pembelajaran tuna netra

Upload: dedi-mukhlas

Post on 05-Apr-2018

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    1/37

    Strategi pembelajaran anak tuna netra

    Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan pada dua

    pemikiran, yaitu :

    1. Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).

    2. Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untuk

    mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain).

    Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra pada hakekatnya adalah strategi

    pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran di atas. Pertama-tama

    guru harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada anak-anak awas,

    meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya

    adalah menganalisis komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu

    dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu dilakukan jika perlu.

    Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu

    dalam praktek/proses pembelajaran memegang peran yag sangat penting dalam menentukankeberhasilan belajar.

    Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara

    lain :

    1) Prinsip Individual

    Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun

    pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    2/37

    individu. Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih

    luas dan kompleks. Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan

    mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan

    khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat ketunanetraan, masa terjadinya

    kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat kecacatan, dll).

    Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara anaklow vision

    dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya

    guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan anak. Inilah alasan

    dasar terhadap perlunya (Individual Education Program IEP).

    2) Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaan

    Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra

    mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower

    (1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung. Anak tunanetra tidak dapat

    belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar,

    pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan. Strategi

    pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak

    tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami

    situasi secara langsung dan juga melihat bagi anaklow vision. Prinsip ini sangat erat

    kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi

    prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan

    relevan. Pembahasan mengenai alat pembelajaran akan disampaikan pada bagian khusus.

    3) Prinsip totalitas

    Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh

    pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa

    untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami

    sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi sensory

    approach, yaitupenggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh

    mengenai suatu objek. Untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak tunanetra harus

    melibatkan perabaan untuk mengenai ukuran bentuk, sifat permukaan, kehangatan. Dia juga

    harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung dan bahkan mungkin

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    3/37

    juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman anak mengenai burung

    akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak yang hanya

    menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut. Hilangnya penglihatan pada

    anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan gambaran yang

    utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara seretak (suatu situasi

    atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan beberapa tekhnik

    penggunaannya menjadi sangatlah penting.

    4) Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)

    Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara

    aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator

    yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan

    keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran

    harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat.

    Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan

    menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah

    penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna

    mendapatkan isi pelajaran tersebut.

    Pola Pembelajaran

    Permasalahan pembelajaran dalam pendidikan tunanetra adalah masalah penyesuaian.

    Penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran pada anak tunanetra lebih banyak berorientasi

    pada pendidikan umum, terutama menyangkut tujuan dan muatan kurikulum. Dalam strategi

    pembelajaran, tugas guru adalah mencermati setiap bagian dari kurikulum, mana yang bisadisampaikan secara utuh tanpa harus mengalami perubahan, mana yang harus dimodifikasi,

    dan mana yang harus dihilangkan sama sekali.

    http://vantheyologi.wordpress.com/2009/10/19/anak-tuna-netra/

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    4/37

    ODUL 4

    KARAKTERISTIK DAN PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA

    Kegiatan Belajar 1

    Pengertian, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara Pencegahan Terjadinya Tunanetra

    1. Istilah tunanetra digunakan untuk orang yang mengalami gangguan penglihatan yang

    tergolong berat sampai yang benar-benar buta, yang diklasifikasikan menjadi kurang lihat

    (low vision/parfially sighted) dan buta. Bedasarkan ketajaman penglihatan, orang yang

    diklasifikasikan pada kurang lihat mempunyai ketajaman penglihatan antara 20/70 feetsampai 20/200 feet. Sedangkan yang tergolong buta memiliki ketajaman penglihatan 20/200

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    5/37

    feet atau kurang; atau lebih dari 20/200 feet, tetapi lantang pandangnya tidak lebih besar dari

    20 derajat.

    2. Tunanetra dapat diklasifikasikan berdasarkan, tingkat ketajaman penglihatan, saat

    terjadinya tunanetra, serta adaptasi pendidikannya.

    1. Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatannya tunanetra dapat dibedakan menjadi:

    1. Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m atau 20/70 feet-20/200 feet, yang

    disebut kurang lihat.

    2. Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m atau 20/200 feet atau kurang, yang

    disebut buta.

    3. Tunanetra yang memiliki visus 0, atau yang disebut buta total (tolally blind).

    2. Berdasarkan saat terjadinya, tunanetra diklasifikasikan menjadi tunanetra sebelum dan

    sejak lahir, tunanetra batita, tunanetra balita, tunanetra pada usia sekolah, tunanetra remaja,

    dan tunanetra dewasa.

    3. Berdasarkan adaptasi pendidikannya, tunanetra diklasifikasikan menjadi:

    1. ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability).

    2. ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability).

    3. ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability).

    3. Ketunanetraan dapat disebabkan oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah

    faktor dari dalam diri individu, yaitu sering disebut faktor keturunan. Sedangkan faktor

    ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, yang antara lain meliputi: penyakit

    rubela dan sipilis, glaukoma, retinopati diabetes, retinoblastoma, kekurangan vitamin A,

    terkena zat kimia, serta karena kecelakaan.

    4. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tunanetra, meliputi tiga cara,

    yaitu: secara medis, sosial, dan edukatif.

    Kegiatan Belajar 2

    Karakteristik Anak Tunanetra

    1. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Tilman & Osborn (1969)

    menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas.

    1. Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti halnya anak awas,

    namun pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.

    2. Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan anak awas, dalam hal

    berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    6/37

    (comprehention) dan persaman.

    3. Kosa kata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif.

    2. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek pribadi dan Sosial

    1. Ketunanetraan tidak secara langsung menyebabkan timbulnya masalah kepribadian.

    Masalah kepribadian cenderung diakibatkan oleh sikap negatif yang diterima anak tunanetra

    dari lingkungan sosialnya.

    2. Anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan sosial, karena

    keterampilan tersebut biasanya diperoleh individu melalui model atau contoh perilaku dan

    umpan balik melalui penglihatan.

    3. Beberapa karakteristik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari

    ketunanetraannya, adalah curiga terhadap orang lain, mudah tersinggung, dan ketergantungan

    pada orang lain.

    3. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Fisik/Indera dan Motorik/Perilaku

    1. Dilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami tunanetra.

    Hal itu dapat dilihat dari kondisi matanya yang berbeda dengan mata orang awas dan sikap

    tubuhnya yang kurang ajeg serta agak kaku.

    2. Anak tunanetra pada umumnya menunjukkan kepekaan yang lebih baik pada indera

    pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan anak awas.

    3. Dalam aspek motorik/perilaku, gerakan anak tunanetra terlihat agak kaku dan kurang

    fleksibel, serta sering melakukan perilaku stereotif, seperti menggosok-gosok mata dan

    menepuk-nepuk tangan.

    Kegiatan Belajar 3

    Kebutuhan dan Layanan Pendidikan bagi Tunanetra

    1. Anak tunanetra sebagaimana anak lainnya, membutuhkan pendidikan untuk mengem-

    bangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Oleh karena adanya gangguan penglihatan,

    anak tunanetra membutuhkan layanan khusus untuk merehabilitasi kelainannya, yang

    meliputi: latihan membaca dan menulis huruf Braille, penggunaan tongkat, orientasi dan

    mobilitas, serta latihan visual/fungsional penglihatan.

    2. Layanan pendidikan bagi anak tunanetra dapat dilaksanakan melalui sistem segregasi,

    yaitu secara terpisah dari anak awas; dan integrasi atau terpadu dengan anak awas di sekolah

    biasa. Tempat pendidikan dengan sistem segregasi, meputi: sekolah khusus (SLB-A), SDLB,

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    7/37

    dan kelas jauh/kelas kunjung. Bentuk-bentuk keterpaduan yang dapat diikuti oleh anak

    tunanetra yang mengikuti sistem integrasi, meliputi: kelas biasa dengan guru konsultan, kelas

    biasa dengan guru kunjung, kelas biasa dengan ruang-ruang sumber, dan kelas khusus.

    3. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra; pada dasarnya sama dengan strategi

    pembelajaran bagi anak awas, hanya dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi sehingga

    pesan atau materi pelajaran yang disampaikan dapat diterima/ditangkap oleh anak tunanetra

    melalui indera-indera yang masih berfungsi.

    4. Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus

    diperhatikan,antara lain prinsip: individual, kekonkritan/pengalaman penginderaan, totalitas,

    dan aktivitas mandiri (selfactivity).

    5. Menurut fungsinya, media pembelajaran dapat dibedakan menjadi: media untuk

    menjelaskan konsep (alat peraga) dan media untuk membantu kelancaran proses

    pembelajaran (alat bantu pembelajaran).

    1. Alat peraga yang dapat digunakan dalam pembelajaran anak tunarungu meliputi: objek

    atau situasi sebenarnya, benda asli yang diawetkan, tiruan /model (tiga dimensi dan dua

    dimensi), serta gambar( yang tidak diproyeksikan dan yang diproyeksikan ).

    2. Alat bantu pembelajaran, antara lain meliputi: alat bantu menulis huruf Braille (reglet, pen

    dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (papan huruf dan optacon); alat

    bantu berhitung (cubaritma, abacus/sempoa, speech calculator), serta alat bantu yang bersifat

    audio seperti tape-recorder.

    6. Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra pada dasarnya sama

    dengan yang dilakukan terhadap anak awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut

    materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diajukan kepada

    anak tunanetra tidak mengandung unsur-unsur yang memerlukan persepsi visual; apabila

    menggunakan tes tertulis, soal hendaknya diberikan dalam huruf braille atau menggunakanreader (pembaca) apabila menggunakan huruf awas.

    http://inklusif.blogdetik.com/2010/09/24/pengantar-pendidikan-luar-biasa/

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    8/37

    INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNANETRA DI SLB

    28 11 2009

    Penulis: Uhay dan Irine Puspita (Guru SLB Negeri Subang)

    Memasuki lingkungan baru selalu menjadi problema bagi semua orang. Apalagi bagi mereka

    yang mempunyai kebutuhan khusus yang diakibatkan oleh kelainan. Termasuk anak

    tunanetra. Baik bagi mereka yang baru masuk sekolah, maupun bagi mereka

    yang sudah bersekolah. Persoalan berat akan sangat terasa bagi mereka yang baru

    pertama kali memasuki dunia sekolah. Beragam kesan dan rasa muncul pada dirinya.

    Umumnya lingkungan baru memberikan rasa tidak nyaman bagi anak tunanetra, kadang

    dibarengi dengan ketakutan-ketakutan yang sangat berlebihan. Setiap langkah yang

    ditapaki anak tunanetra menjadi masalah baginya. Teman yang menghampiri, menjadi

    seseorang yang amat asing untuk dikenalnya. Ia akan menarik diri jika ada yang ingin

    berkenalan dengannya. Sikap egois, cepat marah, mudah curiga, takut terhadap

    lingkungan baru, dan sebagainya. Jelasnya, anak tunanetra kurang dapat melakukan

    interaksi sosial yang memuaskan atau interaksi sosialnya mengalami keterbatasan.

    Keadaan ini tentunya menimbulkan persoalan tidak saja bagi sang siswa, tetapi juga

    bagi guru dan teman-teman di lingkungan sekitarnya.

    Interaksi merupakan perhatian timbal balik antara dua orang atau lebih terhadapsuatu objek atau orang ke tiga. Perhatian timbal balik ini sering kali direspon

    dengan isyarat, ujaran atau tindakan. Soerjono Soekanto (1986: 51) mengutip pendapat

    Young dan Raymond dan Gillin dan Gillin menjelaskan, bahwa: Interaksi sosial

    merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara

    orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang

    perorangan dengan kelompok manusia.

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    9/37

    Anak tunanetra memiliki ganguan fungsi penglihatan baik sebagian atau seluruhnya,

    sehingga menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan dirinya, seperti: pada

    perkembangan kognitif, perkembangan akademik, perkembangan orientasi dan mobilitas

    serta perkembangan sosial dan emosi. Hal ini mengakibatkan anak tunanetra dalam

    menjalankan perannya sebagai makhluk sosial seringkali mengalami hambatan-hambatan.

    Ini dikarenakan anak tunanetra kurang mampu memiliki persyaratan-persyaratan

    normatif yang dituntut dari lingkungannya, misal: kemampuan untuk menyesuaikan diri

    dalam bergaul, cara menyatakan terimakasih, saling menghormati, kemampuan dalam

    berekspresi, cara melambaikan tangan, dan lain-lain.

    Adanya perubahan lingkungan baru bagi anak tunanetra memberikan benturan-benturan,

    yang dapat mengakibatkan hal-hal yang menyenangkan atau mengecewakan. Anak tunanetra

    harus dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian sosial dalam lingkungan sekolah. Bagi

    anak tunanetra hal ini sangatlah sulit, karena anak harus menyesuaikan diri dengan

    lingkungan yang baru di sekolah, baik secara pasif maupun secara aktif.

    Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku sosial dalam

    berinteraksi dengan lingkungan, mereka harus mampu memanfaatkan alat indera lain.

    Alat indera yang dapat dikembangkan seperti: pendengaran, perabaan, penciuman dan

    pengecap. Hal ini sebagai upaya memperlancar interaksi sosial dengan lingkungannya,

    walaupun hasilnya tidak sebaik dan selengkap jika dibarengi dengan adanya indera

    penglihatan.

    Selain itu, adanya kesiapan mental anak tunanetra untuk memasuki lingkungan baru

    atau kelompok lain yang berbeda, akan sangat baik dalam pengembangan sosialnya.

    Sebaliknya, ketidaksiapan mental anak untuk masuk ke dunia baru sering mengakibatkan

    anak tunanetra gagal dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya. Jika

    kegagalan dianggap sebagai tantangan dan merupakan pengalaman yang terbaik, maka hal

    ini akan menjadi modal utama untuk memasuki lingkungan baru berikutnya. Namun

    apabila kegagalan tersebut merupakan ketidakmampuan, maka akan timbul rasa

    frustasi/putus asa, menarik diri dari lingkungan.

    Keterbatasan interaksi sosial pada anak tunanetra patuh dipahami oleh semua pihak,

    terutama orang tua dan guru. Orang tua dan guru berkewajiban mengupayakan agar

    interaksi sosial yang dimiliki anak tunanetra dapat ditingkatkan. Guru mempunyai

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    10/37

    peranan penting dalam menghadapi anak tunanetra agar mampu berinteraksi dengan

    lingkungan di sekolah, sebab guru sebagai orangtua di sekolah yang harus siap

    melayani pendidikan anak tunanetra dengan segala bentuk kekurangannya, khususnya

    dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosial anak tunanetra di Sekolah Luar

    Biasa.

    Faktor-faktor yang dapat menghambat interaksi anak tunanetra ketika berada di

    sekolah yaitu:

    1. Pengalaman buruk yang diterima sebelum berada di sekolah.

    2. Mobilitas yang belum terlatih, sehingga memunculkan keraguan pada diri anak untuk

    melakukan kontak sosial dan komunikasi.

    3. Persepsi yang ditanamkan orang-orang terdekat terhadap kontak sosial.

    4. Minat yang dimiliki anak tunanetra.

    5. Peran individu lain di lingkungan sekitarnya terhadap kehadiran dirinya.

    Interaksi sosial anak tunanetra di Sekolah Luar Biasa juga dipengaruhi oleh

    perbedaan kepribadian dan kecakapan yang dimiliki anak. Dalam hal ini, guru memiliki

    peran yang sangat besar untuk terlibat dalam interaksi sosial anak tunanetra di

    sekolah. Peran yang dilakukan guru yaitu, mengadakan hubungan dengan guru-guru lain,

    teman-teman seusia dan orang lain yang ada disekitar lingkungan sekolah. Pengalaman

    dalam berinteraksi di lingkungan rumah yang dibimbing orang tua, juga sangat

    menentukan kepribadian dan kecakapan anak tunanetra pada saat berada di sekolah.

    Sekolah memiliki norma-norma dan aturan-aturan yang berbeda dengan norma-norma dan

    aturan-aturan yang berlaku di rumah. Di sekolah anak tunanetra akan dihadapkan pada

    berbagai aturan dan disiplin yang berlaku pada lingkungannya. Masa transisi dari

    orientasi lingkungan keluarga ke sekolah tidaklah mudah. Hal ini sering menimbulkan

    masalah pada anak tunanetra. Ketidaksiapan mental anak tunanetra dalam menghadapi

    lingkungan baru di sekolah atau kelompok lain yang berbeda, seringkali mengakibatkan

    gagal dalam mengembangkan kemampuan sosialnya. Apabila kegagalan tersebut dihadapi

    pada suatu kenyataan dan tantangan, maka hal ini biasanya menjadi modal utama dalam

    menghadapi lingkungan yang baru. Namun jika kegagalan dihadapi sebagai suatu

    ketidakmampuan, maka sikap-sikap ketidakberdayaan yang akan muncul menumpuk menjadi

    sebuah rasa putus asa yang mendalam dan akhirnya menghindari kontak sosial.

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    11/37

    Pengalaman sosial yang dimiliki seseorang dapat menentukan daya yang memungkinkan

    seseorang dapat menguasai lingkungan, penguasaan diri atau hubungan antara keduanya.

    Adanya kehilangan fungsi penglihatan pada anak akan mengakibatkan terjadinya

    keterpisahan sosial. Anak dengan ketunanetraan seringkali mengalami kesulitan untuk

    menyelaraskan tindakannya pada situasi yang ada. Keterbatasan kemampuan yang

    dimiliki membuat anak tunanetra merasa terisolasi dari orang-orang normal, atau

    dapat menimbulkan perasaan minder, bimbang, ragu, tidak percaya diri, jika berada

    dalam situasi yang tidak dikenalnya.

    Situasi dan aktivitas di sekolah bagi anak tunanetra yang hanya beberapa jam dalam

    sehari, sesungguhnya menggantikan posisi keluarga. Peran orang tua diganti oleh

    bapak/ibu guru, peran saudara diganti oleh teman-teman, dan sebagainya. Sedangkan

    kontak sosial dan komunikasi di sekolah terjadi di dalam dan di luar kelas.

    Interaksi yang terjadi di dalam kelas berlangsung antara guru dengan siswa, dan

    siswa dengan siswa. Supaya kontak dan komunikasi berjalan lancar, maka setiap warga

    sekolah harus memahami dalam situasi mana interaksi itu berlaku. Pemahaman dari

    seluruh warga sekolah dapat membantu anak tunanetra untuk bisa melakukan kontak

    sosial seperti yang diharapkan.

    Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan

    program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu anak tunanetra agar

    mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral,

    spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Melalui program bimbingan,

    pengajaran, dan latihan anak tunanetra mendapatkan perhatian khusus dalam hal

    interaksi sosial di sekolah. Dalam hal ini, guru memiliki peran yang besar, agar

    anak tunanetra memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan individu lain yang

    berada di sekitar sekolah. Guru membimbing anak tunanetra secara bertahap,

    disesuaikan dengan dasar pengalaman anak tunanetra ketika berada dalam lingkungan

    rumahnya.

    Program bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan

    kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:

    1. Bimbingan untuk mengenal situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun

    dari sisi interaksi orang per-orang.

    2. Menumbuhkembangkan perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    12/37

    3. Melatih kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman

    kognitif, afektif dan psikomotornya.

    4. Melatih keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal

    yang tidak ia temui ketika berada di rumah.

    5. Menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan

    kontak.

    6. Melatih mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan

    dilakukan dengan teman sebaya.

    7. Memberikan pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan

    yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat

    berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian

    individu.

    8. Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal ini

    dapat memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang

    berbeda. Misalnya kelompok anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang

    dewasa.

    Interaksi sosial yang baik maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak

    diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar,

    bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif,

    secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam

    berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak

    tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada

    diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga

    dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan

    lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.

    sumber : http://www.plbjabar.com/old/?inc=artikel&id=44

    Komentar : Leave a Comment

    Kategori : Tuna Netra

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    13/37

    PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN YANG TEPAT

    BAGI SISWA TUNANETRA

    http://pendidikanabk.wordpress.com/category/tuna-netra/

    28 11 2009

    Oleh : Ipan Hidayatulloh, S.pd

    Tujuan pembelajaran merupakan sasaran utama yang harus dicapai setelah proses

    pembelajaran selesai. Metode dan pendekatan yang tepat untuk mengajar dan aktivitas siswa

    dalam belajar merupakan hal yang harus diperhatikan ketika merancang suatu rencana

    pembelajaran.

    Dengan demikian pemilihan metode sangat penting agar tujuan yang diharapkan dapat

    tercapai. Hal itu senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Surakhmad (1986 :75),

    bahwa metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai

    tujuan yang akan dicapai John D. Latuheru (1988 : 14) mengemukakan bahwa yang

    dimaksud dengan media pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan

    dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)

    pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak

    didik atau warga belajar). Selanjutnya Suharsimi Arikunto (1987 : 16) mengemukakan bahwa

    media adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar

    mengajar untuk lebih mempertinggi efektifitas serta efisiensi dalam mencapai tujuan

    pendidikan seoptimal mungkin. Oleh karena itu, dari berbagai pendapat para ahli kita dapat

    menyimpulkan bahwa: Media pembelajaran merupakan alat bantu pembelajaran yang

    digunakan sesuai dengan tujuan dan isi materi pembelajaran sebagai usaha untuk

    mempermudah menyampaikan informasi dari sumber belajar kepada penerima informasi,

    dengan tujuan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik dalam kegiatan belajar-

    mengajar. Dengan demikian maka seorang pendidik dalam melakukan proses belajar

    mengajar harus dapat memilih antara media yang cocok dengan materi yang akan diberikan

    kepada siswanya.

    Penggunaan media pembelajaran yang tidak sesuai mengakibatkan materi tidak tersampaikan

    dengan sempurna. Pemilihan media pembelajaran juga harus memperhatikan kondisi siswa

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    14/37

    sebagai subjek pembelajaran. Pemilihan media belajar seyogyanya harus disesuaikan dengan

    kondisi siswanya. Siswa tunanetra berbeda kondisinya dengan tuna rungu, begitu pula dengan

    siswa normal, semuah siswa memiliki kekhususan dalam melakukan pembelajaran. Berikut

    ini kita akan lebih membahas bagaimana siswa tunanetra mengatasi keterbatasannya dalam

    belajar yang berkaitan dengan pembelajaran menggunakan media peta. Pengetahuan tentang

    sifat-sifat ruang dari benda yang biasa dilakukan lewat penglihatan, dapat dilakukan pula

    dengan rabaan. Di sini pengalaman kinestetis memegang peranan penting. Dengan rabaan

    anak tuna netra bisa tahu tentang bentuk benda, besar kecilnya, bahkan mempunyai kelebihan

    yaitu bisa mengerti halus kasarnya ( teksture) dan daya lenting ( elastisitas ) serta berat

    ringannya suatu benda. Tetapi meskipun ada kelebihannya, anak tuna netra memiliki

    kekurangan. Rabaan dibatasi oleh jarak jangkauan yang pendek, hanya sepanjang tangannya.

    Meskipun tidak tergantung kepada adanya cahaya, akibatnya benda-benda yang jauh tidak

    dapat dikenal, atau benda-benda yang terlalau besar sulit untuk dikenali. Demikian pula

    benda-benda yang tidak mungkin diraba tetap tidak dikenalnya dengan baik karena sifatnya.

    Misalnya, anak tuna netra tidak bisa menegenal bentuk api karena panasnya.

    Penglihatan memiliki fungsi yang khas karena itu terpenting, yaitu sebagai indera penyatu

    dan pemadu. Dengan penglihatannya, orang dapat mengetahui sesuatu secara menyeluruh dan

    serentak. Berbagai sifat benda dapat dikenal secara rinci dan terpadu. Oleh karena itu, tidak

    adanya penglihatan telah dibuktikan banyak mempunyai berbagai macam akibat. Hal ini akan

    menempatkan anak tuna netra dalam kesulitan untuk memperoleh kecakapan atau

    kemampuan.

    Persepsi warna adalah juga khas kemampuan penglihatan. Oleh karenanya, tidak mungkin

    dapat digantikan oleh indera lain utuk mengerti tentang warna. Dengan demikian, ia juga

    tidak mungkin memiliki konsep warna yang sebenarnya. Ia akan mengembangkan

    pengertiannya tentang warna secara verbal misalnya, emas dapat diketahui berwarna kuning

    karena ia pernah mendengar dari orang lain bahwa emas berwarna kuning. Akibat yang jelas

    dan mudah dilihat jika seseorang kehilangan fungsi penglihatan adalah ketika ia terpaksa

    melakukan kegiatan berpindah-pindah dan mencari sesuatu yang hilang.

    Sebagai contoh, ketika media peta timbul digunakan siswa untuk mengenal konsep ruang

    yang dijelaskan dalam pelajaran sejarah, dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan

    memahami pelajaran sejarah tersebut melalui cerita. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

    daya konsentrasi dan ketertarikan siswa tersebut. Pada saat siswa tunanetra meraba peta

    timbul dan menerima sensasi raba, siswa diharapkan akan lebih memahami pelajaran yang

    diberikan, karena mereka telah mengalami perabaan pada media tersebut. Pengalaman

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    15/37

    tersebut akan lebih mudah tersimpan dalam memori siswa tunanetra.

    Sehingga dengan media peta timbul ini akan meningkatkan ketertarikan siswa pada

    pelajarannya. Lebih jauh lagi, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Begitu pula dengan

    pelajaran lainnya, diharapkan guru bisa memilih media yang tepat untuk menyampaikan

    materi yang diajarkan. Kesesuaian media pembelajaran dan materi pelajaran diharapkan akan

    meningkatkan hasil belajar siswa, kesesuaian tersebut juga harus memperhatikan situasi dan

    kondisi siswa sebagai warga belajar.

    Sumber : http://plbjabar.com/?inc=info_plb_jabar&kat=artikel&id=67

    Komentar : Leave a Comment

    Kategori : Tuna Netra

    Strategi pembelajaran anak tuna netra

    28 11 2009

    Oleh : VANtheyologist

    19 Oktober 2009

    Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan pada dua

    pemikiran, yaitu :

    1. Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi).

    2. Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untukmengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain).

    Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra pada hakekatnya adalah strategi

    pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran di atas. Pertama-tama

    guru harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada anak-anak awas,

    meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya

    adalah menganalisis komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu

    dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu dilakukan jika perlu.

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    16/37

    Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu

    dalam praktek/proses pembelajaran memegang peran yag sangat penting dalam menentukan

    keberhasilan belajar.

    Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara

    lain :

    1) Prinsip Individual

    Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun

    pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan

    individu. Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih

    luas dan kompleks. Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan

    mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan

    khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat ketunanetraan, masa terjadinya

    kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat kecacatan, dll).

    Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision

    dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya

    guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan anak. Inilah alasan

    dasar terhadap perlunya (Individual Education Program IEP).

    2) Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaan

    Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra

    mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower

    (1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung. Anak tunanetra tidak dapat

    belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar,

    pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan. Strategi

    pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak

    tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami

    situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat

    kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi

    prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan

    relevan. Pembahasan mengenai alat pembelajaran akan disampaikan pada bagian khusus.

    3) Prinsip totalitas

    Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh

    pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    17/37

    untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami

    sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai multi sensory

    approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh

    mengenai suatu objek. Untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak tunanetra harus

    melibatkan perabaan untuk mengenai ukuran bentuk, sifat permukaan, kehangatan. Dia juga

    harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung dan bahkan mungkin

    juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman anak mengenai burung

    akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak yang hanya

    menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut. Hilangnya penglihatan pada

    anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan gambaran yang

    utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara seretak (suatu situasi

    atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan beberapa tekhnik

    penggunaannya menjadi sangatlah penting.

    4) Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)

    Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara

    aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator

    yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan

    keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran

    harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat.

    Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan

    menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah

    penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna

    mendapatkan isi pelajaran tersebut.

    Pola Pembelajaran

    Permasalahan pembelajaran dalam pendidikan tunanetra adalah masalah penyesuaian.Penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran pada anak tunanetra lebih banyak berorientasi

    pada pendidikan umum, terutama menyangkut tujuan dan muatan kurikulum. Dalam strategi

    pembelajaran, tugas guru adalah mencermati setiap bagian dari kurikulum, mana yang bisa

    disampaikan secara utuh tanpa harus mengalami perubahan, mana yang harus dimodifikasi,

    dan mana yang harus dihilangkan sama sekali.

    Sumber : http://vantheyologi.wordpress.com/2009/10/19/anak-tuna-netra/

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    18/37

    Komentar : Leave a Comment

    Kategori : Tuna Netra

    Anak Tunanetra

    28 11 2009

    Oleh : Yanti D.P.

    05 Februari 2009, 3:08 pm

    Definisi :

    Tunanetra adalah gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian,

    dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus, mereka masih tetap

    memerlukan pendidikan khusus

    Ciri-ciri :

    1. Tidak mampu melihat

    2. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter

    3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata

    4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan

    5. Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil disekitarnya

    6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering

    7. Peradangan hebat pada kedua bola mata

    8. Mata bergoyang terus

    Nilai standar: 4 (Artinya 4 dari 8 ciri pada anak, mereka dikategorikan sebagai anak yang

    memerlukan pendidikan khusus

    Kelompok yang Mengalami Keterbatasan Penglihatan :

    Mengenal bentuk atau obyek dari berbagai jarak

    Menghitung jari dari berbagai jarak

    Tidak mengenal tangan yang digerakkan

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    19/37

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    20/37

    Sumber : http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/anak-tunanetra/

    Komentar : Leave a Comment

    Kategori : Tuna Netra

    Ajak Anak Tunanetra Mandiri Sejak Dini

    28 11 2009

    Oleh : Apriani Landa

    Rabu, 14 Oktober 2009 | 02:04 WITA

    MEMILIKI kekurangan tidak menghalangi anak-anak usia dini untuk mengembangkan diri.

    Apalagi sekarang telah hadir Pusat Layanan Dini (Early Intervention Center) untuk anak

    Tunanetra dan Anak dengan Gangguan Penglihatan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina.

    Pusat layanan yang diprakarsai oleh Helen Keller International (HKI)/Indonesia dan

    didukung oleh United States Agency for International Development (USAID) ini diresmikan

    Gubernur Sulsel melalui Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, dr Rachmat Latief, Selasa (13/10).

    Melalui pusat layanan dini ini, anak-anak yang menderita tuna netra atau gangguan

    penglihatan bisa mengembangkan diri lebih terarah karena tenaga didik yang ahli telah

    mendapat pelatihan dari Helen Keller International (HKI).

    Untuk tahun ajaran 2009 ini, ada tujuh anak yang mendapat pembinaan yang terarah.

    Layaknya sekolah taman kanak-kanak (TK) umum, di tempat ini, anak-anak yang memiliki

    gangguan penglihatan ini juga mendapatkan penanganan dini.

    Mereka diberikan latihan dasar tentang aktivitas sehari-hari, seperti latihan dasar seperti

    memakai sepatu, mengancing baju, bahkan membuat teh. Ini semua dilakukan tentu dengan

    kesabaran yang luar biasa dari pendidik, karena semuanya harus ditangani dengan khusus dan

    maksimal. Pada usia ini, mereka belum menemukan jati diri, apalagi dalam kondisi mereka

    yang kurang tersebut. Di sini, mereka dikenalkan pada diri sendiri dan akhirnya siap masuk

    pada pembelajaran, ujar Kepala SLB Pembina, Fatmawati Azis MPd. Fatmawati

    melanjutkan, dari pengenalan aktivitas sehari-hari, kemudian dilanjutkan pada perhatianorientasi mobilitas, pengenalan huruf braille, sampai anak itu nanti terarah.

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    21/37

    Melalui pelayanan dini ini, terlebih dahulu diketahui apa kebutuhan anak. Karena setiap anak

    memiliki kebutuhan tersendiri, tergantung dengan kondisinya. Ada yang buta total, low

    vision (penglihatan kabur/samar) yang bisa ditolong dengan kacamata, dan ada juga yang

    memiliki kecacatan ganda. Seperti tunanetra sekaligus tunarungu atau grahita, atau lainnya.

    Selain mengikuti pembelajaran, anak-anak di sini juga menjalani terapi dan layanan

    kesehatan, untuk memantau perkembangan mereka, ujar Fatmawati. Ini mengajarkan anak-

    anak lebih mandiri dan tetap merasa percaya meski dalam keterbatasan tersebut. Jika sudah

    masuk, akan dipindahkan ke jenjang SD, baik di SLB maupun ke SD umum. Mereka juga

    mendapat pelatihan kekhususan, misalnya mayoritas dilatih dengan tongkat, bagaimana jika

    berada di lingkungan umum, bagaimana saat akan menyebrang jalan, atau akan naik angkot.

    Target Lanjut ke SD

    KEHADIRAN Pusat Layanan Dini untuk anak tunanetra dan anak dengan gangguan

    penglihatan diharapkan bisa meningkatkan mutu dan kesempatan pendidikan kepada anak,

    meski dalam keterbatasan.

    National Program Manager OVC HKI, Emilia Kristiyanti, mengatakan target dalam setahun,

    ada anak yang bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SD, baik di SLB maupun ke sekolah

    umum. Karena dengan penanganan yang maksimal dan secara khusus dari guru yang telah

    mendapat pelatihan dari HKI, maka anak-anak bisa tumbuh dan siap untuk berbaur dengan

    anak-anak normal di sekolah umum sekalipun. Kehadiran HKI ini meningkatkan pelayanan

    pendidikan kepada anak-anak yang mendapat perlakuan khusus.

    Menurut Kepala Seksi Pendidikan Luar Biasa dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, Andi

    Patawari, HKI hadir di Sulsel sejak tahun 2007 dan telah melahirkan tenaga pendidik dengan

    kemampuan dan keahlian hebat dalam melayani anak-anak berkebutuhan khusus.

    Sumber : http://www.tribun-timur.com/read/artikel/52811

    Komentar : Leave a Comment

    Kategori : Tuna Netra

    Belajar Menulis Untuk Tunanetra

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    22/37

    28 11 2009

    Oleh : Team Andriewongso.com

    Kamis, 17-April-2008; 08:37:16 WIB

    Untuk belajar membaca dan menulis, umumnya anak-anak penyandang tunanetra

    menggunakan huruf braille. Namun, bagi kebanyakan orang, pastilah sulit untuk memahami

    tulisan mereka tanpa memiliki pengetahuan dasar soal Braille. Hal inilah yang mendasari

    beberapa ilmuwan untuk mengembangkan teknologi menulis bagi kaum tunanetra.

    Seperti upaya yang dilakukan oleh Doktor Beryl Plimmer dari Auckland University yang

    dibantu oleh mahasiswanya Rachel Blagojevic. Mereka mencoba mengembangkan sebuah

    robot dan komputer khusus yang dapat membantu anak-anak penyandang tunanetra belajar

    menulis layaknya orang biasa.

    Teknologi ini nantinya diharapkan dapat memberi pelajaran bagi anak-anak tunanetra untuk

    mempelajari bentuk huruf dan menggerakkan pena serta dapat membuat tanda tangan seperti

    orang pada umumnya. Saat ini, biasanya kaum tunanetra membuat tanda tangan dengan

    menggunakan stensil atau membubuhkan tanda X.

    Teknologi yang dikembangkan Plimmer dan Blagojevic ini menggunakan metode seperti alat

    bedah virtual. Cara kerjanya yaitu memadukan komputer layar sentuh dengan sebuah lengan

    robot. Penggunaannya teknologi ini cukup mudah. Seorang instruktur akan menuliskan huruf

    di komputer layar sentuh, kemudian gerakan menulis dari instruktur tersebut akan ditiru oleh

    lengan otot robot yang menggenggam pena. Pada saat yang sama, sang anak yang belajar

    menulis juga memegang pena dan mempelajari gerak pena tersebut. Sementara tangan

    satunya meraba papan khusus yang memunculkan tekstur tulisan tersebut.

    Dengan inovasi tersebut, diharapkan anak-anak tunanetra dapat mempelajari bentuk huruf

    yang ditulis oleh orang pada umumnya. Mereka pun dapat membubuhkan tanda tangan

    dengan layak pada dokumen-dokumen penting. Sayang, kapan teknologi tersebut akan

    diluncurkan ke pasaran belum diketahui.

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    23/37

    Pendidikan : Masa Depan Tunanetra dan Optimalisasi

    Pendidikan Inklusif

    Kamis, 15-Mei-2008 - oleh : Mohammad Takdir Ilahi

    Dibaca 1952 kali

    Pendahuluan setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh

    pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh

    kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan Tulisan di

    atas, sengaja saya kutip sebagai langkah awal untuk membangun kesadaran masyarakat

    Indonesia agar memiliki kepedulian dan perhatian penuh terhadap anak-anak yang menderita

    kelainan fisik dan mental. Kesadaran ini, tentu bukan karena ingin mendapatkan pujian dan

    kehormatan dari orang lain, tetapi ini dilakukan atas dasar rasa kemanusiaan sebagai sesama

    yang juga berkesempatan memperoleh hak-hak hidup secara layak. Terkadang kita berpikiran

    negatif dan cendrung mengesampingkan anak-anak yang berkelainan dari segi fisik dan

    mental. Karena alasan itulah, kita kehilangan kesadaran bahwa mereka juga sama dengan kitadan mereka pun mempunyai kedudukan yang sama dalam segala apa pun. Inilah yang terjadi

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    24/37

    dengan tunanetra, sosok manusia yang dalam kehidupan masyarakatnya kurang mendapatkanperhatian dan seringkali karena kelainannya itu, mereka termarginalkan oleh lingkungan

    tempat tinggalnya. Dalam segala aspek kehidupan pun, tunanetra tidak bisa bergaul

    selayaknya anak-anak normal yang punya gairah bermain, belajar, dan bercanda. Saya punya

    pengalaman menarik, ketika bertatap muka langsung melihat kondisi tunanetra yang

    berkecimpung dengan aneka alat, semisal permainan, mesin tik Braille, computer denganprogram Braille, printer Braille, abacus, calculator bicara, kertas braille, penggaris Braille,

    kompas bicara dan lain sebagainya. Pengalaman saya tersebut berkaitan dengan kegairahan

    dan semangat yang berlipat dari kaum tunanetra yang belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB).

    Walaupun secara logika, mereka tidak memiliki masa depan yang cerah seperti anak-anak

    yang lain, namun semangat kebersamaan mereka dalam menjalani hidup dan proses belajar

    patut diacungi jempol. Ini karena, mereka bisa menjalin persaudaraan yang kokoh untuk tetap

    maju menatap masa depan yang menjadi dambaan mereka. Ketika saya bertanya kepadamereka, apa yang anda impikan dengan kondisi anda yang tidak memungkinkan? Mereka

    menjawab, saya hanya ingin seperti anak-anak yang lain, yang mempunyai cita-cita tinggidalam hidup. Di samping itu, harapan saya yang paling besar adalah dukungan dari semua

    pihak, baik pemerintah, lingkungan masyarakat, keluarga, teman-teman, tenaga pendidikkhusus tunanetra, agar selalu memberikan semangat kepada kami semua yang tidak sama

    dengan mereka. Ketika itu pula, saya berpikir bahwa tunenetra mempunyai keinginan yang

    sama, perlakuan yang baik, dan kesempatan yang setara dalam hidup, terutama ketika

    memasuki dunia pendidikan formal. Pengalaman saya berkumpul bersama tunanetra,

    membuat saya semakin dewasa untuk memberikan santunan dan motivasi yang besar bagi

    mereka. Bahkan, karena seringnya berkumpul, saya termotivasi secara pribadi untuk menjadi

    generasi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Ini karena, seorang tunanetra bernama

    Andi yang pernah berkumpul bersama saya, memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan

    dalam kondisi apa pun, dan ketika memasuki pendidikan formal, dia semakin percaya diri

    dalam menjalankan aktivitasnya sebagai seorang pelajar. Dari segi pergaulan pun, dia selalu

    fun dengan kondisinya dan tidak ada perasaan terabaikan sedikit pun dari pergaulan bersama

    teman-temannya yang memiliki fisik sempurna. Dari SLB Menuju Pendidikan Umum Selamaini, saya hanya tahu, bahwa tunanetra lebih banyak di tempatkan di lembaga-lembaga

    pendidikan yang khusus, semisal Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Berkelainan(SLB), dan Pendidikan Terpadu. Diantara pendidikan khusus bagi tunanetra yang hampir

    sama dengan pendidikan formal adalah Pendidikan Terpadu. Pendidikan Terpadu ini adalah

    model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang

    diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang

    bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum

    yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. (Kepmendikbud No. 002/U/1986).

    Karena itu, dalam kesempatan ke depan, tunanetra perlu diberikan peluang yang besar untukmemasuki dunia pendidikan umum (formal). Ini dilakukan, agar potensi yang dimiliki

    tunanetra dapat tersalurkan secara optimal, walaupun pada akhirnya potensi yang

    berkembang tersebut tidak seperti potensi yang dimiliki anak-anak normal yang lain. Selain

    itu, dengan kesempatan yang ada ini, diharapkan lembaga pendidikan umum mampu

    memberikan pelayanan secara khusus kepada tunanetra. Perlu disadari bahwa kesempatanbagi tunanetra untuk memperoleh pendidikan umum, saat ini masih sangat minim. Minimnya

    kesempatan tersebut, dalam pandangan saya akan semakin mempersulit pengembanganpotensi dan skill yang dimiliki tunanetra. Padahal, akses pendidikan yang kita ketahui bukan

    hanya diberikan kepada anak normal, melainkan tunanetra pun juga berkesempatan untukmengenyam pendidikan umum. Pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia yang

    dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional.Dokumen Pendidikan untuk Semua (Deklarasi Dunia Jomtien, 1990) ingin memastikan

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    25/37

    bahwa semua anak, tanpa kecuali, memperoleh pendidikan. Akan tetapi, di Indonesia,misalnya, menurut data Depdiknas tahun 202, hanya sekitar 7,5% anak penyandang cacat

    usia sekolah yang sudah memperoleh pendidikan formal di sekolah. Masuknya tunanetra ke

    lembaga pendidikan umum (formal), bagi saya tidak hanya sekedar penguatan untuk

    menghilangkan asumsi negatif yang menganaktirikan kalangan tunanetra, melainkan mesti

    dilandasi dengan kesadaran baru dalam rangka membantu masa depan mereka agar bisamengenyam pendidikan formal secara layak tanpa tebang pilih. Kesadaran semua pihak

    dalam merealisasikan program pendidikan bagi tunanetra ini, pada akhirnya akan membakar

    semangat mereka untuk belajar lebih giat, tekun, ulet, sungguh-sungguh, dan selalu percaya

    diri dengan potensi yang dimilikinya. Nah, ketika tunanetra sudah masuk di lembaga

    pendidikan formal, saya berharap lingkungan baru itu tidak menjadi bumerang bagi proses

    bejarnya. Ini karena, pendidikan formal bukan merupakan pendidikan khusus atau terpadu

    bagi tunanetra, tetapi di lembaga pendidikan ini, mereka akan berbaur dengan anak normalyang memiliki pandangan berbeda ketika melihat dan berkumpul dengan anak-anak

    tunanetra. Melihat kenyataan inilah, Bambang Basuki salah seorang pendiri Yayasan MitraNetra, yang juga guru SLB mengatakan bahwa tunanetra yang tidak mempunyai gangguan

    akademik dan juga emosional, mereka hanya membutuhkan rehabilitasi, kemudianaksesibiltas dan perlakuan khusus. Rehabilitasi itu berupa konseling bahwa mereka menerima

    kebutaannya, baik yang low vision dengan menggunakan pembesaran huruf dan orientasi

    mobilitas karena tidak bergerak dengan mandiri. Sekarang kita melihat IT sebagai

    akesiliblitas untuk mendapat informasi maupun komuniaksi secara tertulis itu masih

    bermasalah. Di samping itu juga, yang menjadi persoalan adalah terkait dengan aksesibilitas

    transportasi bagi kalangan tunanetra yang menempuh pendidikannya di lembaga pendidikan

    formal. Optimalisasi Pendidikan Inklusif Ketika anak tunanetra masuk ke lembaga

    pendidikan formal, maka pendekatan yang dinilai paling efektif adalah dengan jalan

    optimalisasi pendidikan inklusif secara berkelanjutan kepada tunanetra. Dalam pendidikan

    terpadu pun, pendidikan inklusif menjadi pilihan yang dirasakan sangat membantu terhadap

    pengembangan potensi dan skill tunanetra. Pilihan model ini bagi tunanetra, sebenarnya

    banyak didorong oleh kemudahan yang menjadai karakteristik dari pendidikan inklusif.Sehingga tak heran, jika sistem segregasi tidak lagi dipakai dalam sistem belajar mengajar,

    dan sebagai pilihan yang dinilai sukses adalah dengan menerapkan pendidikan inklusif bagikalangan tunanetra. Dalam pandangan Didi Tarsito, pendidikan dalam setting segregasi

    memang dapat memberikan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan memenuhi

    kebutuhan khusus anak tunanetra secara akademik, tetapi cenderung memisahkan anak dari

    lingkungan sosialnya (termasuk dari lingkungan keluarganya), dan kurang memberi

    kesempatan kepada anak untuk bersosialisasi secara lebih luas. Pada gilirannya, segregasi

    tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk mengenal orang tunanetra

    secara benar. Karena itulah, pendidikan inklusif tampaknya dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang telah diterapkan oleh sistem regregasi. Saya mengartikan pendidikan

    inklusif sebagai pendidikan yang memberikan layanan terbuka bagi siapa saja yang memiliki

    keinginan untuk mengembangkan potensi-potensinya secara optimal. Dalam artian, model

    pendidikan ini, berupaya memberikan kesempatan yang sama kepada semua anak, termasuk

    anak tunanetra-agar memperoleh kesempatan belajar yang sama, di mana semua anakmemiliki akses yang sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia, dan sarana yang

    dibutuhkan tunanetra dapat terpenuhi dengan baik. Maka tak berlebihan, jika Sekolah regulerdengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap

    diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusifdan mencapai pendidikan bagi semua (education for all). Demi masa depan tunanetra,

    pendidikan inklusif harus berjalan secara optimal dan segala kebutuhan tunanetra dalamproses belajar mengajar diupayakan dapat terpenuhi. Adanya pendidikan inklusif ini, ternyata

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    26/37

    telah dijamin oleh Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional, yang dalam penjelasannya disebutkan, bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk

    peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif

    atau berupa sekolah khusus. Teknis penyelenggaraannya tentunya akan diatur dalam bentuk

    peraturan operasional. Dengan jaminan Undang-Undang ini, pelaksanaan pendidikan

    inklusif bagi tunanetra akan semakin berkembang dan terlaksana sesuai dengan rencana awalyang ingin membimbing tunanetra menjadi manusia-manusia potensial dan tangguh dalam

    menghadapi segala tantangan hidup di masa depan. Apalagi saat ini, kita sudah memasuki

    dunia baru yang lebih menantang kita untuk berjuang melawan segala bentuk kebebasan yang

    pada akhirnya dapat menghambat cita-cita luhur bangsa dalam mencerdaskan kehidupan

    bangsa. Untuk itulah, dalam implementasi pendidikan inklusif, kita memerlukan upaya

    maksimal yang dapat mengantarkan anak-anak tunanetra mencapai pendidikannya secara

    inklusif dan integral. Dalam hal ini, Sunardi (2002) memberikan lima poin penting penerapanpendidikan inklusif bagi kalangan tunanetra. Pertama, menciptakan dan menjaga komunitas

    kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Kedua, mengajarkelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.

    Ketiga, menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Keempat,penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan

    hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Kelima, melibatkan orang tua secara

    bermakna dalam proses perencanaan. Penutup Dengan setting pendidikan inklusif ini, masa

    depan tunanetra yang pada awalnya terus menerus termarginalkan dan terabaikan dari

    lingkungan masyarakat dan pergaulan dengan teman-temannya, diharapkan mampu bangkit

    dari diskriminasi dan tindakan sewenang-wenang orang-orang yang tidak memiliki

    kesadaran. Tentu hal ini, dapat terwujud apabila penerapan pendidikan inklusif berjalan

    optimal dan memberikan kobaran semangat bagi tunanetra.

    Penyuntingan oleh editor Kartunet.com

    http://arsip.kartunet.com/?pilih=lihat2&topik=10&id=82

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    27/37

    Mengenai Saya

    dede taufik

    blog ini saya gunakan sebagai curahan perasaan dan seikit pengetahuan. disini saya simpan

    beberapa pengetahuan yang mudah2an bermanfaat.

    Lihat profil lengkapku

    Senin, 07 Desember 2009Makalah Tunanetra

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Usaha pembangunan dalam bidang pendidikan ditandai dengan usaha peningkatan kualitas lulusan

    pada berbagai jenjang pendidikan. Hal ini membawa implikasi bahwa setiap lembaga pendidikan

    hendaknya berusaha agar tujuan institusional dan tujuan kurikuler yang telah dirumuskannyadapat

    dicapai secara lebih baik.Di Indonesia menuntut agar para siswa dalam setiap pertemuan pembelajaran dapat menguasai unit

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    28/37

    bahan tertentu secara tuntas. Penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya akan mampunyai

    pengaruh yang besar terhadap usaha dan keberhasilan siswa dalammenguasai bahan berikutnya.

    Kenytaan menunjukan kepada kita bahwa tidak semua siswa, pada setip saat berhasil dalam

    kegiatan belajar yang dilakukanya. Ketidak berhasilan yang dialami siswa dapat bersumber pada

    keadaan diri siswa sendiri,atou dapat pula bersumber pada faktor yang ada diluar dirinya. Yang pasti

    membutuhkan bimbingan orang lain dalam usaha mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Layanan

    bimbingan ini lebih-lebih lagi dirasakan kebutuhanya bagi siswa-siswa anak berkebutuhan khusus,

    kelainannya yang bermacam-macam dapat merupakan salah satu faktor timbulnya kesulitan belajar

    di sekolah yang diantaranya:Ngompol(enuresis) dan BAB(encopresis)

    B. RUMUSAN PERMASALAHAN

    Bertitik tolak dari latar belakang diatas dan sesuai dengan judul makalah, maka kami membatasi

    permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, permasalahan tersebut yaitu :

    1. Bagaimanakah gangguan fungsi panca indera pada anak itu?

    2. Apa saja yang merupakan gangguan fungsi panca indera?3. Apa saja faktor penyebab gangguan fungsi panca indera?

    4. Gejala apa saja yang tampak pada penderita yang mengalami gangguan fungsi panca indera?

    5. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengobati penderita yang mengalami gangguan

    fungsi panca indera?

    C. TUJUAN

    Tujuan dibuatnya makalah ini diantaranya:

    1. Memperoleh pemahaman tentang makna dan prinsip bimbingan

    2. Memperoleh pemahaman tentang kedudukan dan kebutuhan akan layanan bimbingan di Sekolah

    Dasar.

    3. Menguraikan karakteristik dari masing-masing anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra.

    4. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra.

    5. Mengemukakan alternatif bantuan serta teknik-teknik bimbingan khusus yang dikaitkan bagi anak

    yang mengalami gangguan fungsi pancaindra.

    D. MANFAAT

    Adapun manfaat dari makalah ini yaitu :

    1. Dapat memberikan pengetahuan tentang anak berkebuthan khusus yang mengalami gangguan

    fungsi panca indera.

    2. Memberikan petunjuk kepada para pendidik mengenai bimbingan anak berkebutuhan khusus

    yang mengalami gangguan fungsi panca indera.

    3. Sebagai sumber bacaan mengenai bimbingan anak berkebutuhan khusus yang mengalami

    gangguan fungsi panca indra.

    E. METODE

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu teknik tinjauan

    kepustakaan. Penulis mengumpulkan data dengan cara membaca buku sumber dan literatur yang

    tepat dan sesuai untuk mempermudah dan memperlancar proses penyusunan makalah ini.

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    29/37

    F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

    Sistematika pembahasan yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini, yaitu :

    Kata Pengantar

    Daftar isi

    BAB I Pendahuluan

    Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode dan sistematika

    pembahasan.

    BAB II Bimbingan anak berkebutuhan khusus pada anak yang mengalami gangguan fungsi panca

    indera.

    Terdiri dari gangguan tuna netra, tuna rungu dan tuna wicara.

    BAB III Penutup

    Terdiri dari kesimpulan dan saran.

    BAB IIBIMBINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS YANG MENGALAMI GANGGUAN FUNGSI PANCA

    INDERA

    A. TUNA NETRA

    1. GLAUKOMA

    a. Pengertian

    Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati

    (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas. Glaukoma adalah

    suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada

    saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Faktor utamanya adalah tekanan

    bola mata yang tinggi. Glaukoma adalah penyakit yang merusak saraf mata yang terjadi akibat

    tekanan bola mata atau tekanan intra okulat yang tinggi. Glaukoma merupakan sebuah penyakit

    mata yang bisa berakhir dengan kebutaan. Walau belum sepopuler katarak, glaukoma tidak kalah

    berbahaya. Di Indonesia kini glaukoma sudah menjadi ancaman kebutaan nomor dua setelah katarak

    dengan angka prevalensi 0,20 persen. Sementara katarak memiliki angka prevalensi 0,78 persen dari

    penduduk Indonesia. Berbeda dengan katarak yang merupakan kondisi di mana lensa mata keruh

    atau berkabut sehingga terjadi gangguan penglihatan, glaukoma jauh lebih serius lagi.

    Glaukoma adalah penyakit yang merusak saraf mata yang terjadi akibat tekanan bola mata atau

    tekanan intra okulat yang tinggi. Pada mata normal, saraf berfungsi meneruskan bayangan yang kita

    lihat ke otak. Di otak, bayangan tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk

    suatu sensasi penglihatan. Bila tekanan bola mata seseorang sudah di atas 21 mmHg, maka orang

    tersebut pantas dicurigai menderita glaukoma. Tekanan pada bola mata ini dipicu oleh

    tersumbatnya akous humor, yakni cairan jernih yang terdapat di dalam bola mata bagian depan.

    Cairan ini dengan teratur mengalir dari tempat pembentukannya ke saluran keluarnya, seperti air

    keran. Apabila dapat diatasi dengan baik sebelum terjadi kerusakan retina dan saraf mata, biasanya

    ada harapan untuk pulih kembali. Namun yang terjadi, seringkali orang tidak menyadari kalau salah

    satu dari matanya kena glaukoma. Dari berbagai kasus yang ada, banyak pasien yang datang ke ahli

    medis setelah kedua bola matanya terkena glaukoma.Terdapat dua jenis gloukoma, yaitu glaukoma akut dan glaukoma kronis. Glaukoma akut menyerang

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    30/37

    kedua mata sekaligus. Penderita akan mengalami gejala mata merah, pandangan kabur, nyeri pada

    mata disertai sakit kepala, juga rasa mual dan muntah-muntah. Secara fisik kemampuan penglihatan

    mata akan menurun. Beberapa kasus akan mengalami kondisi yang mirip dengan katarak. Setelah

    diketahui bahwa pasien menderita glaukoma akut maka dokter bisa memeriksanya dengan

    gonioskopi, yakni semacam alat untuk mengetahui apakah sudut mata yang tertutup masih bisa

    terbuka atau tidak. Sedangkan pada glaukoma kronis peningkatan tekanan di dalam mata terjadi

    dalam masa beberapa bulan atau tahun tanpa terjadi gejala apa-apa. Namun kalau tidak diobati,

    glaukoma kronis akhirnya mengakibatkan kebutaan total. Pada penderita glaukoma kronis tindakan

    serupa bisa juga dilakukan, tapi dengan waktu yang tidak terlalu mendesak sebab ancaman kebutaan

    tidak sebesar pada penderita glaukoma akut.

    b. Penyebab

    Faktor utama penyebab penyakit gloukoma adalah akibat tekanan bola mata atau tekanan intra

    okulat yang tinggi. Selain itu, gejala lain yang dapat menyebabkan gloukoma adalah akibat tekanan

    cairan yang terlalu tinggi didalam bola mata. Tekanan cairan yang tinggi ini akan merusak sel retina

    dan serabut saraf, sehingga penglihatan seseorang yang mengidap gloukoma akan semakin sempitdan akhirnya akan menjadi buta. Glaukoma terjadi ketika produksi dari cairan bola mata meningkat

    atau cairan bola mata tidak mengalir dengan sempurna sehingga tekanan bola mata tinggi, serabut-

    serabut saraf di dalam saraf mata menjadi terjepit dan mengalami kematian. Akibatnya, hubungan

    penglihatan ke otak terganggu dan terjadi kebutaan.Tekanan cairan didalam bola mata meningkat

    karena saluran cairan tersekat akibat kerusakan saraf. Pada mata yang sehat/normal aliran keluar

    masuk cairan dalam bola mata akan seimbang. Tekanan bola mata ini gunanya untuk membentuk

    bola mata. Kalau tekanannya normal, berarti bola mata itu terbentuk dengan baik. Kalau tekanannya

    terlalu rendah, bola matanya menjadi kempes. Kalau tekanannya terlalu tinggi, berarti bola mata itu

    menjadi keras seperti kelereng. Akibatnya, akan menekan saraf mata ke belakang dan menekan

    saraf papil N II dan serabut-serabut saraf N II. Saraf-saraf yang tertekan itu dan yang menekan saraf

    papil II ini terjadi penggaungan.

    c. Gejala

    Gejala yang tampak pada gloukoma diantaranya adalah pandangan kabur, mata merah dan terasa

    nyeri, merasa sakit didalam dan sekitar bola mata, ruang penglihatan semakin sempit, penglihatan

    menjadi kabur dan rabun, sulit menyesuaikan penglihatan dalam keadaan gelap.

    d. Terapi Pengobatan

    Apabila seseorang menunjukkan gejala - gejala glaukoma, maka harus segera mendapatkan

    perawatan sejak dini. Semua jenis glaukoma harus dikontrol secara teratur kedokter mata selama

    hidupnya. Hal tersebut dikarenakan ketajaman penglihatan dapat menghilang secara perlahan tanpa

    diketahui penderitanya. Obat-obatan yang dipakai perlu dikontrol oleh dokter spesialis mata agar

    disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Satu hal yang perlu ditekankan adalah, bahwa saraf mata

    yang sudah mati tidak dapat diperbaiki lagi. Obat-obatan seperti obat tetes mata, obat makan, dan

    tindakan seperti laser dan bedah hanya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari saraf mata

    tersebut. Pengobatan pertama penderita glaukoma adalah dengan pemberian obat tetes mata,

    kemudian pemberian tablet. Obat- obatan tersebut dapat menurunkan produksi atau meningkatkan

    pengeluaran cairan bola mata yang berada di dalam bola mata sehingga didapatkan tekanan bola

    mata sesuai yang diinginkan. Untuk mendapat- kan hasil terapi yang efektif, maka obat-obatan harus

    digunakan secara teratur dan terus-menerus. Tidak jarang obat-obatan tersebut memberikan efek

    samping, terutama jika pemakaian dalam jangka panjang. Obat tetes dapat menimbulkan rasa perih,kadang-kadang disertai mata merah dan dapat menyebabkan tajam penglihatan terganggu. Namun

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    31/37

    demikian, efek samping ini biasanya akan hilang dalam beberapa waktu. Efek samping yang jarang

    terjadi adalah perubahan detak jantung, detak nadi, dan perubahan pernapasan. Obat-obatan

    berupa tablet sering menyebabkan rasa kesemutan pada ujung kaki dan tangan, rasa lemas,

    hilangnya rasa lapar, dan adanya batu ginjal. Penderita sebaiknya membicarakan adanya efek

    samping tersebut kepada dokter agar dapat dipertimbangkan pemakaian selanjutnya. Pengobatan

    dengan laser cukup berguna untuk beberapa jenis glaukoma. Pada glaukoma primer sudut terbuka,

    pengobatan dengan laser trabekuloplasti cukup efektif untuk jangka waktu tertentu. Pada glaukoma

    primer sudut tertutup, iridektomi perifer dapat dilakukan dengan laser, yaitu membuat saluran dari

    bilik mata belakang ke bilik mata depan. Tindakan ini sangat efektif untuk menurunkan tekanan bola

    mata. Apabila dibutuhkan, maka tindakan operasi dapat dilakukan. Operasi ini disebut sebagai

    trabekulektomi, yaitu suatu tindakan yang membuat saluran kecil dari bilik mata depan ke

    konjungtiva, untuk menurunkan tekanan di dalam bola mata. Dokter spesialis mata akan

    menggunakan alat operasi yang sangat kecil dan membutuhkan mikroskop khusus untuk operasi

    mata.

    2. KATARAK

    a. Pengertian

    Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa

    mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat masuk kedalam mata. Keadaan ini menjadikan

    penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika tidak segera dirawat. Masalah katarak berbeda

    dengan Glaukoma yang merupakan sejenis kerusakan mata yang disebabkan oleh tekanan cairan

    yang terlalu tinggi di dalam bola mata.

    Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan penglihatan menjadi kabur. Istilah

    katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti air terjun, karena orang yang menderita katarak

    memiliki penglihatan yang kabur, seolah-olah dibatasi air terjun. Pada mata sehat, lensa yang jernih

    berfungsi meneruskan sinar/cahaya ke dalam mata, sehingga mata dapat memfokuskan objek dari

    jarak yang berbeda-beda. Sebaliknya pada penderita katarak, lensa mata yang keruh menyebabkan

    jalannya sinar berkurang atau terhambat, sehingga lensa tidak dapat memfokuskan sinar yang

    masuk.

    b. Penyebab

    Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa, proses penuaan

    (degeneratif). Meskipun tidak jarang ditemui pada orang muda, bahkan pada bayi yang baru lahir

    sebagai cacat bawaan, infeksi virus (rubela) di masa pertumbuhan janin, genetik, gangguan

    pertumbuhan, penyakit mata, cedera pada lensa mata, peregangan pada retina mata dan

    pemaparan berlebihan dari sinar ultraviolet.

    c. Gejala

    Gejala yang tampak pada katarak adalah penglihatan semakin kabur, sukar membaca kerana

    penglihatan tidak jelas, kerap menukar cermin mata kerana penglihatan tidak terang, selaput putih

    pada anak mata, merasa silau terhadap cahaya matahari. Gejala utama katarak adalah penglihatan

    kabur, daya penglihatan berkurang secara progresif, adanya selaput tipis yang menghalangi

    pandangan, sangat silau jika berada di bawah cahaya yang terang, mata tidak sakit dan tidak

    berwarna merah. Pada perkembangan selanjutnya penglihatan semakin memburuk, pupil akan

    tampak berwarna putih (ada putih-putih pada hitam mata), sehingga refleks cahaya pada mata

    menjadi negatif. Penderita juga dapat merasa silau pada siang hari atau jika terkena sinar lampumobil. Penglihatan pada malam hari yang lebih baik. Selain itu, pada gejala awal terdapat perbaikan

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    32/37

    penglihatan dekat tanpa memakai kaca mata atau second sight. Bila dibiarkan, katarak dapat

    menyebabkan komplikasi seperti glaukoma dan kebutaan, karena lensa yang keruh menghalangi

    pemeriksaan bagian dalam mata yang lain, seperti perubahan pada keadaan retina atau kerusakan

    saraf mata yang meneruskan perintah dari mata ke otak.

    d. Terapi Pengobatan

    Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal pada penderita

    diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengkonsumsi makanan yang dapat

    melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan banyak yang

    mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur,

    hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga

    tinggi. Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan antioksidan

    yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu penyebab katarak.

    Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama lima tahun menunjukkan,

    orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang mengandung vitamin C dan

    E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak 60% lebih kecil.Katarak dapat disembuhkan, terlebih dengan semakin majunya teknologi kedokteran saat ini. Upaya

    pengobatan katarak yang paling efektif adalah dengan pembedahan. Lensa mata yang telah keruh

    diangkat dan diganti dengan lensa buatan (keratoplasty) yang ditanam (intra ocular lens). Dengan

    teknologi terbaru yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (phacoelmusification),

    maka luka yang dibuat/sayatan untuk mengambil lensa yang keruh menjadi lebih kecil. Selain itu,

    penderita katarak dapat juga mengenakan kaca mata khusus yang telah diatur ketebalannya (kaca

    mata aphakia). Hasil penelitian para ahli dari University of Southern California (IPTEKnet, 2004) ada

    cara baru untuk mendapatkan kembali penglihatan bagi penderita katarak, yaitu dengan teknologi

    Implantasi Microchip pada retina. Microchip ini dapat bekerja baik pada sel-sel saraf retina mata

    yang masih sehat serta utuh, namun sel-selnya mengalami kemunduran penglihatan

    (photoreceptor). Microchip dapat mengubah sebentuk citra menjadi rangsangan elektrik. Alat ini

    bekerja dengan cara mengonversi citra menjadi sinyal elektronik yang ditransmisikan melalui silicon

    biochip fleksibel yang disematkan dekat retina mata. Microchip dengan daya elektronis dapat

    merangsang sel-sel penglihatan pada retina mata, kemudian meneruskan sinyal ke otak untuk

    diproses menjadi citra yang sesungguhnya seperti halnya pada mata normal.

    3. JULING

    a. Pengertian

    Anatomi indera penglihatan dikatakan normal jika bayangan sebuah benda yang dilihat oleh kedua

    mata diterima dengan ketajaman yang sama. Bayangan ini secara serentak lalu dikirim ke susunan

    saraf pusat untuk diolah menjadi sensasi penglihatan tunggal. Penglihatan tunggal ini bisa terjadi

    kalau kedua mata dapat mempertahankan daya koordinasi untuk menjadikan kedua bayangan suatu

    benda menjadi satu (fusi). Sebaliknya, fusi akan hilang bila daya penglihatan salah satu mata kurang

    atau tidak ada. Pada penderita mata juling atau strabismus, mata tidak mempunyai kesatuan titik

    pandang. Kedudukan sumbu kedua bola mata itu tidak searah. Akibatnya, dua mata akan melihat

    dua benda atau dua bayangan (diplopia). Jadi, mata juling / strabismus adalah efek penglihatan

    dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian.

    b. Penyebab

    Pada mata normal, bayangan yang diproyeksikan ke otak akan membentuk gambar tiga dimensi.Sementara pada mata juling - karena tidak mempunyai kesatuan titik pandang - bentuk tiga dimensi

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    33/37

    itu tidak didapat.

    Tidak jarang kita menjumpai mata yang terkesan juling. Tetapi kalau itu diperiksa, tidak terdapat

    tanda-tanda juling. Pakar kedokteran mata menyebut kesan ini sebagai pseudostrabismus / Juling

    palsu. Kasus ini banyak terjadi pada ras Mongol yang berhidung datar. Hal ini terjadi karena lipatan

    vertikal kulit pangkal hidung membuat sclera hidung tidak terlihat dengan jelas sehingga mata

    tampak juling ke atas. Ada lagi kasus lain yang disebut hipertelorisme. Pada kasus ini bola mata

    terdorong ke luar rongga orbita sehingga menimbulkan gambaran bola mata yang menyebar ke luar.

    Keadaan ini memberi kesan, mata tinggi sebelah. Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi

    salah satu penyebabnya. Untuk menggerakkan bola mata digunakan enam macam otot mata. Bila

    semua otot itu tak ngadat alias bekerja normal, kedua mata akan berfungsi secara seimbang.

    Normal-tidaknya otot mata tergantung pada tebal-tipis, panjang-pendek, dan berfungsi-tidaknya

    saraf-saraf mata. Maka, jika di antara otot atau saraf ini ada yang tidak normal, keadaan itu bisa

    menyebabkan seseorang menderita juling. Tidak sedikit pula kasus mata juling disebabkan oleh

    gangguan perbedaan ketajaman penglihatan yang sangat besar antara kedua mata. Misalnya, mata

    kiri -2 (minus dua), mata kanan -9 (minus sembilan) atau lebih. Perbedaan ukuran antara mata kiridan kanan yang masih bisa ditoleransi tidak boleh lebih dari 3. Mata juling bisa juga bisa dipicu oleh

    terjadinya kemunduran daya penglihatan yang dinamakan lazy eyes (mata malas), atau disebut juga

    ambliopia. Mata malas ini akibat satu mata mempunyai visus(ketajaman mata)rendah yang tidak

    dapat ditingkatkan lagi karena terlalu lama dibiarkan. Akibatnya, penglihatan didominasi oleh mata

    yang sehat saja. Mata juling bisa juga terjadi gara-gara munculnya tumor jinak atau pun ganas.

    Misalnya, akibat tumor otak, retinoblastoma (kanker mata), dan kanker yang sudah menyebar dan

    menekan saraf di bagian otak. Kondisi itu menyebabkan kelumpuhan otot-otot mata. Selain itu

    faktor bawaan (kongenital), trauma mata (tertusuk benda tajam atau tumpul), dan infeksi virus atau

    bakteri, infeksi toksoplasma yang ditularkan melalui kucing atau daging yang mengandung kuman

    toksoplasma tidak dimasak dengan baik juga merupakan faktor penyebab terjadinya mata juling.

    c. Gejala

    Penderita sering mengeluh matanya mudah lelah atau merasa penglihatannya berkurang pada satu

    mata, bila mata yang satu digunakan untuk melihat mata yang lain akan bergulir, akibat gangguan

    otot mata, terjadinya kemunduran daya penglihatan yang dinamakan lazy eyes (mata malas), atau

    disebut juga ambliopia. Bila melirik, perguliran bola mata tidak sampai ke ujung. Itu bisa karena

    terjadinya hambatan pada pergerakan bola mata sehingga mata tidak bisa bergerak ke segala arah

    dengan leluasa. Sering melihat sesuatu dengan posisi kepala miring ke kanan atau kiri, tengadah atau

    tertunduk.

    d. Terapi Pengobatan

    Terapi yang perlu dilakukan untuk menanggulangi kelainan mata juling adalah memulihkan kembali

    kesatuan titik pandang. Misalnya dengan menggunakan kaca mata. Usaha lain ialah dengan

    melakukan koreksi bedah refraktif untuk mengurangi kelainan rabun dengan menggunakan pisau

    bedah atau laser excimer. Selain itu juga dapat digunakan dengan cara menutup salah satu mata,

    sampai ototnya kembali normal. Mata yang ditutup, bisa yang sehat atau yang sakit. Dengan

    menutup mata yang sakit, diharapkan mendapatkan rangsangan dari mata sehat yang dipakai.

    Penderita juga diharapkan memeriksakan kondisi matanya ke dokter mata.

    4. RABUN

    a. PengertianKeadaan dimana mata tidak dapat melihat dengan jelas atau sempurna dalam jarak atau waktu

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    34/37

    tertentu.

    b. Penyebab

    Avitaminosis ( kekurangan vitamin A ), trauma pada daerah mata yang mengakibatkan disfungsi

    syaraf optikus.

    c. Gejala

    Tidak dapat melihat dengan jelas atau sempurna dalam jarak dan waktu tertentu.

    d. Terapi Pengobatan

    Salah satu terapi yang dapat digunakan untuk mengobati kelainan mata rabun yaitu dengan cara

    makan makanan yang bergizi dan banyak mengandung vitamin A, gunakan kaca mata yang dapat

    membantu daya penglihatan, dan dengan cara mengoperasi mata.

    B. TUNA RUNGU

    1. HEARING IMPAIRMENT

    a. PengertianHearing Impirment yaitu disfungsi indera pendengaran atau tidak dapat mendengar dengan baik /

    tuli.

    b. Penyebab

    Dugaan penyebab terjadinya hearing impairment yaitu karena cacat bawaan sejak lahir, trauma, dan

    infeksi virus atau bakteri.

    c. Gejala

    Gejala yang tampak pada penderita hearing imapirment diantaranya disfungsi indera pendengaran

    atau tidak dapat mendengar.

    d. Terapi Pengobatan

    Untuk mengobati penderita yang mengalami hearing impairment dapat dilakukan dngan cara

    mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mengandung banyak vitamin, menggunakan alat bantu

    pendengaran dan melakukan operasi.

    2. CONGEK

    a. Pengertian

    Congek yaitu keluarnya cairan berwarna putih kekuningan mirip ingus dari dalam telinga.

    b. Penyebab

    Pilek biasanya bisa menjadi awal mula masalah. Peradangan (apapun sebabnya, infeksi atau alergi) di

    hidung, bila menjalar sampai ke belakang, akan mencapai terowongan tadi. Terjadi proses di telinga

    tengah sebagai lanjutannya dan akhirnya menumpuklah cairan yang bisa mengandung kuman di

    telinga tengah tersebut. Cairan yang menumpuk dan tak bisa mengalir ini akan mendorong gendang

    telinga. Karena tekanan yang makin besar, akhirnya cairan tersebut menjebol gendang telinga, dan

    keluar dari liang telinga. Infeksi kronis telinga tengah ditandai dengan perforasi (lubang-lubang kecil)

    pada membran timpani dan keluarnya cairan terus-menerus atau hilang timbul. Cairan ini dapat

    berbentuk nanah, lendir kental atau encer. Penyebab lain juga bisa terjadi karena rusaknya gendang

    telinga, cedera kepala, tekanan darah tinggi, infeksi telinga, meningitis atau tumor, Ada pula

    beberapa macam kerusakan pendengaran yang bersifat turunan.

    c. GejalaTelinga mengeluarkan cairan berupa lendir disertai gatal gatal pada daerah telinga bagian

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    35/37

    tengah.Terganggunya fungsi pendengaran akibat cairan yang mongering sehimgga menutupi bagian

    lubang telinga.

    d. Terapi Pengobatan

    Upaya untuk menangani penderita yang mengalami congek dapat dilakukan dengan Cara menusuk

    gendang telinga dengan alat khusus, sehingga bila proses peradangan itu telah membaik, maka

    gendang telinga dapat pulih tertutup sebagai semula. Perbaikan untuk rongga telinga tengah yang

    meradang ada beberapa langkah. Liang telinga harus dibersihkan dulu dengan cairan tertentu agar

    bebas dari nanah atau cairan kotor yang menggenanginya. Kalau dokter tidak punya alat untuk

    mengisap cairan tersebut, dokter bisanya menyarankan untuk menggunakan larutan H2O2 3 persen.

    Hal ini dilakukan beberapa kali sehari selama 5 - 7 hari. Kadangkala juga ditambahkan obat yang

    harus ditelan untuk melegakan terowongan dan menurunkan panas.

    C. TUNA WICARA

    1. BISU

    a. Pengertian

    Bisu adalah gangguan dimana penderita tidak dapat atau tidak mampu berbicara / berkomunikasi.

    Bisu adalah ketidakmampuan seseorang untuk berbicara

    b. Penyebab

    Bisu bisa terjadi karena beberapa penyebab, diantaranya cacat bawaan, adapula yang terjadi karena

    kecelakaan, selain itu bisu juga disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan,

    pita suara, paru-paru, mulut, lidah dan lain - lain. Bisu umumnya diasosiasikan dengan tuli.

    c. Gejala

    Gejala yang tampak pada penderita yang bisu yaitu tidak dapat berbicara atau disfungsi verbal

    communication.

    d. Terapi Pengobatan

    Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan berkonsultasi dengan dokter ahli.

    2. GAGAP

    a. Pengertian

    Gagap adalah suatu gangguan bicara di mana aliran bicara terganggu tanpa disadari oleh

    pengulangan dan pemanjangan suara, suku kata, kata, atau frasa; serta jeda atau hambatan tak

    disadari yang mengakibatkan gagalnya produksi suara. Kegagapan merupakan sebuah gangguan

    bicara pada seseorang dimana dia mengetahui apa yang ingin dikatakan tetapi pada saat tersebut

    dia tidak dapat mengatakannya. Gagap memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah blocks atau

    tertahan terjadi ketika berhenti berbicara sebelum mengeluarkan suara atau ketika berbicara atau

    ketika mengucapkan sebuah kata, pengulangan terjadi ketika suara, silabel atau sebuah kata

    diucapkan berulang-ulang. Contohnya pengulangan pada suara (p-p-p-pulpen). Kemudian

    perpanjangan terjadi ketika memanjangkan suara pada saat di awal kata. contohnya: s>aya atau

    di dalam kata. Berhenti ketika berbicara terjadi ketika diam dan bicara yang tidak terkendali, jeda

    akan terjadi setelah kata-kata atau didalam kata-kata.

    b. Penyebab

    Kegagapan adalah dalam koordinasi pada bicara, bagaimanapun sebab yang sesungguhnya belumdiketahui. Walaupun penyebab utama gagap tidak diketahui, faktor genetik dan neurofisiologi

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    36/37

    diduga berperan atas timbulnya gangguan ini. Selain itu, kegagapan juga terjadi karena aliran udara,

    suara, dan otot yang terlibat ketika berbicara tiba-tiba berhenti berkerja sama dan menjadi terhenti.

    Penyebab lain disebabkan oleh psychogenic / berasal dalam pemikiran.

    c. Gejala

    Gejala yang tampak pada penderita gagap yaitu gangguan komunikasi verbal, berbicara terbata

    bata, sering mengulag kata saat berbicara, kesulitan saat akan berbicara, dan lain lain.

    d. Terapi Pengobatan

    Kegagapan pada umumnya terjadi pada anak anak dan pada umumnya dapat sembuh dengan

    sendirinya saat anak tersebut mulai beranjak dewasa. Namun ada beberapa upaya untuk mengobati

    orang yang mengidap gagap, diantaranya yaitu orang yang gagap diharapkan tenang dan tidak rusuh

    atau terburu buru saat akan berbicara.

    3. TELOR

    a. Pengertian

    Telor yaitu gangguan komunikasi berupa berbicara tidak sempurna.

    b. Penyebab

    Telor terjadi karena bawaan sejak lahir dan faktor psikologis.

    c. Gejala

    Gejala yang tampak pada penderita telor yaitu berbicara tidak sempurna.

    d. Terapi Pengobatan

    Terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati penderita telor yaitu dengan melatih komunikasi

    verbal dengan cara perlahan dan tenang atau tidak terburuburu.

    4. NASAL

    a. Pengertian

    Nasal adalah fonem yang direalisasikan melalui rongga hidung. Juga disebut sebagai bunyi sengau.

    Nasal merupakan gangguan pada nada suara dimana bada suara bicara tidak lepas dan tidak jelas.

    b. Penyebab

    Faktor penyebab nasal yaitu karena virus atau bakteri, pendarahan pada hidung, infeksi kronis pada

    hidung, seperti sinusitis atau rhinitis, yang dapat menyebabkan penyumbatan dan akhirnya

    pendarahan pembuluh darah kapiler. Dapat juga merupakan akibat menghirup bahan-bahan kimia

    yang menyebabkan iritasi pada mukosa nasal.

    c. Gejala

    Gejala yang tampak pada penderita nasal yaitu nada suara bicara tidak lepas dan tidak jelas.

    d. Terapi Pengobatan

    Terapi yang dapat dilakukan yaitu dengan mengajarkan pada penderita agar bernafas dengan benar ,

    bernafas dengan menarik nafas lewat hidung dan dikeluarkan dari mulut.

    BAB III

    PENUTUP

    A. KesimpulanPendidikan adalah suatu pembinaan/bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak

  • 7/31/2019 Pembelajaran Tuna Netra

    37/37

    (yang dianggap belum dewasa) untuk mencapai tingkat kedewasaan. Dalam pendidikan, terdapat

    anak berkelainan yang membutuhkan bimbingan khusus. Salah satu kelainan tersebut yaitu

    gangguan fungsi panca indera. Gangguan fungsi panca indera terdapat beberapa macam, yaitu tuna

    netra terdiri dari visual impairment, juling, rabun, katarak, dan glaukoma. Tuna rungu terdiri dari

    hearing impairment dan congek. Tuna wicara terdiri dari bisu, gagap, telor, dan nasal. Untuk

    memberikan pendidikan pada anak yang mengalami gangguan fungsi panca indera harus dilakukan

    dengan bimbingan