pemikiran thucydides dalam hubungan antarnegara
TRANSCRIPT
Tugas Review 1 Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hubungan Internasional
Review Tokoh : Thucydides
Nama : Jonathan Nainggolan
NPM : 1006694422
Tulisan Thucydides mengenai Hubungan Antarnegara
Thucydides adalah Father of Realism yang menjelaskan cerita tentang Peloponnesian War. Pada
masa kejayaan Yunani tepatnya yaitu masa setelah berakhirnya perang Yunani-Persia, timbul
dua kekuatan besar sebagai pemenang perang yaitu Athena dan Sparta. Athena negara demokrasi
yang berbasiskan kelautan dan Sparta negara militer yang memiliki angkatan darat yang ampuh.
Dua kekuatan ini bisa disebut sebagai pelopor awal konsep bipolar hegemony. Konflik muncul
ketika terjadi konfrontasi antara Corcyra dan Corinth. Pada Epidamnus sebagai negara polis
dibawah naungan Athena terjadi konflik politik domestik antara kaum demokratis dan oligarkis.
Kaum demokratis pada saat itu didukung oleh Corcyra dan kaum oligarkis didukung oleh
Corinth. Pertentangan ini membawa konflik yang lebih besar yaitu antara Corcyra dan Corinth.
Corcyra saat itu aliansi Athena di dalam Delian League dan Corinth merupakan negara di
Semenanjung Peloponnesian yang beraliansi dengan Sparta. Munculnya perang antara Corcyra
dan Corinth saat itu membawa dampak bagi hubungan damai antara Athena dan Sparta pasca-
perang Peloponnesian pertama.
Konsep Hubungan Internasional dalam Tulisan Thucydides
Konsep HI yang berkaitan dengan tulisan Thucydides adalah dilema Athena dalam membantu
aliansinya atau membiarkannya kalah demi menjaga perdamaian dengan negara Sparta dan
sekutu-sekutunya. Namun demikian, jatuhnya Corcyra akan membuat kekuatan armada laut
Corinth bertambah kuat dan dapat mengancam supremasi Athena pada lautan Aegean. Dalam
bukunya, Nye berpendapat hal ini merupakan Security Dilemma, yaitu ketakutan negara-negara
terhadap ancaman dari luar sehingga membentuk armada perang yang kuat demi menjaga
kekuasaan yang ada, mempertahankan keamanan negara, ataupun menyerang negara lain.
1
Timbulnya dilema tersebut menjadi alasan negara-negara untuk selalu membangun militernya
ataupun menyatakan perang dengan negara lain. Ada dua pilihan yang perlu diputuskan oleh
Pericles sebaga pemegang kekuasaan tertinggi Athena. Pertama, memilih sikap netral dan tidak
membantu Corcyra, sehingga Corinth menaklukan negara itu dan mendapatkan armada perang
Corcyra, serta memiliki negara Epidemnus. Kedua, membantu Corcyra sehingga Sparta turut
serta membantu Corinth, konflik meluas antara Athena dan Sparta.
Analisa terhadap Tulisan Thucydides
Thucydides sebagai sejarahwan era Yunani kuno meletakkan dasar penting bagi pemikir-pemikir
realis masa-masa selanjutnya. Ada beberapa poin yang menyebabkan tulisan Thucydides
dipelajari oleh akademis yang mendalami Ilmu Hubungan Internasional. Padahal, pada saat itu
negara yang menjadi aktor hubungan internasional belum ada. Yang ada hanyalah kota-kota
yang memiliki pemerintahan sendiri-sendiri, atau disebut dengan negara kota. Poin-poin yang
dapat diambil dari tulisan Thucydides ialah : Pertama, negara-negara kota di Yunani adalah
miniatur negara-negara dalam konteks global, dan kecenderungan dari negara-negara kota adalah
memperkuat dirinya karena fear factor. Fear factor yaitu ketakutan akan ancaman negara lain,
karena negara lain memperkuat dirinya dengan persenjataan militer. Dalam hal ini adalah fear
factor Sparta yang berasumsi Athena memiliki militer yang kuat didukung dengan jumlah
pekerja ataupun budak yang banyak dan ekonomi yang makmur. Dasar ini menyebabkan Sparta
membantu Corinth dalam melawan Corcyra. Kedua, dasar yang menjadi tumpuan pandangan
realis dari pandangan Thucydides ialah balance of power. Senjata dipercaya realis tidak boleh
ditiadakan, namun senjata atau militer itu perlu diseimbangkan. Hal ini terbukti ketika Sparta
meruntuhkan tembok Athena untuk melakukan balance of power. Namun, tindakan itu ternyata
menyebabkan Athena menjadi rentan dari serangan polis atau negara kota lainnya. Ketiga, realis
dari zaman Thucydides percaya untuk membentuk world order, konflik antara satu negara dan
negara yang lainnya perlu ditangani oleh satu kekuatan besar. Athena sebagai kekuatan besar
memiliki keistimewaan dalam mengatur negara-negara kota kecil yang tergabung dalam Delian
League. Salah satu bagian dalam cerita Peloponnesian War adalah Melian Dialogue. Saat itu
negara Melos memberontak terhadap negara Athena. Melos memberontak untuk memperoleh
kebebasan dan kemerdekaan dari Athena. Terjadi dialog antara orang-orang Melos dengan
orang-orang Athena. Menanggapi alasan Melos yang memberontak demi kemerdekaan dari
2
Athena, Athena menjawabnya bahwa “the strong do what they have the power to do and the
weak accept what they have to accept”. Esensi dari perkataan ini adalah Athena berada dalam
dunia realis, dimana moral dan nilai yang menjadi cita-cita bersama memberikan pengaruh yang
kecil dalam konteks hubungan antarnegara.
Hermeneutik dari Tulisan Thucydides : Dunia Realis
Dari cerita yang ditulis Thucydides, bisa diinterpretasikan dan dipraktiskan sikap Athena yang
saat itu memiliki kecenderungan terhadap dunia realis. Negara-negara modern seperti Amerika
Serikat yang meredakan pemberontakan Grenada dan Panama atau Indonesia yang mencoba
meredakan konflik di Aceh atau Timor Timur adalah sikap yang natural dalam dunia realis.
Negara akan terus mempertahankan kedaulatan ataupun supremasinya atas suatu wilayah. Secara
etis tidak dimasukkan unsur-unsur moral dalam tindakan-tindakan yang dilakukan negara.
Selanjutnya, militer memiliki andil penting dalam mempertahankan keamanan dan pertahanan
global. Realis tidak percaya terhadap perdamaian yang dicapai dengan membuang senjata
ataupun melemahkan militer-militer semua negara. Seorang aktivis bernama Phyllis Schlafly
mengatakan bahwa nuklir itu bagus karena nuklir adalah anugerah Tuhan kepada manusia.
Nuklir ada di era dunia bebas dan negara-negara merdeka.
Terakhir, world order dalam pemikiran realis ialah tatanan dunia yang memiliki satu supremasi
yaitu negara sebagai aktor yang mendukung perdamaian antarnegara. Athena era Yunani
mencoba hal tersebut, namun gagal karena kalah dengan aliansi Sparta. Era modern terdapat
supremasi Amerika Serikat dan PBB sebagai polisi dunia.
Kesimpulan saya, kecenderungan negara-negara untuk memperkuat dirinya didasari oleh fear
factor akan adanya ancaman dari negara lain. Namun demikian, adanya pembangunan militer
tersebut bukan hanya untuk pertahanan, tetapi juga dapat mengancam negara lain. Untuk itulah,
keberadaan persenjataan itu harus bukan ditiadakan, namun diimbangi dan disetarakan. Menurut
saya, balance of power harus dicapai dengan pembatasan kekuatan bersenjata, transparansi
mengenai kekuatan militer, penyelesaian konflik dengan diplomasi dan negosiasi, dan
membangun organisasi internasional antar pemerintah untuk mencegah konflik besar yang
melibatkan banyak negara.
3