pemeliharaan al

11
Pemeliharaan Al-Quran Pada Masa Nabi Muhammad SAW dan Pada Masa Khulafaur Rasyidin Masa Nabi Muhammad SAW Walaupun bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tapi mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair- syair dari para pujangga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan lain sebagainya adalah dengan hafalan semata.Karena hal inilah Nabi mengambil suatu cara praktis yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan dan memelihara Al-Qur'an. Setiap ayat yang diturunkan, Nabi menyuruh menghafalnya, dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelapah kurma, dan apa saja yang bisa dituliskan. Nabi menerangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi mengadakan peraturan, yaitu Al-Qur'an saja yang boleh dituliskan, selain dari Al-Qur'an, Hadits atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi dilarang untuk dituliskan. Larangan ini dengan maksud agar Al-Qur'an itu terpelihara, jangan dicampur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari Nabi. Nabi menganjurkan agar Al-Qur'an dihafal, selalu dibaca, dan diwajibkannya untuk dibaca ketika sedang melakukan Shalat. Dengan cara demikian, banyaklah orang yang hafal Al-Qur'an. Surat yang satu macam, dihafal oleh ribuan manusia, dan banyak yang hafal seluruh Al-Qur'an. Selain itu, tidak ada satu ayatpun yang tidak dituliskan. Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan Nabi sangat gembira, beliau berkata:

Upload: muhammad-affandi

Post on 03-Jan-2016

111 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Al-qur'an

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeliharaan Al

Pemeliharaan Al-Quran Pada Masa Nabi Muhammad SAW

dan Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Masa Nabi Muhammad SAW

Walaupun bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tapi mereka

mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan mereka dalam memelihara dan

meriwayatkan syair-syair dari para pujangga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan lain

sebagainya adalah dengan hafalan semata.Karena hal inilah Nabi mengambil suatu

cara praktis yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan dan memelihara Al-

Qur'an.

Setiap ayat yang diturunkan, Nabi menyuruh menghafalnya, dan

menuliskannya di batu, kulit binatang, pelapah kurma, dan apa saja yang bisa

dituliskan. Nabi menerangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi mengadakan peraturan,

yaitu Al-Qur'an saja yang boleh dituliskan, selain dari Al-Qur'an, Hadits atau

pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi dilarang untuk

dituliskan. Larangan ini dengan maksud agar Al-Qur'an itu terpelihara, jangan

dicampur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari Nabi.

Nabi menganjurkan agar Al-Qur'an dihafal, selalu dibaca, dan diwajibkannya untuk

dibaca ketika sedang melakukan Shalat. Dengan cara demikian, banyaklah orang

yang hafal Al-Qur'an. Surat yang satu macam, dihafal oleh ribuan manusia, dan

banyak yang hafal seluruh Al-Qur'an. Selain itu, tidak ada satu ayatpun yang tidak

dituliskan. 

Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan Nabi sangat gembira, beliau

berkata:

"Di Akhirat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah

syuhada"

Pada perang Badar, orang-orang musyirin yang ditawan oleh Nabi dan tidak

dapat menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai menulis dan membaca, masing-

masing diharuskan mengajar sepuluh orang muslim untuk menulis dan membaca

sebagai ganti tebusan.

Karena itulah, bertambahlah keinginan untuk belajar menulis dan membaca,

dan bertambah banyaklah mereka yang pandai menulis dan membaca, dan mulai

banyaklah yang menuliskan ayat-ayat yang diturunkan. Nabi sendiri mempunyai

beberapa juru tulis yang bertugas menuliskan Al-Quran untuk beliau. Diantaranya Ali

bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan Mu'awiyah.

 

Page 2: Pemeliharaan Al

Dengan demikian terdapat 3 unsur yang dapat memelihara Al-Qur'an yang telah

diturunkan, yaitu:

1. Hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur'an.

2. Naskah-naskah yang ditulis oleh Nabi

3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca

untuk mereka masing-masing.

Selain itu, sekali dalam setahun, Jibril mengadakan ulangan (repetisi). Pada waktu

itu Nabi diperintah untuk mengulang memperdengarkan Al-Qur'an yang telah

diturunkan. Di tahun beliau wafat, ulangan tersebut oleh Jibril sebanyak dua kali.

Nabi sendiripun sering mengadakan ulangan terhadap sahabat-sahabatnya di depan

muka beliau untuk menetapkan atau membetulkan hafalan atau bacaan mereka.

Ketika Nabi wafat, Al-Qur'an tersebut telah sempurna diturunkan dan telah dihafal

oleh ribuan manusia, dan telah dituliskan semua ayat-ayatnya. Semua ayatnya telah

disusun dengan tertib menurut urutan yang ditujikan sendiri oleh Nabi.

Mereka telah mendengan Al-Qur'an itu dari mulut Nabi sendiri berkali-kali

dalam Shalat, khutbah, dan pelajaran-pelajaran lainnya. Pendek kata Al-Qur'an

tersebut telah terjaga dengan baik, dan Nabi telah menjalani satu cara yang sangat

praktis untuk memelihara dan menyiarkan Al-Quran itu sesuai dengan keadaan

bangsa Arab di waktu itu.

  Suatu hal yang menarik perhatian, ialah Nabi baru wafat dikala Al-Qur'an itu

telah cukup diturunkan, dan Al-Qur'an itu sempurna diturunkan di waktu Nabi telah

mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah S.W.T. Hal ini bukan suatu

kebetulan saja, tapi telah diatur oleh yang maha esa.

Masa Abu Bakar r.a

Setelah Rasulullah wafat, sahabat baik Anshar maupun Muhajirin sepakat

mengangkat Abu Bakar menjadi Khalifah. Pada awal masa pemerintahannya banyak

orang-orang Islam yang belum kuat imannya. Terutama di Nejed dan Yaman, banyak

yang menjadi murtad, menolak membayar zakat, dan ada pula yang mengaku dirinya

sebagai nabi. Hal ini dihadapi oleh Abu Bakar dengan tegas, sehingga ia berkata pada

orang-orang tersebut "Demi Allah! Kalau mereka menolak untuk memnyerahkan

seekor anak kambing sebagai zakat (seperti apa) yang pernah mereka serahkan

kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka". Maka terjadilah

peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang murtad dan pengikut nabi palsu

tersebut. Diantara peperangan itu yang terkenal adalah peperangan Yamamah.

Tentara Islam yang ikut banyak dari para sahabat yang menghafal Al-Qur'an.

Page 3: Pemeliharaan Al

Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur'an. Bahkan

sebelumnya telah pula gugur hampir sebanyak itu penghafal Al-Qur'an lainnya.

Oleh karena itu Umar bin Khathab khawatir akan gugurnya para sahabat penghafal

Al-Qur'an yang masih hidup, maka ia datang kepada Abu Bakar memusyawaratkan

hal tersebut. Umar berkata kepada Abu Bakar: "Dalam peperangan Yamamah

para sahabat yang hafal Al-Qur'an telah banyak yang gugur. Saya khawatir

akan gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya. Sehingga

banyak ayat-ayat Al-Qur'an itu perlu dikumpulkan". Lalu Abu Bakar menjawab:

"Mengapa aku akan melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh

Rasulullah?". Umar menegaskan: "Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang

baik". Dan ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikannya tersebut,

sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar

tersebut.

Kemudian Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya: "Umar

mengajakku mengumpulkan Al-Qur'an". Lalu diceritakannya segala pembicaraan

yang terjadi antara dia dan Umar. Kemudian Abu Bakar berkata: "Engkau adalah

seorang pemuda yang cerdas yang kupercayai sepenuhnya. Dan engkau adalah

seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah. Oleh karena itu

maka kumpulkanlah ayat-ayat Al-Qur'an itu", Zaid menjawab "Demi Allah! Ini

adalah pekerjaan yang berat bagiku. Seandainya aku diperintahkan untuk

memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah lebih berat bagiku daripada

mengumpulkan Al-Qur'an yang engkau perintahkan itu". Dan ia berkata

selanjutnya kepada Abu Bakar dan Umar: "Mengapa kalian melakukan sesuatu

yang tidak diperbuat oleh Nabi?" Abu Bakar menjawab: "Demi Allah! Ini adalah

perbuatan yang baik". Ia lalu memberikan alasan-alasan kebiakan mengumpulkan

ayat-ayat Al-Qur'an itu, sehingga membukakan hati Zaid, kemudian ia

mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras,

tulang unta atau kambing dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al-Qur'an.

Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat

teliti. Sekalipun beliau hafal Al-Qur'an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan

pengumpulan Al-Qur'an yang sangat penting bagi umat Islam itu, masih memandang

perlu mencocokkan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan

oleh dua orang saksi.

Dengan demikian Al-Qur'an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit

dalam lembaran-lembaran yang diikat dengan benar, tersusun menurut urutan ayat-

ayatnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan

kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap di tangan Abu Bakar sampai beliau wafat,

kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khatab dan tetap di sana selama

pemerintahannya. Setelah beliau wafat, Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah,

Page 4: Pemeliharaan Al

puteri Umar, istri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an

di masa Khalifah Utsman.

Masa Umar bin Khattab

Umar bin Khattab berperan sebagai penggagas intelektual pengumpulan pertama al-

Qur`an pada masa khalifah Abu Bakar. Umar khawatir akan musnahnya al Qur`an

karena perang Yamamah telah banyak menggugurkan para qarri`.

Membukukan Al-Qur'an di masa Utsman r.a.

Di masa Khalifah Utsman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia

dan Azarbaiyan di sebelah timur dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian

kelihatanlah bahwa kaum muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesir,

Syirtia, Irak, Persia dan Afrika. Kemanapun mereka pergi dan mereka tinggal, Al-

Qur'an itu tetap menjadi Imam mereka, diantara mereka banyak yang menghafal Al-

Qur'an itu. Pada mereka terdapat naskah-naskah Al-Qur'an, tetapi naskah-naskah

yang mereka punya itu tidak sama susunan surat-suratnya. Terdapat juga perbedaan

tentang bacaan Al-Qur'an tersebut. Asal mulanya perbedaan tersebut adalah karena

Rasulullah sendiripun memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang

berada di masanya untuk membaca dan melafazkan Al-Qur'an itu menurut dialek

mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi supaya mereka

menghafal Al-Qur'an. Tetapi kemudian terlihat tanda-tanda bahwa perbedaan tentang

bacaan tersebut bila dibiarkan akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang

tidak diinginkan dalam kalangan kaum Muslimin.

 

Orang yang pertama memperhatikan hal ini adalah seorang sahabat yang bernama

Huzaifah bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukkan Armenia di

Azerbaiyan, dalam perjalanan dia pernah mendengan pertikaian kaum Muslimin

tentang bacaan beberapa ayat Al-Qur'an, dan pernah mendengan perkataan seorang

Muslim kepada temannya: "Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu".

 

Keadaan ini mengagetkannya, maka pada waktu dia telah kembali ke Madinah,

segera ditemuinya Utsman bin Affan, dan kepada beliau diceritakannya apa yang

dilihatnya mengenai pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan Al-Qur'an itu seraya

Page 5: Pemeliharaan Al

berkata: "Susullah umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al-Kitab,

sebagai perselisihan Yahudi dan Nasara(Nasrani)". 

Maka Khalifah Utsman bin Affan meminta Hafsah binti Umar lembaran-lembaran

Al-Qur'an yang ditulis di masa Khalifah Abu Bakar yang di simpan olehnya untuk

disalin. Oleh Utsman dibentuklah satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tszabit

sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash dan Abdur Rahman bin Harits bin

Hisyam.

 

Tugas panitia ini adalah membukukan Al-Qur'an dengan menyalin dari lembaran-

lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Utsman menasehatkan

agar:

Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur'an.

Bila ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah

dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur'an itu diturunkan

menurut dialek mereka.

Maka tugas tersebut dikerjakan oleh para panitia, dan setelah tugas selesai, maka

lembaran-lembaran Al-Qur'an yang dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan

kepadanya.

 

Al-Qur'an yang telah dibukukan itu dinamai dengan "Al-Mushhaf", dan oleh panitia

ditulis lima buah Al Mushhaf, Empat buah diantaranya dikirim ke Mekah, Syiria,

Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat tersebut disalin pula dari masing-masing

Mushhaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan

itulah yang dinamai dengan "Mushhaf Al Imam".

 

Setelah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang

bertuliskan Al-Qur'an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Maka dari

Mushhaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum Muslimin di seluruh pelosok

menyalin Al-Qur'an itu.

Dengan demikian, maka pembukuan Al-Qur'an di masa Utsman memiliki faedah

diantaranya:

1. Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushhaf yang seragam ejaan

tulisannya.

2. Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu

tidak berlawanan dengan ejaan Mushhaf-mushhaf Utsman. Sedangkan

bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan Mushhaf-mushhaf Utsman

tidak dibolehkan lagi.

Page 6: Pemeliharaan Al

3. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut seperti pada

Mushhaf-mushhaf sekarang.

Di samping itu Nabi Muhammad s.a.w. sangat menganjurkan agar para sahabat

menghafal ayat-ayat Al-Qur'an. Karena itu banyak sahabat-sahabat yang

menghafalnya baik satu surat, ataupun seluruhnya. Kemudian di zaman tabi'ien,

tabi'it, tabi'ien dan selanjutnya usaha-usaha menghafal Al-Qur'an ini dianjurkan dan

diberi dorongan oleh para Khalifah sendiri.

 

Pada zaman sekarang di Mesir, di sekolah-sekolah Awaliyah diwajibkan untuk

menghafal Al-Qur'an bila mereka ingin menamatkan pelajaran sekolah awaliyah dan

hendak meneruskan pelajarannya ke sekolah-sekolah mualimin, begitu juga di

pesantren-pesantren di Indonesia, sehingga Al-Qur'an dapat dihafal oleh jutaan umat

Islam di seluruh dunia. Dengan demikian terbuktilah firman Allah:

 

 

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami

tetap memeliharanya"

( Surat (15) Al Hijr Ayat 9 )

 Pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Setelah Al-Quran dibukukan pada masa khalifah Utsman, Bentuk

pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Ali bin Abi Thalib tidaklah berkembang secara

pesat mengenai pemeliharaan dan ilmu-ilmu Al-Qur’an. Pada masa ini Al-Qur’an

hanya berkembang pada diri sendiri dan praktek-praktek penetapan hokum yang

terdapat dalam al-Quran, karena pada masa Ali bin Abi Thalib langsung dihadapkan

pada permasalahan yang sangat besar yaitu masalah pembunuhan atas khalifah

Utsman bin Affan.

Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Sekarang

Meskipun Al-Qur’an telah dibukukan pada masa Usman bin Affan dan semua

umat islam menyakini bahwa di dalamnya tidak ada perubahan dari apa yang telah

diturunkan kepada Rasulullah SAW. 14 abad yang lalu. Namun orang orientalis

masih saja ada yang meragukan keotentikan Al-Qur’an.

Page 7: Pemeliharaan Al

Diantara mereka ada yang mencoba melakukan perubahan yaitu terhadap isi

Al-Qur’an dengan merubah sebagian teksnya, serta melakukan perubahan yaitu

merubah satu huruf yang mirip seperti خ dirubah jadi ح sehingga berubah arti dan

maknanya.

Upaya-upaya kaum orientalis ini tidak pernah mengalami keberhasilan karena sangat

banyak umat Islam yang menghafal Al-Qur’an, sehingga perubahan sedikit pun dari

redaksi Al-Qur’an pasti ditemukan. Karena upaya tersebut tidak berhasil maka

mereka mencoba cara lain dengan melakukan melakukan penafsiran tidak sesuai

dengan makna yang sebenarnya. Apalagi banyaknya kisah israiliyyat yang merasuki

penafsiran al-Qur’an. kisah dan dongeng yang disusupkan dalam tafsir dan hadits

yang asal periwayatannya kembali kepada sumbernya yaitu Yahudi, Nashrani dan

yang lainnya. Cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke

dalam tafsir dan hadits tersebut sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-

sumber lama.

Mufassir dituntut untuk memperhatikan cakupan pengertian dan keserasian makna

yang ditunjuk oleh redaksi ayat Al-Qur’an. Di samping itu harus tetap memelihara

dan memperhatikan semua konsekuensi makna yang terkandung dalam redaksi ayat,

serta makna lain yang mengarah kepadanya, yaitu makna yang tidak terjangkau oleh

penyebutan redaksi ayat, tetapi relevan dengannya.

Menurut para ulama, seseorang yang hendak menafsirkan ayat Al-Qur’an, hendaklah

lebih dahulu mencari tafsir ayat tersebut di dalam Al-Qur’an sendiri, karena kerap

kali ayat-ayat itu bersifat global di suatu tempat, sedang penjelasannya terdapat di

tempat lain (ayat lain), terkadang ayat itu bersifat ringkas di suatu tempat, dan

penjelasannya ditemukan di tempat lain (ayat lain). Lantaran yang lebih mengetahui

makna Al-Qur’an secara tepat hanyalah Allah. Jika tidak ada ayat yang dapat

dijadikan tafsir bagi ayat itu, hendaklah memeriksa hadis-hadis Nabi. Karena sunnah

merupakan penjelas makna ayat Al-Qur’an. Jika tidak menemukan di dalam sunnah

hendaklah merujuk kepada perkataan sahabat, sesungguhnya mereka lebih tahu

mengenai hal itu lantaran mereka mendengar sendiri dari mulut Rasulullah dan

menyaksikan sebab-sebab turunnya ayat dan suasana yang meliputi ketika turunnya,

mereka juga memiliki pemahaman bahasa Arab yang benar, ilmu yang benar dan

amal shalih.

Dalam hal tersebut di atas, maka pemeliharaan Al-Qur’an tidaklah berhenti sampai di

situ, melainkan umat Islam di masa sekarang haruslah senantiasa memelihara dan

menjaga keotentikan al-Qur’an dengan cara berusaha menghafal, mempelajari dan

mengkaji Al-Qur’an, serta memahami makna yang sebenarnya berdasarkan kaidah

tafsir, sehingga setiap perubahan isi Al-Qur’an serta adanya upaya untuk menafsirkan

tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya dapat diketahui.