pemetaan dan analisis bahaya gempabumi di provinsi lampung...
TRANSCRIPT
53
Pemetaan dan Analisis Bahaya Gempabumi di Provinsi Lampung
Menggunakan Metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis
(PSHA)
M Luthfi Risqulloh F1, Tedi Yudistira2, Cahli Suhendi3, Maria R. P. Sudibyo4
1,3,4Program Studi Teknik Geofisika, Jurusan Teknik Manufaktur dan Kebumian, Institut Teknologi Sumatera 2 Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi
Bandung
* Corresponding E-mail: [email protected]
Abstract: Lampung Province is one of the regions in Indonesia which has quite high
earthquake activity, which is caused by tectonic dynamics along the West Sumatra Sea and
Sumatra fault segment activities. One of the mitigation efforts to reduce the impact of
hazards caused by earthquake events is by making an earthquake hazard map that is
reflected in the soil acceleration map using the probabilistic seismic hazard analysis
(PSHA) method with the help of the USGS PSHA 2007 software. The earthquake catalog
data used is from the International Seismological Center (ISC) and United States
Geological Survey (USGS), from 1900 to 2019, with a depth of 0-300 km, magnitude ≥ 5
Mw, and center coordinates of -4.81º latitude and 104.875º east longitude. The results
showed the distribution of the ground acceleration value in the bedrock (PGA) in the
Lampung Province region for a probability of exceeding 2% in 50 years ranging from 0.20
to 1.20 g and a ground acceleration value on the surface (PGAM) ranging from 0.20 - 1.30
g. The regions with relatively high acceleration values are in the Tanggamus Regency,
West Coast Regency and West Lampung Regency. The area is the area traversed or
adjacent to the Sumatra Fault and subduction zone.
Keywords: Earthquake, Sumatra Fault Zone, PSHA, PGA.
Abstrak: Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
memiliki aktivitas gempabumi cukup tinggi, yang disebabkan oleh dinamika
tektonik sepanjang Laut Barat Sumatera dan aktivitas segmen patahan Sumatera.
Salah satu upaya mitigasi untuk mengurangi dampak bahaya yang diakibatkan oleh
kejadian gempabumi yakni dengan membuat peta bahaya gempa bumi yang
tercermin dalam peta percepatan tanah menggunakan metode probabilistic seismic
hazard analysis (PSHA) dengan bantuan software PSHA USGS 2007. Data katalog
gempa yang digunakan berasal dari International Seismological Centre (ISC) dan
United States Geological Survey (USGS), dari tahun 1900 hingga 2019, dengan
kedalaman 0-300 km, magnitudo ≥ 5 Mw, dan koordinat pusat -4.81º LS dan
104.875º BT. Hasil penelitian menunjukkan sebaran nilai percepatan tanah di
batuan dasar (PGA) pada wilayah Provinsi Lampung untuk probabilitas terlampaui
2% dalam 50 tahun berkisar 0.20 – 1.20 g dan nilai percepatan tanah di permukaan
(PGAM) berkisar 0.20 – 1.30 g. Daerah-daerah dengan nilai percepatan relatif tinggi
berada pada Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pesisir Barat, dan Kabupaten
54
Lampung Barat. Daerah tersebut merupakan daerah yang dilalui maupun
berdekatan dengan Patahan Sumatera dan zona subduksi.
Kata Kunci : Gempabumi, Patahan Sumatera, PSHA, PGA
INTRODUCTION / PENDAHULUAN
Provinsi Lampung merupakan salah
satu wilayah yang memiliki aktivitas
kegempaan yang cukup tinggi, hal ini
disebabkan oleh dinamika tektonik di
sepanjang Laut Barat Sumatera dimana
Lempeng Indo- Australia menunjam
kebawah Lempeng Eurasia dengan
kecepatan rata-rata 60 mm/tahun.
Aktivitas seismik di wilayah lampung
tidak hanya disebabkan oleh zona
subduksi, namun juga disebabkan oleh
beberapa aktivitas segmen patahan
Sumatera. Segmen Komering, Segmen
Semangko dan Segmen Sunda
merupakan segmen yang melewati
Provinsi Lampung, yang menyebabkan
kejadian gempabumi Liwa pada 24 juni
1933 (Ms=7.5) dan 15 Februari 1994
(Mw=6.8) yang menimbulkan kerusakan
dan jatuhnya korban jiwa [12].
Upaya mitigasi sangat diperlukan
untuk mengurangi dampak bencana
gempa bumi. Salah satunya dengan
membuat peta bahaya (hazard) gempa
yang tercermin dalam peta percepatan
tanah, yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam tata cara perencanaan
ketahanan bangunan terhadap gempa
bumi di suatu wilayah. Peta bahaya
gempa ini dikembangkan dengan
melakukan analisis bahaya gempa secara
probabilistik atau yang biasa dikenal
dengan metode Probabilistic Seismic
Hazard Analysis (PSHA).
Metode PSHA menghitung tingkat
goncangan tanah di lokasi tertentu secara
probabilistik, artinya dilakukan
perhitungan mengenai faktor
ketidakpastian dalam analisis seperti
ukuran, lokasi, dan frekuensi kejadian
gempabumi [4]. Pada penelitian ini
dilakukan analisa bahaya gempabumi,
yang digambarkan dengan nilai
percepatan tanah maksimum di batuan
dasar dan di permukaan. Menggunakan
software PSHA USGS 2007 untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50
tahun atau setara dengan periode ulang
gempa 2.475 tahun.
METHOD/METODE
Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan dan menganalisis data
gempa bumi, mengidentifikasi dan
memodelkan sumber gempa,
mengkarakterisasi masing-masing
sumber, menentukan fungsi atenuasi dan
logic tree, Probabilisitic Seismic Hazard
Analysis (PSHA), menentukan PGA dan
PGAM. penjelasan singkat mengenai
metode penelitian dirangkum pada
diagram alir yang ditunjukkan pada
Gambar 1.
a. Pengumpulan Data.
Dalam penelitian ini digunakan data
gempa dari tahun 1900 hingga 2019.
Data gempa dikumpulkan dari katalog
International Seismological Centre (ISC)
dan United States Geological Survey
(USGS). Data katalog yang digunakan
memiliki pusat koordinat -4,81° LS dan
104,875° BT dengan radius 500 km dan
batas kedalaman maksimum 300 km
[8][17]. Selain itu digunakan data hasil
pengukuran mikrotremor 9 titik di
Bandar Lampung untuk mengestimasi
nilai Vs30 dan Vs30 USGS [18].
b. Penyeragaman Skala Magnitudo.
55
Data gempa yang diperoleh dari
katalog USGS dan ISC tahun 1900 - 2019
terdiri dari bermacam skala magnitudo.
Skala magnitudo tersebut dikonversi
terlebih dahulu menjadi satu skala
magnitudo yang sama. Pada penelitian
ini digunakan skala magnitudo momen
(Mw). Konversi skala magnitudo yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada korelasi konversi dari PusGeN,
2017, sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Korelasi konversi skala
magnitudo untuk wilayah Indonesia [16]
No Korelasi Konversi Range Data
1 Mw = 1.0107mb +
0.0801
3.7 ≤ mb ≤
8.2
2 Mw = 0.6016Ms + 2.476 2.8 ≤ Ms ≤
6.1
3 Mw = 0.9239Ms +
0.5671
6.2 ≤ Ms ≤
8.7
Gambar 1. Diagram alir yang digunakan pada penelitian ini.
c. Pemodelan dan Karakterisasi
Sumber Gempa.
Pemodelan zona sumber gempa
dilakukan dengan menginterpretasi
kondisi geologi, geofisika, dan
seismotektonik berdasarkan katalog
kejadian gempa. Model sumber gempa
tersebut akan memberikan gambaran
distribusi episenter kejadian gempa
historik, frekuensi kejadian gempa, dan
pergeseran relatif lempeng (slip rate)
suatu sumber gempa. Model sumber
56
gempa diperlukan sebagai hubungan
antara data kejadian gempa dengan
model perhitungan yang digunakan
dalam menentukan tingkat resiko gempa
[10]. Aktivitas kegempaan suatu wilayah
tercermin dari parameter yang digunakan
dalam analisis bahaya kegempaan.
Parameter yang digunakan dalam analisis
bahaya gempa diantaranya adalah b-
value, a-value, slip rate, magnitudo
maksimum, mekanisme, dimensi sesar
dan lain-lain [13].
Untuk penentuan nilai a dan b dari
model sumber gempa megathrust
ditentukan dari Guttenberg Richter
recurrence relationship menggunakan
analisis dari Least Square [5]. Nilai a dan
b ditentukan berdasarkan data yang
dikelompokkan sesuai beberapa area ke
dalam sekelompok data dengan analisis
statistika pada model maximum
likelihood, diestimasi dengan
menggunakan program ZMAP [19].
Karakterisasi sumber gempa yang
digunakan dalam analisis bahaya
kegempaan di Provinsi Lampung
ditunjukkan oleh Tabel 2 dan Tabel 3
Tabel 2. Data parameter sumber gempa megathrust menggunakan ZMAP
No Megathrust a-value b-value Slip/rate
(cm/yr) Mmax
1 Mentawai - Pagai 4.67 0.621 4 8.9
2 Enggano 5.92 0.799 4 8.4
3 Selat Sunda - Banten 8.07 1.23 4 8.7
4 Jawa Barat - Jawa 7.25 1.06 4 8.7
Tabel 3. Data Karakteristik Sumber Gempa Patahan (Fault) untuk Wilayah Provinsi
Lampung [16]. Structure Name Slip-Rate
mm/yr
Mechanism Dip Top Bottom L(km) Mmax
Ketaun 12 Strike-slip 90 3 20 85 7.3
Musi 13.5 Strike-slip 90 3 20 70 7.2
Manna 13.5 Strike-slip 90 3 20 85 7.3
Komering-North 12.5 Strike-slip 90 3 20 111 7.5
Komering-South 12.5 Strike-slip 90 3 20 60 7.1
Semangko Barat-A 8 Strike-slip 90 3 20 90 7.4
Semangko Barat-B 8 Strike-slip 90 3 20 80 7.3
Semangko Timur-A 5 Strike-slip 90 3 20 12 6.5
Semangko Timur-B 3 Strike-slip 90 3 20 35 6.9
Semangko Graben 3 Normal 90 3 20 50 6.5
Ujung Kulon A 10 Strike-slip 90 3 20 80 7.3
Ujung Kulon B 10 Strike-slip 90 3 20 150 7.6
Enggano 5 Reverse-
slip
45W 3 20 160 7.6
d. Penentuan Fungsi atenuasi dan
Logic tree.
Dalam menurunkan fungsi atenuasi,
diperlukan data percepatan tanah yang
banyak supaya didapatkan fungsi
atenuasi yang sesuai dengan daerah yang
akan ditinjau. Di Indonesia, ketersedian
data percepatan tanah masih sedikit,
sehingga belum bisa untuk mendapatkan
suatu fungsi atau jenis atenuasi yang baik
[7]. Oleh karena itu dalam analisis
seismic hazard wilayah Indonesia dapat
menggunakan fungsi atenuasi yang
diturunkan dari wilayah lain yang
memiliki kemiripan baik kondisi tektonik
maupun geologi dengan wilayah
Indonesia. Fungsi atenusai yang
digunakan dalam penelitian ini berbeda
untuk setiap jenis sumber gempa yang
ditunjukkan pada Tabel 4.
57
Tabel 4. Fungsi atenuasi [1]
Logic Tree merupakan suatu metode
untuk memperhitungkan ketidakpastian
pada parameter yang digunakan ketika
melakukan perhitungan analisis seismic
hazard dengan pendekatan probabilitas.
Metode ini memungkinkan untuk
penggunaan beberapa alternatif model
sehingga perlu ditentukan faktor bobot
yang menggambarkan persentase
kemungkinan keakuratan relatif suatu
model dengan model lainnya. Dengan
adanya model ini, data parameter sumber
gempa, dan model atenuasi yang
digunakan bisa diakomodir dengan bobot
sesuai dengan ketidakpastiannya. Model
logic-tree yang digunakan pada
penelitian ini disesuaikan dengan model
sumber gempa megathrust, fault, dan
background [3][7].
e. Analisis Bahaya Gempa
Berdasarkan informasi yang
diperoleh dengan ketidakpastian yang
terjadi pada semua sumber gempa,
selanjutnya digabungkan menggunakan
persamaan PSHA yang dapat dinyatakan
dalam persamaan dibawah ini:
Dimana 𝑓𝑀𝑖(𝑚) dan 𝑓𝑅𝑖
(𝑟) berturut-turut
adalah fungsi kepadatan probabilitas
magnitudo dan jarak, 𝑃(𝐼𝑀 > 𝑥|𝑚, 𝑟)
adalah probabilitas sebuah gempa
dengan magnitudo m pada jarak r yang
memberikan percepatan maksimum IM
di lokasi yang lebih tinggi dari x, 𝜆 adalah
annual rate of exceedance atau total
kejadian gempa terlampaui.
f. Estimasi Nilai Vs30 dan Klasifikasi
Situs
Analisis bahaya gempa di permukaan
dipengaruhi oleh kondisi lapisan tanah,
meliputi jenis, ketebalan, kekakuan
lapisan tanah, dan muka air tanah.
Kondisi lapisan tanah dapat ditentukan
dengan melakukan investigasi tanah
(boring) atau metode geofisika
lainnya[15].
Dalam studi ini, kondisi lapisan tanah
ditentukan berdasarkan kecepatan
gelombang geser untuk lapisan hingga
kedalaman 30 m (Vs30) dari USGS
global Vs30 dan dari hasil pengukuran 9
titik data mikrotremor di Bandar
Lampung yang diestimasi menggunakan
metode inversi eliptisitas gelombang
Rayleigh. Lokasi titik ditunjukkan pada
Gambar 3, sedangkan Gambar 2
No. Sumber
Gempa Jenis Atenuasi
1 Megathrust
Geomatrix subduction (Youngs et al, 1997)
Atkinson-Boore BC rock & global source (Atkinson &
Boore, 2003)
Zhao et al., with variable Vs30 (Zhao et al, 2006)
2 Fault
Boore-Atkinson NGA (Boore and Atkinson, 2008)
Campbell-Bozorgnia NGA (Campbell and Bozorgnia,
2008)
Chiou-Youngs NGA (Chiou and Youngs, 2008)
3
Shallow
Background
Boore-Atkinson NGA (Boore and Atkinson, 2008)
Campbell-Bozorgnia NGA (Campbell and Bozorgnia,
2008)
Chiou-Youngs NGA (Chiou and Youngs, 2008)
4 Deep
Background
Atkinson-Boore intraslab (Atkinson and Boore, 2003)
Geomatrix slab seismicity rock (Youngs et al, 1997)
Atkinson-Boore intraslab seismicity world data BC-rock
condition (Atkinson and Boore, Worldwide 2003)
58
menunjukkan hasil estimasi kecepatan
gelombang geser Vs.
Gambar 2. Profil Kecepatan Gelombang Geser (Vs) di titik pengukuran 1 hingga 9 (dari atas kiri
lalu kebawah kiri)
Gelombang permukaan
mendominasi data mikrotremor dan
bentuk kurva H/V sebagian besar
didominasi oleh eliptisitas gelombang
Rayleigh[9]. Untuk mendapatkan kurva
eliptisitas tersebut, sinyal mikrotremor
diolah menggunakan metode Horizontal
to Vertical Time-Frequency Analysis
(HVTFA). Representasi komponen
horizontal dan vertikal dihitung dengan
menggunakan Continous Wavelet
Transform (CWT) [14]. Yang
dirumuskan dalam persamaan (2).
𝐶𝑊𝑇{𝑥}(𝑎.𝑏) =1
√|𝑎|∫ 𝑥(𝑡)
∞
−∞𝜓∗ (
𝑡−𝑏
𝑎) . 𝑑𝑡 (2)
Dimana, a adalah parameter dilatasi
dan b adalah parameter translasi. Jika t
adalah waktu, maka a berbanding
terbalik dengan frekuensi dan b
merupakan translasi dalam waktu.
Gambar 3. Titik Pengukuran
59
Setelah kurva eliptisitas diperoleh,
tahap selanjutnya adalah inversi untuk
mendapatkan profil kecepatan
gelombang geser (Vs). Parameter-
parameter model awal untuk menentukan
model kecepatan gelombang geser (Vs)
bawah permukaan. Parameter tersebut
meliputi compression wave velocity
(Vp), poisson’s ratio, shear wave
velocity (Vs), dan density (𝜌) [14]. Proses
inversi didasarkan pada teknik
conditional neighbourhood algorithm
[11]. Dari model awal ini, perhitungan
misfit yang bersesuaian dilakukan
menggunakan persamaan (3).
𝑚𝑖𝑠𝑓𝑖𝑡 = √1
𝑁. ∑ (
𝐷𝑖−𝑀𝑖
𝜎𝑖)𝑁
𝑖=1
2
(3)
Dimana N adalah jumlah titik data, 𝐷𝑖
adalah data hasil inversi, 𝑀𝑖 adalah
model struktur tanah, dan 𝜎𝑖 merupakan
standar deviasi dari data hasil inversi
dengan 1 ≤ i ≤ N.
Dari data Vs30 hasil inversi
eliptisitas gelombang Rayleigh dan
Vs30 USGS maka diklasifikasikan
berdasarkan ketentuan SNI 1726:2019
tentang tata cara perencanaan bangunan
tahan gempa [2] yang ditampilkan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi Situs [2].
Kelas Situs 𝑉�̅�(m/detik
)
SA (batuan keras) >1500
SB (batuan) 750 –
1500
SC (tanah keras, sangat padat dan
batuan lunak) 350 – 750
SD (tanah sedang) 175 – 350
SE (tanah lunak) <175
g. Percepatan Tanah Maksimum di
Permukaan
Besarnya percepatan maksimum
tanah di permukaan (PGAM) ditentukan
dengan mengalikan faktor amplifikasi
dengan besar percepatan di batuan dasar
yang diperoleh dari analisis dengan
metode probabilitas, yang mengikuti
ketentuan SNI 1726:2019 [2]. Untuk
mendapatkan nilai PGAM digunakan
persamaan (4).
𝑃𝐺𝐴𝑀 = 𝐹𝑃𝐺𝐴 × 𝑃𝐺𝐴
(4)
Dimana PGAM adalah percepatan tanah
maksimum di permukaan (g), PGA
merupakan percepatan tanah maksimum
di batuan dasar (g), dan FPGA adalah
faktor amplifikasi untuk PGA. Yang
mengikuti ketentuan koefisien situs pada
SNI 1726:2019 [2] seperti pada Tabel 5.
Tabel 6. Koefisien Situs FPGA [2].
Kela
s
Situs
PGA
≤ 0,1
PGA
= 0,2
PGA
= 0,3
PGA
= 0,4
PGA
= 0,5
PGA
≥ 0,6
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
SC 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
SD 1,6 1,4 1,3 1,2 1,1 1,1
SE 2,4 1,9 1,6 1,4 1,2 1,1
SF SS(a)
RESULTS AND DISCUSSION
Hasil analisis mengenai bahaya
gempabumi menggunakan metode
(PSHA) menunjukkan nilai PGA di
batuan dasar untuk semua sumber gempa
di wilayah Provinsi Lampung memiliki
rentang nilai antara 0.20 – 1.20 g yang
disajikan pada Gambar 4. Gambar 4
memperlihatkan wilayah Kabupaten
Tanggamus, Lampung Barat, dan Pesisir
Barat, memiliki nilai PGA yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wilayah lain.
Nilai PGA yang tinggi ini disebabkan
karena lokasi tersebut dilalui oleh Zona
Patahan Sumatra yakni Segmen
Komering hingga Segmen semangko.
Selain itu pada Kabupaten Pringsewu,
Kabupaten Pesawaran , Bandar Lampung
dan Lampung Selatan memiliki rentang
nilai PGA yang cukup tinggi, yang
dipengaruhi oleh keberadan Segmen
Semangko yang berjarak kurang dari 80
km dari wilayah tersebut. Pola yang
60
didapatkan semakin ke arah timur nilai
PGA yang diperoleh akan semakin kecil,
hal ini disebabkan karena letaknya yang
semakin jauh dari sumber gempa patahan
dan megathrust.
Gambar 4. Peta Percepatan Tanah di Batuan Dasar Wilayah Lampung pada Kondisi
PGA Untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 50 tahun.
Gambar 5. Peta Nilai Vs30
61
Gambar 6. Klasifikasi Situs wilayah
Lampung Berdasarkan SNI 1726:2019
Gambar 7. Peta Faktor Amplifikasi FPGA
Gambar 8. Peta Percepatan Tanah di Permukaan Wilayah Lampung pada Kondisi PGA
untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 50 tahun.
Kecepatan gelombang geser hingga
kedalaman 30 m (Vs30) yang digunakan
pada penelitian ini adalah data
pengukuran mikrotremor di Bandar
Lampung yang diolah untuk
mendapatkan estimasi kecepatan
gelombang geser (Vs) dari analisis kurva
H/V menggunakan metode inversi
eliptisitas gelombang Rayleigh dengan
software dinver, dengan parameter Vp,
Vs, poisson ratio, dan density. Nilai Vs30
selanjutnya diinterpolasikan dengan data
Vs30 USGS sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 5.
Berdasarkan hasil Vs30 yang dipetakan
pada Gambar 5, diketahui bahwa daerah
penelitian memiliki rentang nilai Vs30
kurang dari 290 – 925 m/s. Untuk
mengetahui nilai percepatan maksimum
di permukaan tanah (PGAM), terlebih
dahulu diklasifikasikan sesuai dengan
jenis tanah (situs).Untuk mendapatkan
62
klasifikasi situ, dilakukan penyesuasian
mengikuti tabel SNI 1726:2019, dimana
daerah penelitian memiliki 3 kelas
klasifikasi situs, yaitu SB (Batuan)
dengan nilai Vs30 750 – 1500 m/s, SC
(Tanah Keras, Sangat padat dan batuan
lunak) dengan nilai Vs30 350 – 750 m/s,
dan D (Tanah Sedang) dengan nilai Vs30
175 – 350 m/s seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 6.
Perbandingan percepatan tanah di
permukaan dan di batuan dasar tercermin
pada peta faktor amplifikasi. Peta nilai
faktor amplifikasi (FPGA) untuk wilayah
Lampung ditunjukkan pada Gambar 7.
Nilai faktor amplifikasi untuk percepatan
tanah maksimum di batuan dasar (FPGA)
di wilayah lampung memiliki rentang
nilai 0.8 – 1.4. Wilayah pada Kabupaten
Mesuji, Kabupaten Tulang bawang,
Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan
Kabupaten Lampung Tengah memiliki
nilai faktor amplifikasi yang tinggi, hal
ini disebabkan oleh jenih tanah pada
daerah tersebut termasuk kelas Tanah
Sedang (SD) yang dimana nilai
perambatan gelombang geser di
permukaan relatif kecil sehingga
menyebabkan nilai faktor amplifikasi
yang tinggi.
Diperlihatkan pada Gambar 8. Nilai
PGAM untuk Provinsi Lampung berkisar
0.20 – 1.30 g, nilai PGAM relatif tinggi
berada pada daerah yang dilalui atau
dekat dengan Zona Patahan Sumatra dan
sumber gempa subduksi/Megathrust.
Sebagian wilayah Kabupaten
Tanggamus, Lampung Barat, dan Pesisir
Barat, merupakan daerah dengan nilai
PGAM yang tinggi dengan kisaran 0.80 g
– 1.30 g, besarnya nilai PGAM yang tinggi
akibat nilai percepatan tanah di batuan
dasar (PGA) yang juga tinggi meskipun
jenis tanah di daerah tersebut
menunjukkan kelas batuan (SB) dan
tanah (SC).
Conclusions / Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai
Pemetaan dan Analisis Bahaya
Gempabumi Provinsi Lampung
Menggunakan Metode Probabilistic
Seismic Hazard Analysis (PSHA)
diperoleh, nilai percepatan tanah
maksimum (PGA) di batuan dasar untuk
probabilitas terlampaui 2% dalam 50
tahun untuk wilayah Provinsi Lampung
adalah 0.20 -1.20 g. Berdasarkan analisis
bahaya gempa di batuan dasar, daerah
dengan nilai percepatan relatif tinggi
berada pada Kabupaten Tanggamus,
Pesisir Barat, dan Lampung Barat.
Hasil estimasi nilai kecepatan
gelombang geser hingga kedalaman 30m
(Vs30) dengan nilai percepatan tanah di
batuan dasar, diperoleh nilai percepatan
tanah maksimum di permukaan (PGAM)
untuk probabilitas terlampaui 2% dalam
50 tahun untuk wilayah Provinsi
Lampung dengan rentang nilai
percepatan 0.20 – 1.30 g. Berdasarkan
analisis percepatan tanah di permukaan,
daerah dengan nilai percepatan relatif
tinggi berada pada Kabupaten
Tanggamus, Pesisir Barat, dan Lampung
Barat.
References
[1] Asrurifak, M. “Peta Respon Spektra
Indonesia Untuk Perencanaan Struktur
Bangunan Tahan Gempa Berdasarkan
Model Sumber Gempa Tiga Dimensi
Dalam Analisis Probabilitas”, Disertasi:
Intitut Teknologi Bandung, Bandung,
2010.
[2] BSN. “SNI 1726:2012, Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung”
Internet:http://litbang.pu.go.id/puskim/sour
ce/pdf/Produk%20SNI%20bidang%20peru
mahan%20dan%20permukiman.pdf.
accessed March, 2020.
[3] Cornell, C.A., “Engineering Seismic
Risk Analysis,” Bulletin of the
63
Seismological Society of America, Vol.
58, pp. 1583-1606, 1968.
[4] Fauzi, U.J., “Peta Deagregasi Indonesia
Berdasarkan Analisis Probabilitas
dengan Sumber Gempa Tiga Dimensi”.
Institut Teknologi Bandung, Bandung,
2011.
[5] Gutenberg, B., Richter, C.F.,
“Frequency of Earthquakes In
California”. Bull. Seismol. Soc. Am.
34, 185–188, 1944.
[6] Harmsen, S. “ USGS Software For
Probabilistic Seismic Hazard Analysis
(PSHA)”. United States of Geological
Surveys (USGS), USA, 2007.
[7] Hutapea, B.M., “Analisis Hazard
Gempa dan Usulan Ground Motion
pada Batuan Dasar untuk Kota Jakarta”,
Jurnal Teknik Sipil, Vol. 16 No. 3,
2009.
[8] ISC Earthquake Archives. “Search
Earthquake Archives” Internet:
http://isc.ac.uk/iscbulletin/search/catalo
gue, accessed March, 2019.
[9] Irfan, U, “Near-surface characterization
from the H/V spectral curves along with the
joint inversion of the ellipticity and
dispersion curves”. thesis, University of Sao
Paulo, 2017.
[10] Irsyam, M, , W. Sengara, F. Aldiamar, S.
Widiyantoro, W. Triyoso, D. Hilman, E.
Kertapati, I. Meilano, Suhardjono, Asrurifak
M, M. Ridwan. “Ringkasan Hasil Studi Tim
Revisi Peta Gempabumi Indonesia 2010”.
Kementrian Pekerjaan Umum, Bandung,
2010.
[11] Sambridge, M. “Geophysical inversion
with neighbourhood algorithm-II”.
Appraising the ensemble. Geophys. J
Int, 138, 727-746, 1999.
[12] Sieh, K., dan Natawidjaja, D,
“Neotectonics of The Sumatran Fault,
Indonesia”. Journal of Geophysical
Research, Vol. 105, No. B12, Pages 28,
295-28,326, 2000.
[13] Sunardi, B., "Peta Deagregasi Hazard
Gempa Wilayah Jawa dan
Rekomendasi Ground Motion di Empat
Daerah” . Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2013.
[14] Sunardi, B., Naimah, S., Haryoko, U.,
Rohadi, S., Sulastri., Rasmid, “Vs30
Mapping and Soil Classification in The
Southern Part of Kulon Progo Using
Rayleigh Wave Ellipticity Inversion”.
JGISE Vol. 1 No. 2 (2018), pp. 58 – 64,
2019.
[15] Sunardi, B., Nugraha, Jimmi. “Peak
Ground Acceleration at Surface and
Spectral Acceleration for Makassar City
Based on a Probabilistic Approach”.
JMDG vol 17 No. 1 2016: 33-46, 2016.
[16] Tim PuSGeN, “Peta Sumber dan
Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017”.
Pusat Litbang Perumahan dan
Pemukiman, Bandung, 2017.
[17] USGS Earthquake Archives. “Search
Earthquake Archives” Internet:
quakes/search, accessed March, 2019.
[18] USGS. “Global Vs30 Map Server”
Internet:
http://earthquake.usgs.gov/hazards/app
s/vs30/, accessed March, 2019.
[19] Wiemer, S., “A Software Package to
Analyze Seismicity: ZMAP,”
Seismological Research Letters, Vol.
72, 373-382, 2001.