penafsiran kh. bisri mustofa terhadap ayat-ayat …

91
PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT MUSYAWARAH DALAM KITABAL-IBRI<>Z LI MA’RIFAH TAFSIR AL-QUR’AN AL-’AZI<Z SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Jurusan Tafsir Hadis pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar Oleh SYAMSUL ARIFIN NIM: 30300112010 FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT MUSYAWARAH DALAM KITABAL-IBRI<>Z LI MA’RIFAH

TAFSIR AL-QUR’AN AL-’AZI<Z

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana

Agama (S.Ag) pada Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Jurusan Tafsir Hadis

pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik

UIN Alauddin Makassar

Oleh

SYAMSUL ARIFIN

NIM: 30300112010

FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2017

Page 2: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Syamsul Arifin

NIM :30300112010

Tempat/Tgl. Lahir : Luwu Timur, 11 Januari 1994

Jur/Prodi/Konsentrasi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas/Program : Ushuluddin, Filsafat dan Politik

Alamat : BTN. Samata Indah, Samata-Gowa

Judul : Penafsiran KH. Bisri Mustofa Terhadap Ayat-ayat

Musyawarah dalam Kitab al-Ibri>z Li Ma‘rifah Tafsi>r al-

Qur’a>n al-‘Azi>z.

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri.Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan

duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian dan seluruhnya, maka

skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, 22 April 2018

Penyusun

Syamsul Arifin

NIM: 30300112010

Page 3: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

iii

Page 4: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

iv

KATA PENGANTAR بسم الله الرحمن الرحيم

ـ لا اللأنبياء والمرسلي سيدنا ومولنا ممد على اشرؼ المد لله رب العالمي والصلاة والس, اما بػعد وعلى اله وصحبه اجعي

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. yang telah menganugerahkan

rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan

sebagaimana mestinya.

Salawat dan taslim senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah

Muhammad saw. sebagai suri teladan yang terbaik bagi umat manusia untuk

keselamatan di dunia dan di akhirat. Begitu pula keselamatan bagi keluarganya, para

sahabatnya, dan orang-orang yang istiqamah mengikuti ajaran-ajarannya.

Penulisan skripsi yang berjudul ‚Penafsiran KH. Bisri Mustofa Terhadap

Ayat-ayat Musyawarah Dalam Kitab Tafsir al-Ibri>z Li Ma‘rifah Tafsi>r al-Qur’an al-

‘Azi>z.‛diadakan dalam rangka meraih gelar sarjana al-Qur’an pada Fakultas

Ushuluddin, Filsafat, dan Politik. Penulis telah mencurahkan segenap kemampuan,

baik tenaga, pikiran, waktu, dan materi dalam menyelesaikan skripsi ini. Begitu pula

penulis mampu menyelesaikan dengan baik skripsi ini atas bantuan berbagai pihak,

baik langsung maupun tidak langsung, baik secara materil maupun moril. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Adapun pihak-pihak

yang berperan penting yaitu sebagai berikut:

1. Kedua orang tua penulis, ayahanda Muhammad Jufri Suhadi dan ibunda Siti

Syarifah. Keduanya dengan segenap upaya dan daya telah banyak

memberikan segalanya mulai dari kecil hingga saat ini. Oleh karena itu,

penulis berharap dapat menjadi anak yang saleh dan bermanfaat.

Page 5: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

v

2. Segenap pimpinan UIN Alauddin Makassar, Bapak Prof. Dr. Musafir

Pababbari, M.Si., sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar, Wakil Rektor I

bapak Prof. Dr. Mardan, M.Ag., Wakil Rektor II bapak Prof. Dr. H. Lomba

Sultan, MA., dan Wakil Rektor III ibu Prof. Siti Aisyah, MA.,Ph.D., yang

telah membina dan memimpin UIN Alauddin Makassar yang menjadi tempat

bagi penulis untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

3. Segenap pimpinan Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik. Bapak Prof. Dr.

Muh Natsir, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik,

bapak Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag., bapak Dr. H. Mahmuddin, S.Ag,

M.Ag, bapak Dr. Abdullah, S.Ag, M.Ag. sebagai Wakil Dekan I,II, dan III.

4. Bapak Dr. H. Muhammad Sadik Sabry, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-

Qur’an dan Tafsir dan Dr. H. Aan Farhani Lc, M.Ag, selaku sekretaris

jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.

5. Bapak Prof. Dr. Muh. Galib. M, M.Ag selaku penguji I, dan Bapak Dr. H.

Muhammad Sadik Sabry, M.Ag selaku penguji II, yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk menguji, memberi kritik, serta saran dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Kedua pembimbing penulis, Bapak Dr. Muh. Daming. K, M.Ag.

(pembimbing I) dan Dr. Hasyim Haddade, M.Ag. (pembimbing II) yang telah

menyempatkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Para Dosen, Pegawai, karyawan dan karyawati di lingkungan Fakultas

Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar yang telah banyak

memberikan kontribusi kepada penulis selama masa studi.

Page 6: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

vi

8. Perpustakaan UIN Alauddin Makassar dan Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin, Filsafat dan Politik yang telah menjadi tempat penulis

melengkapi berbagai literatur sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik.

9. Kakanda penulis, Syamsuddin yang senantiasa memberikan motivasi dan

dukungan baik secara moril dan materil selama proses penulisan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabatku Mahasiswa Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (reguler 2012) yang

telah berbagi suka maupun duka selama masa studi di UIN Alauddin Makassar.

Akhirnya, sebagai suatu karya ilmiah, skripsi ini masih mempunyai

kekurangan-kekurangan di dalamnya, baik yang berkaitan dengan materi maupun

metodologi penulisan. Oleh karena itu, sumbangsih pemikiran yang konstruktif

sangatlah diharapkan dalam rangka penyempurnaan karya ilmiah ini.

Romang polong,

Penyusun,8 September 2017.

Syamsul Arifin

NIM: 30300112010

Page 7: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

vii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................... ii PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................... viii ABSTRAK ................................................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1-14

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7 C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian ................... 7 D. Kajian Pustaka ............................................................................... 9 E. Metodologi penelitian ................................................................... 11 F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUSYAWARAH ........................ 15-30 A. Pengertian Musyawarah ................................................................ 15 B. Ayat-ayat Musyawarah dalam al-Qur’an ...................................... 19 C. Ruang Lingkup Musyawarah dalam al-Qur’an ............................. 23 D. Orang-orang yang diajak Musyawarah ......................................... 28

BAB III KH. BISRI MUSTOFA DAN KITAB AL-IBRI<Z ............................. 31-60 A. Latar Belakang KH. Bisri Mustofa…………… ........................... 31

1. Biografi KH. Bisri Mustofa ..................................................... 31 2. Pergerakan dan Perjuangan KH. Bisri Mustofa ...................... 42 3. Corak Pemikiran KH. Bisri Mustofa………………… ........... 49 4. Karya-karya KH. Bisri Mustofa……………………… .......... 50

B. Kitab Tafsir al-Ibri>z................................. ...................................... 53 1. Latar Belakang Penulisan Kitab al-Ibri>z ................................. 53 2. Sistematika Kitab al-Ibri>z ....................................................... 55 3. Metode dan Corak Kitab Kitab al-Ibri>z .................................. 56 4. Sumber Penafsiran Kitab Kitab al-Ibri>z .................................. 59

BAB IV PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT MUSYAWARAH DALAM KITAB AL-IBRI<Z ........ 61-70

A. Penafsiran KH>. Bisri Mustofa Terhadap Ayat-ayat Musyawarah .61 1. Tafsir QS. al-Baqarah/2: 233……………………….... ............ 61 2. Tafsir QS. Ali-‘Imra>n/3: 159…………………………... ......... 65 3. Tafsir QS. al-Syu>ra>/42: 38……………….. .............................. 67

B. Analisis Penafsiran KH>. Bisri Mustofa Terhadap Ayat-ayat Musyawarah. ................................................................................. 69

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 71-72 A. Kesimpulan .................................................................................... 71 B. Implikasi ....................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 73 RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... 76

Page 8: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat

dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Nama HurufLatin Nama

Alif ا

tidak dilambangkan

tidak dilambangkan

ب

Ba

B

be

ت

Ta

T

te

ث

s\a

s\

es (dengan titik di atas)

ج

Jim J

je

ح

h}a

h}

ha (dengan titik di bawah)

خ

Kha

kh

ka dan ha

د

Dal

d

de

ذ

z\al

z\

zet (dengan titik di atas)

ر

Ra

r

er

ز

Zai

z

zet

س

Sin

s

es

ش

Syin

sy

es dan ye

ص

s}ad

s}

es (dengan titik di bawah)

ض

d}ad

d}

de (dengan titik di bawah)

ط

t}a

t}

te (dengan titik di bawah)

ظ

z}a

z}

zet (dengan titik di bawah)

ع

‘ain

apostrof terbalik

غ

Gain

g

ge

ؼ

Fa

f

ef

ؽ

Qaf

q

qi

ؾ

Kaf

k

ka

ؿ

Lam

l

el

ـ

Mim

m

em

ف

Nun

n

en

و

Wau

w

we

هػ

Ha

h

ha

ء

hamzah

apostrof

ى

Ya

y

ye

Page 9: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

ix

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda

apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Contoh:

kaifa : كيف

haula : هوؿ

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Nama

Huruf Latin

Nama

Tanda

fath}ah

a a ا

kasrah

i i ا

d}ammah

u u ا

Nama

Huruf Latin

Nama

Tanda

fath}ah dan ya>’

ai a dan i ػى

fath}ah dan wau

au a dan u

ػو

Page 10: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

x

Contoh:

ma>ta : مات

<rama : رمى

qi>la : قيل

yamu>tu : يوت

4. Ta>’ marbu>t}ah

Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta >’ marbu>t}ah yang hidup

atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t].

Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya

adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta >’

marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh:

طفاؿ روضةال :raud}ah al-at}fa>l

المديػنةالفاضلة : al-madi>nah al-fa>d}ilah

كممةال : al-h}ikmah

5. Syaddah (Tasydi>d)

Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydi>d( )dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan

Nama

Harakat dan

Huruf

Huruf dan

Tanda

Nama

fath}ahdan alif atau ya>’

ى| ... ا...

d}ammahdan wau

وػ

a>

u>

a dan garis di atas

kasrah dan ya >’

i> i dan garis di atas

u dan garis di atas

ػى

Page 11: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

xi

huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

<rabbana : ربنا

<najjaina : نينا

al-h}aqq : الق

م نػع : nu‚ima

aduwwun‘ : عدو

Jika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah

.<maka ia ditransliterasi seperti huruf maddahmenjadi i ,(ـــــى )

Contoh:

Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)‘ : على

Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)‘ : عرب

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurufاؿ(alif

lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti

biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata

sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang

ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis men-

datar (-).

Contoh:

al-syamsu (bukan asy-syamsu) : الشمس

الزلزلة : al-zalzalah(az-zalzalah)

الفلسفة : al-falsafah

al-bila>du : البلاد

Page 12: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

xii

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal

kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

مروف تأ : ta’muru>na

‘al-nau : النػوع

syai’un : شيء

umirtu : أمرت

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau

kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat

yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau

sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia

akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya,

kata al-Qur’an(dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-

kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransli-

terasi secara utuh. Contoh:

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n

Al-Sunnah qabl al-tadwi>n

9. Lafz} al-Jala>lah (الله) Kata ‚Allah‛yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau

berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf

hamzah.

Page 13: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

xiii

Contoh:

di>nulla>h ديػنالله لله با billa>h

Adapun ta >’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-jala>lah,

ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

فيػرحمةالله ه hum fi> rah}matilla>h

11. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam

transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf

kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf

kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,

bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh

kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama

diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.Jika terletak pada awal kalimat,

maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).

Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang

didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam

catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:

Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l

Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan

Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n

Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>

Abu>> Nas}r al-Fara>bi>

Al-Gaza>li>

Al-Munqiz\ min al-D}ala>l

Page 14: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

xiv

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu>

(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus

disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subh}a>nahu> wa ta‘a>la>

saw. = s}allalla>hu ‘alaihi wa sallam

a.s. = ‘alaihi al-sala>m

H = Hijriah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w. = Wafat tahun

QS …/…: 4 = QS. al-Baqarah/2: 4 atau QS Ali-‘Imra>n/3: 4

HR = Hadis Riwayat

KH = Kiai Haji

Gg = Gang

Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu)

Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d, Nas}r H{ami>d Abu>)

Page 15: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

xv

ABSTRAK

Nama : Syamsul Arifin

NIM : 30300112010

Judul : Penafsiran KH. Bisri Mustofa Terhadap Ayat-ayat Musyawarah

dalam Kitabal-Ibri>z Li Ma‘rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z.

Skripsi ini membahas ayat-ayat tentang musyawarah yang terdapat di dalam

al-Qur’an berdasarkan penafsiran Bisri Mustofa. Pokok permasalahan dalam skripsi

ini adalah untuk mengetahui a) pengertian musyawarah, b) penafsiran KH. Bisri

Mustofa terhadap ayat-ayat musyawarah. Penelitian dalam skripsi ini merupakan

penelitian kepustakaan (Library research). Metode pengumpulan data dengan

menggunakan metode dokumentasi, yaitu mengutip, mengikhtisarkan, dan menyadur

dari berbagai literatur yang memiliki relevansi dengan objek kajian. Analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang menggunakan

metode analisis isi (content analysis), dengan menggunakan pendekatan ilmu tafsir.

Dengan pendekatan tersebut, hasil penelitian ini menunjukkan

bahwamusyawarah adalah suatu kegiatan saling bertukar pikiran, gagasan ataupun

ide-ide yang baik dengan maksud untuk mengambil keputusan yang terbaik atas

suatu permasalahan yang dihadapi bersama-sama. Dalam kitab al-Ibri>z, Bisri

Mustofa menafsirkan kata syu>ra> dengan satu kata yaitu ‚rembukan‛, yang berarti

saling berdiskusi, tukar pendapat, dan saling nasihat-menasihati yang mana dalam

pelaksanaannya proses berembuk atau saling bertukar pendapat tersebut harus

sampai kata sepakat (kanti mufakat). Artinya tidak boleh pendapat seseorang

dipaksakan kepada yang lainnya, karena dalam musyawarah setiap orang mempunyai

hak dan kedudukan yang sama, saling menghargai pendapat, tidak ada tekan

menekan, tidak ada sifat dan sikap otoriter, melainkan demokratis.

Implikasi penelitian ini adalah bahwa syu>ra> bukanlah suatu kata yang hampa

makna, namun syu>ra> adalah salah satu metode dalam pengambilan keputusan yang

diajarkan oleh al-Qur’an. Bahkan al-Qur’an menyebut perintah untuk

bermusyawarah berdampingan dengan perintah untuk melaksanakan shalat dan

berzakat. Dan mudah-mudahan kajian yang penulis lakukan, bisa menjadi motifasi

bagi umat Islam dewasa ini untuk lebih bersemangat dalam mengamalkan ajaran-

ajaran al-Qur’an dalam kehidupannya sehari-hari.

Page 16: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Syu>ra> (musyawarah) merupakan salah satu bagian dari ajaran Islam.

Banyak cendekiawan muslim menjadikan musyawarah sebagai dasar dari teori

pemerintahan. Oleh karena itu, sangat beralasan jika kajian tentang syu>ra> atau

musyawarah bukan hal yang baru dikalangan umat Islam, bahkan masih

menimbulkan banyak perdebatan hingga saat ini.

Pengertian syu>ra >dewasa ini seringkali dikaitkan dengan sistem demokrasi

dan parlementer. Menurut Dawam Rahardjo dalam Ensiklopedi al-Qur’an

memandang bahwa, syu>ra> merupakan suatu forum dimana setiap orang

mempunyai kemungkinan untuk terlibat dalam urun rembug, tukar pikiran,

membentuk pendapat dan memecahkan suatu persoalan bersama atau

musyawarah, baik masalah-masalah yang menyangkut kepentingan maupun nasib

anggota masyarakat yang bersangkutan.1 Menurutnya juga, penafsiran terhadap

istilah syu>ra> atau musyawarah nampaknya mengalami perkembangan dari waktu

ke waktu. Bahkan pengertian dan persepsi tentang kata yang syarat makna ini

mengalami evolusi. Evolusi itu terjadi sesuai dengan perkembangan pemikiran,

ruang, dan waktu. Pada saat ini, pengertian musyawarah dikaitkan dengan

beberapa teori politik modern, seperti sistem republik, demokrasi, parlemen,

sistem perwakilan, senat, formatur, dan berbagai konsep yang berkaitan dengan

sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.2

1M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Kosep-Konsep

Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 440

2M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Kosep-Konsep

Kunci, h. 440-441.

Page 17: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

2

Salah satu ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang musyawarah

adalah QS. al-Syu>ra>/32: 38.

م ن هم وما رزق ناهم ي نفقون والذين استجابوا لربه وأقاموا الصلة وأمرهم شورى ب ي

Terjemahnya:

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

3

Pada ayat di atas, perintah untuk melaksanakan musyawarah

disandingkan dengan perintah shalat dan juga berinfak. Maka hukum untuk

melaksanakan bermusyawarah sama derajatnya dengan perintah shalat dan infaq

atau zakat.

Jika ditelusuri secara historis, konsep musyawarah telah ada sejak zaman

pra Islam. Salah satu contohnya adalah ketika zaman Jahiliyah, masyarakat Arab

pada saat itu memiliki sebuah forum musyawarah yang diselenggarakan di rumah

Qusay ibn Kilab, yang disebut Da>r an-Nadwah, yang dihadiri para pembesar dan

orang-orang yang dianggap sebagai orang yang bijak dan berpengaruh. Dalam

forum tersebut dibicarakan berbagai persoalan umat, termasuk kepemimpinan.4

Pada masa kenabian, nabi Muhammad saw. juga melakukan musyawarah.

Namun, musyawarah yang dilakukan oleh nabi tidak pada semua aspek

melainkan hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan, karena dalam

masalah aqidah dan hukum agama diselesaikan dengan al-Qur’an atau ijtihad

nabi yang memiliki posisi sebagai seorang rasul.5Contoh musyawarah yang

3Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Cet. I; Bandung: Sygma, 2014), h h.

488.

4M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Kosep-Konsep

Kunci, h. 445.

5Ahmad Nursalim, ‚Syura Pada Masa Nabi Muhammad Saw Di Madinah Tahun 622-632

M Dan Aktualisasinya Pada Masa Kontemporer‛, Skripsi (Yogyakarta: Fak. Adab dan Ilmu

Budaya UIN Sunan Kalijaga, 2014), h. 1.

Page 18: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

3

pernah dilakukan oleh nabi adalah ketika terjadinya peristiwa pada perang Badar,

Uhud, Khandaq, dan sebagainya. Setelah meninggalnya nabi Muhammad saw.

beliau tidak meninggalkan pesan atau wasiat tentang siapa diantara para sahabat

yang akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin umat. Sementara

didalam al-Qur’an dan hadis tidak terdapat petunjuk bagaimana cara menentukan

pemimpin umat dan kepala negara sepeninggal beliau, selain hanya penunjukan

yang bersifat umum agar umat Islam mencari penyelesaian dalam masalah-

masalah yang menyangkut kepentingan bersama melalui musyawarah harus

diselenggarakan. Kondisi tersebut merupakan penyebab utama mengapa

penerapan sistem pemerintahan masa Khulafa al-Rasyidin ditemukan banyak

ragam dan variannya.6

Dari gambaran diatas, konsep syu>ra> oleh sebagian kalangan dijadikan

sebagai padanan dari sistem negara modern seperti demokrasi, termasuk oleh

sebagian tokoh muslim di Indonesia. Maskuri, di dalam bukunya bahkan

menyimpulkan bahwa semua intelektual muslim Indonesia menerima sistem

demokrasi dan bahkan mendukungnya sebagai sistem yang harus dipraktikkan

dalam masyarakat Islam. Menurutnya pula, dukungan mereka terhadap

demokrasi ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, nilai-nilai demokrasi ini

sejalan dengan nilai-nilai Islam kehidupan sosial, terutama prinsip musyawarah

sebagaimana yang tertera dalamQS. Ali-Imran/3: 159 dan al-Syu>ra>/42: 38, kedua,

sistem demokrasi ini merupakan cara yang tepat untuk mengartikulasikan

aspirasi Islam, karena umat Islam adalah mayoritas di Indonesia, sedangkan

6Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UII

Press, 1993), h. 21.

Page 19: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

4

pengertian demokrasi sendiri mengandung pengertian pemerintahan mayoritas

(majority rule).7

Namun, disisi lain ada pendapat yang menolak konsep syu>ra> untuk

dijadikan sebagai padanan dari sistem negara modern seperti demokrasi, dengan

asumsi bahwa dalam demokrasi, semua rakyat dapat menyuarakan pendapat

mereka sebebas-bebasnya, sementara di dalam Islam kebebasan manusia dibatasi

oleh Allah swt. Oleh karena itu, menyamakan demokrasi dengan syu>ra

merupakan bentuk kesyirikan,karena sama dengan menyekutukan kekuasaan

Allah. Menurut pendapat itu pula, demokrasi Barat jelas tidak hanya tidak sesuai

dengan Islam, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.8

Penerimaan dan penolakan syu>ra> sebagai padanan dari sistem negara

modern menjadi pertarungan wacana yang kaya argumen, selain karena perintah

untuk bermusyawarah ada didalam al-Qur’an, musyawarah juga sangat terkait

dengan kehidupan sosial umat Islam terutama di era modern seperti saat ini.

Persoalan tentang perlu atau tidaknya menerima syu>ra> sebagai padanan

pemerintahan modern membuat kajian ini menjadi lebih menarik jika kajian ini

menggunakan tokoh yang memiliki kualitas sebagai mufassir sekaligus politikus

sepertiKH. Bisri Mustofa.

KH. Bisri Mustofa dikenal sebagai seorang Kiai kharismatik

yangmerupakan pengasuh Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin Rembang

JawaTengah. selain sebagai pengasuh pondokpesantren, beliau juga seorang

7Maskuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respons Intelektual Muslim

Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi 1966-1993 (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999), h.

307-308.

8Abu al-A’la al Maududi, The Islamic Law and Constitutional, terj. Asep Hikmah,

Hukum dan konstitusi: Sistem Politik Islam, (Bandung: Mizan, 1993), h. 158-161.

Page 20: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

5

politikushandal, yang telah dibuktikannya dengan seringnya masuk menjadi salah

satu anggota di MPR.9

Pemikirankeagamaan KH. Bisri Mustofa dinilai oleh banyak

kalanganbersifat moderat. Sikap moderat ini merupakan sikap yang diambil

denganmenggunakan pendekatan ushul fiqh yang mengedepankan kemaslahatan

dankebaikan umat Islam yang disesuaikan dengan situasi, kondisi zaman dan

masyarakatnya. Beliau termasuk salah satu tokoh NU yang setuju dengan adanya

Nasakom Padahal waktu itu banyak kritikan, cemoohan dan banyak orang yang

tidak setuju dengan adanya ide Nasakom itu. Akan tetapi keberanian sikap KH.

Bisri Mustofa tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa ketika sebuah

pemerintahan terdiri dari kekuatan masyarakat yang mayoritas, maka

pemerintahan tersebut menjadi kuat dan solid. Sehingga pemerintah bisa

mengetahui kebutuhan dan mampu memberikan yang terbaik bagi mayoritas

warga bangsa Indonesia.10

KH. Bisri Mustofa merupakan seorang yang sangat produktifdalam

menulis, maka tidak heran jika pemikiran-pemikiran beliau itu dituangkandalam

bentuk tulisan yang disusunnya menjadi buku, manuskrip, dan sebagainya.

Banyak sekali karya beliau yang sampai sekarang menjadi rujukan bagi para

ulama dan santri di Indonesia dan di Jawa khususnya. Hasil karyanya yang sudah

tercetak kira-kira sebanyak 176 buah.11

Salah satu dari hasil buah karyanya yang

terbesar adalah Tafsi>r al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’a>nal-‘Azi>z atau yang

lebih populer dikenal dengan nama ‚Tafsi>r al-Ibri>z‛.

9Ahmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa (Cet.

II:Yogyakarta: LkiS, 2011), h. 39.

10Luqman Chakim, ‚Tafsir Ayat-ayat Nasionalisme Dalam Tafsir al-Ibri>z Karya KH.

Bisri Mustofa‛ Skripsi (Semarang: Fak. Ushuluddin IAIN Wali Songo, 2014),h. 10.

11Ahmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h. 72.

Page 21: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

6

Penafsiran KH. Bisri Mustofa menarik untuk dikaji karena beberapa

alasan. Pertama, karena dia adalah salah satu mufassir lokal yang sudah tidak

asing lagi di Indonesia terutama di kalangan pesantren salafiyah di pulau

Jawa.Kedua, urgensitas kajian ini terlihat dari latar belakang KH. Bisri Mustofa

itu sendiri. Dia adalah tokoh yang unik pada masanya, dia adalah seorang ulama

yang mengasuh sebuah pondok pesantren namun pada saat yang samapula dia

adalah seorang politikus yang disegani di tengah masyarakat.

Adapun hal yang menarik dari kitab tafsir al-Ibri>z itu sendiri adalah kitab

ini merupakan kitab tafsir yang cukup terkenal terutama di kalangan masyarakat

Jawa. Kitab ini memang sengaja ditulis oleh KH. Bisri Mustofa dengan

menggunakan bahasa Jawa guna memudahkan masyarakat yang tidak atau

kurang faham dengan bahasa Arab. Selain itu yang menarik dari kitab tafsir ini

adalah sebelum KH. Bisri mulai menulisnya dia terlebih dahulu melakukan

diskusi-diskusi yang mengkaji kitab-kitab tafsir yang muktabar seperti Tafsi>r al-

Manar karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Rida, Tafsi>r fi> Zila>l al-

Qur’a>n karya Sayyid Qutub, Tafsi>ral-Jawa>hir karya T{ant}awi Jauhari,

Tafsi>rMah{asin al-Tafsi>r karya al-Qasimi, dan Kitab Maya>za> al-Qur’an karya Abu

Su’ud, dan sebagainya12

. Artinya, terdapat kemungkinan bahwa penafsiran KH.

Bisri Mustofa juga dipengaruhi oleh penulis kitab-kitab tafsir tersebut.

Oleh sebab itu, kajian ini akan lebih spesifik membahas tentang syu>ra>

(musyawarah) menurut pandangan KH. Bisri Mustofa khususnya dalam kitab

tafsir al-Ibri>z Li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z.

12

Sabik Al-Fauzi,‛Melacak pemikiran logika Aristoteles dalam Kitab al-Ibri>z li Ma’rifati

Tafsir al-Qur’an al-Aziz: Kajian atas ayat-ayat Teologi,‛Skripsi (Yogyakarta: Fak. Ushuluddin

UIN Sunan Kalijaga, 2009), h. 23

Page 22: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rangkaian latar belakang masalah tersebut, maka masalah

pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah; Bagaimana penfsiran KH.Bisri

Mustofa terhadap ayat-ayat musyawarah dalam kitab Tafsir al-Ibri>z?

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan sistematis, maka dari

pokok permasalahan tersebut di atas, dirinci ke dalam sub bahasan sebagai

berikut:

1. Bagaimana Pengertian Musyawarah?

2. Bagaimana Penafsiran KH. Bisri Mustofa tentang Ayat-ayat Musyawarah

dalam kitabal-Ibri>z?

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

Skripsi ini berjudul ‚Penafsiran Bisri Mustofa Terhadap Ayat-Ayat

Musyawarah Dalam Kitab al-Ibri>z li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z‛. Untuk

mengetahui alur yang terkandung dalam judul ini, maka penulis menguraikan

maksud judul tersebut yang pada garis besarnya didukung tiga istilah. Yakni:

Tafsir, Musyawarah, dan kitab al-Ibri>z li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z bi al-

Lugati al Ja>wiyyah.

1. Tafsir

Secara bahasa, tafsir berasal dari bahasa arab, yakni bentuk masdar dari

kata fassara> yang semakna dengan id}ah dan tabyin. Kata tersebut dapat

diterjemahkan dengan ‚menjelaskan‛ atau ‚menyatakan‛.13

Didalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia kata tafsir di artikan dengan penjelasan atau keterangan

tentang ayat-ayat al-Qur’an. Terjemahan al-Qur’an masuk kedalam kelompok

ini. jadi, tafsir adalah penjelasan atau keterangan untuk memperjelas maksud

yang sukar memahaminya dari ayat-ayat al-Qur’an. dengan demikian

13

Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2012), h. 120.

Page 23: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

8

menafsirkan al-Qur’an adalah menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang

sulit pemahamannya dari ayat-ayat tersebut.14

2. Musyawarah

Kata Syu>ra> terambil dari kata syawara, yang pada mulanya bermakna

syirtu al-‘asalyaitumengambil madu dari sarang lebah.15

Makna ini kemudian

berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau

dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat).16

Dari asal kata ini kemudian

muncul kata musyawarah, yaitu suatu kegiatan saling bertukar pendapat, ide dan

gagasan dari para peserta musyawarah dan akan dipilih pendapat yang terbaik

dari beberapa pendapat tersebut.

Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata musyawarah

berarti pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atau

penyelesaian masalah, perundingan atau perembukan.17

Dari paparan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa syu>ra> atau

musyawarah adalah suatu kegiatan yang melibatkan beberapa orang dalam suatu

forum untuk mengambil sebuah keputusan atau mufakat bersama.

3. Kitab Tafsir Al-Ibri>z

Kitab al-Ibri>z li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z bi al-Lugah al

Ja>wiyyah atau kitab tafsir al-Ibri>z, adalah sebuah nama kitab tafsir yang ditulis

oleh KH. Bisri Mustofa pengasuh pondok pesantren Roudlotut Tholibin

Rembang Jawa Tengah.

14

Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an: Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat

yang Beredaksi Mirip (Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 39-40.

15Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir(Surabaya: Pustaka Progreesif, 1997),

h. 750.

16M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Edisi

Baru, Vol. II (Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012), h. 312.

17Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 768.

Page 24: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

9

Kitab tafsir al Ibri>z, ditulis dengan menggunakan huruf Arab Pegon, yaitu

huruf huruf Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawadanbahasa

Sunda.18

Kitab tafsir al-Ibri>z termasuk kedalam golongan kitab tafsir yang

lengkap karena menafsirkan al-Qur’an mulai dari surat al-Fatih}ah sampai surat

al-Na>s.

Berdasar dari beberapa keterangan di atas, maka maksud yang

terkandung dalam judul skripsi ini adalah upaya untuk

mengetahuitafsiranayat-ayat yang berkaitan dengan musyawarah, sesuai

yang terdapat dalam Tafsir al-Ibri>z karya KH. Bisri Mustofa.

Ruang lingkup sebagai obyek bahasan yang terkandung di dalam judul

kajian ini, adalah penelusuran terhadap ayat-ayat musyawarah, yakni pada QS al-

Baqarah/2: 233, QSAli-Imran/3: 158, dan QS al-Syu>ra>/42: 38.

D. Kajian Pustaka

Setelah melalui beberapa pemeriksaan pustaka, sesuai dengan masalah

yang dirumuskan diatas, penulis menemukan beberapa buku, skripsi, jurnal,dan

sebagainya. Di antara hasil penelititian ilmiah yang bertemakan musyawarah dan

pemikiran KH. Bisri Mustofa adalah:

Islam dan Tata negara: Ajaran Sejarah dan Pemikiran buku karya

Munawir Sjadzali. Dalam buku ini, ia mengupas kesejarahan konsep syu>ra> dalam

Islam yang pada akhirnya menemukan beberapa unsur yang bisa dijadikan

landasanpemerintahan, di antaranya ialah kedudukan manusia, musyawarah,

ketaatan kepada pemimpin, keadilan, persamaan, dan hubungan antar umat.

Fiqih Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an buku karya

Abdul Muin Salim.Pada buku ini dijelaskan tentang pola kepemimpinan serta

18

Kata Pegon konon berasal dari bahasa Jawa pego yang berarti menyimpang. Sebab

bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab dianggap sesuatu yang tidak lazim. Lihat ‚Pegon‛,

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Pegon (07 September 2016)

Page 25: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

10

metode-metode pengambilan kebijakan publik dalam perspektif al-Qur’an.

Dalam pandangan Muin Salim, suatu ketetapan keputusan politik yang diambil

melalui musyawarah menjadi hukum yang bersifat mmengikat seluruh warga,

meski kedudukan hukum tersebut tidak sederajat dengan hukum yang ditetapkan

oleh Allah swt. dengan perantaraan wahyu dan rasulnya.

Syu>ra> Pada Masa Nabi Muhammad saw di Madinah Tahun 622-632 M

dan Aktualisasinya Pada Masa Kontemporer, skripsi karya Ahmad Nursalim.

Dalam skripsi ini dijelaskan tentang kondisi masyarakat Arab sebelum masa

kedatangan Nabi, yang mana pada kehidupan mereka selalu diliputi dengan

perseteruan dan peperangan antar suku, sehingga sulit untuk mewujudkan

kesatuan dan persatuan politik di bawah satu pemerintahan. Kemudian, pada

masa setelah hijrahnya nabi ke kota Madinah dan nabi mendirikan negara Islam

pertama di dunia ini, maka nabi menetapkan konsep musyawarah menjadi sebuah

metode dalam mengambil keputusan politik.

Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa oleh Ahmad

Zainal Huda. Pada buku tersebut dibahas tentang riwayat hidup Bisri Mustofa

dan kiprahnya baik pada bidang politik, dakwah, seni, pendidikan, budaya, dan

perdagangan. Buku ini mencoba menghadirkan sosok KH. Bisri Mustofa dalam

menundukkan zamannya yang mengalami disoerientasi. Liku-liku kehidupan

yang kelam dan serba kekurangan mampu di hadapinya dengan arif.

Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z Karya KH. Bisri

Mustofa: Studi Metodologi dan Pemikiran, Tesis karya Iing Misbahuddin. Tesis

pada Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijagaini meneliti tentang

metodologi penafsiran yang di gunakan oleh KH. Bisri Mustofa dalam menulis

kitab tafsir tersebut, dan sebagai kesimpulannya adalah metode yang digunakan

oleh KH. Bisri mustofa tidak jauh berbeda dengan tafsir Jalalain, yang menjadi

Page 26: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

11

salah satu rujukan KH. Bisri Mustofa dalam menyusun kitab tafsirnya. Selain itu,

Iing Misbahuddin juga mencoba untuk mengungkap pemikiran KH. Bisri

Mustofa dalam menafsirkan al-Qur’an, yaitu ide-ide KH. Bisri Mustofa

berdasarkan latar belakang pendidikan dan sosialnya, yang diungkapkan dalam

keterangan-keterangan atau penjelasan-penjelasan penafsirannya dan tidak

membahas tentang keterpengaruhan tafsir ini dengan tafsir lainnya.

Beberapa karya ilmiah di atas merupakan karya ilmiah yang membahas

tema musyawarah dan pemikiran KH. Bisri Mustofadari berbagai perspektif.

Penulis merasa belum ada karya ilmiah yang membahas tentang musyawarah

menurut al-Qur’an studi atas pemikiran KH. Bisri Mustofa. Penelitian ini

diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pembahasan tema

musyawarah yang telah ada

E. Metodologi Penelitian

Sebuah karya ilmiah tidak terlepas dari kerangka landasan ilmiahnya pula.

Salah satu kriterianya adalah mempunyai metodologi yang sistematis agar

memudahkan dalam penyusunannya serta dapat dipertanggungjawabkan. Berikut

ini adalah beberapa metode dan langkah yang ditempuh dalam penelitian ini:

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-

analitik dan merupakan penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian

kualitatif sesuai untuk diterapkan pada penelitian ini, karena penelitian ini

dimaksudkan untuk menggambarkan secara komprehensif sumber-sumber

kepustakaan,dan digunakan untuk menjawab pokok permasalahan yang telah di

rumuskan.19

19

Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Kencana, 2007), h. 174.

Page 27: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

12

2. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini akan disesuaikan

dengan objek permasalahan yang dikaji. Sebagaimana tersebut di atas, objek

penelitian yang dikaji dalam tulisan ini berupa pemikiran, maka pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pendekatan sejarah (historis), pendekatan ini digunakan untuk melihat

biografi, riwayat pendidikan dan perjuangannya KH. Bisri Mustofa.

Pendekatan yuridis (hukum), pendekatan ini digunakan untuk melihat

penafsiran KH. Bisri Mustofa dari aspek hukum Islam.

Pendekatan Tafsir. Hal tersebut digunakan karena dalam penelitian ini

membahas mengenai bentuk penafsiran yang tentunya menggunakan disiplin

ilmu yang relevan dengan itu yaitu ilmu tafsir.

3. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode

dokumentasi, yaitu mencari data atau catatan, transkrip, buku, majalah, dan

sebagainya.20

Adapun sumber dari penelitian ini memiliki dua jenis, yaitu sumber

primer dan sumber sekunder. Sumber primer yang dimaksud adalah kitab tafsir

al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z bi al-Lugah al-Ja>wiyyah, dan

sumber sekundernya adalah berbagai literatur, buku, dan sebagainya yang

memiliki relevansi dengan objek penelitian diatas.

Karena penelitian ini menggunakan tafsir al-Ibri>z sebagai kajian utama

dan hal-hal yang berkaitan dengan musyawarah. Maka dalam hal ini penulis

mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan unsur-unsur

musyawarah dan diuraikan secara sistematis.

20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

Cipta, 1998), h. 206

Page 28: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

13

4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Agar data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahasan yang akurat,

maka peneliti menggunakan dua metode pengolahan dan analisis data yang

bersifat kualitatif dengan cara berpikir yaitu sabagai berikut:

a. Teknik Pengolahan Data

Dalam mengolah data, ada beberapa langkah yang harus ditempuh

agar efisien dan tingkat validitasnya lebih terpercaya, diantaranya:

1) Collecting data, Mengumpulkan data sebanyak mungkin yang berkaitan

dengan penelitian,

2) Displaying data, Mengecek ulang semua data yang telah dikumpulkan,

3) Reducing data, Menyeleksi data-data yang telah dicek ulang

4) Reliable data, menguji validitas data yang sudah diseleksi, dan

5) Conclusing data, menyimpulkan semua data yang telah dihimpun yang

kemudian dimasukkan dalam penelitian.

b. Teknik Analisis Data

Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah:

1) Deduktif, yaitu mencari berbagai macam literatur atau referensi yang

berkaitan tentang musyawarah dalam al-Qur’an. Kemudian memulainya

dengan membahas tentang musyawarah secara umum.

2) Induktif, yaitu berusaha mengkaji secara khusus tentang musyawarah

dalam al-Qur’an yang termaktub dalam QS. al-Baqarah/2: 233, QS. Ali-

Imra>n/3: 159, dan QS. al-Syu>ra>/42: 38 dengan menelaah penafsiran KH.

Bisri Mustofa, kemudian mengembangkannya kepada berbagai literatur

yang berkaitan, misalnya buku-buku yang membahas tentang

musyawarah, agar data yang diperoleh bersifat komprehensif. Jadi,

Page 29: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

14

dalam skripsi ini berusaha menjelaskan tentang musyawarah dalam al-

Qur’an dengan melihat penafsiran KH. Bisri Mustofa.

F. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan

Sesuai dengan gambaran diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui hakikat musyawarah

b. Mengetahui penafsiran KH. Bisri Mustofa terhadap ayat-ayat

tentangmusyawarahdalam kitab al-Ibri>z.

2. Kegunaan

Penelitian ini memiliki dua kegunaan yang diharapkan bermanfaat bagi

kepentingan pengembangan ilmiah (akademik) dan untuk kepentingan terapan

(praktis). Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:

a. Kegunaan ilmiah atau akademik, penelitian ini diharapkan dapat

bergunauntuk memperkaya khazanah ilmu keislaman, khususnya tentang

kajian kitab-kitab tafsir karya ulama Nusantara. Serta bisa dijadikan bahan

perbandingan penelitian yang berkenaan dengan pemikiran tokoh atau

penafsirlainnya yang berkaitan dengan musyawarah.

b. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

referensi untuk meningkatkan pemahaman terhadap ajaran al-Qur’an,

khususnya dalam hal penyelesaian suatu masalah berdasarkan metode yang

diajarkan oleh al-Qur’an.

Page 30: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MUSYAWARAH

A. Pengertian Musyawarah

Kata ةرمشاو , merupakan masdar dari kata kerja yang tersusun dari tiga

huruf yaitu ر-و-ش yang berarti ‚memulai sesuatu, menampakanya, dan

melebarkannya‛.1Dari asal kata tersebut jika dibentuk lafal fi’il dengan pola

fa>’ala, maka terbentuk kata ة رواشم-راوشي - وراش yang berarti ‚menjelaskan,

menyatakan, mengambil sesuatu, dan saling bertukar pendapat‛, seperti pada

kalimat أمرىاش ف فلان ا ورت ‚aku mengambil pendapat si fulan mengenai

urusanku‛2. Selanjutnya, dari kata وراش ini terbentuk sekian banyak kata lainnya,

seperti tasya>wur (perundingan), asya>ra (memberi isyarat), sya>wir (meminta

pendapat), tasya>wara (saling bertukar pikiran), al-masyu>rah (nasihat atau saran),

dan musytasyi>r (meminta pendapat orang lain).3

Pendapat lain mengatakan bahwa musyawarah berasal dari kata يشور-شار-

.yang berarti mengambil madu dari tempatnya ,شورا4

Kemudian makna ini

berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau

dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Kata musyawarah pada dasarnya

hanya digunakan pada hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Madu

bukan hanya manis, melainkan juga obat dari berbagai macam penyakit,

1Abu> H{usain Ah{mad bin Faris bin Zakariyya, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Juz 3 (t.t: Da>r

al-Fikir,t.th), h. 226.

2Abu> H{usain Ah{mad bin Faris bin Zakariyya, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Juz 3, h. 226.

3Musdah Mulia, ‚Syu>ra>‛ dalam Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosakata ed. M. Quraish

Shihab,vol.5 (Cet, I; Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 299.

4Ibn Manzur Jama>l al-Di>n al-Ans}ari>, Lisa>n al-‘Arab, Juz 6 (Mesir: Da>r al-Mis}riyyah,

t.th), h. 26. Lihat juga, Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia

(Pustaka Progressif: Surabaya, 1997), h. 750.Louis Ma’luf, Qamu>s al-Munjid Fi al-Lugah wa al-

A’lam, (Beirut: Da>r al-Masyriq, 2008), h. 407.

Page 31: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

16

sekaligus sumber kesehatan dan kekuatan. Oleh karena itu, musyawarah juga

harus untuk tujuan yang baik dan menghasilkan sesuatu yang baik pula.5

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata musyawarah diartikan sebagai

pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian

bersama. Selain itu dipakai juga kata musyawarah yang berarti berunding dan

berembuk.6

Merujuk pada pengertian yang sudah ada, maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa musyawarah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan saling

bertukar pikiran, gagasan ataupun ide-ide yang baik dengan maksud untuk

mengambil keputusan yang terbaik atas suatu permasalahan yang dihadapi

bersama.Dengan demikian, suatu majelis atau institusi yang dibentuk untuk

melaksanakan musyawarah dapat disebut sebagai majelis syura atau majelis

permusyawaratan.Musyawarah juga dapat dijadikan sebagai media untuk

menyelesaikan segala problem.Dalam salah satu riwayat disebutkan keutamaan

dari bermusyawarah.

وماندممنمناستخاراخابعنأنسبنمالكقالقالرسولاللهصلىاللهعليووسلم:م .الطبراني(رواه(استشارولعالمناق تصد

Artinya:

Dari Annas ibn Malik berkata, telah berkata rasulullah saw. tidak akan kecewa orang yang beristikharah, tidak akan menyesal orang yang musyawarah, dan tidak akan sengsara orang yang berhemat. (HR. al-T{abrani).

7

5M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,vol.2 (Cet. V; Lentera Hati: Jakarta, 2012), h.

312.

6Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1989), h. 603.

7Sulaima>n bin Ah}mad bin Ayyu>b Abu> al-Qasim al-T{abrani>, Mu’jam al-S{agi>r, Juz. II

(Cet. I; Beirut: Maktab al-Islami>, 1405H/1985M), h. 175. Namun, hadis tersebut dinilai Maudu’

oleh al-Albani, karena di dalam rangkaian sanadnya terdapat perawi yang bernama Abdul Salam

dan Abdul Quddus, yang disebutnya sebagai pendusta. Muh}ammad Nas}i>ruddi>n al-Albani>, Silsilah

al-Hadis\ al-D{a’ifah wa As\aruha> al-Sayyi Fi> al-Ummah, terj. A.M. Basalamah, Silsilah Hadits

Dhaif dan Maudhu, Jil. II (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 101.

Page 32: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

17

Menurut al-Syaukani musyawarah berarti saling memberi dan mengambil

pendapat dalam suatu pertemuan. Dalam proses pengambilan pendapat tersebut,

akan diperoleh mutiara-mutiara berharga dan pikiran-pikiran cemerlang yang

mungkin tidak akan didapatkan dengan berpikir sendirian. Oleh karena itu, setiap

orang yang terlibat musyawarah harus menghargai pendapat orang lain, terlepas

dari bagus tidaknya pendapat tersebut.8

Menurut Wahbah al-Zuhaili, musyawarah adalah saling bertukar pikiran

untuk mengetahui kebenaran.9

Dengan demikian, melalui musyawarah akan

diketahui apakah suatu perkara itu baik atau tidak. Dan dengan musyawarah pula

akan diambil keputusan yang terbaik dari berbagai pendapat yang dikeluarkan

oleh para peserta musyawarah.

Fakhruddin al-Razi, mengatakan bahwa setiap orang yang ikut

bermusyawarah akan berusaha mengemukakan pendapat yang baik, sehingga

akan diperoleh pendapat yang menyelesaikan problem yang dihadapi.10

Musyawarah memiliki landasan syar’i dalam Islam, baik al-Qur’an

maupun sunah nabi saw. menekankan pentingnya musyawarah bagi kaum

muslimin. Tidak ada perbedaan di antara para ulama mengenai legalitas syu>ra>

dalam Islam, sebab hakikat syu>ra> adalah mengungkapkan pendapat kepada yang

diberi nasihat, diminta maupun tidak diminta.Dengan demikian, musyawarah

dalam Islam ditetapkan Allah sebagai sifat orang-orang beriman.11

8Muh}ammad bin ‘Ali bin Muh}ammad bin ‘Abdullah al-Syaukani>, Fath} al-Qadi>r al-Ja>mi’

Baina Fannai al-Riwa>yah wa al-Dira>yah min ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz 1 (Beirut: Da>r al-Fikir, 2005M),

h. 593.

9Wahbah al-Zuh}aili>, Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-‘Aqi>dah wa al-Syari>‘ah wa al-Manhaj, Juz 13

(Cet. X; Damaskus: Da>r al-Fikir, 1430H/2009M), h. 84.

10Fakhruddi>n Muh}ammad ‘Ali> al-Tami>mi> al-Bakri>al-Razi>, Tafsi>r al-Kabi>r, Jil 5(Cet. I;

Beirut: Da>r al-Kutub ‘Ilmiyyah, 1411H/1990M), h. 54

11Abu al-A’la al Maududi, The Islamic Law and Constitutional, terj. Asep Hikmah,

Hukum dan konstitusi: Sistem Politik Islam, h. 54.

Page 33: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

18

Menurut Sayyid Qutub, Islam menetapkan prinsip musyawarah dalam

sistem pemerintahan, dan ini telah dimulai oleh nabi Muhammad saw. sendiri

ketika masih hidup dan memimpin kaum muslimin. Bahkan lanjut Sayyid Qutub,

syu>ra> merupakan mabda’ asasi (prinsip dasar) dimana nizamul Islam tidak akan

ditegakkan pada prinsip lain. Akan tetapi, bentuk dan pengimplementasian syu>ra>

itu hanya persoalan teknis yang dapat berubah dan berkembang sesuai tuntutan

zaman.12

Bahkan menurut ibnu ‘At}iyyah sebagaimana yang dikutip Wahbah al-

Zuhaili, mengatakan bahwa musyawarah adalah merupakan bagian dari kaidah-

kaidah syari’at dan kewajiban hukum, pemimpin yang tidak mau bernusyawarah

kepada ahli ilmu (cendekiawan) dan ahli agama (ulama), maka pemimpin seperti

itu wajib dipecat.13

Pendapat ibnu Atiyyah tersebut mengaitkan kedudukan musyawarah

dengan sistem politik, dan hal ini menunjukkan pentingnya musyawarah dalam

sistem kenegaraan. Oleh karena itu, setiap keputusan musyawarah merupakan

amanah yang diberikan oleh sejumlah orang untuk melaksanakan setiap

kebijakan yang dihasilkan dari musyawarah tersebut.

Sejalan dengan ibnu Atiyyah, Muhammad Abduh menjelaskan bahwa

syu>ra> secara fungsional adalah untuk membicarakan kemaslahatan rakyat dan

masalah-masalah masa depan pemerintahan. Dengan musyawarah masyarakat

akan terdidik dalam mengeluarkan pendapat dan mempraktikkannya, bukan

mempraktikkan pendapat seseorang kepala negara sekalipun pendapat itu benar.

Karena orang yang banyak bermusyawarah akan jauh dari melakukan kesalahan

12

Sayyid Qutub, Fi> Zila>l al-Qur’an, Terj. As’ad Yasin, dkk, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jil.

2, (Cet. I; Jakarta: Gema Insani, 2000)h. 195.

13Abi> Abdillah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abu> Bakar al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi’ Li Ah}ka>m al-

Qur’an,vol. 5 (Cet. I; Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1423H/2003M), h. 242.

Page 34: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

19

daripada diserahkan kepada seseorang yang cenderung membawa bahaya dari

umat.14

B. Ayat-ayat Musyawarah dalam al-Qur’an

Dalam al-Qur’an ada tiga ayat membahas masalah musyawarah dan

menyebut kata syu>ra> secara eksplisit, yakni pada QS. al-Baqarah/2 ayat 233 yang

didalamnya termaktub kata تشاور, QS. Ali-Imra>n/3: 159 kata شاور, dan pada QS.

al-Syu>ra>/42: 38 terdapat kata شورى.15

Di antara beberapa ayat tersebut, ayat 38

surah al-Syu>ra>/42 adalah yang pertama kali diturunkan dan termasuk kelompok

ayat/surat Makiyyah, sedangkan dua yang lain termasuk Madaniyyah.

Yang pertamasurat al-Baqarah/2:233.

المولود وعلى الرضاعة يتم أن أراد لمن كاملي حولي أولدىن ي رضعن والوالدات رزق هنلو لو مولود ول بولدىا والدة تضار ل وسعها تكلفن فسإل بالمعروفل وعلىوكسوت هن بولده

ع جناح فلا وتشاور من هما ت راض عن فصال أرادا فإن ذلك مثل أنالوارث أردت وإن ليهماواع اللو بالمعروفوات قوا آت يتم ما سلمتم إذا فلاجناحعليكم أولدكم باتست رضعوا اللو أن لموا

ت عملونبصيTerjemahnya:

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,bagi yang ingin menyusui secara sempurna. dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli warispun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduaya, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

16

14

Muh}ammad Rasyi>d Rida>, Tafsi>r al-Mana>r, Juz 4 (Kairo: al-Maktabah Taufi>qiyyah,

t.th), h. 169.

15Muh}ammad Fuad ‘Abdul Baqi>, al-Mu’jam al-Mufahras Alfa>z} al-Qur’an al-Kari>m,

(Kairo: Da>r al-Hadi>s\, 1428H/2007M), h. 481.

16Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, (Jakarta:

DKU Print, 2015), h. 37

Page 35: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

20

Ayat ini tergolong ayat Madaniyyah yang menjelaskan bagaimana

seharusnya hubungan suami isteri sebagai mitra dalam rumah tangga saat

mengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak

mereka, seperti menyapih anak yang masih menyusu. Pada ayat yang lain Allah

Berfirman.

وإن نكمبعروف ت عاسرتفست رضعلوأخرىوأترواب ي

Terjemahnya: dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan,maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

17 (QS al-T{ala>q/65:6).

Ibnu Kas\ir mengatakan bahwa, didalam penyapihan anak, kedua orang tua

harus melakukan musyawarah terlebih dahulu.Tidak diperbolehkan penyapihan

atas kehendak salah satu pihak saja (ayah atau ibu).18

Bukan hanya itu, dalam

menjalani kehidupan rumah tangga (suami isteri) dalam memutuskan segala

sesuatu harus dengan jalan musyawarah, seperti masalah pendidikan anak-anak

mereka, harta benda, rencana pengembangan masa depan, dan sebagainya.

Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh nabi Ibrahim as.

أذبكفانظرماذات رىقالياأبتاف علماف لماب لغمعوالسعيقال أرىفالمنامأنيي ياب نإنيي ت ؤمرستجدنيإنشاءاللومنالصابرين

Terjemahnya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".

19(QS al-S{affa>t/37: 102).

17

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 559.

18Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al-Syeikh, Luba>b Tafsi>r min Ibn

Kas\i>r, Terj. M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir, vol. I (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,

2008), h. 471

19Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 449.

Page 36: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

21

Yang kedua, QS. Ali-‘Imra>n/3: 159.

كنتفظاغليظالقلبلن فضوامنحولكفاعفعن هم فرفبمارحة مناللولنتلمولو واست المت وكيليلموشاورىمف المرفإذاعزمتف ت وكلعلىاللوإناللويب

Terjemahnya:

Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad)berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunanuntuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal.

20

Menurut Quraish Shihab, dari segi redaksi ayat diatas berisi pesan untuk

nabi Muhammad saw. agar memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu

dengan para sahabat atau angota masyarakat lainnya. Walaupun demikian, ayat

ini berlaku juga secara universal, artinya untuk seluruh umat Islam, khususnya

pemimpin agar selalu menyelesaikan urusan dengan jalan musyawarah (syu>ra>),

yang merupakan salah satu pilar dari demokrasi.21

Perintah untuk musyawarah dalam ayat diatas, turun setelah terjadinya

perang Uhud. Ketika itu menjelang pertempuran Rasulullah mengumpulkan para

sahabatnya untuk memperbincangkan masalah strategi yang akan digunakan

untuk menghadapi musuh yang sedang dalam perjalanan untuk menyerbu kota

Madinah. Rasulullah saw. sendiri berpendapat untuk bertahan dikota Madinah,

sementara itu para sahabatnya terutama dari kalangan kaum muda, mendesak

agar umat Islam keluar dari kota Madinah dan berperang menghadapi musuh.

Pendapat ini didukung oleh mayoritas sahabat, sehingga rasulullah pun

menyetujuinya .Namun sayang, keputusan yang dihasilkan secara demokratis

20

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 71.

21M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,

h. 619.

Page 37: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

22

tersebut berakhir memilukan.Peperangan tersebut diakhiri dengan kekalahan

kaum muslimin dan gugurnya sekitar tujuh puluh orang sahabat.22

Dengan memperhatikan asba>b al-nuzu>l ayat diatas jelas bahwa QS.Ali

‘Imra>n/3:159, berisi pesan kepada Rasulullah secara khusus, dan kepada umat

Islam secara umum untuk mempertahankan dan membudayakan musyawarah,

walaupun terkadang pendapat mayoritas tersebut tidak selamanya benar dan

tepat. Namun demikian, kekeliruan mayoritas lebih dapat di toleransi dan

menjadi tanggung jawab bersama daripada kesalahan yang bersifat indvidual.23

Ketiga QS al-Syu>ra>/42: 38.

موأقامواالصلاةوأمرىمشورى ن همومارزق ناىمي نفقونوالذيناستجابوالربي ب ي

Terjemahnya:

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

24

Ayat ini turun berkaitan dengan golongan Anshar tatkala diajak oleh

Rasulullah untuk beriman, mereka menyambut dengan baik ajakan Rasulullah

saw. dan bagi mereka dijanjikan ganjaran yang lebih baik dan kekal di sisi Allah

swt. Orang-orang mukmin tersebut memiliki sifat-sifat antara lain "urusan

mereka diselesaikan dengan musyawarah". Dalam ayat ini, syu>ra>berjalan

bersisian dengan ketiga pilar keimanan (ketaatan kepada perintah Allah,

mendirikan shalat dan menunaikan zakat).Syu>ra>merupakan kewajiban dengan

dasarperintah yang sama. Ayat ini merupakan ayat Makkiyah yang turun sebelum

keberadaan Islam telah menjadi agama yang kuat.

22

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,

h. 626.

23M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan

Ummat, h. 627.

24Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 487.

Page 38: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

23

C. Ruang Lingkup Musyawarah dalam al-Qur’an

Dari beberapa penjelasan para tokoh diatas tentang makna syu>ra>tidak

terjadi perbedaan yang cukup signifikan, kesemuanya terkesan sepakat bahwa

syu>ra> merupakan salah satu metode dalam mengambil keputusan dan harus

dilakukan oleh umat Islam. Namun perbedaan muncul ketika yang dibicarakan

adalah objek syu>ra>atau hal-hal yang boleh dimusyawarahkan.

Memang al-Qur’an tidak memberikan penjelasan secara rinci dari objek

atau ruang lingkup musyawarah. Namun, dengan melihat ayat-ayat yang

menjelaskan tentang musyawarah, maka dapat dipahami bahwa QS. al-

Baqarah/2: 233 objeknya adalah rumah tangga sedangkankhusus untuk QS.Ali-

‘Imra>n/3: 159, karena konteks musyawarah dalam ayat tersebut berkaitan dengan

persoalan peperangan. Karena itu, ada ulama yang membatasi musyawarah yang

diperintahkan kepada nabi Muhammad saw. terbatas dalam urusan tersebut

(peperangan). Sebagaimana pendapatal-Kalbi yang dikutip oleh al-Bagawi> bahwa

perintah musyawarah hanyalah dalam masalah-masalah yang berhubungan

dengan taktik dan strategi perang dalam menghadapi musuh, ini sesuai dengan

konteks turunnya surat Ali-Imra>n ayat 159 tersebut.25

Namun, menurut Quraish

Shihab, pandangan tersebut tidak benar dan tidak didukung oleh praktik nabi,

bahkan bertentangan dengan ayat-ayat yang lain.26

Untuk mengetahui objek musyawarah pada QS.al-Syu>ra>/42: 38, dan QS.

Ali-Imran/3: 159 pada kedua ayat tersebut objek musyawarahnya diisyaratkan

dengan kata المرyang kemudian diterjemahkan sebagai urusan.27

25

Abu> muh}amad al-H{usain bin Mas’u >d al-Farra’ al-Bagawi>, Tafsir al-Bagawi: Ma’a>lim

al-Tanzi>l>, vol.2 (Cet. I; Riya>d}: Da>r T{ayyibah,1989M), h. 124.

26M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,vol. 2,

h. 314.

27Ali Nurdin, Quranic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an

(Jakarta: Erlangga, 2006), h. 234.

Page 39: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

24

Dalam al-Qur’an kata أمرyang berarti urusan, selalu berkaitan dengan hal-

hal yang yang menjadi hak prerogatif Allah swt.Hal ini dapat dilihat dari

beberapa ayat. Antara lain, terlihat dari jawaban Allah swt. tentang ruh yang

terdapat pada QS. al-Isra>’/17: 85, datangnya hari kiamat QS. al-Na>zi’a>t/79: 42,

tobat dan azab QS. Ali-Imra>n/3: 57, serta ketentuan syariat agama QS. al-

An’a>m/6: 57, dan lain-lain. Sedangkan dalam konteks ketetapan yang berasal dari

Allah swt.dan rasulullah saw. secara tegas al-Qur’an telah menyatakan bahwa

tidak boleh manusia berpaling atau memilih hukum lain yang telah Allah jelaskan

tersebut. Sebagaimana di dalam al-Qur’an Allah swt.berfirman.28

ولمؤمنة إذاقضىاللوورسولوأمر اأنيكونلمالي رةمنأمرى كانلمؤمن ومني عصاللومومامبين ا ورسولوف قدضلضلال

Terjemahnya:

Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata. (QS. al-Ah}za>b/33: 36).

29

Maka dari itu, menurut beberapa ahli tafsir, hal-hal yang boleh

dimusyawarahkan hanya yang berkaitan dengan urusan keduniaan, bukan urusan

agama.30

Rasyid Rida dan Quraish Shihab, merupakanbeberapa tokoh yang

mendukung pendapat tersebut dengan argumentasi bahwa, yang dimaksud

dengan ن هم ب ي شورى pada QS. al-Syu>ra>/42 ayat 39, adalah urusan-urusanأمرىم

duniawi yang biasanya menjadi tanggung jawab seorang pemimpin, bukan urusan

yang berkaitan dengan ibadah, sebab bila pada urusan agama seperti aqidah,

ibadah, halal dan haram dijadikan sebagai objek musyawarah, niscaya agama

28

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Edisi

Baru, vol.2, h. 315.

29Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 487.

30M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,

h. 470.

Page 40: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

25

akan menjadi ketetapan manusia, padahal agama adalah ketetapan dan otoritas

Allah swt. tidak ada wilayah akal padanya, baik ketika nabi masih hidup atau

setelah wafat.31

Untuk mendukung pendapatnya itu, Rasyid Rida mengambil contoh

musyawarah yang dilakukan oleh rasulullah saw. ketika menentukan taktik

perang pada saat perang Badar. Ketika itu, Hubbab ibn Munzir sebelum

mengutarakan pendapatnya terlebih dahulu bertanya kepada Rasulullah saw.

apakah penentuan posisi pasukan perang yang diambil oleh nabi adalah dari

arahan wahyu atau atas inisiatif nabi sendiri.Dari sinilah Rasyid Rida

berkesimpulan bahwa para sahabat hanya bermusyawarah pada hal-hal yang tidak

diatur oleh wahyu.32

Wahbah al-Zuhaili juga memiliki pandangan yang sama, dalam kitab

tafsirnya dikatakan bahwa materi yang dimusyawarahkan adalah semua perkara

baik hal politik, strategi perang, perdamaian dan segala macam masalah yang

berhubungan dengan kehidupan duniawi.33

Namun, pakar tafsir yang lain memperluas objek yang dapat di

musyawarahkan dan tidak hanya yang berkaitan dengan keduniaan saja, tetapi

juga boleh untuk memutuskan suatu perkara keagamaan berdasarkan

musyawarah. al-Qurtubi misalnya, berpendapat bahwa musyawarah mempunyai

peran dalam agama maupun soal-soal duniawi, namun dengan catatan bahwa

yang dimaksud dengan urusan agama adalah hanya pada perkara yang belum

ditemukan petunjuknya dengan pasti oleh dalil-dalil syar’i. Pelaksanaan

musyawarah tersebut dengan syarat bahwa pelaku musyawarah harus

31

Muh}ammad Rasyi>d Rid}a>, Tafsi>r al-Mana>r, Juz 4, h. 170. Lihat juga, M. Quraish

Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 2, h. 315.

32Muh}ammad Rasyi>d Rid}a>, Tafsi>r al-Mana>r, Juz 4, h. 170.

33Wahbah al-Zuh}aili>, Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-‘Aqi>dah wa al-Syari>‘ah wa al-Manhaj, Juz 3,

h. 468.

Page 41: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

26

menguasaiilmu yang berkaitan dengan hal yang akan dimusyawarahkan.Misalnya

jika yang dimusyawarahkan menyangkut masalah keagamaan, maka yang terlibat

di dalam musyawarah tersebut harus orang yang menguasai ilmu agama.

Begitupun sebaliknya jika yang di musyawarahkan adalah urusan keduniaan

maka pelaku atau yang terlibat didalam musyawarah adalah orang-orang yang

menguasai ilmu tentang hal yang akan di musyawarahkan tersebut. Oleh

karenanya, ruang lingkup musyawarah dapat mencakup urusan-urusan agama

yang yang tidak ada petunjuknya dan urusan dunia yang petunjuknya bersifat

global maupun tanpa petunjuk dan yang dapat mengalami perubahan dan

perkembangan.34

Sehingga muncullah istilah ijma para ulama yangmerupakan

salah satu sumber hukum dalam Islam, dan tidak ada yang meragukannya.

Penulis lebih setuju dengan pendapat yang kedua daripada pendapat

pertama.Namun, meskipun musyawarah dapat masuk kedalam ranah keagamaan

tetapi terbatas hanya pada persoalan-persoalan yang belum ada petunjuknya dari

Allah secara qat}’i, baik yang terdapat di dalam al-Qur’an maupun melalui sunah-

sunah nabi-Nya. Persoalan-persoalan yang telah ada petunjuknya dari Allah

secara qat}’i, tidak dapat dimusyawarahkan.

Permasalahan tentang objek syu>ra>akan lebih jelas jika melihat pandangan

Abdul Muin Salim yang memiliki catatan penting terkait musyawarah:

Pertama, keputusan politik yang diambil melalui musyawarah menjadi

hukum yang mengikat seluuh warga, meski kedudukannya tidak sederajat dengan

hukum yang ditetapkan oleh Allah swt. dengan perantaraan wahyu dan rasulnya.

Para mufassir biasanya menjelaskan kuatnya ikatan ini berdasarkan pada bunyi

ayat at}i>’ullaha waati >’urass>ul waulil amri minkum. Sepanjang ulil amri itu taat

pula kepada Allah swt.

34

Abi> Abdillah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abu> Bakar al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi’ Li Ah}ka>m al-

Qur’an,vol. 2, h. 242-243.

Page 42: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

27

Kedua, faktanya keputusan-keputusan khulafaurasyidin sebagai

pemimpin ternyata tidak terbatas hanya pada masalah-masalah keagamaan.

Misalnya, keputusan Abu Bakar untuk memerangi orang yang enggan membayar

zakat dan kodifikasi al-Qur’an atau Umar ibn Khattab yang melaksanakan shalat

tarawih secara berjamaah.

Tiga, setiap masalah kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari

keterkaitan pada tiga dimensi keagamaan: Iman, Islam, dan Ihsan. Oleh karena

itu, setiap masalah tidak cukup didekati secara normatif, tetapi juga harus secara

holistik menyangkut semua aspek tersebut.35

Dalam musyawarah tentu masing-masing peserta akan mengeluarkan

pendapatnya, dan tidak jarang terjadi perdebatan karena masing-masing pihak

akan mempertahankan pendapatnya. Maka dari itu, jika terjadi silang pendapat

ada beberapa metode dalam mengambil keputusan yang diajarkan al-Qur’an dan

sunah. Yang pertama, adalah memilih yang terbaik(ahsan). Allah berfirman,

همالل ووأولئكوأالذينيستمعونالقولف يتبعونأحسن ه اللببلواىمأولئكالذينىدى

Terjemahnya:

(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.

36

Kedua, dalam perkara yang menjelaskan pelaksanaan suatu aktivitas.

Dalam masalah ini, keputusan dikembalikan pada pendapat mayoritas atau dapat

dilakukan dengan cara voting. Hal ini sesuai dengan praktik Rasulullah dalam

musyawarah saat perang Uhud.

35

Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 237.

36Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, (Jakarta:

DKU Print, 2015), h. 460.

Page 43: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

28

Voting memang bukan jalan satu-satunya dalam musyawarah. Boleh

dibilang voting itu hanya jalan keluar (terakhir) dari sebuah deadlock

musyawarah. Sebelum voting diambil, seharusnya ada brainstorming. Dari sana

akan dibahas dan diperhitungkan secara eksak faktor keuntungan dan

kerugiannya. Tentu dengan mengaitkan dengan semua faktor yang ada.

D. Orang-orang yang diajak bermusyawarah

Dalam QS. Ali-‘Imra>n/3: 159 nabi diperintahkan bermusyawarah dengan

‚mereka‛. Mereka siapa? Tentu saja mereka yang dipimpin oleh nabi saw. yakni

yang disebut umat atau anggota masyarakat. Dan pada ayat yang lain

menyatakan

ن هم وأمرىمشورىب ي Terjemahnya:

urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka. (QS. al-Syu>ra>/42:38).

Hal ini berarti persoalan yang dimusyawarahkan adalah persoalan yang

khusus berkaitan dengan masyarakat sebagai satu unit. Tetapi, sebagaimana

dipraktikkan oleh nabi saw. dan para sahabatnya, tidak menutup kemungkinan

memperluas jangkauan pengertiannya sehingga mencakup persoalan individu

sebagai anggota masyarakat.37

Ayat-ayat yang berbicara tentang musyawarah di atas tidak menetapkan

sifat dan jumlah orang-orang yang akan diajak bermusyawarah. Namun demikian,

dari sunah nabi dan pandangan ulama diperoleh informasi tentang sifat-sifat

umum orang yang akan diajak bermusyawarah. Diantaranya adalah bahwa

rasulullah saw. pernah berpesan kepada Ali bin Abi Talib sebagai berikut.

37

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,

h. 632.

Page 44: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

29

جب ن ا لتشاورن البخيلفإنوي قصربكفياعلي خرجولتشاورنغايتكولعنإنويضيفعليكالم

الياعلييزينلكشهر ا.واعلمفإنوحريص اتشاورن جمعهاإن واحدة والبخلوار غري زة بنباللو الظني سوء

Artinya:

Wahai Ali, janganlah bermusyawarah dengan penakut, karena dia mempersempit jalan keluar. Jangan juga dengan orang yang kikir karena dia menghambat engkau dari tujuanmu. Juga tidak dengan yang berambisi, karena dia akan memperindah untukmu keburukan sesuatu. Ketahuilah wahai Ali, bahwa takut, kikir, dan ambisi, merupakan bawaan yang sama, kesemuanya bermuara pada prasangka buruk terhadap Allah swt.

Imam Ja’far al-Sadiq pun berpesan,

وت قوى وتربة ونصح وحلم :عقل شورفأموركمنفيوخسخصال Artinya:

Bermusyawarahlah dalam persoalan-persoalanmu dengan orang yang memiliki lima hal: akal, lapang dada, pengalaman, perhartian, dan taqwa.

38

Dalam konteks memusyawarahkan persoalan-persoalan masyarakat, praktik

yang dilakukan oleh nabi cukup beragam.Terkadang beliau memilih orang-orang

tertentu yang dianggap cakap untuk bidang yang dimusyawarahkan, terkadang

juga melibatkan pemuka-pemuka masyarakat, bahkan menanyakan kepada semua

yang terlibat di dalam masalah yang dihadapi.39

Sebagian pakar tafsir membicarakan musyawarah dan orang-orang yang

terlibat di dalamnya ketika menafsirkan QS.al-Nisa>’/4: 59.

ف ردوهإلاللوياأي هاالذينآمنواأطيعوااللووأطيعواالرسولوأولالمرمنكمفإنت نازعتمف شيء كنتمت ؤمنونباللووالي ومالخرذلكخي روأحسنتأويلا والرسولإن

Terjemahnya:

Wahai orang-orang yang beriman! taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri(pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

38

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,

h. 632-633.

39Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, h.

632-633.

Page 45: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

30

beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

40

Dalam ayat di atas terdapat kalimat u>li al-amr, yang diperintahkan untuk

ditaati. Kata amr di sini berkaitan dengan amr yang terdapat pada QS. al-

Syu>ra>/42: 38 (persoalan atau urusan mereka, merekalah yang

memusyawarahkan). Tentunya tidak mudah melibatkan seluruh anggota

masyarakat dalam sebuah musyawarah, tetapi keterlibatan mereka dapat

diwujudkan melalui orang-orang tertentu yang mewakili mereka, yang oleh para

pakar diberi nama yang berbeda-beda, seperti Ahl Hal wa Al-‘Aqd, Ahl Ijtihad,

dan Ahl Syura.41

Dapat disimpulkan bahwa istilah Ahl Syura adalah istilah umum, yang

kepada merekalah para penguasa dapat meminta pertimbangan dan saran. Jika

demikian, tidak perlu ditetapkan secara rinci dan ketat sifat-sifat mereka

bergantung pada persoalan apa yang sedang dimusyawarahkan. Sebagaimana

yang dijelaskan oleh al-Qurtubi di atas, bahwa orang-orang yang terlibat dalam

musyawarah haruslah orang-orang yang ahli dan berilmu tentang yang

dimusyawarahkan tersebut.

40

Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 87.

41Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, h.

634.

Page 46: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

31

BAB III

KH. BISRI MUSTOFA DAN TAFSIR AL-IBRI<Z

A. Latar Belakang KH. Bisri Mustofa

1. Biografi KH. Bisri Mustofa

KH1. Bisri Mustofa lahir pada tahun 1334 H/1915 M, di kampung

Sawahan Gg. Palen Rembang2 Jawa Tengah.

3 Beliau adalah anak dari pasangan

suami istri H. Zainal Mustofa dan Khatijah yang telah memberinya nama

Mashadi.4 Mashadi adalah anak pertama dari empat bersaudara, yaitu Mashadi,

Salamah (Aminah), Misbah dan Khatijah.Selain itu pasangan ini juga mempunyai

anak tiri dari suami istri sebelumnya. Sebelum H. Zainal Mustofa menikah

dengan Khatijah, beliau menikah dengan Dakilah, dan mendapatkan dua orang

anak, yaitu H. Zuhdi dan Hj. Maskanah. Begitu juga dengan Khatijah sebelum

menikah dengan H. Zainal Mustofa, beliau menikah dengan Dalimin, dan

dikaruniai dua orang anak yaitu Ahmad dan Tasmin.5

H. Zainal Mustofa adalah anak dari Podjojo atau H. Yahya.Sebelumnya

H. Zainal Mustofa bernama Djaja Ratiban, yang kemudian terkenal dengan

1KH (Kiai Haji) adalah salah satu gelar dalam strata sosial masyarakat Jawa. Kata kiai

secara bahasa berarti seseorang yang dipandang alim (pandai) dalam bidang ilmu agama Islam,

guru ilmu gaib, pejabat kepala distrik (di Kalimantan Selatan Indonesia), benda yang dianggap

bertuah, dan sebutan untuk harimau. Kiai dalam masyarakat Jawa adalah orang yang dianggap

menguasai ilmu agama Islam, dan biasanya mengelola dan mengasuh pondok pesantren. Sebutan

kiai diberikan kepada seseorang yang mempunyai karisma serta pengaruh, baik dalam skala

regional maupun nasional. Ahmad Rofiq, ‚Kiai‛ dalam Ensiklopedi Islam, ed. Abdul Aziz

Dahlan, dkk., vol. 4 (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), h. 118-119.

2Rembang adalah kota kabupaten dari propinsi Jawa Tengah terletak di perbatasan Jawa

Tengah dan Jawa Timur daerah pesisir Pantai Utara, kebanyakan mata pencaharian dari

masyarakat berbasiskan sebagai nelayan dan pertanian. lihat http// www. Rembang.com

3Saifullah Maksum, Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU (Bandung:

Mizan, 1998), h. 319.

4A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan

Doa-doa Utama yang Diajarkan (Cet. II; Yogyakarta: Kutub, 2008), h. 169.

5Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, (Cet.

II; Yogyakarta: LKiS, 2011), h. 8-9

Page 47: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

32

sebutan Djojo Mustopo. Beliau merupakan seorang pedagang kaya dan bukan

seorang kyai. Akan tetapi beliau merupakan orang yang sangat mencintai kyai

dan alim ulama, di samping orang yang sangat dermawan. Dari keluarga ibu

Mashadi masih mempunyai darah keturunan Makasar, karena Khatijah

merupakan anak dari pasangan Aminah dan E. Zajjadi. E. Zajjadi adalah

kelahiran Makasar dari ayah bernama E. Sjamsuddi>n dan ibu Datuk Djijah.6

Pada tahun 1923 M dia diajak oleh ayahnya ikut bersama-sama sekeluarga

menunaikan ibadah haji, yakni H. Zaenal Mustofa, Chadijah, Mashadi pada usia

8 tahun, Salamah pada usia 5,5 tahun, Misbah pada usia 3,5 tahun, dan Ma’sum

pada usia 1 tahun. Keberangkatan ke tanah suci waktu itu masih menggunakan

kapal haji milik Chasan-Imazi Bombay, dan naik dari pelabuhan Rembang. Di

sepanjang pelaksanaan ibadah haji, H. Zainal Mustofa sering sakit-sakitan. Mulai

wuquf di Arafah menginap di Mina, T{awaf dan Sa’i juga dalam keadaan sakit

sehingga beliau harus ditandu. Selesai menunaikan ibadah haji dan hendak

pulang ke pelabuhan Jeddah untuk kembali ke Indonesia, disaat sirine kapal

berbunyi tanda keberangkatan, H. Zainal Mustofa meninggal dunia dalam usia 63

tahun. Jenazahnya kemudian diserahkan kepada seorang Syekh dengan

menyerahkan uang Rp 60,- untuk ongkos dan sewa tanah pemakaman, sehingga

keluarga tidak tahu dimana makam almarhum H. Zaenal Mustofa.7 Setelah

pulang dari ibadah haji, Mashadi mengganti namanya Bisri (memakai s}ad dalam

huruf hijaiyyah), Kemudian Ia dikenal dengan nama Bisri Mustofa.8 Sepeninggal

ayahnya, semua tanggung Jawab keluarga termasuk Bisri berada ditangan H.

Zuhdi yang merupakan kakak tirinya.

6Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h. 8.

7Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h. 9-

10.

8Mata Air Syndicate, Para Pejuang Dari Rembang (Rembang: Mata Air Press, 2006), h. 4

Page 48: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

33

Sejak ayahnya wafat, merupakan babak kehidupanbaru bagi Bisri

Mustofa. Sebelumnya ketika ayahnya masih hidup seluruhtanggung jawab dan

urusan-urusan serta keperluan keluarga menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena

itu sepeninggal H. Zainal Mustofa (bapaknya), keluarga Bisri merasakan ada

perubahan yang besar dari kehidupan sebelumnya. Sepeninggal itu, tanggung

jawab keluarga berada di tangan H. Zuhdi.9

Bisri Mustofa oleh H. Zuhdi, awalnya disekolahkan di Holland Indische

School (HIS) di Rembang. Pada waktu itu di Rembang terdapat tiga macam

sekolah, yaitu:

a. Eropese School; di mana muridnya terdiri dari anak-anak priyayi tinggi,

seperti anak-anak Bupati, asisten residen dan lain-lain.

b. HIS (Hollans Indische School); di mana muridnya terdiri dari anak-anak

pegawai negeri yang penghasilannya tetap. Uang sekolahnya sekitar Rp. 3,-

sampai Rp. 7,-

c. Sekolah Jawa (Sekolah Ongko Loro); di mana muridnya terdiri anak-anak

kampung; anak pedagang, anak tukang. Biaya sekolahnya sekitar Rp. 0,1,

sampai Rp. 1,25,-.10

Holland Indische School (HIS) adalah sekolah yang dikelola oleh

pemerintah kolonial, yakni sekolah dengan status tinggi yang mempunyai

kurikulum tujuh tahun. Bisri diterima masuk sekolah HIS, sebab ia diakui

sebagai keluarga Raden Sudjana, mantri guru HIS yang bertempat tinggal di

Sawahan Rembang Jawa Tengah dan menjadi tetangga keluarga Bisri. Akan

tetapi setelah Kyai Cholil Kasingan mengetahui bahwa Bisri sekolah di HIS,

9H. Zuhdi merupakan kakak tiri Bisri, anak dari pasangan H. Zainal Mustofa dengan Hj.

Dakilah. Dengan kata lain H. Zuhdi dengan Bisri seayah tapi beda ibu. Achmad Zainal Huda,

Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h. 9.

10Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

10-11.

Page 49: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

34

maka beliau langsung datang ke rumah H. Zuhdi di Sawahan dan memberi

nasihat untuk membatalkan dan mencabut dari pendaftaran masuk sekolah di

HIS. Hal ini dilakukan karena Kyai Cholil mempunyai alasan bahwa HIS adalah

sekolah milik penjajah Belanda yang dikhususkan bagi para anak pegawai negeri

yang berpenghasilan tetap. Sedangkan Bisri Mustofa sendiri hanya anak seorang

pedagang dan tidak boleh mengaku atau diakui sebagai keluarga orang lain hanya

untuk bisa belajar di sana. Kebencian kyai Cholil dengan penjajah Belanda

mempengaruhi dalam keputusan ini. Beliau sangat khawatir kelak Bisri Mustofa

nantinya memiliki watak seperti penjajah Belanda jika beliau masuk sekolah di

HIS. Selain itu kyai Cholil juga menganggap bahwa masuk sekolah di sekolahan

penjajah Belanda adalah haram hukumnya. Kemudian Bisri Mustofa masuk di

sekolah Ongko Loro, beliau menyelesaikan sekolah selama tiga tahun dan lulus

pada tahun 1926 M serta mendapatkan sertifikat.11

Sebelum berangkat ke sekolah ongko loro Bisri Mustofa biasanya belajar

mengaji al-Qur’an kepada kyai Cholil Sawahan. Dan setelah beliau masuk

sekolah Ongko Loro beliau tidak bisa mengaji lagi karena waktunya bersamaan.

Oleh karena itu beliau memilih mengaji kepada kakaknya yaitu H. Zuhdi. Pada

tahun 1925 Bisri Mustofa bersama-sama dengan H. Muslich (Maskub) oleh

kakaknya H. Zuhdi diantar ke Pondok Pesantren Kajen, pimpinan Kyai

Chasbullah untuk mondok bulan puasa. Akan tetapi baru tiga hari mereka

mondok, Bisri Mustofa sudah tidakbetah. Akhirnya mereka pulang ke

Rembang.12

11

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

11.

12Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

11.

Page 50: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

35

Setelah lulus sekolah di Ongko Loro pada tahun 1926 Bisri Mustofa

diperintah oleh H. Zuhdi untuk turut mengaji dan mondok pada kyai Cholil

Kasingan. Pada awalnya Bisri Mustofa tidak minat belajar di Pesantren.

Sehingga hasil yang dicapai dalam awal-awal mondok di Pesantren Kasingan

sangat tidak memuaskan. Hal tersebut disebabkan oleh:

a. Kemauan belajar di Pesantren tidak ada, karena beliau merasa pelajaran yang

di ajarkan di Pesantren sangat sulit, seperti; nahwu, s}orof dan lain-lain.

b. Bisri Mustofa menganggap kyai Cholil adalah sosok yang galak dan keras.

Sehingga beliau merasa takut apabila tidak dapat menghafal atau memahami

apa yang diajarkan pasti akan mendapat hukuman.

c. Kurang mendapat tanggapan yang baik dari teman-teman Pondok.

d. Bekal uang Rp. 1,- setiap minggunya dirasa kurang cukup.13

Setelah tidak betah maka Bisri Mustofa berhenti mondok dan selalu

main-main dengan teman-teman sekampungnya. Kemudian beliau tidak mondok

beberapa bulan, maka pada permulaan tahun 1930 Bisri Mustofa diperintahkan

untuk kembali lagi ke Kasingan untuk belajar mengaji dan mondok pada kyai

Cholil. Di Pesantren itu, Bisri Mustofa tidak langsung mengaji kepada kyai

Cholil. Akan tetapi beliau terlebih dahulu belajar mengaji kepada Suja’i. hal ini

dilakukan selain Bisri Mustofa belum siap mengaji langsung kepada kyai Cholil

juga untuk membuktikan kepada teman-temannya bahwa beliau akan mampu dan

untuk mempersiapkan diri nantinya mengaji secara langsung kepada kyai Cholil.

Bisri Mustofa tidak diajarkan kitab-kitab yang macam-macam, tetapi beliau

hanya diajarkan kitab Alfiyah Ibnu Malik. Sehingga setiap hari yang dipelajari

hanya satu kitab itu saja. Pada akhirnya Bisri Mustofa menjadi santri yang sangat

menguasai kitab tersebut. Setelah selama dua tahun beliau mempelajari kitab

13

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

12-13.

Page 51: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

36

Alfiyah maka ketika ada pengajian kitab Alfiyah oleh kyai Cholil sendiri, maka

Suja’i mengizinkan Bisri Mustofa untuk ikut serta dalam pengajian tersebut dan

diharuskan untuk duduk paling depan agar lebih paham serta dapat dengan cepat

menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan oleh kyai Cholil.14

Setiap ada

pertanyaan dari kyai Cholil, maka Bisri Mustofa lah santri pertama yang ditanya

dan dengan mudah beliau menjawab pertanyaan. Sehingga mulai saat itu teman-

teman santri mulai memperhitungkan seorang Bisri Mustofa dan selalu menjadi

tempat rujukan teman-temannya apabila mendapat kesulitan pelajaran.15

Sejak tahun 1933 Bisri Mustofa sudah dipandang sebagai santri yang

memiliki kelebihan. Sehingga teman-temannya yang lain selalu menjadikan

sebagai rujukan. Pada tahun itu pula adiknya (Misbah) dimasukkan juga di

pondok Kasingan. Sehingga biaya hidup pun menjadi bertambah. Oleh H. Zuhdi

beliau dikasih uang Rp. 1,75,- untuk biaya hidup dua orang. Karena merasa

kurang cukup maka Bisri Mustofa sambilberjualan kitab yang beliau ambil dari

toko kakaknya H. Zuhdi, keuntungan dari penjualan tersebut dijadikan tambahan

untuk biaya di pondok.16

Pada tahun 1932 Bisri Mustofa meminta restu kepada kyai Cholil untuk

pindah ke Pesantren Termas yang diasuh oleh kyai Dimyati. Pada tahun itu

kebanyakan teman-teman Bisri Mustofa melanjutkan mengaji ke Termas.

Permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh sang kyai. Bahkan kyai Cholil dengan

nada lantang dan keras melarang Bisri Mustofa untuk ke Termas. Beliau

14

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan

Doa-doa Utama yang Diajarkan, h. 169-170.

15Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

14.

16Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

14.

Page 52: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

37

mengatakan bahwa di Kasingan pun Bisri Mustofa tidak akan bisa menghabiskan

ilmu yang diajarkan. Bisri Mustofa tidak boleh ikut-ikutan dan meniru teman-

temannya yang mau mengaji ke Termas. Kyai Cholil tidak meridhoi Bisri

Mustofa untuk pergi ke Termas. Akhirnya Bisri Mustofa menuruti titah sang

kyai dengan tidak jadi pergi ke Termas. Beliau tidak berani melanggar titah kyai

Cholil. Kemudian Bisri Mustofa tetap tinggal di Kasingan.17

Pada tahun 1935 M malam Jum’at tanggal 17 Rajab 1354 H bertepatan

dengan bulan Juli 1935 M dilaksanakan akad pernikahan Bisri (baru menginjak

usia 20 tahun) ia dinikahkan dengan Ma’rufah (pada usia 10 tahun) putri dari

Kiai Cholil Kasingan.18

Dari pernikahannya dengan nyai Ma’rufah, KH. Bisri Mustofa dikaruniai

delapan orang anak, yaitu:

1. Muhammad Chalil Bisri, lahir pada tahun 1941 M.

2. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) lahir pada tahun 1943 M.

3. Muhammad Adib Bisri, lahir pada tahun 1950 M.

4. Faridah, lahir pada tahun 1952 M.

5. Najichah, lahir pada tahun 1955 M.

6. Labib, lahir tahun 1956 M dan wafat ketika berusia kurang lebih empat

tahun.

7. Nihayah, lahir tahun 1958 M dan wafat ketika lahir.

8. Atikah, lahir pada tahun 1964 M.19

17

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

14.

18Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

20.

19Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

20-21

Page 53: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

38

Pada bulan Sya’ban pada tahun perkawinan Bisri Mustofa dengan

Ma’rufah yaitu tahun 1935, kyai Cholil memerintahkan Bisri Mustofa untuk

turut khataman kitab Bukha>ri> Muslim kepadaHadratussyaikh KH. Hasyim

Asy’ari di Tebu Ireng Jombang, Jawa Timur.Pengajian mulai tanggal 21 Sya’ban

1354 H, tetapi yang dibaca kitab Muslim dan Tajrid Bukha>ri>. Pada tanggal 10

Ramadhan 1354 H. KH. HasyimAsy’ari jatuh sakit dan pengajiannya dilanjutkan

oleh KH. Ilyas untukmeneruskan pengajian kitab Muslim dan KH. Baidhowi

untuk meneruskanpengajian kitab Tajrid Bukha>ri>.20

Perjalanan keluarga Bisri kemudian mengalami berbagai dinamika dan

cobaan seiring dengan perjalanan waktu dengan kondisi zaman waktu itu. Setelah

menikah status Bisri Mustofa menjadi menantu dari kyai Cholil (pengasuh

pondok Kasingan). Sehingga beliau harus ikut membantu mengajar kitab-kitab

kepada para santri. KH. Bisri Mustofa waktu itu masih merasa bodoh ketika ia

diminta para santri untuk membacakan berbagai kitab, bahkan ada beberapa

kitab yang wujud kitabnya saja dia tidak tahu. Akhirnya KH. Bisri Mustofa

menggunakan prinsip belajar candak kulak (belajar sambil mengajar) atau lebih

tepatnya musyawarah membaca kitab di Karanggeneng bersama Kyai Kamil,

kemudian hasil musyawarah tersebut dibacakan kepada para santrinya di

Kasingan. Karena itu, jadwal mengaji di Pesantren sangat tergantung pada

jadwal di Karanggeneng. Jadi kalau di Karanggeneng libur, maka pengajian KH.

Bisri Mustofa juga ikut libur karena kehabisan bahan.21

Dengan seperti itu lama-

kelamaan KH. Bisri Mustofa merasa tidak betah dengan belajar candak kulak.

20

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

16.

21A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan

Doa-doa Utama yang Diajarkan, h. 171.

Page 54: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

39

Tidak lama kemudian KH. Bisri Mustofa pada tahun 1936 menunaikan

haji untuk yang kedua kalinya pada usia dua puluh tahun. Ia nekat berangkat ke

Makkah dengan biaya sendiri dari uang tabungan hasil menjual kitab Bijuraimi

Iqna’. Harga tiket waktu itu Rp. 185,-. Ia sangat gigih berangkat ke Makkah

untuk ibadah haji walaupun dengan bekal pas-pasan. Selama di Makkah KH.

Bisri Mustofa bertempat di rumah Syaikh Hamid Said sebagai khadam

(pembantu). Menjelang rombongan haji pulang ke tanah air, KH. Bisri Mustofa

teringat pengalamannya sebagai menantu Kiai dengan ilmu pas-pasan. KH. Bisri

Mustofa akhirnya tidak ikut pulang bersama teman-temannya, dan tiket kapalnya

yang telah dia beliuntuk pulang ke tanah air dia jual kembali. Setahun kemudian

pada musim haji berikutnya KH. Bisri Mustofa atas desakan mertuanya, yakni

KH. Cholil yang mengirim surat kepadanya dan memintanya agar kembali ke

Kasingan. Akhirnya KH. Bisri Mustofa memutuskan untuk pulang ke tanah air.22

Di Makkah, pendidikan yang dijalani KH. Bisri Mustofa bersifat non-

formal. Ia belajar dari satu guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di

antara guru-gurunya terdapat ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim

di Makkah. KH. Bisri Mustofa banyak memperdalam ilmu agama Islam berbagai

bidang mulai ilmu tafsir, hadis dan fiqh,dan sebagainya. Guru-gurunya disana

diantaranya KH. Bakir asal Yogyakarta, kepadanya KH. Bisri Mustofa belajar

kitab Lubb al-Us}u>l karya Syaikh al-Islam Abi Yahya Zarkasyi, kitab ‘Umdah al-

Abra>r karya Muhammad bin Ayyub dan kitab Tafsir al-Kasysyaf karya

Zamakhsyari, Syaikh Umar Ham dan al-Maghriby kepadanya KH. Bisri Mustofa

belajar kitab S}ah}ih Bukhari> dan S}ahih Muslim, Syaikh Ali Maliki, kepadanya

KH. Bisri Mustofa belajar kitab al-Asybah Wa al-Nadhoir, al-Suna>n al-Sittah dan

kitab al-Hajaj al-Qusyairy karya Nisabury, Sayyid Amin, kepadanya KH. Bisri

22

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan

Doa-doa Utama yang Diajarkan, h. 172.

Page 55: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

40

Mustofa belajar kitab Alfiyah Ibn Aqil karya Ibn Malik, Syaikh Hasan Masysyat

kepadanya KH. Bisri Mustofa belajar kitab Manhaj Dzawin Nadhar karya Syaikh

Mahfudz Al-Tirmasi, Sayyid Alwi al-Maliki kepadanya KH. Bisri Mustofa

belajar kitab Tafsir Jalalain, dan K.H Abdul Muhaimin kepadanya KH. Bisri

Mustofa belajar kitab Jam’u al-Jawami.23 Sepulang dari Makkah KH. Bisri

Mustofa aktif mengajarkan ilmunya di Kasingan. Pada tahun 1939 Bisri Mustofa

menjadi badal KH. Cholil sebagai guru dan sekaligus mertuanya karena

meninggal dunia.24

Setelah Jepang mendarat dan menjajah wilayah Jawa Tengah pondok

pesantren Kasingan dihancurkan, kemudian KH. Bisri Mustofa melanjutkan

estafet perjuangan gurunya dengan mendirikan sebuah pondok pesantren di Leteh

Rembang pada tahun 1950. Sebelumnya pesantren yang didirikan oleh KH. Bisri

Mustofa tersebut hanya dikenaldengan sebutan Pesantren Rembang saja.

Sebagaimana Pesantren-pesantrenlain yang ada di Jawa, misalnya Pesantren

Lirboyo, Pesantren Krapyak,Pesantren Sarang, Pesantren Tebu Ireng dan lain-

lain. Kemudian pada tahun 1955-an para santri dan pemuda meminta kepada KH.

Bisri Mustofa untuk memberikan nama pada Pesantren Rembang tersebut.

Kemudian Bisri Mustofa memberikan nama Pesantren Rembang tersebut dengan

nama Roudlatut Thalibin. akhirnya Pesantren Rembang tersebut populer dengan

nama Pesantren Roudlatut Thalibin atau dalam terjemahan bahasa Indonesia

disebut Pesantren Taman Pelajar Islam (TPI), dan berkembang pesat hingga

sekarang. KH. Bisri Mustofa memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya

yang menonjol adalah KH. Saefullah (pengasuh sebuah pesantren di Cilacap Jawa

23

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

17.

24Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

10-11.

Page 56: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

41

Tengah), KH. M. Anshari (Surabaya), KH. Wildan Abdul Hamid (pengasuh

sebuah pesantren di Kendal), KH. Basrul Khafi, KH. Jauhar, Drs. Umar Faruq

SH., Drs. Fathul Qarib (dosen IAIN Medan), H. Rayani (pengasuh pesantren al-

Falah Bogor), dan lain sebagainya.25

KH. Bisri Mustofa wafat pada hari Rabu tanggal 17 Pebruari 1977 (27

S{afar 1397 H), menjelang Asar, seminggu sebelum kampanye pemilu 1977, di

Rumah Sakit Umum dr. Karyadi Semarang karena serangan jantung, tekanan

darah tinggi dan gangguan pada paru-paru. Seminggu sebelumnya, pada tanggal

2 Februari 1977, KH. Bisri Mustofa masih menghadiri pengajian di Kragan

Rembang. Tiga hari kemudian pada tanggal 5 Februari 1977, beliau berada di

Gedung Olahraga Semarang Jawa Tengah untuk berpidato dalam rangka Harlah

PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Sehari kemudian KH. Bisri Mustofa pergi

ke Jakarta untuk mengurus keberangkatan putranya yaitu, M. Adib Bisri ke Arab

Saudi yang akan melanjutkan studi ke Riyad}. Selain itu beliau juga

menyelesaikan beberapa urusan dengan Majelis Syuro PPP. Sepulangnya dari

Jakarta, pada tanggal 10 Februari beliau langsung pergi ke Purwodadi, Grobogan.

Dalam kondisi sakit beliau tetap memaksakan diri untuk mengajar di Pesantren.

Sehabis mengajar santri-santrinya, yaitu pada tanggal 11 Februari KH. Bisri

Mustofa pergi ke Jombang untuk suatu urusan dengan Rais ‘Am PBNU KH. M.

Bisri Syansuri.26

Selepas shalat Isya’ jenazah dibawa ke Rembang diantar oleh

Gubernur Jawa Tengah Supardjo Rustam serta tokoh-tokoh Jawa Tengah

lainnya.

25

A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan

Doa-doa Utama yang Diajarkan, h. 174.

26Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

56.

Page 57: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

42

2. Pergerakan dan Perjuangan KH. Bisri Mustofa

KH. Bisri hidup dalam tiga zaman, yaitu zaman penjajahan, zaman

pemerintahan Soekarno dan masa Orde Baru.Perjuangan KH. Bisri Mustofa

dalam masa penjajahan dimulai pada bulan Oktober 1941 ketika dia dikaruniai

anak pertama yang diberi nama Cholil. Bertepatan pada tahun ini pula tepatnya

pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang memutuskan perang melawan sekutu.

Pada bulan Maret 1942 Jepang mendarat di Jawa. Kemudian pada tanggal 8

Maret 1942 Belanda sebagai antek sekutu menyatakan takluk dan menyerah

kepada tentara Jepang, Dai Nippon (Jepang Raya).27

Jauh sebelum Dai Nippon

mengumumkan perang melawan sekutu, Belanda telah sibuk melawan perangkap

maut dimana-mana dan membuat bunker perlindungan, serta pengawasan

diperketat. Jembatan yang akan dilalui Dai Nippon dihancurkan. Namun

kebahagian rakyat Indonesia menyambut kedatangan Jepang akhirnya pudar

karena Jepang juga berubah menjadi kolonialisme baru, karena biaya perang yang

begitu tinggi, Jepang juga menguras darah rakyat Indonesia sekaligus

menjadikannya tentara di tanah jajahannya sendiri.

Dunia pesantren gempar karena para santri takut dimintai milisi suka rela

memperkuat barisan Belanda untuk menghadapi Jepang. Pesantren-pesantren

menjadi lengang karena para santri banyak yang pulang ke kampung halamannya

masing-masing, tak terkecuali Pesantren Kasingan. Padahal NU telah

mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal Batavia agar para santri

tidak dikenakan wajib militer. Permintaan tersebut dikabulkan, tetapi berita

tersebut tidak sampai ke Pesantren di Rembang. Pondok Pesanten sudah terlanjur

sepi ditinggalkan para santri. Sehingga pondok Kasingan menjadi bubar, para

santri semuanya pulang. Para kiyai mempersilahkan para santri untuk pulang ke

27

M.C, Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, h. 178.

Page 58: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

43

rumah masing-masing jika tidak tabah dan kuat menghadapi semua musibah

tersebut. Waktu itu tersiar kabar jika terjadi perang dan Jepang mendarat, maka

kereta api, bus dan kendaraan umum lainnya tidak akan beroperasi, pos surat

maupun pos wesel akan menjadi putus.

Situasi yang mencekam itu menyebabkan KH. Bisri Mustofa dan

keluarganya meninggalkan kota Rembang dan mengungsi ke Sedan sebelum

Jepang mendarat, setelah itu saudara-saudara KH. Bisri Mustofa seperti H. Zuhdi

sekeluarga, Nasukha sekeluarga, H. Mukhtar sekeluarga menyusul ke Sedan

untuk mengungsi juga. Hal ini dilakukan karena menurut beliau akan terjadi

pertempuran di pantai kota Rembang sehingga hal tersebut harus dihindari. Akan

tetapi kenyataan membuktikan lain, sebab selain di tempat-tempat sekitar pantai,

Jepang juga mendarat di Kragan. Dari Kragan kemudian di desa karangasem,

Jepang terus mendarat di Sedan yaitu tempat pengungsian keluarga KH. Bisri

Mustofa. Betapa khawatir dan takutnya KH. Bisri Mustofa dan keluarga

mendengar bahwa tentara Jepang berada di Sedan.28

Rakyat sanagt ketakutan dan berada dalam keadaan sangat menderita.

Jepang bertindak seenaknya sendiri memperlakukan orang. Bila ada wanita

cantik dikejar dan entah dibawa ke mana. Sehingga banyak wanita yang

mencoreng muka dengan arang agar tidak kelihatan wajah aslinya. Jepang

menyuruh warga untuk memanjat pohon kelapa, jika mereka haus. Karena

mereka sangat suka dengan air kelapa muda. Jika ada yang menolak perintah dari

tentara Jepang, maka akan dihajar dan dipukuli. Tidak lama kemudian Belanda

menyatakan takluk kepada Jepang, maka kehidupan mulai kembali normal. Sikap

dan tanggapan rakyat terutama ulama’ terhadap Jepang sangat beragam. Ada

yang memuji-muji Jepang, bersikap masa bodoh dan sedikit yang berpandangan

28

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

25-26.

Page 59: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

44

bahwa Jepang dan Belanda adalah sama keduanya. Rakyat terkena propaganda

Jepang yang berjanji akan memerdekakan bangsa Indonesia. Propaganda itu

disiarkan terus lewat radio-radio Jepang yang selalu mendengungkan lagu

Indonesia Raya. Sehingga pendaratan Jepang ke Indonesia menjadi lancar.

Setelah Jepang memulai memerintah di Jawa, sikap yang diterapkan

adalah sikap keras, kasar dan tidak manusiawi. Kekejaman yang dilakukan

Jepang sama seperti kolonialisme Belanda, bahkan rakyat semakin menderita.

Setelah berlangsung tidak begitu lama ketakutan semakin sedikit mereda.

Sekolah-sekolah mulai dibuka, kantor dan jawatan mulai bekerja seperti sedia

kala. Namun kehidupan politik ditekan. Kehidupan politik pada zaman Jepang

dimatikan sama sekali. Partai politik dilarang hidup. NU dan Muhammadiyah

pun dilarang hidup. Pada saat itulah garis perjuangan dan pergerakan terhadap

Jepang terbelah menjadi dua, yaitu bersikap kooperatif dan non kooperatif. Sikap

kooperatif adalah sikap moderat yang mau bekerja sama dengan Jepang,

Sedangkan sikap non kooperatif adalah sikap radikal yang tidak mau bekerja

sama dengan Jepang.29

Sebelum Jepang datang di Indonesia, umat Islam telah mendirikan

Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada bulan September 1937 yang terdiri

dari unsur NU, Muhammadiyah, PSII, al-Irsyad dan semua organisasi Islam

waktu itu. Waktu itu MIAI dipimpin oleh W. Wondo Amiseno yang duduk

sebagai sekjen MIAI dibantu oleh Ir. Sofwan. Akan tetapi setelah Jepang datang

MIAI dibubarkan pada bulan Oktober 1943. Sebagai gantinya Jepang membentuk

organisasi baru yang diberi nama MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin

Indonesia) yang mempunyai cabang-cabang disetiap karesidenan30

di Jawa.

29

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

27-28.

30Kata Karesidenan berasal dari bahasa Belanda Residentie. Karesidenan adalah sebuah

pembagian administratif dalam sebuah provinsi di Hindia Belanda (Indonesia) hingga tahun

Page 60: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

45

Masyumi diketuai oleh KH Hasyim Asy’ari dari Jombang dan sebagai wakilnya

adalah Ki Bagus Hadikusumo. Waktu itu semua umat Islam dianggap sebagai

warga Masyumi.

Pada tahun 1943, Jepang mengadakan latihan alim ulama di Jakarta

selama satu bulan. Angkatan pertama dari daerah Pati Jawa Tengah diwakili oleh

KH. ‘Abdul Jalil Kudus. Sedangkan angkatan kedua diwakili oleh KH. Bisri

Mustofa Rembang. Dalam pelatihan inilah untuk pertama kalinya KH. Bisri

Mustofa berkenalan dengan salah seorang peserta pelatihan yang bernama KH.

Abdul Wahid Hasyim. Keduanya sama-sama mengikuti pelatihan tersebut dan

kemudian pada periode-periode selanjutnya menjadi sahabat seperjuangan di

partai NU. Guru-guru yang mengajar di pelatihan itu selain orang-orang Jepang

adalah KH Wahab Hasbullah, H. Agus Salim dan KH. Mas Mansur. Tidak

diketahui secara persis apa dan maksud tujuan dari pelatihan ini. Para peserta

diberi pelajaran praktis tentang pertanian, perdagangan dan lain-lain, juga ada

kunjungan ke sekolah, perpustakaan, pabrik dan pasar. Sebagai alumnus

pelatihan alim ulama’, KH. Bisri Mustofa ditugaskan menjadi ketua Masyumi

daerah kabupaten Rembang dan wakilnya adalah KH. Mundhir. Pembentukan

Masyumi di daerah ini dijadikan sebagai alat penyambung lidah antara

pemerintah Jepang dengan umat Islam.31

1150-an. Sebuah karesidenan terdiri atas beberapa afdeeling (kabupaten). Struktur birokrasi

dalam karesidenan dikepalai oleh residen, dan diatasnya adalah gubernur jenderal, yang

memerintah atas nama raja atau ratu Belanda. Tidak semua provinsi di Indonesia pernah ada

karesidenan, hanya di beberapa provinsi yang memiliki banyak penduduk, seperti pulau Jawa,

Sumatera, Kalimantan, Bali, Lombok, dan Sulawesi. Beberapa contoh karesidenan yang pernah

ada adalah karesidenan Aceh (Atjeh en Onderhoorigheden), Karesidenan Sulawesi Selatan

(Celebes en Onderhoorigheden), dan lain sebagainya. Lihat ‚Karesidenan‛, Wikipedia

Ensiklopedia Bebas. http://id.m.wikipedia.org/wiki/karesidenan (05 Desember 2016).

31Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

29.

Page 61: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

46

Tidak lama Masyumi berdiri, Jepang membentuk sebuah lembaga yang

pada masa Belanda tidak ada yaitu Lembagakeagamaan atau Kantor Urusan

Agama (dalam bahasa Jepang disebut Shumubu). Jawatan ini kantornya hanya di

pusat dan di daerah karesidenan. Di tingkat pusat dinamakan Shumubu,

sedangkan di tingkat karesidenan dinamakan Shumuka. Di tingkat pusat telah

diangkat Shumubutjo (ketua Shumubu) yaitu KH Hasyim Asy’ari yang dibantu

oleh KH Abdul Wahid Hasyim, KH Dahlan, yang masing-masing dengan pangkat

Tiho Itto Sjoki Shumubu. Di daerah karisidenan Pati, diangkat sebagai

Shumkatjo (ketua Shumuka) yaitu KH Abdul Manan dan dibantu oleh KH. Bisri

Mustofa Rembang dan K. Machmudi Pati, Masing-masing Tiho Itto Sjoki

Shumuka. Akan tetapi jawatan agama seperti jawatan-jawatan lainnya juga

diawasi oleh orang-orang Jepang yang disebut Sidoin. Di Pati Shumuka

didampingi oleh Otokawa.

Sebagai Shumuka KH. Bisri Mustofa melakukan pidato keliling ke

pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan untuk membangkitkan semangat kerja

para pegawai dan pekerja. Hal tersebut dilakukan agar semangat tersebut tetap

terjaga sampai waktunya nanti bangsa Indonesia akan merdeka sesuai janji

Jepang. KH. Bisri Mustofa berpidato di Cepu, Ngelobo (daerah Cepu),

Randublatung dan seluruh karesidenan Pati yang terdiri dari lima kabupaten dan

22 kawedanan.

Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada

Sekutu setelah kota Nagasaki dan Hirosima di bom. Pada tanggal 15 Agustus

1945 pagi, Soekarno dan Moh. Hatta tidak dapat dipertemukan di Jakarta.

Kemudian malam harinya mereka diculik oleh para pemuda Indonesia ke

Garnisum PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah

Utara dari jalan raya menuju Cirebon. Keduanya dipaksa untuk menyatakan

Page 62: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

47

proklamasi kemerdekaan RI secepatnya. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945

pagi, Soekarno dan Moh. Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan RI atas

nama bangsa Indonesia.32

Setelah Indonesia merdeka, tentara Sekutu ingin merebut kembali

Indonesia dari tangan Jepang, dengan dalil karena Jepang telah dikalahkannya. Di

mana-mana terjadi pergolakan. Belanda menduduki Semarang, Inggris mendarat

di Surabaya. Pada saat pergolakan semakin menghebat, pemerintah Indonesia

menghimpun kekuatan pemuda untuk bergabung dalam BKR (Barisan

Kemerdekaan Republik), yang merupakan cikal-bakal lahirnya TNI (Tentara

Nasional Indonesia). Organisasi-organisasi pergerakan juga bergerak kembali,

seperti Masyumi, PNI, PKI, dan lain-lain. Masyumi sendiri kemudian

membentuk Hizbulla>h, Sabi>lilla>h, GPII, GPII Putri, STII dan SDII.

Di tengah situasi pergolakan semacam itu, KH. Bisri Mustofa meminta

keluar dari jabatan sebagai pegawai kantor urusan agama (Shumuka) pati. Beliau

kemudian memilih ikut berjuang bersama-sama tentara Hizbulla>h dengan

menjadi ketua Masyumi cabang rembang, dibantu oleh S. Chaidar sebagai wakil

ketua, dan E. Abdul Karim sebagai sekretaris. Sejak itulah keluarga KH. Bisri

Mustofa semakin melarat dan menderita. Kehidupan seharihari, seperti makan-

minum terpaksa menumpang bersama-sama tentara Hizbulla>h. Hal tersebut

dilakukan karena KH. Bisri Mustofa tidak bekerja lagi, kecuali hanya berjuang

bersama-sama pemuda-pemuda lainnya, seperti yang tergabung dalam tentara

Hizbulla>h.33

32

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

31-32.

33Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

32.

Page 63: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

48

Oleh sesama teman tentara Hizbulla>h, terutama anjuran dari Abdul

Wahhab. KH. Bisri Mustofa disarankan untuk istirahat dan berobat. KH. Bisri

Mustofa sakit mata dan memerlukan kornea untuk dicangkokkan. Dengan bekal

pemberian dari Abdul Wahhab yang telah menyanggupi biayanya, maka KH.

Bisri Mustofa, kedua anaknya yaitu Cholil dan Mustofa, sebagai kandar sebagai

pembantu, pergi ke Yogyakarta untuk berobat kepada dr. Yap, dokter spesialis

mata. Setelah berobat ke Yogyakarta tersebut. Mata KH. Bisri Mustofa belum

dapat disembuhkan. Sehingga mereka sekeluarga kembali pulang ke Rembang.

Pada zaman pemerintahan Soekarno, KH. Bisri duduk sebagai anggota

konstituane, anggota MPRS dan Pembantu Menteri Penghubung Ulama. Sebagai

anggota MPRS, ia ikut terlibat dalam pengangkatan Letjen Soeharto sebagai

Presiden, menggantikan Soekarno dan memimpin do’a waktu pelantikan.

Sedangkan pada masa Orde Baru,KH. Bisri pernah menjadi anggota DPRD I

Jawa Tengah hasil Pemilu 1971 dari Fraksi NU dan anggota MPR dari Utusan

Daerah Golongan Ulama. Pada tahun 1977, ketika pemerintah menerapkan

aturan penggabungan dari partai-partai yang ada, partai NU juga dituntut untuk

bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), KH. Bisri Mustofa pun

ikut bergabung dan memprjuangkan partai tersebut dan ia diangkat menjadi

anggota Majelis Syura PPP Pusat. Secara bersamaan, ia juga duduk sebagai

Syuriyah NU wilayah Jawa Tengah. Pada pemilu tahun 1977 dia masuk kedalam

daftar calon legislatif (caleg) dari PPP untuk wilayah pemilihan Jawa Tengah.

Akan Tetapi ketika masa kampanye hampir tiba, tepatnya 17 Februari 1977 KH.

Bisri Mustofa meninggal dunia.34

34

Saifullah Maksum, Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, h. 332-333.

Page 64: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

49

3. Corak Pemikiran KH. Bisri Mustofa

Kehidupan KH. Bisri Mustofa banyak dihabiskan dilingkungan pesantren,

sehingga kepribadian dan pemikirannya banyak di pengaruhi oleh pesantren yang

menjadi lingkungannya tersebut.

Keterpengaruhan KH. Bisri Mustofa dengan keagamaan tradisional yang

ada pada dirinya memang tidak dapat dilepaskan dari corak pemikirannya.

Meskipun ia seorang yang berlatar belakang salafiyyah, namun ia terkenal

sebagai seorang yang moderat. Sifat moderat tersebut yang diambil dengan

menggunakan pendekatan usul fiqh yang mengedepankan kemaslahatan dan

kebaikan umat Islam yang disesuaikan dengan situasi kondisi zaman serta

masyarakatnya. Pemikiran KH. Bisri Mustofa bisa disebut kontekstual, pada

bidang fiqih, dibuktikan mengenai masalah (KB) tahun 1968. Pada waktu itu

sebagian ulama NU belum menerima KB, namun beliau sudah menerima KB

dengan melontarkan beberapa ide-idenya. Bahkan, ia menyusun buku yang

berjudul Islam dan Keluarga Berencana, yang diterbitkan oleh BKKBN Jawa

Tengah tahun 1970.35

Bukti selain itu pandangan KH. Bisri Mustofa terhadap

drumband. Pada tahun 1965 situasi politik nasional sedang kacau balau karena

terjadinya pemberontakan G.30S PKI maka di daerah-daerah terjadi gerakan

melawan PKI. Dalam perjuangan melawan PKI banyak santri yang menabuh

drumband karena untuk semangat dan solidaritas. Kebanyakan waktu itu ulama

yang menyatakan bahwa drumband itu bid’ah, namun KH. Bisri Mustofa

membolehkan karena untuk mengingat darah juang dan semangat seseorang

untuk berjuang pada waktu itu, selain itu juga untuk menakut-nakuti lawan

(PKI).36

35

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

61.

36Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

62.

Page 65: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

50

Selain pemikirannya yang moderat, KH. Bisri Mustofa adalah seorang

ulama yang sunni yang gigih memperjuangkan konsep Ahlu al-Sunnah wa al-

Jama’ah dalam setiap aspek kehidupan manusia. Sikap yang diambil dengan

menggunakan pendekatan usul fiqh yang mengedepankan kemaslahatan dan

kebaikan umat Islam yang disuaikan dengan kebutuhan zaman dan

masyarakatnya. Terobosan-terobosan pemikiran KH. Bisri Mustofa antara lain

adalah obsesinya ingin menjadikan konsep amar ma’ruf nahi munkar

(memerintahkan yang baik dan melarang perbuatan keji) sejajar dengan rukun-

rukun Islam lainnya. Ia pernah mengatakan seandainya boleh menambahkan

rukun Islam yang ada lima itu, maka ia akan menambahkan rukun Islam yang

keenam yaitu amar ma’ruf nahi munkar, konsep tersebut dimaksud menambah

semangat solidaritas dan kepedulian sosial. Jika umat Islam memiliki semangat

ini maka sendirinya akan menjalankan amar ma’ruf nahi munkar secara benar,

bagi sendiri maupun orang lain. Pemikiran tersebut yang menjadikan obsesi

terbesar sebagai pegangan setiap lingkup tindakannya37

Berdasarkan hal-hal di atas, bisa dikatakan bahwa corak pemikiran KH.

Bisri Mustofa dalam hal perbuatan manusia lebih condong pada Qadariyah.

Beliau tidak hanya menyerahkan sepenuhnya pada kehendak dan kekuasaan

mutlak Tuhan, melainkan ada unsur usaha manusia. Meskipun basis keilmuan

beliau berasal dari pesantren akan tetapi corak pemikiran beliau sangat

kontekstual dan sangat luas melihat situasi dan kondisi disekitarnya.

4. Karya-karya KH. Bisri Mustofa

Hasil karya KH. Bisri Mustofa umumnya mengenai masalah keagamaan

yang meliputi berbagai bidang di antaranya; Ilmu Tafsir dan Tafsir, Ilmu Hadis

dan Hadis, Ilmu Nahwu, Ilmu S{araf, Syari’ah atau Fiqih, Tasawuf/Akhlak,

37

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

63.

Page 66: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

51

Aqidah, Ilmu Mantiq/Logika dan lain sebagainya. Kesemuanya itu berjumlah

kurang lebih 176 judul.38

Diantara karya KH. Bisri Mustofa ada yang hasil

pemikirannya sendiri dan ada pula terjemahan dari kitab-kitab yang berbahasa

arab. Bahasa yang dipakai bervariasi, ada yang berbahasa Jawa bertuliskan Arab

Pegon, ada berbahasa Indonesia bertuliskan Arab Pegon, ada berbahasa Indonesia

bertuliskan huruf Latin dan ada juga yang menggunakan bahasa Arab. Berikut

sebagian karya-karya beliau;

a. Bidang al-Qur’an

1. Tafsir al-Ibri>z Li Ma‘rifati> Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z Bi al-Lugati al-

Jawiyyah (3 Jilid, Menara Kudus, 1960).

2. Al-Iklil fi Tarjamati Ilmi al-Tafsir (1950 M)

3. Tafsi>r Ya>si>n (1970 M)

4. Al-Iksi>r (sebuah pengantar ilmu tafsir, 1970 M)

b. Bidang Hadis

1. Tarjamah Manzumah al-Baiquni (terjemah sekaligus syarah dari kitab

naz}am Manz}u>mah al-Baiqu>niyah, 1379 H/1960 M).

2. Al-Azwadu al-Mustafayah Fi> Tarjamah al-Arba’in an-Nawawiyyah

(terjemah kitab hadis arba’in Nawawi)

c. Bidang Teologi (Aqidah)

1. Nazam as-Sullam al-Munawaraq Fi al-Mantiq (kitab ini merupakan

terjemahan sekaligus syarah dari kitab al-Sullam al-Munawwaraq

karya Abdurrahman al-Munawwaraq al-Akhdari, 1962)

2. Sullamul Afham (terjemah Aqidah al-Awam karya Syaikh Ahmad al-

Marzuki, 1966)

38

Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, h.

43.

Page 67: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

52

3. Durar al-Bayan fi Tarjamati Sya’bi al-Imam (terjemah karya Syaikh

Zainuddin)

4. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah (1966).

d. Bidang Fiqih

1. Sullamul Afham Tarjamah Bulu>g}ul Mara>m

2. Tarjamah Nazam al-Faraidul Bahiyah Fi> al-Qawaidi al-Fiqhiyyah

3. Tuntunan Ringkas Manasik Haji (terjemahan al-Faraid al-Bahiyah

karya Sayid Abi Bakar al-Ahdaki)

4. Safinatu as}-S{ala>h

5. Cara-caranipun Ziarah lan Sintenke Mawon Walisongo Punika (buku

saku yang menjelaskan tentang do’a-do’a dan adab ketika berziarah

ke makam wali songo).

e. Bidang Bahasa Arab

1. Kitab Al-Usyuty, terjemahan kitab al-Imriti

2. Ausatul Masa>lik terjemah kitab Alfiyah Ibnu Malik

3. al-Nibra>syiyah tejemah al-Juru>miyyah

f. Bidang Akhlaq dan Syair-syair

1. Syi’ir Ngudi susilo

2. Syair-syair Rajabiyah

3. Terjemah Muniyatu az-Zaman

4. Dan lain sebagainya.

Karya-karya KH. Bisri Mustofa sebagai mana di atas, pada umumnya

ditujukan pada dua kelompok sasaran. Pertama: kelompok santri yang sedang

belajar di Pesantren. Biasanya karya-karyanya berupa ilmu Nahwu, ilmu S{araf,

ilmu Mantiq dan ilmu Balag}ah. Kedua; kelompok masyarakat umum di pedesaan

Page 68: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

53

yang giat dalam pengajian di masjid atau mushollah, dalam hal ini karya-

karyanya lebih banyak berupa ilmu-ilmu praktis yang berkaitan dengan ibadah.

Diluar kitab-kitab dan buku-buku tersebut, masih banyak karya-karya lain

yang berhasil ditulisnya. Dalam menulis, KH. Bisri Mustofa mempunyai

‚falsafah‛ yang menarik. Yakni ketika membuat sebuah karya tulis KH. Bisri

Mustofa niati dengan nyambut gawe (bekerja) untuk menafkahi keluarganya.

Ketika karya tersebut sudah selesai dan diserahkan ke penerbit, maka baru

diniatkan dengan yang mulia-mulia, seperti niatan Lillahi Ta’ala, menyebarkan

ilmu dan sebagainya.39

B. Kitab al-Ibri>z Li Ma‘rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z

1. Latar Belakang Penulisan Kitab al-Ibri>z

Mengenai latar belakang penulisan kitab al-Ibri>z KH. Bisri Mustofa

menjelaskannya pada muqaddimah kitabnya, sebagaimana berikut:

‚al-Qur’an al-Kari>m sampun katah dipun tarjemah daning poro ahli tarjemah: wonten ingkang mawi boso Walandi, Inggeris, Jirman, Indonesia lan sanes-sanesipun, malah ingkang mawi tembung daerah Jawi, Sundo, lan sak panunggalipun ugi sampun katah. Kanti tarjemah-tarjemah wau, umat Islam saking sedoyo bongso lan suku-suku lajeng katah ingkang saget mangertosi makna lan tegesipun. Kanggo nambah khidmah lan usaha ingkang sae lan muliyo puniko, dumateng ngersanipun poro mitero muslimin ingkang mangertos tembung daerah Jawi, kulo segahaken tarjemah tafsir al-Qur’an al-‘Azi>z mawi coro ingkang persojo, enteng serto gampil pahamenipun.

40

39

Ahmad Mustofa Bisri, ‚Pengantar‛ dalam Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren:

Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa…, h. xxi-xxii.

40Artinya: al-Qur’an al-Kari>m telah banyak diterjemahkan oleh para ahli terjemah, ada

yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Indonesia, dan lain-lainnya.

Bahkan yang telah diterjemahkan kedalam bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, dan lainnya juga

sudah ada. Dengan adanya terjemah-terjemah tadi, umat Islam dari bangsa manapun atau suku

manapun kini dapat memahami makna-maknanya. Dan untuk menambah khidmah dan usaha

yang baik serta mulia, kepada yang terhormat kaum muslimin yang mengerti bahasa jawa, saya

suguhkan terjemah tafsir al-Qur’an al-‘Azi>z yang disusun dengan bahasa yang sederhana. Ringan,

serta mudah untuk dipahami. KH. Bisri Mustofa, al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z,

(Kudus: Menara Kudus, t.th), h. 1.

Page 69: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

54

Dari penjelasan KH. Bisri Mustofa tersebut dapat dipahami bahwa latar

belakang penulisan kitab al-Ibri>z adalah untuk menambah khidmah dan usaha

yang baik serta mulia kepada kaum muslimin dalam memahami makna-makna al-

Qur’an khususnya masyarakat Jawa, yang kurang atau tidak paham dengan

bahasa Arab. Dalam pandangan KH. Bisri Mustofa al-Qur’an adalah kitab suci

yang mulia.Ia diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai petunjuk sekaligus

mukjizat kenabian. Sehingga karena kemuliaannya itu, KH. Bisri Mustofa

mempercayai bahwa barang siapa yang membaca al-Qur’an meskipun dia belum

memahami makna dari yang dia baca tersebut, dia sudah mendapatkan pahala.

Namun, pemahaman kepada kitab suci al-Qur’an merupakan suatu kewajiban.

Sebab tanpa pemahaman kepada al-Qur’an umat tidak akan mampu berdialog

dan mengambil petunjuk yang ada di dalam al-Qur’an.

Kondisi sosial keagamaan pada saat itu memang menunjukkan bahwa

umat Islam, khususnya di Jawa masih kesulitan dalam memahami makna-makna

dari al-Qur’an. Maka dari itu, KH>. Bisri Mustofa kemudian mencoba untuk

memberikan solusi dari permasalahan tersebut dengan menulis kitab yang

menguraikan dari makna-makna al-Qur’an berdasarkan bahasa yang digunakan

oleh masyarakat, agar lebih mudah dipahami serta menyatu dengan pembacanya.

Keberadaan kitab al-Ibri>z sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari pengajian

tafsir yang diselenggarakan setiap hari Selasa dan Jum’at. Dan dari pengajian

itulah kemudian muncul inspirasi KH. Bisri Mustofa untuk menulis kitab al-

Ibri>z. Sebagaimana diceritakan oleh KH. Cholil Bisri:

‚Kegiatan menulis yang dilakukan oleh Bisri Mustofa, daiwali dengan memberi makna kitab kuning yang sering dikaji dalam pesantren. Dan karena dorongan teman-teman Bisri Mustofa kemudian, dijadikan dalam sebuah buku dan disebarkan di pesantren-pesantren. Khusus ketika Bisri Mustofa menulis kitab al-Ibri>z, Bisri selalu dalam keadaan suci, tidak berhadas dan disertai puasa sunah senin kamis. Bisri menulis sekitar empat

Page 70: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

55

tahun. Dan setiap selesai menulis satu juz, maka Bisri mengajak para santri-santrinya untuk berziarah ke makam wali sembilan.‛

41

Sebelum kitab al-Ibri>z dicetak dan disebarkan, kitab ini terlebih dahulu

ditashih. Di antara pentashih kitab al-Ibri>z adalah KH. Arwani Amin, KH. Abu

Umar, KH. Hisyam, dan KH. Sya’rani Ahmad.42

Kitab al-Ibri>z saat ini masih sangat populer dan sering dijadikan sebagai

rujukan dalam kajian tafsir, terutama di pesantren-pesantren di pulau Jawa.Di

antaranya pondok pesantren Roudlotut Tholibin Rembang setiap hari Jum’at

yang diasuh oleh KH. Mustofa Bisri, pondok pesantren Al-Furqon Sanden Bantul

Yogyakarta, pondok pesantren Al- Jihad Surabaya, dan sebagainya.

2. Sistematika Kitab al-Ibri>z

Sistematika yang digunakan dalam kitab al-Ibri>z adalah sistematika

mush}afi yang digunakan umumnya mufassir. Hal ini dapat dijumpai dalam

muqaddimah tafsirnya yang secara tegas dan jelas memaparkan sistematika

penulisan tafsirnya yaitu:

Bentuk utawi wangunipun dipun atur kadhos ing ngandap iki:

1. Dipun serat ing tengah mawi makna gandul 2. Tarjamahipun tafsir kaserat ing pinggir kanthi tandha nomor, nomoripun

ayat dhumawah ing akhiripun. Nomor tarjamah ing awalipun. 3. Katerangan-katerangan sanes mawi tandha tanbihun, fa’idah,muhimmah,

qis}s}ah lan sak panunggalipun.

Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, pertama-tama KH. Bisri Mustofa

menulis redaksi ayat secara sempurna terlebih dahulu, kemudian diterjemahkan

kata demi kata ke dalam bahasa Jawa dengan tulisan huruf Arab pegon atau huruf

Arab bahasa Jawa secara miring bersusun ke bawah lengkap dengan rujukan

(damir) nya, bentuk seperti ini lebih dikenal dengan tulisan bermakna gandul.

41

Iing Misbahuddin, Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z Karya KH. Bisri

Mustofa: Studi Metodologi dan Pemikiran, Tesis (Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana IAIN Sunan

Kalijaga, 1989), h. 97-98.

42KH. Bisri Mustofa, al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z, h. 1

Page 71: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

56

Pemakaian sistematika seperti inilah yang umumnya banyak digunakan di

kalangan pondok pesantren tradisional di Indonesia. Selanjutnya pada bagian

bawah kolom atau kanan kiri diberikan keterangan dan penjelasan secara luas dan

kadang-kadang juga diberikan contoh kisah yang ada kaitannya dengan pokok

pembahasan serta persoalan-persoalan yang ada di kalangan muslim pada saat itu

serta mencantumkan kesimpulan meskipun tidak seluruhnya. Untuk meyakinkan

kepada pembaca KH. Bisri Mustofa memberi tanda dengan kata tanbi>hun,

muhimmah, fa>’idah ,qis}s}}ah, dan lain sebagainya serta keterangan gambar yang

terdapat dalam surat Ya>si>n. Nomor ayat ditulis pada akhir, sedang nomor

terjemah ditulis pada awal syarah yang disertai dengan keterangan dan

penjelasan ayat.

3. Metode dan Corak Tafsir al-Ibri>z

Dalam karyanya al-Bida>yah fî al-Tafsi>r al-Maud}u‘i: Dira>sah Manha>jiyah

Maud}u‘iyah, al-Farmawi menetapkan metode penafsiran al-Qur’an menjadi

empat bagian, yaitu tah}lili, ijmali, muqaran, dan maudu‘i.43

Jika melihat klasifikasi metode penafsiran oleh al-Farmawi, al-Ibri>z dapat

digolongkan pada jenis yang pertama, yaitu ijmali. Melihat al-Ibri>z ditulis untuk

menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan uraian singkat dan bahasa yang

mudah sehingga dapat dipahami oleh semua orang, baik yang berpengetahuan

43

Metode Tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat dengan memaparkan seluruh aspek yang

terkandung didalamnya, seperti makna mufradat (arti kata), munasabat ayat (hubungan antar

ayat), asbab an-Nuzul (latar belakang turunnya ayat). Disamping itu dipaparkan pula berbagai

pendapat yang berkaitan dengan penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut, seperti pendapat Nabi,

sahabat, tabi’in maupun para mufassir terdahulu. Disamping itu juga metode Ijmali yaitu

menafsirkan ayat-ayat secara garis besarnya saja. Metode Muqarran adalah membandingkan

penafsiran sejumlah mufassir untuk diketahui kecenderungan dan karakteristik penafsiran

mereka. Metode Maudhu’i adalah membahas ayat-ayat sesuai dengan tema yang telah ditentukan.

Lihat Abdullah al-Hai al-Farmawi> al-Bida>yah fî al-Tafsi>r al-Maud}u‘i: Dira>sah Manha>jiyah

Maud}u‘iyahterj. Sujan A. Jamrah, Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar (Jakarta: Grafindo

Persada, 1994), h. 11-31

Page 72: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

57

luas sampai yang berpengetahuan sekedarnya. Dalam kitabnya KH. Bisri

Mustofa seringkali menggabungkan beberapa ayat sekaligus dalam satu kali

penafsiran, namun dalam ayat lain kadang dia tafsirkan secara tersendiri.

pendekatan atau corak tafsir al-Ibri>z tidak memiliki kecenderungan

dominan pada satu corak tertentu. al-Ibri>z cenderung bercorak kombinasi antara

fiqih, sosial-kemasyarakatan dan tasawuf. Dalam arti, penafsir akan memberikan

tekanan khusus pada ayat-ayat tertentu yang bernuansa hukum, tasawuf atau

sosial kemasyarakatan. Corak kombinasi antara fiqih, sosial-kemasyarakatan dan

tasawuf ini harus diletakkan dalam artian yang sangat sederhana. Sebab jika

dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir yang bercorak tertentu sangat kuat seperti

misalnya tafsir Ah}kam al-Qur’an karya al-Jas}s}as} yang bercorak fiqhi, maka tafsir

al-Ibri>z jauh berada di bawahnya.44

Contoh penafsiran KH. Bisri Mustofa yang bercorak sosial

kemasyarakatan adalah, ketika menafsirkan ayat pertama dari surat al-Baqarah,

yang merupakan rangkaian dari huruf-huruf muqat}a‘ah. KH. Bisri Mustofa

menafsirkannya sebagai berikut.

‚...sak weneh ulama meneh ana kang duwe penemuan alif-lam-mim iku minangka kanggo wiwitan dawuh. Saperlu mundut perhatiane menungsa. Umpamane mangkene: nalika arep di anane rapat nalika wong-wong wis pada hadir kabeh biasane pada omong-omongan dewe-dewe. Yen pimpinan rapat ujug-ujug banjur pidato, mesti ora ulih perhatian saka hadirin. Nanging, sak durunge pimpinan rapat miwiti gunemane nuli ndodok mejane dingin: duk, duk, duk iku biasane hadirin banjur nggatekaken. Sak bakdane hadirin nggatekaken lagi ketua rapat miwiti pidatone. Semana uga alif-lam-mim, nalika wong-wong lagi pada ketungkul dumadakan kerungu suara kang ora dingerteni, tegese (alif-lam-mim) nuli pada madep nggatekaken, sak wise lagi di dawuhi: zalika al kita>b ila> akhi>r.‛

45

44

Abu Rokhmad, Heurmeneutika Tafsir Al-Ibriz: Studi Pemikiran KH. Bisri Mustofa

Dalam Tafsir al-Ibri>z (Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo, 2004), h. 88

45Artinya: ada beberapa ulama yang memiliki pemahaman bahwa alif-lam-lim itu adalah

tanda atau isyarat akan datangnya wahyu. Untuk menarik perhatiannya masyarakat. Misalnya:

ketika akan diadakan rapat, dan orang-orang yang akan mengikuti rapat telah ahdir semua,

biasanya mereka sibuk bicara sendiri-sendiri. Jika pimpinan rapat tiba-tiba memulai pidatonya

maka pasti tidak akan diperhatikan oleh hadirin. Namun, jika sebelumnya pimpinan rapat

memulai pembicaraannya terlebih dahulu dengan mengetuk meja, duk, duk, duk, itu biasanya

Page 73: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

58

Dari penafsiran KH. Bisri Mustofa diatas, dapat dipahami bahwa KH. Bisri

Mustofa ketika ingin memberikan suatu contoh untuk menguatkan penafsirannya

mengambil kejadian-kejadian yang sering terjadi pada masyarakat disekitarnya,

sehingga penjelasannya terhadap suatu ayat bisa dipahami oleh pembaca dari

berbagai kalangan.

Pada ayat yang lain, corak adabi ijtimai dapat dijumpai jugacontohnya

pada tafsiran QS. al-Anbiya>’/21 :112.

‚(Muhimmah) pungkasane surat Anbiya’ iki Allah ta’ala perintah marang kanjeng nabi Muhammad saw, supoyo perang-masrahake sekabehane perkoro marang Allah ta’ala, lan ngarep-ngarep marang Allah ta’ala supoyo karupekan-karupekan inggal disirnake. mulo kebeneran iki dino Seloso tanggal 19 Desember 1961 – dinone presiden Sukarno panglima tertinggi angkatan perang Republik Indonesia lan iyo bapak revolusilan panglima besar dewan pertahanan pembebasan Irian Barat paring komando terakhir ngenani pembebasan Irian Barat sangking kota sejarah (Jogjakarta) lan iyo dene cobane Allah ta’ala muncak sarono mundake rego-rego barang kang edan-edanan. Nganti beras sak kilo rego telungpuluh limo rupiah. Ono ing dino kang bersejarah iki, kejobo kito bareng-bareng ngadu kekuatan, musuh londo lan ihtiar liyo-liyone murih kang tekan dadi cita-citane bongso Indonesia. Kejobo iku, ora keno ora kito kabeh kudu duwe ati sumeleh, tawakkal, lan pasrah serto arep-arep peparing Allah ta’ala kang ora kekiro-kiro. Insya Allah menowo bongso Indonesia sangking kasusahan. Lan bakal nyembadani kang dadi pengarep-arep. Amin 3x‛

46

para hadirin akan memperhatikannya. Setelah hadirin memperhatikannya barulah ketua rapat

memulai pidatonya. Seperti itu pula alif-lam-mim, ketika masyarakat sedang berkumpul kaget

mendengar suara yang tidak di mengeti dan pahaminya yaitu (الم) maka akan memperhatikan dan

mendengarkan, setelah itu baru dibacakanlah zalika al-kita>b ila> akhir.KH. Bisri Mustofa, al-Ibri>z

Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an, Jil. 1, h. 4.

46Artinya: Dengan surat al-Anbiya’ ini Allah swt. memerintah kepada nabi Muhammad

saw. supaya perang dan memasrahkan segala perkara kepada Allah swt. dan mengharap kepada

Allah swt. agar menghilangkan segala kesusahan-kesusahan. Maka kebetulan pada hari ini hari

selasa tanggal 19 Desember 1961, dimana presiden Sukarno panglima tertinggi angkatan perang

Republik Indonesia dan dia juga bapak revolusi lan panglima besar dewan pertahanan

pembebasan Irian Barat memberi komando terakhir mengenai pembebasan Irian Barat dari kota

bersejarah (Jogjakarta) dan cobaan dari Allah ta’ala semakin bertambah dengan naiknya harga

barang-barang dengan tinggi. Sampai beras 1Kg harganya Rp. 35,-. Pada momen hari bersejarah

ini, mari kita bersama-sama mengadu kekuatan dengan Belanda, dengan ikhtiar agar terwujudi

cita-cita bangsa kita Indonesia. Meskipun beegitu, tidak bisa tidak, kita harus memiliki hati yang

lapang, tawakkal dan pasrah seraya berharap kepada Allah ta’ala. Insya Allah, Allah akan

menghilangkan kesusahan yang kita derita dan mengabulkan doa-doa yang selama ini diharapkan.

Amin, amin, amin.KH. Bisri Mustofa, al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an, Jil. 2, h. 1054-1055.

Page 74: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

59

Pada ayat di atas, KH. Bisri Mustofa terlihat begitu responsif terhadap

realitas sosial yang sedang dialami oleh masyarakat. Kebutuhan pokok, maupun

mewujudkan cita-cita bangsa bangsa bisa masuk dan menjadi nyawa dalam karya

tafsirnya. KH. Bisri Mustofa seolah-olah ingin menunjukkan bahwa tafsir tidak

harus berkisar pada urusan hukum syari’at, surga dan neraka, atau kiamat dan

malaikat. Tetapi bagaimana sebuah karya tafsir bisa merespon setiap persoalan

dan menjadi solusi bagi masyarakat.

Sedangkan untuk corak mistis

4. Sumber Penafsiran KH. Bisri Mustofa

Penulisan kitab tafsir al-Ibri>zdipengaruhi oleh beberapa kitab tafsir yang

dikarang oleh mufassir terdahulu sebagaimana dijelaskan dalam muqaddimah

kitab tafsir al-Ibri>z KH. Bisri Mustofa mengatakan:

‚Dene bahanipun tarjamah tafsir ingkang kawula segahaken punika mboten sanes inggih naming metik sangking kitab-kitab tafsir mu’tabaroh kados Tafsir Jalalain, Tafsir Baidawi,Tafsir Khazin lan sak panunggalipun.‛

47

Bukan hanya itu, sebelum memulai penulisan kitab al-Ibri>z, KH. Bisri

Mustofa terlebih dahulu berdiskusi dengan santri-santrinya adalah Kiai Wildan

Kendal dan Kiai Bakir Comal Pemalang tentang kitab tafsir yang lain seperti,

Kitab Tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Rida, Tafsir fi Zilal

al-Qur’an karya Sayyid Qutub, Tafsir al-Jawahir karya Tantawi Jauhari, kitab

Mahasin al-Ta’wil karya al-Qasimi, dan kitab Mazaya al-Qur’an karya Abu

Su’ud.48

47

Adapun sumber-sumber terjamah tafsir yang saya suguhkan ini tidak lain hanyalah

mengambil dari kitab-kitab tafsir mu’tabarah seperti Tafsir Jala>lain, Tafsir Baida>wi, Tafsir

Khazi>n dan lain-lainnya. KH. Bisri Mustofa, al-Ibri>z Li> Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-Azi>z,Jil. 1. h.

1.

48Sabik Al-Fauzi,‛Melacak pemikiran logika Aristoteles dalam Kitab al-Ibri>z li Ma’rifah

Tafsi>r al-Qur’an al-Azi>z (Kajian atas ayat-ayat Teologi),‛Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN

Sunan Kalijaga, tahun 2009, h. 23

Page 75: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

60

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa sumber tafsir kitab al-

Ibri>z adalah bil ra’yu atau tafsir bi dira>yah. Karena dalam penafsirannya dominan

tidak berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an yang lain, atau riwayat-riwayat baik sunah

nabi saw. maupun as\ar para sahabat, namun lebih merujuk kepada pendapat para

ulama-ulama tafsir yang muktabar, seperti al-Jalalain, al-Tabari, dan sebagainya.

Page 76: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

61

BAB IV

PENAFSIRAN KH>. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT

MUSYAWARAH DALAM KITABAL-IBRI<Z

A. Penafsiran KH. Bisri Mustofa Terhadap Ayat-ayat Musyawarah

1. Penafsiran QS al-Baqarah/2: 233.

أراد أن يتم الرضاعة وعلى المولود لو رزق هن وكسوت هن والوالدات ي رضعن أولدىن حولي كاملي لمن ل بالمعروف ل تكلف ن فس إل وسعها ل تضار والدة بولدىا ول مولود لو بولده وعل ى الوارث م

هما وتشاور فل جناح عليهما وإن أردت أن تست رضعوا أولدكم فل فإن أرادا جناح فصالا عن ت راض من ا سلمتم ما آت يتم بالمعروف وات قوا اللو واعلموا أن اللو با ت عملون .بصي عليكم إ

Terjemahnya:

Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,bagi yang ingin menyusui secara sempurna. dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli warispun (berkewajiban) seperti itu pula.Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduaya, Maka tidak ada dosa atas keduanya.dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

1

Pada ayat diatas, KH. Bisri Mustofa menafsirkan sebagai berikut:

para ibu-ibu kudu nusuni anak-anake sak jerune rong tahun. Lan bapake kewajiban ngingoni lan nyandangi ibu-ibu kang pada nusuni mau kelawan bagus. Menungsa ora di perdi kejaba kadar kuwate. Ibu ora kena dimelaratake sebab anake, lan bapak uga ora kena dimelaratake sebab anake. Warise bapak uga kewajiban kaya kewajibane bapak. Iya iku nginguni lan nyandangi wa>lidah. Lamun bapak ibu ngersaaken nyapih anak sakdurunge rong tahun, kanti mufakat lan rembugan, ora ana alangan. Lamun sira kabeh para bapak-bapak ngarepaken ambabokaken (nyusukake), anake marang liyan ibune bocah, uga ora ana salah, asal sira kabeh pada mbayar kanti bagus.Pada wedi sira

1Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, (Jakarta: DKU

Print, 2015), h. 37.

Page 77: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

62

kabeh ing Gusti Allah ta’ala, lan weruhe sira kabeh yen sak temene Gusti Allah ta’ala iku mirsani sekabehane amal sira kabeh‛.

2

Dari penafsiran KH.Bisri Mustofa diatas, dapat dipahami bahwa seorang ibu

memiliki kewajiban untuk menyusui anaknya selama dua tahun penuh, terhitung

sejak kelahirannya. Sedangkan ayah berkewajiban ‚ngingoni lan nyandangi ibu-ibu

kang pada nusuni mau kelawan bagus‛.Yaitu memberikan nafkah baik secara lahir

maupun batin kepada anak dan istrinya tersebut, sesuai dengan kemampuannya.

Mengingat ibu yang menyusui juga memerlukan perhatian agar kesehatannya tidak

terganggu dan air susunya selalu tersedia untuk anak yang di susuinya.

Mungkin diantara manusia, dalam menafkahi keluarganya yakni anak dan

isteri ada yang merasa terbebani, dan takut jika kemampuannya dalam menafkahi

keluarga tidak akan mencukupi. Maka dugaan tersebut segera dibantah oleh al-

Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam penafsiran diatas yakni ‚Menungsa ora di

perdi kejaba kadar kuwate‛. Yakni manusia tidak akan diberi beban oleh Allah swt.

diluar kadar kemampuannya, melainkan akan disesuaikan dengan kemampuannya

masing-masing.

Karena anak adalah anugerah sekaligus rahmat dari Allah swt.Ibu dan ayah

berkewajiban untuk memeliharanya dan mengasuhnya, meskipun mereka telah

bercerai.Kasih sayang kedua orang tua mutlak diperlukan untuk tumbuh

2Artinya: Para ibu-ibu harus menyusui anak-anaknya selama dua tahun. Dan bapaknya

berkewajiban memelihara dan menafkahi ibu-ibu yang menyusui tadi dengan baik. Manusia tidak

diberi cobaan diluar kadar kemampuannya. Ibu tidak akan miskin sebab anaknya, dan bapaknya juga

begitu tidak bisa miskin sebab anaknya. Warisnya bapak juga memiliki kewajiban sebagaimana

kewajibannya bapak. Yaitu memelihara dan menafkahi wa>lidah. Namun, jika bapak dan ibu ingin

menyapih anak sebelum cukup dua tahun, harus berdasarkan mufakat dan musyawarah, itu tidak ada

halangan.Namun, jika kalian semua para bapak-bapak ingin menyusukannya kepada selain ibu

kandungnya anak, juga tidak ada salahnya, asal kalian semua membayarnya dengan baik.Takutlah

kalian semua dengan Allah ta’ala, dan ketahuilah kalian semua, sesungguhnya Allah ta’ala itu melihat

semua amal.KH. Bisri Mustofa, Al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Aziz, Jil. 1 (Kudus: Menara

Kudus, 1995), h. 87-88.

Page 78: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

63

kembangnya bayi, jangan sampai ada salah satunya bersikap acuh dan menjadikan

bayi tersebut untuk menyusahkan salah satunya.Maka kelanjutan ayatnya

menegaskan ‚Ibu ora kena dimelaratake sebab anake, lan bapak uga ora kena

dimelaratake sebab anake‛ yakni ibu tidak dapat disengsarakan atau dimiskinkan

karena anaknya.Maksudnya adalah pihak ayah enggan mengurus dan memenuhi

kebutuhan hidup untuk ibu yang menyusui anaknya, begitupun sebaliknya ibu tidak

boleh menyengsarakan pihak ayah dengan meminta sesuatu di luar kesanggupannya.

Namun, jika si ayah meninggal dunia maka kewajibannya dialihkan kepada

ahli warisnya, yang memiliki kewajiban sama dengan kewajibannya sang ayah, yakni

memelihara dan menafkahi anak dan ibu yang ditinggalkan tersebut.

Namun, jika anak ingin disapih sebelum penuh dua tahun, maka hal tersebut

diperbolehkan asal dengan syarat telah dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh kedua

belah pihak, yang dalam penafsiran KH. Bisri Mustofa disebut lanang wadon lan

pada rembukan. Musyawarah yang dimaksud disini adalah harus melibatkan kedua

belah pihak. Maka dari itu tidak boleh salah satu pihak memaksakan pendapatnya

kepada pihak yang lain, melainkan harus dari diskusi dan dialog sampai menemukan

titik temu yang disepakati secara bersama-sama, yang dalam penafsiran KH. Bisri

Mustofa diatas disebut dengan ‚kanti mufakat‛.

Namun, jika si ayah ingin menyusukan anaknya kepada orang lain, bukan

kepada ibu kandungnya, maka hal itu diperbolehkan dengan syarat dia harus

membayarnya dengan bayaran yang sesuai dan dengan cara yang baik.

Dan yang terakhir adalah ‚Pada wedi sira kabeh ing Gusti Allah ta’ala, lan

weruhe sira kabeh yen sak temene Gusti Allah ta’ala iku mirsani sekabehane amal

Page 79: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

64

sira kabeh‛.Yaitu takut (bertaqwa) lah kalian kepada Allah swt.dan ketahuilah

bahwa Allah swt. itu Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.

Pada ayat lain yakni pada QS. al-T}ala>q/65 :6, yang sama-sama membicarakan

tentang masalah penyusuan, KH. Bisri Mustofa menjelaskan.

Siro kabeh ngumahane wadon-wadon mut}allaqah mau. Rupo sebagian omah-omah ira kabeh miturut kekuwatan iro kabeh. Lan siro kabeh ojo podo melaratake wadon-wadon mut}allaqah mau, maksude gawe rupek wadon-wadon mau tumerep panggonane (sahinngo wadon-wadon mau kapekso metu ninggalake panggonane). Lamun wadon-wadon kang siro talak iku anduweni kandutan, siro kabeh podo wewenehi nafaqoh marang deweke hinggo deweke ambabarake kandutane. Nuli lamun wadon-wadon iku podo nesepi anak-anak iro kabeh, siro kabeh kudu menei deweke ongkose nesepi, lan siro kabeh kudu podo rembukan antara siro kabeh lan wadon-wadon mau sarono bagus (sahinggo ono kecocokan sepiro jumlahe ongkos nesepi mau). Lamun siro kabeh podo angele (bapak ora gelem ngongkosi, ibu ora gelem nesepi tanpo ongkos) kudu babu liyo kang nesepi bayine mau (lan ibu ora keno dipekso nesepi).

3

Dari penafsiran KH.Bisri Mustofa diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa

Allah swt.sangat memperhatikan kehidupan hamba-Nya, bahkan sejak dari masa

penyusuan. Dan orang tua yang memiliki anak.Meskipun yang telah bercerai, tetap

berkewajiban untuk memperhatikan dan membimbing anaknya terutama ketika

dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangannya. Meskipun seorang ayah

berkapasitas sebagai kepala keluarga, namun dalam pengambilan keputusan dalam

rumah tangga tetap harus melibatkan pihak isteri, yakni dengan cara

bermusyawarah. Mengingat masa depan anak adalah tanggung jawab kedua orang

tua, sebagaimana hadis nabi.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pelaksanaan musyawarah

dalam rumah tangga itu sangat penting.Terutama ketika menyangkut persoalan anak

mulai dari penyusuan, pendidikan, dan sebagainya terutama yang berkaitan dengan

3KH.Bisri Mustofa, Al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Aziz, Jil.3, h. 1757.

Page 80: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

65

orientasi masa depannya. Karena masa depan anak adalah tanggung jawab kedua

orang tua yang akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah swt. kelak.

2. Penafsiran QS Ali-Imran/3: 159.

هم فر لم فبما رحة من اللو لنت لم ولو كنت فظا غليظ القلب لن فضوا من حول فاعف عن واست على ا ا عزمت ف ت وك لي وشاورىم ف المر فإ ب المت وك للو إن اللو ي

Terjemahnya:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

4

KH. Bisri Mustofa menafsirkan ayat diatas sebagai berikut:

Mangka sebab anane rahmat saking Pengeran, kanjeng nabi Muhammad alus lemes marang kaum. Sak upama kanjeng nabi Muhammad saw. keras, ala pekerti lan wadek penggalihe wes mesti kaum-kaum iku pada bubar. Mula kanjeng nabi didawuhi supaya ngapura marang kaum-kaume lan nyuwunaken ngapura marang Gusti Pengeran lan supaya rembukan karo sohabat ing dalem urusan perang utawa liyane, nuli yen panjenengan wes mutusaken supaya pasrah marang Gusti Allah ta’ala. Kerana Gusti Allah ta’ala.demen marang wong-wong kang pada pasrah.

5

Dari penafsiran KH. Bisri Mustofa diatas, dapat dipahami bahwa ayat ini

menjelaskan sifat dan karakter nabi Muhammad saw. yang memiliki sifat alus lemes

marang kaum(lemah lembut terhadap kaum). Sifat terpuji Rasulullah saw. tersebut

4Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 71.

5Artinya: Maka sebab adanya rahmat dari Allah swt. nabi Muhammad saw. bersikap lemah

lembut kepada sesama. Misalnya nabi Muhammad saw. bersikap kasar, memiliki watak yang tidak

terpuji dan berhati kasar, sudah pasti kaum-kaum tersebut akan membubarkan diri dan tidak mau

mengikuti ajakan nabi. Maka dari itu nabi diperintah untuk meminta ma’af kepada umatnya dan

memohonkan maaf kepada Allah swt.dan agar melaksanakan musyawarah bersama para sahabatnya

didalam urusan perang atau lainnya, apabila kalian telah memutuskan suatu perkara maka berpasrah

dirilah kepada Allah swt.karena Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berpasrah (tawakkal). KH.

Bisri Mustofa, Al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Aziz, Jil. 1, h. 177.

Page 81: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

66

merupakan ‚sebab anane rahmat sakingPengeran‛ yakni karena adanya rahmat dari

Allah swt. Mengingat tujuan nabi diutus di dunia ini adalah menyampaikan wahyu

yang datang dari Allah swt.agar masyarakat mau menerima dan mengikuti ajaran

yang Allah turunkan tersebut. Namun, berbeda halnya jika nabi memiliki sifat yang

sebaliknya, ‚Sak upama kanjeng nabi Muhammad saw. keras, ala pekerti lan wadek

penggalihe wes mesti kaum-kaum iku pada bubar‛, yaitu misalnya memiliki sifat

yang keras, memiliki watak yang tidak terpuji dan berhati kasar, sudah pasti

masyarakat pada waktu itu tidak akan tertarik dan mengikuti seruan rasulullah saw.

Maka dari itu, karena keagungan sifat dan karakter nabi Muhammad saw. sehingga

masyarakat tertarik untuk mengikuti ajaran yang disampaikannya. Semua itu adalah

rahmat dari Allah swt.untuk nabi dan tentunya bagi siapapun yang mau menerima

ajaran dan mencontoh kepribadian nabi dalam kehidupannya sehari-hari.

Setelah dijelaskan karakter nabi yang begitu mulia, Allah

swt.memerintahkan kepada nabi ‚supaya ngapura marang kaum-kaume lan

nyuwunaken ngapura marang Gusti Pengeranlan supaya rembukan karo sohabat ing

dalem urusan perang utawa liyane‛ yakni agar memaafkan kelakuan pengikutnya

dan memohonkan ampun kepada Allah swt. atas perbuatan mereka yang lari dari

pertempuran dari medan perang, serta untuk bermusyawarah dengan para sahabat-

sahabatnya baik yang berkaitan dengan urusan perang atau lainnya. Nabi

diperintahkan untuk tidak mengabaikan pengikutnya dalam mengambil sebuah

keputusan yang berkaitan dengan kebaikan bersama.

Selanjutnya, setelah nabi diperintah untuk bermusyawarah dengan para

sahabat-sahabatnya, dan telah mengambil suatu keputusan maka sampailah pada

tahap untuk melaksanakan hasil musyawarah tersebut diiringi dengan tawakkal

Page 82: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

67

kepada Allah swt.sebagaimana lanjutan ayat diatas, yang ditafsirkan oleh KH. Bisri

Mustofa ‚nuli yen panjenengan wes mutusaken, supaya pasrah marang Gusti Allah

ta’ala‛ , yakni apabila kalian telah memutuskan suatu perkara, pasrahkan semuanya

kepada Allah swt.

Dari penafsiran di atas, dapat dipahami bahwa seorang pemimpin dilarang

mengambil keputusan secara sepihak, tanpa meminta pendapat atau bermusyawarah

dengan pengikutnya.

3. Penafsiran QS Al-Syu>ra>/42:38

ن هم وما رزق ناىم ي نفقون م وأقاموا الصلة وأمرىم شورى ب ي والذين استجابوا لربTerjemahnya:

Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan Shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

6

Berkenaan dengan ayat diatas, KH. Bisri Mustofa menafsirkan sebagai

berikut:

Lan uga tumerep wong-wong kang pada nyendikani (ngayahi) marang dawuh-dawuhe Allah ta’ala, lan kang pada ngelangkangake tumindak solat, lan wong kang urusane tansah dirembuk sak kanca-kancane (ora gerusah-gerusuh), lan wong kang pada nyokongake sebagian sangking rizki peparinge Pengeran kanggo keperluan taat marang Pengeran.

7

Dari redaksi penafsiran KH.Bisri Mustofa diatas, dapat dipahami bahwa

musyawarah memiliki posisi yang sangat sentral dalam agama Islam. Ayat ini

disebutkan sebagai salah satu karakter orang yang patuh dan mengikuti

(taat)kepadaseruan Allah swt.yakni‚wong-wong kang pada nyendikani (ngayahi)

6Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Dilengkapi Tajwid Warna, h. 487.

7Artinya: Dan bagi orang-orang yang mengikuti perintah-perintah dari Allah swt. dan juga

melaksanakan sholat, dan orang yang segala urusan persoalannya senantiasa selalu di musyawarahkan

dengan teman-temannya (tidak terburu-buru), dan juga orang yang senantiasa menafkahkan sebagian

rezkinya untuk berbuat ketaatan kepada Allah swt. KH.Bisri Mustofa, Al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-

Qur’an al-‘Aziz, Jil.3, h. 1757.

Page 83: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

68

marang dawuh-dawuhe Allah ta’ala‛yaitu orang-orang yang mengikuti (mentaati)

seruan Allah swt. mengerjakan yang diperintah, meninggalkan yang dilarang, dan

senantiasa menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Tentu setiap muslim

ingin menjadi pribadi yang taat kepada Allah swt.karena dengan ketaatan dan

keimanan yang benar kepada Allah itulah seseorang akan mendapatkan kebahagiaan

baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Selanjutnya dijelaskan ciri-ciri orang yang orang-orang yang mengikuti

(mentaati) seruan Allah swt. Mereka itu adalah ‚kang pada ngelangkangake

tumindak solat, lan wong kang urusane tansah dirembuk sak kanca-kancane (ora

gerusah-gerusuh), lan wong kang pada nyokongake sebagian sangking rizki

peparinge Pengeran kanggo keperluan taat marang Pengeran‛ orang-orang yang

melaksanakan shalat, dan orang-orang yang segala urusannya diselesaikan dengan

cara bermusyawarah (tidak gegabah), dan orang yang senantiasa menafkahkan

sebagian hartanya dijalan Allah swt.

Musyawarah pada ayat di atas, dirangkaikan dengan perintah untuk

melaksanakan shalat dan berzakat.Hal ini menunjukan bahwa musyawarah

merupakan salah satu karakteristik penting yang khas bagi umat Islam, selain iman

kepada Allah swt.mendirikan shalat, serta saling menolong dalam masalah ekonomi.

Oleh karena itu Allah memuji orang yang melaksanakannya dan masyarakat yang

mengingkari atau mengabaikan musyawarah dapat dianggap sebagai masyarakat

yang cacat dalam komitmennya terhadap salah satu bentuk perintah dari Allah swt.

B. Analisis Penafsiran KH. Bisri Mustofa Terhadap Ayat-ayat Musyawarah

Secara definisi KH.Bisri Mustofa dalam kitab al-Ibri>z tidak menjelaskan

secara mendalam arti dari kata syu>ra>. KH. Bisri Mustofa hanya menjelaskan ayat-

Page 84: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

69

ayat yang berkaitan dengan syu>ra> secara apa adanya sesuai dengan teks ayat

tersebut, mengingat metode tafsir yang digunakannya adalah ijmali. Akan tetapi

bukan berarti penjelasan singkat yang KH.Bisri Mustofa berikan, mengabaikan

konteks ayat tersebut. Contohnya, pada QS. Ali-‘Imra>n/3: 59 yang dijelaskan dengan

mengaitkannya dengan konteks turunnya ayat tersebut, yaitu bahwa ayat tersebut

turun sesaat setelah peristiwa perang Uhud.

Dari rangkaian ayat-ayat yang berkaitan dengan musyawarah di atas, dapat

dipahami penjelasan KH. Bisri Mustofa, bahwa musyawarah merupakan salah satu

perintah Allah swt. kepada orang-orang yang beriman. Allah swt. memerintahkan

agar manusia tidak gegabah dalam mengambil keputusan, melainkan

mengedepankan sikap berhati-hati, penuh pertimbangan dan tentunya harus

bermusyawarah dengan orang lain.

Dari penafsiran KH. Bisri Mustofa, kata syu>ra> diterjemahkan dengan satu

kata yaitu ‚rembukan‛, yang mana dalam pelaksanaannya proses berembuk atau

saling bertukar pendapat tersebut harus sampai kata sepakat (kanti mufakat).

Artinya tidak boleh pendapat seseorang dipaksakan kepada yang lainnya, karena

dalam musyawarah setiap orang mempunyai hak dan kedudukan yang sama, saling

menghargai pendapat, tidak ada tekan menekan, tidak ada sifat dan sikap otoriter,

melainkan demokratis. Namun, bagaimana cara, ruang lingkup atau metode dalam

pelaksanaan musyawarah KH. Bisri Mustofa tidak menjelaskannya.

Pendapat KH. Bisri Mustofa tersebut tidak jauh berbeda dengan para

mufassir umumnya, yang mengartikan musyawarah sebagai suatu proses menyaring

berbagai pendapat untuk mengambil satu pendapat yang dipandang paling

mendekati kebenaran.Seorang pemimpin, baik pemimpin rumah tangga, pemimpin

Page 85: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

70

organisasi, ataupun pemimpin dalam pemerintahan dilarang bersikap otoriter dengan

memaksakan pendapatnya kepada orang-orang yang dipimpinnya. Apalagi

menyangkut kepentingan bersama, melainkan harus dengan jalan musyawarah

mufakat antara yang memimpin dan yang dipimpin.

Meskipun KH. Bisri Mustofa dalam hidupnya terlibat aktif dalam politik

praktis, namun dalam menafsirkan ayat-ayat tentang musyawarah dia tidak pernah

mengaitkan satupun ayat tentang musyawarah dengan sistem suatu sistem politik

yang harus direalisasikan dalam bernegara. Berbeda halnya dengan Muhammad

Abduh, Sayyid Qutub, dan al-Qurtubi, yang memandang bahwa musyawarah

berkaitan erat dengan sistem politik kenegaraan.

Page 86: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis

dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Musyawarah adalah sebagai suatu kegiatan saling bertukar pikiran,

gagasan ataupun ide-ide yang baik dengan maksud untuk mengambil

keputusan yang terbaik atas suatu permasalahan yang dihadapi bersama.

2. Dalam kitab al-Ibri>z KH. Bisri Mustofa tidak menjelaskan hakikat

musyawarah secara mendalam, dalam arti tidak memberikan analasis

yang cukup luas terhadap term syu>ra> yang terdapat dalam al-Qur’an. KH.

Bisri Mustofa hanya menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan syu>ra>

secara apa adanya sesuai dengan teks ayat tersebut. KH. Bisri Mustofa,

menafsirkan kata syu>ra> dengan satu kata yaitu “rembukan”, yang berarti

saling berdiskusi, tukar pendapat, dan saling nasihat-menasihati yang

mana dalam pelaksanaannya proses berembuk atau saling bertukar

pendapat tersebut harus sampai kata sepakat (kanti mufakat). Artinya

tidak boleh pendapat seseorang dipaksakan kepada yang lainnya, karena

dalam musyawarah setiap orang mempunyai hak dan kedudukan yang

sama, saling menghargai pendapat, tidak ada tekan menekan, tidak ada

sifat dan sikap otoriter, melainkan demokratis.

B. Implikasi

Syu>ra> bukanlah hanya suatu kata yang hampa makna, namun syu>ra> adalah

salah satu metode dalam pengambilan keputusan, yang diajarkan oleh al-Qur’an.

Page 87: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

72

Bahkan al-Qur’an menyebut perintah untuk bermusyawarah berdampingan dengan

perintah untuk melaksanakan shalat dan berzakat. Namun, di sisi lain al-Qur’an

menyebut perintah untuk bermusyawarah hanya secara umum atau global. Maka

mekanisme atau metode pelaksanaan musyawarah dalam kehidupan itu dapat saja

berubah sesuai dengan kebutuhan zaman.

Kajian singkat yang penulis lakukan, tentu hanya ikhtiar untuk

mengembangkan pemahaman tentang syu>ra> dalam al-Qur’an khususnya berdasarkan

kitab al-Ibri>z karya KH. Bisri Mustofa.

Penulis berharap dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi bahan bacaan

yang bermanfaat untuk perbaikan umat dan menjadi motifasi bagi umat Islam

dewasa ini untuk lebih bersemangat dalam mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur’an.

Untuk penelitian lebih lanjut, penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi di masa-

masa yang akan datang demi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan

khazanah keilmuan Islam.

Page 88: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

73

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Kari>m,..

Abdillah, Maskuri. Demokrasi di Persimpangan Makna; Respons Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi 1966-1993. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999.

Al-Fauzi, Sabik. ‛Melacak pemikiran logika Aristoteles dalam Kitab al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsir al-Qur’an al-Aziz; Kajian atas ayat-ayat Teologi‛. Skripsi. Yogyakarta: Fak. Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2009.

al-Albani>, Muh}ammad Nas}i>ruddi>n, Silsilah al-Hadis\ al-D{a’ifah wa As\aruha> al-Sayyi Fi> al-Ummah, terj. A.M. Basalamah, Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu, Jil. II. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

al-Ans}ari>, Ibn Manzur Jama>l al-Di>n. Lisa>n al-‘Arab, Juz 6. Mesir: Da>r al-Mis}riyyah, t.th.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1998

Baidan, Nashruddin. Metode Penafsiran al-Qur’an; Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip. Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

al-Bagawi>, Abu> muh}amad al-H{usain bin Mas’u >d al-Farr>a’ Tafsir al-Bagawi: Ma’a>lim al-Tanzi>l>, vol. 2. Cet. I; Riya>d}: Da>r T{ayyibah,1989.

Baqi>, Muh}ammad Fuad ‘Abdul. al-Mu’jam al-Mufahras Alfa>z} al-Qur’an al-Kari>m, Kairo: Da>r al-Hadi>s\, 1428H/2007M.

Chakim, Luqman. ‚Tafsir Ayat-ayat Nasionalisme Dalam Tafsir al-Ibri>z Karya KH. Bisri Mustofa‛. Skripsi. Semarang: Fak. Ushuluddin IAIN Wali Songo, 2014.

al-Farmawi, Abdullah Hai. al-Bida>yah fî al-Tafsi>r al-Maud}u‘i: Dira>sah Manha>jiyah Maud}u‘iyah terj. Sujan A. Jamrah, Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar. Jakarta: Grafindo Persada, 1994.

Huda, Ahmad Zainal. Mutiara Pesantren; Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa. Cet. I; Yogyakarta: LkiS, 2005.

‚Karesidenan‛,Wikipedia Ensiklopedia Bebas. http://id.m.wikipedia.org/wiki/karesidenan (05 Desember 2016).

Ma’luf, Louis. Qamu>s al-Munjid Fi al-Lugah wa al-A’lam. Beirut: Da>r al-Masyriq, 2008.

Maksum, Saifullah. Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU. Bandung; Mizan, 1998.

al-Maududi, Abu al-A’la. The Islamic Law and Constitutional, terj. Asep Hikmah, Hukum dan konstitusi: Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1993.

Masyhuri, A. Aziz. 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan Doa-doa Utama yang Diajarkan. Cet. II; Yogyakarta: Kutub, 2008.

Mata Air Syndicate, Para Pejuang Dari Rembang. Rembang: Mata Air Press, 2006.

Page 89: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

74

Misbahuddin, Iing. Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’an al-‘Azi>z Karya KH. Bisri Mustofa: Studi Metodologi dan Pemikiran, Tesis. Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1998.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progreesif, 1997.

Mulia, Musdah. ‚Syu>ra>‛ dalam Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosakata ed. M. Quraish Shihab Vol. V. Cet, I; Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Mustofa, Bisri. al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an, Jil.1. Kudus: Menara Kudus, 1960.

----------, Bisri. Al-Ibri>z Li Ma’rifah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Aziz, Jil. 3. Kudus: Menara Kudus, 1960.

Nurdin, Ali. Quranic Society: Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-Qur’an. Jakarta: Erlangga, 2006.

Nursalim, Ahmad. ‚Syura Pada Masa Nabi Muhammad Saw Di Madinah Tahun 622-632 M Dan Aktualisasinya Pada Masa Kontemporer‛. Skripsi. Yogyakarta: Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, 2014.

‚Pegon‛. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Pegon (07 September 2016).

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

al-Qurt}ubi>, Abi> Abdillah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abu> Bakar.al-Ja>mi’ Li Ah}ka>m al-Qur’an, vol. 2. Cet. I; Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1423H/2003M.

-------------, Abi> Abdillah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abu> Bakar. al-Ja>mi’ Li Ah}ka>m al-Qur’an, vol. 5. Cet. I; Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1423H/2003M.

Qut}ub, Sayyid. Fi> Zila>l al-Qur’an, Terj. As’ad Yasin, dkk, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jil. 1. Cet. I; Jakarta: Gema Insani, 2000.

--------, Sayyid. Fi> Zila>l al-Qur’an, Terj. As’ad Yasin, dkk, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jil. 2. Cet. I; Jakarta: Gema Insani, 2000.

Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedia Al-Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Kosep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 2002.

al-Razi>, Fakhruddi>n Muh}ammad ‘Ali> al-Tami>mi> al-Bakri>. Tafsi>r al-Kabi>r, Jil 5. Cet. I; Beirut: Da>r al-Kutub ‘Ilmiyyah, 1411H/1990M.

Rida>, Muh}ammad Rasyi>d Tafsi>r al-Mana>r, Juz 4. Kairo: al-Maktabah Taufi>qiyyah, t.th.

Rofiq, Ahmad. ‚Kiai‛ dalam Ensiklopedi Islam, ed. Abdul Aziz Dahlan, dkk., vol. 4. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.

Rokhmad, Abu. Heurmeneutika Tafsir Al-Ibriz: Studi Pemikiran KH. Bisri Mustofa dalam Tafsir al-Ibri>z. Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo, 2004.

Salim, Abdul Muin Fiqih Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.

Page 90: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

75

Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara; Ajaran Sejarah dan Pemikiran . Jakarta: UII Press, 1993.

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Cet. VIII; Bandung: Mizan, 1998.

---------, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. vol. 1. Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2002.

---------, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. vol. 2. Cet. V; Jakarta: Lentera Hati, 2012.

Suyanto, Bagong. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana, 2007.

al-Syaukani, Muh}ammad bin ‘Ali bin Muh}ammad bin ‘Abdullah. Fath} al-Qadi>r al-Ja>mi’ Baina Fannai al-Riwa>yah wa al-Dira>yah min ‘Ilmi al-Tafsi>r, Juz 1. Beirut: Da>r al-Fikir, 2005.

al-Syeikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Luba>b Tafsi>r min Ibn Kas\i>r, Terj. M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir Jil. I. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2008.

-----------, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Luba>b Tafsi>r min Ibn Kas\i>r, Terj. M. Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir. Jil. II. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2008

al-T{abrani, Sulaima>n bin Ah}mad bin Ayyu>b Abu> al-Qasim. Mu’jam al-S{agi>r, Juz. II. Cet. I; Beirut: Maktab al-Islami>, 1405H/1985M.

Yusuf, Kadar M. Studi Al-Qur’an. Cet. I; Jakarta: Amzah, 2012.

Ibn- Zakariyya, Abu> H{usain Ah{mad bin Faris. Mu’jam Maqa>yis al-Lugah. Juz 3. t.t: Da>r al-Fikr,t.th.

al-Zuh}aili>, Wahbah. Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-‘Aqi>dah wa al-Syari>‘ah wa al-Manhaj, Juz 3. Cet. X; Damaskus: Da>r al-Fikir, 1430H/2009M.

------------, Wahbah. Tafsi>r al-Muni>r Fi> al-‘Aqi>dah wa al-Syari>‘ah wa al-Manhaj, Juz 13 Cet. X; Damaskus: Da>r al-Fikir, 1430H/2009M.

Page 91: PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA TERHADAP AYAT-AYAT …

89

RIWAYAT HIDUP

SYAMSUL ARIFIN, lahir di Luwu Timur, 11 Januari 1994. Anak dari pasangan

Muh. Jufri Suhadi dan Siti Syarifah. Menempuh jenjang pendidikan dasar di

Madrasah Ibtidayah Nurul Huda, Desa Lestari, Kec. Tomoni, Kab. Luwu Timur

(2000-2006), Kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri 02 Kec.

Tomoni, Kab. Luwu Timur (2006-2009), dan menengah atas di SMA Negeri 01 Kec.

Tomoni, Kab. Luwu Timur (2009-2012). Adapun jenjang perguruan tingginya

ditempuh di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada Fakultas Ushuluddin,

Filsafat dan Politik, Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (2012-2016).