pemicu 3

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan minyak bumi yang semakin besar merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dengan pencarian alternatif sumber energi. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tak terbarukan, butuh waktu jutaan bahkan ratusan juta tahun untuk mengkonversi bahan baku minyak bumi menjadi minyak bumi, peningkatan jumlah konsumsi minyak bumi menyebabkan menipisnya jumlah minyak bumi. Dari berbagai produk olahan minyak bumi yang digunakan sebagai bahan bakar, yang paling banyak digunakan adalah bahan bakar diesel, karena kebanyakan alat transportasi, alat pertanian, peralatan berat dan penggerak generator pembangkit listrik menggunakan bahan bakar tersebut (Sibarani., dkk, 2007). Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang menyewa lahan pertanian penduduk dan sekaligus mengupah tenaganya dalam usaha mengembangkan tanaman tebu bagi keperluan memenuhi bahan baku bagi pabriknya. Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling. Mengingat begitu banyak jumlahnya, maka

Upload: gerson-rico

Post on 01-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMICU 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan minyak bumi yang semakin besar merupakan tantangan yang perlu

diantisipasi dengan pencarian alternatif sumber energi. Minyak bumi merupakan

sumber energi yang tak terbarukan, butuh waktu jutaan bahkan ratusan juta tahun

untuk mengkonversi bahan baku minyak bumi menjadi minyak bumi, peningkatan

jumlah konsumsi minyak bumi menyebabkan menipisnya jumlah minyak bumi. Dari

berbagai produk olahan minyak bumi yang digunakan sebagai bahan bakar, yang

paling banyak digunakan adalah bahan bakar diesel, karena kebanyakan alat

transportasi, alat pertanian, peralatan berat dan penggerak generator pembangkit

listrik menggunakan bahan bakar tersebut (Sibarani., dkk, 2007).

Tanaman tebu di Indonesia banyak ditanam oleh para petani kecil baik atas usaha

sendiri maupun atas usaha kerjasama dengan pabrik gula atau pabrik gula yang

menyewa lahan pertanian penduduk dan sekaligus mengupah tenaganya dalam usaha

mengembangkan tanaman tebu bagi keperluan memenuhi bahan baku bagi

pabriknya.

Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu.

Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang

digiling. Mengingat begitu banyak jumlahnya, maka ampas tebu akan memberikan

nilai tambah untuk pabrik jika diberi perlakuan lebih lanjut.

Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan

lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi seperti

bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat perhatian

penting karena bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar. Penggunaan

bioetanol sebagai bahan bakar terus dikembangkan .

Page 2: PEMICU 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Konsumsi Energi di Indonesia

Kebutuhan energi di Indonesia dibedakan atas beberapa sektor pengguna

energi seperti industri, rumah tangga, transportasi, pemerintahan, dan

komersial.Peranan energi sangat penting bagi akselerasi sektor industri, utamanya

sebagai bahan bakar untuk proses produksi. Mesin produksi hanya dapat bekerja

optimal jika energi yang tersedia mencukupi dan sesuai dengan karakteristik mesin.

Selain sebagai bahan bakar, energi juga dapat dipakai sebagai bahan baku produk.

Urgensi ini membuat upaya peningkatan pertumbuhan sektor industri tidak dapat

lepas dari analisis penyediaan energi sektor industri.

Kebutuhan energi akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi

nasional yang dicirikan antara lain dengan perkembangan sektor industri dan

peningkatan jumlah penduduk. Namun pemerintah mengalami kesulitan untuk

mengimbangi kenaikan permintaan tersebut dengan penyediaan energi yang cukup

dan tepat sasaran serta energi yang ekonomis. Untuk itu, pemerintah berupaya untuk

menciptakan kebijakan yang ideal sedemikian agar kenaikan kebutuhan energi dapat

diimbangi dengan kenaikan penyediaan energi yang akan menghasilkan tambahan

output. Jika kondisi ini tercapai maka setiap energi yang dikonsumsi dalam proses

produksi akan lebih efisien, karena sesuai dengan karakteristik mesin dan sesuai

dengan kebutuhan produk.

Ketidakefisienan pemakaian energi sangat merugikan sektor industri karena

terkait dengan jumlah output yang dihasilkan serta keuntungan agregat industri.

Dampak yang lebih besar lagi adalah inefisiensi energi dalam skala massif dan

berkepanjangan dapat menyebabkan inefisiensi ekonomi melalui alokasi sumber

daya yang tidak optimal. Indonesia perlu belajar dari negara-negara setara, yang

mampu mengelola ketahanan energinya secara lebih baik. China dan India

merupakan dua negara yang perekonomiannya sangat diperhitungkan oleh dunia saat

ini. Industri yang tumbuh pesat di kedua negara tersebut tentunya memerlukan

ketersediaan energi yang memadai dan berkelanjutan.

Page 3: PEMICU 3

Di kawasan ASEAN, perekonomian Malaysia relatif setara dengan Indonesia,

hanya saja Malaysia mampu menghindar dari ketergantungan sumber energi minyak

yang harganya terus melambung saat ini. Overview singkat pengelolaan energi di

beberapa negara akan dapat memberi gambaran bagi pengelolaan energi nasional

yang lebih baik ke depan. Meskipun kebijakan masing-masing negara masih harus

disesuaikan dengan karakteristik yang ada, namun dengan benchmark negara-negara

yang relatif lebih baik pengelolaan energinya harapan akan perbaikan kebijakan

ketahanan energi di Indonesia bukan hal mustahil (Kementerian Perindustrian,2012).

Sampai saat ini masih terjadi simpang-siur informasi dari media, lembaga

pemerintah maupun LSM mengenai kemampuan produksi nasional dibandingkan

dengan kebutuhan BBM secara nasional. Tingkat kebutuhan bahan bakar minyak

(BBM) di Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 1,3 juta barrel per hari,

padahal produksi BBM nasional hanya 950 barrel per hari, akibat kenaikan

permintaan energi nasional yang terus melambung menyebabkan subsidi yang

ditanggung pemerintah semakin tinggi. Oleh karena itu pemerintah

mengkampanyekan agar masyarakat dapat terus melakukan hemat terhadap

pemakaian BBM. Pulau Jawa-Bali berada pada urutan pertama penggunaan BBM,

yakni sebanyak 57 persen dari keseluruhan penggunaan BBM nasional sehingga

menjadi dasar pemerintah untuk melaksanakan pencanangan Gerakan Hemat BBM

Nasional. Konsumsi energi final Indonesia tahun 2006 (Statistik DJLPE, 2006) yang

sebesar 526.142.000 SBM didominasi oleh sektor industri (40,6%), kemudian

berturut-turut diikuti oleh sektor transportasi (38%) dan rumah tangga dan komersial

(21,4%).

Untuk Indonesia dengan konsumsi energi yang terus meningkat seiring

dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi, maka emisi

karbon dari sektor energi akan terus meningkat. Strategi pengurangan emisi karbon

dari sektor energi yang paling optimal adalah dengan menggunakan skenario Perpres

No. 5/2006 yang meliputi diversifikasi dan konservasi energi. Dengan skenario ini,

dihasilkan penurunan emisi sebesar 17% pada tahun 2025, dengan biaya kumulatif

sebesar US$ 53 miliar atau 0,4% dari GDP kumulatif 2006 – 2025 (Draft

Technology Need Assessment, 2008). Skenario lain telah dipertimbangkan dengan

simulasi (Carbon Capture and Storage-CCS, maksimalisasi panas bumi dan nuklir),

Page 4: PEMICU 3

namun dari sisi cost and benefit tampaknya sulit untuk direalisasikan. Energi

alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar,

selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara

di beberapa kota besar di Indonesia. Karenanya untuk mengembangkan bahan bakar

tipe ini perlu kerja sama yang harmonis dari semua pihak, termasuk pemerintah,

industri otomotif dan swasta (Kardono,2008).

2.2 Potensi Pengembangan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar

Indonesia sedang giat-giatnya mengembangkan industri biofuel dengan

memproduksi

biodiesel dan bioethanol. Peranan industri ini semakin penting mengingat kondisi

saat ini harga minyak mentah berfluktuasi dan cenderung naik dan ketersediaannya

semakin terbatas.

Kondisi dan kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknya dijadikan momentum

bagi pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang mendukung penggunaan

biodiesel dan bioetanol. Sedangkan bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau

berpati seperti tetes tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong, ubi jalar, dan

tumbuhan lainnya. Peranan kedua jenis bahan bakar alternatif itu ke depan akan

sangat penting dalam mengatasi masalah krisis energi di Indonesia. Selain

mendukung mekanisme pembangunan bersih, sebagaimana dicanangkan dalam

Protokol Kyoto, pemanfaatan kedua bahan bakar hayati itu juga akan meningkatkan

perekonomian Indonesia.

Jika 2 persen konsumsi premium disubsitusi dengan bioetanol, maka akan

dibutuhkan sekira 420 ribu kiloliter bioetanol. Ini akan membutuhkan sekira 2,5 juta

singkong yang dihasilkan dari 90 ribu hektare kebun dan akan menyerap tenaga kerja

sebanyak 650 ribu orang di perkebunan dan seribu orang di pabrik. Jadi, devisa

sebesar 126 juta dolar AS (Rp 1,16 triliun) akan bisa dihemat dari pengurangan

impor premium, dengan asumsi harga premium impor 30 sen dolar AS per liter.

Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari

pengolahan tumbuhan) di samping Biodiesel. Bio-etanol adalah etanol yang

dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi.

Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk

Page 5: PEMICU 3

digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga

mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian

dengan prinsip dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk

memisahkan air dari senyawa etanol. Bahan baku bio-etanol yang dapat digunakan

antara lain ubi kayu, tebu, sagu, jagung dll.

Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam kekayaan alam terbarukan

sangat berpotensi menghasilkan bioenergi. Namun, dalam pengembangannya, bahan

bakar hayati yang dihasilkan menggunakan banyak biomassa yang dapat digunakan

sebagai bahan pangan. Bioetanol, misalnya, masih dibuat dari bahan berpati dan

bergula yang merupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi

penyediaan pangan. Jika BBN terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi

persaingan frontal antara penyediaan pangan dan energi (Kardono,2008).

Untuk menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi Bahan

Bakar Nabati (BBN) generasi kedua. Teknologi BBN generasi kedua adalah

teknologi yang mampu memproduksi BBN, seperti biodiesel atau bioetanol, dari

bahan lignoselulosa. Jika kita membudidayakan tanaman apapun, termasuk tanaman

pangan (untuk menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dan sebagainya), bahan yang

diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Jika hasil-hasil pertanian dan

perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian

atau sisa penggunaan tanaman dan biasanya kurang termanfaatkan. Hal ini

menyebabkan lignoselulosa berpotensi digunakan sebagai bahan mentah produksi

BBN.

2.3 Tebu

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya

dapat ditanam didaerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu

menempati luas areal ± 321 ribu hektar yang 64,74% diantaranya terdapat di Plau

Jawa (Departemen Pertanian, 2004b). Perkebunan tersebut tersebar di Medan,

Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Dari seluruh perkebunan tebu yang ada di

Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan rakyat, 30% perkebunan swasta, dan

hanya 20% perkebunan negara. Pada tahun 2002 produksi tebu Indonesia mencapai ±

2 juta ton (J.A. Witono, 2003).

Page 6: PEMICU 3

Tabel berikut menyajikan komponen-komponen yang terdapat dalam batang tebu.

Tabel 1. Komponen-komponen dalam batang tebu

Komponen Jumlah (%)

Monosakarida 0,5- 1,5

Sukrosa 11-19

Zat-zat organik 0,5-1,5

Zat-zat anorganik 0,15

Sabut 11-19

Air 65-75

Bahan lain 12

Tebu-tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula (PG). Dalam

proses produksi di pabrik gula, ampas tebu (bagasse) dihasilkan sebesar 35-40% dari

setiap tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa tetes

tebu (molase), blotong, dan air.

Selama ini, produk utama yang dihasilkan dari tebu adalah gula; sementara buangan

atau hasil samping yang lain tidak begitu diperhatikan. Kecuali tetes tebu yang sudah

lama dimanfaatkan untuk pembuatan etanol dan bahan pembuatan monosodium

glutamate (MSG, salah satu bahan untuk membuat bumbu masak), atau ampas tebu

yang dimanfaatkan untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan pupuk, pulp,

particle board; dan untuk bahan bakar boiler dipabrik gula.namun penggunaannya

terbatas dan nilai ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Sedangkan beraneka

limbah dalam proses produksi gula seperti blotong dan abu terbuang percuma.

Bahkan untuk buangan limbahnya pun menimbulkan pencemaran lingkungan

sehingga menambah pengeluaran PG. Padahal limbah-limbah itu dapat diolah

menjadi bahan yang dapat dipakai lagi, seperti halnya ampas tebu yang bisa di olah

menjadi bioetanol (Riyanti, 2009).

Ampas Tebu

Ampas tebu merupakan limbah selulosik yang banyak sekali potensi

pemanfaatannya. Selain yang telah disebutkan di atas, yaitu untuk makanan ternak;

bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board; dan untuk bahan bakar boiler di

pabrik gula, masih banyak lagi pemanfaatnya yang lain. Ampas tebu dapat

Page 7: PEMICU 3

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kanvas rem, furfural, sirup glukosa, etanol,

CMC (carboxymetil cellulose), dan bahan penyerap (adsorben) zat warna. Bahkan di

Kuba, ampas tebu telah pula dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik yang dapat

memenuhi 30 persen kebutuhan listrik di Kuba .

Pabrik yang dimanfaatkan ampas tebu sebagai bahan baku pembuatan particle board

dan kanvas rem, telah beroperasi di Indonesia. Tetapi untuk pembuatan furfural

belum ada; selama ini Indonesia masih mengimpor furfural dari Cina (J. A. Witono,

2003). Sedangkan untuk pembuatan etanol, CMC, dan adsorben masih dalam taraf

penelitian.

Cairan sukrosa dalam tebu dapat diekstrak dengan pengepresan batang yang

kenudian difermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan etanol. Proses ini biasanya

membutuhkan lima tahap, yaitu penggilingan, pengepresan, fermentasi, distilasi, dan

dehidrasi. Negara penghasil etanol terbesar, Brasil, mengadopsi proses ini. Limbah

pengepresan yang biasanya disebut bagase dimanfaatkan untuk memproduksi panas

untuk proses distilasi cairan fermentasi melalui pembakaran. Teknologi ini sudah

sangat lanjut, tidak seperti teknologi produksi etanol dari biomassa (materi berbahan

lignoselulosa). Sekarang ini hampir semua etanol diproduksi melalui fermentasi

sukrosa dari tebu (di Brasil) (Marris 2006; Sanderson 2006; Goldemberg 2007).

Ampas tebu (bagasse) mengandung sellulosa dan hemi selulosa yang dapat

dikonversi menjadi bioetanol. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan 5,3

bagasse bisa menghasilkan 1 liter etanol. Ampas tebu sebagian besar mengandung

ligno-cellulose.

Berikut ini komposisi kimia ampas tebu:

Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan Kadar (%)

Abu 3,82

Lignin 22,09

Selulosa 37,65

Sari 1,81

Pentosan 27,97

SiO2

Page 8: PEMICU 3

Lignoselulosa dalam ampas tebu dipecah menjadi selulosa lignin dan hemiselulosa.

Selulosa diuraikan menjadi glukosa terus menjadi etanol. Selulosa didegradasi

menjadi silosa yang bisa diubah lebih lanjut silitol (silitol merupakan pemanis

alternatif yang baik bagi kesehatan karena berkalori rendah dan tidak merusak gigi).

Dengan cara ini, produksi etanol per ha tebu akan meningkat 2-3 kali lipat.dengan

konversi ampas dan trash akan dihasilkan 2.500 liter etanol per ha (Riyanti, 2009).

2.4 Pembuatan Bioetanol dari Tebu

Cara paling mudah membuat bioetanol adalah dengan bahan yang banyak

mengandung gula, contohnya adalah tetes tebu atau molases. Tetes tebu merupakan

produk samping dari pabrik tebu yang memiliki kadar gula sangat tinggi (>50%).

Pembuatan bioetanol dari tetes tebu hanya melewati dua tahap utama saja.

Gambar 1. Tahapah utama pembuatan bioetanol dari tetes tebu

BAHAN-BAHAN

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol dari tetes/molasses antara

lain adalah:

1. tetes tebu/molasses (kadar gula 50%)

2. urea

3. NPK

4. Fermipan (ragi roti)

5. Air

Langkah-Langkah Pembuatan Bioetanol

1. Pengenceran Tetes Tebu

Kadar gula dalam tetes tebu terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh

karena itu perlu diencerkan terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih

adalah 14 %. Misal: larutkan 28 kg (atau 22.5 liter) molasses dengan 72 liter air.

Aduk hingga tercampur merata. Volume airnya kurang lebih 94.5 L. Masukkan ke

dalam fermentor.

Page 9: PEMICU 3

Catatan: jika kandungan gula dalam tetes kurang dari 50%, penambahan air harus

disesuaikan dengan kadar gula awalnya. Yang penting adalah kadar gula akhirnya

kurang lebih 14%.

2. Penambahan Urea dan NPK

Urea dan NPK berfungsi sebagai nutrisi ragi. Kebutuhan hara tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Urea sebanyak 0.5% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.

b. NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.

Untuk contoh di atas, kebutuhan urea adalah sebanyak 70 gr dan NPK

sebanyak 14 gr. Gerus urea dan NPK ini sampai halus, kemudian ditambahkan ke

dalam larutan molasses dan diaduk.

3. Penambahan Ragi

Bahan aktif ragi roti adalah khamir Saccharomyces cereviseae yang dapat

memfermentasi gula menjadi etanol. Ragi roti mudah dibeli di toko-toko bahan-

bahan kue atau di supermarket. Sebaiknya tidak menggunakan ragi tape, karena ragi

tape terdiri dari beberapa mikroba. Kebutuhan ragi roti adalah sebanyak 0.2% dari

kadar gula dalam larutan molasses. Untuk contoh di atas kebutuhan raginya adalah

sebanyak 28 gr.

Ragi roti diberi air hangat-hangat kuku secukupnya. Kemudian diaduk-aduk perlahan

hingga tempak sedikit berbusa. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam fermentor.

Fermentor ditutup rapat.

4. Fermentasi

Proses fermentasi akan berjalan beberapa jam setelah semua bahan

dimasukkan ke dalam fermentor. Kalau anda menggunakan fermentor yang tembus

padang (dari kaca misalnya), maka akan tampak gelembung-gelembung udara kecil-

kecil dari dalam fermentor. Gelembung-gelembung udara ini adalah gas CO2 yang

dihasilkan selama proses fermentasi. Kadang-kadang terdengar suara gemuruh

selama proses fermentasi ini. Selama proses fermentasi ini usahakan agar suhu tidak

melebihi 36oC dan pH nya dipertahankan 4.5 – 5. Proses fermentasi berjalan kurang

lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari. Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah

selesai adalah tidak terlihat lagi adanya gelembung-gelembung udara. Kadar etanol

di dalam cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %.

Page 10: PEMICU 3

5. Distilasi dan Dehidrasi

Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi ke dalam

evaporator atau boiler. Panaskan evaporator dan suhunya dipertahankan antara 79 –

81oC. Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol

dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran distilator.

Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%. Apabila kadar etanol

masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi (reflux) hingga kadar etanolnya

95%.

Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau penghilangan air.

Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau zeolit sintetis.

Tambahkan kapur tohor pada etanol. Biarkan semalam. Setelah itu didistilasi lagi

hingga kadar airnya kurang lebih 99.5%.

Bioetanol Dari Gula Pasir

Jika anda kesulitasn mendapatkan tetes/molasses, bioetanol dapat juga dibuat dengan

menggunakan gula pasir. Prosedur umumnya sama seperti yang sudah dijelaskan di

atas, hanya mengganti tetes dengan gula pasir. Yang perlu diperhatikan adalah kadar

gulanya kurang lebih 14%. Jadi untuk setiap 1 kg gula pasir dapat ditambahkan

kurang lebih 7.1 liter air.

Pencampuran Bioetanol Dengan Bensin

Bioetanol yang bisa digunakan sebagai bahan bakar adalah bioetanol dengan kadar

air 99.5%. Bioetanol ini bisa dicampurkan dengan bensin dengan perbandingan

bietanol : bensin sebesar 1 : 9 atau 2 : 8

(Riyanti, 2009).

2.5 Sifat, Kelebihan dan Kekurangan Bioetanol

Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang

tidak beracun. Selain itu etanol juga memiliki banyak sifat-sifat, baik secara fisika

maupun kimia.

Sifat-Sifat Fisika Etanol :

Berat Molekul 46,07 gr/grmol

Titik Lebur -112 oC

Titik didih 78,4 oC

Densitas 0,7893 gr/ml

Indeks bias 1,36143 cP

Page 11: PEMICU 3

Viskositas 200C 1,17 cP

Panas penguapan 200,6 kal/gr

Merupakan cairan tidak berwarna

Dapat larut dalam air dan eter

Memiliki bau yang khas

Sifat-Sifat Kimia Etanol :

Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik

Mudah menguap dan mudah terbakar

Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkyl halida dan air

CH3CH2OH + HC=CH CH3CH2OCH=CH2

Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air

CH3CH2OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O

Dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid

Mudah terbakar diudara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang

berwarna biru muda dan transparan, dan membentuk H2O dan CO2.

Dalam proses pembuatan etanol, ada beberapa bahan baku yang digunakan,

yaitu : air, glukosa, dan sukrosa.

(Perry, 2008)

Seperti semua bahan bakar lainnya, bahan bakar etanol juga memiliki

keunggulan dan kelemahan yang akan dibahas di artikel ini. Salah satu keunggulan

bahan bakar etanol yang paling jelas adalah bahan bakar etanol merupakan sumber

energi terbarukan, yang berarti bahwa bahan bakar etanol tidak terbatas seperti bahan

bakar fosil.

Negara yang menggunakan etanol akan mengurangi ketergantungannya pada

impor minyak asing, dan juga mengurangi efek harga minyak yang tak stabil.

Produksi etanol dalam jumlah besar di dalam negeri akan memastikan bahwa uang

akan tetap berputar di dalam negeri dan bukannya dibelanjakan pada minyak asing

yang mahal. Tentu saja peningkatan produksi etanol dalam negeri juga akan

menciptakan lebih banyak pekerjaan, dan juga sangat mungkin akan menurunkan

harga bahan bakar.

Page 12: PEMICU 3

Pembakran etanol lebih bersih daripada bahan bakar fosil yang berarti

mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini merupakan keuntungan etanol yang paling

signifikan bagi lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

Bahan bakar etanol juga memiliki kelemahan dan fakta bahwa sebagian besar

produksi etanol berasal dari tanaman pangan memiliki potensi untuk meningkatkan

harga pangan dan bahkan menyebabkan kekurangan pangan. Isu bahan bakar vs

makanan adalah bahan perdebatan utama, karena dengan adanya peningkatan

penggunaan etanol maka banyak lahan yang akan dipergunakan untuk memproduksi

etanol, bukan untuk menghasilkan makanan, dan ini akan menyebabkan kekurangan

jumlah pangan yang diikuti dengan peningkatan harga pangan, dan kemungkinan

akan menghasilkan lebih banyak masalah kelaparan di dunia.

Etanol menghasilkan energi  per satuan volume lebih rendah dibandingkan

dengan bensin. Etanol juga cenderung sangat korosif karena dapat dengan mudah

menyerap air dan kotoran. Tanpa sistem penyaringan yang tepat, etanol dapat

menyebabkan korosi di dalam blok mesin terjadi dengan cepat.

Saat kompresi, mesin yang didesain untuk etanol murni memiliki efisiensi bahan

bakar 20-30% lebih rendah dibandingkan mesin yang didesain untuk bensin murni.

Mesin yang menggunakan campuran etanol tinggi akan menjadi masalah saat

cuaca dingin (musim dingin) (Indoenergi, 2012).

Page 13: PEMICU 3

BAB III

PEMBAHASAN

Pada dasarnya unit prosesing pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian, yaitu:

1. unit gilingan

2. unit preparasi bahan baku

3. unit fermentasi

4. unit destilasi.

Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu.

Komponen unit gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan. Sebelum

masuk gilingan, tebu dipotong-potong terlebih dulu dengan pisau pencacah. Cacahan

tebu selanjutnya masuk kedalam tandem gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4

atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri. Pada unit gilingan pertama, tebu

diperah menghasilkan nira perahan pertama (npp). Ampas tebu yang dihasilkan

diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua. Nira yang terperah

ditampung, ampasnya kembali ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut oleh

unit gilingan ketiga, dan demikian seterusnya. Semua nira yang keluar dari setiap

unit gilingan dijadikan satu dan disebut nira mentah.

Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah

yang dihasilkan unit gilingan. Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan

penyaringan atau secara kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk

menghilangkan beberapa impurities yang bisa mengganggu proses fermentasi. Nira

yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih.

Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah nira jernih menjadi etanol,

melalui aktivitas fermentasi ragi. Jumlah unit fermentasi biasanya terdiri dari

beberapa unit (batch) atau system kontinyu tergantung kepada kondisi dan kapasitas

pabrik. Beberapa nutrisi ditambahkan untuk optimalisasi proses. Etanol yang

terbentuk dibawa ke dalam unit destilasi.

Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya

air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan

biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Proses pemurnian lebih lanjut akan

Page 14: PEMICU 3

menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi (99%/ethanol nhydrous),

yang biasanya digunakan sebagai campuran .unleaded gasoline. Menjadi gasohol.

Selain dari nira, ampas yang dihasilkan sebagai hasil ikutan dari unit gilingan bisa

diproses lebih lanjut menjadi etanol, dengan menambah unit pretreatment dan

sakarifikasi. Unit pretreatment berfungsi untuk mendegradasi ampas menjadi

komponen selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa

dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan menjadi bahan baku fermentasi,

selanjutnya didestilasi menghasilkan etanol (Kurniawan, 2005).

Gambar 1. Skema sederhana proses pembuatan etanol dari tebu

(Kurniawan, 2005)

Namun demikian, proses pembuatan etanol dari ampas hingga saat ini belum bisa

diterapkan secara komersial. Kendala utamanya adalah proses delignifikasi ampas

relatif sulit dan mahal serta mengeluarkan limbah yang cukup banyak. Selain itu,

penggunaan ampas untuk etanol berkompetisi dengan pemanfaatan ampas untuk

Page 15: PEMICU 3

penggunaan lain khususnya sebagai sumber energi, baik energi untuk proses di

pabrik maupun sebagai tenaga listrik (Kurniawan, 2005).

Page 16: PEMICU 3

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Potensi pengembangan bioetanol dari tebu sebagai bahan bakar sedang

berkembang di Indonesia maupun di luar Indonesia.

2. Proses pembuatan bioetanol dari tebu dilakukuan dengan cara fermentasi

3. Pemanfaatan tebu sebagai bahan bakar dan dapat juga mengurangi gas efek

rumah kaca.

4.2 Saran

1. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada di Indonesia,

sehingga perkembangan bioetanol sebagai energi alternatif terjalankan

dengan baik.

2. Menggunakan alat-alat yang lebih sederhana, yang lebih dikenal masyarakat

awam

Page 17: PEMICU 3

Daftar Pustaka

Indoenergi. 2012. Keunggulan dan Kekurangan Bahan Bakar Etanol.

www.indoenergi.com.

Kardono. 2008. Potensi Pengembangan Biofuel Sebagai Bahan Bakar Alternatif.

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kementerian Perindustrian. 2012. Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri

Dalam Rangka Akselerasi Industrialisasi. Jakarta.

Kurniawan. 2005. Potensi Pengembangan Industri Gula Sebagai Penghasil Energi

Di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan.

Perry, Robert H. 2008. Perry’s Chemical Engineering Handbook. 7th ed. New York :

McGraw-Hill Company.

Riyanti. 2009. Biomassa Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor.