pembahasan granulasi basah antalgin gg
TRANSCRIPT
Pembahasan
Pada praktikum kali ini berjudul pembuatan tablet menggunakan metode
granulasi basah. Berikut ini formula yang digunakan untuk membuat 400 tablet
@250mg.
Antalgin 100 g
Glyseril guaiacolat 20 g
Amprotab 24 g
Amprotab untuk pasta 15% (100g) 15 g
Na Starch Glycolat 5%
Talkum 2%
Mg Stearat 1%
Metode granulasi basah digunakan pada pembuatan antalgin dan Gliseril
guaiacolat karena kedua zat tersebut memiliki laju alir yang buruk sehingga untuk
membuat tablet campuran dua zat tersebut tidak bisa menggunakan metode kempa
langsung. Antalgin memiliki sifat tahan panas sehingga dapat dibuat dengan
metode granulasi basah dan dicampurkan dengan bahan lain pada fase dalam,
namun gliseril guaiacolat tidak tahan panas sehingga gliseril guaiacolat
dicampurkan pada fase luar yang terpisah dengan fase dalam. Metode granulasi
basah dilakukan dengan cara mencampurkan fase dalam tablet terlebih dahulu
dengan pengikat yang basah, digranulasi lalu dicampurkan dengan fase luar tablet,
kemudian dicetak menjadi tablet. Fase dalam biasanya terdiri dari zat aktif, zat
pengisi, dan zat pengikat yang tahan pemanasan. Sedangkan fase luar adalah zat
eksipien yang berfungsi untuk membantu proses pengempaan tablet, yaitu zat
pelincir dan zat eksipien lain yang tidak tahan pemanasan.
Metode granulasi basah dimulai dengan pembuatan fase dalam. Pada fase
dalam dilakukan proses pemanasan dalam oven untuk menghilangkan air sehingga
sediaan tidak lembab dan dapat dikempa. Oleh karena itu, untuk zat aktif tidak
tahan pemanasan tidak dicampurkan pada fase dalam. Zat aktif yang digunakan
kali ini adalah antalgin atau metampiron yang memiliki efek farmakologi
analgetik dan antipiretik ini tahan pemanasan sehingga antalgin dicampurkan
pada fase dalam. Antalgin diayak lalu ditimbang sebanyak 100 gram. Gunanya
pengayakan untuk menghindari penggunaan partikel kasar pada sediaan yang akan
membuat dosis menjadi tidak merata.
Kemudian amprotab ditimbang. Amprotab (amilum pro tablet) pada
praktikum ini digunakan sebagai pengisi dan sebagai pengikat. Amprotab sebagai
pengisi digunakan sebanyak 20 gram. Pengisi berfungsi untuk menambah massa
tablet agar mudah dalam proses pencetakan. Sedangkan amprotab sebagai
pengikat digunakan sebanyak 15 gram. Pengikat berfungsi mengikat zat aktif dan
zat pengisi sehingga dapat tercampur dengan homogen. Amprotab dapat
digunakan sebagai zat pengikat dengan pencampuran amprotab dan aquadest
hangat dengan konsentrasi 3-20 % b/b untuk mendapatkan amprotab pro pasta
segar. Pada praktikum ini digunakan amprotab pro pasta dengan konsentrasi 15 %
Amprotab pro pasta dibuat dengan cara 13,314 gram amprotab dilarutkan dalam
beaker glass dalam 100 mL aquadest dingin untuk menghindari rusaknya
amprotab karena pemanasan yang tidak merata, lalu di-add hingga 100 ml dengan
aquadest panas. Kemudian diaduk hingga terbentuk massa pasta yang transparan.
Massa awal wadah dan wadah berisi pasta ditimbang.
Paracetamol yang telah diayak dicampurkan dalam mixer dengan
amprotab 20 g hingga homogen. Kemudian amprotab pro pasta dicampurkan
sedikit demi sedikit ke dalam campuran tersebut hingga terbentuk massa yang
dapat dikepal. Penambahan amprotab pro pasta tidak boleh terlalu sedikit karena
akan mengakibatkan bahan tidak terikat sempurna namun tidak boleh juga terlalu
banyak karena akan menyebabkan sediaan terlalu keras dan sulit dicetak.
Kemudian massa pasta yang digunakan dihitung. Campuran ini kemudian
dimasukkan ke dalam granulator hingga terbentuk granul basah. Granul basah
dioven selama satu hari. Granul yang telah dioven ditimbang beratnya. Granulasi
adalah proses peningkatan ukuran dimana partikel-partikel kecil digabungkan
menjadi partikel dengan ukuran lebih besar, membentuk aglomerat atau granul
stabil sehingga lebih mudah mengalir. Proses granulasi dilakukan karena sebagian
besar serbuk tidak dapat dibentuk menjadi tablet secara langsung karena
kohesivitasnya rendah, tidak memiliki sifat lubrikasi dan disintegrasi yang
diperlukan dalam proses tabletasi.
Granul kemudian di uji kelembabannya dengan uji LOD (Lost of Drying).
LOD dilakukan dengan cara 10 gram granul disimpan secara merata diatas
piringan logam pada alat uji. Kemudian suhu diatur pada 70 0C, dan kemudian alat
dinyalakan selama 10 menit. Dari hasil pengujian diperoleh % LOD atau kadar air
yang terkandung dalam granul sebesar 0,62%. Nilai ini menujukan bahwa granul
memiliki kadar yang baik , karena batas maksimum kadar air untuk granul adalah
2 %.
Proses selanjutnya yaitu pencampuran dengan fase luar. Fase luar yang
digunakan adalah Gliseril Guaiacolat, Na Starch Glycolat, Talkum, dan Mg
Stearat. Gliseril guaiacolat sebagai zat aktif memiliki efek farmakologi
ekspektoran namun zat ini tidak tahan pemanasan sehingga Gliseril guaiacolat
dicampurkan pada fase luar. Na Starch Glycolat digunakan sebagai disintegrator
atau pemecah tablet karena kemampuannya dalam menyerap air 200-300%.
Dalam tubuh yang mengandung banyak air, Na Starch Glycolat lama-kelamaan
akan mecahkan ikatan antara senyawa-senyawa dalam tablet, sehingga zat aktif
keluar dan nantinya akan terdisolusi. Digunakan dengan konsentrasi 1-20%. Pada
praktikum kali ini digunakan 5 %. Talkum dan magnesium stearat adalah zat
tambahan fase luar yang berfungsi sebagai pelincir yang meningkatkan aliran
granul sehingga tersebar ke seluruh tempat cetakan pada saat pengempaan dan
agar tidak meyumbat di cetakan. Selain itu pelincir dapat memperpanjang waktu
penghancuran obat, sehingga pada saat dilakukan uji friabilitas, massa tablet tidak
berkurang banyak. Kedua zat ini ditambahkan sebagai fase luar untuk
memberikan hasil yang lebih baik pada kekerasan tablet dibandingkan
ditambahkan sebagai fase dalam. Pada formulasi tablet, talcum ditambahkan
sebanyak 1- 10% dan magnesium stearat ditambahkan sebanyak 0.25- 5%. Pada
praktikum ini digunakan talcum 2 % dan magnesium stearat 1 %, penambahan
hanya sedikit karena pelincir yang banyak dapat menyebabkan tablet terlalu keras
sehingga sulit hancur, sulit terdisolusi serta sulit dimetabolisme didalam tubuh.
Fase luar kemudian ditimbang dan dicampurkan dengan fase dalam.
Gliseril guaiacolat diayak lalu ditimbang sebanyak 20 gram, Na Starch Glycolat
ditimbang sebanyak 7,77 gram, Talkum sebanyak 3,11 gram, dan Mg Stearat
sebanyak 1,55 gram. Pencampuran fase dalam dan fase luar dimulai dengan
mencampurkan fase luar. Fase luar yang dimasukkan dimulai dengan massa yang
paling rendah yaitu Mg Stearat, talkum, Na Starch Glycolat dan Gliseril
guaiacolat. Hal ini dilakukan dengan alasan homogenitas. Fase luar ini
dimasukkan kedalam wadah gelembung udara. Fase dalam kemudian
ditambahkan ke dalam fase luar. Campuran dikocok sampai homogen.
Campuran granul yang telah homogen dilakukan uji evaluasi. Evaluasi
yang pertama yaitu uji laju alir. Laju alir granul memegang peranan penting dalam
pembuatan tablet. Apabila granul mudah mengalir, tablet yang dihasilkan
mempunyai keseragaman bobot yang baik. Laju alir ini dapat ditentukan dengan
menentukan sudut istirahat dari granul dengan menggunakan metode
corong, Sudut istirahat ini merupakan sudut yang dibentuk oleh tumpukan serbuk
terhadap bidang datar setelah serbuk atau granul tersebut mengalir secara bebas
melalui suatu celah sempit dalam hal ini adalah corong. Jadi, sudut istirahat
diperoleh dengan memasukan sekitar 20 gram serbuk ke dalam corong yang
ditutup, kemudian tutup tersebut dibuka, dan dihitung waktu alir serta tinggi dan
diameter dari tumpukan granul yang dihasilkan. Dari hasil uji terhadap granul
yang dihasilkan, diperoleh sudut istirahat granul sebesar 0,5585 0 dengan waktu
alir selama 3,5 detik. Nilai ini menunjukkan bahwa granul yang dihasilkan
memiliki sifat laju alir yang cukup karena sudut istirahatnya diantara xxo sehingga
dibutuhkan pelincir tambahan agar hasil cetakan tablet homogen. Evaluasi granul
yang kedua adalah uji kerapatan/penentuan nilai kompresinilitas. Penentuan nilai
kompresibilitas dari granul dengan menggunakan alat tap density. Sebanyak 20
gram granul dimasukan ke dalam gelas ukur yang ada pada alat, kemudian dicatat
volume awal nya. Selanjutnya alat dinyalakan selama 4 menit dan kemudian
volume akhir nya dicatat. Suatu granul yang baik memiliki nilai % kompresibilitas
dibawah 20%. Dari hasil pengujian dan perhitungan, diperoleh nilai %
kompresibilitas dari granul sebesar 17 %. Nilai ini menunjukan bahwa granul
memiliki nilai kompresibilitas yang kurang. Sehingga dibutuhkan lebih banyak
pengikat.
Setelah dilakukan uji evaluasi granul, granul tersebut dimasukkan ke
dalam mesin pencetak tablet yang memiliki single punch. Pada awal pencetakan
dilakukan beberapa kali pengulangan untuk mendapatkan ukuran punch dan
concave yang sesuai. Hal tersebut dilakukan agar tablet yang dihasilkan memiliki
massa dengan rentang yang dizinkan yaitu 500 mg + 5%
Setelah tablet dicetak, tablet tersebut dilakukan uji evaluasi. Uji evaluasi yang
pertama yaitu uji keseragaman bobot. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan
cara diambil sebanyak 20 tablet kemudian ditimbang dan dihitung bobot rata-
ratanya. Selanjutnya tablet tersebut ditimbang satu persatu dan dihitung persentase
masing-masing dengan syarat, tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya
menyimpang lebih dari 5% bobot rata-ratanya dan tidak satu tabletpun yang
bobotnya menyimpang lebih dari 10% bobot rata-ratanya.
Pada evaluasi keseragaman bobot, didapatkan bobot rata-rata sebesar
0,406035 g. Berdasarkan FI III, untuk uji keseragaman bobot pada tablet yang
telah dibuat dengan bobot rata-rata tersebut (di atas 250 mg), dinyatakan bahwa
tidak boleh ada lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari 5% bobot rata-
rata dan tidak boleh ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 10% bobot
rata-rata. Dari data yang didapat, tidak memenuhi dari persyaratan FI. Hal tersebut
terjadi karena zat pengikat tablet yang ditambahkan kurang banyak.
Uji evaluasi tablet yang kedua yaitu uji keseragaman ukuran. Uji
keseragaman ukuran dilakukan dengan cara sebanyak 20 tablet disiapkan.
Diameter masing-masing tablet diukur dengan jangka sorong. Kemudian, tebal
masing-masing tablet diukur. Perbandingan diameter dan tebal tablet dihitung
Pada pengujian keseragaman ukuran, disyaratkan tidak boleh ada diameter dan
tebal tablet yang menyimpang 1% dari rata-ratanya (d=10,03 mm; t=5,0035mm).
Syarat lain yang ditetapkan yaitu perbandingan nilai diameter dan tebal tidak
boleh lebih kecil dari 43
x lebar dan tidak boleh lebih besar dar 3 x tebal.
Perbandingan nilai diameter dan tebal tablet ini adalah 6,6713mm < 10,03mm <
15,0105 sehingga tablet ini memenuhi syarat.
Uji evaluasi tablet yang ketiga yaitu uji kekerasann. Pengujian kekerasan
dilakukan untuk melihat seberapa kuat tablet sehingga mempengaruhi
pengemasan dan penyimpanannya. Uji kekerasan dilakukan dengan cara sebanyak
20 tablet disiapkan. Masing-masing tablet ditempatkan pada alat uji. Lalu alat
dinyalakan dan sekrup penjepit tablet diputar. Kemudian, tombol panah ke arah
kanan ditekan. Dicatat tekanan yang diperlukan hingga tablet pecah. Dihitung
rata-rata nilai kekerasan tablet.
Dari hasil yang diperoleh didapatkan rata-rata kekerasan tablet sebesar
50,36 N. Syarat dari kekerasan tablet yaitu lebih dari 70 N. Sehingga tablet ini
dapat dikatakan rapuh. Hal ini disebabkan karena pengikat yang ditambahkan
pada tablet kurang.
Uji evaluasi tablet yang keempat yaitu uji friabilitas. Uji friabilitas
digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang
dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman. Uji friabilitas digunakan untuk
dilakukan dengan cara . sejumlah tablet ditimbang hingga beratnya mencapai 6,5
gram. Lalu tablet dimasukkan ke dalam friabilitas tester. Alat dinyalakan selama 4
menit. Lalu berat tablet setelah pengujian ditimbang dan dihitung persentase
friabilitasnya. Dari data diperoleh % friabilitas sebesar 0,5379 % dimana
syaratnya tidak boleh lebih dari 1% sehingga dapat dikatakan tablet yang dibuat
tersebut rapuh.
Uji evaluasi tablet yang kelima yaitu uji waktu hancur. Pengujian waktu
hancur dilakukan untuk melihat seberapa lama kaplet akan hancur pada kondisi
yang menyerupai tubuh manusia. Berdasarkan FI III, waktu hancur yang baik
tidak lebih dari 15 menit. Uji waktu hancur digunakan untuk dilakukan dengan
cara Aquadest 900 ml disiapkan dalam beaker glass dengan suhu 37° C. Lalu 6
tablet uji disiapkan. Setiap tablet dimasukkan ke dalam cakram. Beaker glass
dimasukkan ke dalam disintegrator. Alat dipasang, dan ditekan tombol start.
Dihitung waktu hancur dimana seluruh tablet hancur.
Secara umum tablet yang dihasilkan sudah cukup baik karena dapat
memenuhi syarat – syarat yang sesuai dengan Farmakope Indonesia seperti uji
keseragaman bobot, uji kekerasan, uji laju alir, uji friabilitas, uji LOD, dan uji
waktu hancur telah memenuhi persyaratan.