pembuatan nano magnesium karbonat hasil ekstraksi...

123
UNIVERSITAS INDONESIA PEMBUATAN NANO MAGNESIUM KARBONAT HASIL EKSTRAKSI MINERAL DOLOMIT DENGAN GELOMBANG ULTRASONIK TESIS EKO SULISTIYONO 1006786594 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA JUNI 2012 Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Upload: trinhkhue

Post on 07-Mar-2018

253 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN NANO MAGNESIUM KARBONAT HASIL EKSTRAKSI MINERAL DOLOMIT DENGAN

GELOMBANG ULTRASONIK

TESIS

EKO SULISTIYONO 1006786594

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL

PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA JUNI 2012

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

ii Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN NANO MAGNESIUM KARBONAT HASIL EKSTRAKSI MINERAL DOLOMIT DENGAN

GELOMBANG ULTRASONIK

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Material, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

EKO SULISTIYONO 1006786594

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL

PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA JUNI 2012

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

iii Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

iv Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Eko Sulistiyono NPM : 1006786594 Program Studi : Ilmu Bahan-Bahan/Material Judul Tesis : Pembuatan nano magnesium karbonat hasil

ekstraksi mineral dolomit dengan gelombang ultrasonik

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Bahan-Bahan/Material, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 30 Juni 2012

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

v Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. karena atas berkat dan

rahmat-Nya penulis diberikan segala jalan kemudahan dan kelancaran sehingga

dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari awal perkuliahan hingga sampai pada

penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Azwar Manaf, M.Met selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. F. Firdiyono

selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan

tenaga untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini ;

2. Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI, yang telah banyak membantu dalam

membiayai penelitian melalui Program Riset Kompetitif, peralatan

laboratorium dan pengujian hasil percobaan ;

3. Pusat Penelitian Fisika – LIPI yang telah membantu dalam hal penyediaan

peralatan ultrsonik beserta para pendukungnya.

4. Laboratorium Material UI, Laboratorium Pengujian XRD di UIN Jakarata,

Quality Assurance and Research Division - P.T Indocement Tunggal

Prakarsa, Laboratorium Pengujian F-MIPA UNS, Laboaratorium Pengujian

Tekmira dan Laboratorium Pengujian Nanotechnology yang telah membantu

dalam pengujian XRD, XRF, PSA-Nano, DTA dan TGA ;

5. Istri dan ke empat anak kami yang telah banyak memberikan bantuan

dukungan, dan moral ; serta

6. Rekan seperjuangan selama kuliah yang telah bersama-sama melakukan

penelitian, pengujian laboratorium dan memberikan saran-saran positif

selama melakukan penelitian.

Akhir kata, semoga Allah swt. berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah banyak membantu. Semoga tesis yang sederhana ini dapat bermanfaat

bagi yang membacanya.

Jakarta, 30 Juni 2012,

Eko Sulistiyono

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

vi Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di

bawah ini:

Nama : Eko Sulistiyono NPM : 1006786594 Program Studi : Ilmu Bahan-Bahan Departemen : Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pembuatan nano magnesium karbonat hasil ekstraksi mineral dolomit dengan

gelombang ultrasonik

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Eko Sulistiyono Program Studi : Ilmu Bahan-Bahan Judul : Pembuatan nano magnesium karbonat hasil ekstraksi

mineral dolomit dengan gelombang ultrasonik

Telah dilakukan kegiatan penelitian pembuatan magnesium karbonat dengan ukuran butiran nanometer dari dolomit dengan proses ekstraksi hidrasi-karbonisasi dibantu dengan radiasi gelombang ultrasonik. Pada dasarnya kegiatan penelitian ini terdiri dari dua metode yaitu proses kalsinasi pembentukan MgO dan proses pemberian radiasi gelombang ultrasonik pada serbuk magnesium karbonat yang dilarutkan dalam media. Magnesium karbonat pada penelitian ini diperoleh dari serangkaian proses kalsinasi sebagian, slaking, pemberian gas karbon dioksida dan pengendapan hydromagnesite. Dari tahapan proses pembuatan MgCO3 diperoleh tingkat kemurnian 41,80 % dan yield 63,06 %. Hasil dari analisis dari peralatan pengukuran partikel diperoleh ukuran partikel MgCO3 yang berhasil dicapai 23 – 95 nm dan pengukuran kristal dengan menghitung puncak difraksi Sinar – X ( XRD ) diperoleh ukuran kristal 11 nm. Hal ini menujukkan bahwa partikel tersebut terdiri dari 20 nanokristal. Dengan menggunakan media pelarut aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol dan diradiasi dengan gelombang ultrasonik menunjukkan terjadi pengurangan ukuran partikel rata-rata. Namun demikian, dengan menggunakan tiga macam pelarut tersebut tujuan percobaan yaitu menghasilkan nano partikel ( yaitu satu butiran untuk satu nano kristal ) belum tercapai. Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan MgCO3 dari mineral dolomit yang terbaik sebagai berikut : kalsinasi parsial 725OC selama 4 jam, proses slaking, karbonatasi, pengendapan pembentukan hydromagnesit. Proses radiasi ultrasonik yang mampu menghasilkan ukuran partikel terbaik adalah 16 menit dalam media ethylene glycol. Kata kunci : Material Nano, Radiasi Ultrasonik, Magnesium Karbonat, Dolomit , Kalsinasi

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

viii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Eko Sulistiyono

Study Program : Materials Science

Title : A Production of nano-magnesium carbonate from dolomite mineral extraction with ultrasonic waves.

Study on the production of magnesium carbonate with nanometer grain size from dolomite was conducted by means of hydration-carbonization extraction process assisted with ultrasonic irradiation. Basically, the method comprises of calcination of dolomite leads to a phase decomposition in which the MgO is one of the decomposed phase, and then continued with ultrasonic irradiation in the magnesium carbonate disperse media. The magnesium carbonate was obtained after series of processing steps consisted of partial calcination, slaking, carbonatation and hydromagnesite precipitation. This processing step has resulted in MgCO3 with a purity level of 41,80 % and a yield of 63.06 %. Refering to evaluation by particle size analyzer and subsequenly by a x-ray diffracted lines broadenning analysis, the particle sizes of MgCO3 were found in the range 23 to 95 nm and the mean crystallite size was 11 nm. It means that a particle is consisted of 20 nanocrystals. When the particles were dispersed in aquabidest, absolute ethanol and ethylene glycol media and irradiated by ultrasonic waves under a high power sonicator, further reduction of mean particle size was achived. However, the mean particle size was still larger than the mean crystallite size. Thus, the objective to produce nanoparticles is not yet achieved. It is concluded that the best condition to produced particles of nanocrystals was the following: the effective partial calcination of dolomite to produce the MgCO3 is at temperature 725 °C for 4 hours, and followed by the production of hydromagnesite through slaking, carbonatation and precipitation. The ethylene glycol solvent and ultrasonic time of 16 minutes produces the best particle size.

Key words: Nanoparticles,, Magnesium Carbonate, Dolomite, ultrasonic irradiation, calcination

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

ix Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ...................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4 1.5. Batasan Masalah ........................................................................ 5 1.6. Sistematika Penulisan ................................................................. 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6 2.1. Mineral Dolomit ......................................................................... 6 2.1.1. Geologi Mineral Dolomit ................................................. 5 2.1.2. Potensi Mineral Dolomit .................................................. 7 2.1.3. Manfaat Mineral Dolomit ................................................. 8 2.1.4. Prosedur Pengambilan Mineral Dolomit ......................... 10 2.2. Magnesium Karbonat ................................................................. 11 2.2.1. Karakteristik Magnesium Karbonat ................................. 11 2.2.2. Manfaat Magnesium Karbonat ........................................ 13 2.2.3. Pembuatan Magnesium Karbonat ..................................... .14 2.3. Gelombang Ultrasonik Pada Proses Pembentukan Material ...... 15 2.3.1. Proses Kavitasi ................................................................. 15 2.3.2. Ultrasonik Kimia (Sonochemstry) .................................... 16 2.4. Material Nanometer .................................................................... 18 2.4.1. Difinisi Nano Material ..................................................... 19 2.4.2. Pembuatan Nano Material ............................................... 20 2.4.3. Pengukuran Nano Material ............................................... 23 2.4.4. Media Pembuatan Nano Material ..................................... 28 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 30 3.1. Diagram Alir Metode Penelitian ................................................ 30 3.2. Pembuatan Bahan Baku ............................................................. 31 3.2.1. Karakterisasi Mineral Dolomit ........................................ 31 3.2.2. Pembuatan Magnesium Karbonat .................................... 31 3.3. Percobaan ................................................................................... 35 3.3.1. Percobaan Ultrasonik ....................................................... 35 3.3.2. Karakterisasi Material Nano ............................................ 36

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

x Universitas Indonesia

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 37 4.1. Karakteristik Dolomit ................................................................ 37 4.1.1. Kandungan Elemen an Organik ....................................... 37 4.1.2. Komponen Penyusun Dolomit ......................................... 38 4.1.3. Pengujian Thermal ........................................................... 39 4.2. Percobaan Pendahuluan ............................................................. 40 4.2.1. Proses Kalsinasi ............................................................... 40 4.2.2. Proses Slaking .................................................................. 44 4.2.3. Proses Karbonatasi ........................................................... 46 4.3. Karakterisasi Magnesium Karbonat ........................................... 49 4.3.1. Penampakan Butiran ........................................................ 49 4.3.2. Komposisi Kimia .............................................................. 50 4.3.3. Struktur Senyawa ............................................................. 51 4.4. Percobaan Ultrasonik ................................................................. 52 4.4.1. Uji Temperatur Larutan ................................................... 52 4.4.2. Analisis SEM Hasil Ultrasonik ......................................... 54 4.4.3. Analisis Hasil Pengendapan ........................................... 56 4.4.4. Analisa Ukuran Partikel (PSA) ......................................... 58 4.4.5. Analisis Diameter Kristal Dengan XRD ........................... 61 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 63 5.1. Kesimpulan ................................................................................ 63 5.2. Saran .......................................................................................... 64 DAFTAR REFERENSI ................................................................................ xv LAMPIRAN ................................................................................................... 65

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

xi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tatanama batu gamping .............................................................. 7 Tabel 2.2. Potensi dolomit Jawa Timur ....................................................... 8 Tabel 2.3. Sifat fisik berbagai senyawa magnesium karbonat ..................... 12 Tabel 4.1. Hasil analisa XRF mineral dolomit Lamongan .......................... 37 Tabel 4.2. Hasil percobaan kalsinasi mineral dolomit skala 100 g .............. 40 Tabel 4.3. Hasil perbandingan analisis XRD ............................................... 41 Tabel 4.4. Hasil penajaman proses kalsinasi temperatur 725OC skala 100 g.. 43 Tabel 4.5. Hasil kalsinasi skala 1 kg , temperatur 725OC selama 4 jam ....... 44 Tabel 4.6. Hasil kalsinasi skala 1 kg , temperatut 725OC selama 4,5 jam .... 44 Tabel 4.7. Hasil proses slaking ....................................................................... 45 Tabel 4.8. Konsentrasi ion Ca2+ dan Mg2+ pada filtrat hasil slaking .............. 45 Tabel 4.9. Proses Karbonatasi skala 500 ml ................................................... 46 Tabel 4.10. Optimasi proses karbonatasi skala 1.000 ml .................................. 47 Tabel 4.11. Rasio perbandingan MgO / CaO pada residu ............................... 47 Tabel 4.12 Optimasi proses karbonatasi skala 2.000 ml................................... 47 Tabel 4.13. Hasil analisa filtrat dengan AAS ................................................... 48 Tabel 4.14. Hasil analisa XRF produk magnesium karbonat .......................... 51 Tabel 4.15. Proses pengendapan dengan media aquabidest ............................ 56 Tabel 4.16. Proses pengendapan dengan media ethanol absolute..................... 57 Tabel 4.17. Perhitungan isi partikel 62

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

xii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta sebaran mineral dolomit di pantai utara Jawa Timur ............. 7 Gambar 2.2. Pemanfaatan mineral dolomit di Jawa Timur ................................ 9 Gambar 2.3. Lokasi pengambilan sampel dolomit ............................................. 10 Gambar 2.4. Contoh mineral dolomit dari Lamongan dan Bangkalan ............... 10 Gambar 2.5. Gelembung microbuble ukuran 150 mikron ................................. 16 Gambar 2.6. Skala Nano Material ...................................................................... 19 Gambar 2.7. Peralatan Planetary Ball Mill ......................................................... 21 Gambar 2.8. Ilustrasi pembuatan partikel nano dengan busur logam ................. 22 Gambar 2.9. Mekanisme proses koagulasi pembentukan material nano γ -

Al 2O3 dari mineral kaolin ...............................................................

22 Gambar 2.10. Pengukuran partikel Hydroxyapatit dengan menggunakan TEM ,

HR-TEM dan XRD .......................................................................

25 Gambar 2.11 Kurva hasil analisis XRD pada material keramik ZTA-MgO

dengan berbagai ukuran kristal ......................................................

26 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian .................................................................. 30 Gambar 4.1. Hasil analisa Matching dengan dolomit standart ( katalog 99 –

100 -5522 ) melalui Sofrware Crystal Impact ...............................

38 Gambar 4.2. Analisa DTA-TGA mineral dolomit dari Lamongan .................... 39 Gambar 4.3. Perbandingan peak hasil proses kalsinasi dolomit ......................... 42 Gambar 4.4. Neraca MgO dalam satuan gram pada percobaan pendahuluan .... 48 Gambar 4.5 Hasil penampakan SEM pada produk magnesium karbonat

sebelum dilakukan proses ultrasonik .............................................

49 Gambar 4.6. Hasil penampakan SEM residu berupa butiran kalsium karbonat

presipitat .........................................................................................

50 Gambar 4.7 Hasil analisa XRD sampel PR-70 (produk hydromagnesit)

Dibandingkan denan standart Mincryst .........................................

51 Gambar 4.8. Pengaruh pemberian gelombang ultrasonik terhadap kenaikan

Temperatur larutan pada berbagai media .......................................

53 Gambar 4.9. Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media aquabidest

Dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit ......................

54 Gambar 4.10 Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethanol

absolut dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit ..........

55 Gambar 4.11 Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethylene

glycol dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit ............

55 Gambar 4.12. Distribusi partikel bahan magnesium karbonat sebelum diberikan

gelombang ultrasonik ....................................................................

58 Gambar 4.13. Perbandingan distribusi partikel bahan magnesium karbonat

Sebelum dan sesudah gelombang ultrasonik 16 menit dalam media Aquabidest ..........................................................................

59 Gambar 4.14. Perbandingan distribusi partikel bahan magnesium karbonat

Sebelum dan sesudah gelombang ultrasonik 16 menit dalam media ethanol absolut ....................................................................

60

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

xiii Universitas Indonesia

Gambar 4.15. Perbandingan peak XRD magnesium karbonat antara sebelum diberikan gelombang ultrasonik dan sesudah diberikan gelombang ultrasonik pada berbagai media ...................................

60 Gambar 4.16. Perbandingan peak antara sebelum dan sesudah proses ultrasonik

pada berbagai media ......................................................................

62

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

xiv Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan kalsinasi Dolomit ...................................................... 65 Lampiran 2. Perhitungan Yield proses skala 2 liter .......................................... 67 Lampiran 3. Perhitungan pengendapan partikel ................................................ 71 Lampiran 4. Pengukuran diameter kristal dengan XRD ................................... 81

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi mineral dolomit yang tersebar di seluruh pelosok

daerah mulai dari Aceh sampai Papua. Keberadaan mineral dolomit yang cukup

besar berada di sepanjang pantai utara P. Jawa di sebelah timur mencakup

Kabupaten Rembang, Tuban, Lamongan dan Gresik. Salah satu lokasi deposit

dolomit yang cukup besar berada di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan

sebanyak 764 juta ton dengan luas wilayah 1.725 Ha (Dinas Pertambangan

Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) . Hingga saat ini, mineral dolomit di daerah

tersebut hanya dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk dan bata dolomit untuk

bangunan. Sehingga nilai tambah dari mineral dolomit sangat rendah, sementara

itu jika diolah lebih lanjut menjadi mineral industri seperti magnesium karbonat

menghasilkan nilai tambah yang jauh lebih tinggi.

Mineral dolomit jika diolah menjadi magnesium karbonat memiliki manfaat

yang cukup banyak antara lain untuk bahan baku farmasi, pemutih kertas, industri

otomotif yaitu pengisi karet ban dan lain-lain ( Andliswarman, 2003 dan Erlina

Yustanti, 2004). Proses pembuatan magnesium karbonat dari mineral dolomit

dilakukan antara lain melalui proses kalsinasi, hidrasi, karbonatasi dan proses

pengendapan larutan magnesium bikarbonat ( Andliswarman, 2003 dan Erlina

Yustanti, 2004). Setelah diperoleh magnesium karbonat dalam bentuk senyawa

hydromagnesit selanjutnya diproses lebih lanjut menjadi material nano dengan

cara dilarutkan dalam media sehingga membentuk suspensi. Penelitian ini dititik

beratkan pada proses pembentukan material nano dari suspensi larutan

hydromagnesit. Diharapkan dari hasil penelitian tersebut diperoleh material

magnesium karbonat dengan ukuran nano untuk bahan baku material maju.

Salah satu cara untuk menghasilkan material ukuran nano dari suspensi

suatu larutan adalah dengan memecah partikel dalam suspensi dengan bantuan

gelombang ultrasonik ( Aharon Gedanken, 2004). Pada umumnya gelombang

ultrsonik yang digunakan lebih besar dari 20.000 Hz dan sampai satuan MHz,

tergantung dari bahan yang digunakan ( Malcom J. Crocker , 1997 ). Gelombang

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

2

ultrasonik akan mengakibatkan phenomena kavitasi yaitu energi ultrasonik

berintensitas tinggi yang dipancarkan ke larutan kimia, menyebabkan

compression ( tekanan tinggi ) dan rarefraction ( tekanan rendah ) secara

berulang. Efek ini menghasilkan microbuble dalam rentang waktu super singkat

akan meledak, diiringi dengan timbulnya tekanan dan panas yang sangat tinggi di

daerah sekitar buble dan menyebar ke segala arah. Bila energi tersebut mengenai

partikel maka partikel tersebut akan pecah menjadi partikel yang lebih kecil serta

menghalangi tumbuhnya partikel yang berukuran besar jika proses ini terus

berlangsung ( Malcom J. Crocker , 1997 ) . Proses ultrasonik saat ini telah

diterapkan untuk pembuatan nano partikel pada berbagai material seperti TiO2 ,

ZnO, MnOx , ZrO3 dan lain dengan rekayasa bentuk partikel yang berbeda-beda

seperti bentuk bola dan bentuk tube ( Aharon Gedanken, 2004).

Proses pembuatan magnesium karbonat dari proses pengendapan larutan

magnesium bikarbonat dengan bantuan pemanasan telah dilakukan di

Laboratorium Material – Universitas Indonesia ( Andliswarman, 2003 dan Erlina

Yustanti, 2004) dan di Pusat Penelitian Metalurgi LIPI ( Pusat Penelitian

Metalurgi – LIPI , 2009) . Hasil penelitian dari Laboratorium Material –

Universitas Indonesia baru diperoleh padatan magnesium karbonat dalam bentuk

padatan hydromagnesit dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi yaitu 95,44

% dan efisensi proses 42,52 % (Erlina Yustanti, 2004) . Kemudian hasil

penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI diperoleh hydromagnesit dengan

spesifikasi yang sesuai untuk industri antara lain : derajat keputihan, bulk density

dan tingkat kemurnian ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI , 2009) . Namun

demikian dari kedua hasil penelitian tersebut produk magnesium karbonat yang

berupa hydromagnesit belum dalam ukuran nano meter. Dari hasil percobaan

yang dilaporkan di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI diperoleh hydromagnesit

diperoleh ukuran partikel masih dalam skala 10 mikron ( Pusat Penelitian

Metalurgi – LIPI , 2009) .

Oleh karena itu melalui kegiatan penelitian ini akan dilakukan pembuatan

magnesium karbonat dalam skala ukuran nano meter dengan menggunakan proses

ultrasonik. Berdasarkan hasil penelitian lain yang telah dilakukan terbukti bahwa

MgO dalam ukuran nano dapat dibuat dengan proses thermal dekomposisi

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

3

magnesium oxalate (Fatemeh Mohandes et all , 2010) , MgO dalam bentuk nano

–rods dari hydromagnesite (Narotham Sutradar et all, 2011) dan magnesium

hidroksida nano partikel (Hong Yan,et all, 2009) . Kemudian melalui proses

ultrsonik dapat dibuat material ukuran nano seperti pembuatan nano TiO2 ,

Fe(CO)5 , MnO, ZrO2, SiO2, dan lain lain ( Aharon Gedanken, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

Pembuatan magnesium karbonat dari proses pengendapan larutan

magnesium bikarbonat telah mampu menghasilkan material yang berkualitas

seperti ukuran butiran, tingkat kemurnian dan derajat keputihan. Namun untuk

melangkah ke ukuran material skala nano partikel magnesium karbonat belum

mampu dilakukan. Salah satu kendala antara lain selama proses pengendapan

sering terjadi proses koagulasi atau pengumpalan sehingga akan sulit membuat

partikel ukuran halus ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI , 2009) . Daya adhesive

antar partikel magnesium karbonat cukup kuat sehingga menyulitkan pembuatan

ukuran partikel yang kecil. Oleh karena itu untuk mengatasi persoalan ukuran

butiran pada proses pengendapan diperlukan perlakuan khusus. Perlakuan khusus

antara lain pemberian gelombang ultrasonik, dimana dengan adanya gelombang

ultrasonik ini akan menghasilkan energi kavitasi yang akan memecah partikel atau

menghambat ukuran partikel menjadi lebih besar ( Malcom J. Crocker , 1997 ) .

Pada penelitian ini akan dipelajari pembentukan partikel magnesium

karbonat yang dipecah dalam larutan ethylene glycol, aquabidest dan ethanol

absolute dengan gelombang ultrasonik. Bahan baku yang digunakan dalam

penelitian ini adalah magnesium karbonat / hidromagnesit hasil dari proses

dolomit dari Lamongan. Proses ekstraksi mineral dolomit telah dilakukan melalui

serangkaian proses kalsinasi parsial mineral dolomit, slaking hasil kalsinasi dan

proses karbonatasi, hasil dari pengembangan yang telah dikerjakan di Pusat

Penelitian Metalurgi – LIPI ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI , 2009) dan

penelitian yang dilakukan sebelumnya mahasiswa Universitas Indonesia (

Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004) . Hal yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah proses pemecahan magnesium karbonat atau hydromagnesit

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

4

dalam larutan ethylene glycol, ethanol absolute dan aquabidest dengan gelombang

ultrasonik. Hasil proses ultrasonik berupa padatan suspensi magnesium karbonat

selanjutnya diuji dengan percobaan laju pengendapan dan pengukuran dengan

analisa PSA nano. Kemudian suspensi dikeringkan sehingga diperoleh butiran

ukuran nano yang selanjutnya dikarakterisasi menggunakan analisa XRD dan

SEM. Hasil dari analisa sebelum proses ultrasonik dan sesudah melalui proses

ultrasonik dibandingkan untuk melihat kinerja proses ultrasonik.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mempelajari proses pembuatan magnesium karbonat dari mineral

dolomite dengan serangkaian proses kegiatan seperti kalsinasi parsial,

proses slaking dan proses karbonatasi.

2. Mempelajari pengaruh penggunaan jenis bahan pelarut dan waktu proses

ultrasonic terhadap ukuran partikel yang terbentuk.

3. Menghasilkan magnesium karbonat dalam ukuran nano dengan kualitas

yang baik.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan untuk mengembangkan penelitian pemanfaatan mineral

dolomit untuk bahan material maju untuk keperluan industri.

2. Untuk meningkatan nilai tambah mineral sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi sumberdaya

mineral tersebut.

3. Pada gilirannya dapat berpartisipasi dalam menghemat devisa akibat

berkurangnya import magnesium karbonat presipitat untuk keperluan

industri.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

5

1.5 Batasan Masalah

1. Proses yang diamati pada kegiatan ini dititik beratkan pada proses

penghancuran magnesium karbonat dalam larutan ethylene glycol, ethanol

absolute dan aquabidest dengan gelombang ultrasonik.

2. Kondisi operasi yang diteliti pada rentang proses pengendapan larutan

magnesium bikarbonat pada temperatur dibawah 100OC dengan tekanan 1

atm ( tanpa tekanan tambahan ).

3. Bahan yang digunakan adalah mineral dolomit yang diambil dari satu

daerah yaitu di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

4. Gelombang ultrsonik yang pada rentang operasional peralatan tranduscer

ultrasonik dan intensitas gelombang berdasarkan kekuatan maksimal

peralatan pembangkit gelombang ( sekitar 750 watt ).

5. Volume proses ultrasonik yang akan dilakukan berkisar antara 200 ml –

400 ml dengan persen solid 1 – 2 % berat.

1.6. Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Berisi dasar teori yang digunakan untuk menjelaskan proses yang

terjadi pada masalah yang dibahas.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Berisi metode dan prosedur yang akan digunakan dalam pengambilan

dan pengolahan data..

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil yang diperoleh dalam penelitian dan pembahasannnya.

BAB 5 KESIMPULAN

Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mineral Dolomit

Mineral dolomit adalah salah satu batuan alam yang berbasis pada mineral

karbonat seperti halnya batu kapur, calcite ( CaCO3) dan magnesite ( MgCO3).

Nama mineral dolomit berasal dari nama ahli mineral dari Perancis yang bernama

Deodat De Dolomieu ( Andliswarman, 2003 ) . Di beberapa daerah Indonesia

mineral dolomit sering disebut dengan batu kumbung karena berujut seperti kapur

namun sangat lunak.

Dolomit mempunyai rumus kimia Ca.Mg(CO3), pada umumnya

menunjukkan kenampakan warna putih namun demikian ada juga yang berwarna

keabu-abuan, kebiruan dan warna kuning muda. Memiliki berat jenis antara 2,8 –

2,9 g/ ml dan bersifat lunak ( derajat kekerasan hanya 3,5 – 4 skala mohr ) dan

mudah menyerap air (Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) .

2.1.1. Geologi Mineral Dolomit

Mineral dolomit merupakan batuan endapan sekunder yang terbentuk dari

perubahan batu gamping karena adanya pengaruh pelarutan atau peresapan unsur-

unsur magnesium dari air laut ke dalam batu gamping. Proses pembentukan

mineral dolomit ini faktor utama penyebabnya adalah adanya tekanan air laut

yang mengandung magnesium terhadap batu gamping, sehingga semakin dalam

dan lamanya interupsi air laut maka semakin tinggi kadar magnesium dalam

dolomit. Kemudian karena adanya peristiwa geologi yaitu pergerakan lempeng

bumi yang mengangkat batuan dolomit maka dolomit yang berada di bawah

permukaan laut akan terangkat ke permukaan laut menjadi daratan. Oleh karena

itu mineral dolomit pada umumnya berada di daerah dekat pantai . (Dinas

Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) .

Karena pembentukan mineral dolomit terbentuk dari batu gamping maka

keberadaan mineral dolomit sering bersamaan dengan mineral batu gamping.

Endapan dolomit dalam batu gamping sering berbentuk urat dolomit dan dapat

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

7

juga berbentuk butiran dolomit. Oleh karena itu untuk membedakan antara batu

gamping dengan mineral dolomit disusun sistem penamaan yang tertera pada tabel

dibawah :

Tabel 2.1. Tata nama Batu Gamping

No Tata Nama Batuan Dolomit (% wt) MgO (% wt )

1 Batu Gamping 0 - 5 0,0 - 1,1

2 Batu Gamping Magnesium 5 - 10 1,1 - 2,2

3 Batu Gamping Dolomitan 10 - 50 2,3 - 10,9

4 Dolomit Kalsium 50 - 90 10,9 – 19,7

5 Dolomit 90 - 100 19,7 – 21,8

Dikutip dari : Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996

2.1.2. Potensi Mineral Dolomit

Mineral dolomit banyak tersebar di seluruh Indonesia, konsentrasi mineral

dolomit terdapat disepanjang pantai utara Provinsi Jawa Timur dan sebagian Jawa

Tengah. Kabupaten di Jawa Timur yang memiliki potensi mineral dolomit adalah

Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik dan Bangkalan (Dinas Pertambangan

Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) .

Gambar 2.1. Peta sebaran mineral dolomit di Pantai Utara Jawa Timur

Dikutip dari : Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996 .

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

8

Dalam jumlah kecil terdapat potensi dolomit bersama batu kapur terdapat di

Kabupaten Trenggalek, Tulungagung dan Blitar (Dinas Pertambangan Daerah

Provinsi Jawa Timur, 1996). Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Provinsi

Jawa Timur deposit dolomit yang terdapat di Provinsi Jawa Timur cukup

melimpah. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2.2. Potensi Dolomit Jawa Timur

No Lokasi Kadar MgO (%wt)

Cadangan

1 Kabupaten Tuban Kecamatan Palang

Gn Ngetan dan Gn Limbang

Kecamatan Sedayu

9,45 – 23,2 %

9,46 – 22,52 %

9,95 – 21,20 %

30 Ha / 12 juta m3

-

-

2 Kabupaten Lamongan Kecamatan Brondong

Kecamatan Paciran

2,26 %

20,38 %

72,5 Ha / 21 juta m3

1.725 Ha / 280 jua m3

3 Kabupaten Gresik Kecamatan Panceng

Kecamatan Ujung Pangkah

Kecamatan Gresik

2,2 – 10,9 %

9,5 – 21,0 %

16 juta m3

47 juta m3

4 Kabupaten Bangkalan Kecamatan Socah

Kecamatan Labang

Kecamatan Gelis

Kecamatan Burneh

-

-

-

-

2,6 Ha

1,2 Ha

1,6 Ha

-

Dikutip dari : Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996

2.1.3. Manfaat Mineral Dolomit

Dolomit merupakan mineral yang bersifat basa dengan kandungan utama

magnesium dan kalsium dalam bentuk ikatan MgCa.CO3. Pemanfaatan mineral

dolomit yang terdapat di daerah Jawa Timur hanya sebatas untuk keperluan

pembuatan pupuk dolomit dan bata dolomit untuk keperluan bahan bangunan.

Sebagai pupuk pertanian dolomit dapat meningkatkan pH tanah dan tidak terlalu

basa seperti halnya batu kapur. Unsur Magnesium yang terkandung dalam dolomit

membantu proses penyuburan tanaman terutama tebu (Dinas Pertambangan

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

9

Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996). Sebagai bahan bangunan dolomit dibuat

dengan mengergaji bongkahan dolomit dari penambangan rakyat, sehingga

diperoleh bata dolomit yang berukuran standar batako. Bata dolomit memiliki

keunggulan yaitu tahan terhadap air laut sehingga cocok digunakan untuk bahan

bangunan yang berada di sepanjang daerah pesisir.

Gambar 2.2. Pemanfaatan mineral dolomit di Jawa Timur

Dikutip dari : Dokumentasi Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI

Manfaat dolomit yang lain adalah digunakan sebagai bahan penggosok

jika dikalsinasi menjadi MgO.CaO yang dikenal dengan Vienna Lime (Dinas

Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) . Bahan penggosok tersebut

digunakan untuk menggosok logam yang akan dilapisi dengan nikel dan

digunakan juga untuk penggosok mutiara. Selain itu dolomit dimanfaatkan dalam

bidang industri antara lain sebagai bahan fluks peleburan besi, bata tahan api pada

industri keramik, campuran penambah Mg pada industri kaca dan lain-lain.

Pemanfaatan dolomit yang lebih baik adalah sebagai bahan katalis untuk

pembuatan biodiesel dari minyak sawit maupun turunannya. Dolomit yang

digunakan sebagai bahan katalis diproses terlebih dahulu menjadi MgO.CaO

kemudian dijadikan kembali sebagai MgCa.CO3 dalam bentuk porous

(Boonyawan Yosuk, et all 2011) . Pengembangan dolomit sebagai katalis

biodiesel dikembangkan diberbagai negara seperti Thailand dan negara lain yang

mempunyai potensi biodiesel.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

10

2.1.4. Prosedur Pengambilan Mineral Dolomit

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah hydromagnesit

yang berasal dari hasil pengolahan mineral dolomit. Mineral dolomit pada

penelitian ini diambil dari Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Hal ini

berdasarkan pertimbangan kualitas dolomit yang baik dan deposit dolomit yang

cukup besar ( lihat tabel 2.2 ) .

Pengambilan sampel dilakukan di Desa Banyutengah, Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan. Dolomit diambil di dekat dengan penambangan rakyat

dengan memilih dolomit yang berkualitas baik dengan warna putih bersih. Hal ini

dapat dilihat pada gambar di bawah :

Gambar 2.3. Lokasi Pengambilan sampel dolomit

Gambar 2.4. Contoh Mineral dolomit dari Lamongan dan Bangkalan

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

11

2.2. Magnesium Karbonat

Magnesium karbonat merupakan salah satu senyawa an organik berbasis

logam magnesium dalam kombinasi karbonat, hidrat dan hidroksida. Magnesium

karbonat pada umumnya berbentuk serbuk warna putih mengkilap ( bercahaya ),

amorf, tidak berbau, tidak berasa, mampu menyerap bau dan menyimpan bau

dengan mudah . Disamping itu sifat umum yang lain adalah tidak larut dalam air

dan alkohol (Erlina Yustanti, 2004) . Magnesium karbonat dapat terdekomposisi

menjadi MgO pada rentang temperatur 230 – 680OC (Erlina Yustanti, 2004).

Magnesium karbonat dapat diperoleh dari alam langsung yaitu mineral

magnesit yang berupa magnesium karbonat anhidrida. Mineral magnesit juga

terdapat di Indonesia yaitu di P.Padamarang , Sulawesi Selatan . Mineral magnesit

ini berupa batuan yang keras, berongga dan berwarna putih dan ada yang

berwarna putih sedikit kekuningan ( Eko Sulistiyono dan Bintang Adjiantoro,

2010).

2.2.1. Karakteristik Magnesium Karbonat

Magnesium karbonat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, hal ini

karena adanya kandungan air, sehingga membentuk struktur kristal yang berbeda

beda. Adanya perbedaan struktur kristal ini menghasilkan perbedaan sifat dari

magnesium karbonat. Pada umumnya magnesium karbonat dari alam berbentuk

magnesium karbonat anhidrat dan hidrat dengan rumus umum MgCO3.x H2O .

Mineral tersebut antara lain adalah Magnesit dengan rumus kimia MgCO3 adalah

magnesium karbonat anhidrida, Baringtonite dalam bentuk magnesium karbonat

dihidrat dengan rumus kimia MgCO3.2 H2O , Nasquehonite dalam bentuk

magnesium karbonat trihidrat dengan rumus kimia MgCO3.3 H2O dan Lansfordite

dengan nama magnesium karbonat pentahidrat dengan rumus kimia yaitu

MgCO3.5 H2O ( Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004) .

Sementara itu yang berasal dari proses sintesis melalui jalur

hidrometalurgi baik dengan bahan baku dolomite, magnesium sulfat maupun

magnesium chloride berbentuk senyawa kompleks x.MgCO3 .y Mg(OH)2 .z H2O

yang dikenal dengan kelompok senyawa basic hidromagnesit ( Andliswarman,

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

12

2003 dan Erlina Yustanti, 2004). Magnesium karbonat baik yang berasal dari

alam mapun sintesis tidak larut dalam air yang bersifat netral namun dengan

adanya sedikit asam atau gas CO2 dapat larut dalam air ( Andliswarman, 2003 dan

Erlina Yustanti, 2004) . Secara garis besar sifat fisik ( Andliswarman, 2003) dari

magnesium karbonat disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel. 2.3. Sifat Fisik berbagai senyawa Magnesium Karbonat

No Nama Mineral

Struktur Kristal

Indeks Reflaksi

Berat Jenis (g/ml)

Kelarutan Air

(g/100 ml ) 1 Magnesite Trigonal 1,717 2,958 5,900 2 Barringtonite Triklin 1,458 2,825 0,375 3 Nesquehonite Monoklin 1,412 1,837 0,375 4 Lansfordite Monoklin 1,456 1,730 0,375 5 Artinit Monoklin 1,448 2,020 - 6 Hydromagnesite Monoklin 1,523 2,160 - 7 Dypingite Monoklin 1,508 - - 8 Oktahidrat Monoklin 1,515 - -

Dikutip dari : Andliswarman, 2003

Magnesium karbonat dalam dunia industri farmasi di Amerika Serikat

dikenal dengan istilah Light dan Heavy magnesium karbonat . Light magnesium

karbonat adalah magnesium karbonat yang mengembang sehingga memiliki bulk

density yang rendah sampai 0,1 g / ml, terbuat dari proses pengendapan larutan

magnesium sulfat / chloride dengan natrium karbonat pada temperature kamar.

Light magnesium karbonat memiliki rumus kimia 3 MgCO3.Mg(OH)2.3 H2O

yang dikenal dengan Magnesia Alba Levis (Erlina Yustanti, 2004) . Heavy

magnesium karbonat adalah magnesium karbonat yang memadat dalam

pengendapan antara larutan magnesium sulfat / chloride dengan natrium karbonat

pada temperature didih . Heavy magnesium karbonat memiliki rumus kimia

adalah 3 MgCO3.Mg(OH)2.4 H2O dikenal dengan Magnesia Alba Penderosa .

(Erlina Yustanti, 2004). Karena prosesnya yang memadat maka heavy magnesium

karbonat memiliki bulk density yang hampir sama dengan aslinya sekitar 2,16 g /

ml (Erlina Yustanti, 2004). Karakteristik magnesium karbonat yang lainya

adalah derajat keputihan atau derajat kecemerlangan yang diukur dengan

parameter warna putih yang standart.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

13

2.2.2. Manfaat Magnesium Karbonat

Pada umumnya magnesium karbonat digunakan sebagai bahan pengisi

pada material hasil industri seperti polimer. Fungsi sebagai bahan pengisi dalam

dunia industri bersaing dengan bahan lain seperti kalsium karbonat, silika,

fledspar, kaolin dan oksida mineral yang lain. Adapun manfaat magnesium

karbonat antara lain ( Andliswarman, 2003) :

• Industri farmasi dan Kosmetik

Penggunaan bahan magnesium karbonat dalam dunia farmasi dikutip dari

USP ( United States for Pharmaceutical and Cosmetics) penggunaan

magnesium karbonat antara lain : sebagai bahan pengisi lebih dari 45 %

pada tablet obat-obatan, perasa dalam tablet untuk dengan konsentrasi 0,5

– 1 % light magnesium karbonat presipitat, bahan tambahan pada bedak

dan parfum dan obat antacid yaitu mengatasi gangguan asam lambung (

obat mag ). Penggunaan magnesium karbonat sebagai bahan antacid lebih

menguntungkan dibanding dengan aluminium hidroksida dan kalsium

karbonat.

• Industri otomotif

Dalam industri otomotif penggunaan magnesium karbonat antara lain

untuk pembuatan ban kendaraan. Magnesium karbonat berperan dalam

mengurangi laju jumlah asap sebagai penganti dari aluminium trihidrat

yang harganya jauh lebih mahal. Sebagai bahan penguat karet pada ban

kendaraan ditambahkan 30 % dari berat karet yang digunakan.

• Industri Cat dan Tinta

Penggunaan magnesium karbonat dalam industri cat dan tinta adalah

memberikan efek terang pada warna tinta sehingga tinta hasil cetakan

lebih menarik. Disamping itu dengan pemberian 45 % komsumsi TiO2

yang diganti dengan magnesium karbonat akan memperpanjang waktu

pemakaian cat.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

14

2.2.3. Pembuatan Magnesium Karbonat

Magnesium karbonat merupakan bahan baku industri yang berbasis unsur

magnesium, oleh karena itu bahan baku yang digunakan dalam pembuatan

magnesium karbonat adalah mineral yang mengandung unsur magnesium. Ada

dua pendekatan proses pembuatan magnesium karbonat yaitu proses

pirometalurgi dan proses hydrometalurgi ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI ,

2009) . Pembuatan magnesium karbonat dengan proses pirometalurgi dari bahan

baku dolomit dimulai dari proses kalsinasi dolomit, slaking hasil kalsinasi dan

proses karbonatasi untuk menghasilkan magnesium bikarbonat. Selanjutnya

magnesium bikarbonat dipanaskan membentuk endapan magnesium karbonat,

reaksi yang terjadi ( Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004),

MgCa(CO3)2 ===== MgO.CaCO3 (s) + CO2 (g) ..........................(2-1)

MgOCaCO3 (s) + H2O ( l ) === Mg(OH)2 (aq) + CaCO3 (s)................(2-2)

Mg(OH)2 ( aq ) + 2 CO2 (g) ======= Mg(HCO3)2 (aq) ........................(2-3)

5 Mg(HCO3)2 (aq) ==== 4 MgCO3.Mg(OH)2 .4 H2O (s ) + 6 CO2........(2-4)

Pembuatan magnesium karbonat dari mineral dolomit dapat juga dilakukan

dengan menggunakan proses hydrometalurgi menggunakan asam khlorida, namun

reaksi berjalan cukup lambat.

Pembuatan magnesium karbonat dengan proses hidrometalurgi banyak

dilakukan di negara yang kaya deposit mineral berbasis magnesium sulfat dan

magnesium khlorida seperti di Eropa dan Amerika Serikat. Proses hidrometalurgi

dimulai dari penambahan natrium karbonat dalam larutan magnesium sulfat /

khlorida terbentuk endapan basic hydromagnesit (Erlina Yustanti, 2004) . Jika

dilakukan pada temperatur kamar diperoleh light magnesium karbonat dikenal

dengan sebutan Magnesia Alba Levis (Erlina Yustanti, 2004) . Dan jika pada

temperatur didih diperoleh heavy magnesium karbonat yang dikenal dengan

sebutan Magnesia Alba Penderosa(Erlina Yustanti, 2004) .

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

15

2.3. Gelombang Ultrasonik Pada Proses Pembentukan Material

2.3.1. Proses Kavitasi

Proses kavitasi adalah proses pecahnya gelembung dalam cairan yang

melepaskan energi secara spontan dalam lingkungan cairan tersebut. Gejala

kavitasi pada awalnya diamati dalam proses hydrodinamika seperti adanya baling-

baling dalam kapal dengan kecapatan yang tinggi menghasilkan gelembung yang

pecah (Malcom J.Crocker, 1997) . Kemudian dengan perkembangan teknologi

proses kavitasi dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan gelombang

getaran. Dari hasil percobaan pemberian getaran gelombang sampai 1 Ghz

menunjukkan bahwa pembentukan kavitasi yang efektif pada kisaran gelombang

ultrasonik.

Phenomena kavitasi yang dihasilkan dari gelombang ultrasonik

memberikan intensitas energi yang tinggi ke dalam larutan kimia, menyebabkan

compression ( tekanan tinggi ) dan rarefraction ( tekanan rendah ) secara

berulang, menghasilkan microbuble dalam rentang waktu super singkat akan

meledak. Ledakan microbuble tersebut diikuti dengan timbulnya tekanan dan

panas yang sangat tinggi di daerah sekitar buble dan menyebar ke segala arah.

Energi panas dapat menghasilkan temperatur 5.500OC dengan kecepatan sampai

400 kilometer per jam dalam skala mikro. (Malcom J.Crocker, 1997) .

Hasil pengamatan dengan menggunakan FT-ICR (Malcom J.Crocker,

1997) menunjukkan bahwa proses kavitasi dijembatani oleh adanya udara yang

larut dalam cairan seperti alkohol dan air. Udara tersebut, dengan bantuan

gelombang ultrasonik membentuk cluster sehingga tercipta yang stabil. Kemudian

dalam tahap berikutnya akan pecah jika sampai pada batas tegangan permukaan

yang berlebih (Malcom J.Crocker, 1997) . Adapun bentuk gelembung dapat

dilihat pada gambar dibawah :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

16

Gambar 2.5 Gelembung microbuble ukuran 150 mikron

Dikutip dari : Malcom j. Crocker, 1997

Adanya energi yang dihasilkan dari proses kavitasi dengan plasma sampai

5.500OC dengan kecepatan sampai 400 kilometer per jam akan mempengaruhi

kondisi disekitarnya. Pengaruh rambatan energi ini ternyata mampu membentuk

reaksi kimia dan penghancuran partikel menjadi partikel yang berukuran lebih

kecil. Reaksi kimia yang ditimbulkan akibat efek ultrasonik sering disebut dengan

Sonochemistry dan penghancuran partikel sering disebut juga dengan ultrasonic

milling.

2.3.2. Ultrasonik Kimia ( Sonochemistry)

Setiap benda yang bereaksi akan selalu berhubungan dengan energi

aktivasi antara benda yang bereaksi tersebut. Energi aktivasi ini berperan dalam

proses pertukaran unsur dalam moekul yang bereaksi sehingga tercipta molekul

baru. Sonochemistry merupakan suatu akibat dari proses kavitasi yang

menghasilkan energi plasma yang mampu memanaskan plasma temperatur sampai

5.500OC dengan tekanan sampai 2.000 atm (Malcom J.Crocker, 1997). Kondisi

tersebut diatas meskipun terjadi dalam ukuran hotspot yang sangat kecil mampu

meningkatkan energi aktivasi sehingga reaksi kimia menjadi lebih cepat (Malcom

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

17

J.Crocker, 1997). Gelombang ultrasonik dengan intensitas 50 – 500 watt / cm2

cukup efektif untuk memicu reaksi kimia sekala laboratorium maupun komersial

Hal ini berkat adanya perbedaan tempartur yang tinggi dalam skala plasma dalam

bidang yang diberikan gelombang utrasonik. Proses ini berlangsung sangat

pendek namun efektif dalam peningkatan energi aktivasi dalam reaksi kimia,

sehingga dengan bantuan gelombang ultrasonik dapat menghemat pemakaian

energi jika dibandingkan dengan pemberian energi secara konvensional. (Malcom

J.Crocker, 1997).

Proses ultrasonik untuk reaksi kimia pertama kali diperkenalkan oleh

Rayleight dengan menggunakan model matematika dalam reaksi homogen

(Malcom J.Crocker, 1997) . Sepuluh tahun kemudian proses reaksi biokimia

dengan ultrasonik diperkenalkan oleh Ricard dan Loomis (Malcom J.Crocker,

1997) . Adapun hasil pengamatan dari Sulick, Hammerton dan Cline telah

mengamati runtuhnya rongga dari gugus molekul ligan karbonil dari senyawa

atsiri (Malcom J.Crocker, 1997) . Penggunaan proses kimia dengan gelombang

uktrasonik mulai banyak diaplikasikan untuk reaksi kimia pada reaksi biologis

seperti interaksi biologis untuk proses pengobatan penyakit. Disamping itu

melalui proses ultrasonik daat dimungkinkan terciptanya reaksi kimia baru yang

menghasilkan sintesa senyawa baru seperti yang dilakukan oleh Sulick,

Hammerton dan Cline dengan membongkar gugus karbonil minyak atsiri yang

menghasilkan senyawa baru minyak atsiri dengan ion logam membentuk gugus

ligan baru . (Malcom J.Crocker, 1997).

Dengan menggunakan gelombang ultrasonik maka telah membuka

cakrawala baru dalam hal pengembangan proses kimia, terutama berkaitan dengan

ditemukanya sintesa material baru dengan proses yang lebih sederhana. Aplikasi

penggunaan gelombang ultrasonik juga diterapkan dalam proses penyimpanan

hasil pertanian seperti buah dan sayuran dimana dengan pemberian gelombang

ultrasonik dapat menghambat pematangan buah dan meminimalisasi terhadap

kontaminan poestisida. Penggunaan gelombang ultrasonik juga mampu memacu

pertumbuhan tanaman mikro seperti ganggang yang bermanfaat untuk produk

kesehatan. (Malcom J.Crocker, 1997).

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

18

2.4. Material Nanometer

Konsep Nanoteknologi secara tidak langsung diperkenalkan oleh Richard

P. Feynman dalam ceramahnya di The American Society pada Desember 1959

dengan judul “There’s Plenty of Room at the Bottom: An Invitation to Enter a

New Field of Physics,” Artinya adalah ada banyak kesempatan dan ruang jika

dapat memproduksi suatu struktur yang sangat kecil. Feynman menghitung bahwa

isi keseluruhan dari Encyclopedia Britannica dapat dikurangi menjadi hanya

dengan ukuran normal 35 halaman saja. Ia juga menekankan pentingnya

mengkombinasikan pengetahuan, peralatan, dan metodologi yang digunakan oleh

ahli ilmu fisika, ahli kimia, dan ahli ilmu biologi. Ia menunjuk dunia sebagai suatu

contoh dari berapa banyak informasi dan dapat dimasukkan dalam suatu volume

yang kecil sebagai fungsi, jika telah diciptakan suatu bentuk dimensi dengan

ukuran yang lebih kecil. Sehingga kelak akan banyak ditemukan peralatan

robotika yang mampu menembus dimensi yang sangat kecil sehingga dapat

diaplikasikan dalam dimensi yang lebih kecil. (Richard P. Feynman, 1960).

Dari konsep yang dikemukakan oleh Richard P. Feynman belum

menyentuh kata Nanoteknologi, namun hakekatnya mengarah pada

nanoteknologi. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya konsep tersebut

dikembangkan menjadi konsep nanoteknologi. Konsep nanoteknologi pertama

kali diperkenankan oleh Norio Taniguchi, dalam papernya berjudul “On the Basic

Concept of Nanoteknologi.” Pada tahun 1974. Adapun isi dari konsep tersebut

adalah “ Nano-technology is the production technology to get the extra high

accuracy and ultra fine dimensions, i.e. the preciseness and fineness on the order

of 1 nm (nanometer), 10(superscript)-9 meter in length. The name of 'Nano-

technology' originates from this nanometer. In the processing of materials, the

smallest bit size of stock removal, accretion or flow of materials is probably of

one atom or one molecule namely 0.1~0.2 nm in length. Therefore, the expected

limit size of fineness would be of the order of 1 nm. Accordingly, 'Nano-

technology' mainly consists of the processing of separation, consolidation and

deformation of materials by one atom or one molecule. Needless to say, the

measurement and control techniques to measure the preciseness and fineness of 1

nm play a very important role in this technology. ( Taniguchi, Norio , 1974).

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

19

2.4.1. Definisi Nano Material

Karena memiliki ukuran partikel yang sangat kecil dalam skala

nanometer maka para ahli bersepakat bahwa yang disebut material nano adalah

material dengan ukuran dimensi 1 nm sampai dengan ukuran 100 nm. Material

tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan material yang berukuran lebih

besar. Material ukuran nano penting untuk dipelajari karena material ukuran nano

memiliki sifat yang khas yang ditimbulkan oleh luasnya fraksi interfasa atau

permukaan yang besar ( Jeremi. J.Ramsden, 2009).

Berdasarkan standart pengukuran internasional, maka 1 nm sama dengan

( 1/1.000.000.000 ) meter atau (0,000000001 m), hal ini hampir sama dengan

sekitar 1/ 50.000 garis tengah rambut manusia. Material dengan skala 1 nm

sampai dengan 100 nm memiliki ukuran yang lebih kecil dari material biologi

seperti sel manusia berukuran 5.000 nm sampai 200.000 nm. Material biologi

yang masuk dalam ukuran nano seperti virus berukuran 10 sampai 200 nm (

Jeremi. J.Ramsden, 2009). Dalam bidang fisika atom skala nano dapat mencakup

atom seperti atom germanium berukuran 1 nm, sedangkan atom yang lebih kecil

seperti atam hydrogen berukuran 0,1 nm.

Gambar 2.6. Skala Nano Material

Dikutip dari : < http: // www. materialcerdas.wordpress.com >

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

20

2.4.2. Pembuatan Nano Material

Sebagaimana disebutkan di atas material nano berukuran sangat kecil yaitu

antara 1 nm sampai dengan 100 nm sehingga diperlukan proses khusus dalam

pembuatan nano material. Pembuatan material ukuran nano secara garis besar

terdiri dari dua cara yaitu dengan memperkecil ukuran partikel dari partikel

ukuran besar dengan skala mikron ke atas dan memperbesar partikel atau

menumbuhkan partikel baru sampai ukuran nano, proses pertumbuhan dihentikan

Adapun proses pembuatan nano material selain dengan proses ultrasonik antara

lain :

1. Proses nano Milling

Proses nano milling adalah proses pembuatan partikel ukuran nano dari

bahan berbentuk serbuk ukuran mikron. Proses penghalusan ukuran

partikel secara teori dapat dibuat dengan proses fisik hal ini sesuai dengan

prinsip bahwa material apabila bertumbukan dengan material lain yang

lebih keras akan pecah. Pada proses nano milling semakin kecil ukuran

partikel akan semakin susah untuk digiling terutama untuk ukuran nano

hal ini karena adanya gaya Van Der Walls antar partikel yang berakibat

munculnya aglomerasi ( Etty Marti Wigayati, 2009) . Sebagai contoh hasil

percobaan pembuatan nano partikel zeolit mampu menghasilkan partikel

ukuran 300 nm selama proses penggilingan dalam planetary ball mill

selama 60 jam, kemudian dengan penambahan Grinding Agent ammonium

cerium Nitrat dan dalam pelarut ethanol mampu menghasilkan partikel

ukuran 42 nm ( Etty Marti Wigayati, 2009) . Namun demikian partikel

ukuran 42 nm tersebut perlu diuraikan dengan menggunakan gelombang

ultrasonik dengan intensitas 750 watt selama 30 menit ( Etty Marti

Wigayati, 2009) . Demikian pula dengan percobaan pembuatan parikel

nano LiMnO4 dengan proses penghalusan dengan planetary ball mill

selama 80 jam hanya diperoleh partikel nano LiMnO4 dalam ukuran 178

nm ( Agus Wahyudi, et all, 2010). Pada proses pembuatan nano material

dengan bantuan peralatan gerus ( milling ) kendala yang dihadapi adalah

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

21

skala proses, dimana jika diaplikasikan untuk skala besar memerlukan

energi yang jauh lebih besar.

Gambar 2.7. Peralatan Planetary Ball mill

Dikutip dari www.retsch.com

2. Proses Busur Logam

Proses pembuatan nano material yang paling awal dilakukan orang adalah

proses dispersi partikel dalam media cair dengan cara mengalirkan arus

listrik dalam logam mulia. Pada proses ini partikel dibuat dari dua batang

logam yang dicelupkan dalam media cair kemudian dialiri listrik searah

sehingga terjadi percikan arus listrik yang mampu melepaskan partikel

dari permukaan logam ke dalam media cair. Pada umumnya logam yang

digunakan adalah logam mulia seperti emas ( Au ) , perak ( Ag ) dan

Platina ( Pt ) yang tidak mudah terkorosi. Proses ini dikenal dengan

sebutan “ Bredig Arc Method “, yang menghasilkan butiran logam mulia

dengan ukuran nanometer. Butiran tersebut karena ukuran sangat kecil

mampu membiaskan cahaya sehingga larutan menjadi berwarna tertentu

jika terkena sinar ( Robert C. Crosson and Harold J. Abrahams, 1947 ).

Metode ini sebenarnya menghasilkan partikel ukuran nano, namun karena

masa itu belum ada peralatan yang dapat meneteksi ukuran partikel nano

maka belum muncul istilah teknologi nano.

Adapun ilustrasi pembuatan partikel nano dengan busur logam dapat

dilihat pada gambar dibawah :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

22

Gambar 2.8. Ilustrasi pembuatan partikel nano dengan busur logam.

Dikutip dari Budisma.web.id

3. Proses koagulasi

Proses koagulasi adalah cara yang paling banyak dilakukan dalam

pembuatan partikel ukuran nano, hal ini karena proses koagulasi adalah

proses yang paling sederhana karena mengikuti mekanisme pertumbuhan

kristal secara alami. Kemudian pertumbuhan kristal secara alami tersebut

dihentikan secara mendadak atau dimodifikasi dengan larutan tertentu.

Gambar 2.9 . Mekanisme proses koagulasi pembentukan material nano γ-

Al 2O3 dari mineral kaolin.

Dikutip dari : Huaming Yang , Mingzhu Liu, Jing Ouyang, 2010

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

23

Salah satu contoh proses pembuatan senyawa ukuran nano dengan proses

pengendapan adalah pembuatan nano material γ- Al2O3 dari mineral

kaolin dengan proses pengaturan pH larutan dan penambahan surfaktan

tertentu. ( Huaming Yang , Mingzhu Liu, Jing Ouyang, 2010 ). Dari hasil

penelitian tersebut pada proses pengendapan dengan pengaturan pH

diperoleh butiran γ- Al2O3 dengan ukuran partikel 5–10 nm lebarnya dan

tingginya 15–20 nm.

2.4.3. Pengukuran Nano Material

Pada penelitian ini untuk menentukan ukuran partikel nano disamping

secara otomatis dapat terbaca pada analisa PSA dan dapat dilihat secara visual

hasil SEM, digunakan proses kalkulasi. Pada penelitian ini dilakukan dua

kalkulasi pengukuran partikel yaitu melalui :

1. Penghitungan Waktu Pengendapan

Semua partikel yang terdapat dipermukaan bumi akan selalu turun ke

bawah yaitu ke pusat bumi karena adanya gravitasi bumi. Hal ini berlaku

juga untuk partikel yang terdapat dalam fluida yang membentuk suspensi.

Suspensi adalah campuran bahan cairan dan padat dalam bentuk halus dan

tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus

halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan

endapan harus segera terdispersi kembali. Suspensi dapat mengandung zat

tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak

boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Partikel-

partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar lebih dari 0,1

mikron atau 100 nm.( Ruud Van Ommen, 2010) . Zat yang tidak larut

dalam air dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang dapat dicampur

dengan air, lalu ditambahkan air suling dengan kondisi tertentu. Pelarut

organik yang biasa digunakan adalah etanol, metanol, propilen glikol, dan

gliserin , dimana pelarut organik ini bersifat inert terhadap padatan ( Ika

Ristia Rahman, 2010) . Proses pengujian pengendapan suspensi ini telah

digunakan secara luas untuk pengujian secara insitu terhadap material

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

24

berukuran kecil dalam larutan. Proses pengujian ini secara luas telah

digunakan pada penelitian material farmasi ( Ika Ristia Rahman, 2010).

Suspensi dengan ukuran berapapun dalam tempo tertentu akan selalu

mengendap, hal ini akibat adanya gaya yang bekerja di dalam partikel

antara lain : gaya gravitasi, gaya apung dan gaya adhesi dan kohesi

partikel( Ruud Van Ommen, 2010) . Gaya yang bekerja tersebut

selanjutnya dirumuskan menjadi persamaan Stokes sebagai berikut .( Ruud

Van Ommen, 2010) :

D2 = 18 . ȃȃȃȃ . H ………………………….. ( 2.1 ) ( ρs – ρl ).g.t

Dimana :

D = Ukuran diameter partikel ( cm )

ȃȃȃȃ = Viskositas medium cairan ( poise )

H = Tinggi cairan ( cm )

ρs = Berat jenis padatan ( g / cm3 )

ρL = Berat jenis larutan ( g/ cm3 )

g = Konstanta gaya gravitasi ( 980 cm / det2 )

t = Waktu pengendapan ( detik )

Dari rumus diatas maka ukuran partikel dapat juga ditentukan berdasarkan

lama waktu partikel untuk turun. Metode ini hanya dapat digunakan untuk

penghitungan ukuran partikel secara kasar dan semakin kecil partikel akan

sulit perhitungan seperti ini. Jika asumsi viskositas, berat jenis, konstasnta

gravitasi sama maka rumus diatas dapat menjadi :

C = 18 η . H / (( ρs – ρl ).g ........................................ ( 2.2 )

D2 = C / t ............................................................( 2.3. )

Maka dapat diketahui bahwa D2 ekivalen dengan 1 / t dimana semakin

besar diameter partikel semakin cepat / singkat waktu yang diperlukan

untuk turun.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

25

2. Metode Evaluasi Ukuran Kristal

Metode pengukuran Kristal dengan menggunakan peralatan XRD telah

dilakukan oleh para peneliti untuk pengukuran butiran kristal. Metode

pengukuran dengan menggunakan XRD terbukti memberikan hasil yang

tidak jauh berbeda dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih

seperti TEM. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian pembuatan

nanocrystal Hydroxyapatite dengan ukuran sekitar 40 – 20 nm ( Kim

Gyong Man, 2010) . Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran

kristal Hydroxyapatite berukuran tebal 17,7 nm dan lebarnya 80 nm,

kemudian dengan HR-TEM diperoleh ukuran 18 nm dan lebar 50 nm.

Sementara itu dengan menggunakan metode XRD melalui persamaan

Scherrer’s diperoleh harga L sama dengan 18,1 nm.

TEM HR-TEM

XRD

Gambar 2.10. Pengukuran partikel Hydroxyapatite dengan menggunakan

TEM , HR-TEM dan XRD

Dikutip dari Kim Gyong Man, 2010:

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

26

Hasil penelitian yang dilakukan di Malaysia untuk pengukuran kristal MgO

dalam komposisi ZTA-MgO pada material keramik juga menggunakan

peralatan XRD ( Ahmad Zahirani, et all, 2011) . Hasil dari penelitian tersebut

dapat mengukur kristal MgO dalam keramik dengan rentang ukuran kristal

yang lebih lebar yaitu 80 nm, 800 nm dan 7.000 nm, dapat dilihat pada

gambar dibawah :

Gambar 2.11. Kurva hasil analisis XRD pada material keramik ZTA-MgO

dengan berbagai ukuran kristal

Dikutip dari : Ahmad Zahirani, et all , 2011

Pengukuran ukuran Kristal pada penelitian ini menggunakan hasil analisa

X-Ray Diffraction dengan melihat ukuran peak yang terbentuk.

Berdasarkan pendekatan dari Scherer terhadap sudut yang ditimbulkan

dalam pancaran sinar X dirumuskan sebagai berikut ( Suryanarayana and

Grant Norton , 1998) :

……………….(2.4 )

Dimana :

ƙ = Konstanta ( 0.89 – 1.39 , biasanya ditetapkan 1,0 )

λ = Panjang gelombang sinar X adalah 0,154056 nm

L = Ukuran rata-rata Kristal

ϴ = Sudut difraksi ( Bragg Angle )

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

27

Dalam proses pengukuran kristal terjadi regangan ( strain ) sehingga

terjadi penyimpangan pada puncak difraksi, oleh karena itu terjadi

pelebaran puncak difraksi dirumuskan sebagai berikut ( Suryanarayana

and Grant Norton , 1998) :

ΒStrain = ȃ . tan ϴ ………………………..(2.5)

Dimana ȃ adalah regangan dalam material

Dari persamaan (2.5 ) terlihat bahwa puncak difraksi akan semakin meluas

karena adanya peningkatan ukuran Kristal dan peningkatan regangan kisi

dengan cepat dapat meningkatkan nilai sudut ϴ, tetapi pemisahan antara

kedua kenyataan tersebut lebih jelas pada nilai sudut ϴ yang lebih kecil. (

Suryanarayana and Grant Norton , 1998). Sehingga lebar puncak difraksi

setelah dikurangi efek penyimpangan dapat dianggap sebagai jumlah dari

lebar puncak karena ukuran kristal dan efek regangan dapat dirumuskan :

Βr = βcristalite + βStrain ……………………..(2.6)

Dengan menggabungkan persamaan ( 2.4 ) , (2.5) dan (2.6 ) diperoleh

persamaan :

………………….( 2.7 )

Dengan dikalikan cos ϴ , persamaan (2.7) menjadi :

……..…………(2.8)

Dari persamaan (2.8 ) diperoleh persamaan garis lurus yang dapat diplot dalam grafik linear antara βr cos ϴ dengan sin ϴ.

2.4.4. Media Pembuatan Nano Material

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

28

Dalam proses pembuatan material berukuran nano maka perlu

diperhatikan juga media yang akan digunakan. Pemilihan media menentukan

apakah partikel tersebut dapat diubah dalam bentuk nano. Pada umumnya media

yang digunakan untuk pembuatan partikel ukuran nano adalah dengan

menggunakan media cair yang dapat membentuk suspensi dan tidak terjadi

penggumpalan ( Aharon Gedanken, 2004). Adapun jenis media yang digunakan

antara lain :

1. Air

Media air merupakan salah satu media yang sering digunakan untuk

pembuatan material ukuran nano. Penggunaan air merupakan salah satu

pilihan yang mempertimbangkan harga dibandingkan dengan media

lainnya. Penggunaan air sebagai media telah lama digunakan seperti

pembuatan nano partikel logam dengan busur bredig ( Robert

C. Crosson and Harold J. Abrahams, 1947 ). Namun demikian

penggunaan air banyak menimbulkan kelemahan hal ini karena adanya

peristiwa koagulasi jika material ukuran nano tersebut dipisahkan dengan

air. Penggunaan media air masih layak digunakan dengan menambahkan

bahan anti koagulasi seperti surfaktan. Penggunaan surfactan antara lain

dalam pembuatan nano partikel TiO2 porous dengan bahan CMC Triton-

100 (Godinez IG, Darnault CJ, 2011).

2. Alkohol

Penggunaan alkohol untuk pembuatan nano material memiliki keunggulan

dibanding dengan media air antara lain alkohol cenderung tidak

menggumpal, mudah menguap sehingga mudah dipisahkan. Penggunaan

media alkohol beragam pilihan mulai dari methanol, ethanol, butanol,

propanol dan lain-lain. Penggunaan media alkohol untuk membuat

partikel ukuran nano antara lain pembuatan LiMnO4 mampu menghasilkan

partikel ukuran 42 nm dengan gelombang ultrasonik intensitas 750 watt

selama 30 menit ( Etty Marti Wigayati, 2009) dan pembuatan MnO2

ukuran 20 – 60 nm ( Dong Kim Loan ,et all , 2008).

3. Poly Alkohol

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

29

Semakin beragamnya tuntutan akan partikel ukuran nano maka mulai

dikembangkan penggunaan media dengan menggunakan bahan yang

memiliki gugus alcohol lebih dari satu seperti Ethylene Glycol dengan

gugus alcohol 2 buah, glycerol dengan tiga gugus dan lain-lain.

Penggunaan bahan ini memiliki kelemahan yaitu diperlukan temperatur

tinggi dalam proses pemisahan ( Terry A. Egerton , Li Wei Wang, 2008).

Sehingga penggunaan media ini cocok untuk sintesa material nano yang

tahan suhu tinggi ( tidak mengalami perubahan fase ) seperti MgO, CaO ,

ZnO dan lain-lain. Contoh penggunaan pelarut ethylene glycol antara lain

pembuatan partikel ZnO sampai 100 nm ( Madhusree Kole, T.K. Dey ,

2012) dan TiO2 ( Terry A. Egerton , Li Wei Wang, 2008).

Pemilihan penggunaan media pelarut seperti air, ethanol absolute dan

ethylene glycol dan media pelarut yang lain dilakukan pada umumbnya

berdasarkan pertimbangan bahan mudah diperoleh, proses pemisahan lebih mudah

dan tidak menimbulkan koagulasi jika hendak dipisahkan. Dalam pemilihan bahan

media untuk proses ultrsonik belum ada teori yang dapat dijadikan rujukan untuk

pemilihan media ultrsonik, sehingga pada umumnya pemilihan bahan

dipertimbangan berdasarkan proses diatas.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

30

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Metode Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir metode Penelitian

Dolomit Lamongan

Proses Kalsinasi Parsial

Proses Karbonatasi Gas CO2

Analisa PSA

Analisa XRD

Magnesium Karbonat Ukuran Nano

Analisa SEM

Pengeringan, Penghalusan

dan saring 100 mesh

Analisa XRD

Analisa AAS

Analisa XRD

Proses Pelarutan Solven dan Ultrasonik

Residu Padatan CaCO3

Padatan Hidromagnesit Ringan

Analisa SEM

Analisa PSA

Pemisahan larutan dan pengeringan II

Suspensi Partikel Nano

Analisa XRF

Uji Pengendapan

Analisa DTA - TGA

Proses Slaking

Analisa XRD

Analisa XRF

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

31

3.2. Pembuatan Bahan Baku

3.2.1. Karakterisasi Mineral Dolomit

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah mineral dolomit

yang berasal dari daerah Lamongan – Jawa Timur, diambil langsung dari lokasi

penambangan dolomit yang berada di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

Teknologi proses pembuatan bahan baku larutan magnesium bikarbonat mengacu

pada kegiatan penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi LIPI ( Pusat Penelitian

Metalurgi – LIPI , 2009) dan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program

S 2 Material di Universitas Indonesia sebelumnya ( Andliswarman, 2003 dan

Erlina Yustanti, 2004) .

Bahan baku yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan karakterisasi

dengan menggunakan analisis XRD, XRF dan DTA-TGA. Analisis XRD untuk

menentukan komponen senyawa dari mineral dolomit apakah terdiri dari fraksi

CaCO3.MgCO3 atau bercampur dengan fraksi yang lain. Hasil dari analisis XRD

selanjutnya dibandingkan dengan hasil analisis dari literatur / standart yang ada

dalam literature yang tersedia. Analisa XRF diperlukan untuk mengetahui

komposisi antara Mg dan Ca beserta unsur yang lain yang mungkin berada dalam

mineral dolomit tersebut. Sedangkan analisa DTA/ TGA diperlukan untuk

mengetahui sifat dari mineral dolomite jika terkena panas, sehingga memudahkan

untuk menentukan temperatur proses kalsinasi tersebut.

3.2.2. Pembuatan Magnesium Karbonat

Pada penelitian ini proses pembuatan magnesium karbonat mengikuti

jalur pada kegiatan penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi LIPI ( Pusat Penelitian

Metalurgi – LIPI , 2009) dan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program

S 2 Material di Universitas Indonesia sebelumnya ( Andliswarman, 2003 dan

Erlina Yustanti, 2004). Akan tetapi pada penelitian ini menggunakan proses

kalsinasi parsial, yaitu dengan proses seleksi kalsinasi dimana hanya MgO yang

terkalsinasi dan CaO belum mengalami proses kalsinasi. Adapun alur penelitian

adalah sebagai berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

32

1. Proses Kalsinasi

Pada kegiatan ini proses kalsinasi dilakukan secara parsial yaitu kalsinasi

dolomit sebagian dimana unsur magnesium terkalsinasi sedangkan unsur

kalsium belum terkalsinasi. Hal ini mengacu pada penelitian yang telah

dilakukan dimana salah satu keuntungan kalsinasi parsial dapat

memisahkan MgO dengan CaO lebih awal ( H. Gelai et.all, 2007 ) .

Reaksi kalsinasi parsial diharapkan terbentuk MgO sedangkan CaO

diharapkan tidak terbentuk. Reaksi parsial sebagai berikut :

CaCO3.MgCO3 ======== MgO + CO2 + CaCO3 …….(3.1)

Bahan baku yang digunakan adalah dolomit yang berupa batuan

berukuran besar kemudian digiling menjadi batuan dolomit yang

berukuran lebih kecil. Proses penggilingan batuan dolomit dilakukan

untuk mendapatkan ukuran batuan yang optimal yaitu 12,7 mm sd 50,8

mm ( Eni Febriana, 2011) . Ukuran optimal ini mengacu pada percobaan

kalsinasi mineral dolomit lamongan yang telah dilakukan oleh mahasiswa

sebelumnya yang tertuang dalam skripsi . Dari hasil percobaan yang telah

dilakukan terlihat bahwa pembentukan MgO mulai terjadi pada

temperatur 700OC, sedangkan pada temperatur 900OC proses kalsinasi

telah berlangsung sempurna ( Eni Febriana, 2011) . Oleh karena itu pada

penelitian ini dilakukan proses kalsinasi pada temperatur sekitar 700OC

sampai dengan 750OC . Rentang waktu yang digunakan pada percobaan

kalsinasi parsial adalah 2 jam, 4 jam , 6 jam , 8 jam dan 10 jam. Hasil dari

proses kalsinasi selanjutnya ditimbang untuk mengetahui penyusutan

berat bahan baku dolomit kemudian dikarakterisasi dengan analisa XRD.

Hasil dari analisa XRD dapat diketahui terjadinya pembetukan fase MgO

dan CaO.

2. Proses Slaking

Proses slaking adalah proses pembentukan magnesium hidroksida dari

reaksi antara magnesium oksida dengan air. Proses slaking merupakan

tahapan proses yang sering dilewatkan pada proses pembuatan

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

33

magnesium dan kalsium karbonat dari dolomit, hal ini karena proses

tersebut hanya menambahkan air pada hasil kalsinasi . Reaksi dalam

proses slaking adalah sebagai berikut :

MgO + H2O ============= Mg(OH)2 ……………….(3.2)

Mg(OH)2 ======= Mg2+ + 2 OH- …………….……(3.3)

Pada kegiatan ini, proses slaking terhadap hasil proses kalsinasi dilakukan

dengan melarutkan hasil kalsinasi sebagai berikut :

• Proses slaking dilakukan dengan variabel penambahan air mulai dari

200 g umpan per 1 liter air dengan satuan volume air 500 ml.

• Dilakukan pengamatan perubahan temperatur, apakah terjadi

kenaikan temperatur yang berarti. Jika terjadi kenaikan temperatur

maka dapat diduga terjadi proses kalsinasi unsur kalsium dari

dolomit. Hal ini karena reaksi slaking unsur kalsium menghasilkan

panas yang cukup tinggi.

• Dilakukan proses pengujian pH pada larutan yang diambil dari proses

slaking, jika pH nya tinggi maka terbukti terbentuk larutan Mg(OH)2

dimana ion Mg2+ meningkatkan pH dari netral menjadi sekitar 13.

• Pengujian analisis larutan dengan AAS terhadap larutan hasil proses

slaking untuk mengetahui kadar Ca dan Mg nya.

3. Proses Karbonatasi

Proses karbonatasi adalah proses pembentukan larutan magnesium

bikarbonat dari magnesium hidroksida hasil slaking dengan menggunakan

bantuan gas CO2 ( Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004) . Pada

proses karbonatasi terjadi reaksi pembentukan magnesium bikarbonat

sebagai berikut :

Mg(OH)2 + 2 CO2 ======= Mg(HCO3)2 + H2O …..(3.4)

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

34

Pada proses ini magnesium bikarbonat yang berupa larutan dapat

dipisahkan dengan padatan kalsium karbonat yang tidak mengalami

reaksi. Karena kelarutan magnesium hidroksida dan magnesium

bikarbonat dalam air rendah maka pada proses ini larutan magnesium

hidroksida yang digunakan cukup encer. Pada penelitian ini variable yang

digunakan adalah konsentrasi larutan magnesium hidroksida yang rendah

yaitu berkisar antara 25 g / 1.000 ml sampai dengan 100 g / 1.000 ml.

Penambahan magnesium hidroksida dari hasil skaling dilakukan dalam

bentuk bubur lumpur bukan dalam bentuk padatan yang kering.

4. Proses Pengendapan

Setelah terbentuk larutan magnesium bikarbonat maka langkah

berikutnya adalah proses pengendapan dengan cara pemanasan sehingga

terbentuk endapan basic hydromagnesit. Adapun reaksi pengendapan

adalah sebagai berkut :

5 Mg(HCO3)2 ==== 4 MgCO3.Mg(OH)2 .4 H2O + 6 CO2 .....(3.6)

Endapan yang berupa basic hydromagnesit selanjutnya dikeringkan untuk

melepaskan air yang ada dalam material tersebut.

5. Karakterisasi Produk Magnesium Karbonat

Setelah diperoleh magnesium karbonat maka dilakukan proses

karakterisasi magnesium karbonat dan residunya. Residu meliputi padatan

hasil proses karbonatasi dan filtrat hasil dari proses pengendapan

magnesium karbonat. Karakterisasi meliputi karakterisasi kualitatif

dengan analisa XRF untuk padatan produk dan residu dan AAS untuk

cairan yang dibuang dan cairan magnesium bikarbonat yang akan diambil

untuk membuat magnesium karbonat. Analisa kuantitatif untuk

mengetahui persen konversi atau efisiensi proses pembuatan magnesium

karbonat. Analisa kualitatif meliputi analisis XRD, SEM, DTA-TGA dan

PSA untuk mengetahui karakteristik, penampakan dan ukuran butiran.

Untuk SEM dilakukan juga pada residu.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

35

3.3. Percobaan

3.3.1. Percobaan Ultrasonik

Setelah diperoleh magnesium karbonat maka langkah berikutnya adalah

percobaan ultrasonik yaitu melakukan ultrasonik milling terhadap magnesium

karbonat sehingga diperoleh magnesium karbonat ukuran nano. Adapun langkah

percobaan sebagai berikut :

1. Magnesium karbonat yang diperoleh disaring dalam ayakan – 100 + 400

mesh untuk mendapatkan ukuran yang relatif seragam.

2. Magnesium karbonat yang telah lolos saringan – 100 + 400 mesh

selanjutnya dikeringkan pada temperatur sekitar 100 – 150OC selama

beberapa jam sampai diperoleh berat konstan.

3. Melakukan percobaan pendahuluan untuk menguji kondisi proses

ultrasonik yaitu percobaan ultrsonik dilakukan dengan volume 400 ml ,

persen solid 2 % , berbagai media ( aquabidest, ethanol absolute dan

Ethylene glycol ) dan rentang waktu 40 menit. Percobaan pendahuluan

tidak menggunakan pendingin es karena untuk mengetahui kenaikan

temperatur cairan selama proses.

4. Melakukan percobaan ultrasonik dengan variable waktu proses yaitu 4

menit, 8 menit, 16 menit dan 32 menit dan jenis pelarut sebagai media

yaitu aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol. Pada percobaan ini

yang menjadi variable tetap adalah volume larutan yaitu 200 ml,

konsentrasi partikel / padatan yaitu 1 % berat solid dan temperature proses

sekitar temperature kamar dengan penambahan pendingin es.

5. Hasil dari percobaan selanjutnya sebagian dalam bentuk cairan

dikarakterisasi melalui uji pengendapan dan analisis PSA Nano. Kemudian

sebagian dikeringkan untuk dilakukan pengujian butiran dengan SEM dan

XRD.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

36

3.3.2. Karakterisasi Material Nano

Setelah diperoleh produk hasil percobaan yaitu material ukuran nano maka

langkah selanjutnya adalah proses pengujian. Proses pengujian yang akan

dilakukan meliputi :

1. Uji Pengendapan

Yaitu melakukan pengujian pengendapan dengan memasukkan sampel

hasil proses ultrasonik dalam tabung reaksi untuk diamati waktu

pengendapan.

2. Ukuran Partikel

Pada penelitian ini untuk menguji apakah telah terbentuk material nano

dilakukan pengujian ukuran partikel. Pada penelitian ini pengujian ukuran

partikel dilakukan dengan bantuan peralatan Delsa Nano. Metode ini

memiliki keunggulan yang dibandingkan dengan metode adsorbsi BET

menggunakan nitrogen cair .

3. Ukuran Kristal

Disamping dengan pengujian ukuran partikel juga dilakukan pengukuran

kristal dalam partikel dengan bantuan analisa XRD berdasarkan lebar peak

yang menonjol. Dengan proses pengukuran Kristal diharapkan dapat

diketahui jumlah Kristal di dalam satu partikel. Idealnya ( hasil optimal)

partikel nano yang sempurna adalah satu partikel satu kristal,.

4. Penampakan Partikel

Uji penampakan partikel dengan menggunakan peralatan SEM untuk

mengetahui bentuk partikel yang diperoleh apakah berbentuk bola,

serpihan atau bentuk yang lain.

5. Evaluasi Hasil Pengujian

Setelah dilakukan serangkaian kegiatan pengujian maka langkah

berikutnya adalah melakukan kegiatan evaluasi terhadap hasil pengujian.

Evaluasi pengujian meliputi proses perhitungan parameter partikel

dibandingkan dengan hasil uji. Dari hasil evaluasi dan perhitungan

diperoleh kecenderungan hasil percobaan.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

37

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Dolomit

Telah dilakukan kegiatan karakterisasi mineral dolomit yang diambil dari

daerah di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Tujuan dari karakterisasi

adalah untuk mengetahui sejauhmana sifat fisik dan kandungan yang ada dalam

mineral dolomit. Pada penelitian ini karakterisasi mineral dolomit meliputi :

4.1.1. Kandungan Elemen anorganik Dolomit.

Telah dilakukan kegiatan analisis XRF terhadap mineral dolomit dari

Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Dolomit tersebut memiliki kualitas

yang memenuhi syarat sebagai mineral dolomite, hal ini dapat dilihat dari kadar

MgO 20 % dan kadar CaO 31,98 % . Sehingga berdasarkan perhitungan kadar

mineral dolomit diatas 90 %. Adapun hasil analisis XRF yang dilakukan di P.T.

Indocement Tunggal Prakarsa dengan basis perhitungan oksida sebagai berikut :

Tabel 4.1. Hasil Analisa XRF Mineral Dolomit Lamongan

No Senyawa Kadar ( % Wt) No Senyawa Kadar ( % Wt)

1 CaO 31,98 4 SiO2 0,45

2 MgO 20,05 5 Al2O3 0,28

3 LOI 46,82 6 Fe2O3 0,38

Dari hasil perhitungan stoikiometri terhadap hasil analisa XRF yang

menunjukkan dolomite terdiri dari CaO 31,98 % berat dan MgO 20,05 % terlihat

bahwa perbandingan mol CaO : MgO adalah 1 : 0,87 . Dari hasil analisa XRF

terlihat bahwa mineral dolomit memiliki kadar CaO lebih tinggi dari pada kadar

MgO. Sehingga ada terdapat CaO yang bebas dari MgO sehingga disamping ada

gugus mineral dolomit ( CaCO3.MgCO3 ) juga ada gugus CaCO3 bebas.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

38

4.1.2. Komponen Penyusun Dolomit

Dengan melihat hasil analisa XRD terlihat bahwa dolomit tersebut di atas

memiliki struktur kimia dolomit ( CaCO3.MgCO3). Hal ini dapat dilihat dari hasil

analisa yang dibandingkan dengan dolomite standart (Katalog 99-100-5522) [25]

dengan menggunakan analisa “ Program Matching”. Adapun hasil analisa dengan

membandingan dolomit standart dapat dilihat pada gambar dibawah :

Gambar 4.1. Hasil Analisa Matching dengan dolomite standart

( Katalog 99-100-5522 ) melalui Software Crystal Impact

Dari hasil analisa matching terlihat bahwa dolomit dari Lamongan memiliki peak

yang berimpit dengan dolomite standart ( Katalog 99-100-5522 ) yang memiliki

rumus kimia Ca1.08Mg0.97C2O6 ( Drits V.A. et all , 2005) . Dengan menggunakan

program lain yaitu dengan matching menggunakan ICDD nomor kartu 36-0426

diperoleh hasil kadar mineral dolomit mencapai 92,22 %. Sementara itu

berdasarkan perhitungan analisa XRF diperoleh kadar dolomit 98,11 % , hal ini

mengindikasikan bahwa rumus kimia dolomit satndart yaitu Ca1.08Mg0.97C2O6

adaah rumus kimia mineral dolomit dari Lamongan.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

39

4.1.3. Pengujian Thermal

Telah dilakukan pengujian thermal dengan menggunakan pengujian DTA-

TGA terhadap mineral dolomit dari daerah Lamongan. Dari hasil uji thermal

DTA-TGA terlihat bahwa dolomit mengalami proses peruraian secara dua tahap.

Pada tahap pertama terjadi proses peruraian MgO yang terjadi pada temperatur

sekitar 700OC dan peruraian CaO pada temperatur sekitar 800OC sampai 900OC,

dapat dilihat pada gambar 4.3. dibawah.

Dengan melihat kurva biru terlihat bahwa dolomite mengalami pelepasan

air sampai temperatur 200OC yang ditunjukkan adanya kenaikan grafik, kemudian

pada temperatur 700OC – 850OC ada penurrunan grafiks hal ini menunjukkan

adanya reaksi pembentukan MgO. Kemudian pada temperatur 850OC sampai

900OC terjadi penurunan kurva menunjukkan terjadi pembentukan CaO. Dengan

melihat kurva merah terlihat bahwa mulai temperatur 600OC mulai terjadi

pengurangan berat sampai temperatur 870OC. Hal ini menunjukkan adanya proses

pelepasan gas CO2 dimana pada temperatur diatas 870OC dolomite beratnya stabil.

Gambar 4.2. Analisa DTA – TGA Mineral Dolomit dari Lamongan

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

40

4.2. Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan pada kegiatan ini adalah untuk mendapatkan

magnesium karbonat ( dalam bentuk hydromagnesit ) yang digunakan untuk

percobaan ultrasonic. Target dari percobaan pendahuluan adalah diperoleh

padatan magnesium karbonat kualitas terbaik dengan ukuran butiran belum

mencapai ukuran nano. Selanjutnya butiran tersebut diproses lebih lanjut dengan

gelombang ultrasonik.

4.2.1. Proses Kalsinasi

Dengan melihat hasil analisa thermal maka pada penelitian ini dilakukan

percobaan kalsinasi magnesium karbonat dengan kalsinasi parsial atau kalsinasi

sebagian. Pada penelitian ini proses kalsinasi diarahkan hanya untuk merubah

senyawa magnesium dalam dolomit dari karbonat menjadi oksida, sementara itu

untuk kalsium tidak mengalami perubahan. Pada penelitian ini percobaan

kalsinasi dimulai dari temperatur 600OC , 700OC, 725OC dan 750OC dengan

waktu ditahan 2 sampai 10 jam. Dari hasil percobaan diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 4.2. Hasil percobaan kalsinasi mineral dolomit skala 100 g

No Waktu Kalsinasi ( Jam )

Persen sisa ( % berat )

600OC 700OC 725OC 750OC

1 2 97,98 91,78 87,16 79,21

2 4 96,62 87,10 84,49 71,52

3 6 95,90 83,72 77,57 67,78

4 8 95,43 81,86 71,93 64,22

5 10 94,67 81,66 68,90 64,18

Dari hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa temperatur lebih berperan

dibandingkan dengan waktu proses. Pada penambahan waktu proses pengurangan

berat berjalan cukup lambat hal ini dapat dilihat pada proses kalsinasi temperatur

600OC dan 700OC . Dengan penambahan temperatur proses, pengurangan berat

semakin terlihat nyata dimana pada temperatur 600OC persen sisa masih cukup

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

41

tinggi yaitu diatas 90 %. Pada temperatur 700OC persen sisa berkurang menjadi

sekitar 80 % dan pada temperatur 750OC persen sisa berkurang cukup tinggi

sampai 64,18 % pada waktu kalsinasi 10 jam.

Oleh karena itu untuk melihat reaksi CaO dan MgO diperlukan analisis

pengamatan yang lain yaitu dengan analisis XRD. Pada penelitian ini dilakukan

analisa XRD sebanyak 5 sampel yaitu dolomit mula-mula, dipanaskan pada

temperatur 700OC selama 10 jam, dipanaskan pada temperatur 725OC selama 4

jam, dipanaskan pada temperatur 725OC selama 6 jam dan dipanaskan pada

temperatur 750OC selama 10 jam. Secara garis besar hasil percobaan dapat

diuraikan pada tabel 4.3. sebagai berikut :

Tabel 4.3. Hasil Perbandingan Analisis XRD

No Kalsinasi Jumlah Peak Hasil Analisis XRD

Temperatur Waktu MgO CaO CaCO3 Ca(OH)2 Mg.Ca.CO3

1 Awal tanpa kalsinasi 0 0 0 0 11

2 700OC 10 jam 4 0 6 0 8

3 725OC 4 jam 4 0 7 0 4

4 725OC 6 jam 4 3 7 0 1

5 750OC 10 jam 4 3 7 2 1

Dari hasil analisis XRD yang disimpulkan dalam tabel 4.3. menunjukkan

bahwa proses kalsinasi parsial yang optimal berlangsung pada temperatur 725OC

selama 4 jam. Hal ini karena pada kondisi tersebut belum terdeteksi adanya peak

CaO. Sementara itu peak dolomit ( MgCO3. CaCO3 ) mengalami penurunan

menjadi 8 peak dan peak MgO muncul dengan 4 peak. Pada sampel awal dolomit

merupakan sampel dolomit dengan kemurnian tinggi, dimana tanpa adanya peak

CaCO3 dan peak yang berjumlah 11 adalah peak dolomit ( MgCO3. CaCO3 ).

Pada temperatur 725OC selama 6 jam, mulai muncul peak CaO dengan

jumlah 3 peak, sehingga pada titik ini proses kalsinasi dimulai kalsinasi total.

Pada kondisi tersebut terjadi pengurangan peak dolomit ( MgCO3. CaCO3 ) dari 4

menjadi 1 dan peak CaCO3 berumlah tetap yaitu 7 peak. Dengan pemanasan yang

lebih tinggi dan lebih lama yaitu 750OC selama 10 jam mulai muncul peak baru

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

42

yaitu Ca(OH)2 berupa 2 peak. Peak tersebut pada hakekatnya adalah peak CaO

yang lebih reaktif sehingga menyerap air. Adapun hasil analisis XRD dalam

bentuk gambar dapat dilihat pada gambar dibawah :

Gambar 4.3. Perbandingan peak hasil proses kalsinasi dolomit.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

43

Dengan melihat data hasil analisis XRF pada tabel 4.1. terlihat bahwa

dolomit dari Lamongan mempunyai kandungan CaO 31,98 % berat dan MgO

20,05 % berat. Secara stoikiometri proses kalsinasi parsial terjadi sempurna jika

terjadi pengurangan berat 21,8908 % dan kalsinasi total terjadi jika pengurangan

berat menjadi 46,82 % ( sama dengan LOI ). Dari data hasil analisa XRF tersebut

kemudian dilakukan proses penajaman kalsinasi pada temperatur 725OC dengan

skala proses 100 g. Dari hasil percobaan kalsinasi dalam cawan terbuka pada

temperatur 725OC dengan skala proses 100 g menujukkan bahwa titik akhir

kalsinasi parsial pada rentang waktu 4,5 jam sampai 5 jam. Hasil percobaan

penajaman adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4. Hasil penajaman proses kalsinasi temperatur 725OC skala 100 g

No Waktu Kalsinasi ( Jam )

Pengurangan berat ( % wt )

Terhadap Persen Kalsinasi Parsial

Terhadap Persen Kalsinasi Total

1 4 15,5011 70,811 33,107

2 4,5 20,7283 94,689 44,272

3 5 22,4221 100 47,890

4 5,5 24,1002 100 51,474

5 6 24,9951 100 53,385

Percobaan dilanjutkan dengan skala yang lebih besar yaitu dari 100 g

dalam terbuka menjadi 1 kg dalam cawan tertutup ( pendil ). Temperatur

percobaan tetap yaitu 725OC dan waktu proses 4 jam dan 4,5 jam. Hasil

percobaan disajikan pada tabel 4.5 untuk waktu 4 jam dan waktu 4,5 jam dapat

dilihat pada tabel 4.6. Dari hasil percobaan terlihat bahwa penggunaan pendil

tertutup memberikan peningkatan proses kalsinasi parsial yang lebih baik yaitu

antara 97,485 % sampai dengan 99,681 % untuk waktu kalsinasi 4 jam. Sementara

itu dalam waktu dan temperatur yang sama dengan menggunakan cawan terbuka

diperoleh hasil kalsinasi parsial hanya 70,811 %.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

44

Tabel 4.5. Hasil kalsinasi skala 1 kg, temperatur 725OC dan selama 4 jam

No Pengurangan Berat ( % Wt )

Terhadap persen kalsinasi parsial

Terhadap persen kalsinasi total

1 21,778 99,485 46,514

2 21,359 97,571 45,619

3 21,821 99,681 46,606

4 21,710 99,174 46,369

Tabel 4.6. Hasil kalsinasi skala 1 kg , temperatur 725OC selama 4,5 jam

No Pengurangan Berat ( % Wt )

Terhadap persen kalsinasi parsial

Terhadap persen kalsinasi total

1 22,338 < 100 % 47,710

2 22,412 < 100 % 47,868

3 22,344 < 100 % 47,723

4 22,407 < 100 % 47,858

Pada percobaan dengan waktu 4,5 jam, pada tabel 4.5 terlihat bahwa proses

kalsinasi parsial telah terlewati, hal ini karena pengurangan berat lebih dari

21,8908 % sehingga perbandingan terhadap persen kalsinasi diatas 100 %.

Dengan melihat hasil percobaan kalsinasi 4 jam dan temperatur 725OC diperoleh

hasil kalsinasi parsial yang optimal, sehingga titik ini dijadikan sebagai pedoman

kalsinasi untuk proses berikutnya.

4.2.2. Proses Slaking

Proses slaking ini dilakukan dengan penambahan air terhadap hasil

proses kalsinasi parsial sehingga diperoleh bubur magnesium hidroksida. Proses

slaking diperlukan untuk mencegah terbentuknya karbonat yang terlalu dini

karena adanya air dan CO2 di udara. Pada penelitian ini hasil kalsinasi ditambah

air dengan perbandingan 150 g per 500 ml air sampai 800 g per 500 ml air. Dari

hasil percobaan slaking terlihat bahwa dengan penambahan air yang encer

menghasilkan sisa air yang cukup banyak sehingga penambahan air terlalu encer

tidak efektif. Setelah dilakukan penambahan padatan sampai 800 g / 500 ml

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

45

diperoleh hasil air bebas hanya 62 ml. Selama proses slaking ternyata kenaikan

temperatur tidak ada, hal ini menjadi indikasi bahwa pembentukan CaO selama

proses kalsinasi sangat sedikit. Hal ini karena jika CaO bereaksi dengan air

menghasilkan panas yang tinggi dibandingkan dengan MgO. Adapun hasil dari

proses slaking dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah :

Tabel 4.7. Hasil Proses Slaking

No Input ( g )

Hasil Larutan Hasil Padatan Volume ( ml )

pH Berat basah ( g)

Berat Kering (g)

% Tambah

1 100 402 10 153,31 103,61 3,690 2 150 398 10 230,84 156,55 4,367 3 200 318 11 303,38 211,43 5,715 4 250 300 11 374,64 265,37 6,148 5 300 244 11 474,52 320,22 6,740 6 350 210 12 551,91 370,11 5,746 7 800 62 12 1140,46 863,07 7,884

Berdasarkan analisa pada filtrat yang diperoleh terlihat bahwa dalam filtrat

terdapat ion Ca dan Mg dengan jumlah ion Ca yang lebih banyak. Hasil optimal

800 g / 500 ml memberikan rasio Mg/Ca yang lebih besar dari penambahan input

100 g / 500 ml. Dari hasil analisa filtrat hasil penyaringan proses slaking pada

tabel 4.8 terlihat bahwa konsentrasi ion Ca2+ ada dan cukup besar memberikan

indikasi bahwa proses pembentukan CaO pada waktu kalsinasi telah terjadi.

Konsentrasi ion Mg2+ sangat kecil menunjukkan bahwa magnesium hidroksida

dalam proses slaking memiliki kelarutan yang cukup rendah. Dengan melihat

tabel 4.8 rasio perbandingan Mg2+ / Ca2+ untuk lebih baik pada penambahan hasil

kalsinasi yang lebih banyak, dengan demikian penambahan air yang sedikit lebih

baik untuk proses slaking.

Tabel 4.8. Konsentrasi ion Ca2+ dan Mg2+ pada filtrat hasil slaking

No Input ( g )

Konsentrasi Ion ( g / lt ) Rasio Mg / Ca

Ca2+ Mg2+

1 100 10,52 0,19 0,016

2 800 50,16 1,20 0,024

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

46

4.2.3. Proses Karbonatasi

Hasil dari proses slaking selanjutnya dilakukan proses karbonatasi dengan

dihembuskan gas CO2 dalam larutan Mg(OH)2 . Telah dilakukan proses

karbonatasi dengan konsentrasi penambahan lumpur hasil slaking dari 12,5 g /

500 ml sampai 50,0 g / 500 ml. Hasil dari proses karbonatasi dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 4.9. Proses Karbonatasi skala 500 ml

No Input ( g ) , Basis : pH Produk ( g )

Residu ( g )

% larut Basah Kering Awal Akhir

1 12,50 8,95 10 7 2,76 5,097 43,05

2 25,00 17,90 10 7 5,82 6,026 66,33

3 37,50 26,85 11 7 5,35 11,557 56,96

4 50,00 35,80 11 8 4,28 19,145 46,52

Dari hasil proses karbonatasi terlihat bahwa hasil terbaik adalah pada penambahan

bubur 25 g basis basah / 500 ml air. Dengan penambahan input bubur slaking

lebih dari 25 g / 500 ml air menghasilkan bubur slaking yang larut menjadi turun.

Pada penelitian ini dilakukan peningkatan kapasitas proses 1.000 ml dan

laju alir gas CO2 yang sama dan waktu karbonatasi yang sama yaitu 2 jam.

Adapun hasil percobaan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah :

Tabel 4.10. Optimasi Proses Karbonatasi skala 1.000 ml

No Input ( g ) , Basis : pH Produk ( g )

Residu ( g )

% larut Basah Kering Awal Akhir

1 40,00 28,64 10 7 12,63 18,53 35,30

2 45,00 32,22 10 7 14,67 20,87 35,22

3 50,00 35,80 10 7 16,19 23,81 33,49

4 55,00 39,38 11 7 16,63 25,96 34,08

5 60,00 42,96 11 7 19,04 29,92 30,35

6 65,00 46,54 11 7 20,38 31,65 31,99

7 70,00 50,12 11 7 22,35 34,14 31,88

8 75,00 53,70 11 7 18,43 43,35 19,27

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

47

Dari hasil proses optimasi terlihat adanya peningkatan yield

hydromagnesit yaitu sampai 22,35 g per 1.000 ml proses, lebih baik dari pada

skala 500 ml hanya diperoleh 5,35 g per 500 ml proses. Dari hasil percoban skala

1.000 ml hasil optimal pada input basis basah (dari lumpur hasil slaking ) sebesar

70 g per 1.000 ml proses.

Dengan melihat hasil analisa XRF pada residu dari proses karbonatasi

yaitu CaCO3 terlihat bahwa semakin banyak penambahan hasil slaking per liter

maka rasio MgO/CaO makin besar menujukkan bahwa semakin banyak MgO

yang terbung bersama residu. Hasil optimal pada titik penambahan hasil slaking

70 g / liter . Hal ini sesuai dengan hasil analisa pada produk ( tabel 4.11 ).

Tabel 4.11. Rasio MgO / CaO pada residu

No Input Hasil Slaking ( g / liter )

Kadar ( % ) wt Rasio MgO/CaO CaO MgO

1 25 82,89 7,05 0,0851

2 70 83,31 8,54 0,1025

3 100 64,81 18,37 0,2834

Melihat titik optimal yaitu 70 g / liter maka dilakukan percobaan dengan

perbesaran skala percobaan menjadi 2 liter. Hasil percobaan dengan skala 2 liter

belum mencapai hasil yang optimal seperti halnya pada skala proses karbonatasi

1.000 ml, dimana hasil yang diperoleh hanya 37,54 g per 2.000 ml.

Tabel 4.12. Optimasi Karbonatasi Skala 2.000 ml

No Sampel Produk ( g ) Residu ( g ) Yield % Padatan MgO Padatan MgO

1 PR- 70 A 37,03 15,4785 73,92 4,4200 62,21

2 PR –70 B 36,92 15,4326 69,34 4,1465 62,02

3 PR- 70 C 37,54 15,6917 68,96 4,1238 63,06

4 PR –70 D 24,83 10,3789 70,56 4,2194 41,71

Keterangan :

1. Bahan PR-70A adalah hasil dari pemanasan selama 30 menit larutan proses

karbonatasi, kemudian disaring dan dipanaskan 30 menit dan disaring lagi.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

48

2. Bahan PR-70 B sama dengan PR -70 A dengan laju alir gas CO2 3 kali lipat.

3. Bahan PR-70 C, sama dengan PR-70 A tetapi waktu pemanasan sesingkat

mungkin sampai didih.

4. Bahan PR70 D, diperoleh tanpa pemanasan, hanya mengendapkan filtrat hasil

proses karbonatasi

Pada perhitungan neraca MgO pada tabel 4.12 terlihat yield MgO yang

masih rendah yaitu sekitar 63 % menunjukkan bahwa proses karbonatasi yang

dilakukan belum sempurna. Berdasarkan neraca MgO, maka MgO yang terbuang

terikut padatan ( analisa XRF ) dan flitrat ( analisa AAS ) cukup besar.

Berdasarkan data pada tabel 4.13 terlihat bahwa residu yang berupa filtrat masih

mengandung ion Mg2+ sebesar 1.110 mg / liter untuk pengendapan tahap kedua,

sementara itu produk karbonatasi sebesar 5.070 mg / liter. Hal ini menujukkan

terlihat bahwa ion magnesium yang terbuang cukup tinggi yaitu sekitar 20 % ,

Tabel 4.13. Hasil analisa filtrat dengan AAS

No Sampel Ion Ca2+ ( mg/ lt)

Ion Mg2+ ( mg/ lt ) Keterangan

1 CB-1 7.4 1730 Karbonatasi 12.5 g / 500 ml

2 CB-2 3.6 5070 Karbonatasi 70 g / liter

3 CB-3 3.2 2830 Karbonatasi 50 g / 500 ml

4 PS-1 2.5 1520 Residu filtrat I ( PR-70 C)

5 PS-2 2.1 1110 Residu filtrat II ( PR-70 C )

24,8823 20,4623 15,4785

4,4200 4,9838

Gambar 4.4. Neraca MgO dalam satuan gram pada percobaan Pendahuluan

Proses Karbonatasi

Input dari

Slaking

Proses Pengendapan

Produk

Residu Padat Residu Cair

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

49

4.3. Karakterisasi Magnesium Karbonat

Setelah dilakukan proses karbonatasi maka diperoleh produk magnesium

karbonat dalam bentuk serbuk berwarna putih, berdasarkan studi literatur berupa

senyawa hydromagnesite. Produk dari proses karbonatasi ini selanjutnya dijadikan

bahan baku material nano magnesium karbonat dengan proses ultrasonik. Oleh

karena itu diperlukan proses karakteristik sebelum dilakukan proses ultrasonic

terhadap produk magnesium bikarbonat. Pada penelitian ini karakteristik produk

magnesium bikarbonat hasil dari percobaan pendahuluan meliputi :

4.3.1. Penampakan Butiran

Telah dilakukan proses karakterisasi penampakan butiran terhadap produk

hasil dari proses karbonatasi dan residu dari proses karbonatasi. Dari penampakan

butiran terlihat bahwa produk hasil karbonatasi termasuk dalam kelompok

magnesium karbonat dengan bentuk kristal seperti serpihan yang mengelompok

membentuk seperti terumbu karang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari

Colin N Gregson dkk tentang analisis terhadap “ Magnox Sludge” ( Colin R.

Gregson , et all , 2011).

Gambar 4.5. Hasil penampakan SEM produk magnesium karbonat sebelum

dilakukan proses ultrasonik.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

50

Dari hasil gambar 4.5 terlihat bahwa bahan baku magnesium karbonat sebelum

dilakukan proses ultrasonik terlihat mengelompok membentuk butiran dengan

ukuran diatas 1 mikron. Sedangkan pada residu penampakan SEM terlihat

didominasi krsital kalsium karbonat, hal ini sesuai dsengan gambar SEM kalsium

karbonat dari hasil penelitian sebelumnya ( Sabrina Sae Sant Anna ett all , 2008 )

Gambar 4.6. Hasil penampakan SEM residu berupa butiran kalsium

karbonat presipitat.

4.3.2. Komposisi Kimia

Komposisi kimia produk magnesium karbonat dari produk hasil proses

berdasarkan analisa XRF yang dilakukan di P.T. Indocement Tunggal Prakarsa

menunjukkan bahwa produk memiliki tingkat kemurnian yang tinggi dimana

kadar MgO 41,80 % dengan rasio CaO / MgO hanya 0,0052, sementara dolomit

bahan baku berdasarkan tabel 4.1 rasio CaO / MgO mencapai 1,595. Tingginya

nilai LOI sebesar 57,16 % membuktikan bahwa produk magnesium karbonat

masih dalam bentuk senyawa basic hydromagnesite oleh karena itu untuk

meningkatkan kadar MgO sekitar 47 % diperlukan proses pemanasan. Setelah

dipanaskan diperoleh kadar sekitar 47 % MgO produk telah memenuhi

spesifikasi industri. ( Kirk Othmer, 1983). Adapun hasil analisa XRF dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

51

Tabel 4.14. Hasil Analisis XRF produk magnesium karbonat

No Senyawa Kadar ( % Wt) No Senyawa Kadar ( % Wt)

1 MgO 41,80 4 SiO2 0,25

2 CaO 0,22 5 Al2O3 0,17

3 LOI 57,16 6 Fe2O3 0,20

4.3.3. Struktur Senyawa

Berdasarkan studi literatur di BAB 2 menunjukkan bahwa produk dari

proses karbonatasi adalah magnesium karbonat dalam bentuk hydromagnesite.

Senyawa hydromagnesite ( 4.MgCO3.Mg(OH)2.4 H2O ) merupakan senyawa

antara sebelum diperoleh magnesium karbonat, dimana pada temperatur tertentu

jika dipanaskan akan berubah menjadi magnesium karbonat selanjutnya menjadi

magnesium oksida pada pemanasan 700OC. Hasil dari analisis XRD dengan

menggunakan standart dari Myn-cryst (Institute of Experimental Mineralogy

Russian Academy Science,1993) terlihat bahwa produk memiliki identik dengan

hydromagnesite standart, dapat dilihat pada gambar dibawah :

0

1500

3000

10 20 30 40 50 60 70 802 Theta

Inte

nsit

as

Min-crystPR-70

Gambar 4.7. Hasil analisa XRD sampel PR-70 ( produk Hydromagnesit )

dibandingkan dengan standart Mincryst

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

52

4.4. Percobaan Ultrasonik

Telah dilakukan percobaan pemberian gelombang ultrasonik untuk

menghancurkan partikel magnesium karbonat dalam bentuk hydromagnesite hasil

dari percobaan pendahuluan. Pada percobaan ini menggunakan gelombang

ultrasonik yang dihasilkan dari transducer ultrasonik dengan panjang gelombang

20.000 khz dan daya ultrasonik 50 % dari 750 watt. Media ultrasonik yang

digunakan pada penelitian ini adalah aquabidest, ethanol absolute P.A dan

Ethylene Glycol P.A dari Merck.

4.4.1. Uji Temperatur Larutan

Pada percobaan uji temperatur ini dilakukan proses penghancuran partikel

magnesium karbonat ( hydromagnesite ) selama 40 menit dalam tiga media yaitu

aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol. Proses ultrasonic dilakukan

dalam beaker glass yang berisi 400 ml larutan dengan konsentrasi 2 % berat, tanpa

dilakukan pendinginan. Dari hasil percobaan yang ditampilkan pada gambar 4.8

terlihat bahwa semakin lama proses ultrasonic terjadi kenaikan temperatur, hal ini

menjukkan bahwa telah terjadi proses kavitasi dan tumbukan antara partikel

dengan micro-buble mapun antar partikel sendiri akibat getaran yang

mengakibatkan munculnya panas. Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 40

menit proses ultrasonic terlihat bahwa untuk media aquabidest dan ethanol

absolute membentuk pola kenaikan temparatur yang mirip. Sedangkan untuk

ethylene glycol memiliki kecenderungan yang berbeda. Adapun perbedaan

kecenderungan sebagai berikut :

• Pada media ethanol absolute dan aquabidest terlihat bahwa pada awal

proses sampai 16 menit terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi,

kemudian setelah melalui 16 menit terjadi kecenderungan kenaikan

temperatur yang sedikit dan cenderung konstan. Hal ini menunjukkan

bahwa waktu diatas 16 menit ada kecenderungan proses benturan antara

partikel dengan micro-buble berkurang. Temperatur didih ethanol absolute

dan air masing-masing 78,4OC dan 100OC sementara perlambatan

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

53

kenaikan temperatur pada proses ultrasonik menit ke 16 sampai 32 antara

56OC – 60OC untuk ethanol absolute dan aquabidest 60OC – 64OC

memberikan indikasi bahwa perlambatan kenaikan temperatur bukan

karena adanya energi penguapan .

• Pada media Ethylene glycol terlihat bahwa dengan semakin bertambahnya

proses ultrasonic maka terjadi kenaikan temperature proses yang linear

terus bertambah. Pertambahan temperature ini berjalan tetap sampai waktu

proses 40 menit dihasilkan temperature 105OC. Hal ini menujukkan bahwa

proses penghancuran partikel akibat tumbukan antara microbuble dengan

partikel tidak mengalami penurunan.

Gambar 4.8. Pengaruh pemberian gelombang ultrasonik terhadap kenaikan

temperature larutan pada berbagai media. ,

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

54

4.4.2. Analisa SEM

Hasil dari percobaan dengan waktu ultrasonik maksimal yaitu 40 menit

tanpa menggunakan pendingin diperoleh hasil suspensi magnesium karbonat.

Suspensi tersebut selanjutnya dikeringkan kemudian dilakukan analisis dengan

menggunakan SEM. Adapun hasil dari analisis dengan menggunakan SEM dapat

dilihat pada gambar dibawah :

Perbesaran 5.000 kali Perbesaran 15.000 kali

Gambar 4.9, Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media aquabidest

dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit.

Dari gambar 4.9 diatas terlihat bahwa material magnesium karbonat yang

berupa serpihan mengalami perpecahan karena terkena gelombang ultrsonik, hal

ini dapat dilihat dari bentuk Kristal yang tidak beraturan. Dibandingkan dengan

sebelum terpapar gelombang ultrasonik pada gambar 4.5 yang terlihat bentuk

serpihan yang teratur. Dari hasil pengukuran pada gambar 4.9 terlihat ukuran

serpihan 54 nm, 67 nm dan 72 nm menunjukkan Kristal dalam skala ukuran nano.

Pada penggunaan media air terlihat bahwa telah terjadi proses pengumpalan

kembali yang cukup luas hal ini dapat dilihat pada tidak adanya batas butir antar

butiran Kristal sehingga ukuran butiran sangat besar sekali dengan ukuran yang

mungkin lebih dari 20 mikron sehingga tidak jelas terlihat pada pembasaran 5.000

kali.

Pada proses ultrsonik yang sama yaitu 16 menit dengan menggunakan

media ethanol absolute terlihat beda bentuk dengan menggunakan media air. Pada

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

55

media ethanol absolute terlihat bahwa partikel tidak mengalami pengumpalan hal

ini terlihat dari penampakan partikel yang terpisah. Bentuk partikel hasil proses

ultrasonik 16 menit dalam media ethanol absolute dapat dilihat pada gambar

sebagai berikut :

Perbesaran 1.000 kali Perbesaran 15.000 kali

Gambar 4.10, Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethanol

absolute dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit.

Percobaan dengan media ethylene glycol lembaran kristal tersobek-sobek

seperti halnya kertas tissue yang tercabik. Adanya sobekan tersebut memberikan

bentuk kristal yang semakin tidak beraturan hal ini ditunjukkan pada gambar kiri

dengan pembesaran 10.000 kali. Dengan pembesaran sebesar 50.000 kali terlihat

bahwa ukuran sobekan kristal menjadi lebih kecil yaitu sekitar 25 nm – 35 nm.

Ukuran tersebut lebih tipis dari ukuran lembaran Kristal sebelumnya yang

berkisar 60 – 100 nm. Bentuk partikel hasil proses ultrasonik 16 menit dalam

media ethylene glycol dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar 4.11, Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethylene

glycol dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

56

4.4.3. Analisis Hasil Pengendapan

Telah dilakukan percobaan pengendapan terhadap hasil proses ultrasonik

dimulai dari 4 menit ultrasonifikasi sampai 32 menit, dalam tiga media yaitu

aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol. Dari ketiga media tersebut

terjadi indikasi yang berbeda dimana dengan media air waktu pengendapan realtif

singkat dalam hitungan menit, kemudian dengan ethanol absolute dalam hitungan

jam. Sedangkan untuk ethylene glycol juga telah dilakukan nanun ternyata proses

ini memerlukan waktu yang sangat panjang. Adapun hasil perhitungan dari proses

dengan metode pengendapan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.15. Proses Pengendapan Dengan Media Aquabidest

No Waktu Ultrasonik

( menit )

Tinggi kolom

( cm )

Waktu Endap

( menit )

Diameter

Partikel (nm)

1 0 15,7 50,968 2.781

2 4 14,4 263,591 1.222

3 8 14,0 314,442 1.120

4 16 13,5 319,641 1.110

5 32 13,8 323,565 1.104

Dari hasil percobaan dengan media aquabidest terlihat bahwa pemberian

gelombang ultrasonik memberikan hasil proses pengendapan yang lebih lama

dibandingkan dengan tanpa pemberian gelombang ultrsonik. Butiran magnesium

karbonat jika dilarutkan dengan aquabidest lebih cepat megendap yaitu hanya 47

menit. Sementara itu dengan pemberian gelombang ultrasonik memberikan waktu

yang cukup lama yaitu dalam hitungan ratusan menit. Hal ini secara kualitatif

dapat dijadikan indikasi awal bahwa ukuran partikel magnesium karbonat

semakin kecil dengan adanya gelombang ultrasonik karena waktu endap lebih

lama. Dengan pemberian ultrsonik lebih dari 4 menit yaitu 8 menit, 16 menit dan

32 menit ternyata waktu endap tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini

dimungkinkan adanya proses koagulasi antar partikel magnesium karbonat secara

cepat sehingga penambahan waktu ultrasonik menjadi sia-sia.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

57

Pada media ethanol absolute terlihat bahwa dengan pemberian gelombang

ultrasonik mengakibatkan waktu endap yang jauh lebih lama. Tanpa ultrasonik

waktu pengendapan 118 jam, dengan pemberian gelombang ultrasonik waktu

endap naik hamper 4 kali lipat. Dengan penambahan waktu ultrasonik menjadi 8

menit terlihat terjadi lonjakan kenaikan waktu endap sebanyak hampir 3 kali lipat,

kemudian dengan ditambah waktu ultrasonik menjadi 16 menit dan 32 menit tidak

terjadi peningkatan waktu endap yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa

proses perpecahan partikel dengan waktu lebih dari 8 menit berlangsung relatif

lebih lambat. Hal ini sejalan dengan percobaan penghitungan waktu ultrasonik

terhadap kenaikan temperatur yang dapat dilihat pada gambar 4.7 yang

menunjukkan kenaikan temperatur yang turun dalam selang proses sekitar 20

menit. Dari proses ultrasonik dengan media ethanol absolute mengindikasikan

tidak terbentuknya koagulasi karena pemberian gelombang ultrasonik yang lama

meningkatkan proses waktu endap.

Tabel 4.16. Proses Pengendandapan Dengan Media Ethanol Absolute

No Waktu Ultrasonik

( menit )

Tinggi Kolom

( cm )

Waktu Endap

( jam )

Diameter

Partikel (nm)

1 0 16,2 118,97 1.296

2 4 15,8 380,85 724

3 8 16,8 925,56 464

4 16 16,2 1027,31 440

5 32 16,2 1044,31 437

Dari penggunaan dua media yaitu aquabidest dan ethanol absolute ukuran

partikel belum berskala nano terlihat masih besar ukuran partikelnya masih diatas

ukuran 100 nm meskipun dalam SEM ada beberapa titik / spot bidikan SEM

ukuran partikel ada yang dibawah 100 nm. Pengujian partikel nano melalui

metode pengendapan ( Metode Stokes ) dapat dijadikan sebagai indikasi awal

adanya partikel nano, namun demikian metode ini masih banyak kelemahan

terutama untuk media yang kental sementara bahan padatan memiliki densitas

yang rendah.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

58

4.4.4. Analisis Ukuran Partikel ( PSA )

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran partikel nano terhadap sampel

sebelum dilakukan proses ultrasonik dan setelah proses ultrasonik dengan

berbagai media. Pada pengukuran partikel sebelum proses ultrasonic dilakukan

dengan menggunakan dua media yaitu aquabidest dan ethanol absolute. Dengan

dua media tersebut diperoleh hasil pengukuran seperti yang tertera pada gambar

dibawah :

Gambar 4.12. Distribusi partikel bahan magnesium karbonat sebelum diberikan

gelombang ultrasonik

Dari hasil analisa tersebut terlihat pengukuran dengan dua media

memberikan hasil yang berbeda, dimana hasil pengukuran dengan pelarut

aquabidest menunjukkan ukuran (2.049 - 6.549 ) nm dan media pelarut ethanol

absolute (1.124- 1.615 ) nm. Beda pengukuran ini dijadikan sebagai pijakan

dalam pembandingan dengan setelah digunakan proses ultrasonik.

Partikel magnesium karbonat tersebut masing-masing dilarutkan dalam

larutan aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol dengan persen solid 1 %

volume larutan 200 ml. Kemudian diperoleh suspensi magnesium karbonat dalam

tiga media, selanjutnya masing-masing dikenakan proses ultrasonik selama 16

menit. Kemudian hasil dari proses ultrasonic selanjutnya dianalisa dengan PSA

diperoleh hasil sebagai berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

59

Gambar 4.13. Perbandingan distribusi partikel sebelum diberikan gelombang

ultrasonik dan setelah diberikan gelombang ultrasonik 16 menit dalam media

aquabidest.

Dari hasil percobaan pemberian gelombang ultrsonik dalam waktu 16 menit

terlihat bahwa dengan media aquabidest mampu memperkecil ukuran partikel.

Pada pemberian gelombang ultrasonik 16 menit ukuran partikel berubah dari

ukuran (2.049 - 6.549 ) nm menjadi ukuran (1.508 – 5.984 ) nm. Ukuran partikel

tersebut masih cukup besar yaitu dalam rentang 1.000 nm atau 1 mikron. Oleh

karena itu proses ultrsonik dengan menggunakan media aquabidest belum mampu

menciptakan partikel ukuran nano.

Hasil percobaan dengan menggunakan media ethanol absolute

menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan media

aquabidest. Pada percobaan dengan menggunakan ethanol absolute ukuran

butiran berkurang menjadi ( 390 – 1.190 ) nm dibandingkan sebelum dilakukan

proses ultrasonik yang memiliki ukuran (1.124- 1.615 ) nm. Percobaan dengan

menggunakan metode pengendapan mendapatkan hasil yang hampir sama yaitu

ukuran 440 nm. Dengan melihat hasil tersebut proses pembuatan material ukuran

nano pada bahan magnesium karbonat ( hydromagnesit ) memberikan hasil yang

lebih baik dari pada dengan pelarut aquabidest namun belum mencapai ukuran

nano.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

60

Gambar 4.14. Perbandingan distribusi partikel bahan magnesium karbonat setelah

diberikan gelombang ultrasonik 16 menit pada media ethanol absolute.

Percobaan dengan media pelarut ethylene glycol terlihat berhasil karena

ukuran partikel menjadi (23,4–94,7) nm. Pada percobaan dengan pelarut ethylene

glycol menghasilkan ukuran partikel sudah dibawah 100 nm. Kemudian

dilakukan percobaan waktu uktrasonik 8 menit dan 32 menit, dapat dilihat pada

gambar dibawah.

Gambar 4.15. Distribusi partikel bahan magnesium karbonat setelah diberikan

gelombamng ultrasonik 8 , 16 dan 32 menit pada media ethylene glycol.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

61

Dari hasil percobaan terlihat bahwa dengan penambahan waktu menjadi

32 menit ukuran partikel justru bertambah besar menjadi (52-96) nm dari ukuran

(23,4–94,7) nm. Dengan bertambahnya ukuran partikel menunjukkan bahwa telah

terjadi proses pembentukan kembali atau penyatuan kembali partikel yang telah

pecah. Hal ini mununjukkan bahwa dalam proses tersebut gelombang ultrsonik

sudah tidak mampu berfungsi sebagai ultrasonic milling tetapi berubah menjadi

sifat sonochemistry. Sifat sonochemistry dalam gelombang ultrsonik pada

umumnya berlangsung cukup lama dimana sifat dari sonochemistry cenderung

untuk menyatukan molekul ukuran kecil menjadi molekul ukuran lebih besar

seperti reaksi polimerisasi (Hong Yan et.all, 2009) . Untuk waktu ultrasonik 8

menit ukuran partikel masih (93,3-143) nm,dibanding dengan waktu ultrasonik 16

menit yang mencapai ukuran (23,4–94,7) nm. Hal ini mernunjukkan bahwa

waktu ultrasonik 8 menit, proses ultrasonik milling masih berlangsung.

4.4.5. Analisis Diameter Kristal Dengan XRD

Telah dilakukan kegiatan analisis XRD terhadap hasil proses ultrasonik

selama 16 menit pada media aquabidest, ethanol absolut dan ethylene glycol. Dari

hasil grafiks XRD terlihat bahwa peak magnesium karbonat yang belum diproses

ultrasonik dan hasil dari proses ultrasonik dengan media aquabidest dan ethanol

absolute tidak menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Terlihat pola peak

masih berupa pola hydromagnesite. Hal ini berkat proses pengeringan masih

dibawah 200OC tidak merusak struktur senyawa magnesium karbonat. Pada

proses ultrasonik dengan media ethylene glycol , pada waktu dikeringkan terjadi

perubahan struktur menjadi magnesium oksida. Hal ini karena proses pengeringan

diatas 200OC sehingga mengalami proses dekomposisi, lihat gambar 4.15.

Berdasarkan hasil perhitungan XRD terlihat bahwa proses ultrasonik

menghasilkan perubahan ukuran kristal. Sebelum proses ultrasonik ukuran kristal

38 nm kemudian menjadi 17 nm untuk media aquabidest, 28 nm untuk media

ethanol absolute dan 11 nm untuk ethylene glycol. Hal ini mununjukkan pecahnya

butiran akibat gelombang ultrasonik berakibat pada pecahnya kristal juga. Dengan

memperhitungkan bahwa butiran dan kristal diasumsikan bulat maka hasil

percobaan diperoleh kesimpulan isi kristal per partikel pada tabel 4.17.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

62

0

1600

3200

4800

6400

10 20 30 40 50 60 70 802 Theta

Inte

nsi

tas

PR-70 A-16

B-16 C-16

Gambar 4.16. Perbandingan peak XRD magnesium karbonat antara sebelum dan

sesudah proses ultrasonik pada berbagai media

Tabel 4.17. Perhitungan isi partikel

No Perlakuan Ukuran ( nm ) Kristal per Partikel Ultrasonik Media Partikel Kristal

1 Tanpa Sampel Awal 1.294 38 39.000 2 16 menit Aquabidest 1.924 17 1.450.000 3 16 menit Ethanol Absolute 539 28 7.100 4 8 Menit Ethylene Glycol 111 11 1.030 5 16 Menit Ethylene Glycol 30 11 20 6 32 Menit Ethylene Glycol 65 11 210

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas terlihat bahwa pencapaian maksimal

jumlah kristal dalam satu partikel adalah 20 kristal. Hal ini menunjukkan bahwa

dengan menggunakan media ethylene glycol berdasarkan pengukuran yang ada

telah tercapai ukuran nanometer, namun dalam satu butir masih terdapat banyak

kristal didalamnya..

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

63

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Proses pembuatan magnesium karbonat dari mineral dolomit dengan

serangkaian Proses kalsinasi parsial, proses slaking dan proses karbonatasi

memberikan hasil akhir kemurnian 41,80 % dan yield MgO 63,06 %. Hasil

perolehan ini menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibanding melalui

proses kalsinasi total yang dilakukan oleh Mahasiswa Program S-2 Material-

UI sebelumnya yaitu dengan yield sekitar 44 % ( (Erlina Yustanti, 2004).

2. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa penggunaan pelarut dan waktu

pada proses ultrsonik berpengaruh terhadap hasil percobaan yang diperoleh.

Penggunaan pelarut yang terbaik adalah ethylene glycol dengan ukuran

partikel yang diperoleh (23–95) nm. Waktu terbaik untuk proses ultrasonik

adalah 16 menit, dimana dengan penambahan waktu menjadi 32 menit

ukuran partikel menjadi lebih besar yaitu (52-96) nm.

3. Magnesium karbonat yang dihasilkan berupa hydromagnesit dengan ukuran

partikel terkecil yang dicapai dengan proses ultrsonik dengan pelarut

ethylene glycol diperoleh (23–95) nm, sehingga dapat dikatakan partikel

tersebut berukuran nano meskipun masih dalam bentuk suspensi.

Berdasarkan hasil analisa XRF kadar MgO dan CaO serta pengotor yang

lain diperoleh produk hydromagnesit yang memiliki kemurnian yang cukup

tinggi.

4. Berdasarkan analisis perhitungan tinggi peak hasil XRD pada produk

ultrasonik terlihat bahwa efek kavitasi yang menghasilkan temperatur dan

tekanan plasma yang cukup tinggi mampu mempengaruhi ukuran kristal

disamping ukurahn butiran. Dari hasil perhitungan pada tabel diatas terlihat

bahwa pencapaian maksimal jumlah kristal dalam satu partikel adalah 20

kristal. Pencapaian ini belum sempurna sehingga perlu dikembangkan

proses ultrasonik yang mampu menghasilkan nano material dengan bentuk

satu butiran berisi satu kristal.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

64

5.2. Saran

1. Hasil yang diperoleh pada proses ektraksi mineral dolomit masih rendah

dengan yield MgO sekitar 63 %. Oleh karena itu perlu dilakukan

terobosan proses yang mungkin seperti penurunan temperatur karbonatasi

atau penggunaan tekanan gas CO2 yang lebih tinggi dengan peralatan

bejana bertekanan (autoclave).

2. Penggunaan air yang sangat besar pada proses karbonatasi yaitu 2 liter

untuk proses 140 g hasil slaking, perlu dikembangkan percobaan dengan

menggunakan air yang berasal dari daur ulang.

Perlu dikembangkan lagi proses ultrasonik dengan media aquabidest namun

menggunakan bantuan surfactan yang mampu mengambangkan butiran

magnesium karbonat dalam media aquabidest, sehingga proses ultrsonic milling

lebih efektif.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

xv

DAFTAR REFERENSI

Agus Wahyudi, Dessy Amalia, Sariman dan Siti Rochani (2010), “ Sintesis

Nanopartikel Zeolite Secara Top Down Menggunakan Planetary Ball Mill dan

Ultrasonikator “ , Jurnal Mineral dan Energi, Vol 8, No.1, Hal 32-36.

Aharon Gedanken (2004) ,” Using Sonochemistry For The Fabrication Of

Nanomaterials ,” Journal Ultrasonic Sonochemistry 11 (2004) 47-55.

Ahmad Zahirani Ahmad Azar, Hasmaliza Muhamad, Mani Maram Ratnam,

Zainal Arifin Ahmad ( 2011) ,” Effect of MgO Particle Size on the

Microstructure , Mechanical Properties and Wear Performance of ZTA-MgO

Ceramic Cutting Inserts” , International Journal of Refractory Metals and Hard

Materials, Volume 29, Pages : 456-461.

Andliswarman ( 2003) , “ Proses Ekstraksi MgO Dari Mineral Dolomit dan

Analisis Techno Enonomic Proses Produksi “ Tesis Magister Bidang Ilmu

Material, Universitas Indonesia

Boonyawan Yoosuk, Pancheewa Udomsad, Buppa Puttasawat (2011) ,”

Hydration-Dehydration Technique for Property and Activity Improvement of

Calcined Natural Dolomite In Heterogeneus Biodesel Production”, Journal

Aplied Catalysis, General 395 , 87-94 .

Colin R. Grgson, David T Goddart, Mark J. Sarsfield , Robin J. Taylor (2011) ,”

Combined ElectronMicroscopy and Vibrational Spectroscopy Study of Corroded

Magnox Sludge from a Legacy Spent Nuclear Fuel Storage Pond, Journal of

Nuclear Materials 412 : 145-156.

Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur (1996). ” Memperkenalkan

Bahan Galian Golongan C di Jawa Timur “ Dolomit “ .

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

xvi

Drits V.A (2005) ,” New Insight Into Structural and Compositiovariability

Insome ancient Excess Ca Dolomite Locality, New Mexico – USA Sample”, The

Canadian Mineralogist 113 : 1255-1290.

Dong Kim Loan , Tran Hong Con1, Le Thu Thuy (2008) , “ Preparation of nano-

structural MnO2 in ethanol-water media coated on calcinated laterite and study

of its arsenic adsorption capacity ,” VNU Journal of Science, Natural Sciences

and Technology 24 : 227-232

Eko Sulistiyono, Bintang Adjiantoro (2010),” Proses Pemanasan Temperatur

700OC Mineral Magnesit Dari Padamarang ” , Majalah Metalurgi, Volume 25 ,

No.1 , ISSN 0126-3188, Hal 13-18.

Eni Febriana (2011) , ” Kalsinasi Dolomit Lamongan Untuk Pembuatan Bahan

Baku Kalsium dan Magnesium Karbonat Presipitat “ , Skripsi Program Ekstensi

Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Erlina Yustanti (2004), “ Ekstraksi Calcite dan Hydromagnesite Dalam Dolomit

Secara Hidrasi dan Karbonisasi” , Tesis Magister Bidang Ilmu Material,

Universitas Indonesia.

Etty Marti Wigayati (2009),” Pembuatan Nanopartikel LixMn2O4” Jurnal

Teknologi Indonesia 32-2 : 107 – 113.

Fatemeh Mohandes, FatemehDavar , Masoud Salavati Niasari (2010) ”

Magnesium Oxide Nanocrystal via Thermal Decomposition of Magnesium

Oxalate”, Journal of Physics and Chemistry of Solid, 71 , 1623-1628.

Godinez IG, Darnault CJ.( 2011),” Aggregation and transport of nano-TiO2 in

saturated porous media: effects of pH, surfactants and flow velocity ”,. Journal

Water Research, Volume 45 (2):839-51.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

xvii

H. Gelai, M. Pijolat , K. Nahdi , M. Trabelsi-Ayadi (2007) ,” Mechanism of

Growth of MgO and CaCO3 During a Dolomite Partial Decomposition”, Journal

Solid State Ionics, 178 : 1039-1047

Hong Yan, Xue-hu Zhang , Li-qiao Wei, Xu-guang Liu , Bing-she Xu ( 2009) ,”

Hydrophobic Magnesium Hydroxide Nanoparticle Via Oleic Acid and Poly (

Methyl Metacrylate) Grafting Surface Modification”, Journal Powder

Technologi193 , 125-129.

Hua Ming Yang, Mingzhu Liu and Jing Quyang ( 2010) ,” Novel Synthesis and

Characterization of Nanosized γ – Al2O3 from Kaolin”, Applied Clay Science 47,

438-443.

Ika Ristia Rahman(2010) ,” Formulasi Suspensi Eritromisin Menggunakan

Suspending Agent, Pulvis Gummi Arabici ( PGA ), Uji Stabilitas Fisik dan Daya

Antibakteri ”, Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Institute of Experimental Mineralogy Russian Academy Science (1993) , 142432

Chernogovka, Moscow district A.V Chicagov , <http : // www.iem.ac.ru>.

Jeremy J. Ramsden ( 2009 ) , “ Essentials of Nanotechnology” , ISBN : 978-87-

7681-418-2, < http://www.bookboon.com >.

Kim Gyeong Man (2010),” Fabrication of Bio Nanocomposite Nanofibers

Mimicking the Mineralized Hard Tissues via Electrospinning Process” , Edited by

Ashok Kumar, ISBN 978-953-7619-86-2, Hard cover, 438 pages, Publisher:

InTech, Published: under CC BY-NC-SA 3.0 license, in subject Nanotechnology

and Nanomaterials.

Kirk-Othmer (1983) , ” Enclyclopedia Of Chemical Technology”, Third Edition,

Volume 23, John Wiley and Sons, Inc , ISBN : 0 – 471-02076-1.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

xviii

Madhusree Kole, T.K. Dey (2012), “Effect of prolonged ultrasonication on the

thermal conductivity of ZnO – ethylene glycol nanofluids”, Journal

Thermochimica Acta, Volume 535 : 58– 65

Malcom J. Crocker (1997),” Enclycopedia of Accoustic, Chapter 25 : Cavitation,

Chapter 26 : Sonochemistry and Sonoluminescence ” , John Wiley and Sons, Inc,

ISBN : 0-471-17767-9, Volume 1.

Taniguchi, Norio (1974). "On the Basic Concept of 'Nano-Technology

'". Proceedings of the International Conference on Production Engineering,

Tokyo, 1974, Part II (Japan Society of Precision Engineering).

Richard P. Feynman, (1960) , “There’s Plenty of Room at the Bottom: An

Invitation to Enter a New Field of Physics “, Engineering and Science , Published

at California Institute of Technology, Volume XXIII, No.5 ,

Robert C. Crosson and Harold J. Abrahams, (1947) , “ Colloidal metals in

nonaqueous solvents—By the Bredig method “ , J. Chem. Educ., 1946, 23 (6), p

289, DOI: 10.1021/ed023p289 , Publication Date: June 1946

Ruud Van Ommen (2010), “ Sedimentation” , Based on M Rodes Introduction to

Particle Technology 2 nd ed, Departement of Chemical Engineering, Defl

University of Technology.

Narotham Sutradar, Apurba Sinhamahapatra, Biplab Roy, Hari C. Bajaj, Indrajit

Mukhopadhyay, Asit Baran Panda (2011) ” Preparation of MgO Nano-Rods With

Strong Catalytic Activity via Hidrtated Basic Magnessium Carbonates, ”

Materials Research Bulletin, 46 2163-2167.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

xix

Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI (2009) ,” Pembuatan Kalsium-Magnesium

Karbonat Presipitat (Light Calcium-Magnesium Carbonate Precipitate) Dengan

Proses Karbonatasi Ganda “, Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Metalurgi-

LIPI Bekerjasama Dengan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi ( DIKTI ) .

Sabrina Sae Sant Anna, Denilson Arlindo de Souzaa, Danielle Marques de

Araujoa, Cornélio de Freitas Carvalhob, Maria Irene Yoshidaa (2008) , “ Physico-

chemical analysis of flexible polyurethane foams containing commercial calcium

Carbonate”, Materials Research, ISSN 1516-1439 , Vol 11 No.4.

Suryanarayana and Grant Norton (1998), “ X-Ray Diffraction A Practical

Approach”, ISBN : 0-306-45744-X , Plenum Press, New York.

Terry A. Egerton , Liwei Wang, (2008) “ The effect of drying on dispersions of

nano-particulate titanium dioxide in ethylene glycol ”, Powder Technology 182:

51–55

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

65

LAMPIRAN 1

PERHITUNGAN KALSINASI DOLOMIT

1. Komposisi Dolomit Bahan Baku

Telah dilakukan kegiatan analisa TGA ( Thermal Gravimetry Analysis )

dan analisa XRF ( X-Ray Fluorescent ) terhadap dolomite yang berasal dari

Lamongan Jawa Timur.. Dari hasil analisa XRF di P.T. Indocement Tunggal

Prakarsa diperoleh data rangkungan hasil analisis dengan basis oksida: MgO =

20,05 % , CaO = 31,98 % dan nilai LOI sebesar 46,82 %. Dari hasil analisa

tersebut maka perbandingan mol dalam senyawa dolomite adalah sebagai berikut :

CaO = 31,98 / Mr.CaO = 31,98 / 56 = 0,571

MgO = 20,05 / Mr MgO = 20,05 / 40,3 = 0,498

Sehingga perbandingan CaO : MgO dalam mol adalah 1 : 0,8721 , berdasarkan

hasil analisa XRD dengan membandingkan senyawa standart yang memiliki

rumus kimia ; CaO1.08.MgO0.92.(CO2)2 maka secara teoritis komposisi dolomit

standart adalah :

CaO = 1,08 mol = 1,08 x Mr CaO

= 1,08 x 56 = 60,48 g

MgO = 0,92 mol = 0,92 x Mr MgO

= 0,92 x 40,3 = 37,076 g

CO2 = 2 mol = 2 x Mr CO2

= 2 x 44 = 88 g

Sehingga presentase berat menjadi :

CaO = ( 60,48 / ( 60,48 + 37,076 + 88 ) ) x 100 %

= ( 60,48 / 185,556 ) x 100 % = 32,594 %

MgO = ( 37,076 / ( 60,48 + 37,076 + 88 ) ) x 100 %

= 19,981 %

CO2 = ( 88 / ( 60,48 + 37,076 + 88 ) ) x 100 %

= 47,425 %

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

66

Dengan asumsi rumus kimia ; CaO1.08.MgO0.92.(CO2)2 maka kadar dolomit dari

mineral dolomit Lamongan adalah :

% Dolomit = ( CaO sampel / CaO standart ) x 100 %

= ( 31,98 / 32,594 ) x 100 %

= 98, 11 %

CaCO3 bebas = ( CaO standart – CaO sampel ) x ( Mr CaCO3 / MrCaO )

= ( 32,594 – 31,98 ) x ( 100 / 56 ) = 1,096 %

2. Kalsinasi parsial

Kalsinasi parsial adalah peristiwa terjadsinya peruraian MgCO3 dalam dolomit

menjadi MgO, sementara itu CaCO3 baik yang bebas mapun yang terikat dengan

dolomit adalah tetap.

MgCO3 ======= MgO + CO2

Dari reaksi tersebut maka gas CO2 yang keluar dari dolomit identik dengan kadar

MgO sehingga dengan basis 100 g dolomit :

CO2 yang keluar = Persen berat MgO x ( Mr CO2 / Mf MgO )

= 20,05 x ( 44 / 40,3 ) = 21,8908 g

Maka pada kalsinasi parsial dolomit berkurang : 21,8908 % dan kalsinasi total

terjadi semurna jika pengurangan berat sama dengan LOI yaitu 46,82 %

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

67

LAMPIRAN 2

PERHITUNGAN YIELD PROSES SKALA 2 LITER

1. Perhitungan Proses Kalsinasi

Dari hasil percobaan kalsinasi parsial selama 4 jam temperature 725OC dengan

skala proses 1 kg dalam pendil gerabah diperoleh hasil seperti Tabel 4.5 rata-

rata berat yang hilang adalah 21,667 %. Berdasarkan data maka gas CO2 yang

hilang adalah 21,667 g dari 100 g dolomit bahan baku. Sehingga komposisi

hasil kalsinasi dengan asumsi terjadi reaksi :

MgCO3 ========= MgO + CO2

Dolomit Lamongan rumus kimia : Mg1.08Ca0.92C2O6 memiliki massa rumus

sebagai berikut : (24,3 x 1,08) + (40 x 0,92 ) + (12 x 2) + (16 X 6) = 183,044

Komposisi hasil kalsinasi menjadi :

MgO = 21,667 x ( Mr MgO / Mr CO2 )

= 21,667 x ( 40,3 / 44 ) = 19,845 g

CaCO3 = 98,11 x ( Mr CaCO3 / Mr dolomit )

= 98,11 x ( 100 / 183,44 ) = 53,4835 g

Oksida lain : 1,17 g

Maka berat dolomit menjadi : 100 – 21,677 = 78,323

MgO = ( 19,845 / 78,323 ) x 100 % = 25,337 % berat.

CaCO3 = ( 53,4835 / 78,323 ) x 100 % = 68,286 % berat

2. Perhitungan Proses Slaking dan Umpan Karbonatasi

Dari hasil percobaan slaking terbukti bahwa proses slaking yang paling efektif adalah menambahkan 800 g padatan hasil kalsinasi dengan 304,46 g air : Slaking = Hasil Kalsinasi + Air

1.140,46 g = 800 g + 340,46 g

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

68

Maka komposisi produk slaking dengan asumsi tidak ada air terbuang ( basis basah ) maka : MgO = 25,337 x ( 800 / 1140,46 ) = 17,7731 % CaCO3 = 68,286 x ( 800 / 1140,46 ) = 47,9005 % Air = 340,46 x ( 800 / 1140,46 ) = 29,8529 % Jika umpan slaking adalah 140 g basis basah per 2.000 ml air untuk

karbonatasi, maka jumlah bahan baku karbonatasi :

MgO = ( 17,7731 / 100 ) x 140 g = 24,8823 g

CaCO3 = (47,9005 / 100 ) x 140 g = 67,0607 g

3. Perhitungan Dari Produk

Dari hasil percobaan diperoleh produk misalnya PR-70 A sebanyak 37,030 g

hydromagnesit dengan kadar basis oksida logam dari analisa P.T. Indocement

Tunggal Prakarsa :

MgO = 41,80 %

CaO = 0,22 %

LOI = 57,16 %

Lainnya = 0,82 %

Maka MgO = ( 41,80 / 100 ) x 37,030 = 15,4785 g

4. Perhitungan Dari Residu

Dari hasil percobaan diperoleh data XRF dari P.T. Indocement Tunggal

Prakarsa, diperoleh data residu ( R-70 ) sebanyak 73,92 g ( untuk PR-70A )

basis oksida adalah sebagai berikut :

MgO = 5,98 %

CaO = 48,11 %

LOI = 44,52 %

Lainnya = 8,15 %

Maka MgO = ( 5,98 / 100 ) x 73,92 = 4,42 g

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

69

5. Neraca MgO Dari diagram alir percobaan pada gambar 3.1. diperoleh rumus perhitungan

neraca MgO :

MgO input = MgO Residu padat + MgO Residu Cair + MgO Produk

Maka untuk percobaan PR-70A :

24,8823 g = 4,42 g + MgO residu filtrat + 15,4785 g

Sehingga :

MgO dalam residu filtrat = 24,8823 g – ( 4,42 g + 15,4785 g )

= 4,9838 g

Neraca MgO dalam satuan gram :

24,8823 20,4623 15,4785

4,4200 4,9838

6. Yield MgO Sehingga % Yield MgO untuk produk PR-70 A adalah : Yield = ( MgO Produk / MgO input ) x 100 % = ( 15,4785 / 24,8823 ) x 100 % = 62,21 % Sehingga untuk produk yang lain dengan cara perhitungan yang sama adalah:

Proses Karbonatas

i

Input dari

Slaking

Proses Pengendapan

Produk

Residu Padat Residu Cair

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

70

Tabel 1. Hasil Perhitungan Yield untuk karbonatasi skala 2 kg , input 140 g hasil slaking

No Sampel Produk ( g ) Residu ( g ) Yield % Padatan MgO Padatan MgO

1 PR- 70 A 37,03 15,4785 73,92 4,4200 62,21

2 PR –70 B 36,92 15,4326 69,34 4,1465 62,02

3 PR- 70 C 37,54 15,6917 68,96 4,1238 63,06

4 PR –70 D 24,83 10,3789 70,56 4,2194 41,71

7. Koreksi Hasil Analisa AAS

• Magnesium Bikarbonat Mol Mg2+ setara dengan mol MgO, sehingga MgO dalam filtrat

magnesium bikarbonat hasil karbonatasi dengan volume 2.000 ml , hasil

analisa AAS di Tekmira. kadar ion Mg2+ adalah 5,070 g / liter , maka :

MgO = 5,070 g / lt x 2 x ( Mr MgO / Ar Mg )

= 5,070 x ( 40,3 / 24,3 ) x 2

= 16,816 g / liter

Berdasarkan hasil analisa XRF di PT. Indocement Tunggal Prakarsa,

MgO diperoleh sebenarnya adalah 20,4623 g , sehingga ada perbedaan

82,00 % antara analisa AAS di Tekmira dengan XRF di P.T. Indocement

Tunggal Prakarsa

� Filtrat Buangan Pemanasan

Filtrat buangan akhir diperoleh kadar Mg2+ adalah 1,110 g / liter maka

diperoleh MgO terbuang di flitrat buangan adalah :

MgO = 1,110 g / liter x 2 x ( Mr MgO / Ar Mg ) = 1,110 x 2 x ( 40,3 / 24,3 )

= 3,6817 g Berdasarkan hasil analisa XRF di P.T. Indocement Tunggal Prakarsa pada

neraca MgO, maka jumlah MgO yang terbuang dalam filtrat 4, 9838 g

sehingga ada perbedaan 73,83 % antara analisa AAS di Tekmira dengan

XRF di P.T. Indocement Tunggal Prakarsa.

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

71

LAMPIRAN 3

PERHITUNGAN PENGENDAPAN PARTIKEL

1. Media Aquabidest Telah dilakukan percobaan pengendapan terhadap hasil dari proses ultrasonik

dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Waktu endap pada berbagai percobaan ultrasonik dengan media

aquabidest

Waktu proses Ultrasonik

No 0 4 8 16 32

Menit Tinggi Menit Tinggi Menit Tinggi Menit Tinggi Menit Tinggi 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 2 1.2 4 1.4 6 2.3 6 0.6 4 3

3 3 3.5 6 3.0 8 4.4 10 1.2 8 5.8

4 4 6 8 4.3 10 5.2 16 3.6 12 6.8

5 6 9 10 5.8 12 5.8 20 4.6 16 7.8

6 8 10.5 12 6.8 16 7.0 30 6.5 20 8.2

7 12 12 14 7.4 26 8.8 40 8.2 30 9.4

8 20 13.2 20 8.5 40 9.5 50 8.8 40 9.8

9 30 14.2 30 9.8 50 10.4 60 9.2 60 10.6

10 40 15 40 10.4 60 10.6 80 10.0 80 11.4

11 50 15.2 50 10.8 80 11.0 100 10.4 120 11.8

12 60 15.4 70 11.6 100 11.4 120 10.8 160 12.2

13 80 15.6 90 12.2 140 12.0 160 11.4 240 12.8

14 110 12.5 180 12.5 200 11.8 420 13.3

15 150 12.8 220 13.0 280 12.4

16 190 13.2 300 13.4 460 13.0

17 230 13.6 480 13.7

18 290 14.0

19 470 14.2

15.7 14.4 14 13.5 13.8

Dari hasil pengamatan tersebut dapat dihitung waktu pengendapan optimal

dengan menggunakan bantuan grafik. Dari hasil tabel tersebut diatas diperoleh

grafik hubungan antara waktu endap dalam satuan menit dengan tinggi kolom

yang jernih, kemudian dihubungkan dengan persamaan garis logaritmik sebagai

berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

72

Aquabidest tanpa Ultrsonik

y = 3.7978Ln(x) + 0.77

R2 = 0.9217

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Waktu Endap ( menit )

Tin

gg

i Ko

lom

( cm

)

Gambar 1. Waktu endap dengan media aquabidest tanpa proses ultrasonik

Aquabidest, Ultrasonik 4 menit

y = 2.6582Ln(x) - 0.4179

R2 = 0.9409

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500Waktu Endap ( menit )

Tin

gg

i Ko

lom

( c

m )

Gambar 2. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonik 4

menit

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

73

Aquabidest, Ultrasonik 8 menit

y = 2.497Ln(x) - 0.3598

R2 = 0.9511

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

0 100 200 300 400 500 600Waktu Endap ( menit )

Tin

gg

i ko

lom

( cm

)

Gambar 3. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonik 8

menit

Aquabidest, Ultrasonik 16 menit

y = 3.1208Ln(x) - 4.4984

R2 = 0.9522

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

0 100 200 300 400 500Waktu Endap ( menit )

Tin

gg

i Ko

lom

( cm

)

Gambar 4. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonik 16

menit

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

74

Aquabidest , Ultrasonik 32 menit

y = 2.1351Ln(x) + 1.4605

R2 = 0.9569

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 100 200 300 400 500Waktu Endap ( menit )

Tin

gg

i Ko

lom

( cm

)

Gambar 5. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonic 32

menit

Dari hasil plot grafiks diperoleh persamaan logaritmik , kemudian dihitung waktu

endap optimal dengan memasukkan tinggi kolom jenih yang optimal diperoleh

setelah diendapkan cukup lama. Setelah diperoleh waktu optimal pada masih-

masing percobaan, dimulai dari tanpa ultrasonik diperoleh harga C dari persamaan

Stokes dari data diameter pada percobaan pengukuran distribusi partikel.

a. Menghitung waktu endap optimal :

Dari gambar grafiks 1, yaitu pada media aquabidest tanpa proses

ultrasonik dari interpolasi grafiks diperoleh persamaan logaritma :

Y = 3,7978 ln ( x ) + 0,77

Diketahui Y maksimal = 15,7 cm maka x adalah :

15,7 = 3,7978 ln ( x ) + 0,77

Ln (x) = 3,9312

x = 50,9681

Rata-rata waktu pengendapan 50,9681 menit

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

75

b. Menghitung harga C

Setelah diketahui waktu pengendapan rata-rata pada partikel dalam media

aquabidest tanpa proses ultrasonik, maka dicari harga C dari penurunan

persamaan stokes seperti pada persamaan ( 2.3 ) :

D2 = C / t

C = D2 . t

Diketahui diameter partikel dari analisa PSA untuk aquabidest = 2.780,6

nm dan t = 50,968 menit sehingga :

C = ( 2.780,6 )2 . 50,968

= 394.071.138

Dengan asumsi bahwa media pelarut dan bahan adalah sama maka dari

harga C yang tetap diperoleh data perkiraan ukuran diameter partikel

setelah proses ultrasonik sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil perhitungan ukuran partikel berdasarkan waktu endap

No Waktu Ultrasonik ( menit )

Tinggi Optimum

( cm )

Waktu Endap ( menit )

Diameter Partikel ( nm )

1 0 15,7 50,968 2.781

2 4 14,4 263,591 1.223

3 8 14,0 314,442 1.120

4 16 13,5 319,641 1.110

5 32 13,8 323,565 1.104

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

76

2. Media Ethanol Absolute

Telah dilakukan percobaan pengendapan terhadap hasil dari proses

ultrasonik dengan variable 0 menit, 4 menit, 8 menit , 16 menit dan 32 menit.

Dari hasil perhitungan waktu endap diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Waktu endap pada percobaan ultrasonik dengan media ethanol absolute

Waktu

Endap

Waktu Proses Ultrasonik (jam )

0 4 8 16 32

Kolom 17.5 17.5 17.5 17.5 17.5

0 0 0 0 0 0

4 1.5 0 0 0 0

8 3 1.2 1.2 0 0

12 4.6 1.8 1.6 0 0

16 6 2.4 2 0.6 0

20 7.2 3 2.4 1.2 0

24 8.2 3.6 2.8 1.6 0.6

28 9.0 4.0 3.0 2.0 0.8

52 12.2 6.2 4.3 3.0 1.4

76 14.8 8.2 5.4 4.2 2.2

100 16.0 9.8 6.4 5.2 3.6

124 11.0 7.4 5.8 5.4

148 11.9 8.8 7.2 6.6

172 12.8 10.2 8.6 7.6

196 13.4 11.2 10.0 8.6

220 14.0 12.0 10.8 9.4

244 14.4 12.6 11.6 10.2

268 14.7 13.2 12.0 10.8

292 13.6 12.4 11.2

316 11.4

16.2 15.8 16.0 16.2 6.2

Dari hasil percobaan diatas kemudian dibuat tabel hubungan antara waktu endap

dengan tinggi kolom bening menjadi grafik. Dari grafik dapat dihitung waktu

endap optimum yaitu pada persamaan logaritma dengan tinggi kolom optimum

atau maksimal setelah lebih dari beberapa minggu pada tabel kuning. Adapun

grafiknya dapat dilihat dibawah :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

77

Ethanol Absolute tanpa ultrasonik

y = 4.7881Ln(x) - 6.6487

R2 = 0.9786

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0 20 40 60 80 100Waktu Endap ( jam )

Tin

gg

i Ko

lom

( c

m )

Gambar 6. Waktu endap dengan media ethanol absolut tanpa proses ultrasonik

Ethanol Absolut, Ultrasonik 4 menit

y = 4.2065Ln(x) - 9.1966

R2 = 0.9805

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 40 80 120 160 200 240 280Waktu Endap ( Jam )

Tin

gg

i Ko

lom

( C

m )

Gambar 7. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik

4 menit

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

78

Ethanol Absolute, Ultrasonik 8 menit

y = 3.5762Ln(x) - 8.2268

R2 = 0.9218

0

2

4

6

8

10

12

14

0 50 100 150 200 250 300

Waktu Endap ( jam )

Tin

gg

i Ko

lom

( c

m )

Gambar 8. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik

8 menit

Ethanol Absolute, Ultrasonik 16 menit

y = 4.027Ln(x) - 11.726

R2 = 0.9239

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

0 50 100 150 200 250 300

Waktu Endap ( Jam )

Tin

gg

i Ko

lom

( c

m )

Gambar 9. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik

16 menit

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

79

Ethanol Absolute, Ultrasonik 32 Menit

y = 4.6038Ln(x) - 15.801

R2 = 0.9216

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0 40 80 120 160 200 240 280 320

Waktu Endap ( jam )

Tin

gg

i Ko

lom

( c

m )

Gambar 10. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik

32 menit

Dari hasil plot grafik diperoleh persamaan logaritmik , kemudian dihitung waktu

endap optimal dengan memasukkan tinggi kolom jenih yang optimal diperoleh

setelah diendapkan cukup lama. Setelah diperoleh waktu optimal pada masing-

masing percobaan, dimulai dari tanpa ultrasonik diperoleh harga C dari persamaan

Stokes dari data diameter pada percobaan pengukuran distribusi partikel.

a. Menghitung waktu endap optimal :

Dari gambar grafiks 6, yaitu pada media ethanol absolut tanpa proses

ultrasonik dari interpolasi grafik diperoleh persamaan logaritma :

Y = 4,7811 ln ( x ) – 6,6487

Diketahui Y maksimal = 16,2 cm maka x adalah :

16,2 = 4,7811 ln ( x ) – 6,6487

Ln (x) = 4,7789

x = 118,97 jam

Rata-rata waktu pengendapan 118,97 jam

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

80

b. Menghitung harga C

Setelah diketahui waktu pengendapan rata-rata pada partikel dalam media

ethanol absolute tanpa proses ultrasonik, maka dicari harga C dari

penurunan persamaan stokes seperti pada persamaan ( 2.3 ) :

D2 = C / t

C = D2 . t

Diketahui diameter partikel dari analisa PSA = 1.295,4 nm dan t = 118,97

jam sehingga :

C = ( 1.295,4 )2 . 118,97

= 199.638.936

Dengan asumsi bahwa media pelarut dan bahan adalah sama maka dari

harga C yang tetap diperoleh data perkiraan ukuran diameter partikel

setelah proses ultrasonik sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil perhitungan ukuran partikel berdasarkan waktu endap

No Waktu Ultrasonik ( menit )

Tinggi Optimum

( cm )

Waktu Endap ( jam )

Diameter Partikel ( nm )

1 0 16,2 118,97 1.296

2 4 15,8 380,85 724

3 8 16,8 925,56 464

4 16 16,2 1027,31 440

5 32 16,2 1044,31 437

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

81

LAMPIRAN 4

PENGUKURAN DIAMETER KRISTAL DENGAN XRD

1. Sampel belum Ultrasonik

Telah dilakukan pengujian produk magnesium karbonat dari proses

karbonatasi untuk bahan baku proses ultrsonik dengan menggunakan XRD.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel

magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :

1. Hasil analisis XRD

Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum

dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

10 20 30 40 50 60 70 80

Gambar 1. Peak hasil analisa XRD

Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :

Tabel 1. Tiga Peak yang menonjol

No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )

4 603 15,2408 0,41010

19 508 30,7892 0,50020

8 260 21,1707 0,33850

Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu

15,2408 , 21,1707 dan 30,7892. Dari ketiga sudut tersebut kemudian

diukur lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun

untuk mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik

sebagai berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

82

Gambar 2. Puncak pertama sebelum proses ultrasonic

Puncak Pertama : BO = 15,48 - 14,98 = 0,5

2 θθθθ

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

83

Gambar 3. Puncak kedua sebelum ultrasonik

Puncak Kedua : BO = 31,14 - 30.52 = 0,63

2 θθθθ

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

84

Gambar 4. Puncak ketiga sebelum ultrasonik

Puncak Ketiga : BO = 21,42 – 20,91 = 0,51

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

85

2. Menentukan harga Slope dan Intercept

Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik

dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept

melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan

studi literatur adalah :

Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :

Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM

Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan

rumus :

Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П

Dimana : П = 3,14159

Dari persamaan tersebut maka :

Tabel; 2.Data Hasil Perhitungan

No 2 θ Sin θ FWHM= B i ( rad )x10-3

Bo

(rad)x10-3

Bt2 = Bo2 – Bi

2 ( rad )x 10-3

Bt.Cos θ x 10-3

1 15,241 0,133 7,157 8,727 24,924 4,948

2 30,789 0,266 8,729 10,996 43,801 6,381

3 21,171 0,184 5,899 8,901 44,319 6,5441

Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam

grafik sehingga diperoleh persamaan :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

86

Plot Grafiks PR-70

y = 9.5897x + 4.0979

R2 = 0.8271

0

2

4

6

8

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Sin Theta

Bt.

Co

s T

het

a x

10-3

Gambar 5. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ

Dari grafik diperoleh harga Slope = 9,5897 dan intercept = 4,0979 x 10-3

3. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )

Dari grafiks diatas dapat diketahui bahwa :

Intercept = ( κ . λ ) / L

Dimana :

κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X =

0,154036

Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :

L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 4,0979 x 10-3

L = 38 nm

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

87

2. Sampel diproses ultrasonik 16 menit dengan media Aquabidest Telah dilakukan pengujian produk hasil ultrasonik 16 menit dengan media

aquabidest terhadap magnesium karbonat dengan menggunakan XRD. Tujuan

dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel

magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :

4. Hasil analisis XRD

Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum

dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

10 20 30 40 50 60 70 802 Theta

Inte

nsi

tas

Gambar 6. Peak hasil analisa XRD

Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :

Tabel 3. Tiga Peak yang menonjol

No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )

17 733 30,830 0,5064

4 607 15,298 0,4217

26 384 39,053 0,4529

Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu

15,298, 30,830 dan 39,053. Dari ketiga sudut tersebut kemudian diukur

lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun untuk

mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik disekitar

puncak dengan merubah data grafik dalam bentuk Microsoft exel sebagai

berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

88

Gambar 7. Puncak pertama sampel ultrasonik 16 menit dengan media

aquabidest

Puncak Pertama : BO = 31,34 - 30,34 = 1,0

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

89

Gambar 8. Puncak kedua sampel ultrasonik 16 menit dengan media

aquabidest

Puncak Kedua : BO = 15,62 - 14,94 = 0,70

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

90

Gambar 9. Puncak ketiga sampel ultrasonik 16 menit dengan media

aquabidest

Puncak Ketiga : BO = 39,46 - 38,66 = 0,80

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

91

5. Menentukan harga Slope dan Intercept

Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik

dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept

melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan

studi literatur adalah :

Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :

Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM

Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan

rumus :

Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П

Dimana : П = 3,14159

Dari persamaan tersebut maka :

Tabel 4. Hasil perhitungan

No 2 θ Sin θ FWHM= B i (rad) x 10-3

Bo

(rad)x10-3

Bt2 = Bo2 – Bi

2 (rad)x 10-3

Bt.Cos θ x 10-3

1 30,830 0,266 8,838 17,453 226,497 14.508

2 15,298 0,133 7,360 12,217 95,086 9,665

3 39,053 0,334 7,854 13,960 133,19 10,877

Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam

grafik sehingga diperoleh persamaan :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

92

Ultrasonik 16 mnt, Aquabidest

y = 10.175x + 9.1968R2 = 0.3922

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Sin Theta

Bt.

cos

thet

a x

10-3

Gambar 10. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ

Dari grafik diperoleh harga Slope = 10,175 dan intercept = 9,197 x 10-3

6. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa :

Intercept = ( κ . λ ) / L

Dimana :

κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X = 0,154036

Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :

L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 9,1968 x 10-3

L = 17 nm

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

93

2. Sampel diproses ultrasonik 16 menit dengan media ethanol absolute

Telah dilakukan pengujian produk hasil ultrasonik 16 menit dengan media

ethanol absolute terhadap magnesium karbonat dengan menggunakan XRD.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel

magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :

1. Hasil analisis XRD

Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum

dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

10 20 30 40 50 60 70 802 Theta

Inte

nsi

tas

Gambar 11. Peak hasil analisa XRD

Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :

Tabel 5. Tiga Peak yang menonjol

No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )

18 645 30.815 0.520

4 575 15.275 0.427

27 405 39.026 0.449

Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu

15,275, 30,815 dan 39,026. Dari ketiga sudut tersebut kemudian diukur

lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun untuk

mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik disekitar

puncak dengan merubah data grafik Microsoft exel sebagai berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

94

Gambar 12. Puncak pertama sampel ultrasonik 16 menit dengan media

ethanol absolut

Puncak Pertama : BO = 31,24 - 30,40 = 0,84

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

95

Gambar 13. Puncak kedua sampel ultrasonik 16 menit dengan media

ethanol absolut

Puncak Kedua : BO = 15,58 - 14,96 = 0,62

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

96

Gambar 14. Puncak ketiga sampel ultrasonik 16 menit dengan media

ethanol absolut

Puncak Ketiga : BO = 39,42 - 38,60 = 0,82

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

97

2. Menentukan harga Slope dan Intercept

Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik

dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept

melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan

studi literatur adalah :

Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :

Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM

Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan

rumus :

Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П

Dimana : П = 3,14159

Dari persamaan tersebut maka :

Tabel 6. Hasil Perhitungan

No 2 θ Sin θ FWHM= B i ( rad ) x 10-3

Bo

(rad)x10-3

Bt2 = Bo2 – Bi

2 ( rad )x 10-3

Bt.Cos θ x 10-3

1 30,815 0,266 9,677 14,661 121,282 10,6170

2 15,275 0,133 7,444 10,821 61,681 7,7840

3 39,027 0,334 7,846 14,312 143,277 11,2824

Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam

grafik sehingga diperoleh persamaan :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

98

Ultrasonik 16 mnt, Ethanol Absolut

y = 17.934x + 5.515R2 = 0.9917

0

2

4

6

8

10

12

14

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Sin Theta

Bt.

Co

s T

het

a x

10-3

Gambar 15. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ

Dari grafik diperoleh harga Slope = 17,934 dan intercept = 5.515 x 10-3

3. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa :

Intercept = ( κ . λ ) / L

Dimana :

κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X = 0,154036 nm

Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :

L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 5,515 x 10-3

L = 28 nm

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

99

2. Sampel diproses ultrasonik 16 menit dengan media Ethylene Glycol Telah dilakukan pengujian produk hasil ultrasonik 16 menit dengan media

ethylene glycol terhadap magnesium karbonat dengan menggunakan XRD.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel

magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :

4. Hasil analisis XRD

Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum

dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

20 30 40 50 60 70 802 Theta

Inte

nsi

tas

Gambar 16. Peak hasil analisa XRD

Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :

Tabel 7. Tiga Peak yang menonjol

No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )

3 834 42.733 1.114

5 404 62.042 1.197

7 79 78.263 1.113

Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu

42,733, 62,043 dan 78,263. Dari ketiga sudut tersebut kemudian diukur

lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun untuk

mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik disekitar

puncak dengan merubah data grafik Microsoft exel sebagai berikut :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

100

Gambar 17. Puncak pertama sampel ultrasonik 16 menit dengan media

ethylene glycol

Puncak Pertama : BO = 43,62 - 41,84 = 1,78

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

101

Gambar 18. Puncak kedua sampel ultrasonik 16 menit dengan media

ethylene glycol

Puncak Kedua : BO = 63.12 - 60.94 = 2,18

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

102

Gambar 19. Puncak ketiga sampel ultrasonik 16 menit dengan media

ethylene glycol

Puncak Ketiga : BO = 79,52 - 77,10 = 2,42

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

103

5. Menentukan harga Slope dan Intercept

Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik

dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept

melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan

studi literatur adalah :

Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :

Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM

Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan

rumus :

Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П

Dimana : П = 3,14159

Dari persamaan tersebut maka :

Tabel 8 Hasil Perhitungan

No 2 θ Sin θ FWHM= B i ( rad ) x 10-3

Bo

(rad)x10-3

Bt2 = Bo2 – Bi

2 ( rad )x 10-3

Bt.Cos θ x 10-3

1 42,733 0,364 19,4358 31,061 587,035 22,564

2 62,042 0,515 20.8824 38,048 1.011.583 27,257

3 78,263 0,631 19,427 42,237 1.406,555 29,092

Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam

grafik sehingga diperoleh persamaan :

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012

Universitas Indonesia

104

Ultrasonik 16 mnt, Ethylene Glycol

y = 24.795x + 13.819

R2 = 0.9707

0

5

10

15

20

25

30

35

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

2 Theta

Inte

nsi

tas

Gambar 20. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ

Dari grafik diperoleh harga Slope = 24.795 dan intercept = 13.819 x 10-3

6. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa :

Intercept = ( κ . λ ) / L

Dimana :

κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X = 0,154036

Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :

L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 13.819 x 10-3

L = 11 nm

Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012