pemetaan daerah penangkapan ikan dengan … · februari 2012 la elson abstrak la elson, c44094001....

132
PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT MALAKA LA ELSON PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: dotu

Post on 19-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN

DENGAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT MALAKA

LA ELSON

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ”Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan

dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka” adalah karya sendiri dengan arahan

dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya

ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, 13 Februari 2012

La Elson

Page 3: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

ABSTRAK

LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode

Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM.

Selat Malaka merupakan suatu perairan yang secara geografis cukup unik. Selat ini dikenal sebagai salah satu wilayah perairan dengan lalu lintas kapal-kapal

komersial yang padat karena fungsinya sebagai jalur perdagangan internasional. Namun disisi lain sumberdaya perikanan di perairan ini memegang peranan

penting bagi perekonomian penduduk di sekitarnya. Pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan lestari memerlukan informasi yang tepat berkaitan dengan sediaan, sebaran ikan, karakteristik perikanan dan perairannya sehingga langkah-

langkah kebijakan eksploitasi dapat dilakukan dengan tepat tanpa membahayakan kelestariannya. Pemanfaatan teknologi akustik dalam kegiatan eksplorasi

sumberdaya ikan sangat penting peranannya mengingat banyaknya keunggulan komparatif yang dimiliki dibandingkan dengan sistem konvensional. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sebaran target strength dan densitas ikan secara

vertikal dan horizontal sebagai indikator pada penentuan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka. Deteksi keberadaan ikan dengan menggunakan metode

hidroakustik yang didukung oleh pengamatan oseanografi dan hasil tangkapan pada saat survei digunakan untuk menduga kelimpahan ikan di Selat Malaka. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai target strength ikan yang lebih kecil

terkonsentrasi pada lapisan permukaan dan perairan dangkal, sedangkan nilai target strength ikan yang lebih besar terkonsentrasi pada perairan yang lebih dalam. Densitas ikan yang lebih tinggi ditemukan pada lapisan permukaan dan

perairan dangkal, sedangkan densitas ikan yang lebih rendah ditemukan pada lapisan perairan yang lebih dalam. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk

pemetaan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka pada musim tertentu. Peta daerah penangkapan ikan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 terdiri atas daerah penangkapan ikan sedang dan kurang potensial, yang menyebar di Perairan

Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan.

Kata kunci: daerah penangkapan ikan, metode hidroakustik, pemetaan, Selat

Malaka, sumberdaya ikan.

Page 4: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

© Hak cipta IPB, Tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2) Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

Page 5: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN

DENGAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT MALAKA

LA ELSON

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 6: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

Judul Skripsi : Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode

Hidroakustik di Selat Malaka

Nama : La Elson

NIM : C44094001

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Menyetujui:

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si P. Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si

NIP. 19650704 199002 1 001 NIP. 19780613 200801 2 011

Mengetahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1 001

Tanggal Lulus: 13 Februari 2012

Page 7: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan data hasil

survei akustik yang dilaksanakan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen

Perikanan Tangkap, KKP RI pada bulan Juni 2008 di Selat Malaka. Pengolahan

dan analisis data dilaksanakan di Laboratorium Akustik Perikanan BRPL Jakarta

pada bulan September sampai November 2011.

Judul penelitian ini adalah ”Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan

Metode Hidroakustik di Selat Malaka”. Pemetaan daerah penangkapan ikan

mengunakan metode hidroakustik yang dapat mengukur secara insitu dan real

time mengenai keberadaan sumberdaya ikan di kolom maupun dasar perairan

sangat penting untuk diketahui, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan informasi

untuk kepentingan dan pemanfaatan sumberdaya ikan bagi masyarakat khususnya

nelayan tradisional untuk melakukan operasional penangkapan ikan yang tepat

dan akurat.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si dan Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si

sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya dalam penulisan

skripsi ini.

2. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc sebagai dosen penguji dalam ujian skripsi atas

masukan dan sarannya dalam penulisan skripsi ini.

3. Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi, MT sebagai komisi pendidikan dalam ujian

skripsi atas masukan dan sarannya dalam penulisan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik atas

arahan dan bimbungannya selama menempu pendidikan sarjana di IPB.

5. Prof. Dr. Ir. La Ode Muhammad Aslan, M.Sc sebagai Dekan Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari yang telah

memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan sarjana di IPB.

6. Kepala Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP

RI yang telah memberikan izin penelitian pengolahan dan analisis data hasil

survei akustik perikanan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

Page 8: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

7. Moh. Natsir S.Pi, M.Si sebagai pembimbing lapangan dan seluruh tim

peneliti dari Laboratorium Akustik Perikanan BRPL Jakarta atas segala

arahan dan bimbingannya dalam proses pengolahan dan analisis data selama

penelitian.

8. Kepala Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang Kelautan dan

Perikanan, KKP RI yang telah memberikan izin penelitian lapangan pada

kegiatan Cruise South China Sea and Indonesia Seas Transport/Exchange

(SITE) and Dynamics of Sunda Strait and Their Impacts on Seasonal Fish

Migration pada bulan September sampai Oktober 2011, oleh KKP RI,

Colombia University USA dan China Oseanography Institute.

9. Semua awak Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang telah memberikan bantuan

fasilitas selama pelaksanaan penelitian lapangan.

10. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan motivasi, semangat dan doa

selama menempu pendidikan sarjana di IPB.

11. Istri dan anak saya yang selalu memberikan semangat dan doa selama

menempu pendidikan sarjana di IPB.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan masukan dalam penulisan

skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini tidak semata-mata menjadi syarat kelulusan dari

program sarjana pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan

Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, akan tetapi penulis berharap semoga

karya ilmiah ini dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkannya. Penulis mengakui bahwa karya ilmiah ini masih banyak

memiliki kekurangan, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan

sehingga ke depan bisa menjadi lebih baik.

Bogor, 13 Februari 2012

La Elson

Page 9: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pola, Kabupaten Muna, Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tanggal 18 April 1977 dari pasangan

Bapak La Matete (Almarhum) dan Ibu Wa Muhunia. Penulis

merupakan putra kelima dari delapan bersaudara.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Raha tahun 1997 dan

pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan program diploma IV

di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta melalui Seleksi Ujian Masuk Perguruan

Tinggi Negeri pada Program Studi Permesinan Perikanan dan lulus tahun 2002.

Tahun 2003 sampai 2006 penulis bekerja di kapal penangkapan ikan (trawl) milik

salah satu perusahan penangkapan ikan dalam negeri di Perairan Arafura. Tahun

2007 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara.

Tahun 2009 penulis diberi kesempatan melanjutkan pendidikan program

sarjana di IPB melalui program alih jenis pendidikan pada Program Studi

Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian

dan menyusun skripsi dengan judul ”Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan

dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka”.

Page 10: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Penangkapan Ikan ....................................................................... 5

2.2 Sumberdaya Ikan ..................................................................................... 6

2.2.1 Sumberdaya ikan pelagis .............................................................. 6

2.2.2 Sumberdaya ikan demersal ........................................................... 7

2.3 Metode Hidroakustik .............................................................................. 8

2.3.1 Prinsip kerja metode hidroakustik................................................... 9 2.3.2 Split beam acoustic system ............................................................ 10

2.4 Estimasi Kelimpahan Ikan ...................................................................... 13

2.4.1 Target strength (TS) ..................................................................... 15

2.4.2 Volume backscattering strength (SV) .......................................... 17 2.4.3 Pendugaan densitas ikan dengan split beam acoustic system ...... 19

2.4.4 Bias pendugaan ............................................................................. 21

2.5 Rancangan Survei Akustik ..................................................................... 22

2.6 Pengaruh Faktor Oseanografi terhadap Penyebaran Ikan ...................... 23

2.6.1 Suhu .............................................................................................. 24

2.6.2 Salinitas ......................................................................................... 26 2.6.3 Arus ............................................................................................... 28

2.7 Alat Tangkap Trawl ............................................................................... 28

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 30

3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 31

3.3 Desain Survei............................................................................................ 32

3.4 Pengumpulan Data ................................................................................. 33

Page 11: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

3.4.1 Data akustik ................................................................................... 33

3.4.2 Data oseanografi ........................................................................... 33 3.4.3 Data hasil tangkapan ...................................................................... 34

3.5 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 35

3.5.1 Penyebaran nilai target strength (TS) dan densitas ikan ............... 36

3.5.2 Penyebaran suhu dan salinitas ......................................................... 41 3.5.3 Jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan ............................................ 42

3.5.4 Pemetaan daerah penangkapan ikan ............................................. 42

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis Selat Malaka ................................................................ 44

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Selat Malaka ............................ 45

4.2.1 Nelayan .......................................................................................... 47 4.2.2 Alat dan kapal penangkapan ikan .................................................. 48

4.2.3 Daerah penangkapan ikan .............................................................. 48 4.2.4 Musim penangkapan ikan .............................................................. 49

4.2.5 Produksi perikanan ........................................................................ 50

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil ....................................................................................................... 53

5.1.1 Penyebaran target strength ikan .................................................... 53

5.1.2 Penyebaran densitas ikan .............................................................. 58 5.1.3 Kondisi oseanografi ...................................................................... 63

1) Penyebaran suhu ....................................................................... 63 2) Penyebaran salinitas ................................................................. 67 3) Pola arus .................................................................................... 70

5.1.4 Hasil tangkapan ............................................................................. 72 1) Jenis dan jumlah hasil tangkapan ............................................ 72

2) Ukuran ikan ............................................................................. 75 5.1.5 Pemetaan daerah penangkapan ikan .............................................. 77

5.2 Pembahasan ............................................................................................ 81

5.2.1 Hubungan target strength dan ukuran ikan .................................... 81

5.2.2 Densitas dan penyebaran ikan ........................................................ 84 5.2.3 Faktor oseanografi yang mempengaruhi ukuran dan densitas ikan ................................................................................................ 86

5.2.4 Penyebaran daerah penangkapan ikan ........................................... 89

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 91

6.2 Saran ....................................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 93

LAMPIRAN ...................................................................................................... 98

Page 12: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penentuan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka bulan Juni 2008 ........ 43

2 Produksi, upaya dan hasil tangkapan persatuan upaya ikan demersal di

WPP RI 571, Selat Malaka pada tahun 1992-2002 ....................................... 51

3 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPS Belawan tahun 2005-2010 ...... 51

4 Penyebaran vertikal target strength (dB) rata-rata ikan pelagis menurut waktu dan lokasi pengamatan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 .......... 54

5 Penyebaran horizontal target strength (dB) ikan demersal setiap leg di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ..................... 56

6 Penyebaran horizontal target strength (dB) ikan demersal setiap leg di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni

2008 ................................................................................................................ 57

7 Penyebaran vertikal densitas rata-rata ikan pelagis (ikan/m3) menurut

waktu dan lokasi pengamatan di Selat Malaka bulan Juni 2008 ................... 59

8 Penyebaran horizontal densitas rata-rata ikan demersal (ikan/m3) setiap leg

di Perairan Kepulauan Riau pada bulan Juni 2008 ........................................ 60

9 Penyebaran horizontal densitas rata-rata ikan demersal (ikan/m3) setiap leg

di Perairan Tanjung Balaia Asahan dan Belawan pada bulan Juni 2008 ...... 61

10 Total family dan spesies ikan berdasarkan hasil tangkapan di Perairan Selat

Malaka pada bulan Juni 2008 ........................................................................ 72

11 Komposisi umberdaya ikan berdasarkan kelompok komoditas di Perairan

Kepulauan Riau ............................................................................................. 73

12 Komposisi sumberdaya ikan berdasarkan kelompok komoditas di Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan .............................................................. 73

13 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut family berdasarkan hasil

tangkapan di Perairan Kepulauan Riau ......................................................... 74

14 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut family berdasarkan hasil

tangkapan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan .......................... 74

15 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut spesies berdasarkan hasil

tangkapan di Perairan Kepulauan Riau ........................................................... 75

16 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut spesies berdasarkan hasil

di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan ........................................... 75

17 Komposisi panjang rata-rata ikan demersal hasil tangkapan trawl dan

dugaan panjang rata-rata berdasarkan survei hidroakustik di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 .................................... 76

Page 13: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

18 Komposisi panjang rata-rata ikan demersal hasil tangkapan trawl dan

dugaan panjang rata-rata berdasarkan survei hidroakustik di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 .... 76

19 Klasifikasi daerah penangkapan ikan pelagis di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ....................................................................................................... 78

20 Klasifikasi daerah penangkapan ikan demersal di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ....................................................................................................... 79

Page 14: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Prinsip kerja metode hidroakustik ................................................................. 10

2 Blok diagram receiver split beam chosounder .............................................. 11

3 Prinsip kerja split beam echosounder ............................................................ 13

4 Pola cruise track acoustics ............................................................................ 23

5 Diagram alir pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan

distribusi ikan ................................................................................................ 25

6 Diagram alir pengaruh salinitas air laut terhadap kelimpahan, keberadaan

dan distribusi ikan ......................................................................................... 27

7 Desain bottom trawl ...................................................................................... 29

8 Peta lokasi penelitian ..................................................................................... 30

9 Peta lokasi stasiun bottom trawl .................................................................... 35

10 Diagram alir prosedur analisis data hasil penelitian ...................................... 36

11 Diagram alir proses pengolahan dan analisis data hidroakustik ................... 40

12 Diagram alir proses pengolahan dan analisis data oseanografi ..................... 41

13 Grafik hasil tangkapan rata-rata yang didaratkan di PPS Belawan pada tahun 1997-2002 .......................................................................................... 49

14 Grafik produksi perikanan PPS Belawan tahun 2005-2010 .......................... 52

15 Penyebaran target strength (dB) rata-rata ikan pelagis pada transek siang

dan malam hari di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ................................. 55

16 Penyebaran target strength (dB) rata-rata ikan pelagis di Perairan

Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ............................................................................................ 55

17 Penyebaran horizontal nilai TS (dB) rata-rata ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ................................... 56

18 Penyebaran horizontal nilai TS (dB) rata-rata ikan demersal di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ... 57

19 Penyebaran vertikal densitas rata-rata ikan pelagis (individu/m3) pada transek siang dan malam hari di Selat Malaka bulan Juni 2008 ................... 59

20 Penyebaran vertikal densitas rata-rata ikan pelagis (individu/m3) di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka bulan Juni 2008 ....................................................................................................... 60

21 Penyebaran horizontal densitas total ikan pelagis (individu/m3) di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka bulan

Juni 2008 ....................................................................................................... 60

Page 15: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

22 Peta sebaran horizontal densitas total ikan demersal (individu/m3) di

Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada Juni 2008 ............................................................................................... 62

23 Sebaran vertikal suhu rata-rata di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ........................................ 65

24 Pola sebaran suhu permukaan secara horizontal di Perairan Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ...................................................................................... 67

25 Sebaran vertikal salinitas rata-rata di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ........................................ 69

26 Pola sebaran salinitas permukaan secara horizontal di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 .............................................................................................. 70

27 Pola arus permukaan di Perairan Selat Malaka pada bulan Juni ................... 71

28 Peta daerah penangkapan ikan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ......... 80

Page 16: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Nilai suhu air laut (°C) tiap stasiun pengamatan di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ............................................................... 99

2 Nilai suhu air laut (°C) tiap stasiun pengamatan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ........................... 100

3 Nilai salinitas air laut (psu) tiap stasiun pengamatan di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ..................................................... 101

4 Nilai salinitas air laut (psu) tiap stasiun pengamatan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 .................. 102

5 Kecepatan arus air laut (m/s) tiap stasiun pengamatan di Perairan Kepulauan Riau, Malaka pada bulan Juni 2008 .............................................................. 103

6 Kecepatan arus air laut (m/s) tiap stasiun pengamatan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Malaka pada bulan Juni 2008 ........................... 104

7 Arah arus air laut (°) tiap stasiun pengamatan di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ............................................................... 105

8 Arah arus air laut (°) tiap stasiun pengamatan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ........................... 106

9 Jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan trawl di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ............................................................... 107

10 Jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan trawl di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ........................... 109

11 Spesifikasi dan kalibrasi data hidroakustik ................................................... 112

12 Contoh echogram hasil pengolahan dan analisis data hidroakustik .............. 113

13 Kapal Penelitian ............................................................................................. 114

Page 17: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan lestari memerlukan

informasi yang tepat berkaitan dengan sediaan (stock), sebaran sumberdaya ikan,

karakteristik perikanan dan perairannya sehingga langkah-langkah kebijakan

eksploitasi dapat dilakukan dengan tepat tanpa membahayakan kelestariannya.

Informasi mengenai ketersediaan sumberdaya ikan tersebut sangat penting

peranannya dalam pembangunan sektor perikanan, khususnya dalam pemanfaatan

dan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Informasi mengenai ketersedian

sumberdaya ikan pada suatu perairan memerlukan penelitian yang dapat

memberikan hasil yang lebih akurat sehingga informasi tersebut dapat

memberikan gambaran mengenai keberadaan sumberdaya ikan yang mendekati

keadaan yang sebenarnya. Stok sumberdaya ikan yang bersifat dinamis

memerlukan evaluasi yang dilakukan secara periodik. Namun demikian, sejauh ini

informasi sumberdaya perikanan terkini dalam bentuk kuantitatif seperti ukuran

kelimpahan, struktur ukuran ikan dan pola distribusinya belum tersedia secara

akurat. Data temporal ukuran populasi juga belum tersedia secara memadai,

sementara indikator dinamika stok sumberdaya ikan dari aspek biologi dan

ekologi, akurasinya sangat tergantung pada data temporal dan hanya dapat

diperoleh melalui penelitian secara periodik, konsisten dan berdasarkan data insitu

dan real time.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

telah dikembangkan berbagai peralatan dan metode guna mendapatkan informasi

tentang sumberdaya ikan. Salah satu jenis IPTEK untuk tujuan tersebut adalah

metode hidroakustik. Hidroakustik adalah ilmu yang mempelajari tentang

gelombang suara dan perambatannya di medium air dan menganalisis

karakteristik pantulannya (Arnaya, 1991). Pemanfaatan metode hidroakustik pada

beberapa tahun terakhir ini menjadi semakin penting untuk perkiraan kelimpahan

sediaan ikan khususnya ikan laut, dimana sulit atau tidak mungkin dilakukan

dengan metode konvesional. Kelemahan-kelemahan yang ada dalam metode

perkiraan secara konvesional sedikit banyak dapat diatasi dengan menggunakan

metode hidroakustik. Metode ini memiliki beberapa kelebihan untuk menduga

Page 18: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

2

kelompok ikan dan distribusi kelimpahannya, antara lain informasi yang

dihasilkan tentang kelimpahan ikan cepat dan meliputi kawasan yang luas,

pendugaan stok dapat dilakukan secara insitu dan real time tanpa tergantung dari

data statistik perikanan, memiliki ketelitian dan ketepatan tinggi, dapat dipakai

ketika metode lain tidak dapat digunakan dan tidak berbahaya atau merusak

karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi pengguna

maupun target survei (MacLennan dan Simmonds,1992).

Selat Malaka merupakan salah satu Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia (WPP RI 571) dari sebelas WPP RI yang ada di seluruh

Perairan Indonesia (DKP RI 2009). Perairan Selat Malaka memisahkan Pulau

Sumatera di barat laut dan Semenanjung Malaysia di bagian timur,

menghubungkan Laut Andaman yang satu perairan dengan Samudera Hindia dan

di utara berhubungan dengan Laut Cina Selatan. Selat ini memiliki panjang sekitar

800 km, membujur ke arah tenggara barat laut membentuk corong terbuka dengan

lebar bervariasi dari 60 km sampai 480 km (P2O LIPI, 2001). Selat ini dikenal

sebagai salah satu wilayah perairan dengan lalu lintas kapal-kapal komersial yang

padat karena fungsinya sebagai jalur perdagangan internasional. Namun di sisi

lain sumberdaya perikanan di perairan ini memegang peranan penting bagi

perekonomian penduduk di sekitarnya sehingga perairan ini dikenal juga sebagai

wilayah padat nelayan.

Perairan ini merupakan percampuran massa air dari Laut Jawa, Laut Cina

Selatan dan Laut Hindia (Wyrtki, 1961). Pertemuan massa air tersebut dapat

memberikan pengaruh terhadap keberadaan sumberdaya ikan yang ada di perairan

ini. Oleh karena itu, keberadaan sumberdaya ikan pada perairan tersebut sangat

menarik untuk dikaji baik kelimpahan maupun penyebarannya, sebagai indikator

untuk pemetaan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka.

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan

adalah ketepatan dalam menentukan suatu daerah penangkapan ikan. Metode

penentuan suatu daerah penangkapan ikan oleh nelayan Indonesia pada umumnya

didasarkan pada faktor pengalaman yang berkaitan dengan faktor musim,

sedangkan untuk mendapatkan gerombolan ikan berdasarkan pada cara-cara

Page 19: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

3

tradisional dengan memperhatikan tanda-tanda alam, misalnya gerombolan-

gerombolan burung di atas atau di dekat permukaan laut, ada tidaknya riak-riak

ataupun bui air di permukaan laut dan juga warna air laut (Ayodhyoa, 1981). Hal

demikian juga terjadi pada masyarakat nelayan yang tinggal di sekitar perairan

Selat Malaka. Metode seperti ini tingkat keberhasilannya sangat relatif dan

mengandung keterbatasan-keterbatasan dalam skala ruang dan waktu.

Pemetaan daerah penangkapan ikan khususnya ikan pelagis dan demersal

dengan metode yang lebih canggih perlu diinformasikan kepada nelayan, seperti

metode hidroakustik yang dapat mengukur secara insitu dan real time mengenai

keberadaan dan kelimpahan sumberdaya ikan pada suatu perairan tertentu.

Penggunaan metode ini dapat bermanfaat bagi nelayan secara efektif dan efisien

terhadap waktu, tenaga dan biaya dalam pencarian daerah penangkapan ikan.

Pemetaan daerah penangkapan ikan juga diperlukan untuk pengelolaan perikanan

tangkap di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah

dalam penelitian ini:

1) Informasi apa yang bisa dijadikan sebagai indikator kelimpahan ikan di

Perairan Selat Malaka?

2) Bagaimana cara memberikan informasi kepada nelayan di sekitar perairan

Selat Malaka mengenai lokasi atau tempat-tempat daerah penangkapan ikan

yang potensial baik ikan pelagis maupun ikan demersal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Menentukan sebaran nilai target strength (TS) ikan secara vertikal dan

horizontal

2) Menentukan densitas dan sebaran ikan secara vertikal dan horizontal

3) Memetakan daerah penangkan ikan di Selat Malaka.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1) Memberikan informasi tentang kondisi sumberdaya ikan di Selat Malaka

untuk penentuan potensi daerah penangkapan ikan.

Page 20: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

4

2) Sebagai panduan pola pemanfaatan dan dasar untuk penentuan pengelolaan

yang tepat bagi pengembangan perikanan yang berlandaskan pada konsep

ekobiologi dan biodiversiti menuju sustainable fisheries.

3) Sebagai bahan masukan bagi revisi stock assessment sebelumnya yang pada

akhirnya untuk tujuan kelangsungan usaha masyarakat nelayan.

Page 21: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Penangkapan Ikan

Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan

ikan apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target

penangkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk

menangkap ikan. Hal ini dapat diartikan walaupun suatu areal perairan terdapat

sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat

dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti keadaan cuaca, maka

kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan

demikian pula sebaliknya. Ada beberapa sebab ikan berkumpul di suatu daerah

perairan, antara lain karena ikan-ikan tersebut memiliki perairan yang cocok untuk

hidupnya, untuk mencari makanan, dan mencari tempat yang sesuai untuk

pemijahan maupun perkembangan larvanya (Nomura dan Yamazaki, 1977).

Daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan dimana alat tangkap dapat

dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada

di dalamnya (Simbolon et al., 2009).

Menurut Nasution (2004), karakteristik suatu perairan yang dapat dijadikan

sebagai acuan dalam menentukan daerah penangkapan ikan adalah:

1) Daerah tersebut harus memiliki kondisi dimana ikan dengan mudah datang

secara berkelompok dan tempat yang baik untuk dijadikan habitat ikan

tersebut;

2) Daerah tersebut harus merupakan tempat yang mudah menggunakan peralatan

penangkapan ikan bagi nelayan; dan

3) Daerah tersebut harus bertempat di lokasi yang bernilai ekonomis.

Menurut Simbolon et al., (2009) aspek atau komponen-komponen yang

menjadi pertimbangan dalam penentuan daerah penangkapan ikan adalah:

1) Sumberdaya ikan, yaitu target utama dalam operasi penangkapan ikan dimana

untuk mendeteksi keberadaan sumberdaya ikan tersebut dapat menggunakan

metode hydroacoustic dan eksperimental fishing untuk dapat mengetahui

berapa densitas dan distribusi ikan serta apa jenis spesiesnya.

2) Perairan, yaitu wilayah dimana tempat yang merupakan habitat dari ikan yang

dipengaruhi oleh faktor oseanografi fisik, biologi dan kimia dengan

Page 22: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

6

menggunakan metode remote sensing untuk mengetahui dimana daerah

penangkapan ikan dan kapan musim penangkapan (fishing season) yang tepat.

3) Teknologi, yaitu peralatan yang digunakan dalam operasional penangkapan

ikan yang memiliki kemampuan tinggi sehingga efektivitas dan efisiensi dalam

penangkapan dapat berjalan dengan baik yang meliputi sumberdaya manusia,

teknologi penangkapan ikan dan metode penangkapan ikan.

2.2 Sumberdaya Ikan

Potensi ikan laut Indonesia sebesar 6,2 juta ton, terdiri dari ikan pelagis

besar (975,05 ribu ton), ikan pelagis kecil (3.235,50 ribu ton), ikan demersal

(1.786,35 ribu ton), ikan karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang peneid (74,00

ribu ton), lobster (4,80 ribu ton) dan cumi-cumi (28,25 ribu ton) (DKP RI, 2009).

Potensi sumberdaya perikanan tersebut tersebar di sebelas Wilayah Pengelolaan

Perikanan Republik Indonesia (WPP RI) yaitu WPP RI 571 Selat Malaka dan

Laut Andaman, WPP RI 572 Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat

Sunda, WPP RI 573 Samudera Hindia selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa

Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timur bagian barat, WPP RI 711 Selat Karimata,

Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, WPP RI 712 Laut Jawa, WPP RI 713 Selat

Makasar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda, WPP RI 714 Teluk Tolo dan

Laut Banda, WPP RI 715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut

Seram dan Teluk Berau, WPP RI 716 Laut Sulawesi dan sebelah utara Halmahera,

WPP RI 717 Teluk Cendrawasi dan Samudera Pasifik, WPP RI 718 Laut Aru,

Laut Arafura dan Laut Timur bagian Timur (DKP RI, 2009).

2.2.1 Sumberdaya ikan pelagis

Ikan pelagis merupakan organisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari

dasar perairan dan berada ke arah bagian lapisan permukaan. Ikan pelagis

mempunyai kemampuan untuk bergerak sehingga mereka tidak bergantung pada

arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Ikan-ikan utama

yang termasuk dalam kelompok ikan pelagis terbagi dalam dua kelompok yaitu

kelompok ikan pelagis besar dan kelompok ikan pelagis kecil (Nybakken, 1992).

Kelompok ikan pelagis besar berukuran 100-250 cm, seperti ikan tuna

(Thunus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunus albacore),

Page 23: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

7

cucut (Hemigaleus balfouri) dan tenggiri (Scomberomorus commersoni).

Kelompok ikan pelagis kecil berukuran 5-50 cm, seperti ikan kembung

(Rastrlliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), selar (Selar sp), lemuru

(Sardinella sp), layang (Decapterus ruselli) dan belanak (Mugil sp).

Penentuan daerah penangkapan ikan pelagis dapat diketahui melalui pola

penyebaran dan habitatnya. Penyebaran ikan pelagis dipengaruhi oleh lingkungan

perairan di sekitarnya. Ikan-ikan jenis ini selalu mencari kondisi lingkungan yang

cocok dengan kondisi tubuhnya. Perairan yang disukai oleh ikan pelagis adalah

perairan yang masih mendapatkan sinar matahari (eufotik) dengan kisaran suhu

antara 28-30°C. Siang hari ikan pelagis akan turun sampai kedalaman 12-22

meter, karena intensitas matahari yang terlalu kuat, sedangkan malam hari ikan

menyebar merata/homogen di kolom perairan. Saat itu juga ikan-ikan demersal

akan melakukan migrasi vertikal ke lapisan atas bercampur dengan ikan-ikan

pelagis (Laevestu dan Hayes, 1981).

Sebaran ikan pelagis sangat terkait dengan kedalaman batas bawah lapisan

termoklin dan kelimpahan makanan (volume zooplankton dan fitoplankton).

Konsentrasi ikan pelagis paling banyak ditemukan di area upwelling yang

produktivitasnya tinggi, umumnya sepanjang pantai barat benua. Migrasi ikan-

ikan pelagis dipengaruhi oleh arus laut, artinya bahwa ikan-ikan pelagis mampu

bergerak melawan arus, karena menyebabkan pengkonsertasian plankton maka

ikan pelagis bergerak mengikuti arus untuk mendapatkan daerah tempat

makanannya berkumpul (Laevestu dan Hayes, 1981).

2.2.2 Sumberdaya ikan demersal

Ikan demersal adalah ikan yang seluruh atau sebagian daur hidupnya berada

di dekat, di atas atau menempel pada dasar perairan. Jenis-jenis ikan demersal dari

segi ekologis diartikan sebagai jenis-jenis ikan yang habitat utamanya berada di

lapisan dekat dasar perairan (Aoyama, 1973). Sifat-sifat ikan demersal antara lain

kemampuan beradaptasi terhadap faktor kedalaman perairan umumnya tinggi,

aktivitas rendah dibandingkan dengan jenis ikan pelagis dan mempunyai daerah

ruaya yang sempit, gerombolan ikan demersal relatif kecil bila dibandingkan

dengan jenis ikan pelagis, habitat utamanya berada di lapisan dekat dasar laut

meskipun beberapa jenis diantaranya berada di lapisan yang lebih atas, kecepatan

Page 24: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

8

pertumbuhan rendah dan komunitas ikan demersal mempunyai seluk beluk yang

kompleks (Aoyama, 1973).

Tipe substrat dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di

dasar perairan. Jenis ikan yang termasuk ikan demersal umumnya dapat hidup

dengan baik di perairan yang bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir (Gunarso,

1985). Penyebaran ikan demersal di perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh

dua musim yang menonjol yaitu musim timur dan musim barat, dimana perubahan

musim tersebut biasanya diikuti oleh adanya perubahan kondisi lingkungan

perairan. Distribusi gerombolan ikan demersal baik pada musim timur maupun

musim barat melakukan migrasi menuju suatu tempat yang relatif sempit

(Dwiponggo et al., 1989).

Ikan demersal umumnya mengelompok pada daerah yang bersubstrat

lumpur, lumpur berpasir, pasir, karang dan karang berpasir. Sehubungan dengan

tingkah laku mencari makan, secara umum ikan demersal mencari makan pada

malam hari (nocturnal) dan beristrahat pada siang hari (Burczynski et al., 1987)

2.3 Metode Hidroakustik

Hidroakustik adalah ilmu yang mempelajari tentang gelombang suara dan

perambatannya di medium air dan menganalisis karakteristik pantulannya. Metode

hidroakustik merupakan teknologi deteksi bawah air yang banyak digunakan

dalam kegiatan eksplorasi sumberdaya alam baik sumberdaya hayati maupun

sumberdaya non hayati. Pemanfaatan teknologi akustik untuk kegiatan eksplorasi

sumberdaya hayati, misalnya pada pengelolaan dan eksplorasi sumberdaya

perikanan (Arnaya, 1991).

Penggunaan metode hidroakustik dalam ekplorasi sumberdaya perikanan

khusunya di bidang perikanan tangkap antara lain kegiatan survei kelautan yang

dapat digunakan untuk menduga spesies ikan, ukuran individu ikan dan

kelimpahan/stok sumberdaya hayati laut (plankton dan ikan), kegiatan

pengelolaan sumberdaya perikanan terutama dalam operasional penangkapan

ikan seperti untuk penentuan kedalaman air pada alur pelayaran, lokasi kapal

berlabuh, untuk kegiatan aplikasi studi penampilan dan selektivitas alat

penangkapan ikan terutama dalam studi pembukaan mulut trawl, kedalaman dan

posisi trawl di dasar perairan. Selektivitas penangkapan dapat diketahui dengan

Page 25: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

9

menghitung prosentase ikan yang tertangkap terhadap yang terdeteksi di depan

mulut trawl atau di dalam lingkaran purse seine. Penelitian tingkah laku ikan

dapat digunakan untuk mengetahui pergerakan/migrasi ikan (vertikal dan

horizontal) dan orientasi ikan (tilt angle), reaksi menghindar (avoidance)

terhadap gerak kapal dan alat tangkap, respon terhadap rangsangan (stimuli)

cahaya, suara, listrik, hydrodinamika, kimia, dan mekanik (Arnaya, 1991).

2.3.1 Prinsip kerja hidroakustik

SONAR (Sound Navigation and Ranging) merupakan sistem instrumen

yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang obyek-obyek bawah air.

Sistem SONAR ini terdiri dari dua bagian yaitu sistem sonar aktif yang

melakukan proses pemancaran dan penerimaan sinyal suara dan sistem sonar pasif

yang digunakan untuk menerima sinyal-sinyal suara yang dihasilkan oleh obyek-

obyek bawah air (MacLennan dan Simmonds, 1992).

Sistem SONAR diklasifikasikan menjadi dua sistem pancar, yaitu

echosounder dengan arah pancaran gelombang suara secara vertikal dan sonar

dengan arah pancaran gelombang suara secara horizontal (Scalabrin dan Masse,

1993). Secara prinsip sistem SONAR ini terdiri dari empat komponen utama,

yaitu transmitter berfungsi untuk mengirim pulsa ke dalam medium perairan,

receiver berfungsi untuk menerima pulsa dari obyek berupa echo, transducer

berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi gelombang suara dan sebaliknya

dan display recoder berfungsi untuk mencatat hasil echo. Selain komponen

tersebut juga terdapat time base yang digunakan untuk mengaktifkan pulsa

(MacLennan dan Simmonds, 1992).

Suatu pulsa listrik dengan frekuensi dan waktu tertentu dibangkitkan oleh

time base yang memicu transmitter untuk memancarkan sinyal listrik ke

transducer. Pulsa listrik yang masuk ke transducer diubah menjadi gelombang

suara selanjutnya dipantulkan di medium air. Gelombang tersebut merambat di

dalam air yang apabila mengenai suatu obyek akan dipantulkan sebagai gema

(echo) dan diterima oleh transducer. Selanjutnya echo akan diubah kembali

menjadi energi listrik sebelum akhirnya diterima oleh receiver dan diperkuat oleh

amplifier. Besarnya penguatan echo dapat diukur oleh sensitivitas yang

selanjutnya dikirimkan ke bagian display/recoder. Waktu yang diperlukan saat

Page 26: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

10

sinyal dipancarkan sampai diterima kembali oleh transducer adalah sebanding

dengan jarak antara target dengan transducer. Display yang umum digunakan

suatu echosounder adalah recording echosounder dengan kertas pencatat baik

moist paper atau dry paper dan colour echosounder dengan tampilan yang lebih

menarik (MacLennan dan Simmonds, 1992). Secara garis besar prinsip kerja dari

sistem hidroakustik tersebut dapat ditampilkan pada Gambar 1.

Sumber: MacLennan dan Simmonds, 1992

Gambar 1 Prinsip kerja metode hidroakustik.

Sistem hidroakustik dibedakan beberapa jenis berdasarkan transducer

yang digunakan serta perbedaan beam yang dihasilkan, yaitu single beam acoustic

system, dual beam acoustic system, split beam acoustic system dan quasi ideal

beam acoustic system. (MacLennan dan Simmonds, 1992).

2.3.2 Split beam acoustic system

Split beam acoustic system merupakan metode baru yang dikembangkan

untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dari metode hidroakustik sebelumnya

seperti single beam acoustic system dan dual beam acoustic system. Metode ini

ini menggunakan receiving transducer yang dibagi menjadi empat kuadaran,

yaitu fore (haluan kapal), aft (buritan kapal), port (lambung kiri kapal) dan

starboard (lambung kanan kapal). Arah target pada split beam acoustic system

ditentukan dengan cara membandingkan sinyal yang diterima oleh setiap kuadran

Page 27: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

11

(MacLennan dan Simonds, 2005). Split beam acoustic system terdiri dari tiga

komponen utama, yaitu transducer yang berfungsi untuk mengubah energi listrik

menjadi energi suara dan sebaliknya, transceiver yang terdiri dari unit transmitter

dan receiver dilengkapi dengan sarana penghubung pararel input-output yang

terhubung dengan bagian luar echosounder, dan bagian display mempunyai

resolusi warna yang tinggi berfungsi untuk menampilkan echogram secara real

time dan sebagai pengontrol dalam pengoperasian echosounder.

Kelebihan split beam acoustic system dibanding dengan sistem

hidroakustik lainnya adalah dapat melakukan pengukuran langsung secara real

time, mengukur target strength (TS) ikan di alam yang sebenarnya lebih tepat

dan akurat, dapat menduga densitas ikan secara langsung dan lebih tahan

terhadap noise. Kelemahannya adalah memerlukan hardware dan software yang

lebih rumit dibanding dengan sistem hidroakustik lainnya seperti dual beam

acoustic system (Arnaya, 1991).

Proses pengolahan sinyal dan perolehan gema (echo) pada receiver split

beam echosounder dapat di jelaskan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Metode ini

menggunakan receiving transducer yang merupakan penggambungan dari

keempat kuadran dimana transmisi dilakukan oleh transducer dengan

memancarkan energi ke semua bagian transducer (full beam) secara bersamaan.

Sumber: Arnaya, 1991

Gambar 2 Blok diagram receiver split beam echosounder.

Page 28: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

12

Sinyal atau echo yang memantul kembali dari target diterima oleh masing-

masing kuadran. Target yang terdeteksi oleh transducer terletak pada pusat dari

berkas suara kemudian digabung kembali untuk membentuk suatu berkas penuh

dan dua set berkas terbagi pada waktu yang bersamaan melalui sumbu akustik.

Target yang terdeteksi tidak terletak pada sumbu akustik, maka echo yang

kembali akan diterima lebih dulu oleh bagian transducer yang lebih dekat dari

target atau mengisolasi target dengan menggunakan output dari berkas penuh.

Posisi sudut target dihitung dari kedua berkas terbagi yaitu dengan

mengukur beda fase dari echo yang diterima oleh kedua kuadran transducer.

Posisi target yang terdeteksi dalam berkas suara diberikan dalam bentuk

informasi sudut arah sejajar kapal dan arah tegak lurus kapal (Arnaya, 1991).

Echosounder dari split beam acoustic system ini sudah dilengkapi dengan

Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data hidroakustik. TVG ini

berfungsi secara otomatis untuk menghilangkan pengaruh attenuasi baik yang

disebabkan oleh geometrical spreading maupun penyerapan suara ketika

merambat di dalam air. Time Varied Gain (TVG) terdiri dari dua tipe yaitu TVG

40 log R yang bekerja untuk echo ikan tunggal dan TVG 20 log R yang bekerja

untuk echo kelompok ikan (Arnaya, 1991).

Keempat kuadran pada tranducer split beam acoustic system diberi label a

sampai dengan d seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Sudut θ target pada

satu bidang dibedakan oleh perbedaan fase (a-b) dan (c-d) atau lebih praktis

jumlah sinyal (a+c) dibandingkan dengan (b+d). Sudut Ф di dalam bidang tegak

lurus untuk yang pertama dibedahkan oleh perbedaan fase antara (a+b) dan (c+d),

dimana kedua sudut mendapatkan arah target yang spesifik. Target strength (TS)

diestimasi dari sentifitas transducer dalam arah yang relevan (beam pattern)

yang diperoleh dengan cara kalibrasi (MacLennan dan Simmonds, 2005).

Page 29: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

13

Sumber: MacLennan dan Simmonds, 1992

Gambar 3 Prinsip kerja split beam echosounder.

2.4 Estimasi Kelimpahan Ikan

Ada dua metode dasar yang digunakan untuk memperoleh data kelimpahan

ikan dengan metode hidroakustik yaitu echo counting dan echo integration. Jika

densitas ikan pada volume yang disampling rendah dan ikan-ikan menyebar

secara merata, maka echo dari ikan-ikan tunggal dapat dengan mudah dipisahkan

dan kemudian dihitung satu persatu dengan memakai echo counting, dan apa bila

densitas ikan tinggi (ikan membentuk gerombolan), dimana echo dari target ganda

menjadi overlap dan ikan tunggal sulit dipisahkan maka total biomassa dapat

diduga dengan menggunakan echo integration. Hasil akhir dari echo integration

adalah total energi dari echo ikan dikonversi menjadi densitas dalam satuan

fish/m3 atau kg/m3. Metode integration lebih banyak digunakan dalam survei

akustik karena densitas ikan yang disurvei pada umumnya tidak merata (Arnaya,

1991). Echo integrator adalah metode untuk memperoleh data kelimpahan dengan

peralatan hidroakustik. Metode ini umum dipilih untuk kebanyakan survei akustik

Page 30: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

14

yang bergerak, terutama untuk densitas ikan yang tinggi sering ditemukan dalam

kebanyakan survei (Johnson dan Burczynski, 1985). Echo integrator ini berfungsi

untuk mengubah energi total dari echo ikan menjadi densitas ikan dalam satuan

fish/m2. Echo integrator untuk pendugaan densitas ikan bergantung pada

hubungan linier antara jumlah intensitas echo yang diterima dengan densitas ikan

yang terdeteksi oleh echosounder (Traynor, 1984).

Echo integrator menerima semua signal dari calibrator out put echosounder

yakni signal-signal yang dalam bentuk RF (Raw Frekuency). Signal-signal

tersebut kemudian diproses mula-mula oleh demulator untuk menghasilkan

envelope detected signal, kemudian dikuatkan dengan penguat (amplifier) dengan

gain tertentu sesuai dengan dinamic range-nya, dilewatkan ke threshold dengan

tingkat tertentu sehingga noise dan revebration yang tidak diinginkan bisa

dihilangkan, selanjutnya diseleksi menurut kedalaman dan interval dengan

selektor, lalu dikuadratkan dengan voltase kuadrat agar informasi yang diperoleh

menjadi bentuk intensitas dan terakhir adalah mengintegralkan dengan integrator.

Prinsip estimasi kelimpahan ikan cukup sederhana yaitu scientific sounder

dengan integrator telah memberikan sejumlah area untuk backscattering area

(m²/nm²). Jika salah satu diketahui dari backscattering area dari masing-masing

individu ikan σbs maka dapat dikontribusikan pada area backscattering area dan

dapat dihitung densitas ikan dengan formula sebagai berikut:

ρA = Sa / σbs (fish/nm2) ……………………………….................. (1)

Keterangan: ρA adalah densitas ikan (spesies)

Sa adalah backscattering area suatu unit area

σbs adalah backscattering cross section individu ikan.

Hubungan sederhana ini valid digunakan untuk semua ikan dari spesies

yang sama dan ukuran yang sama. Namun secara normal jarang kasusnya, sebagai

akibatnya nilai Sa memiliki bagian dari berbagai variasi spesies dan ukuran

kelompok. Hal ini dapat dikerjakan menurut bagian-bagian dalam meneliti

echogram dengan mendapatkan spesies dan komposisi ukuran dari sampel

trawling. Menghitung ikan setiap unit area dari berbagai spesies dan ukuran ikan,

harus ditentukan TS atau backscattering cross section (Naken dan Olsen, 1977).

Page 31: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

15

2.4.1 Target strength (TS)

Faktor terpenting yang harus diketahui untuk pendugaan kelimpahan ikan

dengan metode hidroakustik adalah target strength (TS). Menurut Johannesson

dan Mitson (1983), target strength adalah kekuatan dari suatu target untuk

memantulkan suara dan memiliki hubungan yang erat dengan ukuran ikan, dimana

terdapat suatu kecenderungan semakin besar ukuran ikan maka semakin besar

target strength-nya. Nilai dan karakteristik TS ikan ini ditentukan oleh beberapa

faktor, yaitu ukuran ikan (panjang badan), bentuk tubuh ikan, spesies ikan,

gelembung renang, tingkah laku ikan atau orientasi ikan, acoustic impedance,

panjang gelombang suara, beam pattern, kecepatan renang, dan multiple

scattering/shadowing effect (Arnaya, 1991).

Ikan dengan spesies yang sama, pada umumnya makin besar ukuran maka

nilai target strength-nya juga semakin besar. Foote et al., (1987) in Arnaya

(1991), menyatakan bahwa secara akustik ukuran panjang ikan (L) berhubungan

linear dengan scattering cross section (σ) menurut persamaan σ = aL2, sehingga

hubungan antara TS dengan panjang ikan (L) dapat dirumuskan sebagai berikut:

TS = 20 log L + A ........................................................................... (2)

A adalah nilai target target strength (TS) untuk 1 cm panjang ikan (Normalized

TS) yang besarnya tergantung spesies ikan. Hubungan antara panjang ikan dan

berat ikan digunakan rumus:

W = aLb ………………………………………….......................... (3)

Keterangan: W adalah berat ikan rata-rata berdasarkan hasil tangkapan (gr) L adalah panjang ikan rata-rata berdasarkan hasil tangkapan (cm)

a,b adalah konstanta.

Ikan-ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada

umumnya tidak mempunyai nilai target strength (TS) maksimum yang tepat pada

dorsal aspect-nya, karena gelombung renang tersebut membentuk sudut terhadap

garis sumbu memanjang ikan (horizontal) sebesar 2,2-10° atau rata-rata 5,6°.

Ikan-ikan yang tidak memiliki gelembung renang (bladderless fish) nilai

maksimum dari target strength (TS) pada umumnya tepat pada dorsal aspect-nya

kecuali untuk ikan yang bentuk tubuhnya tidak stream line (Arnaya, 1991).

Menurut Foote (1987) in Arnaya (1991), hubungan nilai TS dengan panjang

ikan (L) dapat berbeda-beda sesuai dengan jenis ikan. Umumnya untuk ikan yang

Page 32: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

16

memiliki gelembung renang tertutup (physoclist) mempunyai nilai A sebesar -67,5

dB, ikan dengan gelembung renang terbuka (physostomes) mempunyai nilai A

sebesar -71,9 dB dan ikan tanpa gelembung renang (bladderless fish) sebesar -

80,0 dB, sesuai dengan persamaan:

1) Ikan dengan gelembung renang tertutup (physoclist),

TS = 20 log L – 67,5 dB ................................................................ (4)

2) Ikan dengan gelembung renang terbuka (physostomes),

TS = 20 log L – 71,9 dB ................................................................ (5)

3) Ikan tanpa gelembung renang (bladderless fish),

TS = 20 log L – 80,0 dB ................................................................ (6)

Menurut Johannesson dan Mitson (1983), target strength dapat didefenisikan

menjadi dua yaitu Intensity Target Strength (TSi) dan Energy Target Strength

(TSe) dengan persamaan:

TSi = 10 log Ii

Ir ............................................................................... (7)

TSe = 10 log Ei

Er ............................................................................... (8)

Keterangan: TSi adalah Intensity Target Strength Ir adalah Intensitas suara pantulan pada jarak 1 meter dari target Ii adalah Intensitas suara yang mengenai target.

TSe adalah Energy Target Strength Er adalah Energi suara pantulan pada jarak 1 meter dari target

Ei adalah Energi suara yang mengenai target

Orientasi ikan meliputi pitching (tilting), rolling, dan yawing. Pengaruh

yawing tidak menentukan karena pada umumnya bentuk transducer adalah bulat

dan dilihat dari transducer posisi ikan tidak menimbulkan perubahan sudut.

Pengaruh rolling tergantung dari spesies ikan, dimana pengaruh rolling pada ikan

yang memiliki gelembung renang tidak terlalu besar, tetapi pada ikan yang tidak

memiliki gelembung renang pengaruhnya cukup besar karena energi yang

dipantulkan bergantung dari bentuk dan komponen bukan gelembung renang. Ikan

tanpa gelembung renang target strength maksimum pada tilt angle 0° dan target

strength-nya makin rendah dengan bertambahnya tilt angle (Furusawa, 1988).

Pengaruh beam pattern tergantung dari luas permukaan transducer dan

frekuensi yang digunakan. Makin kecil luas permukaan transducer maka makin

Page 33: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

17

besar sudut beam dari transducer. Sebaliknya semakin besar luas permukaan

transducer maka makin kecil sudut beam yang dihasilkan. Makin besar sudut

beam yang terbentuk maka semakin besar perubahan nilai target strength yang

ditimbulkan (Arnaya, 1991).

Pengaruh multiple scattering/shadowing effect terhadap target strength

menurut Foote (1987), bahwa multiple scattering baru akan terjadi jika densitas

ikan lebih besar dari 32.300 ikan/m3 yang dalam kenyataannya tidak mungkin

terjadi. Shadowing effect mungkin terjadi dari target yang berada di lapisan atas

terhadap target yang ada di bawahnya. Namun untuk teknologi sekarang ini jika

pengukuran in situ target strength yang syaratnya harus menyebar merata, maka

kekhawatiran terhadap faktor tersebut tidak beralasan lagi (Arnaya, 1991).

Acoustic scattering cross section dari spesies ikan merupakan jumlah energi

suara yang dipantulkan oleh ikan ketika dikenai oleh sinyal akustik (Traynor,

1984). Selanjutnya disebutkan bahwa backscattering cross section ikan adalah

perbandingan antara intensitas yang datang (incident intensity) dengan intensitas

yang dipantulkan kembali (reflected intensity) oleh ikan pada suatu jarak tertentu.

Maclennan dan Simmonds (1992), menyatakan bahwa target strength (TS)

merupakan cross section (π) dari pada target yang mengembalikan sinyal, yang

dinyatakan dalam decibels sesuai dengan formula berikut:

TS = 10 log (σ/4π) dB ……………………................................ (9)

Menurut Burczynski, (1982) TS ikan memiliki hubungan yang setara dengan

backscattering cross section yang dinyatakan dengan persamaan:

TS = 10 log σbs ............................................................................ (10)

Keterangan: σbs adalah target backscattering cross section (σ/4π).

2.4.2 Volume backscattering strength (SV)

Volume backscattering strength (SV) didefenisikan sebagai rasio antara

intensitas suara yang direfleksikan oleh suatu grup single target yang berada pada

suatu volume air tertentu (1 m3) dan diukur pada jarak satu meter dari kelompok

target yang bersangkutan dengan intensitas suara yang mengenai target (incident

intensity). Pengertian SV hampir sama dengan TS dimana TS untuk target

tunggal sedangkan SV untuk kelompok ikan (Mitson, 1983).

Page 34: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

18

Menurut Nainggolan (1993), beberapa asumsi yang digunakan dalam

pengukuran volume backscattering strength (SV) adalah:

1) Ikan bersifat homogen atau terdistribusi secara merata dalam volume perairan;

2) Perambatan gelombang suara terjadi pada suatu garis lurus dimana tidak ada

refleksi oleh medium (hanya ada spreading loss);

3) Densitas ikan yang cukup dalam satuan volume;

4) Tidak ada multiple scattering; dan

5) Panjang pulsa yang pendek.

Survei hidroakustik berlaku hubungan linear antara densitas ikan dengan

energi echo dari gerombolan ikan. Total intensitas suara yang dipantulkan oleh

suatu multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh

masing-masing target tunggal (Arnaya, 1991) dengan formula sebagai berikut:

Ir total = Ir1 + Ir2 + Ir3 +……….Irn ……………………….... (11)

Keterangan: n adalah jumlah target/individu ikan

Jika n memiliki sifat-sifat akustik yang serupa, maka nilai rata-rata intensitasnya

dapat diduga dengan formula:

Ir total = n x Ir ……………………………………………….. (12)

Keterangan: Ir adalah intensitas rata-rata yang direflesikan oleh target tunggal.

Acoustic cross section rata-rata tiap target diperoleh dengan formula :

n

j

jn1

1 ..................................................................................... (13)

Nilai ini juga dapat dicari dengan persamaan:

Ii

Ir4 .................................................................................... (14)

sehingga Ir = σ . Ii / 4π dan Ir total dapat dicari dengan persamaan:

Ir total = 4

nxx Ii ................................................................ (15)

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana:

Ir total = n x x I ...................................................................... (16)

Page 35: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

19

Persamaan di atas akan memungkinkan untuk mencari nilai target strength (TS)

rata-rata. Bila adalah densitas ikan (n/volume), dalam bentuk persamaan

logaritma dengan satuan dB, nilai SV dapat diselesaikan dengan persamaan:

SV = 10 log + TS ..................................................................... (17)

Keterangan: SV adalah volume backscattering strength (1 m3)

TS adalah target strength rata-rata ikan per individu (dB)

ρ adalah densitas ikan (ikan/m3).

2.4.3 Pendugaan densitas ikan dengan split beam acoustic system

Pendugaan densitas ikan dengan menggunakan split beam acoustic system

pada suatu perairan dilakukan dengan mengintegrasikan echo yang berasal dari

kelompok ikan terdeteksi yang dianggap membentuk suatu lapisan perairan.

Menurut Johnnesson dan Mitson (1983) untuk integrasi pada jarak

kedalaman ∆r = R2 – R1, volume backscattering strength untuk satu transmisi dan

suatu ukuran intensitas akustik direfleksikan dari tiap m3 air yang dijumlahkan

dan dirata-ratakan pada ∆R. Nilai SV pada persamaan (17) dapat diketahui

melalui persamaan:

SV = 10 log v + TS .................................................................... (18)

Nilai SV dan TS rata-rata diketahui maka rataan densitas ikan untuk suatu

integrasi dapat diketahui pada persamaan berikut:

v = )(1,010 rataTSratSV ...................................................................... (19)

Keterangan: SV adalah volume backscattering strength (1 m3)

TS adalah target strength rata-rata ikan per individu (dB) v adalah densitas ikan (ikan/m

3)

Pendugaan nilai densitas dihitung dari nilai backscattering area (Sa) yang

merupakan nilai integrasi gema. Perhitungan ini dilakukan untuk masing-masing

lapisan ESDU. Nilai backscattering area (Sa) secara matematis dapat

diilustrasikan dalam persamaan SIMRAD, (1995) berikut ini:

Sa = 4π r02.

2

1

.

r

r

drSv . (1852 m/nm)2 ............................................ (20)

Page 36: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

20

Nilai volume backscattering cross section (Sv) yang merupakan nilai

intensitas suara yang mengenai target pada volume tertentu (m3) dari nilai Sa di

atas maka persamaan (20) dapat diubah secara matematis menjadi:

)()/1852(4 12

22

0 rrnmmr

SaSv ................................................. (21)

Keterangan: r0 adalah jarak referensi (1 m) r2 – r1 adalah tinggi lapisan perairan (kedalaman integrasi) yang

dianalisis.

Nilai densitas ikan berdasarkan areanya dapat diperoleh dengan

menggunakan persamaan berikut:

ρA = Sa / σbs ................................................................................. (22)

Selanjutnya untuk menghitung jumlah ikan setiap unit area dari variasi jenis dan

ukuran, harus menentukan terlebih dahulu nilai TS, yang nilainya dapat diperoleh

dari bentuk logaritma (σbs) dengan formula sebagai berikut:

TS = 10 log σbs ............................................................................. (23)

Setelah mengetahui nilai TS dan densitas relatif kelompok ukuran dalam

area yang ditunjukan dalam echogram, maka densitas ikan dalam setiap kelompok

dapat ditentukan. Pertama nilai logaritma TS harus diubah kebentuk linear untuk

mendapatkan nilai σB, dengan formula sebagai berikut:

σbs = 10Tsi/10 ................................................................................. (24)

dimana TSi adalah nilai TS untuk kelompok ikan atau ikan ke-i, yang dinyatakan

dengan frekuensi f1, f2 hingga fn sehingga diperoleh σbs1, σbs2 hingga σbsn.

Distribusi f1 adalah normal sehingga jumlah keseluruhan f1 adalah 1 (satu). Sai

merupakan koefisien backscatering area dari ikan untuk σbsi. Untuk menghitung

densitas area ikan secara keseluruhan, dapat digunakan formula sebagai berikut:

ρA = Sa / ∑fi .σbsi ........................................................................ (25)

Densitas untuk setiap kelompok ukuran ikan dihitung dengan formula:

ρi = Fi / ρA .................................................................................. (26)

Volume densitas ikan dihitung dengan menggunakan formula:

ρi = ρA . (r2 – r1) ......................................................................... (27)

dimana r adalah kedalaman integrasi.

Page 37: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

21

Saat pendeteksian berlangsung, setiap interval jarak tertentu dilakukan

perataan nilai acoustic backscattering croos section sebagai rata-rata area

backscattering per satuan area secara horisontal. Echo Integration secara vertikal

dan perataan acoustic backscattering croos section secara horisontal untuk setiap

interval menghasilkan nilai rata-rata nilai densitas ikan per satuan volume

(Johnnesson dan Mitson, 1983).

2.4.4 Bias pendugaan

Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya bias dalam pendugaan

kelimpahan ikan pada suatu perairan dengan menggunakan metode hidroakustik

adalah kualitas kalibrasi sistem akustik, metodologi yang digunakan dan ketelitian

rata-rata target strength yang digunakan sebagai factor skala integrator.

Parameter sistem akustik diukur secara skematik, perangkat alat dipasang di

dalam kapal penelitian dan kalibrasi setiap selesai survei (Nelson dan Dark, 1986).

Hal yang sama juga diutarakan oleh Burczynski dan Johnson (1986), dimana bias

dalam estimasi factor skala integrator juga dapat disebabkan oleh kesalahan

kalibrasi hidroakustik, perubahan parameter peralatan, dan estimasi rata-rata

backscattering cross section ikan yang tidak tepat.

Bias dalam survei akustik dapat terjadi ketika sebagian populasi ikan yang

disurvei tidak tercakup. Hal ini terjadi karena berbagai fenomena yang

berhubungan dengan tingkah laku ikan. Ikan dapat menghindari gerakan kapal

(biasanya terjadi pada saat ikan bergerombol), atau beberapa echo ikan tertutup

oleh echo dasar atau noise (Burczynski dan Johnson, 1986).

Menurut Burczynski et al., (1987) data integrator yang dikumpulkan saat

survei sebaiknya diperiksa lagi untuk menghilangkan noise yang berasal dari

perairan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) pemeriksaan

echogram secara visual untuk noise yang terlihat, 2) membandingkan echo yang

kembali pada suatu rangkaian echogram tertentu dengan echogram lain yang

berdekatan, dimana tidak ditemukan noise akan tetapi densitas ikan yang

terdeteksi secara visual sama, 3) mereduksi nilai energi echo pada echogram yang

mempunyai noise, sehingga echogram tersebut bebas /berkurang dari noise.

Pengaruh noise dalam survei hidroakustik sebaiknya dikurangi agar

pendugaan kelimpahan tidak terlalu bias. Noise ini biasanya bersumber dari angin,

Page 38: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

22

hujan, sistem sonar, organisme laut, dan baling-baling kapal (Clay, 1990).

MacLennan dan Simmonds (1992), menyatakan bahwa noise merupakan sinyal

yang tidak di inginkan, dapat terjadi karena beberapa faktor seperti faktor fisik

(angin, pecahan ombak dan turbulensi), faktor biologi (suara dan pergerakan

binatang di bawah air), faktor artifisial (deruman mesin kapal, baling-baling kapal

dan aliran air di sekitar kapal).

2.5 Rancangan Survei Akustik

Rancangan survei akustik adalah rencana cruise track yang perlu

dipertimbangkan untuk keberhasilan survei itu sendiri. MacLennan dan

Simmonds (1992), memaparkan beberapa prosedur dalam mendesain rencana

survei akustik yaitu:

1) Mendefinisikan area geografis yang diteliti dan menentukan prinsip-prinsip

yang digunakan dalam mengatur cakupan wilayah selama survei;

2) Menghitung sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencangkup seluruh area

survei dengan memperhatikan luas daerah yang disurvei;

3) Menghitung waktu yang tersedia untuk survei dengan mempertimbangkan

keleluasaan aktivitas lain seperti kegiatan penangkapan ikan; dan

4) Merencanakan panjang cruise track pada peta, dipastikan bahwa sampel yang

representatif dikumpulkan dari semua bagian area sepanjang wilayah

penelitian.

Menurut MacLennan dan Simmonds (1992), ada empat pola cruise track

yang digunakan dalam survei hidroakustik (Gambar 5) yaitu systematic parallel

transect, systematic trianguler transect, completely random design dan partly

random design.

Page 39: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

23

Sumber: MacLennan dan Simmonds, 1992

Gambar 4 Pola cruise track acoustics.

2.6 Pengaruh Faktor Oseanografi terhadap Penyebaran Ikan

Penyebaran atau distribusi ikan sangat penting untuk diketahui karena

berhubungan dengan pencarian ikan dan tehnik penangkapan ikan yang sesuai.

Pertanyaan yang sering muncul seperti di mana ikan berada pada waktu tertentu

atau sebaliknya kapan ikan akan muncul pada suatu tempat tertentu, bagaimana

sifatnya, apakah mereka membentuk kelompok ataukah menyebar, apakah ikan

tersebut bersifat menetap, sementara atau hanya sekedar lewat saja, apa saja

aktifitas ikan di tempat tersebut misalnya untuk mencari makan, memijah,

membuat sarang atau ada berbagai sebab lainnya. Selain itu juga bagaimana reaksi

ikan terhadap berbagai tenaga ataupun faktor alami yang ada di daerah

penangkapan ikan tersebut (Gunarso, 1985).

Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi

lingkungan perairan dan fluktuasi keadaan lingkungan tersebut. Interaksi antara

berbagai faktor lingkungan tersebut terhadap ikan senantiasa akan selalu berubah-

ubah. Faktor-faktor lingkungan tersebut meliputi faktor fisik, kimia dan biologi

(Gunarso, 2985).

Beberapa jenis ikan melakukan migrasi disebabkan oleh tiga alasan utama,

yaitu usaha untuk mencari daerah yang banyak makanannya, usaha untuk mencari

daerah tempat memijah dan adanya perubahan beberapa faktor lingkungan seperti

Page 40: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

24

arus, suhu dan salinitas (Nikolsky, 1963). Adanya perubahan baik suhu maupun

salinitas akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu perairan (Laevastu dan

Hayes, 1981). Faktor fisik yang paling berpengaruh terhadap keberadaan

sumberdaya ikan adalah faktor suhu dan salinitas (Gunarso, 1985).

2.6.1 Suhu

Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya panas yang

terkandung dalam suatu benda yang umumnya diukur dalam satuan derajat

Celcius (°C). Perairan samudera suhu bervariasi secara horizontal sesuai dengan

garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah

satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran

organisme di suatu perairan (Nybakken, 1992).

Distribusi suhu air laut di permukaan dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti jumlah bahang yang diterima dari matahari, evaporasi, curah hujan,

pemasukan air tawar dari sungai dan pembekuan serta pencairan es di kutub

(Hutabarat dan Evans, 2000). Suhu air laut permukaan di perairan Indonesia

umumnya berkisar antara 28-31°C dan suhu air di dekat pantai biasanya lebih

tinggi dibandingkan dengan suhu di lepas pantai (Nontji, 2005).

Secara umum laju fotosintesa meningkat dengan meningkatnya suhu

perairan dan akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu

tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi

terhadap suatu kisaran suhu tertentu. Suhu dapat mempengaruhi proses

metabolisme yaitu dalam hal pertumbuhan, perkembangan, daya hidup ikan dan

aktifitas yang dilakukan oleh ikan. Ikan dapat merasakan perubahan suhu perairan

sampai dengan 0,03°C. Perairan laut dalam suhu relatif stabil yaitu berkisar antara

4-8°C sehingga suhu perairan tidak berpengaruh terhadap distribusi lokal ikan laut

dalam (Laevastu dan Hayes, 1981). Fluktuasi suhu berperan sebagai faktor

penting untuk merangsang dan menentukan pengkonsentrasian dan

pengelompokan ikan serta untuk menentukan daerah penangkapan ikan.

Penyebaran suhu secara vertikal di laut dapat dibedakan menjadi tiga

lapisan, yaitu lapisan homogen (homogeneus layer) di bagian paling atas dimana

pada lapisan ini terjadi pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya

angin, arus dan pasang surut sehingga terbentuk lapisan homogen; lapisan

Page 41: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

25

termoklin (discontinuity layer) di bagian tengah yang merupakan lapisan yang

mengalami perubahan suhu yang relatif cepat antara massa air hangat dengan

massa air yang lebih dingin di bawahnya, lapisan termoklin memiliki ketebalan

bervariasi sekitar 100-200 meter; dan lapisan ketiga adalah lapisan dingin (deep

layer) di bagian bawah yang merupakan lapisan di bawah lapisan termoklin

dimana temperatur menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman

lebih dari 1000 meter suhu biasanya kurang dari 5°C (Nontji, 1987). Lapisan ini

umumnya diikuti dengan penurunan oksigen terlarut dan penaikan kadar zat hara

yang cepat. Penebalan lapisan tercampur pada sisi ke arah pantai mengindikasikan

adanya aliran APJ yang mengalir ke timur dimana pada bulan Desember sedang

mengalami perkembangan dan akan mengalami puncak pada bulan Februari

(Wyrtki, 1961). Pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan

distribusi ikan dapat di lihat pada Gambar 5.

Sumber: Laevastu dan Hayes, 1981

Gambar 5 Diagram alir pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan distribusi ikan.

Page 42: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

26

2.6.2 Salinitas

Salinitas adalah banyaknya garam dalam gram yang terdapat pada satu

kilogram air laut dimana iodium dan bromin digantikan oleh klorin dan semua

bahan organik telah dioksidasikan secara sempurna (Rielly dan Skirow, 1975).

Satuan salinitasi dapat dinyatakan dalam practical salinity unit (psu) yang

mencerminkan nilai kira-kira sama dengan g/l atau ppt (‰).

Penyebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola

sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan (presipitasi) dan aliran sungai

(run off) yang ada di sekitarnya. Nilai salinitas akan menurun dengan

bertambahnya pemasukan air tawar dan presipitasi namun akan meningkat jika

terjadi evaporasi (Nontji, 2005).

Penyebaran salinitas pada suatu perairan dibagi dalam tiga lapisan, yaitu

lapisan homogen (homogeneus layer) yang merupakan lapisan paling atas dengan

ketebalan berkisar antara 50-100 meter atau lebih tergantung pada kekuatan

pengadukan dengan nilai salinitas homogen; lapisan berikutnya adalah lapisan

haloklin, pada lapisan ini ditandai dengan meningkatnya salinitas secara drastis

dengan bertambahnya kedalaman, biasanya berada pada kedalaman 50 meter

namun untuk perairan Indonesia lapisan ini berada pada kedalaman kurang dari 50

meter; lapisan ketiga adalah lapisan yang berada di bawah lapisan haloklin yaitu

pada kedalaman sekitar 600-1000 meter dari permukaan dan pada lapisan ini

dapat ditemukan nilai salinitas maksimum (Ross, 1970). Penyebaran salinitas

secara horizontal menggambarkan bahwa semakin menuju ke laut lepas maka

salinitas semakin tinggi (Hutabarat dan Evans, 2000).

Perubahan salinitas pada perairan laut lepas adalah relatif lebih kecil bila

dibandingkan dengan perairan pantai karena perairan pantai banyak memperoleh

masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu musim hujan.

Perubahan salinitas sering menunjukan perubahan massa air dan keadaan

salinitasnya. Salinitas bersifat lebih stabil di perairan terbuka walaupun di

beberapa tempat terkadang menunjukan adanya fluktuasi perubahan. Salinitas di

perairan terbuka variasinya sangat terbatas tetapi di perairan estuaria seperti teluk

dan muara sungai sangat bervariasi menurut musimnya. Organisme pada perairan

terbuka biasanya memiliki batas toleransi yang sangat kecil untuk perubahan

Page 43: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

27

salinitas (sternohaline) dan organisme pada perairan payau dekat pantai biasanya

memiliki batas toleransi yang sangat besar untuk perubahan salinitas (euryhaline).

Organisme laut pada umumnya memiliki kandungan garam di dalam tubuhnya

yang isotonik dengan air laut sehingga osmoregulasi tidak menjadi masalah

kecuali jika salinitas berubah (Odum, 1971).

Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme,

misalnya distribusi biota akuatik. Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama

dapat dikatakan konstan walaupun terdapat sedikit perbedaan tetapi tidak

mempengaruhi ekologi secara nyata (Nybakken, 1992). Salinitas juga erat

hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel

dalam tubuh ikan dengan salinitas lingkungan. Ikan cenderung untuk memilih

medium dengan kadar salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh

mereka masing-masing (Laevastu dan Hayes, 1981). Pengaruh salinitas terhadap

kelimpahan, keberadaan dan distribusi ikan, dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber: Laevastu dan Hayes, 1981

Gambar 6 Diagram alir pengaruh salinitas terhadap kelimpahan, keberadaan dan

distribusi ikan.

Page 44: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

28

2.6.3 Arus

Arus merupakan pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal

sehingga menuju keseimbangannya dari suatu tempat ke tempat lain yang

disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, gerakan gelombang

yang panjang seperti arus yang disebabkan oleh pasang surut (Nontji, 2005).

Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu arah angin, perbedaan

tekanan air, perbedaan densitas air, gaya coriolis dan arus ekman, topografi dasar

laut, arus permukaan, upwelling dan downwelling.

Pergerakan dua massa air yang mengalir melalui suatu wilayah perairan

mempunyai karakteristik yang berbeda berupa suhu, salinitas dan zat-zat hara

yang terkandung di dalamnya karena perairan yang dilewatinya berbeda, sehingga

kondisi demikian menyebabkan sumberdaya ikan yang berada di dalamnya juga

akan berbeda baik densitas, jenis maupun pola penyebarannya (Simbolon, 1996).

Arus sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikan antara lain dapat

mempengaruhi orientasi rute migrasi ikan, tingkah laku diural ikan, ketersediaan

makan, distribusi dan kelimpahan ikan serta dapat mengalirkan telur dan anak-

anak ikan dari spawning ground ke nursery ground dan kemudian ke feeding

ground, berpengaruh terhadap profil oseanografi dan bersama suhu membentuk

daerah penangkapan ikan yang potensial (Laevastu dan Hayes, 1981).

2.7 Alat Tangkap Trawl

Trawl adalah alat tangkap dengan jaring berbentuk kantong mengerucut

yang memiliki sayap, badan, dan kantong jaring serta dilengkapi pembuka mulut

jaring (otter board) dan alat pemisah ikan/penyu (API/BED/TED), dengan ukuran

mata jaring pada bagian kantong (cod end) tidak kurang dari 3 cm. Berdasarkan

tempat pengoperasiannya alat tangkap trawl dibedakan dalam tiga tipe, yaitu

surface trawl, mid water trawl dan bottom trawl. Trawl yang sering digunakan

dalam pendugaan stok sumberdaya ikan di suatu perairan adalah botom trawl.

Pengoperasiannya pada lapisan dasar perairan yang ditarik oleh satu buah kapal

yang bergerak aktif. Mesin bantu penangkapan yang digunakan di atas kapal dapat

berupa mesin penarik (winch atau capstan) dan derek. Target hasil tangkapan

utama dari alat ini adalah udang dan hasil tangkapan sampingan (by catch) adalah

ikan demersal.

Page 45: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

29

Trawl termasuk alat tangkap yang tidak selektif karena bukan hanya udang

dan ikan demersal saja yang tertangkap tetapi juga ikan pelagis dari ukuran kecil

hingga yang besar dan jenis organisme lainnya seperti cumi-cumi dan kepiting

yang diduga tertangkap pada saat hauling. Alat ini dilengkapi oleh bridles dengan

panjang sekitar 200 meter yang dapat menyapu dasar perairan yang luas,

menakut-nakuti ikan dan menggiringnya ke muka jaring hingga meningkatkan

efektifitas jaring (Sparre dan siebren, 1999).

Daerah penangkapan yang baik untuk pengoperasian trawl antara lain dasar

perairan berpasir, lumpur, pasir berlumpur, kondisi cuaca yang baik seperti angin

dan kecepatan arus tidak terlalu besar serta perairan mempunyai daya

produktifitas dan sumberdaya yang melimpah. Trawl sering digunakan untuk

pendugaan kelimpahan ikan demersal yang dikombinasikan dengan teknologi

hidroakustik. Teknologi hidroakustik sangat efektif untuk mengetahui bukaan

mulut trawl pada saat dioperasikan agar tetap terbuka sempurna dengan

pemasangan transducer pada bagian otter board dan head rope yang dapat

dipantau secara langsung melalui monitor dari atas kapal.

Sumber: BRPL, 2004

Gambar 7 Desain bottom trawl.

Page 46: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

30

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini menggunakan data hasil survei akustik yang dilaksanakan oleh

Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP RI pada

bulan Juni 2008 di Selat Malaka. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan di

Laboratorium Akustik Perikanan BRPL Jakarta pada bulan September sampai

November 2011. Pemilihan data hasil penelitian ini disebabkan karena sebagian

data hasil penelitian tersebut selain data akustik, juga diperoleh data hasil

tangkapan dan oseanografi, dimana data-data tersebut dapat dijadikan sebagai

verifikasi data akustik untuk pemetaan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka.

Lokasi survei akustik di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 dibagi menjadi

dua wilayah, yaitu Perairan Kepulauan Riau (tenggara Selat Malaka) yang

meliputi Perairan Pulau Bengkalis, Pulau Karimun Besar, Pulau Rupat, Perairan

Bagan Siapi-api, dan Perairan Tanjung Balai Asahan sampai Belawan (barat laut

Selat Malaka) yang terletak pada koordinat 1-4,5° LU dan 98-104° BT.

Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

Page 47: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

31

Penulis mengikuti kegiatan "Cruise South China Sea and Indonesia Seas

Transport/Exchange (SITE) and Dynamics of Sunda Strait and Their Impacs on

Seasonal Fish Migration" yang dilaksanakan oleh Puslitbang Sumberdaya Laut

dan Pesisir Balitbang KKP RI, China Oseanogrphy Institute dan Colombia

University USA, untuk mengetahui dan memahami pengambilan data akustik dan

oseanografi secara langsung di laut. Kegiatan tersebut dilakukan pada bulan

September sampai Oktober 2011 di Selat Sunda, Selat Karimata dan Laut Cina

Selatan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada saat survei akustik antara lain:

1) Kapal Riset Bawal Putih, sebagai wahana yang digunakan dalam pengambilan

seluruh data yang diperlukan selama survei.

2) Perangkat peralatan hidroakustik echosounder split beam acoustic system,

yaitu satu unit Scientific Echo Sounder Simrad EK 60, dilengkapi dengan

transducer model 120-07 ES yang beroperasi pada frekuensi 120 kHz,

digunakan untuk akuasisi data hidroakustik.

3) Omni-directional sonar SIMRAD SP-70, yang digunakan untuk mendeteksi

gerombolan ikan (fish shoaling) di kolom air di bawah dan sekitar lintasan

kapal. Alat ini beroperasi pada frequensi 26 kHz dengan kemampuan deteksi

horizontal sampai pada radius 8000 meter dan maksimum sudut kemiringan

(tilt angle) 90°.

4) GPS (Global Positioning System), alat ini sudah terintegrasi pada SIMRAD EK

60 Scientific Echosounder System, yang digunakan untuk membantu

mengetahui posisi dan arah kapal selama sounding.

5) CTD (Conductivity Temperature Depth) profiler Sea Bird tipe SBE 19-03 dan

Valeport 308, yang digunakan untuk mengukur karakteristik seperti suhu,

salinitas dan Current meters untuk mengukur arah dan kecepatan arus.

6) Alat tangkap trawl tipe Thailand bottom trawl, memiliki panjang tali ris atas

(head rope) 36 meter dan otter board berukuran panjang 2 meter dan lebar 1

meter, digunakan untuk menangkap ikan di 20 stasiun pengoperasian trawl.

7) Perangkat keras (PC atau Laptop) dan Kamera digital untuk pengambilan

gambar sample dan peralatan yang digunakan selama survei.

Page 48: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

32

Alat yang digunakan pada proses pengolahan dan analisis data antara lain:

1) Komputer portabel dengan sistem operasi Microsoft Windows XP Professional

2002 SP2 yang dilengkapi program software SIMRAD ER 60, SIMRAD BI 60,

Sonar Data V4 Echoview, Surfer 8.0, Micosoft Office Excel; dan

2) Dongle (transfer data tool).

Bahan yang digunakan pada proses dan pengolahan data antara lain:

1) Data akustik hasil rekaman SIMRAD EK 60 pada saat survei akustik yang

berekstensi raw data (*.raw), indeks files (*.idx) dan bottom files (*.bot).

Ketiga kelompok data ini memiliki ekstensi yang berbeda tetapi saling

terintegrasi satu dengan lainnya;

2) Data oseanografi hasil rekaman CTD Profiler Sea Bird tipe SBE 19-03 dan

Valeport 308 yang berekstensi raw data (*.raw); dan

3) Data hasil tangkapan trawl dalam bentuk Micosoft Office Excel dan gambar.

3.3 Desain Survei

Pola survei yang digunakan dalam penelitian akustik di Selat Malaka pada

bulan Juni 2008 adalah systematic trianguler transect (Gambar 4b). Pola survei

ini diharapkan mampu mewakili daerah penelitian di Perairan Selat Malaka.

Jumlah leg sebanyak 14 buah yang panjangnya disesuaikan dengan lokasi

penelitian. Penentuan jarak tempuh dan bentuk jalur pelayaran dilakukan sesuai

dengan luas daerah yang dicakup dan waktu yang tersedia serta kecepatan kapal

pada waktu pengambilan data. Kecepatan kapal ketika melakukan perekaman data

akustik dan trawling sekitar 2-3 knot. Data direkam selama 24 jam dengan

menggunakan metode hidroakustik, bersamaan dengan itu dilakukan verifikasi

dengan alat tangkap trawl pada beberapa stasiun (disesuaikan dengan kontur

kedalaman) guna mendapatkan data hasil tangkapan di daerah survei.

Pengambilan data oseanografi ditempatkan pada setiap stasiun dari sebuah

Elementary Sampling Distance Unit (ESDU) yang berjumlah 32 stasiun, data

oseanografi diambil dalam kisaran jarak yang relatif rapat dengan selang waktu

pengambilan selama kurang lebih satu jam.

Page 49: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

33

3.4 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada saat survei akustik bulan Juni 2008 di Selat

Malaka meliputi data akustik, oseanografi dan hasil tangkapan. Pengumpulan data

dilakukan sepanjang jalur pelayaran (leg) selama tracking akustik dan bersamaan

dengan dilakukannya pengamatan oseanografi dan trawling.

3.4.1 Data akustik

Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan SIMRAD EK 60

Scientific Echosounder System, dilengkapi dengan transducer model 120-07 ES

yang beroperasi dengan frekuensi 120 kHz. Proses echo integrasi dilakukan dari

kolom air secara vertikal kemudian dirata-ratakan dalam arah horizontal

sepanjang jalur yang dilintasi kapal. Data yang diperoleh dari echosounder

frekuensi 120 kHz diteruskan ke komputer melalui LAN (Local Area Network)

untuk penyimpanan dan analisis serta perhitungan selanjutnya. Perekaman dan

pengintegrasian data dilakukan dengan menggunakan software SIMRAD ER-60.

File yang didapat dari perekaman oleh software SIMRAD ER-60 berada dalam

bentuk raw data (*.raw), indeks files (*.idx) dan bottom files (*.bot). Penetapan

Time Varied Gain (TVG) yaitu TVG 20 log R, karena pulsa yang digunakan

merupakan pulsa pendek.

Echo integration meliputi seluruh kolam air yang dibagi dalam 10 strata

kedalaman dengan selang 10 meter dan bagian dasar dengan jarak 3 meter dari

dasar perairan, hal ini disesuaikan dengan tinggi bukaan mulut bottom trawl yang

dioperasikan pada saat berlangsungnya survei akustik. Nilai integrasi

dikelompokan secara teratur dalam satuan jarak pengamatan ESDU (Elementary

Sampling Distance Unit) yang diperuntukkan dalam pendugaan rata-rata densitas

ikan per meter kubik (individu/m3) untuk setiap lapisan (strata) kedalaman.

3.4.2 Data oseanografi

Pengambilan data oseanografi seperti suhu, salinitas dan arus dilakukan di

32 stasiun pengamatan sepanjang trek akustik dengan menggunakan intrument

CTD (Conductivity Temperature Depth) profiler Sea Bird tipe SBE 19-03 dan

Valeport 308. Kedua CTD tersebut diturunkan dengan menggunakan winch

sampai permukaan air, kemudian ditahan dipermukaan beberapa saat sampai alat

Page 50: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

34

pengukur mencapai kondisi equilibrium. Selanjutnya kedua alat diturunkan

bersama-sama secara vertikal sepanjang kolom air sesuai kedalaman perairan.

Berdasarkan panjang wire yang tersedia, maksimum pengukuran dilakukan

sampai pada kedalaman 60 meter. Kedua CTD ini mengukur properties parameter

pada setiap kedalaman 5 meter. Data pengukuran dipindahkan (upload) ke dalam

perangkat komputer dengan menggunakan perangkat lunak masing-masing alat

yaitu DataLog dan SeaSoft untuk analisis selanjutnya. Hasil pengukuran dari

kedua alat tersebut dibandingkan untuk verifikasi data.

Stasiun pengamatan oseanografi dalam penelitian ini ditempatkan sesuai

dengan tujuan penelitian yaitu sebagai gambaran karakteristik massa air pada

musim tertentu selama penelitian. Parameter ini sebagai pendukung dalam

pendugaan densitas ikan di Perairan Selat Malaka. Stasiun pengamatan tersebut

lebih banyak ditempatkan pada posisi pengumpulan data trawl.

3.4.3 Data hasil tangkapan

Data hasil tangkapan diambil di 20 stasiun pengamatan sepanjang trek

akustik dengan menggunakan alat tangkap trawl dasar jenis Thailand bottom

trawl. Hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong trawl di atas dek, dikelompokan

berdasarkan family dan jenis, selanjutnya dilakukan penimbangan dan pengukuran

panjang dan berat terhadap contoh dari setiap spesies yang dominan. Hasil

tangkapan tersebut digunakan sebagai verifikasi data hidroakustik untuk

mengetahui kepastian jenis dan ukuran ikan yang terdeteksi dengan peralatan

hidroakustik selama penelitian dan digunakan sebagai faktor pendukung dalam

penentuan potensi daerah penangkapan ikan di Selat Malaka.

Page 51: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

35

Gambar 9 Peta lokasi stasiun bottom trawl.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, sesuai

dengan prosedur yang diuraikan oleh MacLennan dan Simmonds (1992) dengan

beberapa penyesuaian sesuai tujuan penelitian. Pengolahan dan analisis data

meliputi data akustik (penyebaran target strength dan densitas ikan), oseanografi

(suhu, salinitas dan arus) dan hasil tangkapan (jenis dan ukuran ikan). Hasil

pengolahan dan analisis data ditabulasi dan dilihat keterkaitan satu sama lain

untuk pendugaan kelimpahan ikan pelagis dan demersal di Perairan Selat Malaka

dalam menentukan lokasi daerah penangkapan ikan yang tergolong kurang

potensial, sedang dan potensial.

Diagram alir yang mengilustrasikan tahapan dan prosedur analisis terhadap

semua data akustik, oseanografi dan hasil tangkapan yang diperoleh ditampilkan

pada Gambar 10.

Page 52: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

36

Gambar 10 Diagram alir prosedur analisis data hasil penelitian.

3.5.1 Penyebaran target strength dan densitas ikan

Data akustik yang diperoleh dari perekaman oleh software SIMRAD ER 60

berada dalam bentuk raw data (*.raw), indeks files (*.idx) dan bottom files

(*.bot), selanjutnya diolah dengan menggunakan software Echoview 4.0 dan

dongle (transfer data tool) untuk mengetahui penyebaran nilai target strength

(TS) dan densitas ikan.

Proses pengolahan data dilakukan dengan membuka data *.raw untuk

melihat tampilan hasil kerja perangkat hidroakustik scientific echosounder system

EK 60 dan software SIMRAD ER 60 pada program Software Echoview 4.0.

Keluaran (output) setelah proses ini adalah file dalam bentuk *.EV. Selanjutnya

dilakukan proses pengolahan data untuk mendapatkan nilai SV (kumpulan target

tunggal) pada program software Echoview 4.0 melalui SV echogram setting.

Page 53: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

37

Proses SV echogram setting dilakukan dengan menentukan batas analisis

integrasi ikan demersal pada kedalaman 3 meter dari dasar perairan (sesuai

dengan tinggi bukaan mulut bottom trawl pada saat dioperasikan) dan ikan pelagis

dari kedalaman 4 meter (jarak transducer yang masuk ke kolom air laut) sampai

batas analisis ikan demersal. Integrasi ikan pelagis ini dibagi beberapa strata

disesuaikan dengan kedalaman perairan dengan ketebalan setiap strata adalah 10

meter. Nilai ESDU (Elementery Sampling Distance Unit) yaitu 0,5 nautical mile

(nmi). Kisaran volume backscattering strength (SV) ikan yang digunakan yaitu

antara -80 dB sampai dengan -34 dB, hal ini diduga bahwa nilai SV ikan berada

pada kisaran tersebut. Nilai thershold untuk SV ikan ditetapkan antara -70 dB

sampai dengan -34 dB sesuai dengan penyetingan alat pada saat survei akustik.

Pengaruh noise dihilangkan melalui koreksi noise yang disesuaikan dengan kontur

kedalaman perairan, yaitu pada kisaran lapisan kedalaman 2-10 meter dari

permukaan air laut dan selanjutnya dilakukan kalibrasi data akustik. Data yang

sudah dikoreksi pada proses SV echogram setting kemudian dieksport hasil

integrasinya ke dalam bentuk file ASCII melalui software dongle dengan ekstensi

comma separated values (*.csv) yang dapat dibuka pada program Microsoft Office

Excel untuk melihat nilai sebaran target strength (TS) dan densitas ikan.

Nilai TS (dB) diperoleh dari hasil keluaran (output) SV yang merupakan

hasil pengolahan dengan software Echoview 4.0, dikaji lebih lanjut untuk melihat

besarnya nilai dugaan TS rata-rata secara vertikal dan horizontal. Analisis sebaran

nilai TS ikan pelagis secara vertikal dibuat berdasarkan selang kedalaman 10

meter, dimulai dari kedalaman 4 meter hingga 3 meter dari dasar perairan (batas

analisis ikan demersal) yang terbagi dalam beberapa strata kedalaman disesuaikan

dengan kedalaman wilayah perairan sepanjang transek akustik. Analisis sebaran

nilai TS ikan pelagis secara horizontal dilakukan dengan membandingkan nilai

rata-rata TS setiap leg sepanjang transek akustik, sedangkan analisis sebaran nilai

TS ikan demersal hanya dilakukan secara horizontal dan dibatasi sampai pada

kedalaman 3 meter dari dasar perairan, hal ini disesuaikan dengan tinggi bukaan

mulut bottom trawl yang dioperasikan pada saat berlangsungnya survei akustik.

Data akustik yang direkam oleh scientific echosounder system EK 60 tidak

disetting untuk menampilkan nilai TS, sehingga pada saat pengolahan data

Page 54: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

38

menggunakan software Echoview 4.0 nilai TS tidak dapat diintegrasi. Nilai TS

diperoleh dari nilai SV hasil integrasi menggunakan persamaan (Echoview 4.0)

berikut :

Ts = Sv/ρ ..................................................................................... (32)

TS = 10 Log (Ts) ......................................................................... (33)

Nilai Sv dan ρ diperoleh dari persamaan (Echoview 4.0) berikut:

SV = 10 log Sv .............................................................................. (34)

Sv = 10 SV/10 ................................................................................. (35)

ρ = n/v ....................................................................................... (36)

Keterangan: TS adalah target strength (dB) Ts adalah target strength (linear)

SV adalah volume backscattering strength (dB) Sv adalah volume backscattering coefficient (linear) ρ adalah densitas ikan (individu/m3)

n adalah number of samples (individu) v adalah beam volume sum (m3)

Data target strength yang diperoleh dari split beam acoustic system

digunakan untuk menduga panjang ikan yang terdeteksi sepanjang transek

penelitian dengan fomula yang dikemukaan oleh Foote (1987):

TS = 20 Log (L) + A ................................................................... (37)

Keterangan : L adalah panjang baku ikan (cm)

A adalah nilai Normalized TS (-67,5 dB)

Dugaan panjang ikan dengan menggunakan formula Foote (1987)

dibandingkan dengan panjang rata-rata hasil tangkapan untuk analisis hubungan

antara TS dengan hasil tangkapan. Hubungan nilai TS dan hasil tangkapan yang

diperoleh selanjutnya dianalisis untuk melihat pola penyebaran ukuran ikan secara

vertikal dan horizontal. Penyebaran nilai TS ikan pelagis secara vertikal diperoleh

dari nilai rata-rata setiap strata kedalaman untuk melihat pola penyebaran ukuran

ikan secara temporal (siang dan malam hari), sedangkan penyebaran nilai TS ikan

pelagis secara horizontal diperoleh dari nilai rata-rata setiap strata kedalaman pada

setiap leg kemudian dibandingkan berdasarkan batas wilayah perairan untuk

melihat pola penyebaran ukuran ikan pelagis sepanjang transek akustik.

Penyebaran nilai TS ikan demersal secara horizontal diperoleh dari nilai rata-rata

setiap leg kemudian dibandingkan berdasarkan batas wilayah perairan untuk

Page 55: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

39

melihat pola penyebaran ukuran ikan demersal sepanjang transek akustik. Nilai

TS yang diperoleh juga digunakan untuk menghitung densitas ikan atau kelompok

ikan. Perhitungan densitas ikan dilakukan dengan echo integration yang terdeteksi

dalam arah vertikal pada setiap lapisan perairan dan dirata-ratakan dalam arah

horizontal sepanjang transek akustik berdasarkan persamaan berikut:

SV = 10 log v + TS rata-rata …………………………........ (38)

Nilai SV dan TS rata-rata diketahui maka rataan densitas ikan untuk suatu

integrasi dapat diketahui pada persamaan berikut:

v = )(1,010 rataTSratSV ............................................................. (39)

Keterangan: SV adalah volume backscattering strength (1 m3)

TS adalah target strength rata-rata ikan per individu (dB)

v adalah densitas ikan (individu/m3)

Nilai densitas ikan (individu/m3) yang dipeoleh selanjutnya dianalisis untuk

melihat besarnya nilai dugaan densitas rata-rata secara vertikal dan denistas total

secara horizontal. Analisis sebaran nilai densitas ikan pelagis secara vertikal

dibuat berdasarkan selang kedalaman 10 meter, dimulai dari kedalaman 4 meter

hingga 3 meter dari dasar perairan (batas analisis ikan demersal) yang terbagi

dalam beberapa strata kedalaman disesuaikan dengan kedalaman wilayah perairan

sepanjang transek akustik. Analisis sebaran nilai densitas ikan pelagis secara

horizontal dilakukan dengan membandingkan nilai rata-rata dan total densitas ikan

setiap leg sepanjang transek akustik. Penyebaran nilai densitas ikan pelagis secara

vertikal diperoleh dari nilai rata-rata setiap strata kedalaman untuk melihat pola

penyebaran ikan pelagis secara temporal (siang dan malam hari), sedangkan

penyebaran nilai densitas ikan pelagis secara horizontal diperoleh dari nilai rata-

rata dan total setiap strata kedalaman pada setiap leg kemudian dibandingkan

berdasarkan batas wilayah perairan untuk melihat pola penyebaran ikan sepanjang

transek akustik. Penyebaran nilai densitas ikan demersal secara horizontal

diperoleh dari nilai rata-rata dan total setiap leg kemudian dibandingkan

berdasarkan batas wilayah perairan untuk melihat pola penyebaran ikan demersal

sepanjang transek akustik.

Nilai densitas ikan kemudian dibagi menjadi tiga selang kelas yaitu <3

individu/m3, 3-5 individu/m3 dan >5 individu/m3, hal ini berdasarkan pada

Page 56: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

40

perhitungan secara statistik dari hasil pengolahan data, agar dapat memudahkan

dalam penentuan potensi daerah penangkapan ikan (DPI) yang dibagi dalam tiga

kategori DPI berdasarkan ukuran dan densitas ikan. Selanjutnya nilai densitas ikan

(individu/m3) yang dibagi dalam tiga kelas tersebut ditampilkan dalam bentuk

ring scatter pada sebuah peta menggunakan Surfer 8.0 untuk melihat penyebaran

nilai total densitas ikan sepanjang transek akustik. Hasil dari sebaran nilai TS (dB)

dan densitas ikan (individu/m3) pada setiap strata kedalaman dan leg sepanjang

transek akustik, selanjutnya dibahas secara deskriptif untuk menjelaskan

penyebaran TS dan densitas ikan baik secara vertikal maupun secara horizontal

dihubungkan dengan karakteristik oseanografi (suhu, salinitas dan pola arus) dan

hasil tangkapan trawl. Proses pengolahan dan analisis data akustik secara

skematik dapat ditampilkan pada Gambar 11.

Gambar 11 diagram alir proses pengolahan dan analisis data akustik.

Page 57: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

41

3.5.2 Penyebaran suhu dan salinitas

Data oseanografi yang terdiri suhu dan salinitas pada setiap stasiun

pengamatan, diolah dan dianalisis untuk digunakan sebagai parameter pendukung

dalam pendugaan densitas atau kelimpahan ikan di suatu perairan. Suhu dan

salinitas diukur menggunakan alat CTD (Conductivity Temperature Depth) pada

setiap lapisan kedalaman perairan. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah

menggunakan Software Microsoft Office Excel dan Surfer 8.0. Data yang

dihasilkan adalah profil suhu dan salinitas, baik secara vertikal maupun secara

horizontal pada setiap stasiun pengamatan. Selanjutnya data tersebut dianalisis

keterkaitanya dengan data akustik yang digunakan untuk menduga kelimpahan

ikan di daerah penelitian. Tahapan pengolahan data oseanografi dapat dilihat pada

Gambar 12.

Gambar 12 Diagram alir proses pengolahan dan analisi data oseanografi.

Page 58: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

42

3.5.3 Jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan

Data hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan dengan

menggunakan bottom trawl pada saat berlangsungnya survei dianalis sebagai

sample pada stasiun penelitian akustik untuk mengetahui jenis, ukuran dan

kelimpahan ikan pelagis dan demersal yang terdapat pada wilayah penelitian.

Proses analisis dilakukan dengan memisahkan ikan berdasarkan jenis dan spesies,

kemudian dilakukan penimbangan dan pengukuran terhadap jenis dan spesies ikan

yang paling dominan tertangkap di wilayah penelitian. Hasil pengukuran tersebut

selanjutnya digunakan untuk melihat hubungan antara nilai TS dengan hasil

tangkapan sebagai indikator untuk penentuan pemetaan daerah penangkapan ikan

di Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

3.5.4 Pemetaan daerah penangkapan ikan

Pemetaan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008

didasarkan pada dua indikator, yaitu nilai target strength (TS) dan densitas ikan

sepanjang transek akustik. Nilai TS pada setiap leg sepanjang transek akustik

dirata-ratakan berdasarkan strata kedalaman. Melalui pendekatan metode statistik,

hasil perhitungan tersebut dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu jika nilai TS ikan <-

60 dB, maka nilai TS ikan tersebut dapat dikategorikan lebih kecil dan diberi

bobot 2, bila nilai TS ikan -60 ~ -57 dB, maka nilai TS ikan tersebut dapat

dikategorikan sedang dan diberi bobot 3, dan bila nilai TS ikan >-57 dB, maka

nilai TS tersebut dapat dikategorikan lebih besar dan diberi bobot 4.

Nilai densitas ikan pada setiap leg sepanjang transek akustik dirata-ratakan

berdasarkan strata kedalaman. Melalui pendekatan metode statistik, hasil

perhitungan tersebut dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu jika densitas ikan <3

individu/m3, maka densitas ikan tersebut dapat dikategorikan lebih rendah dan

diberi bobot 2, bila densitas ikan 3-5 individu/m3, maka densitas ikan tersebut

dapat dikategorikan sedang dan diberi bobot 3, dan bila densitas ikan >5

individu/m3, maka densitas ikan tersebut dapat dikategorikan lebih tinggi dan

diberi bobot 4. Proses penentuan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka pada

bulan Juni 2008 ditampilkan pada Tabel 1.

Page 59: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

43

Tabel 1 Penentuan daerah penangkapan ikan di Selat Malaka bulan Juni 2008

No. Indikator DPI Kriteria Kategori Bobot

1

2

Nilai TS yang mengindikasikan

ukuran ikan

Densitas ikan

< -60 dB

-60 ~ -57 dB > -57 dB

< 3 indvidu/m3 3-5 indvidu/m3

> 5 indvidu/m3

Kecil

Sedang Besar

Rendah Sedang

Tinggi

2

3 4

2 3

4

Proses penentuan daerah penangkapan ikan (DPI) potensial, sedang dan

kurang potensial ditetapkan berdasarkan pengaruh kedua indikator penentu DPI

yang diasumsikan sama, sehingga bobot masing-masing indikator pada DPI yang

sama dapat dijumlahkan. Jumlah bobot tersebut kemudian dibagi menjadi 3

kriteria DPI, yaitu <5 menunjukkan DPI kurang potensial, 5-6 DPI sedang dan ≥7

DPI potensial.

Page 60: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

44

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis Selat Malaka

Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif

dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta beberapa

laut dan teluk seperti Laut Cina Selatan, Teluk Thailand, dan Laut Jawa (Atmaja,

et al., 2001). Selat Malaka terletak di Indonesia bagian barat dan secara yuridiksi

politik selat ini berbatasan dengan dua perairan negara lain, yaitu perairan

Malaysia dan Singapura. Perairan Selat Malaka memisahkan Pulau Sumatera di

barat daya dan Semenanjung Malaysia di bagian timur, menghubungkan Laut

Andaman yang satu perairan dengan Samudera Hindia dan di utara berhubungan

dengan Laut Cina Selatan. Selat ini memiliki panjang sekitar 800 km, membujur

ke arah tenggara barat laut membentuk corong terbuka dengan lebar bervariasi

dari 60 km sampai 480 km (P2O LIPI, 2001).

Sebagian besar dasar perairan Selat Malaka wilayah teritorial Indonesia

memperlihatkan kedalaman relatif dangkal, terdalam mencapai kurang dari 150

meter. Perubahan kedalaman perairan yang paling mencolok ditemukan di bagian

barat laut, yang berbatasan langsung dengan Laut Andaman. Kedalaman wilayah

perairan ini mencapai lebih dari 200 meter, sebaliknya bagian tenggara Selat

Malaka relatif dangkal, yaitu kurang dari 60 meter (P2O LIPI, 2001). Sekitar

selat-selat antar pulau dan muara-muara sungai yang banyak dijumpai dekat

pantai timur Sumatera mempunyai kedalaman bervariasi antara 5 meter hingga 25

meter, bagian terdalam biasanya digunakan sebagai alur pelayaran seperti

dijumpai di Selat Rupat, Selat Bengkalis dan sebagian Selat Panjang.

Selat Malaka termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

(WPP RI 571) dari sebelas WPP RI yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor 01/MEN/2009. Selat Malaka diketahui sebagai

salah satu wilayah perairan dengan lalu lintas kapal-kapal komersial yang padat

karena fungsinya sebagai jalur perdagangan internasional. Sumberdaya perikanan

di perairan ini memegang peranan penting bagi perekonomian penduduk di

sekitarnya, sehingga perairan ini dikenal juga sebagai daerah padat nelayan.

Page 61: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

45

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Selat Malaka

Eksploitasi sumberdaya perikanan di Selat Malaka berkembang pesat dalam

tiga dekade terakhir ini. Periode akhir tahun 1980 wilayah ini telah mencapai

puncak produksi dengan memberikan kontribusi produk perikanan kedua terbesar

setelah Laut Jawa. Namun demikian, perkembangan armada perikanan dan

teknologi penangkapan serta pencemaran lingkungan telah berdampak pada

produksi yang terus menurun sejak periode akhir tahun 1990an. Sumberdaya

perikanan di Selat Malaka memegang peranan penting bagi perekonomian

penduduk di sekitarnya sehingga perairan ini juga dikenal sebagai wilayah padat

nelayan. Aktivitas eksploitasi sumberdaya perikanan telah dilakukan secara

intensif baik oleh nelayan skala kecil maupun industri.

Kegiatan penangkapan ikan tersebut secara terus menerus berdampak pada

penurunan besaran stok, perubahan struktur populasi dan pola migrasi

sumberdaya ikan. Peran strategis dari Selat Malaka sebagai jalur perdagangan

internasional, memposisikan wilayah ini rentan terhadap pencemaran lingkungan

seperti tumpahan minyak, sampah buangan dan lain-lain semakin memperbesar

dampak negatif terhadap sumberdaya tersebut.

Berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah menyangkut

perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia telah diberlakukan,

bahkan sejak tahun 1914 (DKP RI, 2009). Pengaturan penangkapan ikan juga

telah diberlakukan oleh pemerintah melalui berbagai SK Menteri Pertanian sejak

tahun 1975, undang-undang perikanan nomor 31 tahun 2004 dan terbaru adalah

undang-undang perikanan nomor 45 tahun 2009 yang secara menyeluruh memuat

aturan dan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan. Perlindungan dan

pemanfaatan sumberdaya ikan juga telah mendapatkan perhatian yang serius dari

masyarakat global melalui ratifikasi UNCLOS (United Nation Convention on the

Law of the Sea) pada tahun 1982, agenda 21 UNCED (Global United Nations

Conference on Environment and Development) dan secara tegas diatur dalam

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) walaupun masih bersifat

sukarela (volunteer). Namun demikian, banyaknya peraturan-peraturan dan

undang-undang nampaknya belum mampu mengatasi permasalahan perikanan

tangkap di wilayah ini karena masih kurang memadainya sistem pengawasan.

Page 62: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

46

Wilayah pesisir yang merupakan basis kegiatan perikanan utama di Selat

Malaka terdiri dari Bagan Siapi-api, Indragiri Hilir dan Bengkalis (Provinsi Riau)

yang terletak di bagian tenggara Selat Malaka, Belawan dan Tanjung Balai

Asahan (Provinsi Sumatera Utara) terletak di bagian tengah Selat Malaka. Bagan

Siapi-api adalah salah satu daerah di kawasan Rokan Hilir yang pernah memiliki

jejak sejarah yang membanggakan Indonesia yakni sebagai pusat industri

galangan kapal kayu terbesar dan penghasil ikan dengan produksi terbesar ke dua

di dunia setelah Norwegia pada masa sebelum tahun 1930. Kota Bagan Siapi-api

hingga saat ini telah berkembang pesat, menjadi ibukota Kabupaten Rokan Hilir.

Kabupaten ini merupakan penghasil ikan terbesar, khususnya di wilayah

Kecamatan Bangko, Sinaboi dan Kubu. Penduduk yang berprofesi sebagai

nelayan berjumlah 2.093 kepala keluarga. Produksi perikanan yang dihasilkan

sebessar 95% dari perikanan tangkap di laut, sedangkan sisanya dari perikanan

air tawar (BRPL, 2004).

Bengkalis terletak di bagian selatan Kabupaten Rokan Hilir. Penduduk

nelayan di kabupaten ini berjumlah 4.205 kepala keluarga. Armada penangkapan

yang ada masih dalam skala kecil, dimana sebagian besar nelayannya

menggunakan alat tangkap jaring insang hanyut. Kabupaten ini merupakan

penyumbang terbesar ketiga produksi perikanan di Provinsi Riau setelah Rokan

Hilir dan Indragiri Hilir.

Belawan merupakan kota pelabuhan utama di Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten ini termasuk salah satu kawasan di pantai timur Sumatera yang

penting, dimana di daerah ini terdapat salah satu Pelabuhan Perikanan (PP)

terbesar di Indonesia, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, yang

merupakan salah satu basis pendaratan ikan terbesar bagi armada penangkap ikan

skala industri, terutama pukat ikan yang beroperasi di Perairan Selat Malaka.

Pusat perikanan lainnya di Provinsi ini adalah Tanjung Balai Asahan, sebagian

besar penduduknya merupakan nelayan. Pengusaha perikanan di kabupaten ini

didominasi oleh masyarakat Tiong Hwa yang sudah melakukan kegiatan industri

perikanan sejak puluhan tahun yang lalu.

Page 63: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

47

4.2.1 Nelayan

Perairan Selat Malaka yang termasuk wilayah teritorial Indonesia,

merupakan sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya khususnya nelayan.

Masyarakat nelayan di wilayah ini menjadikan aktifitas penangkapan ikan sebagai

mata pencaharian mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan di wilayah ini merupakan penduduk

asli daerah setempat yang sudah bertahun-tahun melakukan aktivitas kegiatan

usaha di bidang perikanan, khususnya perikanan tangkap.

Bagan Siapi-api merupakan pusat kegitan perikanan terbesar di wilayah

Perairan Kepulauan Riau dengan jumlah penduduk nelayan sebanyak 2.093

kepala keluarga dan menghasilkan produksi perikanan laut sebesar 95% dari total

kegiatan produksi perikanan di daerah ini (BRPL, 2004). Bengkalis memiliki

jumlah penduduk nelayan sebanyak 4.205 kepala keluarga. Sebagian besar

nelayan di daerah ini masih tergolong nelayan skala kecil dan alat tangkap yang

digunakan didominasi oleh alat tangkap jaring insang hanyut. Tanjung Balai

Asahan yang berada di bagian tengah Selat Malaka, sebagian besar penduduknya

berprofesi sebagai nelayan. Aktivitas kegiatan usaha perikanan di Tanjung Balai

Asahan didominasi oleh masyarakat Tiong Hwa yang sudah menjadi penduduk

asli di daerah ini sejak ratusan tahun yang lalu (BRPL, 2004).

Belawan salah satu kawasan di pantai timur Sumatera yang penting, dimana

di daerah ini terdapat salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia, yaitu

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, yang merupakan salah satu basis

pendaratan ikan terbesar bagi armada penangkap ikan skala industri, terutama

pukat ikan yang beroperasi di Perairan Selat Malaka. Masyarakat yang melakukan

kegiatan usaha perikanan di daerah ini tidak hanya berasal dari daerah setempat,

tetapi juga dari daerah lain seperti nelayan dari Nanggro Aceh Darusalam. Jumlah

nelayan yang ada di Belawan sampai dengan tahun 2010 sebanyak 9.267 kepala

keluarga dengan kenaikan rata-rata setiap tahun 5,22% sejak tahun 2005 (PPS

Belawan, 2011). Pertumbuhan penduduk nelayan yang cukup tinggi di daerah ini

sangat dipengaruhi oleh keberadaan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

Belawan. Produksi perikanan yang didaratakan di daerah ini sangat menjanjikan

bagi masyarakat setempat dalam melakukan kegiatan usaha perikanan.

Page 64: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

48

4.2.2 Alat dan kapal penangkapan ikan

Jenis alat tangkap ikan yang digunakan oleh masyarakat pesisir di Selat

Malaka seperti Kabupaten Rokan Hilir dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

alat tangkap yang bersifat statis dan alat tangkap yang bersifat dinamis. Jenis alat

tangkap dinamis meliputi jaring insang (gillnet), jaring udang (trammel net), pukat

cincin, jaring sondong, jaring tuamang dan cantrang (mini trawl), sedangkan alat

tangkap statis meliputi bubu tiang, bubu labuh, pancing rawai dan belat.

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI 571) Selat

Malaka, alat tangkap paling banyak digunakan oleh nelayan untuk menangkap

ikan demersal yang dianggap sebagai alat standar atau alat baku sesuai dengan

data statistik yang ada adalah alat tangkap dogol. Tahun 2003, komposisi armada

yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan terdiri dari Pukat

ikan (fish net) 36%, pukat cincin 50%, gillnet 10% dan sisanya armada lampara

dasar dan pancing. Ditinjau dari ukuran kapal (GT), kapal penangkapan ikan yang

dominan di PPS Belawan adalah kapal pancing yang berukuran kurang dari 10

GT, diikuti oleh kapal yang berukuran antara 100-200 GT, ukuran 50-100 GT dan

30-50 GT (PPS Belawan, 2003).

4.2.3 Daerah penangkapan ikan

Berdasarkan Surat Dirjen Perikanan Nomor IK.120/DJ.1266/90K tentang

perizinan penangkapan ikan di Selat Malaka telah ditetapkan daerah penangkapan

ikan oleh kapal-kapal penangkap ikan adalah di perairan ZEEI Selat Malaka yang

dibatasi oleh garis 4°LU-95°BT dan di luar 12 mil dari pantai. Kenyataan di

lapangan menunjukan bahwa daerah penangkapan ikan oleh kapal penangkap ikan

di perairan tersebut kurang dari 12 mil, terutama pada kedalaman perairan antara

30-50 meter. Hal ini sesuai dengam keberadaan ikan-ikan demersal yang

terkonsentrasi pada kedalaman tersebut. Bulan Desember 1996 menunjukkan

penyebaran ikan demersal seperti kuniran, bawal hitam, layur, tigawaja, kurisi

dapat mencapai perairan di luar 12 mil dari pantai pada kedalaman antara 40-60

meter seperti di sekitar Perairan Pulau Berhala, Pulau Pandan dan Perairan Aceh

Timur (BRPL, 2004).

Perairan Pulau Berhala merupakan daerah penangkapan ikan dengan alat

tangkap seperti pukat apung, purse seine, dan lampara dasar. Daerah penangkapan

Page 65: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

49

pukat apung (longbag set net) yang berbasis di Tanjung Balai adalah Perairan

Pulau Berhala, Pulau Salamon, Panipahan, Pulau Jemur, Tanjung Api dan

Tanjung Bagan. Daerah ini mempunyai kedalaman antara 30-50 meter (BRPL,

2003). Bulan Juli 2004 daerah penangkapan dengan menggunakan pukat apung,

banyak dilakukan di sekitar Perairan Panipahan dan Tanjung Api, sedangkan

jaring tuamang (sejenis jaring insang) banyak di operasikan di sekitar Perairan

Tanjung Balai asahan (BRPL, 2004).

4.2.4 Musim penangkapan ikan

Musim penangkapan ikan demersal di Selat Malaka berlangsung antara

bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. Fluktuasi hasil tangkapan bulanan

(1997-2002) pukat ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

ditampilkan pada Gambar 13. Hasil tangkapan paling rendah terjadi pada bulan

November sampai dengan bulan Desember.

.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

J F M A M J J A S O N D

Bulan

Pro

du

ksi (t

on

)

Sumber: PPS Belawan, 2003

Gambar 13 Grafik hasil tangkapan rata-rata yang didaratkan di PPS Belawan pada tahun 1997-2002.

Populasi sumberdaya ikan pelagis kecil dan sumberdaya ikan demersal di

perairan ini diduga berasal dari satu unit stok yang merupakan shared stock antara

Indonesia, Malaysia dan Thailand (Sivasubrahmaniam, 1985 in BRPL, 2004).

Perubahan dominasi dan komposisi jenis hasil tangkapan ikan pelagis pada

Page 66: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

50

perikanan pukat cincin, awalnya didominasi oleh ikan kembung (R. brachysoma)

dan banyar (R. kanagurta) digantikan oleh ikan layang (Decapterus russelli) dan

banyar (Hariati, 2005 in BRPL, 2006). Pada kurun waktu yang sama telah terjadi

perubahan ukuran kapal yang semula didominasi oleh kapal-kapal ukuaran kecil

(<30GT) dan sedang (30-50GT) menjadi ukuran sedang dan besar (>50GT)

(BRPL, 2004). Periode berikutnya terdapat indikasi adanya peningkatan peran

perikanan skala kecil dalam peningkatan produk komoditas ikan ekspor, terutama

pada perikanan demersal. Namun demikian, faktor-faktor yang mendasari dan

arah perubahan pola dan strategi penangkapan yang terjadi serta struktur

kelimpahan ikan di WPP RI 571 ini belum diketahui secara pasti.

4.2.5 Produksi perikanan

Upaya penangkapan ikan demersal selama periode 1992-2002 di Selat

Malaka cenderung naik terutama setelah tahun 2001 (BPPL, 2004). Kenaikan

upaya tersebut diikuti kenaikan produksi dari tahun ke tahun. Tingkat

pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Perairan Selat Malaka dapat ditinjau

dari indikator stok, misalnya perkembangan CPUE sebagai indeks kepadatan stok,

perubahan komposisi jenis dan struktur ukuran ikan yang tertangkap.

Perkembangan produksi (catch), upaya (effort) dan hasil tangkapan persatuan

upaya (catch perunit of effort, CPUE) di Selat Malaka pada tahun 1992-2002

ditampilkan pada Tabel 2.

Perubahan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dapat menggambarkan

adanya perubahan kelimpahan dari sumberdaya tersebut. Hasil tangkapan

dipengaruhi oleh kemampuan menangkap suatu jenis alat tangkap

(catchability/fishing power). Suatu jenis alat tangkap yang sama tetapi

mempunyai ukuran yang berbeda, berpeluang memberikan hasil tangkapan yang

berbeda pula. Produksi perikanan di selat Malaka beberapa tahun terakhir ini

mengalami penurunan akibat dari kegiatan eksploitasi yang secara terus menerus

dilakukan oleh masyarakat di sekitarnya. Penurunan produksi tersebut juga di

pengaruhi oleh faktor lingkungan di perairan ini yang mengalami pencemaran

akibat kegitan lalu lintas kapal-kapal niaga yang melakukan pelayaran melewati

perairan ini (BRPL, 2004).

Page 67: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

51

Tabel 2 Produksi, upaya dan hasil tangkapan per satuan upaya ikan demersal di

Selat Malaka tahun 1992-2002

Tahun Produksi

(ton)

Upaya

(unit)

CPUE

(ton/unit)

1992 116.234,18 12.326 9,43 1993 132.160 14.080 9,39 1994 138.938 11.576 12,00 1995 156.125 13.067 11,95 1996 162.312 15.899 10,21 1997 160.543 15.386 10,43 1998 173.034 15.732 11,00 1999 177.793 16.265 10,93 2000 173.114 15.242 11,36 2001 186.258 14.499 12,85 2002 186.312 16.777 11,11

Sumber: BRPL, 2004

Hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Belawan sebagian besar berasal

dari nelayan yang melakukan penangkapan ikan di Perairan Selat Malaka dan

Laut Andaman. Hasil tangkapan tersebut merupakan produksi perikanan di daerah

ini dalam menunjung kegiatan usaha perikanan masyarakat setempat. Jenis

produksi yang dihasilkan dari kegiatan usaha perikanan di PPS Belawan antara

lain produksi olahan, lokal dan ekspor. Hasil olahan terdiri dari ikan asin dan

kering dan produksi perikanan untuk tujuan lokal dalam bentuk segar serta

produksi perikanan untuk tujuan ekspor terdiri dari ikan segar dan beku (PPS

Belawan, 2011). Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPS Belawan tahun

2005-2010 ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah dan nilai produksi perikanan PPS di Belawan 2005-2010

Tahun Jumlah Produksi

(ton) Nilai Produksi Total

(juta) Olahan Lokal Ekspor Total

2005 5.081 59.010 7.364 71.455 1.014.976 2006 16.924 17.839 7.829 42.592 657.644 2007 4.025 23.727 11.382 39.134 575.670 2008 2.934 21.130 16.467 40.531 684.643 2009 12.008 35.509 10.067 57.584 1.000.699 2010 15.319 32.284 13.138 60.741 1.130.628

Sumber: PPS Belawan, 2011

Page 68: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

52

Berdasarkan data hasil laporan kegiatan operasional PPS Belawan tahun

2005-2010 menunjukan, bahwa produksi perikanan di daerah ini dari tahun 2005-

2008 mengalami penurunan sangat signifikan, dari 71.455 ton/tahun menjadi

39.134 ton/tahun. Tahun 2009-2010 terjadi peningkatan produksi menjadi 60.741

ton/tahun. Peningkatan jumlah produksi tersebut juga diikuti oleh peningkatan

nilai produksi yang tinggi. Jumlah produksi perikanan pada tahun 2005 sebesar

71.455 ton/tahun dengan nilai produksi sebesar 1.014.976 juta rupiah lebih

rendah dibandingkan dengan nilai produksi tahun 2010 sebesar 1.130.628 juta

rupiah yang memiliki jumlah produksi hanya 60.741 ton/tahun. Pola perubahan

jumlah dan nilai produksi di PPS Belawan tahun 2005-2010 ditampilkan pada

Gambar 14.

Sumber: PPS Belawan, 2011

Gambar 14 Grafik produksi perikanan PPS Belawan 2005-2010.

Page 69: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

53

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Penyebaran target strength ikan

Target strength (TS) sangat penting dalam pendugaan densitas ikan dengan

metode hidroakustik karena untuk dapat mengetahui ukuran besar kecilnya target

(ikan) diperoleh dari nilai TS-nya. TS berbanding lurus dengan ukuran ikan, yaitu

semakin besar nilai TS maka ukuran ikan juga semakin besar dan semakin kecil

nilai TS maka ukuran ikan juga semakin kecil.

Penyebaran TS rata-rata ikan pelagis per kedalaman menurut waktu dan

lokasi pengamatan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ditampilkan pada Tabel

4, Gambar 15 dan Gambar 16. Nilai TS rata-rata ikan pelagis pada transek siang

dan malam hari di Selat Malaka terdapat perbedaan, walaupun relatif kecil. Nilai

TS rata-rata pada transek siang hari cenderung meningkat dengan bertambahnya

kedalaman, namun pada kedalaman 4-14 meter nilai TS rata-rata lebih besar

dibandingkan dengan lapisan di bawahnya sampai pada kedalaman 54 meter. Nila

TS yang lebih besar pada transek siang hari terkonsentrasi di lapisan kedalaman

54-74 meter, yaitu berkisar antara -60,34 dB sampai -59,05 dB, sedangkan nilai

TS terkecil yaitu -86,33 dB yang terdapat pada strata kedalaman 14-24 meter.

Nilai TS rata-rata ikan pelagis pada transek malam hari cenderung

meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Nilai TS terbesar terkonsentrasi

pada lapisan kedalaman 54-74 meter berkisar antara -63,72 dB sampai -65,60 dB

dan strata kedalaman 94-104 meter sebesar -63,27 dB. Nilai TS ikan pelagis

berdasarkan strata kedalaman pada transek siang hari lebih besar dari pada malam

hari terutama pada lapisan kedalaman 54-74 meter. Hal ini berarti bahwa ikan

pelagis yang terdeteksi pada transek siang hari memiliki ukuran yang lebih besar

dari pada transek malam hari terutama pada lapisan kedalaman 54-74 meter.

Page 70: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

54

Tabel 4 Penyebaran vertikal TS (dB) rata-rata ikan pelagis menurut waktu dan

lokasi pengamatan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Strata Target Strength Rata-rata Ikan Pelagis (dB)

Kedalaman Waktu Lokasi

(meter) Siang Malam Perairan KEPRI *)

Perairan TBAB **)

4-14 -65,38 -73,34 -74,87 -65,38

14-24 -86,33 -72,92 -74,81 -82,55

24-34 -79,81 -70,62 -77,80 -68,59

34-44 -68,93 -67,87 -72,25 -67,06

44-54 -66,14 -67,81 -66,89 -68,53

54-64 -60,34 -60,65 -62,40 -59,74

64-74 -59,05 -63,72 -66,29 -60,53

74-84 -68,90 -67,69 -67,45 -69,14

84-94 -63,73 -67,05 -65,66 -66,41

94-104 -63,67 -63,27 -63,79 -63,72

Rata-rata -56,16 -67,49 -69,22 -67,17 Keterangan: *) KEPRI = Kepualauan Riau

**) TBAB = Tanjung Balai Asahan dan Belawan

Nilai TS ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau berkisar antara -74,87

dB sampai -62,40 dB dengan rata-rata -69,22 dB, sedangkan di Perairan Tanjung

Balai Asahan dan Belawan berkisar antara -82 dB sampai -59,74 dB dengan rata-

rata -67,17 dB. Sebaran nilai TS ikan pelagis secara horizontal di Selat Malaka

dari bagian tenggara yang meliputi Perairan Pulau Karimun Besar, Pulau

Bengkalis, Pulau Rupat dan Perairan Bagan Siapi-api (Kepulauan Riau) ke arah

barat laut (Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan) cenderung meningkat

kecuali pada strata kedalaman 14-24 meter, 74-84 meter dan 84-94 meter dengan

selang perbedaan yang relatif kecil sekitar -2,05 dB. Hal ini berarti bahwa rata-

rata ukuran ikan pelagis di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan lebih

besar dibandingkan dengan Perairan Kepulauan Riau.

Page 71: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

55

Gambar 15 Penyebaran vertikal TS (dB) rata-rata ikan pelagis pada transek siang dan malam hari di Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

Gambar 16 Penyebaran vertikal TS (dB) rata-rata ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka

pada bulan Juni 2008.

Page 72: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

56

Penyebaran nilai TS ikan demersal secara horizontal di Selat Malaka pada

bulan Juni 2008 ditampilkan pada Tabel 5, Tabel 6, Gambar 17 dan Gambar 18.

Nilai TS ikan demersal diperoleh dari kedalaman 3 meter dari dasar perairan

sepanjang transek akustik. Nilai TS ikan demersal pada area penelitian tersebar di

14 leg dari Perairan Kepulauan Riau (bagian tenggara Selat Malaka) ke arah

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan (bagian barat laut Selat Malaka).

Nilai TS yang terdeteksi menyebar pada kisaran antara -91,55 dB sampai -33,10

dB. Nilai TS terkecil terdapat pada leg ke-2 yang berlokasi di Perairan Kepulauan

Riau sekitar Pulau Bengkalis, sedangkan nilai TS terbesar terdapat pada leg ke-7B

yang berlokasi di Perairan antara Tanjung Balai Asahan dan Belawan.

Tabel 5 Penyebaran horizontal target strength (dB) ikan demersal setiap leg di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Leg Target strength (dB)

Minimum Maksimal Rata-rata 1 -84,70 -42,17 -65,77 2 -91,55 -38,82 -68,06 3 -75,45 -38,21 -47,71 4 -78,41 -40,71 -57,84 5 -90,91 -39,55 -64,50 6 -76,28 -38,67 -58,29

7A -77,47 -41,10 -58,86 14B -89,23 -36,69 -60,78

Rata-rata -83,00 -39,49 -60,23

Gambar 17 Penyebaran horizontal nilai TS (dB) rata-rata ikan demersal di

Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

Page 73: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

57

Tabel 6 Penyebaran horizontal nilai target strength (dB) ikan demersal setiap leg

di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Leg Target Strength (dB)

Minimum Maksimal Rata-rata 7B -80,67 -33,10 -57,37 8 -87,21 -48,88 -67,52 9 -78,22 -39,09 -59,26 10 -77,23 -35,83 -58,00 11 -82,46 -47,65 -69,45 12 -76,74 -33,89 -50,93 13 -76,65 -38,34 -51,84

14A -79,61 -40,91 -61,75

Rata-rata -79,85 -39,71 -59,52

Gambar 18 Penyebaran horizontal nilai TS (dB) rata-rata ikan demersal di

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada

bulan Juni 2008.

Penyebaran nilai TS rata-rata ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau

cenderung lebih kecil dibandingkan dengan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan. Secara horizontal nilai target strength (TS) terkecil ikan demersal di

perairan Selat Malaka cenderung berada pada perairan dangkal atau mendekati

pantai, sebaliknya nilai TS terbesar cenderung berada di perairan yang lebih

dalam atau menjauhi pantai. Secara alami nilai target strength ikan demersal akan

semakin besar dengan bertambahnya kedalaman perairan (Pujiyati 2008).

Page 74: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

58

5.1.2 Penyebaran densitas ikan

Penyebaran densitas rata-rata ikan pelagis (individu/m3) setiap kedalaman

menurut waktu dan lokasi pengamatan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008

ditampilkan pada Tabel 7, Gambar 19, Gambar 20 dan Gambar 21. Nilai densitas

ikan pelagis yang terdeteksi baik pada transek siang maupun malam hari

umumnya cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman. Nilai densitas

ikan pelagis pada transek siang hari berkisar antara 0,14-30,76 individu/m3

(terdapat pada strata kedalaman 94-104 dan 4-14 meter), dengan rata-rata sebesar

4,20 individu/m3. Nilai densitas ikan pelagis pada transek malam hari berkisar

antara 0,14-14,74 individu/m3 (terdapat pada strata kedalaman 94-104 dan 4-14

meter ), dengan rata-rata sebesar 2,61 individu/m3. Ikan pelagis yang terdeteksi

pada transek malam maupun siang hari lebih banyak menyebar pada lapisan

kedalaman 4-44 meter dengan jumlah yang berbeda, khususnya pada strata

kedalaman 4-14 meter.

Penyebaran nilai densitas ikan pelagis secara horizontal di Selat Malaka dari

bagian tenggara yang meliputi Perairan Pulau Karimun Besar, Pulau Bengkalis,

Pulau Rupat dan Perairan Bagan Siapi-api (Kepulauan Riau) ke arah barat laut

(Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan) cenderung menurun kecuali pada

strata kedalaman 4-14 meter, dengan selang perbedaan yang cukup besar sekitar

8,46 individu/m3. Nilai densitas ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau berkisar

antara 1,85-32,50 individu/m3 (terdapat pada strata kedalaman 94-104 dan 44-54

meter ), dengan rata-rata 12,63 individu/m3, sedangkan di Perairan Tanjung Balai

Asahan dan Belawan berkisar antara 0,14 individu/m3 (terdapat pada strata

kedalaman 94-104 meter) sampai 30,76 individu/m3 (terdapat pada strata

kedalaman 4-14 meter) dengan rata-rata 4,17 individu/m3. Densitas ikan pelagis di

Perairan Kepulauan Riau paling tinggi terdapat pada lapisan kedalaman 24-54

meter dengan nilai antara 16,31 individu/m3 sampai 32,50 individu/m3, lebih tebal

dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan yang memiliki

nilai densitas tertinggi sebesar 30,76 individu/m3 pada strata kedalaman 4-14

meter.

Page 75: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

59

Tabel 7 Penyebaran vertikal densitas rata-rata ikan pelagis (individu/m3) menurut

waktu dan lokasi pengamatan di Selat Malaka bulan Juni 2008

Strata Densitas Rata-rata Ikan Pelagis (individu/m3)

Kedalaman Waktu Lokasi

(meter) Siang Malam Kepulauan Riau Tg. Balai dan Belawan

4-14 30,76 14,74 14,25 30,76

14-24 5,48 6,03 12,05 5,48

24-34 2,43 2,22 16,31 2,26

34-44 1,28 1,12 29,05 1,15

44-54 0,77 0,72 32,50 0,73

54-64 0,42 0,44 13,06 0,44

64-74 0,31 0,31 2,17 0,31

74-84 0,23 0,23 2,76 0,23

84-94 0,18 0,18 2,30 0,18

94-104 0,14 0,14 1,85 0,14

Rata-rata 4,20 2,61 12,63 4,17

Gambar 19 Penyebaran vertikal densitas rata-rata ikan pelagis (individu/m3)

pada transek siang dan malam hari di Selat Malaka bulan Juni 2008.

Page 76: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

60

Gambar 20 Penyebaran vertikal densitas rata-rata ikan pelagis (individu/m3) di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat

Malaka bulan Juni 2008.

Gambar 21 Peta sebaran horizontal densitas total ikan pelagis (individu/m3) di

Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada Juni 2008.

Page 77: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

61

Penyebaran nilai densitas rata-rata ikan demersal secara horizontal di Selat

Malaka pada bulan Juni 2008 ditampilkan pada Tabel 8, Tabel 9 dan Gambar 22.

Nilai densitas ikan demersal diperoleh dari kedalaman 3 meter dari dasar perairan

sepanjang transek akustik. Nilai densitas ikan demersal pada area penelitian

tersebar di 14 leg dari Perairan Kepulauan Riau (bagian tenggara Selat Malaka) ke

arah Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan (bagian barat laut Selat

Malaka). Nilai densitas yang terdeteksi menyebar pada kisaran antara 0,13-109,27

individu/m3. Nilai densitas terkecil sebesar 0,13 individu/m3, terdapat pada leg

ke-3 yang berlokasi di Perairan Kepulauan Riau sekitar Pulau Bengkalis,

sedangkan nilai densitas terbesar (109,27 individu/m3), terdapat pada leg ke-8

yang berlokasi di Perairan Belawan. Densitas ikan demersal di Perairan

Kepulauan Riau rata-rata 3,08 individu/m3, sedangkan di Perairan Tanjung Balai

Asahan dan Belawan rata-rata 2,88 individu/m3. Penyebaran densitas ikan

demersal di area penelitian menunjukan penurunan kepadatan dengan

bertambahnya kedalaman perairan. Nilai densitas tertinggi terkonsentrasi di

sekitar perairan dangkal, sedangkan nilai densitas rendah terdapat pada perairan

yang lebih dalam.

Tabel 8 Penyebaran horizontal densitas rata-rata ikan demersal (individu/m3)

setiap leg di Perairan Kepulauan Riau pada bulan Juni 2008

Leg Nilai Densitas (individu/m3)

Minimum Maksimal Rata-rata 1 0,72 5,52 2,24 2 0,51 96,88 5,12 3 0,13 0,46 0,25 4 0,14 37,99 3,03 5 0,14 38,02 4,18 6 0,14 38,02 2,40

7A 0,14 38,02 4,32 14B 0,14 50,98 3,11

Rata-rata 0,26 38,23 3,08

Page 78: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

62

Tabel 9 Penyebaran horizontal densitas rata-rata ikan demersal (individu/m3)

setiap leg di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan pada bulan Juni 2008

Leg Nilai Densitas (individu/m3)

Minimum Maksimal Rata-rata 7B 0,14 38,02 1,81 8 0,76 109,27 8,37 9 0,35 38,00 1,67 10 0,14 38,00 1,39 11 0,45 24,37 4,17 12 0,24 38,02 1,85 13 0,17 37,97 2,04

14A 0,15 37,97 1,75

Rata-rata 0,30 45,20 2,88

Gambar 22 Peta sebaran horizontal densitas total ikan demersal (individu/m3) di

Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat

Malaka bulan Juni 2008.

Page 79: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

63

5.1.3 Kondisi oseanografi

Karakteristik suatu kolom perairan pada wilayah tertentu memiliki

perbedaan menurut letak geografis dan strata kedalamannya. Perbedaan tersebut

dapat dilihat dengan mudah melalui pembuatan grafik menegak dan melintang

dari profil perairan tersebut. Nilai suhu, salinitas dan pola arus dari suatu

lingkungan perairan merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi

kondisi ekosistem yang ada di dalamanya.

1) Penyebaran suhu

Berdasarkan hasil pengukuran nilai suhu pada setiap stasiun umumnya tidak

menunjukkan adanya stratifikasi. Beberapa stasiun pengamatan di area yang lebih

dalam terlihat sedikit penurunan suhu pada lapisan kedalaman lebih dari 40 meter.

Penyebaran suhu secara vertikal di perairan Selat Malaka pada bulan Juni 2008

ditampilkan dalam bentuk grafik, sebagai gambaran profil suhu perairan tersebut

dari 32 stasiun pengamatan yang dibagi dalam dua lokasi perairan, yaitu Perairan

Kepulauan Riau dan sekitar Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan.

Penyebaran suhu rata-rata secara vertikal di Perairan Kepulauan Riau (stasiun 1-7

dan stasiun 26-32) dan Perairan Tanjung Balai Asahan-Belawan (stasiun 8-25)

ditampilkan pada Gambar 23.

Penyebaran suhu permukaan air laut di Perairan Kepulauan Riau pada setiap

stasiun variasinya tidak terlalu lebar, berkisar antara 29,25-30,05°C, dengan rata-

rata 29,76°C. Stasiun 1, 4 dan 5 kedalamannya masing-masing mencapai 15 dan

10 meter, sehingga perairan di ketiga tempat ini masih tergolong lapisan

permukaan dengan nilai suhu yang relatif sama. Stasiun 2 dan stasiun 6 terlihat

perubahan suhu yang cenderung menurun dari permukaan hingga kedalaman 10

meter kemudian stabil sampai pada kedalaman 40 meter. Hal ini disebabkan

karena pada kedua stasiun tersebut berada pada lokasi dekat pulau-pulau kecil

dan aliran muara sungai sehingga menyebabkan percampuran air yang bersuhu

tinggi dan rendah yang tidak stabil sehingga pada lapisan permukaan sampai pada

kedalaman 10 meter terjadi perubahan besaran nilai suhu, walaupun tidak terlalu

besar. Pengaruh radiasi sinar matahari dari pinggir pantai sangat mempengaruhi

kehangatan suhu permukaan di daerah tersebut. Stasiun 27 memiliki kisaran suhu

yang hampir sama dari permukaan hingga kedalaman 30 meter. Kondisi ini

Page 80: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

64

disebabkan oleh wilayah pada stasiun tersebut berada di daerah yang sangat

sempit dan mendekati pantai sehingga nilai suhu dari permukaan sampai pada

kedalaman 30 meter hampir sama, lebih tebal dibandingkan dengan stasiun

lainnya pada area ini. Kondisi suhu secara vertikal di Perairan Kepulauan Riau

Selat Malaka pada bulan Juni 2008 relatif stabil, walaupun di beberapa stasiun

memperlihatkan perubahan suhu dari permukaan sampai kedalaman tertentu

menurun dengan selang yang relatif kecil.

Penyebaran suhu secara vertikal di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan terjadi secara perlahan seiring dengan bertambahnya kedalaman. Lokasi

pengamatan di beberapa stasiun Tanjung Balai Asahan lebih dalam dibandingkan

dengan Perairan Kepulauan Riau, kedalaman maksimum pada daerah ini terdapat

pada stasiun 23, dengan kedalaman mencapai 60 meter. Kecenderungan

penurunan suhu terlihat stabil dari permukaan sampai dasar. Hal ini disebabkan

pada wilayah ini termasuk perairan yang lebar karena sudah mendekati perairan

Laut Andaman yang memiliki kedalaman lebih dari 100 meter (P2O-LIPI, 2001).

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan terdapat beberapa stasiun yang

mendekati pantai seperti stasiun 8, 9, 12, 13, 18 dan 19 yang lokasinya mengikuti

transek akustik bentuk zig-zag. Stasiun-stasiun tersebut memiliki nilai suhu yang

tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya pada transek ini. Nilai suhu pada

lokasi ini berkisar antara 29,44-30,17°C. Pengaruh radiasi matahari terhadap

pantai sangat nyata terhadap peningkatan suhu di stasiun tersebut. Stasiun 10, 11,

14-17 dan stasiun 20-23 (trasek akustik zig-zag) di bagian yang menjauhi pantai

suhu sudah mulai menurun walaupun relatif kecil dengan selisih sekitar 0,15°C.

Pengaruh radiasi matahari terhadap pantai yang dipantulkan ke arah lokasi

pengamatan tersebut sudah mulai berkurang. Nilai suhu pada lokasi ini berkisar

antara 29,44-30,12°C.

Stasiun 24, 25 dan 26 posisinya terpisah dengan stasiun lain di Tanjung

Balai Asahan dan Belawan. Pada stasiun ini posisinya mengikuti transek akustik

yang berbentuk tegak lurus yang berada di tengah-tengah Selat Malaka. Stasiun

pengamatan di trasek lurus tersebut perubahan suhu menurut strata kedalaman

pada setiap stasiun memiliki kecenderungan penurunan yang stabil, karena

lokasinya yang sudah menjauhi pantai dimana suhu sudah semakin menurun baik

Page 81: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

65

secara vertikal maupun secara horizontal, kecuali stasiun 26 yang lokasinya

mendekati Perairan Kepulauan Riau yang merupakan perairan sempit di selat ini.

Nilai Suhu pada stasiun pengamatan tersebut berkisar antara 29,56-29,96°C.

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena

mendapat radiasi sinar matahari pada siang hari. Intesitas matahari ini akan

semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman sehingga nilai suhu

pun akan cenderung menurun (Nontji, 2005). Suhu yang cenderung homogen

pada lapisan permukaan untuk setiap stasiun di daerah ini terjadi karena adanya

pengadukan lapisan oleh angin, arus dan pasang surut di permukaan.

Perubahan suhu air laut secara vertikal baik di Perairan Kepulauan Riau

maupun sekitar Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan dari lapisan

permukaan hingga pada kedalaman 60 meter, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

tidak memperlihatkan indikasi termoklin. Perubahan terjadi secara perlahan dari

lapisan permukaan dengan suhu 29,77°C, kemudian menurun menjadi 29,28°C

pada kedalaman 60 meter. Tidak terdapatnya daerah termoklin di perairan ini

karena kondisi kedalamannya masih tergolong perairan dangkal.

Gambar 23 Sebaran vertikal suhu rata-rata di Perairan Kepulauan Riau dan

Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

Page 82: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

66

Pola sebaran horizontal suhu permukaan di Perairan Selat Malaka pada

bulan Juni 2008 yang ditampilkan pada Gambar 24, menunjukan bahwa suhu

tertinggi terkonsentrasi pada 4 wilayah yang sebagian besar dimulai dekat pantai

yakni, sekitar Bengkalis (Stasiun 5 dan stasiun 6) dengan suhu berkisar antara

29,85-30,05°C, Bagan Siapi-api (Stasiun 26, 27, 28) berkisar antara 29,86-

30,01°C, Tanjung Balai Asahan (Stasiun 2 dan stasiun 22) dengan suhu sekitar

30,00-30,05°C dan mendekati Belawan (stasiun 9 dan stasiun 10) dengan suhu

berkisar antara 30,12-30,17°C. Penyebaran suhu cenderung semakin rendah

menuju ke arah lepas pantai karena intensitas matahari yang dipantulkan dari

pantai ke arah laut lepas semakin menjauhi pantai semakin berkurang. Selat

Malaka merupakan perairan sempit khususnya di Perairan Kepulauan Riau. Suhu

di perairan ini cenderung meningkat dan mulai berkurang menuju ke arah barat

laut yang berhadapan dengan Laut Andaman.

Suhu rendah di Selat Malaka terkonsentrasi pada beberapa stasiun yang

sudah menjauhi pantai, terutama di Perairan sekitar Tanjung Balai Asahan dan

Belawan yang sebagian besar lokasi stasiunnya berada di perairan luas dan

menjauhi pantai kecuali stasiun 26 yang lokasinya merupakan perbatasan dengan

Perairan Kepulauan Riau yang mengarah ke selat sempit. Suhu permukaan

terendah sebesar 29,25°C terdapat di stasiun 1. Stasiun 1 berada di lokasi dekat

pantai namun suhu permukaan di stasiun ini paling rendah. Hal ini disebabkan

karena adanya aliran sungai yang memasuki lautan sehingga laut menjadi lebih

dingin. Stasiun yang menjauhi pantai rata-rata suhunya lebih rendah dibandingkan

dengan yang mendekat pantai, yaitu berkisar antara 29,27-29,74°C. Secara

keseluruhan hasil pengukuran suhu setiap stasiun (32 stasiun) di Perairan

Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada bulan

Juni 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Page 83: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

67

Gambar 24 Pola sebaran suhu permukaan secara horizontal di Perairan Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

2) Penyebaran salinitas

Berdasarkan hasil pengukuran nilai salinitas di setiap stasiun pengamatan

memperlihatkan salinitas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

kedalaman perairan, tetapi perubahannya tidak terlalu besar terutama pada

perairan yang memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 25 meter).

Nilai salinitas minimum pada lapisan permukaan 28,95 psu dan maksimal 32,50

psu dengan rata-rata sebesar 31,05 psu, nilai maksimum sebesar 33,07 psu,

ditemukan pada kedalaman 60 meter di stasiun 23. Penyebaran salinitas rata-rata

secara vertikal di Perairan Kepulauan Riau (stasiun 1-7 dan stasiun 26-32) dan

Tanjung Balai Asahan-Belawan (stasiun 8-25) ditampilkan pada Gambar 25.

Penyebaran salinitas secara vertikal di Perairan Kepulauan Riau cenderung

meningkat dengan bertambahnya kedalaman, dengan perubahan yang relatif kecil,

yaitu berkisar antara 0,02-0,06 psu setiap lapisan kedalaman. Nilai salinitas

minimum dari permukaan sampai dasar terdapat pada stasiun 1 dengan kisaran

28,95-29,05 psu, nilai maksimum terdapat pada stasiun 23 berkisar antara 32,04-

33,05 psu. Rata-rata nilai salinitas di Perairan Kepulauan Riau dari permukaan

sampai dasar (kedalaman 0-40 meter) berkisar antara 29,69-29,89 psu. Salinitas

98° 98.5° 99° 99.5° 100° 100.5° 101° 101.5° 102° 102.5° 103° 103.5° 104°

Bujur Timur

1.5°

2.5°

3.5°

4.5°

Lin

tan

g U

tara

M A L A Y S I A

P . S U M A T E R A

P.Bengkalis

P.Rupat

Bagansiapi

Dumai

P.Padang

Tg.Balai

Belawan

Page 84: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

68

rendah rata-rata terdapat di stasiun-stasiun pengamatan Perairan Kepulauan Riau,

hal ini disebabkan karena lokasi tersebut berada dekat dengan pantai dan

merupakan daerah aliran sungai, sehingga pengaruh radiasi matahari dan aliran air

sungai yang masuk ke laut sangat mempengaruhi rendahnya nilai salinitas di area

ini, dengan nilai perubahan yang tidak terlalu signifikan.

Penyebaran salinitas secara vertikal di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan, menunjukan bahwa perubahan nilai salinitas relatif stabil dari lapisan

permukaan sampai pada kedalaman 60 meter. Salinitas minimum pada lapisan

permukaan sebesar 30,91 psu yang terdapat pada stasiun 25, salinitas maksimal

sebesar 32,50 psu terdapat di stasiun 14. Rata-rata nilai salinitas permukaan di

perairan ini sebesar 32,11 psu. Nilai minimum salinitas berdasarkan kedalaman di

area ini sebesar 30,91 psu terdapat pada stasiun 25, sedangkan nilai maksimal

sebesar 33,50 psu terdapat di stasiun 11 pada kedalaman 45 meter dan nilai

salinitas rata-rata sebesar 32,70 psu.

Salinitas di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan rata-rata memiliki

nilai yang tinggi dibandingkan dengan di Perairan Kepulauan Riau. Hal ini

disebabkan karena lokasi Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan berada

lebih jauh dari pinggir pantai sehingga pengaruh radiasi matahari sudah mulai

berkurang, akibatnya salinitas mulai meningkat. Secara vertikal maupun

horisontal perubahan nilai salinitas berbanding terbalik dengan perubahan nilai

suhu, dimana salinitas secara vertikal akan meningkat dengan bertambahnya

kedalaman sedangkan suhu akan menurun seiring dengan bertambahnya

kedalaman. Demikian pula secara horizontal, salinitas akan meningkat menuju ke

arah laut lepas dan menurun apabila mendekati pantai, sedangkan suhu semakin

menjauhi pantai akan menurun dan semakin mendekati pantai, suhu semakin

meningkat. Sebaran salinitas secara vertikal, baik di Perairan Kepulauan Riau

maupun di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan menunjukan perubahan

nilai yang relatif kecil yaitu berkisar antara 28,95-33,07 psu.

Page 85: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

69

Gambar 25 Sebaran vertikal salinitas rata-rata di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

Pola sebaran horizontal salinitas permukaan di Perairan Selat Malaka pada

bulan Juni 2008 yang ditampilkan pada Gambar 26, menunjukan bahwa salinitas

rendah terkonsentrasi di wilayah Perairan Kepulauan Riau, dengan kisaran antara

28,95-30,94 psu, rata-rata 29,67 psu. Salinitas tinggi terkonsentrasi di wilayah

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, dengan kisaran antara 30,91-33,50

psu, rata-rata 32,70 psu. Perbedaan nilai suhu dari kedua lokasi ini disebabkan

karena di Perairan Kepulauan Riau lokasinya sangat sempit dan berdekatan

dengan pulau-pulau kecil di bagian tenggara Selat Malaka yang merupakan

perairan sempit dari selat ini. Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

lokasinya berada di perairan bagian barat laut Selat Malaka yang merupakan

perairan lebar dari selat ini dan berbatasan langsung dengan Laut Andaman.

Kondisi demikian sangat berpengaruh dengan nilai salinitas masing-masing lokasi

perairan. Stasiun yang lokasinya menjauhi pantai salinitasnya semakin meningkat,

sebaliknya stasiun yang lokasinya mendekati pantai salinitasnya akan semakin

menurun. Secara keseluruhan hasil pengukuran salinitas setiap stasiun (32 stasiun)

di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka

pada bulan Juni 2008 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Page 86: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

70

Gambar 26 Pola sebaran salinitas permukaan secara horizontal di Perairan Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

Secara umum penyebaran horizontal salinitas di Perairan Selat Malaka pada

bulan Juni 2008, menunjukan bahwa nilai salinitas terendah terdapat pada lokasi

bagian ujung tenggara (Perairan Kepulauan Riau) kemudian cenderung meningkat

ke arah barat laut (Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan).

3) Pola arus

Kecepatan arus umumnya lebih kuat di Perairan Pulau Bengkalis dan Pulau

Karimun Besar (wilayah Perairan Kepulauan Riau), terutama di selat sempit dan

dekat muara sungai dengan arah yang bervariasi. Pengaruh pasang surut sangat

nyata memicu kecepatan arus yang mencapai lebih dari 0,74 m/s. Pada perairan

ini kecepatan arus permukaan umumnya berkisar antara 0,07-0,74 m/s. Kecepatan

arus permukaan minimum sebesar 0,07 m/s di stasiun 7, kecepatan maksimal

mencapai 0,74 m/s di stasiun 6 dan rata-rata mencapai 0,28 m/s. Kecepatan arus

meningkat dengan bertambahnya kedalaman, walaupun relatif kecil karena

kondisi perairan yang masih tergolong dangkal. Kecepatan arus bagian dasar

minimum 0,26 m/s dan maksimal 0,36 m/s dengan rata-rata 0,30 m/s, terdapat di

kedalaman 40 meter. Secara umum di Perairan Pulau Bengkalis dan Pulau

Karimun Besar, Pulau Rupat dan Bagan Siapi-api yang termasuk dalam wilayah

98° 98.5° 99° 99.5° 100° 100.5° 101° 101.5° 102° 102.5° 103° 103.5° 104°

Bujur Timur

1.5°

2.5°

3.5°

4.5°

Lin

tan

g U

tara

M A L A Y S I A

P . S U M A T E R A

P.Bengkalis

P.Rupat

Bagansiapi

Dumai

P.Padang

Tg.Balai

Belawan

Page 87: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

71

Perairan Kepulauan Riau, kecepatan arus lebih tinggi dibandingkan dengan

Perairan di Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Hal ini disebabkan karena

pengaruh pasang surut yang terjadi di ujung tenggara Selat Malaka sangat tinggi

akibat perairan selat yang sempit.

Arus permukaan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan memiliki

kecepatan yang relatif lemah, berkisar antara 0,07-0,58 m/s dengan rata-rata 0,21

m/s. Sedangkan arus dasar berkisar antara 0,33-0,36 m/s, rata-rata 0,36 m/s. Dasar

laut Selat Malaka memiliki arus pasang surut yang kuat terjadi dan terbentuk riak-

riakan pasir besar (sand ripples) yang bentuknya sama, bagian puncak searah

dengan arus pasang surut tersebut (Wyrtki, 1961). Pola arus dan sirkulasi massa

air dominan mengalir dari tenggara ke barat laut di kedua musim yang berbeda.

Walaupun demikian pada bagian barat laut yang merupakan bagian yang lebar

dari selat ini pada musim timur dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Hindia.

Hasil pengukuran kecepatan dan arah arus setiap stasiun (32 stasiun) di Perairan

Selat Malaka pada bulan Juni 2008 dapat dilihat pada Lampiran 5, Lampiran 6,

Lampiran 7 dan Lampiran 8.

Sumber: Purwandani, 2000

Gambar 27 Pola arus permukaan di Perairan Selat Malaka pada bulan Juni.

Page 88: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

72

5.1.4 Hasil tangkapan

1) Jenis dan jumlah hasil tangkapan

Hasil tangkapan yang teridentifikasi pada saat survei akustik di Selat

Malaka bulan Juni 2008 terdiri dari 52 family dan 96 spesies terdapat di Perairan

Kepulauan Riau, 65 family dan 151 spesies di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan masing-masing tergolong dalam 12 dan 11 kelompok sumberdaya ikan,

yaitu ikan hiu (Shark), ikan pari (rays), ikan pelagis, ikan demersal, cumi-cumi

(Cephalopoda), udang, kepiting, kerang (shell) dan beberapa biota lain. Total

family dan spesies ikan berdasarkan hasil tangkapan trawl di Perairan Kepulauan

Riau dan Perairan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni

2008 ditampilkan pada Tabel 10

Tabel 10 Total family dan spesies ikan berdasarkan hasil tangkapan di Perairan

Selat Malaka pada bulan Juni 2008

No. Komposisi Perairan KEPRI *)

Perairan TBAB **)

1 Kelompok Komoditas 12 11 2 Jumlah Family 52 65 3 Jumlah Spesies 96 151

Keterangan: *) KEPRI = Kepualauan Riau

**) TBAB = Tanjung Balai Asahan dan Belawan

Komposisi sumberdaya ikan berdasarkan kelompok komoditas di Perairan

Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat Malaka pada bulan

Juni 2008 ditampilkan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Kelompok ikan demersal

berjumlah 70,89% dari total hasil hasil tangkapan berada di Perairan Kepulauan

Riau dan 69,94% di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Cephalopoda

yang hanya 0,17% dari total hasil tangkapan di Perairan Kepulauan Riau menjadi

12,60% di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, dan merupakan hasil

tangkapan kedua terbanyak dari seluruh hasil tangkapan trawl selama survei.

Page 89: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

73

Tabel 11 Komposisi sumberdaya ikan berdasarkan kelompok komoditas di

Perairan Kepulauan Riau

No. Perairan Kepulauan Riau

Kelompok Berat (kg) Presentase (%)

1 Demersal 136,11 70,89 2 Rays 21,74 11,32 3 Pelagic 17,00 8,86 4 Shrimp 6,29 3,27 5 Sharks 5,42 2,82 6 Sea cucumber 2,44 1,27 7 Sea urchin 1,68 0,88 8 Crabs 0,44 0,23 9 Cephalopoda 0,33 0,17 10 Sea star 0,25 0,13 11 Gastropoda 0,22 0,11 12 Jelly fish 0,08 0,04

Jumlah 191,99 100

Tabel 12 Komposisi sumberdaya ikan berdasarkan kelompok komoditas di

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

No. Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

Kelompok Berat (kg) Presentase (%) 1 Demersal 221,84 69,94 2 Cephalopoda 39,98 12,60 3 Rays 30,76 9,70 4 Crabs 9,15 2,88 5 Shrimp 5,39 1,70 6 Pelagic 3,84 1,21 7 Sea urchin 2,22 0,70 8 Shark 1,50 0,47 9 Sea cucumber 1,28 0,40 10 Gastropoda 0,91 0,29 11 Sea star 0,30 0,09

Jumlah 317,18 100

Sumberdaya ikan demersal dominan menurut family berdasarkan hasil

tangkapan trawl di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-Belawan,

Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ditampilkan pada Tabel 13 dan Tabel 14.

Dominasi maupun komposisi family ikan demersal terlihat berbeda antara Perairan

Kepulauan Riau dan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Hasil

tangkapan trawl yang diperoleh menunjukkan bahwa family Scianidae

mendominasi sumberdaya ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau sebesar

Page 90: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

74

26,95%, diikuti oleh family Pomadasidae, Dasyatidae, dan Tetraodontidae.

Family Clupeidae dan Engraulidae. Family Mullidae yang sangat jarang

keberadaannya di Perairan Kepulauan Riau, mendominasi sumberdaya ikan

demersal di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan sebesar 20,02%.

Tabel 13 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut family berdasarkan hasil

tangkapan di Perairan Kepulauan Riau

No. Perairan Kepulauan Riau

Family Berat (kg) Presentase (%) 1 Scianidae 43,99 26,95 2 Pomadasidae 33,46 20,50 3 Dasyatidae 29,21 17,90 4 Tetraodontidae 26,85 16,45 5 Clupeidae 13,29 8,14 6 Engraulidae 12,08 7,40 7 Lain-lain 3,16 2,66

Jumlah 163,22 100

Tabel 14 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut family berdasarkan hasil tangkapan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

No. Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

Family Berat (Kg) Presentase (%)

1 Mullidae 53,01 20,02 2 Loligonidae 39,79 15,03 3 Synodontidae 32,75 12,37 4 Dasyatidae 31,46 11,88 5 Nemipteridae 29,19 11,02 6 Tetraodontidae 24,56 9,27 7 Siganidae 17,53 6,62 8 Platycephalidae 15,86 5,99 9 Apogonidae 14,52 5,48

10 Lain-lain 6,14 2,32

Jumlah 264,80 100

Sumberdaya ikan demersal dominan menurut spesies berdasarkan hasil

tangkapan trawl di Perairan Kepulauan Riau dan Perairan Tanjung Balai Asahan-

Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008 di tampilkan pada Tabel 15 dan

Tabel 16. Berdasarkan spesies, Pomadasys hasta jumlahnya 24,24% dari total

kelompok ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau, diikuti oleh Arothron sp,

Johnius grypotus, Dasyatis kuhli, Nibea mitsukurii dan Harpadon nehereus, dan

spesies lainnya kurang dari 5%. Loligo sp menunjukkan persentase tertinggi di

Page 91: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

75

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, sebesar 19,71% dari total kelompok

ikan demersal yang tertangkap, diikuti Upeneus sundaicus, Dasyatis kuhli,

Lagocephalus inermis, Upeneus sulphureus, Saurida undosquamis dan Siganus

canaliculatus serta spesies lainnya kurang dari 5%.

Tabel 15 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut spesies berdasarkan hasil

tangkapan di Perairan Kepulauan Riau

No. Perairan Kepulauan Riau

Spesies Berat (Kg) Presentase (%)

1 Gerot-gerot (Pomadasys hasta) 33,00 24,24 2 Buntal (Arothron nigropuncatatus) 26,96 19,81 3 Gulam (Johnius grypotus) 22,45 16,49 4 Pari (Dasyatis kuhli) 16,70 12,27 5 Tigawaja (Nibea mitsukurii ) 16,16 11,87 6 Nomei (Harpadon nehereus) 14,74 10,83 7 Lain-lain 6,11 4,49

Jumlah 136,10 100

Tabel 16 Sumberdaya ikan demersal dominan menurut spesies berdasarkan hasil tangkapan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

No. Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

Spesies Berat (Kg) Presentase (%) 1 Cumi-cumi (Loligo sp) 37,39 19,71 2 Kuniran (Upeneus sundaicus) 22,84 12,04 3 Pari (Dasyatis kuhli) 22,50 11,85 4 Buntal (Lagocephalus inermis) 20,49 10,80 5 Kuniran (Upeneus sulphureus) 19,95 10,52 6 Beloso (Saurida undosquamis) 18,49 9,74 7 Baronang (Siganus canaliculatus) 16,83 8,87 8 Kurisi (Nemipterus peroni) 12,07 6,36 9 Beloso (Saurida micropectoralis) 10,20 5,38

10 Lain-lain 8,95 4,72

jumlah 189,72 100

2) Ukuran ikan

Identifikasi ikan pelagis pada penelitian ini tidak dilakukan karena kegiatan

penangkapan hanya terfokus pada ikan demersal. Pendugaan ukuran dan jenis

ikan pelagis hanya dilakukan dengan metode split beam acoustic system. Panjang

rata-rata ikan demersal hasil tangkapan trawl pada saat survei hidroakustik di

Perairan Kepulauan Riau dan Perairan Tanjung Balai Asahan-Belawan, Selat

Page 92: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

76

Malaka pada bulan Juni 2008 ditampilkan pada Tabel 17 dan Tabel 18. Panjang

rata-rata ikan demersal hasil tangkapan trawl di Perairan Kepulauan Riau sebesar

22,82 cm, sedangkan dugaan panjang rata-rata ikan demersal menurut formula

Foote (1987) sebesar 25,15 cm. Panjang rata-rata ikan demersal hasil tangkapan

trawl di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan sebesar 23,18 cm,

sedangkan dugaan panjang rata-rata ikan demersal menurut formula Foote (1987)

sebesar 25,59 cm. Hal demikian menunjukan bahwa ikan yang tertangkap oleh

trawl di Perairan Kepulauan Riau lebih kecil dibandingkan di perairan Tanjung

Balai Asahan dan Belawan.

Tabel 17 Komposisi panjang rata-rata ikan demersal hasil tangkapan trawl dan

dugaan panjang rata-rata berdasarkan survei akustik di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

No. Perairan Kepulauan Riau

Spesies L (cm)

1 Gerot-gerot (Pomadasys hasta) 32,14 2 Buntal (Arothron nigropunctatus,) 21,36 3 Gulama (Johnius grypotus) 30,25 4 Pari (Dasyatis kuhli) 16,39 5 Tigawaja (Nibea mitsukurii ) 18,27 6 Nomei (Harpadon nehereus) 18,50 Panjang Rata-rata Hasil Tangkapan Trawl 22,82 Dugaan Panjang Ikan Demersal Menurut Formula Foote (1987) 25,12

Tabel 18 Komposisi panjang rata-rata ikan demersal hasil tangkapan trawl dan

dugaan panjang rata-rata berdasarkan survei akustik di Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

No. Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

Spesies L (cm) 1 Cumi-cumi (Loligo sp) 17,60

2 Kuniran (Upeneus sundaicus) 18,61 3 Pari (Dasyatis kuhli) 20,57 4 Buntal (Lagocephalus inermis) 16,18 5 Kuniran (Upeneus sulphureus) 19,36 6 Beloso (Saurida undosquamis) 31,75 7 Baronang (Siganus canaliculatus) 25,14 8 Kurisi (Nemipterus peroni) 24,16 9 Beloso (Saurida micropectoralis) 35,20

Panjang Rata-rata Hasil Tangkapan Trawl 23,18 Dugaan Panjang Ikan Demersal Menurut Formula Foote (1987) 25,59

Page 93: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

77

5.1.5 Pemetaan daerah penangkapan ikan

Berdasarkan hasil survei akustik di Selat Malaka pada bulan Juni 2008

diperoleh peta daerah penangkapan ikan pelagis dan demersal di 14 leg sepanjang

transek akustik dari Kepulauan Riau (tenggara Selat Malaka) sampai Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan (bagian barat laut Selat Malaka). Peta

tersebut berdasarkan dua indikator penentuan daerah penangkapan ikan yang telah

ditetapkan (nilai TS dan densitas ikan), yang terdiri dari dua klasifikasi, yaitu

daerah penangkapan ikan sedang dan kurang potensial.

Daerah penangkapan ikan pelagis yang memiliki potensi sedang di Perairan

Kepulauan Riau menyebar pada kedalaman 24-54 meter yang terletak di bagian

timur Pulau Bengkalis, sedangkan DPI kurang potensial menyebar pada

kedalaman 4-24 meter yang terletak antara Pulau Karimun Besar dan Pulau

Panjang, dan sekitar Pulau Rupat. Daerah penangkapan ikan pelagis yang

memiliki potensi sedang di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan

menyebar pada kedalaman 4-14 meter dan 54-74 meter yang terletak di bagian

utara dan barat laut Bagan Siapi-api, utara Tanjung Balai Asahan, dan timur

Perairan Belawan, sedangkan DPI kurang potensial menyebar pada kedalaman 14-

54 meter yang terletak di bagian barat laut Perairan Tanjung Balai Asahan.

Daerah penangkapan ikan demersal yang memiliki potensi sedang di

Perairan Kepulauan Riau terletak di sekitar Perairan Pulau Bengkalis, timur Pulau

Rupat dan utara Bagan Siapi-api yang menyebar pada kedalaman 30-50 meter,

sedangkan DPI kurang potensial terletak di sekitar Perairan Karimun Besar dan

timur Pulau Rupat yang menyebar pada kedalaman 15-25 meter. Daerah

penangkapan ikan demersal yang memiliki potensi sedang di Perairan Tanjung

Balai Asahan dan Belawan terletak di bagian timur Perairan Tanjung Balai

Asahan dan bagian tenggara dan utara Perairan Belawan yang menyebar pada

kedalaman 30-60 meter, sedangkan DPI kurang potensial terletak di bagian

tenggara Perairan Tanjung Balai Asahan yang menyebar pada kedalaman 20-40

meter. Hal ini sesuai dengan keberadaan ikan demersal yang terkonsentrasi pada

kedalaman tersebut. Pemetaan daerah penangkapan ikan dengan menggunakan

metode hidroakustik di Selat Malaka pada bulan Juni 2008 ditampilkan pada

Tabel 19, Tabel 20 dan Gambar 28.

Page 94: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

78

Tabel 19 Klasifikasi daerah penangkapan ikan pelagis di Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Leg Posisi Indikator Bobot

Total

Klasifikasi

DPI TS (dB) Bobot Densitas (individu/m3) Bobot

1

2

3

4

5

6

7A

7B

8

9

10

11

12

13

14A

14B

0° 08' 400" dan 103° 12' 800" ~ 1° 00' 750" dan 103° 08' 433"

1° 00' 850" dan 103° 08' 367" ~ 1° 06' 217" dan 102° 10' 267"

2° 00' 433" dan 102° 13' 700" ~ 2° 02' 967" dan 101° 11' 600"

2° 02' 967" dan 101° 11' 600" ~ 2° 05' 600" dan 101° 09' 233"

2° 05' 650" dan 101° 09' 183" ~ 2° 08' 500" dan 101° 06' 600"

2° 08' 500" dan 101° 06' 600" ~ 2° 09' 983" dan 101° 04' 600"

2° 10' 050" dan 101° 04' 483" ~ 2° 13' 033" dan 101° 00' 333"

3° 15' 850" dan 100° 08' 008" ~ 3° 15' 317" dan 098° 13' 042"

3° 14' 333" dan 098° 12' 040" ~ 4° 02' 083" dan 099° 00' 083"

4° 03' 100" dan 099° 00' 093" ~ 3° 11' 433" dan 099° 04' 063"

3° 12' 617" dan 099° 04' 037" ~ 3° 12' 067" dan 099° 09' 000"

3° 11' 367" dan 099° 09' 002" ~ 3° 09' 300" dan 099° 11' 092"

3° 09' 750" dan 099° 12' 045" ~ 3° 07' 900" dan 100° 00' 013"

3° 07' 800" dan 100° 00' 020" ~ 3° 00' 450" dan 100° 10' 052"

3° 00' 450" dan 100° 10' 052" ~ 2° 13' 400" dan 100° 16' 062"

2° 13' 317" dan 101° 00' 005" ~ 0° 13' 233" dan 103° 10' 022"

< -60 dB

< -60 dB

< -60 dB

< -60 dB

< -60 dB

< -60 dB

< -60 dB

-60 ~ -57 dB

< -60 dB

< -60 dB

-60 ~ -57 dB

< -60 dB

< -60 dB

-60 ~ -57 dB

-60 ~ -57 dB

< -60 dB

2

2

2

2

2

2

2

3

2

2

3

2

2

3

3

2

< 3

< 3

< 3

< 3

< 3

< 3

< 3

3-5

< 3

3-5

3-5

< 3

< 3

< 3

3-5

>5

2

2

2

2

2

2

2

3

2

3

3

2

2

2

3

4

4

4

4

4

4

4

4

6

4

5

6

4

4

5

6

6

Kurang

Kurang

Kurang

Kurang

Kurang

Kurang

Kurang

Sedang

Kurang

Sedang

Sedang

Kurang

Kurang

Kurang

Sedang

Sedang

Page 95: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

79

Tabel 20 Klasifikasi daerah penangkapan ikan demersal di Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Leg Posisi Indikator Bobot

Total

Klasifikasi

DPI TS (dB) Bobot Densitas (individu/m3) Bobot

1

2

3

4

5

6

7A

7B

8

9

10

11

12

13

14A

14B

0° 08' 400" dan 103° 12' 800" ~ 1° 00' 750" dan 103° 08' 433"

1° 00' 850" dan 103° 08' 367" ~ 1° 06' 217" dan 102° 10' 267"

2° 00' 433" dan 102° 13' 700" ~ 2° 02' 967" dan 101° 11' 600"

2° 02' 967" dan 101° 11' 600" ~ 2° 05' 600" dan 101° 09' 233"

2° 05' 650" dan 101° 09' 183" ~ 2° 08' 500" dan 101° 06' 600"

2° 08' 500" dan 101° 06' 600" ~ 2° 09' 983" dan 101° 04' 600"

2° 10' 050" dan 101° 04' 483" ~ 2° 13' 033" dan 101° 00' 333"

3° 15' 850" dan 100° 08' 008" ~ 3° 15' 317" dan 098° 13' 042"

3° 14' 333" dan 098° 12' 040" ~ 4° 02' 083" dan 099° 00' 083"

4° 03' 100" dan 099° 00' 093" ~ 3° 11' 433" dan 099° 04' 063"

3° 12' 617" dan 099° 04' 037" ~ 3° 12' 067" dan 099° 09' 000"

3° 11' 367" dan 099° 09' 002" ~ 3° 09' 300" dan 099° 11' 092"

3° 09' 750" dan 099° 12' 045" ~ 3° 07' 900" dan 100° 00' 013"

3° 07' 800" dan 100° 00' 020" ~ 3° 00' 450" dan 100° 10' 052"

3° 00' 450" dan 100° 10' 052" ~ 2° 13' 400" dan 100° 16' 062"

2° 13' 317" dan 101° 00' 005" ~ 0° 13' 233" dan 103° 10' 022"

< -60 dB

< -60 dB

> -57 dB

-60 ~ -57 dB

< -60 dB

-60 ~ -57 dB

-60 ~ -57 dB

-60 ~ -57 dB

< -60 dB

-60 ~ -57 dB

-60 ~ -57 dB

< -60 dB

> -57 dB

> -57 dB

< -60 dB

< -60 dB

2

2

4

3

2

3

3

3

2

3

3

2

4

4

2

2

< 3

> 5

< 3

3-5

3-5

< 3

3-5

< 3

> 5

< 3

< 3

3-5

< 3

< 3

< 3

< 3

2

3

2

3

3

2

3

2

4

2

2

3

2

2

2

2

4

5

6

6

5

5

6

5

6

5

5

5

6

6

4

4

Kurang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Kurang

Kurang

Page 96: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

80

Gambar 28 Peta daerah penangkapan ikan di Selat Malaka pada bulan Juni 2008.

Page 97: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

81

5.2 Pembahasan

5.2.1 Hubungan target strength dan ukuran ikan

Dugaan panjang rata-rata ikan demersal dari data hidroakustik split beam

echosounder diperoleh dengan menggunakan formula Foote (1987). Pemilihan

formula Foote (1987) didasarkan pada nilai normalisasi TS (A) dalam persamaan

umum, hubungan antara TS dengan panjang ikan (L), yaitu TS = 20 Log(L) + A.

Menurut Foote (1987) in Arnaya (1991), persamaan ini dapat menjelaskan

mengenai gambaran kasar dari ukuran ikan. Hubungan nilai TS dengan panjang

ikan (L) dapat berbeda-beda sesuai dengan jenis ikan. Umumnya untuk ikan yang

memiliki gelembung renang tertutup (physoclist) mempunyai nilai A sebesar -67,5

dB, ikan dengan gelembung renang terbuka (physostomes) mempunyai nilai A

sebesar -71,9 dB dan ikan tanpa gelembung renang (bladderless fish) sebesar -

80,0 dB (Foote, 1987 in Arnaya, 1991). Jenis ikan hasil tangkapan trawl pada saat

survei akustik umumnya memiliki gelembung renang tertutup (physoclist). Hasil

tangkapan trawl yang diperoleh dalam penelitian ini sebagian besar ikan-ikan

demersal (91,14%), sedangkan ikan pelagis hanya (8,86%) dari total hasil

tangkapan selama survei, sehingga hasil tangkapan ikan pelagis tidak dilakukan

pengukuran panjang untuk verifikasi dengan data hidroakustik.

Nilai TS ikan pelagis di lokasi penelitian, pada transek siang maupun malam

hari cenderung meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Kecenderungan

meningkatnya nilai TS dengan meningkatnya kedalaman perairan disebabkan oleh

meningkatnya ukuran ikan. Hal demikian menandakan bahwa ikan-ikan yang

berukuran lebih kecil menyebar di bagian lapisan permukaan, sedangkan ikan

yang berukuran lebih besar menyebar di lapisan perairan yang lebih dalam.

Keberadaan ikan-ikan pelagis tersebut berkaitan dengan pola tingkah laku makan

ikan sebagaimana diutarakan oleh Nelson dan Dark (1986), bahwa ikan-ikan yang

lebih kecil umumnya memangsa plankton di lapisan permukaan, sedangkan ikan-

ikan yang lebih besar mencari makan tidak hanya terbatas di lapisan permukaan

dan kolom perairan, tetapi juga mencari mangsa lain yang berada di lapisan

perairan yang lebih dalam.

Nilai TS ikan pelagis yang terdeteksi pada transek siang hari terkonsentrasi

pada strata kedalaman 4-14 meter, sedangkan pada transek malam hari

Page 98: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

82

terkonsentrasi pada strata kedalaman 54-74 meter. Kisaran penyebaran nilai TS

pada transek malam hari lebih tebal dibandingkan dengan siang hari, hal ini

dipengaruhi oleh perubahan tingkah laku ikan pada periode terang dan gelap,

sebagaimana dikemukakan oleh Laevastu dan Hayes (1981), bahwa pada waktu

siang hari ikan pelagis cenderung bergerombol di permukaan, sedangkan pada

malam hari mereka lebih menyebar secara merata/homogen di kolom perairan.

Nilai TS ikan yang lebih besar di strata kedalaman 94-104 meter pada waktu

malam hari, diduga merupakan nilai TS dari ikan demersal, dimana tingkah laku

makan ikan demersal pada waktu malam hari menyebar merata pada lapisan

kolom perairan (midwater), sedangkan pada siang hari umumnya berkumpul di

dasar perairan (Burczynski et al., 1987).

Berdasarkan pola penyebaran nilai TS ikan pelagis secara vertikal tersebut

di atas dapat dihubungkan dengan potensi keberadaan sumberdaya ikan yang

potensial dalam operasi penangkapan ikan. Siang hari ikan-ikan pelagis lebih

terkonsentarsi pada lapisan permukaan sehingga pengoperasian alat tangkap dapat

dilakukan dengan baik pada lapisan tersebut seperti jenis alat tangkap pukat cincin

(purse seine). Malam hari ikan pelagis terkonsentrasi pada lapisan kolom perairan

(54-74 meter) bersama dengan ikan demersal yang melakukan aktivitas pada

malam hari, sehimgga alat tangkap sangat baik dioperasikan pada kedalaman

tersebut.

Secara horizontal penyebaran nilai TS ikan pelagis dari Perairan Kepulauan

Riau (bagian tenggara Selat Malaka) ke arah Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan (bagian barat laut Selat Malaka) cenderung meningkat. Hal ini berarti

bahwa rata-rata ukuran ikan pelagis di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan lebih besar dibandingkan dengan Perairan Kepulauan Riau. Keadaan ini

sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan yang berbeda di kedua wilayah tersebut.

Perairan Kepulauan Riau termasuk perairan dangkal, sedangkan Perairan Tanjung

Balai Asahan dan Belawan merupakan perairan dalam yang berbatasan langsung

dengan Laut Andaman. Selain itu Maclennan et al, (1990) menyatakan bahwa

perubahan variasi nilai TS mungkin disebabkan oleh perubahan nilai distribusi

secara horizontal oleh ikan itu sendiri.

Page 99: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

83

Nilai TS rata-rata ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau lebih kecil

dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Perbedaan ini

dipengaruhi oleh kedalaman perairan di kedua lokasi tersebut, dimana Perairan

Kepulauan Riau termasuk perairan dangkal, sedangkan Perairan Tanjung Balai

Asahan dan Belawan merupakan perairan yang lebih dalam. Hal demikian

menunjukan bahwa nilai TS ikan demersal yang lebih kecil cenderung berada

pada perairan dangkal atau mendekati pantai, sebaliknya nilai TS yang lebih besar

cenderung berada di perairan yang lebih dalam atau menjauhi pantai, sebagaimana

dikemukakan oleh Pujiyati (2008), bahwa nilai TS ikan demersal akan semakin

besar dengan bertambahnya kedalaman perairan. Selain hal tersebut di atas

perbedaan nilai TS ikan demersal juga dipengaruhi oleh jenis ikan di Perairan

Kepulauan Riau berbeda dengan jenis ikan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan. Habitat ikan demersal yang berada di dekat dasar perairan

mengakibatkan koreksi hasil deteksi akustik terhadap ikan demersal memerlukan

ketelitian yang tinggi agar echo dari ikan demersal tidak bercampur dengan echo

yang berasal dari dasar perairan. Hal ini dapat dilakukan dengan menghilangkan

echo yang bersasal dari dasar perairan melalui koreksi bottom noise pada saat

analisis data ikan demersal.

Berdasarkan data hidroakustik split beam echosounder diperoleh dugaan

panjang rata-rata ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau sebesar 25,12 cm dan

panjang rata-rata hasil tangkapan trawl sebesar 22,82 cm, sedangkan di Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan dugaan panjang rata-rata ikan demersal hasil

deteksi hidroakustik sebesar 25,59 cm dan panjang rata-rata hasil tangkapan trawl

sebesar 23,18 cm. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh metode pengambilan

contoh, sistem pengoperasian alat tangkap (trawl) dan pengoperasian transducer

di bawah permukaan laut. Pengambilan contoh TS sulit dilakukan secara

bersamaan dengan proses penangkapan, karena pengoperasian trawl hanya

dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja dan terbatas pada perairan dengan

kedalaman maksimal 60 meter, sedangkan deteksi hidroakustik dilakukan sampai

pada dasar perairan sepanjang jalur pelayaran. Hal demikian mengakibatkan ikan

yang terdeteksi pada perairan yang memiliki kedalaman lebih dari 60 meter tidak

Page 100: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

84

ikut tertangkap oleh trawl, sehingga data hasil tangkapan trawl yang ada tidak

mewakili seluruh data hasil deteksi dari hidroakustik split beam echosounder.

Pengoperasian transducer di bawah permukaan laut yang mencapai

kedalaman sampai 1,5 meter dari lunas kapal, dimana badan kapal yang trendam

air ±2,5 meter, sehingga total lapisan perairan yang dapat terdeteksi oleh pancaran

beam akustik secara vertikal mulai dari kedalaman 4 meter. Hal demikian

mengakibatkan ikan-ikan yang berada pada lapisan kedalaman 0-4 meter tidak

terdeteksi oleh transducer.

5.2.2 Densitas dan penyebaran ikan

Densitas dan penyebaran ikan pelagis baik pada transek siang maupun

malam hari cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman. Tingginya

densitas ikan pada lapisan permukaan, disebabkan karena ikan cenderung mencari

tempat dengan fluktuasi yang rendah sehingga tidak memerlukan usaha yang berat

untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Densitas ikan pelagis pada transek

siang dan malam hari mulai dari kedalaman 14 meter sampai 104 meter

mengalami perubahan nilai yang relatif sama, akan tetapi pada lapisan permukaan

(strata kedalaman 4-14 meter), densitas ikan pelagis yang terdeteksi pada siang

hari lebih besar dibandingkan dengan malam hari. Perbedaan nilai densitas ini

disebabkan oleh aktivitas ikan yang berbeda pada waktu siang dan malam hari.

Pola tingkah laku ikan pelagis terhadap periode terang dan gelap telah

dikemukakan oleh Laevestu dan Hayes (1981), bahwa pada waktu siang hari ikan

pelagis cenderung bergerombol di permukaan, sedangkan pada malam hari

mereka lebih menyebar secara merata/homogen di kolom perairan. Keadaan

tersebut mengakibatkan konsentrasi penyebaran ikan pelagis di lapisan permukaan

pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari.

Densitas ikan pelagis tertinggi di Perairan Kepulauan Riau terkonsentrasi

pada kedalaman 4-54 meter, sedangkan Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan terkonsentrasi pada strata kedalaman 4-14 meter. Secara horizontal

penyebaran densitas ikan pelagis dari Perairan Kepulauan Riau (bagian tenggara

Selat Malaka) ke arah Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan (bagian barat

laut Selat Malaka) cenderung menurun dengan perbedaan yang cukup tinggi

sekitar 8,46 individu/m3. Perbedaan densitas ini dipengaruhi oleh kesuburan

Page 101: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

85

Perairan Kepulauan Riau lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Tanjung

Balai Asahan dan Belawan, sesuai dengan hasil penelitian BRPL (2004),

disebutkan bahwa penyebaran kandungan oksigen terlarut dari barat laut ke arah

tenggara Perairan Selat Malaka semakin meningkat dan keberadaan fitoplankton

serta zooplakton lebih tinggi di Perairan Kepulauan Riau daripada Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan, tetapi di Perairan Belawan pada bagian yang

mengarah ke Laut Andaman memiliki tingkat kesuburan perairan dominan tinggi

dibandingkan dengan lokasi lainnya di wilayah ini. Keadaan tersebut

mengakibatkan konsentrasi ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau rata-rata

lebih tinggi dibandingkan dengan perairan Belawan.

Densitas ikan pelagis pada strata kedalaman 4-14 meter di Perairan Tanjung

Balai Asahan dan Belawan lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Kepulauan

Riau. Hal ini menunjukan bahwa pada saat survei hidroakustik di Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan pada strata kedalaman 4-14 meter terdapat

kelompok ikan pelagis dalam jumlah yang banyak dengan volume perairan yang

kecil karena bentuk pancaran beam yang berbentuk kerucut pada bagian atas.

Densitas ikan pelagis pada lapisan kedalaman 24-54 meter di Perairan Kepulauan

Riau lebih tinggi dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan perairan yang tinggi

di Kepulauan Riau pada lapisan kedalaman tersebut (BRPL, 2004) dan jenis ikan

pelagis di Perairan Kepulauan Riau berbeda dengan jenis ikan pelagis yang ada di

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan.

Berdasarkan nilai densitas dan penyebaran ikan pelagis sebagaimana

disebutkan di atas, maka dapat dihubungkan dengan metode operasional

penangkapan ikan yang dilakukan untuk mendapatkan lokasi atau daerah

penangkapan ikan yang baik berkaitan dengan keberadaan sumberdaya ikan

sebagai target utama dalam kegiatan penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan

yang baik di Perairan Kepulauan Riau berdasarkan hal tersebut di atas adalah pada

lapisan kedalaman perairan 24-54 meter, sedangkan di Perairan Tanjung Balai

Asahan dan Belawan berada pada lapisan kedalaman 4-14 meter. Jenis alat

tangkap yang dapat dioperasikan pada kedalaman perairan tersebut adalah purse

seine dan pancing.

Page 102: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

86

Densitas ikan demersal di Perairan Kepulauan Riau rata-rata lebih tinggi

dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, tetapi pada

leg 8 yang berlokasi di Perairan Belawan densitas ikan demersal yang terdeteksi

lebih tinggi dibandingkan dengan 13 leg lainya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh

kesuburan perairan pada lokasi tersebut, sesuai dengan hasil pengamatan yang

dilakukan oleh BRPL (2004), disebutkan bahwa wilayah yang berlokasi di

Perairan Belawan bagian yang mengarah ke Laut Andaman memiliki kesuburan

perairan dominan tinggi dibandingkan lokasi lainnya di wilayah ini. Selain hal

tersebut di atas perbedaan densitas ikan juga dipengaruhi oleh jenis ikan demersal

di Perairan Kepulauan Riau berbeda dengan jenis ikan demersal yang ada di

Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan. Jenis ikan demersal di Perairan

Kepulauan Riau didominasi oleh jenis ikan-ikan yang lebih kecil dari family

Scianidae, sedangkan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan didominasi

oleh ikan-ikan demersal yang lebih besar dari family Mullidae.

Penyebaran densitas ikan demersal di daerah penelitian menunjukan

penurunan kepadatan dengan bertambahnya kedalaman perairan. Ikan demersal di

Perairan Kepulauan Riau tersebar pada kedalaman 20-60 meter. Nilai densitas

ikan demersal tertinggi terkonsentrasi di sekitar perairan dangkal (Perairan Pulau

Karimun Besar, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat) sedangkan nilai densitas

rendah terdapat pada perairan yang lebih dalam (Perairan Tanjung Balai Asahan).

Menurut Pujiyati (2008), penyebaran densitas ikan demersal di perairan dangkal

relatif tinggi, sedangkan di perairan dalam lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut

di atas keberadaan ikan-ikan demersal dapat dihubunganya dengan metode operasi

penangkapan ikan untuk mendapat daerah penangkapan ikan yang baik berkaitan

dengan keberadaan ikan demersal. Daerah penangkapan ikan demersal yang baik

di wilayah penelitian berada pada perairan dangkal dan jenis alat tangkap yang

dapat dioperasikan pada wilayah tersebut adalah gillnet, dan jaring dasar lainnya.

5.2.3 Faktor oseanografi yang mempengaruhi ukuran dan densitas ikan

Suhu perairan di Selat Malaka pada umumnya menurun dengan

bertambahnya kedalaman, sebaliknya salinitas meningkat dengan bertambahnya

kedalaman perairan. Kondisi lingkungan perairan sangat mempengaruhi pola

kehidupan organisme yang ada di dalamnya, termasuk ikan. Suhu dan salinitas di

Page 103: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

87

Perairan Kepulauan Riau relatif rendah (rata-rata 29,76°C dan 29,69 psu)

dibandingkan dengan Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan (rata-rata

29,70°C dan 32,11 psu). Kisaran suhu dan salinitas ini masih dapat ditoleransi

oleh ikan untuk kelangsungan hidupnya, seperti diutarakan oleh Laevestu dan

Hayes, (1981), bahwa lingkungan perairan yang disukai oleh ikan pelagis adalah

perairan yang masih mendapatkan sinar matahari (eufotik) dengan kisaran suhu

antara 28-30°C. Perbedaan suhu dan salinitas di kedua perairan tersebut sangat

dipengaruhi oleh letak geografis masing-masing daerah. Perairan Kepulauan Riau

merupakan perairan dangkal terletak di tenggara Selat Malaka yang merupakan

bagian sempit dari selat ini, sedangkan Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan merupakan perairan yang lebih dalam terletak di barat laut Selat Malaka

dan merupakan bagian yang lebar dari selat ini.

Berdasarkan nilai TS, baik ikan pelagis maupun ikan demersal tampak

bahwa semakin bertambahnya kedalaman perairan maka nilai TS cenderung

meningkat. Hasil deteksi hidroakustik dan hasil tangkapan trawl menunjukan

bahwa, ukuran ikan yang ada di Perairan Kepulaun Riau sebagian besar berukuran

kecil, sedangkan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan umumnya

berukuran besar. Hal ini berarti bahwa ikan-ikan yang berada pada lokasi perairan

dangkal memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan yang berada di

perairan yang lebih dalam. Kondisi ini juga menjelaskan bahwa ikan-ikan yang

berukuran kecil selalu mencari makan di lapisan permukaan dan perairan dangkal

yang memiliki suhu relatif hangat dan salinitas rendah, sebaliknya ikan yang

berukuran besar mencari makan pada lapisan perairan yang lebih dalam dengan

suhu rendah dan salinitis relatif tinggi.

Densitas ikan mempunyai penyebaran yang berbeda dengan TS, yaitu

semakin bertambahnya kedalaman perairan maka nilai densitas ikan semakin

rendah. Hal ini menunjukan bahwa densitas ikan lebih padat pada lapisan

permukaan dan bagian perairan dangkal dan mulai menurun pada perairan yang

lebih dalam. Densitas ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau paling tinggi

terdapat pada kedalaman 24-54 berbeda dengan Perairan Tanjung Balai Asahan

dan Belawan yang memiliki kepadatan densitas ikan pelagis tertinggi pada strata

kedalaman 4-14 meter. Suhu di Perairan Kepulauan Riau pada lapisan kedalaman

Page 104: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

88

dengan kepadatan densitas ikan tertinggi tersebut berkisar antara 29,53-29,64°C

dan salinitas 29,87-29,89 psu. Kondisi demikian menunjukan bahwa ikan

berusaha mencari lapisan perairan dimana mereka masih mampu untuk

beradaptasi dengan perubahan suhu dan salinitas perairan, sebagaimana

diutarakan oleh Laevastu dan Hayes (1981), bahwa perubahan suhu perairan yang

sangat kecil (0,03°C) saja dapat menyebabkan perubahan densitas ikan.

Kepadatan densitas ikan pelagis tertinggi, baik di Perairan Kepulauan Riau

maupun di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan terkonsentrasi pada

lapisan kedalaman 4 meter sampai 54 meter, dengan suhu berkisar antara 29,24-

29,76°C dan salinitas 29,69-33,06 psu. Hal ini disebabkan karena pada lapisan

kedalaman tersebut mendapatkan masukan sinar matahari (eufotik) yang cukup

untuk fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan

oksigen sebagai sumber kehidupan organisme laut terutama ikan.

Densitas ikan demersal di Selat Malaka umumnya tinggi di perairan dangkal

dan rendah pada perairan yang lebih dalam. Suhu dan salinitas di selat ini pada

bagian dasar perairan rata-rata berkisar antara 29,24-29,53°C dan 29,89-33,07

psu. Kondisi lingkungan tersebut masih dapat ditoleransi oleh ikan demersal

sebagai lingkungan hidupnya, sebagaimana diutarakan oleh Widodo in Affandi

(1998), bahwa salinitas optimum bagi ikan demersal sekitar 33 psu. Umumnya

ikan demersal tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi suhu maupun salinitas. Ikan

demersal tidak akan melakukan ruaya hanya karena perubahan fluktuasi suhu dan

salinitas, akan tetapi ikan demersal lebih dipengaruhi oleh kondisi substrat yang

berpengaruh terhadap ketersediaan makanan (Okonski in Gunarso, 1985).

Penyebaran densitas ikan pelagis dan demersal di Selat Malaka secara

horizontal dari barat laut (Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan) ke arah

tenggara (Perairan Kepulauan Riau) cenderung semakin meningkat. Perbedaan

densitas ikan tersebut, juga dipengaruhi oleh pola arus yang terjadi di selat ini.

Pola dan sirkulasi massa air dominan yang bergerak ke arah barat laut Selat

Malaka merupakan arus permukaan yang berasal dari Samudera Pasifik melalui

Laut Cina Selatan pada dua musim yang berbeda, walaupun demikian pada musim

timur, massa air yang bergerak dari Samudera Hindia masuk ke Selat Malaka

melalui Laut Andaman (Wyrtki, 1961). Dua massa air tersebut mempunyai

Page 105: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

89

karakteristik yang berbeda berupa suhu, salinitas dan zat-zat hara yang terkandung

di dalamnya, karena wilayah perairan yang dilewatinya berbeda. Kondisi

demikian menyebabkan sumberdaya ikan yang ada di dalamnya juga akan

berbeda, baik densitas, jenis maupun pola penyebarannya (Simbolon, 1996).

5.2.4 Penyebaran daerah penangkapan ikan

Daerah penangkapan ikan (DPI) di Selat Malaka pada bulan Juni 2008

tersebar di 14 leg transek akustik dari Perairan Kepulauan Riau (bagian tenggara

Selat Malaka) sampai Tanjung Balai Asahan dan Belawan (bagian barat laut Selat

Malaka). Daerah penangkapan ikan pelagis (DPI sedang) di Perairan Kepulauan

Riau terletak di bagian timur Perairan Pulau Bengkalis dan utara Pulau Rupat

yang menyebar pada kedalaman 24-54 meter. Penyebaran ikan pelagis pada

kedalaman tersebut bila dihubungkan dengan kegiatan operasional penangkapan

ikan, maka alat tangkap yang baik untuk dioperasikan adalah gillnet, jaring apung

dan pancing. Lokasi DPI ini berjarak kurang dari 12 mil dari garis pantai dan

merupakan daerah penangkapan ikan yang selama ini menjadi wilayah operasi

penangkapan yang dilakukan oleh nelayan setempat (BRPL, 2004). Wilayah

perairan yang termasuk DPI pelagis kurang potensial berada pada kedalaman 4-24

meter, menyebar di Perairan Pulau Karimun Besar, Pulau Panjang dan sekitar

Perairan Pulau Rupat. Wilayah ini tidak baik dilakukan kegiatan penangkapan

ikan karena sumberdaya ikan yang ada masih belum layak tangkap.

Daerah penangkapan ikan pelagis di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan yang memiliki potensi sedang, menyebar di bagian utara dan barat laut

Tanjung Balai Asahan yang berada pada kedalaman 4-14 meter dan 54-74 meter.

Alat tangkap yang bisa dioperasikan di wilayah perairan ini adalah purse seine,

pancing, gillnet dan jaring apung lainnya. Lokasi ini dapat dijangkau oleh nelayan

setempat karena jaraknya lebih dekat dengan pantai dan tidak memerlukan kapal

yang berukuran lebih besar. Daerah penangkapan ikan pelagis kurang potensial di

Perairan Tanjung Balai asahan dan Belawan menyebar di bagian barat laut

Perairan Tanjung Balai Asahan, berada pada kedalaman 14-54 meter. Kondisi

demikian sangat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

nelayan yang tinggal di pesisir Tanjung Balai Asahan, sehingga mereka harus

Page 106: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

90

melakukan penangkapan ikan di daerah yang lebih jauh, yaitu sekitar Perairan

Pulau Berhala dan Pulau Panipahan (BRPL, 2004).

Daerah Penangkapan ikan demersal (DPI sedang) menyebar di Perairan

Pulau Berhala dan Pulau Pandan yang terletak di bagian barat laut Selat Malaka,

jaraknya kurang dari 12 mil dari garis pantai. Perairan Pulau Berhala merupakan

fishing ground dari alat tangkap pukat apung, purse seine dan lampara dasar.

Wilayah perairan ini merupakan penyebaran ikan-ikan demersal, seperti kurisi,

kuniran dan tigawaja, berada pada kedalaman 30-50 meter.

Perairan Kepulauan Riau didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran lebih

kecil dan masih tergolong DPI kurang potensial, sedangkan Perairan Tanjung

Balai Asahan dan Belawan memiliki sumberdaya ikan yang tergolong DPI

sedang, untuk dikelolah dan dimanfaatkan dengan baik tanpa merusak

lingkungannya dan keberlanjutan sumberdaya ikan tersebut. Kegiatan

penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Perairan Selat

Malaka secara terus menerus mengakibatkan potensi sumberdaya perikanan di

wilayah ini semakin menurun. Selain hal tersebut, pencemaran lingkungan di

wilayah perairan ini juga sangat mempengaruhi kondisi perikanan di dalamnya

terutama di sekitar Perairan Kepulauan Riau. Wilayah ini sangat rentan terhadap

pencemaran lingkungan karena adanya lalu lintas kapal-kapal komersial yang

padat dan limbah masyarakat yang masuk ke laut melalui aliran sungai.

Page 107: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

91

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1) Berdasarkan nilai target strength (TS) yang terdeteksi, ikan yang berukuran

lebih kecil cenderung menyebar pada lapisan permukaan dan perairan

dangkal, sedangkan ikan yang berukuran besar menyebar di lapisan perairan

yang lebih dalam. Penyebaran nilai TS ikan dari bagian tenggara Selat

Malaka (Perairan Kepulauan Riau) ke arah barat laut Selat Malaka (Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan) cenderung semakin besar.

2) Nilai densitas ikan pelagis pada transek siang hari berkisar antara 0,14-30,76

individu/m3, sedangkan pada transek malam hari berkisar antara 0,14-14,74

individu/m3. Nilai densitas ikan pelagis yang terdeteksi di Perairan Kepulauan

Riau berkisar antara 1,85-32,50 individu/m3 dan ikan demersal berkisar antara

0,13-96,88 individu/m3, sedangkan di Perairan Tanjung Balai Asahan dan

Belawan nilai densitas ikan pelagis sebesar 0,14-30,76 individu/m3 dan ikan

demersal sebesar 0,14-109,27 individu/m3.

3) Penyebaran densitas ikan pelagis secara horizontal dari kedalaman 4-104

meter menunjukan bahwa densitas ikan lebih tinggi pada lapisan permukaan

dan lebih rendah pada perairan yang lebih dalam. Densitas ikan yang

terdeteksi pada transek siang hari relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

transek malam hari terutama pada lapisan permukaan.

4) Penyebaran densitas ikan pelagis dan demersal secara horizontal dari bagian

tenggara Selat Malaka (Perairan Kepulauan Riau) ke arah barat laut Selat

Malaka (Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan) cenderung semakin

rendah. Densitas ikan pelagis di Perairan Kepulauan Riau terkonsentrasi pada

strata kedalaman 24-34 meter, sedangkan di Perairan Tanjung Balai Asahan

dan Belawan lebih terkonsentrasi pada strata kedalaman 4-14 meter.

5) Peta daerah penangkapan ikan (DPI) baik pelagis maupun demersal di Selat

Malaka pada bulan Juni 2008 terdiri dari DPI sedang dan kurang potensial,

yang menyebar di Perairan Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Asahan-

Belawan.

Page 108: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

92

6.2 Saran

Saran dari penelitian ini antara lain:

1) Frekuensi pengoperasian trawl sebaiknya ditingkatkan supaya hasil tangkapan

sebagai data verfikasi dapat mewakili ukuran dan jenis ikan yang terdeteksi

oleh split beam echosounder.

2) Analisis hasil tangkapan perlu dilakukan terhadap semua jenis ikan yang

tertangkap terutama ikan pelagis sebagai verifikasi data dari hasil deteksi

hidroakustik.

3) Pengamatan faktor oseanografi sebaiknya dilakukan di semua lapisan

kedalaman, agar diketahui hubungan yang lebih pasti antara kondisi perairan

dengan kelimpahan dan penyebaran sumberdaya ikan di dalamnya.

4) Melihat kondisi sumberdaya ikan di Selat Malaka yang masih tergolong

sedang dan kurang potensial maka perlu dikurangi intensitas kegiatan

penangkapan ikan untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya

perikanan di wilayah tersebut.

5) Perlu dilakukan penelitian secara berkala untuk mengetahui pola penyebaran

ikan pada setiap musim agar dapat menentukan daerah penangkapan ikan

yang baik dalam kegiatan operasional penangkapan ikan.

Page 109: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

93

DAFTAR PUSTAKA

Aliňo, P. M. 2001. The South China Sea-Revisiting The Large Marine Ecosystem

Approach. The Marine Science Institute University of the Philippines Diliman 1101 Quezon City Philippines. 15 p.

Aoyama, T.1973. The Demersal Fish Stocks and Fisheries of The South China

Sea. SCS/EV/73/3, FAO. Rome. Hal. 124-136.

Arnaya, I. N. 1991. Akustik Kelautan. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi.

Bogor: Institut Pertanian Bogor. 86 hlm. Atmaja, S. B., E. S. Wiyono dan D. Nugroho. 2001. Karakteristik Sumber Daya

Ikan Pelagis Kecil di Laut Cina Selatan dan Perkembangan Eksploitasinya. Buletin PSP. Vol. X. No. 1. Hal. 51-64.

Atmaja, S. B., Nugroho, D. Suwarsono, Hariati, T. Mahisworo, 2003. Pengkajian

Stok Ikan di WPP Laut Jawa. Prosiding Forum Pengkajian Stok Ikan Laut

2003 (WPP: Samudra Hindia, Laut Arafura, Laut Cina Selatan dan Laut Jawa). Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan

Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal. 67-88. Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 97

hlm. Boer, M., K. A. Aziz., J. Widodo., A. Djamali., A. Ghofar dan R. Kurnia. 2001.

Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Bogor: Direktorat Riset dan Eksplorasi Sumberdaya

Hayati, Direktorat Jenderal Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan. Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut. PKSPL Institut Pertanian Bogor. 58p.

[BRPL DKP] Badan Riset Perikanan Laut Departemen Kelautan dan Perikanan.

2004. Penelitian Kompetitif Selat Malaka 2003-2009. Jakarta: BRPL DKP. Burczynski, J. 1979. Introduction to the use of sonar system for estimating fish

biomass. FAO Fisheries Technical Paper.No. 191.89 pp.

Burczynski, J. and R. L Johnson. 1986. Application of Dual Beam Acoustics Survey Techniques to Limnetic Popolation of Juvenile Sockeye Salmon (Oncorhynchusnerka). Can. Journal Fish.Aquat. Sci. 43: 1776-1788.

Burczynski, J., Paul H. Michaletz, and Gary Marrone. 1987. Hydroacoustics

Assessment Techniques of The Abundance and Distribution of Rainbow Smelt in Lake Oahe. Journal of Fisheries Management 7: 106-116.

Clay, C. S. 1990. Status of Fisheries Acoustics Theory and Technique.Rapp. P-V Reun. Int. Explor. Mer, 189: 50-53.

Page 110: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

94

Cly, C. S. and Madwin, H. 1977. Acoustical Oceanography. Jhon Wiley & Sons.

New York. USA. 712 pp.

[DKP-LIPI] Departemen Kelautan dan Perikanan-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Jakarta: DKP LIPI. 125 hlm.

Dwiponggo, A. Badaruddin, D. Nugroho dan S. Yono. 1989. Potensi dan

Penyebaran Sumberdaya Ikan Demersal. Jakarta: Dirjen Perikanan, Pustlitbang Oseanologi. Deptan.

FAO. 1990. Petunjuk Praktis bagi Nelayan. Alih Bahasa: Prodo, J. dan Dremiere, P. Y. 1996. Edisi ke-2. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan.

Foote, K. G. 1987. Fish Target For Use in Echo Integrator Surveyes. J. Acoust.

Soc. Am. 82 (3) : 981-987.

Furusawa, M. 1988. Prolate Spheroidal Models for Predicting General Trends of

Fish Target Strength. J. Acoust. Soc. Japan. E, 9, 13-24. Gullad, J. A., 1983. Fish Stock Assessament A Manual of Basic Methods.

FAO/Wiky Series on Food and Agriculture.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Tehnik Penangkapan. Diktat Kuliah Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

HUANG Qi-Zhou, WANG Wen-Zhi, Y. S. LI dan C. W. LI. 1994.Current

Characteristics of South China Sea Oceanoology of China Sea. Vol.1. Edited by: Zhou Di, Liang Yuan-Bo and Zeng Cheng-Kui. Kluwer Academic Publisher.

Hutabarat, S. dan Stewart M. E. 2000. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI. Press.

Johannesson, K. A. dan R. B. Mitson. 1983. Fisheries Acoustic: A Practical

Manual for Aquatic Biomass Estimation. FAO.Fisheries Technical

Paper.Roma.viii + 249 h.

Johnson, R. L. and J. J. Burczynski. 1985. Aplication of Dual Beam Acoustic Procedures to Estimate Limnetic Juvenile Sockeye Salmon. Progres Report 41. New West Minster, B.C., Canada. 34p.

[DKP RI] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 01/MEN/2009 tentang

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta: DKP. Kurusawa, H. 2002. Marine Palynological Recorders in the South China Sea

Over the Last 44 kry. Disertation. Der Cristian-Albrechts-Universitat. Kiel. 145. P.

Page 111: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

95

Khemakorn, P. 2006. Sustainable Management of Pelagic Fisheries in the South China Sea Region. United Nations-The Nippon Foundation Fellow. New

York. 86. P. Laevastu, T. dan M. L. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology.

Fishing News Books Ltd.Farnham.xiv + 199 h.

Love, R. H. 1977.Target Strength of an Individual Fish at any Aspect . J. Acousti. Soc. Am, (62): 1397-1403.

Lurton, X. 2002. An Introduction to Underwater Acoustics: Principles and Applications. Institut Francais de Recherche pour I’Exploitation de la mer

(IFREMER) Plouzane. France. MacLennan, D. N. and E. J. Simmonds. 1992. Fisheries Acoustics. First

Edition.Chapman and Hall. New York. 325p.

MacLennan, D. N. and E. J. Simmonds. 2005. Fisheries Acoustics. 2nd Edition. Blackwell Science. Oxford. UK. 437p.

Masrikat, J. A. N. 2009. Kajian Standing Stock Ikan Pelagis Kecil dan Demersal Serta Hubungannya Dengan Kondisi Oseanografi di Laut Cina Selatan

Perairan Indonesia. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mitson, R. B. 1983. Acoustic Detection and Estimation of Fish Near The Sea Bed and Surface. FAO Fish. Rep. (300). Rome 27-34p.

Mustafa, M. A. 2004. Pendugaan Nilai dan Distribusi Spasial Densitas Ikan

dengan Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam Acoustic System) di Laut

Arafura pada bulan Oktober 2003. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nainggolan, C. 1993. Study of Acoustical Method For Fish Stock Assesment, In

Situ Measurement Beam Echosounder. Graduate School of Fiheries, Tokyo

University of Fisheries.

Naken, O. and K. Olsen. 1977. Target Strength of Fish. Rapp. P-V Renn. Cond int. Explor. Mer., pp. 82-91.

Nasution. R. M. H. 2004. Daerah Penangkapan Ikan. Makalah Pribadi Falsafa Sains (PPS 702).

Nelson, O. M. and Thomas A. Dark. 1986. The Distribution, Abundance and

Biological Features of The Pasific Whiting Resources Based on 1877 and

1980 Research Vessel Surveys. Bulletin No. 45. INFC, Seattle, Washington. 9p.

Page 112: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

96

Nikolsky, K. V. 1963. The Ecology of Fisheries. Academic Press Inc. London and

New York.

Nomura. M. and Yamazaki. 1977. Fishing Techniques 1. Tokyo: Japan International Coorperation Agency. 25p.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. 351 hal.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh: H. M. Eidiman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. xv + 459 h.

Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh H. M.

Eidman, Koesbiono, D. G. Bengan, M. Hutomo, dan Sukarjo. Jakarta: PT Gramedia. Pusaka Utama. xv + 459h.

Pasaribu, B. dan Nainggolan, C. 1998. Pengembangan Algoritma untuk Pemetaan Sumberdaya Ikan dengan Teknologi Akustik di Perairan Laut Sunda.

[Laporan Riset RUT V]. Jakarta: Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dewan Riset Nasional.

Pauly. D., P. Martosubroto dan J. Saeger. 1996. The Mutiara 4 Surveyes in The Java and South China Seas, November 1974 to July 1976. p: 47-54. The

Fish Resourse of Western Indonesia. Ed. Pauly and Martosubroto. DGF-GT2-ICLARM.

[P2O LIPI] Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2001. Penelitian Kompetitif Selat Malaka dan Laut Cina Selatan 2001-2002.

Jakarta: P2O LIPI. [PPS Belawan] Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. 2011. Laporan Kegiatan

Operasional Tahun 2011. Belawan: PPS Belawan.

Pujiyati, S. 1996. Pendugaan Nilai Target Strength Ikan dengan Menggunakan Transducer Bim Ganda di Perairan Selat Sunda. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik untuk Melihat Klasifikasi

Tipe Substrat Dasar Perairan. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Purwandani, A. 2000. Peta Laut Indonesia: Tinjauan dari Bidang Oseanografi Skala Regional. Penelitian Pengembangan Riset Kelautan di Indonesia.

Jakarata: Badan Pengembangan dan Pengkajian Teknologi (BPPT). [Puslit LIPI] Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2003.

Penelitian Kompetitif Kalimantan Timur dan Bangka Belitung 2004-2013. Jakarta: Puslit LIPI.

Page 113: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

97

Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. New York: Meredith

Coorporation.

Rilley, J. P. dan G. Skirrov. 1995. Chemical Oceanography. Vol. 1. London: Academic Press.

Scalabrin. C. and Masse. J. 1993. Acoustic Detection of The Spatial and Temporal Distribution of Fish Shoal in The Bay of Biscay. Aquatic, Living Resourse,

6: 269 – 283. Simbolon, D. 1996. Pendugaan Densitas dan Penyebaran Ikan dengan Sistem

Akustik Bim Ganda di Selat Makasar. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Simbolon, D., Irnawati. R., Sitanggang. P. L., Ningsi. E. D., Tadjuddah. M.,

Manoppa. E. N. V., Karnan dan Mohamad. 2009. Pembentukan Daerah

Penangkapan Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

Sparre, P. dan Siebren, C.V. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku

1: Manual Pustlitbang Perikanan Jakarta. Indonesia.

Suyarso. 1997. Lingkungan Fisik Kawasan Laut Cina Selatan. Atlas Oseanografi

Laut Cina Selatan. Hal. 1-6. Jakarta: Puslitbang Oseanografi-LIPI. Syamsuddin, S. 1998. Studi Tentang Densitas Ikan Pelagis Dengan Sistem

Akustik Bim Terbagi dan Hubungan Kondisi Oseanografis di Selat Sunda. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Traynor, J. J. and Williamson, N. J. 1983.Target Strength Measurements of

Walleye Pollock (Theraga Chalcogramma) and A Simulation Study of The

Dual Beam Method. FAO Fish. Rep,. 300, 112-124.

Urick, J. R. 1967. Principles of Under Water Sound.3rd Edition. McGraw, Hill. Inc. New York.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of South Ast Asian Waters. Naga Report, Vol. 2. The University of California. Sripps Institution of

Oceanography La Jolla. California.

Page 114: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

DAFTAR LAMPIRAN

Page 115: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

99

Lampiran 1 Nilai suhu air laut (°C) tiap stasiun di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Nilai Suhu (°C) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m

1 102,35 1,35 29,25 29,24 29,22

2 102,19 1,67 30,00 29,85 29,74 29,50

3 102,12 1,80 29,62 29,61 29,60 29,57 29,57 29,54 29,50 29,47

4 10962 1,95 29,57 29,55

5 98,92 3,94 29,85 29,72

6 98,02 3,98 30,05 29,67 29,67 29,66 29,65 29,65 29,65 29,62

7 99,06 4,07 29,89 29,79 29,79 29,78 29,78 29,75

26 100,81 3,70 30,01 29,96 29,78 29,68 29,49 29,21

27 101,15 2,77 29,96 29,96 29,95 29,95 29,95 29,93

28 101,47 2,33 29,86 29,86 29,86 29,79

29 102,16 1,12 29,65 29,65 29,65 29,63 29,63 29,62 29,61 29,50

30 102,49 1,70 29,63 29,63 29,63 29,57 29,50 29,47 29,40

31 102,83 1,47 29,56 29,55 29,55 29,54 29,54 29,49

32 103,21 1,28 29,71 29,71 29,71 29,69

Minimum 29,25 29,24 29,22 29,50 29,49 29,21 29,40 29,47

Maksimum 30,05 29,96 29,95 29,95 29,95 29,93 29,65 29,62

Rata-rata 29,76 29,70 29,68 29,67 29,64 29,58 29,54 29,53

Page 116: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

100

Lampiran 2 Nilai suhu air laut (°C) tiap stasiun di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Nilai Suhu (°C) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m 45 m 50 m 55 m 60 m

8 99,14 4,13 29,92 29,72 29,72

9 99,22 3,63 30,17 29,92 29,92 29,85 29,72

10 99,28 3,69 30,12 29,95 29,92 29,88 29,59 29,34

11 99,33 3,76 29,94 30,00 29,93 29,71 29,53 29,50 29,30 29,28 29,27

12 99,42 3,82 29,51 29,60 29,57 29,56

13 99,48 3,91 29,66 29,66 29,64 29,64 29,59 29,58 29,50

14 99,55 4,00 29,69 29,67 29,67 29,64 29,59 29,56

15 99,56 3,41 29,62 29,60 29,54 29,54 29,53 29,52 29,46 29,42

16 99,48 3,91 29,61 29,61 29,56 29,54 29,53 29,52 29,42 29,40

17 99,55 4,00 29,63 29,60 29,50 29,50 29,47 29,45 29,40 29,37 29,35 29,20

18 99,56 3,41 29,44 29,51 29,55 29,54

19 99,63 3,50 29,52 29,50 29,50 29,47 29,46 29,45

20 99,71 3,56 29,60 29,51 29,51 29,51 29,47 29,44 29,44 29,43 29,42 29,35 29,25

21 99,79 3,93 30,12 29,54 29,53 29,49 29,49 29,42 29,38 29,37 29,36 29,33 29,33

22 99,86 3,69 30,05 29,55 29,48 29,45 29,42 29,38 29,33 29,33 29,33 29,32

23 99,90 3,47 29,66 29,45 29,44 29,40 29,37 29,34 29,.30 29,28 29,25 29,25 29,24 29,24

24 100,06 3,95 29,74 29,56 29,43 29,37 29,33 29,31 29,28 29,28 29,27 29,26

25 100,43 3,62 29,96 29,91 29,60 29,40 29,17 29,17 29,14 29,13 29,13

Minimum 29,44 29,45 29,43 29,37 29,17 29,17 29,14 29,13 29,13 29,20 29,24 29,24

Maksimum 30,17 30,00 29,93 29,88 29,72 29,58 29,50 29,43 29,42 29,35 29,33 29,24

Rata-rata 29,70 29,66 29,61 29,56 29,48 29,43 29,36 29,33 29,30 29,28 29,27 29,24

Page 117: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

101

Lampiran 3 Nilai Salinitas air laut (psu) tiap stasiun di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Nilai Salinitas (psu) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m

1 102,35 1,35 28,95 28,97 29,05

2 102,19 1,67 29,02 29,10 29,12 29,16

3 102,12 1,80 29,35 29,45 29,46 29,46 29,52 29,52 29,80 29,82

4 109,62 1,95 29,40 29,42

5 98,92 3,94 29,62 29,62

6 98,02 3,98 29,68 29,69 29,70 29,69 29,71 29,72 29,86 29,93

7 99,06 4,07 29,62 29,68 29,70 29,71 29,75 29,75

26 100,81 3,70 30,88 30,86 30,90 30,92 30,93 30,94

27 101,15 2,77 30,25 30,28 30,30 30,32 30,31 30,32

28 101,47 2,33 30,02 30,07 30,08 30,08

29 102,16 1,12 29,59 29,60 29,60 29,60 29,61 29,62 29,90 29,91

30 102,49 1,70 29,46 29,47 29,50 29,51 29,52 29,53 29,89

31 102,83 1,47 29,60 29,61 29,61 29,60 29,61 29,61

32 103,21 1,28 30,25 30,27 30,27 30,27

Minimum 28,95 28,97 29,05 29,16 29,52 29,52 29,80 29,82

Maksimum 30,88 30,86 30,90 30,92 30,93 30,94 29,90 29,93

Rata-rata 29,69 29,72 29,77 29,85 29,87 29,88 29,86 29,89

Page 118: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

102

Lampiran 4 Nilai Salinitas air laut (psu) tiap stasiun di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Nilai Salinitas (psu) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m 45 m 50 m 55 m 60 m

8 99,14 4,13 32,42 32,43 32,77

9 99,22 3,63 32,27 32,34 32,46 32,83 33,08

10 99,28 3,69 32,23 32,31 32,42 32,66 32,95 33,23

11 99,33 3,76 32,34 32,32 32,46 32,66 32,94 33,13 33,33 33,46 33,50

12 99,42 3,82 32,45 32,53 32,55 32,57

13 99,48 3,91 32,27 32,52 32,52 32,60 32,63 32,68 32,74

14 99,55 4,00 32,50 32,48 32,47 32,51 32,81 32,95

15 99,56 3,41 32,44 32,43 32,45 32,48 32,71 32,80 32,90 33,06

16 99,48 3,91 32,37 32,42 32,43 32,46 32,55 32,65 32,78 32,91

17 99,55 4,00 32,37 32,36 32,36 32,41 32,42 32,60 32,78 32,90 33,10 33,38

18 99,56 3,41 32,12 32,17 32,16 32,23

19 99,63 3,50 32,27 32,48 32,51 32,55 32,63 32,75

20 99,71 3,56 32,20 32,25 32,29 32,31 32,32 32,33 32,53 32,91 32,92 32,94 33,01

21 99,79 3,93 31,78 32,10 32,17 32,21 32,25 32,25 32,78 32,80 32,90 33,01 33,15

22 99,86 3,69 32,03 32,03 32,04 32,07 32,12 32,91 32,98 32,99 33,00 33,00

23 99,90 3,47 31,99 32,04 32,13 32,41 32,59 32,93 32,95 32,97 32,99 33,02 33,03 33,07

24 100,06 3,95 31,00 31,50 31,77 32,02 32,48 32,74 32,77 32,81 32,84 32,86

25 100,43 3,62 30,91 31,11 31,42 31,87 32,49 32,80 32,87 32,90 32,91

Minimum 30,91 31,11 31,42 31,87 32,12 32,25 32,53 32,80 32,84 32,86 33,01 33,07

Maksimum 32,50 32,53 32,77 32,83 33,08 33,23 33,33 33,46 33,50 33,38 33,15 33,07

Rata-rata 32,11 32,21 32,30 32,40 32,60 32,77 32,86 32,97 33,02 33,04 33,06 33,07

Page 119: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

103

Lampiran 5 Kecepatan arus air laut (m/s) tiap stasiun di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Kecepatan Arus (m/s) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m

1 102,35 1,35 0,11 0,17 0,30

2 102,19 1,67 0,67 0,53 0,42 0,47

3 102,12 1,80 0,25 0,21 0,36 0,28 0,42 0,29 0,42 0,27

4 109,62 1,95 0,56 0,41

5 98,92 3,94 0,25 0,29

6 98,02 3,98 0,74 0,74 0,65 0,52 0,53 0,38 0,42 0,26

7 99,06 4,07 0,27 0,21 0,24 0,13 0,24 0,06

26 100,81 3,70 0,35 0,33 0,30 0,36 0,36 0,45

27 101,15 2,77 0,26 0,30 0,27 0,24 0,24 0,27

28 101,47 2,33 0,08 0,24 0,36 0,42

29 102,16 1,12 0,07 0,24 0,22 0,22 0,24 0,30 0,42 0,36

30 102,49 1,70 0,09 0,32 0,42 0,45 0,59 0,53 0,45

31 102,83 1,47 0,10 0,36 0,39 0,42 0,45 0,39

32 103,21 1,28 0,21 0,24 0,27 0,17

Minimum 0,07 0,17 0,22 0,13 0,24 0,06 0,42 0,26

Maksimum 0,74 0,74 0,65 0,52 0,59 0,53 0,45 0,36

Rata-rata 0,29 0,33 0,35 0,34 0,38 0,33 0,43 0,30

Page 120: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

104

Lampiran 6 Kecepatan arus air laut (m/s) tiap stasiun di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Kecepatan Arus (m/s) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m 45 m 50 m 55 m 60 m

8 99,14 4,13 0,24 0,18 0,25

9 99,22 3,63 0,22 0,25 0,36 0,33 0,20

10 99,28 3,69 0,15 0,08 0,16 0,06 0,07 0,15

11 99,33 3,76 0,12 0,25 0,30 0,42 0,43 0,53 0,47 0,47 0,42

12 99,42 3,82 0,58 0,50 0,26 0,27

3 99,48 3,91 0,37 0,29 0,36 0,39 0,28 0,39 0,32

14 99,55 4,00 0,51 0,38 0,45 0,36 0,50 0,48

15 99,56 3,41 0,34 0,23 0,33 0,24 0,36 0,22 0,42 0,28

16 99,48 3,91 0,56 0,39 0,42 0,37 0,36 0,32 0,42 0,26

17 99,55 4,00 0,45 0,39 0,42 0,39 0,28 0,39 0,36 0,42 0,42 0,24

18 99,56 3,41 0,07 0,12 0,27 0,30

19 99,63 3,50 0,33 0,32 0,42 0,33 0,42 0,31

20 99,71 3,56 0,26 0,16 0,27 0,19 0,33 0,23 0,33 0,24 0,33 0,23 0,36

21 99,79 3,93 0,45 0,66 0,56 0,46 0,50 0,42 0,53 0,56 0,52 0,53 0,45

22 99,86 3,69 0,17 0,20 0,33 0,27 0,42 0,34 0,42 0,39 0,39 0,21

23 99,90 3,47 0,18 0,24 0,42 0,24 0,36 0,12 0,30 0,24 0,24 0,11 0,33 0,36

24 100,06 3,95 0,27 0,43 0,59 0,54 0,62 0,62 0,65 0,59 0,62 0,58

25 100,43 3,62 0,18 0,25 0,42 0,57 0,68 0,72 0,68 0,59 0,59

Minimum 0,07 0,08 0,16 0,06 0,07 0,12 0,30 0,24 0,24 0,11 0,33 0,36

Maksimum 0,58 0,66 0,59 0,57 0,68 0,72 0,68 0,59 0,62 0,58 0,45 0,36

Rata-rata 0,30 0,30 0,36 0,34 0,39 0,37 0,44 0,41 0,44 0,32 0,38 0,36

Page 121: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

105

Lampiran 7 Arah arus air laut (°) tiap stasiun di Perairan Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Arah Arus (°) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m

1 102,35 1,35 74 157 172

2 102,19 1,67 299 338 358 351

3 102,12 1,80 73 131 139 151 156 165 167 173

4 109,62 1,95 84 123

5 98,92 3,94 82 126

6 98,02 3,98 212 190 190 196 192 190 187 189

7 99,06 4,07 43 74 58 59 52 89

26 100,81 3,70 96 123 116 98 105 116

27 101,15 2,77 328 360 17 25 45 21

28 101,47 2,33 96 18 10 325

29 102,16 1,12 91 147 106 126 168 155 155 152

30 102,49 1,70 255 190 187 177 174 181 192

31 102,83 1,47 145 191 196 203 224 224

32 103,21 1,28 122 168 214 215

Minimum 43 18 10 25 45 21 155 152

Maksimum 328 360 358 351 224 224 192 189

Rata-rata 143 167 147 175 139 143 175 171

Page 122: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

106

Lampiran 8 Arah arus air laut (°) tiap stasiun di Perairan Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

Stasiun Posisi Arah Arus (°) Berdasarkan Strata Kedalaman

Longitude Latitude 0 m 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m 45 m 50 m 55 m 60 m

8 99,14 4,13 127 187 157

9 99,22 3,63 272 247 240 234 267

10 99,28 3,69 29 47 22 272 272 61

11 99,33 3,76 154 145 157 167 169 159 145 143 152

12 99,42 3,82 321 340 342 319

13 99,48 3,91 147 149 146 144 153 160 156

14 99,55 4,00 100 121 129 134 132 132

15 99,56 3,41 324 348 354 188 27 56 71 53

16 99,48 3,91 150 29 38 42 59 55 43 19

17 99,55 4,00 42 41 40 42 36 43 77 65 55 73

18 99,56 3,41 94 154 164 219

19 99,63 3,50 136 157 159 155 144 129

20 99,71 3,56 66 64 60 65 64 68 63 64 75 84 86

21 99,79 3,93 111 100 84 81 83 88 95 103 110 109 112

22 99,86 3,69 329 83 82 82 80 101 95 94 97 82

23 99,90 3,47 208 175 160 137 140 204 239 233 173 144 171 154

24 100,06 3,95 178 152 142 134 127 135 133 140 145 151

25 100,43 3,62 66 99 109 107 115 122 118 119 117

Minimum 29 29 22 42 27 43 43 19 55 73 86 154

Maksimum 329 348 354 319 272 204 239 233 173 151 171 154

Rata-rata 158 147 144 148 125 108 112 103 116 107 123 154

Page 123: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

107

Lampiran 9 Jenis dan ukuran ikan demersal hasil tangkapan trawl di Perairan

Kepulauan Riau, Selat Malaka pada bulan Juni 2008

1) Jenis ikan (spesies)

Gerot-gerot (Pomadasys hasta) Buntal (Arothron nigropunctatus)

Gulama (Johnius grypotus) Pari (Dasyatis kuhli)

Tigawaja (Nibea mitsukurii ) Nomei (Harpadon nehere

Page 124: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

108

Lampiran 9 (Lanjutan)

2) Ukuran ikan (spesies)

Gerot-gerot Buntal Gulama Pari

N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) 15 27,9 8 13 31 25,2 2 7,4

17 28,6 12 16 41 26 5 12

19 29 10 17 25 27 7 13,5

20 30 14 18 20 28 3 14

19 31 11 19 17 29 2 15

20 32 10 20 10 30 5 18

19 33 13 21 7 31 4 19

10 34 14 22 8 33 3 20

21 35 11 23 6 34 2 22

12 36 12 24 6 35 2 23

16 37 14 25 3 36 35 16,39

190 32,14 13 26 2 37

10 27 176 30,25

11 28

173 21,36

Tigawaja Nomei

N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) 10 10 1 6

26 11 10 7

29 12 10 8

43 13 28 9

47 14 21 10

22 15 29 11

41 16 18 12

22 17 13 13

15 18 6 14

11 19 4 15

1 20 11 16

1 22 7 17

3 28 5 18

5 29 18 19

9 30 26 20

285 18,27 23 21

21 22

15 23

10 24

12 25

13 26

3 27

4 28

5 29

5 30

1 31

319 18,50

Page 125: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

109

Lampiran 10 Jenis dan ukuran ikan demersal hasil tangkapan trawl di Perairan

Tanjung Balai Asahan dan Belawan, Selat Malaka bulan Juni 2008

1) Jenis ikan (spesies)

Cumi-cumi (Loligo sp) Kuniran (Upeneus sulphureus)

Pari (Dasyatis kuhli) Buntal (Lagocephalus inermis)

Kuniran (Upeneus sundaicus) Ikan Beloso (Saurida undosquamis)

Baronang (Siganus canaliculatus) Kurisi (Nemipterus peroni)

Page 126: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

110

Lampiran 10 (Lanjutan)

2) Ukuran ikan (spesies)

Cumi-cumi Kuniran_1 Pari Buntal

N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) 1 3 9 12,5 8 13 8 10,8

5 4 40 13,6 5 14 12 11,4

27 5 52 14,9 16 15,5 14 12,6

109 6 77 16,6 12 16,6 10 13,5

99 7 68 17,40 10 17 8 14

134 8 55 18 6 18 7 15

148 9 27 19,5 11 19 5 16

140 10 10 20 7 20 3 17

95 11 2 21,8 6 21 14 18

86 12 2 22 10 22 12 19

40 13 1 23 12 23 9 20

23 14 1 24 3 24 1 21

15 15 344 18,61 4 25 1 22

15 16 2 26 104 16,18

24 17 1 27

20 18 1 28

38 19 115 20,57

18 20

13 21

14 22

14 23

13 24

8 25

2 26

2 27

2 28

3 29

4 30

4 31

1 35

1117 17,60

Page 127: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

111

Lampiran 10 (Lanjutan)

Kuniran_2 Beloso_1 Baronang Kurisi

N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) N (ekor) P (cm) 26 11,3 12 23,5 12 16 13 18,5

17 12,5 15 24,5 16 17 29 19,5

2 12,8 10 25,8 10 18,5 48 20,5

3 13,9 8 26,7 12 19,6 57 21,5

7 14,9 8 28,7 14 20,8 40 22,5

6 15,6 12 29,6 8 21 14 23,6

11 16,8 17 30,7 7 22 8 24,0

12 17,8 6 31,0 7 23,7 5 25,0

8 18,5 7 31,6 12 24 5 26,0

11 19,7 4 32,0 6 25 4 27,0

12 20,5 5 32,8 4 26 6 28,0

8 21,0 5 33,0 4 27 4 29,0

7 21,7 3 33,9 1 28 4 30,0

21 22,6 6 34,0 3 29 237 24,16

10 23,7 3 34,6 2 30

11 24,9 3 35,0 3 31

8 25,8 2 35,5 1 32

2 26,7 2 36,0 2 33

2 27,2 1 36,6 1 34

184 19,36 1 36,9 125 25,14

1 37,2

1 38,0

132 31,75

Beloso_2

N (ekor) P (cm)

10 31,5 13 32,4

10 35,7

8 36,1 6 37,5

4 38 51 35,20

Page 128: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

112

Lampiran 11 Spesifikasi dan kalibrasi data hidroakustik

Parameter Nilai

Data File Hasil Kalibrasi

Absorption coefficient (dB/m) 0,0415869 0,0418810

Sound speed (m/s) 1545,28 1541,13

Transmitted power (W) 500,0 500,0

Two-way beam angle (dB re1Steradian) -21,00 -21,00

Transducer gain (dB) 27,0000 27,0000

Sa correction (dB) 0,00 0,00

Transmitted pulse length (ms) 0,512 0,512

Frequency (kHz) 120,00 120,00

Minor-axis 3dB beam angle 7,00 7,10

Major-axis 3dB beam angle 7,00 7,10

Temperature (°C) 29,60 29,76

Salinity (ppt) 31,34 31,05

Depth (m) 15,00 40,00

pH 8 8

Page 129: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

113

Lampiran 12 Contoh echogram hasil pengolahan dan analisis data hidroakustik

Kelompok ikan Batas analisis ikan demersal

Dasar perairan

Page 130: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

114

Lampiran 13 Kapal penelitian

PARTICULAR SHIP OF BARUNA JAYA VIII

General Information:

Ship Name : KR. BARUNA JAYA VIII Call Sign : YFZQ

IMO Number : 9155171 Nationality : Indonesia

Owner : Indonesian Institute of Sciences, Research Center for Oceanography

Address : Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara,

Indonesia Phone:62-21-64713850; Fax:62-21-64711948

Port Register : Jakarta, Indonesia Purposes : Multi Purpose Research Vessel Name and Place Builder : Mjellem & Karlsen AS Bergen, Norway

Year of Build : July 1997 - August 1998 Certificate Class : BKI

Class : BKI + A100 E0 Construction : Hull Carbon Steel (Marine use) Superstructure

Marine Aluminium

Page 131: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

115

Lampiran 13 (Lanjutan)

Main Dimension:

LOA : 53,20 m LBP : 46,50 m

LWL : 48,89 m Moulded Breath : 12,50 m

Maximum Draft : 4,30 m + 0,5 m Gross Tonnage : 1273 ton Net Tonnage : 382 ton

Cruise Speed : 10 knot/12 knot (emergency) Duration : 5000 mile/20 days

Accomodation : 24 persons Crew & 30 persons Surveyor

Propulsion System and Auxiliary Machine:

Main Engine : Caterpillar 3516B, 1491.5 KW Auxiliary Engine : Cummins (2 units) KTA 19-G2, @336 KW ,

Emergency generator Cummins Seri C, 163 KW Fuel Tank Capacity : 176,6 KL Fresh Water Generator : Aquasep 8 ton/day

Fresh Water Tank Capacity : 51,28 ton Maneuver Equipment : Steering Gear Auto Pilot, Steering Gear Auto Pilot,

Ship Auto Motion, Joystick, Forward & Aft

Thruster

Navigation and Telecomunication:

Communication Equipment : VHF Sailor Console, GMDSS Compact Sailor Console, Inmarsat C Sailor, Inmarsat B (Phone,

Fax, Telex, Data), SSB Icom - M710, Byru Satellite Phone

Navigation Equipment : Radar 72 mil (Freq 9 GHz), Radar ARPA 120 mil, Simrad Planning Station, Echo Sounder, Doppler Log (Speed Log), GPS / DGPS, Navtec, Weather

Station

Deck Machinery:

Deck Crane Hydroulic (Aft) : 3 Ton Capacity (12 m) Deck Crane Hydroulic (Fwd) : 2 Ton Capacity ( 6 m)

Trawl / Try Net Winch : 13 mm diameter, 1500 m, 8 ton SWL Oceanography Winch : 4 mm diameter, 2500 m, 2.5 ton SWL

CTD Winch : 8 mm diameter, 6000 m, 6 ton SWL Multipurpose Winch : 14 mm diameter, 10300 m, 8 ton SWL Capstan : 4 ton

Page 132: PEMETAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN … · Februari 2012 La Elson ABSTRAK LA ELSON, C44094001. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan dengan Metode Hidroakustik di Selat Malaka. Dibimbing

116

Lampiran 13 (Lanjutan)

KR BAWAL PUTIH

Spesifikasi Nama Kapal : KAPAL RISET BAWAL PUTIH

Bendera : Republik Indonesia

Pemilik : Badan Riset Perikanan Laut, Jakarta

Tempat Pemeriksaan : Semarang

Tipe : Stern Trawler

Bahan Kasko : Baja

Panjang : 31, 2 meter

Lebar : 6,82 meter

Tinggi : 3,2 meter

Kapasitas : 188 GT

Kekuatan Mesin Induk : 550 PK

Merek Mesin Induk : Yanmar 6 MA-DT (550 HP)

Mesin Bantu (Generator) : Yanmar 6 RD-GE dan 6 KF (170 HP/Unit)

Kecepatan Rata-rata : 5 Knot

Kecepatan Maksimal : 7,5 Knot

Kapasitas bahan Bakar : 62.440 Liter

Kapasitas Air Tawar : 18.750 Liter

Alat Tangkap : Trawl Dasar Tipe Thailand Bottom Trawl