penanganan cairan dan elektrolit pada anak

29
PENANGANAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA ANAK PENDAHULUAN Dalam tubuh, faal sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan ini diatur oleh banyaknya mekanisme fisiologis yang terdapat dalam tubuh. Dapat dikatakan kemampuan kita untuk dapat bertahan hidup sangat tergantung pada cairan yang terdapat dalam tubuh kita. Oleh karena itu, terdapat berbagai mekanisme yang berfungsi untuk mengatur volume dan komposisi cairan tubuh agar tetap dalam keadaan seimbang atau disebut dalam keadaan homeostasis. 1,2 CAIRAN Total cairan tubuh terdiri dari 85 – 90% dari total berat badan dan bergantung pada usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak manusia. Cairan tubuh terbagi atas tiga kompartemen normal, yaitu cairan intravaskuler (IVF) atau plasma sebesar 5% berat badan, cairan interstitial (ISF) sebesar 15% berat badan, dan intrasel (ICF) sebesar 40% dari berat badan. IVF dan ISF bersama – sama disebut sebagai cairan ekstrasel ECF. Prinsip dari cairan plasma adalah ia mengandung natrium, klorida, bikarbonat, dan 1

Upload: albertus-magnus-mario-holiwono

Post on 04-Aug-2015

401 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

PENANGANAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA ANAK

PENDAHULUAN

Dalam tubuh, faal sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.

Keseimbangan ini diatur oleh banyaknya mekanisme fisiologis yang terdapat dalam

tubuh. Dapat dikatakan kemampuan kita untuk dapat bertahan hidup sangat

tergantung pada cairan yang terdapat dalam tubuh kita. Oleh karena itu, terdapat

berbagai mekanisme yang berfungsi untuk mengatur volume dan komposisi cairan

tubuh agar tetap dalam keadaan seimbang atau disebut dalam keadaan homeostasis.1,2

CAIRAN

Total cairan tubuh terdiri dari 85 – 90% dari total berat badan dan bergantung

pada usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak manusia. Cairan tubuh terbagi atas

tiga kompartemen normal, yaitu cairan intravaskuler (IVF) atau plasma sebesar 5%

berat badan, cairan interstitial (ISF) sebesar 15% berat badan, dan intrasel (ICF)

sebesar 40% dari berat badan. IVF dan ISF bersama – sama disebut sebagai cairan

ekstrasel ECF. Prinsip dari cairan plasma adalah ia mengandung natrium, klorida,

bikarbonat, dan protein (albumin). ISF memiliki komponen yang mirip dengan

plasma tetapi ISF tidak memiliki kandungan protein yang banyak, sedangkan ICF

memiliki kadar kalium, magnesium, fosfat, sulfat, dan protein yang tinggi. 3,4

Pemahaman mengenai perubahan osmotik dari ECF dan ICF merupakan dasar

untuk memahami keseimbangan cairan dan kelainannya. Karena sifat membran sel

yang water-permeable, molalitas diantara ECF dan ICF dipertahankan isotonis oleh

sistem homeostasis tubuh agar tidak terjadi penumpukan cairan. Molalitas atau

tonisitas adalah osmoler yang efektif, atau dengan kata lain hanya memperhitungkan

komponen yang impermeable, sedangkan osmoler memperhitungkan komponen baik

yang permeabel maupun tidak permeabel. Komponen yang bersifat selektif

1

Page 2: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

permeabel memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan atau menurunkan tekanan

osmotik. Natrium, klorida, mannitol, dan glukosa pada pasien dengan hiperglikemi

tetap tinggal pada ECF karena sifatnya yang tidak dapat menembus membran

sedangkan komponen yang bersifat permeabel seperti urea dapat melewati membran

sel sehingga tidak meningkatkan molalitas. 3

ELEKTROLIT

Elektrolit mempunyai berat molekul yang rendah dan merupakan komposisi

cairan ekstrasel dan cairan intrasel satu sama lainnya. Komposisi utama cairan tubuh

adalah air dan elektrolit. Elektrolit terdiri dari kation (ion bermuatan positif) dan

anion (ion bermuatan negatif). Cairan ekstrasel mengandung banyak kation Na+, Cl-,

dan anion HCO3- dan bahan nutrisi sel, seperti oksigen,glukosa, asam lemak, dan

asam amino. Cairan intrasel mengandung banyak kation K+, MG++ serta anion SO4-

dan HPO4-. 2,5

KEBUTUHAN CAIRAN SETIAP HARI

Darrow menganjurkan cara perhitungan jumlah kalori dan cairan untuk rumat

(maintenance) sebagai berikut:1

Neonatus : ± 50 kal/kgBB/hari

Berat badan 3 – 10 kg : ± 70 kal/kgBB/hari

Berat badan 10 – 15 kg : ± 55 kal/kgBB/hari

Berat badan 15 – 22 kg : ± 45 kal/kgBB/hari

Kebutuhan cairan tergantung pada metabolisme kalori pada tubuh. Untuk

membentuk panas, metabolisme 100 kalori memerlukan 150 ml air. Neonatus

memerlukan air 150/100 x 50 = 75 ml/kgBB/hari, sedangkan seorang anak dengan

berat badan 3 – 10kg memerlukan air 150/100 x70 = 105ml/kgBB/hari dan

2

Page 3: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

seterusnya. Perlu dikemukakan bahwa untuk setiap kenaikan suhu 1° di atas 37° C

harus ditambahkan 12% dari jumlah cairan yang telah diperhitungkan untuk

maintenance tersebut. 1

Faktor Penambahan Cairan

Demam 12% per °C

Hiperventilasi 10 - 60 ml/100 kkal

Berkeringat 10 - 25 ml/100 kkal

Hipertiroid 25 - 50%

Kehilangan dari sistem GIT dan penyakit

Ginjal

Monitoring output cairan dan

memodifikasi terapi seusai dengan output

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi cairan maintenance dan

penambahannya.3

Kebutuhan mineral seperti natrium, kalium, kalsium, dan sebagainya, kira –

kira 2mEq untuk metabolisme 100 kalori. Kebutuhan elektrolit secara umum adalah: 1,6

Natrium: 2 - 3 mEq/kgBB/hari

Kalium: 1 - 2 mEq/kgBB/hari

Klorida: 3 - 5 mEq/kgBB/hari

Kalsium: anak dibawah 10 tahun 0,5 – 1,0 g/hari (bergantung berat badan),

anak diatas 10 tahun 1,2 – 1,4 g/hari (bergantung pada vitamin D dan sinar

matahari).

Fosfor: rata - rata 200 - 300 mg/hari

Kandungan Cairan: 1

3

Page 4: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

1g NaCl mengandung 17 mEq Na dan 17 mEq Cl

1g NaHCO3 mengandung 12 mEq Na dan 12 mEq HCO3

1g KCl mengandung 13 mEq K dan 13 mEq Cl

1g MgCl2 mengandung 21 mEq Mg dan 21 mEq Cl

Rumus lain untuk menghitung dengan cepat kebutuhan cairan bayi dan anak

setiap hari (Holiday-Segar). 6,7

Tabel 2. Kebutuhan Cairan Untuk Maintenance. 8

JENIS - JENIS CAIRAN

Setelah mengetahui anatomi cairan tubuh, perlu diketahui jenis - jenis cairan

yang dapat diberikan dan keberadaan dari cairan tersebut setelah masuk ke dalam

tubuh, yaitu:8

1. Pemberian cairan Dextrosa 5% dapat dengan mudah melewati baik dinding

endotel kapiler maupun dinding sel. Jadi pemberian infus dextrosa 5% akan

berakhir di dalam sel. Dextrosa 5% di dalam sel akan segera dimetabolisme

menjadi H2O dan CO2.

2. Pemberian cairan kristaloid isotonis seperti ringer laktat atau NaCl 0,9%

fisiologis akan mudah melewati dinding endotel kapiler tetapi tidak mudah

melewati dinding sel. Jadi pemberian infus cairan tersebut akan berakhir di

ruang interstitial.

Berat Badan ml/kg/jam ml/kg/hari

10 kilogram pertama

10 kilogram kedua

Setiap kilogram diatas 20 kg

4

2

1

100

50

20

4

Page 5: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

3. Pemberian cairan koloid, plasma, atau darah akan menetap di dalam

intravaskuler, sebab cairan tersebut tidak dapat melewati dinding endotel

kapiler kecuali dalam keadaan patologis seperti kombustio. Jadi dalam

keadaan normal, cairan ini akan menetap dan menambah volume intravaskuler

dalam jangka waktu yang lama.

Dari berbagai hal diatas, diketahui bahwa pemberian cairan kristaloid akan

mengalami pergeseran dari intravaskuler ke ruang interstitial sehingga pemberian

cairan kristaloid sebagai pengganti kehilangan darah harus menggunakan rasio 3:1

dimana cairan kristaloid diberikan tiga kali lipat dari kebutuhan. Pemberian cairan

koloid tidak mengalami pergeseran ke interstitial sehingga pemberian cairan koloid

sebagai pengganti kehilangan darah menggunakan rasio 1:1.7

PENYEBAB KELAINAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Dehidrasi

Keadaan ini terjadi bila cairan yang keluar dari tubuh melebihi cairan yang

masuk. Pada dehidrasi bukan hanya kekurangan atau defisit air sajam tetapi dalam

praktek, keadaan ini hampir tidak pernah ditemukan sebab setiap keadaan dehidrasi

selain kehilangan air juga senantiasa disertai dengan kehilangan elektrolit utamanya

ion natrium. Dehidrasi pun dapat terjadi akibat terlalu lamanya berpuasa sebelum

operasi dimulai. 1,8

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra bedah yang kadang

– kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit

primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang

mengakibatkan terjadinya sequesterasi atau translokasi cairan. Gangguan dalam

keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal umum terjadi pada pasien bedah

karena kombinasi dari faktor – faktor preoperatif, perioperatif, dan postoperatif. Oleh

5

Page 6: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

karena itu, dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif berdasar kepada kebutuhan

normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca pembedahan. Pada saat

pembedahan, harus dilihat banyaknya perdarahan untuk digantikan. Selain mengganti

cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk

menggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing –

masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi

pasien. 4

Secara anatomis, dehidrasi berarti defisit cairan ektraseluler utamanya cairan

interstitial yang pada gilirannya diikuti dengan berkurangnya cairan intravaskuler.

Oleh karena itu, dehidrasi ditandai dengan gangguan kulit dan mukosa dengan

gejala:8

Turgor kulit yang jelek

Mata cekung

Ubun – ubun cekung (pada bayi dan anak)

Mukosa bibir dan kornea kering

Selanjutnya, jika defisit cairan interstitial diikuti dengan defisit cairan

intravaskuler, maka timbul gejala lain selain gangguan kulit dan mukosa disebabkan

gangguan hemodinamik. Gejala gangguan hemodinamik dapat berupa:1,8

Hipotensi

Takikardi

Vena – vena mengkerut (kolaps)

“Capillary Refill Time” yang memanjang

Oligouria

Syok (renjatan)

Etiologi dehidrasi dapat disebabkan oleh karena intake air dan garam yang

kurang atau oleh karena output air dan garam terlalu banyak. 8

1. “Intake” kurang: tidak minum dan makan

6

Page 7: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

2. “Output” yang banyak:

a. Penguapan via kulit dan paru – paru:

Demam tinggi

Berkeringat yang banyak

Luka bakar

Hiperventilasi

b. Diuresis yang banyak

c. Muntah – muntah

d. Diare

e. Translokasi air dan elektrolit pada: ileus obstruktif, peritonitis

f. Pembuluh darah: perdarahan

Cairan Na+ (mEq/kg) K+ (mEq/kg) HCO3- (mEq/kg)

Diare 10 - 90 10 - 80 40

Gaster 20 -80 5 - 20 0

Usus Halus 100 - 140 5 - 15 40

Usus Besar 45 - 135 3 - 15 40

Tabel 3. Komposisi elektrolit pada beberapa cairan tubuh.3

Jenis dan Gradasi dari Dehidrasi 1,8

Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit. Pembagian dehidrasi

berdasarkan tonisitas darah:

1. Dehidrasi isotonik : Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah

2. Dehidrasi hipotonik : Konsentrasi elektrolit darah turun

3. Dehidrasi hipertonik : Konsentrasi elektrolit darah naik, biasanya disertai

rasa haus

7

Page 8: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

Rasa Haus - + +

Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas

Kulit (selaput

lendir)

Basah Kering Kering sekali

Gejala SSP Apatis Koma Iritabel, kejang –

kejang,

hiperrefleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat dan keras

Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah

Tabel 3. Perbandingan gejala dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. 9

Dehidrasi juga dapat dibagi berdasarkan derajatnya yaitu:

1. Dehidrasi ringan, bila kehilangan cairan mencapai 5% berat badan

2. Dehidrasi sedang bila kehilangan cairan di antara 5 – 10% berat badan

3. Dehidrasi berat bila kehilangan cairan darah lebih dari 10% berat badan

4. Syok (defisit lebih dari 12% berat badan)

Tanda dan Gejala Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat

Kehilangan berat

badan

3 – 5 6 – 9 10 atau lebih

8

Page 9: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Kesan dan kondisi

umum, bayi dan

anak kecil

Haus, sadar,

gelisah

Haus, gelisah atau

letargi, tetapi

iritabel bila

dipegang, atau

mengantuk

Mengantuk;

ekstremitas lemas,

dingin, sianotik,

lembab, bisa

sampai koma

Kesan dan kondisi

umum, anak besar

dan dewasa

Haus, sadar,

gelisah

Haus, sadar,

hipotensi postural

Biasanya sadar;

kuatir; ekstremitas

dingin, lembab,

sianotik, kulit jari

tangan dan kaki

berkerut; kejang

otot

Nadi radial Kecepatan dan

tekanan normal

Cepat dan lemah Cepat, sangat

lemah, kadang

tidak teraba

Respirasi Normal Dalam ,mungkin

cepat

Dalam dan cepat

Fontanella anterior Normal cekung Sangat cekung

Tekanan darah

sistolik

Normal Normal atau

rendah; hipotensi

ortostatik

Rendah, mungkin

tidak terukur

Elastisitas kulit Cubitan segera

kembali

Cubitan kembali

perlahan

Cubitan tidak

segera kembali

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada atau

berkurang

Tidak ada

Membran mukosa Lembab kering Sangat kering

9

Page 10: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Produksi urin Normal Jumlah berkurang

dan pekat

Anuria/oligouria

berat

Pengisian kembali

kapiler

Normal 2 detik >3 detik

Perkiraan defisit

cairan (ml/kg)

30 – 50 60 – 90 100 atau lebih

Tabel 4. Perbedaan gejala pada dehidrasi ringan, sedang, dan berat. 10

PENYULIT – PENYULIT

Semua gangguan keseimbangan dalam tubuh dapat diatasi sendiri oleh

mekanisme homeostasis selama penyimpangan tersebut masih dalam batas

kompensasi. Dlama mengatasi gangguan yang sudah melewati batas kompensasi,

koreksi tidak perlu sampai pada parameter ke nilai normal, tetapi cukup sampai

masuk ke batas kompensasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyulit yang

terjadi akibat terapi yang berlebihan. 9

Koreksi harus didasari atas pertimbangan mekanisme terjadinya gangguan dan

apa saja yang terganggu (volume, komposisi, ada atau tidaknya akibat ikutan).

Gangguan pada keseimbangan cairan dapat berupa kekurangan atau kelebihan salin,

kekurangan atau keleibhan cairan, dan kekurangan atau kelebihan kalium. 2

1. Kekurangan Natrium

Yang disebut salin adalah air beserta natrium dalam proporsi normal atau

isotonik (145 – 150 mEq/lliter). Diare, muntaber, pertonitis, luka bakar, syok

pada dengue, dan perdarahan adalah keadaan yang dapat menyebabkan

hipovolemia. Cairan pengganti yang sesuai adalah: ringer laktat, ringer asetat,

NaCl 0,9%.

2. Kelebihan Natrium

10

Page 11: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Dijumpai pada dekompensasi jantung pada pasien gagal ginjal akut.

Kelebihan salin dapat disebabkan oleh terapi cairan ringer atau NaCl 0,9%

yang berlebihan >20 – 40 ml/kg di atas kebutuhan cairan yang normal.

Penyebab lain adalah pemberian natrium bikarbonat berlebihan, Terapi:

kelebihan salin harus dikeluarkan. Diuretik misalnya furosemid intravena 1 –

2 ml/kg dapat menghasilkan diuresis 1 – 2 L. Umumnya kondisi pasien akan

cepat membaik.

3. Defisit Cairan

Pasien dengan demam tinggi berkepanjangan yang tidak mendapatkan cairan

maintenance disertai koreksi cairan pengganti perlahan – lahan akan

mengalami defisit cairan. Tanda syok sering timbul terlambat. Kerusakan dan

gangguan fungsi otak akan lebih berat. Terapi: infus Dextrsoa 5% atau cairan

NaCl dalam volume yang cukup.

4. Kelebihan air

Yang dimaksud adalah kelebihan air dengan kadar natrium dalam proporsi

normal sehingga merupakan cairan hipotonik. Keadaan ini dapat rejadi akibat

masuknya air tanpa diiringi cukup NaCl ke dalam intravaskuler. Pasien yang

menunjukkan kadar natrium rendah harus dianggap sebagai kelebihan air.

Keadaan ini dapat bermanifestasi secara klinis sebagai perlambatan nadi yang

disertai dengan peningkatan tekanan darah, hiperrefleksia, penurunan

kesadaran atau bahkan kejang. Bahaya lanjut yang ditakutkan adalah edema

otak, peningkatan tekanan intra kranial, dan akhirnya kerusakan otak. Terapi:

upaya awal meningkatkan kadar natrium adalah dengan membuang kelebihan

air (puasa, restriksi cairan yang masuk, dan diuresis) bila kadar Na berkisar

antara 125 – 130 mEq/L. Pasien dengan gejala kejang memerlukan tambahan

terapi Diazepam intravena.

5. Hipokalemia

11

Page 12: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

KCl tidak boleh disuntikkan lansung melalui intravena, tetapi harus diberikan

melalui infus intravena secara perlahan. Jika diberikan per oral, KCl sangat

mengiritasi lambung sehiingga perlu dipilih sediaan tablet salut lepas.

6. Hiperkalemia

Kalium yang tinggi di intravaskuler sangat berbahaya bagi jantung dan jiwa

pasien. Hiperkalemia dapat disebabkan oleh eskresi yang terlambat pada gagal

ginjal atau destruksi sel berlebihan. Kadar kalium >5,0 mEq/L harus segera

diturunkan karena pada kadar kalium 6 mEq/L mudah terjadi fibrilasi

ventrikel yang dapat menyebabkan henti jantung. Terapi: kalsium glukonas

intravena. Obat ini bekerja sangat cepat, tetapi juga berlangsung pendek (10 –

15 menit). Natrium bikarbonat perlu diberikan untuk mengurangi keasaman

plasma. Onset natrium bikarbonat lebih lambat tetapi memiliki masa kerja

yang lebih panjang (1 – 2 jam).

7. Asidosis Metabolik

Gangguan pembuangan asam, sampah metabolik, dan asam laktat

menyebabkan zat kimia yang merugikan ini menumpuk di jaringan. Asidosis

ini tidak dapat dikoreksi dengan natrium bikarbonat sebab dengan

menurunnya aliran darah, obat ini tidak dapat sampai ke jaringan. Selama

sirkulasi darah masih buruk, maka penumpukan CO2 di jaringan akan

menyebabkan intrasel.

Yang diperlukan adalah memberikan cairan pengganti seperti ringer laktat

sampai syoknya teratasi. Jika aliran darah perfusi ke jaringan membaik,

sampah metabolik akan terbawa keluar. Asam laktat akan dimetabolisme di

hati menjadi bikarbonat, selanjutnya sampai akhirnya menjadi CO2. Fixed

acidis akan dibawa dan dieskresikan di ginjal. Jadi, asidosis akan hilang

dengan sendirinya bila sirkulasi darah sudah normal.

12

Page 13: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Sifat hiperosmoler dari natrium sendiri akan memperparah aliran darah di

jaringan yang sudah hipoksia.

Terapi: Penanganan asidosis harus ditujukan pada penyebabnya agar dapat

dicegah berlanjutnya syok. Syok hipovolemik diatasi dengan pemberian

cairan segera agar hipoksia sel segera diperbaiki. Syok kardiogenik

memerlukan zat inotropik agar curah jantung diperbaiki. Natrium bikarbonat

sendiri perlu diberikan jika pH lebih rendah dari 7,20 atau base excess lebih

dari 10. Dalam hal ini, diberikan 25 – 50 mEq air bikarbonat intravena agar

pH beranjak masuk ke daerah aman, yaitu >7,25. Koreksi pH ini tidak perlu

dilakukan secara drastis samapai nilai normal.

Dengan adanya alat Astrup, dengan mudah banyak data laboratorium dapat

diperoleh seperti: 2

pH darah arteri: menunjukkan keadaan ion hidrogen dalam darah

arteri, yang memberi gambaran pengaruh respiratorik dan non –

respiratorik. Normal 7,35 – 7,45.

PaCO2 yaitu tekanan parsial CO2 dalam darah arteri. Perubahan

paCO@ menunjukkan gangguan keseimbangan asam – basa yang

bersifat respiratorik baik primer maupun kompensatorik. Normal 35 –

45 mmHg

Standard bicarbonate yaitu konsentrasi bikarbonat dalam plasma

apabila paCO2 40 mmHg, suhu 38°C dan hemoglobin dalam saturasi

maksimal. Normal 21 – 25 mEq/L

“Base Excess” segera langsung menunjukkan jumlah asam atau basa

kuat dalam mEq/L yang ditambahkan ke dalam liter darah apabila nilai

rata – rata untuk keadaan normal ditentukan pada O (O = 22,9 mEq/L).

Normal -2,3 samapi dengan +2,3. Nilai positif menunjukkan kelebihan

basa atau kekurangan asam, sedangkan nilai negatif sebaliknya.

13

Page 14: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

CO2 combining power, normal 40 – 60 vol%

Plasma bikarbonat, normal 25 – 29 mEq/L

Buffer base yaitu jumlah anion yang bukan bikarbonat dalam mEq/L

yang tidak bergantung kepada perubahan paCO2-. Perubahan buffer

base secara langsung menunjukkan kelebihan jumlah asam atau basa

dalam mEq/L sangat bergantung kepada kadar hemoglobin dan

konsentrasi protein. Normal 48 mEq/L. paOi yaitu tekanan parsial O2

dalam darah artei. Normal 85 – 95 mmHg

Saturasi O2, normal 85 – 95%

PENGGUNAAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Dehidrasi

Prinsip terapi cairan dan elektrolit pada dehidrasi adalah: 1,2,10

1. Terapi Inisial

Prinsip terapi inisial adalah dengan cepat mengembalikan volume cairan

ekstraseluler terutama volume plasma agar menghindrai terjadinya syok.

Harus digunakan larutan isotonis yang menyerupai plasma.

Diberikan larutan isotonis 20 - 30 ml/kgBB secara bolus dan dapat

diulang 2 - 3 kali sampai hemodinamik stabil.

2. Terapi Selanjutnya

Pada fase ini, dilakukan penggantian defisit yang masih ada (setelah

terapi inisial) dan kehilangan yang terus berlangsung (insensible water

loss) sebanyak 100ml/kgBB/24 jam.

3. Koreksi Defisit

Pada fase ini, dilakukan koreksi terhadap defisit elektrolit yang

diakibatkan oleh dehidrasi tersebut.

14

Page 15: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Koreksi Hipokalemia = 0,3 x BB x (K Serum Normal – K serum saat

ini)

= 0,3 x BB x (4 – K Serum) mEq

Koreksi Hiperkalemia = NaHCO3 dan glukosa 40% 100 ml + insulin

12,5 IU + Ca Glukonas 10% 20 - 40 ml

(pemberian Ca Glukonas bila

hiperkalemia disertai kelinan EKG)

Koreksi Hiponatremia = 0,6 x BB x (Na Serum Normal – Na serum

saat ini)

= 0,6 x BB x (145 – Na. Serum) mEq

Koreksi Hipernatremia = Furosemid intravena 1 – 2 ml/kg (diuretik)

Koreksi Asidosis Metabolik = 0,3 x kgBB x base excess

Koreksi Alkalosis Metabolik = Hentikan pemberian bikarbonat dan

laktat, pertahankan kalium

dalam kadar normal

4. Penilaian Respon

Pada fase ini dilakukan penilaian klinis yang ketat pada anak, termasuk

tangisan, pernampakan bola mata, aktivitas, turgor kulit, tekanan darah,

dan perfusi perfier untuk menilai respon terhadapt pengobatan.

Cairan Na+

(mEq/L)

K+

(mEq/L)

Cl-

(mEq/L)

Ca2+

(mEq/L)

Laktat

(mEq/L)

Glukosa

(g/L)

NaCl

0,9%

154 0 154 0 0 0

Dextrosa

5%

0 0 0 0 0 50

Ringer 130 4 109 3 28 0

15

Page 16: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Laktat

Tabel 5. Berbagai cairan pengganti dan komposisinya. 3

Pada syok yang diakibatkan karena infeksi berat, resusitasi cepat dengan

pemberian cairan secara bolus justru akan meningkatkan mortalitas anak dalam 48

jam. Hal ini masih belum diketahui penyebabnya dan memerlukan penelitian lebih

lanjut untuk penanganan syok pada anak dengan infeksi berat. Sama halnya dengan

anak yang menderita sepsis, pemberian cairan secara bolus juga meningkatkan

mortalitas secara signifikan. 11,12

Pada penelitian Fluid Expansion As Supportive Treatment (FEAST), juga

ditemukan peningkatan mortalitas pada 48 jam pertama setelah dilakukan pemberian

cairan secara bolus. Hal ini memberikan kontribusi yang besar dalam resusitasi cairan

dan mengindikasikan perlunya penilitian lebih lanjut dan revisi lebih lanjut terhadap

guidelines resusitasi cairan. 13

Dehidrasi pada anak juga dapat disebabkan oleh virus Dengue yang

menyebabkan terjadinya microbleeding yang mengakibatkan terjadinya dehidrasi.

Samapi sekarang, tidak ada antivirus yang dapat mengatasi virus Dengue, dan terapi

cairan merupakan hal utama dalam penganganan infeksi virus Dengue. Prinsip

penganangan cairan pada dehidrasi karena infeksi virus Dengue sama dengan

penanganan dehidrasi pada umumnya. 14

Hipotermia

Selain digunakan pada dehidrasi, terapi cairan juga dapat digunakan pada

anak yang mengalami hipotermia dengan pemberian cairan intravaskuler yang telah

dihangatkan. 15

Preoperatif

16

Page 17: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

Penanganan cairan preoperatif lebih ditekankan kepada pencapaian

keseimbangan cairan, elektrolit, dan status gizi secara umum optimal.5

Intraoperatif

Penanganan cairan intraoperatif ditekankan kepada penggantian defisit karena

puasa, kehilangan cairan karena penguapan dan ekstravaskuler. Pemberian cairan

pengganti puasa dan kehilangan cairan lainnya berpatokan pada kebutuhan cairan

menurut rumus Holiday-Segar (pada Tabel 2) yang secara praktis dapat

memperkirakan kebutuhan cairan anak per jam. Setelah pemberian cairan pengganti

puasa dan kehilangan lainnya, penanganan dilanjutkan dengan penanganan

maintenance selama operasi. Penggantian darah yang hilang digantikan dengan

Whole Blood, atau dengan sementara digantikan oleh cairan kristaloid dengan rasio

3:1 atau cairan koloid dengan rasio 1:1.5,7,8

Postoperatif

Penanganan cairan postoperatif ditekankan pada penggantian cairan yang

hilang selama operasi yang belum digantikan, koreksi elektrolit seperti pada

dehidrasi, dan pemenuhan kebutuhan kalori. Cairan yang hilang selama operasi

dihitung dari produksi urin, darah, dan jumlah kehilangan cairan yang terus

berlangsung (insensible water loss) sebanyak 100 ml/kgBB/24jam.5,7

17

Page 18: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, Rusepno, dkk. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Buku

Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika. 2000. Hal: 272, 378-9

2. Siregar, H., dkk. Fisiologi Cairan Tubuh dalam Fisiologi Sel dan Cairan

Tubuhku. Ed 2. Ujung Pandang: Fakultas Kedokteran UNHAS. 1995. Hal:

44, 55-6

3. Douglas, M. Fluid, Electrolyte, & Acid-Base Disorders & Theraphy dalam

Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Ed 16. Boston Burr Ridge:

McGrawHill. 2003. Hal: 1283, 1287-8

4. Sjamjuhidayat, R., Jong, Wim De. Masalah Dalam Ilmu Bedah dan

Pertimbangan Dasar dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: ECG.

2005. Hal: 126-9

5. Kempe, C., dkk. Fluid & Electrolyte Therapy dalam Current Pediatric

Diagnosis & Treatment. Ed 4. California: Large Medical Publication.

1976. Hal: 943

6. Lugo-Vicente, H. L., Pediatric Surgery Hand Book. Pureto Rico: San

Pablo Medical Center. 2006. Hal 1

7. Nathers, A. B., Maier, R. V. Perioperative Fluids and Electrolytes dalam

Surgery Basic Science and Clinical Evidence. New York: Springer. 2000.

Hal: 152

8. Tanna, A. H., Dasar-dasar Terapi Cairan dan Elektrolit dalam Buku

Kuliah Ilmu Anestesiologi. Makassar: SMF Anestesiologi FK UNHAS.

Hal: 59, 69-7

9. Dehidrasi dalam Pedoman Cairan Infus. Ed 7. PT Otsuka Indonesia. 2000.

Hal: 42-7

18

Page 19: Penanganan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak

10. Nelson, W. E. Terapi Cairan dalam Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. Jakarta:

ECG. 1999. Hal: 261

11. Maitland, K., dkk. Mortality after Fluid Bolus in African Children with

Severe Infection. New England: New England Journal of Medicine. 2011.

Hal: 2494

12. Ford, S. R., dkk. Mortality after Fluid Bolus in African Children with

Sepsis. New England: New England Journal of Medicine. 2011. Hal: 1348

13. Myburgh, J. A., dkk. Fluid Resuscitation in Acute Illness — Time to

Reappraise the Basics. New England: New England Journal of Medicine.

2011. Hal: 2543

14. Simmons, C. P., dkk. Dengue. New England: New England Journal of

Medicine. 2012. Hal: 1429

15. Sheridan, R. L., dkk. Case 41-2009: A 16-Year-Old Boy with

Hypothermia and Frostbite. New England: New England Journal of

Medicine. 2009. Hal: 2656

19