pemeriksaan fisik dan penunjang infertil
DESCRIPTION
:)TRANSCRIPT
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital : TNRS
Tinggi badan dan berat badan untuk menentukan BMI. Wanita dengan obesitas atau
overweight bisa mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur dan bisa berhubungan
dengan diagnosis PCOS.
Ciri gangguan endokrin : jerawat, hirsutisme, kebotakan, acanthosis nigrican, virilasi,
gangguan lapang pandang, gondok, ciri penyakti tiroid
Pemeriksaan payudara : banjolan, galakthorhea, ginekomatia (pada pria)
Pemeriksaan abdominal : massa, luka, striae, hirsutisme.
Pemeriksaan genitalia
Wanita
Pasien dalam posisi litotomi
Inspeksi genitalia eksterna. Amati apakah ada luka, peradangan atau bintil-bintil
Lakukan pemeriksaan bimanual nilai keadaan genitalia interna (dinding vagina, serviks,
OUE, fornises, keseluruhan rongga panggul)
Lakukan pemeriksaan inspekulo : lihat sekret vagina, keadaan OUE, dinding vagina.
Pada trikomoniasis didapatkan fluor albus yang berwarna putih dan berbuih, berbau
busuk, dan tampak pada OUE kemerahan dan tampak seperti buah strawberry.
Pria
Inspeksi kulit dan rambut disekitar genitalia: bertujuan untuk melihat perubahan warna,
bercak kemerahan dan sebagainya;
Inspeksi penis dan skrotum: pasien telah sirkumsisi atau belum, ukuran penis dan
skrotum (bandingkan kiri dan kanan, adanya lesi, bentuk penis (phimosis);
Inspeksi meatus eksternal uretra: letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah
gland penis), adanya cairan abnormal yang keluar dari muara (discharge);
Skrotum : adanya lesi/perubahan warna, pembengkakan, memeriksa bagian posterior
skrotum;
Palpasi isi skrotum, palpasi testis harus dilakukan dengan hati-hati untuk menilai
konsistensi dan ada atau tidaknya massa dalam testis untuk menyingkirkan diagnosis
infertile akibat karsinoma testicular. Ukuran testis normal volumenya 20 mL;
Palpasi epididimis, korda spermatika penting dilakukan untuk menentukan apakah
terdapat peradangan atau kelainan lain seperti varikokel;
Pemeriksaan rectal untuk mengevaluasi prostat, apakah terdapat peradangan ataupun
kista yang dapat menyumbat duktus ejakulatorius.
Pemeriksaan penunjan
1) Analisis Semen
Pengambilan semen dilakukan dengan cara masturbasi. Penilaian yang dilakukan yaitu :
Pemeriksaan makroskopik : pH, koagulasi/pengenceran, warna, viskositas dan volume semen
Pemeriksaan Mikroskopik
a. Aglutinasi sperma: Pemeriksaan ini dimulai dengan hapusan tebal dengan meletakkan
semen pada slide yang ditutup oleh cover slip dan diamati pada pembesaran 1000x.
Melalui metode ini, aglutinasi sperma, keberadaan sperma dan motilitas subjektif sperma
dapat diamati. Dalam keadaan normal tidak ditemukan adanya aglutinasi dan jumlah
leukosit ≤ 1 juta/mL serta tidak ditemukan adanya immature germ cell. Adanya adhesi
sperma ke elemen non spema mengindikasikan adanya infeksi kelenjar aksesoris, adanya
adhesi sperma-sperma mengindikasikan adanya antibodi antisperma sekunder .
b. Jumlah dan konsentrasi: Pemeriksaan ini dilakukan setelah terjadi pengenceran cairan
semen. Jumlah sperma normal ≥ 20 juta sperma per mL. Bila jumlahnya < 20 juta
sperma/mL maka disebut sebagai oligospermia. Azoospermia (ketiadaan sperma) dapat
disebabkan karena adanya gangguan saat spermatogenesis, disfungsi ejakulasi ataupun
karena adanya obstruksi. Laboratorium WHO menetapkan batas toleransi jumlah sperma
terendah yang masih dikatakan normal adalah ≥ 20juta sperma/mL atau jumlah sperma
total ≥ 39 juta/ejakulasi (WHO, 2010).
c. Motilitas: Motilitas dikenali sebagai prediktor yang terpenting dalam aspek fungsional
spermatozoa. Motilitas sperma merupakan refleksi perkembangan normal dan
kematangan spermatozoa dalam epididimis. Menurut WHO tahun 2010, motilitas
spermatozoa dikelompokkan menjadi sebagai berikut :
a. Progressive motility (PR): Spermatozoa bergerak bebas, baik lurus maupun
lingkaran besar, dalam kecepatan apapun.
b. Non-progressive motility (NP): semua jenis spermatozoa yang tidak memiliki
kriteria progresif, seperti berenang dalam lingakran kecil, ekor/ flagel yang sulit
menggerakkan kepala, atau hanya ekor saja yang bergerak.
c. Immotility (IM): tidak bergerak sama sekali Yang dikatakan memiliki nilai
motilitas normal yaitu Progressive motility (PR)≥ 32% atau PR + NP ≥ 40% .
Disebut asthenospermia (motilitas yang tidak sesuai dengan kriteria WHO) dapat
disebabkan oleh antibodi antisperma (15%), periode abstinensi yang panjang,
infeksi traktus genitalia obstruksi duktus parsial, dan varikokel. Hal ini dapat
menurunkan motilitas sperma dalam penetrasi ke mukosa servikal.
d. Morfologi : Morfologi sperma menunjukkan persentasi bentuk abnormal yang ditemukan
dalam semen. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan untuk menentukan morfologi
sperma yaitu berdasarkan kriteria WHO, dan criteria Kruger’s strict. Teratozoospermia
(<15% morfologi normal sperma) dapat terjadi pada keadaan demam, varikokel, dan
stress.
e. Viabilitas: Standar nilai viabilitas normal dalah ≥ 58%. Bila sperma yang motil
ditemukan kurang dari 58% sperma yang viabel, maka kemungkinan motilitas sperma
akan menurun karena terdapat sperma yang mati (nekrospermia). Perlu dilakukan
pemeriksaan viabilitas pada analisa sperma ini (WHO, 2010).
f. Sel non sperma: sel germinal yang immatur, sel epitel dan leukosit. Leukosit merupakan
elemen sel non sperma yang sangat signifikan dan sering dijumpai pada pasien dengan
infertilitas. WHO menyatakan bahwa bila level leukosit diatas 1 x 106. WBC/mL maka
disebut dengan leukositospermia. Nilai normalnya adalah ≤ 1juta/mL.
2) Urinalisis
3) Pemeriksaan lender serviks/ sekret vagina, sekret uretra, sekret prostat, dan sedimentasi
urin dengan melihat adanya parasit Trichomonas Vaginalis (jika diduga trichomoniasis)
4) Pemeriksaan USG untuk menilai uterus, dan tuba jika ada kelainan
5) Histerosalpingografi (HSG) : dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba
bila terdapat sumbatan.
6) Laparoskopi : Akhir-akhir ini laparoskopi dianggap cara terbaik untuk menilai fungsi
tuba falopi. Laparoskopi memberikan gambaran panoramic terhadap anatomi reproduktif
panggul dan pembesaran dari permukaan uterus, ovarium, tuba, dan peritoneum. Oleh
karenanya, laparoskopi dapat mengidentifikasi penyakit oklusif tuba yang lebih ringan
(aglutinasi fimbria, fimosis), adhesi pelvis atau adneksa, serta endometriosis yang dapat
mempengaruhi fertilitas yang tidak terdeteksi oleh HSG.
7) Penilaian ovulasi : Penentuan penyebab infertilitas merupakan kunci pengobatan karena
hal tersebut akan menghasilkan laju kehamilan kumulatif yang menyerupai laju
kehamilan pada wanita normal di usia yang sama. Sangatlah penting untuk memastikan
apakah ovulasi terjadi. Cara yang optimal untuk mengukur ovulasi pada wanita yang
memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur adalah dengan mengkombinasikan
serangkaian pemindaian ultrasound dan pengukuran konsentrasi serum FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (luteinizing hormone) pada fase folikular dan progesteron
pada fase luteal.
8) Uji pasca senggama (UPS) : Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana tetapi dapat
memberi informasi tentang interaksi antara sperma dengan getah serviks. UPS dilakukan
2 – 3 hari sebelum perkiraan ovulasi dimana “spin barkeit” dari getah serviks mencapai 5
cm atau lebih. Pengambilan getah serviks dari kanalis endo-serviks dilakukan setelah 2 –
12 jam senggama. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop. UPS dikatakan positif,
bila ditemukan paling sedikit 5 sperma perlapangan pandang besar (LPB). UPS dapat
memberikan gambaran tentang kualitas sperma, fungsi getah serviks dan keramahan
getah serviks terhadap sperma.
9) Tes hormone : Terlalu banyak atau terlalu sedikit hormone dapat menyebabkan masalah
dengan produksi sperma atau masalah dalam hubungan seks.