pen gerti an

13
Pengertian, Gejala, Penyebab dan Cara Pengobatan Penyakit Adenomyosis. Pengertian Adenomyosis Adenomyosis adalah suatu kondisi di mana jaringan endometrium, tumbuh ke dalam dinding otot rahim. Kondisi tersebut paling mungkin terjadi pada akhir masa subur dan setelah memiliki anak. Adenomyosis tidak sama dengan endometriosis, yang merupakan suatu kondisi di mana lapisan rahim berada di luar rahim. Meskipun wanita dengan adenomiosis sering juga memiliki endometriosis. Meskipun adenomyosis dapat sangat menyakitkan, kondisi tersebut umumnya tidak berbahaya. Gejala Adenomyosis Pada beberapa wanita, adenomyosis adalah tidak menyebabkan tanda atau gejala, atau hanya sedikit menimbulkan ketidaknyaman. Tetapi perempuan lain dengan adenomyosis mungkin mengalami: 1. Perdarahan menstruasi berat atau berkepanjangan. 2. Kram yang parah atau tajam, seperti nyeri panggul selama menstruasi (dismenore). 3. Kram menstruasi yang berlangsung selama periode menstruasi dan semakin buruk ketika semakin tua. 4. Nyeri selama hubungan seksual. 5. Pendarahan di antara periode menstruasi. Ukuran rahim dapat meningkat hingga dua atau tiga ukuran normal. Meskipun mungkin tidak tahu jika rahim membesar, mungkin dapat memperhatikan perut bagian bawah yang terlihat lebih besar atau terasa lembut. Penyebab Adenomyosis

Upload: yenimarlinanababan

Post on 06-Aug-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pen Gerti An

Pengertian, Gejala, Penyebab dan Cara Pengobatan Penyakit Adenomyosis.

Pengertian Adenomyosis

Adenomyosis adalah suatu kondisi di mana jaringan endometrium, tumbuh ke dalam dinding otot rahim. Kondisi tersebut paling mungkin terjadi pada akhir masa subur dan setelah memiliki anak.

Adenomyosis tidak sama dengan endometriosis, yang merupakan suatu kondisi di mana lapisan rahim berada di luar rahim. Meskipun wanita dengan adenomiosis sering juga memiliki endometriosis. Meskipun adenomyosis dapat sangat menyakitkan, kondisi tersebut umumnya tidak berbahaya.

Gejala Adenomyosis

Pada beberapa wanita, adenomyosis adalah tidak menyebabkan tanda atau gejala, atau hanya sedikit menimbulkan ketidaknyaman. Tetapi perempuan lain dengan adenomyosis mungkin mengalami:

1. Perdarahan menstruasi berat atau berkepanjangan.2. Kram yang parah atau tajam, seperti nyeri panggul selama menstruasi (dismenore).3. Kram menstruasi yang berlangsung selama periode menstruasi dan semakin buruk ketika semakin tua.4. Nyeri selama hubungan seksual.5. Pendarahan di antara periode menstruasi.

Ukuran rahim dapat meningkat hingga dua atau tiga ukuran normal. Meskipun mungkin tidak tahu jika rahim membesar, mungkin dapat memperhatikan perut bagian bawah yang terlihat lebih besar atau terasa lembut.

Penyebab Adenomyosis

Penyebab adenomyosis tidak diketahui. Penyebab adenomyosis yang mungkin termasuk:

1. Pertumbuhan invasif jaringanBeberapa ahli percaya bahwa hasil adenomyosis merupakan invasi langsung dari sel-sel endometrium dari permukaan rahim ke dalam otot yang membentuk dinding rahim.

Insisi uterus yang dibuat selama operasi seperti operasi caesar (C-section) mempromosikan invasi langsung dari sel-sel endometrium ke dalam dinding rahim.

Page 2: Pen Gerti An

2. Pengembangan asalAhli lainnya berspekulasi bahwa adenomyosis berasal dalam otot rahim dari jaringan endometrium ketika rahim pertama kali terbentuk pada janin perempuan.

3. Peradangan uterus yang berhubungan dengan persalinanSuatu peradangan dinding rahim selama periode postpartum dapat menyebabkan istirahat dalam batas normal dari sel-sel yang melapisi rahim.

Terlepas dari bagaimana mengembangkan adenomyosis, pertumbuhan bergantung pada estrogen yang bersirkulasi dalam tubuh wanita. Ketika produksi estrogen menurun pada saat menopause, adenomyosis dapat hilang.

Pengobatan Adenomyosis

Adenomyosis biasanya hilang setelah menopause, sehingga pengobatan mungkin tergantung pada kasus. Pilihan pengobatan untuk adenomyosis dapat meliputi:

1. Obat anti inflamasiJika mendekati menopause, dokter mungkin akan memberikan obat anti inflamasi, seperti ibuprofen (Advil, Motrin, dan lain-lain), untuk mengontrol nyeri.

Dengan memulai obat anti-inflamasi 2-3 hari sebelum periode menstruasi dimulai dan terus mengonsumsi selama periode menstruasi, dapat mengurangi aliran darah menstruasi selain menghilangkan rasa sakit.

2. Obat hormonMengontrol siklus menstruasi dapat dengan kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin atau melalui hormon yang mengandung patch atau cincin vagina dapat mengurangi perdarahan berat dan rasa sakit yang terkait dengan adenomyosis.

3. HisterektomiJika rasa sakit parah dan menopause masih lama, dokter mungkin menyarankan operasi untuk pengangkatan rahim (histerektomi)

http://obgynmag.blogspot.com/2011/12/adenomiosis.html

Page 3: Pen Gerti An

Selasa, Desember 13, 2011

ADENOMIOSIS Label: Ginekologi

Adenomiosis adalah penyakit jinak uterus yang dicirikan dengan adanya kelenjar dan stroma endometrium ektopik dalam myometrium. Hal ini terjadi akibat rusaknya batas antara stratum basalis endometrium dengan miometrium sehingga kelenjar endometrium dapat menembus miometrium. Selanjutnya, terbentuklah kelenjar intramiometrium ektopik yang dapat menyebabkan hipertrofi & hiperplasia miometrium (difus atau lokal). Pemicu terjadinya peristiwa ini sampai sekarang masih belum jelas.

 

Ada beberapa pendapat tentang batasan diagnosis adenomiosis. Secara tradisional, diagnosis histologis adenomiosis ditegakkan ketika ditemukannya kelenjar & stroma endometrium > 4 mm di bawah endomyometrial junction. Sedangkan menurut Zaloudek & Norris, disebut adenomiosis jika jarak antara batas bawah endometrium dengan daerah miometrium yang terkena + 2,5 mm. Adenomiosis sub-basalis diartikan sebagai invasi minimal kelenjar endometrium < 2 mm di bawah stratum basalis endometrium.

Menurut Hendrickson & Kempson, disebut adenomiosis jika lebih dari sepertiga total ketebalan dinding uterus yang terkena. Sedangkan Ferenczy tetap mempertahankan pendapatnya bahwa diagnosis adenomiosis jika jarak antara endomyometrial junction dengan fokal adenomiosis terdekat > 25% total ketebalan miometrium.

Siegler & Camilien mengelompokkan adenomiosis berdasarkan kedalaman penetrasi ke dalam miometrium, yaitu:

· Derajat 1, mengenai 1/3 miometrium (Adenomiosis superfisial)

Page 4: Pen Gerti An

· Derajat 2, mengenai 2/3 miometrium

· Derajat 3, mengenai seluruh miometrium (Deep adenomyosis)

Selanjutnya adenomiosis juga dibagi berdasarkan jumlah pulau-pulau endometrium pada pemeriksaan histologi menjadi ringan (1-3), sedang (4-9) & berat (>10).

GAMBARAN MAKROSKOPIK & HISTOLOGIS

Adenomiosis menyebabkan pembesaran miometrium yang globuler & kistik dengan beberapa kista yang berisi dengan extravasasi atau hemolisis dari sel-sel darah merah & siderofag. Gambaran mikroskopis adenomiosis dikelilingi secara melingkar oleh sel-sel otot polos yang hipertrofi (collar) sehingga adenomiosis fokal terlihat > 2 mm lebih dalam dari miometrium atau lebih dari 1 lapangan pandang dengan pembesaran 10X dari endomyometrial junction.

Adenomiosis (difus) berbeda dengan adenomioma. Adenomioma biasanya melingkar, agregasi noduler otot polos, jaringan endometrium dan biasanya dengan stroma endometrium. Lokasi adenomioma bisa di dalam miometrium atau tumbuh sebagai polip, 2% polip endometrium merupakan adenomioma.

PATOGENESIS

Adenomiosis berkembang dari pertumbuhan ke bawah dan invaginasi dari stratum basalis endometrium ke dalam miometrium sehingga bisa dilihat adanya hubungan langsung antara stratum basalis endometrium dengan adenomiosis di dalam miometrium. Di daerah ekstra-uteri misalnya pada plica rectovagina, adenomiosis dapat berkembang de novo secara embriologis dari sisa ductus Muller.

Mekanisme terjadinya invasi endometrium ke dalam miometrium pada manusia masih dipelajari lebih lanjut. Perubahan proliferasi seperti aktivitas mitosis menyebabkan peningkatan secara signifikan dari sintesis DNA & ciliogenesis di lapisan fungsional endometrium daripada di lapisan basalis. Lapisan fungsional sebagai tempat implantasi blastocyst, sedangkan lapisan basalis sebagai sumber produksi untuk regenerasi endometrium akibat degenerasi dari lapisan fungsional saat menstruasi. Pada saat proses regenerasi, sel-sel epitel dari kelenjar basalis berhubungan langsung dengan sel-sel stroma endometrium yang membentuk sistem mikrofilamentosa/trabekula intraselular dan gambaran sitoplasma pseudopodia. Beberapa perubahan morfologi pada epitel kelenjar endometrium adenomiosis tidak dapat digambarkan. Namun dalam studi invitro menunjukkan sel-sel endometrium memiliki potensial invasif dimana potensial invasif ini bisa memfasilitasi perluasan lapisan basalis endometrium ke dalam miometrium.

Dalam studi yang menggunakan hibridisasi & imunohistokimia insitu menunjukkan kelenjar-kelenjar endometrium pada adenomiosis lebih mengekspresikan reseptor mRNA hCG/LH secara selektif. Pada endometrium yang normal, kelenjar-kelenjar ini tidak dapat mengekspresikan reseptor hCG/LH. Hal ini mungkin meskipun belum terbukti bahwa peningkatan ekspresi reseptor epitel endometrium berkaitan dengan kemampuan untuk menembus miometrium dan

Page 5: Pen Gerti An

membentuk fokal adenomiosis. Menjadi menarik dimana peningkatan ekspresi reseptor hCG/LH ditemukan pada Carsinoma endometrii dibandingkan kelenjar endometrium yang normal seperti halnya yang ditemukan pada trofoblas invasif dibandingkan yang non-invasif pada Choriocarsinoma.

Studi tentang reseptor steroid menggunakan Cytosol, menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa menunjukkan tidak ada ekspresi reseptor progesteron pada 40% kasus adenomiosis, sedangkan yang lain menunjukkan ekspresi reseptor progesterone yang lebih tinggi dibandingkan estrogen. Dengan menggunakan tehnik pelacak imunohistokimia, ditemukan konsentrasi yang tinggi baik reseptor estrogen dan progesteron pada lapisan basalis endometrium maupun adenomiosis.

Reseptor estrogen merupakan syarat untuk pertumbuhan endometrium yang menggunakan mediator estrogen. Meskipun masih belum jelas evidensnya, hiperestrogenemia memiliki peranan dalam proses invaginasi semenjak ditemukan banyaknya hiperplasia endometrium pada wanita dengan adenomiosis. Konsentrasi estrogen yang tinggi diperlukan dalam perkembangan adenomiosis sebagaimana halnya endometriosis. Hal ini didukung bahwa penekanan terhadap lingkungan estrogen dengan pemberian Danazol menyebabkan involusi dari endometrium ektopik yang dikaitkan dengan gejala menoragia & dismenorea.

Pada penyakit uterus yang estrogen-dependent seperti Carsinoma endometrii, endometriosis, adenomiosis & leiomioma, tidak hanya terdapat reseptor Estrogen, namun juga aromatase, enzim yang mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen. Prekursor utama androgen, Andronostenedione, dikonversi oleh aromatase menjadi Estrone. Sumber estrogen yang lain yaitu Estrogen-3-Sulfat yang dikonversi oleh enzim Estrogen sulfatase menjadi Estrone, yang hanya terdapat dalam jaringan adenomiosis. Nantinya Estrone akan dikonversi lagi menjadi 17β-estradiol yang meningkatkan tingkat aktivitas estrogen. Bersama dengan Estrogen dalam sirkulasi, akan menstimulasi pertumbuhan jaringan yang menggunakan mediator estrogen.

Gambar skematis mekanisme pertumbuhan adenomiosis yang estrogen-dependent. Di dalam jaringan terdapat reseptor estrogen, aromatase & sulfatase. Produksi estrogen lokal meningkatkan konsentrasi estrogen yang bersama-sama dengan estrogen dalam sirkulasi, merangsang pertumbuhan jaringan yang termediasi oleh reseptor estrogen.

Page 6: Pen Gerti An

mRNA sitokrom P450 aromatase (P450arom) merupakan komponen utama aromatase yang terdapat pada jaringan adenomiosis. Protein P450arom terlokalisir secara imunologis dalam sel-sel kelenjar jaringan adenomiosis.

PERKEMBANGAN ENDOMETRIOSIS & ADENOMIOSIS

Hiperperistaltik uterus mempunyai peranan penting dalam perkembangan endometriosis & adenomiosis. Hiperperistaltik dapat dipicu oleh peningkatan kadar estradiol perifer di dalam darah. Namun, estradiol yang memicu hiperperistaltik ini dapat juga berasal dari endometrium itu sendiri. Adanya ekspresi P450 aromatase selama fase luteal, dimana lapisan basalis endometrium merupakan kelenjar endokrin yang memproduksi estrogen dari prekursor androgen. Pada wanita dengan adenomiosis dan endometriosis, konsentrasi estrogen dalam darah saat haid lebih tinggi dibandingkan wanita normal.

Konsep tentang hiperestrogenisme archimetrium non-ovarium merupakan salah satu kejadian awal dalam tahap perkembangan endometriosis yang dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lingkungan seperti perusak endokrin dan konsumsi makanan, tetapi hal ini masih perlu didiskusikan lebih lanjut. Pada penelitian dengan hewan coba, dioxin meningkatkan aktivitas peristaltik tuba dan diaktifkan melalui reseptor estrogen. Faktor keturunan juga diteliti pada koloni monyet Rhesus yang menunjukkan ada kaitannya dengan endometriosis.

Pada gambar berikut menerangkan konsep perkembangan endometriosis dan adenomiosis. Archimiometrium distimulasi oleh peningkatan lokal dari estradiol dan oksitosin endometrium beserta reseptornya. Kejadian yang menyebabkan hiperestrogenisme archimetrium sampai saat ini belum diketahui. Diduga karena peranan P450 aromatase yang karena aktivasi P450 aromatase menyebabkan peningkatan produksi lokal dari estrogen. Hiperestrogenisme archimetrium menghasilkan hiperperistaltik uterus dan peningkatan tekanan uterus.

Gambar skema patofisiologi endometriosis dan adenomiosis

Hiperperistaltik menyebabkan trauma mekanik sehingga terjadi peningkatan deskuamasi fragmen endometrium basalis dan juga terjadi peningkatan kapasitas transport uterus retrograde

Page 7: Pen Gerti An

sehingga terjadi diseminasi fragmen-fragmen tersebut melalui tuba. Fragmen-fragmen dapat berimplantasi dimanapun di dalam cavum peritoneum. Setelah proses implantasi, terjadi proliferasi dan pertumbuhan infiltrative yang tergantung dari potensial proliferative dari fragmen basalis masing-masing. Gambaran endometriosis pelvis yang pleimorfik merupakan rantai yang panjang sejak gangguan awal pada tingkat archimetrium sampai berkembangnya lesi endometriosis.

Dalam perkembangan adenomiosis, rantai kejadian ini lebih pendek. Adanya hiperperistaltik dan peningkatan tekanan uterus menyebabkan dehisiensi miometrium yang dapat terinfiltasi oleh endometrium basalis. Terbentuklah adenomiosis fokal atau difus. Adenomiosis fokal biasanya berada di dinding anterior dan atau posterior, namun terutama di dinding posterior dan tidak pernah berada di dinding lateral atau corpus uteri.

GEJALA

Tidak ada gejala yang patognomonis untuk adenomiosis sehingga menyebabkan rendahnya tingkat akurasi diagnosisi preoperatif. Dalam sebuah studi dimana telah ditegakkan diagnosis patologis adenomiosis yang dibuat dari specimen histerektomi, 35% penderitanya tidak memiliki gejala yang khas. Gejala adenomiosis yang umum yaitu menorragia, dismenorea dan pembesaran uterus. Gejala seperti ini juga umum terjadi pada kelainan ginekologis yang lain. Gejala lain yang jarang terjadi yaitu dispareunia & nyeri pelvis yang kronis atau terus-menerus.

Tabel 3. Presentasi klinis adenomiosis

Gejala Klinis Adenomiosis1. Asimtomatis

Ditemukan tidak sengaja (pemeriksaan abdomen atau pelvis; USG transvaginal atau MRI;

bersama dengan patologi yg lain)2. Perdarahan uterus abnormal

Dikeluhkan perdarahan banyak, berhubungan dengan beratnya proses adenomiosis

(pada 23-82% wanita dengan penyakit ringan – berat)

Perdarahan ireguler relatif jarang, hanya terjadi pada 10% wanita dengan adenomiosis3. Dismenorea pada >50% wanita dengan adenomiosis4. Gejala penekanan pada vesica urinaria & usus dari uterus bulky (jarang)5. Komplikasi infertilitas, keguguran, hamil (jarang)

Bird dkk melaporkan dari kasus adenomiosis 51,2% pasien mengeluhkan perdarahan banyak, 10,9% perdarahan ireguler, 28,3% dismenorea, 2,2% perdarahan postmenopause dan 23,9% asimtomatis. Benson & Snedon juga melaporkan temuan yang serupa.

Page 8: Pen Gerti An

Perdarahan banyak berhubungan dengan kedalaman penetrasi dari kelenjar adenomiosis ke dalam miometrium dan densitas pada gambaran histologis dari kelenjar adenomiosis di dalam miometirum. Kedalaman adenomiosis dan hubungannya dengan perdarahan banyak menentukan pilihan strategi penatalaksanaannya. McCausland & McCausland menunjukkan bahwa dari biopsi reseksi endometrium, kedalaman penetrasi adenomiosis ke dalam miometrium berhubungan dengan jumlah perdarahan banyak yang dilaporkan. Sehingga pada adenomiosis superfisial dilakukan reseksi atau ablasi endometrium. Sedangkan pada kasus adenomiosis yang lebih dalam atau dengan perdarahan banyak yang berlanjut, perlu dilakukan penatalaksanaan bedah konvensional yaitu histerektomi.

DIAGNOSIS

Adanya riwayat menorragia & dismenorea pada wanita multipara dengan pembesaran uterus yang difus seperti hamil dengan usia kehamilan 12 minggu dapat dicurigai sebagai adenomiosis. Dalam kenyataannya, diagnosis klinis adenomiosis seringkali tidak ditegakkan (75%) atau overdiagnosis (35%). Sehingga adanya kecurigaan klinis akan adenomiosis dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan pencitraan berupa USG transvaginal dan MRI.

Diagnosis adenomiosis secara klinis sulit dan seringkali tidak akurat. Hal ini disebabkan gejala adenomiosis yang tidak khas, dimana gejala tersebut juga ditemukan pada fibroid uterus, perdarahan uterus disfungsional (PUD) maupun endometriosis. Dulu, diagnosis adenomiosis hanya dapat ditegakkan secara histologis setelah dilakukan histerektomi. Dengan kemajuan dalam tehnik pencitraan, diagnosis prehisterektomi bisa ditegakkan dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Pencitraan mempunyai 3 peran utama dalam mengelola pasien yang dicurigai adenomiosis secara klinis. Pertama, untuk menegakkan diagnosis dan diagnosis diferensial adenomiosis dari keadaan lain yang mirip seperti leiomioma. Kedua, beratnya penyakit dapat disesuaikan dengan gejala klinisnya. Ketiga, pencitraan dapat digunakan untuk monitoring penyakit pada pasien dengan pengobatan konservatif. Beberapa pencitraan yang digunakan pada pasien yang dicurigai adenomiosis yaitu Histerosalpingografi (HSG), USG transabdominal, USG transvaginal dan MRI.

Gambaran karakteristik utama pada HSG berupa daerah yang sakit dengan kontras intravasasi, meluas dari cavum uteri ke dalam miometrium. HSG memiliki sensitivitas yang rendah.

Kriteria diagnostik dengan USG transabdominal yaitu uterus yang membesar berbentuk globuler, uterus normal tanpa adanya fibroid, daerah kistik di miometrium dan echogenik yang menurun di miometrium. Bazot dkk pada 2001 melaporkan bahwa USG transabdominal memiliki spesifisitas 95%, sensitivitas 32,5% dan akurasi 74,1% untuk mendiagnosis adenomiosis. USG transabdominal memiliki kapasitas diagnostic yang terbatas untuk adenomiosis terutama pada wanita yang terdapat fibroid.

Biasanya USG transabdominal dikombinasikan dengan USG transvaginal yang menghasilkan kemampuan diagnostik yang lebih baik. Kriteria diagnostik dengan USG transvaginal untuk adenomiosis yaitu tekstur miometrium yang heterogen/distorsi, echotekstur miometrium yang

Page 9: Pen Gerti An

abnormal dengan batas yang tidak tegas, stria linier miometrium dan kista miometrium. Bazot dkk melaporkan sensitivitas 65%, spesifisitas 97,5% dan tingkat akurasi 86,6% dengan USG transvaginal dalam mendiagnosis adenomiosis dimana kriteria yang paling sensitif & spesifik untuk adenomiosis adalah adanya kista miometrium.

MRI merupakan modalitas pencitraan yang paling akurat untuk evaluasi berbagai keadaan uterus. Hal ini karena kemampuannya dalam diferensiasi jaringan lunak. MRI dapat melihat anatomi internal uterus yang normal dan monitoring berbagai perubahan fisiologis. Menurut Bazot dkk, kriteria MRI yang paling spesifik untuk adenomiosis yaitu adanya daerah miometrium dengan intensitas yang tinggi dan penebalan junctional zone >12 mm.

Beberapa studi telah membandingkan akurasi pemeriksaan MRI dengan USG transvaginal dalam mendiagnosisi adenomiosis. Dalam studi-studi terdahulu menunjukkan tingkat akurasi yang lebih tinggi pada MRI dibandingkan USG transvaginal. Namun dalam studi-studi terakhir dikatakan tidak ada perbedaan tingkat akurasinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vercellini P, Vigano P, et al. Adenomiosis: epidemiological factors. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 2006; 20: 465-477.

2. Ferenczy A. Pathophysiology of adenomyosis. Human Reproduction Update 1998; 4: 312-322.

3. Kitawaki J. Adenomyosis: the pathophysiology of an oestrogen-dependent disease. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 2006; 20: 493-502.

4. Bergeron C, Amant F, Ferenczy A. Pathology and physiopathology of adenomyosis. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 2006; 20: 511-521.

5. Leyendecker G, Kunz G, et al. Adenomiosis and reproduction. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 2006; 20: 523-546.

6. Peric H, Fraser IS. The symptomatology of adenomyosis. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 2006; 20: 547-555.

7. Balogun M. Imaging diagnosis of adenomyosis. Reviews in Gynaecological and Perinatal Practice 2006; 6: 63-69.