pemanfaatan data satelit oseanografi untuk prediksi …

13
Teja Arief Wibawa 1) 1) Peneliti pada Balai Penelitian Observasi Laut, Balitbang Kelautan dan Perikanan - KKP Diterima tanggal: 10 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 21 April 2011; Disetujui terbit tanggal 10 Mei 2011 ABSTRAK Informasi penting yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan adalah teridentifikasinya lokasi habitat penting bagi suatu jenis ikan sepanjang siklus hidupnya. Tuna mata besar adalah salah satu jenis ikan pelagis besar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di perairan Indonesia. Faktor-faktor oseanografi memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan distribusi tuna mata besar tersebut. Ketersediaan data satelit oseanografi secara near real-time dan terus menerus memantau kondisi beberapa parameter oseanografi, dapat dimanfaatkan sebagai suatu pendekatan untuk mengidentifikasi lokasi habitat tuna mata besar tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi sebaran daerah potensial penangkapan tuna mata besar di Samudra Hindia Selatan Jawa-Bali pada musim timur. Data penangkapan tuna mata besar selama periode empat tahun (2004-2007) selama musim timur, diperoleh dari perusahaan penangkapan tuna yang berbasis di Benoa, Bali. Parameter oseanografi yang digunakan meliputi sea surface chlorophyll-a concentration (SSC), sea surface temperature (SST), sea surface height anomaly (SSHA), dan eddy kinetic energy (EKE). Ekstraksi nilai SSC, SST,SSHA dan EKE dilakukan pada setiap koordinat penangkapan tuna mata besar. Analisis data dilakukan dengan menggunakan generalized additive model (GAM). Persamaan yang diperoleh dari analisis GAM tersebut digunakan untuk memprediksi sebaran daerah potensial penangkapan tuna mata besar. Hasil analisis GAM menunjukkan bentuk persamaan GAM dengan kombinasi SSC, SST, SSHA dan EKE secara statistik memiliki tingkat akurasi tertinggi dalam menjelaskan variasi hookrate tuna mata besar. Prediksi sebaran daerah potensial penangkapan tuna mata besar pada Juni, Juli Agustus, September dan November, menunjukkan adanya kesesuaian dengan daerah penangkapan tuna mata sebenarnya. Kata Kunci: tuna mata besar, satelit oseanografi, GAM ABSTRACT Responsible and sustainable fisheries management require essential information of identified important habitat of each fish species on whole their life cycles. Bigeye tuna is one of the large pelagic fish which has a high economic value in Indonesian waters. Oceanographic factors have an important role in determining the distribution of bigeye tuna habitat. The availability of oceanographic satellite data in near real-time and continuously observe condition of some oceanographic parameters, can be used as an approach to identify bigeye tuna habitat. The aim of the research was to predict the distribution of bigeye tuna potential fishing ground in southern Indian Ocean off Java-Bali during southeast monsoon period. Bigeye tuna catchment data encompassed during southeast monsoon period of 2004-2007 were derived from longliners based on Benoa Harbour, Bali. Oceanographic variables were sea surface chlorophyll-a concentration (SSC), sea surface temperature (SST), sea surface height anomaly (SSHA) and eddy kinetic energy (EKE). Extraction of each SSC, SST, SSHA and EKE value on each bigeye tuna fishing ground were performed. Data analysis was performed using generalized additive model (GAM). The selected GAM equation was used to predict the distribution of bigeye tuna potential fishing ground. GAM analysis revealed that GAM which constructed from the combination of SSC, SST, SSHA and EKE, statistically has the highest accuracy in explaining hook rate of bigeye tuna variation. Monthly prediction of bigeye tuna’s potential fishing ground on June, July, August, September and November, indicated it’s suitability with the real bigeye tuna fishing ground. Keywords: bigeye tuna, oceanographic satellite, GAM Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial Penangkapan Tuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.) PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI SAMUDRA HINDIA SELATAN JAWA-BALI 29 Korespondensi Penulis: Jl. Baru Perancak,Negara-Jembrana,Bali 82251. Email: [email protected]

Upload: others

Post on 15-Feb-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Teja Arief Wibawa1)

1) Peneliti pada Balai Penelitian Observasi Laut, Balitbang Kelautan dan Perikanan - KKP

Diterima tanggal: 10 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 21 April 2011; Disetujui terbit tanggal 10 Mei 2011

ABSTRAK

Informasi penting yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggungjawabdan berkelanjutan adalah teridentifikasinya lokasi habitat penting bagi suatu jenis ikan sepanjangsiklus hidupnya. Tuna mata besar adalah salah satu jenis ikan pelagis besar yang memiliki nilaiekonomis tinggi di perairan Indonesia. Faktor-faktor oseanografi memiliki peranan yang sangat pentingdalam menentukan distribusi tuna mata besar tersebut. Ketersediaan data satelit oseanografi secaranear real-time dan terus menerus memantau kondisi beberapa parameter oseanografi, dapatdimanfaatkan sebagai suatu pendekatan untuk mengidentifikasi lokasi habitat tuna mata besar tersebut.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi sebaran daerah potensial penangkapan tuna matabesar di Samudra Hindia Selatan Jawa-Bali pada musim timur. Data penangkapan tuna mata besarselama periode empat tahun (2004-2007) selama musim timur, diperoleh dari perusahaan penangkapantuna yang berbasis di Benoa, Bali. Parameter oseanografi yang digunakan meliputi sea surfacechlorophyll-a concentration (SSC), sea surface temperature (SST), sea surface height anomaly (SSHA),dan eddy kinetic energy (EKE). Ekstraksi nilai SSC, SST,SSHA dan EKE dilakukan pada setiap koordinatpenangkapan tuna mata besar. Analisis data dilakukan dengan menggunakan generalized additivemodel (GAM). Persamaan yang diperoleh dari analisis GAM tersebut digunakan untuk memprediksisebaran daerah potensial penangkapan tuna mata besar. Hasil analisis GAM menunjukkan bentukpersamaan GAM dengan kombinasi SSC, SST, SSHA dan EKE secara statistik memiliki tingkatakurasi tertinggi dalam menjelaskan variasi hookrate tuna mata besar. Prediksi sebaran daerah potensialpenangkapan tuna mata besar pada Juni, Juli Agustus, September dan November, menunjukkan adanyakesesuaian dengan daerah penangkapan tuna mata sebenarnya.

Kata Kunci: tuna mata besar, satelit oseanografi, GAM

ABSTRACT

Responsible and sustainable fisheries management require essential information of identifiedimportant habitat of each fish species on whole their life cycles. Bigeye tuna is one of the large pelagicfish which has a high economic value in Indonesian waters. Oceanographic factors have an importantrole in determining the distribution of bigeye tuna habitat. The availability of oceanographic satellitedata in near real-time and continuously observe condition of some oceanographic parameters, can beused as an approach to identify bigeye tuna habitat. The aim of the research was to predict thedistribution of bigeye tuna potential fishing ground in southern Indian Ocean off Java-Bali duringsoutheast monsoon period. Bigeye tuna catchment data encompassed during southeast monsoonperiod of 2004-2007 were derived from longliners based on Benoa Harbour, Bali. Oceanographic variableswere sea surface chlorophyll-a concentration (SSC), sea surface temperature (SST), sea surfaceheight anomaly (SSHA) and eddy kinetic energy (EKE). Extraction of each SSC, SST, SSHA and EKEvalue on each bigeye tuna fishing ground were performed. Data analysis was performed using generalizedadditive model (GAM). The selected GAM equation was used to predict the distribution of bigeye tunapotential fishing ground. GAM analysis revealed that GAM which constructed from the combination ofSSC, SST, SSHA and EKE, statistically has the highest accuracy in explaining hook rate of bigeyetuna variation. Monthly prediction of bigeye tuna’s potential fishing ground on June, July, August,September and November, indicated it’s suitability with the real bigeye tuna fishing ground.

Keywords: bigeye tuna, oceanographic satellite, GAM

Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial PenangkapanTuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.)

PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI DAERAHPOTENSIAL PENANGKAPAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI SAMUDRA

HINDIA SELATAN JAWA-BALI

29

Korespondensi Penulis:Jl. Baru Perancak,Negara-Jembrana,Bali 82251. Email: [email protected]

Page 2: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

30

PENDAHULUAN

Perairan Indonesia memiliki sumber daya perikananpelagis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi.Hampir sebagian besar jenis ikan pelagis besar yangditemukan di Perairan Indonesia memiliki nilai ekonomistinggi dengan tingkat penangkapan pada beberapawilayah sudah mendekati overfishing. Pengelolaansumber daya perikanan pelagis yang berkelanjutanmemerlukan informasi secara spasial dan temporaltentang kelimpahan suatu jenis ikan pelagis sepanjangsiklus hidupnya. Informasi tersebut diperlukan untukmengurangi tekanan antropogenik terhadap habitat-habitat ikan pelagis (Valavanis et al., 2008; Robinson,2010). Umumnya jenis ikan pelagis besar seperti tuna,memiliki fish behaviour yang berbeda antara setiap jenistuna (Brill, 1994; Brock et al., 1997; Merta et al., 2004;Lehodey et al., 2008). Perbedaan tersebut menyebabkanpengelolaan sumber daya perikanan pelagis sebaiknyadidasari pada pola kelimpahan setiap jenis ikan pelagispada suatu skala ruang dan waktu.

Ikan tuna mata besar merupakan salah satu sumberdaya perikanan pelagis besar yang bernilai ekonomistinggi di Perairan Indonesia. Hanya beberapa wilayah lautdalam Perairan Indonesia yang merupakan habitat tunamata besar, diantaranya adalah Samudra Hindia sebelahSelatan Jawa dan sebelah Barat Sumatra (Ukolseja,1996; Davis & Farley 2001; Merta et al., 2004; Hendiartiet al., 2005). Diduga telah terjadi overfishing penangkapantuna pada kedua wilayah tersebut, yang ditandai dengansemakin turunnya laju tangkapan tuna dari tahun ketahun.

Selain mempunyai keanekaragaman sumber dayaikan pelagis yang tinggi, Perairan Indonesia jugamempunyai karakteristik oseanografi yang unik dandinamis (Susanto et al., 2001; Hendiarti et al., 2004;Susanto et al., 2006). Kondisi oseanografi di PerairanIndonesia terutama dipengaruhi oleh fenomena Asia-Australian Monsoon (Tomczack & Godfrey, 2001;Hendiarti et al., 2004; Qu et al., 2005; Longhurst, 2007),Arus Lintas Indonesia (Sprintall et al., 2003; Wijffels etal., 2008) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO)(Susanto et al., 2001; Hendiarti et al., 2004). Akibatnyakondisi oseanografi setiap wilayah laut dalam PerairanIndonesia cenderung bervariasi dalam skala ruang danwaktu. Dampaknya terhadap pengelolaan sumber dayaikan pelagis berbasis pendekatan ekologis adalahdiperlukannya informasi yang akurat tentang kondisioseanografi optimum bagi habitat satu jenis sumber dayaikan pelagis pada setiap wilayah laut dalam PerairanIndonesia.

Prediksi sebaran habitat tuna secara spasial dantemporal telah dikembangkan dengan memanfaatkandata satelit oseangrafi dan pemodelan statistika nonlinear, diantaranya untuk ikan tuna albakora (Zainuddinet al., 2008), ikan tuna sirip kuning (Zaglalia et al., 2004)dan ikan cakalang (Mugo et al., 2010). Satelit oseanografiyang mampu menyediakan data near real time dan terusmenerus dari beberapa parameter oseanografi, dapatdigunakan untuk mengetahui dinamika sebaranparameter-parameter oseanografi secara temporalmaupun spasial. Salah satu parameter oseanografitersebut adalah konsentrasi klorofil-a permukaan laut(SSC). Data SSC yang diperoleh dari sensor-sensorOcean Color, telah mendapat apresiasi dari para ahlioseanografi, setelah salah satu sensornya yaituSeaWiFS (Sea-viewing Wide-Field of view Sensor) mampumenghasilkan data SSC global selama sepuluh tahunberturut-turut (McClain, 2009). Sedangkan parameteroseanografi lainnya yang dapat diperoleh dari satelitoseanografi adalah Sea Surface Height Anomaly (SSHA).Tidak seperti sensor-sensor Ocean Color, pengukuranSSHA dengan menggunakan satelit altimetri merupakansuatu terobosan baru dalam teknologi satelit oseanografi,karena kemampuannya melakukan observasi tanpaterpengaruh oleh kondisi awan (Fu & Cazenave, 2001;Robinson, 2004). Observasi dengan menggunakan datasatelit oseanografi di perairan Indonesia telah terbuktidapat mengidentifikasi fenomena-fenomena oseanografiyang terjadi di Perairan Indonesia (Susanto et al., 2001;Hendiarti et al., 2004; Susanto & Marra, 2005; Susantoet al., 2006; Sartimbul et al., 2010).

Pemodelan statistika non-linear banyak digunakandalam analisis-analisis data ekologi, karenakemampuannya mengakomodasi data ekologi yangcenderung tidak memenuhi syarat-syarat untukmelakukan pemodelan statistika secara linear (Zuur etal., 2009). Generalized additive model (GAM) merupakansalah satu pemodelan statistika non-linear yang banyakdigunakan dalam analisis data-data bidang perikanan(Valavanis et al., 2008). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk memprediksi sebaran daerah potensialpenangkapan tuna mata besar di Samudra Hindia selatanJawa-Bali pada musim timur dari data-data satelitoseanografi.

METODE PENELITIAN

Wilayah penelitian adalah Samudra Hindia SelatanJawa-Bali dengan batasan koordinat 100° - 120° BT dan5° - 20° LS. Data harian tuna mata besar periode musimtimur selama empat tahun (2004 – 2007) diperoleh darilogbook perusahaan penangkapan tuna yang berbasisdi Pelabuhan Benoa, Bali. Data tersebut meliputikoordinat penangkapan tuna mata besar, jumlah individual

Page 3: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

tuna yang tertangkap, jumlah mata pancing yangdigunakan dan waktu penangkapan tuna. Data tersebutdiolah menjadi informasi tentang laju tangkapan tunapada setiap koordinat daerah penangkapan tuna (hookrate). Data harian konsentrasi klorofil-a permukaan laut(SSC) dan suhu permukaan laut (SST) harian denganperiode yang sama dengan periode data tangkapan tunamata diperoleh dari sensor MODIS Aqua dengan resolusispasial 4 km. Data komposit 7 harian sea surface heightanomaly (SSHA) diperoleh dari satelit altimetri denganresolusi spasial 0.33°. Sedangkan variabel eddy kineticenergy (EKE) diperoleh dari perhitungan east componentof eddy velocity field (u) dan north component of eddyvelocity field (v) dari satelit altimetri dengan persamaan:

222/1 vuEKE

(Fu & Cazenave, 2001; Robinson, 2004).

Untuk menyamakan resolusi spasial dantemporal dari seluruh dataset, data tangkapan ikan tunamata besar, SSC dan SST diolah menjadi data komposit7 harian dengan resolusi spasial 0,33°. Komposit 7 hariantersebut berdasarkan pada periode komposit 7 hariandata satelit altimetri. Untuk lebih detilnya, pembagiankomposit 7 harian tersebut ditampilkan dalam Tabel 1.Setiap data komposit 7 harian tuna mata besar dioverlaydengan data SSC, SST, SSHA dan EKE, untukmendapatkan nilai keempat variabel tersebut pada setiaplokasi penangkapan tuna mata besar.

Untuk kepentingan pembentukan model, dataset yangada dibagi menjadi dua bagian, yaitu training data danevaluation data. Training data digunakan untukpembentukan model, sedangkan evaluation datadigunakan untuk memvalidasi hasil prediksi daripemodelan tersebut (Himmerman & Guissan, 2000).Sebelum dilakukan pemodelan GAM, terlebih dahuludilakukan eksplorasi dataset sesuai dengan proseduryang mengacu pada Zuur et al., (2009) dan Zuur et al.,(2010). Generalized additive model (GAM) merupakansalah satu alternatif model statistika apabila tidakditemukannya hubungan linear antara dua variabel (Zuuret al., 2007; Zuur et al., 2009). Metode ini bersifatnonlinear dan dapat digunakan untuk mengurangikelemahan penggunaan asumsi distribusi normal dalamanalisis data ekologi. Secara umum GAM menggunakansmoothing curve untuk memodelkan hubungan antaravariabel respon dengan variabel penjelasnya (Zuur et al.,2007). Bentuk dasar persamaan dasar dari GAM adalah:

iii XfY )(

dimana )( iXf merupakan smoothing curve (Zuur et al.,2007). Pemodelan GAM dilakukan dengan menggunakanmgcv package (Wood, 2006) yang terdapat dalamprogram R (R Core Development Project, 2008).Pemodelan GAM dilakukan dengan menggunakandistribusi gaussian dan fungsi identity link. Sebagaivariabel respon adalah laju pancing tuna mata besar (HR),sedangkan sebagai variabel-variabel penjelasnya adalahSSC, SST, SSHA dan EKE. Pembentukan model GAMdimulai dengan setiap satu variabel penjelas, yangdilanjutkan dengan kombinasi dua, tiga dan empatvariabel-variabel penjelas. Pemilihan model GAM yangakan digunakan untuk memprediksi sebaran habitat tunamata besar didasarkan pada nilai Akaike’s InformationCriteria (AIC) setiap model GAM yang terbentuk, nilaideviance setiap model GAM yang terbentuk, dan tingkatsignifikansi variabel-variabel penjelas yang digunakandalam pembentukan setiap model GAM (Zuur et al.,2007; Zuur et al., 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika sebaran daerah penangkapan tuna matabesar periode musim timur 2004-2007

Data tangkapan tuna termasuk dengan koordinatpenangkapannya relatif sulit ditemukan dalam duniaperikanan di Indonesia. Umumnya, data yang tersediaadalah data jumlah ikan tuna yang didaratkan di suatupelabuhan tanpa diketahui dimana ikan-ikan tersebutditangkap. Selain itu, karena adanya kompetisi diantarakapal-kapal penangkap tuna, umumnya data lokasipenangkapan tuna menjadi satu hal yang bersifat rahasia.Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian inimenggunakan data harian logbook penangkapan tunamata besar dari perusahaan penangkapan tuna yangberbasis di Pelabuhan Benoa, Bali. Meskipun terdapatbias dalam data tersebut, namun setidaknya datatangkapan tuna mata besar yang digunakan dalampenelitian ini dapat memberikan gambaran awal tentanglokasi-lokasi penangkapan tuna mata besar di SamudraHindia Selatan Jawa-Bali. Sebaran daerah penangkapantuna mata besar di wilayah tersebut cenderung beradapada daerah yang sama setiap bulannya. Secara umumdaerah penangkapan tuna mata besar di Samudra HindiaSelatan Jawa-Bali berada pada koordinat 110° - 115° BTdan 12° - 16° LS (Gambar 1). Kondisi tersebut salahsatunya disebabkan belum digunakannya alat-alat bantupemantau dinamika oseanografi oleh kapal-kapal longlinedalam menentukan lokasi penangkapan tuna di perairantersebut. Akibatnya, kapal-kapal longline tersebut hanyamengandalkan data-data penangkapan tuna pada trip-trip sebelumnya.

Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial PenangkapanTuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.)

31

Page 4: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Berdasarkan atas data penangkapan tuna mata besartahun 1978 -1990, Ukolseja (1995), menyebutkan puncakmusim penangkapan tuna mata besar di Samudra HindiaSelatan Jawa-Bali terjadi pada November. Namunberdasarkan pada analisis data tangkapan tuna besarperiode 2004 – 2007, puncak penangkapan tuna matabesar terjadi pada Juli. Pergeseran puncak penangkapantuna mata besar tersebut diduga terkait erat denganperubahan iklim. Satu dekade terakhir, intensitas badaisiklon tropis yang merupakan salah satu dampakperubahan iklim di perairan tersebut semakin meningkat.Umumnya badai siklon tropis mulai muncul pada akhirperiode musim timur. Badai tersebut berdampak padatingginya gelombang di perairan tersebut, sehinggamenyebabkan berkurangnya trip-trip penangkapan tunapada periode tersebut.

Fenomena upwelling di Samudra Hindia Selatan Jawa-Bali yang terjadi pada musim timur (Susanto et al., 2001;Susanto et al., 2005; Hendiarti et al., 2005), diduga tidakberpengaruh pada sebaran daerah penangkapan tunamata besar. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 2,daerah penangkapan tuna mata besar berada diluar daerahupwelling. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Hendiartiet al.(2005), ketika melakukan analisis data tangkapantuna yang didaratkan di Pelabuhan Cilacap dengan datakonsentrasi klorofil-a permukaan, sebagai salah satuindikator terjadinya upwelling.

Dinamika SSC, SST, SSHA dan EKE Samudra HindiaSelatan Jawa-Bali pada periode musim timur 2004-2007

Rata-rata tujuh harian variabel SSC, SST, SSHA, danEKE ditampilkan pada Gambar 3, 4, 5, dan 6. Rata-rataSSC tertinggi ditemukan pada minggu ke 17 (2004), 19(2005), 30 (2006) dan 22 (2007). Nilai SSC tertinggitersebut terjadi pada periode Agustus – September setiaptahunnya, kecuali pada 2006 yang terjadi padaNovember. Pada periode normal, intesitas upwelling diwilayah ini terjadi pada periode Juni – September. Prosesupwelling yang dipicu oleh transpor Ekman di sepanjangpantai selatan Jawa-Bali, mengangkat massa kolom airdi bawah lapisan permukaan yang kaya nutrien dan suhuyang lebih dingin ke lapisan permukaan laut (Hendiartiet al., 2004). Akibatnya produktivitas primer di wilayahupwelling cenderung meningkat ketika terjadi periodeupwelling. Proses upwelling juga mengakibatkanpenurunan SST (Hendiarti et al. 2004; Qu et al., 2005)dan penurunan SSHA (Susanto et al., 2001). Sepertiterlihat pada Gambar 3, kenaikan SSC diikuti denganpenurunan SST dan SSHA.

Pola upwelling yang berbeda pada periode musimtimur 2006, diduga kuat terkait dengan El Nino Southern

Oscillation (ENSO). Pola dan distribusi SSC pada periodemusim timur 2006 hampir sama dengan periode musimtimur 1997/1998. Gambar 3 menunjukkan pada periodemusim timur 2006, puncak upwelling terjadi padaNovember dan menyebar ke arah barat. SouthernOscillation Index (SOI) tahun 2006 dari NOAA NationalCenter for Environmental Prediction (NCEP)menunjukkan adanya fenomena El Nino pada periodetersebut. Ketika terjadi El Nino, massa air arus lintasIndonesia (ARLINDO) dari sebelah barat Samudra Pasifikmenuju Samudra Hindia berintensitas rendah dengansuhu massa air yang relatif dingin. Akibatnya, massa airARLINDO tersebut mempunyai pengaruh minimumterhadap proses upwelling (Hendiarti et al., 2004). Kondisitersebut menyebabkan pergerakan angin monson dariBenua Australia menuju Benua Asia akan mempunyaipengaruh maksimal terhadap intensitas upwelling baikpada skala ruang maupun waktu (Susanto et al., 2001;Hendiarti et al., 2004; Susanto et al., 2006).

Prediksi daerah potensial penangkapan tuna matabesar pada musim timur

Eksplorasi seluruh variabel penjelas (SSC, SST,SSHA dan EKE) dengan variance inflation factors (VIF)menunjukkan tidak adanya kolinearitas antar setiapvariabel penjelas (Tabel 2). Nilai VIF yang ditunjukkansetiap variabel penjelas kurang dari 3. Nilai VIF 3digunakan sebagai indikasi terjadinya kolinearitas antarsetiap variabel (Zuur et al., 2009). Analisis denganmenggunakan pairplot juga mengindikasikan hal yangsama. Nilai koefisien korelasi antar setiap variabelpenjelas kurang dari 0.5 (Gambar 7). Transformasi denganlogaritma natural + 1 dilakukan terhadap variabel respon,yaitu laju penangkapan tuna mata besar (HR+1).Sedangkan untuk variabel EKE dilakukan transformasidengan logaritma natural (ln(EKE)).

Pembentukan GAM selengkapnya ditampilkan dalamTabel 3. Pembentukan GAM dimulai dengan satu variabelpenjelas yang dilanjutkan dengan kombinasi dua, tigadan empat variabel penjelas. Jumlah data yang digunakandalam pembentukan GAM adalah 1689.Tingkatsignifikansi setiap variabel penjelas dikelompokkanmenurut Verzani (2005). Hanya variabel SST padapersamaan GAM nomor 5 dan persamaan GAM nomor11 yang menunjukkan penggunaan smoothing factorterhadap SST dalam kedua persamaan tersebut tidaksignifikan. Sedangkan deviance dan AIC menunjukkantingkat keakuratan variabel-variabel penjelas dalammenjelaskan variasi variabel respon dalam setiappersamaan GAM. Semakin besar nilai deviance dansemakin kecil nilai AIC berarti semakin tinggi tingkatkeakuratan model GAM dalam menjelaskan variasivariabel respon (Zuur et al., 2007; Zuur et al., 2009).

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

32

Page 5: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Persamaan GAM nomor 15 mempunyai nilai devianceterendah, AIC tertinggi dan tingkat signifikansi setiapvariabel penjelas berada dalam kelompok statisticallysignificant dan could be significant. Persamaan tersebutdipilih dan digunakan untuk memprediksi daerahpotensial penangkapan tuna mata besar dengan inputdata-data SSC, SST, SSHA dan EKE pada Mei-November2007.

Persamaan GAM nomor 15 tersebut jugamenunjukkan bahwa variabel EKE mempunyai pengaruhterbesar terhadap variasi data hookrate tuna mata besar,dilanjutkan dengan variabel SSHA, SST dan SSC.Sedangkan estimasi smoothing curve pada setiap variabelpenjelas dari persamaan GAM nomor 15 ditampilkan padaGambar 8. Pengaruh positif SSC terhadap variasihookrate tuna mata besar berada pada kisaran 0,05 –0,15 mg/m3. Sedangkan untuk SST dan SSHA beradapada kisaran 26 – 27 ° C dan -5 – 5 cm. Log natural EKEmenunjukkan pengaruh positif pada kisaran 5 – 6, berartinilai EKE yang mempunyai pengaruh positif terhadapvariasi tangkapan tuna mata besar berada pada kisaran150 – 400 cm2/dt2.

Hasil prediksi bulanan daerah potensial penangkapantuna mata besar pada periode musim timur 2007ditampilkan pada Gambar 9. Hasil prediksi bulanan antaraMei – November 2007 tersebut dioverlay dengan datatangkapan tuna mata besar bulanan periode Mei –November 2007. Pada prediksi Juni, Juli, Agustus,September dan November 2007, terlihat adanyakesesuaian daerah potensial penangkapan tuna matabesar yang diprediksikan menggunakan persamaan GAMdengan lokasi penangkapan tuna mata besar sebenarnya.

Persamaan GAM yang digunakan untuk memprediksidaerah potensial penangkapan tuna mata besar hanyadapat menjelaskan variasi hookrate tuna mata besarsebesar 5,14% saja. Nilai tersebut lebih kecildibandingkan dengan persamaan GAM yang dibentukoleh Mugo et al.(2010) untuk memprediksi habitat ikancakalang, yaitu sebesar 13,3 %. Diduga rendahnya nilaideviance persamaan tersebut karena sedikitnya jumlahdataset yang digunakan untuk memodelkan GAM danlapisan renang tuna mata besar yang berada di bawahlapisan termoklin (Holland, 1990; Liu et al., 2003),Variabel-variabel oseanografi yang digunakan dalampenelitian ini semuanya berasal dari satelit oseanografi.Sehingga variabel-variabel oseanografi tersebut hanyadapat menjelaskan kondisi oseanografi pada lapisanpermukaan saja.

Dengan demikian diperlukan penelitian yang lebihmendalam dengan menggunakan variabel-variabeloseanografi pada lapisan renang tuna mata besar,

sehingga sebaran habitat tuna mata besar dapatdiidentifikasi dengan lebih akurat. Secara umum disadaribahwa dinamika dalam suatu ekosistem adalah sangatkomplek dan heterogen untuk dapat dimodelkan secaraakurat baik dalam skala ruang dan waktu (Himmerman& Guissan, 2000). Namun pendekatan yang kami lakukandengan menggunakan data satelit oseanografi tersebutmerupakan suatu langkah awal dalam memahami sebaranhabitat tuna mata besar di Samudra Hindia Selatan Jawa-Bali.

KESIMPULAN

Persamaan GAM yang memiliki tingkat akurasitertinggi dalam menjelaskan variasi hookrate tuna matabesar pada musim timur di Samudra Hindia Selatan Jawa-Bali, merupakan kombinasi dari variabel SSC, SST, SSHAdan EKE. Variabel EKE mempunyai tingkat signifikansitertinggi dalam persamaan GAM tersebut, dilanjutkandengan variabel SSHA, SST dan SSC. Prediksi daerahpotensial penangkapan tuna pada uni, Juli, Agustus,September dan November 2007 menunjukkan kesesuaiandengan daerah penangkapan tuna mata besarsebenarnya.

PERSANTUNAN

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepadaGoddard Space Flight Center –National Aeronautics andSpace Administration (GSFC-NASA) dan ArchiveValidation and Interpretation of Satellite Oceanography(AVISO) untuk akses data-data SSC, SST, SSHA danUV Component of Geostrophic Velocity. Penulis jugamenyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Sei-ichi Saitoh, Robinson Mugo, Ph.D, I Nyoman Radiarta,Ph.D (Laboratory of Marine Bioresources and EnvironmentSensing, Faculty of Fisheries Sciences HokkaidoUniversity), Prof. Jason Roberts (Marine GeospatialEcology Laboratory, Nicholas School of the Environment,Duke University , USA), Takahiro Osawa, Ph.D (Centerfor Remote Sensing and Ocean Sciences, UniversitasUdayana) dan I Made Tirta Ph.D (Jurusan MatematikaFMIPA Universitas Jember) atas masukan dan sarantentang teknis pengolahan dan penganalisaan data. Tidaklupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepadamitra bestari Jurnal Segara yang telah menelaah danmemberikan masukan untuk penyempurnaan makalahini.

DAFTAR PUSTAKA

Brill, R.W. 1994. A Review of Temperature and OxygenTolerance Studies of Tunas Pertinent to FisheriesOceanography, Movement Models and Stock

Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial PenangkapanTuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.)

33

Page 6: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Assesments. Fisheries Oceanography 3 (3) : 204 –216

Davis, T.L.O & J.H. Farley. 2001. Size Distribution ofSouthern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii) by Depthon Their Spawning Ground. Fisheries Bulletin 99 : 381– 386.

Fu,L.L & A. Cazenave. 2001. Satellite Altimetry and EarthSciences: A Handbook of Techniques and Applications.International Geophysics Series . Vol 69. AcademicPress.

Hendiarti, N., H. Siegel & T. Ohde. 2004. Investigation ofDifferent Coastal Processes in Indonesian Watersusing SeaWiFS Data. Deep Sea Research Part II:Tropical Studies in Oceanography, 51:85-97.

Hendiarti, N., Suwarso., E. Aldrian, K. Amri, R. Andiastuti,S.E. Sachoemar & I.B. Wahyono. 2005. Pelagic FishCatch Around Java. Oceanography ,18(4):112-123.

Holland K.N., R.W. Brill, dan R.K.C. Chang. 1990.Horizontal and vertical movement of yellowfin tuna andbigeye tuna associated with fish aggregating devices.Fish Bull 88:493-507

Lehodey, P., I. Senina & R. Murtugudde. 2008. A SpatialEcosystem and Population Dynamics Model(SEAPODYM)- Modelling of Tuna and Like TunaPopulations. Progress in Oceanography 78 : 304 –318.

Liu, Cho-Teng, Ching-Hsi Nan, Chung-Ru Ho, Nan-JungKuo, Ming-Kuang Hsu & Ruo-Shan Tseng. 2003.Application of satellite remote sensing on the tunafishery of Eastern Tropical Pacific. InternationalAssociation of Geodesy Symposia, 126:175-182

Longhurst, A.R. 2007. Ecological Geography of the Sea.Second Edition. Elsevier

McClain, C.R. 2009. A Decade of Satellite Ocean ColorObservations. Annual Review of Marine Science. 1 :19 -24.

Merta, G.S., B Iskandar & S. Bahar. 2004. MusimPenangkapan Ikan Pelagis Besar dalam MusimPenangkapan Ikan di Indonesia. BRPL – BRKP

Moore II, T.S., J. Marra, dan Alkatiri, A. 2006. Responseof the Banda Sea to the Southeast Monsoon. MarineEcology Progress Series 261:41-49.

Mugo, R., S. Saitoh, A. Nihira, dan T. Kuroyama. 2010.Habitat Characteristisc of Skipjack Tuna (Katsuwonuspelamis) in The Western North Pacific : A RemoteSensing Perspective. Fisheries Oceanography 19(5): 382 – 396.

Qu, T., Y. Du, J. Strachan, G. Meyers & J. Slingo. 2005.Sea Surface Temperature and its Variability in TheIndonesian Region. Oceanography 18 : 50 – 61.

R Development Core Team. 2008. R : A Language andenvironment for statistical computing. R Foundationfor Statistical Computing, Vienna, Austria. availablefrom: URL:http://www.R-project.org.

Robinson, I. 2004. Measuring Ocean from the Space,The Principles and Methods of Satellite Oceanography.Springer-Praxis.

Robinson, I. 2010. Discovering The Ocean from Space.The Unique Applications of Satellite Oceanography.Springer-Praxis.

Sartimbul, A. H. Nakata, E. Rohadi, B. Yusuf & H.P.Kadarisman. 2010. Variations in Chlorophyll-aConcentration and The Impact on Sardinella lemuruCatches in Bali Strait, Indonesia. Progress inOceanography 87 : 168 -174.

Sprintal, J., T.J. Potemra, S.L. Hautala, N.A. Bray & W.W.Pandoe. 2003. Temperature and salinity variability inthe exit passages of the Indonesian Throughflow. Deep-Sea Research II ,50:2183-2204.

Susanto, R.D., A.L. Gordon & Q. Zheng. 2001. Upwellingalong the coast of Java and Sumatra and its relationto ENSO. Geophysical Research Letters 29 : 1599 –1602.

Susanto, R.D. & J. Marra. 2005. Effect of the 1997/98 ElNino on Cholorophyll a Varaibility Along the SouthernCoast of Java and Sumatra. Journal of Oceanograph,18:124-127.

Susanto, R.D, T.S. Moore II & J. Marra 2006. OceanColor Variabilty in The Indonesia Seas during SeaWiFSEra. Geochemistry, Geophysics and Geosystems 7(5). doi: 10.029/2005GC001009.

Susanto, R.D., A. Gordon & J. Sprintall. 2007.Observations and Proxies of the Surface LayerTroughflow in Lombok Strait. Journal of GeophysicalResearch, 112:1-11

Tomczak, M., dan M.J. Godfrey. 2001. RegionalOceanography : An Introduction. Available on http://www.es.flinders.edu.au/mattom/regoc/pdfversion.html

Ukolseja, Y. 1996. Monthly Average Distribution of FishingEffort and Catch per Unit Effort for Yellowfin Tuna andBigeye Tuna in Indonesian Waters of The IndianOcean, 1978 – 1990. Expert Consultation on IndianOcean Tunas 6. Available on http://iotc.org.

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

34

Page 7: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial PenangkapanTuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.)

35

Valavanis, D.V., G.J. Pierce, A.F. Zuur, A. Palialexis, A.Saveliev, I. Katara & J. Wang. 2008. Modelling ofEssential Fish Habitat Base on Remote Sensing ,Spatial Analysis and GIS. Hydrobiologia 612 : 5 -20.

Wijffels, S.E., G. Meyers & J.S. Godfrey. 2008. A 20-YrAvarage of the Indonesia Troughflow: RegionalCurrents and Interbasin Exchange. Journal of PhysicalOceanography, 38:1965-1978.

Wood, S.N. 2006. Generalized Additive Model, AnIntroduction with R. Chapman and Hall/CRC Press.

Zagaglia, C.R., J.A. Lorenzzetti & J.S. Stech. 2004.Remote sensing data and longline catches of yellowfintuna (Thunnus albacares) in the equatorial Atlantic.Remote Sensing of Environment, 93:267-281.

Zainuddin, M., K. Saitoh dan S. Saitoh. 2008. Albacore(Thunnus alalunga) fishing ground in relation tooceanographic conditions in the western North PacificOcean using remotely sensed satellite data. FisheriesOceanography, 17:61-73.

Zuur, A.F., E.N. Ieno & G.M. Smith. 2007. AnalysingEcological Data. Springer.

Zuur, A.F., E.N. Ieno, N.J. Walker, A.A. Saveliev & G.M.Smith. 2009. Mixed Effect Models and Extension inEcology with R. Springer.

Zuur, A.F., E.N. Ieno & C.S. Elphick. 2010. A Protocolfor Data Exploration to Avoid Common StatisticalProblems. Methods in Ecology and Evolution 2010(1):3 – 14.

Lampiran

Tahun Minggu Periode 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007

1 31 1 31 1 31 1 30

29 April – 5 Mei 24 November – 1 Desember 28 April – 4 Mei 23 November – 30 November 27 April – 3 Mei 22 November – 29 November 3 Mei – 9 Mei 21 November – 28 November

Tabel 1. Periode komposit 7 harian seluruh dataset

Variabel Penjelas VIF SSC SST SSHA ln(EKE)

1,589 1,494 1,085 1,066

Tabel 2. Nilai VIF setiap variabel penjelas

Page 8: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

No Model Variable P-

values Deviance(%) AIC

1 SSC SSC < 0,01 1,72 -1516,408 2 SST SST < 0,01 1,22 -1511,048 3 SSHA SSHA 0,02 1,12 -1509,046 4 ln(EKE) ln(EKE) 0,02 0,91 -1507,839 5 SSC + SST SSC 0,02 2,42 -1519,062 SST 0,14

6 SSC + SSHA SSC < 0,01 2,85 -1525,671 SSHA 0,01

7 SSC + ln(EKE) SSC < 0,01 2,62 -1522,492 ln(EKE) 0,03

8 SST + SSHA SST < 0,01 2,53 -1521,193 SSHA 0,01

9 SST + ln(EKE) SST < 0,01 2,46 -1522,504 ln(EKE) < 0,01

10 SSHA + ln(EKE) SSHA < 0,01 2,32 -1518,895 ln(EKE) < 0,01

11 SSC + SST + SSHA SSC 0,01 3,71 -1529,136 SST 0,11 SSHA < 0,01 12 SSC + SST + ln(EKE) SSC 0,02 3,66 -1529,718 SST 0,02 ln(EKE) < 0,01 13 SSC + SSHA + ln(EKE) SSC < 0,01 3,98 -1534,189 SSHA < 0,01 ln(EKE) 0,02 14 SST + SSHA + ln(EKE) SST < 0,01 4,06 -1536,557 SSHA < 0,01 ln(EKE) < 0,01

15 SSC + SST + SSHA + ln(EKE) SSC 0,04 5,14

-1542,482 SST 0,02 SSHA < 0,01 ln(EKE) < 0,01

Tabel 3. Pembentukan GAM

36

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Page 9: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Gambar 1. Sebaran daerah penangkapan tuna mata besar setiap bulan dalam periode musim timur.

SSC

SST

SSHA

EKE

Gambar 2. Komposit SSC, SST, SSHA dan EKE untuk periode musim timur 2004 – 2007 yang dioverlaydengan lokasi penangkapan tuna mata besar.

37

Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial PenangkapanTuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.)

Page 10: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Gambar 3. Rata-rata komposit tujuh harian variabel SSC periode 2004 – 2007

Gambar 4. Rata-rata komposit tujuh harian variabel SST periode 2004 – 2007.

38

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Page 11: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Gambar 6. Rata-rata komposit tujuh harian variabel EKE periode 2004 – 2007.

Gambar 5. Rata-rata komposit tujuh harian variabel SSHA periode 2004 – 2007.

39

Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial PenangkapanTuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.)

Page 12: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Gambar 7. Analisis pairplot antar setiap variabel penjelas

Gambar 8. Estimasi smoothing curve setiap variabel penjelas.

40

J. Segara Vol. 7 No. 1 Agustus 2011: 1-12

Page 13: PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI …

Gam

bar 9

.H

asil p

redi

ksi b

ulan

an d

aera

h po

tens

ial p

enan

gkap

an tu

na m

ata

besa

r per

iode

mus

im ti

mur

200

7.Li

ngka

ran-

lingk

aran

yan

g ad

a pa

da g

amba

r ter

sebu

t mer

upak

an p

lot k

oord

inat

pen

angk

apan

tuna

mat

a be

sar p

ada

perio

de y

ang

sam

a.

41

Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi untuk Prediksi Daerah Potensial PenangkapanTuna Mata Besar (T. obesis).........(Wibawa, T.A.)