pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

12
PEMBANGUNAN DAERAH DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN NASIONAL 1 Disadur oleh: Slamet Sugiharto Widyaiswara Utama A. DARI EKONOMIKA NASIONAL KE EKONOMIKA DAERAH Hampir semua metode analisis daerah secara agregat didasarkan pada teori dan alat analisis yang dikembangkan bagi perekonomian nasional. Hal itu terjadi karena perekonomian nasional dan daerah bisa dianggap tersusun dari komponen fundamental yang sama dan jenis-jenis hubungan yang sama diantara komponen tersebut. Pada kenyataannya, banyak kekuatan-kekuatan penting yang bekerja cenderung agak lain, setidaknya pada urutan besarnya jika bukan pada kondisi alamiah esensialnya, pada level nasional dan daerah. Sebagai contoh, kita tahu bahwa perdagangan antar negara cenderung muncul ketika kedua belah pihak memperoleh keuntungan dari perdagangan itu karena adanya keunggulan komparatif ataupun keunggulan absolut. Suatu negara mungkin memiliki keunggulan produksi sebagai akibat dari ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia atau kelembagaan yang unik, karakteristik lokasi yang strategi, atau dikarenakan sumberdaya ekonomi khusus lainnya. Semakin 1

Upload: slamet-sugiharto

Post on 12-Jun-2015

3.866 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

PEMBANGUNAN DAERAH DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN NASIONAL1

Disadur oleh: Slamet SugihartoWidyaiswara Utama

A. DARI EKONOMIKA NASIONAL KE EKONOMIKA DAERAH

Hampir semua metode analisis daerah secara agregat didasarkan pada teori dan

alat analisis yang dikembangkan bagi perekonomian nasional. Hal itu terjadi karena

perekonomian nasional dan daerah bisa dianggap tersusun dari komponen fundamental

yang sama dan jenis-jenis hubungan yang sama diantara komponen tersebut. Pada

kenyataannya, banyak kekuatan-kekuatan penting yang bekerja cenderung agak lain,

setidaknya pada urutan besarnya jika bukan pada kondisi alamiah esensialnya, pada level

nasional dan daerah.

Sebagai contoh, kita tahu bahwa perdagangan antar negara cenderung muncul

ketika kedua belah pihak memperoleh keuntungan dari perdagangan itu karena adanya

keunggulan komparatif ataupun keunggulan absolut. Suatu negara mungkin memiliki

keunggulan produksi sebagai akibat dari ketersediaan sumber daya alam, sumber daya

manusia atau kelembagaan yang unik, karakteristik lokasi yang strategi, atau dikarenakan

sumberdaya ekonomi khusus lainnya. Semakin besar keunggulan konparatif secara

nasional dalam produksi bidang tertentu yang memiliki permintaan (demand)dari luar,

maka spesialisasi dan perdagangan akan semakin menguntungkan, dan biasanya akan

semakin besar pula volume perdagangannya.

Prinsip tersebut basa bermanfaat sebagai pondasi untuyk memahami perdagangan

antar daerah sebagaimana perdagangan antar negara. Meskipun demikian kita tahu bahwa

dalam setiap kasus, perdagangan luar daerah memainkan peran yang lebih besar dalam

perekonomian suatu daerah dibanding dalam perekonomian suatu negara. Mengapa

1

Page 2: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

demikian? Apakah halangan perdagangan yang ada diantara negara-negara yang tidak

ada atau tidak sama seriusnya pada level daerah?

Yang pertama adalah jarak antar negara partner dagang, dan akibatnya yaitu

biaya transportasi perdagangan, biasanya lebih besar pada perdagangan antar negara

dibanding antar daerah dalam negara yang sama.Disamping itu, pertimbangan pertahanan

dan politik yang bukan merupakan faktor penghambat di level daerah, seringkali

mendorong suatu negara untuk tetap memelihara kemampuan produksi yang semestinya

lebih murah jika dibeli di pasar internasional.

Selanjutnya, kebijakan full-employment secara nasional, perbedaan budaya,

xenophobia, masalah neraca pembayaran dan nilai tukar matauang, kelambanan proses

administratif, dan hambatan perdagangan lainnya di tingkat nasional, biasanya tidak ada

atau kecil intensitasnya dalam perdagangan antar daerah dalam satu negara. Lagi pula,

sebuah negara memiliki alat hukum: tarif, kuota, dan alat kelembagaan lainnya yang tak

dimiliki daerah, untuk memaksakan hambatan perdagangan ketika hal itu dianggap paling

menguntungkan.

Dengan sedikitnya hambatan alamiah dan kelembagaan, daerah cenderung

melakukan spesialisasi dan melakukan perdagangan antar daerah. Tetapi tidak hanya

barang yang bergerak secara lebih bebas antar daerah dari pada antar negara, tetapi juga

faktor produksi yang secra alamiah tidak menetap, seperti modal, tenaga kerja, ide, dan

teknologi akan bergerak lebih bebas. Semua itu memberi perekonomian daerah kualitas

keterbukaan yang lebih dibanding dengan perekonomian nasional. Implikasi ekonomi

dari keterbukaan yang menjadi karakteristik perekonomian daerah cukup luas, Lagi-lagi

hal tersebut bisa dipahami dengan memulainya dari pemahaman ekonomi nasional.

Sebagai contoh adalah pengetahuan mengenai cara menetapkan pendapatan

nasional. Dalam model pasar komoditas tradisional dari pendapatan nasional suatu

perekonomian, secara kasar sama dengan Pendapatan Nasional Bruto, diperoleh dari, dan

sama dengan jumlah keseluruhan 4 tipe pengeluaran: pengeluaran konsumsi domestik,

2

Page 3: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

pengeluaran investasi domestik swasta, pengeluaran pemerintah domestik, dan ekspor

neto (ekspor dikurangi impor). Peningkatan dalam jumlah tertentu dari salah satu tipe

pengeluaran tersebut dengan segera menyebabkan pendapatan dan produksi akan

meningkat dengan jumlah yang sama, bahkan karena pengeluaran sama dengan produk

sama dengan pendapatan, per definisi mereka akan meningkat dalam jumlah yang sama.

Tetapi pada akhirnya, terkait dengan proses ‘income multiplication’, peningkatan

pengeluaran awal mengakibatkan pendapatan (dan produk) meningkat lebih besar lagi.

Peningkatan pendapatan awal dilipat gandakan menjadi pendapatan lagi

dikarenakan pendapatan itu akan dibelanjakan oleh siapapun yang memperolehnya.

Pengeluaran kembali ini menghasilkan pendapatan tambahan bagi yang lainnya.

Pendapatan tambahan itu juga dibelanjakan. Dan ini juga akan menghasilkan tambahan

pendapatan lagi, demikian seterusnya.

Tetapi hanya sebagian dari pendapatan yang dibelanjakan yang menghasilkan

tambahan pendapatan: sisanya digunakan untuk pajak, tabungan, pembelian barang

impor, dikirim ke luar negeri, dll. Pengeluaran seperti itu tidak menghasilkan tambahan

pendapatan domestik, dan dianggap sebagai ‘kebocoran’ dari arus pembentukan

pendapatan. Karena suatu porsi selalu ‘bocor’ keluar dari setiap ronde pengeluaran,

jumlah pendapatan yang dihasilan dalam setiap ronde menjadi semakin sedikit hingga

akhirnya menghilang. Tabel 1 memperlihatkan contoh proses ‘income multiplication’.

Bayangkan bahwa sesuatu menyebabkan peningkatan ekspor menghasilkan

pendapatan ‘baru’ sebersar Rp 100 (diperlihatkan pada baris pertama Tabel 1).

Bayangkan juga bahwa orang cenderung membelanjakan 60% dari pendapatannya untuk

membeli barang dan jasa satu sama lain, karenanya menghasilkan pendapatan tambahan,

sementara 40% merupakan pengeluaran yang dianggap sebagai kebocoran dari arus yang

menghasilkan pendapatan. Jadi dalan putaran pertama pengeluaran dihasilkan tambahan

penghasilan sebesar Rp 60. Ketika Ketika pendapatan itu dibelanjakan dalam putaran ke

1 Disadur dari Regional and Local Economic Analysis for Practitioners, 4th edition, karangan Avrom Bendavid-Val, terbitan PRAEGER New York, 1991, Bab 1 Regional Development in the National Context.

3

Page 4: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

dua, 49% bocor, sehingga hanya dihasilkan pendapatan tambahan sebesar Rp 36.

Demekian seterusnya.

PUTARAN JUMLAH PENGELUARAN

JUMLAH YANG BOCOR (40%)

PENDAPATAN YANG DICIPTAKAN

PertamaKe duaKe tigaKe empatKe limaKe enamKe tujuh---TOTAL

Rp 100 60 36 22 13 8 5 - - -Rp 250

Rp 40 24 14 9 5 3 2 - - -Rp 100

Penjualan ekspor: Rp 100 Rp 60 Rp 36 Rp 22 Rp 13 Rp 8 Rp 5 Rp 3 - - - Rp 250

Akhirnya, dalam ilustrasi di Tabel 1, ketika seluruh Rp 100 telah bocor ke luar,

dan tak ada lagi yang harus dibelanjakan kembali, maka pendapatan total sebesar Rp 250

telah dihasilkan: Rp 100 dari pendapatan asli dan Rp 150 dari hasil putaran pembelanjaan

kembali. ‘Multiplier’ dalam kasus ini dihitung sebesar 2,5, yang berarti bahwa setiap

peningkatan awal pendapatan akan dilipatgandakan sampai menjadi 2,5 kali peningkatan

awalnya. ‘Multipleir’ secara aritmatika ditentukan dengan membagi angka 1 dengan

bagian yang bocor ke luar. Pada Tabel 1, bagian yang bocor adalah 40%, dan 1 dibagi 0,4

adalah 2,5.

Semakin kecil bagian yang bocor akan semakin besar ‘multiplier’nya. Sebaliknya,

semakin besar pengeluaran yang bocor untuk pajak, impor, tabungan, dan yang sejenis,

maka akan semakin kecil pula ‘mulyiplier’ dan pendapatan yang ditimbulkannya. Hal itu

merupakan salah satu alasan mengapa sebagian besar pemerintah tingkat nasional

berupaya meningkatkan ekspor dan mengurangi impor. Pelipatgandaan (‘multiplication’)

pendapatan berada pada jantung proses pertumbuhan perkonomian nasional maupun

perekonomian daerah.

4

Page 5: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

Ketika kita memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengeluaran

dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ‘multiplier’, kita akan menemukan perbedaan

yang signifikan antara perekonomian nasional dengan daerah. Pada hampir semua negara

konsumsi domestik ditentukan sebagian besar oleh seberapa banyak yang dimiliki

masyarakat untuk dibelanjakan dan seberapa besar kemauan mereka untuk

membelanjakannya pada barang dan jasa lokal; di daerah, hal itu ditambah lagi dengan

kemauan masyarakat untuk membelanjakannya di daerahnya sendiri dan pada produk

daerah sendiri. Pada sebagian besar negara, investasi domestik oleh swasta ditentukan

terutama oleh ketersediaan modal dan daya tarik relatif untuk melakukan investasi, di

tingkat daerah faktor itu ditambah lagi dengan daya tarik untuk investasi di daerah

tersebut.

Pengeluaran pemerintah secara nasional ditentukan oleh otoritas internal dalam

sistem; sementara pengeluaran pemerintah daerah bisa ditentukan sebagian besar oleh

otoritas du luar daerah yang bersangkutan. Ekspor dari suatu negara dapat di dorong dan

impor dapat di cegah dengan berbagai cara yang tersedia bagi pemerintah tingkat

nasional. Pemerintah daerah biasanya tidak memiliki perangkat kebijakan tersebut.

Tambahan lagi, kebanyakan kebocoran dari aliran penghasil pendapatan, seperti pajak

dan tabungan, tidak ‘hilang’ dari perekonomian nasional. Pajak dan tabungan tahun ini

bisa kembali sebagai pengeluaran pemerintah atau investasi pada tahun berikutnya. Hal

itu tidak selalu terjadi di level daerah.

Memang, model penentuan pendapatan nasional konvensional dikembangkan dari

pandangan yang hampir abstrak tentang perekonomian dan sistem yang kurang lebihnya

tertutup dimana pendapatan ditentukan terutama oleh apa yang berkembang di dalam, dan

tingkat bunga, pengeluaran pemerintah, investasi, tabungan, multiplier, dst., terjadi di

tempat tanpa ruang. Sebaliknya, sangatlah jelas, pendapatan pada suatu daerah tertentu

lebih ditentukan oleh apa yang terjadi di luar batas daerah bersangkutan dari pada apa

yang terjadi di dalam daerah tersebut.

5

Page 6: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

Tingkat bunga yang tinggi secara nasional bisa berakibat pelarian modal dari

suatu daerah. Suatu nilai multiplier yang tinggi di tingkat nasional bisa terjadi dari faktor

yang menyebabkan multiplier untuk daerah tertentu menjadi rendah. Suatu daerah

menghadapi masalah politik dan alokasi sumberdaya yang berbeda dengan tingkat

nasional, karena mereka harus bersaing dengan daerah lain dalam negara yang sama atau

luar negeri. Suatu daerah bisa kehilangan pendapatan dan sumber daya ke daerah lain

dan sebaliknya dalam derajat yang tak pernah terjadi di level negara yang berdaulat.

B. IMPLIKASI BAGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Pemahaman mengenai perbedaan antara perekonomian nasional dengan daerah

mengarahkan kita kepada tiga implikasi utama terhadap perencanaan pembangunan

daerah. Yang pertama adalah bahwa perencanaan pembangunan daerah yang realistik

memerlukan suatu pemahaman mengenai hubungan daerah tersebut dengan lingkungan

nasionalnya di mana daerah itu berada, prinsip keterkaitan (linkage) keduanya

berinteraksi, dan konsekuensi akhir yang disebabkan keterkaitan tersebut bagi daerah

yang bersangkutan.

Yang ke dua adalah bahwa apa yang kelihatannya baik bagi perekonomian

nasional belum tentu baik bagi daerah, dan apa yang baik bagi daerah belum tentu

dianggap baik di tingkat nasional. Sebagai suatu ilustrasi, misalnya suatu pabrik yang

mengolah hasil pertanian didirikan di wilayah pedesaan yang sebelumnya mengirim hasil

pertaniannya ke sebuah kota yang jauh untuk diproses. Pendirian pabrik itu membuka

lapangan kerja di luar sektor pertanian bagi tenaga kerja di wilayah itu dan meningkatkan

pertumbuhan dengan menghapus kebutuhan untuk ‘mengimpor’ produk yang dihasilkan

pabrik tersebut. Dan karenanya akan memberikan manfaat bagi pendapatan daerah.

Meskipun demikian transfer pemrosesan ke wilayang penyangga (hinterland) bisa

menyebabkan PHK bagi pekerja wilayah perkotaan yang dibayar tinggi; dan melelui efek

terbalik multiplier akan menyebabkan turunnya GNP. Lebih jauh, pekerja wilayah

perkotaan yang dibayar tinggi yang terkena PHK beserta keluarganya akan membebani

lebih berat lagi anggaran untuk pelayanan secara nasional.

6

Page 7: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

Hal itu tidak berarti bahwa kepentingan daerah selalu saja bertentangan dengan

nasional. Hal itu hanya menunjukkan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah,

realitas pembangunan nasional harus dipertimbangkan. Hal itu semakin penting ketika

dukungan pemerintah pusat sangat diperlukan dalam penerapan perencanaan

pembangunan daerah.

Implikasi ke tiga bagi perencanaan pembangunan daerah adalah bahwa perangkat

kelembagaan yang tersedia bagi pembangunan daerah (otoritas dan badan pengambilan

keputusan dan administrasi) pada umumnya jelas berbeda antara yang ada di daerah

dengan yang ada di level nasional; dan pada setiap kasus derajad kontrol atas perangkat

tersebut juga sangat berbeda. Sebagai contoh: pada level nasional, realokasi sumber daya

untuk pembangunan bisa diwujudkan dengan mencetak uang dan menggunakannya untuk

investasi pembangunan. Hal itu akan memicu inflasi dan pengurangan permintaan atas

sumber daya untuk produksi barang konsumsi.

Mudah untuk dilihat bahwa, entah lebih baik atau lebih buruk, kebijaksanaan

yang demikian tidak bisa dilakukan di level daerah. Lebih lanjut, kebijakan yang bisa

dilaksanakan di daerah seperti pengurangan pajak dan biaya untuk aktivitas tertentu

cenderung kurang efektif di tingkat daerah daripada di level nasional karena kebijakan

kompetitif dari daerah lain dan kemampuan sumber daya untuk bergerak bebas melalui

perbatasan antar daerah yang lebih terbuka.

Semua implikasi itu membawa satu pesan tunggal: daerah adalah entitas yang

unik; mereka merupakan bagian yang lebih kecil dari suatu keseluruhan yang lebih besar,

baik secara ekonomi maupun administratif.Sebagian besar perangkat perencanaan yang

tersedia di level nasional tidak tersedia di level daerah. Perencanaan pembangunan daerah

yang efektif membutuhkan konsistensi dalam memastikan perbedaan antara apa yang

harus dilakukan dan apa yang bisa dilakukan, memanfaatkan sebaik mungkin sumber

daya pembangunan yang bisa diakses, dan memanfaatkan informasi yang baik yang

7

Page 8: Pembangunan dh dalam konteks pembangunan nasional

tersedia pada level daerah dikarenakan kedekatan antara perencana dengan objek

perencanaannya.

8