pemodelan tegangan lebih transien disebabkan oleh …

92
INDUK TEGANGAN TINGGI MENGGUNAKAN SOFTWARE ATP-EMTP OLEH: APRIMA ANUGERAH MATONDANG NIM: 177034005 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATER UTARA 2020 PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH SAMBARAN PETIR PADA GARDU

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

43 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

INDUK TEGANGAN TINGGI MENGGUNAKAN SOFTWARE

ATP-EMTP

OLEH:

APRIMA ANUGERAH MATONDANG

NIM: 177034005

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATER UTARA

2020

PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN

DISEBABKAN OLEH SAMBARAN PETIR PADA GARDU

Page 2: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …
Page 3: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

i

ABSTRAK

Petir selalu menjadi ancaman berbahaya pada peralatan sistem tenaga yang

terdiri atas: pembangkit listrik, gardu induk, saluran transmisi dan saluran

distribusi. Perlindungan terhadap petir didasarkan pada

tingkatisolasisalurandanperalatan. Untukmencegahkerusakan peralatan akibat

sambaran petir maka digunakanlah arrester dengan tipe metal oxide yang

dipilih untuk dimodelkan menjadi pelindung sistem dari sembaran petir

secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai perbandingan performa

pemodelan arrester diambil 3 pemodelan yaitu: pemodelan arrester IEEE,

Micaela dan Karbalaye yang selanjutnya dilakukan simulasi tegangan lebih

akibat sambaran petir menggunakan software Alternative Transients

Program (ATP). Dari hasil simulasi diperoleh bahwa lightning arrester

dinyatakan berhasil melindungi sistem transmisi, dimana diperoleh ketiga

lightning arrester memiliki faktor perlindungan (FP) arrester yang mencapai

28%. Pada simulasi diketahui bahwa arrester IEEE dan Karbalaye berhasil

memutus arus surja yang masuk ke sistem transmisi sehingga tegangan

transien yang tercatat pada transformator tidak melebihi nilai BIL

transformator, sementara arrester Pincenti juga berhasil mengurangi tegangan

lebih pada sistem, namun nilainya lebih besar dibandingkan nilai BIL

transformator SUTT Teluk Dalam, Nias

Kata Kunci: Tegangan lebih transient, Gardu induk, Model transmisi,

Arrester, ATP Draw

Page 4: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

ii

ABSTRACT

Lightning has always been a dangerous threat to power system equipment

consisting of: power plants, substations, transmission lines and distribution

lines. Commonly, the overhead high voltage transmission line is subjected to

lightning strikes. Therefore the protection level against lightning is

determined based on the level of insulation of equipment. To prevent damage

due the equipment due to a lightning strike, an arrester is used. In this study,

three models of arrester are used as comparison viz. IEEE arrester model,

Micaela arrester model and Karbalaye arrester model.The system were

simulated by using the Alternative Transients Program (ATP) software. The

results show that the lightning arrester is declared successful in protecting

the transmission system, where the three lightning arresters have Margin

Protection (MP) arrester which reaches 28%. In the simulation, it is known

that the IEEE and Karbalaye arrester successfully breakdown the lightning

current in transmission system so that the transient overvoltage recorded on

the transformer does not exceed the Basic Insulation Level (BIL) value of the

transformer. While the Pincenti arrester has also succeeded in reducing the

voltage on the system but its value is greater than the transformer BIL of the

substation, Teluk Dalam, Nias

Keywords: Transient overvoltage, Substation, Transmission model, Arrester,

ATP Draw

Page 5: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus

atas segala kemurahanNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan judul,

“Pemodelan Tegangan Lebih Transien Disebabkan Oleh Sambaran

Petir Pada Gardu Induk Tegangan Tinggi Menggunakan Software ATP-

EMTP”.

Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam

memperoleh gelar master S2, Program Studi Magister Teknik Elektro,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tesis ini tak lepas dari

bimbingan, motivasi, saran, arahan dan fasilitas banyak pihak. Oleh karena

itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Ir. Seri Maulina, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik USU

3. Bapak Suherman, S.T., M. Comp., Ph.D. selaku Ketua Program Studi

Magister Teknik Elektro

4. Bapak Ir. Surya Hardi, M.S., Ph.D. dan Bapak Dr. Ali Hanafiah

Rambe, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing

5. Bapak Ir. Syafruddin HS. M.Sc., Ph.D dan Bapak Dr. Maksum

Pinem, S.T., M.T. selaku dosen penguji

6. Bapak dan mama tercinta yang selalu memberikan doa dan restu serta

motivasi agar selalu ikhlas dan bersemangat

Page 6: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

iv

7. Saudara kandung tercinta, Kak Irma dan segenap keluarga besar yang

selalu mendoakan, memotivasi dan mendukung.

8. Yang terkasih, Emma Sirait dan keluarga besar yang selalu

mendoakan untuk kemudahan segala langkah dan urusan.

9. Ibu Astrid dan seluruh tim di PT. PLN (Persero) UIP3BS UPT Medan

yang telah memberikan bantuan data pengujian untuk tesis ini.

10. Kak Nur yang telah mendukung dan mempermudah urusan

administrasi, serta seluruh dosen, karyawan dan civitasakademika di

Program Studi Magister Teknik Elektro.

Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih

belum sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala

kekurangan dan berharap adanya kritik yang membangun sehingga tulisan ini

dapat menjadi lebih berguna bagi pembaca dan dapat dilanjutkan oleh

peneliti selanjutnya sehingga memperoleh hasil yang lebih bermanfaat.

Medan, 28 September 2020

Penulis

Page 7: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …
Page 8: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v

DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 3

1.4 Batasan Masalah .......................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fenomena Petir ............................................................................ 5

2.2 Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir ....................................... 7

2.3 Gelombang Berjalan .................................................................... 8

2.4 Komponen Utama Saluran Transmisi ........................................... 9

2.4.1 Menara atau Tiang Transmisi ............................................. 10

2.4.2 Isolator ............................................................................... 10

2.4.3 Kawat Penghantar .............................................................. 11

2.4.4 Impedansi Surja Menara ..................................................... 11

2.4.5 Kawat Tanah ..................................................................... 13

2.5 Lightning Arrester ......................................................................... 13

2.5.1 Karakteristik Arrester ........................................................ 15

2.5.2 Pemodelan Arrester ............................................................ 17

2.5.3 Model IEEE ....................................................................... 17

2.5.4 Model Micaela ................................................................... 18

2.5.5Model Karbalaye ................................................................. 20

2.6 Pentanahan Transformator Pada Gardu Induk .............................. 21

2.7 Isolasi Impuls Dasar (Basic Insulation Level) .............................. 22

2.8 Faktor Perlindungan (Margin Protection) ..................................... 23

2.9 Software ATP Drawr ................................................................... 26

2.10 Saluran Udara Tegangan Tinggi Gn. Sitoli – Teluk Dalam ......... 27

Page 9: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

vii

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu danTempat Penelitian ....................................................... 30

3.2 Data yang diperlukan ................................................................... 30

3.3 Prosedurpenelitian ....................................................................... 33

3.4 Variabel yang diamati .................................................................. 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ............................................................................ 39

4.1.1 Simulasi petir tidak langsung St. IEC dan CIGRE .............. 39

4.1.2 Simulasi petir tidak langsung St. IEC dan CIGRE dengan

arrester ..................................................................................... . 46

4.2 Simulasi sambaran petir tidak langsung St. IEC dan CIGRE

menggunakan berbagai jenis arrester ............................................ 50

4.3 Penentuan Faktor Perlindungan dan simulasi sambaran

petir tidak langsung dengan pentanahan transformator ................ 60

4.3.1 Pentanahan transformator dengan arrester IEEE ................. 61

4.3.2 Pentanahan transformator dengan arrester Karbalaye.......... 65

4.3.3 Pentahanan transformator dengan arrester Micaela ............. 68

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 75

5.2 Saran .......................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ ix

LAMPIRAN .............................................................................................. xi

Page 10: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Muatan Petir .................................................................................... 6

2.2 Tegangan Surja Akibat Sambaran Petir ........................................... 8

2.3 Bentuk Menara dan Konfigurasi Penghantar .................................... 10

2.4 Sudut Kawat Tanah ......................................................................... 13

2.5 Karakteristik Arus Tegangan ........................................................... 16

2.6 Rangkaian Ekivalen Model IEEE .................................................... 17

2.7 Rangkaian Ekivalen Model Micaela ................................................ 19

2.8 Rangkaian Ekivalen Model Karbalaye ............................................. 20

2.9 Karakteristik Basic Insulation Level ................................................ 23

2.10 Tampilan Awal Pembuatan Model ATP .......................................... 27

2.11 Program ATP Draw dan Komponennya.......................................... 27

2.12 Peta Kelistrikan Sumut dan Kabupaten Nias .................................... 28

3.1 Spesifikasi Menara SUTT 70 kV Gunung Sitoli .............................. 30

3.2 Pemodelan Sumber Tiga Fasa .......................................................... 34

3.3 Pemodelan Saluran Transmisi ......................................................... 34

3.4 Pemodelan Menara dan Lengan Menara .......................................... 35

3.5 Pemodelan Isolator .......................................................................... 35

3.6 Pemodelan Sumber Petir ................................................................. 35

3.7 Pemodelan Transformator ............................................................... 36

3.8 Pemodelan Arrester (a) IEEE, (b) Micaela, dan (c) Karbalaye ......... 36

3.9 Single Line Diagram SUTT Nias menggunakan arrester IEEE ........ 37

Page 11: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

ix

3.10 Diagram Alur Penelitian .................................................................. 38

4.1 Gelombang Keluaran Transformator Keadaan Normal .................... 40

4.2 Simulasi Petir Menyambar Fasa R Tanpa Arrester ........................... 40

4.3 Tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan (b) terminal

transformator dengan sambaran 10 kA Standar IEC ......................... 41

4.4 Tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan (b) terminal

transformator dengan sambaran 10 kA Standar CIGRE ................... 43

4.5 Perbandingan antara tegangan fasa pada terminal transformator dan

BIL dengan surja petir 10 – 50 kA menggunakan

Standar IEC ..................................................................................... 44

4.6 Perbandingan antara tegangan fasa pada terminal transformator dan

BIL transformator dengan surja petir 10 – 50 kA menggunakan

Standar CIGRE ............................................................................... 46

4.7 Simulasi Sambaran Petir Tidak Langsung Sebelum Dipasang

Arrester ........................................................................................... 47

4.8 Tegangan pada terminal transformator tanpa arrestermenggunakan

Standar (a) IEC dan (b) IEC dan tegangan fasa pada terminal

transformator menggunakan Standar (c) IEC dan (d)CIGRE............ 48

4.9 Simulasi Dengan Kondisi Sambaran ke Kawat Tanah dengan

ArresterModel (a) IEEE, (b) Karbalaye (c)Micaela .......................... 52

4.10 Nilai puncak tegangan fasa R pada transformator menggunakan

arrester IEEE, Micaela dan Karbalaye dengan sambaran 10 kA –

50 kA saatsambaran tidak langsung ................................................. 53

4.11 Perbandingan tegangan kawat tanah tanpa arrester danmenggunakan

arrester IEEE, Karbalaye dan Micaela serta nilai BILTransformator

setelah diberi sambaran petir dengan Standar IEC danCIGRE ......... 56

4.12 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA

pentanahan 1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar

(a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester IEEE ....................... 59

4.13 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 20 kA

pentanahan 1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar

(a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester IEEE ....................... 62

Page 12: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

x

4.14 Perbandingan tegangan pada terminal transformator dengan arrester

IEEE menggunakan tahanan trafo saat injeksi arus 10 – 50 kA

dengan nilai BIL transformator ........................................................ 62

4.15 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA

pentanahan 1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar

(a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester Karbalaye ................ 64

4.16 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 20 kA

pentanahan 1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar

(a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester Karbalaye ................ 65

4.17 Tabel perbandingan tegangan terminal transformatormenggunakan

arrester Karbalaye pada arus 10 – 50 kA dengan pentanahan trafo

1Ω ................................................................................................... 66

4.18 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA

pentanahan 1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar

(a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester (b) Micaela ............. 68

4.19 Tegangan terminal transformator dengan petir 20 kA, pentanahan

1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan

(b) CIGRE menggunakan Arrester Micaela ..................................... 69

4.20 Tabel perbandingan tegangan terminal transformator

menggunakan arrester Micaela pada arus 10 – 50 kA dengan

pentanahan trafo 1 Ω ....................................................................... 69

Page 13: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Standar Bentuk Tegangan Impuls Petir ..................................................... 9

2.2 Karakteristik Pada Arrester .................................................................. 24

2.3 Tegangan Kerja Arrester ...................................................................... 25

3.1 Spesifikasi Kawat Fasa ........................................................................... 31

3.2 Data Arrester ......................................................................................... 31

3.3 Karakteristik Arrester ............................................................................. 32

3.4 Data Transformator................................................................................ 32

3.5 Penyajian Data Simulasi ...................................................................... 38

4.1 Hasil simulasi petir 10 kA – 50 kA dengan standar IEC pada fasa R dan

terminal transformator sebelum dipasang arrester ................................. 42

4.2 Hasil simulasi petir 10 kA – 50 kA dengan interval 10 kA

menggunakan standar CIGRE pada fasa R dan terminal transformator

sebelum dipasang arrester .................................................................... 44

4.3 Hasil Simulasi Sambaran Petir 10 kA – 50 kA Tidak Langsung dengan

Interval 10 kA menggunakan Standar IEC dan CIGRE Tanpa Arrester 49

4.4 Hasil simulasi dengan kondisi sambaran petir ke kawat tanah dipasang

Arrester dengan pemodelan IEEE, Micaela, dan Karbalaye .................. 53

4.5 Perbandingan Nilai Sambaran Petir 10 – 50 kA ke kawat tanah pada

terminal transformator tanpa dan dengan menggunakan arrester IEEE,

Karbalaye dan Micaela dengan tahanan 5 Ω ......................................... 57

4.6 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester

IEEE dengan pentanahan transformator 1 – 5 Ω ................................... 63

4.7 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester

Karbalaye dengan pentanahan transformator 1 – 5 Ω .......................... 68

4.8 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester

Miaela dengan pentanahan transformator 1 – 5 Ω ................................ 70

Page 14: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Petir selalu menjadi ancaman berbahaya pada peralatan sistem tenaga yang

terdiri atas: pembangkit listrik, gardu induk, saluran transmisi dan saluran distribusi.

Karena itu tingkat isolasi saluran dan peralatan ditentukan berdasarkan pada

perlindungan terhadap petir. Untuk mencegah kerusakan peralatan akibat sambaran

petirmaka digunakanlah arrester. Arrester adalah pelindung terhadap tegangan lebih,

baik yang disebabkan oleh surja petir maupun surja hubung. Alat ini bersifat sebagai

by pass disekitar isolasi yang membentuk jalan dan mudah dilalui oleh arus petir,

sehingga tidak terjadi arus lebih pada peralatan [1], [2].

Rumitnya uji coba secara langsung pada komponen listrik untuk menganalisa

tegangan lebih transien pada gardu induk tegangan tinggi membuat peneliti

menciptakan simulator berupa software untuk memudahkan analisa tegangan

transien. Program ATP-EMTP (Alternative Transient Program of the Electro-

Magnetic Transient Program) sangat tepat jika digunakan untuk menganalsis transien

pada operasi surja hubung (switching surge) atau surja petir (lightning surge)

dikarenakan software ATP-EMTP juga merupakan software komputer terintegrasi

yang secara khusus didesain untuk menyelesaikan masalah transien pada sistem

tenaga listrik, untuk rangkaian terkonsentrasi, rangkaian terdistribusi atau kombinasi

kedua rangkainan tersebut karena program ini secara khusus menyediakan pemodelan

untuk generator, circuit breaker, transformator, sumber surja petir dan pemodelan

Page 15: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

2

berbagai jenis saluran transmisi [3]. Studi terdahulu menggunakan software ATP-

EMTP ditunjukkan sebagai berikut:

Pemanfaatan software ATP-EMTP adalah dengan mensimulasikan tipe arrester

MOV (Metal Oxide Varistor) dengan Pinceti Mode dan Fernandes Mode pada single

line diagram 900 m dengan tegangan 132 kV pada tiga menara untuk dievaluasi

performa dari mode-mode arrester tersebut dalam memproteksi menara dan jaringan

transmisi dari sambaran petir langsung maupun tidak langsung [4]. Penelitian lain

menganalisa proteksi petir arrester pada kasus saluran tegangan tinggi sirkuit

gandamenggunakan ATP-EMTP [5]. Kemudian, analisis efek petir pada 400 kV Air

Insulated Station (AIS) atau gardu induk menggunakan isolasi udara yang

disimulasikan juga dengan software ATP-EMTP [6]. Di sisi lain, software ATP

EMTP juga mampu menyajikan analisis tegangan pada arrester di gardu induk 220

kV dengan simulasi yang dilakukan pada sambaran petir langsung ke konduktor fasa

pada menara di gardu induk. Analisa ini berfungsi sebagai pemilihan arrester surja

yang paling menunjang optimasi sistem tenaga 220 kV [7].

Penelitian ini akan mensimulasikan tegangan lebih transien yang disebabkan

oleh sambaran petir secara langsung dan tidak langsung pada gardu induk tegangan

tinggi untuk melindungi transformator yang disimulasikan dengan menggunakan

software ATP-EMTP dengan studi kasus pada Saluran Udara Tegangan Tinggi

(SUTT) 70 kV Gunung Sitoli – Teluk Dalam.

Page 16: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

3

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana memodelkan sistem saluran transmisi (menara, arrester,

transformator) SUTT Gunung Sitoli - Teluk Dalam menggunakan

software ATP Draw.

2. Mendapatkan nilai tegangan lebih transien sebelum dan sesudah dari

berbagai jenis arrester.

3. Bagaimana mendapatkan konfigurasi model arrester yang paling sesuai

untuk mengamankan transformator dari bahaya tegangan lebih akibat

sambaran petir pada SUTT Gunung Sitoli-Teluk Dalam.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mensimulasikan menara transmisi SUTT Gunung Sitoli – Teluk Dalam

menggunakan software ATP Draw.

2. Membandingkan nilai tegangan lebih pada berbagai model arrester yang

digunakan ketika diberikan gelombang petir dengan waktu muka yang

berbeda sehingga dapat disimpulkan jenis arrester paling sesuai untuk

SUTT Gunung Sitoli-Teluk Dalam.

3. Menjadi referensi bagi PT. PLN Sumatera Bagian Utara dalam upaya

meningkatkan kinerja arrester untuk mengamankan transformator dari

bahaya tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir pada SUTT

Gunung Sitoli-Teluk Dalam.

Page 17: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

4

1.4. Batasan Masalah

1. Sistem yang dimodelkan adalah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

Gunung Sitoli-Teluk Dalam, Nias

2. Menara yang dimodelkan dalam simulasi adalah menara jenis Aa1.

3. Model gelombang petir yang disimulasikan adalah standar acuan

berdasarkan standar IEC dan CIGRE.

4. Software simulasi yang digunakan adalah ATP EMTP Versi 5.6

5. Arrester yang digunakan dalam simulasi adalah jenis arrester katup metal

oxide (Arrester IEEE, Karbalaye dan Micaela)

6. Parameter yang diamati adalah:

(a) Bentuk gelombang pada tiap fasa ketika diberikan arus surja pada

setiap konfigurasi model arrester untuk sambaran petir langsung

dan tidak langsung.

(b) Tegangan pada salah satu fasa sebelum dan sesudah dipasang

arrester.

Page 18: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fenomena Petir

Proses awal terjadinya petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di

atas bumi. Pembentukan awan disebabkan karena adanya kelembaban udara.

Kelembaban udara yang timbul oleh pengaruh sinar matahari kemudian akan

menyebabkan penguapan air dan uap air tersebut akan naik karena gerakan udara ke

atas (up draft). Proses up draft yang terjadi terus menerus akan membentuk awan

yang bermuatan [8].

Setelah timbul awan bermuatan, selanjutnya kristal-kristal es yang terdapat

pada awan bermuatan saat terkena angin akan mengalami gesekan sehingga muatan

pada kristal es tidak menjadi netral seperti sebelumnya, melainkan akan bermuatan

positif (+) dan negatif (-). Muatan positif pada awan berkumpul dibagian atas awan,

sedangkan muatan negatif berada dibagian bawah awan. Permukaan bumi dianggap

memiliki muatan positif sehingga muatan-muatan negatif yang berada di awan akan

tertarik menuju muatan positif yang berada di bumi. Saat terjadi proses pengaliran

muatan dari awan ke bumi ini yang kemudian disebut sebagai petir.

Pelepasan muatan antara awan ketanah ini sudah cukup besar untuk dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada benda-benda di permukaan tanah. Proses

muatan petir dapat dilihat melalui Gambar 2.1

Page 19: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

6

Gambar 2.1 Muatan Petir

Pilot leader (sambaran pengemudi pada petir) yang membawa muatan akan

mengawali aliran ketanah sehingga saluran yang dibuat oleh sambaran ini menjadi

bermuatan dan kuat medan (potential gradient) dari ujung leader ini menjadi sangat

tinggi. Selama pusat muatan diawan mampu memberikan muatannya pada ujung

leader melalui kanal yang telah dibuatnya untuk mempertahankan kuat medan pada

ujung leader lebih besar dari kuat medan udara, maka leader petir akan tetap mampu

melanjutkan perjalanannya (Gambar 2.1). Jika kuat medan pada ujung leader lebih

kecil dari kuat medan udara, maka leader petir akan berhenti dan muatan dilepaskan

tanpa pelepasan. Saat terjadi proses pengaliran muatan dari awan ke bumi ini yang

kemudian disebut sebagai petir. Sambaran petir terdiri dari beberapa macam jenis [9]:

1. Sambaran langsung terjadi saat petir menyambar secara langsung peralatan

dalam gardu induk. Sambaran langsung menyebabkan tegangan lebih

(overvoltage) yang sangat tinggi.

Page 20: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

7

2. Sambaran induksi terjadi saat sambaran petir ke tanah yang dekat dengan

peralatan sehingga timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan di tempat

terjadinya sambaran.

3. Sambaran dekat adalah gelombang berjalan yang datang menuju gardu induk

dimana hanya berjarak beberapa kilometer dari titik sambaran ke gardu induk.

2.2. Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir

Tegangan lebih merupakan tegangan yang melewati batas rating dasar

peralatan atau tingkat isolasi dasar peralatan atau yang biasa disebut basic insulation

level (BIL) serta hanya dapat ditahan oleh sistem pada waktu yang terbatas. Tegangan

lebih akibat petir disebut tegangan lebih luar atau natural overvoltage karena petir

merupakan peristiwa alami yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia [10].

Beberapa jenis bahaya sambaran petir pada sistem transmisi:

1. Tegangan lebih sambaran langsung pada penghantar dapat dilihat melalui

Persamaan (2.1)

𝑉𝐿 = 𝑍𝐿𝐼𝑆

2 ...............................................................(2.1)

Dimana:

VL: Tegangan pada penghantar (kV)

ZL: Impedansi pada penghantar (Ω)

IS: Arus sambaran (kA)

Muatan yang dilepas oleh petir pada konduktor akan mengalir kedua arah

dalam bentuk gelombang berjalan seperti yang ditunjukkan melalui Gambar 2.2

Page 21: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

8

Gambar 2.2 Tegangan surja (lightning surge) akibat sambaran petir

2. Sambaran Tidak Langsung atau Sambaran Induksi

Sambaran ini dapat terjadi dikarenakan:

a. Induksi elektromagnetik (arus) akibat terjadinya pelepasan muatan

didekat sistem.

b. Induksi elektrostatis sebagai akibat adanya awan bermuatan diatas

hantaran udara.

2.3 Gelombang Berjalan (Traveling Wave)

Jika suatu kawat transmisi yang digambarkan dengan dua kawat dihubungkan

dengan sumber tegangan lebih transient yang disebabkan oleh sambaran petir (surja

petir), maka seluruh hantaran tersebut tidak akan langsung bertegangan. Masih

diperlukan beberapa saat untuk dapat merasakan tegangan ini pada suatu titik dalam

sistem yang mempunyai jarak tertentu dari sumber tegangan tersebut. Hal ini

disebabkan adanya induktansi dan kapasitansi pada sistem tanpa rugi-rugi.

Efek dari gelombang berjalan adalah:

a. Sambaran kilat secara langsung pada kawat

Page 22: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

9

b. Sambaran kilat secara tidak langsung pada kawat (induksi)

c. Operasi pemutusan (switching operation)

d. Busur tanah (arching grounds)

e. Gangguan pada sistem oleh berbagai kesalahan

Penelitian menunjukkan bahwa pada tegangan lebih (overvoltages) yang

disebabkan oleh sambaran petir (surja petir) maupun oleh proses hubung buka (surja

hubung), waktu untuk mencapai puncak gelombang dan waktu penurunan tegangan

sangat bervariasi sehingga untuk pengujian perlu ditetapkan bentuk tegangan impuls

[9]. Standar bentuk tegangan impuls petir ditunjukkan melalui Tabel 2.1

Tabel 2.1 Standar bentuk tegangan impuls petir [9]

Standar Tf x Tt

Jepang 1 x 40 µs

Jerman dan Inggris 1 x 50 µs

Amerika 1,5 x 40 µs

IEC 1,2 x 50 µs

CIGRE 3,3 x 77,5 µs

Keterangan:

Tf : waktu muka

Tt: waktu ekor

2.4. Komponen Utama Pada Saluran Transmisi

Komponen-komponen utama pada saluran transmisi terdiri atas:

a. Menara transmisi

b. Isolator

Page 23: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

10

c. Kawat penghantar

d. Kawat Tanah (ground cable)

2.4.1. Menara atau Tiang Transmisi

Menara atau tiang transmisi adalah suatu bangunan penopang saluran

transmisi, yang bisa berupa menara baja, menara beton bertulang dan menara kayu.

Tiang baja, beton maupun kayu umumnya digunakan pada saluran tegangan kerja

relatif rendah (dibawah 70 kV), sedangkan untuk saluran tegangan tinggi atau ekstra

tinggi menggunakan menara baja.

Pada Gambar 2.3 diperlihatkan bentuk menara dan konfigurasi penghantar

saluran transmisi.

(a) Menara Jenis A (b) Menara Jenis B (c) Menara Jenis C

saluran ganda konfigurasi delta konfigurasi horizontal

Gambar 2.3 Bentuk Menara dan Konfigurasi Penghantar Saluran Transmisi

2.4.2. Isolator

Isolator berfungsi untuk menggantungkan kawat-kawat penghantar listrik dan

sebagai media isolasi listrik yang baik antara kawat bertegangan tinggi dan menara

penyangga. Jenis isolator yang digunakan dalam saluran transmisi adalah jenis

Page 24: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

11

porselin atau gelas. Menurut penggunaan dan konstruksinya dikenal ada tiga jenis

isolator yaitu: (1) jenis pasak, (2) isolator jenis pos saluran dan (3) isolator gantung.

Isolator jenis pasak dan isolator pas saluran digunakan pada saluran transmisi

dengan tengan kerja relatif rendah (kurang dari 22-23 kV), sedangkan isolator

gantung dapat digandeng menjadi rentang isolator yang jumlahnya dapat disesuaikan

dengan kebutuhan.

2.4.3. Kawat Penghantar

Kawat penghantar berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari suatu titik ke

titik lainnya. Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan

dibandingkan dengan kawat penghantar aluminium karena produktivitas dan kuat

bahan yang tinggi. Kelemahannya adalah untuk besar tahanan yang sama, tembaga

lebih berat daripada aluminium dan harganya juga lebih mahal. Karena itu kawat

aluminium telah menggantikan kawat tenaga. Untuk memperbesar kuat tarik

aluminium digunakanlah campuran aluminium (alluminium alloy). Untuk saluran

transmisi, dimana jarak antara dua menara cukup jauh (ratusan meter) dibutuhkan

kuat tarik yang lebih tinggi, maka digunakanlah kawat jenis ACSR (Alluminium

Conductor Steel Reinforced) yaitu kawat penghantar aluminium berinti kawat baja.

Penghantar untuk saluran transmisi lewat udara adalah kawat-kawat isolasi (bare)

yang solid, berlilit (stranded) atau berongga (hollow) dan terbuat dari logam biasa,

logam campuran (alloy) atau logam paduan (composite).

2.4.4. Impedansi Surja Menara

a. Perhitungan Impedansi Surja

Page 25: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

12

Impedansi surja menara dihitung berdasarkan penampang menara transmisi

dapat dilihat melalui Persamaan (2.2)

𝑍 = 30 𝑙𝑛 (2(ℎ2+𝑟2)

𝑟2 ) ...........................................................(2.2)

Dimana:

Z: impedansi hantaran udara (Ω)

h: tinggi menara transmisi (m)

r: lebar jari – jari menara (m)

b. Perhitungan impedansi surja lengan menara

Menghitung impedansi surja lengan menara dapat melalui Persamaan

(2.3)

𝑍 = 60 ln2ℎ

𝑟𝑎 .......................................................................(2.3)

Dimana:

h : tinggi menara transmisi (m)

ra: jari – jari lengan menara (m)

c. Menghitung tahanan pentanahan menara

Menghitung tahanan pentanahan pada menara dapat melalui Persamaan

(2.4)

𝑅 =𝜌

2𝜋𝑙(𝑙𝑛

2𝑙

√212.𝑎3.𝑟𝑏

4) ........................................................(2.4)

Dimana :

𝜌: resistivitas tanah (Ω-m)

l: jarak antara dua buah konduktor (m)

Page 26: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

13

a: kedalaman elektroda (m)

rb: jari – jari konduktor

2.4.5. Kawat Tanah

Ketika sambaran petir mengenai kawat fasa, maka hal tersebut akan

mempengaruhi kelistrikan yang bersifat mengganggu bahkan bisa memutuskan

pasokan energi listrik. Maka dari itu dipasanglah kawat tanah di atas kawat fasa yang

mana kawat tanah berfungsi melindungi kawat fasa dari sambaran petir, kawat tanah

dipasang dengan jarak antara kawat fasa dan kawat tanah diatur sebesar 45O yang

pada praktiknya dibuat sebesar 30O yang bertujuan agar perlindungan yang lebih

maksimal [10].Semakin kecil sudut kawat tanah, maka semakin baik perlindungan

kawat tanah. Sudut kawat tanah dapat diihat melalui Gambar 2.4

Gambar 2.4 Sudut Kawat Tanah

2.5. Lightning Arrester

Arrester adalah alat proteksi bagi peralatan listrik terhadap tegangan lebih

yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat

sebagai bypass disekitar isolasi yang membentuk jalan dan mudah dilalui oleh arus

kilat ke system pentanahan sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang tinggi

dan tidak merusak isolasi peralatan listrik. By pass ini harus sedemikian rupa

Page 27: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

14

sehingga tidak mengganggu aliran daya sistem frekuensi 50 Hz.

Jadi pada keadaan normal arrester berlaku sebagai isolator, bila timbul

tegangan surja alat ini bersifat sebagai konduktor yang tahanannya relatif rendah,

sehingga dapat melakukan arus yang tinggi ke tanah. Setelah arus surja hilang,

arrester harus dengan cepat kembali menjadiisolasi.Sesuai dengan fungsinya, yaitu

arrester melindungi peralatan listrik pada sistem jaringan terhadap tegangan lebih

yang disebabkan surja petir atau surja hubung, maka pada umumnya arrester

dipasang pada setiap ujung saluran udara tegangan tinggi yang memasuki gardu

induk [11].

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh arrester adalah sebagai berikut:

1. Tegangan percikan (sparkover voltage) dan tegangan pelepasannya

(discharge voltage) yaitu tegangan pada terminalnya pada waktu

pelepasan harus cukup rendah sehingga dapat mengamankan isolasi.

Tegangan percikan tersebut juga tegangan gagal sela (gap breakdown

voltage) atau jatuh tegangan (voltagedrop).

2. Arrester harus mampu memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja

terus seperti semula. Batas dari tegangan sistem dimana pemutusan arus

susulan ini masih mungkin di sebut tegangan dasar (rated voltage) dari

arrester. Kadang-kadang dipakai juga elektroda dengan sela udara

disebut juga sela pelindung (protective gap) sebagai ganti arrester.

Tetapi pada umumnya sela ini tidak dipakai karena tegangan

percikannya berubah-ubah tergantung dari keadaan udara dan karena

tidak mampu memutuskan arus susulan. Sela semacam ini dipakai

Page 28: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

15

hanya pada pemisah pada sisi keluar dari suatu saluran transmisi.

Arrester yang ideal harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Pada sistem tegangan yang normal arrester tidak boleh bekerja.

2. Bila mendapat tegangan transient abnormal diatas harga tegangan

tembusnya, harus tembus (break down) dengancepat.

3. Arus pelepasan selama break down (tembus) tidak boleh melebihi arus

pelepasan nominal supaya tidakmerusak transformator.

4. Setiap gelombang transient dengan tegangan puncak yang lebih tinggi

dari pada tegangan tembus pandang arrester harus mampu

mengaktifkan arrester untuk mengalirkan tegangan ketanah.

5. Pada tegangan oprasi normal, harus mempunyai impedansi sangat tinggi

atau tidak menarik aruslistrik.

6. Arus dengan frekuensi normal harus diputuskan dengan segera apabila

tegangan transient telah turun dibawah harga tegangan tembusnya.

2.5.1. Karakterisitik Arrester

Untuk gelombang berjalan yang datang pada sebuah transformator, arus

pelepasan dalam arester ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperlihatkan

melalui Gambar 2.5 [12].

Page 29: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

16

IA = Arus Surja

iN = Arus Susulan

V = Tegangan Dasar

Va = Tegangan Gagal

1,2 = Tahanan Linear

\\ 3 = Tahanan Tidak Linear

a = arus naik

b = arus turun

Gambar 2.5 Karakteristik Arus Tegangan

Untuk mencari arus surja (Ia) digunakan melalui Persamaan (2.5).

𝐼𝑎 =2𝑉−𝑉𝑎

𝑍 ..................................................................................(2.5)

Dimana :

Ia: Arus pelepasan arester (kA)

V: Tegangan surja yang datang (kV)

Va: Tegangan terminal arester (kV)

Z: Impedansi surja kawat transmisi (Ω)

Besarnya impedansi surja hantaran udara digunakan melalui Persamaan (2.6).

𝑍 = √𝐿

𝐶= 60 ln 2

𝑟𝑜ℎ𝑚 ............................................................(2.6)

Dimana:

Z: Impdansi surja kawat transmisi (Ω)

h: Tinggi menara (m)

r : Jarak kawat antar menara (m)

Nilai tegangan referensi dapat diperoleh melalui Persamaan (2.7).

Vref (A0) = 170 x Vpu ................................................................(2.7)

Page 30: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

17

Keterangan:

V ref (A0) : Tegangan referensi yang dilihat dari A0 (v)

Vpu : Tegangan per unit

2.5.2. Pemodelan Arrester

Untuk mendapatkan performa yang lebih baik, rangkaian ekivalen dari

arrester dimodelkan sedemikian rupa agar dapat mengamankan saluran transmisi.

Terdapat 3 pemodelan arrester yaitu: Model IEEE, Micaela dan Karbalaye.

2.5.3. Model IEEE

Model ini direkomendasikan oleh IEEE W.G 3.4.11 ditunjukkan pada

Gambar 2.6 [13].

Gambar 2.6 Rangkaian Ekivalen Model IEEE

Dalam model ini karakteristik non-linear V-I diperoleh dengan menggunakan

dua resistor non-linear (disebut A0 dan Al) dipisahkan oleh filter R-L. Untuk lonjakan

yang lambat impedansi filter sangat rendah serta A0 dan A1 dihubungkan secara

paralel. Pada model IEEE ini parameter yang harus dicari adalah L0, R0, L1, R1 dan C

dengan mengetahui data dari arrester yang digunakan [13]. Pada penelitian ini

digunakan arrester tipe PEXLIM Q072-YV072, pada katalog didapat data yang

diperlukan untuk mencari parameter sebagaimana terlampir dalam Lampiran 1.

Page 31: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

18

Berikut adalah data dari arrester:

d = 1.431 m

n = 1

Setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mencari parameter yang dibutuhkan

melalui Persamaan (2.6) [14].

𝐿1 = 15𝑑

𝑛 ...................................................................(2.6)

𝑅1 = 65𝑑

𝑛 ..................................................................(2.7)

𝐿0 = 0.2𝑑

𝑛 .................................................................(2.8)

𝑅0 = 100𝑑

𝑛 ...............................................................(2.9)

𝐶 = 100𝑛

𝑑 .............................................................(2.10)

Dimana:

d : estimasi tinggi arrester (meter)

n : jumlah kolom paralel dari arrester metal oxide

L0 : lilitan 1 (µH)

L1 : lilitan 2 (µH)

R0 : tahanan 1 (Ω)

R1 : tahanan 2 (Ω)

C : kapasitor (pF)

Page 32: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

19

2.5.4. Model Micaela

Model ini dicetuskan oleh Micaela Caserza Magro, Marco Giannettoni

dan Paolo Pinceti dimana model ini didasarkan pada penyederhanaan model IEEE.

Terdapat perbedaan pada model ini yaitu:

1. Jangkauan tegangan diperpanjang ke seluruh level HV dan MV.

2. Terdapat rumus baru jika tidak didapatkan data manufactur data tegangan

residu pada lonjakan arus 10 kA dengan kecepatan arus waktu

muka gelombang = 1 /T2 µs. Rangkaian ditunjukkan pada Gambar 2.7 [15].

Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Model Micaela

Untuk menentukan rumus yang dipakai untuk mencari nilai L0 dan L1 dibuatlah

suatu konstanta yaitu "K". Untuk mencari nilai K dapat melalui Persamaan (2.11)

K=𝑉1/𝑇2

𝑉8/20 ...................................................................(2.11)

Jika nilai K < 1.18 maka ditemukanlah nilai L0 dan L1 melalui Persamaan (2.12)

𝐿1 =1

12

𝑉𝑟1𝑟2

⁄ −𝑉𝑟820⁄

𝑉𝑟820

𝑉𝑛 ..............................................(2.12)

𝐿0 =1

4

𝑉𝑟1𝑟2

⁄ −𝑉𝑟820⁄

𝑉𝑟820

𝑉𝑛.................................................(2.13)

Keterangan:

Vn : Tegangan pengenal arester (kV)

Page 33: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

20

𝑉𝑅1

𝑇2 : Tegangan residu pada lonjakan arus 10 kA dengan kecepatan

lonjakan arus pada waktu muka gelombang1/T2 µs (kV)

𝑉𝑅8

𝑇20 : Tegangan residu pada arus 10 kA dengan bentuk 8/20 µs (kV)

Jika nilai K > 1.18 maka nilai L0 dan L1 dapat ditemukan melalui Persamaan

(2.14) dan (2.15) [16].

L0 = 0.01 Vn ............................................................................(2.14)

L1 = 0.03 Vn ............................................................................(2.15)

Maka pada model Micaela yang harus dicari adalah L0 dan L1. Pada penelitian

ini digunakan arrester tipe PEXLIM Q072-YV072. pada katalog didapat data yang

diperlukan untuk mencari parameter sebagaimana terlampir dalam lampiran 1.

2.5.5 Model Karbalaye

Model ini dicetuskan oleh M. Karbalaye et al. [17] dimana model

inididasarkan pada penyederhanaan model IEEE. Terdapat perbedaan pada model ini

yaitu:

1. Satu buah hambatan diparalel denganinduktansi digantikan oleh satu

hambatan R (sebesar 1 MΩ) di antara terminal input.

2. Satu buah hambatan diparalel dengan induktansi digantikan dengan satu

induktansi seperti yang ditunjukkan melalui Gambar 2.8

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen Model Karbalaye

Page 34: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

21

Untuk menentukan nilai dari induktansi dan kapasitansi dapat digunakan

melalui Persamaan (2.16) dan (2.17).

𝐿1 =1

5(

𝑉𝑟820

−𝑉𝑠𝑠

𝑉𝑟820

) 𝑉𝑛 (µ𝐻)......................................................... (2.16)

𝐶 =1

55(

𝑉𝑟820

−𝑉𝑠𝑠

𝑉𝑟820

) 𝑉𝑛 (𝑝𝐹) .......................................................(2.17)

Dimana:

Vn : Tegangan pengenal arester (kV)

Vss : Tegangan residu pada lonjakan arus 500 A dengan bentuk

30/60 µs (kV)

Vr8/20 : Tegangan residu pada lonjakan arus 10 kA dengan bentuk

8/20 µs (kV)

n : Jumlah kolom paralel

Pada model Karbalaye parameter yang harus dicari adalah L1 dan C1. Pada

penelitian ini digunakan arrester tipe PEXLIM Q072-YV072. pada katalog didapat

data yang diperlukan untuk mencari parameter sebagaimana terlampir dalam

Lampiran 1.

2.6. Pentanahan Transformator Pada Gardu Induk

Dalam suatu gardu induk dibutuhkan suatu sistem pentanahan yang handal.

Hal ini dimaksudkan agar ketika terjadi gangguan fasa ke tanah pada Saluran Udara

Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV tidak akan membahayakan keselamatan manusia,

sebab arus gangguan akan mengalir pada bagian peralatan dan ke pentanahan. Hal ini

akan menimbulkan gradien tegangan diantara (1) peralatan dengan peralatan, (2)

peralatan dengan tanah dan (3) gradien tegangan pada permukaan tanah yang

Page 35: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

22

berbahaya bagi manusia dan peralatan yang berada di area gardu induk. Karenanya

diperlukan sistem pentanahan yang baik dan efektif meratakan gradien tegangan yang

timbul [18].

Sistem pentanahan peralatan gardu induk yang umum digunakan saat ini adalah

sistem pentanahan driven rod, counterpoise, menggunakan kisi (grid) dan gabungan

antara sistem pentanahan grid dan rod. Dari ketiga model sistem pentanahan ini

sistem kisi (grid) dan rod paling sering digunakan untuk GI Tegangan Tinggi 70 kV.

Untuk jenis tanah di Nias yang dikelompokkan dalam 2 jenis tanah yakni jenis tanah

bebatuan dan jenis tanah berpasir yang memiliki tahanan jenis tanah yang berbeda-

beda.Tujuan adanya pentanahan peralatan dapat diformulasikan sebagai berikut:

a. Untuk mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang berbahaya bagi

manusia dalam daerah itu.

b. Untuk memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun

lamanya dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran atau

ledakan pada bangunan atau isinya.

c. Untuk memperbaiki penampilan (performance) dari sistem

2.7. Isolasi Impuls Dasar (Basic Insulation Level)

Basic Insulation Level (BIL) begitu penting dalam pengamanan transformator

sebagai salah satu elemen utama dalam proses tranmisi listrik. Nilai dari BIL tersebut

diambil agar dapat menghindari kerusakan terhadap alat – alat listrik akibat

overvoltage agar membatasi nilai lompatan sehingga tidak terjadi kerusakan pada

peralatan sehingga kualitas pelayanan tenaga listrik semakin baik dan mencegah

biaya tambahan untuk perbaikan transformator serta elemen yang terkena dampak

Page 36: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

23

over voltage. Pada umumnya nilai BIL adalah 80% dari nilai tegangan sistem yang

digunakan [19]. Karakteristik basic insulation level dapat dilihat melalui Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Karakteristik Basic Insulation Level

2.8. Faktor Perlindungan (Margin Protection)

Faktor perlindungan merupakan nilai tolak ukur dari tingkat perlindungan

yang ada pada gardu induk. Faktor perlindungan (FP) umumnya bernilai 20% dan

faktor perlindugan harus bernilai diatas 20% [20]. Penentuan FP didapatkan setelah

mendapatkan beberapa rumusan terlebih dahulu:

1. Tegangan Pengenal Arreter/Ratting Arrester

Penentuan besaranya tegangan pengenal arrester adalah dapat dilihat pada

Persamaan (2.18) dan Persaamaan (2.19)

Tegangan sistem maksimum = V nominal + 10 % .................................(2.18)

Dimana 10 % merupakan faktor tolerasi

Tegangan pengenal arrester = 𝑉 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙+10 %

√3 .....................................(2.19)

Page 37: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

24

2. Tegangan Terminal Arrester (kV)

Karakteristik kerja arrester dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik Pada Arrester [21]

Tegangan Pengenal

Arrester (kV)

Kecuraman

surja/FOW (KV/µs)

Tegangan Kerja

STD (kV) FOW (kV)

21 200 76 88

24 225 87 100

30 250 108 125

33 275 119 137

36 300 130 150

39 325 141 163

42 350 152 176

45 375 163 189

48 400 174 202

Keterangan:

FOW : Front of wave protect level (Tegangan percikan impuls muka gelombang, kV)

STD : Sparkover Maximum Voltage (Tegangan percikan impuls maksimum, kV)

3. Tegangan Kerja Arrester (UA)

Tegangan kerja arrester dari berbagai jenis ratting tegangan dapat dilihat

pada Tabel 2.3

Page 38: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

25

Tabel 2.3 Tabel Tegangan Kerja Arrester (UA)

Ratting Arrester (kV) Tegangan Arrester 10 kA (kV)

21 76

24 87

27 97

30 108

33 119

36 130

39 141

42 152

45 163

48 174

4. Tingkat Perlindungan (TP) Arrester

Sebelum mendapatkan faktor perlindungan, maka perlu diketahui TP

Arrester. TP Arrester dapat diperoleh melalui Persamaan (2.20).

TP Arrester = Tegangan Kerja Arrester + 10% ..........................(2.20)

5. Faktor Perlindungan (FP) atau Margin Protection (MP)

Margin protectionataupun Faktor Perlindungan (FP) adalah perbedaan

tegangan antara BIL dari peralatan yang dilindungi dengan tegangan kerja

arrester antara arrester [21]. Faktor perlindungan pada peralatan di gardu

induk harus lebih dari 20 % agar dinyatakan aman. Faktor perlindungan

atau margin protection (MP) dapat melalui Persamaan (2.21) [22].

Page 39: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

26

Margin Protection (MP) = 𝐵𝐼𝐿𝑃𝑒𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡𝑎𝑛−𝑇𝑃𝐴𝑟𝑟𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟

𝐵𝐼𝐿𝑃𝑒𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡𝑎𝑛𝑥 100% ............(2.21)

2.9. Software ATP Draw

Pemodelan jaringan transmisi dengan menara transmisi 70 kV, dilakukan

dengan menggunakan software Alternative Transients Program (ATP) pada

komputer. ATP termasuk salah satu program yang digunakan secara luas untuk

simulasi digital dari fenomena transien elektromagnetik, sebagaimana kejadian

elektromagnetik sesungguhnya pada sistem tenaga [23]. Pada program ini pengguna

dapat merancang rangkaian elektronik dengan memilih komponen-komponen yang

telah tersedia. Beberapa penelitian yang dapat dilakukan dengan software ini adalah:

1. Tegangan lebih akibat mekanisme petir dan mekanisme switching

peralatan stabilitas transien

2. Estimasi kualitas daya

3. Aplikasi elektronika daya

4. Unjuk kerja peralatan FACTS: STATCOM (Static Synchronous

Compensator), SVC ((Static VAR Compensator) dan UPFC (Unfield

Power Flow Controller)

5. Analisis harmonisa dan resonansi

6. Pengujian peralatan proteksi, dan lain-lain

Halaman awal pada ATP-EMTP ditunjukkan pada Gambar 2.10 yang

membuat rangkaian baru dan tampilan awal muncul dengan cara pilih menu

file dan klik New. Komponen yang akan digunakan dapat dipilih dengan cara

Page 40: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

27

klik kanan pada mouse dan pilih komponen yang dibutuhkan seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.11

Gambar 2.10 Tampilan awal model rangkaian baru pada ATP Draw

Gambar 2.11 Program ATP Draw dan komponen

Page 41: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

28

2.10. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Gunung Sitoli - Teluk Dalam

Sistem tenaga listrik di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari sistem

interkoneksi dengan transmisi 70 kV sampai 275 kV dan sistem isolated dengan

distribusi 20 kV yaitu sistem isolated Pulau Nias, Pulau Tello dan Pulau Sembilan.

Pembangkit yang digunakan pada Gardu Induk Gunung Sitoli adalah PLTD

(Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Pulau Nias yang terletak di sebelah barat Pulau

Sumatera memiliki kondisi sebagai berikut [24]:

1. Pulau yang terpisah cukup jauh dari Pulau Sumatera.

2. Rawan gempa, rawan longsor dan perubahan cuaca yang ekstrim

3. Medan geografis antar kecamatan sulit dijangkau

Peta kelistrikan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias dapat dilihat pada

Gambar 2.12

Gambar 2.12 Peta kelistrikan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias

Page 42: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

29

Dikarenakan cuaca yang berubah secara drastis, tercatat sepanjang bulan

September 2018 – Oktober 2019 sebanyak 26 gangguan listrik terjadi pada GI

Gunung Sitoli dan 23 gangguan terjadi akibat sambaran petir dengan rata-rata durasi

pemadaman (blackout) di atas 100 menit dan setiap kali terjadi surja petir, minimal 2

phasa pada 57 Penghantar (PHT) dinyatakan terganggu.

Page 43: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

30

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan tanggal 14 - 28 Januari 2020

bertempat di PT. PLN (Persero) P3 B Sumatera Utara. Model simulasi pada

pelitian ini diambilGardu Induk PLN Gunung Sitoli70 kV dengan data kondisi

GI dalam rentang waktu bulan Januari 2018 – Oktober 2019.

3.2. Data-Data yang Diperlukan

Adapun data-data yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah:

1. Data menara SUTT 70 kV Gunung Sitoli [22] tertera pada Gambar 3.1

6.4 m

4.5 m

i

3 m

4.5 m

4.5 m

27 m

Gambar 3.1 Spesifikasi Menara SUTT 70 kV PLN Gunung Sitoli

Page 44: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

31

2. Data Kawat Fasa

Tabel 3.1 menunjukkan data kawat tanah dan kawat fasa SUTT Gunung

Sitoli 70 kV

Tabel 3.1 Spesifikasi Kawat Fasa

Penghantar Luas Penampang

(mm2 )

Diameter

(cm)

Resistansi

(ohm/km)

Reaktansi

(ohm/km)

Kawat fasa

242

2,19 0,1218 0.2971

3. Data Arrester

Data arrester pada arrester SUTT Gunung Sitoli 70 kV ditunjukkan

pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Data Arrester

Tipe

Tegangan

maksimum

sistem

(kV)

Short

Circuit

Current

(kV)

Uc

(kV)

Ur

(kV)

Tegangan

operasi

(kV)

Koefisien

pentanahan

PEXLIM Q072-YV072

77 65 72 58 61.6 0.8

Keterangan:

Uc: Tegangan nominal/pengenal pada arrester (V rms x koef)

Ur: Tegangan dasar arrester (kV)

Karakteristik arrester berdasarkan IEEE W.G 3.4.11 ditunjukkan dalam Tabel 3.3

Page 45: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

32

Tabel 3.3 Karakteristik Arrester

I (A)

A0 A1

Tegangan

(per unit)

Tegangan

(kV)

Tegangan

(per unit)

Tegangan

(kV)

10 0,01 1,7 0 0 100 0,011 1,87 0,005 0,85

1000 0,118 20,06 0,055 0, 935

10000 1,188 201,875 0,555 94,35

18000 2,125 361,097 1 170 20000 2,376 403,75 1,111 188,87

30000 3,543 602,31 1,666 283,22

40000 4,724 803,08 2,222 377,4 50000 5,905 1.003,85 2,777 472,09

Keterangan:

A0 : metal oxide varristor1 dalam arrester

A1 : metal oxide varristor2 dalam arrester

4. Data Transformator

Tabel 3.4 menunjukkan data transformator pada SUTT Gunung Sitoli 70 kV.

Tabel 3.4 Data Transformator

Nama Transformator daya

Merk ALSTOM

Tahun pembuatan 2016

Rated Power 30 MVA

Frekuensi 50 Hz

Vector Group YNyn0

Tegangan sisi primer 66Kv

Tegangan sisi sekunder 20 kV

Impedansi 12.73 %

BIL 140kV

Page 46: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

33

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan perhitungan untuk menghitung nilai variabel

yang akan dimasukkan pada simulasi dan selanjutnya dilakukan simulasi

menggunakan software Alternative Transiens Program (ATP).

Adapun prosedur dalam penelitian ini yaitu:

1. Penyiapan Data-Data dan Spesifikasi Peralatan

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data menara transmisi,

kawat fasa, arrester dan data trafo daya yang terdapat pada Gardu Induk 70 kV

Gunung Sitoli, Nias.

2. Perhitungan Parameter Menara Transmisi

Perhitungan parameter menara transmisi yang dilakukan terdiri dari:

a. Perhitungan impedansi surja menara

b. Perhitungan impedansi surja lengan menara

c. Perhitungan impedansi

3. Menghitung Pemodelan Arrester

Terdapat 3 pemodelan arrester yang akan dianalisa untuk mencari parameter

dari masing-masing model yaitu: model IEEE, Micaela dan Karbalaye.

4. Pembuatan Simulasi Saluran Transmisi pada Gardu Induk Gunung Sitoli

Setelah mendapatkan data dan spesifikasi peralatan maka data-data tersebut

akan diolah dan selanjutnya akan dilakukan pemodelan menggunakan software ATP

dimana hasil dari pemodelan tersebut selanjutnya akan dianalisis. Pemodelan yang

dibuat adalah sumber AC, menara transmisi, isolator, tahanan pentanahan arrester

serta transformator.

Page 47: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

34

1. Pemodelan Sumber Tiga Fasa

Parameter sumber tiga fasa pada ATP Draw dapat dilihat pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Pemodelan Sumber Tiga Fasa

Untuk mendapatkan amplitudo tegangan tiga fasa dapat dilakukan dengan

mengubah tegangan sistem 70 kVL-L(rms) menjadi tegangan puncak melalui Persamaan

(3.2)

𝑉𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 = √2

√3× 𝑉𝐿−𝐿(𝑟𝑚𝑠) ..................................................(3.2)

𝑉𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 = √2

√3× 70.000

𝑉𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 = 57.154,76 𝑉𝑜𝑙𝑡

2. Saluran Transmisi

Pada program ATP Draw untuk pemodelan saluran transmisi disediakan

komponen dengan nama LCC (Line Constant, Cable Constant) seperti Gambar 3.3:

Gambar 3.3 Pemodelan Saluran Transmisi

Page 48: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

35

3. Pemodelan Menara dan Lengan Menara

Untuk pemodelan menara dan lengan menara digunakan komponen LINEZT_1

dengan pemodelan seperti Gambar 3.4

Gambar 3.4 Pemodelan Menara dan Lengan Menara

4. Pemodelan Isolator

Isolator dalam program ATP Draw dimodelkan dengan kapasitor yang dirangkai

dengan sakelar yang pengoperasiannya diatur oleh tegangan. Untuk model isolator

yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.5

Gambar 3.5 Pemodelan Isolator

5. Pemodelan Sumber Petir

Dalam program ATP Draw sumber petir direpresentasikan dengan komponen

Heidler yang dihubungkan dengan resistor. Gambar 3.6 menunjukkan model sumber

petir pada program ATP Draw.

Gambar 3.6 Pemodelan Sumber Petir Heidler

Page 49: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

36

5. Pemodelan Transformator

Untuk pemodelan Trafo digunakan komponen BCTRAN dengan pemodelan

seperti Gambar 3.7

Gambar 3.7 Pemodelan transformator

6. Pemodelan Arrester

Untuk pemodelan arrester dilakukan dengan 3 pemodelan yaitu IEEE,

Karbalaye dan Micaela seperti Gambar 3.8

(a)

Gambar 3.8 Pemodelan arrester (a) IEEE, (b) Karbalaye dan (c) Micaela

Single Line Diagram (SLD) Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kV Teluk

Dalam Nias menggunakan arrester tipe IEEE yang ditunjukkan dalam Gambar 3.9

Page 50: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

37

Gambar 3.9 Single Line Diagram Saluran Udara Tegangan Tinggi Teluk Dalam Nias

menggunakan arrester IEEE

Dengan menggunakan software ATP EMTP maka nilai dari arus petir dapat

diubah mulai dari 10 kA sampai 50 kA dengan nilai pentanahan trafo 1 Ω - 5Ω

menggunakan standar petir IEC maupun CIGRE. Nilai dari arus petir ini akan

mempengaruhi nilai tegangan pada fasa serta tegangan fasa pada terminal

transformator. Setelah mendapatkan nilai fasa tersebut, dipasanglah ketiga jenis

arrester: IEEE, Karbalaye dan Micaela serta diperoleh nilai tegangan pada terminal

transformator setelah dipasang arrester.

3.4. Variabel yang diamati

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi nilai injeksi arus

arus surja 10 kA – 50 kA dengan interval 10 kA untuk memperoleh nilai tegangan

pada setiap fasa sebelum dan sesudah pemasangan arrester saat sambaran petir

langsung dan tidak langsung menggunakan standar petir IEC dan CIGRE.

Page 51: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

38

Untuk mendesain dan memanajemankan proses penyelesaian penelitian ini dilihat

pada diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Diagram alir penelitian

Mulai

Menentukan GI yang akan

dimodelkan

Memodelkan sistem GI (menara, lengan,

menara, saluran transmisi) dan arrester

Memvariasikan parameter petir dengan

sambaran langsung dan tidak langsung sesuai

IEC dan CIGRE

Menganalisa tegangan pada kawat fasa dan

fasa terminal transformator setelah menerima

sambaran petir langsung dan tidak langsung

Mensimulasikan sambaran petir tidak

langsung dengan St. IEC dan CIGRE dengan

transformator dilindungi berbagai arrester

Membandingkan nilai tegangan pada terminal

transformator setelah mendapatkan

perlindungan dari berbagai jenis arrester

Menganalisa Faktor Perlindungan (FP)

berbagai jenis arrester yang disimulasikan

Selesai

Page 52: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

39

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menginjeksikan arus surja dari 10 kA sampai 50

kA dengan interval arus sebesar 10 kA pada setiap simulasi. Waktu muka dan ekor

petir yang digunakan adalah standar IEC dan CIGRE. Simulasi dilakukan dengan dua

kondisi, yaitu petir menyambar pada kawat fasa dan kawat tanah sebelum

menggunakan arrester dan setelah menggunakan arrester dengan pemodelan IEEE,

Micaela dan Karbalaye.

4.1.1. Simulasi dengan kondisi sambaran petir secara langsung (mengenai salah satu

fasa tanpa arrester) dengan standar IEC dan CIGRE

Proses simulasi ATP Draw menggunakan nilai amplitudo puncak dari

tegangan sistem yang berada di data SUTT Gunung Sitoli 70 kV. Pemodelan sumber

tegangan AC dapat dilakukan dengan mengkonversikan tegangang sistem 70 kVL-

L(RMS) ke tegangan puncak melalui Persamaan (3.1).

Tegangan puncak = √2

√3𝑉𝐿−𝐿(𝑅𝑀𝑆)

= √2

√3 𝑥 70 𝑘𝑉

= 57,154 kV

Gambar 4.1 menunjukkan gelombang tegangan keluaran masing-masing fasa

pada transformator dalam kondisi normal

Page 53: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

40

Gambar 4.1 Gelombang tegangan keluaran transformator dalam keadaan normal

Fasa yang paling memungkinkan tersambar petir adalah fasa yang berada

paling tinggi di menara (fasa R). Simulasi dilakukan dengan memberikan arus surja

sebesar 10 kA sampai 50 kA dengan interval arus 10 kA menggunakan standar IEC

dan CIGRE menggunakan nilai tahanan pentanahan 5 Ω dansebelum dipasang

arrester pada fasa R. Gambar 4.2 merupakan rangkaian simulasi dengan kondisi petir

menyambar fasa R sebelum dipasang pemodelan arrester.

Gambar 4.2 Simulasi petir menyambar fasa R sebelum dipasang arrester

Page 54: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

41

Ketika petir disimulasikan menyambar salah satu fasa, maka akan terjadi

transient overvoltage pada fasa tersebut dan terminal transformator. Gelombang

tegangan transien sambaran petir 10 kA dengan standar IEC dan CIGRE pada fasa R

ditunjukkan pada Gambar 4.3.

(a)

(b)

Gambar 4.3 Gelombang tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan

(b) terminal transformator dengan sambaran 10 kA Standar IEC tanpa

arrester

Teg

an

gan

(M

V)

Teg

an

gan

(M

V)

Keterangan: Fasa R Fasa R Fasa T

Keterangan: Fasa R Fasa R Fasa T

Page 55: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

42

Setelah proses simulasi berlangsung, maka diperoleh nilai tegangan pada fasa

R, S dan T serta nilai tegangan fasa pada transformator sebelum arrester dipasang

seperti yang tertera pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Simulasi Petir 10 kA – 50 kA dengan Standar IEC pada Fasa R dan

Terminal Transformator Sebelum Dipasang Arrester

Pada simulasi 10 kA – 50 kA di fasa R dengan interval 10 kA petir di fasa R

standar IEC terlihat bahwa tegangan tertinggi berada di fasa R disusul oleh fasa S dan

fasa T. Perbedaan fasa S dan fasa R rata-rata adalah 3 kali lipat lebih besar.Pada data

terlihat terjadi penurunan tegangan di terminal transformator. Hal ini dikarenakan

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa

Tegangan pada

Fasa

(kV)

Tegangan Fasa pada

terminal Transformator

Sebelum dipasang Arrester

(kV)

10

1.2/50

(IEC)

R 1.519,8 1.294,4

S 454,7 456,2

T 321,9 457,1

20

R 2992,7 2.534,6

S 922,3 913,8

T 654,2 944,1

30

R 4.479 3.822

S 1393,5 1.414,7

T 988,4 1467

40

R 5.958,7 5.090,4

S 1.865,4 1.886,7

T 1.323,9 1.958,3

50

R 7.438,3 6.352

S 2.333,6 2.348,6

T 1.657,9 2.428,2

Page 56: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

43

oleh faktor atenuasi yaitu adanya penurunan magnitude gelombang disebabkan oleh

efek kulit, pertukaran resistansi ground, kebocoran resistansi yang mengakibatkan

berkurangnya energi. Pada Gambar 4.4 diperoleh hasil simulasi petir menggunakan

standar CIGRE sebelum dipasang arrester

(a)

(b)

Gambar 4.4 Gelombang tegangan sambaran petir dengan pada (a) fasa dan (b)

terminal transformator dengan sambaran 10 kA Standar CIGRE

Teg

an

gan

(M

V)

Teg

an

gan

(M

V)

Keterangan: Fasa R Fasa R Fasa T

Keterangan Fasa R Fasa R Fasa T

Page 57: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

44

Setelah melakukan percobaan menggunakan injeksi arus sebesar 10 kA – 50

kA dengan interval 10 kA, maka diperolehlah hasil simulasi petir yang tertera pada

Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil simulasi petir 10 kA – 50 kA dengan interval 10 kA menggunakan

standar CIGRE pada fasa R dan terminal transformator sebelum dipasang

arrester

Pada simulasi 10 kA – 50 kA di fasa R dengan interval 10 kA petir di fasa R

standar CIGRE terlihat bahwa tegangan tertinggi berada di fasa R disusul oleh fasa S

dan fasa T. Perbedaan nilai fasa S dan fasa R rata-rata adalah 3 kali lipat lebih kecil.

Pada data terlihat terjadi penurunan tegangan di terminal transformator. Hal ini

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa

Tegangan pada

Fasa

(kV)

Tegangan Fasa pada

terminal Transformator

Sebelum dipasang Arrester

(kV)

10

3.3/77.5

(CIGRE)

R 1.519,1 1.276,3

S 454,1 446,3

T 321 459

20

R 2.997,1 2.531,9

S 924,1 911,9

T 655,3 941,8

30

R 4.476,4 3.789,3

S 1.392,9 1.368,5

T 988,4 1.409,6

40

R 5.955,1 5.018,8

S 1.863,7 1.873,4

T 1.322,2 1.971,8

50

R 7.433,7 6.304,8

S 2.333,6 2.281,3

T 1.655,9 2.344,2

Page 58: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

45

dikarenakan oleh faktor atenuasi yaitu adanya penurunan magnitude gelombang

disebabkan oleh efek kulit, pertukaran resistansi ground, kebocoran resistansi yang

mengakibatkan berkurangnya energi dalam penelitian ini Basic Insulation Level

transformator adalah 140 kV.

Gambar 4.5 menunjukkan perbandingan tegangan fasa pada terminal

transformator dan BIL transformator dengan arus surja 10 kA – 50 kA dengan standar

IEC.

Gambar 4.5 Perbandingan antara tegangan fasa pada terminal transformator dan

BIL transformator dengan surja petir 10 – 50 kA menggunakan

Standar IEC tanpa arrester

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

10 kA 20 kA 30 kA 40 kA 50 kA

Teg

an

ga

n (

V)

Injeksi Arus Petir (kA)

Fasa R

Series2

Series3

Series4

Keterangan

Fasa R

Fasa S

Fasa T

BIL

Page 59: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

46

Gambar 4.6 Perbandingan antara tegangan fasa pada terminal transformator dan BIL

transformator dengan surja petir 10 – 50 kA menggunakan standar

CIGREtanpa arrester

4.1.2 Simulasi dengan kondisi sambaran petir secara tidak langsung (mengenai

kawat tanah tanpa arrester) dengan standar IEC dan CIGRE

Sambaran petir umunya terjadi mengenai benda yang paling tinggi dari

daratan. Dalam menara transmisi, kawat tanah sengaja dipasang lebih tinggi daripada

kawat fasa agar dapat menjadi media yang melindungi kawat fasa dari sambaran petir.

Kawat ini dipasang dengan sudut perlindungan sekecil mungkin karena dianggap

petir menyambar dari atas kawat. Simulasi berikut dilakukan dengan memberikan

arus surja sebesar 10 kA sampai50 kA pada kawat tanah menggunakan standar IEC

dan CIGRE dengan nilai tahanan pentanahan 5 Ω dansebelum dipasang arrester.

Gambar 4.7 merupakan rangkaian simulasi dengan kondisi petir menyambar kawat

tanah sebelum dipasang pemodelan arrester.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

10 kA 20 kA 30 kA 40 kA 50 kA

Tegan

gan

(V

)

Injeksi Arus Petir (kA)

Fasa R

Series2

Series3

Series4

Page 60: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

47

Gambar 4.7 Simulasi Sambaran Petir Tidak Langsung Sebelum Dipasang Arrester

Ketika petir disimulasikan menyambar salah kawat tanah tanpa arrester, maka

akan terjadi transient overvoltage pada fasa tersebut dan terminal transformator.

Gelombang tegangan transien sambaran petir 10 kA dengan standar IEC pada kawat

tanah ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Page 61: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

48

Teg

an

gan

(k

V)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.8 Gelombang tegangan pada terminal transformator tanpa arrester

menggunakan Standar (a) IEC dan (b) IEC dan tegangan fasa pada

terminal transformator menggunakan Standar (c) IEC dan (d) CIGRE

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Keterangan: Fasa R Fasa R Fasa T

Keterangan: Fasa R Fasa R Fasa T

Keterangan: Fasa R Fasa R Fasa T

Keterangan: Fasa R Fasa R Fasa T

Page 62: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

49

Setelah proses simulasi berlangsung, maka di diperoleh nilai tegangan pada

fasa R, S dan T serta nilai tegangan pada terminal transformator sebelum arrester

dipasang seperti yang tertera pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Simulasi Sambaran Petir 10 kA – 50 kA Tidak Langsung dengan

Interval 10 kA menggunakan Standar IEC dan CIGRE Tanpa Arrester

Tabel di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan besaran nilai antara

standar petir IEC dan CIGRE. Pada terjadi perbedaan arah antara tegangan pada fasa

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa

Tegangan pada fasa

sebelum saat

sambaran tidak

langsung tanpa

arrester

(kV)

Tegangan fasa pada

terminal transformator

saat sambaran tidak

langsung tanpa arrester

(kV)

IEC CIGRE IEC CIGRE

10

1.2/50

(IEC)

dan

3.3/77.5

(CIGRE)

R 657,7 640,8 537,6 486,4

S 436,4 410,6 469,3 401,8

T 329,1 295,1 474,5 397,6

20

R 1.281 1.250 822 1.238

S 890 846 641,7 834

T 676 617 582,5 604

30

R 1.908 1.838 1.381 1.839

S 1.332 1.288 1.300 1.260

T 986 960 1.319 918

40

R 2.534 2.470 1.968 1.780

S 1.783 1.711 1.946 1.699

T 1.320 1.247 1.925 1.682

50

R 3.119 3.080 2.445 2.202

S 2.184 2.144 2.438 2.116

T 1.599 1.536 2.462 2.105

Page 63: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

50

dan tegangan fasa pada terminal transformator pada simulasi menggunakan injeksi

arus 10 kA menggunakan standar IEC tanpa arrester. pada fasa dibandingkan dengan

standar CIGRE pada kondisi arus puncak (peak). Nilai minus pada tegangan

merupakan akibat polaritas,dimana apabila nilai tegangan positif maka aliran arus

mengalir dari potensial tinggi menuju potensial rendah. Demikian juga sebaliknya,

jika nilai tegangan negatif maka tegangan diukur terbalik (dari nilai potensial rendah

menuju potensial tinggi). Standar CIGRE memiliki nilai lebih besar pada tegangan

fasa pada transformator dibandingkan dengan standar IEC.

4.2. Simulasi dengan kondisi sambaran petir secara tidak langsung (mengenai

kawat tanah) dengan standar IEC dan CIGRE menggunakan berbagai jenis

arrester

Setelah menginjeksikan arus dengan ratting 10 kA – 50 kA dengan interval 10

kA dalam simulasi ATP Draw, maka terlihat begitu kurangnyakemampuan kawat

tanah untuk melindungi transformator sebagai peralatan penting dalam sistem

transmisi. Hal tersebut dapat terlihat dari jauhnya perbandingan antara tegangan pada

fasa terminal dan BIL trafo yang mengakibatkan komponen akan rentan untuk

merusak isolasi dan akan merusak peralatan karena insulation break down (hubung

singkat) yang akan mengakibatkan berkurangnya usia peralatan. Gambar simulasi

setelah pemasangan arrester dengan metode IEEE, Micaela dan Karbalaye dengan

jarak arrester dan transformator sesuai kondisi di lapangan yaitu 3 meter dapat dilihat

pada Gambar 4.9.

Page 64: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

51

(a)

(b)

Page 65: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

52

(c)

Gambar 4.9 Simulasi Dengan Kondisi Sambaran ke Kawat Tanah dengan Arrester

Model (a) IEEE, (b) Karbalaye (c) Micaela

Hasil simulasi gelombang tegangan yang telah direduksi oleh arrester dapat dilihat

pada Gambar 4.10

(a) (b)

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Page 66: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

53

(c)

Gambar 4.10 Tegangan pada terminal transformator menggunakan arrester model

(a) IEEE, (b) Micaela (c) Karbalaye dengan kondisi sambarantidak

langsung

Hasilsimulasi dari gelombang simulasi ketiga arrester dengan interval

sambaran petir 10 kA menggunakan standar IEC dan CIGRE ini ditampilkan pada

Tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil simulasi dengan kondisi sambaran petir ke kawat tanah dipasang

arrester dengan pemodelan IEEE, Karbalaye dan Micaela

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tfront/ttail

(µs)

Fasa

Tegangan pada Terminal

Transformator setelah dipasang

Arrester (kV)

Model

IEEE

Model

Karbalaye

Model

Micaela

10

1.2/50

(IEC)

R 64,21 66,96 235,48

S -32,59 -28,49 -239,34

T -38,21 -31,91 -265,31

3.3/77.5

(CIGRE)

R 60,29 57,706 226,79

S -30,84 -29,010 137,64

T -32,05 -30,347 94,92

Teg

an

gan

(k

V)

Page 67: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

54

20

1.2/50

(IEC)

R 64,61 57,772 272,20

S -32,87 -29,499 213,09

T -38,95 -31,058 145,33

3.3/77.5

(CIGRE)

R 62,67 57,757 232,28

S -32,63 -29,433 -215,27

T -35,05 -30,947 -298,95

30

1.2/50

(IEC)

R 71.57 58,067 340,46

S -36,15 -29,829 -277,88

T -48,32 -31,638 -395,8

3.3/77.5

(CIGRE)

R 64,69 57,783 300,38

S -36,01 -27,871 -292,97

T 36,06 -30,163 -328,4

40

1.2/50

(IEC)

R 72,69 58,465 359,53

S -36,73 -30,122 -328,46

T -49,92 -32,148 -383,13

3.3/77.5

(CIGRE)

R 67,42 58,369 316,45

S -36,19 -30,179 -289,8

T -41,04 -32,148 -350,46

50

1.2/50

(IEC)

R 90,81 58,824 395,51

S -46,41 -30,229 -341,72

T -76,28 -32,536 -439,07

3.3/77.5

(CIGRE)

R 69,79 58,702 344,99

S -37,97 -30,388 -341,99

T -44,03 -32,667 -351,17

Tabel di atas merupakan hasil simulasi sambaran petir pada kawat tanah

menggunakan arrester IEEE, Micaela dan Karbalaye. Adapun hasil simulasi pada

Tabel 4.4 (lanjutan)

Arus

Petir

(kA)

Gelombang Petir

tfront/ttail

(µs)

Fasa Tegangan pada Terminal

Transformator setelah dipasang

Arrester (kV)

Model

IEEE

Model

Karbalaye

Model

Micaela

Page 68: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

55

arrester IEEE tidak mengalami perubahan pada nilai tegangan transformator dengan

saat menggunakan petir dengan standar IEC maupun standar CIGRE. Nilai tegangan

pada transformator setelah dipasangi arrester Micaelapada Standar IEC pada arus 10

dan 20 kA memliliki nilai yang samadan nilai tegangan transformator naik saat arus

menyambar ke kawat tanah dengan nilai arus 30 kA, 40 kA dan 50 kA. Sementara

dengan Standar CIGRE nilai tegangan transformator naik mengikuti nilai arus petir

yang menyambar ke kawat tanah. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa terjadi

perbedaan arah antara tegangan pada fasa dan tegangan fasa pada terminal

transformator. Nilai minus pada tegangan merupakan akibat polaritas, dimanaapabila

nilai tegangan positif maka aliran arus mengalirdari potensial tinggi menuju potensial

rendah. Demikian juga sebaliknya, jika nilaitegangan negatif maka tegangan diukur

terbalik (dari nilai potensial rendah menujupotensial tinggi).

Agar dapat menganalisa lebih lanjut, maka nilai dari tegangan pada

transformator setelah dipasang arrester ini diperoleh grafik yang ditunjukkan pada

Gambar 4.11. Grafik ini hanya menggunakan nilai peak pada Fasa R karena dianggap

telah mewakili nilai Fasa S dan Fasa T.

Page 69: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

56

Gambar 4.11 Nilai puncak tegangan fasa R pada transformator menggunakan

arrester IEEE, Micaela dan Karbalaye dengan sambaran 10 kA – 50

kA saat sambaran tidak langsung

Arrester berperan dalam melindungi sistem transmisi terhadap tegangan lebih

yang diakibatkan petir maupun surja hubung sehingga proses aliran daya pada

frekuensi 50 Hz tidak terganggu akibat tegangan lebih tersebut. Pada Saluran Udara

Tegangan Tinggi (SUTT) Gunung Sitoli transformator yang digunakan memiliki BIL

(Basic Insulation Level) sebesar 140 kV. Hal ini berarti bahwa apabila tegangan yang

diterima oleh terminal transformator lebih dari 140 kV, maka arrester dinyatakan

gagal melindungi transformator. Tabel 4.5 memperlihatkan perbandingan nilai

sambaran petir ke kawat tanah (secara tidak langsung) pada transformator tanpa dan

dengan menggunakan arrester IEEE, Karbalaye dan Micaela dengan pentanahan

transformator sebesar 10 Ω.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

10 kA 20 kA 30 kA 40 kA 50 kA

Tegan

gan

(k

V)

Injeksi Arus Petir (kA)

IEEE (IEC)

Micaela (IEC)

Karbalaye (IEC)

IEEE (CIGRE)

Micaela (CIGRE)

Karbalaye (CIGRE)

Page 70: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

57

Tabel 4.5 Perbandingan Nilai Sambaran Petir 10 – 50 kA ke kawat tanah pada

terminal transformator tanpa dan dengan menggunakan arrester IEEE,

Karbalaye dan Micaela dengan tahanan 10 Ω

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa

Tanpa

Arrester

(kV)

Arrester

IEEE

(kV)

Arrester

Karbalaye

(kV)

Arrester

Micaela

(kV)

10

1.2/50

(IEC)

R 439 64,21 67,20 237,16

S 311 -32,59 -28,57 -264,95

T 281 -38,21 -31,78 -245,7

3.3/77.5

(CIGRE)

R 636 60,29 67,14 227,19

S 405 -30,84 -28,54 137,76

T 344 -32,05 -31,87 94,18

20

1.2/50

(IEC)

R 822 64,61 70,37 293,37

S 641,7 -32,87 -27,40 -239,13

T 582,5 -38,95 -31,69 -351,23

3.3/77.5

(CIGRE)

R 1.238 62,67 70,34 232,28

S 834 -32,63 -27,57 -215,27

T 604 -35,05 -31,84 -298,95

30

1.2/50

(IEC)

R 1204,8 71.57 71,37 340,46

S 991,2 -36,15 27,07 -277,88

T 903,5 -48,32 32,21 -395,8

3.3/77.5

(CIGRE)

R 1.839 64,69 73,96 300,38

S 2.441 -36,01 -26,80 -292,97

T 1.687 36,06 -32,28 -328,4

40

1.2/50

(IEC)

R 1.230 72,69 77,30 359,53

S 1312,5 -36,73 -26,52 -328,46

T

R

S

1193,8

2.441

1.687

-49,92

67,42

-33,20

77,38

316,45

-36,19 -26,51 -289,8

Page 71: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

58

T 1.230 -41,04 -33,22 -350,46

50

1.2/50

(IEC)

R 1.970 90,81 81,69 395,51

S 1671,4 -46,41 -25,19 -341,72

T 1524,5 -76,28 -33,60 -439,07

3.3/77.5

(CIGRE)

R 3.046 69,79 81,65 344,99

S 2.115 -37,97 -25,08 -341,99

T 1.540 -44,03 -33,51 -351,17

Pada Tabel 4.5 diperoleh nilai tegangan pada kawat fasa sebelum

menggunakan arrester mencapai nilai maksimum yang jauh melebihi BIL

transformator apabila terjadi sambaran petir pada kawat tanah sebelum dan sesudah

menggunakan arrester.Sebagai contoh tegangan pada fasa R pada induksi sambaran

surja 10 kA dengan standar IEC adalah 439 kV, dimana BIL transformator adalah

140 kV. Tentunya apabila hal ini berlangsung secara terus – menerus akan

menimbulkan kerusakan pada peralatan elektrik dan bagi keseluruhan sistem

transmisi tenaga listrik. Sementara setelah pemasangan arrester, tampak nilai

tegangan turun secara drastis karenaarrester melindungi transformator dari kerusakan

dengan membatasi tegangan berlebih dan menghilangkan energi tersebut (by pass

energy). Sebagai contoh tegangan pada fasa R pada induksi sambaran surja 10 kA

Tabel 4.5 (lanjutan)

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa

Tanpa

Arrester

(kV)

Arrester

IEEE

(kV)

Arrester

Karbalaye

(kV)

Arrester

Micaela

(kV)

Page 72: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

59

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

10 kA 20 kA 30 kA 40 kA 50 kA

Teg

an

ga

n (

kV

)

Injeksi Sambaran Petir (kA)

Tanpa Arrester (IEC)

IEEE (IEC)

Karbalaye (IEC)

Micaela (IEC)

Tanpa Arrester (CIGRE)

IEEE (CIGRE)

Karbalaye (CIGRE)

Micaela (CIGRE)

Basic Insulation Level

dengan arrester IEEE dimana nilai tegangan pada terminal transformator fasa R

adalah 64,21 kV.

Nilai minus yang tertera pada tabel tegangan merupakan akibat polaritas

dimana jika terdapat nilai tegangan positif, maka aliran arus mengalir dari potensial

tinggi menuju potensial rendah dan demikian juga sebaliknya. Analisa lebih lanjut

diperoleh pada tabel yang menunjukkan nilai peak fasa R setiap arrester dibandingkan

dengan nilai tegangan kawat yang menerima sambaran petir tidak langsung (ke kawat

tanah) tanpa arrester serta BIL transformator yang ditampilkan pada Gambar 4.12

Gambar 4.12 Perbandingan nilai tegangan kawat tanah tanpa arrester dan

menggunakan arrester IEEE, Karbalaye dan Micaela serta nilai

BIL Transformator setelah diberi sambaran petir dengan Standar

IEC dan CIGRE

Page 73: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

60

Pada Gambar 4.12 dilihat nilai tegangan terminal transformator yang

mengalami sambaran tidak langsung (kawat tanah) tanpa arrester bernilai lebih tinggi

apabila diterima dengan Standar CIGRE. Hal tersebut terbukti dengan kelima interval

yang dilakukan dalam simulasi. Setelah menggunakan ketiga arrester, maka nilai

tegangan tersebut langsung terbatasi dan nilai tegangan yang diterima transformator

dibawah BIL. Meskipun demikian, terdapat karakteristik berbeda dari setiap arrester

dimana arrester IEEE bernilai konstan dalam setiap interval kenaikan arus surja

dengan standar IEC maupun CIGRE, arrester Micaela dan Karbalaye memiliki nilai

tegangan yang lebih tinggi pada standar petir IEC dibandingkan standar CIGRE.

4.3. Penentuan Faktor Perlindungan (Margin Protection) Arrester dan

Simulasi Sambaran Petir Tidak Langsung Dengan Pentanahan

Transformator Menggunakan Berbagai Jenis Arrester

Faktor perlindungan merupakan besar perbedaan antara BIL dari peralatan yang

dilindungi dengan tegangan kerja arrester. Penentuan Faktor Perlindungan (FP) ini

sangat penting untuk memastikan keandalan arrester. Untuk menentukan nilai FP

arrester yang digunakan dalam penelitian ini, maka diambil rumus dari Persamaan

(2.18). Langkah – langkah dalam menentukan faktror perlindungan:

1. Menentukan Tegangan Pengenal (UC) Arrester

Tegangan sistem maksimum = 77 kV (pada Tabel 3.3)

Tegangan Pengenal (UC) = 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

√3

= 77

√3 kV

= 44,45 kV ≈ 45 kV

Page 74: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

61

2. Tegangan Terminal (UA) Arrester

Tegangan terminal arrester dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan diketahui bahwa

nilai Tegangan terminal arrester dengan UC 45 kV adalah 163 kV.

3. Tingkat Perlindungan (TP) Arrester

Tegangan Kerja (TP) Arrester = UA+ 10%

= 163 kV + 16,3 kV

= 179,3 kV

4. Faktor Perlindungan (FP) = 𝐵𝐼𝐿 𝑃𝑒𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡𝑎𝑛−𝑇𝑃 𝐴𝑟𝑟𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟

𝐵𝐼𝐿 𝑃𝑒𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡𝑎𝑛𝑥 100%

= 140−179,3 𝑘𝑉

140x 100%

= 28 % (dinyatakan aman)

4.3.1 Pentanahan transformator menggunakan arrester IEEE

Setelah mendesain rangkaian menara transmisi Teluk Dalam, Nias maka dapat

dilakukan simulasi menggunakan arrester IEEE dengan interval injeksi arus 10 kA –

50 kA memakai pentanahan transformator 1Ω-5 Ω untuk melihat bagaimana fungsi

dari arrester dalam mengurangi nilai overvoltage saat sambaran petir

terjadi.Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA pentanahan 1 Ω

dapat dilihat pada Gambar 4.13 dan tegangan pada terminal tranformator dengan

injeksi petir 20 kA pentanahan 1 Ω dapat dilihat pada Gambar 4.14

Page 75: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

62

(a) (b)

Gambar 4.13 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA,

pentanahan1 Ω saatsambaran petir tidak langsung dengan standar (a)

IEC dan (b) CIGREmenggunakan arrester IEEE

(c) (d)

Gambar 4.14 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 20 kA,

pentanahan 1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar

(a) IEC dan (b) CIGRE menggunakan arrester IEEE

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Page 76: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

63

Tabel 4.6 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester IEEE

dengan pentanahan transformator 1 Ω– 5 Ω

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa Tegangan pada terminal transformator setelah

pemasangan arrester IEEE dengan variabel tahanan

(kV)

1 Ω 2Ω 3Ω 4Ω 5Ω

10

1.2/50

(IEC)

R 64,21 64,21 64,21 64,21 64,21

S -32,59 -32,59 -32,59 -32,59 -32,59

T -38,21 -38,21 -38,21 -38,21 -38,21

3.3/77.5

(CIGRE)

R 60,29 60,29 60,29 60,29 60,29

S -30,84 -30,84 -30,84 -30,84 -30,84

T -32,05 -32,05 -32,05 -32,05 -32,05

S -32,87 -32,87 -32,87 -32,87 -32,87

T -38,95 -38,95 -38,95 -38,95 -38,95

3.3/77.5

(CIGRE)

R 62,67 62,67 62,67 62,67 62,67

S -32,63 -32,63 -32,63 -32,63 -32,63

T -35,05 -35,05 -35,05 -35,05 -35,05

30

1.2/50

(IEC)

R 71.57 71.57 71.57 71.57 71.57

S -36,15 -36,15 -36,15 -36,15 -36,15

T -48,32 -48,32 -48,32 -48,32 -48,32

3.3/77.5

(CIGRE)

R 64,69 64,69 64,69 64,69 64,69

S -36,01 -36,01 -36,01 -36,01 -36,01

T 36,06 36,06 36,06 36,06 36,06

40

1.2/50

(IEC)

R 72,69 72,69 72,69 72,69 72,69

S -36,73 -36,73 -36,73 -36,73 -36,73

T -49,92 -49,92 -49,92 -49,92 -49,92

3.3/77.5

(CIGRE)

R 67,42 67,42 67,42 67,42 67,42

S -36,19 -36,19 -36,19 -36,19 -36,19

T -41,04 -41,04 -41,04 -41,04 -41,04

50

1.2/50

(IEC)

R

90,81

90,81

90,81

90,81

-41,04

Page 77: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

64

0

20

40

60

80

100

120

140

10 kA 20 kA 30 kA 40 kA 50 kA

Tega

ng

an

(k

V)

Injeksi Arus (kA)

IEC

CIGRE

BIL

S -46,41 -46,41 -46,41 -46,41 -46,41

T -76,28 -76,28 -76,28 -76,28 -76,28

3.3/77.5

(CIGRE)

R 69,79 69,79 69,79 69,79 69,79

S -37,97 -37,97 -37,97 -37,97 -37,97

T -44,03 -44,03 -44,03 -44,03 -44,03

Setelah mendapatkan nilai pada fasa R, S dan T di terminal transformator

diperoleh nilai pada fasa R untuk dianalisa pada chart tegangan. Perbandingan nilai

fasa R pada saat injeksi arus petir dengan Standar IEC dan CIGRE 10 kA – 50 kA

dibandingkan dengan nilai BIL transformator dengan tujuan apakah arrester IEEE

mampu bekerja dengan baik saat overvoltage terjadi pada terminal transformator

dengan pentahanan yang dapat dianalisa pada Gambar 4.15

Gambar 4.15 Chart Perbandingan tegangan pada terminal transformator dengan

arrester IEEE menggunakan tahanan trafo saat injeksi arus 10 – 50 kA

dengan nilai BIL transformator

Tabel 4.6 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan (lanjutan)

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa Tegangan pada terminal transformator setelah

pemasangan arrester IEEE dengan

variabel tahanan (kV)

Page 78: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

65

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Pada Gambar 4.15 terlihat bahwa nilai sambaran petir menggunakan Standar

IEC lebih tinggi dibandingkan Standar CIGRE. Perbedaan paling jauh berada saat

injeksi petir 50 kA dimana nilai perbedaan kedua tegangan sebesar 30 kV. Dalam

simulasi ini dinyatakan arrester IEEE berhasil melindungi transformator karena nilai

tertinggi saat injeksi arus 50 kA masih berada dibawah nilai BIL trafo.

4.3.2 Pentanahan transformator menggunakan arrester Karbalaye

Menggunakan rangkaian menara transmisi Teluk Dalam, Nias maka dilakukan

simulasi menggunakan arrester Karbalaye dengan interval injeksi arus 10 – 50 kA

memakai pentanahan transformator 1Ω -5 Ω untuk melihat bagaimana fungsi dari

arrester dalam mengurangi nilai overvoltage saat sambaran petir terjadi. Software

ATP EMTP digunakan untuk mendapatkan nilai peak pada fasa R terminal

transformator seperti yang tertera pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17

(a) (b)

Gambar 4.16 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA, pentanahan

1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan

(b) CIGRE menggunakan arrester Karbalaye

Page 79: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

66

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

(c) (d)

Gambar 4.17 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 20 kA, pentanahan

1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan

(b) CIGRE menggunakan arrester Karbalaye

Tabel 4.7 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester

Karbalaye dengan pentanahan transformator 1 Ω– 5 Ω

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa Tegangan Pada Terminal Transformator Setelah

Pemasangan Arrester Karbalaye dengan Variabel

Tahanan (kV) berubah

1Ω 2Ω 3Ω 4Ω 5Ω

10

1.2/50

(IEC)

R 67,20 68,87 67,19 67,19 66,81

S -28,57 -28,50 -28,53 -28,56 -28,53

T -31,78 -31,30 -31,63 -31,67 -31,35

3.3/77.5

(CIGRE)

R 67,14 67,22 67,20 66,10 66,09

S -28,54 -28,54 -28,55 -28,27 -28,28

T -31,87 -31,62 -31,64 -31,86 -31,87

20

1.2/50

(IEC)

R 70,37 70,37 70,31 70,25 70,25

S -27,40 -27,54 -27,45 27,46 -27,50

T -31,69 -31,72 -31,78 31,77 -31,81

Page 80: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

67

3.3/77.5

(CIGRE)

R

70,34

70,38

70,37

70,32

70,28

S -27,57 -27,56 27,59 -27,60 -27,51

T -31,84 -31,75 31,76 -31,79 31,87

30

1.2/50

(IEC)

R 71,37 73,96 73,90 73,85 73,85

S 27,07 -26,62 -26,63 -26,66 -26,82

T 32,21 -32,19 -32,21 -32,25 -32,38

3.3/77.5

(CIGRE)

R 73,96 74,00 73,93 73,75 73,82

S -26,80 26,75 -26,64 -26,56 -26,91

T -32,28 -32,28 -32,23 -32,18 -32,44

40

1.2/50

(IEC)

R 77,30 77,51 77,45 77,39 77,32

S -26,52 -25,65 -25,69 -25,73 -25,76

T -33,20 -32,61 -32,67 -32,79 -32,77

3.3/77.5

(CIGRE)

R 77,38 77,76 77,74 77,44 77,64

S -26,51 -25,90 -26,08 -25,75 -26,23

T -33,22 -32,89 -33,06 -32,76 -32,76

50

1.2/50

(IEC)

R 81,69 80,87 81,53 81,48 81,32

S -25,19 -24,57 -25,28 -25,33 -25,96

T -33,60 -32,89 -33,74 -33,80 -34,32

3.3/77.5

(CIGRE)

R 81,65 81,54 81,51 81,41 81,44

S -25,08 -25,88 -25,18 -25,95 -25,87

T -33,51 -34,19 -33,65 -34,30 34,29

Setelah mendapatkan nilai pada fasa R, S dan T di terminal transformator

mendapatkan tahanan pentanahan. Nilai pada fasa R diambil untuk dianalisa pada

Tabel 4.7 (lanjutan)

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa Tegangan Pada Terminal Transformator Setelah

Pemasangan Arrester Karbalaye dengan Variabel

Tahanan (kV) berubah

1Ω 2Ω 3Ω 4Ω 5Ω

Page 81: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

68

grafik tegangan. Perbandingan nilai fasa R pada saat injeksi arus petir dengan Standar

IEC dan CIGRE 10 – 50 kA dibandingkan dengan nilai BIL transformator dengan

tujuan apakah arrester Karbalaye mampu bekerja dengan baik saat overvoltage terjadi

pada terminal transformator dengan pentahanan yang dapat dianalisa pada Gambar

4.18

Gambar 4.18 Chart perbandingan tegangan terminal transformator dengan arrester

Karbalaye pada arus 10 – 50 kA menggunakan pentanahan trafo 1 Ω

Pada Gambar 4.18 terlihat bahwa nilai sambaran petir menggunakan Standar

IEC hampir sama nilainya dengan Standar CIGRE. Perbandingan paling jauh terlihat

saat injeksi arus petir 30 kA nilai tegangan dengan Standar CIGRE lebih tinggi

dibandingkan Standar IEC. Dalam simulasi ini dinyatakan arrester Karbalaye berhasil

melindungi transformator karena nilai tertinggi saat injeksi arus petir 50 kA masih

bernilai dibawah BIL trafo.

4.3.3 Pentanahan transformator menggunakan arrester Micaela

Menggunakan rangkaian menara transmisi Teluk Dalam, Nias maka dilakukan

simulasi menggunakan arrester Micaela dengan interval injeksi arus 10 kA – 50 kA

0

20

40

60

80

100

120

140

160

10 kA 20 kA 30 kA 40 kA 50 kA

Teg

an

ga

n (

kV

)

Injeks Sambaran Petir (kA)

IEC

CIGRE

BIL

Page 82: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

69

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

Teg

an

gan

(k

V)

memakai pentanahan transformator 1Ω -5 Ω untuk melihat fungsi dari arrester dalam

mengurangi nilai overvoltage seperti tertera pada Gambar 4.19 dan 4.20

(a) (b)

Gambar 4.19 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 10 kA, pentanahan

1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan

(b) CIGRE menggunakan arrester Micaela

(c) (d)

Gambar 4.20 Tegangan pada terminal transformator dengan petir 20 kA, pentanahan

1 Ω saat sambaran petir tidak langsung dengan standar (a) IEC dan

(b) CIGRE menggunakan arrester Micaela

Page 83: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

70

Tabel 4.8 Tegangan pada terminal transformator setelah pemasangan Arrester

Micaela dengan pentanahan transformator 1 Ω– 5 Ω

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa Tegangan Pada Terminal Transformator Setelah

Pemasangan Arrester Micaela dengan Variabel

Tahanan (kV) berubah

1Ω 2Ω 3Ω 4Ω 5Ω

10

1.2/50

(IEC)

R 237,16 230,90 235,48 239,07 239,07

S -264,95 -268,0 -239,34 -268,01 -268,01

T -245,7 -244,7 -265,31 -244,74 -244,74

3.3/77.5

(CIGRE)

R 227,19 227,13 227,35 227,43 227,64

S 137,76 136,3 137,69 139,12 139,12

T 94,18 92,38 92,98 96,75 97,35

20

1.2/50

(IEC)

R 293,37 268,81 272,44 297,61 297,61

S -239,13 -220,81 -214,63 -329,45 -329,45

T -351,23 -133,94 -147,49 -298,91 298,91

3.3/77.5

(CIGRE)

R 232,28 232,28 232,88 232,28 232,28

S -215,27 -215,27 -258,62 -215,27 -258,62

T -298,95 -298,95 -301,8 -298,95 -301,8

30

1.2/50

(IEC)

R 340,46 340,46 335,98 335,98 332,82

S -277,88 -277,88 -328,72 -328,72 -356,32

T -395,8 -395,8 -343,16 -343,16 -321,71

3.3/77.5

(CIGRE)

R 300,38 300,38 300,38 300,38 300,38

S -292,97 -292,97 -292,97 -292,97 -292,97

T -328,4 -328,4 -328,4 -328,4 -328,4

40

1.2/50

(IEC)

R 359,53 373,03 376,46 376,46 376,46

S -328,46 -322,74 317,17 317,17 317,17

T -383,13 -412,62 -429,99 -429,99 -429,99

S -289,8 -310,22 -322,79 -310,22 -310,22

Page 84: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

71

T -350,46 -347,57 -344,48 -347,57 -347,57

50

1.2/50

(IEC)

R 395,51 400,35 404,91 404,91 404,91

S -341,72 -326,59 -341,66 -341,66 -341,66

T -439,07 -479,96 -461,22 -461,22 -461,22

3.3/77.5

(CIGRE)

R 344,99 338,85 343,04 344,99 344,99

S -341,99 -316,8 -332,54 -341,99 -341,99

T -351,17 -365,64 -361,34 357,17 357,17

Setelah mendapatkan nilai pada fasa R, S dan T di terminal transformator

mendapatkan tahanan trafo. Nilai pada fasa R diambil untuk dianalisa pada grafik

tegangan. Perbandingan nilai fasa R pada saat injeksi arus petir dengan Standar IEC

dan CIGRE 10 kA – 50 kA dibandingkan dengan nilai BIL transformator dengan

tujuan apakah arrester Micaela mampu bekerja dengan baik saat overvoltage terjadi

seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.21

Tabel 4.8 (lanjutan)

Arus

Petir

(kA)

Gelombang

Petir

tf /ttail

(µs)

Fasa Tegangan Pada Terminal Transformator Setelah

Pemasangan Arrester Micaela dengan Variabel

Tahanan (kV) berubah

1Ω 2Ω 3Ω 4Ω 5Ω

Page 85: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

72

Gambar 4.21 Chart perbandingan tegangan terminal transformator menggunakan

arrester Micaela pada arus 10 – 50 kA dengan pentanahan trafo 1 Ω

Pada Gambar 4.21 terlihat bahwa nilai sambaran petir menggunakan Standar

IEC bernilai fluktuatif dengan Standar CIGRE. Bahkan saat injeksi arus 50 kA, nilai

standar CIGRE lebih tinggi dibandingkan standar IEC. Dalam simulasi ini

dinyatakan arrester Karbalaye tidak berhasil melindungi transformator karena nilai

lebih tegangan (overvoltage) lebih tinggi dibandingkan nilai BIL transformator. Hal

ini mendukung penelitian Micaela dan Pincenti yang menyatakan bahwa model

arrester ini merupakan model penyederhanaan arrester model IEEE dengan R yang

dihilangkan sehingga lebih terkonsentrasi pada saluran tegangan tinggi dan ekstra

tinggi. Untuk menghitung tegangan sistem rendah dan menengah, maka dibutuhkan

formula lain yang perlu ditambahkan dalam perhitungan.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

10 kA 20 kA 30 kA 40 kA 50 kA

Tegan

gan

(k

V)

Injeksi Petir (kA)

IEC

CIGRE

BIL

Page 86: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

73

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan penelitianadalah sebagai berikut:

1. Sambaran ke kawat fasa menyebabkan kenaikan tegangan yang lebih besar

dari pada sambaran ke kawat tanah yang timbul pada terminal transformator.

2. Tanpa menggunakan arrester, maka nilai tegangan pada fasa adalah 1.519 kV

dan 1.275 kV pada terminal transformator setelah diberikan arus petir sebesar

10 kA dengan standar IEC dan standar CIGRE. Nilai ini sangat jauh diatas

BIL transformator SUTT Teluk Dalam Nias.

3. Lightning Arrester dinyatakan berhasil melindungi sistem transmisi,

ditemukan bahwa Faktor Perlindungan (FP) arrester yang mencapai 28%,

dimana nilai ini harus diatas 20% agar arrester dinyatakan berfungsi dengan

baik.

4. Ketika simulasi dilaksanakan dengan memberikan sambaran petir tidak

langsung 50 kA, arrester IEEE berhasil menurunkan tegangan yang masuk

pada terminal transformator menjadi 66,79 kV dan arrester Karbalaye berhasil

menurunkan tegangan pada terminal transformator menjadi 81,65 kV

dibandingkan dengan BIL transformator sebesar 140 kV. Sementara arrester

Pincenti juga berhasil mengurangi tegangan pada sistem, namun nilainya

sebesar 344,99 kV dimana lebih besar dibandingkan nilai BIL transformator

SUTT Teluk Dalam Nias dikarenakan arrester Pincenti lebih berfungsi pada

Page 87: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

74

saluran tegangan ekstra tinggi.

5.2. Saran

Dari hasil analisis serta pembahasan pada penelitian ini, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut:

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai kemampuan arrester Micaela

dalam transient overvoltagae breakdown pada Gardu Induk Tegangan Ekstra

Tinggi menggunakan variasi standar petir berbeda (variasi waktu muka dan

ekor petir) sehingga dapat melengkapi data mengenai kemampuan arrester yang

handal pada Tegangan Tinggi (TT) dan Tegangan Ekstra Tinggi (TET).

Page 88: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

75

DAFTAR PUSTAKA

[1] G. Jayendra, R. Lucas, S. Kumarawadu, L. Neelawala, C. Jeevantha and P.

Dharmapriya, "Intelligent lightning warning system," 2007 Third

International Conference on Information and Automation for

Sustainability, Melbourne, VIC, 2007, pp. 19-24, doi: 10.1109/ICIAFS.2007.4544774.

[2] Stevenson, William, D. Element of Power System Analysis. North Carolina State University, 1983

[3] V. V. Terzija, M. Popov, V. Stanojevic and Z. Radojevic, EMTP simulation and

spectral domain features of a long arc in free air, CIRED 2005 - 18th International Conference and Exhibition on Electricity Distribution, Turin, Italy, 2005, pp. 1-4, doi: 10.1049/cp:20050953.

[4] Md. Zoyheroul, Md. RasheduzzamanRashed and Md. Salah Uddin Yusuf,ATP-

EMTP Modeling and Performance Test of Different Type Lightning

Arrester on 132 kV Overhead Transmission Tower. IEEE Xplore, 2017 3rd International Conference on Electrical Information and Communication

Technology (EICT), 7-9 December 2017, Bangladesh.

[5] S. Bedoui, A. Bayadi and A. M. Haddad, Analysis of lightning protection with

transmission line arrester using ATP/EMTP: Case of an HV 220kV double

circuit line,IEEE Xplore, 45th International Universities Power

Engineering Conference UPEC2010, Cardiff, Wales, 2010, pp. 1-6.

[6] D. Caulker, H. Ahmad and S. Yusof, Lightning Overvoltage on an Overhead

Transmission Line during Back flashover and Shielding Failure. IEEE Xplore, 45th International Universities Power Engineering Conference, UK,

2010

[7] D. Stanchev, Assessment the energy capability of surge arresters in substation 220

kV, IEEE Transactions on Power Delivery, 2019 11th Electrical

Engineering Faculty Conference (BulEF), Varna, Bulgaria, 2019, pp. 1-6,

doi: 10.1109/BulEF48056.2019.9030749.

[8] F. Heidler, JM Cvetic, B. V. Stanic. Calculation of Lightning Current Parameters.

IEEE Transactions on Power Delivery, Volume: 14. Issue: 2. Pp 399-404, 1999

[9] D. O. Belko and G. V. Podporkin, Analysis of current distribution among long-flashover arresters for 10 kV overhead line protection against direct

lightning strikes, IEEE Xplore, 2016 33rd International Conference on

Lightning Protection (ICLP), Estoril, 2016, pp. 1-6, doi:

10.1109/ICLP.2016.7791511.

[10] Antonov, Reza Irwanto. “Studi Analisa Probabilitas Perlindungan Kawat Tanah

Terhadap Gangguan Kilat Pada Kawat Fasa Berdasarkan Tipe Tower Pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV (Aplikasi SUTT 150 kV

Page 89: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

76

Singkarak – Padang Panjang”. JurnalTeknikElektro ITP, Vol. 6, No 2, Juli

2017.

[11] Q. Yang and Y. Zhang, Lightning Invaded Overvoltage Monitoring Technology in

Substation Based on the Principle of ZnO Lightning Arrester Block Voltage Dividing, IEEE Xplore. 34th International Conference on Lightning

Protection (ICLP), Rzeszow, 2018, pp. 1-4, doi:

10.1109/ICLP.2018.8503279, 2018

[12] Hutauruk, T.S. Gelombang Berjalan Dan Proteksi Surja. Penerbit Erlangga.

Jakarta, 1988

[13] IEEE W.G. 3.4.11, Modeling of metal oxide surge arresters, in IEEE

Transactions on Power Delivery, vol. 7, no. 1, pp. 302-309, Jan. 1992, doi:

10.1109/61.108922.

[14] Saengsuwan, T, Thippraset. Lightning Arrester Modeling Using ATP-EMTP.

IEEE Xplore, December 2004.

[15] P. Pinceti and M. Giannettoni, A simplified model for zinc oxide surge arresters,

in IEEE Transactions on Power Delivery, vol. 14, no. 2, pp. 393-398, April

1999, doi: 10.1109/61.754079.

[16] Caserza Micaela. Validation of Zno Surge Arresters Model for Overvoltage

Studies. IEEE Transaction On Power Delivery, Vol. 19, No. 04, October

2004

[17] Zadeh, M. Karbalaye, H. Abniki and A. A. ShayeganiAkmal.The Modeling of

Metal-Oxide Surge Arrester Applied to Improve Surge Protection. School

of Electrical and Computer Engineering, University ofTehran, 2009

[18] IEEE Guide for The Application of Neutral Grouding in Electrical Utility System

Part V. IEEE Power and Energy Sociaty, USA, 2009

[19] Alexsander Brando, “Analisa Koordinasi Isolasi Peralatan di Gardu Induk 70 kV

Teling”. Jurnal Teknik dan Komputer Vol. 7No 2 (2018) ISSN: 2301-8402

[20] Agus, I Kadek. “Analisa Kegagalan Lightning Arrester Pada Penyulang Sulahan

Bangli”. Jurnal Spektrum Vol 6, No. 3 September 2019

[21] Universitas Mercubuana. BAB III Lightning Arrester. 2005

[22] Paraisu, M. “Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kV Tomohon,-Teling”. e-Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, 2013

[23] Adiwibowo, Tri. “Perancangan Proteksi Petir SUTET dengan Konsep Lightning

Performance dan Kinerja Arrester. Energi dan Kelistrikan: Jurnal Ilimah”. Vol 11, No 2 Juli, - Desember 2019, P-ISSN 1979-0783, 2019

Page 90: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

77

[24] PT. PLN (Persero). “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia”.

Jakarta , 2018 – 2027.

[25] PT.PLN (Persero) Unit Pembangunan II. For Approval Drawing Tower PLN 70

kV TYPE Aa1. Project Pembangunan SUTT 70 kV PLTU IPP Nias

(Gunung Sitoli-Teluk Dalam). Oktober 2016

Page 91: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

78

Lampiran 1. Nameplate Lightning Arrester Gardu Induk Gunung Sitoli 70 kV

Nameplate LA Gardu Induk Gunungsitoli 70 kV

Bay Phasa

Merk Type No. Seri Class Short Circuit Current

Tahun Produksi

Ur Uc Buatan

TDLAM 1

R ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261714 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

S ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261713 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

T ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261712 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

TDLAM 2

R ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261723 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

S ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261722 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

T ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261721 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

TD 1

R ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261720 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

S ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261719 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

T ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261718 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

TD 2

R ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261717 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

S ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261716 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

T ABB AB PEXLIM Q072-YV072 75261715 10 kA 65 kA 2016 72 kV 58 kV Sweden

Page 92: PEMODELAN TEGANGAN LEBIH TRANSIEN DISEBABKAN OLEH …

79

Lampiran 2. Data Transformartor Tenaga yang Beroperasi Pada Gardu Induk Gunung Sitoli

PT. PLN (PERSERO) P3BS

UPT MEDAN

ULTG NIAS

NO

TRF MERK TYPE BUATAN NO. SERI

TAHUN DAYA

( MVA )

FRQ

(Hz)

RATIO

(kV)

In

(Amp)

IMPEDANSI

%

VECTOR

GROUP

BIL

OPRS BUATAN kV

1 UNINDO POWER

TRANSFORMER INDONESIA P030HE837-01 2018 2016 18/30 50 66/20 866,000 12,73 YNyn0 140

2 UNINDO POWER

TRANSFORMER INDONESIA P030HE837-02 2018 2016 18/30 50 66/20 866,000 12,73 YNyn0 140