peen neelliittii aang ppeennggeemmbbangaann … · 2014. 3. 27. · 4 penanggungjawab : dr. i gusti...
TRANSCRIPT
1
MAK :1800.032.023
PPRROOPPOOSSAALL PPEENNEELLIITTIIAANN
PPEENNEELLIITTIIAANN PPEENNGGEEMMBBAANNGGAANN FFOORRMMUULLAA PPUUPPUUKK,,
PPEEMMBBEENNAAHH TTAANNAAHH,, TTEESS KKIITT
DDAANN PPEERRAANNGGKKAATT LLUUNNAAKK
Dr. I Gusti Putu Wigena, MSi
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan RPTP/RDHP
: Penelitian Pengembangan Formula Pupuk, Pembenah Tanah, Test KIT, dan Perangkat Lunak
2. Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Ir. H. Juanda, 98 Bogor
4. Sumber Dana : DIPA/RKAKL T.A 2013
5. Status Penelitian (L/B) : Baru 6. Penanggungjawab
Kegiatan RPTP/RDHP :
a. Nama : Dr. I Gusti Putu Wgena, MSi
b. Pangkat/Golongan : Pembina/Iva
c. Jabatan c.1. Fungsional : Peneliti Madya
7. Lokasi Kegiatan : Jawa Barat, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan
8. Agroekosistem : Lahan Sawah Irigasi Teknis dan Lahan Kering
9. Tahun Mulai : 2013
10. Tahun Berakhir : 2015
11. Output Tahunan : 1. Formulasi pupuk majemuk P, K, pupuk majemuk
(NPKmikro), dan coating pupuk berteknologi nano untuk
pupuk slow release serta menguji mutu dan responnya
untuk tanaman kedelai dan hortikultura.
2. Formulasi hidrogel integrasi hara serta menguji mutu dan
kemampuannya di lahan kering
3. Tiga Test kit (PUTR, PUHS, pH-SRI) yang tervalidasi
4. Prototipe PUTK untuk tanaman sayuran dan PUP digital
5. Formula pupuk dan pembenah tanah yang telah
disempurnakan dari skala laboratorium menjadi skala
pilot
6. Informasi karakteristik fisik dan kimia formula pupuk dan
pembenah tanah yang telah disempurnakan
7. Model pengelolaan serta “leverage factors” yang
mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi dan
lahan kering terdegradasi melalui pendekatan sistem
dinamis dengan perangkat analisis PowerSim dan
SPLaSH
12. Output Akhir : 1. Formula pupuk dan pembenah tanah yang mantap
sehingga berkualitas baik, efektif, efisien dan mampu
meningkatkan produktivitas tanaman mendukung
sustainabilitas pertanian jangka panjang
2. Perangkat uji tanah, tanaman dan pupuk yang dapat
digunakan untuk menetapkan rekomendasi pupuk untuk
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan yang
efektif dan efisien secara langsung di lapangan
ii
3. Prosedur operasi standar (SOP) cara membuat pupuk
anorganik, organik, hayati dan pembenah tanah.
4. Percontohan unit produksi pupuk organik, anorganik,
hayati dan pembenah tanah dalam skala kecil
5. Peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi
dan lahan kering yang spesifik lokasi dan berkelanjutan
berbasis WEB
13. Biaya Penelitian/ Pengkajian
: Rp. 921.700.000,- (Sembilan ratus dua puluh satu juta tujuh ratus ribu rupiah)
Koordinator Program
Dr. Husnain, MSc NIP. 19730910 200112 2 001
Penanggungjawab RPTP
Dr. I Gusti Putu Wigena NIP. 19581231 198703 1 002
Mengetahui, Kepala Balai Besar Penelitian dan
Dr. Muhrizal Sarwani,MSc NIP. 19600329 198403 1 00 1
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Sri Rochayati,MSc NIP. 19570616 198603 2 001
iii
RINGKASAN USULAN PENELITIAN
1 Judul Kegiatan
RPTP/RDHP
:
Penelitian Pengembangan Formula Pupuk, Pembenah Tanah, Test KIT, dan Perangkat Lunak
2 Nama dan Alamat Unit Kerja
: Balai Penelitian Tanah Jl. Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123
3 Sifat Usulan Penelitian
: Baru
4 Penanggungjawab : Dr. I Gusti Putu Wigena, MSi
5 Jastifikasi : Pengembangan formulasi pupuk, pembenah tanah, test kit, dan perangkat lunak akan meningkatkan efiensi pemupukan yang meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan pada tingkat produksi yang optimal
6 Tujuan:
a. Jangka Pendek : 1. Memformulasi pupuk majemuk P, K, pupuk majemuk NPKmikro, dan coating pupuk berteknologi nano untuk pupuk slow
release
serta menguji mutu dan responnya untuk tanaman kedelai
2. Menyempurnakan formulasi hidrogel integrasi hara serta
menguji mutu dan kemampuannya di lahan kering 3. Memvalidasi PUTR, PUHS, dan pH SRI di lapang 4. Menyusun rekomendasi pemupukan tanaman sayuran
berdasarkan PUTK dan Perangkat Uji Pupuk Digital untuk penetapan kadar N dan P
5. Menginventarisasi dan menyempurnakan formula pupuk dan pembenah tanah yang telah dihasilkan dalam skala laboratorium menjadi skala pilot
6. Menguji produksi dan mengevaluasi karakteristik fisik dan mutu formula pupuk dan pembenah tanah yang disempurnakan
7. Merekayasa model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi dan lahan kering terdegradasi melalui pendekatan sistem dinamis
b. Jangka Panjang : 1. Pemantapan formula pupuk dan pembenah tanah yang dihasilkan sehingga berkualitas baik, efektif, efisien dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman mendukung sustainabilitas pertanian
2. Mengembangkan perangkat uji tanah, tanaman dan pupuk yang dapat digunakan untuk menetapkan rekomendasi pupuk untuk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan
3. Menyusun prosedur operasi standar (SOP) cara membuat pupuk anorganik, organik, hayati dan pembenah tanah yang efisien dan efektif
4. Membuat percontohan unit produksi pupuk organik, anorganik, hayati dan pembenah tanah dalam skala pilot dan penelitian
5. Membuat peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah
iv
irigasi dan lahan kering yang spesifik lokasi dan berkelanjutan berbasis WEB
7 Luaran harapan
a. Jangka Pendek : 1. Formulasi pupuk majemuk P, K, pupuk majemuk (NPKmikro), dan coating pupuk berteknologi nano untuk pupuk slow release serta menguji mutu dan responnya untuk tanaman kedelai dan hortikultura.
2. Formulasi hidrogel integrasi hara serta menguji mutu dan kemampuannya di lahan kering
3. Tiga Test kit (PUTR, PUHS, pH-SRI) yang tervalidasi 4. Prototype PUTK untuk tanaman sayuran dan PUP digital 5. Formula pupuk dan pembenah tanah yang telah
disempurnakan dari skala laboratorium menjadi skala pilot 6. Informasi karakteristik fisik dan kimia formula pupuk dan
pembenah tanah yang telah disempurnakan
7. Model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi dan lahan kering terdegradasi melalui pendekatan sistem dinamis
b. Jangka Panjang : 1. Formula pupuk dan pembenah tanah yang mantap sehingga
berkualitas baik, efektif, efisien dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman mendukung sustainabilitas pertanian
2. Perangkat uji tanah, tanaman dan pupuk yang dapat digunakan untuk menetapkan rekomendasi pupuk untuk tanaman pangan, hortikultuta dan perkebunan
3. Prosedur operasi standar (SOP) cara membuat pupuk anorganik, organik, hayati dan pembenah tanah.
4. Percontohan unit produksi pupuk organik, anorganik, hayati dan pembenah tanah dalam skala kecil
5. Peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering yang spesifik lokasi dan berkelanjutan berbasis WEB
8 Outcome : Pengelolaan lahan yang parsial masih belum efektif mencegah degradasi lahan sawah dan lahan kering sehingga produktivitasnya cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penelusuran status kesuburan tanah dengan Test Kit, pembuatan formula pupuk dan pembenah tanah yang sesuai dengan karakteristik tanah, dan diikuti dengan pemodelannya dalam aplikasi semua bahan tersebut diharapkan bisa memberikan solusi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan sawah dan lahan kering.
9 Sasaran akhir : Produksi formula pupuk, pembenah tanah, tes kit, dan perangkat lunak yang mampu meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan pangan, terutama lahan sawah dan lahan kering untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
10 Lokasi penelitian : Jawa Barat, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan
11 Jangka waktu : 3 tahun, mulai T.A. 2013, berakhir T.A. 2015
v
12 Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, T.A. 2013 SUMMARY
1 Title of RPTP/RDHP
: Research to develop fertilizers formula, soil amendment, test kit, and soft ware
2 Implementation unit
: Indonesia Soil Research Institute (ISRI) Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123
3 Location : West Java, Bengkulu, Central Java, East Java and s
South Sumatera
4 Objective :
a. Short term : 1. To generate compound fertizers P,K, NPKmicro and coated Fertilizer with nano packaged as slow release fertizer and
Tested its quality and respond for soybean and secondary crops
2. To imperove integrated hydrogel nutrient and tested its quality and effetiveness on uplands
3. To validate PUTR, PUHS, and pH SRI in the field experiment 4. To arrange fertization recommendation for vegetable crops
based on PUTK and Perangkat Uji Pupuk Digital, and determining N and P status
5. Inventarisation and improvement the produced fertilizer and soil amendment formula in laboratory into pilot scale
6. To tes and evaluate the physical carachteristics and quality of improved formulated fertilizer and soil amendment
7. To create management model and leverage factros that affects to irrigated lowland and degraded uplands based on dynamics system approach using PowerSim and SPLaSH software
b. Long term : 1. To esblish the produced fertilizers and soil amendment formula to achieve standard quality, effective, and efficient and can increase crops productivity to support long term of sustainability agriculture
2. To develop soil testing, crops, and fertilizer soft ware which can be used for determining fertilization recommendation for food crops, secondary crops, and plantation crops
3. To arrange the standard operation procedure in creating an effective and efficient of anorganic, organic fertilizers, and soil amendment
4. Conducting anorganic, organic fertilizers, and soil amendment workshop production units in pilot and research scales
5. Creating specific location sustainable map of irrigated lowland rice and degraded uplands based on Web
5 Expected output
a. Short term : 1. Compound fertizers P,K, NPKmicro and coated fertilizer with nano packaged as slow release fertizer and tested its quality and respond for soybean and secondary crops
2. Imperoved integrated hydrogel nutrient and tested its quality and effetiveness on uplands
3. Validated PUTR, PUHS, and pH SRI in the field experiment
vi
4. Arranged fertization recommendation for vegetable crops based
on PUTK and Perangkat Uji Pupuk Digital, and determining
N and P status 5. Inventarisation and improved the produced fertilizer and soil
amendment formula in laboratory into pilot scale 6. Tested and evaluated the physical carachteristics and quality of
improved formulated fertilizer and soil amendment
7. Model and leverage factros that affects to irrigated lowland and degraded uplands based on dynamics system approach
b. Long term : 1. Esblished the produced fertilizers and soil amendment formula to achieve standard quality, effective, and efficient and can increase crops productivity to support long term of sustainability agriculture
2. Developed soil testing, crops, and fertilizer soft ware which can be used for determining fertilization recommendation for food crops, secondary crops, and plantation crops
3. Arranged the standard operation procedure in creating an effective and efficient of anorganic, organic fertilizers, and soil amendment
4. Conducted anorganic, organic fertilizers, soil amendment, and biofertilizers workshop production units in pilot and research scales
5. Specific location and sustainable map of irrigated lowland rice and degraded uplands based on Web
6 Discription of methodology
: - The research consisted of five main activities including formulation of fertilizers, soil amendment, test kit, and up scaling it’s into pilot scale experiment, and modelling of irrigated lowland rice areas and degraded uplands. The research establishe at laboratory, green house, and field areas to test and validate the promoting of the above produced.
- The research using primary and secondary data, collected from involved stakeholders based on participatory approach including biophysical, economical, and sociological aspects
- The research hopefully can be addressed the complex interaction among stakeholders in order to achieve sustainable and environmental sound agriculture
7 Duration : 3 Year. F.Y 2013/F.Y.2015
8 Budget/fiscal year : Rp. 799.650.000 (Seven hundred and ninety-nine million six hundred fifty thousand rupiahs)
9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2013
vii
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayahnya terletak pada zona tropika
basah dimana kesuburan lahan pertanian mengalami perubahan yang sangat dinamis
dibawah pengaruh suhu yang konstan tinggi, kelembaban udara dan tanah tinggi, curah
hujan tinggi, serta erosi dan aliran permukaan intensif. Interaksi semua pengaruh tersebut
menyebabkan sebagian besar kondisi lahan pertanian di daerah tropika mengalami
pelapukan lanjut (highly weathered soils) dengan ciri yang umum antara lain produktivitas
rendah, peka erosi sehingga kurang memenuhi harapan petani dan keluarganya. Penurunan
produktivitas lahan tersebut terjadi baik di lahan kering maupun lahan sawah.
Kondisi tersebut memerlukan pengelolaan dengan formula yang spesifik untuk setiap
lokasi menjadi kunci utama agar lahan-lahan tersebut produktivitasnya bisa meningkat
menuju titik optimal. Selain spesifik lokasi, pengelolaan lahan dengan pendekatan yang
holistik, mengakomodir semua komponen pengelolaan yang kompleks dan mensintesanya
dalam rumusan paket teknologi yang sederhana, mudah diterapkan pengguna, efektif dan
efisien dan mampu menjaga kelestarian lingkungan sudah menjadi kebutuhan yang harus
diintroduksikan untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep pengembangan teknologi yang
sederhana, murah, efektif dan efisien di segala sektor pembangunan yang dikenal dengan
inovasi frugal (frugal innovation) merupakan strategi yang terbukti mampu mendorong
kemajuan pembangunan negara-negara berkembang seperti India dan Cina.Inovasi frugal
mempunyai ciri khas yaitu rumusan teknologi yang diintroduksikan mampu melindungi
kelestarian lingkungan (environmental protection), mengembangkan ekonomi (economic
development), dan kesetaraan sosial (social equity) (Fizzanty et al., 2012).
Bahan pembenah tanah sudah terbukti dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah
sehingga mendukung pertumbuhan tanaman.Perbaikan kesuburan tanah mencakup
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah dengan pemberian pembenah tanah. Bahan
baku pembenah tanah sangat bervariasi, seperti limbah pertanian meliputi sisa panen,
kotoran ternak, dll. (Abdurachman et al., 2000, Nurida, 2006; Hafif et al., 1993) dan non
pertanian seperti zeolit, sampah organik kota, limbah industri makanan, limbah industri
agrokimia, dll (Prihatini et al, 1987; Sastiono dan Wiradinata, 1989; Sutono dan Agus,
1998). Bahan-bahan ini mempunyai karakteristik dan kandungan hara yang sangat beragam
sehingga kualitas pupuk organik dan pembenah tanah yang dihasilkan juga bervariasi
mutunya. Selain penggunaan bahan pembenah tanah berasal dari berbagai limbah pertanian
diatas, kemajuan teknologi telah membukakan jalan untuk meramu bahan alami tersebut
2
denganteknologi tinggi sehingga dihasilkan pembenah tanah berteknologi tinggi seperti
hydrogel yang dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang air dan dapat digunakan
di lahan kering.
Hasil penelitian selama dua tahun terakhir telah menghasilkan beberapa produk
pembenah tanah seperti Beta, biocharSP50, Betahumat dan biocharSP50-humat yang telah
menunjukkan efektivitasnya dalam memperbaiki kualitas tanah mineral masam terdegradasi.
Dosis yang digunakan sekitar 1,5-2,5 t/ha dan mampu menekan penggunaaan pupuk
anorganik sebesar 25-50%. Dosis yang digunakan masih dianggap terlalu tinggi sehingga
perlu diformulasi agar dapat digunakan dengan dosis < 1 ton/ha tanpa mengurangi
efektivitasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembenah tanah tersebut efektif untuk
tanah mineral masam terdegradasi, namun belum teruji pada lahan kering marjinal lainnya.
Namun demikian, tuntutan untuk terus mendapatkan formula pembenah tanah yang
berkualitas dengan dosis yang rendah semakin meningkat karena berkaitan dengan
kebutuhan untuk perbaikan kualitas tanah sub optimal secara cepat dan efektif.
Pemanfaatan teknologi nano merupakan inovasi teknologi yang relatif baru di Indonesia
yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas suatu bahan melalui rekayasa atau
formulasi.
Agar program pemupukan berimbang dan perbaikan kesuburan lahan pertanian
dapat berjalan baik dan diimplementasikan secara tepat maka perlu didukung oleh alat uji
cepat yang dapat digunakan secara langsung di lapangan berupa test kit uji tanah dan uji
pupuk. Saat ini telah digunakan secara luas perangkat uji tanah sawah (PUTS) untuk
mengukur kadar N, P, K, pH serta rekomendasi pupuk untuk tanaman padi sawah;
perangkat uji tanah kering (PUTK) untuk mengukur kadar P, K, C, pH dan kebutuhan kapur
dan rekomendasi pupuk untuk tanaman padi gogo, jagung dan kedelai; serta perangkat uji
pupuk (PUP) untuk mengukur kadar N, P dan K dalam pupuk an-organik/N,P,K. Seiring
dengan permintaan pengguna dan kebutuhan teknologi tepat guna, saat ini sedang
dikembangkan beberapa perangkat uji yang berpotensi seperti test kit uji pupuk organik
(PUPO) untuk mengukur kadar pH, C organik, N, P dan K dari pupuk organik; test kit uji
tanah rawa (PUTR) untuk parameter N, P, K, pH dan kebutuhan kapur serta rekomendasi
pupuk untuk tanaman padi, Perangkat Uji Hara Sawit (PUHS) untuk penetapan N, P, K, pH,
dan B dalam daun sawit serta rekomendasi pupuknya. Namun demikian pereaksi-pereaksi
yang dikembangkan tersebut masih perlu disempurnakan. Untuk itu dalam kegiatan DIPA
Tahun Anggaran 2013 ini akan dilakukan validasi PUTR, PUHS, dan pH-SRI. Validasi
dilaksanakan dengan tujuan untuk menguji validitas peraksi-peraksi yang digunakan dalam
3
perangkat uji serta kesesuaiannya dengan hasil analisis di laboratorium untuk parameter uji
yang sama. Nilai kesesuaian ini kemudian akan diuji dengan uji statistik non-parametrik.
Masalah lain terkait pupuk adalah beredarnya jenis dan mutu yang sangat bervariasi,
sehingga pengawasan untuk mengetahui mutu pupuk harus dilakukan secara berkala dan
intensif. Untuk membantu petugas melakukan uji cepat pupuk di lapangan, telah
dikembangkan suatu alat yang dapat membantu mengukur kadar pupuk secara cepat di
lapangan yang dinamakan Perangkat Uji Pupuk (PUP). Pengujian pupuk dengan PUP
dilakukan secara manual dengan cara pewarnaan atau kolorimetri dengan nilai
semikuantitatif. Untuk meningkatkan ketelitian pembacaan kadar hara N dan P dari pupuk,
maka akan dilakukan upaya menyusun Perangkat Uji Pupuk secara digital dengan bacaan
kuantitatif.
Penelitian-penelitian formulasi pupuk yang dilakukan oleh peneliti harus diimbangi
dengan pengetahuan tentang karakteristik bahan baku dan teknik produksi pupuk, baik
pupuk organik, anorganik maupuk pupuk hayati. Hal ini sangat penting agar formula pupuk
yang dikembangkan, bisa diproduksi dengan kualitas yang baik. Teknik produksi pupuk
akan ditentukan oleh jenis dan sifat bahan bakunya. Memproduksi pupuk majemuk
anorganik berbeda dengan pupuk organik maupun pupuk hayati. Oleh karenanya, untuk
menjadi formulator pupuk yang handal, diperlukan pemahaman tentang karakteristik
bahannya dan teknik produksinya.
Aplikasi dari semua sarana produksi tersebut secara simultan akan menyebabkan
timbulnya interaksi yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang holistik dan terpadu.
Seiring dengan perkembangan tersebut, pengeloaan dengan pendekatan sistem merupakan
salah satu solusi alternatif karena karakter dari pendekatan sistem merupakan suatu
kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lainnya yang
berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks (Marimin, 2004).
Pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang kompleks dengan metode
dan alat analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendisain
sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas
desiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno, 2004).
Pendapat lainnya menyebutkan keunggulan dari pendekatan sistem terletak pada cirinya
yaitu sibernetic, holistic, dan efective (SHE). Sibernetic maknanya adalah bahwa
penyelesaian masalah dalam pendekatan sistem tidak berorientasi pada pada masalahnya
(problem oriented), tetapi berorientasi pada tujuan (goal oriented). Holistic maknanya
adalah penekanan penyelesaian masalah secara utuh dan menyeluruh. Efective maknanya
4
adalah bahwa model yang dibangun harus bisa diaplikasikan oleh pengguna (Hartrisari,
2007).
1.2. Dasar Pertimbangan
Kebutuhan akan pangan terutama beras terus meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk, sementara produktivitas lahan sawah dan lahan kering cenderung
menurun atau tetap akibat pemanfaatan pupuk anorganik yang belum diimbangi dengan
pupuk organik dan pembenah tanah. Hal ini berkaitan dengan persepsi petani yang belum
meyakini akan manfaat pupuk organik dalam peningkatan produiktivitas lahan. Disamping
itu, sering terjadinya pemalsuan terhadap formula pupuk organik juga menjadi pemicu akan
rendahnya aplikasi pupuk organik oleh petani. Sehubungan dengan itu, Balai Penelitian
Tanah, sesuai mandatnya telah membuat beraneka ragam formula pupuk organik agar
pemupukan menjadi lebih efisien dan produktivitas lahan meningkat. Masih adanya
permasalahan dalam aplikasinya, pembuatan formula pupuk yang efisien dengan harga
yang terjangkau petani akan dilakukan dalam tahaun-tahun mendatang. Penentuan dosis
pupuk yang optimal merupakan masalah lainnya yang urgent untuk dicarikan solusinya
dalam upaya menentukan kebutuhan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dalam
lingkungan agriekosistem beragam.Merespon hal ini, Balai Penelitian Tanah telah
menghasilkan perangkat uji tanah sawah, tanah kering, dan tanah rawa untuk membantu
menentukan dosis yang optimal.Masih ditemui permasalahan dalam keakuratan dosis
optimal, formula perangkat uji tanah tersebut diteruskan dalam tahun mendatang.
Pengelolaan lahan yang mampu memelihara produktivitas lahan sawah dan lahan
kering dalam jangka panjang merupakan upaya memadukan semua pupuk yang dihasilkan
tersebut, yang dirancang dalam model pengelolaan lahan komprehensif.Pengelolaan lahan
sawah maupun lahan kering yang komprehensif dan menyeluruh melalui tahapan
penelusuran status kesuburan tanah, aplikasi pupuk dan pembenah tanah yang sesuai
dengan karakteristik tanah, dan diikuti dengan pemodelannya dalam aplikasi semua sarana
produksi tersebut merupakan solusi yang efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan dan
mempertahankan produktivitas lahan sawah dan lahan kering yang selama ini menjadi
sentra produksi pangan.
5
1.3. Tujuan
Jangka Pendek:
1. Memformulasi pupuk majemuk P, K, pupuk majemuk (NPKmikro), dan coating pupuk
berteknologi nano untuk pupuk slow release serta menguji mutu dan responnya untuk
tanaman kedelai dan hortikultura
2. Menyempurnakan formulasi hidrogel integrasi hara serta menguji mutu dan kemampuannya
di lahan kering
3. Memvalidasi PUTR, PUHS, dan pH SRI di lapang
4. Menyusun rekomendasi pemupukan tanaman sayuran berdasarkan PUTK dan Perangkat
Uji Pupuk Digital untuk penetapan kadar N dan P
5. Menginventarisasi dan menyempurnaan formula pupuk dan pembenah tanah yang telah
dihasilkan dalam skala laboratorium menjadi skala pilot
6. Menguji produksi dan mengevaluasi karakteristik fisik dan mutu formula pupuk dan
pembenah tanah yang disempurnakan
7. Merekayasa model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi
produktivitas lahan sawah irigasi dan lahan kering terdegradasi melalui pendekatan
sistem dinamis dengan perangkat analisis PowerSim dan SPLaSH
Jangka Panjang:
1. Pemantapan formula pupuk dan pembenah tanah yang dihasilkan sehingga berkualitas
baik, efektif, efisien dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman mendukung
sustainabilitas pertanian jangka panjang
2. Mengembangkan perangkat uji tanah, tanaman dan pupuk yang dapat digunakan untuk
menetapkan rekomendasi pupuk untuk tanaman pangan, hortikultuta dan perkebunan
3. Menyusun prosedur operasi standar (SOP) cara membuat pupuk anorganik, organik,
hayati dan pembenah tanah yang efisien dan efektif
4. Membuat percontohan unit produksi pupuk organik, anorganik, hayati dan pembenah
tanah dalam skala pilot dan penelitian
5. Membuat peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering yang
spesifik lokasi dan berkelanjutan berbasis WEB
6
1.4.Keluaran Yang Diharapkan (tahunan dan jangka panjang)
Jangka Pendek:
1. Formulasi pupuk majemuk P, K, pupuk majemuk (NPKmikro), dan coating pupuk
berteknologi nano untuk pupuk slow release serta menguji mutu dan responnya untuk
tanaman kedelai dan hortikultura.
2. Formulasi hidrogel integrasi hara serta menguji mutu dan kemampuannya di lahan kering
3. Tiga Test kit (PUTR, PUHS, pH-SRI) yang tervalidasi
4. Prototype PUTK untuk tanaman sayuran dan PUP digital
5. Formula pupuk dan pembenah tanah yang telah disempurnakan dari skala laboratorium
menjadi skala pilot
6. Informasi karakteristik fisik dan kimia formula pupuk dan pembenah tanah yang telah
disempurnakan
7. Model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan
sawah irigasi dan lahan kering terdegradasi melalui pendekatan sistem dinamis dengan
perangkat analisis PowerSim dan SPLaSH
Jangka Panjang:
1. Formula pupuk dan pembenah tanah yang mantap sehingga berkualitas baik, efektif,
efisien dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman mendukung sustainabilitas
pertanian jangka panjang
2. Perangkat uji tanah, tanaman dan pupuk yang dapat digunakan untuk menetapkan
rekomendasi pupuk untuk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan yang efektif
dan efisien secara langsung di lapangan
3. Prosedur operasi standar (SOP) cara membuat pupuk anorganik, pupuk organik, pupuk
hayati dan pembenah tanah.
4. Percontohan unit produksi pupuk organik, pupuk anorganik, pupuk hayati dan pembenah
tanah dalam skala kecil
5. Peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering yang spesifik
lokasi dan berkelanjutan berbasis WEB
7
1.5. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang
Pengelolaan lahan yang parsial masih belum efektif mencegah degradasi lahan
sawah dan lahan kering sehingga produktivitasnya cenderung menurun dari waktu ke
waktu. Penelusuran status kesuburan tanah dengan Tes Kit, pembuatan formula pupuk dan
pembenah tanah yang sesuai dengan karakteristik tanah, dan diikuiti dengan pemodelannya
dalam aplikasi semua bahan tersebut diharapkan bisa memberikan solusi yang efektif dan
efisien dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan sawah dan lahan
kering. Model yang diperoleh akan sangat membantu para pengambil kebijakan dalam
mengelola sumberdaya lahan melalui peningkatan efisiensi pemupukan dan terpeliharanya
produktivitas lahan. Dengan demikian, produksi pangan pada lahan sawah irigasi dan lahan
kering akan tetap optimal dalam mendukung target swasembada pangan yang sudah
dicetuskan pemerintah dalam roap map produksi pangan utama nasional seperti beras,
jagung, dan kedelai.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Lahan sawah irigasi dan lahan kering merupakan sumberdaya lahan yang menjadi
tumpuan dan berkontribusi besar dalam mendukung empat target produksi pangan nasional
yaitu beras, jagung, kedelai, dan daging sapi. Sistem produksi pangan pada kedua lahan
tersebut kompleks, melibatkan banyak komponen seperti: sumberdaya lahan dengan segala
sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi; iklim yang cenderung berubah kearah kurang
mendukung pertumbuhan tanaman; sarana produksi (varietas unggul, pupuk anorganik dan
organik, pestisida); serta keterampilan petani dalam mengelola usahataninya. Pengelolaan
lahan dengan mengintegrasikan semua komponen tersebut bertujuan untuk meningkatkan
dan mempertahankan produktivitas lahan untuk memperoleh produksi yang optimal. Secara
langsung produktivitas lahan ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah yang merupakan
fungsi dari kadar C-organik, kadar unsur hara makro dan mikro.
Balai Penelitian Tanah telah memulai penelitian tentang pemupukan berimbang
spesifik lokasi sejak tahun 1970 an. Penelitian-penelitian tentang penggunaan pupuk slow
release dan pupuk granul sudah dimulai sejak tahun 1985. Program pemupukan berimbang
kembali menjadi perhatian utama pemerintah sehingga pada periode 1995-2000, penelitian
yang lebih komprehensif dilakukan pada skala lebih luas.Sebagai hasilnya, telah di buat peta
status P dan K tanah yang digunakan untuk menetapkan rekomendasi pupuk yang tertuang
dalam Permentan No. 40/Permentan/OT.140/04/2007.Rekomendasi pupuk spesifik lokasi ini
diharapkan dapat diadopsi oleh pemerintah secara luas.Dengan rekomendasi pupuk
berimbang spesifik lokasi maka pupuk N, P dan K dapat digunakan secara lebih efisien dan
biaya produksi dapat dikurangi (Rochayati et al. 2002; Setyorini et al. 2004; Las et al. 2010).
Formula pupuk berimbang dan lengkap diartikan sebagai pupuk yang mengandung
unsur hara lengkap (N, P, K, Si, Ca, Mg, S, dan unsur mikro) yang diberikan secara
seimbang pada tanaman.Perbaikan formula pupuk anorganik yang mengandung unsur hara
lengkap ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menambahkan bahan-
bahan alternatif seperti mineral yang mengandung Si dan unsur mikro serta unsur lainnya
yang bermanfaat bagi tanaman. Bahan tambahan tersebut dapat berupa zeolit, kaolinit,
kalsium silikat, kapur dan bahan lainnya. Adapun proses pembuatannya dapat dilakukan
secara konvensional maupun berbasis teknologi nano. Pembuatan pupuk anorganik dengan
teknologi nano dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menghaluskan material
pupuk menjadi berukuran nano, capsulation atau enkapsulasi, menambahkan bahan
material sebagai spon unsur hara berukuran nano. Enkapsulasi adalah teknologi untuk
menyalut atau melapisi suatu zat inti dengan suatu lapisan dinding polimer, sehingga
9
menjadi partikel-partikel kecil berukuran mikro. Dengan adanya lapisan dinding polimer ini,
zat inti akan terlindungi dari pengaruh lingkungan luar dan dapat dikeluarkan sesuai dengan
waktu dan dosis yang diinginkan (slow release). Bahan inti dapat berupa padatan, cairan
atau gas.Mikro kapsul yang terbentuk dapat berupa partikel tunggal atau bentuk agregat
dan biasanya memiliki rentang ukuran partikel antara 5-5000 mikrometer.Ukuran tersebut
bervariasi tergantung metode dan ukuran partikel bahan inti yang digunakan (Nurul, 2009;
Lachman et al., 1994; Shargelet al., 1998).
Disamping penggunaan bahan-bahan alami, penggunaan bahan sintetis yang
dikombinasikan dengan bahan alami untuk melapis (coating) pupuk juga merupakan suatu
alternatif pupuk slow release dalam teknologi nano. Teknologi coating pupuk ini bukanlah
hal yang baru dalam sistim produksi pupuk.Liu et al., (2006) menyimpulkan bahwa sejak
tahun 1990 an, mulai digunakan polyalkene yang diisi dengan tepung talk dan logam oksida
sebagai bahan coating pupuk di Jepang, polyethylene defecting bichloride di Kanada,
campuran polysulfone, polyacrylonitril, selulosa dan pati di Amerika.Namun demikian
produk-produk coating pupuk ini sangat mahal dan hanya memiliki fungsi tunggal. Sehingga
alternatif terbaik adalah bahan alam seperti zeolit dan kaolinit yang didesain sedemikian
rupa sehingga memiliki pori berukuran kecil dari 100 nm yang dapat digunakan sebagai
bahan coating atau cementing dan dapat mengatasi kelemahan coating pupuk dengan
bahan-bahan diatas. Lebih lanjut Liu et al (2006) menjelaskan bahwa penggunaan kaolinit
dicampur dengan polyethylene nanocomposite serta polyethylene-starch nanocomposite
dengan metoda interkalasi (penambahan/penggabungan) secara organik dapat
menghasilkan ukuran pori antara 10 hingga 20 nm sehingga dapat digunakan sebagai bahan
coating pupuk yang memiliki ukuran nano. Selain itu hasil analisis dengan SEM, X-Ray
diffraction (XRD) dan FTIR memperlihatkan bahwa dengan metoda diatas dihasilkan
komponen liat organik yang memiliki daya adsorpsi dan kekentalan yang tinggi untuk
mengikat unsur hara dan C organik sehingga berfungsi baik sebagai pengikat (semen) dan
coating slow release pupuk ( Liu et al., 2006).
Pembenah tanah juga merupakan suatu bahan yang dapat digunakan untuk
mempercepat pemulihan/perbaikan kualitas tanah. Menurut Suriadikarta et al., (2005) dan
Rachman et al., (2006), bahan organik selain dapat berfungsi sebagai sumber hara, juga
berfungsi sebagai pembenah tanah. Sutono dan Adimihardja (1997) menyimpulkan dari
berbagai sumber bahwa pembenah tanah dalam bentuk polimer organik mempunyai
kemampuan yang lebih baik dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia
maupun biologi tanah.Sebagai pembenah tanah, bahan organik umumnya dibutuhkan dalam
jumlah yang relatif banyak.Selain bahan organik masih banyak sumber bahan pembenah
10
lainnya yaitu zeolit, biochar, hydrogel, dll.Meskipun bahan mineral dapat dijadikan sebagai
alternatif bahan pembenah tanah, namun penggunaan bahan organik tetap harus menjadi
prioritas, karena banyak fungsi dari bahan organik yang tidak dapat digantikan oleh bahan
mineral.
Hydrophilic gels atau disingkat hidrogel merupakan jaringan makromolekul yang
mampu menyerap dan melepas air secara alternatif berdasarkan alternatif eksternal
(Sannino et al, 2009) (dalam Adi dan Ramadhani, 2012). Hidrogel mempunyai jaringan
tersilang kait (cross linked) yang apabila terkena air akan membentuk suatu jaringan
makromolekul tiga dimensi dengan kemampuan menyerap air yang jauh melebihi berat atau
volumenya sendiri (atau biasa disebut super absorbent material) dan tidak larut air.
Suatu teknologi yang dihasilkan akan mempunyai dampak yang luas bila produk
tersebut sesuai sasaran, mudah dipergunakan, sederhana penggunaannya, dan relatif
terjangkau harganya. Manfaat utama dari beberapa perangkat uji yang saat ini tengah
disusun adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui pemberian rekomendasi
pupuk yang tepat dan efisien untuk padi sawah di tanah sulfat masam dengan PUTR, PUHS
untuk meningkatkan produktivitas produk perkebunan kelapa sawit, pH-SRI untuk
menetapkan pH tanah lebih cepat di lapangan, PUTK untuk menetapkan rekomendasi
tanaman sayuran lebih tepat dan efisien. Semua rekomendasi pemupukan tersebut akan
efektif bila pupuk yang dipergunakan mempunyai mutu sesuai dengan kadar yang
tercantum pada label kemasan, untuk itu diperlukan PUP digital agar dapat mengukur
secara kualititif.
Pupuk NPK majemuk saat ini penggunaannya semakin meningkat setelah pemerintah
memberikan subsidi pupuk NPK. Pupuk NPK majemuk diproduksi dengan berbagai macam
teknik dengan bahan baku yang beragam. NPK Ponska dibuat dari urea, ZA, asam fosfat,
amoniak, KCl dan dolomit. Setelah melalui proses pencampuran dalam reaktor ( proses
kimia) dan proses granulasi akan dihasilkan NPK chemical compound. Sedangkan NPK
Pelangi dan NPK Kujang dihasilkan dari proses pencampuran secara fisik (bulk blending)
antara urea, DAP dan KCl (Tisdale et al., 1990).
Pemakaian pupuk kimia terus menerus menyebabkan kesuburan tanah mengalami
kemerosotan.Untuk menanggulanginya telah dicanangkan konsep pengelolaan hara terpadu,
yaitu mensinergikan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati bersama-sama pupuk
anorganik. Sebagaimana halnya pupuk NPK, pupuk organik diproduksi dari bahan baku
kompos atau pupuk kandang yang selanjutnya diproses secara fisik dengan pengayakan dan
granulasi. Karena bahan bakunya beragam, maka pupuk yang dihasilkan juga mempunyai
kualitas yang beragam (tidak standar).Oleh karenanya pengawasan mutu pupuk organik
11
harus dilakukan lebih ketat.Agar aplikasinya lebih mudah, pupuk organik sudah banyak
dibuat dalam bentuk granul.
Aplikasi dari semua sarana produksi tersebut secara simultan akan menyebabkan
timbulnya interaksi yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang holistik dan terpadu.
Seiring dengan perkembangan tersebut, pengeloaan dengan pendekatan sistem merupakan
salah satu solusi alternatif karena karakter dari pendekatan sistem merupakan suatu
kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lainnya yang
berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks (Marimin, 2004).
Pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang kompleks dengan metode
dan alat analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendisain
sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas
desiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno, 2004).
Pendapat lainnya menyebutkan keunggulan dari pendekatan sistem terletak pada cirinya
yaitu sibernetic, holistic, dan effective (SHE). Sibernetic maknanya adalah bahwa
penyelesaian masalah dalam pendekatan sistem tidak berorientasi pada pada masalahnya
(problem oriented), tetapi berorientasi pada tujuan (goal oriented). Holistic maknanya
adalah penekanan penyelesaian masalah secara utuh dan menyeluruh. Effective maknanya
adalah bahwa model yang dibangun harus bisa diaplikasikan oleh pengguna (Hartrisari,
2007).
Aplikasi pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan melalui beberapa tahapan
yaitu: analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, validasi sistem, dan
simulasi sistem. Tahapan tersebut bisa diteruskan dengan melakukan uji sensitivitas model
dan arahan penerapan model untuk pengembangan yang dibangun (Eriyatno, 2004). Dalam
tahap analisis kebutuhan dirumuskan semua stakeholders dan kebutuhannya dalam
memenuhi kepentingan masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, stakeholdersyang terlibat
dalam pengelolaan lahan sawah irigasi antara lain: petani sawah irigasi, Dinas Pertanian
Tingkat Kabupaten, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), Peneliti, Kios agen sarana produksi,
Lembaga Swadaya Masyarakat, Pedagang perantara, dan pengumpul dan masyarakat
konsumen.
Analisis kebutuhan menunjukkan adanya benturan kebutuhan dan kepentingan
stakeholders yang terlibat karena masalahnya komplek. Hal ini membutuhkan suatu
rumusan masalah agar sistem yang dibangun bisa bekerja efektif untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Identifikasi sistem merupakan salah satu tahapan penting dalam
aplikasi pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan sawah irigasi teknis. Tahapan ini
12
menghubungkan kebutuhan-kebutuhan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai mata
rantai yang digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop).
Analisis selanjutnya adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar sebab-akibat
ke dalam kotak gelap (black box). Terdapat 5 variabel dalam tahapan ini yaitu:
1. Variabel input terkendali
2. Variabel input tak terkendali
3. Variabel output dikehendaki
4. Variabel output tak dikehendaki
5. Variabel kontrol sistem
Validasi model adalah tahapan penyimpulan apakah model yang dibangun
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji untuk memperoleh kesimpulan
yang meyakinkan. Tujuannya untuk menguji kebenaran struktur model untuk menunjukkan
kesalahan minimal dibandingkan data aktual termasuk menggunakan berbagai teknik
statistik. Model yang dihasilkan dari simulasi sistem dibandingkan dengan kondisi saat ini
(existing condition) untuk melihat perbedaan antara keduanya dan sekaligus tingkat validitas
model yang dibangun (Hartrisari, 2007). Simulasi sistem merupakan tahapan pendekatan
sistem dengan kegiatan atau proses percobaan dengan menggunakan suatu model untuk
mengetahui perilaku sistem. Selain itu, juga bisa diketahui pengaruhnya pada komponen-
komponen dari suatu perlakuan yang dicobakan pada beberapa komponen. Hasil simulasi
biasanya ditampilkan sebagai grafik dan tabel yang mengilustrasikan variabel-variabel
sensitif yang mempengaruhi perilaku sistem.
Analisis sensitivitas model dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana model dapat
digunakan apabila ada perubahan pada asumsi atau sejauh mana kesimpulan hasil model
dapat berubah bila variabel model berubah.Model dikategorikan sensitif jika perubahan nilai
variabel input menyebabkan perubahan output model. Hasil analisis ini dapat diketahui
keterbatasan penggunaan model (Hartrisari, 2007). Terdapat tiga jenis pengujian
sensitivitas model yaitu sensitivitas numerik, sensitivitas perilaku dan sensitivitas kebijakan.
Uji sensitivitas numerik dilakukan dengan cara mengubah nilai numerik input yang
menyebabkan perubahan pada nilai numerik output model. Selanjutnya, interpretasi model
yang dibangun bisa memberikan arahan untuk mengidentifikasi variabel-variabel strategis
untuk dijadikan acuan perumusan skenario dan kebijakan dalam mengelola produksi dan
pengelolaan lahan sawah irigasi. Lebih jauh lagi, model yang dibangun juga berpeluang
untuk diaplikasikan pada lokasi lahan sawah irigasi yang memiliki karakteristik biofisik dan
sumberdaya lahan yang mirip dengan lokasi penelitian.
13
Pada lahan kering, fenomena erosi di alam sudah banyak diidentifikasi dan
dikuantifikasi hubungan antar variabelnya sehingga melahirkan model-model prediksi erosi
dengan akurasinya masing-masing. Beberapa model erosi yang paling banyak digunakan di
dunia telah diulas dengan baik oleh Lal (2001) dan Merrit et al. (2003) seperti Universal Soil
Loss Equation (USLE), Watershed Erosion Prediction Project (WEPP), Agricultural Non-Point
Source (AGNPS), Areal Non-point Source Watershed Environment Response Simulation
(ANSWERS), dan Chemical Runoff and Erosion from Agricultural Management System
(CREAMS). Dari banyak model yang telah diverifikasi dan diterapkan, USLE dan turunannya
yaitu Revised USLE (RUSLE) dan Modified USLE (MUSLE), merupakan model yang paling
banyak digunakan di seluruh dunia karena data yang dibutuhkan dan perhitungannya lebih
sederhana dibandingkan dengan model yang lain (Lal, 2001; Merrit et al., 2003; Lim et al.,
2005; Xu et al., 2008).
Model erosi biasanya akurat untuk skala petak dan bias untuk skala yang lebih kecil.
Kebutuhan akan model yang dapat memprediksi erosi dalam skala regional sangat
dibutuhkan untuk perencanaan sumber daya lahan (Mao et al., 2010). Sistem Informasi
Geografi (SIG) merupakan teknologi spasial yang berkembang dengan pesat karena
memang sangat dibutuhkan untuk pembangunan.Banyak program bermanfaat yang dapat
diintegrasikan dengan SIG ini untuk menambah kehandalan dan kemanfaatan program
tersebut.Formula USLE yang telah dimodifikasi menjadi Modified Universal Soil Loss Equation
(MUSLE), berkembang dengan dimasukkannya beberapa variabel yang berpengaruh
terhadap erosi tanah dan aliran permukaan. Seiring dengan kemajuan teknologi, modifikasi
formula USLE tersebut sudah dapat diintegrasikan ke dalam SIG. Fasilitas MUSLE sudah
dapat ditemukan pada perangkat lunak Arc GIS, sebuah software spasial kartografi yang
sudah digunakan secara luas di dunia, dengan nama Arc MUSLE (Zhang et al. 2009).
Integrasi model erosi dengan SIG yang dipublikasikan di web merupakan sebuah
tuntutan di era informasi sekarang ini. Balai Penelitian Tanah yang telah merencanakan
untuk memproduksi model yang terintegrasi dengan web adalah suatu terobosan untuk
mendongkrak kualitas sumberdaya manusia pertanian dalam pengelolaan sumberdaya lahan
pertanian sehingga mampu mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan.
2.2. Hasil Penelitian
Penelitian dan publikasi tentang formulasi pupuk dan pembenah tanah telah banyak
dilakukan di luar negeri. Sedangkan hasil-hasil penelitian formulasi pupuk dan pembenah
tanah di Indonesia masih sangat terbatas. Mukhopadhayay et al., (2009) menggunakan
beberapa bahan alam seperti zeolit dan clinoloptolit sebagai bahan dasar pupuk slow
14
release. Zeolit yang memiliki struktur unik ini dapat di isi dengan unsur hara seperti N, K, P,
Ca dan unsur-unsur mikro lainnya sehingga kehilangan unsur hara melalui penguapan
(semisal N) ataupun kehilangan melalui leaching dapat diminimalisir, selain itu unsur hara
tersebut akan dilepaskan secara perlahan sesuai kebutuhan tanaman melalui pori-pori yang
berukuran nano.
Upaya perbaikan kondisi lahan yang dilakukan dengan aplikasi pembenah tanah
merupakan upaya penting untuk meningkatkan produktivitas lahan marginal yang pada
umumnya memiliki kesuburan tanah yang relatif kurang/rendah. Bahan baku pembenah
tanah sangat bervariasi, seperti limbah pertanian meliputi sisa panen, kotoran ternak, dll.
(Abdurachman et al., 2000, Nurida, 2006; Hafif et al., 1993) dan non pertanian seperti
zeolit, sampah organik kota, limbah industri makanan, limbah industri agrokimia, dll
(Prihatini et al, 1987; Sastiono dan Wiradinata, 1989; Sutono dan Agus, 1998) dan
mempunyai karakteristik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga kualitas
pupuk organik dan pembenah tanah yang dihasilkan juga bervariasi mutunya.
Hasil penelitian Ai Dariah et al., (2007) menunjukkan bahwa pemberian bahan
pembenah tanah berbahandasar organik dan mineral pada lahan yang terdegradasi dapat
meningkatkan pertumbuhandan produksi jagung secara nyata.Formula pembenah tanah
dengan proporsi bahan organik yang lebih tinggi, lebih efektif dalam memperbaiki sifat fisik
tanah.Pemberian zeolit dengan proporsi 20% dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme
tanah (Ai Dariah et al., 2007).Wang dan Gregg (1990), dalam penelitiannya tentang
perbandingan beberapa produk hidrogel menyebutkan bahwa secara umum hidrogel mampu
menyerap distilled water sampai dengan 500 kali dari berat volume keringnya. Pada kondisi
tertentu (pH, suhu, tekanan dan alternatif eksternal lain) hidrogel mampu melepas air
tersimpan untuk kemudian dikembalikan ke media asalnya, yaitu tanah.
Hasil penelitian formulasi pupuk dan pembenah tanah di Balai Penelitian Tanah
hingga tahun 2012 telah menghasilkan beberapa formula pupuk yang telah diuji
efektivitasnya di lapang. Berikut formula pupuk yang sudah dihasilkan adalah: (1) Formula
pupuk organik granul, (2) Formula pupuk organik curah, (3) Formula pupuk silika, (4)
Formula pupuk NPK slow release 12:10:10,(5) Isolat-isolat cyanobacteria untuk formulasi
pupuk hayati untuk padi sawah, dan (6) formula pembenah tanah humat SP-50 submikron
nano dan 7 formula hidrogel integrasi hara.Pada tahun 2012 telah dilakukan uji efektifitas
pupuk dan pembenah tanah tersebut di lapang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula
pupuk NPK slow release sangat efektif dalam menahan laju kehilangan unsur hara terutama
15
N pada tanaman padi. Formula tersebut dibuat menggunakan metoda blend dengan bahan
zeolite dan kitosan yang ditambah dengan gypsum sebagai filler.
Hasil pengujian pupuk organik baik granul maupun curah menunjukkan bahwa
pupuk organik yang dibuat menggunakan bahan-bahan yang terdekomposisi sempurna dan
diformulasi dengan komposisi yang tepat akan menghasilkan pupuk organik berkualitas baik.
Pupuk organik granul dan curah Balittanah yang dicobakan pada tanaman jagung di tanah
masam di Lampung menghasilkan produksi jagung yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan pupuk organik komersil yang beredar luas di petani.Hasil pengujian pupuk silika
yang diformulasi telah diuji untuk tanaman padi di tanah Ultisol, Lampung menunjukkan
peningkatan hasil dan kualitas gabah serta ketahanan terhadap serangan hama dan
penyakit padi. Dengan demikian formula pupuk silikaterbukti dibutuhkan untuk tanaman
terutama padi dan juga tebu.
Seiring dengan kemajuan keinginan untuk memahami status hara secara cepat, Balai
Penelitian Tanah (Balittanah) telah menyusun suatu perangkat uji cepat untuk menentukan
kandungan (status) hara tanah yang dapat dikerjakan di lapangan, disertai rekomendasi
pemupukannya. Alat bantu ini dinamakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), Perangkat Uji
Tanah Kering (PUTK) dan Perangkat Uji Pupuk (PUP). PUTS dan PUTK digunakan untuk
menetapkan status hara N, P, K pada lahan lahan dan lahan kering yang dilengkapi dengan
penetapan bahan organik serta kebutuhan kapur untuk lahan kering (Nurjaya dan Setyorini,
2008; ). Adopsi PUTS dan PUTK telah berkembang di seluruh Indonesia dimana kedua test
kit tersebut dipergunakan sebagai salah satu perangkat untuk penetapan rekomendasi
pemupukan spesifik lokasi yang tercantum lampiran Permentan No.
40/Permentan/OT.140/04/2007 (Widowati et al., 2011b; Koran Jakarta, 2009; Majalah
Trubus, 2008). PUTS telah divalidasi pada beberapa order tanah utama. Seluruh lokasi
memberikan respon yang positif berdasarkan perhitungan B/C ratio dibandingkan dengan
rekomendasi yang berlaku, praktek petani, dan kontrol (Widowati danSetyorini, 2011a;
WidowatiandSetyorini, 2008). PUTK juga telah divalidasi pada tanah Ultisols Jagang and
Tamanbogo, Lampung, dan Andisols Segunung, Jawa Barat yang meningkatkan hasil
sebanyak 28.4 sampai 83.2% dibandingkan dengan Praktek Petani (Nurjaya etal., 2007).
Aplikasi pupuk yang tepat dapat mengurangi penggunaan pupuk antara 10-30% N tetapi
produksi tetap tinggi (Widowati et al., 2011)
Selain PUTS, PUTK dan PUP yang sudah divalidasi, beberapa test kit lainnya sedang
dalam tahap pengembangan dan validasi seperti PUPO (perangkat uji pupuk organik), PUTR
(perangkat uji tanah rawa), dan PUHS (Perangkat uji hara tanaman sawit). PUPO yaitu
perangkat uji pupuk organik telah dikembangkan untuk menetapkan kandungan N, P dan
16
pH, namun masih diperlukan penelitian untuk menyempurnakan pereaksi untuk menetapkan
C organik, K dan Fe yang tepat (Hartatik et al., 2009). Sedangkan test kit lainnya masih
dalam tahap pemilihan pereaksi pengekstrak. PUHS dikembangkan untuk mengatasi
permasalahan pemupukan pada kelapa sawit. Hasil pengamatan Syahfitri (2009),
menunjukkan bahwa kelapa sawit yang tumbuh di Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan
memperlihatkan kadar P dalam kisaran 0,139-150% lebih rendah dari pada standar
kecukupan yakni 0.16-0.19%. Menurut Sutarta et al., 2005, ketersediaan pupuk secara tepat
dosis sesuai dengan umur kebutuhan tanaman sering menjadi masalah bagi perkebunan
kelapa sawit.
Pengelolaan sumberdaya alam, termasuk lahan sawah irigasi dengan pendekatan
sistem relatif baru berkembang sehingga hasil penelitian masih sedikit. Pengelolaan
sumberdaya alam berupa perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjuan dengan pendekatan
sistem dinamis menunjukan bahwa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu
pengelolaan kelapa sawit plasma berkelanjutan (memenuhi aspek ekonomi, biofisik, dan
sosial) terbukti luas dan status lahan, tingkat masukkan sarana produksi terutama pupuk,
tingkat keterampilan petani dalam pengelolaan sumberdaya alam dan modal, dukungan
kebijakan pemerintah daerah yang berpihak kepada kepentingan petani dan lingkungan,
kelembagaan kelompok tani, serta pemasaran menjadi faktor pengungkit (leverage factors).
Interaksi semua variable tersebut memerlukan pengelolaan yang tepat agar tercapai
pengelolaan kelapa sawit plasma berkelanjutan. Salah satu bentuk skenario yang mampu
menciptakan perkebunan berkelanjutan adalah: status lahan berupa milik dengan luasan
mendekati 2 ha/kk; pemupukan menerapkan 4 tepat (tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu,
dan tepat cara pemberian); koordinasi dan kerjasama yang harmonis antara petani plasma
dengan kebun Inti dengan mentaati semua penerapan rekomendasi pengelolaan kebun
kelapa sawit plasma; pengalokasian sebagian pendapatan petani untuk sarana produksi dan
program peremajaan, pengendalian persaingan antara pabrik kelapa sawit kebun Inti dan
non Inti dalam hal pembelian tandan buah segar (TBS), serta dukungan kebijakan
pemerintah daerah bagi kebun Inti untuk memberdayakan masyarakat lokal di sekitar kebun
(Wigena, 2009).
Terkait dengan upaya pencapaian surplus beras 10 juta ton, Badan Litbang Pertanian
(2012) telah merekayasa model pengelolaan sumberdaya lahan sawah irigasi teknis, semi
teknis, dan sawah tadah hujan dengan pendekatan sistem dinamis. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa leverage factors dalam pemodelan tersebut mencakup luas lahan,
masukan sarana produksi (benih unggul dan pupuk), ketersediaan air untuk tanaman padi
dengan perbaikan saluran irigasi, efektivitas penyuluhan untuk meningkatkan adopsi
17
teknologi, dan insentif produksi dan pemasaran gabah/beras berupa kebijakan pemerintah
dengan subsidi pupuk dan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani.
Sesuai dengan mandat yang diemban, Balai Penelitian Tanah (Balittanah) juga telah
berhasil mengembangkan model pengelolaan konservasi sumberdaya lahan berupa SPLaSH
(Sistem Pengelolaan lahan Sesuai Harkat). Software berbasis PC ini mampu melakukan
prediksi bahaya erosi dan saran pengelolaan lahan sesuai kaidah konservasi tanah dan air
skala usaha tani. Akurasi software ini tergantung dari informasi faktor sumberdaya lahan
yang dimasukkan oleh pengguna.SPLaSH diakui sebagai software yang mudah dalam
operasionalnya (user friendly), meskipun demikian SPLaSH memiliki kekurangan yang
bersifat prinsip yaitu: i) database terbatas, sehingga pengguna harus menyediakan data
sumberdaya lahan sendiri, ii) proses entry data iklim masih terlalu rumit, iii) keterbatasan
pemahaman petani/pengguna mengenai ilmu konservasi tanah dan air. Dengan semangat
dan teknik baru, mulai tahun 2013, Balai Penelitian Tanah merencanakan membuat software
berbasis web untuk membantu petani dan pengguna di seluruh penjuru negeri Indonesia
yang memiliki akses internet dalam memperoleh informasi sumberdaya lahan khususnya
lahan kering di lokasi yang dipilih sekaligus mendapatkan rekomendasi pengelolaan lahan
sesuai dengan karakteristik sumberdaya lahan yang dimiliki.
18
III. METODOLOGI / PROSEDUR
3.1. Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2013 dan berakhir
T.A 2015, yang meliputi kegiatan formulasi pupuk, pembenah tanah, dan tes kit,
penyempurnaan formulasi pupuk dan pembenah tanah sebagai langkah untuk produksi pada
skala yang besar, serta pemodelan peningkatan produktivitas lahan sawah irigasi teknis dan
lahan kering dengan pendekatan sistem. Pada T.A 2013, aplikasi penelitian dilakukan di
laboratorium, rumah kaca, dan lapangan pada agroekosistem lahan sawah irigasi teknis dan
lahan kering di wilayah Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini berdasarkan kontribusi
Provinsi Jawa Barat terhadap produksi padi nasional pada agroekosistem lahan sawah irigasi
maupun lahan kering yang cukup besar.
Kegiatan di laboratorium meliputi uji coba formula pupuk, pengujian release hara,
serta uji mutu dan kualitas pupuk dan pembenah tanah.Selain tu, kegiatan penyusunan
Perangkat Uji Tanah untuk tanaman hortikultura khususnya sayuran yang dikembangkan
dari PUTK yang telah ada serta mengembangkan PUP Digital juga dilakukan di laboratorium.
Kegiatan pengujian respon tanaman terhadap pupuk dan pembenah tanah dilakukan
di rumah kaca untuk formula pupuk PK untuk kedelai dan NPKmikro untuk tanaman
hortikultura, sedangkan pengujian hydrogel-integrasi hara dilakukan di lapang di NTB.
Bahan baku pupuk memiliki karakteristik beragam dan pemanfaatannya harus
disesuaikan dengan jenis tanah dan tanaman yang diusahakan. Oleh karenanya, peneliti
formulator pupuk dan pembenah tanah harus memahami karakteristik bahan baku pupuk
dan teknik produksi untuk menghasilkan pupuk yang bermutu sesuai dengan formula yang
dikehendaki. Kegiatan dilakukan melalui pelatihan dan magang di pabrik pupuk yang
berkualitas dan sudah terakriditasi.Setelah pelatihan dan magang dilanjutkan dengan
ujicoba produksi pupuk secara langsung menggunakan peralatan yang sederhana seperti
mixer, granulator dan pengering. Produk pupuk yang dihasilkan selanjutnya dianalisis untuk
mengetahui kualitasnya apakah sesuai dengan standar baku mutu yang dianjurkan atau
tidak.
19
Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering berbasis
pada konsep modeling dengan pendekatan sistemmerupakan pendekatan secara holistik
terpadu, dengan memperhatikan interaksi semua komponen terlibat secara harmonis untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dari interaksi kompleks tersebut, dilakukan uji
sensitivtas untuk melihat perilaku sistem dan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi
kinerja sistem yang dibangun (leverage factors). Pada lahan sawah irigasi teknis, faktor
yang diinteraksikan adalah lahan sawah dengan status kesuburannya, masukan pupuk N, P,
K, dan pupuk organik, benih padi unggul, iklim, serangan hama/penyakit, harga gabah di
tingkat petani. Pada lahan kering faktor yang diinteraksikan adalah jenis tanah (dengan
sifat-sifat fisikanya: tekstur, kedalaman, lereng), vegetasi, masukan pupuk N, P, K, dan
bahan organik, harga gabah ditingkat petani.
Penelitian akan dilaksanakan bertahap, yang diawali dengan kegiatan pengumpulan
data kondisi status kesuburan lahan sawah irigasi teknis di wilayah Provinsi Jawa Barat
dengan pemanfaatan data peta status P dan K lahan sawah irigasi teknis, produktivitas
lahan sawah irigasi teknis, masukan pupuk N, P, K, dan pupuk organik, jenis dan tingkat
serangan hama/penyakit, harga gabah di tingkat petani. Pengumpulan data ini dilakukan
secara partisipatif dengan melibatkan petani maju, PPL, kelompok tani, dan instansi terkait.
Demikian juga dengan pengumpulan data pada lahan kering dilakukan secara partisipatif
melibatkan kelompok tani, PPL, instansi terkait untuk memperoleh gambaran kondisi dan
pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan kering exsisting. Pada kegiatan selanjutnya
dilakukan pemodelan pengelolaan lahan di kedua agroekosistem tersebut untuk mencapai
tujuan yang sudah ditetapkan.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2013 dan berakhir
T.A 2015, yang meliputi kegiatan formulasi pupuk, pembenah tanah, dan tes kit,
penyempurnaan formulasi pupuk dan pembenah tanah sebagai langkah untuk produksi pada
skala yang besar, serta modeling peningkatan produktivitas lahan sawah irigasi teknis dan
lahan kering dengan pendekatan sistem. Pada T.A 2013, aplikasi penelitian dilakukan di
laboratorium, rumah kaca, dan lapangan pada agroekosistem lahan sawah irigasi teknis dan
lahan kering di wilayah Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pada kontribusi
Provinsi Jawa Barat terhadap produksi padi nasional pada agroekosistem lahan sawah irigasi
maupun lahan kering yang cukup besar
Penelitian formulasi pupuk dan pembenah tanah untuk mendukung produktivitas
pertanianakan dilaksanakan dalam 2 kegiatan utama yaitu (1) formulasi dan pengujian formula
20
pupukuntuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan produktivitas tanaman, dan (2) formulasi
dan pengujian formula pembenah tanah untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Kegiatan 1
terdiri dari tiga sub kegiatan yaitu: (a) formulasi pupuk PK untuk tanaman kedelai, (b) formulasi
pupuk anorganik untuk tanaman hortikultura (cabe atau buahan), (c)formulasi coating pupuk
berteknologi nano untuk pupuk slow release. Sedangkan untuk kegiatan 2 terdiri dari beberapa
sub kegiatan yaitu a. Penyempurnaan formula hidrogel integrasi hara dan b. pengujian
kemampuan formula hidrogel integrasi hara dalam menahan air dan menyediakan unsur hara
bagi tanaman di lahan kering beriklim kering.
Penelitian Pengembangan Test Kit Mendukung Swasembada Pangan terdiri atas 2
kegiatan yang meliputi : (1) validasi perangkat uji (PUTR, PUHS, dan pH-SRI), (2)
penyusunan Perangkat Uji Tanah untuk Hortikultura (Sayuran) dan PUP Digital. Kegiatan
Test kit PUTR yang telah dilaunching pada 13 September 2011 ini masih perlu untuk
divalidasi di lapangan agar rekomendasi pemupukan untuk padi lebih tepat. Rekomendasi
pupuk yang diberikan PUHS akan divalidasi di lapangan untuk mendapatkan respon hasil
kelapa sawit. Perangkat Uji Tanah untuk Hortikultura akan dikembangkan di Laboratorium
Penelitian Tanah dan Rumah Kaca – Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Penelitian pengembangan teknologi pupuk dan pembenah tanah akan dimulai tahun
anggaran 2013 secara bertahap selama 3 tahun sampai sasaran akhir terbentuknya
prosedur operasi standar (SOP) teknik produksi pupuk yang efektif dan efisien, serta adanya
percontohan unit produksi pupuk dan pembenah tanah. Kegiatan meliputi :
a. Deskwork dan mengumpulan informasi teknologi pupuk dan pembenah tanah untuk
produksi skala pilot dan penelitian
b. Inventarisasi dan penyempurnaan formula pupuk dan pembenah tanah yang telah
dihasilkan dalam skala laboratorium.
c. Uji produksi dan evaluasi karakteristik fisik dan mutu pupuk dan pembenah tanah.
Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering berbasis
pada konsep modeling dengan pendekatan sistem. Merupakan pendekatan secara holistik
terpadu, dengan memperhatikan interaksi semua komponen terlibat secara harmonis untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Penelitian akan dilaksanakan bertahap sebagai
berikut:
a. Kegiatan diawali dengan pengumpulan data kondisi status kesuburan lahan sawah irigasi
teknis di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan pemanfaatan data peta status P dan K
lahan sawah irigasi teknis, produktivitas lahan sawah irigasi teknis, masukan pupuk N, P,
K, dan pupuk organik, jenis dan tingkat serangan hama/penyakit, harga gabah di tingkat
petani. Pengumpulan data ini dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan petani
21
maju, PPL, kelompok tani, dan instansi terkait. Demikian juga dengan pengumpulan data
pada lahan kering dilakukan secara partisipatif melibatkan kelompok tani, PPL, instansi
terkait untuk memperoleh gambaran kondisi dan pengelolaan lahan sawah irigasi teknis
dan kering exsisting.
b. Dari interaksi kompleks tersebut, dilakukan uji validasi statistik untuk mengetahui tingkat
kevalidan system secara statistik pada selang kepercayaan 5% dengan RMSPE.
c. Selanjutnya simulasi semua factor yang berinteraksi untuk membangun model
pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering.
d. Tahap berikutnya adalah uji sensitivtas untuk melihat perilaku system dan faktor-faktor
dominan yang mempengaruhi kinerja sistem yang dibangun (leverage factors). Pada
lahan sawah irigasi teknis, faktor yang diinteraksikan adalah lahan sawah dengan status
kesuburannya, masukkan pupuk N, P, K, dan pupuk organik, benih padi unggul, iklim,
serangan hama/penyakit, harga gabah di tingkat petani. Pada lahan kering faktor yang
diinteraksikan adalah jenis tanah (dengan sifat-sifat fisikanya: tekstur, kedalaman,
lereng), vegetasi, masukkan pupuk N, P, K, dan bahan organik, harga gabah ditingkat
petani.
3.3. Bahan dan Metode Penelitian
3.3.1. Bahan penelitian
Untuk melaksanakan semua kegiatan dalam penelitian ini diperlukan bahan-bahan
berupa bahan penelitian yang meliputi peta status hara P dan K Provinsi Jawa Barat, sistem
informasi katam terpadu, alat tulis (flash disk, tinta komputer, kertas HVS, ball point,
pointer, penggaris, spidol kecil/besar, dll.), alat bantu pengumpulan data seperti kuesioner
yang menyangkut aspek teknis, dan ekonomi usahatani padi pada lahan sawah irigasi
teknis. Untuk memperoleh data yang lebih valid, dilakukan rekaman data melalui kegiatan
focus group discussion (FGD) melibatkan ahli-ahli usahatani padi sawah irigasi teknis dan
lahan kering.
Untuk kegiatan modeling pada lahan kering, diperlukan bahan berupa Peta
Agroecosystem Zone (AEZ) Provinsi Jawa Barat, peta tanah, peta Digital Elevation Model
(DEM) derivat dari Shuttle Radar Topographic Map (SRTM), peta Rupa Bumi Indonesia
(RBI). Peta tematik yang diperlukan tersebut diharapkan dapat diperoleh pada skala paling
kecil 1:50.000 sehingga mampu dimanfaatkan sebagai penyusunan kebijakan dan
penentuan rekomendasi pada skala lahan usaha tani. Untuk verifikasi dan mempertajam
analisa, maka data primer dan sekunder sangat diperlukan seperti data tabular curah hujan
22
dan data analisa laboratorium tanah. Pengolahan kartografi terhadap peta-peta tematik
akan menggunakan program Arc GIS. Teknologi informasi untuk membangun bahasa
pemrograman akan menggunakan program Visual Basic seri terbaru. Program SPLaSH versi
web memerlukan display peta yang dapat diakses menggunakan internet sehingga teknologi
display Google Map akan digunakan sebagai basisnya.
3.3.2. Metode Penelitian
3.3.2.1. PenelitianPengembanganFormulasiPupuk, Pembenah Tanah, Test Kit
Dan PerangkatLunak
Kegiatan formulasi pupuk majemuk PK untuk tanaman kedelai dan formulasi pupuk
majemuk untuk tanaman hortikutura selain dilakukan dengan menyusun kebutuhan unsur
hara makro tanaman kedelai dan mencoba membuat beberapa komposisi formula
pupuk,juga didasarkan pada kebutuhan tanaman dengan melengkapi komposisi NPK dengan
unsur mikro. Penambahan unsur untuk memberikan perbaikan rasa dan kualitas tanaman
seperti warna, rasa manis dan asam dihasilkan dari pemberian pupuk mikro yang cukup.
Pengamatan sifat tanah yang diaplikasi formula pupuk akan diuji sifat kimia berupa pH, total
C, N, P tersedia, KTK, K, Ca, Mg, dan beberapa unsur mikro. Pengujian bahan coating pupuk
nano dilakukan dengan menguji kemampuan bahan coating untuk mengetahui selektifitas
unsur hara yang dilepas
Formulasi Pupuk slow release sangat bermanfaat bagi tanaman untuk ketersediaan
hara selama dibutuhkan tanaman. Penggunaan pupuk juga menjadi lebih efisien dengan
berkurangnya kehilangan hara yang disebabkan evaporasi dan hilang melalui
leaching.Material nano yang digunakan untuk coating pupuk anorganik akan memberikan
keunggulan lebih terutama terhadap selektifitas unsur hara yang dilepas. Beberapa bahan
coating yang akan dicobakan seperti silica, sulfur, unsur mikro seperti Zn dan bahan lainnya.
Tahapan kegiatan yang akan dilakukan adalah:
a. membuat beberapa formula bahan nano coating,
b. melakukan uji bahan coating terhadap kemampuannya melapis pupuk,
c. pengujian release unsur hara dalam periode waktu tertentu,
d. pemilihan bahan nano coating yang terbaik.
Penyempurnaan formula pembenah tanah integrasi hara-hidrogel dilakukan dengan
menyempurnakan formula hidrogel yang diformulasi tahun sebelumnya.Pembenah tanah
akan diformulasi dari bahan baku hidrogel yang diperkaya dengan beberapa unsur hara
seperti N, P, K, Ca, Mg, Si dan sebagainya. Pembenah tanah integrasi hara-hydrogel iniakan
diformulasi menggunakan hidrogel kering dari berbagai sumber yang sesuai untuk
23
ditumpangkan oleh beberapa sumber unsur hara. Mekanisme kerja hara-hidrogel ini adalah
air dan unsur hara terkandung di dalamnya diangkut bersamaan saat akar mengabsorbsi air.
Pada pengujian hidrogel di lahan kering iklim kering akan dilakukan pengamatan sifat fisik
dan kimia tanah awal dan akhir berupa tekstur, kemampuan tanah menahan air, dan sifat
kimia berupa pH, P tersedia, KTK, K, Ca,Mg-dd. Metoda yang digunakan untuk menganalisis
sifat fisik dan kimia diatas menggunakan metoda standar di Laboratorium Balai Penelitian
Tanah (Panduan analisis sifat tanah, Balittanah, 2009)
Tahapan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Persiapan formula hydrogel integrasi hara yang telah dihasilkan
b. Menguji kemampuan substitusi unsur hara tambahan seperti fosfat alam terhadap
kemampuan hydrogel menahan dan melepas unsur P
c. Granulasi hidrogel yang diintegrasi unsur hara P
d. Uji kemampuan menahan air dan pelepasan P di tanah daerah iklim kering untuk
tanaman jagung.
3.2.2.2. Penelitian Pengembangan Tets Kit Mendukung Swasembada Pangan
Penyempurnaan PUTR untuk pereaksi penetapan N, P, K, pH dan kebutuhan kapur
akan dilakukan untuk meningkatkan keakuratan penetapannya pada tanah rawa/sulfat
masam. Pemilihan pereaksi dilakukan dengan analisis kadar dalam tanah melalui metode
standar laboratorium yang dibandingkan hasil pengujian dengan perangkat uji tanah rawa
(PUTR). Hasil yang diperoleh digunakan untuk menilai kesesuaian PUTR. Apabila hasil
kesesuaian rendah, maka harus dilakukan perbaikan pereaksi. Penyempurnaan dilakukan
dengan cara memodifikasi konsentrasi pereaksi, rasio pupuk : pereaksi, waktu ekstraksi, dll.
Selanjutnya dilakukan kembali pengujian dengan pereaksi yang baru. Setelah pereaksi
penetapan terbaik diperoleh maka dilakukan validasi untuk contoh-contoh tanah sulfat
masam dengan rentang kandungan hara mulai dari rendah hingga tinggi.
Pelaksanaan penyusunan rekomendasi dan validasi PUHS di lapang akan
dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit di Bengkulu. Penyusunan rekomendasi meliputi
percobaan lapang dengan memberikan perlakuan N bertingkat (0N; 1/2N; 3/4N; 1N; 1
1/2N), P bertingkat (0P; 1/2P; 3/4P; 1P; 1 1/2P), dan K bertingkat (0K; 1/2K; 3/4K; 1K; 1
1/2K). Direncanakan 4 pohon sebagai pewakil 1 perlakuan, dan diulang tiga kali. Perangkat
uji pH SRI (Soil Research Institute) telah disusun dengan tahapan pelaksanaan sebagai
berikut : 1) Inventarisari dan identifikasi calon perekasi untuk pengekstrak dan pewarnaan;
2) Pengkoleksian contoh tanah pewakil dari tanah-tanah di Indonesia; 3) Analisis pH contoh
24
tanah di laboratorium; 4) Analisis calon pereaksi dengan koleksi contoh tanah yang ada; 5)
Pengolahan data dengan cara korelasi ataupun dengan sistem skoring. Bila nilai korelasi
atau kesesuaian masih rendah maka akan dilakukan perbaikan perekasi dan prosedur
pelaksanaannya. Selanjutnya akan dilakukan pengujian lapang, dimana perangkat uji
tersebut akan divalidasi di lapang.
Perangkat Uji tanah untuk tanaman hortikultura (sayuran) dikembangkan dari PUTK
yang telah ada. Tanaman sayuran banyak ditanam di lahan kering baik di dataran rendah
maupun dataran tinggi. Kelas ketersediaan hara atau status hara untuk lahan kering telah
disusun dalam PUTK namun untuk pengembangan tanaman pangan. Pada TA 2013 ini,
akan disusun rekomendasi pemupukan tanaman sayuran pada setiap kelas status hara P, K
yang telah ada dalam PUTK. Metode yang dilakukan adalah melakukan studi pustaka dan
penelusuran data rekomendasi pemupukan tanaman sayuran di berbagai jenis tanah
bekerjasama dengan Balai Tanaman Sayuran Lembang. Pada tahap awal akan disusun
rekomendasi untuk tanaman kentang (pewakil tanaman berumbi), kubis/bawang daun
(pewakil tanaman berdaun), tomat (pewakil tanaman berbuah). Berdasarkan data yang ada,
akan disusun kurva respon di setiap kelas status hara tanah. Modifikasi PUTK untuk
tanaman sayuran dapat pula dilakukan untuk beberapa jenis pereaksinya
Pada tahun pertama ini akan dikembangkanprototype test kit PUP digital. Kegiatan
ini terutama difokuskan pada perubahan analog warna menjadi digital. Untuk itu dilakukan
kerjasama dengan pihak ketiga dalam pengembangan sistim digitalnya. Pengembangan test
kit digital diawali dengan identifikasi peralatan untuk mengukur hara terekstrak dalam cairan
bening. Prinsip kerja dari alat ini adalah mengukur kepekatan warna yang kemudian
ditangkap oleh sensor kemudian diubah menjadi bentuk data digital. Adapun tahap kegiatan
Perakitan Prototype PUP digital akan mengacu pada PUTS digital yang telah dibangun. Bila
memungkinkan akan digabung satu alat yang bisa menetapkan status hara untuk PUTS dan
PUP. Adapun tahapan yang telah dilakukan untuk PUTS digital adalah sebagai berikut :
(1) Shop drawing / Skematik Alat
(2) Alur kerja alat ukur
(3) Pembuatan Casing / boks alat ukur
3.2.2.3. Penelitian Pengembangan Teknologi Pupuk dan Pembenah Tanah
Kegiatan deskwork dan pengumpulan informasi teknologi pupuk dan pembenah
tanah dimulai dengan melakukan studi pustaka di perpustakaan lembaga-lembaga
penelitian, universitas serta perusahaan terkait. Informasi pokok yang dikumpulkan meliputi
sistem penyediaan bahan baku dan proses penanganannya, mekanisme operasi produksi,
25
peralatan yang diperlukan dan sistem pengawasan mutu. Selanjutnya dilakukan studi
banding ke produsen pupuk dan pembenah tanah. Dalam kegiatan studi banding tersebut
akan ditelusuri karakteristik bahan yang potensial untuk pembuatan pupuk dan pembenah
tanah serta peralatan minimum yang diperlukan untuk teknik produksinya.
Inventarisasi dan penyempurnaan formula pupuk dan pembenah tanah dimulai
dengan melakukan inventarisasi produk formula pupuk dan pembenah tanah yang potensial
untuk dikembangkan lebih lanjut ke arah produksi komersial. Formula pupuk yang dikaji
meliputi formula pupuk anorganik, formula pupuk organik dan formula pupuk hayati.Formula
pupuk dan pembenah tanah yang telah dihasilkan dalam skala laboratorium perlu
disempurnakan lebih lanjut agar dapat diproduksi secara komersial dibawah lisensi.
Penyempurnaan formula pupuk dan pembenah tanah akan dilakukan secara bertahap. Pada
tahap pertama dilakukan untuk 3 formula pupuk dan pembenah tanah yaitu:
a. Penyempurnaan formula pupuk anorganik
b. Penyempurnaan formula pupuk organik granul
c. Penyempurnaan formula pembenah tanah.
Kegiatan penyempurnaan formula dan teknik produksi pupuk anorganik silika,
dilakukan dengan mengefisienkan penggunaan bahan baku yang selama ini menggunakan
bahan silika murni. Bahan-baku pengganti dapat menggunakan bahan-bahan hasil tambang
dan limbah industri yang kaya dengan silika.Kegiatan penyempurnaan formula dan teknik
produksi pupuk organik granul dilakukan dengan memperkaya dengan bahan humat sebagai
bahan aktif pupuk organik.Bahan humat dapat diperoleh dengan mengekstrak cairan
kompos atau dengan bahan humat yang banyak beredar di pasar.Kegiatan penyempurnaan
formula pembenah tanah Biochar SP-50 dilakukan dengan dilakukan dengan melakukan
perubahan dalam pemilihan bahan baku utama serta pengkayaan dengan senyawa humat.
Proporsi bahan-bahan yang diperlukan disesuaikan sehingga dosis optimum untuk perbaikan
tanah terdegradasi bisa dikurangi.Salah satu bahan potensial adalah biochar kakao karena
mampu meningkatkan kemampuan tanah dalam meretensi air, sehingga sangat cocok
dijadikan pembenah tanah bagi lahan kering.Pembenah tanah demikian diharapkan mampu
memperpanjang masa tanam, terutama untuk tanaman palawija.
Uji produksi dan evaluasi karakteristik fisik dan kimia formula pupuk dan pembenah
tanah yang disempurnakan dilakukan dengan berbagai metode teknologi produksi yang
telah ditelaah dalam kegiatan deskwork. Formula pupuk dan pembenah tanah akan
diproduksi dengan 3 alternatif cara produksi yaitu:
26
1. Teknik produksi standar yang telah dilakukan sebelum penyempurnaan
2. Teknik produksi alternatif 1
3. Teknik produksi alternatif 2.
3.2.2.4. Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Kesuburan dan Pengelolaan
Tanah
Pada kegiatan modeling di lahan sawah irigasi teknis, diawali dengan kegiatan
identifikasi sistem merupakan salah satu tahapan penting dalam aplikasi pendekatan sistem
dalam pengelolaan lahan sawah irigasi teknis. Tahapan ini menghubungkan kebutuhan-
kebutuhan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai mata rantai yang digambarkan
dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Analisis selanjutnya adalah
melanjutkan interpretasi diagram lingkar sebab-akibat ke dalam kotak gelap (black box).
Terdapat 5 variabel dalam tahapan ini (Gambar 1) yaitu:
1. Variabel input terkendali
2. Variabel input tak terkendali
3. Variabel output dikehendaki
4. Variabel output tak dikehendaki
5. Variabel kontrol sistem
Variable input berasal dari luar sistem dan dalam sistem, meliputi input terkendali dan tak
terkendali. Variabel output meliputi output dikehendaki dan output tak dikehendaki.
Parameter disain sistem pengelolaan lahan sawah irigasi merupakan proses yang
mempengaruhi input menjadi output.
27
Gambar 1. Diagram Input-Output dalam Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Teknis
Produktivitas lahan merupakan variabel utama yang harus dicapai dalam penelitian
ini yaitu sebanyak 13 ton gabah kering giling/ha/tahun. Interaksi variabel yang terlibat dalam
pengelolaan lahan sawah irigasi antara lain status kesuburan tanah; kadar unsur hara tanah
(kadar C, kadar N, P, dan K); jumlah pupuk yang diberikan (pupun N, P, K, dan pupuk
organik); benih unggul, kesuburan tanah setelah dipupuk, hama/penyakit; serta iklim/curah
hujan disajikan dalam Causal Loop Diagram (CLD, Gambar 2).
Input terkendali:
- Penyediaan benih unggul - Penyediaan pupuk - Kebutuhan tenaga kerja - Target produksi - Arus informasi teknologi
dan managemen
Disain sistem pengelolaan lahan sawah irigasi teknis
Output tak dikehendaki
- Produktivitas lahan menurun dan tidak berkelanjutan
- Konflik sosial dan politik tinggi - Degradasi lahan intensif - Pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat turun
Input tak terkendali: - Kondisi sosial
budaya masyarakat lokal
- Harga input dan output
- Kondisi politik dan ekonomi nasional
Input Lingkungan - Kesesuaian
lahan - Biodiversitas
lingkungan - Serangan
hama/penyakit - Iklim
Output dikehendaki: - Produktivitas lahan berkelanjutan - Peluang kerja meningkat - Degradasi lahan rendah - Pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat meningkat - Arus informasi teknologi dan pengelolaan
lahan sawah mudah diakses
Umpan balik sistem perencanaan
28
Produktivitas
lahan
Laju
peningkatan
produktivtas
lahan
Benih
unggulKesubur
an tanah
Hama/
peny akit
Iklim/
curah
hujan
Kadar K
tanah
Kadar C
tanah
Kadar N
tanah
Kadar P
tanah
Pupuk K Pupuk
organik
Pupuk N Pupuk P
Status
kesuburan
tanah
+
-
+
+
-
+
+
+
- + -
+
+
++
-
- -
-
-
+
+ ++
+
++
+
Gambar 2. Causal Loop Diagram (CLD) Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Teknis Menuju Produktivitas 13 ton GKG/ha/tahun
Status kesuburan tanah berinteraksi positif dengan jumlah kebutuhan pupuk agar
kesuburan tanah meningkat, tetapi makin tinggi status kesuburan tanah makin sedikit
kebutuhan pupuk. Kondisi ini disebut sebagai interaksi building block balanching. Demikian
juga kesuburan tanah berinteraksi positif terhadap jumlah pupuk yang diperlukan dimana
tanah makin subur jika diberi pupuk makin banyak, tetapi jumlah pupuk yang diperlukan
semakin sedikit jika tanah semakin subur. Laju peningkatan produktivitas lahan berinteraksi
sebagai building block reinforcing dengan benih padi unggul dan ketersediaan air dari
jumlah curah hujan, sedangkan terhadap kesuburan tanah dan serangan hama penyakit
berinteraksi sebagai building block balanching. Pada level produktivitas lahan, laju
29
peningkatan produktivitas lahan berinteraksi sebagai building block balanching, dimana
semakin tinggi laju peningkatan produktivitas lahan maka produktivitas lahan meningkat
dengan cepat, tetapi pada kondisi produktivitas lahan yang tinggi menyebabkan penekanan
terhadap laju peningkatan produktivitas lahan. Pada tahap selanjutnya, hasil pengumpulan
data akan dimasukkan kedalam Diagram Stock-Flow sebagai aliran untuk mengetahui
perilaku model pengelolaan lahan sawah irigasi teknis.
Hampir sama dengan program SPLaSH yang pernah dibuat oleh Balai Penelitian
Tanah, program SPLaSH versi web ang akan dibangun juga menggunakan formula USLE
(Universal Soil Loss Equation) dan TSL (Tolerable Soil Loss) sebagai dasar perhitungan
untuk mendapatkan IBE (Indeks Bahaya Erosi). Formula USLE (Wischmeier and Smith,
1978) yang digunakan adalah:
A = R*K*L*S*C*P ................................................................................ (1)
Dimana, A : Prediksi erosi tanah (t ha-1 th-1)
R : Faktor erosivitas hujan
K : Faktor erodibilitas tanah
L : Faktor panjang lereng
S : Faktor kemiringan lereng
C : Faktor tanaman
P : Faktor pengelolaan lahan
Formula TSL dikembangkan oleh Hammer (1981) dengan konsep bahwa erosi yang masih
dapat dibiarkan merupakan fungsi dari kedalaman efektif dan faktor kedalaman dari masing-
masing sub grup tanah, umur guna tanah, dan berat isi tanah (BV).
Formula TSL = BVU
DfDe*
* ............................................................... (2)
Dimana, TSL : Erosi yang masih dapat dibiarkan (t ha-1 th-1)
De : Kedalaman efektif (mm)
Df : Faktor kedalaman
U : Umur guna tanah (th)
BV : Berat volume (g cm-3)
Orde tanah merupakan bagian dari sistem klasifikasi tanah USDA (Soil Taxonomy) di
bawah Group. Orde tanah dapat menggambarkan jenis tanah yang rentan terhadap erosi
berdasarkan bahan induk penyusunnya, rejim kelembaban, rejim suhu, sifat fisikokimia
tanah dan lain-lain. Sedangkan formula IBE untuk menentukan status bahaya lahan
terhadap erosi juga merupakan konsep dari Hammer (1981) sebagai berikut:
30
Formula IBE = TSL
A ............................................................................. (3)
Dimana, A : Prediksi erosi (t ha-1 th-1)
TSL : Erosi yang masih dapat dibiarkan (t ha-1 th-1)
IBE < 1 berarti lahan masih dalam kondisi aman. Erosi yang terjadi tidak
mengakibatkan penurunan kualitas lahan. IBE > 1 berarti lahan dalam kondisi tidak aman.
Erosi yang terjadi mengakibatkan penurunan kualitas lahan bahkan kerusakan lahan. Pada
tingkat petani, IBE > 1 mengindikasikan perlunya perubahan dalam pengelolaan tanaman
maupun lahan sehingga erosi yang terjadi dapat ditekan hingga mencapai batas aman. Pada
program SPLaSH versi web, rekomendasi yang dihasilkan adalah pilihan teknik pengelolaan
lahan dengan asumsi bahwa petani sudah memiliki pilihan tanaman sendiri. Menurut kriteria
yang dibangun Hammer (1981), IBE dikelompokkan seperti dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Klasifikasi IBE (Hammer, 1981)
Nilai IBE Klasifikasi
< 1,0 Rendah
1,01 – 4,0 Sedang
4,01 – 10,0 Tinggi
> 10,01 Sangat Tinggi
Kebutuhan terhadap peta-peta digital sangat dibutuhkan dalam penelitian ini. Apabila
belum tersedia peta-peta digital dari tema yang diperlukan, maka dibutuhkan pekerjaan
digitasi, dimana peta-peta hardcopy akan discan terlebih dahulu sehingga menjadi format
analog. Pekerjaan digitasi yang akan dilakukan pada monitor komputer merupakan
pekerjaan yang membutuhkan resource yang besar karena terkait upah harian. Peta-peta
tematik akan disajikan sesuai dengan atribut yang dibutuhkan, misalnya atribut peta tanah
dan iklim yang dikeluarkan dari peta AEZ. Peta-peta tematik tersebut selanjutnya
ditumpangtepatkan (overlay) dengan peta tematik lainnya (DEM, RBI, Citra, dan
administrasi) sehingga menjadi peta satuan unit lahan spesifik. Seluruh pekerjaan tersebut
dilakukan dengan program Arc GIS.
R sebagai faktor erosivitas merupakan nilai kekuatan hujan dalam menyebabkan
erosi. Faktor R akan menggunakan sumber data dari atribut iklim peta AEZ. Data yang
disajikan dalam peta AEZ terbatas pada informasi kelas dan sub kelas iklim. Dari kelas dan
sub kelas iklim tersebut terdapat jumlah curah hujan (CH) rata-rata tahunan disertai dengan
jumlah bulan basah dan bulan kering. Data yang digunakan akan merupakan data seri
31
selama lebih dari 20 tahun. Data tersebut akan menjadi dasar pembuatan faktor R, dimana
data yang digunakan untuk penghitungan erosivitas akan menggunakan formula Lenvain
dengan persamaan:
36,1)(21,2 mRainRm .................................................................................... (4)
Dimana: Rm : Erosivitas hujan bulanan
Rainm : Jumlah curah hujan bulanan (cm)
K adalah faktor erodibilitas tanah, merupakan nilai kemudahan tanah terosi. Faktor K
akan menggunakan sumber data peta AEZ dengan atribut tanah. Pada atribut tersebut akan
muncul family tanah dengan data tabular yang diperlukan dalam menentukan faktor K.
Komponen yang digunakan untuk penentuan faktor K dalam program SPLaSH versi web ini
mengacu pada formula Hammer (1981) yang disajikan dalam persamaan:
100
)3(5,2)2(25,3)12(*10*713,2 414,1
cbaMK .......................... (5)
Dimana: K : Erodibilitas tanah
M : Parameter ukuran butir tanah
a : % Bahan organik
b : Kode struktur tanah
c : Kode permeabilitas tanah
Nilai M didapatkan dari persamaan:
M = (% debu + % pasir sangat halus) * (100 - % liat) ........................... (6)
Program ini dapat memasukkan nilai kuantitatif maupun kualitatif permeabilitas
tanah (c) di dalam peta AEZ untuk mendapatkan nilai yang selanjutnya diproses oleh mesin
program tersebut.
L merupakan faktor panjang lereng sedangkan S adalah faktor kemiringan lereng.
Faktor L dan S merupakan hal yang terpisahkan dalam prinsip mempelajari erosi sehingga
sering kedua istilah tersebut digabungkan menjadi LS. Dari data SRTM, akan diperoleh peta
DEM sesuai dengan kategori panjang dan kemiringan lereng yang kita kehendaki. Dengan
menggunakan input parameter panjang aktual lereng (l) dan kemiringan aktual lereng (S)
dari hasil pengolahan peta DEM, program SPLaSH versi web akan menghitung faktor LS.
Untuk tingkat kemiringan < 22%, menggunakan rumus Wiscmeier (1978) dengan
persamaan sebagai berikut:
32
100
1387,0965,038,1(* 2SSLLS
.......................................... (7)
Sedangkan untuk kemiringan yang lebih curam, program ini menggunakan rumus
Gregory et al., (1977) dengan persamaan sebagai berikut:
)sinsin*5,0(*cos*7046,34*21,2
249,2249,1503,1
5,0
SSSL
LS
. (8)
C adalah faktor pengelolaan tanaman, merupakan indeks perlindungan tanaman
terhadap agensia erosi. Dalam program SPLaSH versi web ini, faktor C diambil dari beberapa
sumber literatur yang dipilih dengan pertimbangan yang matang. Kelemahan dari daftar
faktor C ini adalah jumlahnya yang terbatas, belum mengakomodir seluruh praktik
pengelolaan tanaman oleh petani. Untuk mengurangi tingkat kesalahan, pengguna harus
selektif dalam memilih faktor C tersebut di dalam program SPLaSH versi web. Berikut
disajikan daftar nilai faktor C yang digunakan dalam program SPLaSH versi web
Prinsip Penentuan Rekomendasi
Perbedaannya terletak pada sumber data dan hasil rekomendasi. Peluang
rekomendasi yang dihasilkan dari formula tersebut adalah rekomendasi teknik pengelolaan
lahan (P) dan pemilihan tanaman komoditas (C). Penetuan rekomendasi di dalam SPLaSH
versi web adalah teknik penegelolaan lahan (P) karena tidak melibatkan faktor
agroekosistem yang sebagian komponennya tidak dapat dimodifikasi maupun dimanipulasi
(given). Contohnya adalah penentuan jenis tanaman komoditas yang sulit dipraktekkan
karena pemilihan tanaman komoditas sangat tergantung pada kesesuaian lahan setempat,
nilai budaya, modal, dan pemasaran. Rekomendasi teknik pengelolaan lahan lebih mudah
dilaksanakan oleh petani karena hambatannya paling sedikit.
Rekomendasi teknik pengelolaan lahan (P) diperoleh dari persamaan 1 diatas, yaitu
CSLKR
AP
**** ................................................................................... (9)
Nilai A diperoleh dari persamaan:
A = IBE * TSL ...................................................................................... (10)
Dimana, IBE : Indeks Bahaya Erosi
33
TSL : Erosi yang masih dapat dibiarkan
IBE merupakan bilangan natural <1 sehingga diharapkan bahwa dengan kondisi
lahan sekarang, setiap alternatif teknik pengelolaan lahan yang direkomendasikan dipastikan
aman dari erosi yang berlebihan.
Gambar 3. Bagan alir struktur kerja program SPLaSH versi web
P adalah faktor pengelolaan lahan, merupakan indeks perlindungan lahan terhadap
agensia erosi. Kelemahan dari daftar faktor P ini adalah jumlahnya yang terbatas, belum
mengakomodir seluruh praktik pengelolaan lahan oleh petani. Untuk mengurangi tingkat
kesalahan, pengguna harus selektif dalam memilih faktor P yang direkomendasikan oleh
SPLaSH versi web.
34
VI. ANALISIS RISIKO Penelitian ini melibatkan banyak variable dan berlangsung secara time series
sehingga interaksi antara variable sangat kompleks. Hal ini menimbulkan risiko kegagalan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang melibatkan variable sedikit (Tabel 2
dan 3).
Tabel 2. Daftar Risiko Penelitian Pengembangan System Informasi Kesuburan dan
Pengelolaan Tanah
No Risiko Penyebab Dampak
1 Proses formulasi terkendala
Bahan baku yang belum tersedia
Terlambatnya proses formulasi pupuk dan tanam di lapang
2 Proses formulasi pembenah tanah/hidrogel terlambat
Proses formulasi yang
belum berhasil/terkendala
Terlambatnya proses
formulasi pembenah
tanah dan uji
lab/lapang
3. PUTR–Kesulitan dalam pene- tapan contoh atau lokasi pewakil.
Karakteristik jenis tanah SMP dan Gambut yang bervariasi
Kesimpulan yang terlalu umum.
4. PUHS – validasi pada tanaman tahunan membutuhkan waktu lebih panjang
Respon pemupukan baru akan terlihat setelah 5 bulan aplikasi
Memerlukan waktu penelitian yang lebih panjang.
5. pH SRI– Perlu penyempur- naan gradasi warna karena diprediksi tidak akan diperoleh akurasi >90%
Perbedaan gradasi warna yang terlalu dekat
Koefisien korelasi belum termasuk sangat nyata
6. Perangkat Uji Hortikultura– Rekomendasi baru untuk tanaman sayuran dominan.
Variasi tanah dan jenis tanaman yang tinggi
Harus dilakukan penyusu- nan secara bertahan dengan skala prioritas.
7. PUP Digital –Kesinambungan produksi
Membayar tenaga ahli Informatika dan elektronika dari luar balai
Ketergantungan terhadap pihak lain
8. Penolakan oleh perusahaan produsen pupuk
Rahasia perusahaan Tidak ada data yang diperoleh
9. Granulasi pupuk
terhambat
Mesin granulator tidak berfungsi
Granulasi gagal
35
10. Proporsi hara dalam produk akhir pupuk tidak sesuai harapan
Bahan baku tidak sesuai standar.
Kebutuhan pupuk
tanaman tidak
terpenuhi
11 Tanaman kekurangan air Curah hujan dibawah
rata-rata normal
Produktivitas tanaman
rendah
12 Serangan hama
meningkat (booming)
Kondisi iklim mendukung
perkembangan
hama/penyakit
Produktivitas tanaman
rendah
13 Pemupukan tanaman
dibawah rekomendasi
Harga pupuk mahal Produktivitas tanaman
rendah
14 Mutu benih kurang baik Harga benih unggul
mahal
Produktivitas tanaman
rendah
Tabel 3. Daftar Penanganan Risiko Penelitian Pengembangan System Informasi
Kesuburan dan Pengelolaan Tanah
No Risiko Penyebab Penanganan risiko
1. Proses formulasi Terkendala
Bahan baku yang belum tersedia
Mencari alternatif bahan baku lainnya
2. Proses formulasi
pembenah
tanah/hidrogel
terlambat
Proses formulasi yang belum berhasil
Modifikasi metoda/prosedur formulasi atau produk formulasi
3. PUTR–Kesulitan dalam penetapan contoh atau lokasi pewakil.
Karakteristik jenis tanah SMP dan Gambut yang bervariasi
Identifikasi lokasi dan jenis tanah pengambilan contoh pewakil, serta skala prioritas.
4. PUHS – validasi pada tanaman tahunan membu- tuhkan waktu lebih panjang
Respon pemupukan akan terlihat setelah 5 bulan aplikasi.
Memulai leboh awal untuk koordinasi sehingga bila dana turun dapat segera dimulai.
5. pH SRI– Perlu penyempur- naan gradasi warna karena diprediksi tidak diperoleh akurasi >90%
Perbedaan gradasi warna yang terlalu dekat.
Akan dicoba membuat gradasi warna yang lebih kontral.
6. Perangkat Uji Hortikultura – Rekomendasi baru untuk tanaman sayuran
Variasi tanah dan jenis tanaman yang tinggi.
Ditetapkan skala prioritas jenis tanaman sayurannya.
36
dominan.
7. PUP Digital –Kesinambungan produksi
Membayar tenaga Informatika dan elektronika dari luar balai.
Dilakukan kerjasama yang tidak mengikat.
8. Penolakan oleh perusahaan produsen pupuk
Rahasia perusahaan Mencari perusahaan lain yang memiliki produk sejenis.
9. Granulasi pupuk
terhambat
Mesin granulator tidak berfungsi
Menyewa mesin granulator
10. Proporsi hara dalam produk akhir pupuk tidak sesuai harapan
Bahan baku tidak sesuai standar.
Analisis bahan baku
sebelum di mixing
Pengeringan cepat dengan pengering tabung
11. Tanaman kekurangan
air
Curah hujan dibawah
rata-rata normal
Adaptasi varietas tahan
kering
12 Serangan hama
meningkat (booming)
Kondisi iklim
mendukung
perkembangan
hama/penyakit
Menggalakkan penerapan
pengelolaan hama terpadu
13 Pemupukan tanaman
dibawah rekomendasi
Harga pupuk mahal Merumuskan dan
mengusulkan kebijakan
subsidi pupuk
14 Mutu benih kurang baik Harga benih unggul
mahal
Merumuskan dan
mengusulkan kebijakan
subsidi benih
37
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Tenaga yang terlibat dalam penelitian
Nama lengkap. Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam RPTP
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Dr. I G Putu Wigena NIP. 19581231 198703 1 004
Peneliti Madya PJ RPTP 6
Dr. Husnain NIP. 19730910 200112 2 001
Peneliti Madya PJ Kegiatan 4
Dr. Ladiyani R. Widowati, MSc.
NIP. 19690303 199403 2 001
Peneliti Muda PJ Kegiatan
4
Dr. I G. M. Subiksa NIP. 19600825 198803 1 002
Peneliti Madya PJ Kegiatan 4
Setiari Marwanto, MSi NIP. 19770713 200212 1 003
Peneliti Pertama PJ Kegiatan 4
Dr.Ai Dariah NIP. 19620210 198703 2 001
Peneliti Madya Anggota 3
Dr. Diah Setyorini
NIP. 19620624 199303 1 001 Pneliti Madya Anggota 2
Dr. Wiwik hartatik NIP. 19620416 198603 2 001
Peneliti Madya Anggota 2
Ir. Joko Purnomo, MSi NIP. 19611201 198803 1 011
Kasi Yantek Anggota 2
Ir. A. Kasno, MSi. NIP. 19600119 198303 1 001
Peneliti Madya Anggota 4
Dr.Neneng L. Nurida NIP. 19631229 199003 2 001
Peneliti Madya Anggota 4
Rahmah D. Yustika NIP. 19781117 200312 2 001
Peneliti Muda Anggota 4
Ibrahim adami MS. NIP. 19740305 200501 1 002
Peneliti Muda Anggota 3
Dr. Etty Pratiwi NIP. 19630419 199203 2 001
Peneliti Pertama Anggota 2
Dra. Selly Salma NIP. 19630714 199003 2 001
Peneliti Muda Anggota 2
Ir. Nurjaya, MP.
NIP. 19600826 199303 1 001
Peneliti Muda Anggota 2
Linca Angria, SSi, MSc NIP. 19700705 199903 2 001
Peneliti Pertama Anggota 2
Ir. Tagus Vadari
NIP. 19591005 198903 1
001
Fungsional Umum
Anggota 4
Dra. Rosmimik NIP. 19620601 198903 2 001
Fungsional Umum
Anggota 4
Muhtar, SP,Msi NIP. 19791116 200801 1 008
Peneliti Muda Anggota 2
38
Herry Wibowo, SSi NIP. 19770121 201101 1 007
Fungsionak Umum
Anggota 2
Jubaedah, MSc. NIP. 19800530 200912 2 002
Fungsional Umum
Anggota 2
Septyana, SP NIP. 19820928 200912 2 004
Fungsional Umum
Anggota 2
Eviati, S.Si NIP. 19640212 199203 2 002
Fungsional Umum
Anggota 2
Tia Rostaman, S.Si. NIP. 19791112 200910 1 001
Fungsional
Umum
Anggota 2
Darsana Sudjarwadi NIP. 19600401 198303 1 002
Litkayasa Anggota 2
Nama lengkap. Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam RPTP
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Endang Hidayat
NIP. 19600319 198403 1
001
Teknisi Litkayasa Penyelia
Anggota 4
Jaenuddin NIP. 19581007 198303 1 001
Teknisi Litkayasa Penyelia
Anggota 4
Imam Purwanto NIP. 19590910 198203 1 003
Teknisi Litkayasa Penyelia
Anggota 2
Rahmat Hidayat NIP. 19581022 198203 1 002
Teknisi Litkayasa Pelaksana lanjutan
Anggota 2
Sulaeman NIP. 19590626 199203 1 001
Fungsional Umum
Anggota 2
Asep Miswan
NIP. 19570820 198203 1 001
Teknisi Litkayasa Penyelia
Anggota 2
Lenny Suparta, S.Si.
NIP. 19600727 199103 2 001
Fungsional Umum
Anggota 2
Sunarya
NIP. 19711004 200701 1 003
Fungsional Umum
Anggota 2
Ihwan Safari Kurniawan
NIP. 19670515 200003 1 001
Fungsional Umum
Anggota 2
Puji Wuningrum
NIP. 19860521 200910 2 001
Fungsional Umum
Anggota 2
39
Iin Dwi Suharti, SSi. Anggota 2
Eti Suhaeti Administrasi 4
V. Kasmini
NIP. 19620522 199203 2 001
Fungsional Umum
Administrasi 4
Setyono Hari Adi, S.Kom, MSc Administrasi 2
Edi Somantri NIP. 19581021 198203 1 001
Teknisi Litkayasa Penyelia
Anggota 4
Dedi Kusnandar NIP. 19711230 200701 1 001
Anggota 4
Dr. Ir. Sri Rochayati, MSc NIP. 19570616 198603 2 001
Peneliti Muda Ka. Balai Tanah Nara Sumber 2
Prof. Didi Ardi S NIP. 19481210 197603 1 002
Peneliti Utama Nara Sumber 2
Dr. Ir. Sudradjat, MS Nara Sumber 2
Dr. Mufrizal Sarwani
NIP. 19600329 198403 1 001
Ka. BBSDLP Nara Sumber 2
5.2. Jangka Waktu Kegiatan
Merupakan penelitian jangka panjang, mulai T.A 2013 – T.A 2015, untuk T.A 2013,
jadwal kegiatan sbb:
Kegiatan Waktu Pelaksanaan (Bulan ke..... tahun 2013)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pembuatan Proposal dan Juklak
Pra survey dan penetapan lokasi
Deskwork dan survey
Uji coba teknik produksi
Analisis contoh pupuk
Pengolahan data Penyusunan laporan
40
5.3. Pembiayaan
Tolok ukur Triwulan (Rpx1.000) Total
I II III IV (Rpx1.000)
Belanja bahan(521211) 90.100 82.000 75.250 19.000 266.350
Honor output kegiatan(521213) 43.875 82.125 65.625 40.825 232.450
Belanja barang non operasional lainnya(521219)
20.500 26.500
24.800 16.500 88.300
Belanja sewa(522141) 2.600 7.700 7.850 3.950 22.100
Belanja Jasa Profesi (2151) 3.375 3.375 3.375 3.375 13.500
Belanja perjalanan lainnya(524119) 66.000 90.500 85.500 57.000 299.000
Jumlah 921.700
41
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. 2000. Pengaruh penggunaan berbagai jenis dan takaran pupuk kandang terhadap Produktivitas tanah Ultisols terdegradasi di Desa Batin, Jambi. hlm 303-319 dalam Pros. Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, Iklim dan Pupuk. Buku II. Bogor, 6-8 Des. 1999. Puslittanak.
Adi SH, F Ramadhani. 2012. Proposal Penelitian dan Pengembangan Nanoteknologi untuk Optimalisasi Sumberdaya Iklim dan Air. Balitklimat.
Ai Dariah, Sutono dan Neneng L.Nurida. 2007. Penggunaan pembenah tanah organik dan mineral untuk perbaikan kualitas tanah Typic Kanhapludults Taman Bogor, Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus, No. 3. 357 - 364 .
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Workshop Nasional: Pengembangan Kebijakan Pertanian Mendukung Pencapaian Target Sukses Kementan 2014 Melalui Aplikasi System Modelling. Jakarta, 14 Juli 2012.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Panduan Analisis Tanah. 2009. Balai Penelitian Tanah, BBSDLP, Badan Litbang Pertanian.
Eriyatno. 2004. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Managemen. IPB Press. Bogor.
Fizzanty, T., N. Grace, D. Hidayat. 2012. Inovasi Frugal di Indonesia: Kajian terhadap Permintaan Efektif, Kemampuan Teknologi, dan Kewirausahaan. Forum Tahunan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi (Iptekin) Nasional II Tahun 2012. Jakarta.
Hafif, B., D. Santoso, S. Adiningsih, dan H. Suwardjo. 1993. Evaluasi penggunaan beberapa pengelolaan tanah untuk reklamasi dan konservasi lahan terdegradasi. Pembrt.Pen. Tanah dan Pupuk 11: 7-12.
Hartatik W. 2009.Laporan akhir penelitian DIPA 2009. Balai Penelitian Tanah.
Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. SEAMEO BIOTROP. Bogor
Lachman, L., Herbert, L., Josheph, L. K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi 2.Terj. Dari The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. 860-892.
Las I. S Rochayati. D Setyorini. 2010. Peta Potensi Penghematan Pupuk Anorganik dan Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan Sawah. Badan Litbang Deptan.
Lal R. 2001. Soil degradation by erosion. Land Degradation & Development 12: 519–539. DOI: 10.1002/ldr.472
Lim JK, Sagong M, Engel BA, Tang Z, Choi J, Kim K. 2005. GIS based sediment assessment tool. Catena 64: 61–80.
Liu X, Feng Z, Zhang F, Zhang S, He X. 2006.Preparation and Testing of Cementing and Coating Nano-Subnanocomposites of Slow/Controlled-Release Fertilizer. Agricultural Sciences in China, 5 (9), 700-706
Mao D, Cherkauer KA, Flanagan DC. 2010. Development of a coupled soil erosion and large-scale hydrology modeling system. Water Resources Research, Vol. 46, W08543. DOI:10.1029/2009WR008268
42
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Merritt WS, Letcher RA, Jakeman AJ. 2003. A review of erosion and sediment transport models. Environmental Modeling and Software 18: 761–799. DOI: 10.1016/S1364-8152(03)00078-1
Mukhopadhyay SS, Parshad VR, Gill IS. 2009. Nanoscience and nano-technology: Cracking prodigal farming. Nature Precedings
Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan pengolahan Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nurjaya, Diah Setyorini. 2007. Perangkat Uji Tanah Kering. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30 No. 5
Nurul T. R. 2009. Pengembangan Sistem Mekanik High Energy Ballmill Untuk Pembuatan Nano Partikel, Laporan Akhir Kumulatif Kegiatan Program Kompetitif Lipi.
Permentan 08/2007. Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pupuk An-organik
Prihatini, T, Mursidi, dan A. Hamid. 1987. Pengaruh zeolit terhadap sifat tanah dan
tanaman. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 7: 5-8.
Rachman, A., A. Dariah, dan D. Santoso. 2006. Pupuk Hijau. p. 41-58 dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian.
Rochayati S, D. Setyorini and J Sri Adiningsih. 2001. Peranan uji tanah dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Paper presented in seminar “Teknologi untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk di Indonesia”. BPPT.Jakarta, 6 Mei 2002.
Sannino A, Christian Demitri, and Marta Madaghiele, Biodegradable Cellulose-based Hydrogels: Design and Applications. Materials, 2009. 2: p. 353-373.
Shargel, L., Andrew, B. C. Yu. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, edisi 2.
Terj.Dari Applied Biofarmaceutics and pharmacocinetics, oleh Fasich, Siti Sjamsiah.Universitas Airlangga Press.1-545.
Sastiono, A. dan O. W. Wiradinata. 1989. Laporan Penelitian Peranan Zeolit dalam Peningkatan Produksi Pertanian. Jurusan Tanah. Fak. Pertanian. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan)
Setyorini D, LR Widowati, S. Rochayati, 2004. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Sawah Intensifikasi .In Tanah Sawah and Pengelolaannya, Agus et al. Ed. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2005. Teknologi pengelolaan bahan organik tanah. p. 169-222 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering.Pusat Penelitian Tanah dan Agrklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Sutarta, E.S., W. Darmosarkoro, S. Rahutomo. 2005. Peluang penggunaan Pupuk Majemuk dan Pupuk Organik dari Limbah Kelapa Sawit. http://ditjenbun.deptan.go.id/web.old//images/stories/fruit/pupuk%20majemuk.pdf
Sutono dan Adimihardja, A. 1997.Pemanfaatan soil conditioner dalam upaya rehabilitasi lahan terdegradasi.p. 107-122 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Makalah Review. Cisarua, Bogor 4-6 Maret 1997. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
43
Sutono dan F. Agus, 1998. Pengaruh pembenah tanah terhadap hasil kedlai di Cibugel, Sumedang. hlm. 379-386.dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.
Syahfitri, M.M. 2009. Analisa unsur hara fosfor (P) dalam daun kelapa sawit secara spektrofotometri di Pusat Perkebunan Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Skripsi S-1. Famipa. USU. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13906/1/09E00398.pdf
Tisdale,S.L., W.L. Nelson and J.D. Beaton, 1990. Soil Fertility and Fertilizer. Macmillan Publishing Company, New York 10022.
Wang Y.T. and Gregg L.L., Hydrophilic polymers – their response to soil amendments and effect on properties of a soil less potting mix. Journal of American Society for Horticultural Science, 1990. 115: p. 943-948.
Widowati, L.R., and D. Setyorini. 2008. Fertilizer recommendation model validation on Inceptisols Karawang-West Java and Banten Serang. Proceedings of the National Seminar and Workshop: Crisis Management Strategies to Support Land Resources for Food and Energy Sovereignty. (Ed: S.D. Tarigan, B. Barus, D.R. Panuju, B.H. Trisasongko, B. Nugroho). Soil Science and Land Resourches Department. Bogor Agriculture University. (In Bahasa)
Widowati, L.R., and D. Setyorini. 2011a. Preparation of fertilizer recommendations and
model validation fertilization on paddy soil Inceptisols and Vertisols. Presented in National Seminar on Land Aricultural Resourches. Banjarbaru, 13-14 July 2011. (In Bahasa)
Widowati, L.R., D. Nursyamsi, Sri Rochayati, dan Mufrizal Syarwani. 2011. Nitrogen Management on Agricultural Land in Indonesia. Proceedings of Internasional Seminar on Increase Agricultural Nitrogen Circulation in Asia: Technological chalangeto Mitigate Agricultural Nitrogen Emissions. Thaiwan, October 2011. p.181-195.
Wigena, I G.P. 2009. Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan (Studi Kasus di Perkebunan PIR – Trans PTPN V Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Xu Y, Shao X, Kong X, Peng J, Cai Y. 2008. Adapting the RUSLE and GIS to model soil erosion risk in a mountains karst watershed, Guizhou Province, China. Environmental Monitoring and Assessment 141: 275–286. DOI: 10.1007/s10661-007-9894-9
Zhang Y, Degroote J, Wolter C, Sugumaran R. 2009. Integration of Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE) Into A GIS Framework to Assess Soil Erosion Risk. Land Degrad. Develop. 20: 84–91.