lihat tabel 1). Perilaku beresiko remaja membuat mereka sering dicap sebagai anak-remaja bermasalah dan akhirnya mereka diperlakukan secara negatif dari lingkungan sosialnya. Perilaku beresiko remaja adalah bentuk perilaku yang dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan (well-being) remaja, bahkan beberapa bentuk perilaku beresiko dapat merugikan orang lain.

Tabel 1. 10 Masalah yang banyak dihadapi remaja Indonesia

Masalah-masalah remaja

1. Perokok aktif: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%2. Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %3. Lelaki pengguna zat adiksi dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3%4. Pengalaman seksual pada perempuan: 1,3%; lelaki: 3,7%5. Lelaki yang memiliki pengalaman seks untuk pertama kali pada usia: <15 tahun: 1,0%;

usia 16 tahun : 0,8%; usia 17 tahun: 1,2%; usia 18 tahun: 0,5%; usia 19 tahun: 0,1%6. Alasan melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah pada remaja berusia

15-24 tahun ialah: Untuk perempuan alasan tertinggi adalah karena terjadi begitu saja (38,4%); dipaksa oleh pasangannya (21,2%). Sedangkan pada lelaki, alasan tertinggi ialah karena ingin tahu (51,3%); karena terjadi begitu saja (25,8%)

7. Delapan puluh empat orang (1%) dari responden pernah mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, 60% di antaranya mengalami atau melakukan aborsi

8. Persentase kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia berdasarkan jenis kelamin, yaitu: lelaki: 91,8%; perempuan: 7,5%; tidak diketahui: 0,7%

9. Prevalensi kecenderungan gangguan mental-emosional remaja usia 15-24 tahun ke atas (berdasarkan self-report questionnaire) menurut karakteristik responden adalah: 8,7%

Page 2: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

Sumber: Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 pada remaja perempuan dan laki-laki berusia 15-19 tahun yang tidak menikah.

 

Perlakuan negatif pada anak-remaja bermasalah dapat terjadi karena disebabkan pemahaman yang kurang tepat atas perilaku beresiko. Sering perilaku beresiko hanya dilihat sebagai akibat kenakalan remaja semata, akibatnya orang segera mengambil keputusan untuk ”memperbaiki” si remaja bermasalah. Perilaku beresiko remaja yang disebabkan oleh gangguan penyesuaian diri muncul karena dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri remaja (internal) maupun faktor dari luar diri (eksternal).

Faktor internal meliputi: 1) Problem psikologis dan sosial yang sedang dihadapi. Menghadapi masa remaja yang penuh tantangan membuat remaja rentan menghadapi tekanan, akibatnya dapat muncul persoalan psikologis seperti stress dan depresi. Belum lagi jika ditambah remaja dengan kebutuhan khusus dan gangguan psikopatologis. 2) Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak terbiasa mengendalikan diri dan mempertahankan usaha untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, cenderung mudah terlena untuk mendapatkan kenikmatan instant dengan melakukan perilaku beresiko, yang justru pada akhirnya malah menambah persoalan baru.

Beberapa faktor eksternal diantaranya adalah: 1) Persoalan keluarga. Pendidikan nilai yang salah di keluarga, problem komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Hubungan orang tua-anak yang kurang harmonis dan otoriter membuat remaja sulit terbuka menyampaikan persoalan yang dihadapinya pada orang tua, akibatnya anak kesulitan menyelesaikan persoalannya dan terjerumus dalam perilaku beresiko. 2) Pengaruh negatif teman sebaya. Sikap dan perilaku teman sebaya yang negatif juga dapat mempengaruhi perilaku remaja. Upaya remaja untuk dapat diterima di kelompok sebayanya membuat mereka mudah terpengaruh dan sulit menolak ajakan teman, bahkan untuk hal yang dapat merugikan diri atau orang di sekitarnya. 3) Pengaruh negatif komunitas. Kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, komunitas yang acuh dan permisif pada pelanggaran dapat membuat remaja lebih rentan terjerumus dalam perilaku beresiko dan menghambat perkembangan diri remaja. 

            Dengan  mengetahui berbagai faktor internal dan eksternal mempengaruhi problem remaja, maka penting kita pahami bahwa penanganannya perlu dilakukan secara menyeluruh. Bukan hanya remaja yang ditarget untuk ”dirubah” tapi juga lingkungan sekitarnya yang juga turut mempengaruhi munculnya perilaku beresiko tersebut. Contohnya: perilaku kecanduan yang disebabkan oleh ketidak-mampuan remaja mengelola stress dari problem keluarga dan tekanan sosial dari teman sebaya, maka harus dihadapi dengan cara mengembangkan kemampuan pengelolaan persoalan keluarga dan sikap asertif pada teman sebaya; dan lebih jauh lagi perlu mempertimbangkan pembuatan kebijakan sosial untuk menghadapi persoalan kecanduan di sekolah dan di masyarakat. Karena tidaklah mungkin menghadapi persoalan perilaku beresiko remaja tanpa koordinasi dan kerjasama antar berbagai pihak yang terlibat, dalam hal ini orang-tua dan keluarga, sekolah, lingkungan rumah, serta masyarakat. Pemahaman komprehensif ini selayaknya menjadi dasar cara kita menghadapi perilaku beresiko remaja di masyarakat Indonesia. Apakah anda setuju?

 

Bagaimana mencegah perilaku beresiko remaja?

Program kesehatan remaja yang telah banyak dilakukan adalah usaha pencegahan perilaku beresiko remaja, terutama tentang perilaku seks beresiko dan penyalahgunaan zat adiktif. Namun program-program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian informasi, berupa penyuluhan dan diskusi tentang masalah kesehatan remaja. Penyuluh biasanya berperan sebagai fasilitator dan narasumber informasi. Sering juga terjadi adalah bentuk dan cara penyampaian informasi kesehatan remaja direduksi dan diseleksi sedemikian rupa oleh pihak sekolah atau orang tua agar pemahaman remaja dianggap ”tidak melanggar norma sosial-religius” di masyarakat. Lebih lanjut, isi informasi juga kadang kurang mempertimbangkan tahapan perkembangan psikologis remaja, akibatnya informasi yang diberikan  belum tentu menyentuh kebutuhan dan tantangan kesehatan reproduksi remaja yang sesungguhnya saat ini.

Remaja terjerumus dalam perilaku beresiko seringkali terjadi bukan karena persoalan kurangnya informasi, namun karena remaja melakukan perilaku yang tidak konsisten dengan sikapnya, contohnya: mengetahui bahwa ia belum siap melakukan perilaku seksual namun ketika diminta oleh pacarnya akhirnya melakukan perilaku seksual. Hal ini terjadi bukan karena keterbatasan informasi atau kelemahan kognitif sehingga mereka tidak mampu berpikir tentang alternatif lain, namun lebih dikarenakan keterbatasan pengalaman sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang kurang tepat. Ketersediaan akses dan informasi yang lengkap dapat mempengaruhi keterampilan remaja dalam mengambil keputusan untuk berperilaku sehat. Remaja perlu memahami bahwa setiap keputusan yang diambilnya akan menghasilkan konsekuensi yang harus ditanggung seumur hidupnya baik secara fisik, psikis dan sosial.

Di era globalisasi ini, akses informasi cukup luas, termasuk informasi tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku beresiko remaja. Oleh karena itu, yang lebih diperlukan oleh remaja bukan sekedar informasi namun lebih penting bagaimana mengembangkan cara-cara pengelolaan diri remaja. Secara personal, program kesehatan remaja dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan pengendalian diri dan perilaku produktif untuk dapat menghadapi perubahan identitas perannya sebagai remaja. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja sebaiknya mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik, atau juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.

Selain itu, penting juga mengkondisikan faktor-faktor di luar diri remaja agar dapat mendukung kemampuan pengelolaan diri remaja, seperti, seperti: hubungan dengan orang tua dan teman sebaya. Sebaiknya orangtua juga mau berupaya untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja. Pola asuh dan komunikasi orang-tua dan anak diupayakan menjadi lebih berorientasi pada kebutuhan perkembangan remaja, orang-tua akan berperan sebagai  support systembagi si remaja sehingga remaja yang merasa aman dan diterima orang-tuanya akan lebih mampu menghadapi tantangan perubahan masa

Page 3: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

remaja. Dalam hubungan dengan teman sebaya, remaja perlu mengembangkan ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika sikap dan perilaku teman sebaya atau komunitas tidak produktif atau bahkan dapat merugikan diri dan masa depan remaja. Pada umumya, waktu remaja lebih banyak dihabiskan di sekolah, sehingga lingkungan sekolah juga dapat dipandang sebagai tantangan dunia remaja. Maka sistim pendidikan di sekolah perlu menyeimbangkan perkembangan aspek kognitif dan juga aspek kepribadian agar si remaja lebih mampu mengembangkan keterampilan hidup di sekolah. Lebih lanjut, aspek demografis juga perlu diperhatikan karena kebutuhan kesehatan reproduksi remaja di berbagai wilayah di Indonesia juga dapat berbeda karena dipengaruhi oleh aspek sosial, budaya, serta historis-geografis (perkotaan-pedesaan). Maka perlu juga dipertimbangkan pembuatan kebijakan-kebijakan sosial masyarakat yang fokus pada perbaikan keadaan sosial ekonomi secara mikro dan makro. Secara umum, seluruh uraian ini menekankan bahwa pengembangan program kesehatan remaja harus selalu berpijak pada berbagai faktor kontekstual dan aktual remaja yang menjadi target program kesehatan.

 

Bagaimana menghadapi remaja dengan perilaku beresiko?

            Peran semua bagian masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghadapi persoalan perilaku beresiko remaja, baik sebagai orang-tua, teman, guru, saudara, atau sebagai individu yang peduli atas persoalan remaja. Sekali lagi, penting dipahami persoalan ini tidak bisa dihadapi dengan cara pendekatan ”memperbaiki” anak rusak, atau menyingkirkan mereka dari lingkungan sekolah, atau mengucilkan mereka dari lingkungan sosial dengan harapan agar remaja lain tidak meniru mereka. Cara-cara tersebut justru akan memperburuk kesehatan dan kesejahteraan remaja yang bermasalah tadi. Selain memperhatikan berbagai faktor internal dan eksternal tadi, adalah tugas kita untuk membantu mereka bangkit dari keterpurukan mereka dengan cara membantu mereka mengembangkan keterampilan hidup (life skills). Beberapa keterampilan hidup yang perlu diolah adalah: pemahaman diri dan kemampuan membuat perencanaan hidup, kemampuan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, kemampuan komunikasi efektif, kemampuan empati dan membangun relasi interpersonal, serta kemampuan pengendalian emosi dan pengelolaan stress.

Keterampilan hidup yang penting dikembangkan adalah kemampuan remaja agar dapat mengenali masalahnya, lalu berpikir untuk dapat mengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukannya dalam mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya, perlu dikembangkan pula pengetahuan dan keterampilan remaja agar mampu untuk menjadi individu yang lebih efektif mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya, serta meningkatkan kewaspadaan remaja atas persoalan hidup yang mungkin terjadi pada dirinya. Keterampilan-keterampilan hidup ini lebih efektif dikembangkan dalam proses pendampingan, karena hal ini muncul dari proses belajar dan berlatih. Oleh karena itu, peran pendampingan ini selayaknya diberikan oleh orang-orang terdekat remaja seperti orang-tua, guru, dan teman. Seluruh komponen masyarakat juga bersiap mengarahkan remaja untuk dapat keluar dari masalahnya serta menyediakan dukungan mereka untuk pengembangan keterampilan sosialnya. Terakhir, perlu dikembangkan motivasi remaja untuk mencari segera bantuan, baik bantuan familial ataupun profesional jika menghadapi persoalan yang kompleks bagi dirinya, artinya remaja tahu apa dan dimana mencari bantuan bila menghadapi masalah yang tidak dapat mereka kelola secara mandiri. Dalam hal ini peran psikolog, pekerja sosial, psikiater dan berbagai profesi kesehatan mental perlu diberdayakan secara efektif. Dengan cara-cara ini, remaja diberikan kesempatan dan akses seluas-luasnya agar mampu mengembangkan perilaku positif dan produktif di masyarakatnya.

 

Simpulan

Perilaku beresiko yang banyak dihadapi remaja menghadapkan mereka kepada persoalan psikososial dan kesehatan. Di Indonesia, persoalan perilaku beresiko perlu dicegah dan ditanggulangi dengan program kesehatan remaja yang menyeluruh, terutama untuk mengembangkan faktor internal dan faktor eksternal remaja dalam rangka mencapai pemberdayaan remaja menyesuaikan diri dengan identitas perannya. Program kesehatan remaja tidak cukup hanya sebagai pemberi informasi, namun perlu lebih mengedepankan pengembangan ketrampilan hidup sehat hingga remaja terampil dalam mengembangkan potensi dirinya dan mampu menghadapi persoalan dan tantangan hidupnya. Penanganan remaja yang melakukan perilaku beresiko juga akan melibatkan berbagai pihak, dari orang-tua, sekolah, dan masyarakat terutama dalam meningkatkan keterampilan hidup mereka.

 

Referensi:

Dekovic, M. (1999). Risk and protective factors in the development of problem behavior during adolescence.  Journal of Youth and Adolescence, 28, 667-685.

DAMPAK PERILAKU SEKS BEBAS BAGI KESEHATAN REMAJA | Sudah menjadi maklum, remaja memang sosok yang sangat menarik untuk

Page 4: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

diperbincangkan. Kenapa?. Remaja masa pencarian jati diri yang mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Namun disisi lain remaja mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan mengutamakan solidaritas kelompok. 

Diusia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak. Perubahan ini ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual. Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan.Ketidakpekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja menyebabkan remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk bertanya pada orang yang tepat semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat terhadap organ reproduksinya.  

Potret Remaja di Usianya Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptip yang menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation).Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual (PMS). 

Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di negara berkembang

termasuk Indonesia. 

Dampak Seks Bebas terhadap Kesehatan Fisik dan Psikologis Remaja Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja. 

Page 5: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

Lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion). Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya

infertilitas. 

Secara psikologis seks pra nikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap

masyarakat. 

Bagaiamana Remaja Bersikap? Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan psikososial manusia. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama. 

Sebagaimana apa yang diperingatkan Alloh dalam surat An-Nur: 21: ”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barang siapa yang mengikuti langkah syetan, maka sesungguhnya dia (syetan) menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Alloh dan Rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Alloh membersihkan siapa yang dikehendaki... (An-nuur (24):21) 

Aktifitas seksual pada dasarnya adalah bagian dari naluri yang pemenuhannya sangat dipengaruhi stimulus dari luar tubuh manusia dan alam berfikirnya. Meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan nafsu dan menguasainya. Masa remaja memang sangat memperhatikan masalah seksual. Banyak remaja yang menyukai bacaan porno, melihat film-film porno. Semakin bertambah jika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaran, tulisan, foto, sentuhan, dan lainnya. Hal ini akan mendorong remaja terjebak dengan kegiatan seks yang haram. 

Perawatan organ reproduksi tidak identik dengan pemanfaatan tanpa kendali. 

Page 6: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

Sistem organ reproduksi dalam pertumbuhannya sebagaimana organ lainnya, memerlukan masa tertentu yang berkesinambungan sehingga mencapai petumbuhan maksimal. Disinilah letak pentingnya pendampingan orang tua dan pendidik untuk memberi pemahaman yang benar tentang pertumbuhan organ reproduksi. 

Pemahaman remaja berkaitan dengan organ reproduksinya tentunya ditanamkan sesuai dengan kadar kemampuan logika dan umur mereka. Dengan demikian remaja tidak akan cemas ketika menghadapi peristiwa haid pertama, melewati masa premenstrual syndrome dengan aman, memahami hukum fiqh terkait dengan haid serta peristiwa lain yang mengiringi masa pubertas remaja. 

Remaja juga harus bisa menjaga diri (isti’faaf). 

Hal ini mampu dilakukan pada remaja yang mempunyai kejelasan konsep hidup dalam menjalani hidupnya. Orang tua sejak usia dini harus menanamkan dasar yang kuat pada diri anak bahwa Alloh menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Jika konsep hidup yang benar telah tertanam maka remaja akan memahami jati dirinya, menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungaanya. 

Kualitas akhlak akan terus terpupuk dengan memahami batas-batas nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Remaja akan merasa damai di rumah yang terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami di antara sesama keluarga. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan pendidik akan menghindarkan dari pergaulan bebas, komitmen terhadap aturan Alloh baik dalam aurot (pakaian), pergaulan antar lawan jenis, menghindari ikhtilath dan sebagainya. 

Bagaimana dengan anda? 

. PENDAHULUAN

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 s/d 24 th Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia sudah tergolong dalam kelompok dewasa. Sebaliknya jika usia remaja sudah dilewati tapi masih tergantung pada orang tua maka ia masih digolongkan dalam kelompok remajaAnak sekolah tingkat SLTP/SLTA memasuki usia remaja di mana pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual dengan permasalahan-permasalahan yang begitu komplek.Oleh sebab itu masa remaja merupakan tahap penting dalam siklus kehidupan manusia. Dikatakan penting karena merupakan peralihan dari masa anak yang sangat tergantung

Page 7: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

kepada orang lain ke masa dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab.Di samping itu, masa ini juga mengandung reiko akibat suatu masa transisi yang selalu membawa cirri-ciri tertentu, yaitu kebimbangan, kebingungan dan gejolak remaja seperti masalah seks, kejiwaan dan tingkah laku eksprimental ( selalu ingin mencoba) Sehubungan dengan hal tersebut untuk mengetahui sejauh mana perilaku remaja maka perlu diadakan survey perilaku kesehatan remaja yang berhubungan dengan perilaku seksual.

B. TUJUAN

Diketahuinya gambaran peilaku kesehatan remaja yang berhubngan dengan perilaku seksual 

C. WAKTU DAN LOKASI 

Lokasi : MAN 3 Amuntai SelatanTanggal : 25 – 26 Nopember 2010

D. METODE

Metode survey yang dipakai adalah wawancara tertutup dengan mengisi kuesioner yang dibagikan kepada responden dengan tanpa identitasG. PEMBAHASAN

1. Karakteristik RespondenDari hasil survey diketahui responden terbanyak adalah perempuan, rentang usia adalah antara 15 – 19 tahun dan yang terbayak adalah berusia 16 dan 17 tahun , semua respnden duduk dikelas XI, semua responden beragama Islam, hampir semua responden tinggal bersama orang tua dan mempunya televisi, sebagian besar /hampir seluruh responden mengetahui tentang masalah reproduksi, kecuali masalah mansturbasi/onani kurang dari separo rsponden yang megetahui.2. SikapHampir semua responden mempunyai sikap tidak mendukung (STS, TS, KS) terhadap permaslahan pendidikan sek, Kb, berhubungan sek sebelum nikah dan aborsi. Untuk masalah hubungan sek suami isteri dan hubungan sek bebas dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan hamper semua responden mempunyai sikap mendukung (S dan SS).3. Kepatuhan AgamaDari hasil survey menunjukkan bahwa semua responden mempunyai aktivitas keagamaan sesuai dengan tuntunan agama yang di anut yaitu Islam4. Media InformasiMedia informasi yang berhubungan dengan masalah sek seperti membaca buku porno, menggunakan media komunikasi, menonoton VCD porno juga telah dilakukan oleh sebagian kecil responden (buku pormo 14 orang, media komunikasi 19 orang, nonton VCD porno 25 orang).5. Interaksi dengan peer groupSebagian besar responden kurang berinteraksi dengan peer gruopnya untuk membicarakan

Page 8: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

masalah kesehatan remaja khususnya maslah perilaku sek.6. Komunikasi dengan orang tuaHampir seluruh responden tidak pernah melakukan komunikasi dengan orang tua tentang masalah kesehatan remaja khususnya tentang perilaku sek.7. Komunikasi dengan guru dan tokoh masyarakat.Sebagian besar responden tidak pernah melakukan komunikasi dengan guru dan tokoh masyarakat tentang maslaha kesehatan remaja khususnya tentng perilaku sek.8. Perilaku SekDari 86 responden ada 47 responden yang pernah punya pacar dan 2 orang responden pernah melakukan hubungan sek dengan pacar masing-masing. Rentang usia pertama kali berpacaran pada rentang usia10 tahun s/d 17 tahun dan sebagian besar pertama kali pada usia 14 dan 15 tahun.Dari semua responden (86 oarang) hampir semuanya mempunyai sikap tidak mendukung (STS, TS, KS) terhadap hubungan sek sebelum nikah dan hampir semuanya mempunyai sikap mendukung (S, SS) terhadap menjaga keperawanan/keperjakaan

H. REKOMENDASI 

Rekomendasi yang dapat disampaikan guna upaya tindak lanjut dari kegiatan survey kesehatan remaja ini adalah:1. Untuk institusi kesehatan (Puskesmas)a. Membentuk tim konsultasi remaja di Puskesmas dan membuat jadwal konsultasi bagi remaja yang akan melakukan kunjungan konsultasi tentang masalah kesehatan remaja.b. Melakukan kegiatan pelatihan kader remaja (Peeer group)c. Lebih mengoptimalkan upaya promosi kesehatan khususnys tentang masalah kesehatan remaja.d. Melakukan kerjasama lintas program dengan program UKS, Promkes, Pengobatan dan KIA.e. Melakukan kerjasama lintas sektoral dalam hal ini instansi terkait seperti Diknas dan Depag2. Untuk Institusi pendidikan (Sekolah)a. Membina kerjasama dengan institusi kesehatan untuk pelatihan peeer group.b. Lebih mengoptimalkan komunikasi tentang kesehatan remaja dengan siswa dengan membuat jadwal konsultasi bagi siswa yang bermasalah.c. Melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya kesehatan remaja seperti lomba Class meeting, Palang Merah Remaja, Pramuka dan lain-lain.

I. PENUTUP.Demikian laporan kegiatan Survey Kesehatan Renaja ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kenapa AMP itu perlu :

Dengan audit kematian maternal perinatal memungkin untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian membuat

rencana untuk menemukan solusi. Ini adalah cara terbaik untuk mengetahui apa yangterjadi dalam layanan dan

mengapa masalah yang bersangkutan terjadi. Jika Anda tidak tahu dimana akar masalah sebenarnya, maka tidak

Page 9: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

mungkin Anda akan mampu memecahkan masalah. Melalui AMP Anda tahu bahwa sebenarnya ada masalah, dan

dimana letak akar masalah. Dengan AMP akan diketahui secara jelas tentang jenis dan luasnya masalah, sehingga

kemudian langkah-langkah dapat diambil untuk mencegah terulangnya amsalah atau memperbaiki pelayanan

dan correcive action (aku suka istilahnya Dr. Syahrizal Syarief ini) untuk menyelesaikan masalah.

Oleh karena itu, dengan melakukian audit (AMP) anda akan mendapat ide yang jelas tentang di mana letak masalah.

Dengan Hal ini tentu akan menunjukkan kearah mana solusi dapat ditemukan (tentu dari berbagai alternatif

evidenced based intervention yang ada).

Dalam sebuah kesempatan refreshing AMP, seorang narasumber dariKemenkes Jakarta, menyampaikan bahwa ada

prinsip yang harus diikuti dalam AMP.

PRINSIP AUDIT KEMATIAN IBU DAN BAYI (AUDIT MATERNAL PERINATAL)

1.No Name

2.No Shame

3.No Blame

4.No Pro justisia

5.Pembinaan

IDENTIFIKASI KASUS KEMATIAN

Diperlukan sistem pelaporan dan penelusuran yang disepakati untuk suatu wilayah

Melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses identifikasi

Memastikan seluruh kejadian kematian teridentifikasi dan dilaporkan

Otopsi Verbal (OV)

Menentukan penyebab kematian (penyakit dan faktor-faktor lain) dengan menggunakan informasi tentang gejala

penyakit dan tindakan yang telah dilakukan, melalui wawancara dengan keluarga korban dan pihak-pihak lain.

Kenapa OV penting ?

1. Agar diperoleh data penyebab kematian untuk menentukan prioritas pelayanan kesehatan, perencanaan

tindakan intervensi dan pemantauan efektivitas program.

2. Agar diperoleh anggaran sesuai dengan kebutuhan

OV yang sudah ada

1. Audit Maternal Perinatal (AMP)

2. Autopsi Verbal Balita (yang dikembangkan Subdit ISPA, P2-PL)

Page 10: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

3. Autopsi Verbal Kematian base on ICD 10 termasuk autopsi verbal kematian neonatal dan balita (yang

dikembangkan Puslitbang Kesehatan)

Autopsi verbal balita adalah klasifikasi penyakit Balita menjelang kematian berdasarkan wawancara kepada ibu atau pengasuh lain.

Instrumen OV Balita :

Keterangan :

Identitas

Umur meninggal

Informasi tentang layanan kesehatan sebelum meninggal

Tempat meninggal

Informasi sakit di rumah

Informasi tentang rujukan

Riwayat penyakit

Gejala/tanda sebelum meninggal

Kematian neonatal < 28 hari

PELENGKAPAN DATA

Semua kasus kematian yang teridentifikasi dilengkapi data-datanya oleh petugas yang membawahi wilayah

terjadinya kematian

Kematian di fasilitas kesehatan menggunakan data dari rekam medis

Kematian di luar fasilitas kesehatan (di luar jangkauan petugas) menggunakan kuesioner otopsi verbal

Pelaksanaan OV :

1. Masing-masing presentan menyampaikan kronologis terjadinya kematian ibu atau bayi dan dugaan

sementara penyebab kematian ibu dan bayi (secara bergiliran sesuai jumlah kasus yg akan dibahas)

2. Dilanjutkan dengan forum diskusi

3. Tanggapan dari peserta dan pengkayaan oleh narasumber

4. Membuat kesepakatan dan rencana tindak lanjut

5. Mencatat hasil kegiatan dalam notulen

1. SESI 7AUDIT MATERNAL PERINATAL

AMP penting untuk dapat memberikan informasi tentang standar

pelayanan dan pedoman baku yang sudah disepakati. Kegiatan AMP

harus dilandasi satu idealisme untuk perbaikan kualitas pelayanan

Page 11: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

maternal-perinatal. Salah satu upaya untuk mendokumentasikan

penurunan AKI dan sekaligus untuk mencegah berulangnya kejadian

kesakitan/kematian yang seharusnya dapat dicegah yaitu dengan

menggunakan AUDIT MATERNAL PERINATAL (AMP)2.

Kualitas hidup Audit medic (British Government dalam Working for

patient) adalah analisis yang sistematik dan kritis tentang kualitas

pelayanan medic termasuk:3. & Prosedur yg dipakai utk

mendiagnosaluaran untk pasien (outcome) & Beberapa dinas kesehatan

kabupaten/kota telah menggantikan kata ini dgn terminology lain, misalnya

assessment. Pengunaan sumber2 dgn tujuan plynan yg diberikn kepda

pasienmengobati

Meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah kabupaten dalam

rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu4. Tujuan Audit

Maternal PerinatalTujuan Umum & Menerpkan pembahasan analitik

mengenai kasus kebidananperinatal.Tujuan Khusus & perinatal yg

dilakukan oleh DinKes Kota, RS Kab, & Puskesmas

Mengembangkan mekanisme koordinasi anatara DKK, RS Kab,

Menentukan intervensi untuk mengatasi masalah2 yg ditemukan dlm suatu

kasus5. & Puskesmas dlm perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, &

evaluasi trhdp intervensi yg disepakati

6. Ada 3 persyaratan AMP yg perlu diketahui:1. Audit Medik adalah

komponen penting dlm quality assurance & Tidak semua kegiatan dapat

diaudit scara bersamaan sekaligus. Subyek yg akan diaudit harus

dipelajari scra cermat, seperti halnya melakukan penelitian

klinis.merupkan bagian dasar dalam proses pengolahan.1. Sistematik

Perlu dilakukan scr kritis sehingga sering diperlukan review oleh peer

group. Agar dapat dibahas secara cermat, audit seyogyanya hanya

membicarakan hal-hal yg relevan agar semua yg mengikuti7. 3. Kritis &

menyutujui kegiatan ini dapat mempersiapkan diri.

Page 12: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

Pertemuan TIM AMP Kabupaten, Kec melakukan analisis data/laporan8.

Metode AMP & Diikuti semua TIM AMP Pusksmas (drmenentukan kasus

yg akan dibahasPertemuan pembahasan kasus untuk pemecahan

masalah (problem sorving) & Bidan)

Mengkaji kasus yg menarik: pembeljrn gjala, pengelolaan, rujukn, siapa9.

& Alternatif pemecahan, kesimpulancr menolong,

hmbtn/kekurangan/masalah, kasus dilaporkan tim Puskesmas diikuti

penolong & Pencacatanrencana tindak lanjut & pelaporan

Penyebarluasan info Pembentukan Tim AMP 10. Persiapan & - format

pencatat - lokasi ditentukan AMP - kasus yg menarik Persiapan

pelaksanaan Orientsi pengelola prgrm KIA dlm plksnn AMPPelaksanaan

AMP Menyusun rencana kegiatan AMP petunjuk teknis AMP &

pelaporan

Pencatatan Penyusunan rencana tindak lanjut trhdp temuan dr kegiatan

AMP Pelaksanaan Kegiatan AMP 11. & Puskesmas : Rekam medis,

Formulir R (rujukan maternal Pencatatan Pelaporan & perinatal),

Formulir OM & OP (Otopsi maternal & RSUD Kabupaten: Formulir MP

(semua ibu bersalinotopsi perinatal) & BBL masuk RS, pengisian

silakukan bidan /perawat

Laporan jumlah persalinan normal RSUD Kab Pelaporan 12. &

patologis, rujukan & Pd tahap awal dilakukan pelaporan komplikasi yg

paling sering trjd pd ibukematian & Pelaporan yan kesehatan maternal

Dinas Kesehatan KabBBL & Pemantauanperinatal & Evaluasi

Supervisi (dilkukan scr acak sesuai mslh) Pemantauan kegiatan tindak

lanjut kegiatan AMP Pemantauan mlli laporan masalh yg ditemukan dlm

pembangunan AMP PemantauanEvaluasi

4 terlalu dan 3 terlambat

Page 13: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

Perlu kita ketahui dan sangat penting bagi seorang tenaga kesehatan khususnya Bidan tentang 4 Terlalu dan 3 Terlambat

Empat Terlalu.

faktor internal berasal dari si ibu itu sendiri. istilah ”empat terlalu” yang dapat mengakibatikan persalinan berisiko tinggi. Diantaranya terlalu muda (usia di bawah 16 tahun), terlalu tua (usia diatas 35 tahun), terlalu sering (eprbedaan usia antar anak sangat dekat) dan terlalu banyak (memiliki lebih dari empat orang anak).

Bukan hanya itu saja, penyakit yang diderita ibu pun turut mempengaruhi. Misalnya anemia, jantung, hipertensi, diabetes dan sebagainya. ”Orang sering mengabaikan faktor kekurangan darah atau anemia. Padahal, seorang wanita hamil berarti ia membagi darahnya dengan janin. Jadi, yang paling utama adalah mengonsumsi vitamin tambah darah. Banyak ibu-ibu yang merasa dirinya sehat-sehat saja, makannya juga kuat, tubuhnya gemuk. Akhirnya malas minum vitamin. Saya selalu bilang kepada pasien, kalau vitamin itu adalah tabungan hari depan, wanita mana yang melahirkantidak berdarah.

Adapun faktor lain yang menyebabkan persalinan berisiko tinggi adalahperdarahan, infeksi, keguguran (abortus), pre eklampsia dan eklampsia. ”Hingga kini yang cukup berbahaya adalah pre eklampsia atau keracunan sebelum hamil, si ibu tidak mengalami hipertensi. Tetapi setelah hamil, tekanan darahnya meningkat secara drastis. Jadi, risikonya amat tinggi. Apalagi hingga kini penyebabnya belum ditemukan.

Selain beberapa faktor diatas, pentingnya riwayat persalinan ibu sebelumnya. ”Misalnya seorang ibu pernah hamil dan mengalami keguguran berulang kali. Berarti kehamilah sekarang tidak bisa diharapkan maksimal kualitasnya. Atau proses persalinan sebelumnya sangat lama dan bayinya meninggal. Begitu pula jika proses persalinan yang dulu dilakukan dengan cara caesar, risikonya juga tinggi,”

Satu lagi faktor internal yang tak boleh dilupakan yaitu kondisi janin. ”Kelainan letak janin seperti sungsang atau melintang saja sudah merupakan suatu risiko. Apalagi jika ditemukan pertumbuhannya terhambat dan terjadi cacat bawaan,”

”Biasanya kasus-kasus seperti itu terjadi pada kehamilan yang tidak diinginkan. Tapi, bukan hanya terjadi pada anak umur belasan saja yang tidak siap atau tidak mengerti menjaga kehamilan. Justru hal ini dilakukan oleh ibu-ibu yang sudah terlalu banyak anak. Boleh dikatakan si ibu sudah capek dan bosan hamil. Jadi pasrah saja, sehingga perawatan dirinya juga kurang.”

itu penjelasan tentang 4 terlalu. sekarang apa itu Tiga terlambat ???????

Tiga Terlambat

faktor eksternal atau faktor di luar kondisi ibu, yaitu pendidikan, sosial ekonomi, kultur dan geografis. Ia menyebutkan dengan istilah “tiga terlambat.”

Page 14: Pencegahan Dan Penanggulangan Prilaku Remaja Beresiko

Pertama, terlambat mengetahui adanya kelainan atau penyakit pada ibu hamil. “Kebanyakan disebabkan oleh taraf pendidikan yang rendah.

Kedua, terlambat mengambil keputusan, yang akhirnya terlambat ke rumah sakit. Faktor keterlambatan ini dapat pula karena kondisi ekonomi dan letak geografis yang tidak strategis. ”Bagi orang-orang yang tinggal di tempat terpencil. Kemungkinan jarak ke Puskesmas atau Rumah Sakitnya perlu ditempuh dalam waktu lebih lama. Apalagi jika harus menyewa kapal misalnya. Selain tentunya butuh dana besar untuk biaya persalainan,”

Ketiga, terlambat mengirim dan menangani. ”Karena sudah terlambat sampai di tempta rujukan, kondisi ibu sudah makin melemah. Ditambah lagi bila sesampainya disana, fasilitasnya kurang lengkap atau tenaga medisnya kurang. Akhirnya benar-benar terlambat ditangani