pelaksanaan dan makna puasa uposatha dalam agama...

85
PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DALAM AGAMA BUDDHA ( Studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) Oleh: Efriani Syukur NIM: 102032124624 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H./2007 M

Upload: hadat

Post on 04-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA)

DALAM AGAMA BUDDHA

( Studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara )

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh: Efriani Syukur

NIM: 102032124624

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1427 H./2007 M

Page 2: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA)

DALAM AGAMA BUDDHA

( Studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara )

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh

Efriani Syukur

NIM: 102032124624

Pembimbing

Drs. H. Roswen Dja’far

NIP: 150 022 782

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1427 H./2007 M

Page 3: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul:

Pelaksanaan dan Makna Puasa (Uposatha) Dalam Agama Buddha

(Studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara)

Telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 28 Agustus 2007.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Strata I (SI) pada program Studi Perbandingan Agama.

Jakarta, 28 Agustus 2007

Sidang Munaqosyah,

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Drs. Masri Mansoer, M.A Maulana, M.A

NIP: 150 244 493 NIP: 150 293 221

Anggota,

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer Drs. M. Nuh Hasan, M.A

NIP: 150 209 685 NIP: 150 240 090

Pembimbing,

Drs. H. Roswen Dja’far

NIP: 150 022 782

Page 4: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….............. i

DAFTAR ISI..................................................................................................... iv

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………..... 1

A. Latar Belakang Masalah………………………………... 1

B. Perumusan Masalah…………………............................. 4

C. Tujuan Penulisan……………………………….............. 5

D. Tekhnik Penulisan………………………………………. 5

E. Sistematika Penulisan…………………………………... 7

BAB II : PUASA DALAM AGAMA BUDDHA

A. Pengertian Puasa Menurut Agama Buddha…………….. 8

B. Sistem Penanggalan dan Sejarah Hari Uposatha……….. 11

C. Masa Vassa……………………………………............... 16

D. Tujuan Puasa di Dalam Agama Buddha………............... 20

BAB III : PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DI

VIHARA JAKARTA DHAMMACAKKA JAYA

A. Gambaran Umum Vihara Dhammacakka Jaya…………. 27

B. Pelaksanaan Puasa (Uposatha) di Vihara Jakarta Dhammacakka

Jaya……….…......................................... 45

a. Puasa Bagi Umat Awam……………………...... 46

b. Puasa Bagi Umat Viharawan…………………… 56

1. Puasa Bagi

Samanera…..……………………...58

2. Puasa Bagi Para Bhikkhu…………………….. 61

C. Makna Puasa (Uposatha) Bagi Umat Buddha…………66

D. Analisis……………………………………………….. 69

Page 5: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………... 72

B. Saran-saran…………………………………………… 74

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 75

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 6: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Puasa di dalam kehidupan sehari-hari adalah bukan masalah yang asing

lagi, bahkan hampir semua orang telah mengetahuinya, karena puasa ini

merupakan suatu fenomena universal yang terdapat di dalam hampir semua

kebudayaan, baik timur maupun barat. Oleh karena itu akan lebih menarik lagi

apabila masalah puasa ini dikaji secara mendalam, khususnya puasa menurut

agama Buddha, karena puasa menurut agama Buddha mempunyai keunikan

tersendiri bila dibanding dengan puasa yang terdapat di dalam agama-agama besar

dunia lainnya. Walaupun kadang-kadang orang menganggap bahwa puasa di

dalam agama Buddha ini hanyalah sebagai formalitas keagamaan.1

Puasa di dalam agama Buddha bukanlah sebagai formalitas keagamaan,

tetapi sebagai suatu bentuk amalan yang didasarkan pada suatu pengetahuan moral

dan psikologi yang mendalam.2

Di dalam agama Buddha, puasa merupakan perwujudan dari pelaksanaan

sila,3 yaitu suatu cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran

yang tidak baik dan merupakan suatu usaha untuk membebaskan diri dari segala

akar kejahatan, yaitu lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha

1 K. Sri Dhammananda, What Buddhis Believe (Taiwan: The Corporate Body of The Buddha

Education, Foundational, 1993), h. 214 2 K. Sri Dhammananda, What Buddhis Believe, h. 214 3 Herman S.Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026 (Jakarta:

Yayasan Dhammadiepa Arama, 1997), h. 2

Page 7: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

(kebodohan batin).4 Dimana setiap orang memiliki sila yang baku, yang dilakukan

sebagai suatu usaha untuk mencapai tujuan akhir (nibbana).

Bhikkhu dan bhikkhuni diharapkan mematuhi peraturan yang telah

ditetapkan dalam dua disiplin moral (sila dan vinaya) sesuai dengan tanggung

jawab mereka terhadap Patimokkha. Samanera dan samaneri harus

memperhatikan Dasasila sebagai standar sila mereka. Bagi umat awam (upasaka

dan upasika) memiliki Pancasila sebagai standar sila mereka di dalam kehidupan

sehari-hari dan atthasila dianjurkan sebagai sila khusus pada hari-hari Uposatha.5

Dasar ajaran puasa di dalam agama Buddha terdapat di dalam ajaran sila,

dari atthasila, dasasila, dan patimokkha.6 Sehingga di dalam pelaksanaannya

terdapat tingkat yang mendasar, yaitu bagi umat awam puasa dilaksanakan pada

setiap hari Uposatha yang jatuh pada tanggal 1, 8, 15 dan 23 menurut penanggalan

lunar, sedangkan bagi umat viharawan puasa dilaksanakan pada setiap hari.7

Pelaksanaan puasa ini telah diajarkan oleh Sang Buddha, dimana Sang Buddha

telah menganjurkan kepada para bhikkhu untuk tidak makan setelah tengah hari.

Demikian pula orang-orang yang melaksanakan atthasila (delapan peraturan

latihan hidup suci) untuk berpantang dari mengambil makanan setelah tengah

hari.8

4 Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan (Jakarta: Tri Sattva Buddhist Centre, 1991), h.

170 5 Matara Sri Nanarama Mahathera, Tujuh Tingkat Kesucian dan Pengertian Langsung

(Penerbit Karaniya: Yayasan Karaniya, tt), h. 1-2 6 Lihat Anjali G.S, Tuntunan Uposatha dan Atthasila (Jakarta: Lembaran Khusus Agama

Buddha, tt), h. 25-25 ; Bhikkhu Khamio, Samanera Sikkha-Latihan Samanera (Jakarta: Dhammadipa

Arama, 1997), h. 31-32 ; dan Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi

Agama Buddha Nalanda, 1988), h. 37-64. 7 Bhikkhu Subalaratano, Tanya Jawab Agama Buddha (tp, tt), h. 36. 8 K. Sri Dhammananda, What Buddhis Believe, h. 214

Page 8: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari pagi sampai

tengah hari, yaitu sebelum matahari melewati jam 12.00 siang.9 Mereka berjanji

pada dirinya sendiri untuk berpantang memakan makanan setelah lewat tengah

hari dan melaksanakan delapan peraturan latihan lainnya serta melakukan

perenungan dan mendengarkan Dhamma.

Adapun waktu untuk menjalankan Uposathasila (peraturan yang

dilaksanakan pada hari Uposatha) itu dimulai sejak terbitnya matahari hingga

keesokan harinya, jadi dengan demikian pelaksanaan puasa di dalam agama

Buddha itu selama 24 jam atau sehari semalam.10 Bagi para bhikkhu pada hari

Uposatha (jika jumlah mereka lima atau lebih di dalam satu vihara), mereka akan

berkumpul untuk mendengarkan 227 Patimokkhasila yang dibacakan oleh salah

seorang bhikkhu. Pembacaan patimokkha ini berkisar antara satu jam, dan umat

awam diperbolehkan ikut mendengarkan.

Lepas dari kegiatan tersebut, para bhikkhu akan menjalankan latihan yang

lebih ketat dari biasanya.11 Dan pada masa Vassa, para bhikkhu harus berdiam

disuatu tempat dan tidak pergi ketempat lainnya sampai larut malam selama tiga

bulan sampai tiba hari pavarana (upacara pengakhiran masa Vassa).12

Dari uraian tersebut diatas, maka apakah puasa di dalam agama Buddha itu

hanya sebagai formalitas keagamaan ataukah dapat dikatakan sebagai disiplin

keagamaan yang merupakan fenomena universal yang ada pada berbagai agama.

9 Anomius, Dhamma Rakkha-Kumpulan Parrita Penting Untuk Upacara (Jakarta: Balai Kitab

Tri Dharma Indonesia, 1980), h. 47. 10 Bhikkhu Vijano (Ven), Dhamma-Sekolah Minggu Buddhis (Jakarta: Yayasan Dhammadipa

Arama, 1996), h. 37. 11 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis-Bagaimana Menjadi Buddhis Sejati (Penerbit

Karaniya: Yayasan Buddhis Karaniya, 1991), h. 61. 12 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha

Nalanda, 1998), h. 30

Page 9: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Hal itulah yang menarik penulis untuk mengambil judul “Pelaksanaan dan Makna

Puasa (Uposatha) dalam Agama Buddha (studi kasus di Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai Pelaksanaan dan Makna Puasa

(Uposatha) dalam Agama Buddha di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, dengan

perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah makna puasa menurut agama Buddha di Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya?

2. Bagaimanakah pelaksanaan puasa menurut agama Buddha di Vihara

Jakarta Dhammcakka Jaya?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan ini memiliki beberapa tujuan diantaranya :

1. Untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman terhadap Buddha

Dhamma (ajaran Sang Buddha) khususnya puasa menurut agama Buddha.

2. Menambah khazanah kepustakaan pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akademik yang

merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka

menyelesaikan studi tingkat sarjana program strata 1 (S1) di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin dan

Page 10: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Filsafat, Jurusan Perbandingan Agama dengan gelar Sarjana Teologi

Islam (S.Th.I).

D. Tekhnik Penulisan

Dalam tekhnik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada ketentuan-

ketentuan dan petunjuk-petunjuk yang telah di tentukan oleh UIN syarif

Hidayatullah Jakarta, yaitu “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi)” UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta; CeQDA UIN, 2007)”.

Adapun metode yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini di

tempuh dengan dua cara, yaitu: Library Research (penelitian kepustakaan) dengan

metode ini penulis mengadakan studi kepustakaan mengenai penelitian terhadap

buku-buku yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini. Sedangkan cara

yang kedua dengan cara Field Research13 (penelitian lapangan) dimana cara ini

dilakukan untuk memperkuat data-data yang telah diproses dan penulis juga

menggunakan teknik observasi sebagai alat pengumpulan data. Observasi yang

penulis lakukan adalah dengan mendatangi dan mengamati jama’ah dan

viharawan di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya dan melakukan wawancara

langsung secara mendalam (indepth interview) dengan informan tersebut diatas

tentang data-data yang diperlukan dan sesuai dengan judul skripsi. Dalam

wawancara, penulis telah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang ada

kaitannya dengan skripsi. Disamping itu, ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak

tertulis.

13 Penelitian lapangan ini untuk mengetahui lebih jauh dalam praktek ajaran oleh penganutnya

terutama para bhikkhu dan samanera samaneri (calon bhikkhu) dalam agama Buddha

Page 11: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan menjadi lima

bab, dimana masing-masing mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topik-

topik tertentu, yaitu sebagai berikut :

Bab pertama berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penulisan, tekhnik penulisan, dan sistematika penulisan. Bab ini juga merupakan

bab pendahuluan.

Bab kedua landasan teori, yang memuat tinjauan tentang puasa di dalam

agama Buddha, pembahasannya meliputi lima sub bab, yaitu: pengertian puasa

menurut agama Buddha, sistem penanggalan dan sejarah hari Uposatha, masa

Vassa, dan tujuan puasa di dalam agama Buddha.

Bab ketiga menjelaskan tentang pelaksanaan dan makna puasa dalam

agama Buddha yang meliputi gambaran umum Vihara Jakarta Dhammacakka

Jaya, puasa bagi umat awam dan puasa bagi umat viharawan dan juga makna

puasa bagi umat Buddha serta analisis.

Bab keempat merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-

saran yang berkaitan dengan judul. Terakhir sekali penulis mencantumkan daftar

pustaka yang digunakan sebagai bahan rujukan dari penulisan skripsi ini.

Page 12: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

BAB II

PUASA DALAM AGAMA BUDDHA

A. Pengertian Puasa Menurut Agama Buddha

Puasa di dalam agama Buddha adalah suatu usaha untuk menghindarkan

diri dari mengambil makanan atau minuman pada waktu yang salah, yang disebut

dengan istilah Upovasa. Akan tetapi di dalam pengertian sehari-hari, mereka lebih

suka menyebutnya dengan istilah Uposatha.14 Istilah ini berasal dari bahasa Pali,

yaitu bahasa yang dipakai pada jaman Sang Buddha Gotama.

Istilah Uposatha mengandung dua arti, yaitu:

1. Uposatha berarti nama atau sebutan hari untuk menjalankan peraturan-

peraturan khusus, sehingga disebut sebagai hari Uposatha.

2. Uposatha berarti nama atau sebutan terhadap peraturan-peraturan yang

dijalankan, sehingga disebut sebagai Uposathasila.15

Dalam Buddhist Dictionary, Uposatha ini diartikan sebagai berpuasa, hari

puasa, yaitu hari Purnama sidhi, hari bulan baru dan hari seperempat bulan yang

pertama dan yang terakhir.16

Kata Uposatha, juga mengandung makna “masuk dan berdiam diri”,

dalam pengertian berdiam di dalam vihara atau komplek vihara.17 Maksud

berdiam di sini bukan berarti diam dan tidak melakukan sesuatu tetapi tinggal atau

berada di vihara atau komplek vihara (uposathavasamvasati), belajar dhamma

14 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta, 8 Mei 2007 15 Anjali G. S., Tuntunan Uposatha dan Atthasila (Jakarta: Lembaran Khusus Agama Buddha

Informasi, tt), h. 21 16 Nyanataloka, Buddhist Dictionary (Frewin: Co. Tto, 1972), h. 187 17 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis-Bagaimana Menjadi Buddhis Sejati (Penerbit:

Yayasan Karaniya, 1991), h. 59

Page 13: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

melalui buku, diskusi, mendengarkan khotbah, menjalankan delapan sila dan

berlatih meditasi. 18

Jadi istilah Uposatha ini merupakan suatu istilah yang dipakai untuk

melaksanakan suatu upacara keagamaan yang ketat, yang berhubungan dengan

menahan diri (puasa).19 Menahan diri di sini maksudnya untuk mengendalikan diri

dari hawa nafsu jahat, seperti rasa dengki, iri hati, marah, serakah dan sebagainya.

Selain untuk menghindari makan dan minum, puasa atau Upovasa (bahasa

Pali) di dalam agama Buddha juga mempunyai pengertian:

1. Mengendalikan diri untuk tidak berbuat sesuatu yang merugikan dirinya

sendiri maupun orang lain.

2. Meningkatkan kualitas diri, artinya segala kebajikan atau perbuatan baik yang

pernah dilakukan, perlu selalu di ulang-ulang, dan kebajikan atau perbuatan

baik yang belum dilakukan perlu dilakukan (kusalassa upasampada/selalu

mengembangkan kebajikan). 20

Singkatnya apa yang disebut puasa atau upovasa itu bukan saja

mengendalikan diri dari makan dan minum, tetapi meliputi seluruh gerak-gerik

pikiran, ucapan, dan jasmani.21

Karena puasa di dalam agama Buddha ini merupakan pelaksanaan sila,

yang merupakan suatu ajaran kesusilaan yang didasarkan atas konsepsi cinta kasih

dan belas kasihan kepada semua makhluk. Sehingga yang termasuk di dalam

kelompok sila di sini adalah:

• Pembicaraan benar (samma vaca)

18 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta, 8 Mei 2007 19 Bhikkhu Subalaratano (ed), Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha

Nalanda, 1988), h. 28 20 Supomo, Dasar-Dasar Uposatha, (Yogyakarta: Vihara Vidyaloka Vidyasena, 1993), h. 1-2 21 Supomo, Dasar-Dasar Uposatha, h. 2

Page 14: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

• Perbuatan benar (samma kammanta)

• Mata pencaharian benar (samma ajiva)

Puasa di dalam agama Buddha merupakan salah satu cara praktek

pengendalian diri dari segala bentuk pikiran yang tidak baik dan merupakan usaha

untuk membebaskan diri dari segala kejahatan, yaitu: ketamakan, kebencian dan

kebodohan batin.22 Sang Buddha melarang para bhikkhu mengambil makanan

padat (yang mengenyangkan) setelah lewat tengah hari. Begitu juga umat awam

yang menjalankan delapan peraturan (atthasila) pada hari Uposatha, untuk

berpantang mengambil makanan padat setelah tengah hari.23

Berkaitan dengan masalah puasa di dalam agama Buddha, bahwa

kegunaan dari memakan makanan adalah tidak untuk kesenangan, pemabukan,

menggemukkan badan atau untuk memperindah diri, tetapi hanyalah untuk

kelangsungan hidup dan mempertahankan tubuh, menghentikan rasa tidak enak,

dan untuk membantu kehidupan suci. Sehingga akan mendapatkan kebebasan

tubuh dari gangguan-gangguan serta akan dapat hidup dengan tentram.24

B. Sistem Penanggalan dan Sejarah Hari Uposatha

Di dalam kehidupan keagamaan umat Buddha, dalam satu bulan terdapat

hari-hari khusus untuk melaksanakan peraturan pelatihan tertentu (sikkhapada).

22 Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan (Jakarta: Tri Sattva Buddhis Center, 1991), h.

44 23 K. Sri Dhammananda, What Buddhist Believe (Taiwan: The Corporate Body of The Buddha

Educational Foundational, 1993), h. 214

24 Bhikkhu Khemio, Samanera Sikkha-Latihan Samanera (Jakarta: Sangha Theravada

Indonesia, 1980), h. 58-59

Page 15: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Hari khusus itu dipandang sebagai hari yang suci (sakral) dan disebut Uposatha-

divasa.

Istilah Uposatha arti harfiahnya adalah masuk untuk berdiam diri (dalam

keluhuran). Istilah ini digunakan untuk sebutan hari dimana upasaka-upasika

(umat Buddha laki-laki dan perempuan) menjalankan peraturan pelatihan khusus

yang terdiri dari delapan unsur peraturan pelatihan. Hari itu disebut hari

Uposatha.25

Hari Uposatha adalah hari-hari tanggal 1, 8, 15 dan 23 menurut

penanggalan lunar. Biasanya kalender yang dibuat oleh umat Buddha, tanggal

jatuhnya hari Uposatha diberi tanda khusus dengan warna tertentu sehingga

mempermudah bagi mereka yang akan melaksanakan Atthangika Uposatha

(delapan peraturan pelatihan pada hari Uposatha).26 Selain itu, dengan pemberian

tanda dalam kalender tersebut, diharapkan agar para umat Buddha dapat

melaksanakan delapan peraturan tersebut.27

Kebiasaan menjalankan Uposatha ini telah ada sebelum jamannya Sang

Buddha. Sang Buddha menyetujui kebiasaan tersebut dan memperkenankannya

untuk dipergunakan sebagai hari untuk bertemu bersama, membicarakan dan

mendengarkan dhamma serta merupakan kesempatan untuk melaksanakan

Uposatha bagi umat awam (atthanga Uposathasila). Sehubungan dengan

pertemuan para bhikkhu, Sang Buddha mengijinkan mereka melakukan

Uposathasila pada tanggal 1 dan 15 pada penanggalan bulan.28

Pada hari Uposatha ini umat Buddha melakukan puja bhakti, yaitu berupa:

25 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya (Jakarta: Penerbit Buddhis Bodhi, 1997), h. 40 26 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h. 40 27 Anjali G. S., Tuntunan Uposatha dan Atthasila, h. 22 28 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 30

Page 16: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

• Melakukan persembahan bunga/ dupa/ lilin di depan altar.

• Melakukan puja kepada Sang Tiratana dan membaca parrita-parrita

suci.

• Memohon kepada bhikkhu untuk membimbing melaksanakan

Pancasila (lima sila) atau atthasila (delapan sila).

• Mendengarkan Khotbah Dhamma dari para bhikkhu atau pandita.

• Ada pula umat yang melakukan makan sayuranis ( sayur mayur ) dan tidak

makan daging.

• Dan memperbanyak meditasi.29

Puasa di dalam agama Buddha mempunyai sejarah yang panjang, bahkan

sebelum jaman Sang Buddha, yaitu dimulai dari tradisi para Brahmana yang

menyucikan diri dengan menjalani ritus veda, menyepi meninggalkan rumah

keluar selama beberapa waktu hingga selesai, saat yang dipilih untuk ritus itu

biasanya berpedoman pada peredaran bulan, yaitu saat-saat bulan penuh dan bulan

gelap atau kadang-kadang di saat-saat bulan separuh wajah.30

Pada masa itu, banyak kelompok petapa (samana) yang menggunakan

hari-hari saat bulan penuh, bulan gelap, maupun bulan separuh wajah untuk

memperdalam teori dan latihan-latihan mereka. Sang Buddha sendiri

menganjurkan kepada siswa-siswanya untuk berkumpul di vihara pada hari-hari

tersebut, mendengarkan pembacaan Patimokkha (aturan pokok bagi para bhikkhu)

dan mengajarkan dhamma kepada umat yang datang ke vihara mereka.31

29 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026 (Jakarta:

Yayasan Dhammadipa Arama, 1997), h. 1 30 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 59 31 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 60

Page 17: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Demikian pula upacara-upacara yang dilaksanakan pada hari-hari

Uposatha sudah dilaksanakan oleh orang-orang India pada jaman Sang Buddha.

Atas saran Raja Bimbisara dari Magadha kepada Sang Buddha, maka hari-hari

Uposatha ini kemudian juga dilaksanakan oleh para bhikkhu dan umat awam

(upasaka-upasika) sampai sekarang ini.32

Secara lengkap Sang Buddha bersabda:

“Demikianlah kejadiannya, Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berdiam di

Rajagaha, di puncak karang Burung Nazar. Pada waktu itu kelana-kelana dari

sekte lain mempunyai kebiasaan untuk berkumpul pada waktu pertengahan bulan

pada tanggal 14 dan 15 dan perempatan bulan pada tanggal 8 dan berkhotbah

tentang Dhamma. Orang-orang berdatangan untuk mendengarkannya. Mereka

semakin menyukai dan semakin mempercayai kelana dari sekte lain. Maka

kelana-kelana itu memperoleh bantuan. Maka ketika Raja Magadha Seniya

Bimbisara sedang bermeditasi, ia merenungkan hal-hal ini: “mengapa para Yang

Mulia untuk tidak berbuat serupa pada hari-hari itu?”.

Kemudian ia menemui Sang Bhagava menyampaikan apa yang dipikirkannya dan

menambahkan: “Guru, alangkah baiknya jika pada hari-hari itu pula para Yang

Mulia untuk berkumpul”. Sang Bhagava memberi petunjuk tentang Dhamma

kepada Raja itu, setelah mana ia meninggalkan tempat itu. Kemudian Sang

Bhagava membuat hal itu suatu alasan untuk memberikan wejangan tentang

Dhamma kepada bhikkhu. Beliau berkata: “O, para bhikkhu, aku mengijinkan

pertemuan pada pertengahan bulan, yaitu hari ke 14 dan ke 15, dan pada

perempatan bulan, yaitu pada hari ke 8”.

32 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026, h. 5

Page 18: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Kemudian para bhikkhu mulai saat itu berkumpul bersama sebagaimana

yang diijinkan Sang Bhagava, tetapi mereka duduk dengan diam. Orang-orang

datang untuk mendengarkan Dhamma. Mereka menjadi kecewa sehingga mereka

berkata: “Bagaimana para bhikkhu ini, putera-puteri Sakya berkumpul pada hari-

hari ini hanya untuk membisu seperti tonggak?. Tidakkah Dhamma seharusnya

dikhotbahkan pada waktu-waktu mereka berkumpul?”.

Para bhikkhu mendengar hal ini, kemudian mereka menyampaikan kepada

Sang Bhagava. Beliau menjadikan hal ini sebagai alasan untuk memberikan

wejangan tentang Dhamma dan beliau berpesan demikian: “O, para bhikkhu, bila

ada pertemuan pada pertengahan bulan dan perempatan bulan, aku mengijinkan

untuk memberikan Dhamma.33

Pada saat-saat awal perkembangan agama Buddha, Sang Buddha sendiri

yang memberikan ajaran pada pertemuan Sangha dan meningkatkan kebajikan

yang merupakan inti dari ajaran (sasana) dan menjelaskannya, kemudian Sang

Buddha memberikan ijin kepada Sangha untuk melaksanakan Uposatha sendiri.

Di dalam setiap pertemuan suatu kelompok bhikkhu, seorang bhikkhu

akan membacakan peraturan latihan yang disebut Patimokkha. Ini dilakukan

apabila terdapat empat orang bhikkhu atau lebih. Apabila hanya terdapat tiga atau

dua orang bhikkhu, mereka disebut gana (group). Mereka dibolehkan

memberitahukan satu sama lain tentang “kemurnian mereka” masing-masing, bila

hanya terdapat seorang bhikkhu, ia disebut puggala (seorang) dan ia harus

membuat adhitthana atau tekad oleh dirinya sendiri.34

C. Masa Vassa

33 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026 , h. 6-7 34 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 28

Page 19: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Selain hari Uposatha, musim hujan juga mempunyai peran penting bagi

umat Buddha, karena masa-masa musim hujan ini akan memberikan peluang yang

sangat besar bagi para bhikkhu untuk hidup lebih dekat dengan gurunya, bhikkhu

senior yang telah lanjut latihan meditasinya, berpengalaman dalam vinaya atau

yang telah banyak mendalami dan mengetahui sutta-sutta.

Dalam kamus Buddha dharma, Vassa ini diartikan sebagai musim hujan.

Masa Vassa adalah masa dimana menurut tradisi, pada musim penghujan para

bhikkhu harus berdiam di suatu tempat dan mentaati peraturan-peraturan Vassa.

Masa Vassa ini berlangsung selama tiga bulan (90 hari) dan dimulai sehari

sesudah Purnama sidhi bulan ke delapan (asalhamasa) dan berakhir pada Purnama

sidhi bulan kesebelas (assajuyamasa) menurut penanggalan lunar.

Demikian juga bagi umat awam, masa-masa ini dapat dipergunakan untuk:

• Melatih diri menjadi samanera sementara ( calon bhikkhu/bhikkhuni)

• Menjalankan latihan puasa bagi para bhikkhu dengan cara makan hanya satu

kali untuk sehari atau praktek makan langsung dari satu wadah (pata), tanpa

perlu menggunakan banyak piring atau mangkok. Latihan ini sangat baik

untuk membatasi keserakahan terhadap makanan, kelezatan dan bentuknya

yang menggiurkan.

• Atau juga untuk melatih berdana sebanyak mungkin, sekuat-kuatnya sesuai

dengan kemampuannya.35

Hal-hal yang berkenaan dengan masa Vassa ini terdapat di dalam Kitab

Suci Tipitaka bagian Vinaya Pitaka, Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka.

Sang Buddha bersabda:

35 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 78-82

Page 20: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

”Anujanami Bhikkhave Vassane Vassam Upagantum Dve Ma Bhikkhave

Vassupana-yikaya Purimika Pacchimika Aparajju-gataya Asalhiya

Purimika Upagantabha.”

Yang artinya bahwa masa Vassa haruslah dilaksanakan oleh para bhikkhu. Selama

masa itu terdapat hari pertama untuk memulai dan terdapat hari penutup untuk

mengakhirinya.36

Ketika jumlah bhikkhu berkembang pesat, Sang Buddha menetapkan

peraturan bahwa bhikkhu harus berdiam di suatu tempat selama musim hujan

(Vassa) dan tidak pergi ke tempat lain selama tiga bulan.37 Masa Vassa ini dimulai

pada hari pertama sesudah Purnama sidhi bulan Asadha atau pada hari pertama

bulan Savana (bulan 9 lunar Buddhis) dan diakhiri sesudah tiga bulan dilampaui,

yaitu pada Purnama sidhi bulan Assayuja (bulan September/Oktober).

Para bhikkhu dapat memulai masa Vassa pada hari pertama sesudah hari

raya Asadha (hari raya untuk memperingati kejadian yang menyangkut kehidupan

Sang Buddha dan ajarannya, yaitu saat Sang Buddha untuk pertama kalinya

membabarkan ajarannya kepada lima orang pertapa) atau satu bulan kemudian.

Hal ini dikenal sebagai Vassa pertama, dan Vassa kedua.38 Saat Vassa merupakan

saat untuk para bhikkhu melaksanakan Samanadhamma (Dhamma untuk

seseorang yang membuat dirinya damai) yaitu pelaksanaan meditasi ketenangan

dan pandangan terang.39

Hari dimulainya massa Vassa apabila bulan memasuki konstelasi Asadha,

namun pada tahun kabisat haruslah dimulai 30 hari kemudian. Malam menjelang

36 Kitab Suci Tipitaka Bagian Vinaya Pitaka, Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka

(Klaten: Vihara Bodhivamsa, tt), h. 158 37 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 29 38 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026, h. 80 39 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 32

Page 21: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

penutupan masa Vassa, yaitu saat Purnama sidhi bulan Assayuja,

diselenggarakanlah Pavarana, yaitu upacara pengakhiran masa Vassa dan

dilanjutkan dengan persembahan dana yang secara umum dikenal dengan hari

Kathina.

Upacara Kathina akan berlangsung mulai bulan pertama pada saat bulan

menyusut (tanggal 16) bulan Assayuja sampai Purnama sidhi bulan ke 12

(kattikamasa). Namun perayaan ini pada hakekatnya akan berlangsung selama

satu bulan untuk memberi kesempatan kepada umat agar bisa mempersembahkan

dana kepada Sangha.40

Terjadinya Vassa

Lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu Sang Buddha beserta siswa-

siswanya membabarkan Dhamma. Perjalanan yang jauh dan musim yang berganti

tidaklah menjadi halangan bagi Sang Buddha dan para siswanya. Hal ini terlihat

dari adanya kelompok bhikkhu yang mengadakan perjalanan pada musim dingin,

musim panas maupun musim hujan (di India dikenal tiga musim).

Pada saat itu masa Vassa belum ditetapkan oleh Sang Buddha, sehingga

para bhikkhu mengadakan perjalanan selama musim panas, musim dingin dan

musim hujan. Tetapi ketika jumlah bhikkhu semakin meningkat dan para bhikkhu

harus keluar masuk hutan, sawah maupun ladang, mengakibatkan tumbuh-

tumbuhan yang ditanam oleh para petani pada musim hujan rusak terinjak-injak

oleh para bhikkhu tersebut.

40 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026, h. 22

Page 22: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Melihat kenyataan ini, masyarakat mengkritik para bhikkhu dengan

mengatakan “mengapa para bhikkhu Sakyaputta (murid-murid Sang Buddha)

mengadakan perjalanan pada musim dingin, panas, dan hujan, sehingga mereka

menginjak tunas-tunas muda rumput dan mengakibatkan binatang-binatang kecil

mati? tetapi petapa lain meskipun kurang baik dalam melaksanakan peraturan

(vinaya), menetap selama musim hujan.” Mendengar keluhan masyarakat tersebut,

beberapa bhikkhu menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian tersebut.

Sang Buddha kemudian memberikan keterangan yang masuk akal dan bersabda:

“Para bhikkhu, saya ijinkan kalian melaksanakan masa Vassa”. Kemudian terpikir

oleh para bhikkhu, “kapan masa Vassa dimulai?”, mereka menanyakan hal ini

kepada Sang Buddha dan kemudian beliau mengatakan “saya ijinkan kalian

melaksanakan masa Vassa pada musim hujan”. Kemudian terpikir lagi oleh para

bhikkhu, “berapa banyak periode untuk memulai masa Vassa?”. Mereka

menyampaikan hal ini kepada Sang Buddha dan beliau berkata: “O para bhikkhu,

terdapat dua masa untuk memasuki masa Vassa. Periode pertama Vassa

(purimikavasupanayika) dan periode terakhir (pacchimikavasupanayika). Periode

pertama Vassa adalah sehari setelah Purnama di bulan Asalha (kini dikenal

dengan hari raya Asadha). Periode berikutnya dimulai sebulan setelah Purnama di

bulan Asadha. Itulah periode untuk memulai musim hujan”.41

Sejak saat itu para bhikkhu menetap selama tiga bulan musim hujan.

Mereka lebih banyak melatih dan mengembangkan batin, belajar dari para

bhikkhu yang lebih senior.42

41 Kitab Suci Tipitaka Bagian Vinaya Pitaka, Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka

(Klaten: Vihara Bodhivamsa,1982), h. 186 42 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026, h. 23-24

Page 23: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

D. Tujuan Puasa di Dalam Agama Buddha

Puasa di dalam agama Buddha adalah melaksanakan sila, yang merupakan

dasar utama dalam melaksanakan ajaran agama, yaitu mencakup semua perilaku

dan sifat-sifat baik yang termasuk di dalam ajaran moral dan etika dalam agama

Buddha.43 Sila adalah cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk

pikiran yang tidak baik dan merupakan usaha untuk membebaskan diri dari segala

akar kejahatan, yaitu: lobha, dosa dan moha.44

• Lobha artinya ketamakan atau keserakahan. Dapat pula diartikan sebagai

keterikatan pikiran terhadap obyek.

• Dosa artinya kebencian atau rasa dendam. Dapat pula diartikan sebagai

keinginan jahat.

• Moha artinya kebodohan batin atau rasa tidak mengerti kebenaran mulia.

Dapat pula diartikan sebagai avijja (tidak tahu), anana (tidak berpengetahuan),

adasana (tidak dapat melihat dengan sewajarnya).45

Sebagaimana sabda Sang Buddha:

Bilamana, O para bhikkhu, tindakan Uposatha sempurna di dalam delapan

faktor, maka buah dan manfaatnya pun berlimpah, bersinar dan merebak. Dan

bagaimana tindakan Uposatha sempurna di dalam delapan faktor yang

membuatnya memiliki buah dan manfaat yang melimpah, bersinar, dan merebak?

Disini, para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan demikian:

”Selama hidup, para Arahat meninggalkan pembunuhan dan tidak melakukannya;

dengan kail dan senjata yang disingkirkan, mereka penuh kesadaran, baik hati dan

hidup dalam kasih sayang terhadap semua makhluk. Hari ini aku juga, selama

43 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h. 3 44 Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan, h. 170 45 Bhikkhu Subalaratano, Tanya Jawab Agama Buddha (tp.tt), h. 27

Page 24: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama. Aku akan meniru para

Arahat di dalam hal itu, dan tindakan Uposatha akan terpenuhi olehku.” Inilah

faktor pertama yang dimiliknya.

Selanjutnya, dia merenungkan: ”Selama hidup, para Arahat meninggalkan

perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan dan tidak melakukannya; mereka

menerima hanya apa yang diberikan, mengharapkan apa yang diberikan, dan

berdiam dengan hati yang jujur, bebas dari keinginan mencuri. Hari ini aku juga,

selama siang dan malam ini akan melakukan hal yang sama…”Inilah faktor kedua

yang dimilikinya.

“Selama hidup, para Arahat meninggalkan kehidupan seksual dan hidup

selibat, jauh dari seksualitas, menahan diri dari praktek hubungan seksual yang

kasar. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang

sama…”Inilah faktor ketiga yang dimilikinya.

“Selama hidup, para Arahat meninggalkan perbuatan berbicara yang tidak

benar dan tidak melakukannya, mereka adalah pembicara kebenaran, pengikut

kebenaran, dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Hari ini

aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama…”Inilah

faktor keempat yang dimilikinya.

“Selama hidup, para Arahat meninggalkan anggur, minuman keras dan

apapun yang bersifat meracuni yang menjadi landasan bagi kelalaian dan tidak

melakukannya. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan

hal yang sama…” Inilah faktor kelima yang dimilikinya.

“Selama hidup, para Arahat makan hanya sekali sehari dan menahan diri

untuk tidak makan pada malam hari atau pada saat yang tidak tepat. Hari ini aku

Page 25: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama…” Inilah faktor

keenam yang dimilikinya.

“Selama hidup, para Arahat tidak menari, menyanyi, melihat pertunjukkan

musik instrument dan pertunjukkan yang tidak pantas, dan mereka tidak menghias

diri dengan mengenakan kalung bunga dan menggunakan wangi-wangian dan

minyak-minyakan. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan

melakukan hal yang sama…” Inilah faktor ketujuh yang dimilikinya.

“Selama hidup, para Arahat meninggalkan penggunaan tempat tidur dan

alas duduk yang mewah dan tidak melakukannya; mereka menggunakan tempat

beristirahat yang rendah-bisa tempat tidur yang kecil atau alas jerami. Hari ini aku

juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama…” Inilah faktor

kedelapan yang dimilikinya.46

Sila ini merupakan gerak-gerik kehendak (cetana) yang bersikap

menghindarkan diri untuk tidak bertindak jahat dan bersikap mengendalikan diri

untuk tidak melanggar peraturan-peraturan dan norma-norma kebaikan yang

berkenaan dengan pembersihan batin, maupun peraturan-peraturan yang

ditentukan oleh masyarakat yang merupakan kebiasaan atau tradisi yang baik.47

Sila ini merupakan dasar yang mutlak untuk memperoleh hasil yang luhur, karena

perkembangan batin tidak mungkin tercapai tanpa memiliki dasar sila ini.

Sebagian umat Buddha yang meyakini adanya tumimbal lahir (hukum

punarbhava), sebetulnya manusia sudah mengalami kelahiran berjuta-juta kali

bahkan tidak terhitung, begitu juga halnya dengan kelaparan, tentu sudah berjuta-

juta kali bahkan tidak terhitung orang merasakan lapar. Dengan mengendalikan

keinginan makan yang muncul setelah waktu berjuta-juta tahun yang lampau,

46 Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3 (Klaten: Vihara Bodhivamsa, 2003), h. 526 47 Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan, h. 170

Page 26: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

secara tidak langsung sebetulnya hal tersebut juga merupakan latihan untuk

mengendalikan emosi. Mengapa demikian? kalau seseorang mampu

mengendalikan keinginan makan yang telah muncul berjuta-juta tahun yang

lampau, mengapa tidak bisa menahan diri untuk tidak marah, misalnya. Dengan

cara ini seseorang bisa menghadapi segala sesuatu dengan tenang dan tidak emosi.

Walaupun cara menahan diri ini merupakan cara yang sederhana, tetapi cara ini

ada kaitannya dengan praktek kesabaran.48

Begitu juga sampai pada tingkat tertentu, kemajuan di dalam Dhamma

akan menurun di bawah pengaruh nafsu-nafsu keinginan jasmani yang timbul dari

pikiran yang kotor. Kekotoran akan nafsu-nafsu itu akan dapat dikendalikan

dengan baik justru ketika kekotoran dan nafsu-nafsu itu tampak dan muncul

dengan begitu kuatnya. Hampir tidak mungkin mengendalikan kekotoran batin

yang tidak tampak di permukaan meski mereka mungkin saja beroperasi di bawah

sadar.

Perilaku seorang bhikkhu yang baik menunjukkan cara yang benar untuk

menghadapi kekotoran-kekotoran itu. Begitu pula halnya dengan hari-hari

Uposatha, saat kekotoran-kekotoran itu menampakkan dirinya, mudahlah bagi

kita mengendalikan dan memangkasnya dengan bantuan disiplin serta

melaksanakan Atthasila (delapan sila).49 Dengan demikian, latihan-latihan itu

benar-benar tindakan untuk menguji sejauh mana seseorang bisa mengendalikan

dirinya. Atau jelasnya, sejauh mana bentuk-bentuk mental yang baik, yang

terbentuk oleh praktek Dhamma selama ini, mampu mengalahkan karakter-

48 Bhikkhu Uttamo, Hidup Sesuai dengan Dhamma (Jakarta: Vihara Samaggi Jaya, 1994), h.

48 49 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 66-67

Page 27: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

karakter buruk yang dibentuk oleh batin yang serakah, benci yang diselumuti

kebodohan.50

Sang Buddha sangat memuji keagungan pelaksanaan Atthasila, yang

dimenangkan oleh pria dan wanita atas kekuasaan duniawi, yang meraih

kekuasaan dan kebahagiaan pada kehidupan selanjutnya dan diyakinkan akan

memberikan buah kelahiran kembali di surga para dewata. Sang Buddha

menjelaskan kepada Visakha berbagai bentuk perenungan batin (mental

reflection), guna memperkuat diri bagi seseorang yang akan menjalankan

Uposatha Arya, yang membimbing pada ketenangan dan kesucian batin.

Sebagaimana terdapat di dalam kitab suci, Sang Buddha bersabda:

“Dan apakah Uposatha Arya itu, Vesakha? Hal itu adalah pembersihan pikiran

yang keruh dan kotor melalui proses yang benar. “Dan bagaimanakah hal itu

dilaksanakan, Visakha?”. Dengan cara ini pengikut Sang Arya merenungkan Sang

Tathagata sebagai berikut:

“Demikianlah Sang Bhagava, yang maha suci yang telah mencapai Penerangan

Sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna menempuh Sang Jalan (ke

Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada Taranya, Guru para deva dan

manusia, Yang sadar, Yang patut dimuliakan”.

“Bila ia melakukan perenungan terhadap Tathagata batinnya menjadi

tenang, timbul kegembiraan dan kekotoran batin menjadi lenyap”. “ Demikian

pula ia melakukan perenungan terhadap Dhamma dan Sangha. Kebajikan

seseorang dan kebajikan para dewa”.51

Dalam uraian Atanatiya Sutta. Pada hari kedelapan lunar, dewa penjaga

mengirim utusannya ke alam dunia untuk meyakinkan apakah manusia memegang

50 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 68 51 Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3, h. 530

Page 28: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

teguh kebenaran dan kebajikan. Mereka kirimkan anak-anaknya pada hari ke

empat belas lunar untuk alasan dan tujuan yang sama. Pada hari ke lima belas para

dewa penjaga sendiri turun ke bumi dan mengirimkan laporannya pada sidang

para dewa di surga Tavatimsa. Mereka akan bergembira atau bersedih tergantung

apa yang dia saksikan dari tingkah laku manusia dalam menegakkan dan

menjalankan kebenaran dan kebajikan. Bila para dewa bergembira, maka berkah

akan turun ke bumi, tetapi bila para dewa bersedih dan marah, maka akan

memberi pertanda banyak kejahatan dan malapetaka akan terjadi.52

52 Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3 , h. 529

Page 29: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

BAB III

PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA)

DI VIHARA JAKARTA DHAMMACAKKA JAYA

A. Gambaran Umum Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya

Yayasan Jakarta Dhammacakka Jaya didirikan berdasarkan Akte Notaris,

Kartini Mulyadi, S.H., tanggal 9 Maret 1981, No. 248. Yayasan ini merupakan

suatu lembaga yang berdasarkan hukum dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Peletakan batu pertama pembangunan Vihara Jakarta Dhammacakka

Jaya oleh Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, yaitu Gde

Padja, MA. SH pada tanggal 2 September 1982 pukul 09.00 WIB. Vihara ini

terletak di blok C Sunter Agung Kelurahan Sunter Kecamatan Tanjung Priok

wilayah Jakarta Utara di atas tanah seluas 8.640 m persegi. Tanah ini

disumbangkan oleh Bapak Anton Haliman atas nama pengurus PT. Agung

Podomoro. Pada tanggal 24 Agustus 1985, Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya

diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Munawir Sjadzali, M.A.,

dan didampingi oleh Panglima tertinggi Angkatan bersenjata dan Panglima

Angkatan Darat Kerajaan Thailand, Jendral Athit Kamlang Ek.53

Sejarah Vihara ini diawali dengan nasehat Bhante Acariya Nirodha

melalui Bhante Sutat Phan Pheree untuk mencari tanah calon vihara yang baik.54

Beliau mengatakan bahwa tanah tersebut terletak di sebelah Utara Jakarta.

Tempatnya agak tinggi, terdapat pohon besar dan ada sumur di bawahnya. Dengan

53 Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya (YJDJ), Pembangunan Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya, (Jakarta: YJDJ, 1983), h. 30 54 Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Peletakkan Batu Pertama Pembangunan

Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, (Jakarta: YJDJ, 1892), h. 21

Page 30: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

pedoman tersebut, dicarilah lokasi yang dimaksud. Pada awal tahun 1981

lokasinya sudah ditemukan, tempat itu ternyata masih penuh ditumbuhi alang-

alang, terdapat dua pohon besar dan sumur di bawahnya.

Sesuai dengan petunjuk Bhante Acariya Nirodha, bahwa sesudah lokasi

ditemukan segera menghubungi pemilik tanah. Tanah tersebut ternyata milik PT.

Agung Podomoro. Dalam pembicaraan pihak yang akan membangun vihara

dengan Direktur PT. Agung Podomoro Anton Haliman, disarankan untuk

memperoleh ijin membangun vihara dari pemerintah daerah terlebih dahulu. Sejak

pembicaraan tersebut di atas maka secara resmi Sangha Theravada Indonesia

mengajukan permohonan untuk mendapat ijin mendirikan vihara dari pemerintah

daerah. Permohonan ijin tersebut di bantu oleh Ir. Rai Pratadaja dan Ir. Imam

Soebagyo.

Perlu diketahui bahwa tanah tersebut menurut rencana kota adalah untuk

bangunan perumahan. Karena akan digunakan sebagai bangunan tempat ibadah

(vihara), maka harus ada persetujuan perubahan rencana dari tata kota. Ijin

perubahan akhirnya dikabulkan oleh pemerintah daerah dan memakan waktu lebih

dari 1 tahun, luas tanah 8.640 m persegi. Direncanakan bangunan induk

(Uposathagara) didirikan dengan ukuran: panjang 22 meter tinggi maksimal 9

meter. Rencana bangunan Uposatha ini telah di gambar dengan teliti oleh Ir. Rai

Pratadaja dan Ir. Aswin Suganda. Sedangkan rencana keseluruhan dirancang oleh

Indira Sujana dan Ir. Evy Ekasanthirni. Semua perencanaan dibuat berlandaskan

nilai keagamaan dan kebudayaan nasional Indonesia.

Dana pembangunan vihara dikumpulkan sejak beberapa tahun sebelumnya

dari seluruh umat dan juga para donatur di Jakarta. Pengolahan pembangunan

vihara ini dilakukan oleh Badan Pengurus Yayasan “Jakarta Dhammacakka Jaya”.

Page 31: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Ketua kehormatan dijabat oleh Anton Haliman, sedangkan Ketua Umum dijabat

oleh Laksamana (Purnawirawan) Oyo Prayogo Kusno.

Vihara atau arama pertama dalam sejarah Buddha terletak di atas tanah

yang dinamakan Isipatana Migadaya (taman rusa Isipatana), dekat kota Banarasi.

Tempat yang sangat indah ini mengandung makna sejarah yang sangat penting

bagi umat Buddha yang tidak mungkin dapat dilupakan.55

Pada awalnya pengertian vihara sangat sederhana yaitu pondok atau

tempat tinggal atau temp;at penginapan para bhikkhu dan bhikkhuni, samanera,

samaneri. Namun kini pengertian vihara mulai berkembang, yaitu:

Vihara adalah tempat melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan

menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi agama Buddha, serta tempat umat

awam melakukan ibadah atau sembahyang menurut keyakinan, kepercayaan, dan

tradisi masing-masing baik secara perorangan maupun berkelompok. Didalam

vihara terdapat satu atau lebih ruangan untuk penempatan altar.56

Dulu sebelum dikenal vihara, tempat tinggal para bhikkhu adalah goa-goa,

di bawah pohon, di kuburan, di atas bukit, di tumpukan jerami, dan di tempat

penduduk yang menyediakan tempat untuk menginap. Setelah banyak orang yang

mendengarkan ajaran Sang Buddha dan berlindung kepada Sang Tri Ratna mereka

bermaksud untuk memberikan tempat tinggal bagi para bhikkhu yang layak. Sang

Buddha kemudian memperbolehkan umat berdana di vihara.

Pada mulanya umat Buddha belum mempunyai vihara secara khusus.

Gagasan untuk membangun sebuah vihara pertama kali dilakukan oleh Raja

Bimbisara dari kerajaan Rajagaha. Suatu ketika setelah Raja Bimbisara

55 Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Utamo, Bhakti (Puja), (Jakarta: Sangha Theravada

Indonesia, tt), h. 16 56 Suwarno T, Buddha Dharma Mahayana, Majelis Agama Buddha Indonesia, 1999-2538

B.E., h. 908

Page 32: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

mendengarkan ajaran Sang Buddha dan mencapai Sottapati (tingkat kesucian

pertama) maka beliau memberikan persembahan kepada Sang Buddha dan para

bhikkhu. Atas pemberian tersebut, Sang Buddha memberikan persyaratan sebagai

berikut:

• Tempat tersebut tidak jauh, dekat dan ada jalan untuk lewat.

• Tidak terlalu banyak suara di siang hari maupun malam hari.

• Tempat tersebut tidak banyak gangguan serangga, angin, terik matahari dan

pohon menjalar.

• Orang yang tinggal di situ mudah mendapat jubah, makanan, tempat tinggal,

obat-obatan sebagai pengobatan bagi orang sakit.

• Di tempat tersebut ada bhikkhu yang lebih tua (senior) yang mempunyai

pengetahuan tentang kitab suci (Dhamma-Vinaya).

Sejak saat itu pengurusnya menerima Dana Vihara. Dengan semakin

banyak penganut ajaran Sang Buddha, maka vihara bukan hanya sebagai tempat

singgah para bhikkhu tetapi juga digunakan oleh para upasaka dan upasika (umat

awam laki-laki dan perempuan) untuk belajar dhamma. Pada hari-hari Uposatha

umat Buddha datang ke vihara untuk mendengarkan dhamma, menjalankan

atthasila dan melatih meditasi.

Vihara adalah sebagai tempat singgah atau tempat tinggal bagi para

bhikkhu dan sebagai sarana ibadah umat Buddha. Sedangkan jika dilihat dari

fungsi vihara, adalah sebagai berikut:

a. Tempat tinggal para bhikkhu dan samanera.

b. Tempat pendidikan putera-puteri bangsa, agar menjadi warga masyarakat yang

berguna.

c. Tempat yang memberikan rasa aman bagi semua umat Buddha.

Page 33: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

d. Tempat pendidikan moral, sopan santun dan kebudayaan.

e. Tempat untuk berbuat kebajikan dan kebaikan.

f. Tempat menyebarkan dhamma.

g. Tempat yang menunjukkan jalan kebebasan.

h. Tempat latihan meditasi dalam usaha merealisasi cita-cita kehidupan suci.

i. Tempat kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat keagamaan.57

Sebagai tempat tinggal para bhikkhu dan tempat ibadah umat Buddha

maka vihara terdiri dari beberapa bangunan, dimana setiap bangunan mempunyai

fungsi tersendiri. Banyaknya bangunan tergantung pada kemampuan umat Buddha

yang mendirikan vihara tersebut. Biasanya pekerjaan membangun vihara ini

dilakukan secara gotong-royong oleh para umat yang memiliki keyakinan kepada

Sang Tiratana.58

Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya terletak di Jalan Agung Permai XV/12

Blok C-3 Sunter Agung Podomoro ini mempunyai berbagai fasilitas untuk

menunjang proses kegiatan penyebaran ajaran Buddha, diantaranya:

1. Uposathagara (gedung Uposatha)

Uposathagara dibuat di tengah-tengah vihara dengan posisi menghadap ke

utara. Gedung ini merupakan gedung induk yang di kelilingi oleh gedung-gedung

lainnya. Uposathagara merupakan bangunan yang paling besar di antara

bangunan lain di vihara.

Uposathagara disebut pula sebagai Sima. Secara harfiah sima artinya

batas. Gedung ini dibangun di atas tanah yang sudah diberi batas atau tanda

57 Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Pembangunan Vihara Jakarta Dhammacakka

Jaya, h. 30 58 Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Utamo, Bhakti (Puja), h. 16-17

Page 34: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

(sima). Uposathagara yang ada di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya dikukuhkan

pada tanggal 24 Agustus 1985.59

Didalamnya terdapat cetiya yang digunakan untuk tempat menancapkan

dupa, tempat lampu (lilin), bunga dan ornamen-ornamen lainnya. Cetiya paling

atas terdapat Buddharupang diapit oleh rupang Sariputta dan Moggallana. Di

belakang cetiya terdapat relief Buddha dalam ukuran kecil. Samping depan kiri

dan kanan diletakkan kotak dana.60 Bila umat ingin melakukan puja bakti secara

sendiri-sendiri ataupun bersama-sama maka diawali dengan sikap namakara.61

Di pintu masuk Uposathagara bagian luar terdapat bendera Buddhis dan

bendera lambang Sangha Theravada Indonesia. Pada bagian luar juga dilengkapi

genta dan tambur besar. Genta dan tambur digunakan sebagai tanda dimulainya

upacara peringatan atau perayaan hari-hari besar agama Buddha. Untuk

melaksanakan upacara tertentu dan juga sebagai tanda para bhikkhu akan

melaksanakan fungsi Sangha.62

Uposatha artinya berdiam dan ghara artinya ruangan. Gedung ini

merupakan bangunan utama dari suatu vihara yang dipakai untuk

menyelenggarakan upacara keagamaan yang khusus untuk para bhikkhu

(sanghakamma).63

Berdasarkan vinaya pitaka, sanghakama yang dilakukan dalam

Uposathagara antara lain:

59 Yayasan Jakarta Dhammacakka Jaya, Pengukuhan Uposathagara Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya, h. 35 60 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007 61 Namakara adalah menghormati dengan sikap sujud atau sungkem, membuat lima titik

anggota tubuh menyentuh lantai; dahi dan kedua telapak tangan merapat menyentuh lantai; titik kedua

dan ketiga; kedua siku dan lutut, dan titik keempat kelima dua ujung telapak kaki. 62 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007 63 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 35: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

a. Upacara penahbisan samanera menjadi bhikkhu (upasampada).

b. Pembacaan Patimokkha, yaitu 227 peraturan kebhikkhuan yang dilakukan

pada setiap bulan gelap dan terang.

c. Upacara persembahan jubah Kathina.

d. Upacara merehabilisir kesalahan sedang (majjimapatti) dari para bhikkhu.64

2. Dhammasala/Dhammasabha (Balai Dhamma).

Dhammasala dibangun di depan kuti menghadap ke barat. Di dalam

ruangan ini terdapat cetiya (altar) yang sama dengan cetiya Uposathagara namun

Buddharupangnya lebih kecil. Di dalam Dhammasala juga terdapat kotak dana

dan ornamen lainnya. Dhammasala berasal dari kata Dhamma dan sala. Dhamma

artinya ajaran dan sala artinya ruangan. Dhammasala juga dikenal dengan bhakti

sala. Bhakti artinya kebaktian dan sala artinya ruangan. Jadi Bhaktisala artinya

tempat untuk melakukan puja bhakti.65

Dhammasala ini mempunyai fungsi untuk pembacaan parrita, pembabaran

dhamma, diskusi dhamma, meditasi atau untuk melaksanakan Vesakha-Puja,

Asalha-Puja, Magha-Puja, Kathina-Puja. Selain itu Dhammasala juga berfungsi

sebagai tempat untuk melangsungkan pernikahan, ulang tahun atau upacara

kematian.66

3. Kuti

Kuti terletak di depan Uposathagara di sebelah kiri menghadap ke timur.

Kuti ini berhadapan dengan Dhammasala. Bangunan kuti dibangun dua lantai

dengan fungsi yang berbeda. Bagian atas terdapat lima kamar digunakan sebagai

64 Oka Diputra, Pelajaran Agama Buddha SMP untuk kelas 2, h. 1 65 Wawancara Pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007 66 Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Uttamo, Bhakti (Puja), h. 17

Page 36: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

tempat tinggal bhikkhu. Lantai bawah digunakan sebagai ruang tamu dan ruang

makan.

Kuti adalah bangunan untuk tempat tinggal bagi para bhikkhu dan

samanera (calon bhikkhu). Bangunan kuti ini merupakan bangunan yang terpisah

dari gedung Uposatha.

Menurut Bhante Jayaratano pada awalnya satu kuti didiami satu bhikkhu

atau samanera (calon bhikkhu). Tetapi dengan bertambahnya jumlah bhikkhu

maka dibuatkan kuti yang agak besar, dengan beberapa ruangan sehingga kuti ini

dapat didiami oleh beberapa orang bhikkhu. Di Vihara Jakarta Dhammacakka

Jaya sendiri terdapat lima kamar dengan dua tempat tidur. 67

4. Pohon Bodhi/Pohon Penerangan

Pohon Bodhi atau pohon penerangan dalam bahasa latin Ficus Religiosa

adalah tempat Sang Buddha duduk mencapai tingkat penerangan sempurna. Pohon

Bodhi di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya ini ada 2 buah dan didatangkan

langsung dari Thailand dan hasil dari cangkokan. Pohon Bodhi ditanam di taman,

ketika orang masuk pintu utama vihara maka akan terlihat pohon bodhi. Dengan

melihat letaknya diharapkan umat Buddha yang datang ke vihara akan langsung

teringat akan kesempurnaan Sang Buddha.

5. Perpustakaan Narada

Dewasa ini perpustakaan juga merupakan sarana yang penting untuk

pembinaan kehidupan beragama di samping menambah ilmu pengetahuan. Umat

Buddha dapat menambah pengetahuan tentang buku-buku yang tersedia di dalam

perpustakaan.68

67 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007 68 Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Uttamo, Bhakti (Puja), h. 18

Page 37: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Perpustakaan Narada ini berada di belakang Uposathgara berhadapan

dengan jalan raya. perpustakaan dibangun dua lantai dengan fungsi yang berbeda.

Lantai atas di gunakan sebagai perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas-

fasilitas perpustakaan, yaitu buku-buku, komputer, audio visual.

Perpustakaan Narada didirikan dalam rangka mengenang seorang bhikkhu

berkebangsaan Sri Lanka bernama Narada Mahatera. Pendiriannya tidak hanya

terbatas untuk umat Buddha, namun juga untuk masyarakat umum yang berlainan

agama. Buku-buku yang terdapat di sana tidak terbatas hanya buku-buku agama

Buddha, buku umum dan buku-buku agama lain pun banyak didapati di sana.

6. Kesekretariatan

Gedung ini dibuat menjadi tiga ruangan. Ruang sekretariat, ruang tamu

dan pos keamanan yang mempunyai fungsi yang berbeda. Ruang sekretariat

berfungsi untuk melaksanakan administrasi vihara, menyerahkan dana dan untuk

menyimpan dokumentasi. Ruang tamu digunakan pada saat kunjungan tamu

resmi. Pos keamanan berfungsi untuk menjaga keamanan vihara juga sebagai

tempat informasi.

7. Bursa

Bursa buku vihara dibuatkan gedung yang juga dibagi menjadi tiga

ruangan, yaitu: ruang bursa buku, ruang majalah, dan ruang pemeriksaan

kesehatan (klinik). Bangunan ini digunakan untuk penjualan buku-buku dhamma

dan souvenir yang bercirikan Buddha. Ruang sebelah bursa buku dipakai untuk

pusat kegiatan. Majalah Dhammacakka, majalah ini terbit tri wulan, yaitu:

Waisak, Kathina, Asadha, dan Magha Puja. Ruang yang paling ujung digunakan

untuk pemeriksaan kesehatan.

8. Replika Candi Pawon

Page 38: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Replika Candi Pawon ini adalah tempat untuk menyimpan abu para

donatur dan pendiri Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya.

9. Mading

Tempat untuk menempelkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh

umat, baik itu tentang kegiatan vihara maupun informasi lowongan pekerjaan.

10. Bedug atau Gong

Alat ini berfungsi sebagai tanda dimulai dan diakhirinya puja bhakti atau

upacara khusus.

11. Kamar Mandi

12. Taman

13. Parkir.

Lambang-lambang yang terdapat di vihara dimaksudkan untuk

mengingatkan umat Buddha pada ajaran Sang Buddha parinibbana (mangkat),

umat merenungkan Sang Buddha dan ajarannya melalui lambang-lambang yang

sesuai. Adapun lambang yang dipakai di vihara Jakarta Dhammacakka Jaya antara

lain rupang, stupa, cakka, dan lambang-lambang yang terdapat di altar.

1. Buddharupang (rupang)

Banyak orang beranggapan bahwa penganut agama Buddha adalah

penyembah berhala, mereka berpikir bahwa di depan Buddharupang umat Buddha

menyembah Buddharupang dan meminta-minta segala sesuatu yang di

kehendakinya, hal ini tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya dilakukan umat

Buddha di hadapan Buddharupang tersebut.

Dalam melakukan puja kepada Sang Buddha, sesuai dengan ajaran-Nya,

Buddharupang melambangkan kehadiran Sang Buddha. Buddharupang menjadi

lambang perwujudan Sang Buddha bukanlah semata-mata sebuah berhala yang

Page 39: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

disembah begitu saja. Umat Buddha menghormatinya karena Buddharupang

memiliki makna filosofis yang dalam bagi mereka.69 Buddharupang sebagai

lambang pemujaan tidak hanya dipuja sebagai sosok kepribadian. Sang Buddha

yang sangat mulia, melainkan juga karena perjuangan dan ajaran beliau yang

dapat membebaskan manusia dari penderitaan.

Sekalipun Buddharupang hanya terbuat dari kayu, batu, perunggu atau

emas, umat Buddha tetap menghormatinya dengan cara beranjali (merangkap

kedua tangan di depan dada) atau bernamaskara (bersujud) di hadapan

Buddharupang, rasa bakti yang dilakukan di hadapan Buddharupang didasarkan

rasa terima kasih kepada guru junjungan yang juga merupakan awal atau pintu

memperoleh kebenaran atau paling tidak melakukan kusala kamma (kamma baik).

Atas jasa-jasa beliau manusia dapat bebas dari penderitaan, menuju kebahagiaan,

dan mencapai kebebasan.

Rupang diletakkan di setiap bangunan vihara (Uposathagara, Dhammasala,

Kuti dan Perpustakaan), gunanya agar umat mengetahui bahwa rupang merupakan

lambang yang sering digunakan dalam agama Buddha.

2. Stupa

Stupa (sansekerta) atau thupa (pali) adalah suatu monumen yang didirikan

sebagai tempat untuk menempatkan abu jenazah sisa kremasi atau benda

peninggalan (relic) dari orang suci atau Cakkavati (raja sejagat). Bentuk stupa

adalah melambangkan empat unsur pokok yang berbentuk jasmani manusia, yaitu

tanah, air, api dan udara. Stupa telah ada sejak masa Sang Buddha. Stupa juga

69 Dwiyanti, Fungsi Vihara bagi Umat Buddha, (Skripsi S1 Sekolah Tinggi Agama Buddha

Nalanda, Jakarta, 1997), h. 19.

Page 40: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

dijadikan sebagai objek penghormatan.70 Puja Bhakti maupun penghormatan pada

stupa adalah suatu sikap mental dengan tujuan merenungkan dan selalu ingat akan

perbuatan atau perilaku baik orang-orang suci yang peninggalan atau relicnya

terdapat dalam stupa (pada masa hidupnya), agar umat Buddha dapat

meneladaninya. Inilah makna dari penghormatan pada stupa tersebut.

Stupa yang ada di vihara Jakarta Dhammacakka jaya adalah stupa dalam

bentuk kecil dan diletakkan di altar.

3. Cakka atau Cakra

Kata cakka atau cakra ini dikenal dalam agama Buddha yang disebut

Dhammacakka (Pali) atau Dhammacakra (Sansekerta) yang berarti roda dhamma,

yaitu sebagai lambang permulaan pembabaran dhamma yang diajarkan Buddha

Gotama kepada murid pertama 5 petapa. Lambang ini berbentuk lingkaran, di

dalamnya terdapat ruji-ruji serta porosnya. Semua itu menggambarkan bahwa ban

dari lingkaran roda itu sebagai belas kasihan yang tidak berhenti. Ruji-ruji di

dalam lingkaran itu sebanyak delapan buah adalah menggambarkan Jalan Mulia

Berunsur Delapan, yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari demi

tercapainya pembebasan mutlak atau nibbana.

Lambang cakka di vihara ini diletakkan di pintu masuk Uposathagara.

Lambang-lambang lain yang terdapat di cetiya adalah lampu/lilin, dupa, bunga

dan air.

a. Lampu penerangan

Dalam melaksanakan puja di depan Sang Buddha digunakan lampu

penerangan. Lampu ini melambangkan cahaya yang menerangi kegelapan.

Ruangan yang semula gelap gulita, dapat menjadi terang dengan cahaya lampu.

70 Coerneles Wowor, Pelajaran Agama Buddha untuk SMA kelas 1 (Jakarta: CV. Felita

Nursatama Lestari, 2003), h. 4-5.

Page 41: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Demikian juga dhamma dapat menerangi batin yang gelap menuju penerangan

sempurna.

b. Dupa atau hio

Di dalam vihara biasanya ada bau harum dari dupa yang ditancapkan di

tempat khusus di altar. Dalam hal ini dupa melambangkan harumnya kebajikan

yang dilakukan oleh siapa saja. Namun bau harumnya dupa tidak dapat melawan

arah angin, sebaliknya bau harumnya kebajikan atau nama baik dapat melawan

arah angin. Dalam Dhammapada disebutkan:

Harumnya bunga tak dapat melawan arah angin. Begitu pula harumnya kayu

cendana, bunga tagara dan melati. Tetapi harumnya kebajikan dapat

melawan arah angin; harumnya nama orang bajik dapat menyebar kesegala

penjuru.71

Harum juga nama Sang Buddha karena beliau penemu jalan kebenaran.

Inilah yang patut direnungkan dengan objek dupa yang ada.

c. Bunga

Bunga adalah lambang ketidakkekalan (Anicca), bunga segar yang

diletakkan di altar setelah beberapa waktu akan menjadi layu. Begitu pula dengan

badan dan jasmani, suatu waktu pasti akan menjadi tua, lapuk dan akhirnya mati.

Pada saat dipetik dan dipersembahkan di cetiya, bunga masih segar dan harumnya

membuat altar kelihatan indah dan agung namun beberapa waktu kemudian akan

layu dan hancur. Begitulah ketidak kekalan (anicca) akan dialami oleh setiap

perpaduan dari unsur-unsur baik yang hidup ataupun yang mati.

d. Air

Air dalam agama Buddha melambangkan kerendahan hati, kesejukkan,

kemurnian, dan kebersihan karena air mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

71 Dhammapada, (Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, tt), h. 29

Page 42: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

• Air dapat membersihkan noda-noda.

• Air dapat memberikan tenaga hidup kepada makhluk-makhluk.

• Air dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan.

• Air selalu mencari tempat yang rendah.

• Air kelihatannya lemah, akan tetapi suatu saat akan menjadi tenaga yang

sangat besar.

Selain itu air juga melambangkan kesucian, oleh karena itu hendaknya

manusia mampu berbuat seperti air. Sifat air yang dapat membersihkan kekotoran

memberikan arti tersendiri dalam kehidupan manusia. Bagaikan air manusia juga

dapat membersihkan segala kekotoran batinnya dengan cara melaksanakan

meditasi.

Kegiatan yang dilaksanakan di Vihara Dhammacakka Jaya ini meliputi

kegiatan keagamaan, pendidikan keagamaan dan kegiatan sosial keagamaan.

1. Kegiatan Keagamaan

a. Kegiatan Rutin

Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang dalam

jangka panjang. Kegiatan yang dilakukan secara rutin oleh umat Buddha ialah

pemeriksaan kesehatan, pemberkatan perkawinan, latihan meditasi, puja bhakti

umum, puja bhakti remaja, puja bhakti sore, puja bhakti mahasathi, puja bhakti

uposatha, puja bhakti lanjut usia. Kebaktian-kebaktian ini dilakukan dengan

membaca paritta, meditasi, permohonan Pancasila, permohonan Atthasila (bila

dihadiri oleh bhikkhu), mendengarkan dhamma. Rangkaian puja bakti ini biasanya

dilakukan di seluruh vihara agama Buddha.

b. Kegiatan Berkala

Page 43: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Kegiatan berkala adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang pada

waktu tertentu dan beraturan. Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang adalah

memperingati hari raya Tri Suci waisak, asadha, kathina, dan magha puja, donor

darah, perayaan HUT SIMA Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya.

c. Kegiatan Khusus

Kegiatan keagamaan yang dilakukan secara khusus, yaitu: Pabbajja dan

Upasampada. Pabbaja artinya meninggalkan rumah memasuki kehidupan tak

berumah tangga. Orang yang telah mengikuti Pabbajja dipanggil samanera (calon

bhikkhu), sedangkan orang yang telah di Upasampada disebut bhikkhu.

1. Kegiatan Pendidikan Keagamaan

a. Kelas Dhamma

Untuk mengetahui ajaran Sang Buddha, umat tidak hanya mendengarkan

dhammadesana yang diadakan satu kali dalam seminggu. Sisi lain untuk mengerti

ajaran Sang Buddha adalah dengan cara mengikuti kelas dhamma. Pada kelas

dhamma umat bisa menanyakan yang belum dimengerti. Ini sangat baik bagi

pemula yang sedang belajar dhamma, karena mereka dapat menanyakan dhamma

yang belum diketahui. Ada lima manfaat yang diperoleh seseorang yang sering

mendengarkan dhamma, yaitu:

1. Assutim sunati : mendengarkan sesuatu yang belum pernah

didengar, belajar mengetahui sesuatu yang

belum pernah diketahui.

2. Sutam pariyodapeti : sesuatu yang pernah didengar, dilaksanakan

dengan tekun untuk mendapatkan kenyataan.

3. Kankham vihanti : melenyapkan keraguan, segala sesuatu yang

ragu dilenyapkan.

Page 44: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

4. Ditthim ujum karoti : berpandangan yang benar.

5. Cittamassa pasidati : pikirannya bersih.72

Setelah menyadari manfaat belajar dhamma maka akan banyak orang yang

semakin tertarik mengikuti kelas dhamma.

b. Sekolah Minggu

Buddha Dhamma perlu diajarkan kepada anak-anak. Pengenalan Buddha

dhamma kepada anak sebaiknya dilakukan sejak dini. Dengan demikian maka

pribadi anak akan terbentuk dengan baik karena dhamma merupakan landasan

pembentukan pribadi yang baik. Sekolah minggu merupakan pendidikan

pengenalan Buddha Dhamma kepada anak. Pada hari minggu vihara mengadakan

sekolah minggu untuk anak-anak. Buddha Dhamma disampaikan kepada anak

dalam bentuk cerita, nyanyian ataupun praktek langsung dalam hal tata cara

kebaktian.

c. Kesenian

Kesenian merupakan curahan hati bagi seseorang yang berjiwa seni

melalui lantunan sebuah lagu misalnya, seseorang dapat menuangkan buah

pikirannya. Banyak umat Buddha yang berjiwa seni, mereka akan merasa lebih

mudah menuangkan dhamma lewat karya seninya dari pada harus menuangkan

dhamma dengan metode lainnya.

2. Kegiatan Sosial Keagamaan

Aksi sosial adalah salah satu kegiatan dalam bentuk dana. Dana yang umat

berikan dapat berupa uang, makanan, pakaian, donor darah, dan lain-lain. Setelah

72 Panjika (Pandit Jinaratna. Kaharuddin), Kamus Buddha Dhamma, (Jakarta: Tri Sattva

Buddhist Centre, 1994), h. 71-72

Page 45: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

dana tersebut terkumpul, maka disalurkan melalui seksi sosial ke tempat-tempat

yang membutuhkan. Kegiatan sosial tersebut dapat dilaksanakan di vihara.

Dengan melakukan aksi sosial ini maka umat telah melaksanakan salah satu ajaran

Sang Buddha.

B. Pelaksanaan Puasa (Uposatha) di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya

Dalam agama Buddha pelaksanaan sila dalam bentuk peraturan pelatihan

itu berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan kelompok umat Buddha tersebut

menjalani kehidupannya. Dalam hal ini umat Buddha terbagi menjadi dua bagian,

yaitu:

1. Gharavasa (perumahtangga), yaitu orang yang menjalani hidup berkeluarga

atau tidak, mempunyai pekerjaan seperti: petani, pedagang, militer, dan lain-

lain yang memberikan penghasilan untuk biaya kehidupan mereka.

2. Pabbajita, yaitu orang yang meninggalkan kehidupan berumah tangga

(keduniawian) dan menjalani hidup suci untuk mencapai nibbana. Pabbajita

tidak mempunyai pekerjaan, hidupnya dari menerima dana yang layak bagi

seorang petapa dari umat perumah tangga (gharavasa) yang memiliki saddha

(keyakinan) dan simpatik. Pabbajita ini terdiri dari bhikkhu (laki-laki),

bhikkhuni (perempuan), samanera (laki-laki) dan samaneri (perempuan).73

a. Puasa Bagi Umat Awam

Umat Buddha yang menjalani hidup berkeluarga di dalam masyarakat

disebut Upasaka dan Upasika. Kata Upasaka berarti yang duduk dekat dengan

guru. Kadang-kadang disebut pula umat yang berpakaian putih. Di dalam

kehidupan sehari-hari upasaka dan upasika, mereka melatih diri untuk

73 Pandita Dhammavisarada Drs. Teja S.M Rashid, Sila dan Vinaya (Jakarta: Penerbit Buddhis

Bodhi, 1997), h. 23

Page 46: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

melaksanakan Pancasila. Pada kitab Suci Dhammapada 246-247, Sang Buddha

bersabda:

“Barang siapa membunuh makhluk hidup, suka berbicara tidak benar,

mengambil apa yang tidak diberikan, merusak kesetiaan istri orang lain, atau

menyerah pada minuman yang memabukkan, maka di dunia ini orang seperti

itu seakan menggali kubur bagi dirinya sendiri”.74

Perbuatan-perbuatan yang tidak baik itu harus dihindarkan, bila seseorang

ingin menjadi seorang manusia tidak hanya jasmaninya saja, tetapi juga batinnya.

Ke lima dari Pancasila itu merupakan petunjuk tingkah laku moral dasar dan

minimal yang harus dilaksanakan oleh seorang umat Buddha. Uraian Pancasila

Buddha Dhamma adalah sebagai berikut:

1. Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.

2. Aku bertekad melatih diri menghindari pengambilan barang yang tidak

diberikan.

3. Aku bertekad melatih diri menghindarkan perbuatan tidak suci.

4. Aku bertekad melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar (bohong).

5. Aku bertekad melatih diri menghindari minuman keras, barang madat yang

menyebabkan lemahnya kesadaran.75

Selain menjalankan Pancasila tersebut, pada hari-hari Uposatha umat

Buddha dianjurkan untuk melaksanakan Atthasila (delapan sila), biasanya dengan

berdiam di vihara selama hari tersebut. Selama di vihara umat dapat

mendengarkan khotbah Dhamma atau melatih diri untuk melaksanakan meditasi.

74 Jutanago, Kitab Suci Dhammapada (Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1994), h. 127 75 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha

Nalanda, 1988), h. 6-7

Page 47: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Di dalam Atthasila, sila pertama, kedua, keempat, dan ke lima sama dengan

Pancasila, tetapi sila yang ketiga di ganti menjadi:

3. Aku bertekad melatih diri tidak melakukan hubungan kelamin.

Dan ditambah tiga sila lainnya, yaitu:

6. Aku bertekad melatih diri menghindari makan makanan setelah tengah hari.

7. Aku bertekad melatih diri menghindari marian, menyanyi, bermain musik, dan

pergi melihat pertunjukkan, memakai atau berhias dengan bebungaan,

wewangian, dan barang olesan (kosmetik) dengan tujuan untuk mempercantik

tubuh.

8. Aku bertekad melatih diri menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat

duduk yang tinggi dan besar (mewah).76

Menurut Bapak Supiyamano, di dalam Pancasila Buddhis, orang masih

dapat menikmati nafsu indera yang tidak bertentangan dengan Pancasila, tetapi di

dalam Atthangasila/Atthasila, seseorang sudah tidak boleh lagi memuaskan nafsu

indera atau melakukan hubungan kelamin meskipun dengan istri atau suaminya

sendiri, tidak makan lewat tengah hari dan tidak makan makanan dan cairan

tertentu yang tidak diijinkan pada malam hari, tidak mempercantik diri dengan

kosmetik dan perhiasan, serta tidak menggunakan tempat tidur dan tempat duduk

yang tinggi dan mewah.77

Pada tiap-tiap hari Uposatha, umat Buddha yang berniat menjalankan

peraturan (sila), akan mengucapkan kalimat demi kalimat yang ada di dalam

Atthasila, dan berusaha untuk tidak melanggar apa yang telah diucapkannya.78

76 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 7 77 Wawancara pribadi dengan Bapak Supiyamano, Jakarta 8 Mei 2007 78 Anjali G.S., Tuntunan Uposatha dan Atthasila (Jakarta: Lembaran Khusus Agama Buddha,

tt), h. 25

Page 48: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh umat Buddha pada hari Uposatha

tidak mesti sama, hal ini tergantung pada apa yang menjadi prioritas mereka, yaitu

belajar teori atau praktek dhamma. Jika hendak belajar teori atau tentang

pengetahuan dhamma, dalam sehari mereka dapat mendengarkan tiga atau empat

khotbah dhamma yang diberikan oleh para bhikkhu. Mereka dapat meminjam dan

mempelajari buku-buku dhamma, atau mungkin juga diadakan sebuah kelas

dhamma. Mereka dengan leluasa dapat membagi waktu untuk belajar meditasi,

diskusi dhamma dengan para bhikkhu dan sebagainya.

Jika hendak memperdalam praktek dhamma, umat dapat melakukan

meditasi di vihara, mengisi waktu dengan konsentrasi setiap saat, sambil duduk

maupun berjalan dan sesekali membantu bhikkhu mengerjakan tugas sehari-hari.

Demikianlah sepanjang hari dan malam itu (beberapa umat yang bersemangat

hanya tidur sedikit), mencurahkan waktunya untuk memperdalam dan

mempraktekkan dhamma.

Pada hari Uposatha, biasanya mereka lebih banyak melakukan perbuatan

baik dari pada hari-hari biasanya, antara lain membersihkan vihara dan berdana

kepada orang yang membutuhkan bantuan, terutama kepada bhikkhu sangha.

Mereka yang melaksanakan Atthangika Uposatha disebut Upasatham Upavasati

dan upacara memasuki hari uposatha disebut Upasatham samadiyati.79

Umat Buddha yang akan menjalankan Uposathasila pada hari Uposatha,

biasanya mereka pergi ke vihara pagi hari sekitar pukul 05.30 untuk permohonan

sila (Uposathasila) kepada para bhikkhu, bersikap tenang, terkendali, tidak emosi,

tidak berbicara hal-hal yang tidak berguna, memusatkan pikiran kepada Sang

Tiratana (Buddha, Dhamma dan Sangha). Di vihara bersama dengan umat yang

79 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h. 40

Page 49: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

lain, yang juga menjalankan Uposathasila memanjatkan paritta dan meminta

tuntunan uposathasila kepada bhikkhu sangha dan mendengarkan khotbah

dhamma.80

Berikut adalah permohonan tuntunan Uposathasila yang diucapkan oleh

umat Buddha yang akan menjalankan Uposathasila:

Mayam Bhante Tisaranena saha

Atthangasamannagatam Uposatham yacama

Dutiyampi mayam Bhante Tisaranena saha

Atthangasamannagatam Uposatham yacama

Tatiyampi mayam Bhante Tisaranena saha

Atthangasamannagatam Uposatham yacama

Artinya

Kami mohon Tisarana dan Atthasila (yang ada pada diri samana) pada hari

Uposatha ini. Untuk kedua kalinya Bhante, Kami mohon Tisarana dan

Atthasila (yang ada pada diri samana) pada hari Uposatha ini. Untuk ketiga

kalinya Bhante, Kami mohon Tisarana dan Atthasila (yang ada pada diri

samana) pada hari Uposatha ini.

• Kemudian bhikkhu mengucapkan Vandana

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammsambuddhassa, 3 kali

Artinya:

Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah Mencapai

Penerangan Sempurna (3x).

80 Bhikkhu Vijano, Dhamma-Sekolah Minggu Buddhis (Jakarta: Yayasan Dhammadipa

Arama, 1986), h. 38

Page 50: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

• Umat mengikuti kalimat demi kalimat

• Bhikkhu mengucapkan Evam Vadehi

• Umat menjawab Ama Bhante

• Bhikkhu mengucapkan Tisarana

• Umat mengikuti kalimat demi kalimat

Buddham saranam gacchami

Dhammam saranam gacchami

Sangham saranam gacchami

Dutiyampi Buddham saranam gacchami

Dutiyampi Dhammam saranam gacchami

Dutiyampi Sangham saranam gacchami

Tatiyampi Buddham saranam gacchami

Tatiyampi Dhammam saranam gacchami

Tatiyampi Sangham saranam gacchami

Artinya :

Aku berlindung kepada Buddha

Aku berlindung kepada Dhamma

Aku berlindung kepada Sangha

Untuk kedua kalinya aku berlindung kepada Buddha

Untuk kedua kalinya aku berlindung kepada Dhamma

Untuk kedua kalinya aku berlindung kepada Sangha

Untuk ketiga kalinya aku berlindung kepada Buddha

Untuk ketiga kalinya aku berlindung kepada Dhamma

Untuk ketiga kalinya aku berlindung kepada Sangha

• Bhikkhu mengucapkan Saranagamanam Nitthitam

• Umat mengucapkan Atthasila

• Umat mengikuti kalimat demi kalimat

Page 51: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

1. Panatipada veramani sikkhapadam samadiyami

2. Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami

3. Abrahmacariya veramani sikkhapadam samadiyami

4. Musavada veramani sikkhapadam samadiyami

5. Sura-meraya-majja-pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami

6. Vikala-bhojana veramani sikkhapadam samadiyami

7. Naccagita-vadita-visukadassana malagandha-vilepana dharana-

mandana vibhusanatthana veramani sikkhapadam samadiyami

8. Uccasayana-mahasayana veramani sikkhapadam samadiyami

Artinya:

1. Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.

2. Aku bertekad melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak

diberikan.

3. Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan tidak suci.

4. Aku bertekad melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.

5. Aku bertekad melatih diri menghindari segala minuman keras, barang

madat yang menyebabkan lemahnya kesadaran.

6. Aku bertekad melatih diri menghindari makan-makanan setelah tengah

hari.

7. Aku bertekad melatih diri menghidari menari, menyanyi, bermain

musik, dan pergi melihat pertunjukkan, memakai atau berhias dengan

bebungaan, wewangian dan barang olesan (kosmetik) dengan tujuan

mempercantik tubuh.

8. Aku bertekad melatih diri menghindari penggunakan tempat tidur dan

tempat duduk yang tinggi dan besar (mewah).

Page 52: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

• Bhikkhu mengucapkan

• Umat mengikuti kalimat demi kalimat

Imani Atthangasamannagata

Buddhapannattam Uposatham

Imanca rattim imanca divasam

Sammadeva abhirakkhitum samadiyami

Artinya:

Kami menyatakan (tekad) melakukan Uposatha, yang telah diajarkan Sang

Buddha. Terdiri dari delapan bagian sila, harus dijaga dengan baik, bersih

dan sempurna, jangan sampai terputus atau melanggar selama satu hari

ssatu malam.

• Bhikkhu mengucapkan

Imani Atthasikkhapadani Ajjekam Rattindivam

Uposathavasena Sadhukam Rakkhitabbani

Artinya:

Inilah delapan latihan moral yang dijaga selama satu hari satu malam

dalam melakukan Uposatha.

• Hadirin menjawab: Ama Bhante

• Bhikkhu mengucapkan:

Silena sugatim yanti

Silena bhogasampada

Silena nibbutim yanti

Tasma silam visodhaye

Artinya:

Dengan menjalankan sila berakibat hidup bahagia.

Page 53: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Dengan menjalankan sila berakibat memperoleh kekayaan materi dan

batin.

Dengan menjalankan sila berakibat tercapainya kebahagiaan abadi atau

nibbana.

Oleh sebab itu laksankanlah sila itu dengan baik dan sempurna.

• Hadirin menjawab: Ama Bhante

Sadhu Sadhu Sadhu.81

Di dalam Uposatha Sutta, Sang Buddha mengajarkan renungan terhadap

mereka yang hendak melatih Atthasila sebagai berikut:

“Dengan menjalankan delapan sila pada hari Uposatha, saya melepaskan

cara-cara yang biasa dilakukan orang, dan hidup seperti arahat, penuh cinta kasih,

suci dan bijaksana.82

Puasa yang dilaksanakan oleh umat awam di dalam agama Buddha adalah

untuk melaksanakan sila, yaitu sila ke enam dari Atthasila. Di dalam sila keenam

ini terdapat istilah vikala-bhojana, yang terbentuk dari dua kata, yaitu vikala dan

bhojana. Kata vikala terdiri dari awalan vi yang berarti berbeda, berlawanan dan

kebalikan; dan kata kala yang berarti waktu yang salah. Kata bhojana berarti

makanan. Gabungan dari dua kosa kata tersebut, vikala-bhojana dapat

disepadankan dengan memakan makanan pada waktu yang salah. Artinya, tidak

memakan makanan dan minuman di luar batas waktu yang telah ditentukan.

Batas waktu yang tidak tepat adalah dimulai dari tengah hari, pukul 12.00

siang sampai pada keesokan harinya, yaitu bila kita sudah dapat melihat warna

81 Tuntunan Latihan Upasika Atthasila, (Penerbit: Sangha Theravada Indonesaia (Biro

Pendidikan Bhikkhu/Samanera, tt), h. 22-25 82 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 13

Page 54: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

hijau dari daun-daun atau telah dapat melihat garis-garis pada telapak tangan

sendiri, baru boleh makan makanan.83

Dengan demikian, batas waktu makan yang diberikan adalah antara pukul

06.00 pagi sampai dengan pukul 12.00 siang. Meskipun demikian, hal ini tidak

berarti selama jangka waktu tersebut lalu makan sesering mungkin. Bukan

demikian, tetapi berusaha untuk menggunakan sesedikit mungkin. Bahkan

kadang-kadang digunakan hanya dua kali saja, yaitu pukul 07.00 pagi dan pukul

11.00 siang.84

Menurut Bapak Supiyamano, sila ke enam ini sebenarnya meniru latihan

yang dilakukan oleh para bhikkhu, tujuannya adalah untuk menghindari

kemalasan yang dialami setelah bekerja seharian dan sehabis makan siang.

Dengan menjalankan sila ini, badan menjadi lebih ringan dan siap digunakan

untuk berlatih meditasi. Tetapi beberapa hal diperlukan di sini, yaitu makanan dan

minuman yang diperbolehkan dimakan atau diminum setelah lewat tengah hari

adalah minum obat, yaitu mereka yang bekerja, jika dirasa terlalu lelah setelah

bekerja seharian penuh, maka teh atau kopi boleh diminum untuk membuat tubuh

segar. Jika merasakan lapar maka coklat murni yang diseduh / dibuat minum,

gula, madu, mentega dan sirup buah boleh digunakan. Bila masuk angin boleh

minum jahe atau memakan jahe muda. Bila sembelit, dapat memakan buah asam.

Sebaliknya yang tidak boleh dimakan adalah makanan yang mempunyai nilai

penguat tubuh, seperti: nasi, sayur mayur, lauk pauk, roti, susu dan lainnya. Dalam

hal ini susu disamakan dengan makanan.85

83 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h. 48 84 Bhikkhu Uttamo, Hidup Sesuai dengan Dhamma, (Blitar: Vihara Samanggi Jaya, 1994), h.

48 85 Wawancara pribadi dengan Bapak Supiyamano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 55: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

b. Puasa Bagi Umat Viharawan

Di dalam melaksanakan aturan pelatihan bagi umat viharawan, dilihat dari

waktu pelaksanaannya, dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Puasa bagi para bhikkhu dan samanera (calon bhikkhu) adalah dilaksanakan

setiap hari sesuai dengan tanggung jawab mereka di dalam Patimokkha.86

2. Pada hari Uposatha, selain berpuasa para bhikkhu juga berkumpul untuk

mendengarkan 227 sila dari Patimokkha yang dibacakan oleh salah seorang

bhikkhu.87

3. Pada masa musim hujan, para bhikkhu harus berdiam di suatu tempat, dan

meskipun masih melakukan tugas sehari-hari, mereka tidak boleh

meninggalkan vihara sampai larut malam. Dalam kondisi lingkungan tertentu

mereka diperbolehkan absen dari vihara atau tempat dimana mereka tinggal,

paling lama tujuh hari.88

Perhimpunan para bhikkhu disebut Sangha. Kata Sangha tidaklah semata-

mata menunjukkan suatu kelompok bhikkhu, namun lebih berarti sebagai para

bhikkhu yang berkumpul untuk menjalankan suatu fungsi atau tugas. Jumlah

bhikkhu yang membentuk sebuah Sangha ditentukan oleh fungsinya. Kebanyakan

fungsi memerlukan Sangha dengan empat bhikkhu yang disebut catuvagga, tetapi

beberapa fungsi lainnya memerlukan Sangha dengan lima, sepuluh, atau dua

puluh bhikkhu (pancavagga, dasavagga, visativagga).

Sangha dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

86 Matara Sri Nanarama Mahathera, Tujuh Tingkat Kesucian dan Pengertian Langsung

(Penerbit Karaniya-Yayasan Karaniya, tt), h. 2 87 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 61 88 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 77

Page 56: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

1. Samutti Sangha, yaitu perkumpulan para bhikkhu yang belum mencapai

tingkat kesucian.

2. Ariya Sangha, yaitu perkumpulan para bhikkhu dan upasaka-upasika yang

telah mencapai tingkat kesucian.

Ariya Sangha inilah yang termasuk dalam tiga perlindungan (Tisarana): Buddha,

Dhamma, dan Sangha.89

Dari sini maka pelaksanaan puasa bagi masyarakat viharawan dapat dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Puasa Bagi Samanera

Sebelum menjadi bhikkhu, seorang umat Buddha harus ditahbiskan

terlebih dahulu menjadi samanera dengan upacara Pabbaja. Kata samanera

berasal dari kata samana (pertapa) dan nera (putera atau kecil). Seorang samanera

harus mengikuti bimbingan yang diberikan oleh acariya (guru pembimbing) dan

upajjahaya (guru penahbis) yang bertanggung jawab atas latihannya dalam

dhamma dan vinaya, sebagai persiapan upasampada (upacara penerimaan anggota

sangha). Seorang samanera harus melatih diri untuk melaksanakan dasasila

(sepuluh peraturan latihan) dan 75 sila sekhiya (bagian dari Patimokkha). Setelah

samanera diberi upasampada, ia diterima ke dalam sangha sebagai seorang

bhikkhu yang belum berpengalaman.90

Seorang samanera tidak sepenuhnya melaksanakan Cattaro Silakkhanda

(empat kelompok sila: Patimokkha samvara sila, indriya samvara sila,

89 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 13

90 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 13-14

Page 57: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

ajivaparisuddhisila dan paccayasannissita sila). Bagi samanera mereka tidak

melaksanakan Patimokkha sila yang terdiri dari 227 sila, tetapi mereka

melaksanakan 10 sikkhapada (sepuluh peraturan latihan) dan 75 sekhiya dhamma

(bagian penting dari Patimokkha). Di samping itu juga samanera melaksanakan

Nasananga (sepuluh kesalahan yang mengakibatkan pengusiran) dan

dandakamma (lima kesalahan yang mengakibatkan denda kerja).91

Puasa bagi samanera ini adalah dilaksanakan setiap hari, karena sudah

menjadi kewajiban mereka untuk memperhatikan dasasila sebagai standar sila

mereka dalam kehidupan sehari-hari. Waktu yang tepat bagi para samanera untuk

makan adalah dimulai pada saat pagi hari ketika cahaya sudah cukup terang untuk

melihat garis pada telapak tangan dan berakhir pada tengah hari.

Dalam jangka waktu tersebut mereka dapat makan sekali atau dua kali.

Bila hanya makan sekali, maka jumlah yang dimakan harus cukup untuk 24 jam,

sedangkan bila makan dua kali, maka makan yang kedua dilakukan pada sekitar

jam 11.00 agar selesai makan pada waktu tengah hari.92

Pelanggaran peraturan pelatihan (tidak makan pada waktu yang salah) ini

telah terjadi bilamana terdapat empat faktor, yaitu:

• Waktu di luar batas yang telah ditentukan.

• Makanan atau minuman yang tidak diperbolehkan.

• Usaha untuk memakan atau meminum.

• Memakannya atau meminumnya.93

Sepuluh Nasananga atau peraturan pengusiran adalah kesalahan-kesalahan

berat yang memerlukan pembaharuan terhadap seluruh peraturan, sekalipun hanya

91 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h. 141 92 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007 93 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h. 48

Page 58: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

satu dari sepuluh peraturan itu yang dilanggar, sedangkan dandakamma atau

denda kerja adalah kesalahan-kesalahan lebih ringan yang mengharuskan

samanera menjalankan bentuk denda kerja, seperti menyapu lingkungan vihara

atau membersihkan tempat-tempat sampah dan semacamnya.94

Adapun sila-sila yang dilaksanakan oleh para samanera (dasasila) adalah

untuk sila yang pertama sampai sila yang keenam sama dengan sila-sila dalam

Atthasila, untuk sila yang ketujuh dalam Atthasila dibagi menjadi dua bagian,

yaitu menjadi sila ketujuh dan ke delapan, sila ke delapan dalam Atthasila menjadi

sila ke sembilan dalam Dasasila, dan ditambah sila yang ke sepuluh. Sehingga sila

ke tujuh sampai dengan ke sepuluh adalah sebagai berikut:

• Sila ke-7: Naccagita-vadita-visuka dassana veramani sikkhapadam

samadiyami, artinya menahan dari dari menari, menyanyi, bermain musik, dan

pergi melihat tontonan.

• Sila ke-8: Malagandha-vilepana-dharana-mandana-vibhusanat-thana

veraman sikkhapadam samadiyami, artinya menahan diri dari memakai bunga,

wangi-wangian, dan kosmetik dengan tujuan menghias dan mempercantik atau

memperindah diri.

• Sila ke 9: Uccasayana-mahasayana veramani sikkhapadam samadiyami,

artinya menahan diri dari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang

tinggi dan mewah.

• Sila ke 10: Jatarupa-rajata-patiggahana veramani sikkhapadam samadiyami,

artinya menahan diri dari menerima emas dan perak.

Dari sepuluh peraturan latihan (dasasila) tersebut dilaksanakan oleh samanera

dalam kehidupannya sehari-hari.

94 Bhikkhu Khemio (Pent.), Samanera Sikkha (Jakarta: Sangha Theravada Indonesia, 1980), h.

34

Page 59: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

2. Puasa Bagi Para Bhikkhu

Bhikkhu adalah umat Buddha yang melepaskan diri dari kehidupan

duniawi untuk berjuang dengan sungguh-sungguh agar dapat mengakhiri

penderitaan atau mencapai nibbana. Kata bhikkhu sering diterjemahkan sebagai

“pengemis” atau “peminta sedekah”. Namun terjemahan itu tidaklah

mencerminkan pengertian yang sesungguhnya, karena di dalam hubungan tersebut

seorang bhikkhu tidaklah meminta, melainkan “menerima” apa yang

dipersembahkan kepadanya.95

Menurut bhante Jayaratano puasa bagi para bhikkhu adalah dilaksanakan

setiap hari, karena mereka harus menjalankan Patimokhasila, yang menjadi

standar sila mereka di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan makanan yang

mereka makan adalah hasil dari pindapatta. Pindapatta adalah makanan yang

diterima oleh para bhikkhu dari umat awam yang dipersembahkan ke dalam

mangkuk (patta). Bhikkhu juga dapat menerima makanan melalui persembahan

umat kepada vihara atau tempat dimana bhikkhu tinggal atau melalui undangan

umat kepada bhikkhu untuk makan di rumah umat.96

Pada hari Uposatha, selain berpuasa para bhikkhu juga mempunyai

kewajiban untuk melakukan pengakuan atas kesalahan yang pernah dilakukan.

Pengakuan yang dilakukan tersebut tidak akan menyebabkan mendapat ampunan

atau pembebasan kesalahan atau perbuatan buruk yang telah dilakukan namun

akan mengetahui, mengingat dan menyadari atas perbuatan yang dilakukannya

95 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 13 96 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 60: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

sehingga muncul suatu usaha atau tekad untuk tidak mengulangi perbuatan

tersebut dan tidak akan terulang lagi untuk selanjutnya.97

Di dalam vinaya, selain ringkasan aturan moral yang disebut dengan

Patimokkha, tidak ada ajaran lain yang harus dibacakan pada hari Uposatha.

Patimokkha ini mengajarkan suatu bentuk metode latihan diri untuk perkumpulan

para bhikkhu. Mereka berkumpul bersama pada suatu tempat tertentu pada hari

Uposatha dan jumlah minimal bhikkhu yang hadir pada tempat tersebut adalah

empat orang bhikkhu dan setiap bhikkhu tidak boleh menghadiri pembacaan

Patimokkha atas kuasa orang lain atau diwakilkan. Apabila jumlah bhikkhu yang

ada pada suatu tempat pada hari Uposatha itu kurang dari empat, maka

pelaksanaan pengakuan atas kesalahan atau pelanggaran terhadap peraturan

Patimokkha adalah sebagai berikut:

a. Parisudhi Uposatha untuk tiga orang bhikkhu.

Apabila pada hari Uposatha, pada suatu tempat kediaman hanya ada tiga

orang bhikkhu, mereka tetap harus melaksanakan Uposatha dengan

mengumumkan “kemurnian” mereka. Hal ini dikenal sebagai Parisudhi

Uposatha. Pertama-tama mereka harus mempersiapkan tugas yang akan

dilaksanakan dan disempurnakan, termasuk di dalamnya adalah pengakuan

atas pelanggaran. di antara 7 tingkat kesucian, yaitu: kesucian sila, kesucian

manas, kesucian pandangan, kesucian dalam melenyapkan keragu-raguan,

kesucian pengetahuan tentang hakikat yang sesungguhnya dari kemajuan dan

kesucian pengetahuan tentang hakikat yang sesungguhnya dari jalan suci.

Ketiga bhikkhu tersebut berkumpul bersama dengan membuat jarak satu hasta

antara satu dengan yang lainnya.

97 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 61: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

b. Parisudhi Uposatha untuk dua orang bhikkhu.

Apabila pada hari Uposatha di dalam suatu tempat hanya terdapat dua

orang bhikkhu maka mereka tetap melaksanakan Parisudhi Uposatha hanya

saja dalam masalah ini tidak ada pengumuman yang formal. Yang utama

dilaksanakan adalah kesiapan pengakuan atas pelanggaran yang pernah

dilakukan dan dimulai dari bhikkhu yang lebih tua.

c. Adhitthana Uposatha untuk satu orang bhikkhu.

Apabila pada hari Uposatha di dalam suatu tempat hanya terdapat satu

orang bhikkhu, maka bhikkhu tersebut tetap wajib untuk menjaga Uposatha

dengan jalan ketetapan hati. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah

melaksanakan persiapan dengan membersihkan ruangan Uposatha atau tempat

dimana biasanya Uposatha dilaksanakan, menyediakan air minum,

menyiapkan satu tempat duduk yang tertuju pada lampu. Jika kewajiban ini

telah sempurna sementara tidak ada bhikkhu lain yang datang, maka bhikkhu

tersebut harus duduk dan membuat penyataan sebagai berikut: ”Ajja me

Uposatho” (hari ini adalah hari Uposatha untuk saya).98

Demikian juga, pada musim hujan (vassa) di samping para bhikkhu harus

menjalankan puasa mereka juga mempunyai kewajiban untuk berdiam di suatu

tempat dan mentaati peraturan-peraturan yang berlangsung selama 90 hari dan

dimulai sehari sesudah Purnama sidhi di bulan Asalhamasa (bulan kedelapan

pada peninggalan bulan) dan berakhir pada Purnama sidhi bulan ke sebelas

(assajujamasa). Dalam tahun kabisat, dimana terdapat bulan Asalha ganda, maka

dengan sendirinya masa vassa dimulai sehari sesudah Purnama sidhi di bulan

98 Phra Sasana Sobhana, The Patimokha 227 Fundamental Rules of A Bhikkhu, Ven Nanamoli

Thera, transl. (Bangkok: Mahakutarajavidyalaya, 1969), h. 153-154

Page 62: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Asalha yang kedua dan bukan yang pertama. Hari Asadhakala Purnama sidhi

adalah patokan untuk memulai masa vassa.99

Menurut bhante Jayaratano sebelum memasuki hari Asadha, para bhikkhu

sudah memilih dan berikrar untuk menjalankan masa vassa di vihara tertentu

selama tiga bulan untuk memperdalam latihan samadhi dan memperbanyak

pembabaran dhamma kepada para umat, di samping mempererat, saling

pengertian, saling menghormati di antara anggota Sangha. Hal ini merupakan

sesuatu yang penting bagi kemajuan dan pemeliharaan ajaran Sang Buddha.100

Selama masa vassa para bhikkhu latihan samana dhamma (dhamma yang

membuat damai dan tenang seperti meditasi vipassana) dan para bhikkhu dapat

membuat peraturan tertentu bagi diri mereka sendiri. Tetapi para bhikkhu dilarang

membuat peraturan yang tidak sesuai dengan dhamma. Misalnya larangan

berbicara atau mendengar dhamma vinaya, membaca dhamma, memberi

dhammadesana, menahbiskan bhikkhu (upasampada) dan melaksanakan latihan

dhutanga (latihan keras) untuk mengembangkan samana dhamma.

Aturan-aturan tersebut tidak diperbolehkan dan para bhikkhu harus saling

menasehati satu sama lain, rajin berbicara dhamma vinaya dan belajar tentang

dhamma dan vinaya, menjalankan tugas-tugas keagamaan dan mengembangkan

samana dhamma menurut kekuatan dan kemampuan masing-masing bhikkhu.

Selain itu ada aturan-aturan lain yang harus dijalankan oleh para bhikkhu selama

menjalankan vassa. Yaitu tidak meninggalkan tempat selama lebih dari tujuh hari

yang disebut sattaha karaniya (tujuh hari untuk apa yang harus dikerjakan) atau

sattaha pendek. Jika tidak maka masa vassa itu tidak berlaku lagi.

Beberapa hal yang menyebabkan seorang bhikkhu dapat pergi adalah:

99 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996-2026, h. 21 100 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 63: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

1. Jika teman dhamma (bhikkhu dan samanera), atau ibu dan ayah sakit, maka

seorang bhikkhu dapat pergi untuk merawatnya.

2. Jika teman dhamma ingin melepaskan jubah (karena nafsu keinginan

duniawi), maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk memadamkan keinginan

tersebut.

3. Jika terdapat beberapa tugas dari Sangha yang harus dikerjakan, seperti

kerusakan vihara, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk mencari bahan

guna perbaikan.

4. Jika donatur ingin meningkatkan kebajikan mereka (kusala) dan mengundang

bhikkhu, maka seorang bhikkhu dapat pergi untuk mendukung keinginan

mereka.101

Bagi para bhikkhu yang telah melaksanakan vassa selama tiga bulan

penuh, Sang Buddha mengijinkan untuk melaksanakan Pavarana (upacara

pengakhiran vassa) sebagai ganti Uposatha pada saat Purnama di bulan Khatika

(bulan ke dua belas kalender lunar). Pavarana biasanya dilakukan pada tanggal

15, namun apabila Sangha tidak melakukan pavarana pada hari itu, upacara

tersebut dapat ditunda dalam jangka waktu dua minggu atau satu bulan atau pada

hari yang lainnya. Jumlah bhikkhu yang menghadiri pertemuan sekurang-

kurangnya lima bhikkhu. Pavarana merupakan kesempatan bagi para bhikkhu

untuk saling mengingatkan satu sama lain.102

C. Makna Puasa (Uposatha) Bagi Umat Buddha

Hari Uposatha merupakan hari yang sangat penting bagi umat Buddha,

baik yang berstatus sebagai viharawan maupun umat awam, baik bagi mereka

101 Bhikkhu Subalaratano (ed), Pengantar Vinaya, h. 29-30 102 Bhikkhu Subalaratano (ed), Pengantar Vinaya, h. 30

Page 64: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

yang telah mengenal dhamma maupun yang hanya mengenal agama Buddha

secara tradisional. Hari inilah yang tepat untuk berkumpul, mengulangi kembali

ajaran Sang Buddha, membaca paritta, mendengarkan dhammadesana, melakukan

diskusi dhamma, menjalankan sila, berbuat baik, bermeditasi, dan melakukan

praktik dhamma yang lainnya.

Hari Uposatha (puasa) mengajarkan kepada umat Buddha agar menjadi

manusia haruslah bermanfaat bagi orang lain. Umat juga diajarkan untuk berbuat

banyak kebajikan, sebab menurut ajaran Buddha perbuatan baik atau kebajikan

akan membawa kebahagiaan bagi pelakunya baik di dunia maupun setelahnya.

Puasa di dalam agama Buddha bukanlah sebagai formalitas keagamaan,

tetapi sebagai suatu bentuk amalan yang didasarkan pada suatu pengetahuan moral

dan psikologi yang mendalam.103

Menurut bhante Jayaratno puasa dalam agama Buddha ialah berusaha

untuk memperbaiki pikiran, ucapan dan jasmani. Ini semata-mata untuk

menjalankan ajaran Sang Buddha. Khususnya untuk kesucian diri sendiri agar

terhindar dari pikiran dan perbuatan yang tidak baik, membuang sifat sombong,

dan memancarkan memancarkan cinta kasih pada sesama.104

Puasa adalah metode pelatihan untuk pengendalian diri. Puasa tidak hanya

berfungsi menahan dan mengendalikan hawa nafsu, tetapi juga pengendalian

pikiran dan hati agar tetap berada pada garis orbit yang telah digariskan dalam

prinsip berpikir berdasarkan dhamma dan vinaya.

Puasa tidak sama dengan orang kelaparan . Orang kelaparan terpaksa tidak

makan dan minum karena tidak ada yang bisa dimakan atau diminum, sedangkan

103 K. Sri Dhammananda, What Buddhist Believe (Taiwan: The Corporate Body of The

Buddha Education Foundational, 1993), h. 214 104 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 65: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

mereka yang berpuasa secara sadar meninggalkan makan-minum, berhubungan

seksual, tidak berbohong dan lain-lain sebagai bentuk pengendalian diri dalam

melaksanakan sila yang ada dalam dhamma dan vinaya. Hanya orang yang kuat

yang bisa mengendalikan dirinya. Oleh karena itu puasa bukanlah aktivitas fisik,

melainkan aktifitas spiritual, karena yang bekerja jiwanya. Jadi kualitas puasa juga

diukur secacra spiritual bukan materialnya.

Sang Buddha berkali-kali menekankan bahwa pikiran merupakan awal dari

segalanya, pikiran mendahului ucapan dan perbautan. Ini dapat dilihat dalam kitab

Dhammapada ayat 2 yang berbunyi, “segala keadaan adalah hasil dari apa yang

kita pikirkan, berdasarkan atas pikiran kita dan dibentuk oleh pikiran kita. Bila

seseorang berbicara mengikutinya, sepertinya baying-bayang yang tidak pernah

meninggalkan dirinya”.

Pikiran yang terkendali akan mudah diarahkan dan membawa

kebahagiaan. Ucapan dan perbautan lebih mudah diikuti dan dikendalikan.

Karenanya mengendalikan ucapan dan perbuatan harus menjadi langkah pertama

dan langkah yang sebaik-baiknya untuk mengendalikan pikiran. Bagi orang yang

ucapan dan perbautannya terkendali, pikiran-pikiran jahat tidak akan mendapat

kesempatan untuk dilakukan dan akhirnya padam.

Hakikat puasa adalah menumbuhkan kecerdasan emosi dan spiritual

manusia. Parameter bagi seseorang untuk mengetahui bahwa puasa yang dijlani

dalam melaksanakan sila ini adalah akhlak mulia. Dengan berpuasa maka akan

menambah keyakinan dan keimanan seseorang untuk semakin giat beribadah.

Puasa membentengi pelakunya dari perbuatan buruk, kecerobohan, perbuatan keji,

disamping meminimalkan rasa ketertarikan terhadap kesenangan dan keglamoran

duniawi.

Page 66: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

D. Analisis

Berdasarkan penjelasan tentang Pelaksanaan dan Makna Puasa (Uposatha)

dalam Agama Buddha ada beberapa hal yang perlu penulis tulis, yaitu:

Puasa di dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang baru,

tetapi merupakan masalah yang sudah dikenal banyak orang. Bahkan puasa sudah

ada sejak jaman dahulu kala dan sampai saat ini masih dilaksanakan oleh banyak

orang. Biasanya puasa ini sering dilaksanakan sebagai tanda atau simbol adanya

ketergantungan terhadap sesuatu yang lebih tinggi, suatu perjalanan ke arah

kematangan spiritual yang bersifat transenden. Oleh karena itu di dalam beberapa

kelompok agama, puasa secara berangsur-angsur menjadi standar untuk

menunjukkan ketaatan dan pengabdian kepada Tuhan.

Namun demikian, puasa di dalam agama Buddha adalah untuk menjadikan

sila yang merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan pada kehidupan yang

bebas dari kelahiran, kematian dan penderitaan (tumimbal lahir) dan juga untuk

mencapai tujuan akhir yaitu Nibbana. Hal ini karena puasa dalam agama Buddha,

Tuhan bukanlah yang menjadi central atau tujuan tetapi ingin membebaskan

manusia dari lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kebodohan batin).

Mungkin bagi mereka, Tuhan bukanlah ajaran utama dalam agama Buddha.

Sementara puasa di dalam agama lain, contohnya puasa di dalam agama Islam

adalah berdasarkan perintah Allah yang ada dalam al-Qu’ran. Dan dalam

pelaksanaannya puasa dalam agama Buddha dilakukan mulai dari pukul 12.00

siang sampai pukul 06.00 pagi sedangkan puasa dalam Islam dilakukan dari mulai

terbit fajar sampai terbenam matahari

Page 67: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Banyak orang yang menganggap bahwa puasa di dalam agama Buddha ini

hanyalah formalitas keagamaan saja. Namun anggapan tersebut tidak benar,

karena puasa di dalam agama Buddha bukan berarti perlombaan untuk tidak

makan dengan prinsip siapa yang kuat dialah yang sukses. Puasa di dalam agama

Buddha adalah untuk melaksanakan sila dan ditunjukkan untuk meningkatkan

kualitas mental dan untuk mengurangi nafsu keserakahan (lobha).

Agama Buddha adalah agama yang mengajarkan adanya sila sebagai dasar

utama dalam pengamalan ajaran agama Buddha, sehingga sudah selayaknya bagi

umat Buddha untuk mempelajari dan mengamalkan dhamma ajaran Sang Buddha

agar dapat meraih kesejahteraan lahir dan batin dalam kehidupan sekarang ini

maupun kehidupan yang akan datang.

Demikian juga pelaksanaan puasa di dalam agama Buddha adalah

merupakan wujud nyata dari kesaksian umat Buddha kepada Sang Tiratana

(Buddha, Dhamma dan Sangha). Kesaksian yang dimaksud adalah suatu bentuk

kepercayaan atau keyakinan akan kebenaran Buddha Dhamma (ajaran Sang

Buddha), akan kebenaran hukum-hukum kesunyataan, yaitu dengan menjalankan

dasar-dasar ajaran Cattari Ariya Saccani atau empat kesunyataan mulia tentang

dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha dan jalan untuk melenyapkan

dukkha.

Dari hasil penelitian di lapangan, pelaksanaan puasa pada masa Vassa

(musim hujan) di India dan di Indonesia tidak sama karena berbeda iklim jika di

India umat Buddha melaksanakan masa Vassa setiap musim penghujan maka

berbeda dengan pelaksanaan masa Vassa di Indonesia. Di Indonesia umat Buddha

tidak melakukan Vassa pada musim hujan ini hanya sekedar mengikuti tradisi dari

Sang Buddha tetapi dalam hal penetapan waktu Vassa, umat Buddha Theravada di

Page 68: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Indonesia mengikuti penetapan Vassa berdasarkan atas penetapan penanggalan

lunar dari Myanmar sedangkan umat Buddha Mahayana mengikuti penetapan

penanggalan lunar dari Tiongkok.

Sistem penanggalan bulan (lunar) lebih pendek sekitar 11 hari

dibandingkan sistem penanggalan matahari (solar). Satu tahun penanggalan bulan

= 354 hari; satu tahun penanggalan matahari = 365 hari (atau 366 hari setiap

empat tahun sekali). Jadi setiap tahun, Tahun Baru lunar selalu maju sekitar 11

hari. Ini terjadi pada penanggalan Arab dan penanggalan Jawa. Coba lihat, bulan

Puasa dan Idul Fitri, dan musim Haji terus bergeser maju, 11 hari setiap tahunnya.

Yang menjadi masalah bagi masyarakat agraris ialah kapan musim hujan

tiba, kapan harus bercocok tanam dan sebagainya., karena musim (yang

bergantung pada penanggalan matahari = peredaan bumi mengelilingi matahari)

menurut penanggalan bulan selalu bergeser terus. Di negara subtropis, masalahnya

lebih rumit lagi: kapan mulai musim semi, musim panas, musim gugur dan musim

dingin. Apakah harus bergeser mundur 11 hari setiap tahun penanggalan bulan?

Untuk menjaga agar musim-musim itu jatuh kira-kira pada bulan-bulan

yang sama, maka pada penanggalan bulan itu setiap 2-3 tahun sekali (3 x 11 hari =

33 hari) harus ditambahkan satu bulan tambahan (Lun). Ini bisa dilihat pada

Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya. Selalu maju 11 hari setiap tahun,

tapi setiap 2-3 tahun sekali selalu mundur kembali 1 bulan. Jadi Cap Go Meh

selalu jatuh di bulan Februari-Maret, bertepatan dengan musim hujan lebat di

Indonesia. Begitu pula hari Waisak, selalu maju 11 hari setiap tahun, tetapi selalu

mundur kembali 1 bulan setiap 2-3 tahun sekali, sehingga hari masa Vassa tidak

pernah keluar dari bulan Juni-Oktober..

Page 69: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Masalahnya, siapa yang menetapkan penambahan 1 bulan tambahan setiap

2-3 tahun sekali itu? Dalam masyarakat Buddhis tidak ada seperti Vatikan, yang

memegang otoritas internasional tentang penanggalan keagamaan. Oleh karena itu

Sangha-Sangha di negara-negara Buddhis, yang masing-masing mempunyai

tradisi penghitungan tanggal turun-temurun, bisa saja kadang-kadang berbeda

dalam menentukan kapan bulan ketigabelas itu ditambahkan.

Beberapa orang mungkin berpikir bahwa aturan-aturan yang dilakukan

pada hari Uposatha akan sukar dijalankan ditengah-tengah masyarakat yang

modern dan yang lain mungkin akan mengacuhkannya begitu saja. Tetapi bagi

umat Buddha yang arif, sebelum menjatuhkan penilaian, hal tersebut perlu dicoba

karena usaha yang sungguh-sungguh untuk mempraktekkan Dhamma ajaran Sang

Buddha tidak akan pernah menghasilkan kekecewaan.

Page 70: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelumnya menganai

“Pelaksanaan dan Makna Puasa (Uposatha) Dalam Agama Buddha” maka dapat

disimpulkan bahwa makna puasa dalam agama Buddha adalah berusaha untuk

memperbaiki pikiran, ucapan dan jasmani ke arah yang lebih baik. Menjadikan

manusia agar manjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain

dengan menjalankan Atthasila untuk umat awam, Patimokkhasila untuk para

bhikkhu, dan Dasasila untuk samanera yang telah ditetapkan oleh Sang Buddha.

Atthasila, Patimokkhasila dan Dasasila adalah sudah merangkum dari segala

aspek kehidupan dalam masyarakat.

Puasa di dalam agama Buddha dibedakan menjadi dua macam, yaitu puasa

bagi umat awam dan bagi umat viharawan. Bagi umat awam puasa hanya

dilaksanakan pada tiap hari Uposatha, sedangkan bagi umat viharawan puasa

dilaksanakan setiap hari, karena bagi para samanera harus menjalankan Dasasila

dan para bhikkhu harus menjalankan Patimokkhasila setiap hari.

Dalam pelaksanaan puasa (Uposatha) di dalam Agama Buddha mulai dari

pukul 12.00 siang sampai dengan pukul 06.00 pagi. Dan di Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya yaitu diawali pada pukul 04.00 pagi dengan pembacaan 227

Patimokkhasila untuk para bhikkhu, pembacaan Dasasila untuk samanera

kemudian pada pukul 05.30 pagi dilanjutkan dengan permohonan sila Atthasila

untuk umat awam (upasaka dan upasika). Setelah permohonan sila maka umat

biasanya tidak pulang ke rumah tetapi umat menetap di vihara selama satu hari

Page 71: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

atau biasa disebut uposathavasamvasati. Pada hari Uposatha kegiatan yang

dilakukan oleh para bhikkhu, samanera (calon bhikkhu) dan umat awam laki-laki

dan perempuan (upasaka dan upasika) adalah sama yaitu belajar dhamma melalui

buku-buku, diskusi, mendengarkan khotbah, menjalankan sila, berlatih meditasi

dan biasanya umat juga membantu para bhikkhu mengerjakan pekerjaan sehari-

hari seperti menyapu lingkungan vihara, membersihkan dhammasala,

uposathagara dan kuti. Kemudian selama pukul 06.00 pagi sampai sebelum pukul

12.00 siang umat masih diperbolehkan untuk makan tetapi untuk para bhikkhu dan

samanera mereka hanya di perbolehkan makan 1 kali atau 2 kali jika makannya 2

kali yaitu pukul 06.00 pagi dan 11.00 siang tetapi jika hanya makan 1 kali yaitu

pukul 11.00 siang maka makanan yang dimakan harus kuat selama 24 jam.

Kemudian malam harinya pada pukul 19.00 - 21.00 diadakan puja bhakti

Uposatha.

Perbedaan puasa (uposatha) di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya yang

notabennya adalah dari sekte Theravada dan puasa (uposatha) di vihara-vihara

dari sekte Mahayana adalah jika dalam Theravada membimbing para umatnya

untunk menjadi Arahat yaitu untuk keselamatan pribadi sedangkan dalam sekte

Mahayana membimbing umatnya untuk menjadi Bodhisattva. Dalam sekte

Mahayana umat awampun tergolong Bodhisattva maksudnya adalah setiap

manusia mempunyai kesempatan untuk menjadi Bodhisattva asalkan ia mengikuti

ajaran Sang Buddha dengan baik dan benar. Dan juga dalam pelaksanaan silanya

sekte Mahayana selain melaksanakan 227 Patimokkhasila mereka juga

melaksanakan Bodhisattvasila.

B. Saran-saran

Page 72: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Setelah penulis mengadakan penelitian kemudian dituangkan dalam

bentuk skripsi, maka ada beberapa hal yang perlu penulis sampaikan:

1. Bagi segenap umat Buddha khususnya, hendaknya pengetahuan ini dapat

dijadikan suatu media untuk meningkatkan keyakinan terhadap Buddha

Dhamma (ajaran Buddha) dan dapat melaksanakan puasa sesuai dengan apa

yang telah diajarkan oleh Buddha sehingga tidak akan melaksanakan puasa

secara asal-asalan atau ikut-ikut saja.

2. Sebagai umat beragama harus mempunyai sikap toleransi yang tinggi dan

terbuka, agar terjalinnya kerja sama dan sikap saling menghormati dan

menghargai antar sesama pemeluk agama.

3. Untuk penelitian atau mempelajari agama lain hendaklah dijadikan sebagai

pemersatu bukan pemecah umat satu dengan umat lainnya.

Page 73: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

DAFTAR PUSTAKA

Anjali G.S. Tuntunan Uposatha dan Atthasila, Lembaran Khusus Agama Buddha

Informasi, tanpa penulis.

Anomius. Dhamma Rakkha-Kumpulan Parrita Penting Untuk Upacara.

Jakarta: Balai Kitab Tri Dharma Indonesia, 1980.

Bhikkhu Kemio. Samanera Sikkha-Latihan Samanera. Jakarta: Yayasan Dhammadipa

Arama, 1997.

Bhikkhu Kantipalo. Saya Seorang Buddhis-Bagaimana Menjadi Buddhis Sejati.

Jakarta: Yayasan Buddhis Karaniya, 1991.

Bhikkhu Subalaratano. Tanya Jawab Agama Buddha. Tanpa penerbit dan tanpa

penulis.

_________Pengantar Vinaya. Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda,

1988.

Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Uttamo, Bhakti (Puja). Jakarta: Sangha

Theravada Indonesia, tanpa tahun.

Bhikkhu Uttamo. Hidup Sesuai Dengan Dhamma. Jakarta: Vihara Samaggi Jaya,

1994

Bhikkhu Vijano (Ven). Dhamma Sekolah Minggu Buddhis. Jakarta: Yayasan

Dhammadipa Arama, 1996.

Coerneles Wowor. Pelajaran Agama Buddha Untuk SMA kelas 1. Jakarta: CV. Felita

Nursatama Lestari, 2003.

Dwiyanti. “Fungsi Vihara Bagi Umat Buddha.” Skripsi SI Sekolah Tinggi Agama

Buddha Nalanda Jakarta, 1997.

Page 74: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Hamid Nasuhi dkk. Pedoman Penulisa Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi).

Jakarta: CeQda UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Herman S. Endro. Hari Raya Umat Buddha dan Kelender Buddhis 1996-2026.

Jakarta: PT. Pola Bangun Lestari, 1997.

Jutanango, Kitab Suci Dhammapada, Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1994.

K. Sri Dhammananda. What Buddhist Believe. Taiwan The Corporate Body of The

Buddha Education Fuondational, 1993.

Kitab Suci Tipitaka Bagian Vinaya Pitaka, Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka.

Klaten: Vihara Bodhivamsa, tanpa tahun.

Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3. Klaten: Vihara Bodhivamsa, 2003.

Matara Sri. Nanarama Mahathera. Tujuh Tingkat Kesucian dan Pengertian Langsung.

Penerbit: Karaniya: Yayasan Karaniya, tanpa tahun.

Nyanataloka. Buddhist Dictionary. Frewin: Co.tto, 1972.

Pandit J. Kaharuddin. Hidup dan Kehidupan. Jakarta: Tri Sattva Buddhist Centre,

1991.

Pandit Dhammavisarada. Sila dan Vinaya. Jakarta: Penerbit Buddhis Bodhi, 1997.

Santina Petter Della. Konsep Dasar Buddhis. Bandung: Pemuda Vimala Dhamma,

1993.

Supomo. Dasar-dasar Uposatha. Yogyakarta: Vihara Vidyaloka Vidyasena, 1993.

Suwarno T. Buddha Dharma Mahayana. Majelis Agama Buddha Indonesia, 1999

Sangha Theravada Indoenesia – Biro Pendidikan Bhikkhu dan Samenera. Tuntunan

Latihan Upasaka Atthasila. tp.tt.

Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Pembangunan Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya. Jakarta:YJDJ, 1983

Page 75: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Peletakkan Batu Pertama Pembangunan

Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Jakarta:YJDJ, 1982

Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Pengukuhan Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya. Jakarta:YJDJ, 1985.

Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

Wawancara pribadi dengan Bapak Supiyamano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 76: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

DAFTAR PUSTAKA

Anjali G.S. Tuntunan Uposatha dan Atthasila, Lembaran Khusus Agama Buddha

Informasi, tanpa penulis.

Anomius. Dhamma Rakkha-Kumpulan Parrita Penting Untuk Upacara.

Jakarta: Balai Kitab Tri Dharma Indonesia, 1980.

Bhikkhu Kemio. Samanera Sikkha-Latihan Samanera. Jakarta: Yayasan Dhammadipa

Arama, 1997.

Bhikkhu Kantipalo. Saya Seorang Buddhis-Bagaimana Menjadi Buddhis Sejati.

Jakarta: Yayasan Buddhis Karaniya, 1991.

Bhikkhu Subalaratano. Tanya Jawab Agama Buddha. Tanpa penerbit dan tanpa

penulis.

_________Pengantar Vinaya. Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, 1988.

Bhikkhu Subalaratano dan Samnera Uttamo, Bhakti (Puja). Jakarta: Sangha

Theravada Indonesia, tanpa tahun.

Bhikkhu Uttamo. Hidup Sesuai Dengan Dhamma. Jakarta: Vihara Samaggi Jaya,

1994

Bhikkhu Vijano (Ven). Dhamma Sekolah Minggu Buddhis. Jakarta: Yayasan

Dhammadipa Arama, 1996.

Page 77: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Coerneles Wowor. Pelajaran Agama Buddha Untuk SMA kelas 1. Jakarta: CV. Felita

Nursatama Lestari, 2003.

Dwiyanti. “Fungsi Vihara Bagi Umat Buddha.” Skripsi SI Sekolah Tinggi Agama

Buddha Nalanda Jakarta, 1997.

Hamid Nasuhi dkk. Pedoman Penulisa Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi).

Jakarta: CeQda UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Herman S. Endro. Hari Raya Umat Buddha dan Kelender Buddhis 1996-2026.

Jakarta: PT. Pola Bangun Lestari, 1997.

Jutanango, Kitab Suci Dhammapada, Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1994.

K. Sri Dhammananda. What Buddhist Believe. Taiwan The Corporate Body of The

Buddha Education Fuondational, 1993.

Kitab Suci Tipitaka Bagian Vinaya Pitaka , Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka.

Klaten: Vihara Bodhivamsa, tanpa tahun.

Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3. Klaten: Vihara Bodhivamsa, 2003.

Matara Sri. Nanarama Mahathera . Tujuh Tingkat Kesucian dan Pengertian Langsung.

Penerbit: Karaniya: Yayasan Karaniya, tanpa tahun.

Nyanataloka. Buddhist Dictionary. Frewin: Co.tto, 1972.

Pandit J. Kaharuddin. Hidup dan Kehidupan. Jakarta: Tri Sattva Buddhist Centre,

1991.

Pandit Dhammavisarada. Sila dan Vinaya. Jakarta: Penerbit Buddhis Bodhi, 1997.

Santina Petter Della. Konsep Dasar Buddhis. Bandung: Pemuda Vimala Dhamma,

1993.

Supomo. Dasar-dasar Uposatha. Yogyakarta: Vihara Vidyaloka Vidyasena, 1993.

Suwarno T. Buddha Dharma Mahayana. Majelis Agama Buddha Indonesia, 1999

Page 78: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Sangha Theravada Indoenesia – Biro Pendidikan Bhikkhu dan Samenera. Tuntunan

Latihan Upasaka Atthasila. tp.tt.

Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Pembangunan Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya. Jakarta:YJDJ, 1983

Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Peletakkan Batu Pertama Pembangunan

Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Jakarta:YJDJ, 1982

Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya. Pengukuhan Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya. Jakarta:YJDJ, 1985.

Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

Wawancara pribadi dengan Bapak Supiyamano, Jakarta 8 Mei 2007

Page 79: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Lampiran I

1. Pengertian Uposatha menurut bhante?

Uposatha banyak pengertiannya. Uposatha atau puasa di dalam Agama

Buddha adalah suatu usaha untuk menghindarkan diri dari mengambil

makanan dan minuman pada waktu yang salah, yang disebut dengan istilah

Upovasa. Akan tetapi dalam pengertian sehari-hari mereka lebih suka

menyebutnya dengan istilah Uposatha.

Kalau sebelum jaman Sang Buddha membabarkan dhamma hari Uposatha

sudah dikenal oleh masyarakat India waktu jamannya masih sederhana atau

masih primitive itu di terjemahkan sebagai hari suci dimana ketika bulan

purnama dan bulan mati kemudian diantara tengah-tengah bulan itu seperti

tanggal 1, 8, 15 dan 23 dianggap hari suci dimana mereka semua libur

pekerjaannya, libur menjalankan minimal delapan sila. delapan sila sudah

dikenal sebelum ajaran Buddha, termasuk lima sila juga sudah dikenal tapi

bagi mereka yang moralnya baik, yang moralnya tidak baik malahan di

langgar. Mereka meninggalkan semua pekerjaannya, kalau mereka

mempunyai tanah yang luas, mempunyai taman yang luas, mereka biasanya

masuk ke pondok yang khusus seperti bilik, mereka biasanya meditasi, baca-

baca ajaran dan melakukan sesuatu sesuai dengan delapan sila itu. Bagi

mereka yang dekat dengan kuil atau tempat-tempat pengajaran mereka datang

untuk mendengarkan ajaran-ajaran dari para guru bijaksana atau para orang

yang dianggap mampu untuk mengajarkan.

2. Bagaimana dengan sejarah hari Uposatha itu bhante?

Page 80: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Uposatha itu memang bukan dari Sang Buddha asli. Sebenarnya Sang Buddha

mengambil adat di India, salah satunya adalah Uposatha itu kemudian

dikembangkan lebih baik lagi. Uposatha ini sudah menjadi adat orang India

yang moralitasnya bagus. Uposatha itu dilestarikan sampai jaman Sang

Buddha. Ketika Ratu Maha Maya mengandung Sang Buddha, sering

menjalankan Uposatha. Jaman Sang Buddha Uposatha dikembangkan lebih

baik lagi kearah kesucian.

3. Sistem penanggalannya seperti apa bhante?

Itu kalender bulan bukan matahari atau solar tetapi lunar yang biasanya

penanggalan imlek itu mirip juga hanya beda satu atau dua hari.

4. Hari Uposatha itu sebulan 2 kali yaitu pada tanggal 1 dan 15 penanggalan

lunar, lalu kenapa bisa 4 kali pada tanggal 8 dan 23 penanggalan lunar bhante?

Uposatha 4 kali itu untuk perumah tangga atau umat awam itu sudah

disepakati bersama dan bagi para bhikkhu Uposathanya 2 kali yaitu bulan mati

dan bulan terang.

5. Apakah puasa (uposatha) di wajibkan dalam Agama Buddha bhante?

Puasa (uposatha) dalam agama Buddha itu tidak diwajibkan. Bagi para

bhikkhu puasa (uposatha) itu wajib karena ada dalam vinaya tapi bagi

perumah tangga atau umat awam itu hanya dianjurkan, silahkan dijalankan

tapi kalau tidak dijalankan setidaknya berusaha mencoba berpuasa karena itu

baik untuk dijalankan.

6. Apakah berdosa jika tidak menjalankan puasa?

Sebenarnya dalam agama Buddha tidak ada kewajiban tapi mengajarkan

kesadaran. Jadi jika tidak menjalankan puasa tidak berdosa.

7. Apa makna puasa (uposatha) bhante?

Page 81: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Maknanya adalah berusaha untuk memperbaiki pikiran, ucapan dan jasmani

kearah yang lebih baik. Delapan sila itu sudah merangkum semuanya dari

segala aspek kehidupan kita dalam masyarakat.

8. Kalau dalam Islam puasa itu adalah menahan haus dan lapar serta menahan

hawa nafsu dari terbit fajar sampai terbenam matahari, apakah puasa yang

dilakukan umat Buddha sama halnya dengan puasa yang dilakukan umat

Islam?

Perhitungan Buddhis itu ketika terbit fajar itu adalah pergantian hari jadi

bukan pukul 24.00. Jadi puasa dalam agama Buddha itu dimulai dari pukul

12.00 sampai sekitar pukul 4.30 subuh.

9. Kapan permohonan sila-nya bhante?

Permohonan sila itu biasanya pada pagi hari kira-kira pukul 04.00 subuh umat

sudah berada di vihara untuk meminta uposathasila kepada para bhikkhu.

10. Ajaran pertama Sang Buddha apa bhante?

Dana, sila, saga, nekamanisangsa, kamasangmuara

Page 82: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

Lampiran II

11. Pengertian Uposatha menurut anda?

Uposatha banyak artinya tetapi biasanya kami menyebut Uposatha adalah

puasa yaitu menjalankan delapan sila yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.

12. Apakah anda mengetahui sejarah Uposatha?

Uposatha diambil dari tradisi India pada jaman Raja Bimbisara dan kemudian

dikembangkan lagi oleh Sang Buddha.

13. Apakah puasa (uposatha) wajib dilaksanakan?

Uposatha atau puasa dalam agama Buddha ini hanyalah dianjurkan dan tidak

diwajibkan tetapi untuk para bhikkhu diwajibkan karena ada dalam peraturan

kebhikkhuan (vinaya).

14. Apakah berdosa jika tidak menjalankan puasa?

Tidak berdosa jika tidak melakukan Uposatha.

15. Apa saja yang tidak boleh dimakan pada hari Uposatha?

Yang tidak boleh dimakan adalah makanan yang mempunyai nilai penguat

tubuh, seperti; nasi, sayur mayur, lauk pauk, roti, susu dan lainnya. Dalam hal

ini susu disamakan dengan makanan karena mumpunyai nilai penguat tubuh

juga.

Page 83: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari

16. Apa makna puasa (uposatha) menurut anda?

Makna Uposatha adalah berusaha untuk memperbaiki pikiran, ucapan dan

jasmani. Menjadikan manusia agar menjadi manusia yang lebih baik dan

bermanfaat bagi orang lain dengan menjalankan delapan sila yang telah

ditetapkan oleh Sang Buddha.

17. Apa yang diajarkan pada saat puasa (Uposatha) ini?

Yang diajarkan bahwasanya kita sebagai umat Buddha haruslah berbuat banya

kebajikan, sebab menurut ajaran Buddha perbuatan baik atau kebajikan akan

membawa banyak kebahagiaan bagi pelakunya baik di dunia maupun

setelahnya.

Page 84: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari
Page 85: Pelaksanaan dan Makna Puasa Uposatha Dalam Agama Buddharepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9923/1/SYUKUR... · Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari