pemeriksaan fisik dan penunjang infertil

8
Pemeriksaan Fisik Tanda vital : TNRS Tinggi badan dan berat badan untuk menentukan BMI. Wanita dengan obesitas atau overweight bisa mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur dan bisa berhubungan dengan diagnosis PCOS. Ciri gangguan endokrin : jerawat, hirsutisme, kebotakan, acanthosis nigrican, virilasi, gangguan lapang pandang, gondok, ciri penyakti tiroid Pemeriksaan payudara : banjolan, galakthorhea, ginekomatia (pada pria) Pemeriksaan abdominal : massa, luka, striae, hirsutisme. Pemeriksaan genitalia Wanita Pasien dalam posisi litotomi Inspeksi genitalia eksterna. Amati apakah ada luka, peradangan atau bintil-bintil Lakukan pemeriksaan bimanual nilai keadaan genitalia interna (dinding vagina, serviks, OUE, fornises, keseluruhan rongga panggul) Lakukan pemeriksaan inspekulo : lihat sekret vagina, keadaan OUE, dinding vagina. Pada trikomoniasis didapatkan fluor albus yang berwarna putih dan berbuih, berbau busuk, dan tampak pada OUE kemerahan dan tampak seperti buah strawberry.

Upload: pety-tunjung-sari

Post on 03-Dec-2015

244 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

:)

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang Infertil

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital : TNRS

Tinggi badan dan berat badan untuk menentukan BMI. Wanita dengan obesitas atau

overweight bisa mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur dan bisa berhubungan

dengan diagnosis PCOS.

Ciri gangguan endokrin : jerawat, hirsutisme, kebotakan, acanthosis nigrican, virilasi,

gangguan lapang pandang, gondok, ciri penyakti tiroid

Pemeriksaan payudara : banjolan, galakthorhea, ginekomatia (pada pria)

Pemeriksaan abdominal : massa, luka, striae, hirsutisme.

Pemeriksaan genitalia

Wanita

Pasien dalam posisi litotomi

Inspeksi genitalia eksterna. Amati apakah ada luka, peradangan atau bintil-bintil

Lakukan pemeriksaan bimanual nilai keadaan genitalia interna (dinding vagina, serviks,

OUE, fornises, keseluruhan rongga panggul)

Lakukan pemeriksaan inspekulo : lihat sekret vagina, keadaan OUE, dinding vagina.

Pada trikomoniasis didapatkan fluor albus yang berwarna putih dan berbuih, berbau

busuk, dan tampak pada OUE kemerahan dan tampak seperti buah strawberry.

Pria

Inspeksi kulit dan rambut disekitar genitalia: bertujuan untuk melihat perubahan warna,

bercak kemerahan dan sebagainya;

Inspeksi penis dan skrotum: pasien telah sirkumsisi atau belum, ukuran penis dan

skrotum (bandingkan kiri dan kanan, adanya lesi, bentuk penis (phimosis);

Inspeksi meatus eksternal uretra: letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah

gland penis), adanya cairan abnormal yang keluar dari muara (discharge);

Skrotum : adanya lesi/perubahan warna, pembengkakan, memeriksa bagian posterior

skrotum;

Page 2: Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang Infertil

Palpasi isi skrotum, palpasi testis harus dilakukan dengan hati-hati untuk menilai

konsistensi dan ada atau tidaknya massa dalam testis untuk menyingkirkan diagnosis

infertile akibat karsinoma testicular. Ukuran testis normal volumenya 20 mL;

Palpasi epididimis, korda spermatika penting dilakukan untuk menentukan apakah

terdapat peradangan atau kelainan lain seperti varikokel;

Pemeriksaan rectal untuk mengevaluasi prostat, apakah terdapat peradangan ataupun

kista yang dapat menyumbat duktus ejakulatorius.

Pemeriksaan penunjan

1) Analisis Semen

Pengambilan semen dilakukan dengan cara masturbasi. Penilaian yang dilakukan yaitu :

Pemeriksaan makroskopik : pH, koagulasi/pengenceran, warna, viskositas dan volume semen

Pemeriksaan Mikroskopik

a. Aglutinasi sperma: Pemeriksaan ini dimulai dengan hapusan tebal dengan meletakkan

semen pada slide yang ditutup oleh cover slip dan diamati pada pembesaran 1000x.

Melalui metode ini, aglutinasi sperma, keberadaan sperma dan motilitas subjektif sperma

dapat diamati. Dalam keadaan normal tidak ditemukan adanya aglutinasi dan jumlah

leukosit ≤ 1 juta/mL serta tidak ditemukan adanya immature germ cell. Adanya adhesi

Page 3: Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang Infertil

sperma ke elemen non spema mengindikasikan adanya infeksi kelenjar aksesoris, adanya

adhesi sperma-sperma mengindikasikan adanya antibodi antisperma sekunder .

b. Jumlah dan konsentrasi: Pemeriksaan ini dilakukan setelah terjadi pengenceran cairan

semen. Jumlah sperma normal ≥ 20 juta sperma per mL. Bila jumlahnya < 20 juta

sperma/mL maka disebut sebagai oligospermia. Azoospermia (ketiadaan sperma) dapat

disebabkan karena adanya gangguan saat spermatogenesis, disfungsi ejakulasi ataupun

karena adanya obstruksi. Laboratorium WHO menetapkan batas toleransi jumlah sperma

terendah yang masih dikatakan normal adalah ≥ 20juta sperma/mL atau jumlah sperma

total ≥ 39 juta/ejakulasi (WHO, 2010).

c. Motilitas: Motilitas dikenali sebagai prediktor yang terpenting dalam aspek fungsional

spermatozoa. Motilitas sperma merupakan refleksi perkembangan normal dan

kematangan spermatozoa dalam epididimis. Menurut WHO tahun 2010, motilitas

spermatozoa dikelompokkan menjadi sebagai berikut :

a. Progressive motility (PR): Spermatozoa bergerak bebas, baik lurus maupun

lingkaran besar, dalam kecepatan apapun.

b. Non-progressive motility (NP): semua jenis spermatozoa yang tidak memiliki

kriteria progresif, seperti berenang dalam lingakran kecil, ekor/ flagel yang sulit

menggerakkan kepala, atau hanya ekor saja yang bergerak.

c. Immotility (IM): tidak bergerak sama sekali Yang dikatakan memiliki nilai

motilitas normal yaitu Progressive motility (PR)≥ 32% atau PR + NP ≥ 40% .

Disebut asthenospermia (motilitas yang tidak sesuai dengan kriteria WHO) dapat

disebabkan oleh antibodi antisperma (15%), periode abstinensi yang panjang,

infeksi traktus genitalia obstruksi duktus parsial, dan varikokel. Hal ini dapat

menurunkan motilitas sperma dalam penetrasi ke mukosa servikal.

d. Morfologi : Morfologi sperma menunjukkan persentasi bentuk abnormal yang ditemukan

dalam semen. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan untuk menentukan morfologi

sperma yaitu berdasarkan kriteria WHO, dan criteria Kruger’s strict. Teratozoospermia

(<15% morfologi normal sperma) dapat terjadi pada keadaan demam, varikokel, dan

stress.

Page 4: Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang Infertil

e. Viabilitas: Standar nilai viabilitas normal dalah ≥ 58%. Bila sperma yang motil

ditemukan kurang dari 58% sperma yang viabel, maka kemungkinan motilitas sperma

akan menurun karena terdapat sperma yang mati (nekrospermia). Perlu dilakukan

pemeriksaan viabilitas pada analisa sperma ini (WHO, 2010).

f. Sel non sperma: sel germinal yang immatur, sel epitel dan leukosit. Leukosit merupakan

elemen sel non sperma yang sangat signifikan dan sering dijumpai pada pasien dengan

infertilitas. WHO menyatakan bahwa bila level leukosit diatas 1 x 106. WBC/mL maka

disebut dengan leukositospermia. Nilai normalnya adalah ≤ 1juta/mL.

2) Urinalisis

3) Pemeriksaan lender serviks/ sekret vagina, sekret uretra, sekret prostat, dan sedimentasi

urin dengan melihat adanya parasit Trichomonas Vaginalis (jika diduga trichomoniasis)

4) Pemeriksaan USG untuk menilai uterus, dan tuba jika ada kelainan

5) Histerosalpingografi (HSG) : dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba

bila terdapat sumbatan.

Page 5: Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang Infertil

6) Laparoskopi : Akhir-akhir ini laparoskopi dianggap cara terbaik untuk menilai fungsi

tuba falopi. Laparoskopi memberikan gambaran panoramic terhadap anatomi reproduktif

panggul dan pembesaran dari permukaan uterus, ovarium, tuba, dan peritoneum. Oleh

karenanya, laparoskopi dapat mengidentifikasi penyakit oklusif tuba yang lebih ringan

(aglutinasi fimbria, fimosis), adhesi pelvis atau adneksa, serta endometriosis yang dapat

mempengaruhi fertilitas yang tidak terdeteksi oleh HSG.

7) Penilaian ovulasi : Penentuan penyebab infertilitas merupakan kunci pengobatan karena

hal tersebut akan menghasilkan laju kehamilan kumulatif yang menyerupai laju

kehamilan pada wanita normal di usia yang sama. Sangatlah penting untuk memastikan

apakah ovulasi terjadi. Cara yang optimal untuk mengukur ovulasi pada wanita yang

memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur adalah dengan mengkombinasikan

serangkaian pemindaian ultrasound dan pengukuran konsentrasi serum FSH (Follicle

Stimulating Hormone) dan LH (luteinizing hormone) pada fase folikular dan progesteron

pada fase luteal.

8) Uji pasca senggama (UPS) : Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana tetapi dapat

memberi informasi tentang interaksi antara sperma dengan getah serviks. UPS dilakukan

2 – 3 hari sebelum perkiraan ovulasi dimana “spin barkeit” dari getah serviks mencapai 5

cm atau lebih. Pengambilan getah serviks dari kanalis endo-serviks dilakukan setelah 2 –

12 jam senggama. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop. UPS dikatakan positif,

bila ditemukan paling sedikit 5 sperma perlapangan pandang besar (LPB). UPS dapat

memberikan gambaran tentang kualitas sperma, fungsi getah serviks dan keramahan

getah serviks terhadap sperma.

9) Tes hormone : Terlalu banyak atau terlalu sedikit hormone dapat menyebabkan masalah

dengan produksi sperma atau masalah dalam hubungan seks.