analisis pembangunan kabupaten lampung barat dan...

21
Analisis Pembangunan Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu: Studi Komparatif dari Perspektif Capability Approach Amartya Sen Melyansyah Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila Budi Kurniawan Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila email: [email protected] Abstract Kesenjangan pembangunan merupakan masalah yang masih dihadapi bangsa Indonesia. Fenomena kesenjangan pembangunan terlihat dari realisasi pembangunan yang sudah ada, di mana wilayah barat lebih baik dari pada wilayah timur, daerah pusat lebih baik daripada daerah pinggiran, wilayah perkotaan (urban) lebih baik daripada wilayah kabupaten atau perdesaan (rural). Fenomena kesenjangan pembangunan juga terjadi antara Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu. Pembangunan di Kabupaten Pringsewu relatif lebih baik daripada pembangunan di Kabupaten Lampung Barat. Hal tersebut terlihat dari angka IPM dan reduksi shortfall Kabupaten Pringsewu yang relatif lebih baik daripada Kabupaten Lampung Barat. Kemudian kebebasan politik, jaminan ekonomi, jaminan sosial, jaminan transparansi dan keamanan di Kabupaten Pringsewu relatif lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat. Pembangunan yang relatif lebih baik di Kabupaten Pringsewu disebabkan oleh adanya institusi ekonomi inklusif yang menciptakan iklim usaha dan perekonomian yang sangat terbuka. Sedangkan pembangunan yang cenderung buruk di Kabupaten Lampung Barat disebabkan karena adanya institusi politik dan institusi ekonomi ekstraktif yang kurang memiliki visi membangun daerah. Kata kunci: pembangunan, capability approach, indeks pembangunan manusia, institusi politik, institusi ekonomi A. Pendahuluan Kesenjangan pembangunan antar wilayah masih merupakan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Pelaksanaan pembangunan yang adil dan merata belum bisa diwujudkan dalam setiap rezim pemerintahan. Kesenjangan pembangunan dapat dilihat dari realisasi pembangunan yang sudah ada, dimana wilayah barat lebih baik daripada wilayah timur, daerah pusat lebih baik daripada daerah pinggiran, wilayah perkotaan lebih baik daripada wilayah kabupaten atau perdesaan. Ketimpangan tersebut terlihat dari rata-rata indeks pembangunan manusia, di mana 10 Provinsi dengan IPM terendah ada di kawasan timur, yaitu diantaranya Provinsi Papua (65,36), Provinsi Nusa Tenggara Barat (66,23), Provinsi Nusa Tenggara Timur (67,75) dan lain sebagainya (Dokumen Sambutan Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Bali, 30 Mei 2013 hal. 3-4). c

Upload: ngongoc

Post on 02-Apr-2018

229 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Analisis Pembangunan Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu: Studi Komparatif dari Perspektif Capability Approach Amartya Sen

Melyansyah Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila

Budi Kurniawan Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila email: [email protected]

Abstract

Kesenjangan pembangunan merupakan masalah yang masih dihadapi bangsa Indonesia. Fenomena kesenjangan pembangunan terlihat dari realisasi pembangunan yang sudah ada, di mana wilayah barat lebih baik dari pada wilayah timur, daerah pusat lebih baik daripada daerah pinggiran, wilayah perkotaan (urban) lebih baik daripada wilayah kabupaten atau perdesaan (rural). Fenomena kesenjangan pembangunan juga terjadi antara Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu. Pembangunan di Kabupaten Pringsewu relatif lebih baik daripada pembangunan di Kabupaten Lampung Barat. Hal tersebut terlihat dari angka IPM dan reduksi shortfall Kabupaten Pringsewu yang relatif lebih baik daripada Kabupaten Lampung Barat. Kemudian kebebasan politik, jaminan ekonomi, jaminan sosial, jaminan transparansi dan keamanan di Kabupaten Pringsewu relatif lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat. Pembangunan yang relatif lebih baik di Kabupaten Pringsewu disebabkan oleh adanya institusi ekonomi inklusif yang menciptakan iklim usaha dan perekonomian yang sangat terbuka. Sedangkan pembangunan yang cenderung buruk di Kabupaten Lampung Barat disebabkan karena adanya institusi politik dan institusi ekonomi ekstraktif yang kurang memiliki visi membangun daerah.

Kata kunci: pembangunan, capability approach, indeks pembangunan manusia, institusi politik, institusi ekonomi

A. Pendahuluan

Kesenjangan pembangunan antar wilayah masih merupakan masalah yang dihadapi b a n g s a I n d o n e s i a . P e l a k s a n a a n pembangunan yang adil dan merata belum bisa diwujudkan dalam setiap rezim pemerintahan. Kesenjangan pembangunan dapat dilihat dari realisasi pembangunan yang sudah ada, dimana wilayah barat lebih baik daripada wilayah timur, daerah pusat lebih baik

daripada daerah pinggiran, wilayah perkotaan lebih baik daripada wilayah kabupaten atau perdesaan. Ketimpangan tersebut terlihat dari rata-rata indeks pembangunan manusia, di mana 10 Provinsi dengan IPM terendah ada di kawasan timur, yaitu diantaranya Provinsi Papua (65,36), Provinsi Nusa Tenggara Barat (66,23), Provinsi Nusa Tenggara Timur (67,75) dan lain sebagainya (Dokumen Sambutan Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Bali, 30 Mei 2013 hal. 3-4).

c

Selain itu, jumlah penduduk miskin yang berada di desa lebih banyak dari pada penduduk miskin yang ada di kota. M e l i h a t d a t a t e r b a r u d a r i B P S menunjukkan bahwa pada tahun 2014 sebanyak 13,8 % penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan berada di desa sedangkan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di kota hanya 8,2 % (Badan Pusat Statistik, 2014). Fenomena disparitas pembangunan antar wilayah juga terjadi di berbagai wilayah di dunia. Seperti yang terjadi antara Korea Utara ( IPM 0,540, Peringkat 174) dan Korea Selatan (IPM 0.912, Peringkat 12) (UNDP, 2013).

Kesenjangan pembangunan juga terjadi antar kabupaten di Provinsi Lampung, yaitu antara Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu. Kabupaten Lampung Barat karena hampir selama satu dekade terakhir memiliki tren indeks pembangunan manusia terendah diantara kabupaten lainnya, selain itu juga Kabupaten Lampung Barat merupakan k a b u p a t e n p e n y u m b a n g a n g k a kemiskinan terbesar untuk Provinsi Lampung (Badan Pusat Statistik, 2013).

Keadaan tersebut termanifestasi dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Lampung Barat yang menduduki peringkat terendah ketiga dengan nilai 70,37, setelah Kabupaten Pesisir Barat dengan IPM 68,43 dan Kabupaten Mesuji dengan IPM 68,79 di mana kedua kabupaten tersebut masih terbilang sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB). Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan Kabupaten Pringsewu yang menempati urutan pertama sebagai kabupaten paling sejahtera di Provinsi Lampung setelah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro dengan IPM 73,23 (Badan Pusa t S ta t i s t ik Provins i Lampung, 2014). Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian t en tang “Ana l i s i s Pembangunan K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu (Studi Komparatif dari Perspektif Capability Approach

Amartya Sen)”, dengan penekanan fokus pada peran institusi ekonomi politik di K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pembangunan di K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu berdasarkan pada capability approach yang digagas oleh Amartya Sen. Indikator perbandingan p e m b a n g u n a n b e r t u m p u p a d a perbandingan Indeks Pembangunan Manusia serta elemen-elemen pembentuk indeks pembangunan manusia yang merupakan bentuk operasional dari capability approach. Penelitian ini juga menggunakan indikator pembentuk capabilty, yaitu kebebasan politik, jaminan ekonomi, jaminan sosial, jaminan transparansi dan jaminan keamanan. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat peran serta pengaruh institusi politik dan institusi ekonomi terhadap pembangunan di tingkat lokal.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dan kualitatif analisis kritis. Data yang dikumpulkan berasal dari hasil observasi, d o k u m e n t a s i , h a s i l w a w a n c a r a mendalam, serta studi kepustakaan. Informan penelitian ini berasal dari tiga arena yaitu, birokrasi, masyarakat sipil dan masya raka t ekonomi , yang berjumlah 30 informan. D. Dinamika Perkembangan Teori

Pembangunan di Dunia

Diskursus tentang konsep pembangunan tidak pernah berhenti seiring berjalannya pembangunan di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional. Dinamika teori pembangunan tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan di bawah ini:

1. Teori Klasik Hingga Paling Mutakhir

c

Perkembangan teori pembangunan di dunia dimulai dengan lahirnya pemikiran Adam Smith dalam buku Wealth of Nation. Namun, pada saat itu Smith belum bicara tentang pembangunan yang sebenarnya hanya masih fokus pada diskursus pertumbuhan ekonomi.

Perkembangan teori pembangunan semakin pesat pasca perang dunia II. Berbagai teori lahir memberikan kontribusi bagi pembangunan di berbagai negara, dimulai dari teori modernisasi yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi (Mansour Fakih, 2002: 44-47). Kemudian lahir teori dependensi untuk mengkritisi teori modernisasi yang hanya menyebabkan ket impangan yang s e m a k i n j a u h . S e t e l a h i t u e r a pembangunan masuk ke dalam era t r a n s i s i K e y n e s i a n m e n u j u Neoliberalisme, yang percaya bahwa pasar tidak bisa mengatur dirinya sendiri, perlu ada intervensi otoritas dan legitimasi dari negara (Peet & Hartwick, 2009: 58).

Kemudian pada abad ke-19 dunia memasuki era Neoliberal, ditandai dengan perdagangan bebas yang berlaku di berbagai negara, didukung juga dengan berlakunya good governance di berbagai negara (A. Tony Prasetyantono dalam I. Wibowo & Francis Wahono, 2003: 118-119). Namun, pemikiran liberal mendapatkan kritik dari aliran Post modernisme.

Konsep pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang dapat dinilai dengan pendapatan per kapita dinilai tidak bisa menggambarkan keadaan pembangunan yang sebenarnya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pendekatan baru untuk menjelaskan konteks pembangunan secara lebih komprehensif, yaitu konsep capability yang digagas oleh Amartya Sen (Todaro, 2007). Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas terakit perkembangan teori pembangunan di dunia dapat dilihat pada tabel 1 (pada hlm. 4).

2. Capability Aprroach Amartya Sen

Pembangunan dalam konteks kekininan tidak hanya bicara tentang peningkatan per kapita, pengentasan kemiskinan serta pembangunan infrastruktur. Konsep pembangunan merupakan sebuah konsep yang amat luas dan multidimensional. T o d a r o m e n y e b u t k a n b a h w a pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan k e t i m p a n g a n p e n d a p a t a n , s e r t a pemberantasan kemiskinan (Todaro, 2007). Maka tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

c

Tabel 1. Dinamika Perkembangan Teori Pembangunan di Dunia

Sumber: Diolah sendiri oleh peneliti

Grand Theory

(1)

Middle Theory

(2)

Ahli

(3)

Tahun

(4)

Asumsi Dasar

(5)

Kritik

(6)

Ekonomi Klasik

Adam Smith, David Ricardo, Jhon Stuart Mill

Era 1770-an

Menolak tangan-tangan negara dalam penguasaan terhadap ekonomi

Mekanisme pasar tidak akan mampu menciptakan keseimbangan karena berorientasi pada keuntungan

Keynesian Teori Modernisasi, Dependensi, Tabungan & Investasi, Etika Protestan, Development State dan sebagainya

Walt W. Rostow, Harrod-Domar, Max Weber, Robert Behall

1950-an sampai dengan 1980-an

Mengutamakan pertumbuhan ekonomi dengan adanya campur tangan negara

Menciptakan berbagai dampak negatif yaitu diantaranya tingginya pengangguran dan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan, karena fokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa memikirkan distribusi pertumbuhan.

Neoliberalisme

Good Governance, Good Corporate Governance dan sebagainya

Gary S. Becker, Friedrich August von Hayek, Milton Friedman

Era 1980-an

Sebuah mekanisme pasar yang bebas dari intervensi negara

Meletakan peran negara di bawah hegemoni pasar, meruntuhkan kedaulatan rakyat

Post Modernisme

Governance

Rita Abrahamsen, Korten, Pratikno, Budi Winarno

Era 2000-an

Menolak pada penguasaan penuh pasar

Hanya mampu mengkritisi tanpa memberikan solusi

Institusionalisme

Capability Approach

Amartya Sen, Daron Acemoglu, James A. Robinson, Ha Joon Chang, Dani Rodrik

Era 2000-an bertepatan dengan MDGs

Pembangunan sebagai sebuah kebebasan substantif (human capability)

c

Hal ini ditegaskan kembali oleh Amartya Sen dalam Nobel Laurate in Economics bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa menjadi indikator penentu kesejahteraan atau pembangunan. Pembangunan bisa dimaknai seberapa besar hidup yang dinikmati dan seberapa besar kebebasan yang dimiliki, selanjutnya konsep ini berkembang menjadi Development and Happiness Theory (Todaro & Smith, 2011: 19).

Sen mengatakan bahwa pembangunan tidak bisa seutuhnya diukur dengan pertumbuhan ekonomi saja melainkan harus memerhatikan peningkatan kualitas hidup seseorang dan peningkatan kebebasan yang dimiliki olehnya. Sen berpendapat bahwa kemiskinan tidak bisa diukur oleh pendapat dan utilitas yang dimiliki seperti yang dari dulu dipahami. Tapi pembangunan harus mampu menjamin kebebasan seseorang . Pembangunan harus mampu membahas tentang apa yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan oleh sesorang. Esensinya bahwa yang terpenting bukanlah apa yang orang miliki tetapi apa yang bisa orang buat sebagai sebuah yang berharga yang bisa membuat dirinya berharga (Sen, 2000: 3).

Lebih dalam lagi Sen mengatakan bahwa pembangunan adalah proses perluasan yang nyata bagi setiap orang. Berfokus kepada kebebasan manusia memang sangat berlawanan dengan pemikiran lama bahwa pembangunan dapat dilihat dari peningkatan perkapita. Perluasan kebebasan tersebut perlu didasarkan atas dua sudut pandang yaitu the primary end yang disebut sebagai peran konstitutif dan the principal means yang disebut sebagai peran instrumental. Peran konstitutif dalam pembangunan mengacu pada pentingnya kebebasan. Sedangkan kebebasan instrumental mengacu kepada sarana-sarana untuk mencapai kebebasan

seutuhnya. Kebebasan instrumental itu meliputi, kebebasan politik, fasilitas ekonomi, kesempatan sosial, jaminan transparansi dan jaminan keamanan. Masing-masing hak dan kesempatan pada setiap instrumen tersebut sangat m e m b a n t u d a l a m m e m b e n t u k kemampuan seseorang (Sen, 2000: 36-40).

3. Institusi dalam Pembangunan

Tiga hipotesis penyebab kegagalan pembangunan (geografi, kebudayaan dan kebodohan) telah dipatahkan oleh teori yang ditawarkan oleh Daron dan James dalam buku “Mengapa Negara Gagal”. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa kesenjangan yang terjadi antar daerah adalah karena adanya institusi ekonomi politik ekstraktif yang memonopoli perekonomian dan menciptakan sebuah hegemoni. Untuk menghapus lingkaran setan tersebut maka harus dibentuk institusi ekonomi politik inklusif. Namun, pemahaman lebih lanjut terkait institusi tersebut harus diawali dengan pemahaman terkait konsep institusi terlebih dahulu.

Pembahasan realitas sosial ekonomi pada awal abad ke-21 lebih menekankan pada pentingnya faktor non ekonomi. Salah s a t u f a k t o r n o n e k o n o m i y a n g berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi adalah institusi (Maslichenko, 2001). Institusi di sini diartikan sebagai aturan-aturan formal (hukum, aturan-aturan) dan informal (konvensi, norma) dalam suatu masyarakat yang menata dan menyederhanakan interaksi manusia, khususnya institusi endogen seperti budaya, tradisi historis dan batasan-batasan politis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan memertajam kebijakan ekonomi.

c

Institusi ekonomi bertugas untuk mengkoordinir akt ivi tas-aktivi tas ekonomi dan penyediaan sarana ekonomi. Ekonomi berhubungan dengan masalah keterbatasan sumber daya, serta implikasinya terhadap pemil ihan alternatif lain atau pun terhadap penolakan alternatif lain. Institusi politik berfungsi memerkokoh pemerintahan. Perlu penataan partai politik secara demokratis dalam rangka menciptakan kehidupan partai politik yang lebih demokratis. Kejelasan perundang-undangan dan modernisasi partai politik yang mengakar dalam kehidupan masyarkat sangat diperlukan.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi disebabkan oleh institusi lokal yang m a m p u m e n g i d e n t i f i k a s i d a n memobilisasi sumber daya yang ada. Namun, institusi lokal terkadang hanya berorientasi pada segelintir orang atau elit kekuasaan. Seperti yang dinyatakan oleh Acemoglu dan Robinson (2012) bahwa ketimpangan pembangunan yang terjadi antar wilayah disebabkan oleh adanya insti tusi ekonomi polit ik ekstraktif yang memonopoli jalannya ekonomi politik, oleh karena itu perlu diciptakan institusi ekonomi politik inklusif. Perlu pemahaman lebih lanjut lagi terkait konsep institusi ekonomi politik ekstraktif dan inklusif (Lihat tabel 2,3 dan tabel 4 di hlm. 7 dan 8).

E. Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak lagi bisa menjadi jaminan bahwa suatu daerah dikatakan maju. Indikator pertumbuhan ekonomi hanya melihat dari sisi pembangunan ekonomi saja, tidak bisa melihat capaian pembangunan

manusia yang justru penuh dengan p e r m a s a l a h a n m e n d a s a r s e p e r t i p e r m a s a l a h a n k e s e h a t a n d a n p e r m a s a l a h a n p e n d i d i k a n s e r t a permasalahan kehidupan lainnya. Oleh karena itu lahirlah Indeks Pembangunan Manusia sebagai sebuah indikator yang komprehensif untuk menggambarkan pembangunan di suatu daerah (Todaro, 2011: 22).

Berdasarkan data statistik terbaru dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki IPM yang paling tinggi pada tahun 2013 adalah Kota Metro. Peringkat kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pringsewu. Posisi ini tidak mengalami perubahan dibanding tahun 2012. Pada tahun 2013 angka IPM Kabupaten Pringsewu adalah sebesar 72,80. Wa l a u p u n d a r i s i s i a n g k a I P M mengalami kenaikan, tetapi status pembangunan manusia di Kabupaten Pringsewu masih tetap masuk dalam kelompok menengah atas (66 ≤ IPM < 80). Capaian angka IPM tersebut menempatkan Kabupaten Pringsewu di j a j a r a n a t a s k a b u p a t e n d e n g a n pembangunan yang cukup pesat (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pringsewu, 2014: 21).

Sedangkan keadaan tersebut berbanding terbalik dengan Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten Lampung Barat berada di urutan tiga terbawah bersama dengan tiga daerah otonomi baru (DOB). Pada tahun 2012 Kabupaten Lampung Barat berada di posisi 12 kemudian di tahun 2013 Kabupaten Lampung Barat berada di urutan ke-13, digeser oleh Kabupaten Tulang Bawang Barat yang terhitung masih merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB).

c

Tabel 2. Perdebatan Institusi Terhadap Hipotesis Geografi, Kebudayaan dan Kebodohan

Sumber: Diolah sendiri oleh peneliti berdasarkan studi kepustakaan pada Buku “Why Nation Fail” oleh Daron Acemoglu dan James Robinson (2015), kemudian Jurnal “Institutions Rule: The Primacy of Institutions Over Geography and Integration in Economic Development” oleh Dani Rodrik (2004), dan Jurnal “Institutions Matter, but Not For Everything: The Role of Geography and Resources Endowments in Development Shouldn’t be Underestimated” oleh Jeffery D. Sachs (2003).

Hipotesis

Tokoh Pemikiran Kritik dari Institusi

(1) (2) (3) (4)

Geografi

Jeffery Sachs

Daripada fokus pada peningkatan institusi di Sub-Sahara Afrika, akan lebih bijaksana berjuang untuk memerangi AIDS, tuberkulosis, dan malaria; mengatasi penipisan nutrisi tanah; dan membangun lebih banyak jalan untuk menghubungkan masyarakat di desa terpencil ke pasar regional atau wilayah pesisir (Jeffery Sachs, 2003: 38).

Pada umunya penyakit dipicu oleh kemiskinan dan ketidakmampuan pemerintah untuk mengambil langkah untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan. Misalnya Inggris, meningkatnya kesehatan masyarakat bukanlah faktor kemakmuran, melainkan buah dari perubahan kondisi politik dan ekonomi (Acemoglu dan Robinson, 2015: 55).

Ja red Diamond

Asal-usul kesenjangan ekonomi terjadi sejak fase awal zaman modern, kurang lebih lima ratus tahun yang lalu, disebabkan berbagai sifat karakteristik tumbuhan dan hewan yang akhirnya berdampak pada produktivitas pertanian.

Perbedaan tingkat kemakmuran terkait erat dengan distribusi teknologi industri modern yang tidak merata, namun tidak berhubungan dengan potensi penduduk untuk membudidayakan hewan dan tumbuhan, maupun perbedaan produktivitas intrinsik di bidang pertanian antar bangsa (Acemoglu dan Robinson, 2015: 54-55).

Kebudayaan

M a x Weber

Gerakan reformasi Protestan dan etos kerja Protestan telah membuka jalan kebangkitan masyarakat industri.

Pada abad ke-19 Prancis yang merupakan negara dengan mayoritas Katolik dengan cepat menyusul Belanda dan Inggris, Italia juga seperti itu (Acemoglu dan Robinson, 2015: 63).

Kebodohan

Lionel Robbins

Ekonomi adalah ilmu yang mengkaji tingkah laku manusia sebagai hubungan antara upaya pemenuhan kebutuhan dengan ketersediaan sumber daya langka.

Kegagalan pembangunan bukan karena kebodohan pemimpin melainkan karena keberanian pemimpin merombak pola-pola institusi yang memiskinkan rakyat lalu bangkit dan menciptakan pertumbuhan ekonomi (Acemogul dan Robinson, 2015: 71).

Institusi D a n i Rodrik

Saat ini sudah ada kesepakatan di kalangan ekonom bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada kualitas institusi, dan merupakan pola kemakmuran yang berlaku di seluruh dunia. Negara-negara kaya adalah negara di mana investor merasa aman tentang hak kepemilikan, aturan hukum berlaku, insentif swasta sejalan dengan tujuan sosial, kebijakan moneter dan fiskal yang didasarkan pada institusi ekonomi makro yang kuat, adanya jaminan sosial, dan warga negara memiliki kebebasan-kebebasan meliputi kebebasan sipil dan perwakilan politik (Dani Rodrik, 2007: 184).

Daron Acemoglu & James Robinson

Perbedaan tingkat kemakmuran antarnegara disebabkan oleh perbedaan institusi ekonomi dan politik yang ada berikut tata hukum atau perundangan yang mempengaruhi mekanisme ekonomi dan insentif bagi rakyatnya (Acemoglu dan Robinson, 2015: 77)

c

Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Institusi Ekonomi Inklusif dan Ekstraktif Tabel 4. Perbedaan Karakteristik Institusi Politik Inklusif dan Ekstraktif

Institusi Ekonomi Inklusif Institusi Ekonomi Ekstraktif

(1) (2)

1. Adanya jaminan hak kepemilikan seseorang terhadap apa yang dimiliki

2. Adanya ruang yang sebebas-bebasnya untuk seseorang dapat berpartisipasi dalam perekonomian

3. Adanya iklim usaha yang kondusif untuk seseorang agar dapat melakukan kegiatan perekonomian

4. Institusi dapat mendorong seseorang untuk membuat sebuah inovasi yang dapat bermanfaat dan menciptakan kesejahteraan

5. Adanya peluang bisnis yang sama tanpa ada diskriminasi

6. Adanya insentif yang menjanjikan bagi setiap orang yang memiliki usaha dan kemampuan

1. Penguasaan aset ekonomi hanya dikuasai oleh segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan

2. Tidak ada mobilitas ekonomi akibat penguasaan aset di tangan segelintir orang

3. Tidak ada insentif ekonomi yang sepadan bagi seseorang yang telah berusaha dan menciptakan sebuah inovasi

4. Adanya diskriminasi dalam menjalankan bisnis

Institusi Politik Inklusif Institusi Politik Ekstraktif

(1) (2)

1. Setiap orang memiliki kebebasan berpartisipasi secara aktif dalam politik

2. Setiap orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan kekuasaan (akses politik yang mudah)

3. Institusi politik yang bersifat plural 4. Setiap orang bisa menentukan

pilihan politik tanpa intimidasi dari pihak manapun

5. Adanya batasan terhadap elit politik dalam bentuk check and balances

6. Adanya jaminan hukum untuk melindungi setiap hak-hak individu

7. Adanya keterbukaan dalam pengelolaan kekuasaan

1. Kekuasaan hanya dikuasai oleh segelintir orang

2. Adanya upaya mempertahankan kekuasaan dengan mengorbankan hak politik rakyat

3. Lemahnya penegakan hukum bagi kalangan penguasa

4. Pengelolaan kekuasaan yang cenderung tertutup

5. Kebebasan politik seseorang dibatasi karena tidak ada akses yang sama terhadap kekuasaan

c

Sumber: Diolah sendiri oleh peneliti berdasarkan studi kepustakaan pada buku “Why Nation Fail”, Daron Acemoglu dan James A. Robinson, 2015

c

Bahkan posisi Kabupaten Lampung Barat semakin ditempel oleh Kabupaten Mesuji dan Pesisir Barat yang memiliki perkembangan pembangunan yang cukup pesat dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat.

Perbandingan capaian pembangunan k e d u a k a b u p a t e n t i d a k h a n y a digambarkan oleh posisi atau ranking d a r i m a s i n g - m a s i n g k a b u p a t e n , melainkan juga dapat dilihat dari angka reduksi shortfall kedua kabupaten. Angka reduksi shortfall merupakan angka yang m e n u n j u k a n t i n g k a t k e m a j u a n pencapaian terhadap sasaran ideal IPM yang dihitung setiap tahun dalam suatu periode. Dengan kata lain, melalui reduksi shortfall ini dapat dilihat kecepatan perkembangan IPM suatu daerah (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pringsewu, 2014: 15).

"

Daerah yang memiliki reduksi shortfall paling tinggi adalah Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan nilai 1,83. Kemudian disusul oleh Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah. Kemudian Kabuapten Pringsewu berada di posisi ke-4 bersama dengan Kabupaten Mesuji dengan reduksi shorfall sebesar 1,56. Sebaliknya daerah dengan reduksi shortfall paling rendah adalah Kabupaten Lampung Barat yaitu sebesar 0,69. Angka reduksi shorfall antara Kabupaten L a m p u n g B a r a t d a n K a b u p a t e n

Pringsewu memiliki kesenjangan yang cukup jauh yaitu berjarak angka 0,87. Bahkan besaran jarak reduksi shortfall antara Kabupaten Lampung Barat dan Pringsewu lebih besar dibandingkan dengan angka reduksi shortfall yang dicapai oleh Kabupaten Lampung Barat itu sendiri.

Berdasarkan tingkatan reduksi shortfall, Kabupaten Pringsewu bersama-sama Kabupaten Mesuj i pada per iode 2012-2013 tergolong daerah dengan kecepatan pembangunan menengah karena memiliki angka reduksi shortfall antara 1,5 – 1,7. Sedangkan Kabupaten Lampung Barat memiliki angka reduksi shortfall sangat lambat karena memilki angka reduksi shortfall < 1,3 (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pringsewu, 2014: 22).

Perbandingan komponen atau elemen IPM t idak hanya cukup dengan membandingkan kedua komponen IPM kedua kabupaten secara deskriptif saja. Perlu ada telaah mendalam setiap komponen (AMH, RLS, AHH dan Daya Beli Masyarakat) agar diketahui kelemahan dan kekuatan masing-masing komponen setiap kabupaten.

"

AHH Kabupaten Lampung Barat dan Pringsewu memang sama-sama memliki tren meningkat setiap tahunnya. Namun, AHH Kabupaten Pringsewu lebih baik daripada AHH Kabupaten Lampung

c

Barat dengan margin hampir satu poin. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Pringsewu memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada penduduk Kabupaten Lampung Barat. Kualitas hidup yang baik ini sangat dipengaruhi oleh program-program pembangunan manusia di bidang kesehatan. Namun, k e d u a k a b u p a t e n h a r u s t e r u s meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan program-program yang lebih inovatif, karena AHH kedua kabupaten masih tergolong AHH menengah.

Secara umum, jaminan kesehatan di Kabupaten Pringsewu lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Ba ra t . Namun , kedua Kabupa ten memang pe r lu l eb ih meningkatkan jumlah tenaga medis dan peningkatan mutu layanan kesehatan.

Alasan bahwa kesehatan sangat penting adalah bahwa (1) kesehatan merupakan ada lah ben tuk kons t i tu t i f dasa r kesejahteraan seseorang; dan (2) memungkinkan seseorang un tuk berfungsi sebagai agen yang bertujuan mengejar berbagai tujuan dan proyek dalam hidup yang bernilai. Pandangan ini menyebarkan gagasan kesehatan sebagai sesuatu kebutuhan dasar yang sangat penting, tidak hanya didasarkan pada gagasan kesejahteraan yang didasarkan pada utilitas atau lainnya. Dalam terminologi Amartya Sen, kesehatan m e m b e r i k a n k o n t r i b u s i u n t u k kemampuan dasar seseorang untuk berfungsi (Sen 1985) untuk memilih kehidupan yang bernilai (Sen dkk, 2004: 18).

"

Kemudian untuk Angka Melek Huruf (AMH), pada tahun 2013 Kabupaten Lampung Barat memiliki angka melek huruf yang lebih baik dibandingkan Kabupaten Pringsewu. Angka melek huruf Kabupaten Lampung Barat pada jenis kelamin laki-kali lebih rendah daripada Kabupaten Pringsewu namun pada jenis kelamin perempuan dan jumlah keseluruhan AMH, Kabupaten Lampung Barat lebih unggul daripada Kabupaten Pringsewu. Pada sektor AMH memang Kabupaten Lampung Barat lebih unggul kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh program-program pendidikan gratis yang menjadi program unggulan Kabupaten Lampung Barat.

"

Kabupaten Pringsewu memiliki rata-rata lama sekolah yang lebih baik. Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Pringsewu tahun 2010 sebesar 8,58 tahun. Kemudian pada tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi 8,60. Pada tahun 2012 dan 2013 rata-rata lama sekolah penduduk menjadi sebesar 8,62 dan 8,64.

Domain pendidikan dan kesehatan merupakan dua aspek kehidupan yang masuk ke dalam konsep jaminan sosial yang ditawarkan oleh Amartya Sen. Amartya Sen (1999) mengkategorikan pendidikan sebagai salah satu ”peluang-peluang sosial” (social opportunities) yang sangat fundamenta l da lam menciptakan kemerdekaan hakiki semua orang untuk hidup lebih baik dan layak. Menurut Sen, akses terhadap pendidikan sebagai salah satu social opportunities ini penting bukan hanya dalam rangka m e n c a p a i t a r a f h i d u p y a n g

c

menyenangkan, tetapi pendidikan juga penting bagi warga sebagai modal awal untuk berperan serta secara lebih efektif dalam aktivitas ekonomi-politik-kultural secara lebih luas (Sen, 2000: 39).

S e n m e n c o n t o h k a n b a h w a k e b u t a a k s a r a a n a k a n m e n j a d i penghambat utama seseorang untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang mempersyaratkan adanya kemampuan baca-tulis atau pengendalian mutu secara ketat. Hal yang sama juga akan terjadi dalam peran serta politik warga di mana minimnya tingkat pendidikan juga akan menghambat partisipasi politik seseorang dalam beragam aktivitasnya (Sen, 2000: 39). Singkat kata, pendidikan menjadi hal paling vital, merupakan kunci utama bagi kemajuan dan kesejahteraan sebuah daerah.

Mengigat pendidikan dapat dianggap sebagai sebuah kebutuhan dasar yang dapat dilihat dalam dua cara. Pertama, dalam bahwa t idak adanya atau kurangnya kesempatan ini pada dasarnya akan merugikan dan merugikan individu. Kedua, karena pendidikan memainkan p e r a n p e n t i n g d a l a m p e r l u a s a n kemampuan lainnya, serta yang akan da tang , dapa t d ianggap sebaga i kebutuhan fundamental dan mendasar. D e n g a n k e m a m p u a n d a r i h a s i l pendidikan seseorang dapat memperluas kemampuan hidup dan sejahtera, tujuan akhirnya adalah kehidupan yang baik. Oleh karena itu, jaminan pendidikan termasuk di antara kebutuhan dasar. Dalam analisisnya pembangunan dan kemiskinan, Sen menyoroti kontribusi pendidikan terhadap kualitas hidup dan pembentukan dan perluasan kemampuan manusia (Walker dan Unterhalter, 2007: 25-26).

"

Kemuidian daya beli masyarakat Kabupaten Pringsewu lebih tinggi daripada daya beli masyarakat Lampung Barat. Bahkan angka terakhir daya beli masyarakat Lampung Barat tertinggal jauh dengan daya beli masyarakat Pringsewu lima tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat Pringsewu lebih tinggi dari pada pendapatan masyarakat Kabupaten Lampung Barat.

Kemudian terkait kebebasan politik di kedua kabupaten, Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu memiliki kebebasan politik yang cukup baik. Masyarakat Lampung Barat dan Pringsewu merasakan mereka memiliki kebebasan dalam berpolitik, baik itu u n t u k m e n y a m p a i k a n g a g a s a n , mengkri t ik , berdialog, kemudian masyarakat juga merasakan kebebasan d a l a m m e m i l i h p e m i m p i n d a n berpartisipasi di dalam pemilu. Meskipun d e m i k i a n , m a s i h s a j a t e r d a p a t diskriminasi dan monopoli kekuasaan yang mengarah pada praktek politik ekstraktif. Bahkan beberapa kelompok masyarakat kurang merasakan perhatian pemerintah dalam kehidupan mereka.

Kebebasan poli t ik di Kabupaten Pringsewu lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat. Masyarakat di Kabupaten Pringsewu lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan politik dibandingkan Lampung Barat yang cenderung tidak terlalu peduli dengan kehidupan politik. Kabupaten Lampung Barat sendiri malah cenderung ektraktif, di mana pilihan politik seseorang ditentukan oleh persetujuan

c

para e l i t . Namun, secara umum kebebasan politik di kedua kabupaten sudah cukup baik.

Tingkat kritis Kabupaten Pringsewu memang lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat. Hal tersebut disebabkan karena di Kabupaten Pringsewu banyak sekali LSM-LSM yang hidup dan aktif mengkritisi kebijakan pemerintah. Selain itu peran akademisi juga cukup sentral di Kabupaten Pringsewu, kemudian mahasiswa juga aktif menjalankan fungsinya sebagai social control di dalam masyarakat. Keadaan tersebut berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Lampung Barat, di mana hanya elemen-elemen tertentu saja yang mengkritisi pemerintah, bahkan masyarakat awam cenderung tidak peduli bahkan bisa dikatakan apatis terhadap kinerja pemerintah.

"

Selanjutnya, berdasarkan uji akses yang telah dilakukan, secara umum dapat diketahui bahwa tata kelola pemerintahan di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pr ingsewu cenderung tertutup. Meskipun transparansi di Kabupaten Pringsewu lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Bara t . Fak ta t e r sebu t dibuktikan dengan nilai transparansi Kabupaten Pringsewu yang lebih baik daripada Kabupaten Lampung Barat, yaitu memiliki rata-rata nilai 1,36 yang berarti tertutup namun mendekati cenderung tertutup sedangkan Kabupaten Lampung Barat memilki nilai 0,63 yang berarti sangat tertutup.

Namun secara umum, Pemerintah Daerah K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu belum bisa

m e m e n u h i b e r b a g a i i n d i k a t o r t ransparans i . Smi th (2004: 66) , m e n g e m u k a k a n b a h w a p r o s e s transparansi meliputi:

P e r t a m a , S t a n d a rd p ro c e d u r a l requirements (Persayaratan Standar Prosedur), bahwa proses pembuatan peraturan harus melibatkan partisipasi d a n m e m p e r h a t i k a n k e b u t u h a n masyarakat; Kedua , Consultation processes (Proses Konsultasi), berati adanya dialog antara pemerintah dan masyarakat; Ketiga, Appeal rights (Permohonan Izin), adalah pelindung utama dalam proses pengaturan. Standard dan tidak berbelit, transparan guna menghindari adanya korupsi. Tidak h a n y a p r o s e s p e m b u a t a n i z i n , transparansi juga dimaknai sebagai publikasi seluruh kegiatan pemerintah di dalam website lembaga pemerintahan.

Berdasarkan hasil uji akses yang telah dilakukan oleh peneliti. Sebagian besar b a h k a n n y a r i s s e m u a S K P D d i K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu masih memilki uji akses yang melalui prosedur tertentu. Nilai paling tinggi yang diraih oleh beberapa SKPD di Kabupaten Pringsewu adalah sebesar n i la i 3 . Hal in i menunjukkan bahwa transparansi di K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Pringsewu masih jauh dari transparan. Terlebih lagi jika dalam konteks dunia keninian setiap Pemda harus memberikan publikasi melalui internet atau website. Sepertinya hal tersebut masih sangat diwujudkan. Seperti dikatakan Stephan G. Grimmelikhuijsen dalam jurnal The Effects of Transparency on the Perceived Trustworthiness of a Government Organization:

“Governments all around the wor ld are enhanc ing the i r transparency by providing all sorts of information about government activities and performance on public websites.”

Keterbukaan informasi publik juga dapat menciptakan kebijakan yang sesuai dengan preferensi publik sehingga dapat

c

menciptakan pembangunan yang tepat sasaran. Public information belongs to the public.” dan, “the public’s business should be done in public (Gant, 2011: 36). Dari beberapa pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang transparan. Seluruh informasi dan urusan publik harus diselesaikan dalam ranah publik. Kemudian ditambahkan oleh Amartya Sen dalam buku Economic Development bahwa,”Developtmnet can be seen as a process of expanding the real freedoms that people enjoy”. Dapat dipahami bahwa ketelibatan publik di dalam pembangunan sangat bertumpu pada transparansi pemerintah.

Transparansi Pemerintah Daerah K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu memang masih cenderung buruk. Pemerintah kedua kabupaten harus menjamin bahwa publik bisa mendapatkan informasi publik dengan mudah. Karena dalam konteks kekinian, transparansi tidak hanya menciptakan sebuah keterbukaan i n f o r m a s i s a j a m e l a i n k a n j u g a berpengaruh dalam pembangunan melalui pertumbuhan ekonomi.

Seperti yang dijelaskan oleh Gurin (2014) dalam jurnal Open governments, open data: A new lever for transparency, citizen engagement, and economic growth bahwa “governments now also recognize open data as a tool for economic development.” Kemudian dipertegas kembali dalam kesimpulannya bahwa “open data can boost economic d e v e l o p m e n t , i m p ro v e t r u s t i n government, and fight corruption”. Transparansi memang menjadi salah satu aspek penting penentu pembangunan suatu daerah.

Kemudian, terkait kondisi keamanan di K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu sangat baik. Meskipun kedua daerah memiliki catatan konflik yang cukup banyak, namun pemerintah daerah kedua kabupaten mampu menyelesaikan konflik tersebut sehingga tidak menjadi konflik terbuka

yang memakan korban. Selain itu peran aparat untuk menciptakan keamanan cukup dominan. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk mempertahankan keamanan di K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu, yaitu penciptaan lapangan kerja, peningkatan tingkat pendidikan, menggiatkan kehidupan bermasyarakat serta meningkatkan peran fungsi kontrol sosial, berupa ketegasan penanganan konf l ik o leh apara t keamanan, termasuk kegiatan cegah dini oleh aparat inteljen.

Secara umum, pembangunan yang relatif lambat di Kabupaten Lampung Barat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu rendahnya kesadaran pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi daerah yang ada seperti pertanian dan perkebunan di Kabupaten Lampung Barat. Selain itu program-program pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat belum bisa memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat di Kabupaten Lampung Barat. Berbagai faktor te rsebut d isebabkan oleh rendahnya komitmen pemerintah daerah u n t u k m e m b a n g u n , s e r t a t i d a k diikutsertakan masyarakat di dalam pembangunan daerah sehingga setiap program pembangunan hanya terputus di tengah jalan.

Kemudian pembangunan yang relatif lebih baik di Kabupaten Pringsewu disebabkan oleh berbagai faktor juga, yaitu diantaranya adanya nilai pluralisme yang sangat tinggi di Kabupaten Pringsewu, sehingga membuka ruang setiap orang untuk membuka peluang usaha di Kabupaten Pringsewu. Selain itu, kondisi wilayah yang aman dan kondusif juga membuat para investor banyak berinvestasi di Kabupaten Pringsewu. Letak wilayah Kabupaten Pringsewu juga sangat startegis sebagai jalur perdagangan di tiga kabupaten (Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Lampung Tengah). Kemudian ada semangat kebersamaan untuk membangun juga yang tercermin dalam moto jejama

c

secancanan. Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tersebut yang melahirkan iklim usaha yang sangat inklusif di Kabupaten Pringsewu.

Pembangunan di Kabupaten Lampung Barat cenderung buruk juga disebabkan karena Kabupaten Lampung Barat merupakan kawasan rural (pedesaan). Kabupaten Lampung Barat termasuk kawasan rural karena lebih dari 50 persen pendapatan daerah disokong oleh sektor pertanian (PDRB Kabupaten Lampung Barat, 2014). Daerah yang bertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan masuk ke daalm kategori daerah rural. Seperti yang dipaparkan sebagai berikut:

“A rura l areas popu la t ion density is very low. Many people live in a city, or urban area. Their homes and businesses are located very close to one another. In a rural area, there are fewer people, and their homes and businesses are located far away from one a n o t h e r . A g r i c u l t u r e i s the primary industry in most rural areas. Most people live or work on farms or ranches. Hamlets, v i l l a g e s , t o w n s a n d o t h e r small settlements are in or s u r r o u n d e d b y r u r a l a re a s . “ ( S u m b e r : h t t p : / /education.nationalgeographic.org/encyclopedia/rural-area/ diakses pada tanggal 25 Januari 2016 Pukul 00.14 WIB).

Oleh sebab i tu pembangunan di Kabupaten Lampung Barat cenderung lambat karena hanya bertumpu pada satu sektor. Namun argumen tersebut tidak bisa dibenarkan juga. Kabupaten Tulang Bawang Barat juga merupakan daerah rural, di mana 49,93 persen pendapatan daerah disumbang oleh sektor pertanian dan perkebunan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang Barat, 2014). Tetapi Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki pembangunan yang sangat signifikan, dibuktikan pada tahun 2014 memiliki angka reduksi shortfall urutan pertama di Provinsi Lampung, bahkan masuk dalam akselerasi pembangunan sangat cepat, sedangkan Kabupaten Lampung Barat berada di urutan terakhir

serta tergolong dalam daerah dengan akselerasi pembangunan yang sangat lambat (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pringsewu, 2014).

Selain beberapa faktor di atas, lambatnya pembangunan di Kabupaten Lampung Barat disebabkan oleh adanya institusi ekonomi politik ekstraktif. Kemudian sebaliknya, pembangunan yang relatif lebih baik di Kabupaten Pringsewu disebabkan oleh adanya institusi ekonomi inklusif yang terpisah dari institusi politik ekstraktif. Temuan-temuan peneliti di lapangan memberikan abstraksi bahwa Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu cenderung memiliki institusi ekonomi politik ektraktif. Namun, terdapat perbedaan kadar ekstraktivisme diantara kedua kabupaten, kemudian Kabupaten Pringsewu juga sangat beruntung memiliki institusi dan iklim ekonomi yang sangat inklusif.

1. Institusi Politik Ekstraktif di Lampung Barat

Telah terjadi hegemoni kekuasaan di Kabupaten Lampung Barat. Hegemoni kekuasaan di Kabupaten Lampung Barat ini bisa disebut sebagai sebuah lingkaran setan, di mana kekuasaan hanya dikuasai oleh segelintir orang dalam sebuah rezim pemerintahan. Hal tersebut seperti keterpurukan yang terjadi di negeri Sierra Leone. Ketika lingkaran setan muncul sebab-sebab yang sangat alamiah. Institusi politik ekstraktif akan berpotensi menciptakan sebuah institusi ekonomi ekstraktif juga yang bertujuan untuk memperkaya segelintir orang. Pihak-pihak yang berada dalam institusi politik ekstraktif tersebut membangun pasukan pribadi, kemudian merekayasa pemilu untuk melanggengkan kekuasaan. Mereka sangat getol mempertahanakn sistem yang sudah ada dengan cara m e n c i p t a k a n p l a t f o r m y a n g memungkinkan institusi politik ektraktif tetap hidup. Hal tersebut dilakukan

c

dengan menguasai semua parpol (Acemoglu dan Robinson, 2015: 400).

Praktek politik ekstraktif juga terlihat dari proses pergantian perangkat pemerintahan yang terindikasi ada praktek nepotisme. Proses pergantian perangkat pemerintahan tersebut memang sudah menjadi tujuan utama dari bupati terpilih pada saat itu. Hal tersebut dilakukan untuk membuat kekuasaan berada dalam genggaman tangan secara utuh. Oleh karena itu berbagai aktor yang memiliki potensi menjadi penjegal di dalam kekuasaan akan disingkirkan. Kemudian yang dipilih untuk menggantikan adalah orang-orang yang dapat dipastikan tunduk dan ikut terhadap kekuasaan sang penguasa.

Fenomena tersebut relatif sama seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe yang memiliki institusi ekonomi politik bercirikan ekstraktif. Tepatnya ketika Mugabe bersama dengan ZANU-PF (Zimbabwe African National Unioun-People’s Federation) sukses merebut kekuasaan dari rezim apertheid Rhodes. Mugabe bergerak cepat untuk menguasai pemerintahan dengan menyingkirkan rival-rival politiknya dengan cara kooptasi politik lawan. Setelah dilantik menjadi presiden, di mana sebelumnya Mugabe merupakan perdana menteri, pada tahun1990 Mugabe membubarkan senat kemudian memasukkan orang-orang pilihannya ke badan legislatif. Pada awal masa kemerdekaan itu Mugabe mengambil alih sejumlah institusi politik ekstraktif, di mana Mugabe banyak mengangkat orang menjadi pegawai negeri tentu saja orang-orang yang menjadi pendukung setia ZANU-PF (Acemoglu dan Robinson, 2015: 431-432).

Kemudian, di Lampung Barat juga kekuasaan penguasa sangat tertutup u n t u k o r a n g - o r a n g y a n g t i d a k mendukungnya pada proses pencalonan. Sebagian besar yang menduduki kursi jabatan adalah mereka para relawan, kemudian yang menjadi pemegang

proyek pemerintah adalah juga para relawan atau tim sukses.

Permainan para pemborong dalam kontestasi politik lokal di Kabupaten Lampung Barat merujuk pada praktek institusi ekonomi ektraktif. Penguasaan proyek pekerjaan pemerintah hanya dikuasi oleh segelintir orang yang dekat dengan penguasa. Seperti yang terjadi di M e s i r p a d a t a h u n 1 9 7 8 k e t i k a sekelompok pengusaha beraliansi dengan partai penguasa pemerintahan di Mesir. Banyak tokoh pengusaha besar yang diangkat menduduki pos-pos penting pemerintahan yang terkait dengan bidang bisnis mereka, mislanya saja Rasheed Mohammed Rasheed, mantan presiden perusahaan Unilever untuk kawasan Afrika, Timur-Tengah dan Turki ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Perindustrian. Kemudian ada juga Mohamed Zoheir Wahid Garana yang merupakan pemilik Garana Travel Company, salah satu agen perjalanan di Mesir diangkat menjadi Menteri Parawisata (Acemoglu dan Robinson, 2015: 461).

Berbagai sektor perekonomian, para penguasa besar tersebut meminta pemerintah memproteksi mereka dengan m e n y u s u n u n d a n g - u n d a n g y a n g menghambat masuknya pebisnis di bidang-bidang tersebut. pengusaha-pengusaha yang dekat dengan rezim penguasa bukan hanya menikmati proteksi dari negara, tetapi juga menguasai kontrak-kontrak karya pemerintah dalam bentuk proyek. Hal tersebut sama seperti di Lampung Barat ketika pengusaha yang sangat dekat dengan penguasa dengan mudah menjadi pemegang proyek pemerintah (Acemoglu dan Robinson, 2015: 461).

Pembangunan yang buruk tersebut membuat Kabupaten Lampung Barat sebagai daerah tertinggal, namun keadaan miris tersebut tidak membuat penguasa memiliki motivasi dan komitmen untuk memperbaiki, tetapi malah mensyukuri agar banyak aliran dana dari pemerintah pusat kepada

c

daerah tertanggal, yang menjadi ironi adalah aliran tersebut terindikasi dikuasai oleh institusi ektraktif di Lampung Barat.

Fenomena bantuan yang dikuasai oleh institusi politik ekstraktif ini seperti yang terjadi di Afghanistan. Para penduduk desa di sebuah distrik terpencil di tengah-tengah lembah Afghanistan mendengar pengumuman di radio tentang program bernilai ratusan juta dolar yang dialokasikan untuk membangun kembali pemukiman di daerah tersebut. Ternyata dari jumlah yang pernah dijanjikan sudah dipotong 20 persen untuk mengongkosi biaya operasional, sisanya 80 persen disubkontrakkan ke sebuah LSM yang mereka menyunat 20 persen dana tersebut. Sejumlah penelitian mensinyalir bahwa dana bantuan asing yang benar-benar diterimakan ke sasaran hanya tinggal 10 atau 20 persen dari jumlah semula (Acemoglu dan Robinson, 2015: 525).

Institusi Politik Ekstraktif di Lampung Barat tercermin dari visi Bupati Lampung Barat yang sangat politis. Program kerja Bupati yang sangat terlihat adalah pemekaran kecamatan dan desa di Kabupaten Lampung Barat. Tujuan dilakukannya pemekaran kecamatan dan d e s a w a k t u i t u a d a l a h u n t u k menempatkan pion-pion kekuasaan sebagai camat dan kepala desa di semua desa yang baru terbentuk. Langkah ini d i l akukan hanya un tuk sekeda r me langgengkan kekuasaan sang penguasa.

2. Perkembangan Institusi Ekonomi Inklusif di Bawah Bayang-bayang Insititusi Politik Ekstraktif di Pringsewu

Kabupaten Pringsewu juga cenderung memiliki institusi politik ekstraktif. Fenomena tersebut diamini sendiri oleh aktor yang merupakan bagian dari pemerintah daerah Kabupaten Pringsewu. Memang benar terjadi diskriminasi di

dalam politik di Kabupaten Pringsewu. Bahkan pada awal kepemimpinan bupati sempat terjadi nepotisme berdasarkan suku di dalam pemerintahan, di mana banyak sekali pegawai beretnis Jawa yang menjadi pejabat di SKPD seperti m e n j a d i k e p a l a d i n a s d a n l a i n sebagainya.

Adanya institusi politik ekstraktif di Kabupaten Pringsewu juga dipertegas dengan adanya fenomena kedekatan legislatif dengan eksekutif. Legislatif cenderung bermitra dengan eksekutif, padahal harusnya legislatif menjadi kontrol dan penyeimbang terhadap eksekutif. Praktek bermitra tersebut semakin dipertegas dengan adanya kedekatan personal antara Wakil Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Pringsewu, di mana Bapak Narapati SZP (Wakil Bupati) merupakan sepupu dari Bapak Aminullah (Ketua DPRD).

Kabupaten Pr ingsewu cenderung memiliki intitusi ekonomi inklusif. Perkembangan ekonomi di Kabupaten Pringsewu lebih didorong karena adanya kultur pluralisme di dalam iklim perekonomian. Selain itu Kabupaten Pringsewu juga memiliki ekonomi yang lebih maju karena memiliki wilayah yang cukup aman dan kondusif untuk usaha.

Berdasarkan temuan-temuan yang ada, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten L a m p u n g B a r a t d a n K a b u p a t e n Pringsewu memiliki institusi politik yang cenderung ekstraktif. Namun Kabupaten Pringsewu memiliki institusi ekonomi yang cenderung inklusif. Inklusivitas dunia ekonomi tersebut disebabkan adanya nilai pluralisme yang sangat tinggi di Kabupaten Pringsewu. Temuan di Kabupaten Pringsewu ini merujuk pada pada pemikiran bahwa pertumbuhan ekonomi dapat terjadi di dalam tatanan institusi poltik ektraktif, yaitu melalui skenario munculnya institusi ekonomi agak inklusif akibat dari kesempatan yang diberikan oleh intitusi politik ekstraktif (Acemoglu & Robinson, 2015: 98).

c

F. Simpulan

Pembangunan Kabupaten Pringsewu relatif lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat. Berbagai i n d i k a t o r p e m b a n g u n a n t e l a h memberikan gambaran jelas terkait pembangunan kedua kabupa ten . Mengingat konsep pembangunan yang begitu bermakna luas, maka peneliti membandingkan pembangunan kedua kabupaten dengan berpedoman kepada capaian Indeks Pembangunan Manusia ( I P M ) , b e s e r t a e l e m e n - e l e m e n pembentuk IPM, kemudian juga berdasarkan konsep capability Amartya Sen serta penekanan peran institusi ekonomi politik di dalam pembangunan. Berdasarkan berbagai indikator tersebut menunjukkan bahwa pembangunan Kabupaten Pringsewu relatif lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat.

K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pringsewu memiliki institusi politik yang cenderung ekstraktif. Namun Kabupaten Pringsewu memiliki institusi ekonomi yang cenderung inklusif. Inklusivitas dunia ekonomi tersebut disebabkan adanya nilai pluralisme yang sangat tinggi di Kabupaten Pringsewu. Berbeda dengan Kabupaten Lampung Barat, di mana permainan politik sangat b e r t u m p u p a d a p e n d e k a t a n primordialisme yaitu patron dan klien. Ikatan kultural tersebut yang membuat kekuasaan cenderung ekstraktif, di mana semua keputusan politik ditentukan oleh penguasa.

Peneliti menilai bahwa pembangunan Kabupaten Pringsewu sangat terbantu dengan adanya pluralisme yang sangat tinggi di Kabupaten Pringsewu yang membuat roda pembangunan Pringsewu terus bergerak. Selain itu, institusi politik dan ekonomi merupakan dua elemen yang terpisah di Kabupaten Pringsewu dan Lampung Barat. Sehingga tidak ditemukan dampak yang signifikan dari institusi politik ekstraktif terhadap ins t i tus i ekonomi . Ha l t e r sebu t

disebabkan karena sektor perekonomian di Kabupaten Pringsewu masih dalam proses berkembang, apalagi Kabupaten Lampung Barat yang masih cenderung mengalami stagnansi.

G. Saran

Pembangunan di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu sebaiknya mampu mengembangkan potensi daerah. Pembangunan di K a b u p a t e n L a m p u n g B a r a t d a n Kabupaten Pr ingsewu sebaiknya melibatkan masyarakat, baik itu dimulai d a r i p r o s e s f o r m u l a s i p r o g r a m pembangunan, implementasi serta evaluasi. Perlu adanya perbaikan institusi politik di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu. Pelaksanaan pemerintahan di Kabupaten Lampung Barat seyogyanya menjunjung tinggi asas transparansi, melibatkan partisipasi masyarakat ser ta menghi langkan diskriminasi politik yang dilakukan sekelompok oknum di dalam pergolakan politik elit.

Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat seyogyanya menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menjanjikan berbagai insentif ekonomi. Selain itu juga, pemerintah daerah sebaiknya bersikap terbuka kepada berbagai pelaku ekonomi agar para investor tertarik untuk investasi, sehingga perputaran ekonomi di Kabupaten Lampung Barat semakin gencar. Perlu ada kekuatan penyeimbang p e m e r i n t a h a g a r t i d a k a d a penyelewengan dan monopoli kekuasaan, dalam hal ini adalah para pegiat sosial.

Referensi

Acemoglu, Daron & Robinson, James. A. 2014. Mengapa Negara Gagal : A w a l M u l a K e k u a s a a n , Kemakmuran dan Kemiskinan. J a k a r t a : E l e x M e d i a Komputindo.

B a r a k s o , M a r y a n n d k k . 2 0 1 4 . Understanding Political Science R e s e a r c h M e t h o d s : T h e

c

Challenge of Inference. New York: Routledge.

Bellah, Robert N. 1985. Tokugawa Religion: Beacon Press.

Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: INSIST Press.

Gant, Jon & Turner-Lee, Nicole. 2011. Government Transparency : Six Strategies for More Open and Part icipatory Government . Washington DC: The Aspen Institue.

Grimmelikhuijsen , Stephan G. & Meijer A l b e r t J . T h e E f f e c t s o f Transparency on the Perceived Trustworthiness of a Government Organization: Evidence from an Online Experiment. Journal of Public Administration Research and Theory Advance Access dipublikasi pada 5 November 2012 oleh Oxford University Presss.

Gurin, Joel. 2014. Open governments, open data: A new lever for t r a n s p a r e n c y , c i t i z e n engagement, and economic growth. The SAIS Review of International Affairs, Volume 34 No. 1 halaman 71-82. Baltimore: Johns Hopkins University Press.

Neuman, W. Laurence. 2014. Social Research Methods: Qualitative a n d Q u a n t i t a t i v e Approaches .New York: Pearson.

Peet, Richard & Hartwick, Elaine. 2009. Theories o f Development: C o n t e n t i o n , A r g u m e n t s , Alternatives 2nd Edition. New York: The Guilford Press.

Rodrik, Dani dkk. Institutions Rule: The Primacy of Institutions Over Geography and Integration in Economic Development. Journal of Economic Growth. Vol. 9. 2004 (131-165).

Rodrik, Dani. 2007. One Economics Many Recipes: Globalization, Inst i tut ions and Economic Growth. New Jersey: Princeton University Press.

Rostow, Walt. W. 1971. Politics and Stages of Growth. New York: Cambridge University Press.

Sachs, Jeffery. Institutions Matter, but Not For Everything: The Role of Geography and Resources Endowments in Development Shouldn’t be Underestimated. J o u r n a l o f F i n a n c e a n d Development, Juni 2003.

Sen, Amartya. 2000. Development As Freedom. New York: ALFRED A. KNOFF, INC.

Sen, Amartya dkk. 2004. Public Health , Ethics and Equity. New York: Oxford University Press.

Todaro, Michael. P. & Smith, Stephen. C. 2012. Economic Developtment 11th Edition. New York: Pearson.

Walker, Melanie & Unterhalter, Elaine. 2007. Amartya Sen’s Capability Approach and Social Justice In E d u c a t i o n . N e w Yo r k : PALGRAVE MACMILLAN.

Sumber Dokumen

I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a Kabupaten Lampung Barat Tahun 2014

Lampung Barat Dalam Angka Tahun 2014

Ind ika to r Kese jah te raan Rakya t Kabupaten Lampung Barat Tahun 2014

I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a Kabupaten Pringsewu Tahun 2014

Pringsewu Dalam Angka Tahun 2014

Indikator Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Pringsewu Tahun 2014

c

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dilahirkan di Bandar Dewa, Tulang Bawang

Barat pada tanggal 20 Mei 1995. Merupakan Putra

pertama dari Bapak Sobri Abdullah dan Ibu Fatimah dan

memiliki 2 adik perempuan. Masa pendidikan penulis

ditamatkan di SDN 1 Menggala Mas pada tahun 2006,

SMPN 2 Tulang Bawang Tengah pada tahun 2009 dan

MAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2012. Selama

sekolah penulis selalu menjadi lulusan terbaik di setiap

jenjang pendidikannya. Kemudian, penulis melanjutkan

c

pendidikan di Universitas Lampung, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Jurusan Ilmu Pemerintahan melalui jalur SBMPTN tulis. Semasa kuliah, penulis

sempat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu, BEM FISIP UNILA

sebagai anggota pada tahun 2012 dan UKM-U KOIN UNILA pada tahun 2013

sebagai Sekretaris Bidang Hubungan Luar. Selain itu, penulis juga beberapa kali

mewakili kampus dalam kegiatan nasional, seperti Peringatan Hari Anti Korupsi

Internasional (HAKI) di Jakarta tahun 2013 dan Politics and Governance Days

(POLGOV Days) di Universitas Gajah Mada pada tahun 2014. Pada masa

penghujung kuliah, penulis lebih aktif belajar sebagai Peneliti Madya di

Laboratorium Politik Lokal dan Otonomi Daerah (Labpolokda) FISIP UNILA dan

terlibat dalam beberapa penulisan buku diantaranya: Buku “Sukses Kuliah Ala

Anak FISIP” dan “Desentralisasi atau Resentralisasi?: Tinjauan Kritis Terhadap

UU No. 23/2014”. Penulis juga terlibat dalam beberapa penelitan, diantaranya:

The Partnership For Governance Reform & The Australian Agency for

International Development (AusAID): Indonesia Governance Index (IGI) di

Lampung Barat pada tahun 2013 sebagai Ketua Tim Pelaksana dan Riset Program

Doktoral Leeds University London pada tahun 2015–2016 sebagai Asisten

Peneliti.

c