pembaruan pendidikan islam kh. a. wahid...

117
PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID HASYIM (Menteri Agama RI 1949-1952) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Oleh MULYANTI NIM: 106011000116 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H

Upload: doanduong

Post on 06-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM

KH. A. WAHID HASYIM (Menteri Agama RI 1949-1952)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Oleh

MULYANTI

NIM: 106011000116

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H

Page 2: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM

KH. A. WAHID HASYIM

(Menteri Agama RI 1949-1952)

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Oleh:

Mulyanti

NIM: 106011000116

Di Bawah Bimbingan:

Dr. H. Abd. Madjid Khon, M.Ag

NIP: 19580707 1987031005

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 3: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-078

UIN JAKARTA FORM (FR) Tgl. Terbit : 08 Juli 2010

FITK No. Revisi: : 002 Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mulyanti

Tempat/ Tgl. Lahir : Jakarta, 25 Mei 1989

NIM : 106011000116

Jurusan/ Prodi : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : “Pembaruan Pendidikan Islam KH. A. Wahid

Hasyim (Menteri Agama RI 1949-1952)”

Dosen Pembimbing : Dr. H. Abd. Madjid Khon, M. Ag

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya

sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 03 Maret 2011

Mahasiswa Ybs.

Materai 6000

Mulyanti

NIM 106011000116

Page 4: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19
Page 5: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

ii

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “Pembaruan Pendidikan Islam KH. A. Wahid Hasyim

(Menteri Agama RI 1949-1952)”, ditulis oleh Mulyanti (1060110000116) di bawah

bimbingan Dr. H. Abd. Madjid Khon, M.Ag. Skripsi ini mendeksripsikan mengenai

Pembaruan yang dilakukan KH. A. Wahid Hasyim dalam rangka memajukan

pendidikan Islam di Indonesia ketika menjabat sebagai Menteri Agama RI.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriftif dan

pendekatan historis, melalui kajian pustaka (kualitatif) yakni mencari data dari

berbagai buku-buku referensi dan wawancara.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui, mengidentifikasi dan

mengungkap usaha-usaha pembaruan yang dilakukan oleh KH. A. Wahid Hasyim

dalam pendidikan Islam pada masanya.

Hasil penelitian yang ditemukan terdapat banyak pembaruan yang dilakukan

KH. A. Wahid Hasyim dalam memajukan pendidikan agama Islam yang sampai

sekarang kita rasakan, seperti masuknya pelajaran agama di sekolah-sekolah umum,

masuknya pelajaran umum di Madrasah, mendirikan lembaga pendidikan keguruan;

Pendidikan Guru Agama (PGA) dan terlebih lagi terciptanya Perguruan Tinggi

Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian sekarang menjadi Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) dan kemudian sebagian berubah menjadi Universitas Islam

Negeri (UIN) yang banyak memberikan manfaat terhadap pembaruan pendidikan

Islam di Nusantara.

Page 6: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya.

Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini,

baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan

dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Disamping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Bapak Prof. Dr. H. Dede

Rosyada, M.A, serta para pembantu dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Bahrissalim, M.Ag, dan

Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Sapiudin Shidiq, M.Ag,

beserta seluruh staffnya.

3. Bapak Dr. H. Abd. Madjid Khon, M.Ag, yang telah meluangkan waktunya

untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu

dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan

dapat bermanfaat dikemudian hari.

5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan

dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yang

tercinta, Ayahanda H. Mursan Ubab dan Ibunda Hj. Ani Hasan serta kakak

dan adik penulis yang dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis

lupakan atas jasa-jasa mereka. Doa restu, nasihat dan petunjuk dari mereka

Page 7: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

iv

kiranya merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi

penulis hingga saat ini.

6. Keluarga Besar KH. A. Wahid Hasyim, terkhusus Bapak KH. Salahuddin

Wahid (Gus Sholah) yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk

mendapatkan informasi mengenai biografi dan pemikiran dari KH. A. Wahid

Hasyim yang mendukung penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak pimpinan beserta para staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan

kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian

skripsi ini.

8. Kawan-kawanku Mahasiswa UIN khususnya kawan-kawan seperjuangan

Jurusan Pendidikan Agama Islam 2006 Kelas C dan peminatan Sejarah, Jaka

Lelana, Ephee, Fuzie, Hasmidar, Yunie, Lesti, Ida Afandi, beserta kawan-

kawan jejaring sosial (Facebook, Twitter, Yahoo), yang selalu memberikan

support kepada penulis.

9. Seseorang terdekat dan terkasih, suami dari penulis: Muhammad Arif, yang

selalu mendukung penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala

dari rahmat Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbal a’lamin.

Jakarta, 03 Maret 2011

Mulyanti

Page 8: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

v

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Permasalahan ................................................................................... 6

1. Identifikasi Masalah ................................................................. 6

2. Pembatasan Masalah ................................................................ 6

3. Perumusan masalah .................................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 7

D. Metodologi Penelitian ...................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembaruan

1. Pengertian Pembaruan ............................................................ 10

2. Pengertian Kaum Pembaru ..................................................... 13

3. Peran Kaum Pembaru ............................................................. 17

4. Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia

Abad 20 .................................................................................. 19

5. Faktor-faktor Pendukung Pembaruan Pendidikan Islam di

Indonesia Abad 20 .................................................................. 24

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam .................................................. 25

2. Tujuan pendidikan Islam ........................................................ 27

3. Fungsi Pendidikan Islam ........................................................ 32

Page 9: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

vi

BAB III BIOGRAFI KH. A. WAHID HASYIM

A. Latar Belakang Keluarga ............................................................... 35

B. Pendidikan Wahid Hasyim ............................................................ 37

C. Ciri Fisik dan Kepribadian Wahid Hasyim .................................... 40

D. Aktivitas Sosial dan Politik Wahid Hasyim .................................. 43

E. Pemikiran KH. A. Wahid Hasyim.................................................. 47

1. Bidang Agama ......................................................................... 47

2. Bidang Sosial ........................................................................... 49

3. Bidang Pendidikan................................................................... 51

4. Bidang Politik .......................................................................... 58

BAB IV PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID HASYIM

A. Pembaruan Pendidikan Islam

1. Mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri ............... 62

2. Memasukkan Pendidikan Agama di Sekolah Umum .............. 73

3. Pendidikan Guru Agama ......................................................... 78

B. Respon Terhadap Pembaruan Pendidikan Islam KH. A. Wahid

Hasyim ........................................................................................... 83

1. Pemikiran Pendidikan Islam .................................................... 83

2. Respon Masyarakat ................................................................. 91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 93

B. Saran ............................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 96

LAMPIRAN

Page 10: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

vii

Daftar Tabel

Tabel 1 Jumlah IAIN se-Indonesia .......................................................................................... 71

Page 11: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam senantiasa menjadi sebuah kajian yang menarik bukan

hanya karena memiliki kekhasan tersendiri, namun juga karena kaya akan

konsep-konsep yang tidak kalah bermutu dibandingkan dengan pendidikan

modern. Dalam lingkup pemikiran pendidikan Islam, kita temukan tokoh-

tokoh besar dengan ide-idenya yang cerdas dan kreatif yang menjadi inspirasi

dan kontribusi yang besar bagi dinamika pendidikan Islam di Indonesia.

Salah satu peran ulama sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah

posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan

kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan

oleh mereka baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu

adalah lembaga yang ikut mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa

yang maju dan berpendidikan. Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu

pengetahuan, khususnya Islam lewat karya-karya yang telah ditulis atau

melalui jalur dakwah mereka.

Umat Islam sebagai mayoritas bangsa Indonesia merupakan hal penting

dalam pembangunan Indonesia. Peningkatan taraf hidup umat Islam

merupakan upaya meningkatan sebagian besar taraf hidup bangsa Indonesia.

Dengan demikian, potensi umat Islam dalam mendukung pembangunan

Page 12: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

2

bangsa Indonesia sangat besar sekali. Begitu pula dengan dunia pendidikan

dan pengetahuan, pendidikan Islam merupakan sumber dasar yang tidak kecil

artinya bagi pendidikan Nasional. Itu berarti bahwa pendidikan Islam di

Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pendidikan Nasional.1

Demikian dalam kaitan pembangunan bangsa, pendidikan agama pada

hakikatnya merupakan bangunan dasar dari moral bangsa. Ketentraman hidup

sehari-hari di dalam masyarakat tidak hanya semata-mata ditentukan oleh

ketentuan hukum semata, tetapi juga dan terutama didasarkan atas ikatan

moral nilai-nilai kesusilaan serta sopan santun yang didukung dan dihayati

bersama oleh seluruh masyarakat.

Peranan agama menjadi demikian penting bagi tata kehidupan pribadi

maupun masyarakat (kelompok), maka dalam rangka pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya haruslah bertumpu di atas landasan keagamaan yang

kokoh. Jalan untuk mewujudkannya tidak bisa dengan jalan lain kecuali

hanyalah dengan menempatkan pendidikan agama sebagai faktor dasar yang

paling penting.2

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan telah

membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Agar

mampu berperan di masa yang akan datang maka diperlukannya peningkatan

kualitas sumber daya manusianya.

Dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, pendidikan

memegang peran yang sangat penting. Salah satu peran penting pendidikan

adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

perubahan zaman agar tidak terjadi kesenjangan antara realitas dan idealitas.

Berkenaan dengan hal tersebut umat Islam telah mengenal berbagai jenis

macam ilmu pengetahuan baik itu ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu

umum. Dan Islam pada hakikatnya tidak mengenal diskriminasi atau sikap

membeda-bedakan di dalam segala hal juga dalam lapangan ilmu

pengetahuan.

1 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1997), h. 183

2 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Visi, Misi dan

Aksi), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 102

Page 13: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

3

Pada masa kolonial sesuai dengan misi kolonialisme, pendidikan Islam

dianaktirikan. Pendidikan Islam dikategorikan sebagai sekolah liar. Bahkan,

pemerintah kolonial telah melahirkan peraturan-peraturan yang membatasi

bahkan mematikan sekolah-sekolah partikelir dengan mengeluarkan peraturan

yang terkenal wilde schoolen ordonantie pada tahun 1933. Berbeda ketika

masa penjajahan Jepang. Dunia pendidikan secara umum (tidak hanya

pendidikan Islam) terbengkalai, karena murid-murid sekolah tiap hari hanya

diperintahkan gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti paksa (romusha),

bernyanyi dan lain sebagainya. Hal ini diperuntukkan agar kekuatan umat

Islam dan Nasionalis dapat dibina untuk kepentingan perang Asia Timur

Raya yang dipimpin oleh Jepang. Namun yang masih agak beruntung adalah

madrasah-madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren yang

bebas dari pengawasan langsung pemerintah Jepang. Pendidikan pondok

pesantren masih dapat berjalan agak wajar.3

Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah dan pondok pesantren

sudah ada sejak agama Islam berkembang di Indonesia. Madrasah itu tumbuh

dan berkembang dari bawah, dalam arti masyarakat (umat) yang didasari oleh

rasa tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran Islam kepada generasi

penerus. Oleh karena itu, madrasah dan pondok pesantren pada waktu itu

lebih ditekankan pada pendalaman ilmu-ilmu Islam.4 Dengan melihat sikap

bangsa Indonesia tersebut, menjadikan bangsa ini memiliki rendahnya

kualitas sumber daya manusia di kalangan umat Islam di masa itu.

Bangsa Indonesia di masa awal kemerdekaan kerap kali masih

mengambil sikap bahwa pendidikan anak-anak mereka harus ditujukan pada

maksud untuk menjadikan mereka itu “ahli-ahli agama”. Akibatnya,

kurangnya kesediaan anak-anak itu setelah menjadi dewasa, untuk ikut

berlomba-lomba dalam perjuangan hidup yang bersifat modern. Dan harus

dipahami bahwa Indonesia yang pada saat itu sedang membangun

3 Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidkan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet.IX, h.

152 4 Djamaliddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka

Setia, Februari, 1998), h. 23.

Page 14: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

4

membutuhkan tidak hanya ilmu agama, tapi juga ilmu-ilmu pengetahuan

umum lainnya. Juga sebaliknya, pembangunan yang sedang berlangsung juga

membutuhkan agama agar terhindar dari dekadensi moral.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah ada di masa sebelumnya

sampai pada saat itu di biarkan hidup meskipun dalam keadaan yang sangat

sederhana dan hidup apa adanya. Kalaupun pada masa itu ada perhatian,

hanyalah sebatas dorongan moral seperti pada:

a. Maklumat BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) 22

Desember 1945 No. 15 Berita RI tahun No. 4 dan No. 5 halaman 20

kolom 1 (agar pendidikan di langgar-langgar dan madrasah berjalan terus

dan diperpesat).

b. Keputusan BPKNIP 27 Desember 1945 (agar madrasah mendapat

perhatian dan bantIan dari pemerintah).

c. Laporan Panitia Penyelidik Pengajaran RI tanggal 2 Mei 1946

(Pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah dipandang

perlu untuk dipertinggi dan dimodernisasi serta diberi bantuan berupa

biaya sesuai dengan keputusan BPKNIP.5

Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada baru hanya sebatas

madrasah dan pondok pesantren. Umat Islam belum memiliki sekolah yang

mengajarkan dan memelihara pendidikan agama Islam dengan dasar

pengetahuan setingkat universitas yang nantinya akan melahirkan sarjana

yang menguasai dua lapangan ilmu sekaligus yaitu ilmu agama dan ilmu

pengetahuan umum. Sementara, kelompok minoritas (non-muslim) sudah

mempunyainya, dalam bentuk sekolah-sekolah tinggi pada masa itu.6

Selanjutnya pendidikan Islam mengalami modernisasi lanjutan dimana

sebelumnya sudah banyak madarasah dan pondok pesantren di Indonesia

yang didirikan para tokoh pembaru pendidikan Islam sebelum kemerdekaan

untuk selanjutnya dihadirkannya setelah lima bulan Indonesia merdeka

tepatnya pada tanggal 3 Januari 1946 dengan berdirinya Departemen Agama.

Walau pada masa itu dipandang motivasi pendiriannya bernuansa politis, tapi

lembaga ini menjadi salah satu pelaku pembaruan pendidikan Islam yang

5 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah…, h. 22.

6 Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; Mengapa Memilih NU? Konsepsi

tentang Agama, Pendidikan, dan Politik, (Jakarta: Inti Sarana Aksara, 1985), h. 90.

Page 15: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

5

paling penting. Karena salah satu bidang garapan Departemen Agama adalah

bidang pendidikan Islam.

Pembinaan pendidikan Agama tersebut yang secara formal institusional

di percayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan,

Pengajaran dan Kebudayan oleh karena itu dikeluarkanlah berbagai peraturan

bersama berupa kebijakan antar kedua departemen tersebut untuk mengelola

pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.7

Selanjutnya, peranan Departemen Agama menjadi sangat penting dalam

melakukan pembaruan di bidang pendidikan Islam berkaitan dengan

kekurangan-kekurangan di masa itu karena pembangunan bangsa, pendidikan

agama pada hakikatnya merupakan bangunan dasar dari moral bangsa. Untuk

kemudian muncul berbagai kebijakan-kebijakan baru sebagai pembaruan dari

pendidikan Agama Islam yang dilakukan oleh Departemen Agama.

Kemudian hadir KH. A. Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama RI yang

menjabat pada tahun 1949-1952 untuk melakukan pembaruan di bidang

pendidikan agama Islam sebagai salah satu bidang garapan Departemen

Agama.

Semenjak KH. A. Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama,

pendirian madrasah di pesantren-pesantren (sebagai simbol dari pendidikan

Islam) semakin menemukan momentumnya.8

Kemudian atas dasar kesimpatikan penulis terhadap KH. A. Wahid

Hasyim dan rasa ingin tahu yang mendalam tentang pembaruan yang

dilakukannya dalam bidang pendidikan Islam di Indonesia maka penulis

bermaksud untuk menulisnya dalam bentuk skripsi yang berjudul:

PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A.WAHID HASYIM (Menteri

Agama RI 1949-1952).

7 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Lintasan Sejarah Pertumbuhan

dan Perkembangan), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Maret, 1999), h.76-77. 8 Hanun, Sejarah…, h. 189

Page 16: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

6

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

diidentifikasi masalah diantaranya yaitu:

a. Pendidikan agama sebagai faktor dasar yang paling penting dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

b. Banyaknya kebijakan-kebijakan dari kolonial Belanda dan Jepang yang

pada saat itu yang sangat merugikan pendidikan Islam.

c. Pendidikan Islam pada masa awal kemerdekaan (Orde Lama) kurang

mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal madrasah dan pondok

pesantren sebagai cermin dari pendidikan Islam sudah banyak terdapat di

Indonesia.

d. Pendidikan Islam di masa itu diyakini hanya mampu melahirkan generasi

yang hanya mampu di bidang agama saja dan tidak mampu melahirkan

generasi yang mampu di bidang agama dan umum.

e. Pentingnya peran Departemen Agama pada masa itu secara maksimal

dalam membangun kembali pendidikan Islam menjadi lebih baik lagi.

2. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas maka penulis merasa perlu membatasi

pembahasan pada tiga permasalahan yaitu:

Pembaruan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah upaya untuk

melakukan perubahan dengan pembaruan dalam pendidikan Islam ke arah

yang lebih berkualitas sesuai dengan tuntunan zaman dengan tetap

berpedoman pada asas-asas keislaman.

Pendidikan Islam yang dimaksud dalam skripsi ini adalah pendidikan

Islam yang ditangani oleh Departemen Agama meliputi berdirinya Perguruan

Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), Kurikulum/Pengajaran Agama di

sekolah-sekolah umum, dan Pendidikan Guru Agama (PGA).

Pembaruan Pendidikan Islam yang dilakukan KH. A. Wahid Hasyim

selama menjabat Menteri Agama RI Tahun 1949-1952.

Page 17: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

7

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut : Bagaimana pembaruan pendidikan Islam KH. A.

Wahid Hasyim dalam pendidikan Islam di Indonesia ketika menjabat sebagai

Menteri Agama 1949-1952?

C. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menngungkap usaha-

usaha pembaruan yang dilakukan oleh KH. A. Wahid Hasyim dalam

pendidikan Islam di Indonesia pada masanya.

Manfaat yang diambil dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menambahkan pembendaharaan

kepustakaan bagi UIN Jakarta, khususnya mengenai kontribusi KH. A.

Wahid Hasyim dalam pembaruan pendidikan Islam.

2. Secara pragmatis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bagi generasi

muda Indonesia dalam melanjutkan cita-cita KH. A. Wahid Hasyim.

3. Menumbuhkan semangat berusaha untuk lebih memajukan pendidikan

Islam.

D. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deksriptif

yaitu penenlitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan

sejelas mungkin tanpa ada perlakuan dari obyek yang diteliti.9 Dan untuk

mengkaji riwayat hidup atau biografi Wahid Hasyim serta aktifitas-

aktifitasnya yang berkaitan dengan pendidikan, peneliti menggunakan

pendekatan historis.10

9 Kountur Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,

2003), h.105 10

M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia,

2005), cet. 2, h. 88

Page 18: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

8

Dengan metode di atas penulis akan menggambarkan mengenai gagasan

pemikiran KH. A.Wahid Hasyim dalam pembaruan pendidikan Islam di

Indonesia.

1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data akurat dalam penulisan ini, penulis

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data:

a. Studi Dokumentasi

Menginventaris hasil pemikiran KH. A.Wahid Hasyim yang tertuang

dalam karya pemikirannya maupun dalam literatur lain yang berkaitan

dengan masalah penelitian.

b. Wawancara

Yaitu melakukan dialog atau tanya jawab secara lisan dengan dua

orang atau lebih dengan bertatapan muka secara langsung informasi-

informasi atau keterangan.11

Hal ini dilakukan untuk memperoleh

informasi objektif dari yang diwawancarai. Wawancara dilakukan

kepada bagian dari keluarga KH. A. Wahid Hasyim yaitu Salahuddin

Wahid (anak ketiga dari Wahid Hasyim).

2. Teknik Pengolahan Data

Setelah melalui tahap pengumpulan data, selanjutnya dilakukan

pengolahan data, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk

menganalisa permasalahan yang akan diteliti. Langkah-langkah pengolahan

data melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Data

Data yang terkumpul diperiksa kembali apakah masih terdapat

kekurangan atau ada yang tidak cocok dengan masalah penelitian.

b. Klasifikasi Data

Klasifikasi data dilakukan dengan cara mengelompokkan data sesuai

dengan pokok bahasan agar mempermudah dalam menganalisa.

11

S. Nasution, Metode Research, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-8, h. 113

Page 19: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

9

c. Penyusunan Data

Penyusunan data dilakukan dengan cara menyusun dan menempatkan

data pada setiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan

permasalahan.

3. Teknik Analisa Data

Teknik analisisnya menggunakan Content Analisys yaitu menarik

kesimpulan dalam usaha menemukan karakteristik pesan yang dilakukan

secara objektif dan sistematis.

Seluruh data akan dibahas dan dianalisis secara analisa kualitatif dengan

melalui proses:

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan

terperinci. Laporan yang disusun kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-

hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicarikan temanya.

b. Display Data

Data yang telah diperoleh diklasifikasikan menurut pokok permasalahan

dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk

melihat hubungan suatu data dengan data yang lainnya.

c. Mengambil Kesimpulan/Verifikasi

Peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah diproses

melalui reduksi dan display data. 12

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

merujuk pada “Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”.

Sedangkan kutipan ayat-ayat suci al-Qur’an dan terjemahnya, berasal dari

terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2010.

12

S. Nasution, Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1988),

h. 129-130

Page 20: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembaruan

1. Pengertian Pembaruan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembaruan berasal dari kata

“Baru” yang artinya proses, cara, perbuatan membarui, dan proses

mengembangkan kebudayaan terutama di lapangan teknologi dan ekonomi.1

Sedangkan kata modern diartikan sebagai terbaru, mutakhir, sikap dan cara

berpikir serta cara bertidak sesuai dengan tuntutan zaman.2

Dalam bahasa Arab, yang memiliki kesepadanan makna dengan kata

pembaruan adalah tajdîd ( ديدجت ), maknanya antara lain: renewal, innovation,

reorganization, reform, dan modernization.3 Kata tersebut berasal dari kata

kerja ( اديدجت دجي د - د دج - )4 yang berarti to renew, to modernize

5, yaitu

memperbarui atau memodernkan. Tajdîd bisa juga diartikan sebagai islah

(memperbaiki) dan reformasi (menyusun kembali) sehingga gerakan

pembaruan disebut pula gerakan tajdîd, gerakan islah, maupun gerakan

reformasi.

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. II, h. 109 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…, h.751

3 J. Milten Cowan (ed.) Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (New

York: t.t, 1971), h.114 4 Ibrahim Anis, al-Mu‟jam al-Wasit, Juz I, (Kairo: t.t, 1972), h. 109

5 Noah Webster, Webster‟s New Twentieth Century Dictionary of English Language,

(The United States of America: William Collin Publisher, INC, 1980), h. 186

Page 21: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

11

Istilah pembaruan atau tajdîd dalam sebuah hadis:

ا سليواى اتي داود الوهزي اخثزا اتي وهة اخثزي سعيد اتي ايىب عي شزاحيل حدث

اتي يزيد هعافزي عي اتي علقوح عي اتى هزيزج فيوا اعلن عي رسىل اهلل ص.م قال:اى

األ 6هاعلى رأس كل ها ئح سح هي يجدد لها دي وحاهلل يثعث لهذ

“Telah menceritakan kepada kami Sulaimân ibn Dâwud al-Mahriyyu

telah mengabarkan kepada kami ibn Wahb telah mengabarkan kepadaku

Sa‟îd ibn Abî Ayyûb dari Syarâhîl ibn Yazîd al-Mu‟âfiriyi dari „Alqamah

dari Abî Hurairah, sejauh yang aku tahu, dari Rasulullah SAW

bersabda: Sesungguhnya Allah akan membengkitkan untuk umat ini pada

setiap seratus tahun orang-orang yang akan memperbarui agamanya.”

(hadis riwayat Abû Dâwud).

Sedangkan menurut Harun Nasution, pembaruan atau modernisasi dalam

masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk

mengubah paham-paham, adat istiadat, isntitusi-institusi lama dan

sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh

perubahan dan keadaan, terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi modern.7

Selanjutnya kata modern erat kaitannya dengan kata modernisasi yang

berarti pembaruan atau tajdîd dalam bahasa Arabnya (jadi lebih pada

prosesnya). Menurut Harun Nasution, modernisme dalam Islam lebih

digunakan kata pembaruan dalam arti memperbarui hal-hal lama yang

dianggap menyeleweng dari yang sebenarnya. Hal ini disebabkan istilah

modernism sendiri dianggap mengandung arti negatif disamping arti

positifnya. Yang dimaksud Harun Nasution dalam arti negatif di sini ialah

kecenderungan adanya konotasi Barat yang ada pada kata itu, karena dapat

6 Abû Dâwud Sulaimân ibn al-Asy‟ats al-Sijistânî, Sunan Abû Dâwud, hadis no. 4291,

(Beirut: Dâr ibn Hazm, 1988), h. 647 7 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1991), Cet. Ke-10, h.11

Page 22: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

12

muncul kesan bahwa gerakan modernisme diilhami dari modernism yang

tumbuh di Barat.8

Sedangkan, menurut Arkoun, istilah modernitas berasal dari bahasa latin,

yaitu “modernus”. Kata ini pertama kali dipakai di dunia Kristen pada masa

antara tahun 490 dan 500 yang menunjukkan perpindahan dari masa Romawi

lama ke periode Masehi. Modernitas masa klasik Eropa sendiri telah berjalan

abad ke-16 hingga tahun 1950-an. Begitupun menurut ahli sejarah kenamaan,

Arnold Toynbee, mengatakan bahwa modernitas telah mulai menjelang akhir

abad ke-15 Masehi.9

Bila dilihat dari beberapa pendapat di atas, memang pembaruan identik

dengan modernisasi dan reformasi. Dari semua itu, tergantung muatan yang

diberikan masing-masing pakar. Namun yang terpenting kandungan yang

tersirat dari simbol tersebut, selalu mengandung aplikasi ke arah perbaikan.

M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa di dalam pembaruan terdapat

syarat pokok tertentu. Permbaruan dapat terlaksana akibat pemahaman dan

penghayatan nilai-nilai al-Qur‟an, serta kemampuan memanfaatkan dan

menyesuaikan diri dengan hukum-hukum sejarah (lihat: Q.S. 33:62 ; 35:43).

Dari ayat-ayat al-Qur‟an tersebut dipahami bahwa pembaruan baru dapat

terlaksana bila dipenuhi dua syarat pokok: (a) adanya nilai atau ide; dan (b)

adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut.10

Jika dilihat dari beberapa definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa pembaruan adalah suatu proses perubahan ke arah perbaikan dalam

rangka memperbaiki tatanan atau sistem lama yang dianggap tidak relevan

lagi baik berupa fisik maupun mentalitasnya, agar dapat disesuaikan dengan

perkembangan zaman sekarang ini.

Kaitannya dengan pengertian pembaruan pendidikan Islam dalam skripsi

ini berarti upaya untuk melakukan perubahan dengan pembaruan dalam

8 Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2002), Cet. I, h. 350 9 Suadi Putro, Mohammed Arkoun Tentang Islam dan Modernitas, (Jakarta:

Paramadina, 1998), Cet. I, h. 43 10

M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), Cet.II, h. 245-246

Page 23: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

13

pendidikan Islam ke arah yang lebih berkualitas sesuai dengan tuntunan

zaman dengan tetap berpedoman pada al-Qur‟an dan Sunnah.

2. Pengertian Kaum Pembaru

Berbicara tentang pembaruan tidak akan terlepas dari orang yang

melakukan pembaruan itu sendiri. Pembaru adalah sebutan bagi orang yang

melakukan pembaruan.

Seorang pembaru, menurut Abdul Hakim bin Amir Abdat, haruslah

seorang yang berilmu dan memahami betul ilmu agama secara zahir maupun

batin. Selain itu, dia juga harus senantiasa menghidupkan dan mengajak umat

kepada al-Quran dan sunnah. Dan dalam amaliyahnya bersih dari syirik dan

bid‟ah.11

Dr. Mochtar Pobotinggi merumuskan bahwa kaum pembaru adalah

anggota masyarakat yang lebih mampu menyatakan perasaan dalam ucapan

yang jelas (bijak).12

Sementara itu, Dr. Taufik Abdullah menyatakan bahwa

kaum pembaru bukanlah kedudukan yang diangkat, dan juga bukan

berdasarkan pilihan orang banyak. Pembaru adalah bagaimana seseorang

yang mau menghubungkan dirinya dengan cita-cita dan nilai. Karenanya

pembaru pemikiran itu dibimbing oleh suatu misi tertentu. Seseorang kaum

modernis dituntut untuk dapat menganalisis permasalahan masyarakat secara

jujur dan objektif, apa adanya tanpa dipengaruhi oleh hal-hal lain. Penilaian

yang jujur dan objektif itu diharapkan akan lahir analisis-analisis yang

bermanfaat bagi masyarakat.13

Istilah kaum pembaru atau kaum modernis sebagaimana diungkapkan

dalam Al-Qur‟an surat Ali Imran:

11

Abdul Hakim bin Amir Abdat, al-Masâil; Masalah-masalah Agama, vol.2, (Jakarta:

Darul Qalam, 2001), h. 171 12

Mochtar Pobotinggi, Kaum Intelektual Pemimpin dan Aliran-aliran Idiologi di

Indonesia sebelum Revolusi dalam Peristiwa, (Jakarta: LP3ES, 1992), h. 40 13

Taufik Abdullah, Misi Intelektual, dalam Panji Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Nurul

Islam, 1981), h. 13

Page 24: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

14

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian

malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang

yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri,

duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang

penciptaan langit dan bumi (serayal berkata), “Ya Tuhan Kami, tidaklah

Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau. Maka

lindungilah kami dari azab neraka” (Q.S. Ali Imran: 190-191).14

Kata ( ابأللبا ) al-Albâb adalah bentuk jamak dari (لب) lub yaitu “saripati”

sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang

dinamai lub. Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni,

yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut idea yang dapat melahirkan

kerancuan dalam berpikir. Orang yang merenungkan tentang fenomena alam

raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan

kekuasaan Allah swt.15

Di dalam al-Qur‟an masih banyak ayat yang

memanggil daya observasi ulil albab, supaya memperhatikan apa yang terjadi

dalam lingkungannya, dari lingkungan yang dekat, sampai pada lingkungan

yang luas di ruang angkasa.

Dan salah satu ayat al-Qur‟an lainnya yang menyangkut pembaruan yang

dilakukan dengan perubahan dan pelakunya adalah yang dirumuskan dalam

firman Allah: … sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum

(masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada pada

diri mereka (sikap mental mereka)… (Q.S. 13:11).

14

Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan

Penyelengara Penterjemah/Pentafsir al-Qur‟an, 2010), h. 96 15

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an,

(Ciputat: Lentera Hati, 2000), Cet.I, Jilid 2, h.291

Page 25: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

15

Ayat ini berbicara tentang dua macam perubahan dalam pembaruan

dengan dua pelaku. Pertama, perubahan masyarakat yang pelakunya adalah

Allah swt. dan kedua, perubahan keadaan diri manusia yang pelakunya

adalah manusia. Perubahan yang dilakukan Allah terjadi secara pasti melalui

hukum-hukum masyarakat yang diterapkannya. Hukum-hukum tersebut tidak

memilih atau membedakan antara satu masyarakat atau kelompok lain.16

Menurut Ziadudin Sardar bahwa yang dimaksud dengan kaum pembaru

adalah golongan Muslim berpendidikan yang memiliki kelebihan istimewa

menyangkut nilai-nilai budaya dan karenanya dapat dijadikan pemimpin.

Orang-orang yang berependidikan saja tidak dengan sendirinya dapat disebut

pembaru, sebab mereka sering tidak begitu tahu tentang hal-hal lain di luar

masalah teknik mesin, akuntansi dan obat-obatan. Cara pemikiran yang

menandai pada pembaru itu bukanlah cabang ilmu atau teologi melainkan

ideologi. Suatu ideologi mengungkapkan pandangan dunia serta nilai-nilai

budaya mereka. Pembaru adalah golongan masyarakat pendidikan yang

pegangannya atas ideologi Islam tak diragukan lagi. Individu semacam itu

sulit untuk dicari.17

Ahmad Watik Praktiknya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

pembaru adalah orang-orang yang karena pendidikannya, baik formal

maupun informal, mempunyai perilaku cendekiawan. Kecendekiawanan

tersebut tercemin dan merespons lingkungan hidupnya dengan sifat kritis,

kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab, karena sikap

kecendekiawanan itu. Ia mempunyai wawasan yang tidak dibatasi oleh ruang

dan waktu. Belum tentu seorang yang ilmuwan atau akademikus adalah

seorang cendekiawan atau pembaru pemikiran. Selain itu, kategori

cendekiawan atau pembaru dapat pula dimasukkan budayawan, seniman,

ulama atau siapa pun yang mempunyai perilaku cendekiawan di atas.

Cendekiawan Muslim, secara tentatif dan sederhana dapat dilukiskan sebagai

Muslim yang mempunyai kualitas perilaku pembaru pemikiran seperti

16

M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur‟an…, h. 246 17

Ziaudin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21 Menjelang Informasi, (Bandung:

Mizan, 1996), h. 88

Page 26: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

16

tersebut di atas, bermain dan senantiasa Committed pada Dienul Islam sebagai

pandangan hidupnya. Ulil albâb yang diungkapkan oleh al-Qur‟an merupakan

gambaran yang paling tepat untuk melukiskan sifat-sifat cendekiawan

Muslim.18

Berdasarkan ungkapan Praktiknya di atas, setiap orang dapat

dikategorikan sebagai pembaru dengan tidak dibatasi jenjang pendidikan

formal, asal mereka mempunyai pandangan dan wawasan luas, yang

diekspresikan sewaktu melihat, menafsirkan, dan merespons berbagai

masalah kehidupan disekitarnya. Kemampuan tersebut lebih berarti bagi

kehidupan di sekitarnya, apabila mereka memiliki sifat kritis, kreatif, objektif,

analitis dan penuh tanggung jawab atas segala aktifitas yang dilakukan. Sifat-

sifat yang dimiliki tersebut tidak hanya diperuntukkan pada masalah sosial,

melainkan juga pada masalah agama. Mereka mampu menafsirkan ayat-ayat

Allah dengan berusaha mengaplikasikan dalam berbagai sektor kehidupan.

Di samping itu para pembaru harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:19

a. Pikiran yang jernih

b. Wawasan yang luas

c. Sikap yang konsisten

d. Kemampuan menganalisa hal-hal mana yang melampaui batas dan yang

akan mengantarkan kepada tujuan

e. Mampu memelihara keseimbangan

f. Memiliki kekuatan berpikir

g. Berani dan pantang mundur dalam menghadapi tantangan zaman

h. Memiliki kemampuan memimpin

i. Memiliki kemampuan berijtihad

j. Memiliki kemampuan untuk membagun dan membina masyarakat

k. Dapat membedakan ajaran Islam dan ajaran jahiliyah

l. Seorang Muslim yang rnemiliki keimanam, pandangan, pemahaman, dan

perasaan yang benar tentang Islam.

Selain itu, menurut Imam al-Suyûtî, sebagaimana dikutip oleh Syamsu

al-Haq, bahwa seorang pembaru adalah orang yang hidup di tengah berbagai

18

Amin Rais, Islam di Indonesia Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, (Jakarta: CV.Rajawali,

1989), h. 3-4 19

Abul A‟la Maududi, Mujaz Tarikh Tajdid al-Din wa Ihyaihi, terjemahan H.D.

Kahmad dan Afif Mohammad, (Bandung: Pustaka, 1984), h. 43

Page 27: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

17

golongan. Dirinya dikenal karena ilmu yang dimilikinya, dan senantiasa

menolong sunnah melalui ucapannya.20

Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa yang dimaksudkan dengan

kaum pembaru adalah seorang Muslim yang karena pendidikannya, baik

melalui jalur pendidikan formal maupun non-formal, mempunyai kedalaman

berbagai disiplin keilmuan, keluasan pandangan yang disertai kebijakan dan

keadilan, sehingga bisa bergerak dalam multidimensi aktivitas kehidupan

masyarakat; tidak terbenam dan terbawa arus perubahan, kemajuan dan

perkembangan zaman. Namun, mengarahkan perubahan masyarakat dengan

mengubah pola pikir masyarakat dari tradisi berpikir konvensional yang jauh

tertinggal dari kemajuan zaman dengan pola pikir yang berorientasi kepada

kemajuan mengikuti perkembangan zaman yang berdasarkan nilai-nilai

Islam.

3. Peran Kaum Pembaru

Istilah "peran" kerap diucapkan banyak orang. Sering kita mendengar

kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Atau "peran"

dikaitkan dengan "apa yang dimainkan" oleh seorang aktor dalam suatu

drama. Mungkin tak banyak orang tahu, bahwa kata "peran", atau role dalam

bahasa Inggrisnya, memang diambil dari kata dramaturgy atau seni teater.

Dalam seni teater seorang aktor diberi peran yang harus dimainkan sesuai

dengan plot-nya, dengan alur ceritanya, dengan lakonnya.

Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti

pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat

tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di

masyarakat.21

20

Abî al-Tayyib Muhammad Syamsu al-Haq, „Aunu al-Ma‟bûd Syarhu Sunan Abî

Dâwud, vol. II, (Madinah al-Munawarah: Maktabat al-Salafiyah, 1969), h. 386 21

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…, h.854

Page 28: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

18

Dalam bahasa Inggris kata “peran” atau “role” di dalam kamus oxford

dictionary diartikan : Actor‟s part; one‟s task or function. Yang berarti aktor;

tugas seseorang atau fungsi.22

Jadi, peran adalah hal-hal yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki

posisi penting dalam masyarakat untuk tercapainya suatu tujuan.

Menurut Imam Bawani dan Isa Anshari ada tiga peran yang bisa

dilakukan oleh pembaru, pertama, melalui “kaderisasi”, kedua, melalui “kerja

kemanusiaan,” dan ketiga, melalui “konsepsi keilmuan”. Ketiga peran

tersebut dilandasi dan dinapasi oleh prinsip-prinsip ajaran Islam. Lebih lanjut

Imam Bawani dan Isa Anshari mengatakan bahwa “peran pertama,

merupakan upaya pembaru pemikiran untuk mencetak kader-kader umat yang

mampu berbuat bagi kepentingan Islam dalam kehidupan di masa mendatang,

dan peran ini berkaitan dengan “pendidikan”. Untuk berhasilnya kaderisasi

tersebut diperlukan penggarapan yang serius, perencanaan yang matang, dan

waktu yang cukup panjang, serta dapat dilakukan melalui wadah lembaga

pendidikan formal maupun nonformal.”23

Peran pembaru pemikiran yang kedua, menurut Imam Bawani dan Isa

Anshari, adalah untuk mendarmabaktikan dirinya dalam proses perjalanan

kehidupan, melibatkan diri secara langsung dalam aktifitas bermasyarakat,

dengan segala kemampuan yang dimiliki. Mereka mencoba mengubah

tatanan dan praktik kehidupan yang tidak mencerminkan kebebasan, keadilan

dan kebenaran, kemudian menggantinya dengan tatanan yang membawa

keharmonisan hidup dalam masyarakat secara sempurna yang bisa dinikmati

oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk merealisasikan peran tersebut,

dibutuhkan kecakapan dan kecekatan bertindak.24

Peran ketiga, dari pembaru menurut Imam Bawani dan Isa Anshari

adalah untuk merubah praktik kehidupan yang tidak benar dan

22

The New Oxford Illustrated Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 1982),h.

1466 23

Fuad Anshari, Prinsip-prinsip Dasar Konsep Sosial Islami, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1984), h. 37 24

Fuad, Prinsip-prinsip …, h. 37

Page 29: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

19

meluruskannya ke jalan yang benar, mengemukakan gagasan kreatif

mengenai berbagai sektor pembangunan, menemukan dan mengembangkan

konsep ilmiah tentang kebudayaan dan peradaban, sehingga dapat membuka

cakrawala berpikir masyarakat, menyadarkan untuk mengikuti dan

menerapkan dalam kehidupan menuju kemajuan, kesejahteraan dan

kemakmuran bersama yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam.25

Menurut Edward Mortinor peran pembaru direlevankan dengan peran

seorang Muslim semata-mata, yaitu membantu orang yang membutuhkan dan

membangun masyarakat di mana hukum Tuhan diberlakukan.26

Menurut Ali Shariati peranan kaum pembaru adalah membangkitkan dan

membangun masyarakat yang terletak dalam usahanya, dalam kehidupannya

yang selalu dinamik.27

Berdasarkan beberapa pendapat tentang peran kaum pembaru di atas,

Penulis menyimpulkan bahwa tugas pembaru adalah membawa masyarakat

ke arah kemajuan dalam rangka membebaskan dari belenggu kehidupan, dan

mengajak bersama-sama untuk mengangkat dan mempertahankan eksistensi

kemanusiaan, mengubah tatanan kehidupan dan praktik kehidupan yang tidak

benar menjadi benar, mengubah tradisi berpikir konvensional yang jauh

tertinggal dari kemajuan zaman, menjadi pola pikir yang menuju

kesejahteraan, ketentraman dan kemakmuran bersama yang berdasarkan nilai-

nilai Islam.

4. Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20

Timbulnya pembaruan pemikiran Islam di Indonesia baik dalam bidang

agama, sosial, dan pendidikan di awali dan dilatarbelakangi oleh pembaruan

pemikiran Islam yang timbul di belahan dunia Islam lainnya, terutama oleh

pembaruan pemikiran Islam yang timbul di Mesir, Turki, dan India. Latar

25

Fuad, Prinsip-prinsip …, h. 37 26

Edward Mortinor, Islam and Power, Terj. Islam dan Kekuasaan, Oleh Rahmani

Astuti, (Bandung: Mizan, 1984), h. 383 27

Ali Shariati, Tugas Cendekiawan Muslim, Penterjemah: M. Amien Rais, (Jakarta:

Rajawali, 1987), h. 260

Page 30: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

20

belakang pembaruan yang timbul di Mesir dimulai sejak kedatangan

Napoleon ke Mesir.

Mesir yang mempunyai Kairo sebagai ibukota dengan Universitas al-

Azhar yang didirikan pada abad kesepuluh, merupakan pusat peradaban Islam

dan kekuatan politik yang besar pengaruhnya di dunia Islam pada masa

lampau. Sultan-sultan Mesir turut berperang dalam mengalahkan kaum salib

dan dapat mematahkan kekuatan Hulagu di „Ain Jalut sehingga Mesir, Afrika

Utara, dan Spanyol Islam selamat dari kehancuran sebagaimana dialami dunia

Islam di bagian Timur. Di samping itu, mulai dari abad keenam belas Mesir

merupakan bagian dari kerajaan Turki „Utsmani dan mengikuti dari dekat

kemajuan-kemajuan yang dicapai kerajaan ini di Eropa. Mesir sadar akan

kelemahan dunia Barat dibandingkan dengan supremasi dunia Islam zaman

itu.

Turki sendiri merupakan salah satu dari tiga Negara besar di dunia Islam

abad-abad keenam belas sampai abad kedelapan belas, ketika Eropa, Inggris

dan Prancis belum muncul sebagai negara yang berpengaruh dalam politik

internasional. Bahkan kerajaan „Utsmani menguasai daratan Eropa dari

Istanbul sampai ke pintu gerbang kota Wina.

Adapun India, dengan berdirinya di sana kerajaan Mughal, merupakan

negara kedua dari tiga negara besar tersebut di atas. Delhi merupakan pusat

kekuasaan dan kebudayaan Islam di dunia Islam bagian Timur.28

Pemikiran-pemikiran yang ditimbulkan pemimpin modernisasi di Timur

Tengah itu kemudian mempengaruhi pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia

dan timbullah pula di kalangan kita usaha-usaha modernisasi yang dimulai

pada permulaan abad kedua puluh ini.29

Gagasan tentang pembaruan pendidikan Islam mempunyai akar historis

dalam gagasan tentang pembaruan pendidikan dan institusi Islam secara

keseluruhan. Dengan kata lain, pembaruan pendidikan Islam tidak bisa

dipisahkan dengan kebangkitan gagasan dan program pembaruan Islam.

28

Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1996),

Cet. IV, h. 151-152 29

Harun Nasution, Islam Rasional…, h. 185

Page 31: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

21

Kerangka dasar yang berada dibalik pembaruan Islam secara keseluruhan

adalah bahwa pembaruan pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan

prasyarat bagi kebangkitan umat Muslim di masa modern. Oleh karena itu,

pemikiran dan kelembagaan Islam ─termasuk pendidikan— haruslah

diperbarui. Mempertahankan pemikiran dan kelembagaan Islam “tradisional”

hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan umat Muslim dalam

berhadapan dengan kemajuan dunia modern.30

Pendidikan sering dianggap sebagai obyek modernisasi. Dalam konteks

ini, pendidikan di negara-negara yang tengah menjalankan program

modernisasi pada umumnya dipandang masih terbelakang dalam berbagai hal,

dan arena itu sulit diharapkan bisa memenuhi dan mendukung program

modernisasi. Karena itulah pendidikan harus diperbarui atau dimodernisasi,

sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan kepadanya.

Seperti halnya umat Islam di negara-negara Timur Tengah, perlawanan

terhadap kolonialisme telah mendorong umat Islam untuk mengadakan

berbagai pembaruan. Gerakan pembaruan ini tidak mungkin berjalan bila

tidak diikuti perubahan di bidang pendidikan. Dengan otomatis perubahan

Islam berjalan seiring dengan pembaruan pendidikan Islam. Fenomena ini

berlaku di seluruh negara-negara Islam, termasuk Indonesia.31

Gagasan pembaruan yang menemukan momentumnya sejak awal abad

ke-20, telah mengalami beberapa perubahan baik dalam bentuk kebangkitan

agama, perubahan, maupun pencerahan dengan munculnya beberapa tokoh-

tokoh pembaru pemikiran Islam di Indonesia. Para pembaru itu banyak

bergerak di bidang organisasi sosial, pendidikan dan politik. Diantaranya

Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Thaher Jalaluddin, Haji Karim

Amirullah, Haji Abdullah Ahmad, Syekh Ibrahim Musa, Zainuddin Labai al-

Yunusi, yang kesemuanya berasal dari Minangkabau.

Di jawa muncul tokoh H. Ahmad Dahlan, dengan gerakan

Muhammadiyah, H. Hasan, dengan gerakan Persatuan Islam (Persis), Haji

30

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium

Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), Cet. Ke-2, h. 31 31

Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1997), h. 155

Page 32: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

22

Abdul Halim dengan gerakan Perserikatan Ulama, KH. Hasyim Asy‟ari

dengan organisasi Nahdlatul Ulama. Tokoh-tokoh ini semuanya banyak

bergerak di bidang pendidikan. Muncullah upaya-upaya untuk memperbarui

pendidikan Islam di Indonesia.

Ada beberapa indikasi pendidikan Islam sebelum dimasuki oleh ide-ide

pembaruan:

a. Pendidikan yang bersifat nonklasikal. Pendidikan ini tidak dibatasi atau

ditentukan lamanya belajar seseorang berdasarkan tahun. Jadi seseorang

bisa tinggal di suatu pesantren, satu tahun atau dua tahun, atau boleh jadi

beberapa bulan saja, bahkan mungkin juga belasan tahun.

b. Mata pelajaran adalah semata-mata pelajaran agama yang bersumber dari

kitab-kitab klasik. Tidak diajarkan mata pelajaran umum.

c. Metode yang digunakan adalah metode sorogan, wetonan, hafalan, dan

muzakarah.

d. Tidak mementingkan ijazah sebagai bukti yang bersangkutan telah

menyelesaikan atau menamatkan pelajarannya.

e. Tradisi kehidupan pesantren amat dominan di kalangan santri dan kiai.

Ciri dari tradisi itu adalah antara lain kentalnya hubungan antara kiai dan

santri. Hubungan bathin ini berlangsung terus sepanjang masa. Kontak-

kontak pribadi itulah yang terpelihara sepanjang masa. Santri yang telah

menyelesaikan pelajaran di suatu pesantren bisa jadi pindah ke pesantren

lain atau mendirikan pesantren baru, namun kontak pribadinya dengan

kiai, di mana dia pernah berguru masih tetap terpelihara.

Dipandang dari sudut masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam ke

dalam dunia pendidikan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperbarui.

Pertama, metode yang tidak puas hanya dengan metode tradisional pesantren

saja, tetapi diperlukan metode-metode baru yang lebih merangsang untuk

berpikir. Kedua, isi atau materi pelajaran sudah perlu diperbarui, tidak hanya

mengandalkan mata pelajaran agama semata-mata yang bersumber dari kitab-

kitab klasik. Ketiga, manajemen. Manajemen pendidikan adalah keterkaitan

antara sistem lembaga pendidikan dengan bidang-bidang lainnya di

Page 33: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

23

pesantren.32

Ketiga macam ini adalah merupakan tuntutan terhadap kebutuhan

dunia pendidikan Islam di kala itu. Dengan demikian, jika ide-ide pembaruan

itu diterapkan dalam dunia pendidikan Islam, maka merupakan salah satu

jalan menuju perbaikan pendidikan Islam di Indonesia.

Secara ideal, pendidikan Islam berfungsi dalam mempersiapkan Sumber

Daya Manusia yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan terhadap ilmu

pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal karakter, sikap moral,

penghayatan dan pengamalan ajaran agama. Singkatnya, pendidikan Islam

secara ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu,

berteknologi, berketerampilan tinggi, dan sekaligus beriman dan beramal

shaleh.

Dalam rangka perwujudan fungsi idealnya untuk peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia tersebut, sistem pendidikan Islam haruslah senantiasa

mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang

muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi dari perubahan.

5. Faktor-faktor Pendukung Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia

Abad 20

Steenbrink, menyebutkan ada beberapa faktor pendorong bagi

pembaruan pendidikan Islam di Indonesia pada permulaan abad ke-20, yaitu:

a. Sejak tahun 1900, telah banyak pemikiran untuk kembali ke al-Qur‟an

dan Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan

kebudayaan yang ada. Tema sentralnya adalah menolak taklid. Dengan

kembali ke al-Qur‟an dan Sunnah mengakibatkan perubahan dalam

bermacam-macam kebiasaan agama.

b. Dorongan kedua, adalah sifat perlawanan Nasional terhadap penguasa

kolonial Belanda.

c. Dorongan ketiga, adalah adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk

memperkuat organisasinya di bidang sosial ekonomi.

32

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di

Indonesia, (Jakarta: Kencana:2007), h. 57-58

Page 34: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

24

d. Dorongan keempat, berasal dari pembaruan pendidikan Islam. Dalam

bidang ini cukup banyak orang dan organisasi Islam, tidak puas dengan

metode tradisional dalam mempelajari al-Qur‟an dan studi agama.33

Usaha-usaha pembaruan pendidikan Islam di Indonesia yang telah

dimulai sejak awal abad ke-20. Dimotivasi oleh kondisi intern umat Islam

maupun faktor ekstern. Dari uraian yang dikemukakan terdahulu dapat

dimaklumi bahwa pembaruan itu terkonsentrasi kepada dua hal yaitu

sistemnya, dan materi pelajaran. Sistemnya yang ada pada mulanya sebelum

masuk ide-ide pembaruan adalah sistem klasikal. Materi pelajaran sebelum

masuk ide-ide pembaruan terpusat kepada mata pelajaran agama melulu,

dengan berpedoman kepada kitab-kitab klasik, dan setelah diinspirasi oleh

ide-ide pembaruan mata pelajarannya telah berimbang antara ilmu-ilmu

agama dengan ilmu-ilmu umum.34

B. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Sebelum membahas pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu penulis

mengemukakan pengertian pendidikan secara umum.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata

“didik” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang artinya proses

perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,

perbuatan, cara mendidik.35

Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani yaitu paedagogie

yang berarti “pendidikan‟ dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan

anak-anak.” Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik

dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah

paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing,

memimpin).36

33

Karel Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 26-28 34

Haidar, Sejarah …, h. 49 35

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…, h. 232 36

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), h. 17

Page 35: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

25

Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan secara sadar

oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik

menuju terbentuknya kepribadian yang utama.37

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan

negara.38

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

adalah suatu proses kegiatan bimbingan sikap dan tata laku baik jasmani

maupun rohani yang dilakukan secara sadar dan terencana yang dilakukan

oleh pendidik kepada seseorang atau sekelompok orang melalui pengajaran

atau pelatihan dengan tujuan membentuk kepribadian yang utama.

Mengacu pada pembahasan yang dimaksud, bahwa yang dimaksud

pendidikan di sini adalah pendidikan Islam, Zuhairini dkk, mengatakan

bahwa pendidikan Islam adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis

dalam membantu anak didik mereka supaya sesuai dengan ajaran Islam.39

H. M. Arifin berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem

kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh

hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek

kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.40

Menurut Ahmad D.

37

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma‟arif,

1980), Cet. Ke-4, h. 19 38 Kementerian Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan

Nasional, 2003), h.3 39

Zuhairini, dkk., Metodik Pendidikan Agama Dilengkapi dengan Sistem Modul dan

Permainan Simulasi, (Surabaya: Usaha Nasional, 1977) h. 77 40

H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. Ke-1, h.8

Page 36: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

26

Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani

berdasarkan hukum-hukum agama Islam.41

Menurut Abdul Rachman Saleh, pendidikan Islam merupakan usaha

sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan

segala potensi yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya agar mampu

mengemban amanat dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi

dalam pengabdiannya kepada Allah.42

Sedangkan pengertian pendidikan Islam yang tercantum dalam GBPP

PAI Departemen Pendidikan Nasional adalah:

upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk

mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa dan

berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber

utamanya kitab suci al-Qur‟an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan

dan pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman, dibarengi tuntutan

untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannnya dengan

kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud

kesatuan dan persatuan bangsa.43

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam

adalah suatu proses kegiatan bimbingan sikap dan tata laku baik jasmani

maupun rohani yang dilakukan secara sadar dan terencana yang dilakukan

oleh pendidik kepada seseorang atau sekelompok orang melalui pengajaran

atau pelatihan berdasarkan hukum-hukum Islam dengan tujuan agar mampu

mengemban amanat dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi

dalam pengabdiannya kepada Allah.

2. Tujuan Pendidikan Islam

Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud”, dalam bahasa Arab

dinyatakan dengan istilah ghayat, ahdaf, atau maqasid. Sedangkan dalam

bahasa Inggris dinyatakan dengan istilah goal, purpose, objective, atau aim.

41

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma‟arif,

1980), Cet. Ke-4, h. 23 42

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta: PT.

Gemawaindu Pancaperkasa, 2000), Cet. Ke-1, h. 2 43

Departemen Pendidikan Nasional, GBPP Pendidikan Agama Islam SMP, h. 2

Page 37: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

27

Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu

perbuatan yang diarahkan kepada suatu target tertentu atau arah yang hendak

dicapai melalui serangkai upaya atau aktivitas.

Sedangkan secara istilah, Zakiah Darajat mengemukakan bahwa tujuan

adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan

selesai dilaksanakan.44

Dan menurut M. Arifin, tujuan itu menunjukkan

kepada futuritas (masa depan) yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak

dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.45

Meskipun terdapat keragaman tentang definisi tujuan, namun pada

pengertian itu berpusat pada usaha atau perbuatan yang dilaksanakan untuk

mencapai atau meraih suatu maksud tertentu.

Tujuan pendidikan agama Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia

dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang

selalu bertakwa kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan yang bahagia di

dunia dan di akhirat.46

Menurut Mahmud Yunus bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah

mendidik anak-anak, pemuda-pemudi ataupun orang dewasa supaya menjadi

seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia,

sehingga ia menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup hidup di atas

kakinya sendiri.47

Selanjutnya, dalam penerapannya pada pendidikan Islam, tujuan

pendidikan Islam dibagi menjadi tiga poin, yaitu:

A. Tujuan Akhir

Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku

umum karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran

mutlak dan universal. Dalam pendidikan Islam, tujuan akhir ini pada akhirnya

44

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 29 45

M. Arifin, Ilmu…, h. 54 46

Departemen Agama RI, Pedoman Pendidikan Agama bagi Anak Putus Sekolah,

(Jakarta: Binbaga Islam, 2003), h. 10 47

Mahmud Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: al-Hidayah, 1974),

h.11

Page 38: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

28

sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk ciptaan

Allah, yaitu:

1. Menjadi Hamba Allah

Tujuan ini sejalan dengan tujuan hidup dan penciptaan manusia, yaitu

semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Firman Allah swt.,:

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka

menyembah-Ku.” (Q.S. Az-Zariyat:56).48

2. Mengantarkan anak didik menjadi khalifah fi al-Ardh (pemimpin di

bumi) dan melestarikannya, lebih jauh lagi mewujudkan rahmat bagi

alam sekitarnya sesuai dengan tujuan penciptaannya. Firman Allah swt.,:

...

“ Dan (ingatlah) Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku

hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”…” (Q.S. al-Baqarah: 30)49

3. Memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di

akhirat, baik secara individu maupun sosial. Firman Allah swt.,:

...

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah

dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan

bagianmu di dunia”... (Q.S. al-Qasas: 77)50

Ketiga tujuan akhir itu pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan, karena pencapaian tujuan yang satu memerlukan

48

Kementerian Agama RI, al-Qur‟an …, h. 756 49

Kementerian Agama RI, al-Qur‟an …, h.6 50

Kementerian Agama RI, al-Qur‟an …, h.556

Page 39: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

29

pencapaian tujuan yang lain, bahkan secara ideal ketiga-tiganya harus dicapai

secara bersamaan melalui proses pencapaian yang seimbang.

Ketiga tujuan tertinggi tersebut, berdasarkan pengalaman aktivitas

pendidikan dari masa ke masa, belum pernah tercapai seluruhnya baik secara

individu maupun kolektif. Apalagi kebahagiaan dunia dan akhirat, kedua hal

itu sulit diketahui tingkat pencapaiannya secara empirik.

Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa tujuan akhir tersebut diyakini

sebagai sesuatu yang ideal dan dapat memotivasi usaha pendidikan dan

bahkan dapat menjadikan aktivitas pendidikan lebih bermakna.

B. Tujuan Umum

Tidak berbeda jauh dengan tujuan akhir, tujuan umum pun belum diukur

secara empirik taraf pencapaiannya. Salah satu formulasi tujuan umum

pendidikan adalah rumusan yang dibuat oleh Konferensi Pendidikan Islam

Internasional yang pertama di Mekkah pada tahun 1977, yang menyatakan:

Education should aim balanced growth of the total personality of man

through the training of men‟s spirit, intellect, the rational self, feelings,

and bodily sense. There fore, education should cater for the growth of

man in all its aspect, spirituall, intellectual, imaginative, physical,

linguistic, both individuality and collectively and motivate all these

aspect toward goodness the attainment of profection. The ultimate aim of

Islamic education lies in the realization of complete submission to Allah

on the level of individual, the community, and humanity at large. (sic).51

Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang

menyeluruh secara seimbang melaui latihan kejiwaan, akal pikiran,

kecerdasan, perasaan, dan panca indera. Oleh karena itu, pendidikan harus

mencakup kehidupan manusia dalam segala aspeknya baik spiritual,

intelektual, imajinatif, jasmaniah, keilmiahannya, dan bahasanya baik secara

individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan

dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Islam terletak pada

perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi,

komunitas, maupun seluruh umat manusia.

51

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam…, h.57

Page 40: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

30

Sedangkan menurut Zuhairini dkk., Tujuan umumnya ialah membimbing

peserta didik agar menjadi seorang muslim sejati beriman teguh, beramal

saleh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan

negara.52

C. Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah pengkususan atau operasionalisasi tujuan akhir dan

tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan khusus bersifat relatif sehingga

dimungkinkan untuk diadakan perubahan jika diperlukan sesuai dengan

tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan akhir dan

tujuan umum itu. 53

Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada:

1. Kultur dan cita-cita suatu bangsa

Setiap bangsa umumnya memiliki tradisi dan budaya sendiri-

sendiri. Perbedaan antara berbagai bangsa inilah yang

memungkinkan adanya perbedaan cita-cita, sehingga terjadi pula

perbedaan dalam merusmuskan tujuan yang dikehendaki di bidang

pendidikan.

2. Minat, bakat, dan kesanggupan anak didik

Islam mengakui perbedaan individu dalam hal minat, bakat, dan

kemampuan. Untuk mencapai prestasi sebagaimana yang

diharapkan, kesusaian tujuan khusus dengan minat, bakat, dan

kemampuan anak didik sangat menentukan.

3. Tuntutan situasi dan kondisi pada kurun waktu tertentu

Apabila tujuan khusus pendidikan tidak mempertimbangkan

faktor situasi dan kondisi pada kurun waktu tertentu, maka

pendidikan akan kurang memiliki daya guna. Dasar pertimbangan ini

52

Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Edisi 1,

Cet. Ke-2, h. 47 53

Abu Ahmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya

Media, 1992), h. 63-70

Page 41: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

31

sangat penting terutama bagi perencanaan pendidikan. Dalam hal ini,

harus mengantisipasi perkembangan di masa depan.54

Untuk melengkapi uraian di atas, ada baiknya kita simak juga rumusan

tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para ilmuwan Muslim,

yaitu:

a. Imam Ghazali, berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling

utama adalah untuk beribadah dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada

Allah dan mencapai insan yang tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat.

b. Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Najid, mengatakan bahwa

tujuan pendidikan Islam adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan

mengusahakan penghidupan.

c. Musthafa Amin, mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah

mempersiapkan seseorang bagi amalan dunia dan akhirat. 55

d. Athiyah al-Abrasyi, merumuskan tujuan pendidikan Islam ke dalam lima

pokok, yaitu:

1. Pembentukan akhlak al-karimah.

2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.

3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi

pemanfaatannya. Keterpaduan antara agama dan ilmu akan dapat

membawa manusia kepada kesempurnaan.

4. Menumbuhkan ruh ilmiah para pelajar dan memenuhi keinginan untuk

mengetahui serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu.

5. Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga

mudah untuk mencari rezeki.56

Kalau diperhatikan rumusan-rumusan tujuan pendidikan Islam yang

dikemukakan oleh para pemikir pendidikan Islam tersebut, ternyata tujuan

pendidikan Islam bukanlah hanya sekedar berorientasi mencari kesenangan

dunia atau materi semata, tetapi menyangkut masalah duniawi dan ukhrawi

yang seimbang.

54

Abu Ahmadi, Islam…, hal. 63-70 55

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), cet. Ke-4, h. 71-72 56

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Dar al-Fikr, t.t), h. 34

Page 42: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

32

3. Fungsi Pendidikan Islam

Fungsi pendidikan Islam adalah menyediakan fasilitas yang dapat

memungkinkan tugas pendidikan yang dimaksud berjalan dengan baik dan

lancar penyediaan fasilitas dalam arti dan tujuan yang bersifat struktural dan

institusional, yaitu terbentuknya struktur organisasi yang mengatur perjalanan

proses pendidikan, baik vertikal maupun horizontal, dan melembagakan

struktur organisasi untuk menjamin proses pendidikan yang konsisten,

berkesinambungan dan dapat mengikuti perkembangan zaman.57

Namun demikian, secara institusional, lembaga-lembaga pendidikan

Islam berfungsi melakukan proses transmisi dan transformasi nilai-nilai

kebudayaan Islam dari generasi ke generasi, serta nilai-nilai kemanusiaan dan

peradaban manusia secara selektif, demi kesinambungan hidup Islam dan

umat Islam. Proses transmisi dan transformasi kultural itu dapat berlangsung

dengan baik, apabila didukung oleh proses pendidikan yang terorganisasi dan

terlembaga dengan baik pula.

Pendidikan Islam, dengan bertitik tolak dari prinsip iman- Islam- ihsan

atau akidah- ibadah- akhlak untuk menuju suatu sasaran kemuliaan manusia

dan budaya yang diridhai oleh Allah SWT setidak-tidaknya memiliki fungsi-

fungsi berikut ini:

a. Individualisasi nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat

manusia muttaqin (manusia taqwa) dalam bersikap, berpikir dan

berperilaku.

b. Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam.

c. Rekayasa kultur Islam demi terbentuk dan berkembangnya peradaban

Islam.

d. Menemukan, mengembangkan, serta memelihara ilmu, teknologi dan

keterampilan demi terbentuknya para manajer dan manusia

profesional.

57

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasional, (Bandung: Tri Genda karya, 1993), h.136

Page 43: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

33

e. Pengembangan intelektual Muslim yang mampu mencari,

mengembangkan serta memelihara ilmu dan teknologi.

f. Pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang ekonomi,

fisika, kimia, arsitektur, seni musik, seni budaya, politik, olahraga,

kesehatan, dan sebagainya.

g. Pengembangan kualitas Muslim dan warga sebagai anggota dan

Pembina masyarakat yang berkualitas kompetitif.58

Sedangkan fungsi pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta

didik kepada Allah swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga.

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan

hidup didunia dan akhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya

baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah

lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan

dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan

pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari dirinya dan

menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

f. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang

secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan

bagi orang lain. 59

Jadi, fungsi pendidikan Islam adalah untuk membina dan menanamkan

nilai-nilai Islam kepada peserta didik menuju terbentuknya pribadi muslim

yang sejati serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam

hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia dan alam sekitar.

58

Jusuf A. Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 95-96 59

Fadlan Mudhafir, Crisis in Muslim Education, (Jakarta: al-Mawardi Prima, 2000), h.

50

Page 44: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

34

BAB III

BIOGRAFI KH. A. WAHID HASYIM

A. Latar Belakang Keluarga

KH. A. Wahid Hasyim dilahirkan pada hari Jum’at, tanggal 5 Rabi’ul

Awwal 1333 H (1 Juni 1914 M) di Tebuireng, Jombang (Jawa Timur). Wahid

Hasyim datang dari keluarga yang sangat dihormati. Ayahnya adalah KH.

Hasyim Asy’ari, seorang ulama kharismatis yang terkenal ahli dalam bidang

hadits dan tafsir. Bagi kalangan santri di Jawa dan pulau-pulau lain, nama

Hasyim Asy’ari sangat dikenal luas dan dihormati. Bukan saja karena dia adalah

pendiri dan sekaligus Kyai pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa

Timur. Tapi, karena ilmunya memang sangat dalam, pengaruh KH. Hasyim

Asy’ari makin meluas karena banyak santrinya yang kemudian mendirikan

pesantren setelah berguru dengan beliau.

KH. M. Hasyim Asy’ari lahir dari keluarga elit Kyai Jawa pada 24 Dzul

Qa’dah 1287 H/14 Februari 1871 di desa Gedang, sekitar dua kilometer sebelah

utara Jombang.1 Ayahnya, Asy’ari adalah seorang pendiri Pesantren Keras di

Jombang sementara kakeknya, Kyai Usman, adalah Kyai terkenal dan pendiri

pesantren Gedang yang didirikan pada akhir abad ke-19 dan sementara itu

moyangnya, Kyai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambak Beras, Jombang.

1 Solichin Salam, KH. Hasyim Asy’ari: Ulama Besar Indonesia, (Jakarta: Depot

Pengajaran Muhammadiyah, 1962), h. 19

Page 45: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

35

KH. Hasyim Asy’ari memiliki lebih dari satu istri. Tapi istri yang

melahirkan Wahid Hasyim, adalah Nafiqah putri Kyai Ilyas, pemimpin

Pesantren Sewulan Madiun. Ini berarti dari kedua jalur, Wahid Hasyim adalah

keturunan Kyai. Meski bukan satu-satunya yang membentuk kepribadiannya,

faktor genealogis ini menjadi cukup penting untuk memahami pribadi Wahid

Hasyim, khususnya dalam hal kekentalannya dengan tradisi pesantren dan

kecerdasannya yang luar biasa.2 Ibarat pepatah “buah jatuh tak jauh dari

pohonnya”, itulah barangkali ungkapan yang sesuai untuk Wahid Hasyim.

Ibu dari Wahid Hasyim juga sangat berperan dalam mendidik sang putra.

Ibunya, Nafiqah, adalah seorang ulama dan juga sekaligus menjabat sebagai

penghulu pemerintah. Jabatan penghulu pada saat itu sudah merupakan salah

satu jabatan yang terpandang. Sebagai putri seorang Kyai sekaligus bangsawan,

Nafiqah adalah sosok terpelajar yang menguasai pengetahuan hokum dan

agama, sebuah prestasi yang teramat langka untuk generasi seangkatannya.

Nafiqah juga lancar berbahasa Belanda yang dianggap bahasa pengantar dalam

mengikuti jenjang karirnya dan ia juga mempunyai banyak teman dari kalangan

orang elit.

Wahid Hasyim adalah anak kelima dari pasangan KH. Hasyim Asy’ari dan

Nafiqah. Nama aslinya adalah Abdul Wahid, tapi ketika menginjak dewasa dia

lebih suka menulis namanya dengan A. Wahid dan ditambah nama ayahnya

dibelakangnya, sehingga menjadi A. Wahid Hasyim. Dan kemudian hari, dia

lebih dikenal dengan Wahid Hasyim.

Ada cerita menarik sekitar masa bayi Wahid Hasyim. Ibunya setiap kali

mengandung selalu payah. Kepayahan tersebut dirasakan lebih parah ketika dia

mengandung Wahid Hasyim, sehingga dia khawatir jika bayi yang sedang

dikandungnya itu tidak sempurna. Dalam suasana seperti itu, dia bernazar:

seandainya bayinya itu selamat dan tidak kurang suatu apapun, dia akan bawa

berkunjung ke Kyai Kholil, di Bangkalan, Madura, yang juga guru KH. Hasyim

Asy’ari. Tradisi nazar memang suatu hal yang biasa dalam tradisi pesantren,

2 Saiful Umam, “KH. Wahid Hasyim: Konsolidasi dan Pembelaan Eksistensi”, dalam

Azyumardi Azra dan Saiful Umam (ed.), Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik,

(Jakarta: INIS, PPIM, dan Balitbang Depag RI, 1998), h. 99

Page 46: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

36

begitu juga mengunjungi rumah kyai terkenal. Nazar ini dilaksanakan ibunya

ketika Wahid Hasyim berusia sekitar 3 (tiga) bulan. Ketika mereka sampai di

rumah Kyai Kholil, hari telah malam dan turun hujan. Namun apa yang terjadi?

Mereka tidak diperbolehkan masuk ke rumah tapi juga tidak diijinkan pergi dari

situ. Mereka diminta untuk tetap di depan rumah sambil kehujanan. Ketika hujan

makin deras, sang Ibu meletakkan anaknya di lantai halaman rumah Kiyai

Kholil, agar terlindung dari hujan, karena khawatir anaknya yang masih kecil itu

akan sakit. Tapi Kiyai Kholil melarang hal ini dan memerintahkan sang Ibu

untuk mengambil kembali anaknya. Kejadian ini diyakini sebagai pertanda

bahwa sang bayi akan menjadi orang yang luar biasa.3

Wahid Hasyim mengakhiri masa lajangnya pada usia sekitar 25 tahun

dengan menikahi Sholehah binti KH. Bisyri Syamsuri seorang pendiri dan

pemimpin Pesantren Denanyar Jombang serta salah satu pendiri Nahdlatul

Ulama dan pernah juga menjadi Rais Aam PBNU. Dari perkawinan ini Wahid

Hasyim dikaruniai 6 anak, 4 putra dan 2 putri. Masing-masing adalah

Abdurrahman Ad-Dachil (sekarang lebih dikenal dengan Abdurrahman Wahid

atau Gus Dur), Aisyah, Salahuddin al-Ayyubi, Umar, Chadijah, dan Hasyim.

Sangat disayangkan, Wahid Hasyim tidak sempat mendidik anak-anaknya lebih

lama karena ia meninggal dunia dalam usia relatif muda, 39 tahun, tepatnya pada

19 April 1953, saat perjalanan menuju Sumedang untuk menghadiri rapat

pengurus Nahdlatul Ulama. Bahkan anak bungsunya lahir setelah Wahid Hasyim

meninggal. Namun kecerdasannya yang luar biasa dan kepandaiannya

berorganisasi paling tidak diwarisi oleh anak sulungnya yang pernah menjadi

Ketua Umum PBNU namun beliau juga telah wafat pada 31 Desember 2009

yang lalu.

B. Pendidikan Wahid Hasyim

Sebagai anak seorang kiyai terkenal, Wahid Hasyim tumbuh dan

berkembang dalam lingkungan pesantren yang sarat dengan nilai-nilai

3 Aboebakar Atjeh, Sejarah Hidup KH. A .Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar, (Jakarta:

Panitia Buku Peringatan Alm. KH. A. Wahid Hasyim, 1957), h. 141

Page 47: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

37

keagamaan. Pendidikan dasarnya dilalui di lingkungan rumahnya. Sejak usia 5

tahun, Wahid Hasyim sudah belajar al-Qur’an yang dibimbing langsung oleh

ayahnya. Wahid Hasyim juga menempuh pendidikan madrasah. Saat itu

memang sudah ada sekolah modern yang diperkenalkan pertama kali oleh

pemerintah penjajah dan diikuti organisasi-organisasi Islam, seperti

Muhammadiyah. Tapi mereka yang mendapatkan kesempatan untuk belajar di

lembaga pendidikan modern tersebut masih sangat terbatas. Selain itu, jenis

pendidikan tersebut, ketika Wahid Hasyim kecil, belum menyentuh pesantren.

Tidak aneh bila dia tidak pernah duduk di bangku sekolah umum dan hanya

belajar di madrasah yang ada di lingkungan pesantren orangtuanya pada pagi

hari ditambah belajar langsung dengan ayahnya di malam hari. Kegiatan ini

dijalaninya sampai usia 12 (dua belas) tahun.

Sebagai anak tokoh, Wahid Hasyim tidak pernah mengeyam pendidikan di

bangku sekolah Pemerintah Hindia Belanda. dia lebih banyak belajar secara

otodidak. Selain belajar di madrasah, dia banyak mempelajari sendiri kitab-kitab

dan buku berbahasa Arab. Wahid Hasyim mendalami syair-syair berbahasa Arab

dan hafal di luar kepala, selain menguasai maknanya dengan baik.

Kitab-kitab klasik yang dipakai di pesantren, seperti Fath al-Qarib

(kemenangan bagi yang dekat) dan al-Minhaj al-Qowim (jalan yang lurus),

sudah beliau pelajari di usia 7(tujuh) tahun. Buku tentang kesusastraan, seperti

Diwan asy-Syu’ara (kumpulan penyair dan syair-syairnya), juga dilahapnya.4

Wahid Hasyim kecil adalah anak yang sangat cerdas dan gemar membaca.

Dia tidak pernah mondok dalam pengertian yang sebenarnya, sebagaimana

kebiasaan anak-anak kiyai saat itu dan bahkan sampai sekarang. Dia memang

sempat mondok di pondok Siwalan Pandji, Sidoarjo, tahun 1927, tapi hanya

dalam hitungan hari. Demikian pula yang terjadi ketika dia mencoba mondok di

Lirboyo, Kediri. Tapi berkat kecerdasan dan kegemarannya membaca, dia

belajar banyak hal secara otodidak. Jadi, meski tidak pernah mondok, pada usia

4 Herry Mohammad, dkk., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 34-35

Page 48: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

38

16 (enam belas) tahun dia sudah mampu mengajar beberapa kitab, seperti al-

Durar al-Bahiya dan Kafrawi.

Belajar secara otodidak juga dia lakukan dalam bidang-bidang lain.

Misalnya, meski dia tidak pernah belajar di sekolah umum, Wahid Hasyim

sudah bisa baca tulis huruf Latin. Demikian pula dalam bahasa Belanda dan

Inggris. Dia belajar sendiri ketiga bidang tersebut dengan jalan berlangganan

majalah-majalah dan membaca buku-buku yang ditulis dalam huruf Latin, baik

berbahasa Melayu, Belanda dan Inggris. Di antara majalah yang dia

berlangganan adalah Penjebar Semangat, Daulat Rakjat, Pandji Pustaka,

Sumber Pengetahuan, di samping majalah-majalah berbahasa Arab, seperti

Ummul Qurra dan Shautul Hijaz.

Dalam usia 15 (lima belas) tahun, Wahid Hasyim betul-betul mulai

keranjingan membaca. Dan karena hobinya inilah matanya menjadi agak rusak

sehingga harus memakai kacamata. Namun hal itu tidak mengurangi

kebiasaannya membaca, bahkan makin bertambah. Beruntung, dia adalah anak

seorang kiyai yang terkenal yang secara ekonomi berkecukupan, sehingga

kebiasaannya ini tentu saja tidak menjadi masalah. Bagi banyak orang, dalam

masa itu, mendapatkan bacaan-bacaan seperti tersebut di atas jelas bukan suatu

hal yang mudah dan murah. Tapi dia bisa mendapatkannya secara berkala. Dan

pengaruh banyak membaca ini ternyata cukup besar terhadap sikap dan tingkah

laku Wahid Hasyim dalam kehidupan sehari-hari.5

Dengan bermodalkan pengetahuan yang dia miliki, Wahid Hasyim muda

pun telah berpikir secara sistematis untuk memecahkan masalah-masalah yang

berkaitan dengan umat, dengan melakukan studi komperatif dengan berbagai

tingkatan kehidupan di luar umat Islam. Sehingga membuat Wahid Hasyim bisa

berpikir modern pada zamannya dan mampu berperan aktif dalam pembangunan

Indonesia. Sebagai anak seorang anak pengasuh pesantren yang berpengaruh,

5 Saiful Umam, “KH. Wahid Hasyim: …, h. 101

Page 49: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

39

Wahid Hasyim mempunyai posisi yang strategis untuk mengarahkan

perkembangan pendidikan pesanntren-pesantren di Jawa.6

Ketika berusia 18 tahun Wahid Hasyim ke Mekkah bersama pamannya,

Muhammad Ilyas. Kepergiannya disamping untuk menunaikan ibadah haji dan

juga juga untuk menuntut ilmu. Muhammad Ilyas juga merupakan anak yang

cerdas, sehingga KH. Hasyim Asy’ari banyak berharap kepada keduanya.

Bahkan keduanya sejak di Tebuireng sudah saling bersaing masalah pelajaran.

Namun belum begitu lama di Makkah, Wahid Hasyim sudah kembali ke tanah

air, sementara pamannya tetap tinggal disana sendirian.

Dari beberapa literatur yang ada, tak begitu jelas siapa yang membina

Wahid Hasyim selama di Mekkah. Namun dia termasuk sosok yang pandai

bergaul. Sehingga kawannya cukup banyak yang datang dari berbagai

mancanegara. Dan hal itu pun otomatis mempunyai dampak yang cukup positif

dalam meningkatkan cakrawala berpikirnya. Selama dia di Mekkah dia tidak

mengalami kesulitan, baik membaca literatur maupun berkomunikasi dengan

sesamanya.7 Hal ini dikarenakan sebelumnya dia sudah gemar membaca buku-

buku dan majalah-majalah dengan berbagai bahasanya.

C. Ciri Fisik dan Kepribadian Wahid Hasyim

Wahid Hasyim bertubuh agak pendek, sedikit gemuk dengan kulit sawo

matang dan berhidung mancung. Lehernya sedikit pendek dan dadanya bidang,

dengan tahi lalat di dada, bahu kiri sebelah atas, dan salah satu ujung jarinya.8

Sejak kecil Wahid Hasyim sudah mengenal dan meresapi kehidupan

pesantren yang berorientasi ingin memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. Di

lingkungan pesantren dia menyaksikan kehidupan santri yang sederhana,

bergotong royong tetapi penuh aktifitas belajar untuk mencapai cita-cita. Sejak

usia kanak-kanak Wahid Hasyim bias menempatkan diri dengan teman yang

6 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,

(Jakarta: LP3ES), 1982, hal.105 7 Zamakhsyari, Tradisi…, h. 106

8 Saifullah Ma’shum (ed.), Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, (Bandung:

Mizan, 1998), Cet. I, h.307

Page 50: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

40

sebayanya, bermain bersama dengan anak tetangga sekitar pesantren. Pada

sewaktu ketika keluarganya mempunyai hajat (baik resepsi untuk

pesantren/keluarga dengan menyediakan makanan dalam jumlah besar), dia

selalu mengajak teman-temannya untuk ikut menikmati. Sebaliknya, dia juga

selalu menghadiri resepsi yang diselenggarakan oleh tetangga dekatnya atau

kerabat lain yang mempunyai hajat, baik dengan teman sebayanya maupun

dengan orang tuanya. Walaupun dengan demikian waktu untuk bermain sangat

sedikit jika dibandingkan dengan waktu belajar. Seolah-olah kehidupannya

diwarnai kedisiplinan belajar di pesantren.

Cara Wahid Hasyim untuk mengatasi mengantuk ketika asyik membaca

yaitu dengan cara mandi dan berwudhu.9 Ini dikarenakan bacaan tersebut

mendesak untuk dipahami.

Selain pandai dan gemar membaca, Wahid Hasyim juga dikenal peramah

dan pandai mengambil hati orang. Dia juga suka bergaul dengan siapa saja,

tanpa memandang keturunan, pangkat dan jabatan dan suka menolong kawan.

Hidupnya sederhana, ilmunya mendalam, dan cara berpikirnya moderat.

Karena itu menjadi mudah baginya untuk melakukan sesuatu dalam kondisi apa

pun. Tidak menjadi soal baginya kalau suatu waktu harus mengenakan kain

pantalon, atau jas berdasi tanpa mengenakan kopiah hitam, sementara di

kesempatan yang lain dia mesti mengenakan kain sarung atau baju takwa. Ketika

berada din Jombang, untuk menunjang aktifitasnya sehari-hari, KH. A. Wahid

Hasyim memiliki kendaraan pribadi mobil merk Chevrolet Cabriolet berwarna

putih. Sedangkan di Jakarta, dia biasa menyetir sendiri mobil Fiatnya.

Salah satu kebiasaan yang melekat pada diri Wahid Hasyim adalah

kegemaran berkirim surat kepada kawan-kawannya. Berkirim surat menjadi

salah satu media silaturahim yang dipilih di kala yang bersangkutan tidak

banyak kesempatan untuk bersilaturahim secara langsung. Surat-surat itu

umumnya berisi pandangan politik, arah perjuangan, dan cita-citanya. Segalanya

ditulis dengan bahasa yang menarik, lancar, dan tak lupa dibumbui humor segar.

9 A. Sarwani, Metode dan Teknik Membaca, (Jakarta: Panitia Diklatran Patinas Dep.

Tenaga Kerja dan Dep. Agama RI, 1976), h. 4-5

Page 51: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

41

Wahid Hasyim terkenal memiliki cita rasa humor yang tinggi. Kepada

siapa saja dia bias melemparkan joke-joke segar, untuk mencairkan suasana

sehingga komunikasi bisa berjalan lancar dan akrab. Kepada sopirnya hal yang

sama juga berlaku.

“Wah ini ikan gurame, Rasyad!” serunya kepada sopirnya, Rasyad. “Ente

tahu, orang yang suka makan gurame otaknya akan bertambah cerdas. Percaya

apa tidak?” ujar Wahid Hasyim.

“Saya percaya. Tentu saja menjadi cerdas karena orang selalu berpikir,

bagaimana mendapatkan uang agar bias makan ikan gurame setiap hari…,”

jawab Rasyad setengah berseloroh. Serentak meledaklah tawa mereka. Mereka

setuju karena ikan gurame dikenal lezat.

Di mata keluarga, Wahid Hasyim adalah sosok ayah yang sangat baik. Di

tengah-tengah kesibukan beliau, sempat mengajar mengaji, nyisirin anak

perempuannya, mengajak jalan-jalan, mengantar sekolah. Seperti umumnya

seorang ayah. Pada waktu itu Kota tak begitu besar, lalu lintas sangat lengang.

Beliau adalah orang yang sibuk bahkan super sibuk, dari pagi sampai malam

menerima tamu, ganti-ganti kegiatan. Tapi menyempatkan diri untuk anak-

anaknya. Jadi, beliau adalah ayah yang sangat baik. Beliau juga seorang yang

cerdas secara intelektual dan spiritual. Beliau selalu berpuasa, kecuali pada hari-

hari tertentu yang tidak diperbolehkan untuk berpuasa. Beliau hafal al-Qur’an.

Hidupnya relatif sederhana.10

Di mata H.M. Isa Anshary, salah satu pimpinan Persatuan Islam (Persis)

saat itu, Wahid Hasyim adalah sosok pemimpin yang tenang dan dapat

menyatukan berbagai aspirasi. Dia adalah organisator yang ulung, pandai dan

bijaksana dalam memainkan “kartu” perjuangan. Kalau M. Natsir, di mata Isa

Anshary, memiliki kejernihan dan ketajaman analisa, maka Wahid Hasyim

memiliki pengetahuan dan kemampuan berorganisasi. Salah satu kebiasaan baik

Wahid Hasyim yang dicatat Isa Anshary adalah dia selalu membalas surat-surat

yang diterima dari siapa saja dan menyimpannya dengan rapi.

10

Wawancara Pribadi dengan Salahuddin Wahid (Gus Sholah) adalah anak ke-3 dari

Wahid Hasyim, Tgl. 03 November 2010 di Kediaman Responden

Page 52: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

42

D. Aktivitas Sosial dan Politik Wahid Hasyim

Setelah pulang dari Mekkah, Wahid Hasyim memulai aktifitasnya di dunia

pendidikan, yaitu di pesantren Tebuireng. Secara berhati-hati dia menguasai dan

mengembangkan ide-idenya tentang pengembangan pendidikan Islam. Di

samping itu, dia juga banyak melakukan perjalanan dalam rangka studi

komperatif tentang berbagai model pendidikan yang berkembang di lingkungan

pesantren maupun di sekolah-sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah

kolonial. Dia juga banyak menggunakan waktunya untuk menulis di Suara NU

yang berbahasa Melayu, khususnya menyuarakan liku-liku pendidikan Islam di

dunia. Di majalah Soeloeh NU, dimana dia yang menjadi penerbit sekaligus

pemimpinya, juga milik umat Islam waktu itu, di halaman depan sering

membahas persoalan-persoalan tentang pendidikan Islam untuk

menyebarluaskan ide-ide pembaruan dalam pendidikan Islam.

Wahid Hasyim lebih tepat jika disebut sebagai wartawan dari pada

menyebutnya sebagai pengarang buku. Dalam dunia kewartawanan dia

mempunyai kedudukan yang tidak dapat diabaikan karena kecekatannya dan

kecepatannya dia menuliskan buah-buah pikiran yang berharga, yang

kebanyakan tidak dapat disangkal kebenarannya. Bahkan kadang-kadang

sesudah beberapa waktu kemudian barulah diakui orang kebenaran pendapat dan

kebenaran peninjauan Wahid Hasyim dalam suatu masalah. Dia menulis hampir

dalam segala bidang agama, baik mengenai sejarah maupun hukum, bidang

politik, terutama yang mengenai dunia keIslaman, tetapi juga banyak bersangkut

paut dengan kebangsaan Indonesia dalam bidang pendidikan dan pengajaran,,

dalam soal-soal mengenai perjuangan dan organisasi umat Islam, mengenai

mistik, sosial sekitar persoalan kewanitaan, dan sebagainya. Karangan-karangan

itu tersiar dalam berbagai harian, majalah, dan surat kabar, mulai sejak zaman

Belanda, zaman Jepang, zaman revolusi, dan zaman pembangunan. Kadang-

kadang karangan itu hanya ditulis sebagai kata pendahuluan dari sebuah buku

yang akan diterbitkan orang lain, tetapi isinya sangat luas dan berharga untuk

Page 53: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

43

dijadikan bahan pemikiran. Begitu juga terkadang dia menulis khutbah-khutbah

panjang atau sekedar sambutan-sambutan dalam sebuah acara penting.11

Pengaruh lain yang datang dari kesukaan membaca sejak kecil adalah

partisipasi aktif Wahid Hasyim dalam dunia pergerakan. Sebagaimana diketahui,

pada masa itu telah tumbuh dan berkembang berbagai perkumpulan, seperti Budi

utomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, al-Irsyad, dan NU. Hal ini terjadi

khususnya setelah diikrarkannya Sumpah pemuda 1928. Salah satu hal penting

yang dipahami Wahid Hasyim dari munculnya berbagai perkumpulan saat itu

adalah pentingnya berorganisasi. Dengan berorganisasi, sekelompok manusia

disatukan berdasarkan latar belakang dan tujuan yang sama dan selanjutnya

secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan tersebut. Hal inilah yang

kemudian mendorong Wahid Hasyim mendidrikan Ikatan Pelajar-pelajar Islam

pada 1936. Meski sifatnya lokal, anggotanya mencapai lebih dari 300 orang.

Tujuan utama pembentukan organisasi ini adalah, untuk memasyarakatkan

budaya baca di kalangan para anggotanya. Dari organisasi kecil ini Wahid

Hasyim melanjutkan keterlibatannya dalam organisasi-organisasi berskala

Nasional, seperti NU dan Masyumi.12

Di usia 20-an tahun, Wahid Hasyim sudah menghabiskan waktunya untuk

aktifitas Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan oleh, antara lain, ayahandanya,

KH. Hasyim Asy’ari. Meski anak sang pendiri, tapi karir di ormas terbesar

pengikutnya ini beliau rintis dari bawah, dari ranting Tebuireng sampai menjadi

Ketua Pendidikan Ma’arif NU. Ketika NU memisahkan diri dari Masyumi dan

berubah menjadi partai politik, tahun 1950, Wahid Hasyim terpilih sebagai

Ketua Biro Politik NU.13

Pada 1939 NU masuk menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A’la

Indonesia) yang kemudian berganti nama menjadi Masyumi (Majelis Syura

Muslimin Indonesia) berdiri pada 1937 dalam kongres Islam adalah federasi

organisasi-organisasi Islam yang sangat anti kolonial dan non-koperatif terhadap

11

Aboebakar, Sejarah Hidup…, h. 192 12

Saiful Umam, “KH. Wahid Hasyim: …, h. 105 13

Herry Mohammad, dkk., Tokoh-tokoh …, h. 35

Page 54: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

44

penjajah. Sedangkan Masyumi sendiri pertama kali didirikan pada Oktober

1943.14

Pos pertama yang diduduki Wahid Hasyim ketika NU bergabung dengan

Masyumi adalah sebagai Wakil Ketua Masyumi, sementara Ketua Masyumi saat

itu dijabat ayahandanya, KH. Hasyim Asy’ari. Karena KH. Hasyim Asy’ari tetap

memilih di Jombang, memimpin pondok pesantrennya, maka yang menjalankan

tugas sehari-hari adalah Wakil Ketua yaitu Wahid Hasyim.

Selanjutnya pada masa pendudukan Jepang, Wahid Hasyim menjadi

Wakil Kepala Kantor Urusan Agama Pusat, Shumubu. Sekali lagi, di sini yang

menjabat sebagai kepalanya adalah KH. Hasyim Asy’ari.

Shumubu dapat dikatakan kelanjutan dari Kantoor vor Inlandse Zaken

(Kantor Urusan Pribumi) pada masa Belanda. Lembaga Shumubu pertama kali

dipimpin orang jepang, Kol. Horie, kemudian digantikan Hoesain

Djajadiningrat. Sesuai dengan perubahan kebijakan Jepang yang lebih

konsiliatori terhadap kalangan Islam, lembaga ini mengalami reorganisasi; KH.

Hasyim Asy’ari kemudian diangkat sebagai Kepala Shumubu.

Karir Wahid Hasyim dalam pentas politik Nasional terus melejit. Dalam

usianya yang masih muda, beberapa jabatan penting telah disandang, baik

kepengurusan NU maupun Masyumi. Bahkan ketika Jepang membentuk badan

yang bertugas menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan atau dikenal

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),

pada tanggal 7 Desember 1944, Wahid Hasyim merupakan salah satu anggota

termuda setelah BPH. Bintoro, dari 62 orang yang ada. Waktu itu Wahid Hasyim

berusia 33 tahun, sementara Bintoro 27 tahun. Sebagai tokoh muda, dia juga

diangkat menjadi penasihat Panglima Besar Jenderal Soedirman. Dia juga

merupakan tokoh termuda dari Sembilan tokoh Nasional yang menandatangani

Piagam Djakarta, sebuah piagam yang melahirkan proklamasi dan konstitusi

negara.15

14

Untuk lebih mengetahui sejarah dari MIAI dan Masyumi, Lihat Deliar Noer, Partai

Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: PT Pustaka Grafiti, 1987), Cet.I, h.26-28&45-71 15

Saifullah Ma’shum (ed.), Karisma Ulama: …, h. 311-312

Page 55: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

45

Setelah menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

dibentuk sebagai ganti Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI), hanya dua wakil Islam yang duduk di sana. Mereka adalah

Wahid Hasyim dan Ki Bagus Hadikusumo (wakil dari Muhammadiyah) dan

berhasil turut menyelamatkan persatuan bangsa Indonesia dari perpecahan

karena perbedaan aspirasi tentang dasar negara.

Di dalam kabinet pertama, dibentuk presiden Soekarno pada September

1945, Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Menteri Negara. Demikian juga dalam

Kabinet Sjahrir tahun 1946.

Setelah terjadi penyerahan kedaulatan dan berdirinya RIS, dalam Kabinet

Hatta tahun 1950, dia diangkat menjadi Menteri Agama, tepatnya pada tanggal

20 Desember 1949. Jabatan Menteri Agama terus dipercayakan kepadanya

selama tiga kali kabinet, yakni Kabinet Hatta, Natsir, dan Kabinet Sukiman.

Langkah pertama yang diambil Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama

adalah menentukan di mana kantor kementerian tersebut. Karena memang belum

punya gedung, dia akhirnya menyewa ruangan di Hotel Des Indes di Jl. Gajah

Mada Jakarta (yang sekarang menjadi Duta Merlin). Dikamar No.4 hotel

tersebut, Wahid Hasyim memulai tugasnya sebagai Menteri Agama. Sekitar

sebulan kemudian, berkat jasa Menteri Dalam Negeri, Anak Agung Gde Agung,

kantor kementerian ini pindah ke sebuah paviliun di Jl. Merdeka Utara No.7.

Meski ruangannya tidak besar, dia cukup memadai mengingat personil

mengingat personil Kementerian Agama RIS waktu itu hanya tujuh orang,

termasuk Menteri.

Dalam urusan kementerian ini pun, paling tidak dia sudah memiliki

pengalaman pada masa Jepang. Namun, keberadaan Wahid Hasyim sebagai

Menteri Agama pada masa kemerdekaan menjadi khusus, jika dilihat dari

konteks situasi saat itu dan apa yang dihasilkan Wahid Hasyim dalam

kapasitasnya sebagai Menteri Agama.

Ada dua hal yang dianggap dua concerns utama Wahid Hasyim ketika dia

menjabat Menteri Agama. Pertama, pemantapan peran lembaga ini dalam

konteks Negara dan bangsa, sehingga dia tidak dicurigai sebagai departemen

Page 56: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

46

orang Islam dan sekaligus menjadikannya sejajar dengan departemen-

departemen teknis lainnya. Kedua, peningkatan apresiasi terhadap pentingnya

menguasai ilmu pengetahuan umum dan Islam secara seimbang. Dari perhatian

kedua ini, kita dapat melihat dari lahirnya Perguruan Tinggi Agama Islam

Negeri (PTAIN)─yang di kemudian hari berkembang menjadi Institut Agama

Islam Negeri (IAIN)─sebagai lembaga pendidikan tinggi agama yang modern,

dan pengajaran pelajaran agama di sekolah-sekolah umum. Selain kedua hal

tersebut tentu masih banyak kebijakan-kebijakan penting Wahid Hasyim selaku

Menteri Agama.

Jika pada umumnya kematangan prestasi dan karir seseorang baru dimulai

pada usia 40, Wahid Hasyim justru telah merengkuhnya pada usia di bawah itu.

E. Pemikiran KH. A. Wahid Hasyim

1. Bidang Agama

Wahid Hasyim seorang yang fanatik kepada Islam dan cara kehidupannya

sudah diketahui banyak orang. Bahkan dia sendiri menganjurkan sifat fanatik ini

kepada pemuda-pemuda Islam dan menyuruh mempergunakannya dengan tidak

segan-segan dan malu-malu sebagaimana tertulis dalam salah satu karangannya

yang berjudul “Fanatisme Fanatisme”.16

Meski Kementerian Agama sudah berdiri pada tahun 1946, tapi goyangan

terhadap kementerian ini terus melaju di era Wahid Hasyim menjadi menterinya.

Berbagai argumen tentang tidak pentingnya kementerian ini bergulir terus.

Tapi Wahid Hasyim, dengan berbagai argumentasinya, berusaha

mempertahankan dan mengembangkan Kementerian Agama.

Bagi mereka yang tak setuju dengan Kementerian Agama, punya

argumentasi bahwa Negara tidak mengurusi soal-soal agama. Argumen ini

dijawab oleh Wahid Hasyim, bahwa, meski Negara kita bukan Negara agama.

“Hanya negara Ateis yang melepaskan diri dari agama,” paparnya. Departemen

ini penting, menurut Wahid Hasyim, untuk mengurusi masalah-masalah

16

Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; Mengapa Memilih NU? Konsepsi

tentang Agama, Pendidikan, dan Politik, (Jakarta: Inti Sarana Aksara, 1985), h. 42-43

Page 57: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

47

keumatan. Dari pernyataan terakhir ini, Wahid Hasyim menegaskan bahwa

Kementerian Agama bukanlah Kementerian bagi umat Islam saja, tapi bagi

semua pemeluk agama.

Ada juga yang mengkritik bahwa lebih banyak mengurusi kepentingan

umat Islam. Hal ini dengan mudah dijawab oleh Wahid Hasyim, bahwa jumlah

umat Islam di Indonesia itu mayoritas, karena itu wajar bila pemerintah

memberikan perhatian lebih kepada mereka.

Ketika menjabat sebagai Menteri Agama, salah satu pemikiran dia dalam

hal keagamaan misalnya memindahkan pusat peribadatan agama budha dari

Candi Borobudur ke Candi Mendut. Akhirnya candi Borobudur hanya berperan

sebagi monumen kebesaran budaya bangsa dan sebagai tempat rekreasi.

Dalam bidang ibadah, Wahid Hasyim menetapkan kebijakan bahwa

pelaksanaan ibadah haji sepenuhnya ditangani pemerintah, yakni oleh Bagian

Urusan Haji dari Kementerian Agama. Dalam pelaksanaannya, bagian ini

bekerjasama dengan Yayasan PHI (Perjalanan Haji Indonesia). Lembaga

terakhir ini merupakan hasil dari resolusi Kongres Muslimin Indonesia pada

Desember 1949. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penyelenggaraan ibadah

haji dan juga menyelamatkan calon jamaah dari tipuan pihak-pihak tertentu yang

ingin mengeksploitasi mereka. Penipuan pernah terjadi pada 1949 terhadap

jamaah haji dari Jawa Barat. Banyak dari mereka yang terlantar ketika di Arab

dan kemudian menimbulkan kekacauan.

Kemudian ditetapkan juga beberapa persyaratan yang harus dipenuhi calon

jamaah haji. Antara lain, di samping harus berbadan sehat dan sudah baligh,

mereka juga harus mengetahui ilmu agama Islam, khususnya berkaitan dengan

ibadah haji. Mereka juga harus mempunyai bekal yang cukup, tidak hanya bagi

yang hendak melaksanakan ibadah haji tapi juga bagi keluarga yang

ditinggalkan, yang menjadi tanggungjawab mereka. Oleh karena itu, tidak

diperbolehkan menjual harta kekayaan yang menjadi gantungan hidup, demi

melaksanakan haji. Selain itu, ada juga persyaratan bahwa calon jamaah haji

tidak boleh buta huruf. Untuk ukuran saat itu, ketika tingkat buta huruf masih

tinggi di kalangan umat Islam Indonesia, persyaratan ini menimbulkan kesan

Page 58: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

48

menghambat orang yang ingin pergi haji. Tetapi Wahid Hasyim memiliki alasan

sendiri. Dengan mencantumkan syarat-syarat ini, dia ingin mendorong umat

Islam untuk belajar yang pada gilirannya nanti akan meningkatkan kualitas

sumber daya manusia. Memang, suli mengetahui apakah syarat-syarat tersebut

dilaksanakan secara penuh. Kebijakan yang diambil Wahid Hasyim tersebut

jelas menunjukkan bahwa dia mempunyai keinginan kuat untuk meningkatkan

kualitas umat Islam. 17

Selain berkaitan ibadah haji ini, satu lagi kebijakan Wahid Hasyim yang

perlu dicatat ketika menjadi Menteri Agama adalah dimulainya pelaksanaan

perayaan hari besar Islam secara kenegaraan, tepatnya adalah Peringatan Maulid

Nabi yang diadakan di Istana Negara pada 2 Januari 1950. Sejak saat itu,

peringatan tersebut selalu diadakan di tempat yang sama dan dihadiri Kepala

Negara.

2. Bidang Sosial

Pada 22 Desember 1951, sebuah majalah ibu kota memuat artikel yang

secara keras mengeritik para tokoh Islam. Penulisnya adalah Ma’mun Bingung.

Di bawah judul tulisan “Umat Islam Indonesia Menunggu Ajalnya, tetapi

Pemimpin-pemimpinnya Tidak Tahu”, Ma’mun Bingung menguraikan dua

peristiwa yang dinilai mengandung isyarat penting.

Peristiwa pertama adalah adanya konferensi yang dihadiri para professor

Kristen se-Asia yang berlangsung di Priangan. Dan kedua, peristiwa peletakan

batu pertama pembangunan kampus Universitas Gajah Mada (UGM)

Yogyakarta yang dilakukan oleh presiden (rektor) universitas negeri itu, Prof.

Dr. Sardjito. Dalam pertemuan Professor se-Asia, secara terbuka disampaikan

rencana menjadikan Indonesia sebagai negara Kristen. Sedangkan dalam

kegiatan peletakan batu pertama kampus UGM, ada seseorang tokoh yang

mengusulkan sesuatu yang dinilai aneh. Karena kampus UGM terletak di antara

17

Laporan Sejarah Departemen Agama (Jakarta: Proyek Penelitian Keagamaan

Departemen Agama RI, 1980/1981), h. 48

Page 59: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

49

Candi Borobudur dan Candi Prambanan, maka demikian, usulnya, kelak dia

harus bias menjelmakan (reinkernasi) kedua candi itu.

Dalam tulisan itu Ma’mun Bingung tidak memprotes ide menjadikan

Indonesia sebagai negara Kristen atau kampus UGM sebagai jelmaan Candi

Borobudur atau candi Prambanan. “Di dalam negara demokrasi seperti

Indonesia, tiap-tiap orang boleh berbicara apa yang dikehendaki, boleh

mengemukakan pendapat dan pikiran dengan sebebas-bebasnya asal di dalam

bebas-batas undang-undang,” demikian tulisnya.

“Hanya kepada umat Islam yang menurut hukum demokrasi mempunyai

hak hidup dan mengeluarkan pikiran, kami mengeluarkan kritik ini. Terutama

kepada para pemimpin Islam. Kami menyesal karena adanya peristiwa demikian

itu tidak ada seorang pun dari pemimpin tergerak hatinya untuk menunjukkan

kepada umat Islam di Indonesia agar jangan tetap dalam tidur nyenyaknya dan

mabuk politik yang membahayakan,” kata Ma’mun Bingung melalui

tulisannya.18

Siapa Ma’mun Bingung, penulis artikel pedas itu? Dia tidak lain adalah

KH. A. Wahid Hasyim. Nama Ma’mun Bingung merupakan salah satu saja dari

sekian nama samara yang dipakainya ketika menulis artikel.

Cuplikan pendek artikel itu, setidak-tidaknya menampakkan tiga hal

mendasar yang memperlihatkan sosok penulisnya. Pertama, betapa KH. A.

Wahid Hasyim memiliki jiwa toleransi yang tinggi terhadap perbedaan paham

dan bersikap proporsional dalam menyikapi setiap persoalan yang dihadapi.

Kedua, besarnya kepedulian terhadap peningkatan kualitas hidup umat Islam.

Dan ketiga adalah sikap kritisnya yang tak pernah padam meskipun menyangkut

umat Islam sendiri. Melalui tulisannya, kita menangkap getaran keprihatinan

yang sangat dari dari KH. A. Wahid Hasyim, setiap dia menyaksikan kondisi

umat Islam pada saat itu. Sungguh aneh di mata Wahid Hasyim. Banyak

pemimpin Islam waktu itu yang secara verbal sering menggembar-gemborkan

perjuangan Islam melalui berbagai jalur, terutama jalur politik, justru

18

Artikel ini dimuat dalam Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; …, h 125-

129

Page 60: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

50

membiarkan umat Islam hidup dalam kualitas serba memprihatinkan.

Menurutnya, banyak orang membawa bendera Islam untuk kepentingan yang

sebenarnya bertolak belakang dengan semangat Islam.

3. Bidang Pendidikan

Dalam pemikirannya di bidang pendidikan, Wahid Hasyim memulainya

dari perubahan secara perlahan-lahan pada Pondok Pesantren Tebuireng.

Pondok Pesantren Tebuireng yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari

pada tahun 1899 M ini pada awalnya hanya berupa sebuah bedeng berbentuk

bujur sangkar, dibagi menjadi dua ruangan. Bagian belakang berfungsi sebagai

tempat tinggal Kyai dan keluarganya, sedangkan yang lainnya untuk tempat

shalat dan belajar para santri yang berjumlah 28 orang.

Pendidikan semula berlangsung secara pengajian sorogan dan bandongan.

Sejak tahun 1916 mulai dirintis pendidikan dalam bentuk klasikal, meskipun

masih sangat sederhana. Baru pada tahun 1926 pendidikan banyak mengalami

penyempurnaan baik kurikulum maupun metodenya, termasuk adanya tambahan

pelajaran umum yang meliputi Bahasa Indonesia, Ilmu Bumi dan berhitung.

Sebagaimana diketahui, memang pada dasarnya pesantren memiliki kultur

yang khas yang berbeda dengan budaya sekitarnya─dan cara pengajarannya

yang unik. Sang kyai, yang biasanya adalah pendiri sekaligus pemilik pesantren,

membacakan manuskrip-manuskrip keagamaan klasik berbahasa Arab (dikenal

dengan sebutan “Kitab Kuning”), sementara para santri mendengarkan sambil

member catatan pada kitab yang sedang dibaca. Metode ini disebut bandongan

atau layanan kolektif. Selain itu, para santri juga ditugaskan membaca kitab,

sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni menyimak sambil mengoreksi

dan mengevaluasi bacaan dan performance seorang santri. Metode ini dikenal

dengan istilah sorogan atau layanan individual. Kegiatan belajar-mengajar

tersebut berlangsung tanpa adanya penjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat,

dan biasanya dengan memisahkan jenis kelamin siswa19

, antara laki-laki dengan

perempuan. Selain itu, jumlah teks klasik yang diterima di pesantren sebagai

19

Mastuki HS., Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), cet.II, h.3

Page 61: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

51

ortodoks (al-kutub al-mu’tabarah) pada prinsipnya terbatas. Ilmu yang

bersangkutan dianggap sesuatu yang sudah bulat dan tidak dapat ditambah;

hanya bisa diperjelas dan dirumuskan kembali. Meskipun terdapat karya-karya

baru, namun kandungannya tidak berubah.

Melihat itu semua, ada kekhawatiran akan adanya kemunduran atau

kemerosotan mutu pendidikan dan pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan

Islam. Karena materi yang diajarkan hanyalah materi-materi dan ilmu-ilmu

keagamaan. Anak didik atau santri akan lebih senang mengikuti pemikiran

ulama terdahulu dari pada berusaha melahirkan penemuan-penemuan baru,

mereka terpesona terhadap buah pikiran masa lampau sehingga merasa cukup

dengan apa yang sudah ada, dan pada akhirnya mereka tidak mampu untuk

memunculkan gagasan-gagasan keagamaan yang cemerlang.20

Guna meningkatkan pendidikan di Tebuireng, KH. Hasyim Asy’ari telah

menunjuk kepada Wahid Hasyim dan Muhammad Ilyas (sebelumnya telah

diutus untuk belajar di Mekkah) untuk mengembangkan pendidikan di

Tebuireng. Kesempatan baik ini, dimanfaatkan oleh mereka berdua untuk

mengadakan pembaruan dalam tiga bidang yakni: a) memperluas pengetahuan

para santri, b) memasukkan pengetahuan modern ke dalam kurikulum madrasah,

dan c) meningkatkan sistem pengajaran bahasa Arab secara aktif. Karena

disadari, bahwa pendidikan menentukan adanya objek yang menjadi

permasalahan, dan membawa suatu proses kearah tercapainya tujuan yang telah

terlebih dahulu ditetapkan.

Dengan keadaan seperti tersebut di atas , sebagai orang yang ditunjuk

untuk melanjutkan usaha pendidikan yang dibangun oleh ayahandanya, Wahid

Hasyim kemudian mengajukan beberapa usulan pembaruan pendidikan di

Pondok Pesantren Tebuireng. Di antaranya mengenai metode yang digunakan

dalam proses belajar mengajar dan tujuan atau harapan santri belajar di

pesantren dan pengenalan mata pelajaran dari Barat.

Mendudukkan para santri dalam posisi sejajar, atau bahkan bila mungkin

lebih tinggi, dengan kelompok lain agaknya menjadi obsesi yang tumbuh sejak

20

Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), cet.I, h.121

Page 62: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

52

usia muda. Wahid Hasyim tidak ingin melihat santri berkedudukkan rendah

dalam pergaulan masyarakat. Karena itu, sepulangnya dari menimba ilmu

pengetahuan, dia berkiprah langsung membina pondok pesantren asuhan

ayahandanya.

Keterbukaan terhadap segala hal yang baru dan pemikiran yang cukup

maju dari Wahid Hasyim dapat dilihat ketika beliau mengusulkan adanya

perubahan kurikulum di pondok pesantren. Ide yang ditawarkan adalah

memasukkannya ilmu pengetahuan “sekuler” dalam kurikulum pesantren. Hal

ini dimaksudkan agar santri tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga

menguasai ilmu-ilmu pengetahuan modern Barat. Dengan dikuasainya kedua

ilmu tersebut, santri, dalam pandangan Wahid Hasyim akan menjadi manusia

yang sempurna.21

Meski tidak pernah mengeyam pendidikan modern, wawasan berpikir

Wahid Hasyim dikenal cukup luas. Hal ini dapat diduga sebagai hasil dari

luasnya bacaan dia, sebagaimana telah disinggung pada latar belakang

pendidikan beliau di atas. Wawasan ini kemudian diaplikasikan dalam kegiatan-

kegiatan sosial dan pendidikan. Pada 1935 misalnya, bersama KH. Ilyas─yang

kemudian juga menjadi Menteri Agama─ Wahid Hasyim mendirikan Madrasah

Nizhamiyah yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama tapi juga ilmu-ilmu

umum, termasuk bahasa Belanda dan Inggris. Apa yang dilakukan Wahid

Hasyim bersama teman karibnya ini jelas merupakan inovasi baru bagi kalangan

pesantren. Pada saat itu, pelajaran umum masih dianggap hal tabu oleh pesantren

karena dipandang identik dengan Barat atau penjajah yang memperkenalkan

ilmu tersebut ke Indonesia. Kebencian mendalam terhadap penjajah membuat

pesantren mengharamkan semua yang berkaitan dengannya, seperti memakai

dasi dan topi, di samping ilmu pengetahuan umum tersebut. Tidak

mengherankan bila Wahid Hasyim, khususnya, dan pesantren Tebuireng,

umumnya, mendapat kritikan banyak pesantren karena langkah baru tadi.

Namun Wahid Hasyim dengan yakin melanjutkan usahanya ini, karena dia

21

Karel Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun

Modern, (Jakarta: LP3ES, 1974), h. 72; lihat juga Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di

Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1979), h. 63 dan 268

Page 63: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

53

melihat bahwa tidak semua yang datang dari Barat itu jelek atau tercela, apalagi

dalam hal ilmu pengetahuan.

Usaha Wahid Hasyim ini juga dapat dilihat sebagai pengaruh dari

perkembangan pendidikan saat itu. Sejak diperkenalkannya “politik etis” oleh

Belanda─yang kemudian memberikan kesempatan belajar bagi sebagian kecil

masyarakat Indonesia─dan didorong semangat pembaruan yang berasal dari

Timur Tengah, umat Islam Indonesia pada akhir abad 19 dan awal abad 20 mulai

mengembangkan sistem pendidikan moderen. Para pengelola pendidikan Islam

tidak hanya mengubah pendidikan tradisional, seperti pesantren, ke bentuk

madrasah atau pendidikan klasikal; sebagian mereka mengembangkan sistem

pendidikan Barat yang dimuati nilai-nilai Islam, seperti dilakukan

Muhammadiyah. Pada 1930-an telah dijumpai banyak sekolah moderen Islam

yang mengajarkan ilmu pengetahuan umum ditambah dengan pelajaran-

pelajaran agama. Hal inilah yang tampaknya ikut mempengaruhi Wahid Hasyim

mendirikan Madrasah Nizhamiyah di atas.

Dalam intitusi baru yang didirikan Wahid Hasyim ini, dia menggunakan

ruang kelas dengan kurikulum 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama.

Pelajaran sekuler yang diajarkan di Madrasah Nizhamiyah adalah aritmatika,

sejarah, geografi dan ilmu pengetahuan alam. Sebagai tambahan, santri diajari

pelajaran bahasa, yakni bahasa Indonesia, Inggris dan Belanda. Keterampilan

mengetik juga diberikan untuk meningkatkan kualitas keterampilan santri.

Mengenai keefektifan metode yang digunakan di pesantren, Wahid

Hasyim mengusulkan untuk mengadopsi sistem tutorial, sebagai ganti dari

metode bandongan. Menurutnya, metode bandongan sudah sangat tidak efektif

dalam mengembangkan inisiatif santri. Hal ini disebabkan di mana metode

bandongan diterapkan, santri dating hanya untuk mendengar, menulis dan

menghafal pelajaran yang diberikan; tidak ada kesempatan bagi santri untuk

mengajukan pertanyaan atau bahkan mendiskusikan pelajaran. Wahid Hasyim

secara jelas menyimpulkan bahwa metode bandongan membuat santri pasif.

Wahid Hasyim juga mencoba untuk mengoreksi harapan santri belajar di

pesantren. Dia mengusulkan agar kebanyakan para santri yang datang ke

Page 64: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

54

pesantren tidak berharap menjadi ulama. Oleh karena itu, mereka tidak perlu

menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam mengakumulasikan ilmu agama

melalui teks-teks Arab. Mereka dapat memperoleh ilmu agama dari buku-buku

yang ditulis dengan huruf Latin, dan menghabiskan sisa waktunya untuk

mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dibarengi kemampuan menguasai

keterampilan yang berguna secara langsung di tengah masyarakat di mana

mereka berada. Hanya sebagian kecil saja yang memang disiapkan menjadi

ulama yang diajari bahasa Arab dan karya-karya klasik.

Langkah yang diambil, di samping untuk latihan mengoperasionalkan ilmu

pengetahuan juga untuk mencoba menjajaki kondisi pendidikan yang sebenarnya

sedang berkembang di masyarakat Islam pada waktu itu. Selanjutnya usaha

meningkatkan ilmu pengetahuan, Wahid Hasyim merintis perpustakaan pribadi

yang dipenuhi koleksi buku-buku agama dan ilmu pengetahuan umum. Dia juga

berlangganan majalah-majalah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang

mengungkap masalah-masalah agama, pendidikan, politik dan kehidupan yang

dialami oleh berbagai umat Islam di dunia.22

Semua buku dan majalah yang beliau punyai ditempatkan dalam

perpustakaan dan beliau menganjurkan kepada santrinya untuk membacanya.

Apa yang dilakukan Wahid Hasyim ini adalah untuk mendukung idenya bahwa

umat Islam, khususnya generasi muda, harus banyak membaca.

Di samping itu, pada tahun 1936 didirikanlah Ikatan Pelajar-pelajar Islam

(IKPI) yang dipimpin oleh Wahid Hasyim sendiri.

Bahkan ketika Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama (1949-1952)

banyak hal pembaruan dalam usaha dan jasa di bidang pendidikan dan

pengajaran Islam, yang kebetulan pada waktu itu yang menjadi penghubung

pendidikan agama kantor Pusat Kementerian Agama adalah Mahmud Yunus. Di

antara jasa-jasanya itu adalah sebagai berikut:

a. Mengeluarkan peraturan tentang: susunan dan tugas kewajiban Kantor

Pusat Kementerian Agama, Jawatan Pendidikan Agama dan Jawatan

22

Zamakhsyari, Tradisi…, h. 106

Page 65: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

55

Penerangan Agama. (Peraturan Menteri Agama No.2 tahun 1951 tanggal

12 januari 1951).

b. Mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri PPK dan Menteri Agama

tentang: Pendidikan Agama di sekolah-sekolah Negeri dan Partikelir pada

20 Januari 1951.

c. Menyusun top formasi pegawai Kantor Pendidikan Agama di Propinsi-

propinsi dan Kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia (pada tanggal 27

Januari 1951).

d. Mendirikan kantor-kantor pendidikan agama di propinsi-propinsi dan

kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia (pada tanggal 30 Januari 1951).

e. Mendirikan Sekolah Guru Hakim Agama (SGHA) Negeri di Kotaraja

(Aceh) pada tanggal 13 Februari 1951.

f. Mendirikan Sekolah Guru Hakim Agama (SGHA) Negeri di Bukit Tinggi

(Sumatera Tengah) pada tanggal 31 Februari 1951.

g. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Tanjung Pinang

(Sumatera Tengah) pada tanggal 31 Mei 1951.

h. Mengusahakan keluarnya Putusan Menteri PPK dan persetujuan Menteri

Agama tentang penghargaan ijazah-ijazah madrasah (pada tanggal 17 Juli

1951).

i. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Kotaraja (pada

tanggal 14 Agustus 1951).

j. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Padang (pada

tanggal 16 Agustus 1951).

k. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Banjarmasin (pada

tanggal 16 Agustus 1951).

l. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Jakarta (pada

tanggal 16 Agustus 1951).

m. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Tanjung Karang

(Sumatera Selatan) pada tanggal 16 Agustus 1951).

n. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Bandung (pada

tanggal 02 Agustus 1951).

Page 66: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

56

o. Mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan (pada

tanggal 08 Agustus 1951).

p. Mendirikan Sekolah Guru Hakim Agama (SGHA) Negeri di Bandung

(pada tanggal 02 Agustus 1951).

q. Menetapkan rencana pendidikan Islam di sekolah-sekolah Rakyat dari

kelas IV—VI (pada tanggal 06 Mei 1951).

r. Menetapkan rencana pelajaran agama Islam di Sekolah-sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (pada tanggal 31 Agustus 1951).

s. Mengeluarkan peraturan bersama Menteri PPK dan Menteri Agama

tentang peraturan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di

Yogyakarta (pada tanggal 21 Oktober 1951).

t. Dan lain-lain, yang berhubungan dengan pendidikan agama.

Maksud dari itu semua, bahwa beliau juga menyadari, sejak sistem

pendidikan Nasional mengadopsi sistem Barat yang memfokuskan pendidikan

pada pelajaran sekuler, banyak hal yang hilang dari pendidikan terutama yang

berkaitan dengan nilai dan moral. Hal ini menjadi perhatiannya karena,

pendidikan yang menjadi motor penggerak kemajuan Indonesia tidak hanya

persoalan perkembangan akal atau badan dan keterampilan belaka, akan tetapi

juga persoalan perkembangan spirit yang hanya dapat dicapai melalui

pendidikan agama. Oleh karena itu, beliau menekankan bahwa sistem

pendidikan Nasional harus memasukkan pelajaran agama dan harus diberikan

secara seimbang dengan pelajaran umum. Perdebatan mengenai apakah

pelajaran agama harus diberikan di sekolah pemerintah (Negeri) atau tidak,

akhirnya mengeluarkan SK bersama antara Kementrian Agama dengan

Kementrian Pendidikan yang menyatakan bahwa pelajaran agama harus

diberikan sejak kelas IV, dan sekolah menengah selama dua jam dalam

seminggunya. Berkat usaha Wahid Hasyim dalam kabinet, pemerintah

mengeluarkan peraturan tertanggal 21 Januari 1951 yang mewajibkan pelajaran

agama harus diajarkan di sekolah “sekuler”.

Pendeknya, pada masa Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama dan

Mahmud Yunus sebagai Penghubung Pendidikan Agama, banyaklah usaha-

Page 67: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

57

usaha yang dilaksanakan untuk kemajuan pendidikan agama seluruh Indonesia.

Pada masa itulah (1951), lahir SGHA dan PGA di luar pulau Jawa, dengan

rencana pelajaran yang sama; dan pada masa itu, lahirlah persatuan rencana

pelajaran agama di sekolah-Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (rencana Panitia,

kemudian disahkan oleh Menteri Agama dan Menteri PPK). 23

Pada masa itu, 1951, telah ada jawatan Pendidikan Agama yang

berkedudukan di Yogyakarta. Sebab itulah diadakan Penghubung Pendidikan

Agama di Pusat Kementerian Agama di Jakarta yang dikepalai oleh Mahmud

Yunus.

4. Bidang Politik

Ketika Wahid Hasyim menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini mengadakan dua kali

rapat. Pertama, tanggal 28 Mei sampai 1 Juni 1945 dan kedua pada 10-17 Juli

1945. Dalam siding pertama, badan ini membicarakan dasar-dasar negara

Indonesia yang akan lahir. Dalam rapat ini, Wahid Hasyim adalah salah satu

peserta yang menghendaki agar negara yang akan dibentuk berdasarkan Islam

mengingat Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia. Mereka dikenal

dengan golongan Islam. Sementara itu, sebagian peserta lain menghendaki agar

negara yang akan dibentuk tidak berdasarkan pada agama tertentu karena adanya

fakta bahwa selain umat Islam terdapat pula penganut agama lain di nusantara

ini. Yang terakhir ini dikenal dengan golongan Nasional─meski sebagian besar

anggota golongan ini juga beragama Islam. Rapat ini berakhir dengan

dibentuknya Panitia Sembilan, dimana Wahid Hasyim menjadi salah satu

anggotanya, yang bertugas merumuskan hasil akhir berdasarkan usulan-usulan

peserta sidang. Panitia inia akhirnya berhasil merumuskan rancangan

Pembukaan Undang-Undang Dasar yang kemudian lebih dikenal sebagai

Piagam Jakarta. Dalam piagam tersebut, tercantum satu kalimat yang di

23

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber

Widya, 1995), h. 369-371

Page 68: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

58

kemudian hari menimbulkan kontroversi, yakni sila pertama: “Ketuhanan

dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Rapat kedua yang mestinya membicarakan isi Undang-Undang Dasar

sempat diawali perdebatan sekitar Piagam Jakarta tersebut tadi. Sekali lagi,

Wahid Hasyim yang menjadi bagian dari mereka mengusulkan agar negara

berdasarkan Islam dan Presiden harus orang Indonesia asli dan beragama Islam.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Wahid Hasyim adalah orang yang gigih

mengusulkan agar Indonesia menjadi negara yang berdasarkan Islam. Namun

Islam bukanlah harga mati bagi dia. Ini terbukti ketika pada suatu hari setelah

proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, Wahid hasyim tanpa

berbelit-belit dapat menerima usulan yang diajukan Mohammad Hatta agar

segala rumusan yang memuat Islam secara eksplisit dihapuskan dari Pembukaan

Undang-Undang Dasar, karena disinyalir ada keberatan dari penduduk Indonesia

bagian Timur yang tidak ingin bergabung dengan Indonesia merdeka jika

berdasarkan Islam.24

Apa yang dilakukan Wahid Hasyim kemudian justru adalah bagaimana

menempatkan aspirasi kalangan agama, tidak hanya Islam, dalam negara

Indonesia modern melalui institusi Kementerian Agama.

Sama halnya ketika Wahid Hasyim berada di tubuh organisasi yang

dinaunginya, NU. Setelah NU keluar dari Masyumi, Wahid Hasyim menulis

sepucuk surat kepada PB Masyumi yang menyatakan alasan betapa pentingnya

Masyumi mengubah struktur organisasi menjadi sebuah federasi. Dengan

struktur demikian, semua organisasi yang berdasarkan Islam dapat menjadi

anggotanya dan dapat dipersatukan kembali potensi umat Islam dalam

melakukan perjuangan. Namun seruan itu ternyata tidak ditanggapi, tetapi justru

hal tersebut mendapat respon positif dari Paartai Sarikat Islam Indonesia dan

Partai Perti (Pergerakan Tarbiyah Islamiyah).

24

Memang terjadi perbedaan pendapat, apakah Wahid Hasyim hadir dalam rapat tanggal 18

Agustus 1945 itu. Prawoto mengatakan tidak karena Wahid Hasyim sedang berada di luar

Jakarta, sementara Hatta yakin dia ada dalam rapat tersebut. Lihat Deliar Noer, Partai Islam …,

h. 39-43

Page 69: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

59

Kemudian dibentuklah badan persiapan federasi. Dalam rapat badan

persiapan federasi, disetujui federasi itu dinamakan Liga Muslimin Indonesia.

Peresmiannya dilakukan di serambi Gedung Parlemen Pejambon (sekarang

Gedung Kemenlu) pada 30 Agustus 1952, bertepatan dengan hari wukuf di

Arafah pada musim haji tahun itu. Menurut anggaran dasarnya, federasi ini

dibentuk untuk mewujudkan masyarakat Islamiyah yang sesuai dengan hukum

Allah dan Rasulullah. Untuk mewujudkan tujuan itu, federasi ini berusaha

mengatur rencana bersama mengenai langkah-langkah besar bagi kepentingan

umat Islam di Indonesia dalam segala lapangan kehidupan.

Page 70: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

60

BAB IV

PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM

KH. A. WAHID HASYIM

A. Pembaruan Pendidikan Islam

Wahid Hasyim adalah seorang yang memberikan perhatian besar

terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Latar belakang pendidikan

pesantren yang ia miliki ditambah dengan bacaannya yang luas, sebagaimana

telah diketahui dalam biografi beliau, menjadikan Wahid Hasyim sebagai

pribadi yang sadar akan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan, agama

dan umum sekaligus. Beliau sangat memahami bahwa Indonesia yang sedang

membangun membutuhkan tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu

pengetahuan umum. Sebaliknya, pembangunan yang sedang berlangsung juga

membutuhkan agama agar terhindar dari dekadensi moral.

Dalam kesempatan lain, dia mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan

tidak boleh dikurung perasaan keagaamaan yang sempit. “Tiap-tiap Muslim

sejati… memandang pengetahuan dari sudut logika semata-mata; perasaan

dan batin dalam lapangan mencari pengetahuan dan mengadu kebenaran

harus dikesampingkan.” Demikian pula, ilmu harus bebas dari pertimbangan-

pertimbangan politik.1

1 Aboebakar, Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar, (Jakarta:

Panitia Buku Peringatan Alm. KH. A. Wahid Hasyim, 1957), h. 813-814

Page 71: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

61

Untuk mewujudkan hal tersebut, ada tiga hal yang dilakukan Wahid

Hasyim ketika menjabat Menteri Agama. Pertama, lahirlah Perguruan Tinggi

Agama Islam (PTAIN) pada tahun 1950—yang kemudian hari berkembang

menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) pada tahun 1960—sebagai

lembaga pendidikan tinggi agama yang modern. Kedua, memasukkan

kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Ketiga, mendirikan

Pendidikan Guru Agama—sebagai konsekuensi dari adanya pengajaran

agama di sekolah-sekolah umum.

Wahid Hasyim memberikan kontribusi pembaruan dalam pendidikan

Islam dari ketiga hal di atas; mendirikan PTAIN, memasukkan pendidikan

agama di sekolah umum, dan mendirikan PGA di kancah pendidikan nasional

ketika menjabat sebagai Menteri Agama.

1. Mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)

Keinginan sebagian pemimpin Islam di negeri ini untuk memiliki

lembaga perguruan tinggi sendiri sesuai dengan tradisi dan nilai-nilai Islam

sudah tumbuh menjelang periode akhir era kolonialisme, lebih-lebih setelah

melihat kiprah para tamatan lembaga perguruan tinggi yang diprakarsai

pemerintah penjajah.

Kota Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan pusat pemerintahan

Republik Indonesia, diberi penghargaan dengan menetapkan Kota

Yogyakarta sebagai kota universitas. Karena telah didirikanlah di Yogyakarta

Universitas Gajah Mada yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor

37 Tahun 1950 tertanggal 14 Agustus 1950. Sehubungan dengan itu kepada

umat Islam diberikan pemerintah pula Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri

(PTAIN) yang dinegerikan dari Fakultas Agama Universitas Islam Indonesia

(UII) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950 dan di

tanda tangani oleh Presiden RI bertanggal 14 Agustus 1950. Sedangkan

peraturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran dan Kebudayaan No. K/I/14641

Page 72: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

62

Tahun 1951 (Agama) dan No. 28665/ Kab. Tahun 1951 (Pendidikan

tertanggal 1 September 1951).

PTAIN berasal dari fakultas Agama dari Universitas Islam Indonesia

(UII) di Yogyakarta. Dengan demikian Universitas Islam Indonesia (UII)

tidak mempunyai fakultas Agama lagi. Hanya tersisa fakultas Hukum,

fakultas Ekonomi dan fakultas Paedagogik (Pendidikan).

a. Sejarah Berdirinya

Salah satu jasa Wahid Hasyim selama dia menjadi Menteri Agama ialah

menerima pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dalam

Kementerian Agama. Sejarahnya adalah sebagai berikut:

Pada petengahan tahun 1950, dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah No.34/1950 tanggal 14 Agustus 1950, dimulailah langkah-

langkah pertama untuk mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri

(PTAIN).

Kemudian atas keputusan Kabinet dibentuklah suatu panitia bernama

Panitia Perguruan Tinggi Agama, kemudian diganti dengan nama Panitia

Perguruan Tinggi Islam, diketuai oleh KH. Faturrahman Kafrawi (mantan

Menteri Agama RI) dan terdiri dari 11 anggota yaitu:

1. KH. Fathurrahman Kafrawi sebagai Ketua

2. Prof. Drs. Abdullah Sigit sebagai Anggota

3. Prof. Mr. A. G. Pringgidigdo sebagai Anggota

4. Muchtar Yahya sebagai Anggota

5. Prof. Abd. Kahar Muzakkir sebagai Anggota

6. Mahmud Yunus sebagai Anggota

7. KH. Faried Ma’ruf sebagai Anggota

8. KH. Abdullah Efendi sebagai Anggota

9. Prof. Mr. Notosusanto sebagai Anggota

10. Mr. Rusbandi sebagai Anggota

11. M. Sulaiman sebagai Anggota

Page 73: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

63

Dalam waktu tiga setengah bulan panitia tersebut menyusun Rencana

Peraturan yang selanjutnya mendapat pengesahan dari Kementerian Agama

dan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Dan berkenaan

dengan hal itu disusun pula rencana calon-calon anggota Dewan Pengawas

(Dewan Kurator) dan calon-calon pendidiknya.

Kemudian KH. Fathurrahman Kafrawi diberikan tugas oleh Wahid

Hasyim selaku Menteri Agama, untuk melaksanakan segala persiapan

penyelenggaraan keperluan Perguruaan Tinggi Agama Islam Negeri ini.

Diantara hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah:

a. Gedung perkuliahan,

b. Sekretariat,

c. Perlengkapan,

d. Dosen,

e. Dewan Kurator (Dewan Penasehat),

f. Kegiatan pendaftaran dan lainnya. 2

Dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan pendirian PTAIN ini

bukanlah jumlah yang kecil pada saat itu sebesar Rp. 548.500 (Lima ratus

empat puluh delapan ribu lima ratus rupiah). Barulah pada bulan September

1951 telah selesai dibangun gedung untuk PTAIN di Yogyakarta. Gedung

tersebut telah dilengkapi dengan kebutuhan yang sesuai pada masanya. Dan

untuk mengisi koleksi perpustakaan PTAIN maka disediakan 2.000 buah

judul buku.

Mulailah dibuka penerimaan pendaftaran mahasiswa pada tanggal 1 Juli

1951 sampai dengan 25 Agustus 1951 dan terkumpul 100 calon mahasiswa.

Namun sehubungan dengan belum tersedianya Ketua Fakultas dan Dosen,

maka para calon mahasiswa tersebut diadakan “penyaringan” oleh Panitia

Ujian yang diketuai oleh Hertog Jojonegoro dan beranggotakan 11 orang.

Calon mahasiswa yang berasal dari Sekolah Menengah Atas atau yang

sederajat, seperti SGHA, SMA Negeri atau yang dipersamakan dengan

2 Aboebakar, Sejarah Hidup …, h. 665

Page 74: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

64

Sekolah Kejuruan Sejarah SGA, STM, serta Madrasah Menengah Tinggi

dengan terlebih dahulu dilaksanakan ujian.

Untuk memberikan jalan bagi pelajar-pelajar lulusan Madrasah

Menengah Atas (Tinggi) yang berminat ke PTAIN namun tingkat

pengetahuan umumnya kurang memadai, disediakan sekolah persiapan

dengan menempuh ujian masuk dengan mata pelajaran: Pengetahuan Agama

Islam, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Bumi, Sejarah Umum dan

Indonesia. Mata pelajaran di Sekolah Persiapan sama dengan mata pelajaran

yang diberikan di SMA Negeri kelas III jurusan Sastra (A) ditambah dengan

pelajaran Agama Islam.

PTAIN pada tanggal 26 September 1951 telah resmi dibuka dan dihadiri

oleh Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama dengan menyampaikan pidato

yang berjudul “Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri”.3 Pelaksanaan

penyelengaraannya diatur bersama oleh Menteri Agama dan Menteri PP&K

tertanggal 21 Oktober 1951 yang ditandatangani oleh A. Wahid Hasyim dan

Mr. Wongsonegoro.

b. Latar Belakang Berdirinya

Dalam sebuah sambutan Wahid Hasyim ketika membuka PTAIN ini dia

menyebutkan: jika pada saat ini (baca: saat pembukaan itu) mungkin timbul

pertanyaan yang disebabkan karena adanya dugaan, seakan-akan dengan

pembukaan PTAIN ini terdapat maksud bahwa golongan Islam lebih

diperhatikan melebihi golongan agama lainnya, maka hal tersebut tidaklah

benar. Karena untuk golongan Islam sekolah agama yang mengajajarkan dan

memelihara pendidikan agama dengan dasar pengetahuan yang bernilai

universitas belumlah ada di Indonesia. Wahid Hasyim menegaskan bahwa

walaupun PTAIN ini memakai nama suatu agama tertentu, yaitu Islam, tetapi

diantara tenaga-tenaga yang memajukannya baik di kalangan pengajar

maupun pelajarnya terdapat orang-orang dari macam-macam golongan

3 Naskah Pidato ini dimuat dalam Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim;

Mengapa Memilih NU? Konsepsi tentang Agama, Pendidikan, dan Politik, (Jakarta: Inti

Sarana Aksara, 1985), h.84-90

Page 75: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

65

agama. Maka perasaan saling menghargai dan kerja sama yang baik itu dapat

dipelihara.4

Selanjutnya masih dalam sambutannya ketika meresmikan perguruan

tinggi ini, Wahid Hasyim menjelaskan bahwa pendirian lembaga ini dilatar

belakangi beberapa hal. Antara lain, keprihatinan dia akan rendahnya kualitas

sumber daya manusia di kalangan umat Islam. Padahal, mereka adalah

kelompok terbesar. Karena kelemahan kualitas yang mereka hadapi,

kelompok mayoritas ini tidak mampu menyukseskan pembangunan yang

dilakukan dalam waktu yang cepat. Selain itu, pendirian ini juga didorong

oleh fakta bahwa umat Islam belum memiliki sekolah yang mengajarkan dan

memelihara pendidikan agama Islam dengan dasar pengetahuan setingkat

universitas. Sementara kelompok minoritas sudah memilikinya, dalam bentuk

Sekolah-sekolah Tinggi Theologia.

Disamping kedua latar belakang tersebut, dia juga mengemukakan bahwa

dalam masyarakat saat itu dijumpai dua pimpinan Islam. Pertama, pemimpin

politik Islam yang umumnya berpendidikan Barat tapi tidak punya

pengetahuan agama yang cukup. Kedua, pemimpin agama Islam, yakni para

ulama yang pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan umum dan politik.

Sebab itu, Wahid Hasyim mengharapkan bahwa Perguruan Tinggi Agama

Islam tersebut mampu melahirkan cendekiawan yang tidak hanya mendalami

ilmu pengetahuan agama dan umum serta takwanya kepada Allah, tetapi juga

memahami persoalan-persoalan politik. Dengan demikian, tidak akan terjadi

adanya ulama yang karena tidak sadar, menundukkan ilmu pengetahuan pada

politik.5

Dalam pandangan Islam bahwa ilmu pengetahuan tidaklah dianggap

sebagai satu syarat hidup yang dapat berdiri sendiri. Disamping pengetahuan,

diletakkan syarat lain yaitu takwa dalam artian takut kepada Allah dan

menjaga diri dari kesalahan. Kedua syarat hidup tersebut haruslah lengkap,

bahkan ketakwaan harus melebihi pengetahuan itu sendiri. Sebab jika ilmu

4 Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; …, h.82

5 Aboebakar, Sejarah Hidup…, h. 812-818

Page 76: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

66

pengetahuan yang tidak disertai dengan ketakwaan maka akan menyebabkan

ketidakseimbangan dalam hidup.6

Jadi dengan hadirnya PTAIN yang dilatarbelakangi dari beberapa hal

tersebut menjadikan PTAIN kelak menghasilkan generasi yang

berpengetahuan luas serta memiliki ketakwaan kepada Allah swt. Sehingga

terhindar dari dekadensi moral.

c. Tujuan

Dari latar belakang berdirinya PTAIN yang telah dikemukakan terdapat

tujuan didirikannya PTAIN. Tujuan PTAIN adalah untuk memberikan

pengajaran tinggi dan menjadi pusat memperkembangkan dan memperdalam

ilmu pengetahuan tentang agama Islam dan untuk tujuan tersebut diletakkan

asas untuk membentuk manusia susila dan cakap serta mempunyai kesadaran

dalam bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia dan

dunia umumnya atas dasar Pancasila, Kebudayaan, Kebangsaan Indonesia

dan kenyataan.

Masyarakat sangat mengharapkan dengan adanya PTAIN ini kelak dapat

menghasilkan orang-orang pandai dan ulama yang memiliki ketakwaan,

perasaan takut kepada Allah swt dan dengan sendirinya menimbulkan rasa

tanggung jawab kepada-Nya lebih besar dari pada segala pertanggung

jawaban terhadap lainnya, dengan demikian maka akan mucul sikap jujur

serta berani membela kebenaran.7

Pada Pasal 2 dari Peraturan Pemerintah No.34 tahun 1950, bahwa

Perguruan Tinggi Agama Islam bermaksud untuk memberikan pelajaran

tinggi dan menjadi pusat untuk memperkembangkan dan memperdalam ilmu

pengetahuan tentang Agama Islam.

Di samping tujuan ideal di atas, dibentuknya PTAIN tidak luput dari

tujuan praktis, yakni untuk memenuhi dan mengatasi kekurangan tenaga ahli

dalam bidang ilmu agama Islam. Dapat dimaklumi bahwa pada ketika itu

6 Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; …, h. 87

7 Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; …, h. 89

Page 77: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

67

telah banyak lulusan tingkat menengah sekolah atau madrasah yang belum

tersalurkan minat studi mereka ke tingkat perguruan tinggi disebabkan

lembaganya sebelum berdiri PTAIN belum ada. Selain dari itu kebutuhan

tenaga ahli dalam bidang agama yang dapat menyahuti perkembangan zaman

amat diperlukan dalam rangka membangun Indonesia yang baru merdeka. Di

sisi lain, selama ini sebelum berdirinya PTAIN masyarakat Indonesia yang

ingin memperdalam ilmu pengetahuan keagamaannya mesti berangkat ke luar

negeri ke Mesir atau ke Saudi Arabia. Selain itu PTAIN ini juga dapat

diharapkan menjadi pusat untuk mengembangkan ilmu-ilmu keIslaman

seperti halnya al-Azhar di Kairo Mesir.

d. Kurikulum

PTAIN yang berdirinya diresmikan berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 34 Tahun 1950, baru beroperasi secara praktis pada tahun 1951.

Dimulailah perkuliahan perdana pada tahun tersebut dengan jumlah

mahasiswa 67 orang dan 28 orang siswa persiapan dengan pimpinan

fakultasnya adalah KH. Muhammad Adnan.

PTAIN ini mempunyai jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah dengan

lama belajar 4 tahun pada tingkat Bakalaureat dan Doktoral. Mata pelajaran

agama didampingi mata pelajaran umum terutama berkenaan dengan jurusan.

Mahasiswa jurusan Tarbiyah diberikan pengetahuan umum mengenai ilmu

pendidikan, dan begitu juga jurusan lainnya diberikan pula pengetahuan

umum yang sesuai dengan jurusannya.

Dalam peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri P.P.K pada

Peraturan Pemerintah No.34/1950 tanggal 14 Agustus 1950 pasal 1 tersebut

demikian:

1. Pelajaran PTAIN lamanya 4 tahun mempunyai susunan bertingkat-tingkat

yang bulat terdiri atas:

a. Tingkat pertama bernama Propaedeus selama 1 tahun yang diakhiri

dengan ujian Propaedeus.

Page 78: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

68

b. Tingkat kedua jenis Kandidat dan berjenis Bacalaureat selama

sedikitnya satu tahun yang masing-masing diakhiri dengan ujian

Kandidat dan Bakalaureat.

c. Tingkat ketiga bernama Doktoral selama dua tahun yang diakhiri

dengan ujian Doktoral.

2. Tingkat pelajaran Bakalaureat dan tingkat pelajaran Doktoral masing-

masing mempunyai jurusan Tarbiyah, jurusan Qadha dan jurusan Dakwah.

Sedangkan dalam pasal 3 ditegaskan, bahwa Pelajaran tingkat Propaedeus

terdiri atas mata pelajaran: Bahasa Arab, Pengantar Ilmu Agama, Fiqh dan

Usul Fiqh, Tafsir, Hadits, dan Ilmu Kalam. Pelajaran tingkat Kandidat terdiri

atas mata pelajaran: Bahasa Arab, Mantiq, Filsafat, Akhlak, Tasawuf, dan

Perbandingan Agama. Dan Pelajaran tingkat Doktoral terdapat:

a. Jurusan Tarbiyah terdiri atas: Bahasa Arab, Tafsir, Hadits, Ilmu

Pendidikan dan Pengajaran dan Satu mata pelajaran pilihan: Ilmu

Kalam, Ilmu Filsafat, Akhlak, dan Tasawuf.

b. Jurusan Qadha terdiri atas: Pengantar Hukum, Fiqh dan Ushul Fiqh,

Tafsir, Asas-asas Hukum Publik dan Hukum Privat, dan Satu mata

pelajaran pilihan: Ethnologi, Sosiologi, Ekonomi, dan Bahasa Arab.

c. Jurusan Dakwah terdiri atas: Bahasa Arab, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tafsir,

Hadits, Dakwah dan Satu mata pelajaran pilhan: Tarikh Islam, Sejarah

Kebudayaan Islam, Ilmu Jiwa, dan Sosiologi.

Selain daripada itu pada PTAIN diberi juga pengajaran dalam mata

pelajaran yang bersifat umum untuk memberikan dasar dan kesadaran akan

pendirian hidup yang luas dan kuat kepada para mahasiswa selaras dengan

tugas dan tujuannya.

Dan pada pasal 4 ditegaskan, bahwa mereka yang lulus dalam:

1. Ujian Bakalaureat memperoleh sebutan Bakalaureat Ilmu Pengetahuan

Agama Islam.

2. Ujian Doktoral memperoleh sebutan Doktorandus Ilmu Pengetahuan

Agama Islam.

Page 79: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

69

Keunggulan pada Perguruan Tinggi Agama Islam adalah ciri khas yang

menandai perguruan tinggi agama Islam terlihat secara jelas pada beban studi

yang ditawarkan kepada mahasiswa dan produk yang dihasilkannya. Sebagai

wahana pengembangan sumber daya Manusia (SDM), perguruan tinggi

agama Islam secara konsisten berupaya menghasilkan produk yang memiliki

berbagai kompetensi. Diantaranya kompetensi akademik yang berkaitan

dengan metodologi keilmuan, kompetensi professional yang menyangkut

dengan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam realitas kehidupan,

kompetensi intelektual yang berkaitan dengan kepekaan terhadap persoalan

yang berkembang.8

Pada masa Orde Lama, kurikulum nasional dalam hal ini UU RI No. 21

tahun 1950 tentang pendidikan dan pengajaran masih bersifat umum. Aturan-

aturan yang terdapat di dalamnya masih tertuju pada setiap jenjang

pendidikan secara nasional. Sehingga jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah

Dasar hingga Perguruan Tinggi belum memiliki aturan/perundang-undangan

yang lebih spesifik.

Dengan demikian, kurikulum PTAIN pada masa Orde Lama sesungguhnya

masih merupakan “perpanjangan tangan” dari pesantren-pesantren yang ada

pada waktu itu. Hal ini disamping karena kesamaan materi yang diberikan,

juga karena figur-figur yang terlibat dalam proses pendirian perguruan tinggi

ini pun masih tergolong orang-orang pesantren.

d. Perkembangannya

Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1950 tentang pengembangan Fakultas

Agama dari Universitas Islam Indonesia (UII) menjadi Perguruan Tinggi

Agama Islam Negeri (PTAIN). Guna melaksanakan peraturan ini dibentuklah

Panitia Perguruan Tinggi Islam, beranggotakan sebelas orang dan diketuai

oleh KH. Faturrahman Kafrawi, yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu

yang berkaitan dengan pembukaan perguruaan tinggi tersebut. Dalam waktu

8 Syahrin Hararap (ed.), H.A. Yakub Matondang: Perguruan Tinggi Islam sebagai Subyek

dan Obyek Moral Akademik di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Tiara Kencana, 1998), h. 4

Page 80: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

70

yang tidak terlalu lama, tepatnya pada 15 September 1951, lembaga ini resmi

dibuka dengan nama PTAIN dan berkedudukan di Yogyakarta.

Pendirian PTAIN ini merupakan salah satu peninggalan Wahid Hasyim

paling penting. Lembaga ini kemudian berkembang menjadi Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri (UIN) yang sekarang

berjumlah 14 di seluruh Indonesia, dan mampu menyerap lebih dari 15 persen

dari keseluruhan mahasiswa Indonesia.

Bertepatan pada ulang tahun (Dies Natalis) ke IX Perguruan Tinggi

Agama Islam Negeri pada tanggal 26 September 1959 berdasarkan Ketetapan

Menteri Muda Agama No. 41 Tahun 1959 dibentuklah suatu panitia dengan

nama “Panitia Perbaikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri” yang

diketuai Prof. Mr. RHA. Soenarjo.

Setelah mengadakan sidang beberapa kali, maka disepakatilah bahwa

PTAIN yang berkedudukan di Yogyakarta dengan ADIA9 yang

berkedudukan di Jakarta digabungkan menjadi Institut Agama Islam Negeri

“Al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukmiyah”. Keputusan panitia tersebut disetujui

oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Republik

Indonesia No.11 Tahun 1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam

Negeri yang mulai berlaku pada tanggal 9 Mei 1960.10

Dalam perekembangan berikutnya penggabungan kedua lembaga

perguruan tinggi tersebut diberi nama IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini

berkembang menjadi 16 fakultas yang tersebar di beberapa kota seperti

Banjarmasin, Palembang, Surabaya, Serang, Aceh, Jambi, dan Padang.

Hingga sampai sekarang ini perkembangan IAIN maupun UIN semakin

meningkat sejalan dengan respon positif masyarakat terhadap produk yang

9 ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) adalah realisasi dari Departemen Agama yang

bertugas untuk menyiapkan tenaga-tenaga guru agama dalam rangka kesuksesan pelaksanaan

pendidikan agama di sekolah-sekolah. Didirikan pada tanggal 15 Mei 1957 di Jakarta

tepatnya 12 kilometer dari Jakarta arah ke Selatan berdasarkan ketetapan Menteri Agama

Nomor 1 Tahun 1957 tertanggal 1 Januari 1957 yang dipimpin oleh Mahmud Yunus. 10

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 125-126

Page 81: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

71

dihasilkan dari Pendidikan Tinggi Islam ini.11

Dari data yang didapatkan

sampai pada tahun 1973 telah berdiri 14 IAIN di seluruh Indonesia yaitu:

Tabel 1

Jumlah IAIN se-Indonesia

No. Nama Lokasi Tahun

Berdiri

Jumlah

Fakultas

Landasan

Hukum

1 IAIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta 1960 8

Peraturan

Presiden No.

11/1960

2 IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 1963 10

SK Menag No.

49/1963

3 IAIN Ar-Raniry Banda Aceh 1963 6 SK Menag No.

89/1963

4 IAIN Raden

Fattah Palembang 1964 6

SK Menag No.

87/1964

5 IAIN Antasari Banjarmasin 1964 9 SK Menag No.

89/1964

6 IAIN Alauddin Ujung

Pandang 1965 13

SK Menag No.

79/1965

7 IAIN Sunan

Ampel Surabaya 1965 18

SK Menag No.

20/1965

8 IAIN Imam

Bonjol Padang 1966 8

SK Menag No.

77/ 1966

9

IAIN Sultan

Thaha

Saefuddin

Jambi 1967 4

SK Menag No.

84/ 1967

10 IAIN Sunan

Gunung Jati Bandung 1968 7

SK Menag No.

57/ 1968

11

Direkttori Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri tahun 2000/2001, Direktorat Jenderal

Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, h. 4

Page 82: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

72

11 IAIN Raden

Intan

Tanjung

Karang 1968 5

SK Menag No.

189/1968

12 IAIN Wali

Songo Semarang 1970 7

SK Menag No.

31/1970

13 IAIN Sultan

Syarif Qosim Pekanbaru 1970 3

SK Menag No.

194/1970

14 IAIN Sumatera

Utara Medan 1973 4

SK Menag No.

97/1973

Selanjutnya, upaya-upaya peningkatan IAIN terus dilaksanakan. Di

antaranya upaya peningkatan pendanaan, peningkatan peranan organisasi

IAIN, kurikulum peningkatan mutu dosen, penigkatan sarana fisik.

Kemudian dengan dilakukannya upaya-upaya peningkatan IAIN,

selanjutnya dalam perkembangan IAIN menjadi UIN telah dimulai sejak

tahun 2002 telah terjadi perubahan bagi sebagian IAIN menjadi UIN, yaitu

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta berdasarkan Keputusan Presiden No. 31 Tahun 2002 Tanggal 20 Mei

2002. Seterusnya diikuti oleh beberapa IAIN menjadi UIN, yaitu UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, UIN Syarif Qasim Pekanbaru, UIN Alauddin Makassar,

dan UIN Sunan Gunung Jati Bandung.

2. Memasukkan Pendidikan Agama di Sekolah Umum

Pelajaran agama di sekolah umum dapat dikategorikan sebagai bagian dari

pendidikan Islam, dalam kaitannya dengan tujuan mengembangkan keimanan

dan ketakwaan kepada Allah swt. Kategori sebagai pendidikan Islam ini

terutama dilihat dari pengertian pendidikan Islam dari sudut filosofinya,

bahwa esensi pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan pribadi

muslim yang memahami ajaran agamanya dan dapat mengamalkannya dalam

kehidupan sehari-hari sebagai pengabdian kepada Allah, Sang Pencipta.

Peningkatan iman dan takwa merupakan unsur dari tujuan pendidikan

nasional, mempunyai makna yang sangat dalam bagi pembentukan manusia

Page 83: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

73

Indonesia seutuhnya. Keimanan dan ketakwaan tidak dapat terwujud tanpa

agama, karena hanya agamalah yang dapat menuntun manusia Indonesia

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa.

Demikian dalam kaitan pembangunan bangsa, pendidikan agama pada

hakikatnya merupakan bangunan bawah dari moral bangsa. Ketentraman

hidup sehari-hari didalam masyarakat tidak hanya semata-mata ditentukan

oleh ketentuan hukum semata tetapi juga dan terutama didasarkan atas ikatan

moral nilai-nilai kesusilaan serta sopan santun yang didukung dan dihayati

bersama oleh seluruh masyarakat.

Terwujudnya kehidupan masyarakat yang berpegang pada moralitas tidak

bisa lain kecuali dengan pendidikan, khususnya pendidikan agama. Sebab

moralitas yang mempunyai daya ikat masyarakat bersumber dari agama,

nilai-nilai agama dan norma-norma agama. Agama yang berdimensi kedalam

pada kehidupan manusia membentuk daya tahan untuk menghadapi sikap dan

tingkah laku yang tidak sesuai dengan ucapan dan batinnya.

Peranan agama demikian penting bagi tata kehidupan pribadi maupun

masyarakat, maka dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

haruslah bertumpu di atas landasan keagamaan yang kokoh. Jalan untuk

mewujudkannya tidak bisa lain kecuali hanyalah dengan menempatkan

pendidikan agama sebagai faktor dasar yang paling penting.12

Pendidikan agama dewasa ini merupakan bagian dari kurikulum wajib

yang diselenggarakan di sekolah umum pada semua jenjang pendidikan.

Dalam sistem pendidikan nasional pendidikan agama memiliki fungsi yang

sangat fundamental terutama bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional,

yaitu untuk membentuk watak dan kepribadian siswa yang beriman,

bertakwa, dan berakhlak mulia. Karena itu, pendidikan agama tidak semata-

mata diarahkan kepada transfer of knowledge pada tataran kognitif semata,

tetapi meliputi ranah pendidikan, termasuk aspek afektif dan psikomotorik.

12

Abdul Rachman Shaleh, “Aktualisasi Politik Pendidikan di Lingkungan Departemen

Agama”, Pidato Pengukuhan sebagai Ahli Peneliti Utama Bid. Pendidikan Agama

BALITBANG Agama Depag”, (Jakarta: BALITBANG Agama Depag, 1999), h. 11

Page 84: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

74

Dengan demikian, muara dari seluruh proses pendidikan agama adalah

terbentuknya penghayatan, sikap, dan perilaku sebagai seorang Muslim yang

beriman dan mampu mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-

hari. Sosok pribadi demikian yang menjadi tujuan dari penyelenggaraan

pendidikan Islam.

Menurut Abudin Nata pendidikan agama secara sederhana adalah

pendidikan yang materinya terdiri dari pengetahuan agama seperti

tauhid/akidah, fiqih, al-Qur’an, ibadah, dan akhlak yang ditujukan untuk

menghasilkan anak didik yang berjiwa agamis (religius) yang terlihat dari

akidahnya yang kuat, kepatuhannya dalam menjalankan ibadah, akhlaknya

mulia, kepedulian sosialnya tinggi serta gemar membaca al-Qur’an.13

Oleh

karena itu, jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan Islam, maka pendidikan

agama haruslah mengantarkan peserta didik kepada terbinanya tiga aspek.

Pertama, aspek keimanan mencakup seluruh arkanul iman. Kedua, aspek

ibadah, mencakup seluruh arkanul Islam. Ketiga, aspek akhlak, mencakup

akhlakul karimah. Untuk tujuan itulah pendidikan agama diarahkan pada

terbentuknya manusia Indonesia beridentitas dan berkepribadian Pancalilais,

moralitas agamis yang kondusif serta ketegaran dan keteguhan pribadi dalam

menghadapi pasang surut pembangunan bangsa.

Wahid Hasyim dikenal sebagai seorang yang mencurahkan perhatiannya

dalam menyeimbangkan pengetahuan umum dan agama. Selain mendirikan

PTAIN, hal tersebut juga diimplementasikan dalam bentuk lain, yakni

memberikan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Menyusul

ditetapkannya UU Pendidikan No. 4/1950, Menteri Pendidikan Pengajaran

dan Kebudayaan dan Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Bersama pada

1951, yang intinya menegaskan bahwa pelajaran agama harus diajarkan di

sekolah-sekolah umum. Selain itu, keputusan bersama ini juga menyatakan

bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapatkan pengakuan dari

Kementerian Agama dianggap telah memenuhi wajib belajar.

13

Abudin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2006), h. 28

Page 85: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

75

Keputusan No.1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan) dan No.

K.I/651. Tanggal 20 Januari 1951 (Agama) merupakan realisasi dari UU

Pokok Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Ayat 2: Cara menyelenggarakan

pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang

ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan bersama-

sama dengan Menteri Agama.

Keputusan tersebut terdiri dari 11 pasal, yang intinya adalah:

Pendidikan Agama diberikan di sekolah rendah dan lanjutan. Di sekolah

rendah pendidikan agama dimulai di kelas 4 sebanyak 2 jam dalam 1

minggu. Sedangkan di lingkungan istimewa pendidikan agama dapat

dimulai pada kelas satu dan lamanya belajar tidak boleh lebih dari 4 jam

seminggu. Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan atas baik di sekolah-

sekolah umum maupun sekolah-sekolah vak diberikan pendidikan agama 2

jam tiap-tiap minggu. Pendidikan agama yang diberikan sesuai agama

murid dan jumlah murid yang mengikuti pelajaran agama dalam satu kelas

sekurang-kurangnya sepuluh orang untuk agama tertentu. Selama

berlangsung pendidikan agama, murid yang beragama lain boleh

meninggalkan kelas. Guru-guru agama diangkat oleh Menteri Agama dan

begitu juga pembiayaan menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.

Bahan pelajaran ditetapkan oleh Kementerian Agama setelah mendapat

persetujuan dari Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.

Dengan dimasukkannya pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah

umum ini menunjukkan bukti betapa Wahid Hasyim menganggap pentingnya

pendidikan ketuhanan/agama.

Menurut Wahid Hasyim pada dasarnya setiap manusia adalah makhluk

yang beragama. Jika didapati ada manusia yang menganggap bahwa agama

itu tidak penting dan menganggap dirinya sebagai penentang agama, maka

pada hakikatnya hati orang tersebut selalu merasa kosong dan telah menukar

agamanya, dari yang lama kepada agama yang baru bernama anti-agama.

Wahid Hasyim menegaskan bahwa di Belanda yang dahulu menjadi

“kiblat”nya sebagian kaum terpelajar bangsa Indonesia, kini kurang dari 84%

sekolah-sekolah rendah diisi dengan pendidikan agama. Akan tetapi di

Page 86: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

76

Indonesia, orang masih berkeras kepala menganggap bahwa pendidikan

agama itu akan menghambat kemajuan.14

Menurut Azyumardi Azra bahwa Islam sebagai agama universal dan

berlaku sepanjang zaman, bukan hanya mengatur urusan akhirat, tetapi juga

urusan dunia. Demikian pula Islam mengatur ilmu-ilmu yang berhubungan

dengan Tuhan, dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keduniaan. Islam

mengatur keduanya secara integrated.15

Jika di dalam bidang keilmuan dirumuskan upaya peintegrasian yang

menyatu antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, maka penyatuan itu

hendaknya tidak hanya mencakup dengan memasukkan mata pelajaran agama

ke sekolah-sekolah umum dan mata pelajaran umum ke pesantren dan

madrasah karena hal tersebut tidak sesuai dengan konsep pendidikan yang

memperhatikan pengembangan seluruh aspek-aspek manusia dalam satu

kesatuan yang utuh tanpa kompartementalisasi, tanpa terjadinya dikotonomi.

Kemudian dalam rangka kesatuan sistem agar secara teknis tidak ada

dikotonomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum diwujudkan

melalui kebijaksanaan Wahid Hasyim untuk memasukkan tujuh mata

pelajaran di lingkungan madrasah, yaitu mata pelajaran membaca-menulis

(latin), berhitung, Bahasa Indonesia, sejarah, ilmu bumi dan olahraga.

Kebijaksanaan tersebut, kemudian lahir Undang-Undang No. 4 Tahun

1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah dalam

Pasal 10 Ayat 2 disebutkan bahwa: “Belajar di sekolah agama yang telah

mendapat pengakuan Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban

belajar”. 16

Selanjutnya kebijakan tersebut berkembang ketika KH. Moh. Ilyas

menjadi Menteri Agama setelah Wahid Hasyim yaitu dengan

memperkenalkan Madrasah Wajib Belajar (MWB) 8 tahun. Tujuannya

14

Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; …, h. 27 15

Azyumardi Azra, dalam Abudin Nata et.al., Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. viii 16

Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Visi, Misi dan Aksi),

(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 26

Page 87: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

77

diarahkan pada pembangunan jiwa bangsa, yaitu untuk kemajuan di bidang

ekonomi, industri dan trasmigrasi dengan kurikulum yang menyelaraskan tiga

perkembangan, yaitu perkembangan otak, perkembangan hati dan

keterampilan tangan atau Three H (heart, head, hand).

3. Pendidikan Guru Agama (PGA)

a. Latar Belakang

Keberadaan dan peran guru dalam suatu proses pendidikan sangat penting.

Sebab guru berperan besar dalam menentukan berhasil tidaknya proses

pendidikan yang dijalankan. Abuddin Nata mengistilahkan guru sebagai salah

satu komponen pendidikan yang terpenting dari suatu sistem pendidikan17

secara keseluruhan. Dengan demikian, keberadaan dan peran guru dalam

upaya melahirkan manusia yang tangguh baik secara intelektual maupun

moral dan spiritual sangatlah diharapkan keberadaannya.

Oleh karena itu, guru sebagai faktor pendidikan yang sangat penting sebab

di tangan guru lahir metode, kurikulum, alat pembelajaran lainnya akan hidup

dan berperan. Ibrat manusia yang mengendalikan senjata itulah yang

menentukan bukan senjatanya (the man behind the gun). Atas asumsi itulah

maka salah satu yang paling pokok dibenahi oleh pemerintah di dalam

membenahi dunia pendidikan adalah guru dalam hal ini guru agama.

Munculnya lembaga pendidikan guru agama ini, didasari kebutuhan yang

meningkat dengan berdiri dan berkembangnya lembaga pendidikan yang

membutuhkan guru-guru baru.

Pendirian Pendidikan Guru Agama (PGA) di lingkungan Departemen

Agama didorong oleh tugas untuk memenuhi dan merealisir rekomendasi

BPKNIP dan Panitia Penyelidik Pengajaran mengenai pelaksanaan

pendidikan agama di sekolah umum.

Tugas menyiapkan calon guru agama di sekolah umum menjadi semakin

mendesak, setelah ditetapkannya UU No. 20 tahun 1950 tentang Dasar-dasar

17

Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam,

(Jakarta: Grasindo, 2001), cet. 1, h. 132

Page 88: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

78

Pendidikan dan Pengaajaran di sekolah. Pasal 20 ayat 1 dan 2 dalam Undang-

Undang tersebut menentukan bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan

pelajaran agama. Orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan

mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.

b. Sejarah

Sejarah munculnya Pendidikan Guru Agama (PGA), akarnya sudah

dimulai sejak masa sebelum kemerdekaan khususnya di wilayah

Minangkabau, tetapi dengan pendirian PGA oleh Departemen Agama,

kelanjutan lembaga pendidikan Islam di Indonesia mendapat jaminan yang

lebih strategis.

Mengingat semakin besarnya tugas penanganan masalah pendidikan Islam,

maka bagian pendidikan dalam Departemen Agama dikembangkan menjadi

Jawatan Pendidikan Agama pada tahun 1950 (ketika Wahid Hasyim sebagai

Menteri Agama). Badan ini memiliki peran yang sangat penting dan strategis

di lingkungan Departemen Agama mengingat tugas pengembangan

pendidikan merupakan lahan garapan yang sangat luas dan menantang.

Beberapa tokoh yang pernah menjabat posisi ini adalah Drs. Abdullah Sigit,

Mahmud Yunus, Fakih Usman dan Arifin Tamyang. Hampir semua

perubahan dan pengembangan pendidikan agama pada masa pemerintahan

Orde Lama tergantung pada kebijakan yang dikeluarkan oleh Jawatan itu

kemudian disetuji oleh Menteri Agama.18

Sejarah PGA pada masa Orde Lama bermula dari program Departemen

Agama yang ditangani oleh Drs. Abdullah Sigit sebagai penanggungjawab

bagian pendidikan.

Pada tahun 1950 itu pula, bagian dari Departemen Agama tersebut

membuka dua lembaga pendidikan yang dapat dikatakan sebagai lembaga

profesional keguruan:

1. Sekolah Guru Agama Islam (SGAI). Terdiri dari dua jenjang:

18

Maskum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: PT. Logos Wacana

Ilmu, 1999), h. 125

Page 89: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

79

a. Jenjang jangka panjang yang ditempuh selama 5 tahun19

dan

diperuntukkan bagi siswa tamatan Sekolah Rakyat (SR) dan Madrasah

Ibtidaiyah (MI),

b. Jenjang jangka pendek yang ditempuh selama 2 tahun dan

diperuntukkan bagi tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

Madrasah Tsanawiyah (MTs).

2. Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHAI) ditempuh selama 4 tahun dan

diperuntukkan bagi tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

Madrasah Tsanawiyah (MTs). Terdiri dari 4 bagian:

a. Bagian A mencetak guru kesusastraan,

b. Bagian B mencetak guru ilmu alam dan ilmu pasti,

c. Bagian C mencetak guru agama, dan

d. Bagian D mencetak tenaga administrasi peradilan agama.20

Bagi calon guru agama pada sekolah umum ditekankan untuk memiliki

pengetahuan dan kemampuan yang sama dengan guru umum (lulus Sekolah

Guru Bantu) di samping memiliki pengetahuan ilmu agama. Hal ini

dimaksudkan agar calon-calon guru agama tidak merasa rendah diri dan

diremehkan oleh guru umum di sekolahnya. Di samping itu, dimaksudkan

agar guru agama mempunyai pengetahuan yang luas sehingga dapat

mengajarkan agama melalui pendekatan ilmu pengetahuan umum. Dengan

kata lain, ilmu agama yang diajarkan sejalan dengan ilmu umum dan tidak

menimbulkan pertentangan antara agama dan umum.

Dengan adanya rencana dua lembaga ini yang diajukan oleh Drs. Sigit

secara tegas membedakan kemampuan yang harus dimiliki oleh calon guru

agama pada sekolah umum dan calon guru untuk madrasah.

19

Mata pelajaran selain agama juga diberikan. Pelajaran umum yang diberikan setingkat

dengan Sekolah Guru Bantu (SGB) ditambah ilmu agama dan bahasa Arab. Jika di SGB lama

belajar 4 tahun maka di SGAI lama belajar 5 tahun. Dengan langkah ini guru agama

diharapkan mempunyai kemampuan seperti guru umum lulusan SGB ditambah kemampuan

khusus agama (SGB Plus). Lihat: Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di

Indonesia, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2005), h. 141 20

Maskum, Madrasah;…, h. 124

Page 90: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

80

Mula-mula rencana ini hanya dijalankan di daerah Yogyakarta saja.

Barulah setelah Kementrian Agama RI di Yogyakarta digabung dengan

Kementrian Agama RIS di Jakarta dalam Negara kesatuan RI berdasarkan

Keputusan Bersama Menteri Agama No. 10 A.11/2/2175 tanggal 10 Agustus

1950, maka Menteri Agama Wahid Hasyim ketika itu hendak menjalankan

rencana tersebut ke seluruh Indonesia. Ini tercermin dalam Surat Edaran

Menteri Agama No. 277/C/C-9 tanggal 15 Agustus 1950 yang menganjurkan

agar setiap daerah karesidenan di Indonesia membuka Sekolah Guru Agama

Islam (SGAI), dengan perubahan nama, yaitu SGAI diubah menjadi

Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Sekolah Guru Hakim Agama Islam

(SGHAI) diubah menjadi Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA).

Pengaruh surat edaran ini ternyata sangat besar, terbukti kemudian PGA

berkembang pesat dan dapat dijumpai, tidak hanya di tiap Karesidenan, tapi

hampir tiap kabupaten. PGA tersebut adalah:

a. PGAN di Tanjung Pinang, Sumatera Tengah didirikan pada 31 Mei 1951.

b. PGAN di Kotaraja, Aceh didirikan pada 14 Agustus 1951.

c. PGAN di Padang didirikan pada 16 Agustus 1951.

d. PGAN di Banjarmasin didirikan pada 16 Agustus 1951.

e. PGAN di Tanjung Karang, Sumatera Selatan didirikan pada 16 Agustus

1951.

f. PGAN di Bandung didirikan pada 2 Agustus 1951.

g. PGAN di Pamekasan didirikan pada 8 Agustus 1951.

Dengan hadirnya PGA ini diharapkan dapat menghasilkan guru agama

yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya sebagai tenaga

profesional.

Sedangkan seorang yang professional memiliki ciri:

1. Memiliki keahlian di bidang yang dikerjakannya.

2. Menggunakan waktunya untuk bekerja dalam bidang pekerjaannya.

3. Hidup dari pekerjaannya tersebut.

Page 91: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

81

4. Pekerjaan tersebut bukanlah sebagai hobi.21

Dengan makin banyaknya lulusan PGA—di samping Madrasah Aliyah,

tentu saja—yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi,

maka semakin banyak pula kebutuhan akan IAIN, karena bagaimanapun

IAIN merupakan tempat yang tepat bagi mereka.22

Untuk pembinaan dan

pengembangannya mereka berhimpun dalam satu wadah Peratuan Pendidikan

Guru-Guru Agama seluruh Indonesia.

c. Perkembangan

Ketika Jawatan Pendidikan Agama dipegang oleh Arifin Tameyang (1952-

1958), di bawah Menteri Agama Fakih Usman, struktur lembaga keguruan

Pendidikan Guru Agama (PGA) ditata ulang yang terkesan mengurangi

eksistensi PGA tersebut. Pendidikan Guru Agama (PGA) yang semula

ditempuh cukup dengan 5 tahun, dirubah menjadi 6 tahun yang terdiri dari 4

tahun tingkat Pertama dan 2 tahun tingkat Atas. Kebijakan Arifin juga

menegaskan dihapuskannya PGA jangka pendek 2 tahun. Jadi untuk

mencetak guru agama hanya disediakan Pendidikan Guru Agama 6 tahun.

Sementara itu, perubahan drastis juga terjadi pada Sekolah Guru dan Hakim

Agama (SGHA) dirubah menjadi Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN),

yang tidak lagi membuka jurusan keguruan seperti guru kesusasteraan dan

guru ilmu alam.23

Berikut rencana dari Arifin Tameyang:

1. PGA jangka pendek (2 tahun) dan PGA jangka panjang 5 tahun

dihapuskan (Penetapan Menteri Agama tanggal 21 Nopember 1953).

Sebagai gantinya PGA tersebut diubah menjadi 6 tahun yang terdiri dari

Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) 4 tahun dan Pendidikan Guru

Agama Atas (PGAA) 2 tahun.

2. SGHA dihapuskan (Penetapan Menteri Agama tanggal 9 Mei 1954)

terutama bagian A, B, dan C. Bagian D dianggap masih diperlukan.

Sebagai ganti dari bagian D didirikan Pendidikan Hakim Islam (PHI) yang

21

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam …, h. 76 22

Zamakhsyari Dhofier, “KH. Wahid Hasyim, Rantai Penghubung Peradaban Pesantren

dengan Peradaban Indonesia Modern ”, dalam Prisma, No. 8, 1984, h. 78 23

Maskum, Madrasah;…, h. 125

Page 92: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

82

lama belajarnya 3 tahun dengan murid-murid pilihan dari Pendidikan Guru

Agama Pertama (PGAP) 4 tahun. Kalau SGHA tadinya 4 buah, PHI

tinggal 1 buah di Yogyakarta.

Atas diberlakukannya hal tersebut, Mahmud Yunus mensiyalir bahwa

adanya penurunan mutu lulusan PGA belakangan ini (1957) dibandingkan

dengan lulusan PGA yang terdahulu.24

Pendapat ini ada benarnya bila ditilik bahwa kalau dalam rencana Drs.

Sigit dibedakan secara tegas antara kurikulum PGA dan SGHA bagian C

karena masing-masing mempunyai spesifikasi khusus yang harus disiapkan,

sedangkan dalam rencana Arifin kurikulumnya disamakan. Hal itu yang

berakibat adanya mata pelajaran tertentu di SGHA bagian C dihapuskan

padahal berguna untuk menunjang tugasnya.

Saat sekarang ini tidak ada lagi sekolah-sekolah dinas25

yang disebutkan di

atas. Lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Departemen Agama

menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang diberlakukan secara

nasional.

B. Respon Terhadap Pembaruan Pendidikan Islam KH. A.

Wahid Hasyim

1. Pemikiran Pendidikan Islam

a. Pentingnya Ilmu Agama dan Umum

Bangsa Indonesia di masa awal kemerdekaan kerap kali masih

mengambil sikap bahwa pendidikan anak-anak mereka harus ditujukan

pada maksud untuk menjadikan mereka itu “ahli-ahli agama”.

Akibatnya, kurangnya kesediaan anak-anak itu setelah menjadi dewasa,

24

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber

Widya, 1995), h. 365 25

Sekolah-sekolah dinas yang dimaksud adalah lembaga-lembaga pendidikan keguruan;

PGAP/PGAA dan PHIN, yang kemudian setelah lulus dari sekolah tersebut diangkat menjadi

pegawai negeri dan karena itu murid-murid di kedua sekolah dinas ini harus berikatan dinas

sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 1951. Namun karena kekurangan

anggaran Negara sejak tahun 1969 tidak lagi disediakan ikatan dinas.

Page 93: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

83

untuk ikut berlomba-lomba dalam perjuangan hidup yang bersifat

modern.

Menurut Wahid Hasyim bahwa untuk menjadikan orang beragama

tidaklah perlu orang tersebut diharuskan (ditentukan) mempunyai ilmu

agama terlalu dalam dan luas. Sebaliknya, seorang yang

berpengetahuan agama tidak semua menjadi orang yang beragama

dengan baik. Karena sering kali didapati seseorang yang tidak

berpengetahuan agama dengan luas dan mendalam, kemudian beragama

lebih sempurna dari orang yang berpengetahuan agama, dalam arti yang

luas dan mendalam. Juga sebaliknya, sering didapati orang yang sangat

mengerti ilmu-ilmu agama yang mendalam, perbuatannya tidak

memberikan nama baik sebagaimana seharusnya seorang yang

beragama.

Oleh karena itu, pengetahuan tidak boleh dikungkung oleh perasaan

keagamaan yang sempit, tiap-tiap Muslim sejati, sebagai seorang

demokrat memandang pengetahuan dari sudut logika semata-mata;

perasaan dan batin dalam lapangan mencari pengetahuan dan mengadu

kebenaran, harus dikesampingkan. Tiap-tiap Muslim diajar oleh al-

Qur’an berlaku tenang di dalam menghadapi lawannya dalam menguji

argumen dan alasan serta dalil. Sampai pun yang sudah dilewati batas

kesopanan, harus tetap dihadapi dengan tenang, agar tidak merusakkan

persoalan.

Bukan saja pengetahuan harus bebas dari kungkungan perasaan

keagamaan yang sempit, tetapi juga menurut pandangan Islam ilmu

harus bebas dari pertimbangan-pertimbangan politik. Dengan

mengutamakan ilmu sebagai dasar hidup itu, serta menundukkan politik

pada pengetahuan, maka perjuangan hidup ummat Islam, walaupun dari

sudut bersifat individualitis (perseorangan lawan perseorangan), tetapi

dari lain sudut dialaskan pada persaudaraan yang mewajibkan tiap-tiap

individu (perseorangan Muslim) memandang sesama individunya

tidaklah sebagai lawan, tetapi saudara.

Page 94: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

84

Berkali-kali Wahid Hasyim menegaskan pentingnya ilmu

pengetahuan, atau dalam bahasa Wahid Hasyim, logika atau akal. Dia

mengatakan bahwa Islam bukan saja menghargai akal dan otak yang

sehat, tetapi menganjurkan orang supaya menyelidiki, memikirkan dan

mengupas segala ajaran Islam.26

Lebih jauh dia mengatakan.

Dalam Islam… logika adalah pokok yang penting bagi menentukan

benar atau salah. Suatu hal atau suatu kejadian atau suatu peristiwa

yang menurut logika tidak dapat diterima, di dalam anggapan Islam

tidak bisa juga diterima. …Islam tidak mengakui segala yang tidak

tunduk pada logika.27

Namun, Wahid Hasyim juga mengingatkan akan

keterbatasan akal. Karena itu, meski tidak harus dikungkung agama,

ilmu pengetahuan tetap harus dilengkapi dengan agama. Dengan agama

itulah, menurut Wahid Hasyim, manusia bisa membedakan antara akal

sehat dan hawa nafsu.28

“Kemajuan otak yang tidak disertai dengan

kemajuan budi pekerti atau takwa telah menyebabkan nilai dan

pandangan manusia jadi berubah banyak, tidak ke atas tapi ke

bawah.”29

Menurut Wahid Hasyim, Islam memandang bahwa ilmu

pengetahuan tidaklah dianggap sebagai satu syarat hidup yang dapat

berdiri sendiri. Di samping pengetahuan, diletakkan syarat lain yaitu

takwa, dan takwa ditafsirkan menjaga diri dengan arti takut dengan

Allah, juga takwa ditafsirkan menjaga diri dari kesalahan. Dua syarat

hidup tersebut, ilmu pengetahuan dan takwa dalam pandangan Islam

tiada mungkin dijauhkan, dan harus sama-sama cukup lengkap. Bahkan

Islam memandang lebih condong pada takwa dari pada kepada ilmu.

Ilmu sebagai buah otak, haruslah diimbangi dengan takwa sebagai isi

hati. Kemajuan otak yang tidak disertai dengan kemajuan (atau

naiknya) budi pekerti atau takwa, telah menyebabkan nilai dan

26

Aboebakar, Sejarah Hidup…, h. 681 27

Aboebakar, Sejarah Hidup …, h. 634 28

Aboebakar, Sejarah Hidup …, h. 687-688 29

Aboebakar, Sejarah Hidup …, h. 815

Page 95: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

85

pandangan manusia jadi berubah banyak, bukannya ke atas, tetapi ke

bawah, sehingga sesuatu kejahatan kecil seperti merusakkan

jiwa/nyawa seseorang, dianggap perbuatan jahat, tetapi merusakkan

jiwa/nyawa satu bangsa seluruh negeri, tidaklah dianggap kejahatan,

bahkan orang yang membuatnya mendapat penghormatan dan nama.

b. Perguruan Tinggi Islam

Dalam pembukaan PTAIN, Wahid Hasyim menyampaikan pidatonya,

mengungkapkan bahwa dia sangat bergembira sekali dengan hadirnya

PTAIN ini, karena akan menambah tenaga kehidupan kepada umat Islam

Indonesia dan dia juga menegaskan seandainyapun dia bukanlah seorang

Muslim sekalipun hanya berbangsa Indonesia dia akan tetap bergembira

dan berbesar hati dengan pembukaan Perguruan Tinggi Agama Islam ini.

Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, karena umat Islam

Indonesia adalah golongan terbesar dari pada bangsa Indonesia, dan

bukanlah rahasia lagi, bahwa tenaga kehidupan mereka ukuran-ukuran

sekarang (baca: saat itu) lemah sekali. Maka satu langkah untuk

menambah tenaga kehidupan mereka, pasti akan disambut dengan gembira

oleh tiap-tiap putra bangsa Indonesia yang demokrat, walaupun bukan

Muslim. Kedua, karena umat Islam Indonesia sebagai golongan terbesar di

dalam keadaan seperti sekarang (baca: saat itu), tidak mungkin

dibangunkan sebagai jembatan untuk membangun rakyat dan negara

dengan cepat dan tepat. Kecuali dengan cara-cara yang dapat

menggerakkan jiwanya dengan jitu. Ketiga, karena dengan usaha

menyempurnakan pendidikan tinggi bagi umat Islam Indonesia sebagai

golongan terbesar dari bangsa Indonesia, akan tercegahlah suatu bahaya

yang hingga kini mengancam, walaupun banyak tidak disadari orang.

Yaitu bahaya terbelahnya generasi bangsa.

Dalam hubungan ini, dalam pidatonya tersebut Wahid Hasyim

menegaskan bahwa perguruan tinggi ini kelak dapat menghasilkan

manusia cerdik pandai dan ulama yang mempunyai takwa, perasaan takut

pada Allah swt dan dengan sendirinya menimbulkan rasa tanggung jawab

Page 96: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

86

pada kehadirat-Nya lebih besar dari pada segala pertanggungjawaban yang

lainnya; dan dengan demikian lalu sikap jujur serta berani membela

kebenaran, menunjukkan politik kepada ilmu pengetahuan sebagaimana

halnya ulama-ulama yang benar adalah ulama-ulama seperti itu.

Dari pandangannya itu dapat disimpulkan bahwa Wahid Hasyim

adalah sosok yang moderat, dalam pengertian tidak menganggap salah satu

ilmu lebih unggul daripada lainnya, atau akal lebih utama daripada akhlak.

Moderasi tersebut diimplementasikan dalam beberapa kebijakannya

sebagai Menteri Agama. Salah satu implementasi dari pandangannya ini

adalah keputusannya untuk mendirikan sebuah perguruaan tinggi Islam

yang baik. Dari pendidikan ini diharapkan akan lahir sarjana yang

mengusai dua lapangan ilmu sekaligus yaitu ilmu agama dan umum.

Lembaga pendidikan yang beliau bayangkan adalah tempat untuk

mempelajari Islam dengan menggunakan sistem pendidikan modern yang

menekankan pentingnya rasionalitas.

c. Prinsip Pendidik

Dalam perspektif pendidikan Islam keberadaan dan peranan guru

merupakan suatu keharusan yang tak dapat diingkari. Peran dan tanggung

jawab guru dalam proses pendidikan yang berkualitas tidak hanya sebatas

menyampaikan materi kepada peserta didik, tetapi guru juga harus

memiliki kepribadian luhur yang dapat memberikan contoh atau

ketauladanan bagi murid-muridnya. Keteladanan seorang guru merupakan

sifat dasar dari kegiatan pembelajaran.30

Tauladan dipandang sebagai suatu

cara yang ampuh untuk membina akhlak dan menanamkan prinsip-prinsip

terpuji pada jiwa anak didik.

Menjadi seorang guru agama yang baik juga harus memenuhi

beberapa persyaratan tertentu. Dalam hal ini, Athiyah al-Abrasyi

menyebutkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru

agama, yaitu:

30

Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007), cet.1, h. 127

Page 97: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

87

1. Memiliki ilmu agama yang cukup luas, memahami dan

mengamalkannya.

2. Memiliki sifat zuhud, yaitu niat mengajar semata-mata mencari

keridhaan Allah swt.

3. Bersih jasmani dan rohani, guru agama harus menampilkan kebersihan

pakaian, tempat tinggal, dan lingkungan (bersih jasmani) dan juga

terhindar dari sifat iri, degki, permusuhan, dosa kecil dan besar (bersih

rohani).

4. Memiliki sifat pemaaf dan penyabar, serta sifat-sifat terpuji lainnya.

Guru agama harus berkepribadian yang baik, memiliki harga diri, sabar,

dan dapat menahan diri dari marah.

5. Guru agama tidak asal mengajar saja, tetapi harus mengethaui tabiat,

adat, kebiasaan, dan kemampuan berpikir agar dapat menentukan bahan

pelajaran yang tepat bagi mereka.31

Menurut Wahid Hasyim beberapa prinsip pendidikan yang harus

diterapkan oleh seorang pendidik dalam mendidik yaitu:

a. Percaya kepada diri sendiri atau prinsip kemandirian.

b. Kesabaran.

c. Pendidikan adalah proses bukan serta merta menjadi hasil.

d. Keberanian.

e. Prinsip tanggung jawab dalam menjalankan tugas. 32

Dengan demikian, tidak akan lahir murid yang berbudi luhur dari guru

yang tidak mempunyai kepribadian luhur juga. Sebab guru adalah orang

yang digugu dan ditiru sehingga kepribadiaannya akan diteladani dan

ditiru oleh anak didiknya.

d. Kemajuan Bahasa Berarti Kemajuan Bangsa

Dalam sebuah tulisan Wahid Hasyim yang berjudul ”Kemajuan Bahasa

Berarti Kemajuan Bangsa”, dia mengungkapkan bahwa pada saat itu

31

M. Athiyah al-Abrasyi, At-Tarbiyatul Islamiyah, Terj. dari Dasar-dasar Pokok

Pendidikan Islam, Oleh Bustami a. Ghani dan Djohar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978),

Cet. I, h. 136 32

Aboebakar, Sejarah Hidup…, h. 850

Page 98: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

88

muncul fenomena dimana putra-putri bangsa ini sangat ”tergila-gila” pada

bahasa asing sehingga bahasa ”Ibu” mereka lupakan.

Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kemajuan bahasa berarti

kemajuan bangsa ini. Namun Wahid Hasyim sangat menyayangkan

dengan sikap generasi bangsa yang melupakan bahasa Indonesia dalam

percakapan sehari-hari dengan sesama bangsa Indonesia. Hal ini bukanlah

menunjukkan bahwa Wahid Hasyim tidak setuju kepada mereka yang

belajar bahasa asing, karena Wahid Hasyim sangat mendukung kepada

mereka yang belajar bahasa asing dan dituntut untuk memiliki kepandaian

dalam berbagai ilmu pengetahuan yang beraneka ragam. Akan tetapi

Wahid Hasyim menginginkan selama kita belajar itu, bangsa Indonesia

harus tetap beranggapan dan percaya bahwa sebagai anak bangsa, kita juga

memiliki bahasa sendiri.

Suatu ketika dalam sebuah rapat, Ki Hajar Dewantara berkata: ”tidaklah

saya merasa heran jika melihat seorang dari bangsa ini berjalan beriringan

dengan orang asing, kemudian bercakap-cakap menggunakan bahasa asing

itu pula. Tetapi saya sangat heran melihat seorang dari bangsa ini yang

berjalan beriringan dengan bangsanya, kemudian bercakap-cakap, dan

percakapannya itu bukanlah memakai bahasa Indonesia, tetapi

menggunakan bahasa orang lain.”

Dalam sejarah dunia, Wahid Hasyim menyebutkan nama Nevile

Chamberlain seorang Perdana Menteri Kerajaan Inggris yang cinta kepada

perdamaian dan nama Adolf Hilter yang juga merupakan seorang pemuka

Jerman. Ketika keduanya bertemu dalam sebuah pertemuan Internasional,

masing-masing menggunakan bahasa bangsanya sendiri. Adolf Hilter

dengan bahasa Jermannya sedang Nevile Chamberlain juga dengan

memakai bahasa Inggrisnya. Pada hal ini diketahui masing-masing dari

keduanya bisa dan pandai berbahasa; Chamberlain pandai berbahasa

Jerman dan Hilter pun sangat lancar berbahasa Inggris. Karena itu

walaupun dalam pertemuan tersebut masing-masing kedua orang tersebut

Page 99: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

89

mengerti bahasa yang dipergunakan namun tetap tidak meninggalkan juru

bahasa dan perundingan berjalan melalui perantaraan juru bahasa tersebut.

Dari hal di atas menurut Wahid Hasyim terdapat teladan dari mereka

yang mengerti dengan harga sebuah bahasa dan menunjukkan sikap saling

menghormati terhadap bahasa mereka masing-masing.

Jadi, dalam hal ini Wahid Hasyim menegaskan betapa pentingnya arti

sebuah bahasa dan dia berpesan hendaklah percakapan yang kita lakukan

sehari-hari kepada sesama bangsa ini dengan menggunakan bahasa

Indonesia. Dengan begitu menurut Wahid Hasyim akan terhindar dari

kerusakan bahasa Indonesia yang pada masa itu sudah banyak terjadi dan

belum terwujudnya sebuah kamus dalam bahasa Indonesia yang lengkap

pada masa itu.

Namun untuk menghindari kesalahpahaman atas penegasannya

tersebut, Wahid Hasyim mengungkapkan bahwa maksud dari

pemikirannya tersebut bukanlah memaknai cara yang sama dipergunakan

di Turki; Qur’an diganti dengan bahasa tanah air Indonesia, azan diganti

dengan bahasa ”Ibu”, dan doa shalat disalin dengan bahasa persatuan.

Dengan tidak seperti itu, biarkan Qur’an dengan bahasa Arab yang fasih,

azan dan shalat tetap sama sesuai dengan tuntunannya karena hal tersebut

merupakan hubungan antara makhluk dengan Tuhan, sedangkan Wahid

Hasyim hanya menghendaki hubungan manusia dengan manusia; dalam

hal ini bangsa Indonesia dengan sesama bangsa Indonesia. 33

Dari beberapa pendapatnya menunjukkan bahwa Wahid Hasyim

merupakan seseorang yang sangat memberikan perhatian lebih terhadap

pendidikan khususnya pendidikan Islam pada zamannya. Segala

kebijakan-kebijakan penting yang berkaitan langsung demi pembaruan

pendidikan Islam yang dia lakukan merupakan realisasi dari pemikiran-

pemikirannya di atas. Sehingga ada tiga hal pembaruan pendidikan Islam

yang sangat menonjol ketika dia memipin Kementerian Agama RI yaitu

dengan mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam, memasukkan

33

Buntaran Sanusi dkk. (Ed.), KH. A. Wahid Hasyim; …, h. 65-69

Page 100: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

90

pendidikan agama di sekolah umum dan pendidikan umum di sekolah

madrasah agar seimbang, dan menyiapkan guru-guru agama untuk

ditempatkan di sekolah-sekolah umum.

2. Respon Masyarakat

Pembaruan pendidikan yang digagas oleh Wahid Hasyim tersebut tidak

luput dari kritik yang tajam dari para ulama dan masyarakat. Ide pembaruan

Wahid Hasyim sering menjadi sasaran kritik yang dilontarkan oleh para

ulama sebagai upaya mencampuradukkan ajaran agama yang suci dengan

ilmu-ilmu keduniawian, yang mana ilmu-ilmu sekuler tersebut masih

dianggap sebagai produk bangsa kolonial. Pada akhirnya, walaupun memakan

waktu yang lumayan cukup lama, Wahid Hasyim mampu meyakinkan

mereka akan manfaat yang dapat diperoleh dengan ide pembaruannya

tersebut. Setiap ada kesempatan, dia selalu menggunakannya untuk

menjelaskan tujuan dan keuntungan dari ide pembaruannya. Sebagai bukti, ia

menunjukkan hasil yang positif dari sistem baru yang dia gagas tersebut,

menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh para siswa, termasuk

penguasaan ilmu agama dan sekuler sekaligus kemampuan berbahasa asing

santri yang belajar di Madrasah Nidzamiyah. Melalui upaya penyadaran

tersebut, kyai dan masyarakat secara perlahan dapat memahami dan

menerima gagasan Wahid Hasyim tersebut.

Sebagai bukti penerimaan ide pembaruan pendidikan Wahid Hasyim,

jumlah siswa yang ingin belajar di Pondok Pesantren Tebuireng dan

Madrasah Nidzamiyah meningkat secara drastis─jumlah siswa Tebuireng

sebanyak dua ribu, jumlah tersebut adalah sepuluh kali lipat dari jumlah siswa

yang belajar di Tebuireng sepuluh tahun yang lalu. Perubahan yang terjadi di

Tebuireng menjadikannya sebagai pusat pendidikan bagi kader Nahdlatul

Ulama. Indikasi lain penerimaan ide pembaruan Wahid Hasyim adalah

banyaknya para kyai yang mengadopsi sistem tersebut. Di samping

mempertahankan sistem pesantren, mereka juga mendirikan madrasah yang

memuat ilmu agama dan umum.

Page 101: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

91

Adapun nama KH. A. Wahid Hasyim di Universitas Islam Negeri Jakarta

akan diabadikan sebagai nama gerbang masuk atau keluar Kampus UIN

Jakarta. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN Jakarta mengatakan bahwa

pengabadian nama ketiga tokoh agama (selain Wahid Hasyim; Prof. Dr.

Harun Nasution dan Prof. Dr. HM Rasyidi) selain untuk menghormati jasa-

jasa mereka, juga sebagai bentuk al-muhafadhatu ‘alâ qadimi al-shâlih wa

al-akhdzu bi al-jadîdî al-ashlah (memelihara yang lama yang baik dan

mengambil yang baru yang lebih baik).34

Nama Wahid Hasyim kini banyak dikenang oleh masyarakat Indonesia. Di

samping sebagai pahlawan Nasional, ada beberapa lembaga pendidikan dan

lembaga sosial yang menggunakan namanya sebagai ciri bahwa lembaga

tersebut dikelola oleh umat Islam, sekaligus mengenang jasa-jasa Wahid

Hasyim. Bahkan di Jakarta, terdapat jalan KH. A. Wahid Hasyim yang

menghubungkan pasar Tanah Abang dan Taman Cut Mutia. Namun jalan itu

pendek, sependek umur nama pemiliknya. Tetapi jalan yang membelah

jantung kota Jakarta itu penting bagi kehidupan Jakarta, sepenting nama itu

dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia.

34

Nanang Syaikhu, “ Harun Nasution diusulkan Menjadi Nama Auditorium

Utama”, dalam Berita UIN, Jakarta, April 2010, h. 7

Page 102: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

92

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian hasil pengkajian dan pembahasan skripsi ini, maka penulis

dapat menarik beberapa kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah

penelitian, bahwa:

Wahid Hasyim adalah seseorang yang memiliki jiwa kepedulian yang

cukup modern terhadap pendidikan kaum Muslimin di Indonesia, khususnya

dari kalangan masyarakat tradisional. Diantara bentuk kepeduliannya adalah:

Perhatian Wahid Hasyim dalam memasukkan ilmu pengetahuan umum

dan agama agar seimbang juga diimplementasikan dalam bentuk lain ketika

menjadi Menteri Agama, yakni memberikan pelajaran agama di sekolah-

sekolah umum dan pelajaran umum di Madrasah melalui Keputusan

No.1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan) dan No. K.I/651.

Tanggal 20 Januari 1951 (Agama) yang merupakan realisasi dari UU Pokok

Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Ayat 2.

Kemudian atas dasar keputusan UU No. 20 tahun 1950 tentang Dasar-

dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah umum maka dibentuklah

lembaga pendidikan yang menghasilkan guru-guru Agama professional

melalui pendirian Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Sekolah Guru Hakim

Agama (SGHA) pada tahun 1950.

Page 103: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

93

Pembaruan pendidikan Islam di Indonesia kemudian berlanjut dengan

pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) melalui Peraturan

Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950 ini merupakan salah satu peninggalan

Wahid Hasyim paling penting ketika menjadi Menteri Agama. Lembaga ini

kemudian berkembang menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang

berjumlah 14 tempat di seluruh Indonesia, dan kemudian beberapa IAIN telah

berkembang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).

Beberapa hal di atas menunjukkan bahwa Wahid Hasyim adalah orang

yang sangat luar biasa pada masanya. Dengan kemampuan ilmu pengetahuan

seadanya yang dimiliki dia tidak pernah merasa “minder” untuk mewujudkan

apa yang ada dipikirannya dengan bermodalkan kepercayaan diri yang tinggi.

Semenjak pembaruan pemikiran yang dilakukannya selama menjadi

Menteri Agama, dunia pendidikan Islam di Indonesia semakin lebih

berkembang lagi dan memberikan warna tersendiri pada masanya. Dan jasa-

jasanya sangat patut untuk diteladani para generasi penerus bangsa.

B. Saran

Penulis adalah manusia yang tak luput dari kealpaan dan sangat

menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam penulisan ini. Maka penulis

memberikan saran untuk para pembaca umumnya dan peneliti khususnya,

diantaranya sebagai berikut:

Dengan diungkapnya beberapa hal dari pembaruan pemikiran Wahid

Hasyim oleh peneliti hal ini juga ditujukan kepada lembaga Pemerintah yang

menangani pendidikan Islam diharapkan agar dapat lebih memperhatikan

kembali dan memperbarui kembali hal-hal yang sudah berkembang dalam

pendidikan Islam sehingga terkesan tidak “mandeg” dalam perkembangannya

seperti halnya yang dilakukan oleh Wahid Hasyim.

Dan untuk para pembaca yang berkecimpung dalam organisasi yang

pernah di naungi KH. A. Wahid Hasyim, yaitu Nahdlatul Ulama, penulis

memberikan saran agar selalu memperhatikan dan mengoreksi hasil

penelitian ini untuk kemudian dapat memberi tahu penulis jika terdapat

Page 104: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

94

kesalahpahaman. Dan hendaknya senantiasa mengingat jasa-jasa KH. A.

Wahid Hasyim khususnya dalam bidang pendidikan untuk kemudian

diteladani para pemuda NU.

Pembaruan pendidikan Islam yang dilakukan oleh Wahid Hasyim

tidaklah berhenti pada penelitian ini saja. Karena masih banyaknya hal-hal

yang belum terungkap dari penelitian ini yang jika diungkap lebih banyak lagi

oleh peneliti lainnya maka akan menambah wawasan para pembaca.

Page 105: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

95

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

Hoeve, Cet. I, 2002.

__________, Misi Intelektual, dalam Panji Masyarakat, Jakarta: Yayasan Nurul

Islam, 1981.

Ahmadi, Abu, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya

Media, 1992.

Al-Abrasyi, M. Athiyah, At-Tarbiyatul Islamiyah, Terj. Dasar-dasar Pokok

Pendidikan Islam, Oleh Bustami a. Ghani dan Djohar Bahri, Jakarta: Bulan

Bintang, 1978.

Al-Haq, Abî al-Tayyib Muhammad Syamsu, „Aunu al-Ma’bûd Syarhu Sunan Abî

Dâwud, vol. II, Madinah al-Munawarah: Maktabat al-Salafiyah, 1969.

Anis, Ibrahim, al-Mu’jam al-Wasit, Juz I, Kairo: t.t, 1972.

Anshari, Fuad, Prinsip-prinsip Dasar Konsep Sosial Islami, Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 1984.

Arief, Armai, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRSD Press, 2005.

Arifin, H. M., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-1, 2003.

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1997.

Atjeh, Aboebakar, Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar,

Jakarta: Panitia Buku Peringatan Alm. KH. A. Wahid Hasyim, 1957.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium

Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. Ke-2, 2000.

Cowan, J. Milten (ed.) dan Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, New

York: t.t, 1971.

Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Agustus, 2007.

Departemen Agama RI, Pedoman Pendidikan Agama bagi Anak Putus Sekolah,

Jakarta: Binbaga Islam, 2003.

Page 106: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

96

____________, Laporan Sejarah Departemen Agama, Jakarta: Proyek Penelitian

Keagamaan Departemen Agama RI, 1980/1981.

___________, Direktori Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri tahun 2000/2001,

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen

Agama RI.

Departemen Pendidikan Nasional, GBPP Pendidikan Agama Islam SMP.

____________, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka,

Cet. II, 2002.

Dhofier, Zamakhsyari, KH. Wahid Hasyim, Rantai Penghubung Peradaban

Pesantren dengan Peradaban Indonesia Modern , Prisma, No. 8, 1984.

____________, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta:

LP3ES, 1982.

Djamaliddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta pendidikan Islam, Bandung, Pustaka

Setia, Februari, 1998.

Faisal, Jusuf A. Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani, 1995.

Hakim, Abdul, al-Masâil; Masalah-masalah Agama, vol.2.

Hararap, Syahrin (ed.), H.A. Yakub Matondang: Perguruan Tinggi Islam sebagai

Subyek dan Obyek Moral Akademik di Era Globalisasi, Yogyakarta: Tiara

Kencana, 1998

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Lintasan Sejarah Pertumbuhan

dan Perkembangan), Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, Maret, 1999.

HS., Mastuki, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2005.

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan

Penyelengara Penterjemah/Pentafsir al-Qur‟an, 2010.

Maududi, Abul A‟la, Mujaz Tarikh Tajdid al-Din wa Ihyaihi, terjemahan H.D.

Kahmad dan Afif Mohammad, Bandung: Pustaka, 1984.

Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma‟arif,

Cet. Ke-4, 1980.

Maskum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: PT. Logos Wacana

Ilmu, 1999.

Page 107: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

97

Ma‟shum, Saifullah, Karisma Ulama (Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU), Bandung:

Mizan, 1998

Mudhafir, Fadlan, Crisis in Muslim Education, Jakarta: al-Mawardi Prima, 2000.

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasional, Bandung: Tri Genda Karya, 1993.

Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya,

cet.1, 2007.

Mohammad, Herry, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Bandung:

Gema Insani, 2006.

Mortinor, Edward, Islam and Power, Terj. Islam dan Kekuasaan, Oleh: Rahmani

Astuti, Bandung: Mizan, 1984.

Nasution, Harun, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan, Cet.

IV, 1996.

________, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta:

Bulan Bintang, Cet. Ke-10, 1994.

Nasution, S., Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

_______, Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 1988.

Nata, Abudin, et.al., Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2005.

________, Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: UIN Jakarta Press,

2006.

________, Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta:

Grasindo, cet. 1, 2001.

Noer, Deliar, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: PT Pustaka

Grafiti, Cet.I, 1987.

Oxford, Team, The New Oxford Illustrated Dictionary, Oxford: Oxford University

Press, 1982.

Putro, Suadi, Mohammed Arkoun Tentang Islam dan Modernitas, Jakarta:

Paramadina, 1998.

Pobotinggi, Mochtar, Kaum Intelektual Pemimpin dan Aliran-aliran Idiologi di

Indonesia sebelum Revolusi dalam Peristiwa, Jakarta: LP3ES, 1992.

Page 108: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

98

Rahim, Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT. Logos

Wacana Ilmu, 2005.

Rais, Amin, Islam di Indonesia Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, Jakarta: CV.Rajawali,

1989.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, cet. Ke-IV, 2004.

Rony, Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta: PPM,

2003.

Salam, Solichin, KH. Hasyim Asy’ari: Ulama Besar Indonesia, Jakarta: Depot

Pengajaran Muhammadiyah, 1962.

Sanusi, Buntaran dkk. (ed.), KH. A. Wahid Hasyim; Mengapa Memilih NU?

Konsepsi tentang Agama, Pendidikan, dan Politik, Jakarta: Inti Sarana

Aksara, 1985.

Sardar, Ziaudin, Tantangan Dunia Islam Abad 21 Menjelang Informasi, Bandung:

Mizan, 1996.

Sarwani, Metode dan Teknik Membaca, Jakarta: Panitia Diklatran Patinas Dep.

Tenaga Kerja dan Dep. Agama RI, 1976.

Shaleh, Abdul Rachman, Aktualisasi Politik Pendidikan di Lingkungan Departemen

Agama, Jakarta: Balitbang Agama, 1999.

__________, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Visi, Misi dan Aksi), Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2006.

__________, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta: PT. Gemawaindu

Pancaperkasa, Cet. Ke-1, 2000.

Shariati, Ali, Tugas Cendekiawan Muslim, Terjemahan M. Amien Rais, Jakarta:

Rajawali, 1987.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, Cet.II, 1992.

__________, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Ciputat:

Lentera Hati, Cet.I, Jilid 2, 2000.

Subana, M. dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia,

cet. 2, 2005.

Sulaimân, Abû Dâwud, Sunan Abû Dâwud, Beirut: Dâr ibn Hazm, 1988.

Page 109: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

99

Steenbrink, Karel, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1986.

Syaikhu, Nanang, “ Harun Nasution diusulkan Menjadi Nama Auditorium Utama”,

dalam Berita UIN, Jakarta, April 2010.

Umam, Saiful, Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik, Jakarta: INIS,

PPIM, dan Balitbang Depag RI, 1998.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta: Direktorat

Jendral Pendidikan Nasional, 2003.

Wahid, Salahuddin, Wawancara, Jakarta, 03 November 2010.

Webster, Noah, Webster’s New Twentieth Century Dictionary of English Language,

The United States of America: William Collin Publisher, INC, 1980.

Yunus, Mahmud, Metode Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: al-Hidayah, 1974.

_______, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara Sumber Widya,

1995.

Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidkan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet.IX, 2008.

_______, Metodik Pendidikan Agama Dilengkapi dengan Sistem Modul dan

Permainan Simulasi, Surabaya: Usaha Nasional, 1977.

_______, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Edisi 1, Cet. Ke-II, 1995.

Page 110: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

PEDOMAN WAWANCARA

Nama Responden : KH. Salahuddin al-Ayyubi/Wahid

Jabatan : Anak KH.A. Wahid Hasyim

Hari/Tanggal : Rabu, 03 November 2010

Tempat : Kediaman Responden

1. Berapa lama Anda merasakan hidup bersama Ayah Anda (KH. A.Wahid

Hasyim)?

2. Bagaimana kehidupan keluarga KH. A. Wahid Hasyim pada saat beliau

masih hidup? Bagaimana interaksi antara beliau dengan anak-anaknya?

3. Sosok kepribadian KH. A. Wahid Hasyim di mata anak-anaknya sebagai

seorang Ayah yang sangat baik dan bagaimana jika di mata orang lain

sebagai pemimpin?

4. Bagaimana cara KH. A. Wahid Hasyim mendidik anak-anaknya? Apakah

terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya?

5. Dalam hal apa saja KH. A. Wahid Hasyim menuangkan pemikirannya?

6. Dalam hal agama, apa saja pemikiran KH. A. Wahid Hasyim?

7. Dalam hal sosial, apa saja pemikiran KH. A. Wahid Hasyim? Alasan apa

yang mendasari pemikiran sosial Beliau?

8. Dalam hal pendidikan, apa saja pemikiran KH. A. Wahid Hasyim? Tahun

1950-1952 KH. A. Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama,

bagaimana peranan Beliau dalam hal melakukan pembaruan di bidang

pendidikan Islam. Adakah perbedaannya?

9. Bagaimana respon dari masyarakat terhadap pemikiran-pemikiran

Beliau?

10. KH. A.Wahid Hasyim adalah pahlawan Nasional, jasa-jasa apa saja yang

menjadikan hal tersebut?

11. Keteladanan apa saja yang dapat dijadikan contoh kepada generasi muda

Indonesia dari perjuangan-perjuangan atau jasa-jasa Beliau?

Page 111: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

HASIL WAWANCARA

Nama Responden : KH. Salahuddin al-Ayyubi/Wahid

Jabatan : Anak KH. A. Wahid Hasyim

Hari/Tanggal : Rabu, 03 November 2010

Tempat : Kediaman Responden

1. Tanya: Berapa lama Anda merasakan hidup bersama Ayah Anda (KH.

A.Wahid Hasyim)?

Jawab : Tidak lama yah, 10 tahun setengah atau sekitar 10 tahun 7

bulanlah.

2. Tanya: Bagaimana kehidupan keluarga KH. A. Wahid Hasyim pada saat

beliau masih hidup? Bagaimana interaksi antara beliau dengan anak-

anaknya?

Jawab : Seperti keluarga yang lain, tidak ada sesuatu yang berbeda. Di

tengah-tengah kesibukan beliau, sempat mengajar mengaji, nyisirin

kakak saya (Ibu Aisyah), mengajak jalan-jalan, mengantar sekolah.

Seperti umumnya seorang ayah. Pada waktu itu Kota tak begitu besar,

lalu lintas sangat lengang. Beliau adalah orang yang sibuk bahkan super

sibuk, dari pagi sampai malam menerima tamu, ganti-ganti kegiatan.

Tapi menyempatkan diri untuk anak-anaknya. Jadi, beliau adalah ayah

yang sangat baik.

Beliau juga seorang yang cerdas secara intelektual dan spiritual. Beliau

selalu berpuasa, kecuali pada hari-hari tertentu yang tidak diperbolehkan

untuk berpuasa. Beliau hafal al-Qur’an. Hidupnya relatif sederhana.

3. Tanya : Sosok kepribadian KH. A. Wahid Hasyim di mata anak-anaknya

sebagai seorang Ayah yang sangat baik dan bagaimana jika di mata orang

lain sebagai pemimpin?

Page 112: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

Jawab : Sangat luar biasa. Tapi karena saya mengenal beliau begitu

singkat (saya masih anak-anak), jadi saya mengenal beliau dari tulisan-

tulisan. Saya jadi teringat ketika pada tahun 74, saya pergi haji bertemu

dengan salah seorang santri Tebuireng yang pernah belajar kepada Ayah

saya. Melihat saya, dia menangis. Karena saya sangat mirip sekali

dengan Ayah, tekenang pendidikannya dan kebaikannya. Saya juga

diceritakan oleh Mertua saya, Bapak Saifuddin Zuhri. Pada waktu itu,

ayah sering di Jakarta atau di Jogya dan Pak Saifuddin ikut kegiatan

pergerakan dengan Ayah, sedangkan Ibu Saifuddin di Purworejo. Sering

sekali Ibu Saifuddin Zuhri menerima kiriman uang yang

mengatasnamakan Bapak Saifuddin Zuhri, dan ternyata Bapak Saifuddin

Zuhri tidak mengirimkan uang itu. Namun belakangan baru diketahui itu

berasal dari Ayah. Ini menunjukkan bahwa Ayah sangat memperhatikan

kehidupan anak buahnya (baca: muridnya) sampai seperti itu. Dalam hal

ini putra/i-nya kalah termasuk Gus Dur pun kalah.

Orang secara umum ada tiga tipe: Pertama, pekerja, Kedua

mengandalkan proses, Ketiga pemikir. Pak Wahid ini tipe pekerja

sekaligus pemikir. Dengan pemikirannya kemudian beliau

mewujudkannya dalam hal yang nyata sesuai dengan pemikirannya.

4. Tanya : Bagaimana cara KH. A. Wahid Hasyim mendidik anak-

anaknya? Apakah terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya?

Jawab: Tidak. Dahulu itu saat kami kecil, kami tinggal di Jl. Jawa

No.112, perempatan Cokroaminoto dan Kusuma Atmaja. Kami belajar di

sekolah KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi). Sekolah ini bukan

sekolah Islam bahkan banyak guru yang PKI. Kemudian rumah kami

pindah ke Taman Matraman dan kemudian disekolahkan di PERWARI

(Persatuan Wanita Republik Indonesia), terletak di Jl. Salemba Tengah

tepatnya depan Universitas Indonesia, Salemba, yang sekali lagi bukan

sekolah Islam. Dan itu menunjukkan bahwa beliau ingin kami bergaul

dengan semua orang dari berbagai unsur di dalam masyarakat Indonesia

Page 113: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

yang majemuk ini, dan ingin kami tidak memiliki sekat-sekat itu, ingin

kami memiliki kedekatan dalam bergaul dan bersaing dengan sehat.

Kemudian beliau meninggal, pendidikan diteruskan oleh Ibu. Dan pada

dasarnya Ibu-lah yang mendidik kami, tapi saya pikir Ibu pun

mendapatkan nilai-nilai yang ditanamkan dari Ayah. Itu saya yakin. Nah,

itu cetakannya kami semua menjadi seperti sekarang ini. Sama tapi

berbeda. Kami diajari untuk bergaul dengan siapa saja tanpa memandang

tinggi-rendah, agama, suku, dan etnis, kami juga diajari bertanggung

jawab, tidak mengejar jabatan, berani memperjuangkan keyakinan,

kejujuran, dan tidak mendahulukan kepentingan pribadi di atas

kepentingan orang banyak. Tapi tentunya satu sama lain berbeda dalam

menangkap nilai-nilai itu, mana yang dianggap paling utama.

5. Tanya : Dalam hal apa saja KH. A. Wahid Hasyim menuangkan

pemikirannya?

Jawab : Melaui media, beliau mendirikan majalah Gema Muslimin.

Tulisannya terkumpul dalam bukunya Aboebakar Atjeh “Karangan

Tersiar”. Jadi, karya beliau hanya tertuang dalam media-media saja tidak

ada satu buku yang khusus. Karya-karya beliau hanya berupa tulisan-

tulisan pendek, makalah, atau pidato-pidato tapi itu sangat banyak sekali.

Tapi jika dikumpulkan menjadi satu kesatuan yang relatif utuh. Dan Pak

Wahid ini pandai mencari anak-anak muda NU yang memiliki potensi

untuk kemudian dikembangkan dan dibina. Seperti yang pernah

diceritakan oleh Bapak Saifuddin Zuhri, mertua saya, pernah menulis di

majalah Anshor kemudian disurati oleh Ayah bahwa ingin bertemu.

Kemudian keduaanya bertemu di stasiun Purwokerto, diajaklah oleh

Ayah untuk ikut ke Jakarta. Jadi, ini menunjukkan bahwa ada upaya

khusus untuk mencari bibit yang baik kemudian dibina menjadi orang.

Itu menurut saya sangat luar biasa. Beliau tidak takut tersaingi oleh anak

buah yang dibina beliau.

Page 114: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

6. Tanya : Dalam hal agama, apa saja pemikiran KH. A. Wahid Hasyim?

Jawab : Pemikiran agama misalnya dalam masalah fiqih, aqidah, tasawuf

mengikuti NU. Walaupun Ayah tidak konservatif cukup progresif sampai

pada titik tertentu. Kalau pemikiran politik, Anda bisa baca di buku

“Dialog Gus Dur dan Gus Sholah Mengenai Pandangan Politik

Keislaman Sang Ayah”.

7. Tanya : Dalam hal sosial, apa saja pemikiran KH. A. Wahid Hasyim?

Alasan apa yang mendasari pemikiran sosial Beliau?

Jawab : Mendirikan Yayasan Muamanah NU, dahulu memiliki

percetakan, letaknya di Jl. Juanda samping rel kereta api. Untuk

menghidupkan NU dananya berasal dari Yayasan itu. Beliau orang yang

mempunyai konsep sekaligus mewujudkan konsepnya. Jadi, menurut

saya kemampuan berorganisasinya tinggi. Dari situ, Yayasan tersebut

menghasilkan uang untuk membiayai berbagai kegiatan di NU. Yamunu

(Yayasan Muamanah NU) itu spektakuler, namun hilang sekitar tahun

70’an. Kalau diluar NU, ikut mendirikan Universitas Islam Indonesia,

mendirikan Universitas Islam Sumatera Utara, mendirikan PTAIN

bersama dengan sejumlah tokoh. Hubungan dengan kawan-kawan atau

orang-orang sesama Islam itu baik sekali, dengan orang non Islam pun

baik juga. Saya ingat ketika NU memisahkan diri dari Masyumi, beliau

itu menentang, setelah itu beliau dating sendiri ke Pak Natsir untuk

menyampaikan berita itu. Jadi, beliau menjaga hubungan baik dengan

siapapun juga.

8. Tanya : Dalam hal pendidikan, apa saja pemikiran KH. A. Wahid

Hasyim? Tahun 1950-1952 KH. A. Wahid Hasyim menjabat sebagai

Menteri Agama, bagaimana peranan Beliau dalam hal melakukan

pembaruan di bidang pendidikan Islam. Adakah perbedaannya?

Jawab : Saya kurang tahu, mungkin Anda bisa membaca di literatur

yang ada begitu. Selain PTAIN, UII dan UISU itu yang saya tahu. Beliau

Page 115: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

juga sangat mendorong dan memberikan kesempatan kepada kaum

wanita untuk belajar. Dan menganggap bahwa antara pendidikan agama

dan non agama itu sama pentingnya.

9. Tanya : Bagaimana respon dari masyarakat terhadap pemikiran-

pemikiran Beliau?

Jawab : Saya kurang tahu pasti, saya katakan tadi bahwa beliau ini

adalah orang yang berpikir progresif, mestinya ada juga respon yang

menolak. Mungkin bisa Anda baca di buku “Mengapa Saya Memilih

NU?”

10. Tanya : KH. A.Wahid Hasyim adalah pahlawan Nasional, jasa-jasa apa

saja yang menjadikan hal tersebut?

Jawab : Boleh dikatakan, beliaulah yang mewakili NU dalam kancah

pergerakan kemerdekaan, beliau dan beberapa lainnya, mungkin beliau

termasuk yang menonjol karena dua hal: Pertama, karena kemampuan,

Kedua karena Pak Wahid putranya Hadratusyaikh yang mewakili beliau

di Shumubu pada waktu itu. Pak Wahid juga menjadi salah satu anggota

Panitia Sembilan, yang merumuskan pembukaan Undang-Undang Dasar

yang merupakan ruh bangsa Indonesia. Tetapi saya pun mengakui

dibandingkan Bung Karno atau Bung Hatta, beliau masih di bawahnya:

Pertama, usia beliau jauh berbeda, Kedua beliau tidak belajar ilmu non

agama (khususnya politik) seintens mereka berdua, sehingga masih di

bawah Bung Karno dan Bung Hatta dalam segi pemikiran. Kelihatan

sekali dalam pembendaharaan kata-katanya, dan sekolah mereka juga

berbeda dengan beliau.

11. Tanya : Keteladanan apa saja yang dapat dijadikan contoh kepada

generasi muda Indonesia dari perjuangan-perjuangan atau jasa-jasa

Beliau?

Page 116: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

Jawab : Percaya dirinya itu luar biasa sekali pada usia semuda itu beliau

menjadi ketua MIAI pada usia 23 dengan pendidikan “madrasah

kampung”lah. Tidak mudah, orang lain mungkin dibayang-bayangi

dengan rasa minder tapi beliau tidak. Karakternya luar biasa, saya tidak

melihat ada yang kurang. Beliau berani, pekerja keras, bertanggung

jawab, ingin maju, pamrihnya kecil, komunikasinya bagus, tidak

ambisius posisi, karena kedudukan atau posisi itu bukanlah suatu hal

yang penting yang terpenting kerjanya. Tidak takut tersaingi oleh anak

buah. Itu menurut saya sangat luar biasa.

Jakarta, 23 November 2010

Mengetahui,

KH. Salahuddin Wahid

Page 117: PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM KH. A. WAHID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3897/1/MULYANTI... · Gagasan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Abad 20 ..... 19

i

Pedoman Transliterasi

1. Konsonan

ق z = ز a = أ = q

س b = ب = s ك = k

ش t = ت = sy ل = l

ص ts = ث = sh م = m

ض j = ج = dh ن = n

ط h = ح = th و = w

خ = kh ظ = zh ه = h

ع d = د ي ‘ = = y

ذ = dz غ = g

ر = r ف = f

2. Vokal

Vokal (a) panjang = â, contoh: قال = qâla

Vokal (i) panjang = î, contoh: قيل = qî al

Vokal (u) panjang = û, contoh: دون = dûna

Diftong

au = ― و

ai = ― ي