pembangunan dilihat dari perspektif maqashid shariah

78
PEMBANGUNAN DILIHAT DARI PERSPEKTIF MAQASHID SHARIAH Oleh Makhlani PENDAHULUAN Suatu tantangan besar yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah bagaimana membangun ekonominya selaras dengan ideologi agamanya. Negara-negara Islam umumnya tengah menderita keterbelakangan ekonomi secara luar biasa, yaitu tidak optimalnya pemanfaatan sumber daya manusia, fisik dan alam yang dimilikinya. Akibatnya, kemiskinan, keterbelakangan dan stagnasi ekonomi terjadi di mana-mana. Meskipun negara itu termasuk kaya sumber daya namun ekonominya kurang berkembang. Standar hidup rata-rata penduduknya masih rendah. Bahkan realitas yang memprihatinkan adalah pembangunan dan eksploitasi sumber daya ekonomi hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu saja dari masyarakatnya, dikarenakan konsentrasi ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang tidak merata. Model pembangunan ekonomi yang berkembang secara pesat di dunia Barat tidak ada jaminan akan sukses jika diaplikasikan di dunia Muslim. Hal ini dikarenakan perbedaan kultur-budaya, nilai-nilai, pandangan hidup dan ideologi yang berbeda. Teori

Upload: saiful-ipoel

Post on 08-Dec-2014

131 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

TRANSCRIPT

Page 1: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

PEMBANGUNAN DILIHAT DARI PERSPEKTIF MAQASHID SHARIAH

Oleh Makhlani

PENDAHULUAN

Suatu tantangan besar yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah bagaimana membangun

ekonominya selaras dengan ideologi agamanya. Negara-negara Islam umumnya tengah

menderita keterbelakangan ekonomi secara luar biasa, yaitu tidak optimalnya pemanfaatan

sumber daya manusia, fisik dan alam yang dimilikinya. Akibatnya, kemiskinan,

keterbelakangan dan stagnasi ekonomi terjadi di mana-mana. Meskipun negara itu termasuk

kaya sumber daya namun ekonominya kurang berkembang. Standar hidup rata-rata

penduduknya masih rendah. Bahkan realitas yang memprihatinkan adalah pembangunan dan

eksploitasi sumber daya ekonomi hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu saja dari

masyarakatnya, dikarenakan konsentrasi ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan

yang tidak merata.

Model pembangunan ekonomi yang berkembang secara pesat di dunia Barat tidak ada

jaminan akan sukses jika diaplikasikan di dunia Muslim. Hal ini dikarenakan perbedaan

kultur-budaya, nilai-nilai, pandangan hidup dan ideologi yang berbeda. Teori dan model

pembangunan yang dikembangkan di Barat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai sekulerisme,

liberalisme dan kapitalisme yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Barat. Sementara

dunia Muslim menjadikan agama sebagai variabel utama dalam pembangunan ekonomi.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan akan ada kesamaan model pembangunan antara apa

yang diaplikasikan di dunia Barat dengan dunia Muslim selama tidak bertentangan dengan

tujuan-tujuan utama dari ajaran Islam (maqashid syariah).

Pembangunan ekonomi dalam Islam menempatkan pemenuhan kebutuhan dasar

sebagai prioritas utama demi memelihara lima maslahat pokok, yaitu pemeliharaan agama,

jiwa, akal, keterunan dan harta. Setiap individu berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan

Page 2: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

dasarnya, agar dapat mempertahankan eksistensi hidup dan menjalankan peran utamanya

sebagai khalifah di bumi. Di sisi lain, pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam

menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan, bertindak sebagai subjek sekaligus

sebagai objek pembangunan itu sendiri. Hal ini didasari oleh pandangan dunia Islam yang

menempatkan manusia sebagai pelaku utama dalam kehidupan manusia.

Bagian tulisan ini akan menguraikan konsep pembangunan dalam Islam beserta tujuan

dan strateginya. Pembangunan ekonomi berbasisi maqashid syariah juga akan diuraikan

secara panjang dalam bagian ini, begitupula dengan model pembangunan dalam perspektif

Islam.

KONSEP PEMBANGUNAN MENURUT EKONOMI KONVENSIONAL

Pembangunan ekonomi merupakan objek utama dari kajian ilmu ekonomi pembangunan,

yaitu cabang ilmu ekonomi yang menganalisis masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-

negara sedang berkembang dan mendapatkan cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah

tersebut suapya negara-negara berkembang dapat membangun ekonominya dengan lebih

cepat lagi. Kajian ekonomi pembangunan sesungguhnya hadir ditujukan khusus untuk

mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang yang merdeka

pasca Perang Dunia II. Gelombang kebangkitan politik yang melanda bangsa Asia dan Afrika

sesudah Perang Dunia II menimbulkan minat besar para ahli ekonomi untuk mencurahkan

perhatian pada masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara yang baru merdeka

tersebut. Di sisi lain, muncul kesadaran pada negara-negara maju bahwa kemiskinan di suatu

tempat merupakan bahaya bagi kemakmuran di mana pun.1 Masalah-masalah ekonomi yang

melanda negara-negara berkembang dan kesadaran pada negara-negara maju akan dampak

kemiskinan menjadi pendorong munculnya kajian ekonomi pembangunan. Walaupun minat

1 Jhingan, M.L., Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (Jakarta: RajaGrafindo, 1993), hal. 3.

Page 3: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

bangsa maju dalam menghapus kemiskinan negara terbelakang (negara berkembang) tidaklah

lahir dari motif kemanusiaan, tetapi utamanya didasari oleh motif politik dan eonomi.2

Sementara itu, istilah pembangunan ekonomi (economic development) biasanya

dikaitkan dengen perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Pembangunan

ekonomi dapat juga diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk

mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat, atau suatu proses yang

menyebabkan pendapatan per kapita penduduk meingkat dalam jangka panjnag. Di dasarkan

definisi sederhana ini Jhiangan3 mengindikasikan pembangunan ekonomi dalam tiga cara:

1. Perkembangan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional dalam

suatu jangka waktu yang panjang. Tetapi indikator ini kurang memuaskan

dikarenakan tidak mempertimbangkan berbagai perubahan dalam pertumbuhan

ekonomi. Jika suatu kenaikan dalam pendapatan nasional nyata dibarengi denga

pertumbuhan penduduk yang lebih cepat, maka yang terjadi bukan perkembangan

ekonomi tetapi kemunduran

2. Perkembangan ekonomi berkaitan dengan kenaikan pendapatan nyata per kapita

dalam jangka panjang. Pendekatan ini juga masih tetap mendapatkan kritikan

terutama dikarenakan tidak mempertimbangkan struktur masyarakat, susunan dan

besarnya penduduk, lembaga dan budaya masyarakat, pola sumber-sumber dab

bahkan distribusi output ke dan antara anggota masyarakat.

3. Perkembangan ekonomi dilihat dari titk kesejahteraan ekonomi. Artinya

perkembangan ekonomi dipandang sebagai suatu proses di mana pendapatan nasional

nyata per kapita naik dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan

2 Negara-negara terbelakang menjadi ajang persaingan kekuatan antara sekutu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua blok kekuatan politik dunia itu berebut pengaruh atas negara-negara berkembang. Sementara itu, negara-negara berkembang tersebut sebagiannya memiliki kekayaan sumber daya ekonomi yang tentunya dibutuhkan oleh kekuatan-kekuatan dunia.

3 Jhiangan, M.L., hal. 6-9.

Page 4: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

pemenuhan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. definisi ini pun tidak luput dari

berbagai keterbatasan.

Definisi dan tujuan pembangun dalam ekonomi konvensional dibahas dalam suatu

kesatuan, di mana pengertian dimulai dengan mengidentifikasi tujuan-tujuan dari

pembangunan. Misalnya, pembangunan ekonomi4 adalah usaha perekonomian bertujuan

untuk meningkatkan pendapatan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi, dengan

meningkatkan hasil produksi nasional secara umum; merubah struktur ekonomi agraris

menjadi ekonomi industri, yang menjadikan bidang industri serta keahlian sebagai andalan,

dan menjadikan tingkat pertambahan riil produk nasional dan pendapatan per kapita sebagai

indikator-indikator pokok bagi pembangunan ekonomi.

Perjalanan ekonomi pembangan sebagai sebuah ilmu terus mengalami perkembangan

dan peningkatan nilai, terutama terlihat dari munculnya model-model pembangunan ekonomi

dengan aliran pemikiran yang beragam. Model ekonomi yang menekankan pada tahapan

pembangunan, struktur ekonomi yang didorong oleh investasi, teknologi dan akumulasi

human kapital di antaranya dapat dilihat pada model: Model Rostow, Model Harrod-Domar,

Model Lewis, Teori Pertumbuhan Endogen. Belakangan muncul juga model pembangunan

yang menitikberatkan pada manusia sebagai pusat pembangunan. Dalam konsep

pembangunan manusia, pembangunan dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya yang

direpresentasikan dalam sebuah Indeks Pembangunan Manusia, yang mencakup Indeks

Pendidikan, Indeks Kesehatan dan Indeks Daya Beli.

Strategi pembangunan dalam desain teori pertumbuhan ekonomi kadang mengalami

konflik tujuan yang ingin dicapai, antara tujuan kemakmuran dan keadilan.Kecenderungan

inilah yang selanjutnya memunculkan teori pertumbuhan (economic growth), pertumbuhan

dengan keadilan (growth with justice) dan pertumbuhan dengan pemerataan (growth with

equity). Teori pembangunan adalah faktor-faktor pokok yang mempengaruhi proses

4 Lihat Bakri dalam Saifullah Ekonomi Pembangunan Islam (Bandung: Gunungdjati Press, 2012), hal. 24.

Page 5: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

pembangunan itu sendiri. Teori adalah dasar bagi strategi pembangunan. Teori dan strategi

pembangunan tidak berdiri sendiri, dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama oleh

pandangan hidup masyarakatnya.

Pandangan hidup suatu bangsa memberikan warna arah (perspektif) pada suatu

strategi, serta mempengaruhi pilihan teoritis mengenani pembangunan yang akan

dilaksanakan.5 Tujuan dan strategi dari suatu sistem ekonomi pada hakekatnya adalah hasil

logis dari pandangannya tentang dunia.6 Sebagai contoh misalnya, jika alam semesta

termasuk sumber ekonomi di dalamnya terjadi dengan sendirinya, tanpa ada desain dan

tujuan utama dari penciptanya, maka manusia akan berkehendak sebebas-bebasnya dan

sesuka hatinya dalam mengeksploitasinya. Tujuan hidupnya hanya untuk mencapai

keuntungan dan kepuasan maksimum tanpa mempertimbangkan bagaimana

merealisasikannya dan dampaknya terhadap pihak lain.

Dengan demikian suatu teori yang cocok dan dapat diterima dalam suatu sistem

masyarakat dengan pandangan hidup tertentu, belum cocok bagi yang lain. Dalam konteks

ini An Nabhani7 membedakan antara sistem ekonomi dengan ilmu ekonomi (teori ekonomi).

Kedua hal tersebu sama-sama membahas tentang ekonomi, akan tetapi keduanya adalah dua

hal yang sama sekali berbeda. Ilmu ekonomi terfokus pada kegiatan mengatur urusan harta

kekayaan, baik menyangku memperbanyak maupun pengedarannya. Sementara sistem

ekonomi berhubungan dengan tata cara (mekanisme) pendistribusian harta kekayaan. Sistem

ekonomi harus dibahas sebagai sebuah pemikiran yang mempengaruhi dan terpengaruh oleh

pandangan hidup (way of life) tertentu. Di lain pihak, ilmu ekonomi sebagai sains murni,

yang tidak ada hubungannya dengan pandangan hidup tertentu.

5 Lihat Saifullah, Ekonomi Pembangunan Islam (Bandung: Gunungdjati Press, 2012), hal. 326 Lihat Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, edisi terjemahan (Jakarta: Gema Insani, 2000),

hal. 5.7 Lihat An Nabhani, Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam (Surabaya:

Risalah Gusti, 1996), hal. 47.

Page 6: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Pandangan yang sama pula dikemukan oleh Baqir Ash Shadr8 yang membedakan

antara ekonomi sebagai sistem dan ekonomi sebagai ilmu. Sebagai sistem, ekonomi mengacu

pada cara bagaimana masyarakat mengatur kegiatan ekonominya, ia mengacu pada cara atau

metode yang dipilih dan diikuti masyarakat tersebut dalam kehidupan ekonominya serta

dalam memecahkan setiap problem praktis yang dihadapinya. Sistem ekonomi melingkupi

sistem kepemimilkan, pengaturan dan pengembangan kekayaan. Sedang sebagai ilmu,

ekonomi mengacu pada upaya untuk memahami kehidupan ekonomi, peristiwa-peristiwanya,

gejala-gejala lahiriahnya, serta hubungan antara peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena

tersebut dengan sebab-sebab dan faktor-faktor umum yang mempengaruhinya. Yang masuk

cakupan ekonomi sebagai ilmu seperti hukum hasil yang berkurang (law of diminishig

returns), hukum penawaran dan permintaan (law of supply and demand), dan lain-lain.

Didasarkan pada pandangan Shadr tersebut, terlihat perbedaan mendasar antara sistem

dan ilmu ekonomi. Sistem ekonomi berisikan setiap aturan dasar dalam kehidupan ekonomi

yang berhubungan dengan ideologi (keadilan sosial). Sementara ilmu ekonomi berisikan

setiap teori yang menjelaskan realitas kehidupan ekonomi, terpisah dari ideologi awal dan

atau cita-cita kehidupan.

Sementara Triono9 menganggap bahwa teori ekonomi yang dikembangkan

dipengaruhi oleh sistem ekonominya. Meskipun cakupannya berbeda tetapi saling

mempengaruhi. Ia mengibaratkan teori ekonomi dengan sistem ekonomi seperti air dan gelas.

Bentuk air dalam gelas tergantung pada bentuk gelasnya. Artinya, bentuk teori ekonomi

tergantung pada sistem atau doktrin ekonomi yang mempengaruhinya. Dari penjelasan ini

dapat diartikan bahwa teori dan sistem ekonomi adalah satu kesatuan yang saling

mempengaruhi.

8 Lihat Baqir Ash Shadr, M., Buku Induk Ekonomi Islam “Iqtishaduna”, edisi terjemahan (Jakarta: Zahra, 2008), hal. 80-88.

9 Lihat Triono, Dwi Condro, Ekonomi Islam Madzhab Hamfara (Yogyakarta: Irtikaz, 2011), hal. 29-64

Page 7: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Berdasarkan perspektif tersebut, teori ekonomi yang dipengaruhi oleh doktrin (sistem)

suatu masyarakat tertentu belum tentu cocok dengan suatu masyarakat yang memiliki doktri

atau pandangan dunia (worldview) yang berbeda. Teori ekonomi pembangunan yang sukses

di suatu daerah belum tentu cocok dan sukses di tempat lain, dikarenakan perbedaan

pandangan hidup yang berbeda. Alasan ini yang mendasari kenapa sistem sosialisme

teruatama pola strategi pembangunan yang diadopsi bahkan dipaksakan pada negara-negara

berkembang terutama negara-negara Muslim mengalami kegagalan bahkan berujuang pada

chaos dalam segala bidang.10 Kegagalan ini utamanya disebabkan oleh sistem atau doktrin

yang terkandung dalam sosialisme memiliki perbedaan yang tajam dengan masyarakat

Muslim yang sangat dipengaruhi oleh doktrin Isalm. Sistem sosialisme yang diimpor ke

dalam negara-negara muslim menghadapi akal yang berbeda dengan akal yang berbeda

dengan akal yang menciptakannya, ditawarkan kepada masyarakat yang berbeda di mana

sistem itu diterapkan – baik pada latar historisnya maupun struktur kesadaranya – dan

disosialisasikan pada tanah dan waktu yang lain yang berbeda dengan tanah dan waktu dari

mana ia berasal. Maka yang terjadi kemudian adalah munculnya hasil yang berbeda.11

Tujuan dan strategi pembangunan pada prinsipnya dipengaruhi oleh pandangan hidup

yang dianut oleh mayarakatnya. Atau dengan kata lain pilihan tujuan dan strategi dari sebuah

sistem ekonomi adalah hasil logis dari pandangannya terhadap dunia. Tentu saja, bisa terjadi

sebuah sistem ekonomi mengambil tujuan-tujuannya dari suatu pandangan hidup, tetapi

strategi yang dipakai diambil dari pandangan hidup yang lainnya. Sehingga dampaknya

adalah seperti apa yang dikatakan oleh Umar Chapra12 akan terjadi konflik antara tujuan dan

strategi. Konflik ini tidak saja akan menyulitkan sistem itu untuk merealisasikan tujuan-

10 Anis Matta, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam” dalam Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai (Jakrata: Penerbit FE UI, 1997), hal. 98.

11 Anis Matta, hal. 9912 Lihat Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, edisi terjemahan (Jakarta: Gema Insani, 2000),

hal. 5.

Page 8: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

tujuannya, tetapi juga akan menambah jumlah probelm sosioekonomi yang tidak terpecahkan

dan sulit itu.

Oleh karena itu kegagalan pembangunan di dunia Muslim terutama yang memaksakan

sistem kapitalisme dan sosialisme sebagai rujukan utama selalu mengalami kegagalan karena

pilihan tujuan dan strategi pembangunannya berbeda dengan pandangan hidup yang diajarkan

Islam. Sehingga setiap pembahasan tentang pembangunan ekonomi di negara-negara Muslim,

haruslah terlebih dahulu melihat pandangan hidup Islam dan tujuan-tujuannya yang seirama

dengan pandangan tadi serta jenis pembangunan yang berkaitan dengannya.

Pembangunan ekonomi menurut beberapa literatur pembangunan belakangan ini

adalah meningkatnya produkstivitas ekonomi secara keseluruhan maupun para pekerja rata-

rata dan juga meningkatnya perbandingan antara pendapatan dengan jumlah penduduk. Hal

ini merupakan proses yang dinamis dan struktural yang akan menghasilkan perbaikan

tampilan ekonomi secara berkelanjutan, aktual dan potensial. Biasanya dihitung dalam istilah

per kapita dan membentang dalam kurun waktu tertentu.

Literatur tentang ekonomi pembangunan cukup banyak, tetapi umumnya tidak mampu

menyelesaikan masalah kompleks pembangunan negara-negara berkembang, khususnya

dunia Islam. Teori pembangunan seperti yang dikembangkan di Barat banyak dipengaruhi

oleh karakteristik unik, masalah spesifik, nilai eksplisit dan implisit serta infrastruktur sosial-

politik ekonomi Barat.13 Teori demikian jelas tidak bisa secara serta merta diaplikasikan di

dunia Muslim. Terlebih lahir dari teori kapitalis. Karena kelemahan mendasar inilah, maka

teori tersebut tidak mampu menyelesaikan persoalan pembanguan yang cukup kompleks dan

dinamis.

FILOSOFI DASAR PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM ISLAM

13 Kurshid Ahmad, “Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Islam”, dalam Etika Ekonomi Politik (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), hal. 8.

Page 9: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan yang

sangat diperhatikan dalam Islam, namun tetap menempatkan manusia sebagai pusat dan

pelaku utama dari pembangunan itu. Islam sebagai agama pengatur kehidupan berperan

dalam membimbing dan mengarahkan manusia dalam mengelola sumber daya ekonomi

untuk mencapai kemaslahatan di dunia dan akhirat. Khurshid Ahmad14 meletakkan empat

dasar-dasar filosofi pembangunan yang diturunkan dari ajaran Islam, yaitu:

1. Tauhid, yang meletakkan dasar-dasar hubungan antara Allah-manusia dan manusia

dengan sesamanya.

2. Rububiyah, yang menyatakan dasar-dasar hukum Allah untuk selanjutnya mengatur

model pembangunan yang bernafaskan Islam.

3. Khalifah, yang menjelaskan status dan peran manusia sebagai wakil Allah di muka

bumi. Pertanggungjawaban ini menyangkut manusia sebagai Muslim maupun sebagai

anggota dari umat manusia. Dari konsep ini lahir pengertian tentang perwalian, moral,

politik, serta prinsip-prinsip orgaisasi sosial lainnya.

4. Tazkiyah, misi utama utusan Allah adalah menyucikan manusia dalam hubungannya

dengan Allah, sesamanya, alam lingkungannya, masyarakat dan negara.

Konsep tauhid meletakkan peraturan-peraturan tentang hubungan Allah dengan

manusia dan hubungan manusia dengan sesama. Konsep rububiyah berarti mengakui sifat

Allah sebagai penguasa yang membuat peraturan-peraturan bagi menampung dan menjaga

serta mengarahkan kehidupan makhluk ke arah kesempurnaan. Konsep ini merupakan

undang-undang asasi dalam alam jagat yang merupakan pedoman tentang model yang suci

bagi pembanguan sumber supaya berguna, saling tolong-menolong dan saling bersekutu di

antara mereka dalam kebaikan. Konsep khilafah menempatkan manusia selaku khalifah di

muka bumi ini yang bertanggungjawab sebagai pemegang amanah Allah dalam bidang

14 Khurshid Ahmad, “Economic Development in an Islamic Framework”, dalam Studies Islamic Economics (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1976), hal. 178.

Page 10: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

akhlak, ekonomi, politik, sosial dan juga prinsip organisasi sosial bagi manusia. Sementara

konsep tazkiyah berperan dalam penyucian hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan

manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. Artinya, konsep ini mengajarkan manusia

untuk membangunkan dirinya yang akhirnya dapat membangunkan semua dimensi

kehidupannya termasuk dimensi ekonomi. Hasilnya adalah falah15, yaitu kesejahteraan

kehidupan di dunia dan di akhirat.

Berdasarkan dasar-dasar filosofis di atas selanjtnya dapat diperjelas melalui prinsip

pembangunan ekonomi16 menurut Islam sebagai berikut:

1. Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan mengandung

unsur spiritual, moral, dan material. Pembangunan merupakan aktivitas yang

berorientasi pada tujuan dan nilai. Aspek material, moral, ekonomi, sosial spiritual

dan fisikal tidak dapat dipisahkan. Kebahagian yang ingin dicapai tidak hanya

kebahagian dan kesejahteraan material di dunia, tetapi juga di akhirat.

2. Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya. Ini

berbeda dengan konsep pembangunan ekonomi modern yang menegaskan bahwa

wilayah operasi pembangunan adalah lingkungan fisik saja. Dengan demikian

Islam memperluas wilayah jangkauan obyek pembangunan dari lingkungan fisik

kepada manausia.

3. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua usaha

harus diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan

ketimpangan.

4. Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada

pemanfaatan sumberdaya yang telah diberikan Allah kepada ummat manusia dan 15 Kata falah dan turunannya telah diucapkan sebanyak 40 kali dalam Al Quran. Falah menurut Umar

Chapra adalah “real well-being of all the people living on earth, irrespective of their race, colour, age, sex or nationality.

16 Kurshid Ahmad, “Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Islam”, dalam Etika Ekonomi Politik (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), hal. 13-15.

Page 11: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

lingkungannya semaksimal mungkin. Selain itu, pemanfaatan sumberdaya

tersebut melalui pembagian, peningkatannya secara merata berdasarkan prinsip

keadilan dan kebenaran. Islam menganjurkan sikap syukur dan adil dan mengutuk

sikap kufur dan zalim.

Konsep-konsep Islam menginspirasi seluruh kehidupan seorang Muslim. Kepercayaan

pada keesaan Sang Pencipta alam semesta ini melimpahkan suatu kesatuan dasar pada

berbagai lapisan masyarakat. Konsep Ilahi (Rabubiyyah) mencegah manusia dari

kesombongan yang merupakan ciri dari peradaban modern. Konsep khilafah dan tazkiyyah

menjadi fondasi pada kebijakan pembangunan, memberikan kepada manusia rasa tanggung

jawab dalam menjalankan urusan dunia dan memastikan bahwa kegiatan pembangunan tidak

merusak lingkungan alam yang diciptakan oleh Allah. Dengan demikian, konsep

pembangunan ekonomi didefinisikan secara komprehensif.17

Tujuan utama dari pembangunan ekonomi menurut Islam adalah untuk mencapai

kesejahetaraan manusia.18 Manusia telah ditempatkan di bumi sebagai pelaku utama atau

khalifah untuk menjalankan proses pembangunan.

Artinya: “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."19

Manusia selain sebagai pelaku utama pembangunan juga sebagai penikma utama dari

pembangunan itu, karena melalui pembangunan manusia, dia dapat menjalankan tugas

utamanya diciptakan di muka bumi ini, yaitu beribadah.

17 Ausaf Ahmad, “Economic Development in Islamic Development Revisited”, dalam Development and Islam: Islamic Perspectives on Islamic Development, (New Delhi: Institute of Objective Studies, 1998), hal. 52.

18 Lihat Abdel Hamid El-Ghazali, “Man Is The Basis of The Islamic Strategy for Economic Development”, Islamic Research and Training Institute (IDB), Jedah, No. I, 1994, Hal. 42.

19 QS. Hud: 61.

Page 12: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Artinya: “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”20

KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM ISLAM

Menurut konsep ekonomi konvensional, pembangunan ekonomi hanya melihat aspek

kebendaan dan fisik semata yang mengabaikan aspek pembangunan nilai-nilai moral dan

spiritual diri manusia itu sendiri. Sebaliknya konsep pembangunan ekonomi dalam Islam

menurut teoritikus ekonomi Islam bersifat komprehensif, tidak terbatas pada variabel-variabel

ekonomi semata. Pembangunan ekonomi Islam meliputi pembangunan akhlak, spiritual dan

kebendaan.21 Aspek akhlak, spiritual, kebendaan, sosial dan ekonomi tidak boleh dipisahlan

untuk mencapai tujuan pembangunan sosio-ekonomi dalam Islam. Pembangunan harus

diorientasikan pada pengembangan manusia dari semua dimensinya. Kepuasan manusia tidak

hanya terwujud saat kebutuhan ekonominya tercukupi tapi juga kebutuhan spirutal dan non

materi lainnya.22

Sebenarnya konsep pembangunan ekonomi Islam bertolak dari pengembangan

sumber daya manusia (human capital) dan penguasaan teknologi sebagai penggerak utama

(driving force) pembangunan ekonomi. Pengembangan sumber daya manusia merangkum

seluruh potensi dan keberdayaan dan kualitas manusia dari sudut materi, spiritual dan moral.

Pembangunan ekonomi merangkum pembangunan sistem keuangan dan dasar perniagaan

secara adil.

Fokus dan inti utama pembangunan dalam Islam adalah pembangunan manusia itu

sendiri termasuk aspek sosial dan budayanya. Ini berarti Islam menganggap diri manusia

sendirilah yang merupakan tempat sebenarnya aktivitas pembangunan itu. Pemikiran ini

berangkat dari pandangan Islam yang menempatkan manusia sebagai khalifah yang 20 QS. Al-Dhariyat : 56.21 Joni Tamkin bin Borhan, “Pemikiran Pembanguan Ekonomi Berteraskan Islam”, Jurnal Ushuluddin,

Vol. 27, 2008, Hal. 95.22 Lihat Umar Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqashid Al Shariah, (Jeddah:

Islamic Research and Training Institute, 2008), hal. 5.

Page 13: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

diamanahkan oleh Allah untuk mengelola bumi sesuai dengan kehendak-Nya (syariat Islam)

yang pada suatu saat nanti (di akhirat) akan diminta pertanggungjawaban atas pembangunan

(amalan) yang telah dilakukannya.

Pembangunan23 dalam pemikiran Islam bermuara pada kata ‘imarah atau ta’mir

sebagai isyarat dalam Al Quran:

Artinya: “...Dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya...”24

Kemudian dihubungan dengan penciptaan manusia di bumi sebagai khalifah:

Artinya: “ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."25

Kalimat ista’mara yang berasal dari kata ‘amara mengandung arti permintaan atau

perintah dari Allah yang bersifat mutlak agar manusia menciptakan kemakmuran di muka

buni melalui usaha pembangunan.26 Hal ini menunjukkan bahwa usaha pembangunan di

mana ekonomi salah satu dimensinya adalah misi utama penciptaan manusia di muka bumi.

Sementara itu, Ahmad Ibn Ali Al-Jassas27s melihat QS. Hud: 61 ini dengan dua makna, yaitu

makna al-wujud atau kewajiban umat manusia untuk mengelola bumi sebagai lahan pertanian

dan pembangunan. Kedua, ayat tersebut mengandung perintah Tuhan kepada umat manusia

untuk membangun jagad raya. Perintah Allah tersebut bersifat wajib dan mutlak. Mayoritas

penulis berpendapat kata al’imarah (memakmurkan) identik dengan kata at-tanmiyah al-

iqtishadiyah (pembangunan ekonomi).

23 Lihat Saifullah, Ekonomi Pembangunan Islam (Bandung: Gunungdjati Press, 2012), hal 44. 24 QS. Hud: 6125 QS. Al Baqarah: 30.26 Saefullah, hal. 44.27 Lihat Ahmad Ibn Ali Al Jassas dalam Asmuni Mth, “Konsep Pembanguan Ekonomi Islam”, Al

Wawaridi, Edisi X, 2003, hal. 131.

Page 14: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Para penulis teori ekonomi Islam menyimpulkan bahwa setiap ayat yang

menyebutkan kata al-kasbu, as-sa’yu, al-infaq atau al-dharbu fi al ard (berpetualang di muka

bumi) menunjukkan pada suatu makna yaitu aktivitas perekonomian.28 Dan ini menjadi dasar

hukum pembangunan ekonomi. Pendapat ini muncul karena didorong oleh keinginan kuat

kebanyakan penulis untuk menegaskan bahwa agama Islam mendahulukan segala sesuatu

yang mengandung kebaikan bagi manusia dan menghindari hal yang dapat merugikan

mereka.

Berdasarkan pandangan Islam yang komprehensif terhadap segala segi kehidupan,

maka konsep Islam dalam pembangunan mencakup sisi jasmani dan rohani. Juga berdasarkan

nilai-nilai dan tujuan-tujuan sosial, untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan hakiki

bagi manusia dalam segala segi kehidupan, dengan manusia sebagai sentral dari proses

pembangunan. Dengan demikian maka sesungguhnya pembangunan dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan dasar bagi kehormatan dan kemuliaan manusia, baik segi materi,

budaya maupun sosial.

TUJUAN PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM ISLAM

Berdasarkan paradigma ekonomi konvensional setidaknya terdapat dua tujuan pokok dari

pembangunan ekonomi. Pertama meningkatkan pendapatan riil per kapita. Kedua

menegakkan keadilan distribusi pendapatan. Namun jika dilihat fakta di lapangan justru

masalah terbesar dalam perekonomian modern ini khususnya di negara-negara berkembang

adalah rendahnya pendapatan masyarakat yang selanjutnya diperparah oleh tingkat

kesenjangan pendapatan antara yang kaya dan miskin yang semakin lebar. Perekonomian

hanya digerakkan oleh segelintir orang dan tentunya juga dinikmati oleh segelintir orang

28 Asmuni Mth, “Konsep Pembanguan Ekonomi Islam”, Al Wawaridi, Edisi X, 2003, hal. 132.

Page 15: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

tersebut. Artinya adalah permasalahan utama yang diahadapi adalah ketidakadilan dalam

distribusi pendapatan dan kekayaan ekonomi di antara sesama mereka.

Islam dalam mendefinisikan pembangunan ekonomi tidak menafikan aspek

pendapatan individu sebagai salah satu indikatornya. Karena Islam sangat mendambakan

suatu masyarakat yang sejahtera secara materi agar mereka dapat melaksanakan kewajiban

agamanya secara sempurna. Namun disisi lain Islam menekankan pentingnya distribusi

kekayaan secara merata dan adil. Bahkan Islam menciptakan instrumen seacra spesifik untuk

mencapai distribusi tersebut melalui mekanisme zakat, infaq dan sedekah serta penumbuhan

sifat kepedulian dan saling tolong-menolong di antara sesama dalam rangka memenuhi

kebutuhan dasar.

Pembangunan ekonomi harus berorientasi pada peningkatan komintmen individu

terhadap agamanya. Artinya harus ada korelasi antara pembangunan ekononomi dengan

peningkatan pemenuhan kewajiban-kewajiban terhadap agama. Tujuan akhir dari

pembangunan ekonomi bukan seperti slogan ekonomi konvensional yang berbunyi “homo

economicus” tapi justru terjadinya “homo Islamicus”, yaitu individu yang berperilaku sesuai

dengan tuntunan ajaran Islam.

Menurut Joni Tamkin29 tujuan kebijakan pembangunan dalam kerangka Islam adalah:

1. Pembangunan sumber daya insani, yaitu menjadikan manusia sebagai objektif utama

dari kebijakan pembangunan Islam. Fakus utama dilakukan pada pengembangan

pendidikan, orientasi spiritual dan pengembangan struktur hubungan yang

berbasiskan kepada kerjasama, perkongsian dan penyertaan.

2. Pertambahan pengeluaran yang bermanfaat, dalam hal ini diutamakan pada

pengeluaran yang mengutamakan keperluan dasar (daruriyat) dibandingkan dengan

pengeluaran atas barang pelengkap (kamaliyyat) dan barang mewah (tahsiniyat).

29 Lihat Joni Tamkin, “Pemikiran Pembangunan Ekonomi Berteraskan Islam”, Juranl Ushuluddin, Vol. 27, Th. 2008, hal. 98-101.

Page 16: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

3. Peningkatan kualitas kehidupan, yaitu melalui penciptaan lapangan kerja, pengadaan

sistem jaminan sosial, dan pemeraan pendapatan.

4. Pembangunan yang seimbang, yaitu pembangunan yang harmoni, tidak terjadi

kepincangan pembangunan di berbagai sektor dan wilayah.

5. Pembangunan teknologi baru

6. Pengurangan ketergantungan terhadap utang luar negeri

Tujuan pokok pembangunan adalah menanggulangi kemiskinan melalui terpenuhinya

segala kebutuhan pada taraf hidup sejahtera. Adapun tujuan secara umum adalah terwujudnya

keadilan distribusi, efisiensi pendayagunaan sumber daya ekonomi, mengembangkan

kemampuan produksi dan sumberdaya manusia. Sementara menurut Afar30 tujuan

pembangunan adalah menciptakan segala sesuatu yang dikehendaki dalam maqashid syariah,

sebagai hak-hak dasar setiap individu. Berupa lima maslahat ppokok (al-dharuriyat al-

khams), terkait dengan segala kebutuhan dasar ekonomi yang harus terpenuhi, demi

terpeliharanya keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta manusia. Selain itu juga

pembangunan harus mampu mengurangi kesenjangan antara daerah, serta memperhatikan

kepentingan generasi mendatang berkenaan dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam

yang tersedia. Strategi dan model pembangunan yang diterapkan dalam masyarakat muslim

atau negara Muslim harus cocok dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas

muslim tersebut. Tidak boleh terjadi pertentangan antara tujuan dan strategi pembangunan

yang diimplementasikan.31

Berdasarkan pembahasan di atas, tujuan pembangunan ekonomi menurut Islam terdiri

dari tujuan yang bersifat ekonomi dan juga kemanusiaan adalah sebagai berikut:

1. Tujuan ekonomi bersifat periodik, dalam pemanfaatan sumber daya alam, untuk

mewujudkan kemakmuran ekonomi bagi masyarakat dan individu.

30 Lihat Afar dalam Saifullah, Ekonomi Pembangunan Islam (Bandung: Gunungdjati Press, 2012), hal. 58.31 Lihat Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, edisi terjemahan (Jakarta: Gema Insani, 2000),

hal. 5.

Page 17: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

2. Tujuan kemanusiaan sebagai tujuan akhir, yaitu memenuhi tujuan sebagai khalifah

dan ibadah serta memanfaatkan hasil kemajuan ekonomi untuk menyebarkan prinsip-

prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia, berupa kedamaian, keadilan dan

pengenalan Allah secara sempurna.

LANGKAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM ISLAM

Umar Chapra32 mengingatkan negara-negara Muslim untuk tidak menggunakan pendekatan

ekonomi pembangunan yang sekuler dan tidak konsisten serta menganjurkan untuk

menformulasikan kembali kebijakan-kebijakan dalam kerangka pendekatan Islam yang

terintegrasi. Kendatipun syariat Islam telah memberikan elemen-elemen pokok mengenai

suatu strategi dasar, namun ia membolehkan fleksibilitas dalam ruang dan waktu dengan

tidak menyebutkan tindakan-tindakan kebijakan yang detail. Ini semua harus dikembangkan.

Boleh juga meniru pengalaman-pengalaman negara lain dalam menerapkan kebijakan

strategis yang spesifik.

Kebijakan pembangunan yang akan diaplikasikan di dunia Muslim yang berasal dari

pengalaman-pengalaman negara sekuler setidaknya harus memenuhi dua kriteria.33 Pertama

tindakan kebijakan itu harus mampu melakukan kontribusi terhadap realisasi tujuan-tujuan

syariat (maqashid) tanpa harus berbenturan dengan syariat, dan yang kedua adalah bahwa

tindakan itu tidak mengarah kepada peningkatan klaim terhadap sumber-sumber daya.

Untuk merealisasikan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kesejahetraan

dan keadilan, maka perlu melakukan lima kebijakan utama34, yaitu:

1. Menghidupkan faktor kemanusiaan

Manusia merupakan elemen hidup dan pokok dari setiap program pembangunan. Mereka

adalah tujuan sekaligus sasaran pembangunan, dan apabila mereka tidak dipersiapkan secara

32 Umar Chapra, 2000, hal. 84.33 Ibid., hal. 85.34 Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, edisi terjemahan (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 251.

Page 18: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

tepat untuk memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan, dan kepentingan dirinya

tidak dilindungi dalam batas-batas kesejahteraan sosial, tidak mungkin akan berhasil

mengaktualisasikan tujuan-tujuan pokok Islam dalam pembangunan.

Hal penting yang harus dilakukan untuk menghidupkan faktor kemanusiaan adalah

memotivasi faktor manusia untuk melakukan apa saja yang diperlukan untuk kepentingan

pembangunan yang berkeadilan. Individu harus mau memberikan apa yang terbaik dengen

bekerja keras dan efisien disertai dengan integritas, kejujuran, dan disiplin dan berkorban

untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam perjalanan pembangunan. langkah selanjutnya

adalah mengeksplorasi potensi terbaik kemanusiaan. Mereka juga harus memiliki

kemampuan menggunakan teknologi dan metode manajemen yang lebih baik. Hal ini

menuntut adanya pelatihan yang memadai dan akses kepada keuangan.

2. Mengurangi konsentrasi keuangan

Hambatan serius bagi pembangunan yang berkeadilan adalah konsentrasi kepemilikan

sumber daya ekonomi. Sehingga perlu dilakukan tindakan-tindakan radikal yang sesuai

syariat demi mewujudkan tujuan-tujuan egalitarianisme Islam. Pengurangan konsentrasi

kekayaan dari segelintir orang menjadi perhatian khusus dalam Islam.

Artinya: “ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Mekah adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”35

35 QS. Al Hasyr: 7.

Page 19: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Strategi yang ditawarkan oleh Islam untuk menciptakan pemerataan dan distribusi

sumber daya ekonomi berbeda dengan sistem sosialisme yang berusaha menghapus sistem

kepemilikan yang berdampak pada penurunan semangat, kreatifitas, inisiatif dan

produktifikas individu melalui kebijakan kolektivitas dan sentralisasi. Strategi yang dilakukan

dalam ajaran Islam tidak terlepas dari bingkai maqashid shariah, seperti: perluasan sistem

kepemilikan dan desentralisasi pembuatan keputisan, perluasan industri kecil dan mikro,

perluasan kepemilikan dan kontrol terhadap perusahaan-perusahaan yang besar, pengajaran

tentang aturan zakat dan hukum warisan dalam ajaran Islam, dan restrukturisasi sistem

keuangan.

3. Restrukturisasi ekonomi

Realokasi sumber-sumber daya untuk mengurangi konsentrasi kekayaan demi menciptakan

pembangunan yang merata tidak akan berjalan dengan baik, tanpa adanya usaha penataan

perekonomian yang meliputi aspek konsumsi swasta, keungan pemerintah, formasi kapital

dan produksi.36

Konsumsi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cukup vital, karena konsumsi

merupakan salah satu kegiatan utama dalam perekonomian, oleh karena itu kesalahan

pandangan dalam konsumsi akan berakibat fatal terhadap kondisi makro ekonomi. Dengan

demikian, perlu adanya penyaringan pola konsumsi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pola

konsumsi harus seirama dengan sumber-sumber daya yang tersedia dan tujuan-tujuannya.

Perlu adanya filter moral dalam gaya konsumsi dengan memperhatikan aspek prioritas dan

kebutuhan. Konsumsi yang terlalu tinggi khususnya pada barang-barang bersifat mewah

berdampak pada turunnya tabungan domestik, dan selanjutnya menurunkan tingkat investasi.

Daam nilai-nilai Islam yang diutamakan adalah tingkat kegunaannya dalam pemenuhan

kebutuhan. Sedangkan lainnya adalah turunan. Turunan tersebut diperbolehkan selama tidak

bertentangan dengan syariat dan berorientasi pada keadilan sosio-ekonomi.

36 Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, hal. 110.

Page 20: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Dalam bidang keuangan publik, harus terdapat disiplin tertentu agar tidak terjadi

pengeluaran pemerintah yang salah sasaran. Pemerintah harus melakukan prioritas-prioritas

yang berpegang pada prinsip-prinsip Islam. Semua pengeluaran pemerintah berorientasi pada

kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dituntut untuk meningkatkan tabungan dan investasi

khususnya yang berkaitan dengan fasilitas-fasilitas umum, mengurangi biaya-biaya yang

tidak wajar, memberlakukan subsidi secara terkontrol, mengurangi tingkat defisit anggran,

menghindari utang luar negeri yang berbasisi bunga, dan memberlakukan mekanisme

perpajakan yang berkeadilan.

Di sisi lain, pemerintah dituntut untuk memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan

menghapus hambatan-hambatannya. Hal ini adalah upaya untuk mendorong laju

pembangunan, memenuhi kebutuhan pokok, dan menciptakan lapangan pekerjaan.

4. Restrukturisasi keuangan

Problem kemiskinan umumnya bukan disebabkan oleh lemahnya kemampuan dan

keterampilan kaum miskin, tetapi umumnya disebabkan tidak adanya akses kepada sumber-

sumer daya financial yang cukup untuk berwirausaha dan upah yang tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhannya apalagi menabung dan investasi.

Deposito-deposito atau tabungan harus diarahkan pada pembiayaan sektor riil

perekonomian. Deposito itu berasal dari masyarakat, maka wajar jika harus disalurkan untuk

kesejahteraan masyarakat, bukan kesejahteraan segelintir orang.37

Sistem keuangan memeliki peran strategis dalam perekonomian, khususnya dalam

menghubungakan antara investor dengan sektor usaha, sehingga diperlukan sebuah sistem

keuangan yang beroperasi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bank-bank konvensional yang

selama ini menjadi pengelola dana masyarakat harus diarahkan untuk berpihak kepada sektor

usaha kecil, harus lebih manusiawi dan melepaskan sistem bunga yang justru selama ini telah

menciptakan penumpukan kekayaan terhadap para pemilik modal.

37 Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, hal. 109.

Page 21: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Keberpihakn sektor keuangan khususnya perbankan terhadap sektor usaha kecil dan

menengah akan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan.

Hal ini tentunya berdampak pada pengurangan tingkat kemiskinan dan konsentrasi kekayaan

dalam perekonomian.

5. Perencanaan kebijakan strategis

Pembangunan ekonomi yang dioreintasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan syariat Islam

(maqshid) di tengah keterbatasan-keterbatan sumber-sumber daya ekonomi tidak akan

tercapai secara optimal jika tidak diiukuti perencanaan dan strategi jangka panjang yang

dipersiapkan secara matang.

Perencanaan demikian akan dapat membuat negara mampu mengambil suatu

perhitungan yang realistis tentang segala sumber daya manusia dan fisik yang tersedia, serta

untuk membangun, dalam kerangka ini, sekumpulan prioritas yang ditentukan secara matang.

Hal ini akan membantu dalam memberikan arahan yang jelas bagi kebijakan-kebijakan

pemerintah dan anggaran belanja, serta mendorong inisiatif tindakan-tindakan yang efektif

untuk menggerakkan perubahan-perubahan strukturan dan institusional supaya pemerintah

dan swasta dapat mengembangkan kontribusinya secara maksimal.

Yang perlu dilakukan oleh negara-negara Muslim,menurut Umar Chapra,38 adalah

meloloskan semua klaim terhadap sumber-sumber daya melalui mekanisme filter nilai-nilai

Islam dan memotivasi serta mengaktifkan sektor swasta melalui reformasi moral dan institusi

serta insentif-insentif ekonomi. Di samping itu, juga menggunakan sumber daya yang langka

dengan efisien yang optimal dan pemerataan dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan syariat

(maqashid).

Dalam mengevaluasi kebijakan pembangunan harus dihindarkan perubahan kebijakan

yang terlalu sering, kerana alan berdampak pada ketidakpastian. Tetapi, kesalahan yang

dibuat dalam perencanaan harus dikoreksi dengan pikiran yang terbuka dan tanpa

38 Lihat Umar Chapra, Islam dan pembangunan Ekonomi, hal. 148.

Page 22: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

penundaaan yang tidak wajar. Oleh karena potensi sumber daya di tiap-tiap negara Muslim

berbeda-beda, suatu kebijakan strategi yang sama dari masing-masing akan berbeda sedkitit

dalam perinciannya. Apa yang akan mempersatikan kebijakan strategis ini adalah fakta

bahwa segala kebijakan ini akan diorientasikan untuk mencapai tujuan-tujua sosio-ekonomi

syariah (maqshid).39

PEMBANGUNAN EKONOMI BERBASIS MAQASHID SYARIAH

Salah satu dari tujuan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi Islam sebagaimana

dijelaskan sebelumnya adalah terciptanya keadilan distribusi; berarti tercapainya minimal

dalam pembangunan adalah terpenuhinya hak dasar kebutuhan ekonomi individu masyarakat,

sebagai jaminan pemeliharaan maqashid syariah, yang terdiri dari lima maslahat pokok,

berupa keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta manusia, sebagai hak setiap

individu. Tidak terpenuhinya hak dasar kebutuhan ekonomi disebabkan buruknya distribusi,

akan menimbulkan problem ekonomi, yang jauh dari pengertian kondisi sejahtera.

Secara bahasa, maqashid al syariah terdiri dari dua kata, yaitu maqashid dan al

syariah. Maqashid berarti tujuan, sedangkan al-syariah berarti jalan menuju sumber pokok

kehidupan. Menurut istilah, Al Syatibi menyatakan:40

“Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat”

Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan syariah menurut Al Syatibi

adalah kemaslahatan umat manusia. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tidak satupun hukum

Allah SWT yang tidak mempunyai tujuan karena hukum yang tidak mempunyai tujuan sama

denga membebankan sesuatu yang tidak dapat dilakukan. Kemaslahatan, dalam hal ini,

diartikannya sebagai segala sesuatu yang menyangkut rezki manusia, pemenuhan

39 Ibid., hal. 150.40 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RajaGrafindo,2004), hal. 381

Page 23: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

penghidupan manusia, dan perolehan apa-apa yang dituntut oleh kualitas-kualitas emosional

dan intelektualnya, dalam pengertian yang mutlak.41

Dengan demikian, kewajiban-kewajinban dalam syariah menyangkut perlindungan

maqashid al-syariah yang pada gilirannya bertujuan melindungi kemaslahatan manusia.

Syariah berurusan dengan perlindungan mashalih (individu), baik dengan cara positif, seperti

demi menjaga eksistensi mashalih, syariah mengambil berbagai tindakan untuk menunjang

landasan-landasan mashalih, maupun dengan cara pereventif, seperti syariah mengambil

berbagai tindakan untuk melenyapkan unsur apa pun yang secara aktual atau potensial

merusak mashalih.

Menurut Al Syatibi, kemaslahatan manusia dapat teralisasi apabila lima unsur pokok

kehidupan manusia dapat dikembangkan, dijaga dan dilestarikan, yaitu agama, jiwa, akal,

keturunan dan harta.

Sementara itu menurut Al Ghazali, tujuan utama syariah adalah untuk melayani

kepentingan manusia dan untuk menjaga mereka dari segala sesuatu yang mengancam

eksistensinya. Ia selanjutnya mengklasifikasikan maqasid (tujuan) ke dalam empat

pembagian utama, yaitu dengan mengatakan:42

“The very objective of the Shariah is to promote the well-being of the people, which lies in safeguarding their faith (din), their self (nafs), their intellect (‘aql), their posterity (nasl), and their wealth (mal). Whatever ensures the safeguard of these five serves public interest and is desirable, and whatever hurts them is against public interest and its removal is desirable.”

Olehnya, dengan jelas Al Ghazali mengungkapkan bahwa tujuan utama dari syariah

adalah untuk mendorong kemaslahatan (kesejahteraan) manusia yang mana terletak pada

pemeliharaan agama, hidup, akal, keturunan dan kekayaan. Selanjutnya, segala sesuatu yang

melindung lima unsur kepentingan publik tersebut maka dianjurkan dilakukan. dan

sebaliknya, segala sesuatu yang mengancamnya adalah harus dihilangkan.

41 Ibid., hal. 381.42 Umar Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid Al Shariah (IDB, 2008), hal.

7.

Page 24: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Al Ghazali kemudian membagi tingkatan kebutuhan manusia menjadi tiga tingkatan,

yaitu dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Dharuriyat adalah merupakan kemestian dan

landasan dalam menegakkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat yang mencakup

pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia (agama, hidup, akal, keturunan dan

harta). Pengabaian terhadap kelima unsur pokok tersebut akan mengancam eksistensi

kehidupan manusia dan akan menciptakan kerusakan di muka bumi dan kerugian di akhirat.

Dan pemeliharaan dan pelestarian terhadap kelima unsur pokok tersebut akan mewujudkan

kesejahteraan dan kebahagian hidup manusia.

Sementara hajiyat adalah dimaksudkan untuk memudahkan kehidupan,

menghilangkan kesulitan atau menjadikan peeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur

pokok kehidupan manusia. Dan tahsiniyat adalah agar manusia dapat melakukan yang terbaik

untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok kehdidupan manusia. Ia tidak

bermaksud untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai kesulitan, tetapi hanya bertindak

sebagai pelengkap, penerang dan penghias kehidupan manusia.

Mustafa Anas Zarqa43 menjelaskan bahwa tidak terwujudnya aspek dharuriyat dapat

merusak kehidupan manusia di dunia dan akhirat secara keseluruan. Pengabaian terhadap

aspek hajiyat tidak sampai merusak keberadaan lima usur pokok, tetapi hanya membawa

kesulitan bagi manusia sebagai mukallaf dalam merealisasikannya. Adapun pengabaian

terhadap aspek tahsiniyat mengabaikan upaya pemeliharaan lima unsur pokok tidak

sempurna. Lebih jauh, ia meyatakan bahwa segala aktivitas atau sesuatu yang bersifat

tahsiniyat harus dikesampingkan jika bertentangan dengan maqasid yang lebih tinggi

(dharuriyah dan hajiyat).

Kebutuhan pokok ekonomi, adalah jenis dan tingkat kebutuhan ekonomi minimal

yang menjadi hak setiap individu, teridentifikasi dari maqashid syariah pada tingkatan

43 Mustafa Anas Zarqa, Islamic Economic: An Approach to Human Welfare, Reading in the Concept and Methodology of Islamic Economics (Selangor Darul Ehsan: Pelanduk Publication, 1989) hal. 35-36.

Page 25: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

pertama, yakni al-dharuriyat al-khams. Kebutuhan ekonmi pada skala dharuriyah adalah

segala barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan skala tersebut yang harus selalu tercukupi,

sebagai penentu bagi eksistensi kehidupan manusia, agar tetap mampu melaksanakan

kewajiban dan tugas sebagai khalifah di bumi, sesuai dengan tujuan manusia menurut

perspektif Islam.

Dalam konteks prioritas pembangunan yang sejalan dengan konsep maqashid shariah

maka diprioritaskan pembangunan sektor produksi barang dan jasa yang terkait dengan

pemenuhan hak dasar kebutuhan ekonomi bagi setiap individu warga masyarakat tanpa

terkecuali. Prioritas pembangunan berdasarkan prinsip-prinsip bahwa manusia sebagai

khalifah, dibekali dengan segala sumber daya alam; dan sebagai manusia, setiap individu

masing-masing mempunyai hak atas distribusi kekayaan sumber daya alam yang tersedia.44

Hak setai individu atas distribusi kekayaan sumber daya ekonomi yang tersedia didasarkan

pada ayat Al Quran yang berbunyi:

Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”45

Kepedulian Islam berkenaan dengan keharusan dalam pemeliharaan keselamatan

agama, jiwa, akal, keturunan dan harta setiap individu warga masyarakat, dengan

mewajibkan atas setiap individu dan masyarakat agar menyediakan segala hal terkait dengan

pemeliharaan lima hal tersebut. Kebutuhan dharuriyah sebagai hak dasar untuk pemeliharaan

agama, nyawa, akal, keturunan dan harta tersebut adalah:46

44 Sesuai dengan ayat (2) pasal 33 UUD 1945 bhawa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Dan ayat (3) selanjutnya menyatakan ”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

45 QS. Lukman: 20.46 Lihat Afar dalam Saefullah, Ekonomi Pembangunan Islam (Jakarta: Gunungdjati, 2012), hal. 75.

Page 26: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

1. Produksi makanan pokok yang dihasilkan dari pertanian dan industri, termasuk

kebutuhan untuk pengembangan produksi dan kegiatan-kegiatan penunjang

terkait.

2. Penyediaan air bersih, sarana umum yang memadai untuk memelihara kesehatan,

kemampuan produksi dan pengembangannya.

3. Pendidikan, pengajaran agama, akhlak dan kemasyarakatan sosial, kemudian

berbagai lembaga dalam masyarakat, seperti masjid, madrasah, dan kegiatan-

kegiatan pendidikan dan pengajaran, perangkat dakwah dan informasi dalam

berbagai bidang dan tempat.

4. Produksi pakaian yang memadai untuk melindungi tubuh dari panas matahari dan

dingin, perlindungan dari berbagai keadaan bencana alam dan lingkungan,

tuntutan kerja, keahlian dan berbagai industri.

5. Perumahan yang sehat dan memadai dalam hal lingkungan sosial yang memenuhi

kebutuhan akan rasa nyaman, dan bisa menjaga keselamatan masyarakat dan

keluarga, industri alat-alat prabot rumah tangga tertentu.

6. Sarana transportasi dan komunikasi yang memungkinkan manusia unttuk bekerja

dan melaksanakan kewajiban terhadap keluarga, sanak saudara dan masyarakat

mereka

7. Kebutuhan akan keadilan dan sistem pengawasan peradilan, perangkat-perangkat

untuk pengumpulan dan distribusi zakat, serta berbagai instansi untuk urusan

tertentu.

8. Kebutuhan akan keamanan, penjagaan dan penjaminan kelangsungan segala

aktivitas masyarakat.

Pemenuhan atas kebutuhan dasar tiap individu tersebut bisa melalui pendekatan mekanisme

pasar dan mekanisme jaminan sosial. Terjaminnya pemenuhan kebutuhan dasar terebut

Page 27: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

sebagai prioritas utama pembangunan dalam rangka mewujudkan keseimbangan taraf hidup

antar individu dalam masyarakat. Jika melalui mekanisme pasar, kebutuhan dasar tersebut

tidak dapat dipenuhi maka dibutuhkan peran aktif negara dalam merealisasikannya.47

Menurut ajaran Islam, pemerintah mempunyai fungsi sentral dan pokok dalam

mengatur perekonomian masyarakat. Pemerintah harus ikut campur tangan dalam kehidupan

masyarakat umum dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi, dengan melakukan usaha

langsung melalui Badan Usaha Milik Negara, melalui mekanisme kepemilikan umum

mewakili masyarakat. Bahkan pemerintah berhak mengambil alih kepemilikan swasta, jika

memang suatu keharusana, demi untuk kemaslahatan umum. Negara sebagai pihak yang

paling bertanggungjawab dalam mewujudkan kesejahteraan, terutama memainkan peran

distribusi dan investasi ekonomi. Sebab fungsi utama negara adalah mengatur untuk

menciptakan walfare.48

Islam memberikan tanggungjawab kepada pemerintah untuk memenuhi hak dasar

kebutuhan ekonomi setiap individu warga masyarakat. Sebagaimana diriwayatkan dari Umar

Al Khattab bahwa:

“Tugas pemimpin masyarakat, untuk membebaskan dari kelaparan, menutup aurat dengan pakaian, serta mencukupi lapangan kerja bagi mereka.”

Dalam hal tangggungjawab negara dalam pemerataan distribusi kekayaan, dalam suatu

riwayat Umar bin Khattab pernah menolak pendistribusian tanah Irak yang baru dibuka,

untuk diberikan kepada anggota pasukan Islam, akan tetapi beliau memutuskan untuk

menjadikan tanah tersebut tetap sebagai milik negara.49 Hal ini berdasarkan pertimbangan

untuk mencegah terjadinya konsentrasi kepemilikan kekayaan terhadap sekelompok mujahid

47 Lihat Monzer Kahf, Economic Role of State in Islam, lecture presented at the seminar of Islamic economic, Dakka Bangladesh, 1991, hal. 8.

48 Eko, Sutoro, Membangun Kesejahteraan, hal.4.49 Lihat Jaribah Bin Ahmad Al Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khattab, edisi terjemahan, (Jakarta:

Khalifah, 2003), hal. 229.

Page 28: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

saja, dan untuk memenuhi kebutuhan pengadaan fasilitas-fasilitas umum yang dibutuhkan

oleh umat Islam pada saat itu.

Campur tangan pemerintah dalam kegiatan dan pembangunan ekonomi terdiri dari

dua hal:50

1. Campurtangan bersifat permanen, yang dibatasi ketika berakhirnya problem, seperti

terjadinya kriminal penimbunan bahan makanan dan kebutuhan-kebutuhan pokok.

Maka pemerintah bertanggungjawab mengembalikan barang-barang dan jasa

kebutuhan tersebut ke pasar, juga dengan harga pasar.

2. Campurtangan secara permanen, dilakukan pemerintah dalam hal-hal berikut:

a. Memberi nafkah fakir miskin dari kas zakat dan atau anggaran pemerintah.

b. Menjamin tersedianyak kebutuhan dasar bagi warga masyarakat.

c. Menjaga keseimbangan ekonomi dan keuangan dalam masyarakat, agar tidak

terjadi ketimpangan yang tajam.

d. Memelhara keamanan kepemilikan individu dan umum.

Oleh karenanya secara umum dapat disimpulkan bahwa prioritas pembangunan

dalam sistem ekonomi Islam adalah dengan memprioritaskan pembangunan pada sektor

produksi kebutuhan pokok, maka hak dasar kebutuhan ekonomi tersebut bisa terpenuhi secara

keseluruhan. Hal tersebut merupakan suatu keharusan dengan berlandaskan pada lima

maslahat pokok bagi eksistensi manusia, yakni al-dharuriayt al-khams. Dalam mewujudkan

prioritas tersebut dibutuhkan intervensi dan peran negara yang aktif jika mekanisme pasar

tidak bisa berjalan secara adil.

MAQASHID SYARIAH SEBAGAI INDIKATOR PEMBANGUNAN

Tujuan utama dari ajaran Islam adalah terciptanya kehidupan manusia yang diberkahi oleh

Allah. Hal ini menjadi misi utama para Nabi dan Rasul yang diutus ke permukaan bumi ini.

50 Lihat Saifullah, Ekonomi Pembangunan Islam (Jakarta: Gunungdjati, 2012), hal. 106.

Page 29: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Cara yang paling dibutuhkan untuk merealisasikan tujuan atau misi tersebut adalah dengan

meningkatkan falah atau kebahagian seluruh manusia yang ada di bumi ini tanpa melihat dan

membeda-bedakan berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, umur atau kebangsaan.

Mencapai kebahagiaan tidak hanya menjadi tujuan dari ajaran Islam tapi juga tujuan

dari semua umat manusia. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan masyarakat terhadap

tujuan dari pada pembangunan untuk mendorong terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan.

Perbedaannya terletak pada unsur-unsur dari kesejahteraan itu sendiri serta strategi untuk

mencapai dan mempertahankannya. Perbedaan ini tidak akan terwujud jika pengaruh dan

dominasi agama terhadap pemikiran manusia tetap berlangsung. Namun sayangnya, visi ini

telah hilang di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Gerakan pencerahan pada abad 17 dan

18 telah berpengaruh secara signifikan terhadap cara pandang (worldview) semua elemen

masyarakat tentang tujuan hidup ini yang disebabkan oleh pengaruh cara pandang sekuler dan

materlisme. Akibatnya, cara pandang dalam mengukur tingkat kesejahteraan dilihat dari segi

peningkatan pendapatan dan kekayaan. Pernyataan ini tentunya akan menimbulkan

pertanyaan, apakah kebahagian manusia yang sebenarnya dapat dicapai dan dipertahankan

hanya dengan peningkatan pendapatan dan kekayaan serta kepuasan teradap pemenuhan

kebutuhan material manusia.

Ahli agama (ulama) dan para pemikir moral serta beberapa ilmuan akademik modern

telah mempertanyakan kebenarana hubungan positif antara tingkat kesejahetraan atau

kebahagian dengan peningkatan pendapatan dan kekayaan. Mereka juga menekankan

perlunya memasukkan aspek spiritual atau non material sebagai elemen penting pembentuk

kesejahteraan.

Salah satu unsur pembentuk kesejahteraan manusia adalah terpenuhinya kebutuhan

non material. Sebagaimana diketahui bahwa manusia tidak hanya memiliki kebutuhan yang

bersifat material, tetapi juga memiliki kebutuhan yang bersifat non material. Bahkan aspek ini

Page 30: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

jauh lebih dominan dalam mempengaruhi kesejahteraan dan kebahagian manusia

dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan material. Kebahagian hanya akan tercapai jika

terwujud kondisi mental yang damai dan bahagia yang mana tidak selamanya dapat dicapai

dengan hanya melalui peningkatan pendapatan dan kekayaan. Dalam konteks inilah

kemudian perlunya orientasi pembangunan tidak hanya ditekankan pada aspek pembangunan

fisik manusia dan lingkungannya tetapi perlu juga bahkan mesti dlakukan pembangunan

spiritual atau non material manusia sebagai unsur utama pembentuk kebahagian dan

kesejahetraannya.

Olehnya, untuk mencapai kesinambungan kesejahetraan manusia diperlukan beberapa

syarat utama, yaitu pemeliharaan kehidupan, kekayaan dan kehormatan, kebebasan individu,

moral dan pendidikan, melestarikan pernikahan dan pendidkan yang tepat bagi anak-anak,

pembentukan keluarga dan solidaritas sosial serta mengurangi tingkat kriminaitas,

ketegangan dan permusuhan.

Islam sebagai sebuah agama yang universal dan membawa rahmat bagi seluruh umat

manusia menganggap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan sebagai salah satu sarana

dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan juga sebagai cara untuk merealisasikan

tercapainya distribusi pendaatan dan kekayaan yang merata. Tapi untuk membangun sebuah

kesejahtaraan yang hakiki dan menyeluruh tidak hanya mengandalkan pada hal tersebut.

Harus pula mewujudkan kepuasan spiritual dan kebutuhan non material. Hal ini tidak hanya

dimaksudkan untuk menggapai kesejahteraan tetapi juga untuk menciptakan kesinambungan

pembangunan dalam jangka panjang.

Jika hal ini dapat diwujudkan dengan sendirinya pembagunan manusia akan

berlangsung sesuai dengan tujuan dari syariah itu sendiri yang biasa disebut maqashid al

syariah. Pembangunan yang didasarkan pada maqashid al syariah pada hakekatnya adalah

pembangunan yang diorientasikan pada pemeliharaan unsur-unsur terpenting dari pembentuk

Page 31: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

kehidupan manusia itu, yang berupa pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan

kekayaan.

Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip oleh Umar Chapra51 mengelompokkan tujuan-

tujuan syariah (maqashid al syariah) ke dalam lima kategori utama dengan mengatakan:

“Tujuan utama dari syariah adalah untuk mewujudkan kesejahetraan manusia yang

terletak pada perlindungan agama (din), jiwa (nafs), intelektual (‘aql), keturunan (nasl) dan

kekayaan (mal). Apa saja yang dapat melindungi ke lima unsur tersebut maka melindungi

kepentingan publik dan dianjurkan untuk dilakukan, dan apa saja yang dapat mengancamnya

maka mengancam kepentingan publik dan penghilangannya dianjurkan.”

Maqashid syariah menurut al-Ghazali mencakup segala sesuatu yang harus ada dan

tersedia demi memelihara kelestarian agama, jiwa, akal, keturunan dan harta manusia. Ini

berarti bahwa Al Ghazali menekankan pada perlindungan terhadap empat tujuan, yaitu

agama, jiwa, akal, keturunan dan kekayaan. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Al

Shatibi yang menekankan pada pelestarian dari kelima unsur penting tersebut sebagai tujuan

utama dari syariat (maqashid al syariah). Tujuan atau maksud yang diinginkan al-syari’

(Allah) dari penetapan segala aturan syariat adalah untuk merealisasikan kemaslahatan bagi

kehidupan manusia, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat, dengan memberikan

manfaat, dan dalam waktu bersamaan menghindarkan manusia dari bahaya dan kerusakan.

Pemenuhan terhadap kelima unsur tersebut bisa dianggap sebagai prioritas utama

begitupula dengan penunjang-penunjang atas terpeliharanya kelima unsur tersebut. Sesuatu

kewajiban yang tidak dapat terwujud tanpa kehadiran unsur lain, maka unsur lain itu

dianggap sebagai wajib. Artinya, perealisasian empat unsur tersebut akan mengalami

kesulitan tanpa memenuhi unsur-unsur penunjangnya.

51 Umar Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid Al Shariah (IDB, 2008), hal.7.

Page 32: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Kebutuhan dasar hidup manusia dalam konsep maqashid syariah (al-dharuriyat al-

khams), terkait dengan kebutuhan dasar minimal yang harus terpenuhi untuk menjamin

keselamatan lima hal pokok bagi eksistensi dan kemaslahatan hidup manusia, baik dari segi

agama maupun duniawi, yakni keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Jika

kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi atau terpelihara maka akan mengancam eksistensi

keberadaan manusia yang akan berdampak pada kerusakan dan kesensaraan. Sebaliknya, jika

ke lima unsur tersebut terpenuhi dan terpelihara maka akan tercipta kebahagian dan

kemaslahatan bagi manusia yang tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat nanti.

Indikator-indikator pembangunan ekonomi yang didasarkan pada maqashid syariah

(al-dharuriyat al-khams) dapat dilihat dari:

1. Pemeliharaan agama

Jika pokok-pokok ibadah seperti “iman”, mengucapkan kalimat syahadat, pelaksanaan sholat,

zakat, haji dan lain-lain, adalah sebagai indikator bagi terpeliharanya keberadaan agama,

maka segala sesuatu yang mutlak dibutuhkan - baik materil maupun non materil, sarana

barang dan jasa – untuk melaksanakan ibadah tersebut harus tersedia dan terealisasi terlebih

dahulu. Kebutuhan dasar tersebut antara lain merujuk pada identifikasi kebutuhan berupa

sarana, barang dan jasa yang dikemukakan ‘Abd al-Mun’im ‘Afar adalah sebagai berikut:52

a. Untuk menjaga kesinambungan iman dan akidah maka setidaknya perlu disediakan

antara lain: jasa da’i dan pembimbing ibadah, pencetakan dan penerbitan buku-buku

agama termasuk Al-Quran dan Al Hadist, pendirian pusat-pusat pengajian dan

bimbingan agama.

b. Untuk melaksanakan ibadah yang terdiri dari:

52 ‘Abdul Mun’im Afar, al-Tanmiya wa al-Takhtit wa taqwin al-masyru’at fi al-Islam, (Jeddah: Dar al-Arabi, 1992), hal. 71.

Page 33: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

- Sholat: dibutuhkan mesjid dan mushollah, jasa imam dan muadzin, dana-dana

waqaf untuk biaya pemeliharaan tempat ibadah, dan penyediaan fasilitas-fasilitas

penunjang lainnya.

- Zakat: pembentukan struktur kelembagaan zakat yang terintegrasi dan dikelola

secara profesional dan transparan, pelatihan manajemen pengumpulan,

pengelolaan dan distribusi zakat, pemetaan potensi pengumpulan dana zakat dari

para muzakki dan pemetaan sebaran mustahiq zakat, penegakan hukum bagi pihak

yang tidak mau membayar zakat, pembentukan lembaga yang intens

mensosialisasikan kewajiban membayar zakat serta hukum-hukum agamnya.

- Puasa: lembaga pendidikan yang mengajarkan hukum-hukum puasa, penciptaan

lingkungan yang mendukung lancarnya pelaksanaan puasa, menyemarakkan

kegiataan keagamaan selama bulan ramadhan.

- Haji: pembentukan lembaga pengelolaan pelaksanaan haji dan lembaga pengelola

dana haji, penyediaan alat transportasi dan penginapan yang nyaman dan lembaga

bimbingan haji dan pengajaran manasik haji.

c. Lembaga peradilan: dibutuhkan jasa kepemimpinan kepala negara, majelis

permusyawaratan, para hakim, lembaga urusan Islam.

d. Lembaga keamanan: jasa aparat keamanan untuk menjaga keselamatan para

pelaksana dakwah, keamanan masyarakat dan negara dan memberikan hukuman bagi

para pelanggar aturan-aturan yang berlaku.

2. Pemeliharaan jiwa dan akal

Kebutuhan akan pemeliharaan jiwa dan akal meliputi makan dan minum, berpakaian dan

bertempat tinggal (kebutuhan akan rumah). Artinya kebutuhan akan pangan, sandang dan

papan adalah mutlak harus terpenuhi untuk menjaga jiwa dan akal manusia, agar dapat

Page 34: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

menjaga eksistensi hidup serta menjalankan fungsi utamanya sebagai pelaku utama

pembangunan (khalifah). Terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut adalah merupakan hak

dasar dari setiap individu. Pembangunan ekonomi harus menempatkan pemenuhan kebutuhan

dasar setiap individu sebagai prioritas utama, karena jika tidak terpenuhi akan mengancam

eksistensi hidup manusia (jiwa).

Pemeliharaan keselamtan jiwa menurut Afar53 meliputi sembilan bidang pokok:

a. Makanan: makanan pokok dan perlengkapan penyajiannya, lauk-pauk beserta bumbu-

bumbu, air bersih dan garam.

b. Perangkat perlengkapan untuk pemeliharaan badan

c. Pakaian

d. Perumahan

e. Pemeliharaan kesehatan: ketersediaan rumah sakit, peralatan sakit, obat-obat, dokter,

ambulans, dan lain-lain.

f. Transportasi dan telekomunikasi: alat transportasi darat, laut dan udara dan alat-alat

komunikasi

g. Keamanan: jasa keamanan bagi individu dan masyarakat

h. Lapangan pekerjaan: pekerjaan yang halal dan manusiawi, upah yang adil, dan

kondisi kerja yang nyaman

i. Lindungan sosial: lembaga pemeliharaan lanjut usia, anak yatim piatu, bantuan bagi

para penganggur dan jaminan sosial.

Pemeliharaan akal dapat terdiri dari:

a. Pendidikan: penyediaan lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan

tinggi, biaya pendidikan yang rendah bahkan gratis, penyediaan alokasi dana yang

tinggi untuk sektor penidikan, penyediaan sarana pendidikan yang memadai termasuk

guru dan tenaga pengajar.

53 Afar, al-Tanmiya wa al-Takhtit wa taqwin al-masyru’at fi al-Islam, (Jeddah: Dar al-Arabi, 1992), hal. 73.

Page 35: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

b. Penerangan dan kebudayaan

c. Penelitian ilmiah: pusat pengembangan kurikulum, pusat pengembangan ilmu

modern, pusat penelitian, dan lain-lain.

Indikator kesuksesan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari terpenuhinya

kebutuhan dasar untuk memelihara jiwa dan akal manusia. Semua elemen-elemen penunjang

dari pemeliharaan jiwa dan akal adalah mutlak disediakan.54

3. Pemeliharaan keturunan dan harta

Tidak ada peradaban yang mampu bertahan jika generasi mudanya memiliki kualitas

spiritual, fisik dan mental yang rendah, sehingga berdampak pada ketidakmampuan untuk

menghadapi tantangan kehidupan yang semakin dinamis.55 Oleh kerenanya mesti dilakukan

perbaikan secara terencanan dan berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas generasi muda.

Salah satu langkah untuk memperbaiki karakter dan keperibadian mereka adalah dengan

menanamkan akhlak baik (khuluq hasan) melalui proses tarbiyah di keluarga dan lembaga

pendidikan.

Sementara harta merupakan fasilitas yang dianugerahkan Allah kepada manusia untuk

menunjang fungsi uatamanya sebagai khalifah di bumi. Harta adalah amanah yang harus

dikembangkan secara terencana untuk tujuan menghilangkan kemiskinan, memenuhi

kebutuhan dasar setiap individu, membuat kehidupan terasan nyaman dan mendorong

terciptanya distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Dalam memperoleh dan

mengembangkan harta dituntut untuk didasarkan pada nilai-nilai Islam. Harus ada filter moral

dalam pengelolaannya.56

54 Al Ghazali mengungkapkan bahwa tujuan utama dari syariah adalah untuk mendorong kemaslahatan (kesejahteraan) manusia yang mana terletak pada pemeliharaan agama, hidup, akal, keturunan dan kekayaan. Selanjutnya, segala sesuatu yang melindung lima unsur kepentingan publik tersebut maka dianjurkan dilakukan. dan sebaliknya, segala sesuatu yang mengancamnya adalah harus dihilangkan.

55 Umar Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqashid shariah (Jedah: ITIE Book, 2008), hal. 65.

56 Lihat Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 259.

Page 36: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Untuk menjaga keselamatan keturunan dan harta maka dibutuhkan lembaga-lembaga

yang terkait dengan57:

a. Pemeliharaan keturunan

- Lembaga pernikahan: mempermudah legalitas pernikahan, pembelakan pra

pernikahan, pembinaan rumah tangga paska pernikahan, dan lain-lain.

- Pusat pembinaan ibu-ibu berkenaan dengan kesehatan, psikologi, dan makanan,

pemeriksaan rutin untul memastikan kesehatan dan keselamatan janin.

- Pemeliharaan anak-anak: bimbingan dan pendidikan kesehatan bagi anak-anak,

lembaga pengasuhan anak, program dasar untuk kesehatan dan nutrisi anak,

penanaman akidah yang benar dan prinsip-prinsip dasar agama Islam,

memberikan bekal keahlian bagi anak-anak kurang mampu.

- Yayasan anak yatim: pusat pemeliharaan anak-anak yatim.

b. Pemeliharaan harta

- Pembentukan lembaga keuangan dan investasi

- Strategi keuangan akurat untuk pembangunan dan pemeliharaan harta

- Pengamanan pemeliharaan harta dengan penerapan hukuman atas pencuri,

perampas harta dan pelaku kecurangan, pelarangan riba, sogok dan korupsi.

- Menjamin keamanan harta dan kepemilikan pribadi, pengaturan aka-akad

transaksi seperti jual beli, perkongsian, sewa, dan lain-lain.

- Pengajaran berkenaan dengan tata cara mendapatkan harta dan pengembangannya,

sumber-sumber pendapatan halal dan haram, hukum-hukum transaksi, dan lain-

lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka konsep kebutuhan dasar yang harus menjadi prioritas

pembangunan ekonomi adalah segala kebutuhan dasar minimal yang harus ada dan

diperlukan untuk menjaga keselamatan agama, jiwa, kekuatan jasmani, akal dan harta

57 Afar, al-Tanmiyah wa al-Takhtit, hal. 76.

Page 37: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

manusia, agar setiap individu dapat melaksanakan kewajiban terhadap diri sendiri, keluarga,

masyarakat, sistem sosial dan keamanan; kebutuhan yang dimaksud mencakup segala macam

barang dan jasa primer, sebagai sarana yang harus dihasilkan dalam proses pembangunan

dengan perencanaan yang tepat disertai anggaran yang memadai.

Oleh karenya, pembangunan berbasisi maqashid syariah adalah pembangunan yang

meletakkan prioritas utamanya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia demi

terpeliharanya lima maslahat pokok (agama, akal, jiwa, keturunan dan harta) melalui usaha

dalam proses produksi atau pembangunan ekonomi.

Terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu akan berkorelasi pada peningkatan

kesejahteraan atau tercipta kesejahteraan. Dan sebaliknya apabila manusia tidak mampu

memenuhi kebutuhan dasarnya, ia akan merasakan ketidakpuasan, tdak damai, tidak senang,

tidak bahagia, tidak aman. Kondisi ini adalah kondisi tidak sejahtera. Ketidakadaan

kesejahteraan akan berdampak pada terganggunya lima maslahat pokok. Oleh karenanya Al

Ghazali mengungkapkan bahwa tujuan utama dari syariah adalah untuk mendorong

kemaslahatan (kesejahteraan) manusia yang mana terletak pada pemeliharaan agama, hidup,

akal, keturunan dan kekayaan. Selanjutnya, segala sesuatu yang melindung lima unsur

kepentingan publik tersebut maka dianjurkan dilakukan dan sebaliknya, segala sesuatu yang

mengancamnya adalah harus dihilangkan.58

Peningkatan pendapatan dan kekayaan melalui pembangunan adalah suatu keharusan

untuk memenuhi kebutuhan dasar sekaligus untuk mewujudkan pemerataan pendapatan dan

kekayaan, akan tetapi untuk mencapai kesejahteraan yang sebenarnya tidak boleh hanya

berhenti di situ. Kesejahteraan harus dilihat secara komprehensif yang juga meliputi

terpenuhinya kebutuhan dasar akan spiritual atau non material. Sejalan dengan Pramuwito59

yang mengkategorikan kondisi sejahtera jika apabila kebutuhan jasmaninya terpenuhi yang

58 Lihat Umar Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqashid shariah (Jedah: ITIE Book, 2008), hal. 7.

59 C. Pramuwito, Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial (Yogyakarta: Depsos RI, 1996), hal. 20.

Page 38: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

meliputi: bebas dari kelaparan, kekurangan akan pakaian, kekurangan akan perumahan, air

dan udara; terjaminnya kesehatarannya, tidak mengalami kesulitan dalam menjaga kesehatan

dengan terjaminnya fasilitas-fasilitas kesehatan; dan kebutuhan rohaninya yang bebas dari

rasa takut, cemas dan terancam. Terpenuhinya kebutuhan sosial, termasuk bebas darai

berbagai ancaman dan kehidupan masyarakat yang tenteram dan harmonis.

Dengan demikian terdapat hubungan antara pembangunan ekonomi yang berbasis

maqashid syariah (al-dharuriyat al-khams) dengan pemenuhan kebutuhan dasar hidup

manusia, dan juga hubungannya dengan kondisi kesejahteraan, yang bila disimpulkan bahwa

pembangunan ekonomi yang memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar manusia adalah

merupakan predisposisi dari kesejahteraan, dalam arti kesejahteraan sosial akan ditentukan

oleh bagaimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar warganya.

Berdasarkan hal itu maka dalam perencanaan dan proses pembangunan harus

memprioritaskan sektor yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar agar dapat menjadi

lima maslahat pokok. Sedangkan sektor-sektor produksi yang terkait dengan kebutuhan

sekunder yang tidak terkait dengan eksistensi hidup manusia, dilakukan pada tahap

berikutnya ketika segala kebutuhan pokok setiap individu telah terpenuhi. Namun perlu

dicatat di sini bahwa kebutuhan harus dilhat secara dinamis, tingkatannya akan berubah

secara dinamis seiring dengan perubahan kondisi ekonomi masyarakat secara umum. Jika

stnadar hidup rata-rata individu dalam suatu masyarakat berubah, maka otomatis standar dan

tingkatan kebutuhan pun akan mengalami perubahan.

MODEL PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM ISLAM

Konsep pembangunan dalam Islam bersifat menyeluruh. Berbeda dengan konsep-konsep

pembangunan lain yang lebih mengarah pada pengertian fisik dan materi, tujuan

pembangunan dalam Islam lebih dari itu. Bagi Islam pembangunan yang dilakukan oleh

Page 39: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

manusia seharusnya hanya mengejar satu tujuan utama, yaitu: kesejahteraan indivudu beserta

ummat. Tujuan utama pembangunan menurut Islam mengarah pada kemakmuran dan

kebahagiaan. Bukan saja di dunia, namun juga diakhirat kelak atau biasa disebu sebagai

falah.

Kalam konteks falah ini, Sadeq60 memperkenalkan konsep a two stage permanent life

of human beings. Kehidupan manusia terdiri dari dua tahapan berurutan, yakni kehidupan di

dunia yang bersifat temporer dan kehidupan akhirat yang bersifat permanen dan abadi. 61

Islam mengharapkan kesejahteraan (falah) di kedua tahapan kehidupan manusia itu. Sehingga

kesejahteraan/kebahagian manusia (human walfare – W) adalah fungsi dari kesejahteraan di

kedua tahapan kehidupan tersebut,62 Wt adalah kesejahteraan sementara dan Wp adalah

kesejahteraan permanen. Sehinggi bentuk persamaan fungsinya adalah:

W = f1 (Wt, Wp) .... (1)

Selanjutnya variabel Wt, dan Wp adalah fungsi dari sekumpulan variabel yang mempengaruhi

kesejahteraan dalam jangka pendek dan jangka panjang dalam kehidupan. Persamaan

fungsinya adalah:

Wt = f2 (Xt, D) .... (2)

Wp = f3 (Xp, D) .... (3)

Dimana f1, fp, fd > 0, D adalah pembangunan ekonomi, X t dan Xp adalah variabel yang tidak

berhubungan dengan pembangunan ekonomi tetapi berdampak pada kesejahteraan di kedua

kehidupan, dunia dan akhirat. Beberapa yang masuk kategori variabel Xt adalah kepuasaan

yang berasal dari prestasi manusia di dunia, kebahagian yang berasal dari hubungan antar

60 Sadeq, “Economic Development in Islam, Jurnal of Islamic Economics, Vol. I. No. 1 1987, hal. 38.61 QS. Al A’raf: 16-17,

Artinya: Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah

lebih baik dan lebih kekal.62 QS. Al Baqarah: 201,

Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

Page 40: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

sesama, kehidupan lingkungan yang aman dan harmonis, dan sebagainya. Sementara variable

Xp bergantung pada ibadah formal, kebaikan terhadap sesama manusia, dan lain-lain.63

Sebenarnya perhatian utama dari hubungan fungsi tersebut adalah pengaruh pembangunan

ekonomi (D) terhadap kesejahteraan manusia (W).

Sementara itu yang mempengaruhi pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam

adalah pertumbuhan ekonomi (economic growth -G), distribusi kekayaan (distributive equity

-E) dan nilai-nilai Islam (Islamic values –V).64 Sehingga persamaan hubungan fungsionalnya

adalah:

D = f4 (G, E, V) .... (4)

Di mana fg, fe, fv > 0

Pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan yang tinggi adalah indikator

ketersediaan makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar

lainnya untuk mendapatkan kenyaman hidup. Mencari kenyamanan hidup adalah sesuatu

yang tidak dilarang dalam Islam bahkan dianjurkan selama tidak tenggelam dalam buaian

hawa nafsu yang membuat lupa kepada Allah.

Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung..”65

Artinya: “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”66

63 Sadeq, “Economic Development in Islam, Jurnal of Islamic Economics, Vol. I. No. 1 1987, hal. 38.64 Ibid., hal. 40.65 QS. Al Jumu’ah: 7.66 QS. Al Qashash: 77.

Page 41: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”67

Namun demikian, pertumbuhan pendapatan yang tinggi tidaklah cukup untuk

menyediakan kebutuhan dasar dan kenyamanan hidup terhadap semua populasi manusia.

Karena, meskipun tingkat pendapapatan tinggi tetapi tidak terdistribusi secara merata dan

adil, maka hanya sebagian atau sekelompok tertentu saja yang akan menikmati petumbuhan

dan perkembangan pendapatan tersebut, sementara yang lain mengalami yang sebaliknya,

yaitu kesensaraan, kekurangan dan kemiskinan. Kondisi tersebut tidak diinginkan oleh Islam.

Justru Islam menganjurkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan di saat bersamaaan

menghendaki terjadinya distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil. Sesuai dengan firman

Allah.

Artinya: “ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”68.

Kondisi sosial lingkungan yang sehat yang dibentuk dari nilai-nilai Islam adalah

faktor penting terbentuknya kedamaian dan kedisiplinan hidup. Jika manusia mempunyai

semua jenis material, sementara standar moral yang berlaku rendah maka justru akan

mengganggu capaian standar kehidupan yang baik. Sesungguhnya, nilai-nilai Islam

membantu untuk menjaga kedisiplinan, keharmonisan dan jalinan sosial dalam masyarakat.

67 QS. Al ‘Araf: 31.68 QS. Al Hasy: 7.

Page 42: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Sementara ketiadaan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat justru akan menghasilkan

kehidupan yang kurang disiplin, ketidak jelasan tujuan hidup, jalinan persaudaraan yang

rapuh serta konflik-konflik kepentingan. Nilai-nilai Islam merupakan elemen hakiki

pembentuk lingkungan yang lebih baik, dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

Artinya: “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”69

Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan dalam perekonomian, menjadi insentif bagi

usaha manusia utuk mengeksploitasi sumber daya ekonomi yang tersedia dengan tujuan

untuk menghilangkan kemiskinan dan mencapai pertambahan pendapatan dan kekayaan.

Anjuran Islam terhadap kegiatan ekonomi bukan untuk mengakumulasi modal, tetapi semata-

mata untuk kesejahteraan manusia secara menyeluruh. Kemiskinan membuat individu tidak

dapat menjalankan kewajiban pribadi, sosial dan moralnya, oleh karena itu setiap manusia

dianjurkan untuk selalu berdoa untuk dihindarkan dari kemiskinan, kekurangan dan kehinaan.

Bahkan kemiskinan akan mengantarkan kepada kakufuran.

Usaha untuk mencari nafkah adalah perintah agama yang harus ditunaikan setelah

melaksanakan sholat. Hal ini menjadi insentif untuk endorong terjadinya pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi.

Artinya: “ Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”70

69 QS. Al Qashash: 77.70 QS. Al Jumu’ah: 9.

Page 43: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Oleh karenanya, pembangunan pertanian, industri, perdagangan sangat dianjurkan

dalam ajaran Islam. Hal ini dilakukan bukan hanya sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan

manusia tetapi juga sebagai kewajiban agama yang harus dilakukan.

Sementara itu, Umar Chapra71 memformulasikan sebuah model hubungan fungsional

yang menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi pembangunan dan kemunduran

berdasarkan teori Ibnu Khaldum tentang penyebab maju dan runtuhnya sebuah peradaban

dalam bentuk model dinamis berbasisi pendekatan multidisiplin.

Model fungsional tersebut sangat dinamis dan lintas disiplin yang memasukkan

variabel sosio-ekonomi dan politik, termasuk pemerintah dan otoritas politik (G), keyakinan

dan aturan perilaku atau syariah (S), manusia (N), harta benda dan cadangan sumber daya

(W), pembangunan (G), keadilan (J) dalam sebuah perputaran inter-dependen yang masing-

masing mempengaruhi yang lain dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh yang lain pula.72

Model dinamis tersebut menjelaskan bagaimana faktor-faktor politik, moral, sosial, dan

ekonomi saling berintegrasi terus-menerus dan mempengaruhi kemajuan dan kemunduran

jatuh bangunnya suatu peradaban. Dalam model ini tidak mengakui adanya asumsi ceteris

paribus karena tidak ada variabel yang konstan (tetap). Salah satu variabel bisa menjadi

mekanisme pemicu (trigger mechanism) yang nantinya akan bereaksi secara berantai yang

pada akhirnya akan berdampak pada maju mundurnya sebuah pembangunan dalam jangka

panjang.

Simplikasi dalam bentuk hubungan fungsional faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap pembangunan dan kemunduran menurut Umar Chapra adalah:

G = f (S, N, W, g dan j)73

71 Lihat Umar Chapra, Peradaban Muslim: Penyebab Keruntuhan dan Perlunya Reformasi (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 25 & 28.

72 Ibid., hlm. 25.73 Dimana G= Pembangunan/kemunduran, S= Syariah, N= Manusia, W= Kekayaan, g= pembangunan dan

j= keadilan.

Page 44: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Model ini tidak membatasi dirinya pada variabel-variabel ekonomi untuk menjelaskan

pembangunan dan kemunduran. Akan tetatpi mengadopsi pendekatan multi-disiplin dan

dinamik untuk menunjukkan hubungan yang saling terkait antara faktor-faktor sosial, moral,

ekonomi, politik, sejarah dan demografi dalam memicu kemajuan pembangunan dan

kemunduran dalam masyarakat.

Diantara ke 6 (enam) variabel model fungsional yang dikemukakan oleh Umar

Chapra di atas bisa saja menjadi pemicu utama (trigggel mechanism) yang pada akhirnya

saling berhubungan dengan variabel-variabel yang lain dalam memacu terjadinya

pembangunan ataupun sebaliknya, kemunduran. Tambahnya, faktor manusia (N) adalah

kekuatan primer dalam pembangunan sebagaimana awal mula kemunculan agama Islam di

tanah Arab yang mampu mengangkat bangsa Arab menjadi pemain utama dalam kejayaan

peradaban Islam.

Penekanan pada aspek manusia ini didasarkan pada ayat Al-Quran:

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Q.S: Ar Raad: 11).

Dalam ayat ini menekankan pentingnya peran manusia bagi kemajuan dan

kemunduran peradabannya. Inilah makna kenapa para Nabi khususnya Nabi Muhammad

(allahummasholli ‘ala Muhammad) diturunkan ke bumi untuk mereformasi

(menyempurnakan akhlak) manusia beserta institusi dan lembaga yang mempengaruhi

perilakunya.

Hal yang sama juga dikemukan oleh Abdul Mannan74 yang menempatkan sumber

daya alam dan perilaku manusia sebagai prasyarat utama pembangunan ekonomi.

74 Lihat Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 379.

Page 45: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

Pertumbuhan output per kapita di satu pihak tergantung pada sumber daya alam yang

tersedia, dan di pihak lain pada perilaku manusia. Perilaku manusia memainkan peranan yang

sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Selanjutnya Abdul Mannan memasukkan Islam

sebagai suatu faktor dalam pembangunan ekonomi. Bahkan Toynbee menilai dakwah Nabi

Muhammad (allahummasholli ‘ala Muhammad) sebagai penebar sebuah peradaban yang

hidup. Ia menganggap bahwa Islam telah memerankan peran mekanisme pemicu yang positif

bagi kemajuan pembangunan umat Islam di awal kemunculannya di jazirah Arab yang pada

akhirnya membawanya pada puncak kejayaan dari abad ke 7 sampai ke 14.

Sementara menurut Khurshid Ahmad75 mengidentifikasi beberapa faktor yang

mempengaruhi pembangunan ekonomi, yaitu:

1. Sumber daya yang dikelola (invistible resources)

Pertumbuhan ekonomi sangat membutuhkan sumberdaya yang dapat digunakan

dalam memproduksi aset-aset fisik untukmenghasilkan pendapatan. Aspek fisik

tersebut antara lain tanaman indutrsi,mesin, dan sebagainya. Pada sisi lain, peran

modal juga sangat signifikan untukdiperhatikan. Dengan demikian, proses

pertumbuhan ekonomi mencakup mobilisasisumberdaya, merubah sumberdaya

tersebut dalam bentuk asset produktif, sertadapat digunakan secara optimal dan

efisien. Sedangkan sumber modal terbagi duayaitu sumber domestik/internal serta

sumber eksternal.

2. Sumber daya manusia (human resources)

Faktor penentu lainnya yang sangat penting adalah sumberdaya manusia.Manusialah

yang paling aktif berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Peran merekamencakup

beberapa bidang, antara laindalam hal eksploitasi sumberdaya yang ada,

pengakumulasian modal, sertapembangunan institusi sosial ekonomi dan politik

75 Lihat Khurshid Ahmad, “Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Islam”, dalam Etika Ekonomi Politik (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), hal. 1-21.

Page 46: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka perlu

adanyaefisiensi dalam tenaga kerja. Efisiensi tersebut membutuhkan

kualitasprofessional dan kualitas moral. Kedua kualitas ini harus dipenuhi dan

tidakdapat berdiri sendiri. Kombinasikeduanya mutlak dipadukan dalam batas-batas

yang rasional

3. Wirausaha (entrepreneurship)

Wirausaha merupakan kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi dan

sangatdeterminan. Wirausaha dianggap memiliki fungsi dinamis yang sangat

dibutuhkandalam suatu pertumbuhan ekonomi.

Menurut Umar Chapra76 salah satu cara yang paling konstruktif dalammempercepat

pertumbuhan yang berkeadilan adalah dengan membuat masyarakat danindividu

untuk mampu semaksimal mungkin mengunakan daya kreasi dan artistiknyasecara

profesional, produktif dan efisien. Dengan demikian, semangatentrepreneurship

(kewirausahaaan) dan kewiraswastsaan harus ditumbuhkan dandibangun dalam jiwa

masyarakat.

Menumbuhkembangkan jiwa kewisahausahawaan akan mendorong pengembangan

usahakecil secara signifikan. Usaha kecil, khususnya di sektor produksi

akanmenyerap tenaga kerja yang luas dan jauh lebih besar. Beberapa studi

menunjukkan secara jelas konstribusi yangbesar dari industri kecil dan usaha mikro

dalam memberikan lapangan pekerjaandan pendapatan. Mereka mampu menciptakan

lapangan kerja bahkan secara tidaklangsung mereka berarti mengembangkan

pendapatan dan permintaan akan barang danjasa, peralatan, bahan baku, dan ekspor.

Mereka adalah industri padat karyayang kurang memerlukan bantuan dana

luar(asing), bahkan kadang tidak begitu tergantung kepada kredit

pemerintahdibanding insdustri berskala besar.

76 Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 251.

Page 47: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

4. Teknologi (technology)

Kemajuan teknologi mencakup duabentuk, yaitu inovasi produk dan inovasi proses.

Inovasi produk berkaitandengan produk-produk baru yang sebelumnya tidak ada atau

pengembanganproduk-produk sebelumnya. Sedangkan inovasi proses merupakan

penggunaan teknik-teknik baru yang lebihmurah dalam memproduksi produk-produk

yang telah ada.

Islam tidak menantang konsep tentangperubahan teknologi seperti digambarkan di

atas, bahkan dalam kenyataannyaIslam mendukung kemajuan teknologi. Perintah Al-

Qur’an untuk melakukanpencarian dan penelitian cukup banyak dalam Al-Qur’an.

Dalam terma ekonomi bisadisebut dengan penelitian dan pengembangan (research

and development) yang menghasilkan perubahan teknologi.Dalam Al-quran juga ada

perintah untuk melalukan eksplorasi segala apa yangterdapat di bumi untuk

kesejahteraan manusia. Eksplorasi ini jelas membutuhkan penelitian untuk

menjadikan sumberdayaalam tersebut berguna dan bermanfaat bagi manusia.

Islam mengaktifkan semua faktor pembangunan dalam suatu arah positif. Ia

memberikan perhatian maksimal kepada aspek manusia yang berfungsi sebagai khalifah yang

diberikan amanah untuk melangsungkan pembangunan berkesinambungan dalam kehidupan

umat manusia. Islam mencoba mengangkat manusia secara moral dan materi, menjadikan

mereka sebagai manusia yang lebih berkualitas, dan mencoba mereformasi semua institusi

yang turut mempengaruhi mereka. Islam menempatkan pendidikan dan pembinaan yag tepat

bagi anak-anak sebagai tujuan penting syariah, untuk memastikan bahwa generasi masa

depan mampu memikul beban pembangunan selanjutnya. Ia menciptakan suatu

Page 48: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

keseimbangan antara aspek materil dan spiritual dengan memandang bahwa keduanya

merupakan hal yang penting bagi pembangunan kualitas dan kesejahteraan manusia.77

Pembangunan ekonomi menurut Islam melibatkan pula berbagai macam perubahan,

baik kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kuantitatif yang sering menjadi tolok ukur

pembangunan ekonomi, biasanya diwujudkan antara lain dalam laju pertumbuhan.

Sedangkan perubahan kualitatif yang lebih banyak menyangkut masyarakat, khususnya

masalah sosial dan kelembagaan, memang sering kali terabaikan, karena kesulitan untuk

menentukan tolok ukur yang tepat serta diterima secara umum atas indikator-indikator ini.

Tujuan dari setiap sistem perekonomian dan pilihan pembangunan mengarah kepada

kesejahteraan masyarakat secara luas. Idam-idaman suatu “welfare state” merupakan harapan

dari setiap anggota masyarakat. Konsep kesejahteraan selalu dihubungkan dengan

penanggulangan kesulitan, menumbuhkan kemakmuran, membentuk iklim yang penuh

dengan cinta kasih dan perhatian, menjamin tidak akan terdapat korupsi, kelaparan, ketakutan

dan gangguan mental. Jadi merupakan tugas pemimpin atau kelompok yang memerintah

ummat untuk menumbuhkan keadaan-keadaan diatas, bila kesejahteraan yang merupakan

tujuan akhir pembangunan dalam “sistem ekonomi Islam” ingin diwujudkan. Keinginan

untuk menumbuhkan kesejahteraan ini sejalan dengan shariah yang mengusahakan

terwujudnya: (i) realisasi sepenuhnya atas nilai-nilai Islam didalam setiap individu muslim

maupun didalam masyarakat secara keseluruhan, dan (ii) kecukupan seluruh kebutuhan dasar

bagi kehidupan seluruh anggota masyarakat.

Dalam konteks pembangunan ekonomi perspektif Islam, peranan negara memiliki

fungsi strategis. Berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang mengenal government

intervention, peranan pemerintah dalam “perekonomian Islam” hanya bersifat mengatur dan

menjalankan tugas-tugas pembangunan untuk mencapai kesejahteraan umum sesuai dengan

77 Lihat Umar Chapra, Peradaban Muslim: Penyebab Keruntuhan dan Perlunya Reformasi (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 48-50.

Page 49: Pembangunan Dilihat Dari Perspektif Maqashid Shariah

kehendak Allah. Peranan negara disini juga berbeda dengan yang terdapat dalam sistem

sosialis atau komunis yang cenderung memiliki sepenuhnya tanpa memberikan hak

kepemilikan terhadap individu atas sumber daya ekonomi.