pembentukan gas methane

13
PEMBENTUKAN GAS METHANE DI LAPISAN BATUBARA Disusun Oleh : 1. Aditya Nugraha 03021281320027 2. Muhammad Ikbal 03021181320067 3. Prawira Trisatya 03021281320003 4. Tengku Giovanni Putra GF 03121002080 5. Bayudi Ramadani 03121002048

Upload: aditya-nugraha

Post on 11-Jul-2016

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pembentukan Gas Methane

TRANSCRIPT

PEMBENTUKAN GAS METHANE DI LAPISAN BATUBARA

Disusun Oleh :

1. Aditya Nugraha 03021281320027

2. Muhammad Ikbal 03021181320067

3. Prawira Trisatya 03021281320003

4. Tengku Giovanni Putra GF 03121002080

5. Bayudi Ramadani 03121002048

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

2016

PEMBENTUKAN GAS METHANE DI LAPISAN BATUBARA

Gas metana batubara adalah gas metana (CH4) yang terbentuk secara alami pada

lapisan batubara sebagai hasil dari proses kimia dan fisika yang terjadi selama

pembatubaraan. Gas metana batubara biasanya diproduksi pada kedalaman yang

dangkal (300-1500 meter). Produksi gas metana batubara akan menghasilkan air yang

banyak sebagai produk sampingan.

Gas metana batubara terdapat pada lapisan batubara dalam tiga bentuk, yaitu

sebagai gas dalam rekahan, terlarut dalam air pada rekahan, dan terserap pada matriks

batubara.

Gas metana tertahan di dalam batubara oleh tekanan air

Molekul-molekul gas metana terserap ke dalam matriks batubara dengan dua cara,

yaitu secara physical adsorption dan chemisorption. Sebagian besar gas metana pada

batubara tersimpan dalam matriks, sebagian kecil tersimpan pada rekahan atau terlarut

dalam air pada rekahan (U.S. Department of Energy, 2004).

Gas metana batubara dihasilkan melalui proses reaksi kimia maupun aktivitas

bakteri. Proses kimia berlangsung terus-menerus selama panas dan tekanan

mempengaruhi lapisan batubara, gas yang dihasilkan melalui proses ini dinamakan gas

termogenik.

Perubahan material organik oleh panas menghasilkan gas termogenik.

(Hunt dalam Dallege dan Barker, 2000)

Bakteri yang menguraikan sisa-sisa tumbuhan pada batubara menghasilkan gas

metana sebagai produk sampingan, gas yang dihasilkan melalui proses ini dinamakan gas

biogenik.

Proses pembatubaraan. (U.S. Department of Energy, 2004)

Gas metana atau Coalbed methane (CBM) adalah gas bumi (hidrokarbon) dengan

gas metana merupakan komposisi utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses

pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap pada

lapisan batubara. Proses terbentuknya gas metana berasal dari material organik

tumbuhan tinggi, melalui beberapa proses kimia dan fisika (dalam bentuk panas dan

tekanan secara menerus) yang berubah menjadi gambut dan akhirnya terbentuk batu

bara.

Selama berlangsungnya proses pemendaman dan pematangan, material organik

akan mengeluarkan air, CO2, gas metana dan gas lainnya.

Tahapan proses pembentukan batubara

Selain melalui proses kimia, gas metana dapat terbentuk dari aktivitas bakteri

metanogenik dalam air yang terperangkap dalam batu bara khususnya lignit. Kandungan

gas pada gas metana batubara sebagian besar berupa gas metana dengan sedikit gas

hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon.

Reaksi kimia pembentukan batu bara adalah sebagai berikut:

Keberadaan gas metana pertama kali dikenal pada tambang batubara bawah tanah

yang mengeluarkan gas berbahaya. Sebelum tahun 1980-an, gas metana yang dihasilkan

dari tambang batubara dikenal sebagai salah satu bahaya yang paling ditakuti oleh para

pekerja tambang bawah permukaan, karena jika terakumulasi dan terbakar dapat

menimbulkan ledakan yang membahayakan keselamatan jiwa para pekerja tambang.

Untuk menanggulangi bahaya tersebut dilakukan pengaliran gas metana dari dalam

tambang ke udara bebas dengan sistem pipa ventilasi dan pemompaan udara. Dalam

sejarah dunia tambang batubara, penggunaan lubang pemboran vertikal untuk

mengalirkan gas metana dilakukan pertama kali pada tahun 1943 di daerah tambang batu

bara Mansfi eld Colliery.

Pengaliran gas metana ke udara bebas dapat meningkatkan pemanasan global

akibat gas rumah kaca selain terbuangnya potensi energi gas secara percuma. Walaupun

volume emisi gas metana 3 kali lebih kecil dari gas karbon dioksida (CO2), namun memiliki

efek gas rumah kaca 21 kali lebih besar (Seinfeld and Pandis, 2006). Penambangan batu

bara diperkirakan menyumbang 9% dari emisi gas metana yang ada di udara.

Penelitian pemanfaatan dan produksi gas metana pertama kali dilakukan oleh

Amerika Serikat pada tahun 1970-an dengan lokasi pilot project di Cekungan Black

Warrior Basin Alabama. Gas metana yang diambil dari lapisan batu bara ini dapat

digunakan sebagai energi. Eksploitasi gas metana batubara tidak merubah kualitas matrik

batubara bahkan menguntungkan para penambang batu bara, karena lapisan betubara

tersebut menjadi aman untuk ditambang.

Gas metana batubara merupakan gas hidrokarbon non-konvesional yang bersumber

dari batubara dan tersimpan dalam reservoir batu bara. Reservoir gas metana batubara

sangat berbeda dengan reservoir minyak pada umumnya. gas metana batubara atau

coalbed gas adalah gas yang tersimpan karena adsorpsi dalam micropore batubara. Gas

tersebut juga disebut dengan sweet gas karena tidak ada kandungan H2S. Gas metana

batubara tersimpan dalam batuan melalui proses yang disebut adsorption. Gas metana

menempel pada micropore batubara (matrix). Fracture atau rekahan pada batu bara

(cleats) dapat juga berisi gas bebas atau gas yang tersaturasi oleh air. Sistem ini disebut

dengan Dual Porosity Reservoirs.

Karakteristik reservoir gas metana batubara memiliki perbedaan yang mendasar

dibandingkan dengan sistem gas konventional. Pada sistem gas metana batubara,

batubara berfungsi sebagai batuan sumber (source rock) sekaligus sebagai reservoir gas.

Batubara merupakan media berpori yang anisotropic dan heteregenous yang dicirikan

oleh adanya dua sistem porositas yang berbeda (dual-porosity) yaitu macropores dan

micropores. Macropores yang dikenal juga sebagai cleat yang umum dijumpai pada

lapisan batubara, sedangkan micropore atau matrik adalah sebagai ruang simpan utama

gas. Karakteristik yang unik tersebut membuat gas metana batubara diklasifikasikan

sebagai tipe sumber gas nonkonvensional. Gambar di bawah ini akan memperlihatkan

perbedaan antara reservoir CBM dan reservoir konvensional gas.

Reservoir CBM Reservoir Conventional Gas

Batuan reservoir

Sistem cleat adalah jejaring rekahan alami yang terbentuk pada batubara yang

disebabkan oleh sifat kerapuhan batubara terhadap tekanan. Pembentukan rekahan pada

batubara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi proses litifikasi, dessication,

pembatubaraan dan paleotectonic stress (Close, 1993; in Ayers Jr. 2002). Di dalam

batubara berkembang dua jenis rekahan yang berpasangan dalam posisi orthogonal

(berpotongan), yaitu face cleat dan butt cleat. Secara umum keduanya berarah tegak lurus

(perpendicular) terhadap bidang lapisan. Kenampakan face cleat dicirikan oleh bidang

panjang yang sejajar dan menerus secara lateral, arah bidang tersebut sejajar dengan

gaya tekanan maksimum serta tegak lurus dengan sumbu lipatan. Sedangkan butt cleats

terbentuk kemudian sebagai akibat pelepasan gaya sesudah terbentuknya face cleat,

dengan kenampakan bidangnya berpotongan secara tegak lurus dan menghubungkan

bidang face cleat.

Jenis dan orientasi cleat pada batubara

Kerapatan cleat berhubungan dengan tingkat kematangan batu bara (rank),

ketebalan lapisan, komposisi maceral dan kadar abu. Secara umum kerapatan cleat

meningkat sesuai dengan tingkat kematangan batu bara. Kerapatan cleat rata-rata dalam

batubara dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu subbituminous (2 to 15cm), high-

volatile bituminous (0.3 to 2cm), dan medium - to low - volatile bituminous (<1 cm)

(Cardott, 2001). Namun kerapatan cleat juga meningkat pada batu bara dengan ketebalan

yang tipis, batu bara yang kaya vitrinite dan batu bara dengan kandungan abu yang

rendah. Dalam pengukuran cleat selain parameter kerapatan juga dihitung lebar bukaan

(aperture) dan konektivitas masing-masing face cleat. Pengamatan dan pengukuran cleat

dalam batu bara dilakukan dengan cara megaskopik (macro cleats) dan mikroskopik

analisis (micro cleats and micropores). Cleat memiliki pengaruh yang besar pada

permeabilitas berarah (directional permeability) dari batu bara yang sangat penting dalam

eksploitasi gas metana batubara dalam rangka penentuan titik dan kerapatan sumur.

Gas metana yang terbentuk pada lapisan batubara merupakan hasil proses

pembatubaraan yang terjadi akibat adanya aktivitas geologi berupa tekanan pembebanan

(burial pressure) dan pemanasan oleh gradient temperature serta diperkuat oleh adanya

aliran panas dari aktivitas vulkanisme yang mengubah materi sellulosa menjadi batubara.

Volume metana yang terbentuk dalam batubara akan meningkat sesuai dengan tingkat

kematangannya (coal rank). Nilai kematangan tersebut tercermin dari nilai pengukuran

Relectance Virinite (Ro) dan nilai kalori batu bara.

Secara umum ada 3 tipe gas metana, yaitu tipe thermogenic, biogenic dan campuran

keduanya. Kedua tipe tersebut dapat dihasilkan dalam proses pembatubaraan. Secondary

biogenic methane kemungkinan juga terbentuk sebagai akibat hasil reaksi aktivitas bakteri

pada air tanah dalam cleat dengan batubara tingkat rendah (low-rank coal). Gas yang

terbentuk kemudian tersimpan dalam batubara dengan beberapa cara sesuai dengan

karakteristiknya (Yee et al., 1993, in Montgomery, 1999) yaitu:

1) Sebagai gas bebas terbatas (limited free gas) yang tersimpan pada batu bara di

dalam mikroporositas dan cleats,

2) sebagai gas larut dalam air yang terkandung dalam batu bara,

3) sebagai gas serapan dan terikat secara molekuler pada partikel batu bara,

4) mikroporositas, dan permukaan cleat,

5) sebagai gas serapan dalam struktur molekul batu bara.

Batubara mempunyai kemampuan menampung gas lebih besar 3 - 4 kali dari pada

reservoir konvensional. Hal tersebut disebabkan karena batubara mempunyai luas

permukaan yang besar, yaitu 2.150 - 3.150 ft2/gr. Gas yang tersimpan pada batu bara

teradsorbsi pada luasan permukaan molekul batubara dan pada cleat batubara.

Kandungan gas pada batubara merupakan volume gas yang tersimpan dalam batubara

untuk tiap satuan massa batu bara. Kandungan gas analogi dengan saturasi gas pada

reservoir gas konvensional yang terimplementasi pada rumus perhitungan volume gas.

Gas yang terkandung dalam batubara merupakan hasil dari coalification dan merupakan

fungsi dari rank batu bara yang diilustrasikan pada gambar dibawah ini yang menunjukkan

bahwa rank batu bara bituminous merupakan rank batu bara yang paling tinggi volume

pembentukan gasnya.

Volume gas pada batubara sebagai fungsi dari rank batubara

Ilustrasi transportasi gas pada reservoir gas metana batubara ditunjukkan pada

gambar di bawah ini yang dimulai terlepasnya gas dari permukaan dengan kondisi

terserap pada partikel batu bara akibat terjadinya penurunan tekanan kemudian berdifusi

pada pori mikro dan diteruskan dengan aliran laminer pada sistem cleat.

Mekanisme aliran gas pada reservoir gas metana batubara

Potensi gas metana batubara dikontrol oleh beberapa faktor yang dapat berbeda dari

satu cekungan ke cekungan lainnya. Beberapa faktor pengontrol tersebut adalah :

1. Permeabilitas dan perkembangan rekahan

2. Migrasi gas pada rekahan

3. Kematangan batubara

4. Struktur geologi

5. Tekanan hidrostatik

6. Manajemen air produksi

7. Akumulasi gas metana batubara.

Hampir setiap lapisan batubara mengandung gas metana, akan tetapi agar dapat

diproduksi secara ekonomis dibutuhkan rekahan yang terbuka supaya gas metana dapat

bermigrasi dari matriks menuju sumur produksi. Pada umumnya sumur-sumur produksi

gas metana batubara tidak lebih dalam dari 1500 meter, meskipun terdapat beberapa

sumur produksi yang lebih dalam dari 1500 meter.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. BAB III GAS METANA BATUBARA. (Online). http://digilib.itb.ac.id/files/disk

1/620/jbptitbpp-gdl-bayuerlang-30995-4-2008ta-3.pdf. (Diakses pada 23 Januari 2016)

Anonim. 2012. Gas metana batubara, energi alternatif non-konvensional. (Online). http://

geomagz.geologi.esdm.go.id/gas-metana-batubara-energi-alternatif-non-kon vensi

onal. (Diakses pada 23 Januari 2016)