pemikiran muhammad iqbal
DESCRIPTION
Oleh Novi Hendra, S.IPTRANSCRIPT
MUHAMMAD IQBAL
Oleh Novi Hendra ([email protected])Ex-mahasiswa ilmu Politik Universitas Andalas Padang
Muhammad Iqbal dilahirkan di India pada 22 Februari 1873 nenek moyang berasal
dari Kasta Brahma Kasumir yang telah memeluk Agama Islam kira-kira 300 tahun
sebelumnya dan meninggal pada tanggal 21 april 1938 dalam usia kurang lebih 65 tahun
dengan berlandasan pada warisan Islam dan berbagai ilmu baratnya, Muhammad Iqbal
menanggapi keadaan muslim India yang diperlemah, sikap terdiamnya ini dianggapnya
sebagai penyimpanan dari semangat Islam yang dinamis dan kreatif sehingga tiada lagi hari-
hari kekuasaan islam yang dibanggakan. Maka dari itulah iqbal menolak pemahaman ataupun
tentang Negara yang mendasarkan padu bangsa sebagai dasar masyarakat Islam. Menurut
beliau nasionalisme untuk alat yang digunakan untuk memecah belah dunia Islam, Guna
memporak-porandakan persatuan Islam agar terpecah belah. Dalam political thought in Islam
Iqbal menulis cita-cita politik Islam adalah terbentuknya suatu bangsa yang lahir dari
peleburan semua ras dan kebangsaan.
M. Iqbal pernah menghimbau para filsuf dan pemikiran Islam dan kebudayaan dalam
rangka menjawab pertanyaan tentang cara filsafat rasional yang murni untuk agama.
Himbauan Iqbal ini dilatarbelakangi oleh kesadarannya bahwa sudah selama 500 tahun
terakhir ini pemikiran dalam Islam praktis terhenti setelah masa-masa kejayaannya berlalu.
Dan di saat vakum ini menyebabkan tertariknya dunia Islam ke arah Barat. Sesuatu yang
menurut Iqbal tidak dapat disalahkan, karena memang kebudayaan Barat (Eropa) pada
hakekatnya dari segi intelektualnya merupakan perkembangan lanjutan dari beberapa fase
yang sangat penting dari kebudayaan Islam. Menurutnya, yang perlu kita khawatirkan
hanyalah bahwa kulit luar kebudayaan Eropa yang menyilaukan itu dapat juga menjerat
langkah kita dan boleh jadi gagal dalam mencapai intisari yang sebenar-benarnya dari
kebudayaan itu.
Dalam pandangan Iqbal, berabad lamanya sewaktu umat Islam dalam berada dalam
kepulasan intelektual, Eropa telah benar-benar berpikir ke arah masalah-masalah besar yang
sejak dahulu telah menarik perhatian filsuf-filsuf dan sarjana-sarjana Islam. Eropa telah
berhasil memunculkan pandangan-pandangan baru dan persoalan-persoalan lama diolah di
bawah cahaya pengalaman baru, dan persoalan-persoalan baru pun bermekaran di mana-
mana. Ilmu pengatahuan maju dengan pesatnya dan ini mempengaruhi angkatan muda Islam
di Asia dan Afrika yang menghendaki suatu pengupasan baru tentang kepercayaan mereka.
Oleh karena itu, Iqbal menegaskan perlunya menyelidiki kembali kebangkitan Islam
serta menganalisis ulang apa sesungguhnya yang dipikirkan Eropa dan sampai di mana
kesimpulan-kesimpulan yang telah dicapainya itu bisa membantu kita dalam mengadakan
revisi, jika perlu melakukan rekonstruksi atas pikiran agama dalam Islam.
Iqbal senantiasa berusaha menuliskan tentang Islam dengan mengetengahkan
pandangan dan interpretasi yang inklusif (terbuka) dengan penerimaan terhadap Islam yang
inklusif pula, bukan sebaliknya terhadap penentang-penentang Islam cenderung inklusif
tetapi terhadap pandangan dan nilai-nilai Islam itu sendiri ekslusif (tertutup). Atau terhadap
sesama muslim menyerang dengan pemikiran (paradoks logika) sementara terhadap
penghujat Islam bersahabat dan tebuka atas nama toleransi tanpa batasan. Iqbal menuliskan
Islam dengan kepekaan dan kepeduliannya terhadap dunia Islam tanpa harus mencelupkan
dirinya ke dalam warna Barat di mana dia banyak belajar menuntut ilmu. Ilmunya
diabdikannya untuk kepentingan Islam itu sendiri.
Muhammad Iqbal sendiri mengutip pandangan William James (psikolog Amerika)
bahwa meskipun ilmu akan berbuat sebaliknya, tampaknya manusia akan terus beribadat
sampai akhir zaman, kecuali kalau kodrat mentalnya berubah dengan cara yang tak kita
harapkan. Iqbal sebagai salah seorang yang menyerukan Protestanisme Islam. Iqbal pernah
berkomentar bahwa musuh despotisme dalam agama, dan Rousseau, musuh despotisme
dalam politik, harus selalu dihormati sebagai emansipator kemanusiaan Eropa dari belenggu
kepausan dan absolutisme, dan pemikiran keagamaan-politik harus dipahami sebagai
penolakan yang sebenarnya atas dogma Gereja teradap penistaan manusia. Pernyataan Iqbal
di atas tidak mencerminkan suatu pandangan apapun yang dapat dijadikan justifikasi bahwa
Iqbal mendukung Protestanisme Islam.
Muhammad qbal memandang bahwa yang terlarang dalam filsafat adalah tidak boleh
bertentangan dengan pandangan yang dimaksudkan Al-Qur`an. Tidak boleh meleset dalam
melihat daya cipta Islam yang besar dan bermanfaat serta tidak membantu pertumbuhan
filsafat hidup yang melemahkan, yang mengaburkan pandangan manusia tentang dirinya,
tentang Tuhannya, dan tentang dunianya.