pemeriksaan pajak 1

21
MAKALAH PEMERIKSAAN PAJAK Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Hukum PajakDisusun Oleh : KELOMPOK 5 1. Elisa Ulfah ( 120404020054 ) 2. Evi I 3. Freni Fatmasari ( 120404020104 ) 4. M. Sukron Lail ( 120404020097 ) 5. Nabila ( 120404020083 ) 6. Retno Dewi KS ( 120404020144 )

Upload: reiyan123

Post on 19-Nov-2015

43 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Free

TRANSCRIPT

  • MAKALAH

    PEMERIKSAAN PAJAK Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam

    mata kuliah Hukum Pajak

    Disusun Oleh :

    KELOMPOK 5

    1. Elisa Ulfah ( 120404020054 ) 2. Evi I 3. Freni Fatmasari ( 120404020104 ) 4. M. Sukron Lail ( 120404020097 ) 5. Nabila ( 120404020083 ) 6. Retno Dewi KS ( 120404020144 )

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ............................................................................................... i

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

    1.2 Tujuan ................................................................................... 1

    BAB II PEMBAHASAN

    2.1 Tujuan Pemeriksaan Pajak ..................................................... 2

    2.2 Ketentuan Pemeriksaan Pajak ................................................ 3

    2.3 Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan ................. 13

    2.4 Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan ...... 15

    BAB III PENUTUP

    3.1 Kesimpulan ........................................................................... 18

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Sumber-sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan

    menjadi penerimaan yang berasal dari sektor Pajak, kekayaan alam,

    bea & cukai, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari Badan Usaha Milik

    Negara dan sumber-sumber lainnya. Pemungutan pajak telah dilakukan

    sejak saat Negara Indonesia belum meraih kemerdekaannya hingga saat

    sekarang ini, namun pada saat itu, istilah pajak belum digunakan,

    istilah yang digunakan pada saat itu diantaranya adalah Upeti. Pajak

    merupakan salah satu penghasil devisa terbesar bagi keuangan negara

    yang sangat berperan terutama dalam pembiayaan negara dan

    pembangunan nasional, hasil dari pajak ini akan dikelola dan kemudian

    akan digunakan kembali oleh Pemerintah untuk Rakyat.

    1.2 Tujuan Makalah ini membahas tentang hal hal yang berhubungan dengan

    pemeriksaan pajak. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

    Untuk mengetahui latar belakang diadakannya pemeriksaan pajak di

    Negara Kesatuan Republik Indonesia

    Untuk mengetahui fungsi dan tujuan pemeriksaan pajak bagi wajib

    pajak ataupun pemeriksa pajak

    Untuk mengetahui dasar dasar ketentuan pemeriksaan pajak yang

    berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang

    Undang yang berlaku dan ketentuan ketentuan pemerintah lainnya.

    Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hak dan kewajiban bagi

    wajib pajak ketika dilakukan pemeriksaan oleh kantor pajak.

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah

    data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional

    berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

    kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

    ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

    2.1 Tujuan Pemeriksaan Pajak

    Fungsi pemeriksaan pajak supaya Wajib Pajak melaporkan

    kegiatan usahanya dengan benar. Benar karena Wajib Pajak melaporkan

    kegiatan usahanya sesuai keadaan sebenarnya. Tidak ada yang ditutupi,

    tidak ada yang disembunyikan dan terbuka. Benar karena Wajib Pajak telah

    menghitung pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

    perpajakan yang berlaku.

    Dalam bahasa undang-undang, pemeriksaan pajak berfungsi

    untuk mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

    Pelaksanaan pemeriksaan pajak dalam rangka menguji pemenuhan

    kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran

    Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan

    kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan

    usaha sebenarnya dari Wajib Pajak. Selain itu, pemeriksaan dapat juga

    dilakukan untuk tujuan lain, antara lain:

    a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan selain yang

    dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan

    Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi.

    b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak selain yang dilakukan

    berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

    Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi.

    c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain

    yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam

  • Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara

    Verifikasi.

    d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.

    e. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan

    neto.

    f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.

    g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.

    h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.

    i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

    j. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu

    kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.

    Dan/atau

    k. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian

    Penghindaran Pajak Berganda.

    2.2 Ketentuan Pemeriksaan Pajak

    Pemeriksaan pajak mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

    a) Ruang Lingkup Ruang lingkup pemeriksaan bisa juga disebut audit scope.

    Hanya saja, ruang lingkup pemeriksaan pajak terkait dengan kewajiban

    SPT yang disampaikan Wajib Pajak. Sedangkan kewajiban SPT tersebut

    terkait dengan periode tertentu. Pertama, satu atau beberapa bulan

    (masa), yaitu ruang lingkup untuk menguji kewajiban pemungutan dan

    pemotongan. Termasuk kewajiban pemotongan dan pemungutan adalah

    PPN, PPnBM, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26,

    dan PPh Pasal 4 (2).

    Kedua, bagian tahun pajak atau tahun pajak, yaitu ruang

    lingkup untuk menguji kewajiban PPh Badan atau PPh OP. Bagian tahun

    pajak artinya tidak 12 bulan penuh. Bisa 1 sampai dengan 11 bulan. Saat

    terutang PPh Badan dan PPh OP adalah pada akhir tahun. Dan periode

    pajak yang dihitung tahunan. Sehingga ruang lingkup pemeriksaan juga

    satu tahun atau bagian tahun. Contoh bagian tahun pajak adalah bulan

    April sebuah perusahaan dibubarkan dan dilikuidasi bulan Agustus.

  • Maka pemeriksaan tahun tersebut disebut bagian tahun pajak karena

    periode yang dihitung adalah Januari sampai dengan Agustus.

    b) Kriteria Pemeriksaan Kriteria pemeriksaan merupakan alasan atau dasar

    dilakukannya. Ada dua kriteria pemeriksaan pajak, yaitu kriteria rutin

    dan kriteria khusus. Jenis-jenis kriteria rutin lebih lanjut diatur dalam

    surat edaran. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan

    sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban

    perpajakan Wajib Pajak yang tidak berdasarkan hasil analisis risiko.

    Sebelum SE-10/PJ/2008, pemeriksaan rutin disebut wajib. Semua SPT

    yang masuk pemeriksaan rutin menjadi wajib diperiksa. Padahal UU

    KUP hanya mewajibkan pemeriksaan atas SPT LB dengan

    permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 17B UU KUP. Selain

    pemeriksaan Pasal 17B, hukumnya dapat! Silakan di cek Pasal 4

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013. Mengacu ke

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013, maka kriteria

    pemeriksaan rutin diatur di Pasal 4 yang terdiri dari :

    Pemeriksaan SPT LB dengan permohonan (mengacu ke Pasal 17B

    UU KUP)

    Pemeriksaan SPT LB tetapi tidak ada permohonan (mengacu ke

    Pasal 17 (1) UU KUP)

    Pemeriksaan atas Wajib Pajak yang telah diberikan pendahuluan

    kelebih pembayaran pajak

    Pemeriksaan SPT yang menyatakan rugi (dulu disebut RTLB)

    Pemeriksaan karena Wajib Pajak melakukan penggabungan,

    peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan

    meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya

    Pemeriksaan karena Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku

    atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali

    aktiva tetap

    Pemeriksaan Khusus merupakan pemeriksaan berdasarkan

    analisis risiko (risk based audit), merupakan pemeriksaan yang

  • dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko

    secara manual (individual) atau secara komputerisasi (massal)

    menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban

    perpajakan. Kriteria pemeriksaan khusus lebih sering disingkat pemsus.

    c) Jenis Pemeriksaan Jenis pemeriksaan pajak ada dua: yaitu pemeriksaan lapangan

    dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan

    yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak,

    tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat

    lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. Pemeriksaan Kantor

    adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor DJP. Sesuai namanya,

    seharusnya hanya pemeriksaan kantor yang dilakukan di kantor DJP.

    Tetapi prakteknya, dari definisi tadi pemeriksa pajak "mengartikan"

    tempat lain sebagai kantor DJP. Sehingga (prakteknya) sebagian besar

    pemeriksaan lapangan tetap dilakukan di kantor pajak.

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013

    menentukan (sebagian) pemeriksaan kantor. Pasal 5 ayat (2)

    mengharuskan bahwa pemeriksaan restitusi (Pasal 17B) dilakukan

    dengan jenis pemeriksaan kantor dengan syarat:

    Pertama, laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang

    diperiksa diaudit oleh akuntan publik atau laporan keuangan salah satu

    Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak yang

    diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan pendapat wajar tanpa

    pengecualian; dan

    Kedua, Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan

    Bukti Permulaan, penyidikan, atau penuntutan tindak pidana perpajakan,

    dan/atau Wajib Pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir tidak pernah dipidana

    karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

    Berdasarkan persyarat diatas, jika tahun pajak 2011 diaudit

    oleh akuntan publik maka DJP akan melakukan pemeriksaan dengan

    jenis pemeriksaan kantor jika tahun 2013 ini Wajib Pajak memohon

    restitusi. Baik restitusi PPh Badan, maupun restitusi PPN. Apa untungnya

  • dengan pemeriksaan kantor? Ada kebijakan baru mulai 2013 bahwa

    pemeriksaan restitusi pajak dilakukan dengan satu jenis pajak saja (yaitu

    jenis pajak yang memohon restitusi saja) dan "disederhanakan" jika

    pemeriksa tidak mendapatkan risiko audit tinggi.

    d) Jangka Waktu Pemeriksaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013

    membagi jangka waktu pemeriksaan menjadi dua:

    a. jangka waktu pengujian, dan

    b. jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (closing

    conference) dan pelaporan.

    Sebelumnya, jangka waktu pemeriksaan itu hanya satu.

    Termasuk pengujian dan pembahasan. Akibatnya ada kerancuan di Pasal

    5 dengan Pasal 5A ayat (4) dan Pasal 23 ayat (11) PMK tata cara

    pemeriksaan. Pasal 5A ayat (4) mengatur bahwa SPHP harus

    diselesaikan dan disampaikan terlebih dahulu dalam jangka waktu paling

    lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya perpanjangan jangka waktu

    Pemeriksaan Kantor atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan

    Lapangan. Pasal 23 ayat (11) mengatur bahwa SPHP sampai LHP harus

    diselesaikan paling lama 1 (satu bulan). Dengan demikian, total jangka

    waktu pemeriksaan lapangan menjadi 4 bulan + 4 bulan perpanjangan +

    7 hari + 1 bulan pembahasan, total 9 bulan lebih. Sedangkan di Pasal 5

    mengatur bahwa jangka waktu pemeriksa paling lama 8 bulan.

    Dengan dipecahnya menjadi dua jangka waktu, maka jangka

    waktu pengujian menjadi konsisten. Pasal 19 Peraturan Menteri

    Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 mengatur bahwa SPHP harus

    disampaikan kepada Wajib Pajak apabila:

    a. pemeriksaan kantor --- akhir bulan ke 4 atau ke 6 jika ada

    perpanjangan

    b. pemeriksaan lapangan --- akhir bulan ke 6 atau 8 jika ada

    perpanjangan

    Karena kecenderungan pemeriksaan pajak diperpanjang,

    maka anggap saja bahwa pemeriksaan kantor itu 6 bulan, dan

  • pemeriksaan lapangan 8 bulan. Ditambah dengan jangka waktu

    pembahasan 2 bulan. Sehingga total jangka waktu pemeriksa akan

    menjadi 8 bulan untuk pemeriksaan kantor atau 10 bulan untuk

    pemeriksaan lapangan.

    Tetapi jangka waktu perpanjangan diatas ada pengecualian.

    Untuk Wajib Pajak berikut total jangka waktu pengujian dapat 24 bulan

    ditambah jangka waktu pembahasan sehingga total jangka waktu

    pemeriksaan menjadi 26 bulan, yaitu berlaku untuk pemeriksaan atas:

    Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi

    Wajib Pajak dalam satu grup

    Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing

    dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa

    transaksi keuangan.

    e) Jangka Waktu Restitusi Pajak Restitusi pajak adalah pengembalian pajak (refund). Dilihat

    dari sisi pemeriksaan, pengembalian pajak ada yang dimohonkan kepada

    DJP dan tidak dimohonkan. Pengembalian pajak yang dimohonkan diatur

    di Pasal 17B UU KUP, sehingga kadang disebut pemeriksaan Pasal 17B.

    Sedangkan kelebihan pajak yang tidak dimohonkan mengacu ke Pasal 17

    ayat (1) UU KUP.

    Kenapa harus dibedakan? Karena jatuh tempo pengembalian

    pengembalian diatas berbeda. Pasal 17B mengatur bahwa Direktur

    Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus menerbitkan surat

    ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan

    diterima secara lengkap. Ini kadang disebut jatuh tempo restitusi. Jangka

    waktu 12 bulan ini sebut saja jangka waktu restitusi. Jangka waktu ini

    berbeda dengan jangka waktu pemeriksaan. Tetapi berlaku prinsip

    mana yang lebih dulu.

    a. Berlaku jangka waktu pemeriksaan jika jangka waktu restitusi pajak

    lebih lama

    b. Berlaku jangka waktu restitusi pajak jika jangka waktu restitusi lebih

    dulu.

  • Contoh jangka waktu restitusi lebih dulu:

    SPT LB dengan permohonan restitusi diterima DJP tanggal 4

    Juni 2012. Berdasarkan peraturan Pasal 17B UU KUP, DJP harus

    menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 3 Juni 2013. Jika

    pemeriksaan pajak baru dimulai 7 Januari 2013 maka pemeriksa harus

    mengatur waktu sebelum 3 Juni 2013. Artinya harus ada 2 bulan jangka

    waktu pembahasan. Awal April 2013 pemeriksa pajak harus menerbitkan

    SPHP karena pemeriksa harus mengalokasikan jangka waktu

    pembahasan 2 bulan. Padahal dari 7 Januari 2013 sampai akhir Maret

    2013 jangka waktu pemeriksaan baru 3 bulan saja. Kecuali jika

    pemeriksa yakin bahwa pembahasan (closing conference) hanya

    dilakukan satu atau dua hari dan Wajib Pajak setuju! Pada kasus ini,

    jangka waktu pembahasan tidak berlaku.

    Sedangkan pengembalian pajak yang tidak dimohonkan tidak

    ada jangka waktu restitusi 12 bulan. Jatuh tempo DJP harus menerbitkan

    surat ketetapan pajak adalah sebelum daluwarsa penetapan, alias 5 (lima)

    tahun. Pengembalian pajak ini mengacu ke Pasal 17 ayat (1) UU KUP.

    Contoh yang seperti ini adalah lebih bayar PPN tetapi dikompensasi ke

    masa pajak berikutnya, atau kelebihan PPh Badan dengan mencontreng

    "diperhitungkan dengan utang pajak" di Formulir 1771, atau lebih bayar

    PPh karena edit penelitian SPT di KPP (Wajib Pajak salah hitung).

    f) Penyelesaian Pemeriksaan Setiap SP2 akan diselesaikan dengan membuat LHP (laporan

    hasil pemeriksaan) atau LHP Sumir. Kecuali jika atas SP2 tersebut

    dibatalkan. Ciri penyelesaian dengan membuat LHP adalah pemeriksa

    pajak menyampaikan SPHP. Tetapi jika pemeriksa pajak sampai dengan

    jangka waktu pemeriksaan habis tidak menyampaikan SPHP berarti

    penyelesaian pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir. Tidak ada

    ketentuan bahwa WP harus diberitahu jika penyelesaian pemeriksan

    dengan membuat LHP Sumir. Kenapa? Karena awalnya LHP Sumir itu

    hanya untuk WP tidak ditemukan.

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 mengatur

    bahwa LHP Sumir tidak hanya untuk WP tidak ditemukan. Berikut

    alasan LHP Sumir yang saya ringkas dari Pasal 21 Peraturan Menteri

    Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013:

    a. Wajib Pajak tidak ditemukan (kecuali pemeriksaan restitusi Pasal

    17B);

    b. Pemeriksaan terus di-Buper dan Buper-nya diselesaikan dengan Pasal

    8 (3), Pasal 13A, Pasal 44B KUP

    c. Pemeriksaan ulang tetapi pemeriksa pajak tidak menemukan novum

    d. Pertimbangan Dirjen Pajak.

    g) Pertemuan dengan Wajib Pajak Pemeriksa pajak wajib bertemu dengan Wajib Pajak yang

    diperiksa, baik untuk pemeriksaa lapangan maupun pemeriksaan kantor.

    Ada perbedaan antara pemeriksaan lapangan dengan pemeriksaan kantor,

    yaitu jika pemeriksaan lapangan maka pemeriksa pajak wajib datang ke

    tempat Wajib Pajak (aktif) dan menyampaikan Surat Pemberitahuan

    Pemeriksaan Lapangan. Sedangkan pemeriksaan kantor, Wajib Pajak

    diundang ke kantor pajak dengan mengirim Surat Panggilan Dalam

    Rangka Pemeriksaan Kantor.

    Pada saat pertama kali bertemu dengan Wajib Pajak, pemeriksa pajak

    wajib memberikan penjelasan mengenai:

    alasan dan tujuan Pemeriksaan

    hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan

    Pemeriksaan

    hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan

    pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam

    hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara

    Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan

    Akhir Hasil Pemeriksaan; dan

    kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku,

    catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau

  • pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari Wajib

    Pajak.

    Kemudian penjelasan terkait 4 hal diatas wajib dibuatkan berita

    acara pertemuan dengan Wajib Pajak.

    h) Peminjaman Dokumen dan Penyegelan Pemeriksa pajak memiliki kewenangan untuk melakukan

    penyegelan. Kewenangan penyegelan ini berdasarkan Pasal 30 UU KUP.

    Apa objek penyegelan dalam pemeriksaan pajak? Menurut Peraturan

    Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 benda yang disegel adalah

    buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara

    elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk

    tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak. Artinya

    semua benda yang menurut pemeriksa pajak akan memberikan petunjuk

    tentang kegiatan usaha Wajib Pajak.

    Penyegelan dilakukan manakala:

    Wajib Pajak tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak

    untuk memasuki tempat atau ruang serta memeriksa barang yang

    diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau

    catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari

    pembukuan yang dikelola secara elektronik;

    Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran

    Pemeriksaan;

    Wajib Pajak tidak berada di tempat

    Penyegelan hanya ada dalam pemeriksaan lapangan. Sehingga

    jika pemeriksa pajak datang ke tempat Wajib Pajak dengan membawa

    Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan maka hal yang pertama

    kali dilakukan adalah memberikan penjelasan mengenai 4 hal diatas

    kemudian membuat berita acara. Selanjutnya, pemeriksa pajak

    memeriksa tempat Wajib Pajak (tanpa pengecualian). Jika menolak,

    maka pemeriksa pajak berwenang untuk melakukan penyegelan. Setelah

    melakukan pemeriksaan tempat Wajib Pajak, maka pemeriksa pajak saat

    itu juga meminjam dokumen. Kemudian dibuatkan bukti peminjaman

  • dokumen. Inilah yang diatur di Pasal 28 ayat (1) huruf a Peraturan

    Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013.

    Dalam hal (artinya kondisi tertentu saja) pemeriksa pajak

    ternyata tidak menemukan dokumen yang terkait kegiatan usaha di

    tempat Wajib Pajak tetapi pemeriksa pajak yakin bahwa dokumen

    tersebut ada maka pemeriksa pajak akan membuat Surat Permintaan

    Peminjaman Dokumen. Silakan cek ketentuan Pasal 28 ayat (1) huruf b

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 yang diawali

    dengan kata "dalam hal". Artinya, Surat Permintaan Peminjaman

    Dokumen sebenarnya tidak boleh dijadikan standar yang harus dibawa

    oleh pemeriksa pajak saat datang ke tempat Wajib Pajak. Kalaupun

    dibuat surat permintaan peminjaman tersebut maka daftar dokumen yang

    menjadi lampiran dari surat permintaan peminjaman tersebut harus persis

    sama dengan yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Jika pemeriksa pajak

    membuat daftar dokumen secara umum dan tidak dimiliki oleh Wajib

    Pajak maka Wajib Pajak tidak wajib memenuhinya.

    Peminjaman dokumen melalui surat permintaan peminjaman

    juga memiliki kelemahan, yaitu Wajib Pajak dapat menunda

    pemenuhannya sampai 1 (satu) bulan sejak sejak surat permintaan

    peminjaman buku, catatan, dan dokumen disampaikan. Ketentuan satu

    bulan diatur di Pasal 29 ayat (3a) UU KUP dan ditegaskan kembali di

    Pasal 28 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013.

    Artinya, pemeriksa pajak pasti buang-buang waktu ( wasting time)

    selama sebulan. Ketentuan satu bulan ini berlaku untuk setiap surat

    permintaan peminjaman dokumen disampaikan.

    i) Permintaan Keterangan Pemeriksaan pajak membagi dua keterangan, yaitu:

    keterangan yang berasal dari Wajib Pajak atau pegawai Wajib

    Pajak, wakil, kuasa, atau anggota keluarga; dan

    keterangan yang berasal dari pihak ketiga.

    Terhadap pihak Wajib Pajak seperti [a.] diatas maka pemeriksa pajak

    dapat meminta keterangan langsung. Pemeriksa Pajak dapat memanggil,

  • dan membuat berita acara pemberian keterangan. Tetapi untuk

    keterangan yang berasal dari pihak ketiga hanya dapat diminta dengan

    surat konfirmasi yang ditandatangan oleh kepala UP2.

    j) SPHP dan Closing Conference Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) merupakan

    batas awal penghitungan jangka waktu pembahasan. Jangka waktu

    pengujian telah berakhir. SPHP wajib disampaikan oleh pemeriksa pajak.

    SPHP diberikan hanya sekali saja. Konsep pemeriksaan pajak: satu SP2

    satu SPHP satu LHP.

    SPHP merupakan materi pemeriksaan pokok yang harus diatur

    di Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28

    ayat (2) UU KUP yang berbunyi:

    Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di

    antaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka waktu

    pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil

    pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk

    hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu

    yang ditentukan.

    Selain itu SPHP dan Closing Conference juga salah satu rukun

    (meminjam istilah santri) pemeriksaan yang harus ditunaikan. Jika SPHP

    tidak ada maka hasil pemeriksaan menjadi batal, dan pembatalan tersebut

    bisa dengan permohonan Wajib Pajak atau inisitif DJP sendiri. Ketentuan

    "rukun" pemeriksaan ini diatur di Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP:

    Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib

    Pajak dapat

    membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari

    hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:

    1. Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau

    2. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak

  • 2.3 Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

    pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,

    Wajib Pajak berhak:

    1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal

    Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;

    2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan

    secara tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;

    3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang

    alasan dan tujuan Pemeriksaan;

    4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas

    apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;

    5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;

    6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu

    yang telah ditentukan;

    7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim

    Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak

    dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;

    dan

    8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh

    Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan;

    9. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada

    pihak lain yang tidak berhak.

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

    pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib

    Pajak berhak :

    1. Meminta Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda

    Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan;

    2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang

    alasan dan tujuan Pemeriksaan;

    3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas

    apabila susunan Pemeriksa Pajak mengalami pergantian;

  • 4. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;

    5. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu

    yang telah ditentukan;

    6. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim

    Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak

    dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;

    dan

    7. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh

    Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis

    Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak :

    1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal

    Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada WP pada waktu

    Pemeriksaan;

    2. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memberikan pemberitahuan

    secara tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;

    3. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memberikan penjelasan

    tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;

    4. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas

    apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak dan atau;

    5. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh

    Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksa.

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis

    Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak :

    1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal

    Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada WP pada waktu

    Pemeriksaan;

    2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang

    alasan dan tujuan Pemeriksaan;

    3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas

    apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak dan/ atau;

  • 4. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh

    Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksa.

    2.4 Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

    pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,

    Wajib Pajak wajib :

    1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen

    yang menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain

    yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,

    pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak;

    2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang

    dikelola secara elektronik;

    3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau

    ruangan, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut

    diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang

    menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau

    barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang

    diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang

    pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksaan Pajak;

    4. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :

    a. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya WP apabila dalam

    mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan

    dan/atau keahlian khusus;

    b. Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka

    barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan /atau

    c. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan

    Lapangan dalam hal jumlah buku, cacatan, dan dokumen sangat

    banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal

    Pajak;

    5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil

    Pemeriksaan; dan

  • 6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

    pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib

    Pajak wajib :

    1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai

    dengan waktu yang ditentukan;

    2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen

    yang menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain

    termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan

    penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau

    objek yang terutang pajak;

    3. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;

    4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil

    Pemeriksaan;

    5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan

    Publik; dan

    6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis

    Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib :

    1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen

    yang menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain

    yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;

    2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang

    dikelola secara elektronik;

    3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau

    ruangan peyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar

    pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang yang

    berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada

    Pemeriksa Pajak; dan/atau

    4. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

    Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis

    Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib :

  • 1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen

    yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang

    berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; dan atau

    2. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

  • BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Fungsi dan tujuan pemeriksaan pajak secara keseluruhan adalah

    supaya Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya dengan benar.

    Benar karena Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya sesuai

    keadaan sebenarnya. Tidak ada yang ditutupi, tidak ada yang

    disembunyikan dan terbuka. Benar karena Wajib Pajak telah

    menghitung pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan perpajakan yang berlaku.

    Ada banyak ketentuan dalam melakukan pemeriksaan pajak, secara

    garis besar diantaranya yaitu :

    a) Ruang Lingkup pemeriksaan

    b) Kriteria Pemeriksaan

    c) Jenis Pemeriksaan

    d) Jangka Waktu Pemeriksaan

    e) Jangka Waktu Restitusi Pajak

    f) Penyelesaian Pemeriksaan

    g) Pertemuan dengan Wajib Pajak

    h) Peminjaman Dokumen dan Penyegelan

    i) Permintaan Keterangan

    j) SPHP dan Closing Conference

    Setiap dilakukan pemeriksaan pajak oleh kantor pajak, Wajib pajak

    mempunyai kewajiban dan haknya yang telah ditentukan oleh

    perundang undangan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    http://www.pajak.go.id/content/pemeriksaan-pajak

    http://pajaktaxes.blogspot.com/p/pemeriksaan.html

    http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=135

    http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=pemeriksaan+pajak+di+indonesia&so

    urce=web&cd=8&cad=rja&ved=0CFoQFjAH&url=http%3A%2F%2Frepository.

    usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F17375%2F4%2FChapter%2520I.pdf&

    ei=LbqyUYj9N8G4rAfanYHoDg&usg=AFQjCNHHC2qE-

    MYV4YAQufG7HFBw2JPLkg&bvm=bv.47534661,d.bmk