penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi …eprints.ums.ac.id/32403/21/naskah publikasi.pdf ·...

14
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI DROP FOOT ec. LESI NERVUS PERONEUS SINISTRA DI RSUD KABUPATEN SRAGEN Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi Oleh : NUNGKI HALIDA RIZKA J100 100 058 PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Upload: doanmien

Post on 29-Apr-2018

242 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI DROP

FOOT ec. LESI NERVUS PERONEUS SINISTRA DI RSUD

KABUPATEN SRAGEN

Naskah Publikasi

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Oleh :

NUNGKI HALIDA RIZKA

J100 100 058

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

Page 2: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan
Page 3: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan
Page 4: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI DROP FOOT ec.

LESI NERVUS PERONEUS SINISTRA DI RSUD KABUPATEN SRAGEN

(Nungki Halida Rizka, 2013, 64 halaman)

ABSTRAK

Latar Belakang: Karya tulis ilmiah penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi drop

foot ini dimaksudkan untuk memberikan informasi, pengetahuan, dan

pemahaman tentang kondisi drop foot yang menyebabkan timbulnya berbagai

permasalahan fisik yang berhubungan dengan daerah kaki dan modalitas yang

diberikan pada kondisi ini adalah Infra Red (IR), Interrupted Direct Current dan

TerapiLatihan

Tujuan: Karya Tulis ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan

fisioterapi pada kasus drop foot, menambah pengetahuan, dan penyebarluasan

peran fisioterapi pda kondisi drop foot pada kalangan fisioterapi, medis, dan

masyarakat serta mengetahui bagaimana Infra Red (IR), Interrupted Direct

Current (IDC)dan Terapi Latihan dapat meningkatkan kekuatan otot ,

meningkatkan volume otot yang atrofi, meningkatkan lingkup gerak sendi dan

meningkatkan sensibilitas

Metode: Studi kasus dilakukan dengan pemberian modalitas berupa Infra Red

(IR), Interrupted Direct Current (IDC) , dan Terapi Latihan selama 6 kali terapi.

Hasil: Setelah dilakukan terapi sebanyak enam kali didapatkan hasil adanya

penambahan Lingkup Gerak Sendi aktif T1:T 8 0 17 menjadi T6:T 12 0 20, T1:S

0 10 50 menjadi T6:3 10 50, Lingkup Gerak Sendi pasif T1:T 10 0 20 menjadi T6:

T 14 0 23, peningkatan volume otot dari tuberositas tibia 15 cm ke distal T1:33

cm menjadi T6:33,5 cm, tuberositas tibia 20 cm ke distal T1:27 cm menjadi 27,5

cm pada T6.Tuberositas tibia -25 cm ke distal T1:24,5 cm menjadi T6:25

cm.Tuberositas tibia 30 cm ke distal T1:22 cm menjadi T6:22,5 cm. Dari

malleolus lateralis 10 cm ke distal T1:20 cm menjadi T6:20,5cm, peningkatan

kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4

menjadi T6:5, otot penggerak inversi T1:3 menjadi T6: 4 dan otot penggerak

eversi T1:3 menjadi T6: 4, peningkatan sensibilitas T1:1/3 menjadi T6:2/3.

Kesimpulan dan Saran: Adanya peningkatan setelah dilakukan tindakan

fisioterapi dan perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui modalitas

fisioterapi apa yang berpengaruh diantara modalitas yang telah diterapkan tersebut

di atas pada kondisi drop foot.

Kata kunci: Infra Red (IR), Interrupted Direct Current ( IDC) , dan Terapi

Latihan.

Page 5: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

A. PENDAHULUAN

Drop Foot (DF) merupakan gangguan yang melibatkan pergelangan kaki

seseorang dan otot-otot kaki (James, 2009). Seseorang dengan DF memiliki

kontrol terbatas terhadap gerakan kaki yang terkena. Hal ini ditandai oleh

ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggerakkan pergelangan kaki dan jari

kaki ke atas (Wahid, 2008). Tingkat keparahan dapat berkisar dari sementara

untuk kondisi permanen, tergantung pada sejauh mana kelemahan otot atau

kelumpuhan (Margaret, 2008).

Diantara beberapa faktor yang menyebabkan DF adalah kerusakan saraf

perifer. Dimana saraf perifer yang terkena adalah common peroneal nerve.

Manifestasi klinis yang ditimbulkan sangat khas yaitu hilangnya fungsi motorik

dari gerakan eversi dan ekstensi jari-jari kaki dan dorsiflexi secara keseluruhan

ataupun sebagian dapat terjadi pada ketiga gerakan ataupun salah satu

diantaranya. Fungsi sensoris yang terganggu pada area inervasi sensoris dari

common peroneal nerve yaitu pada bagian area dorso lateral tungkai bawah dan

maleolus lateralis serta punggung kaki dan kelima jari kaki (Riyanto, 2010).

Berdasarkan sudut pandang fisioterapi, pasien DF menimbulkan berbagai

tingkat gangguan yaitu impairment berupa penurunan kekuatan otot, keterbatasan

LGS, atrofi dan juga berpotensial terjadinya kontraktur, functional limitation

meliputi gangguan aktivitas sehari-hari karena keluhan-keluhan tersebut diatas

dan pada tingkat participation restriction menyebabkan pola jalan yang berubah.

Modalitas fisioterapi dapat mengurangi bahkan mengatasi gangguan terutama

yang berhubungan dengan gerak dan fungsi diantaranya menambah Lingkup

Page 6: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

Gerak Sendi (LGS) dengan menggunakan terapi latihan yang berupa hold relax

yang akan memperbaiki mobilitas.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran fisioterapi pada pasien

DF sangatlah bermanfaat, maka dari itu penulis ingin mempelajari lebih lanjut

tentang metode penanganan fisioterapi pada kasus DF.

TUJUAN

Tujuan dari penulisan karya tulis ini untuk mengetahui adanya manfaat IR

non Lominous terhadap peningkatan volume otot dan untuk mengetahui

bagaimana penatalaksanaan pada IDC pada ksus DF

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi DF

DF adalah sebuah nama sederhana untuk masalah kompleks yang

berpotensi. Kaki juga tidak punya kekuatan untuk melangkah. Jadinya,

untuk melangkahpun seakan-akan diseret sebab memang tidak mungkin

untuk melangkah secara normal

2 Anatomi Fungsional Foot

a. Osteologi foot

b. Arthologi Foot

c. Ligamentum

d. Miologi

e. Neuroanatomi Foot

Page 7: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

3. Biomekanik Foot

Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari tentang gerak gaya yang

terjadi pada tubuh manusia secara fisiologi serta faktor yang mempengaruhi

otot, tulang juga sendi dari berbagai gerakan yang dapat terjadi pada

manusia dapat dikelompokkan menjadi 2 macam gerakan yaitu:

osteokinematika dan arthrokinematika

4. Etiologi DF

Etiologi dari lesi nervus peroneus terdiri dari 4 sebab, yaitu: lesi pleksus

sakralis dan ischiadicus, trauma pada collum fibula, fraktur femur, duduk

bersila dan berlutut lama, tumor pada sepanjang nervus peroneus.

5. Tanda dan Gejala DF

Tanda dan gejala dari lesi nervus peroneus menurut terbagi atas 2

klasifikasi, ditandai dengan hilangnya fungsi sensoris dan motorik yang

diinervasi oleh nervus peroneus.

6. Klasifikasi DF

DF merupakan salah satu gangguan pada saraf perifer khususnya pada

saraf peroneus. Menurut Seddon (1989) cidera saraf tepi secara umum

diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu: neuropraxia, aksonotmesis,

neurotmesis

7. Prognosis DF

Pembahasan prognosis tak lepas dari klasifikasi cedera karena tiap

klasifikasi mempunyai tingkat prognosis yang berbeda. Neuropraxia

mempunyai kemungkinan kesembuhan yang sangat baik. Pada kondisi

Page 8: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

aksonotmesis tingkat kemungkinan kesembuhan cenderung lebih buruk

dibandingkan dengan neuropraxia. Neurotmesis mempunyai prognosis

paling buruk dibandingkan 2 klasifikasi diatas dengan tingkat kemungkinan

kesembuhan bervariasi tergantung pada apakah aksonnya dapat mencapai

organ akhir (end organ) yang benar.

8. Komplikasi DF

Komplikasi yang ditimbulkan oleh lesi nervus peroneus antara lain adalah

timbulnya atrofi pada otot-otot yang diinervasi oleh nervus peroneus.

C. TEKNOLOGI INTERVENSI FISIOTERAPI

Teknologi Intervensi Fisioterapi yang digunakan dalam hal ini adalah IR

non Lominous yang memberikan efek thermal dan rasa sedatif atau nyaman, efek

terapeutik yang bermanfaat untuk mengurangi nyeri juga relaksasi otot dan SDC

sebagai penunjang diagnosis dengan memperoleh informasi tentang sensitivitas

dari sistem neuromuskular terhadap sistimulasi listrik.

D. PROSES FISIOTERAPI

Anamnesis dilakukan pada tanggal 13 Maret 2013, hasil yang dapat

diperoleh adalah sebagai berikut:

Problematika fisioterapi yang ditemukan yang meliputi permasalahan

kapasitas fisik dan permasahan kapasitas fungsional yang meliputi :

a. Impairment: penurunan kekuatan otot tibialis anterior sinistra,

keterbatasan LGS pada gerakan dorsi flexi, inversi dan eversi sinistra,

atrofi tungkai bawah sinistra, juga berpotensial terjadi kontraktur.

Page 9: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

b. Functional Limitation: keterbatasan pasien saat berjalan lebih dari 150

meter.

c. Disability : pasien terganggu dalam sosialisasi di masyarakat terutama

saat akan arisan atau pengajian

Adapun penatalaksanaan terapinya

1. IR non Lominous

a. Persiapan alat

Siapkan alat kemudian cek keadaan lampu, cek kabel, ada yang terkelupas

atau tidak.

b. Persiapan pasien

Posisikan pasien senyaman mungkin, bebaskan area yang akan diterapi

dari kain atau pakaian.

c. Pelaksanaan

Alat diatur sedemikian rupa, sehingga lampu sinar infra merah dapat

menjangkau daerah tungkai bawah bagian sinistra dengan jarak 30-45 cm.

Posisi lampu sinar infra merah tegak lurus dengan daerah yang akan

diterapi. Setelah semuanya siap alat dihidupkan, kemudian atur waktu 15

menit. Selama proses terapi berlangsung, fisioterapis harus mengontrol

rasa hangat yang diterima pasien. Jika selama pengobatan timbul rasa

nyeri, pusing, ketegangan otot meningkat, maka dosis harus dikurangi

dengan menurunkan intensitasnya, dengan sedikit menjauhkan sinar infra

merah.

2. Electrical Stimulation

a. Posisi pasien : tidur telentang diatas tempat tidur

b. Posisi terapis : di sebelah kiri atau pada sisi yang lesi

c. Pelaksanaan

Periksa alat, tombol menu dan intensitas harus dalam keadaan nol dan

periksa pad yang digunakan kemudian pemasangan alat dengan menaruh

anode pada bagian lateral knee dan anode diletakkan pada motor point dari

Page 10: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

dorsi flexi, dalam pelaksanaan setiap titik motor point yang dituju arus

intensitas dapat direndahkan atau dalam posisi nol saat menaikkan

intensitas pelan-pelan sampai terlihat kontraksi yang terjadi, tanyakan

pasien sudah pas, terlalau rendah atau tinggi. Juga dapat digerakkan

sepanjang area nervus peroneus dengan catatan pen tidak boleh terangkat.

Setelah selesai matikan alat dan tata kembali. Dosis 20x kontraksi

dilakukan 2-3x pengulangan.

3. Terapi Latihan

a. Forced passive exercise

b. Posisi pasien : tidur telentang

c. Posisi terapis : berada disebelah kanan tungkai bawah pasien.

d. Teknik

tangan kiri terapis memfiksasi pada atas ankle sedangkan tangan kanan

memegang tumit. Lalu setelah pasien rileks dilakukan gerakan ke arah dorsi

plantar flexi tetapi pada akhir gerakan diberikan penekanan

Dosis : 8x pengulangan

e. Isometric exercise dengan teknik hold relax

Posisi pasien : tidur telentang

Posisi terapis : berada disebelah kanan tungkai bawah pasien

Teknik

1) Tangan kiri terapis memfiksasi atas ankle lalu kanan terapis berada

dibawah tumit kaki pasien dengan lengan bawah berada ditelapak

kaki pasien sebagai tahanan. Setelah siap pasien melakukan gerakan

ke arah dorsi flexi.

2) Setelah itu pasien diminta untuk melawan tahanan ke arah plantar

flexi lalu terapis memberikan aba-aba “pertahankan disini” setelah

itu rileks dan

3) Terapis berusaha menambah gerakan ke arah dorsi flexi. Dilakukan

pula pada gerakan ekstensi jari-jari.

4) Dosis : 8x gerakan

Page 11: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

f. Resisted active exercise

Posisi pasien : tidur telentang

Posisi terapis : berada disebelah kanan tungkai bawah pasien

Teknik

sebelum melakukan gerakan terapis memberikan contoh terlebih dahulu

kepada pasien dengan menggunakan anggota gerak yang sehat. Tangan

kiri memfiksasi atas ankle sedangkan tangan kanan sebagai tahanan.

Untuk gerakan eversi-inversi tahanan berada dipunggung kaki dan

telapak kaki. Tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien.

Dosis : berat beban tinggi dan pengulangan yang rendah

g. Assisted active exercise

Posisi pasiem : tidur telentang

Posisi terapis : berada disebelah kanan tungkai bawah pasien

Teknik

sebelum melakukan gerakan terapis memberikan contoh terlebih dahulu

kepada pasien dengan menggunakan anggota gerak yang sehat. Dengan

bantuan terapis pasien diminta menggerakkan kaki kanannya kearah

dorsi flexi dan ekstensi jari-jari.

Dosis : 8x hitungan

E. HASIL DAN PEMBAHASAN

Permasalahan-permasalahan yang timbul dari pasien bernama Ny. T usia

56 tahun dengan kondisi DF ec. Lesi Nervus Peroneus sinistra dengan

adanya keterbatasan LGS, atrofi tungkai bawah sinistra, kelemahan otot

tibialis anterior sinistra dan gangguan sensibilitas. Setelah mendapatkan

tindakan fisioterapi dengan modalitas IR non Lominous, IDC dan Terapi

Latihan sebanyak enam kali didapatkan hasil sebagai berikut:

Page 12: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

penambahan Lingkup Gerak Sendi aktif T1:T 8 0 17 menjadi T6:T 12 0 20,

T1:S 0 10 50 menjadi T6:3 10 50, Lingkup Gerak Sendi pasif T1:T 10 0 20

menjadi T6: T 14 0 23, peningkatan volume otot dari tuberositas tibia 15 cm ke

distal T1:33 cm menjadi T6:33,5 cm, tuberositas tibia 20 cm ke distal T1:27 cm

menjadi 27,5 cm pada T6.Tuberositas tibia -25 cm ke distal T1:24,5 cm menjadi

T6:25 cm.Tuberositas tibia 30 cm ke distal T1:22 cm menjadi T6:22,5 cm. Dari

malleolus lateralis 10 cm ke distal T1:20 cm menjadi T6:20,5cm, peningkatan

kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4

menjadi T6:5, otot penggerak inversi T1:3 menjadi T6: 4 dan otot penggerak

eversi T1:3 menjadi T6: 4, peningkatan sensibilitas T1:1/3 menjadi T6:2/3.

F. SIMPULAN DAN SARAN

Sesuai dengan problematika tersebut, maka fisioterapi dapat berperan dengan

pemberian modalitas Infra Red non Lominous, IDC dan Terapi Latihan yang

berupa forced passive exercise, hold relax, resisted active exercise dan assisted

active exercise. Pada kasus ini, setelah dilakukan terapi sebanyak enam kali

disamping pemberian medica mentosa didapatkan berupa peningkatan,

peningkatan LGS ankle sinistr, peningkatan volume otot tungkai bawah sinistra,

kekuatan otot tibialis anterior sinistra dan peningkatan sensibilitas.

A. Saran

Tenaga fisioterapis dalam melaksanakan tugas diharapkan memiliki

keseriusan tinggi dan keyakinan kuat demi kesembuhan pasien. diawali dari

tindakan pemeriksaan, diagnosa, program, tujuan, pelaksanaan dan evaluasi

Page 13: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

harus dikerjakan secara baik, alasan tindakan harus jelas. Terapis

menyarankan kepada pasien dan keluarga untuk teteap bersemangat dalam

melakukan terapi dan selalu mengikuti perintah yang diberikan terapis

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Ron D, 1999; Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; Edisi Ketiga,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Apley, A. Graham, 1995; Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley; Edisi

ketujuh. Widya Medika. Jakarta.

Dalyono, Muhammad, 1992; Pola Penderita Kelumpuhan Pleksus Brakhialis

karena Trauma Lahir; FK UNAIR/RSUD DR SOETOMO, Surabaya

Dorland, 2002; Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 29. Buku Kedokteran EGC.

Hartanto, Huriawati .2001; Kamus Ringkas Kedokteran: EGC. Jakarta

Haslam, L.N, 1973; The Physiology of The Joint, Volume 2 Lower Limb; Fifth

Edition, Churchill Livingstone, Melbourne and New York

Herbert, Rob, 2005; Practical Evidence Based Physiotherapy: Proc R Soc Lond.

Philadelphia.

Hudaya, Prasetya, 2002; Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi

(DPPPFT): Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi. Surakarta.

James, Pritchett W, 2009; Epidemology of Foot Drop: Dikutip dari situs

Wikipedia Indonesia, //http: Wikipedia-foot_drop-Epidemologi.html.Jakarta

Jhon, Awal. S.M.D, 2008; Aid to the Investigation of Peripheral Nerve Injuries:

HMSO. London

Kisner, Carolyn, 2006; Therapeutic Exercise Foundation and Technique. F.A.

Davis Company. Philadelphia.

Laksman, Hendra T. 2002; Kamus Kedokteran Cetakan ke 25:Djambatan. Jakarta.

Lancet, J.W & McLeod, J.G, 1981; A Physiological Approach to Clinical

Neurology:Butterworth.London.

Mardiman, Sri, 2001; Fisiologi Latihan: Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan

Fisioterapi. Surakarta.

Mardjono, Mahar.1994; Anatomi Klinis Dasar: Dian Rakyat. Jakarta.

Page 14: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI …eprints.ums.ac.id/32403/21/NASKAH PUBLIKASI.pdf · kekuatan otot dorsi flexi T1:1 menjadi T6:2, otot penggerak plantar flexi T1:4 ... peningkatan

Margaret, Porembski A, 2000; Introduction to Clinical Examination. Churchill

Livingstone. Edinburg

Miyaguchi, Masatsugu dkk, 2003; Biochemical Change in Joint Fluid after

Isometric Exercise: Research Society International, Published by Elsevier

Science 11, 252-259 Department of Orthopedic Surgery Osaka City

University Medical School. Osaka, Japan.

Munandar, Heru, 1991; Segi Praktis Fisioterapi: Binarupa Aksara. Bandung-Jawa

Barat

Platzer, 1983; Essential of Clinical Neuroanatomy and Neurophysiology. 8th ed:

FA Davis. Philadelpia

Seddon, 1989; Topical Diagnosis in Neurology: Theme Stratton. New York

Setiawan, 2010; Pemeriksaan Fisioterapi pada Lesi Syaraf Perifer: disajikan

dalam perkuliahan D4 Poltekes Surakarta Mata Kuliah Fisioterapi

Neuromuskular II. Surakarta

Sujatno dkk, 2002; Sumber Fisis: Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan

Fisioterapi. Surakarta.

Wadsworth, Hillary, 1988; Electrophysical Agent in Physiotherapy Therapeutic

and Diagnostic Use: APP Chanmugan. Science Press Singapore.