pembahasan biopur repaired)

61
PEMURNIAN PARSIAL ENZIM PROTEASE DARI EKSTRAK KASARNYA I. Tujuan Mempelajari proses purifikasi enzim protease dari ekstrak kasarnya dengan menggunakan pengendapan dengan etanol, dialisis, dan Gel Permeation Chromatography (GPC). II. Dasar Teori 1. Enzim Protein merupakan salah satu komponen penyusun sel yang penting bagi makhluk hidup. Senyawa yang penting tersebut merupakan suatu senyawa organik yang tersusun atas asam amino yang membentuk ikatan peptida dan menjadi suatu rantai yang linear. Ikatan peptida merupakan ikatan antara gugus karboksil dengan gugus amina yang terdapat pada residu asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang menyusun seluruh protein yang ada di muka bumi ini. Salah satu protein yang penting adalah enzym. Enzym adalah suatu senyawa protein yang merupakan biomolekul dan memiliki peranan sebagai katalis. Senyawa ini sangat penting bagi makhluk hidup, karena hampir semua reaksi yang terjadi didalam makhluk hidup dapat berjalan dengan adanya enzim. Enzim bekerja

Upload: bobby-young

Post on 21-Jun-2015

906 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

PEMURNIAN PARSIAL ENZIM PROTEASE DARI EKSTRAK

KASARNYA

I. Tujuan

Mempelajari proses purifikasi enzim protease dari ekstrak kasarnya dengan

menggunakan pengendapan dengan etanol, dialisis, dan Gel Permeation

Chromatography (GPC).

II. Dasar Teori

1. Enzim

Protein merupakan salah satu komponen penyusun sel yang penting bagi

makhluk hidup. Senyawa yang penting tersebut merupakan suatu senyawa organik

yang tersusun atas asam amino yang membentuk ikatan peptida dan menjadi suatu

rantai yang linear. Ikatan peptida merupakan ikatan antara gugus karboksil

dengan gugus amina yang terdapat pada residu asam amino. Ada 20 jenis asam

amino yang menyusun seluruh protein yang ada di muka bumi ini. Salah satu

protein yang penting adalah enzym.

Enzym adalah suatu senyawa protein yang merupakan biomolekul dan

memiliki peranan sebagai katalis. Senyawa ini sangat penting bagi makhluk

hidup, karena hampir semua reaksi yang terjadi didalam makhluk hidup dapat

berjalan dengan adanya enzim. Enzim bekerja layaknya seperti katalis yaitu

dengan cara menurunkan energi aktivasi, akan tetapi karena dihasilkan dari

makhluk hidup maka disebut juga sebagai biokatalis. Karena kemajuan teknologi

maka enzim juga digunakan sebagai penghasil antibiotik, deterjen, pelunak

daging, dll.

Enzim memiliki sifat yang sangat spesifik, artinya satu jenis enzim hanya

mengkatalis satu jenis reaksi. Semakin murni suatu enzim maka semakin besar

nilai aktivitas spesifiknya (sangat spesifik). Sehingga harga dari suatu enzim

Page 2: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

tergantung dari tingkat kemurniannya dimana semakin murni suatu enzim maka

semakin tinggi harga enzim tersebut. Untuk mendapatkan enzim yang cukup

murni, maka diperlukan pemurnian (purifikasi) enzim.

Protease adalah enzim yang memiliki aktivitas proteolisis (memecah protein).

Protease dapat digolongkan menjadi 6 kelompok besar (major) berdasarkan

perbedaan pada sisi aktif katalitik dan kondisi aksi mereka. Keenam golongan ini

adalah serin protease, threonin protease, sistein protease, asam aspartat protease,

metaloprotease dan asam glutamat protease. Pemanfaatan protease dalam industri

pangan diantaranya adalah untuk mengurangi kekeruhan dalam industri bir,

mengurangi gluten pada industri roti, dan untuk menggumpalkan susu pada

industri keju. Enzim protease dapat diperoleh dari jaringan tanaman, hewan,

maupun mikroba.

Protein merupakan suatu molekul yang tidak stabil. Karena enzim merupakan

molekul protein maka enzim juga tidak stabil dan mudah rusak. Ada beberapa

faktor yang dapat mengganggu kestabilan enzim, faktor-faktor tersebut adalah :

Oksigen

Logam berat

Perubahan kondisi fisik (pelelehan dan pembekuan berulang-ulang)

Pelarutan

Perubahan kondisi larutan

Pemaparan pada enzim degradatif

Suhu tinggi (ekstrim)

Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga kestabilan

enzim. Tindakan-tindakan tersebut contohnya :

Tidak melakukan vortex dengan keras dalam menghomogenkan

larutan enzim

Disimpan pada suhu dingin agar enzim tidak bekerja

2. Purifikasi protein

Page 3: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Purifikasi protein adalah suatu metode untuk memurnikan suatu protein dari

campuran kasarnya. Langkah-langkah umum yang dilakukan untuk memurnikan

adalah melakukan pengendapan dengan garam/etanol (berbagai

konsentrasi/fraksinasi), dialisis (untuk memurnikan enzim dari garam/etanol), dan

pemisahan dengan kromatografi (umumnya menggunakan GPC/ Gel Permeation

Chromatography). Bradford test, casein assay, dan pembacaan langsung pada

280nm merupakan uji-uji yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan protein

dan menghitung aktivitas enzim.

Pengendapan merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam pemurnian

enzim. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan garam berupa

amonium sulfat atau dengan menambahkan etanol. Baik pengendapan dengan

garam maupun dengan menggunakan etanol, prinsip yang terjadi adalah sama

yaitu salting out. Salting out adalah suatu metode pemisahan protein dari senyawa

yang lain berdasarkan prinsip bahwa protein kurang larut pada air pada kondisi

kadar garam tinggi. Protein menjadi kurang larut karena garam yang ditambahkan

menarik air yang mengelilingi molekul protein, sehingga molekul protein menjadi

bergerombol dan mengendap. Pada penambahan etanol, prinsip yang terjadi juga

sama, yaitu etanol menarik air yang mengelilingi molekul protein sehingga

protein menjadi bergerombol dan mengendap.

Gambar. Proses pengendapan dengan menggunakan garam Ammonium Sulfat

Jadi, untuk etanol konsepnya sama seperti peran amonium sulfat seperti

gambar di atas.

+ (NH4)2SO4

Page 4: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Langkah selanjutnya adalah membersihkan zat pengendap protein dengan cara

di dialisis. Dialisis adalah proses pemisahan molekul berdasarkan prinsip

perbedaan gradien (konsentrasi) dengan cara berdifusi melalui membran

semipermeabel. Dialisis yang dilakukan ini konsepnya sama seperti dialisis pada

bidang kesehatan (hemodialisis merupakan salah satu contohnya). Dialisis

dilakukan dengan memasukkan sampel yang akan dimurnikan ke dalam tabung

dialisis. Tabung dialisis merupakan tabung yang semipermeabel yang terbuat dari

selulosa atau selofan.

Gambar. Proses dialisis

Gambar diatas merupakan ilustrasi proses dialisis. Sampel yang berisi larutan

protein dimasukkan ke tabung dialisis. Tabung dialisis ini memiliki pori-pori yang

dapat dimasuki oleh garam(ion-ion) dan air sedangkan protein tidak dapat

melewati pori-pori ini. Lalu masukkan tabung dialisis ke dalam buffer dengan

volume yang banyak dan di stirer selama beberapa jam, sehingga terjadi

pergerakan molekul, dimana molekul kecil dapat keluar masuk melalui membran

semipermeabel. Pergerakan molekul terus terjadi sampai konsentrasi molekul

yang di dalam tabung mengalami kesetimbangan dengan molekul di luar tabung

Page 5: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

(konsentrasi di dalam tabung sama dengan di luar). Ketika proses ini dilakukan

berulang ulang (berkali-kali dilakukan penggantian buffer dengan buffer yang

tidak mengandung garam) maka terjadi beberapa kali kesetimbangan, dimana

setiap terjadi kesetimbangan maka konsentrasi garam yang berada di dalam

tabung dialisis semakin rendah.

Proses dialisis ini dilakukan dengan menggunakan buffer. Karena apabila

dilakukan dengan menggunakan aquades maka proteinnya bisa terdenaturasi.

Aquades memiliki kandungan garam yang sangat rendah bila dibandingkan

dengan buffer, karena kandungan garam yang sangat rendah maka dapat terjadi

perubahan pH dan hal tersebut akan mengakibatkan protein terdenaturasi.

Kadangkala protein bisa mengalami pengendapan setelah didialisis. Jika terjadi

pengendapan, larutan protein dapat di sentrifuge agar tidak mengganggu jalannya

proses selanjutnya, seperti tahap Gel Permeation Chromatography (GPC) dimana

adanya partikel yang sangat besar dapat menyumbat pori2 di gel atau dapat

mengganggu proses Ion Exchange Chromatography karena partikulat tersebut

dapat menyumbat kolom sehingga kromatografi tidak dapat berjalan dengan baik.

Terkadang enzim bisa kehilangan aktivitasnya setelah didialisis, jadi ada baiknya

jika sebelum didialisis diuji aktivitasnya dulu kemudian setelah didialisis diuji lagi

untuk dibandingkan.

Setelah dialisis, kromatografi merupakan langkah selanjutnya. Kromatografi

yang dilakukan pada praktikum ini adalah Gel permeation chromatography atau

GPC. GPC merupakan teknik separasi berdasarkan ukuran molekul. Teknik ini

sering digunakan untuk menentukan berat molekul (BM). Pada proses separasi ini

molekul yang besar tidak dapat memasuki pori-pori dari gel sehingga molekul

yang besar keluar lebih cepat dari pada molekul yang kecil, karena molekul-

molekul kecil dapat masuk ke pori-pori gel sehingga menempuh jarak yang lebih

jauh dari pada molekul besar.

Page 6: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Berat Tyrosin per ml larutan uji x Vlarutan uji

MrTyrosin x tinkubasi x Vekstrak enzim

GAMBAR. Proses Gel Permeation Chromatography (GPC)

3. Pengujian aktivitas enzim

Aktivitas enzim protease diukur berdasarkan banyaknya tyrosin yang

dilepaskan dari kasein karena degradasi proteolytik oleh enzim. Satu unit aktivitas

enzim (EU) menunjukkan banyaknya produk (mol asam amino) yang

dilepaskan per menit per ml larutan/ekstrak enzim pada kondisi percobaan yang

dilakukan.

Aktifitas Enzim per ml ekstrak =

(μmol. menit-1)

Page 7: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Aktifitas per ml ekstrakBerat Protein per ml ekstrak

Aktifitas Spesifik =

(μmol. μg-1.menit-1)

di mana:

Berat Tyrosin per ml larutan uji = ditentukan dengan uji aktifitas (µg)

V = volume ekstrak yang digunakan untuk uji

aktivitas (ml)

tinkubasi = waktu inkubasi (menit)

Berat Protein per ml ekstrak = ditentukan dengan metode Bradford (µg)

Aktivitas enzim protease dapat diuji antara lain dengan metode Casein assay.

Casein assay merupakan suatu uji aktivitas enzim protease dengan menggunakan

kasein sebagai substratnya. Casein akan di uraikan oleh enzim protease menjadi

asam amino-asam amino penyusunnya. Kemudian dilakukan pengukuran dengan

cara spektroskopi UV pada 275nm. Pada panjang gelombang tersebut, absorbansi

yang terbaca adalah absorbansi dari asam amino yang memiliki cincin benzen.

Pada praktikum ini yang diukur adalah asam amino tirosinnya. Dipilih asam

amino tirosin karena hampir semua protein terdapat asam amino tirosin sebagai

penyusunnya.

4. Pengujian kadar protein

Uji Bradford adalah prosedur analitik spektroskopi yang digunakan untuk

menentukan konsentrasi protein di dalam suatu larutan. Uji Bradford merupakan

uji kolorimetri (Serapan dilakukan pada panjang gelombang UV visible) yang di

dasarkan pada serapan warna dari pewarna coomassie blue yang berikatan dnegan

protein. Pewarna Coomassie mendonasikan free photon ke bagian protein yang

dapat mengalami ionisasi. Sehingga terjadi gangguan pada struktur alami protein

yang kemudian kantung hidrofob dari protein menjadi terekspos. Kantung ini

berikatan dengan gaya van der waals dengan pewarna coomasie. Sehingga gugus

Page 8: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

amino yang bermuatan positiv dapat bertemu dengan pewarna yang bermuatan

negatif sehingga terjadi ikatan yang kuat (interaksi ionik). Akibatnya, komplek

protein dengan pewarna coomasie (kompleks warna biru) menjadi stabil dan

kompleks inilah yang memberikan serapan ketika diukur.

Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah bahan kimia yang dapat

mengganggu jalannya uji sini lebih sedikit bila dibandingkan dengan metode lain,

ujinya cepat bila dibandingkan dengan lowry, dan molekul kompleks yang

terbentuk stabil. Kekurangan dari metode ini adalah garis linear yang terbentuk

hanya memiliki range yang pendek, sehingga sering dilakukan pengenceran untuk

pengukuran.

III. Alat dan bahan

Alat

pH meter

Spektrofotometer

Waterbath

Mikro sentrifuge

Sentrifuge

Hot plate stirrer

Tabung selofan

Timbangan analitik

Mikropipet

Gelas ukur 10 ml, 50 ml, 100ml

Pipet ukur

Pipet volume

Pipet tetes

Labu takar 10 ml, 50 ml, 100 ml,1000 ml

Page 9: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Botol putih 100 ml

Botol putih 50 ml

Botol fial 10 ml

Beker glass 50ml, 100ml, 1000ml, 2000ml

Magnetic Bar

Kuvet

Penjepit kayu

Bahan

Ekstrak kasar enzim protease

Etanol 96%

Buffer phosphat pH 5,6,7,8,9

Substrat kasein

1,2 M TCA

Reagen Coomasie Brillian Blue

Larutan pencuci tabung selofan (10 mM Na2CO3 dan 1 mM EDTA)

NaCl 0,1 M dalam buffer phosphat pH 7

NaCl 1 M dalam buffer phosphat pH 7

Etanol 50%

Larutan tirosin

Sephadex G-100

Page 10: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

III. Tetapan Alam

Asam asetat :

Nama IUPAC : asam asetat atau asam ethanoik

Formula : CH3COOH

MR : 60,05 g/mol

Density : 1.049 g·cm−3 (l) 1.266 g·cm−3 (s)

Melting point 16.5 °C (289.6 K, 61.6 °F)

Boiling point 118.1 °C (391.2 K, 244.5 °F)

pKa 4.76 pada suhu 25 °C

Viscosity 1.22 mPa·s pada 25 °C

Cairan atau kristal tak berwarna

Sodium hydroksida

Nama IUPAC : NaOH

Densitas : 2,1 g/cm3

MR : 39,997 g/mol

Melting point : 318oC

Boiling point : 1390oC

Larut dalam air

Sodium bicarbonat

Nana IUPAC : sodium hidrogen karbonat

BM : 84,007 g/mol

Bentuk : bubuk putih

Larut dalam air

Densitas : 2,159 g/cm3

Melting point : + 50oC

Page 11: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Kalsium klorida

Molecular formula : CaCl2; CaCl2.2H2O Dihydrate; CaCl2.4H2O Tetrahydrate;

CaCl2.6H2O Hexahydrate

Molar mass : 110.99 g/mol, anhydrous; 147.02 g/mol dehydrate;183.04

g/mol, tetrahydrate;219.08 g/mol, hexahydrate

Padatan putih atau tidak berwarna

Density : 2.15 g/cm³, anhydrous; 0.835 g/cm³, dehydrate; 1.71 g/cm³,

hexahydrate

Melting point : 772 °C (anhydrous)

Boiling point : >1600 °C

Solubility dalam air 74.5 g/100 ml (20 °C)

EDTA

Properties Molecular formula C10H16N2O8

Density 0.86 g/cm³

Melting point 237-245 °C (dec.)

Ethanol

Molecular formula : CH3CH2OH

Molar mass : 46.06844(232) g/mol

Cairan tak berwarna

Density : 0.789 g/cm³, liquid

Melting point : −114.3 °C (158.8 K)

Boiling point : 78.4 °C (351.6 K)

Larut dalam air

pKa 15.9

Viscosity 1.200 mPa·s (cP) pada 20.0 °C

Momen Dipol 5.64 fC·fm (1.69 D) (gas)

Page 12: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

TrisCl

Molecular formula : CCl3COOH

Molar mass : 163.4 g/mol

Padatan putih

Density : 1.63 g/cm³, solid

Melting point 57 °C

Boiling point 196 °C

larut dalam air

Acidity (pKa) 0.77[1]

Structure Dipole moment 3.23 D

Natrium Klorida

Molecular formula Na Cl

Molar mass 58.44277 g/mol

Kristal atau bubuk putih atau tak berwarna

Density 2.16 g/cm³, solid

Melting point 801 °C

Boiling point 1465 °C (1738 K)

Solubility dalam air 35.9 g/100 mL (25 °C)

Casein

Fosfoprotein predominat yang merupakan 80% protein pembentuk susu dan

keju.

Casein tidak tergumpalkan karena panas.

Terendapkan oleh karena asam dan enzim rennet

Tersusun dari prolin serta tidak ada ikatan disulfide.

Titik isoelektrik 4.6.

Protein yang murni tidak larut dalam air, larutan garam

Terdispersi dalam basa dan larutan garam seperti natrium oksalat dan natrium

asetat

Page 13: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

IV. Cara Kerja

Tahap presipitasi etanol

1. Ke dalam 50 mL larutan ekstrak kasar enzim yang telah direndam dalam

penangas es dimasukkan Etanol 96% secara perlahan–lahan sambil diaduk

dengan pengaduk magnetic sampai prosentase kejenuhan yang dikehendaki.

2. Larutan selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30

menit.

3. Pelet yang mengandung endapan enzim kemudian dilarutkan dengan buffer

pH optimum Secukupnya (sampai larut).

Larutan Ekstrak Protein

+Supernatan

+ Etanol Absolut (Kejenuhan 39%, 57%, 70%, 80%,90%)

Pelet

Mencari Aktivitas Spesifik tertinggi

Supernatan Aktvitas Spesifik Tertinggi

Karakterisasi pH Optimum Awal

Uji Casein Assay + Uji Bradford

Dialisis

Supernatan Hasil Dialisis

Sentrifuge

Larutkan buffer pH Optimum

Supernatan Hasil Dialisis Uji Casein Assay + Uji Bradford

Kromatografi

Fraksi Hasil Kromatografi

Uji Casein Assay + Uji BradfordFraksi yang mengandung protein

Ukur absorbansi pada 280nm

Page 14: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

4. Dilakukan pengujian terhadap aktivitas dan kadar proteinnya pada masing–

masing tahap presipitasi.

NB : pengendapan dengan etanol 96% dilakukan secara bertingkat yaitu pada

kejenuhan 39%, 57%, 70%, 80%,90%.

Tahap preparasi / pencucian tabung dialysis

1. Mendidihkan larutan pencuci yang mengandung 10 mM Na2CO3 dan 1 mM

EDTA (pelarut air) dalam bekker glass

2. Tabung dialisis dimasukkan dalam larutan yang mendidih tersebut dengan

menggunakan pinset secara hati – hati

3. Setelah 30 menit tabung dikeluarkan secara hati – hati dengan menggunakan

pinset

4. Tabung dibilas dengan akuades bagian luar dan dalam tabung (selama

proses pencucian menggunakan sarung tangan)

5. Tabung dialisis dapat digunakan berulang kali setelah dibilas dengan air dan

disimpan pada 40 C dalam larutan pencuci yang sama

NB : Tabung dialisis tidak boleh dipegang oleh tangan.

Tahap Preparasi Larutan / Reagen

NO JENIS REAGEN/LARUTANVOLUME YANG

DIBUAT

10,01 M Tris HCl pH 8 mengandung 10 mM CaCl2 (0,0735 g dalam 50 mL

H2O)

50 ml

21,2 M Asam tri kloro asetat(TCA, Mr = 163.4; 19,6 g dalam 100 mL

H2O)

50 ml

3 Substrat kasein( 1 g kasein dilarutkan dalam 20 ml 0,01 M Tris HCl pH

8 mengandung 10 mM CaCl2 (0,0735 g dalam 50 mL H2O) ditambah 6

ml NaOH 0,2 M setelah itu pH diaddjust ke pH 8 dengan penambahan

asam asetat 0,2 M dan larutan diaddkan dengan Tris HCl sampai 50

50 ml

Page 15: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

mL, larutan dibagi dalam bentuk aliquot dan disimpan di suhu –200C)

4 20 mg comassie brilliant blue dilarutkan dalam 10 ml etanol 95 % 10 ml

5 Asam phosphat 85 % 20 ml

6 Larutan standar BSA 2 mg/ml 5 ml

7Larutan pencuci tabung dialisis (10 mM NaHCO3 dilarutkan dalam 1

mM EDTA pH 8 volume diaddkan sampai 100 mL)

200 ml

8 Larutan penyimpan tabung dialisis EDTA 1 mM pH 8 100 ml

9 Buffer phospat untuk dialisis sesuai pH optimum 2 L*

10 Buffer phospat untuk kolom kromatografi sesuai pH optimum 40 ml*

11 NaCl 0,1 M dalam buffer phosphat sesuai pH optimum 30 ml*

12 NaCl 0,1 M dalam buffer phosphat sesuai pH optimum 30 ml*

13 Larutan tyrosin (18.1 mg tyrosin dalam 100 ml 0.2 M HCl) 10 ml**

Bahan yang perlu ditimbang.diukur:

1. Tris Base (Mr= 121,14) 50 mL

M = (G/Mr)/V 50 mL = 0,05 L

0,01 M = (G/121,14)/0,05 L G= berat M= konsentrasi

G= 0,06057 g V= volume

Timbang 0,06057 g Tris Base dan 0,0735 CaCl2, adjust pH sampai 8 dengan HCl

2. Asam tri kloro asetat 1,2 M (Mr= 163,4) 50 mL

G = M.V.Mr = 1,2 . 0,05 . 163,4 = 9,8 g

Timbang 9,8 g TCA, larutkan sampai 50 mL

Page 16: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

3. 0,2 M NaOH (Mr= 40) 6 mL untuk larutan kasein:

G = 0,2 . 6 . 40 = 0,03 g

4. 1 mM EDTA (Mr: 292,24) dalam 300 mL

G = 0,001 . 0,3 . 292,24 = 0.087672 g

5. 10 mM NaHCO3 (Mr: 84) 200 mL

G = 0,01 . 0,2 . 84 = 0,168 g

6. Buffer Fosfat 0,1 M pH 7

NaH2PO4 0,1 M : 13,945 g dalam 1 L

Na2HPO4 0,1 M : 26,8295 g dalam 1 L

Campur NaH2PO4 dan Na2HPO4 dengan perbandingan 39:61, lalu adjust pH sampai

7

7. 0,1 M BaCl2 (Mr: 137)

G= 0,1 . 0,05 . 137 = 0,685 g

Tahap dialisis

1. Memasukkan fraksi yang memiliki aktivitas optimum ke dalam tabung

dialisis yang salah satu ujungnya telah disimpul /diikat.

2. Setelah ¾ dari volume tabung terisis maka ujung yang lain diikat juga.

3. Tabung dialisis berisi larutan enzim protease direndam dalam larutan 0,1 M

buffer pH optimum sambil diaduk perlahan dengan pengaduk magnetik dan

dilakukan pada suhu 40 C dengan dua kali penggantian buffer setiap 2 jam.

4. Larutan ekstrak ini dikeluarkan dari tabung dialisis dan diukur volume

ekstrak tersebut

5. Dilakukan penukuran terhadap aktivitas protease dan kadar proteinnya

Tahap kromatografi

1. Membuat kolom yaitu dengan menimbang 0,5 g serbuk sephadex G – 100

dibuburkan dengan buffer pH 8 secukupnya

2. Memasukkan kedalam tabung dengan diameter kira – kira 1 cm

Page 17: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

3. Membilas dengan buffer yang sama hingga kolom terpacking dengan baik

(gel terbentuk dengan homogen, bebas gelembung udara dan ketinggian

permukaan gel konstan)

4. Memasukkan perlahan – lahan 0,3 mL larutan protein yang akan dimurnikan

5. Melakukan elusi dengan gradien NaCl 0,1 M s/d 1 M dalam larutan buffer yang

sama. Komposisi eluent :

Eluent

Komposisi

Lar. Nacl 0,1 M Lar. NaCl 1,0M

1 0 5

2 1 4

3 2 3

4 3 2

5 4 1

6 5 0

6. Menampung fraksi setiap 1 mL

7. Ukur Absorbansi langsung pada 280nm untuk mengetahui apakah pada

fraksi tersebut terdapat protein atau tidak

8. Lakukan uji aktivitas protein pada fraksi yang memberikan serapan cukup

tinggi

Uji casein assay

1. Sebanyak 0,8 mL substrat kasein ditambahkan 0,2 mL larutan ekstrak

protease dan buffer 1,4 mL larutan buffer pH = 8

2. Campuran diinkubasi pada suhu 550 C selama 30 menit dan reaksi

dihentikan dengan melakukan penambahan 1 mL larutan TCA 1,2 M.

3. Sampel kemudian di sentrifuse dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit

Page 18: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

4. Ambil supernatan

5. Melakukan pengukuran absorbansi supernatant pada panjang gelombang

275 nm

NB : Blanko dibuat dengan perlakuan yang sama, kecuali larutan protease

ditambahkan ke dalam substrat setelah penambahan TCA.

Uji Bradford

1. Sebanyak 50 µl sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 2,5 ml reagen Bradford.

2. Divortex dan diamkan pada suhu kamar selama 10 menit.

3. Lalu ukur serapan pada 595nm.

NB : Blanko dibuat dengan cara yang sama dan sampel 50 µl diganti dengan air

atau buffer yang sesuai.

Page 19: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

VIII. Pembahasan

Enzim merupakan suatu produk biomolekul karena sebagian besar komponen

penyusun enzim adalah protein. Protein (protos yang berarti ”paling utama") adalah

senyawa organik kompleks yang mempuyai bobot molekul tinggi yang merupakan

polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan

ikatan peptida. Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan

penghilangan unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul

senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya digolongkan sebagai polipeptida.

Enzim dapat mengkatalisis berbagai macam reaksi kimia. Akan tetapi setiap enzim

memiliki sifat yang sangat spesifik, artinya satu jenis enzim hanya dapat mengkatalis satu

jenis reaksi kimia tertentu. Pada reaksi enzimatis, enzim dapat mengubah suatu molekul

( substrat ) menjadi molekul lain yang berbeda ( produk ). Energy dan proses yang

dibutuhkan untuk mengubah substrat menjadi produk melalui reaksi enzimatis, pada

banyak kasus, jauh lebih kecil dan sederhana apabila dibandingkan dengan reaksi

kimiawi biasa ( tanpa bantuan enzim ). Karena itu, saat ini enzim telah banyak digunakan

dalam industri kimia dan industri-industri lain yang sangat membutuhkan katalis spesifik

dalam proses produksinya.

Salah satu enzim yang saat ini sangat banyak digunakan dalam industry, baik

pangan maupun non pangan adalah enzim protease. Protease merupakan kelompok enzim

proteolisis yang dapat menghidrolisis ikatan peptida yang menghubungkan asam amino

yang satu dengan asam amino yang lain pada rantai polipeptida. Dalam industri pangan

protease digunakan untuk menggumpalkan susu pada industri keju, mengurangi gluten

pada industri roti, dapat membantu memecah protein pada gandum dan menjernihkan bir

pada industri pembuatan bir, dan banyak ditambahkan pada makanan bayi untuk

mempermudah proses pencernaan protein. Dalam industry non pangan, protease

digunakan dalam campuran detergen dan pembersih lensa kontak (softlens) untuk

menghilangkan protein yang mungkin terdapat pada lensa kontak. Protein yang terdapat

pada lensa kontak dapat memicu inveksi mata.

Berdasarkan tempat aktifnya, protease dapat diklasifikaasikan menjadi

endocellular protease dan eksocellular protease. Endocellular protease merupakan

protese yang dihasilkan dan digunakan di dalam sel, contoh: lisozim. Eksocellular

protease merupakan protease yang aktif di luar sel. Eksocellular protease disintesis di

Page 20: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

dalam sel kemudian ditransport keluar sel. Protease jenis ini banyak dihasilkan oleh

bakteri, terutama bakteri decomposive. Untuk memperoleh endocellular protease, perlu

dilakukan pelisisan sel sehingga protease yang terdapat di dalam sel dapat terekstrak.

Sedangkan eksocellular protease dapat diperoleh langsung dari media tumbuh bakteri,

tanpa memerlukan pelisisan sel karena protease tersebut disekresikan keluar sel oleh

bakteri. Pada tahap ini ekstrak protease yang didapat, baik endocellular protease maupun

eksocellular protease, masih berupa ekstrak kasar karena didalam larutan ekstrak tersebut

masih terdapat banyak campuran protein lain selain protease.

Untuk memperoleh ekstrak protease murni maka perlu dilakukan proses

purifikasi lebih lanjut. Langkah yang umum dilakukan untuk purifikasi protein adalah

pengendapan, dilanjutkan dengan dialysis, dan penyempurnaan purifikasi dengan

kromatografi.

Terdapat beberapa metode presipitasi protein. Metode yang umum digunakan

adalah presipitasi dengan induksi garam. Pada kondisi larutan garam yang rendah,

kelarutan protein cenderung meningkat yang disebut dengan istilah salting in. Namun

pada saaat konsentrasi garam terlarut tinggi, kelarutan protein akan turun dengan cepat

sehinggga protein mengendap. Fenomena ini disebut salting out. Metode lain adalah

dengan menambahkan bahan organik terlarut. Penambahan bahan organik ke dalam

medium dapat menurunkan konstanta dielektrik pelarut, maka kelarutan protein akan

menurun sehingga akan diperoleh precipitate. Metode yang ketiga adalah dengan

mengubah pH larutan protein yang menyebabkan perbedaan muatan pada gugus

fungsional pada protein (Wikipedia, 2009).

Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda.

Titik Isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak mempunyai selisih

muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak bergerak ketika

diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik (pI), suatu protein sangat mudah

diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya nol.

Pada percobaan ini kami melakukan pengendapan dengan menggunakan etanol.

Protein dapat larut dalam larutan ekstrak kasar karena molekul protein dikelilingi oleh

molekul pelarut, dalam hal ini air. Etanol yang ditambahkan akan menarik molekul air,

dengan sedikitnya molekul pelarut di sekitar protein, kelarutan protein akan berkurang,

Page 21: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

sehingga protein akan berkumpul melalui interaksi elektrostatik dan gaya dipol, sehingga

mengendap.

Proses pengendapan ini dilakukan secara bertahap dengan menggunakan berbagai

level persentase etanol untuk memfraksinasi protein dalam larutan. Setiap jenis protein

memiliki tingkat kelarutan yang berbeda-beda. Kelarutan protein dipengaruhi beberapa

faktor, yaitu pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya. Protein yang

kurang larut dalam larutan ekstrak akan dapat mengendap dengan keberadaan etanol pada

persentase yang rendah dalam larutan ekstrak. Sebaliknya, untuk mengendapkan protein

yang semakin larut dalam larutan ekstrak diperlukan peningkatan persentase etanol dalam

larutan tersebut. Jadi pada setiap tahap akan diperoleh endapan protein. Protein yang

terendapkan kemudian akan diuji aktivitasnya dan ditentukan kadar proteinnya. Namun

sebelum melakukan pengujian, pH optimum enzim harus diketahui terlebih dahulu agar

enzim dapat mencapai aktivitas optimum ketika dilakukan uji aktivitas dengan metode

casein assay.

Casein assay merupakan suatu uji aktivitas enzim protease dengan menggunakan

kasein sebagai substratnya. Casein akan di uraikan oleh enzim protease menjadi asam

amino-asam amino penyusunnya. Kemudian dilakukan pengukuran dengan cara

spektroskopi UV pada 275 nm. Pada panjang gelombang tersebut, absorbansi yang

terbaca adalah absorbansi dari asam amino yang memiliki cincin benzen. Pada praktikum

ini yang diukur adalah asam amino tirosinnya. Dipilih asam amino tirosin karena hampir

semua protein terdapat asam amino tirosin sebagai penyusunnya.

Uji casein assay dilakukan dengan cara mencampurkan 0,8 ml substrat kasein

dengan 0,4 ml larutan ekstrak protease ( pada penentuan pH optimum larutan ekstrak

yang digunakan adalah ekstrak kasar ) dan 1,4 ml larutan buffer pH optimum. Untuk

menentukan pH optimum enzim maka diperlukan beberapa pengujian dengan

menggunakan buffer dengan variasi pH yang berbeda, yaitu buffer pH 6, 7, 8, dan 9.

Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 55oC selama 30 menit. Setelah 30

menit reaksi dihentikan dengan penambahan 1 ml larutan TCA 1,2 M. Blanko

diperlakukan sama, kecuali penambahan larutan protease ke dalam substrat kasein

dilakukan setelah penambahan larutan TCA. TCA ( Tri Kloro Acetic ) merupakan asam

asetat dengan tambahan tiga gugus Cl-. Asam asetat sendiri bersifat asam, dan

penambahan tiga gugus Cl- akan meningkatkan keasaman hingga dapat mecapai pH 0.

Page 22: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Pada pH yang sangat asam ini semua protein yang terdapat dalam larutan ( enzim dan

substrat kasein ) akan terdenaturasi sehinggga membentuk endapan. Sampel kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan denaturan

protein dari larutan yang hanya mengandung asam-asam amino hasil proteolitik kasein

oleh protease. Selain dengan sentrifugasi, pemisahan dapat juga dilakukan dengan

menggunakan corong gelas dan kertas saring. Supernatan yang diperoleh kemudian

diukur dengan spektroskopi UV pada 275 nm relatif terhadap blanko.

Kurva standar untuk casein assay dapat dibuat dengan cara membuat beberapa kali

pengenceran larutan induk tyrosin ( minimal 10 kombinasi pengenceran ). Setiap larutan

kemudian diuji dengan cara yang sama seperti pada prosedur pengujian sampel di atas,

tetapi ekstrak protease diganti dengan larutan induk standar yang telah diencerkan. Pada

percobaan ini kami tidak membuat sendiri standar tyrosin. Kami menggunakan kurva

standar tyrosin yang terdapat pada lampiran VIII modul praktikum. Persamaan regresi

linier yang diperoleh dari data pada kurva standar adalah Y = 0,0075X – 0,0308. Dengan

memasukkan nilai absorbansi ke dalam Y, maka akan diketahui kadar tyrosin ( μg/ml )

yang terdapat dalam larutan uji.

Penentuan kadar protein ( uji kuantitatif protein ) dapat dilakukan dengan

menggunakan empat metode spektroskopik untuk mengukur konsentrasi protein dalam

larutan. Metode pertama adalah pengukuran kandungan protein dengan menggunakan

absorbansi sinar UV. Metode kedua hingga keempat yaitu uji Lowry, uji

copper/bicinchoninic dan uji Bradford dilakukan berdasarkan pada perubahan warna.

Akan tetapi walaupun salah satu atau lebih dari tiga metode ini sering dilakukan secara

rutin di laboratrium biokimia, namun karena beberapa alasan, tak satupun dari prosedur

diatas dapat memberikan data kadar protein yang benar - benar valid. Absorbansi sinar

UV membutuhkan protein murni yang diketahui nettonya. Uji Lowry dan

copper/bicinchoninic didasarkan pada reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ oleh amida.

Metode lowry dan copper/bicinchoninic lebih akurat dari pada pengukuran

langsung dengan sinar UV, namun kedua uji ini dapat dipengaruhi oleh berbagai larutan

biokimia terlarut seperti deterjen, lipids, buffer dan agen pereduksi. Uji ini juga

membutuhkan berbagai seri larutan standard yang masing-masing memiliki konsentrasi

yang berbeda. Uji didasarkan pada equilibrium antara tiga bentuk pewarna Comassie

Page 23: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Blue G. Dalam kondisi asam, pewarana Comassie Blue G paling stabil dalam bentuk

doubly-protonated red (Stoscheck, 1990).

Uji penentuan kadar protein yang kami gunakan adalah uji yang terakhir, yaitu

uji Bradford. Uji Bradford banyak dilakukan karena bahan kimia yang digunakan yang

dapat mengganggu jalannya uji pada metode Bradford lebih sedikit bila dibandingkan

dengan metode lain, ujinya juga relatif cepat, dan kompleks molekul yang terbentuk

stabil. Kekurangan dari metode Bradford adalah garis yang terbentuk pada kurva regrasi

linier memiliki range yang pendek, sehingga harus sering dilakukan pengenceran untuk

pengukuran dengan spektofotometri untuk memperoleh range yang lebih lebar.

Reagen Bradford dibuat dengan melarutkan 25 mg coomasine brilliant blue

dalam 12,5 ml etanol 95% (v/v). Setelah itu ditambahkan asam fosfat 85% (w/v) dan

larutan diencerkan dengan aquades hingga volume 250 ml.

Uji Bradford dilakukan dengan cara memasukkan 50 μl sampel ke dalam tabung

reaksi dan menambahkan 2,5 ml reagen Bradford, divortex, dan didiamkan dalam suhu

kamar selama ± 10 menit. Serapan dari larutan yang diperoleh kemudian dibaca pada

panjang gelombang 595 nm. Blanko dibuat dengan cara yang sama, tetapi 50 μl sampel

diganti dengan 50 μl buffer atau aquades.

Uji Bradford menggunakan prosedur analitik spektroskopi dimana serapan

dilakukan pada panjang gelombang UV visible. Uji Bradford didasarkan pada observasi

bahwa absorbansi maksimum untuk larutan akan berubah atau bergeser dari 465 nm

sampai 595 nm saat ikatan dengan protein terjadi, karena itu panjang gelombang yang

digunakan adalah 595 nm (Stoscheck, 1990). Uji Bradford merupakan uji kolorimetri

yang di dasarkan pada serapan warna dari pewarna coomassie brilliant blue yang

berikatan dengan protein. Pewarna Coomassie mendonasikan free photon ke bagian

protein yang dapat mengalami ionisasi. Sehingga terjadi gangguan pada struktur alami

protein yang kemudian menyebabkan kantung hidrofob dari protein menjadi terekspos.

Kantung ini berikatan dengan gaya van der waals dengan pewarna coomasie. Sehingga

gugus amino yang bermuatan positiv dapat bertemu dengan pewarna yang bermuatan

negatif sehingga terjadi ikatan yang kuat (interaksi ionik). Akibatnya, komplek protein

dengan pewarna coomasie (kompleks warna biru) menjadi stabil dan kompleks inilah

yang memberikan serapan ketika diukur.

Page 24: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Kurva standar untuk uji Bradford dapat dibuat dengan cara membuat beberapa kali

pengenceran larutan induk standar bovine serum albumin ( BSA ) dengan konsentrasi 2

mg/ml ( minimal 6 kombinasi pengenceran ). Setiap larutan kemudian diuji dengan cara

yang sama seperti pada prosedur pengujian sampel di atas, tetapi ekstrak protease diganti

dengan larutan induk standar yang telah diencerkan. Pada percobaan ini kami tidak

membuat sendiri standar BSA. Kami menggunakan kurva standar BSA yang terdapat

pada lampiran VII modul praktikum. Persamaan regresi linier yang diperoleh dari data

pada kurva standar adalah Y = 0,0006X + 0,016. Dengan memasukkan nilai absorbansi

ke dalam Y, maka akan diketahui kadar protein ( μg/ml ) yang terdapat dalam larutan uji.

Data berat tyosin per ml larutan uji dari uji aktivitas dapat digunakan untuk

menghitung nilai aktivitas enzim per ml ekstrak. Aktivitas enzim merupakan suatu alat

ukur untuk mengetahui keberadaan enzim yang aktif. Aktivitas enzim adalah banyaknya

produk yang dihasilkan oleh enzim yang terdapat dalam larutan uji tiap satuan waktu

pada kondisi percobaan. Kondisi percobaan dalam praktikum ini adalah lama waktu

inkubasi, yaitu 10 menit. Larutan uji pada percobaan kami mengandung 0,8 ml substrat

kasein, 0,4 ml larutan ekstrak protease, 1,4 ml larutan buffer pH 8, dan 1 ml larutan TCA

1,2 M, sehingga total larutan uji adalah 3,6 ml.

Dengan mengetahui jumlah aktivitas enzim per ml ekstrak maka kami dapat

menghitung aktivitas total enzim, yaitu banyaknya produk yang terdapat dalam larutan

ekstrak. Aktivitas total enzim dihitung dengan cara mengkalikan aktivitas enzim per ml

ekstrak dengan total volume larutan ekstrak.

Data berat protein per ml ekstrak yang diperoleh dari uji Bradford dapat

digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim. Aktivitas spesifik enzim

merupakan aktivitas enzim per mikrogram total protein. Aktivitas spesifik menyatakan

jumlah produk yang dihasilkan oleh enzim, pada waktu tertentu dan dibawah kondisi

tertentu, per mikrogram enzim.

Persen yield merupakan aktivitas pada ekstrak kasar dibagi aktivitas enzim

setelah ekstraksi dengan etanol dikali 100%. Faktor purifikasi merupakan aktivitas

spesifik ekstrak awal dibagi aktivitas spesifik ekstrak setelah penambahan etanol. Protein

total merupakan jumlah total protein yang terdapat pada ekstrak. Protein total dapat

dihitung dengan cara mengalikan protein per ml ekstrak dengan volume ekstrak.

Page 25: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

pH Absorbansi

6 0,022

7 0,076

8 0,119

9 0,05

Dengan membandingkan nilai aktivitas spesifik enzim dari setiap tahapan

ekstraksi maka akan dapat diketahui pada ekstrak yang mana yang terdapat protease

paling banyak. Persentase etanol absolut dalam ekstrak yang kami tingkatkan pada setiap

tahapan ekstraksi adalah:

A. Ekstrak kasar ( 0% etanol )

Ekstrak kasar yang kami peroleh dari asisten, kami sisihkan 50 ml untuk

proses ekstraksi dengan etanol absolut. Sedangkan sisanya kami gunakan untuk uji

protein, uji aktivitas, dan penentuan buffer pH optimum.

Absorbansi yang kami peroleh pada berbagai variasi pH:

Berdasarkan data di atas, dapat kami simpulkan bahwa buffer pH optimum

protease kami ada pada pH 8 karena pada pH tersebut protease melakukan aktivitas

yang maksimal dalam menghidrolisis kasein sehingga terdapat banyak asam amino

yang terlepas dari rantai polipeptidanya. Hal ini tampak dari tingginya nilai

absorbansi yang mengindikasikan tingginya konsentrasi asam amino tyrosin dalam

Page 26: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

larutan yang diuji. Jadi untuk uji aktivitas enzim pada proses selanjutnya, larutan

buffer yang kami gunakan adalah larutan buffer pH 8.

Larutan ekstrak kasar enzim diukur kadar proteinnya dengan metode

Bradford untuk mengetahui jumlah protein awal yang terkandung dalam ekstrak.

Nilai absorbansi yang diperoleh dari pengukuran spektroskopi pada uji Bradford

adalah 0,154 ( absorbansi pada pengenceran 10 kali ). Dengan memasukkan nilai

absorbansi ke dalam persamaan regresi kurva standar BSA diketahui kadar protein

yang terdapat pada ekstrak kasar adalah 2738.466057 μg/ml ( tanpa pengenceran ).

Larutan ekstrak kasar enzim diuji aktivitasnya dengan casein assay untuk

mengetahui kadar tyrosin awal untuk yang terkandung dalam ekstrak kasar. Nilai

absorbansi yang diperoleh dari pengukuran spektroskopi pada uji aktivitas adalah

0,119 ( absorbansi pada pengenceran 3 kali ). Dengan memasukkan nilai absorbansi

ke dalam persamaan regresi kurva standar BSA diketahui berat tyrosin per ml yang

terdapat pada ekstrak kasar adalah 51.76363472 μg/ml ( tanpa pengenceran ).

B. Kandungan etanol 39%

Prosedur yang seharusnya kami lakukan pada praktikum untuk ekstraksi tahap

pertama adalah meneteskan sedikit demi sedikit etanol ke dalam 50 ml larutan

ekstrak kasar enzim yang telah direndam dalam penangas es (4oC) hingga mencapai

tingkat kejenuhan etanol 60% (v/v). Untuk membuat larutan dengan tingkat

kejenuhan etanol 60%, dibutuhkan penambahan etanol sebanyak 75 ml. Akan tetapi

ketika volume etanol yang ditambahkan mencapai 32 ml, larutan ekstrak tampak

keruh, sehingga kami memutuskan menghentikan penambahan etanol dan

melakukan sentrifugasi. Persentase etanol dalam larutan dapat dihitung

menggunakan rumus:

Persentase etanol (v/v) yang terdapat dalam larutan setelah penambahan 32 ml etanol

adalah:

Volume etanol

Volume etanol + volume ekstrakX 100%

3232 + 50 X 100% = 39%

Page 27: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Kekeruhan yang terjadi dalam larutan ekstrak terjadi karena makin sedikit

molekul pelarut yang berinteraksi dengan protein akibat penambahan etanol yang

menyebabkan kelarutan protein berkurang sehingga protein-protein akan berinteraksi

secara hidrofobik, berkumpul, dan mengendap. Pengendapan juga dibantu dengan

sentrifuge karena protein bersifat koloid di dalam larutan.

Dari hasil sentrifugasi, kami memperoleh pellet dan volume supernatant

sebanyak 57 ml. Proses pengendapan dilanjutkan dengan penambahan 20 ml etanol

ke dalam supernatant, kemudian larutan supernatant disimpan dalam kulkas pada

suhu 4oC selama semalam atau lebih. Penyimpanan dalam suhu dingin (4oC)

bertujuan untuk menjaga agar enzim berada dalam keadaan yang inaktif, aktivitas

enzim dapat ditekan selama masa penyimpanan, sehingga enzim masih dapat

memberikan nilai aktivitas pada uji aktivitas enzim yang dilakukan beberapa minggu

setelah proses ekstraksi. Selain itu, pendinginan juga dapat mempercepat proses

pengendapan. Pellet yang kami peroleh kemudian disimpan di dalam kulkas untuk

dilakukan uji aktivitas dan penentuan kadar protein. Untuk uji aktivitas dan kadar

protein, pellet dilarutkan dalam 50 ml buffer pH 8. Sisa larutan pellet setelah

dilakukan kedua uji tersebut kemudian disimpan di dalam kulkas pada suhu 4oC.

Karena persentase etanol yang terdapat dalam ekstrak kasar adalah 39%, maka

dapat kami asumsikan bahwa etanol yang terdapat dalam 57 ml supernatant adalah:

Penambahan 20 ml etanol pada supernatant akan merubah persentase

kandungan etanol dalam supernatant menjadi 57%. Persentase etanol pada

supernatant setelah penambahan 20 ml etanol dapat dihitung dengan rumus:

C. Kandungan etanol 57%

39100 X 57 = 28,243 ml

28,243 + 20 57 + 20 X 100% = 57%

Vol etanol awal + vol etanol yang ditambahkan

Vol supernatant + vol etanol yang ditambahkanX 100%

Page 28: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Supernatan dengan kandungan etanol 57% yang disimpan pada ekstraksi tahap

pertama, ketika dikeluarkan dari kulkas supernatan tampak keruh dan di bagian

bawah beaker glass tampak adanya endapan putih. Untuk memisahkan endapan yang

terbentuk maka kami melarutkan kembali endapan yang terbentuk dan melakukan

sentrifugasi pada 4000 rpm selama ± 20 menit. Volume supernatan yang kami

peroleh dari hasil sentrifugasi ini sebanyak 69 ml. Volume etanol yang terdapat

dalam supernatan adalah :

Persentase etanol kemudian dinaikkan menjadi 70% untuk proses

pengendapan lebih lanjut, volume etanol yang perlu ditambahkan sebanyak:

Supernatan kemudian disimpan pada 4oC selama semalam atau lebih. Ketika pellet

akan digunakan untuk uji aktivitas dan penentuan kadar protein, kami melarutkan

pellet dengan 50 ml buffer pH 8. Sisa larutan pellet setelah dilakukan uji disimpan di

dalam kulkas pada suhu 4oC.

D. Kandungan etanol 70%

Volume supernatan dengan persentase etanol 70% yang disimpan di dalam

kulkas adalah 99 ml. Larutan tersebut ketika dikeluarkan dari kulkas tampak keruh

dan terbentuk endapan berwarna kuning. Endapan kuning yang terbentuk tidak dapat

larut walaupun telah diaduk, sehingga kami memutuskan hanya mensentrifugasi

larutan keruh pada 4000 rpm selama ± 10 menit, sementara endapan kuning yang

tersisa kami larutkan dengan 1,4 ml buffer pH 8.

Setelah dilakukan sentrifugasi, kami memperoleh pellet berwarna putih dan 92

ml supernatan. Volume etanol yang terdapat dalam supernatan adalah :

57100 X 69 = 39,33 ml

39,33 + X 69 + X X 100% = 70

29,9 ml=X

70100 X 92 = 64,4 ml

Page 29: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Persentase etanol kemudian dinaikkan untuk proses pengendapan lebih lanjut,

volume etanol yang perlu ditambahkan untuk menaikkan persentase etanol dalam

larutan hingga 80% adalah:

Setelah ke dalam supernatan ditambahkan 46 ml etanol, larutan tersebut

kemudian disimpan pada suhu 4oC selama beberapa hari. Pellet putih yang terbentuk

juga kami larutkan dengan 1,4 ml buffer pH 8. Larutan pellet putih dan pellet kuning

tersebut kemudian kami uji aktivitas dan kadar proteinnya.

E. Kandungan etanol 80%

Supernatan dengan kandungan etanol 80% yang telah disimpan pada suhu 4oC

tampak keruh. Untuk memisahkan endapan yang terbentuk maka kami

mensentrifugasi supernatan pada kecepatan 4000 rpm selama ± 10 menit sehingga

diperoleh pellet dan 131 ml supernatan. Pellet kami larutkan dengan 8 ml buffer pH

8 untuk uji aktivitas dan penentuan kadar protein. Sisa larutan pellet kemudian

disimpan dalam kulkas pada suhu 4oC.

Di dalam 131 ml supernatan dengan persentase etanol 80% terdapatetanol

sebanyak:

Untuk proses ekstraksi tahap selanjutnya, diperlukan persentase etanol 90%

dalam supernatan. Untuk menaikkan persentase kandungan etanol hingga 90%

diperlukan penambahan etanol sebanyak:

64,4 + X 92 + X X 100% = 80

46 ml=X

80100 X 131 = 104,8 ml

131 ml =X

104,8 + X 131 + X X 100% = 90

Page 30: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Supernatan yang telah ditambahkan 131 ml etanol kemudian disimpan di dalam

kulkas pada suhu 4oC selama semalam atau lebih.

F. Kandungan etanol 90%

Supernatan dengan kandungan etanol 90% yang telah disimpan di dalam

kulkas pada praktikum sebelumnya tampak sedikit keruh. Untuk memisahkan

endapan yang terbentuk maka supernatan kami sentrifugasi pada 4000 rpm selama ±

10 menit. Dari hasil sentrifugasi kami memperoleh pellet dan 243 ml supernatan.

Untuk uji aktivitas dan penentuan kadar protein, pellet kami larutkan dalam 8 ml

buffer. Sisa larutan pellet setelah dilakukan kedua uji tersebut kemudian disimpan

dalam lemari pendingin pada suhu 4oC.

Pada praktikum ini ekstraksi terakhir dilakukan pada saat persentase etanol

dalam supernatan mencapai 90%. Untuk mengetahui apakah di dalam supernatan

masih terdapat protein atau tidak maka kami memutuskan untuk melakukan uji

aktivitas dan penentuan kadar protein pada supernatan. Absorbansi untuk penentuan

kadar protein nol. Hal ini menunjukkan di dalam supernatant sudah tidak ada lagi

protein yang larut dalam supernatant. Tetapi kami memperoleh nilai absorbansi

0.012 untuk uji aktivitas. Dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam Y pada

persamaan Y = 0,0075X – 0,0308 maka diketahui tyrosin yang terdapat dalam

supernatan adalah 5.706666667 μg/ml. Nilai absorbansi ini kami duga bukan berasal

dari aktivitas protese, karena tidak ada lagi protease yang terdapat dalam supernatant

sehingga seharusnya tidak ada aktivitas proteolitik yang terjadi saat dilakukan uji

aktivitas. Munculnya nilai absorbansi dapat terjadi akibat adanya sisa-sisa partikel

endapan setelah ditambahkan TCA yang lolos pada saat penyaringan. Adanya

partikel endapan dapat memberikan nilai absorbansi pada saat larutan diukur dalam

spektrofotometer.

Ketika kami membandingkan data yang kami peroleh melalui perhitungan

manual pada ekstrak 39%, 57%, 70% endapan putih, 70% endapan kuning, 80%, dan

90%, nilai aktivitas spesfik dan aktivitas total untuk ekstrak 70% endapan putih adalah

nol. Tidak adanya nilai aktivitas tersebut terjadi karena kami tidak melakukan uji

Page 31: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

aktivitas karena minimnya larutan pellet yang kami miliki saat itu. Kami melarutkan

pellet 70% hanya dengan 1,4 ml larutan buffer pH 8. Saat itu kami hanya mengasumsikan

larutan yang kami buat hanya untuk uji aktivitas dan penentuan kadar protein saja,

sedangkan untuk GFC hanya dibutuhkan sedikit sekali larutan, yaitu 300 μl saja. Untuk

uji penentuan kadar protein sebenarnya hanya dibutuhkan 100 μl larutan ekstrak ( untuk

blanko dan pengujian ). Tetapi kami kurang hati-hati saat mengambil sampel sehingga

ada sekit sampel yang tercecer, kami juga melakukan kesalahan pada saat mengeset

angka pada pipet mikro, sehingga sampel ekstrak yang kami gunakan untuk uji Bradford

adalah 0,5 ml untuk uji dan 0,5 ml untuk blanko. Ketika menyadari kesalahan tersebut

kami membuang larutan tersebut dan melakukan pengujian ulang Bradford dengan

takaran yang benar. Sisa sampel setelah uji Bradford sudah sangat sedikit sehingga tidak

mungkin dapat digunakan untuk uji aktivitas.

Aktivitas spesifik tertinggi terdapat pada larutan pellet pada ekstrak 39% etanol

diikuti dengan aktivitas spesifik pada ekstrak 80%. Berdasarkan data tersebut maka kami

memutuskan untuk melakukan dialysis dengan menggunakan lalutan pellet hasil ekstrak

39%, tetapi ketika kami mengeluarkan larutan pellet yang telah beberapa minggu

disimpan di dalam kulkas pada suhu 4oC tersebut tampak adanya endapan kristal putih.

Kami memisahkan Kristal yang terbentuk dari buffer pelarutnya dengan cara menuang

langsung larutan tersebut ke dalam beaker glass yang baru. Volume larutan yang didapat

setelah pemisahan dengan endapan adalah 45 ml.

Endapan Kristal yang tetap berada pada beaker pertama kemudian kami larutkan

dalam 5 ml buffer pH 8. Pada kedua larutan tersebut kemudian kami lakukan uji aktivitas

dan penentuan kadar protein. Dari kedua data tersebut dapat kami hitung aktivitas

spesifik kedua larutan. Aktivitas spesifik larutan pellet lebih besar dari pada aktivitas

spesifik supernatant.

Walaupun aktivitas spesifik larutan pellet 39% lebih besar dari pada aktivitas

spesifik supernatannya, kami memutuskan tidak menggunakan kedua larutan ini untuk

proses dialysis. Dialysis kami lakukan pada larutan pellet hasil ekstraksi 80%, yang

memiliki aktivitas spesifik terbesar kedua, dengan pertimbangan jumlah protein total

yang terdapat pada larutan pellet 39% hanya 1933 μg sementara jumlah protein total yang

terdapat dalam larutan pellet hasil ekstraksi 80% adalah 15000 μg. Ketika dilakukan GFC

dikhawatirkan tidak semua protein akan terelusi dengan sempurna. Beberapa protein akan

Page 32: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

terikat kuat dengan kolom sehingga apabila pada larutan dengan jumlah protein yang

sedikit dilakukan GFC maka kandungan protein yang terdapat dalam setiap fraksi hasil

GFC akan semakin sedikit. Rendahnya kandungan protein pada fraksi menyebabkan

aktivitasnya tidak terdeteksi dan memberikan nilai absorbansi yang kecil ketika dilakukan

uji penentuan kadar protein. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan galat yang signifikan

pada hasil percobaan.

Aktivitas spesifik merupakan aktivitas total dibagi protein total. Aktivitas spesifik

digunakan sebagai acuan untuk menentukan ekstrak yang akan didialisis. Semakin besar

nilai aktivitas enzim menunjukkan semakin besar aktivitas total enzim yang terdapat

dalam ekstrak dan semakin kecil jumlah protein yang terkandung dalam ekstrak. Jika

jumlah enzim sedikit tetapi aktivitasnya besar maka dapat disimpulkan sebagian besar

protein yang terdapat pada ekstrak tersebut merupakan protease sehingga memiliki

aktivitas proteolitik yang tinggi ketika diuji aktivitasnya.

Dialysis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan molekul

berdasarkan prinsip perbedaan gradient konsentrasi. Dialysis dilakukan dengan cara

memasukkan sampel yang akan dimurnikan ke dalam tabung dialysis yang telah diikat

salah satu ujungnya hingga terisi ± ¾ bagian tabung.

Preparasi tabung dialysis dilakukan dengan cara memasukkan tabung dialysis ke

dalam 200ml larutan pencuci yang mendidih. Larutan pencuci mengandung 10 mM

NaHCO3 dan 1mM EDTA pH 8. NaHCO3 dapat mengecilakan pori-pori tabung dialysis

sehingga dapat menahan molekul protein tetap berada di dalam tabung. EDTA berperan

untuk mengkelat kemungkinan adanya ion logam yang terdapat pada tabung dialysis.

Adanya ion logam tertentu dapat merusak enzim. Setelah ± 30 menit, tabung dikeluarkan

dan dibilas dengan aquades. Tabung dialysis dapat digunakan berulang-ulang setelah

dibilas dengan air suling dan disimpan pada 4oC dalam larutan 1mM EDTA.

Pada umumnya tabung dialysis terbuat dari selulosa atau selofan yang bersifat

semipermeabel. Ujung tabung yang lain kemudian diikat rapat dan tabung dimasukkan ke

dalam larutan buffer pH 8 0,1 M sebanyak 500 ml sambil diaduk perlahan dengan

pengaduk magnetic selama beberapa jam pada suhu 4oC. pengadukan selama beberapa

jam dimaksudkan untuk mempercepat homogenisasi kesetimbangan larutan yang ada di

dalam maupun di luar tabung selofan. Proses dialysis harus dilakukan menggunakan

buffer untuk menjaga kestabilan enzim dan dilakukan pada suhu yang dingin untuk

Page 33: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

menjaga agar aktivitas enzim dapat ditekan sampai seminimal mungkin. Namun suhu

yang digunakan tidak boleh terlalu dingin karena pada suhu yang terlalu rendah dapat

menaikkan viskositas larutan sehingga homogenisasi kesetimbangan larutan akan berjalan

lambat, dan pada suhu yang lebih rendah lagi dapat menyebabkan kristalisasi larutan

yang akan berdampak pada kerusakan enzim.

Gambar. Proses perpindahan molekul melalui membrane semipermeabel saat dialysis.

Ketika tabung dialysis yang telah berisi ekstrak protease dimasukkan ke dalam

larutan buffer, akan terjadi perpindahan molekul pada kedua larutan akibat gradient

konsentrasi yang berbeda dengan cara difusi melewati membrane semipermeabel.

Molekul yang dapat melewati membrane semipermeabel ini hanyalah molekul-molekul

yang berukuran kecil ( etanol, garam mineral, maupun pengotor lain yang mungkin

terdapat dalam larutan ekstrak ) dan air sedangkan molekul protein tidak dapat keluar

melewati membrane karena ukurannya yang terlalu besar.

Proses dialysis seharusnya dilakukan secara berulang kali untuk dapat

menghilangkan larutan pengekstrak dan pengotor yang mungkin terdapat dalam larutan

ekstrak secara maksimal. Tetapi kami hanya melakukan satu kali proses dialysis karena

kami menggunakan pengekstrak etanol. Etanol memiliki bentuk cair dan sangat larut

dalam air sehingga lebih mudah dikeluarkan dari larutan ekstrak jika dibandingkan

dengan garam ammonium sulfat yang memerlukan beberapa kali tahap dialysis.

Volum hasil dialysis yang kami peroleh adalah 7 ml. larutan dialysis ini

kemudian kami uji aktivitas dan penentuan kadar proteinnya untuk membandingkan

aktivitas spesifik dan protin total sebelum dan sesudah GFC.

Page 34: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Proses setelah dialisis adalah GFC. GFC ( Gel Filtration Chromatography )

merupakan teknik separasi berdasarkan ukuran molekul. Pada proses separasi ini molekul

yang berukuran kecil akan memasuki pori-pori dari gel, sedangkan molekul yang

berukuran lebih besar tidak dapat memasuki pori-pori gel karena perbedaan ukuran yang

cukup jauh antara pori dengan molekul. Akibatnya molekul yang berukuran besar akan

bergerak melalui celah-celah dari pori gel sehingga jarak tempuh molekul yang berukuran

besar lebih pendek dari pada jarak tempuh yang harus dilalui molekul dengan ukuran

kecil karena setiap pori umumnya membentuk labirin yang cukup panjang. Teknik ini

sering digunakan untuk menentukan berat molekul (BM). Pada GFC molekul besar akan

lebih terelusi keluar dari pada molekul yang kecil.

Pemilihan matriks untuk proses kromatografi filtrasi gel didasarkan atas range

berat molekul dari protein yang akan dipisahkan. Volume kolom/gel dari matriks

konvensional yang digunakan untuk pemurnian enzim sebaiknya berkisar 30-100 kali

volume sampel yang akan diload. Jika kemasan awal dari matrik yang akan digunakan

berupa serbuk kering maka perlu dilakukan proses pengembangan / hidrasi dulu sebelum

digunakan. Matriks yang akan digunakan disuspensikan terlebih dahulu dalam solvent

dan dikondisikan pada suhu yang akan digunakan untuk proses kromatografi.

Pengkondisisan suhu sangat penting untuk proses fraksinasi, terutama pada fraksinasi

protein karena struktur protein yang kurang stabil. Rentang suhu tertentu dapat

menyebabkan protein terdenaturasi atau terenaturasi. Perbedaan suhu antara kolom

dengan sampel juga dapat memicu terbentuknya gelembung udara yang akan

mengganggu jalannya GFC. Kebanyakan protein stabil pada suhu kamar dan suhu

rendah. Pada saat mensuspensikan serbuk sebaiknya tidak menggunakan megnetic bar

karena dapat merusak struktur asli matrik. Gel yang telah jadi harus tetap terisi buffer

atau eluen walaupun pada saat tidak digunakan karena gel yang kering akan mudah rusak

( retak ) dan mempengaruhi pemisahan dan laju alir.

Matriks atau fasa diam yang digunakan dalam GFC biasanya berupa polimer

( dextran, agarosa, atau poliakrilamid ). GFC yang kami gunakan menggunakan matriks

sephadex. Sephadex adalah merek dagang dari cross-linked dextran gel.

Matriks dibuat dengan cara mendidihkan 0,5 gram serbuk sephadex G-100 dalam

15 ml buffer pH 8 hingga membentuk bubur. Bubur sephadex kemudian disimpan selama

± 24 jam untuk proses hidrasi ( pengembangan gel ). Setelah gel mengalami hidrasi, gel

Page 35: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

0,8 ml per 10 menit

dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Ekuilibrasi atau pembilasan kolom dilakukan

dengan buffer yang sama hingga gel ter-packing dengan baik. Gel yang ter-packing

dengan baik adalah gel yang terbentuk dengan homogen, bebas gelembung udara, dan

ketinggian permukaan gel konstan dan rata. Adanya gelembung udara dapat mempercepat

laju molekul yang berukuran kecil. Keberadaan udara akan memperkecil jarak tempuh

molekul yang berukuran kecil. Permukaan gel yang tidak rata akan menghasilkan

fraksinasi/pemisahan yang juga tidak rata sehingga akan menyulitkan proses

penampungan. Setelah ketinggian buffer tinggal 1-2 mm di atas permukaan gel

dimasukkan sampel.

Ketinggian buffer diusahakan seminimal mungkin saat sampel akan dimasukkan

karena apabila buffer terlalu tinggi maka akan terdapat rentang waktu tertentu agar semua

sampel dapat kontak pada permukaan gel. Sampel yang kontak dengan permukaan gel

lebih dini akan lebih dulu terfraksinasi, dan sampel yang kontak dengan permukaan gel

setelah beberapa waktu, fraksinya akan mencemari fraksi-fraksi lain dari sampel awal.

Laju alir saat pada proses GFC harus diset tidak boleh terlalu cepat. Apabila laju

alirnya terlalu cepat menyebabkan protein tidak terpisah dengan sempurna, atau dapat

pula terjadi jarak antara fraksi yang satu dengan fraksi yang lain terlalu dekat sehingga

menyulitkan proses penampungan. Laju alir dapat dihitung dengan cara:

Diameter kolom adalah 1,1 cm dan laju alir linier = 5 maka laju alirnya:

=

=

Konsentrasi dari elektolit dalam solvent yang digunakan tidak boleh melebihi 0,2

M untuk meminimalisasi terjadinya ikatan antara matriks dengan protein akibat dari gaya

elektostatis dan gaya tarik van der walls.

Luas penampang X Laju alir linier

6

r2 X Laju alir linier

6

22/7 . 0,552 X 5

6

Page 36: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Untuk fraksinasi menggunakan GFC dibutuhkan 300 μl ekstrak yang telah

didialisis. Ekstrak dimasukkan melalui dinding kolom agar tidak mengubah permukaan

gel. Dinding kolom kemudian dibilas dengan buffer/eluen untuk membilas sisa sampel.

Eluen yang digunakan untuk mengelusi sampel memiliki komposisi:

Eluent

Komposisi

Lar. Nacl 0,1 M Lar. NaCl 1,0M

1 0 5

2 1 4

3 2 3

4 3 2

5 4 1

6 5 0

Masing- masing eluen dengan komposisi diatas dibuat sebanyak 5 ml. Setiap eluen

dimasukkan secara bertahap dan setiap fraksi berisi ± 1ml eluen yang keluar dari kolom.

Tujuan pemberian eluen dengan komposisi yang berbeda adalah untuk memberikan

beberapa rentang gradien konsentrasi karena beberapa protein hanya dapat terelusi/ dapat

larut dalam gradien konsentrasi eluen tertentu, sehingga jika eluen yang digunakan hanya

memiliki satu konsentrasi saja maka besar kemungkinan terdapat protein – protein lain

yang masih berada di dalam kolom karena tidak dapat larut dalam eluen yang digunakan.

Total fraksi yang kami peroleh dari GFC adalah 30 fraksi. Setiap fraksi kemudian diukur

absorbansinya pada 280 nm. Panjang gelombang 280 nm digunakan untuk mendeteksi

protein.

Data absorbansi 280 nm dapat digunakan untuk menentukan protein per ml

ekstrak ( μg ) pada setiap fraksi dengan bantuan kurva standar dialisis. Standar dialisis

Page 37: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

dibuat dengan mengukur absorbansi larutan dialisis pada 280 nm. Karena pada larutan

dialisis tersebut telah diukur kadar proteinnya dengan metode Bradford pada 275 nm,

maka dapat kami asumsikan jumlah protein per ml ekstrak yang terdapat dalam larutan

dialisis adalah sama yaitu 1533,333333 μg/ml. Larutan dialisis tersebut kemudian

diencerkan lagi beberapa kali dan diukur absorbansinya pada 280 nm, jumlah protein per

ml ekstraknya ditentukan dengan membagi protein per ml ekstrak larutan dialisis tanpa

pengenceran dengan jumlah pengenceran yang dilakukan. Data pengenceran larutan

dialisis yang kami lakukan:

Gambar. Kurva standar dialisis

Kurva standar dialisis di atas memiliki slope = 0,002996226 dan intercept =

0,08351413731929750000. Dengan mengurangkan absorbansi dengan intercept dan

membagi hasilnya dengan slope maka akan diperoleh data protein per ml ekstrak. Apabila

Pengenceran AbsorbansiProtein per ml

ekstrak (µg)

1 1,06 1533,333333

10 0,542 153,3333333

15 0,391 102,2222222

17 0,344 90,19607843

20 0,334 76,66666667

25 0,256 61,33333333

Page 38: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

dilakukan pengenceran saat absorbansi maka data tersebut dikalikan dengan jumlah

pengenceran.

Dari ketiga puluh fraksi yang kami peroleh hanya fraksi ke-6 hingga fraksi ke-13

dan fraksi ke-28 saja yang menghasilkan absorbansi yang cukup tinggi pada 280 nm.

Fraksi-fraksi tersebut kemudian diuji aktivitasnya, namun pada fraksi 9, 12, 13, dan 28

tidak terdapat aktivitas protein, sehingga dapat disimpulkan protein yang terdapat pada

fraksi – fraksi tersebut bukanlah enzim. Ekstrak protease terdapat pada fraksi ke-6 karena

aktivitas spesifik tertinggi terdapat pada fraksi tersebut. Jumlah protein total semua fraksi

448,9564. Jika dibandingkan dengan jumlah protein total larutan dialysis, yaitu

10733,333333 maka dapat dikatakan banyak protein yang hilang saat dilakukan GFC.

Hilangnya protein tersebut mengkin karena adanya ikatan van der walls ataupun ikatan

elektrostatik yang kuat antara matriks dengan protein sehingga protein tidak dapat larut

dalam eluen.

Gambar. Kurva aktivitas spesifik setiap fraksi yang diperoleh dari GFC

IX. Kesimpulan

Prinsip purifikasi protein dengan etanol adalah salting out. Salting out adalah

suatu metode pemisahan protein dari senyawa yang lain berdasarkan prinsip

bahwa protein kurang larut pada air pada kondisi kadar garam tinggi. Protein

Page 39: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

menjadi kurang larut karena garam yang ditambahkan menarik air yang

mengelilingi molekul protein, sehingga molekul protein menjadi bergerombol

dan mengendap. Pada penambahan etanol, prinsip yang terjadi juga sama, yaitu

etanol menarik air yang mengelilingi molekul protein sehingga protein menjadi

bergerombol dan mengendap.

Dialysis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan molekul

berdasarkan prinsip perbedaan gradient konsentrasi dengan cara berdifusi melalui

membrane semipermeabel.

GPC merupakan teknik separasi berdasarkan ukuran molekul. Pada proses

separasi ini molekul yang besar tidak dapat memasuki pori-pori dari gel

sehingga molekul yang besar keluar lebih cepat dari pada molekul yang kecil,

karena molekul-molekul kecil dapat masuk ke pori-pori gel sehingga menempuh

jarak yang lebih jauh dari pada molekul besar.

Aktivitas spesifik digunakan sebagai acuan untuk menentukan ekstrak yang akan

didialisis. Semakin besar nilai aktivitas enzim menunjukkan semakin besar aktivitas

total enzim yang terdapat dalam ekstrak dan semakin kecil jumlah protein yang

terkandung dalam ekstrak. Jika jumlah enzim sedikit tetapi aktivitasnya besar maka

dapat disimpulkan sebagian besar protein yang terdapat pada ekstrak tersebut

merupakan protease sehingga memiliki aktivitas proteolitik yang tinggi ketika diuji

aktivitasnya.

Protease terdapat pada fraksi ke-6 GFC.

Page 40: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Kadar

(µg/ml)Absorbansi1000,

07642000,12213000,17

794000,24755000,30826

000,36957000,4039800

0,4653

Kadar

(µg/ml)Absorbansi18,11

0,122136,220,234954,3

30,345272,440,523490,

550,6546108,660,76961

26,770,9403144,881,03

96162,991,2144181,11,

3103

Lampiran

Kurva standar BSA – metode bradford

Kurva standar tyrosin – 275 nm

Page 41: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Laporan Praktikum Purifikasi

Bioproduk

Disusun oleh :

Yulia Mega Sari T (7061007)

Sugiantoro (7061816)

Page 42: PEMBAHASAN Biopur Repaired)

Fakultas Teknobiologi

Universitas Surabaya

2009

Daftar pustaka

www.encorbio.com protocols AM-SO4.htm

http://www.answers.com/topic/dialysis

http://en.wikipedia.org/wiki/Cellophane

http://www.bio.mtu.edu/campbell/bl482/lectures/lec5/482w51.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Bradford_protein_assay

http://en.wikipedia.org/wiki/Casein_assay

http://en.wikipedia.org/wiki/Enzym

http://en.wikipedia.org/wiki/Gel permeation chromatography/sephadex

http://en.wikipedia.org/wiki/Gel_permeation_chromatography

http://en.wikipedia.org/wiki/Protease

http://en.wikipedia.org/wiki/Sephadex

http://www.sigmaaldrich.com/life-science/proteomics/protein-

chromatography.html

http://web.mit.edu/course/3/3.082/www/team1s/background/GPC.html

http://www.enzymeessentials.com/HTML/protease.html