pemburu rente_rent seeking (epp kel 6)

17
PENGARUH PEMBURU RENTE DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA TUGAS MAKALAH KELOMPOK MATA KULIAH EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN KELOMPOK 6 1. Agus Indra Irawan (115030101111053) 2. Qamaruddin (115030113111007) 3. Rizky Kurnia P (115030100111132) 4. Ridhan rachmadi (115030105111002) 5. Debi Dwi Sapurno (115030102111002) 6. Achab Sonni (115030107111016) 7.Rahmat Effendi (11503010) UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK DESEMBER 2012

Upload: fatin-nuha-astini

Post on 06-Aug-2015

1.467 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)...

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

PENGARUH PEMBURU RENTE DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

TUGAS MAKALAH KELOMPOK MATA KULIAH EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN

KELOMPOK 6

1. Agus Indra Irawan (115030101111053)

2. Qamaruddin (115030113111007)

3. Rizky Kurnia P (115030100111132)

4. Ridhan rachmadi (115030105111002)

5. Debi Dwi Sapurno (115030102111002)

6. Achab Sonni (115030107111016)

7.Rahmat Effendi (11503010)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

DESEMBER 2012

Page 2: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam

mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan sosial (Social Walfare) bagi publik.

Mayoritas negara di dunia ini melakukan strategi perekonomian yang lebih hati-hati dan

menggabungkan prinsip pasar bebas (market mechanism) dengan intervensi pemerintah yang

lebih terarah dan tepat guna (Deliarnov, 2006). Aliran-aliran pemikiran seperti Marxisme,

Keynesian, dan paham sosialis lainnya juga mendukung institusi politik dan pemerintahan dalam

perekonomian untuk mencapai ekonomi yang lebih efisien dan lebih adil.

Sejak tahun 1967, teori mengenai “rent-seeking” (pemburu rente)ini dikembangkan oleh

Gordon Tullock, dan istilah “rent” disini berkembang menjadi tidak dalam pengertian yang sama

dengan yang dimaksudkan oleh Adam Smith. Fenomena dari rent seeking ini teridentifikasi

dalam hubungannya dengan monopoli. Selanjutnya, rentseeking (pemburu rente) menjadi

bermakna suatu proses dimana seseorang atau sebuah perusahaan mencari keuntungan melalui

manipulasi dari situasi ekonomi (politik, aturan-aturan, regulasi, tariff dll) daripada melalui

perdagangan.

Istilah rent seeking sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Anne Krueger pada tahun

1973 dalam tulisan yang mengulas tentang pemikiran Gordon Tullock. Menurut Didik J

Rachbani, “perburuan rente ekonomi terjadi ketika seorang pengusaha atau perusahaan

mengambil manfaat atau nilai yang tidak dikompensasikan dari yang lain dengan melakukan

manipulasi pada lingkungan usaha atau bisnis. Manipulasi pada lingkungan usaha tersebut juga

terjadi, karena perebutan monopoli atas aturan main atau regulasi. Karena itu, pelaku usaha yang

melobi untuk mempengaruhi aturan lebih memihak dirinya dengan pengorbanan pihak lainnya

Page 3: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

disebut pemburu rente (“rent seekers”). Praktik berburu rente ekonomi juga diasosiasikan dengan

usaha untuk mengatur regulasi ekonomi melalui lobi kepada pemerintah dan parlemen.

Penetapan tarif oleh pemerintah untuk kelompok bisnis juga merupakan bagian dari praktik

tersebut. Hal yang sama dalam pemberian monopoli impor gandum, beras,gula, dan sejenisnya

merupakan bagian dari praktik perburuan rente ekonomi” (Suara Merdeka, 28 November 2005).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:

a. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi maraknya rent seeking di Indonesia?

b.Bagaimana pengaruh rent seeking terhadap perekonomian Indonesia?

c. Bagaimana contoh kasus yang menggunakan praktek rent seeking di Indonesia?

d. Bagaimana cara mengatasi maraknya rent seeking di Indonesia?

1.3 Tujuan

a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya rent seeking di

Indonesia.

b. Mendiskripsikan pengaruh rent seeking terhadap perekonomian Indonesia.

c. Mendiskripsikan contoh kasus yang menggunakan praktek rent seeking di Indonesia.

d. Mengidentifikasikan cara mengatasi maraknya rent seeking di Indonesia.

Page 4: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

BAB II

Kajian Pustaka

A. Pengertian Rent- Seeking : Konsep Klasik vs Ekonomi Politik

Teori rent-seeking pertama kali diperkenalkan oleh Krueger yang kemudian

dikembangkan oleh Bhagwati dan Srinivasan. Pada saat itu, Krueger membahas tentang praktik

memperoleh kuota impor. Kuota impor sendiri bisa diartikan sebagai perbedaan antara harga

batas/ border price (cum price) dan harga domestik.

Dalam pengrtian ini, perilaku rent-seeking dapat diartikan sebagai pengeluaran sumber

daya untuk mengubah kebijakan ekonomi, atau menelikung kebijakan tersebut agar dapat

menguntungkan pihak pencari rente. Dalam teori ekonomi klasik, konsep rent-seeking tidak

dinilai secara negative sebagai kegiatan ekonomi yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak

lain. Bahkan, perilaku rent-seeking dapat dinilai positif karena dapat memacu kegiatan ekonomi

secara simultan, seperti halnya seseorang yang ingin mendapatkan laba maupun upah.

Namun, di sisi lain, dalam literatur ekonomi politik, konsep rent-seeking diangap sebagai

perilaku negative. Asumsi yang dibangun dalam teori ekonomi politik adalah, bahwa setiap

kelompok kepentingan berupaya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-besarnya

dengan upaya sekecil-kecilnya. Pada titik inilah seluruh sumber daya yang dimiliki seperti lobi

akan ditempuh demi mencapai tujuan tersebut.

Disini timbul masalah. Jika hasil dari lobi tersebut adalah berupa kebijakan, maka

dampak yang muncul bisa sangat besar. Menurut Olson (seperti terdapat dalam Yustika) proses

lobi tersebut dapat berdampak kolosal karena mengakibatkan proses pengambilan keputusan

Page 5: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

berjalan sangat lambat dan ekonomi pada akhirnya tidak bisa merespon secara cepat terhadap

perubahan-perubahan dan teknologi baru.

Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan rent-seeking dapat didefinisikan sebagai upaya

individual atau kelompok untuk meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi

pemerintah. Prasad (seperti terdapat dalam Yustika) mendefinisikan rent-seeking sebagai proses

di mana individu memperoleh pendapatan tanpa secara aktual meningkatkan produktivitas, atau

malah mengurangi produktivitas tersebut.

Istilah “Rent Seeking” menurut Adam Smith

Adam Smith membagi penghasilan (income) dalam tiga tipe, laba, upah dan sewa

(profits, wages, and rents). Rents (sewa) adalah tipe termudah yang dapat diperoleh untuk

menjadi penghasilan. Uang sewa dibayarkan untuk penggunaan seperti tanah, gedung, kantor,

mobil, dimana seseorang menginginkan untuk menggunakan tetapi tidak ingin memiliki. Karena

‘sewa’ merupakan penghasilan yang termudah dan lebih aman, maka secara alamiah orang

ingin penghasilan berasal dari ‘sewa’ dari pada yang berasal dari laba atau upah. Motivasi

yang disebut sebagai “pemburu rente” (“rent-seeking”), yang dalam konteks ini adalah sah-sah

saja.

B. Tipe-tipe Rent-Seeking

Menurut Michael Ross , pemburu rente/rent seeking dapat dibagi menjadi dua tipe :

a) Rent Creation, dimana perusahaan (firms) mencari keuntungan yang dibuat oleh Negara

dengan menyogok politisi dan birokrat (in whichfirms seek rents created by the state, by bribing

politicians andbureaucrats)

b) Rent Extraction, dimana politisi dan birokrat mencari keuntungan dari perusahaan dengan

mengancam perusahaan dengan peraturan-peraturan (in which politicians and bureaucrats seek

rents held by firms, by threatening fims with costly regulations)

Selain kedua tipe di atas, masih ada satu tipe lagi, yaitu:

c) Rent Seizing, dimana terjadi ketika aktor-aktor negara atau birokrat berusaha untuk

mendapatkan hak mengalokasikan rente yang dihasilkan dari institusi-institusi Negara untuk

Page 6: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

kepentingan individunya atau kelompoknya. (rent seizing: as efforts by state actors to gain

theright to allocate rents).

Berdasarkan definisi di atas maka praktek rent-seeking itu memiliki beberapa ciri:

1. Mencoba menerapkan praktek monopoli, khususnya sumber daya.

2. Adanya praktek merayu atau melobby Pemerintah guna mencari perlindungan atau

mendapatkan hak guna sumber daya.

Dalam Ekonomi Politik juga dikenal yang namanya Rent Seeking. Rent Seeking adalah

perilaku mempengaruhi kebijakan pemerintah, agar memperoleh keuntungan. Contoh:

Produsen pakaian merek TMC, belakangan ini mengalami penurunan permintaan akibat

masuknya produk dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah. Maka perusahaan

pakaian TMC melakukan lobi ke pemerintah agar di keluarkan aturan yang mengenakan tarif

bea masuk yang tinggi terhadap pakaian dari luar negeri, agar harga jual dalam negeri

pakaian tersebut meningkat, sehingga permintaan produknya meningkat kembali. Inilah

contoh perilaku Rent Seeking, biasanya dilakukan oleh keluarga dekat para pejabat

pemerintah. Kalau sudah begini, masyarakat sebagai konsumen yang dirugikan.

Pemburu rente (rent-seeking) didefinisikan sebagai perilaku pengusaha yang memperoleh

keuntungan dengan sama sekali tidak berkontribusi bagi peningkatan produktifitas

perekonomian tetapi malah menimbulkan tambahan kerugian pada masyarakat. Di Indonesia,

perilaku ini dikenal sebagai penyumbang terbaik bagi apa yang disebut high-cost

economy. Tullock[1] menemukan bahwa perilaku ini cenderung terjadi pada mereka yang

memegang kendali struktur monopoli. Di sektor ekonomi ia memonopoli sumber daya,

distribusi dan pasar sementara di sektor publik menjadi pengontrol kebijakan di

pemerintahan maupun legislatif. Kunio[2] menyebut perilaku ini tidak mungkin berkembang

bila tidak terjadi kerjasama saling menguntungkan antara pemburu rente di sektor ekonomi

dan kaum predator pembuat kebijakan di sektor publik. Fenomena ini disebutnya

sebagai ersatz capitalism atau pseudo-capitalism (kapitalisme semu) suatu terminologi

perekonomian yang terlihat maju dalam jangka pendek tetapi rentan dalam jangka panjang.

Mcvey[3] lebih menjelaskan kapitalisme semu itu telah mewujud di banyak negara Asia

Tenggara dalam bentuk kerjasama saling menguntungkan antara para pengusaha yang

Page 7: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

menyediakan modal domestik maupun asing dengan pejabat yang menyediakan fasilitas,

insentif dan proteksi. Pengusaha memperoleh keuntungan berupa murahnya sumber daya,

mudahnya akses atas informasi dan opportunity yang diperoleh melalui kebijakan yang

dikeluarkan untuk itu sementara pejabat memperoleh keuntungan dalam imbalan suap,

kolusi dan korupsi.

Kapitalis kraton

Di muangthai, Malaysia, dan Indonesia ada keluarga-keluarga kraton (tetapi tidak di singapura

dan Filipina). Di Malaysia dan Indonesia, para sultan dan /atau keluarga mereka, dan di

muangthai, raja (lebih tepatnya, biro harta raja, yang mengelola harta dan investasi dari rumah

tangga kraton) terjun dalam bisnis. Dari ketiga Negara ini, keterlibatan kraton dalam bisnis

paling tidak signifikan di Indonesia, karena hanya sedikit sultan yang masih ada- dan di antara

mereka, hanya sultam Yogyakarta, sri sultan hamengkubuwono IX-yang scara luas terlibat.

Sebagai contoh, hamper separuh harga bank dagang nasional Indonesia, salah satu bang dagang

swasta terbesar, dan memiliki atau memegang saham sejumlah perusahaan yang lain ( seperti PT

Duta Merlin, sebuah kompleks pertokoan di Jakarta

Keluarga presiden

Di Indonesia, konon presiden soeharto melakukan investasi di investasi, khususnya pada

perusahaan-perusahaan milik liem sioe liong, tetapi tak ada cara untuk mengecek kebenaran hal

ini karena ia tidak melakukannya atas namanya sendiri. Akan tetapin keluarganya, terlibat luas

dalam bisnis. Adaik tirinya, probosutedjo, memimpin kelompok perusahaan mertju Buana. Ia

berbagai hak monopoli impor cengkeh dengan Liem Sioe Liong: merupakan kontraktok utam

untuk proyek-proyek pemerintahan; dan menjadi pemasok utama bagi perusahaan minyak

Indonesia: saudara angkat soehrto, sudwikatmono, sering bertindak sebagai wakil (frontman)

perusahaan bagi Liem Sioe Liong di samping juga memiliki grup perusahaaan (grup subenta).

Selanjutnya, saudara lelaki nyonya soeharto Bernard ibnu hardjono, memiliki grup perusahaan

gumung ngadeg jaya, yang terjun dalam usaha kayu glondongan, distribusi semen, perdagangan

luar negri, dan pemasokan lepasa pantai

Page 8: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

Pemburu Rente

Para kapitalis yang mencoba menjalin hubungan dengan pemerintah demi keuntungan bisnis

dapat disebut pemburu rente (rent seekers) karena pada pokoknya mereka mencari peluang-

peluang untuk menjadi penerima rente yang dapat pemerintah berikan dengan penyerahan

sumber dayanya, menawarkan proteksi atau memberikan wewenang untuk jenis-jenis kegiatan

tertentu yang diaturnya. “Rente” disini didefinisikan sebagai solusi antara nilai pasar dari suatu

“kebaikan hati” pemerintah dengan jumlah yang dibayar oleh si penerima kepada pemerintah

atau secara pribadi kepada penolongnya di pemerintahan (kalau ia tidak membayar sama sekali,

maka seluruh nilai pasar adalah rente, atau lebih tepatnya rente ekonomi).

Kapitalis Konco

Para kapitalis konco atau (crony kapitalist) adalah usahawan sektor swasta yang memperoleh

keuntungan besar dari hubungan erat dengan kepala negara. Para kapitalis seperti Benedicto,

Eduardo Cojuangco, Rodulfo Cuenca, Herminio Disini, Antonio Floirendo dan Ricardo Selverio

sering disebut menjadi konco-konco Marcos. Banyak diantara konco-konco Marcos telah

mendirikan bisnis sebelum undang-undang darurat.

Spekulator

Bila spekulator di definisikan sebagai seseorang yang mengambil resiko demi peluang

memperoleh keuntungan,maka semua usahawan adalah spekulator, karena semua investasi pasti

mengandung resiko.Agar memenuhi syarat sebagai spekulator,ia harus mengambil resiko besar

demi peluang memperoleh keuntungan yang besar. Usahawan yang pergi ke Kasino dengan

sejumlah besar uang merupakan pola dasarnya. Konon banyak orang yang mendatangi Kasino di

Filiphina dan Malaysia( juga di Indonesia hingga tahun 1981) adalah usahawan. Mereka yang

tidak puas dengan Kasino-kasino mendatangi Macau atau bahkan sampai sejauh Las

Vegas.Dahulu,ketika belum ada kasino banyak orang cina berjudi di klub-klub pertemuan

seperti klub Ee Hoe Hean dan klub Tanjong Rhu di singapura.

Page 9: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

BAB III

Pembahasan

3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi maraknya rent seeking di Indonesia

Pada umumnya keberadaan pemerintah memiliki pengaruh perekonomian pada tingkat

yang berbeda-beda. Ada pemerintahan yang mengatur perekonomiannya secara ketat atau

intensif dan ada pula yang membatasi sebagai pendukung saja dalam suatu perekonomian.

Beberapa peran pemerintah dalam perekonomian adalah pemerintah membantu

perkembangan bisnis secara umum, mendorong persaingan usaha yang sehat, membanatu

kelompok ekonomi lemah, dan sebagai stabilizer.

Indonesia sekarang ini sedang mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang meningkat

namun yang jadi permasalahan sekarang adalah tingkat korupsi dan fenomena rent seeking

para pejabat pemerintahan yang semakin marak yanag berdamapak terhadap perekonomian

Indonesia.

Secara ekonomi maraknya rent seeking disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. adanya hambatan perdagangan internasional

2. pengawasan harga oleh pemerintah

3. diberlakukannya multiple exchange rate,

4. dan rendahnya gaji pegawai negeri

(Mauro, 1997, Ginting, 1999).

3.2 pengaruh rent seeking terhadap perekonomian Indonesia

rent-seeking bureaucracy timbul sebagai akibat perbuatan seseorang, kelompok, ataupun

organisasi tertentu, terutama birokrasi, yang mengambil keuntungan materi sebesar-besarnya dari

Page 10: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

menjual kewenangan dan praktek manipulasi untuk mendukung pihak lain mengekploitasi

sumber-sumber ekonomi.

praktek kolutif tersebut pada akhirnya menyuburkan korupsi, sehingga muncul kemudian

istilah shadow state sebagai tandingan istilah negara konvensional. Definisi negara konvensional

menurut Weber memiliki karakteristik, antara lain:

a. aturan administratif dan kepastian penegakan hukum,

b. kekuasaan atas warga negara dan suatu wilayah tertentu,

c. monopoli dalam penggunaan kekuataan memaksa1.

Sementara itu, konsep shadow state antara lain bercirikan suatu sistem pemerintahan yang

dikendalikan oleh aparatur negara yang bertindak berdasarkan kepentingan kaum swasta ataupun

aktor-aktor eksternal lainnya di luar institusi negara. Aktor-aktor tersebut dapat merupakan

penyedia jasa dan barang kepada pemerintah, dimana terdapat kewajiban pemerintah membeli

kepada mereka tanpa harus melalui prosedur pembelian yang legal misalnya, mekanisme

pengadaan barang dan jasa atau lelang. Shadow state digerakkan oleh hukum yang tidak tertulis,

senantiasa berubah menurut selera pemerintah dan kepentingan pengusaha. Kerjasama di antara

mereka akan menimbulkan gejala monopoli di dalam penguasaan sumber-sumber utama

ekonomi yang akan selalu diliputi ketidakpastian. Warga negara hidup di dalam shadow state

ditandai dengan lebarnya jurang kemiskinan antara miskin dan kaya sebagai akibat tidak adanya

aturan tegas memberikan akses kesejahteraan bagi kaum kurang beruntung.

Kecurigaan adanya kepentingan bisnis di balik pembangunan gedung ini semakin tidak

terbantahkan. Apalagi, tren menunjukkan, tidak sedikit anggota DPR yang memiliki latar

belakang sebagai pebisnis.

Dalam sejarah politik di Indonesia, tampaklah bahwa akar korupsi terdapat dalam praktik

pemburuan rente yang sudah berurat-akar sejak zaman prakemerdekaan. Para elite secara

sistematis menggunakan pengaruhnya untuk memengaruhi setiap pengambilan keputusan dalam

perencanaan anggaran.

Hal yang sama juga ditengarai terjadi pada tataran aktor dan elite politik di parlemen. Walaupun

telah mengalami pemutakhiran, ternyata perilakunya tetap sama.

Page 11: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

Kecurigaan adanya kepentingan bisnis di balik pembangunan gedung ini semakin tidak

terbantahkan. Apalagi, tren menunjukkan, tidak sedikit anggota DPR yang memiliki latar

belakang sebagai pebisnis.

Dalam sejarah politik di Indonesia, tampaklah bahwa akar korupsi terdapat dalam praktik

pemburuan rente yang sudah berurat-akar sejak zaman prakemerdekaan. Para elite secara

sistematis menggunakan pengaruhnya untuk memengaruhi setiap pengambilan keputusan dalam

perencanaan anggaran.

Hal yang sama juga ditengarai terjadi pada tataran aktor dan elite politik di parlemen. Walaupun

telah mengalami pemutakhiran, ternyata perilakunya tetap sama.

Konfigurasi semacam ini telah menjadi ”parasit” bagi negara, terutama dalam hal pengelolaan

dana publik, sehingga inisiatif untuk menyejahterakan masyarakat hanya menjadi slogan semata.

Pembangunan gedung baru DPR yang bermasalah ini menyiratkan bahwa problem politik

semacam ini sedang melanda DPR. Mereka seolah-olah bermetamorfosis dari wujud yang ideal

(Dewan Perwakilan Rakyat) menjadi Dewan Pemburu Rente.

Konfigurasi semacam ini telah menjadi ”parasit” bagi negara, terutama dalam hal pengelolaan

dana publik, sehingga inisiatif untuk menyejahterakan masyarakat hanya menjadi slogan semata.

Pembangunan gedung baru DPR yang bermasalah ini menyiratkan bahwa problem politik

semacam ini sedang melanda DPR. Mereka seolah-olah bermetamorfosis dari wujud yang ideal

(Dewan Perwakilan Rakyat) menjadi Dewan Pemburu Rente.

3.3 contoh kasus yang menggunakan praktek rent seeking di Indonesia

A. Kasus Rent – Seeking : Kebijakan Monopoli

Kasus rent-seeking di Indonesia dapat kita telusuri pada masa pemerintahan Orde Baru.

Pada saat itu, terdapat persekutuan bisnis besar (yang menikmati fasilitas monopoli maupun

lisensi impor) dengan birokrasi pemerintah. Dengan fasilitas tersebut, pemilik rente ekonomi

memperoleh dua kentungan. Pertama, mendapatkan laba yang berlebih. Kedua, mencegah

pesaing masuk dalam pasar.

Produsen gandum dapat melakukan investasi dengan biaya yang lebih murah, atau

mereka dapat mengorganisasikan kartel atau monopoli. Hal ini dilakukan agar mereka dapat

Page 12: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

mengendalikan harga melalui pembatasan produksi. Upaya mengorganisasikan kartel atau

monopoli inilah yang disebut sebagai perilaku rent-seeking. Dengan adanya rent-

seeking,produksi akan berubah menjadi Q1 dan harga naik menjadi P1. Hal ini menyebabkan dua

konsekuensi. Pertama, keuntungan area segi empat (yang diberi titik-titik) akan ditransfer dari

konsumen ke pihak monopolis. Kedua, masyarakat mengalami kerugian yang digambarkan

dalam grafik di atas sebagai segitiga yang diarsir.

B. Kasus Rent-Seeking : Korupsi

Contoh kasus rent-seeking yang sudah akrab dalam kehidupan kita adalah kasus korupsi.

Korupsi merupakan permasalahan yang dialami banyak negara, dan hingga saat ini amat sulit

untuk ditangani, tidak terkecuali di Indonesia. Korupsi dapat dilakukan dengan berbagai cara,

salah satunya adalah penyuapan. Banyak politisi di Indonesia yang terjerat kasus korupsi dengan

modus penyuapan. Politisi tersebut mendapatkan rente ekonomi (suap) dari para pengusaha atau

investor yang memiliki kepentingan tertentu. Semakin mudah penyuapan dilakukan, maka

semakin korup negara tersebut.

Berdasarkan laporan lembaga Transparency International pada Corruption Perceptions Index

tahun 2010, Indonesia menempati urutan ke 110 dengan nilai 2,8 dari total 178 negara. Semakin

tinggi nilai suatu negara (mendekati 10), maka semakin bersih negara tersebut dari korupsi.

Dengan angka 2,8, Indonesia masih merupakan lahan subur bagi tindak korupsi. Nilai ini amat

jauh bila dibandingkan dengan Singapura yang menempati peringkat pertama dengan nilai 9,3,

dan Malaysia yang menempati urutan ke- 56 dengan nilai 4,4.

Jika dikaitkan dengan kasus penyuapan, menurut survey yang dilakukan oleh

lembagaTransparency International pada tahun 2008, pihak yang paling mudah disuap di

Indonesia adalah pihak-pihak legislatif dengan nilai 4,1, menyusul di bawahnya adalah politisi

dan polisi dengan nilai masing-masing 3,9. (skala nilai adalah 1-5, dengan ketentuan semakin

besar nilai maka semakin mudah disuap).

a) Faktor- faktor Penyebab Korupsi

Menurut Paolo Mauro dalam Economic Issues Vol. 6 yang diterbitkan oleh IMF, terdapat

beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tindak korupsi, antara lain:

1) Pembatasan perdagangan. Jika suatu negara menetapkan kuota impor, maka keberadaan

lisensi impor bagi seorang importir merupakan hal yang sangat berharga, dan importir akan

Page 13: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

menyuap otoritas yang berwenang demi mendapatkan lisensi impor ini. Disamping kuota impor,

kebijakan pemerintah untuk melindungi usaha lokal dari kompetisi asing melalui kebijakan tarif

akan memunculkan semi-monopoli bagi industri lokal. Pengusaha lokal dapat

melakukan lobbying agar kebijakan ini terus berlangsung dengan menyuap politisi.

2) Subsidi pemerintah. Korupsi dapat tumbuh dengan subur di bawah payung kebijakan sektor

industri yang salah sasaran. Jadi, industri tersebut tidak perlu disubsidi, namun karena adanya

suatu kebijakan, maka subsidi diberikan bagi sektor industri tersebut.

3) Kontrol atas harga. Kontrol harga yang dimaksudkan untuk menetapkan harga di bawah harga

pasar dapat menimbulkan perilaku rent-seeking. Kontrol harga akan mendorong individu

maupun kelompok untuk menyuap pemerintah untuk mempertahankan kebijakan seperti itu, dan

memberikan “bagian” atas harga yang ditetapkan tersebut.

4) Praktek nilai tukar yang bermacam-macam (Multiple Exchange Rate) dan skema alokasi

valuta asing. Suatu negara bisa saja memiliki beberapa nilai tukar, misalnya nilai tukar untuk

importir, nilai tukar untuk wisatawan, dan nilai tukar untuk investor. Diferensiasi ini mendorong

pihak-pihak untuk mengejar nilai tukar yang menguntungkan bagi mereka.

5) Upah yang rendah bagi pegawai pemerintah. Jika upah pegawai pemerintah terlalu rendah,

maka pegawai pemerintah dapat menggunakan wewenangnya untuk meminta uang suap, terlebih

lagi bila kemungkinan terbongkar kasus suap tersebut amat kecil.

6) Sumber daya alam yang melimpah. Harga jual hasil alam biasanya jauh melebihi biaya

pengolahannya, dan penjualan hasil alam tersebut biasanya harus mengikkuti peraturan

pemerintah yang ketat. Hal ini akan menimbulkan perilaku rent-seeking, di mana hasil penjualan

hasil alam tersebut dinikmati olehsegelintir orang saja.

7) Faktor sosiologi. Dalam suatu ikatan keluarga yang kuat, setiap anggota keluargaakan saling

tolong-menolong dalam banyak hal. Begitu pula dengan pegawai pemerintah. Maraknya kasus

nepotisme merupakan contoh dari ikatan keluarga yang kuat, yang dapat menimbulkan

perilaku rent-seeking.

b) Dampak Korupsi

Dari segi ekonomi, dampak korupsi adalah memperlambat pertumbuhan ekonomi dari berbagai

sektor, antara lain:

Page 14: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

1. Menurunkan tingkat investasi dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi pada tingkat

yang signifikan. Di sebuah negara yang korup, para investr menyadari bahwa suap

dibutuhkan sebelum sebuah perusahaan berdiri. Setelah perusahaan berhasil berdiri, korupsi

masih terus saja terjadi karena penguasa terus meminta bagiannya. Dengan demikian,

investor akan menganggap suap dan korupsi sebagai bagian dari pajak. Hal ini akan

mengurangi insentif untuk berinvestasi.

2. Alokasi yang salah atas sumber daya manusia yang berkualitas. Insentif finansial akan

mendorong sumber daya manusia yang berkualitas untuk bekerja pada sektor yang memiliki

kemudahan melakukan rent-seeking, dibandingkan di tempat-tempat yang benar-benar

produktif.

3. Mengurangi efektivitas alur bantuan. Dengan adanya korupsi, alokasi bantuan dana bisa saja

digunakan untuk pengeluaran pemerintah yang tidak produktif dan sia-sia. Akibatnya,

negara-negara donor akan mengurungkan niatnya untuk memberikan bantuan.

4. Menurunkan penghasilan pajak. Pajak yang seharusnya masuk ke kas negara bisa saja masuk

ke kantong pribadi pihak-pihak tertentu akbat adanya korupsi.

5. Menurunkan kualitas infrastruktur dan pelayanan publik.

3.4 Cara mengatasi maraknya rent seeking di Indonesia

Untuk mengatasi itu, selayaknya dilakukan beberapa langkah untuk memberantas perilaku

pemburu rente dan korupsi di Indonesia. Langkah-langkah itu haruslah dibuat terukur

sehingga dapat mengurangi peluang bagi siapa saja mengembangkan perilaku pemburu rente

dan korupsi, seperti antara lain:

1. Memperkuat keterbukaan dan demokrasi, terutama dengan memperluas

partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan publik. Harus

dihindari semaksimal mungkin suatu kebijakan publik, terutama yang melibatkan

anggaran publik atau kebijakan yang mengenai sumber daya publim/negara,

dilakukan dengan pola di “bawah meja.” Setiap keputusan-keputusan publik

seperti itu harus mampu dijelaskan cost dan benefitnya. Karena itu, transparansi

dalam hal ini menjadi konsern utama. Kebebasan pers dapat menjadi alat ampuh

bagi mendorong keterbukaan dan demokrasi. Kebebasan pers harus didorong

untuk makin meningkatnya kualitas lembaga-lembaga pemerintahan, parlemen,

Page 15: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

partai politik serta lembaga-lembaga kemasyarakatan, seperti LSM dan

organisasi-organisasi sosial lainnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan public

accountability yang makin baik terhadap lembaga-lembaga tersebut. Public

transparency dan public accountability untuk semua kebijakan publik

seharusnyalah diatur dalam aturan-aturan yang jelas, misalnya, dengan membuat

Undang-undang tentang itu.

2. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan para penyelenggara

Negara melalui reformasi birokrasi dan perbaikan sistem renumerasinya. Dengan

tingkat kesejahteraan yang makin baik diharapkan para penyelenggara Negara

dapat menjalankan perannya sesuai dengan tujuan-tujuan pelayanan publik yang

menjadi wilayah kewenangannya. Pelayanan publik akan semakin berkualitas dan

efektif bila dikelola oleh para penyelenggara yang memiliki kompetensi yang

sesuai dengan bidang pekerjaannya. Disamping itu harus diperhatikan posisi-

posisi pemerintahan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan,

khususnya dalam soal kegiatan belanja barang pemerintahan maupun dalam soal

promosi kepegawaian yang berdasarkan merit system dan bukan berdasarkan

koneksi. Bahkan untuk jabatan-jabatan tertentu check system seperti melalui

mekanisme fit and proper testdan atau track record diperlukan untuk seseorang

sebelum mengemban jabatan itu. Disamping itu, perbaikan sistem renumerasi

yang mampu memenuhi kebutuhan hidup layak dan yang juga memperhatikan job

loads dan job risksn suatu jabatan publik harus menjadi bagian integral bagi

perbaikan kualitas pejabat publik.

3. Mempertegas law enforcement. Penegakan hukum yang tegas, pasti dan tidak

diskriminasi akan menjadi alat yang efektif dalam memberantas korupsi di

Indonesia. Karena dalam beberapa survey menunjukkan para penegak hukum

merupakan wilayah yang rentan atas kegiatan korupsi, pemerintah harus

memberikan perhatian serius terhadap peningkatan kualitas dan kesejahteraan

para penegak hukum ini.

4. Memperkuat ajaran agama khususnya budaya kejujuran dan kedisiplinan

sehingga menjadi tradisi yang melekat dalam kehidupan dan pendidikan.

Perilaku-perilaku seperti nyontek, plagiat, nyerobot antrian, berdiam diri atas

Page 16: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

ketidakadilan dan sebagainya harus makin diminimalkan. Keteladanan, khususnya

kaum pemimpin dapat menjadi faktor menentukan dalam memperkuat budaya ini.

Budaya agama substansial, seperti kejujuran tadi, harus lebih dapat dikembangkan

dalam sistem penyelenggaraan Negara daripada budaya agama seremonial. Inilah

modal sosial yang harus terus ditumbuhkembangkan dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara.

5. Konsistensi dan kejelasan peraturan-peraturan harus makin dijadi pedoman bagi

penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Peraturan-peraturan yang

jelas dan konsisten akan mengurangi kemungkinan siapapun mencari keuntungan

dari kewenangan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi.

Page 17: PEMBURU RENTE_RENT SEEKING (EPP KEL 6)

Daftar Pustaka

Bribe Payers Index 2008. Transparency International.

Corruption Perceptions Index 2010 Results. Transparency International.

Mauro, Paolo.1997. Why Worry About Corruption? Economic Issues Vol. 6. International

Monetary Fund. Washington D. C: IMF Publication Services.

Yustika, Ahmad Erani. 2006. Ekonomi Kelembagaan. Malang: Bayu Media Publishing.

Share this: