pedoman penerapan reformasi regulasii -...

46
i i PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Upload: vuphuc

Post on 03-May-2018

260 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

i i PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

i i PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

KATA PENGANTAR

Kepastian hukum semakin penting untuk diwujudkan dalam rangka

mengatur dinamika dan perilaku sosial dalam berbagai kegiatan termasuk

penyelenggaraan negara dan pembangunan. Di bidang ekonomi kepastian

hukum sangat mempengaruhi arus investasi ke suatu negara. Hambatan

dalam optimalisasi kinerja investasi saat ini adalah sejumlah permasalahan

yang salah satunya terkait dengan belum tertibnya peraturan perundang-

undangan. Pembentukan peraturan perundang-undangan pada dasarnya

dimaksudkan untuk mengatasi suatu permasalahan dalam penyelenggaraan

kehidupan bernegara dan bermasyarakat, menciptakan ketertiban dan

keamanan, memperbaharui perilaku masyarakat, dan untuk mengarahkan

atau mendorong pelaksanaan pembangunan. Namun kenyataannya

peraturan perundang-undangan yang ditetapkan seringkali menimbulkan

hambatan bagi pencapaian tujuan pembangunan.

Permasalahan peraturan perundang-undangan baik pusat maupun

daerah demikian luas, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap

implementasi/penegakannya. Pada umumnya, permasalahan yang

berkaitan dengan peraturan perundang-undangan bukan menjadi rahasia

lagi. Munculnya ketidakpastian hukum karena peraturan perundang-

undangan yang konflik, inkonsisten, multitafsir dan tidak operasional telah

menjadi bahan pembicaraan sejak beberapa tahun terakhir. Namun

demikian, upaya untuk keluar dari situasi tersebut tampaknya belum

memberikan hasil yang memuaskan, banyak keluhan dari masyarakat,

termasuk para pelaku ekonomi.

Untuk menjawab dan membenahi berbagai sumbatan (de-

bottlenecking) atas peraturan perundang-undangan yang menghambat

pembangunan dan dalam rangka mengatasi permasalahan ketidakpastian

hukum guna mendorong kinerja pembangunan nasional yang optimal,

dibutuhkan pembenahan peraturan perundang-undangan secara sistematis

atau populer disebut dengan istilah reformasi regulasi. Agar kegiatan

reformasi regulasi ini dapat berjalan sistematis dan optimal di lingkungan

Kementerian/Lembaga serta Pemerintahan Daerah maka perlu

ii ii PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

dukungan/partisipasi semua pihak dan membutuhkan sebuah pedoman

yang dapat membantu pihak-pihak terkait untuk dapat memahami dan

menerapkan reformasi regulasi.

Akhir kata semoga pedoman ini dapat memberi manfaat dan berdaya

guna bagi terwujudnya tertib peraturan perundang-undangan di Indonesia

dan semoga apa yang kita lakukan senantiasa mendapat Ridho dari Allah

SWT.

Jakarta, 24 Nopember 2011

iii iii PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I REFORMASI REGULASI ............................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1 1. Kondisi Umum ............................................................... 1 2. Kerangka Pikir ................................................................ 3

B. Definisi ................................................................................ 5 1. Reformasi Regulasi ........................................................ 5 2. Reviu/Evaluasi Regulasi.................................................. 5 3. Kerangka Regulasi .......................................................... 5 4. Peraturan perundang-undangan bermasalah ................ 7 5. Kriteria ........................................................................... 7 6. Daya Guna ..................................................................... 7

C. Ruang Lingkup .................................................................... 8 D. Dasar Hukum ...................................................................... 8 E. Tujuan dan Manfaat Reformasi Regulasi ............................ 8

1. Tujuan ........................................................................... 8 2. Manfaat……………………………………………………………………….9

BAB II REVIU/EVALUASI REGULASI DENGAN MODEL ANALISA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (MAPP) .................... 10

A. Pengertian .......................................................................... 10 B. Prinsip-Prinsip MAPP .......................................................... 11 C. Kriteria MAPP ..................................................................... 12 D. Operasionalisasi MAPP ....................................................... 12 E. Pedoman Penggunaan MAPP ............................................. 15

1. Inventarisasi (Form 2.1) ................................................. 15 2. Identifikasi dan Klasifikasi (Form 2.2) ............................. 16 3. Analisis (Form 2.3) ......................................................... 17 4. Konsolidasi Analisis (Form 2.4) ....................................... 18 5. Rencana Tindak (Form 2.5) ............................................ 19

iv iv PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

BAB III PEMBENTUKAN REGULASI YANG BERKUALITAS DENGAN MODEL ANALISA KERANGKA REGULASI (MAKARA) ............... 21

A. Pembentukan Regulasi ....................................................... 21 B. Pengertian .......................................................................... 22 C. Prinsip-Prinsip MAKARA...................................................... 22 D. Kriteria MAKARA ................................................................. 22 E. Mekanisme Pengusulan Kerangka Regulasi ........................ 23

1. Pusat .............................................................................. 23 2. Daerah ........................................................................... 25

F. Petunjuk Pengisian MAKARA .............................................. 26 1. Umum ……………………………………………………………………… .. 26 2. Proses ……………………………………………………………………….. . 26

Lampiran-lampiran

1 1

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

BAB I

REFORMASI REGULASI

A. Latar Belakang

1. Kondisi Umum

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensi dari pernyataan tersebut adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh negara/pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas kenegaraan/pemerintahan harus berdasarkan hukum dan memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum dapat diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan yang sederhana dan tertib, dengan didukung penerapan hukum yang baik serta penegakan peraturan perundang-undangan yang tegas dan imparsial/tidak memihak.

Di bidang perundang-undangan, pada saat ini terdapat kecenderungan pembentukan peraturan perundang-undangan secara berlebihan tanpa melihat dan memperhatikan arah dan prioritas pembangunan nasional. Hal ini masih ditambah dengan rendahnya kualitas sebagian besar peraturan perundang-undangan baik pusat maupun daerah, yang tercermin pada banyaknya peraturan perundang-undangan yang konflik, multitafsir, inkonsisten dan tidak operasional, baik yang setingkat maupun dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan dasar acuan dalam berperilaku, baik bagi penyelenggara negara maupun bagi masyarakat, termasuk para pelaku ekonomi. Untuk itu, peraturan perundang-undangan selayaknya dirumuskan dengan cara yang sederhana, jelas, tegas dan konsisten sehingga mudah dipahami dan dioperasionalkan. Demikian pula peraturan perundang-undangan, sebaiknya tidak dalam jumlah yang terlalu banyak, hal ini dimaksudkan agar tidak menyulitkan setiap pihak untuk menerapkan dan mematuhinya. Hanya dengan peraturan perundang-undangan yang sederhana dan tertib, maka kepastian hukum dapat terwujud sehingga mampu membangun iklim kerja yang kondusif bagi pencapaian kinerja yang lebih baik.

Kuantitas peraturan perundang-undangan yang terlalu banyak dan kualitas yang buruk disamping mengakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan

2 2

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

juga membawa konsekuensi sosial ekonomi yang relatif tinggi. Adapun konsekuensi-konsekuensi tersebut di antaranya sebagai berikut:

a. Kinerja penyelenggaraan negara menjadi kurang optimal

Kinerja penyelenggaraan negara yang kurang optimal bukan semata-mata diakibatkan karena kapabilitas sumber daya manusia, atau minimnya infrastruktur, tetapi juga karena peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar operasionalnya belum mendukung pencapaian kinerja dengan baik.

b. Rasa aman dalam bekerja

Bagi aparatur pemerintah, mengimplementasikan peraturan perundang-undangan dengan kuantitas yang banyak dan dengan kualitas yang kurang baik (konflik, inkonsisten, multitafsir dan tidak operasional) meningkatkan risiko dalam bekerja. Dalam sistem peraturan perundang-undangan yang diwarnai konflik, inkonsisten, dan multitafsir, untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang satu berarti dimungkinkan melanggar peraturan perundang-undangan yang lain. Semakin banyak konflik peraturan perundang-undangan yang dihadapi berarti semakin banyak kemungkinan pelanggaran yang dilakukan dan semakin tinggi risiko yang dihadapi. Meningkatnya risiko seperti ini tidak memberikan rasa aman dalam bekerja.

c. Masyarakat membayar lebih dari pada yang seharusnya

Dalam berbagai bidang, peraturan perundang-undangan menjadi dasar hukum dari berbagai jenis pungutan resmi yang dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah. Namun demikian, banyak dari peraturan perundang-undangan terkait pungutan tersebut yang tidak memiliki landasan kuat atau sebenarnya sudah tidak diperlukan lagi, akan tetapi masih efektif dan belum dicabut sehingga masyarakat membayar pungutan secara berlebihan tanpa ada manfaat yang dapat diambil. Peraturan perundang-undangan yang demikian hanya memberikan beban yang berlebihan kepada masyarakat.

d. Inefisiensi anggaran: biaya investasi, implementasi dan penegakan hukum

Kuantitas peraturan perundang-undangan yang berlebihan merupakan beban bagi APBN/APBD, baik pada saat pembentukannya maupun pada saat implementasi maupun penegakannya. Inefisiensi terjadi ketika peraturan perundang-undangan yang dioperasionalkan ternyata tidak memberi

3 3

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

manfaat bagi masyarakat luas karena alasan tertentu, misalnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, duplikasi, atau tidak operasional.

e. Menurunnya minat investasi, terutama Foreign Direct Investment (FDI)

Kuantitas peraturan perundang-undangan yang terlalu banyak dan kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang baik mengakibatkan tiadanya kepastian hukum. Bagi investor, tiadanya kepastian hukum merupakan hambatan besar karena investor tidak memperoleh jaminan atas investasi yang dilakukannya. Akibatnya investor lebih menahan diri untuk melakukan investasi atau mengalihkan investasinya di negara lain yang lebih mampu memberikan kepastian hukum dan jaminan atas investasinya.

f. Hilangnya kesempatan dan lapangan kerja

Kuantitas peraturan perundang-undangan yang terlalu banyak dan kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang baik mengakibatkan para investor kurang berminat untuk menanamkan investasinya. Rendahnya investasi yang merupakan penggerak aktivitas perekonomian ini pada saatnya mengakibatkan hilangnya kesempatan dan lapangan kerja terutama tenaga kerja lokal.

g. Hilangnya kesempatan untuk melakukan program pembangunan lain: pengentasan kemiskinan, kesehatan, dan sebagainya.

Dengan hilangnya kesempatan dan lapangan kerja tersebut, maka hilang pula kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan atau mengejar taraf kehidupan yang lebih baik. Dampak lebih lanjut yang terjadi adalah terhambatnya berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan upaya mewujudkan kepastian hukum serta mendorong kinerja pembangunan yang lebih baik dibutuhkan langkah-langkah luar biasa (extraordinary action) berupa reformasi regulasi.

2. Kerangka Pikir

Kepastian hukum dibutuhkan dalam penyelenggaraan berbagai sektor kehidupan, terutama perekonomian. Namun demikian, upaya untuk mewujudkan kepastian hukum bukan merupakan pekerjaan yang mudah, baik pada tataran regulasi maupun pada tataran implementasi dan

4 4

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

penegakannya. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah mewujudkan regulasi yang sederhana dan tertib.

Sederhana dalam hal ini adalah kuantitas regulasi yang rasional, dan dengan perumusan yang mudah dipahami dan dioperasionalkan. Hal ini sesuai dengan pokok pikiran bahwa semakin banyak regulasi maka tingkat kepatuhan akan semakin rendah, dan semakin rumit perumusan suatu regulasi maka tingkat kepatuhan akan semakin rendah. Sedangkan regulasi yang tertib adalah regulasi yang sesuai dengan kaidah regulasi yang umum berlaku, misalnya regulasi yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi serta regulasi yang dibuat sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku di dalam pembentukan regulasi.

Untuk mewujudkan regulasi yang berkualitas, sederhana dan tertib diperlukan reformasi regulasi yang merupakan serangkaian tindakan terhadap regulasi yang ada (existing regulation) dan regulasi yang akan dibentuk (future regulation).

Khusus untuk regulasi yang ada, pilihan tindakan yang dilakukan adalah reviu/evaluasi regulasi dengan Model Analisa Peraturan Perundang-undangan (MAPP), yang meliputi langkah-langkah: inventarisasi regulasi, identifikasi dan klasifikasi regulasi, dan analisis regulasi yang diindikasikan bermasalah atau berpotensi bermasalah terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan upaya pembenahannya oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melalui Rencana Tindak.

Sedangkan untuk regulasi yang akan dibentuk, pilihan tindakan yang dilakukan adalah pembentukan regulasi yang berkualitas, yang meliputi langkah-langkah: penelitian, naskah akademik, naskah rancangan peraturan perundang-undangan, pencantuman rancangan peraturan perundang-undangan ke dalam prolegnas/prolegda, pengusulan kerangka regulasi dalam dokumen perencanaan dan dinilai dengan menggunakan alat analisis berupa Model Analisa Kerangka Regulasi (MAKARA), sampai dengan pengundangannya.

5 5

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Gambar 1. Reformasi Regulasi

B. Definisi

1. Reformasi Regulasi

Reformasi regulasi adalah perubahan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan yaitu peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan asas-asas pembentukan perundang-undangan, dapat mendukung terselenggaranya dinamika sosial secara tertib, serta terlaksananya penyelenggaraan negara dan pembangunan secara efektif dan efisien. Selain berkualitas peraturan perundang-undangan juga harus tertib dan sederhana.

2. Reviu/Evaluasi Regulasi

Reviu/Evaluasi regulasi adalah serangkaian tindakan untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang proporsional dan dirumuskan secara sederhana sehingga mudah dipahami dan dioperasionalkan.

3. Kerangka Regulasi

Kerangka Regulasi (KR), terminologi yang dikutip dari sistem perencanaan, merupakan kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan (konversi kebijakan menjadi peraturan perundang-undangan) dalam rangka penyelenggaraan negara dan memfasilitasi, mendorong, dan mengatur kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan negara maupun oleh masyarakat. Oleh karena kerangka regulasi merupakan upaya memberikan dasar hukum bagi setiap kebijakan dan tindakan, maka kerangka regulasi harus dibuat dengan baik agar kebijakan yang dioperasionalkan dapat berjalan dengan baik dan mencapai sasaran.

6 6

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) mengamanatkan kerangka regulasi menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pasal 4 Ayat (2) UU SPPN menyatakan RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Pasal 4 ayat (3) UU SPPN menetapkan, RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Pasal 5 ayat (2) UU SPPN menyatakan RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif .

Pengelolaan kerangka regulasi dalam dokumen perencanaan bertujuan untuk: (a) mengarahkan proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai kebutuhan pembangunan; (b) meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan dalam rangka mendukung pencapaian prioritas pembangunan; dan (c) meningkatkan efisiensi pengalokasian anggaran untuk keperluan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dengan mempertimbangkan efisiensi anggaran yang terbatas, maka proses penanganan kerangka regulasi harus dilakukan dengan cara yang baik sejak proses perencanaan. Di samping itu, pengelolaan kerangka regulasi sejak proses perencanaan juga dimaksudkan untuk meningkatkan

7 7

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

kualitas peraturan perundang-undangan demi terwujudnya peraturan perundang-undangan nasional yang tertib sehingga memungkinkan setiap tindakan dapat memberikan manfaat yang lebih optimal. Inti dari kerangka regulasi adalah upaya mewujudkan tertib peraturan perundang-undangan sejak tahapan yang sangat awal, yaitu tahapan perencanaan dan penganggaran.

4. Peraturan perundang-undangan bermasalah

Peraturan perundang-undangan bermasalah adalah peraturan perundang-undangan yang dalam pengaturannya ditemui hal-hal sebagai berikut:

a. Konflik, terdapat pasal atau ketentuan yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan lainnya, baik peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun yang sederajat.

b. Multitafsir, ketidakjelasan pada subyek dan obyek yang diatur sehingga menimbulkan ketidakjelasan rumusan bahasa (sulit dimengerti) dan sistematika penulisannya.

c. Inkonsisten, terdapat ketentuan atau pengaturan yang tidak konsisten dalam satu peraturan perundang-undangan beserta turunannya.

d. Tidak Operasional adalah peraturan yang tidak memiliki daya guna, namun peraturan tersebut masih berlaku atau peraturan tersebut belum memiliki peraturan pelaksana.

5. Kriteria

Kriteria dalam buku pedoman ini adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian suatu peraturan perundang-undangan atau rancangan peraturan perundang-undangan.

6. Daya guna

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi daya antara lain kemampuan untuk melakukan sesuatu, sedangkan guna antara lain didefinisikan sebagai faedah, manfaat, atau fungsi. Dengan demikian, daya guna dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memberikan faedah atau manfaat, atau kemampuan untuk melakukan fungsinya.

8 8

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

C. Ruang Lingkup

Mengingat peraturan perundang-undangan menjadi dasar bagi setiap pelaksanaan pembangunan, maka idealnya reformasi dilakukan terhadap semua peraturan perundang-undangan baik pada tingkat pusat maupun daerah, dari hierarki peraturan perundang-undangan yang tertinggi hingga yang terendah. Namun demikian, mengingat begitu banyaknya jumlah peraturan perundang-undangan serta masih barunya wacana reformasi regulasi ini, maka lingkup reformasi regulasi pada saat ini dibatasi hanya terhadap Undang Undang (UU) dan Peraturan Daerah (Perda).

D. Dasar Hukum

Upaya mewujudkan kepastian hukum melalui tertib peraturan perundang-undangan sebenarnya merupakan pengejawantahan dari amanat UUD 1945 yaitu Pasal 1 ayat (3) yang menetapkan, Negara Indonesia adalah negara hukum, dan Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan, Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Dasar hukum lainnya yang relevan antara lain adalah Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas yang salah satunya adalah asas kepastian hukum. Selain itu, juga Penjelasan Pasal 2 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa kepastian hukum merupakan salah satu asas penyelenggaraan sistem perencanaan pembangunan nasional. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut pada pokoknya menyebutkan pentingnya peraturan perundang-undangan yang berkualitas dan mampu mendorong terwujudnya tujuan penyelenggaraan pembangunan nasional.

E. Tujuan dan Manfaat Reformasi Regulasi

1. Tujuan

Tujuan reformasi regulasi adalah mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berkualitas, sederhana dan tertib. Upaya itu dilakukan melalui pembenahan regulasi yang sudah ada dan pembentukan regulasi yang berkualitas sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut, keberadaannya memang benar-benar dibutuhkan, dan implementasinya dapat mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional.

9 9

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

2. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dengan diterapkannya reformasi regulasi antara lain adalah:

a. Terwujudnya iklim kerja yang lebih baik bagi penyelenggara negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya;

b. Tercapainya kinerja penyelenggaraan dan pembangunan negara yang didukung oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tertib dan sederhana;

c. Efisiensi anggaran negara;

d. Meningkatnya investasi;

e. Meningkatnya lapangan kerja;

f. Meningkatnya tingkat kesejahteraan.

10 10

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

BAB II

Reviu/Evaluasi Regulasi Menggunakan

Model Analisa Peraturan Perundang-undangan (MAPP)

A. Pengertian

Selama ini, upaya meningkatkan kualitas regulasi, kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara telah dilakukan melalui berbagai tindakan. Pada tahap perencanaan dilakukan melalui perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan baik pusat maupun daerah (Prolegnas dan Prolegda), dan harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan. Sedangkan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada (existing regulation) dilakukan melalui pendekatan hukum yaitu: (1) pengujian oleh lembaga peradilan, dimana pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi dan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang oleh Mahkamah Agung dan, (2) pengawasan peraturan daerah/peraturan kepala daerah oleh Pemerintah.

Selain melalui perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan, harmonisasi, dan pengujian oleh lembaga peradilan, pembenahan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan melalui reviu/evaluasi peraturan perundang-undangan secara berkala yang dilakukan oleh pembentuknya sendiri yaitu DPR (biasa disebut dengan istilah legislative review) dan oleh pemerintah/pemerintah daerah (biasa disebut dengan istilah executive review). Reviu/evaluasi peraturan perundang-undangan secara berkala diperlukan untuk menilai bahwa aspek yuridis (legalitas) yang tepat suatu peraturan perundang-undangan, memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan, dan berdaya guna.

MAPP adalah sebuah alat untuk melakukan reviu/evaluasi regulasi yang diindikasikan bermasalah atau berpotensi bermasalah. Operasionalisasi MAPP diawali dengan inventarisasi regulasi, identifikasi dan klasifikasi regulasi yang bermasalah atau berpotensi bermasalah terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional, dan dilanjutkan dengan analisis regulasi. Analisis regulasi tersebut menghasilkan 3 (tiga) pilihan keputusan tindakan, yaitu: (1) regulasi dipertahankan; (2) regulasi direvisi; dan (3) regulasi dicabut. Dari keputusan tersebut kemudian dibuat suatu rencana aksi dalam bentuk rencana tindak.

11 11

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Gambar 2. Tahapan MAPP

B. Prinsip-Prinsip MAPP

MAPP mengadopsi prinsip-prinsip sederhana (simple), mudah diaplikasikan (user friendly), dan akuntabel (accountable).

1. Sederhana, artinya mudah dipahami dan dioperasionalkan, tidak hanya oleh K/L/Pemda, tetapi juga bagi para pemangku kepentingan (pengusaha, organisasi dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat), maupun masyarakat umum yang terkena dampak peraturan perundang-undangan.

2. User friendly, artinya mudah diaplikasikan khususnya oleh aparatur pemerintah baik dipusat maupun di daerah yang akan terlibat dalam analisis/review regulasi. Ciri mudah diaplikasikan juga terlihat dari kriteria yang lebih mudah dipahami

3. Akuntabel artinya meskipun model ini memiliki ciri sederhana dan mudah diaplikasikan, namun hal itu bukan berarti tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Model Analisa Peraturan Perundang-undangan yang dibangun tetap dapat dipertanggung-jawabkan, baik dalam hal manfaat dan efektivitasnya, maupun proses dan prosedur (tata caranya). Model ini juga dibangun dengan landasan akademik maupun praktis yang dapat dipertanggung-jawabkan.

TAHAPAN MAPP

Inventarisasi Peraturan

Perundang-undangan

Identifikasi dan

Klasifikasi

Analisis Regulasi

Rencana Tindak

12 12

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

C. Kriteria MAPP

MAPP berisi 3 (tiga) kriteria, yaitu Legalitas (legal basis), Kebutuhan (needs) dan Ramah (friendly).

1. Legalitas (legal basis) artinya Regulasi tersebut yang dalam pengaturannya tidak ditemui adanya potensi Konflik, Multitafsir, Inkonsisten, dan Tidak Operasional.

2. Kebutuhan (needs) artinya regulasi tersebut mempunyai tujuan yang jelas dan dibutuhkan/diperlukan oleh masyarakat dan penyelenggara negara serta merupakan jawaban terhadap permasalahan yang ingin diatasi.

3. Ramah (friendly) artinya regulasi tersebut tidak akan memberikan beban tambahan yang berlebihan (berupa tambahan biaya, waktu dan proses) kepada pihak-pihak yang terkena dampak langsung regulasi atau dengan kata lain tujuan regulasi dapat dicapai tanpa memberikan beban yang tidak perlu bagi kelompok yang terkena dampak pengaturan oleh regulasi. Misalnya: regulasi mengatur secara proporsional mengenai biaya, waktu dan proses bagi pihak-pihak yang akan mengajukan suatu izin tertentu.

D. Operasionalisasi MAPP

STAKEHOLDERS ALUR KEGIATAN MAPP

Biro/Bagian Hukum Pada Kementerian/

Lembaga/Pemerintah Daerah

Analis (Pejabat yang

mewakili Kementerian/

Lembaga/Pemerintah Daerah)

Gambar 3. Alur MAPP

Tahap 1. Inventarisasi Regulasi

PERUMUSAN RENCANA TINDAK

Inventarisasi

BAHAN

ANALISIS

ANALISIS

REGULASI

Kompilasi Hasil Analisis

Penetapan

Keputusan

RENCANA TINDAK

Rekomendasi:

Dipertahankan

Direvisi

Dicabut

Identifikasi Masalah dan Stakeholder

Klasifikasi

13 13

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya/kewenangannya atau peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sektor tertentu. Kegiatan ini dilakukan oleh Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemerintah Daerah. (Lihat Form 2.1).

Tahap 2. Identifikasi/Klasifikasi Regulasi

Kegiatan yang dilakukan adalah menemukenali potensi masalah dan stakeholders yang berkaitan dengan permasalahan dalam regulasi tersebut (Lihat Form 2.2). Potensi masalah yang ditemukenali, selanjutnya diklasifikasikan menjadi:

Konflik, terdapat pasal atau ketentuan yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan lainnya.

o Contoh 1: Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang mengatur bahwa HGU dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 60 tahun, dengan Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang mengatur bahwa HGU dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun, dan Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPA yang mengatur bahwa HGB dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 50 tahun, dengan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang Undang Penanaman Modal yang mengatur bahwa HGB dapat diberikan untuk jangka wakti paling lama 80 tahun;

o Contoh 2: Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 19 ayat (3) UU Nomor 25 Tahun 2004: “RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah dilantik”. Sedangkan Pasal 150 ayat (3e) UU Nomor 32 Tahun 2004 “RPJP daerah dan RJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah”.

Multitafsir, ketidakjelasan pada obyek dan subyek yang diatur sehingga menimbulkan ketidakjelasan rumusan bahasa (sulit dimengerti) serta sistematika yang tidak jelas. Misalnya: ps. 14 UU 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yang menyatakan :

14 14

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

‘Setiap penanam modal berhak mendapat: a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan; b. dst ...’. Penjelasan psl. 14 huruf (a) menyatakan bahwa ’Yang dimaksud dengan “kepastian hak” adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh hak sepanjang penanam modal telah melaksanakan kewajiban yang ditentukan. Perumusan pasal dan penjelasannya tidak menjawab ‘hak apa saja’ sehingga potensi terjadinya multi tafsir sangat besar’

Inkonsisten, terdapat ketentuan atau pengaturan yang tidak konsisten dalam satu peraturan perundang-undangan beserta turunannya, Contoh: definisi penanaman modal dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia dengan definisi penanaman modal dalam Pasal 1 angka 1 PP Nomor 1 Tahun 2007 jo. PP Nomor 62 Tahun 2008 Tentang fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada).

Tidak Operasional adalah peraturan yang tidak memiliki daya guna, namun peraturan tersebut masih berlaku atau peraturan tersebut belum memiliki peraturan pelaksana.

Tahap 3. Analisis Regulasi

Analisis regulasi awalnya dilakukan dengan memasukkan ketentuan-ketentuan (pasal, ayat) yang berdasarkan hasil identifikasi ditemukan bermasalah (konflik, multitafsir, inkonsisten, tidak operasional) ke dalam Form Analisis Stakeholder (lihat Form 2.3). Analisis dilakukan oleh satu tim analisis berjumlah ganjil paling sedikit 3 (tiga) orang yang terdiri atas Kepala Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemda dan pejabat yang mewakili stakeholders yang teridentifikasi dalam Form 2.2.

Hasil analisis stakeholders tersebut oleh Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemda dikumpulkan dalam suatu format analisis konsolidasi (Lihat Form 2.4). Melalui Form 2.4 inilah tim analisis memutuskan tindakan terhadap

15 15

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

peraturan perundang-undangan tersebut untuk dipertahankan, direvisi, atau dicabut.

Tahap 4. Rencana Tindak

Suatu rencana aksi yang berisi langkah-langkah konkrit sebagai tindak lanjut hasil analisis yang telah diputuskan (Lihat Form 2.5):

a. Apabila keputusan yang diambil adalah regulasi dipertahankan, maka tidak diperlukan rencana tindak;

b. Apabila keputusan yang diambil adalah regulasi direvisi, maka rencana tindaknya adalah perubahan regulasi melalui proses sebagaimana pembentukan regulasi baru oleh K/L/SKPD dengan melibatkan Biro/Bagian Hukum, mulai dari penelitian, naskah akademik, naskah rancangan peraturan perundang-undangan, pencantuman rancangan peraturan perundang-undangan dalam prolegnas/prolegda, pengusulan kerangka regulasi dalam dokumen perencanaan dengan menggunakan alat analisis Model Analisa Kerangka Regulasi (MAKARA), pembahasan rancangan peraturan di Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR/DPRD) hingga pengundangan;

c. Apabila keputusan yang diambil adalah regulasi dicabut, maka rencana tindaknya adalah pencabutan regulasi dengan penyusunan rencana peraturan perundang-undangan pencabutan tanpa didahului dengan penyusunan naskah akademik (Pasal 43 Ayat (4) dan (5) UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).

E. Pedoman Penggunaan MAPP

1. Inventarisasi (Form 2.1)

Form 2.1 adalah lembar kerja yang memuat seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya/kewenangannya atau peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sektor tertentu. Kegiatan ini dilakukan oleh Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemerintah Daerah.

a. Form 2.1 diisi oleh Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemerintah Daerah.

b. Kolom No. merupakan daftar urut regulasi.

16 16

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

c. Kolom Nomor Regulasi merupakan informasi mengenai daftar nomor regulasi dan tanggal penerbitan yang diperoleh diurutkan menurut hierarkinya dari UU sampai peraturan pelaksanaannya.

d. Kolom Nama Regulasi merupakan informasi mengenai daftar nama regulasi yang diperoleh diurutkan menurut hierarkinya dari UU sampai peraturan pelaksanaannya.

e. Kolom Status Regulasi merupakan informasi mengenai status regulasi tersebut berlaku atau tidak berlaku.

f. Kolom K/L/SKPD terkait memberikan informasi tentang adanya institusi lain yang berkepentingan dengan regulasi tersebut.

g. Kolom Keterangan memberikan informasi yang mendukung terhadap regulasi yang disebutkan.

2. Identifikasi dan Klasifikasi (Form 2.2)

Form 2.2 adalah lembar kerja yang memuat informasi mengenai regulasi Undang-undang (UU) atau Peraturan Daerah (Perda) yang bermasalah dan berpotensi bermasalah sesuai dengan klasifikasinya (konflik, inkonsisten, multitafsir, dan tidak operasional), dan disertai identifikasi awal mengenai institusi yang berkepentingan/berkaitan dengan regulasi yang ditangani. Sehingga, Form 2.2 ini dimaksudkan untuk memudahkan para Analis dalam melakukan analisis terhadap regulasi yang ditangani.

a. Umum

1) Form 2.2 diisi oleh Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemerintah Daerah.

2) Kolom No. merupakan daftar urut Ketentuan Pasal yang bermasalah, disusun berdasarkan hierarki regulasi yang berlaku sebagaimana diatur di dalam Pasal.

3) Kolom Potensi Masalah menggambarkan potensi masalah yang teridentifikasi pada regulasi yang ada.

4) Kolom Uraian Masalah memberikan informasi yang mendukung fakta adanya potensi masalah dari Ketentuan Pasal yang disebutkan.

17 17

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

5) Kolom K/L/SKPD terkait memberikan informasi tentang adanya institusi lain yang berkepentingan dengan regulasi tersebut.

b. Proses

1) Mengacu pada Form 2.1, lakukan identifikasi regulasi tingkat UU atau Perda sesuai tugas pokok dan fungsinya/kewenangannya atau peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sektor tertentu.

2) Identifikasikan pula institusi lain yang berkepentingan dengan pengaturan tersebut dan tuangkan ke dalam Kolom K/L/SKPD terkait.

3) Lakukan klasifikasi (konflik, inkonsisten, multitafsir, tidak operasional) terhadap potensi masalah yang ditemukan di dalam setiap pasal dan ayat pada masing-masing regulasi tersebut.

4) Sebutkan potensi masalah yang teridentifikasi pada Kolom Potensi Masalah dan tuangkan keterangan/informasi yang mendukung fakta terdapatnya potensi masalah tersebut pada Kolom Keterangan.

3. Analisis (Form 2.3)

Form 2.3 merupakan lembar kerja individual dari para analis yang pada dasarnya merupakan suatu rekomendasi tindakan terhadap analisis regulasi yang ditangani. Form 2.3 memberikan 3 (tiga) pilihan rekomendasi tindakan keputusan apakah: (a) Regulasi dipertahankan; (b) Regulasi direvisi; dan (c) Regulasi dicabut. Disertai argumentasi yang menjadi dasar rekomendasi tindakan keputusan tersebut untuk dipilih.

a. Umum

1) Format Analisis Stakeholder (Form 2.3) diisi oleh Pejabat yang ditunjuk sebagai evaluator dan mewakili K/L/Pemerintah Daerah.

2) Untuk menjaga obyektifitas, analisis regulasi dilakukan oleh 3 (tiga) orang atau lebih, namun tetap dalam jumlah yang ganjil.

3) Dalam hal hasil identifikasi pemangku kepentingan menemukan adanya institusi lain yang terkait, maka perwakilan dari institusi tersebut menjadi anggota tim analisis regulasi tersebut.

18 18

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

4) Kriteria yang digunakan untuk melakukan analisis adalah; (a) Legalitas; (b) Kebutuhan; dan (c) Ramah, yaitu tidak menghendaki persyaratan yang berlebihan, tidak memerlukan waktu yang lama, dan tidak mengakibatkan beban finansial yang berlebihan.

b. Proses

1) Pindahkan informasi yang terdapat pada kolom Ketentuan Pasal Form 2.2 ke dalam kolom Ketentuan Pasal pada Format Analisis Stakeholder Form 2.3.

2) Lakukan Analisis terhadap Ketentuan Pasal tersebut dengan menggunakan kriteria pada poin 3.a.4) tersebut, dan berikan penilaian apakah Ketentuan Pasal tersebut: (a) Tidak Bermasalah/Bermasalah, (b) Dibutuhkan/Tidak Dibutuhkan, dan (c) Ramah/Tidak Ramah.

3) Berikan informasi yang dapat mendukung hasil penilaian Saudara.

4) Berdasarkan penilaian tersebut di atas, berikan rekomendasi tindakan apa yang seharusnya dilakukan terhadap regulasi tersebut pada kolom Keterangan.

5) Tuliskan nama Saudara pada Kotak Evaluator, Jabatan pada Kotak Jabatan dan bubuhkan Tandatangan pada Kotak Tandatangan.

4. Konsolidasi Analisis (Form 2.4)

Form Konsolidasi Analisis (Form 2.4) merupakan gabungan dari Format Analisis Form 2.3 dan menggambarkan rekomendasi collegial (tim) mengenai apa yang harus dilakukan terhadap regulasi yang dianalisis.

a. Umum

Form 2.4 dikerjakan oleh Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemerintah Daerah. Secara umum pilihan keputusan tindakannya adalah sebagai berikut:

1) Dipertahankan apabila regulasi tersebut Tidak Bermasalah, Dibutuhkan dan Ramah.

2) Direvisi apabila regulasi tersebut (a) Bermasalah tetapi Dibutuhkan; (b) Tidak Bermasalah dan Dibutuhkan, tetapi Tidak Ramah.

19 19

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

3) Dicabut apabila regulasi tersebut (a) Bermasalah; (b) Tidak Dibutuhkan; (c) Tidak Bermasalah tetapi Tidak Dibutuhkan.

Proses

1) Pindahkan informasi kolom Ketentuan Pasal dari Form 2.3 ke dalam kolom Ketentuan Pasal pada Form Konsolidasi Analisis (Form 2.4).

2) Pidahkan hasil analisis dari masing-masing evaluator (Kolom Analisis pada Form 2.3) ke Kolom Analisis Tim pada Form 2.4.

3) Berdasarkan penilaian dari masing-masing evaluator, buatlah sebuah rekomendasi akhir mengenai keputusan tindakan apa yang harus dilakukan terhadap regulasi tersebut dan tuangkan ke dalam kotak Keputusan Tim pada Form 2.4.

4) Form 2.4 ditandatangani oleh Kepala Biro/Bagian Hukum pada K/L/Pemerintah Daerah pelaksana kegiatan.

5. Rencana Tindak (Form 2.5)

Form 2.5 merupakan tindak lanjut dari keputusan tindakan yang dibuat berdasarkan informasi dan rekomendasi keputusan tindakan pada Form 2.4. Isi Form 2.5 merupakan Rencana Tindak yang selanjutnya menjadi acuan bagi K/L/Pemerintah Daerah untuk membuat suatu perencanaan bagi kegiatan/tindakan berikutnya.

a. Apabila keputusan tindakan dalam Form 2.4 adalah Regulasi dipertahankan, maka tindak lanjut tidak diperlukan.

b. Apabila keputusan tindakan dalam Form 2.4 adalah regulasi direvisi, maka rencana tindaknya adalah perubahan regulasi melalui proses sebagaimana pembentukan regulasi baru oleh K/L/SKPD dengan melibatkan Biro/Bagian Hukum, mulai dari kajian, penelitian, naskah akademik, naskah rancangan peraturan perundang-undangan, pencantuman rancangan peraturan perundang-undangan dalam prolegnas/prolegda, pengusulan kerangka regulasi dalam dokumen perencanaan dengan menggunakan alat analisis Model Analisa Kerangka Regulasi (MAKARA), pembahasan rancangan peraturan di DPR/DPRD hingga pengundangan;

c. Apabila keputusan tindakan dalam Form 2.4 adalah regulasi dicabut, maka rencana tindaknya adalah pencabutan regulasi dengan penyusunan rencana peraturan perundang-undangan pencabutan

20 20

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

tanpa didahului dengan proses pembentukan regulasi (Pasal 43 Ayat (4) dan Ayat (5) UU Nomor 12 Tahun 2011).

21 21

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

BAB III

PEMBENTUKAN REGULASI YANG BERKUALITAS DENGAN

MODEL ANALISA KERANGKA REGULASI (MAKARA)

A. Pembentukan Regulasi

Tidak seperti reviu/evaluasi regulasi yang mempunyai fokus kepada peraturan perundang-undangan yang pada saat ini ada dan berlaku (hukum positif), pada arah pembenahan regulasi ini peningkatan kualitas regulasi difokuskan kepada rencana pembentukan peraturan perundang-undangan (future regulation). Peningkatan kualitas regulasi dapat dilakukan dengan berbagai tindakan, salah satu pilihan yang ditempuh adalah melakukan analisis terhadap rancangan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan perencanaan (baca: pengelolaan kerangka regulasi dalam dokumen perencanaan), yakni setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) (dimintakan alokasi pendanaannya) atau Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang diusulkan masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) harus dianalisis terlebih dahulu dengan Model Analisa Kerangka Regulasi (MAKARA) agar sesuai dengan prioritas pembangunan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan.

Gambar 4. Perencanaan dan Penganggaran Pembentukan Regulasi

22 22

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

B. Pengertian

Model Analisa Kerangka Regulasi (MAKARA) adalah sebuah alat untuk melakukan analisis terhadap usulan Rancangan Undang-undang (RUU) yang terdaftar dalam Prolegnas Tahunan yang telah memiliki Naskah Akademik dan Naskah Rancangan Undang-undang ke dalam RKP atau terhadap usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang terdaftar dalam Prolegda Tahunan ke dalam RKPD, dan dibentuk dalam jangka waktu 1 tahun anggaran.

C. Prinsip-Prinsip MAKARA

MAKARA mengadopsi prinsip-prinsip Sederhana (Simple), Mudah Diaplikasikan (User Friendly), dan Akuntabel (Accountable).

1. Sederhana, artinya mudah dipahami dan dioperasionalkan, tidak hanya oleh K/L/Pemda, tetapi juga bagi para pemangku kepentingan (pengusaha, organisasi dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat), maupun masyarakat umum yang terkena dampak peraturan perundang-undangan.

2. User friendly, artinya mudah diaplikasikan khususnya oleh aparatur pemerintah baik dipusat maupun di daerah yang akan terlibat dalam analisis/review regulasi. Ciri mudah diaplikasikan juga terlihat dari kriteria yang lebih mudah dipahami.

3. Akuntabel artinya meskipun model ini memiliki ciri sederhana dan mudah diaplikasikan, namun hal itu bukan berarti tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Model Analisa Kerangka Regulasi yang dibangun tetap dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam hal manfaat dan efektivitasnya, maupun proses dan prosedur (tata caranya). Model ini juga dibangun dengan landasan akademik maupun praktis yang dapat dipertanggung-jawabkan.

D. Kriteria MAKARA

MAKARA secara garis besar berisi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Landasan Hukum (Legal Basis): yaitu apakah rancangan peraturan perundang-undangan (RUU maupun Raperda) yang diajukan memiliki landasan hukum kuat yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.

23 23

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

2. Kebutuhan (Needs): yaitu apakah peraturan perundang-undangan yang diajukan (RUU maupun Raperda) sesuai dengan dokumen perencanaan pembangunan (RPJMN untuk RUU, dan RPJMD untuk Raperda) dan sesuai dengan prioritas pembangunan. Selain itu apakah rancangan peraturan perundang-undangan dibentuk dengan argumentasi/ tujuan pembentukan yang jelas. Aspek ini juga melihat kesesuaian rancangan peraturan perundang-undangan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

3. Potensi Beban Keuangan Negara dan Manfaat bagi Masyarakat artinya apakah rancangan peraturan perundang-undangan tersebut membebani keuangan negara akibat dari pembentukan kelembagaan baru, penyediaan sarana prasarana baru, Pembentukan peraturan pelaksanaan baru, penambahan beban bagi pengeluaran rutin Pemerintah. Dan potensi RUU tersebut untuk memberikan manfaat ekonomi maupun sosial terhadap masyarakat.

E. Mekanisme Pengusulan Kerangka Regulasi

1. Pusat

Gambar 5. Diagram Proses Analisa Kerangka Regulasi Pusat

STAKEHOLDERS JANUARI – APRIL

KEMENTERIAN/LEMBAGA PENGUSUL KERANGKA REGULASI

B A

P P

E N

A S

DIREKTORAT SEKTOR

DIREKTORAT ANALISA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, BAPPENAS

DIREKTORAT ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN

NASKAH AKADEMIK &

RUU

TRILATERAL

MEETING

NASKAH AKADEMIK &

RUU

ANALISIS AWAL

RPJMN

BERITA ACARA TRILATERAL

MEETING

PENCANTUMAN RUU KEDALAM RKP

PENGALOKASIAN ANGGARAN RUU KE DALAM RKP

24 24

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Mekanisme proses pengusulan kerangka regulasi pusat, adalah sebagai berikut:

a. Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan Surat Permintaan Naskah Akademik dan Naskah RUU terhadap RUU yang terdapat dalam daftar Prolegnas Tahunan pada tahun berjalan dilampiri Form 3.1 kepada K/L mitra kerja;

b. K/L mitra kerja menyampaikan Naskah Akademik dan Naskah RUU kepada Kementerian PPN/Bappenas dengan tembusan Direktorat Analisa Peraturan Perundang-undangan, Bappenas;

c. Kementerian PPN/Bappenas mereview dan menganalisis awal Naskah RUU tersebut menggunakan Form 3.1 Model Analisa Kerangka Regulasi (MAKARA) RKP;

d. Kementerian PPN/Bappenas (c.q. DAPP, Direktorat sektor terkait) bersama-sama dengan K/L membahas analisis awal dalam forum trilateral meeting dan membuat kesepakatan mengenai kerangka regulasi yang direkomendasikan untuk masuk dalam RKP (bilateral meeting kerangka regulasi). Kerangka regulasi yang telah disepakati ditetapkan dalam Form 3.2 Berita Acara Kerangka Regulasi RKP, yang ditandatangani oleh Kementerian PPN/Bappenas (DAPP, Direktorat Sektor) dan K/L;

e. DAPP menyampaikan Form 3.2 Berita Acara Kerangka Regulasi RKP kepada Direktorat Alokasi Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas sebagai bahan untuk pengalokasian anggaran kerangka regulasi dalam RKP;

f. Alokasi anggaran kerangka regulasi dalam RKP menjadi acuan pendanaan proses pembahasan, pengesahan, dan pengundangan RUU oleh K/L.

25 25

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

2. Daerah

Gambar 6. Diagram Proses Analisa Kerangka Regulasi Daerah

Mekanisme proses pengusulan kerangka regulasi daerah, adalah sebagai berikut:

a. Sekretariat Daerah (melalui Biro/Bagian Hukum) Propinsi/Kabupaten/ Kota menyampaikan Surat Permintaan Naskah Akademik dan Naskah Raperda yang terdapat dalam daftar Prolegda Tahunan pada tahun berjalan dilampiri Form 3.3 kepada SKPD Propinsi/Kabupaten/Kota;

b. SKPD Propinsi/Kabupaten/Kota menyampaikan Naskah Akademik dan Naskah Raperda Sekretariat Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dengan tembusan Biro/Bagian Hukum Propinsi/Kabupaten/Kota;

c. Biro/Bagian Hukum mereview dan menganalisis awal Naskah Raperda tersebut menggunakan Form 3.3 Model Analisa Kerangka Regulasi (MAKARA) RKPD;

d. Sekretariat Daerah (melalui Biro/Bagian Hukum) Propinsi/Kabupaten/ Kota bersama-sama dengan SKPD dan Bappeda membahas analisis awal dalam forum trilateral meeting dan membuat kesepakatan mengenai kerangka regulasi yang direkomendasikan untuk masuk dalam RKPD (bilateral meeting kerangka regulasi). Kerangka regulasi yang telah

STAKEHOLDERS JANUARI – APRIL

PE

ME

RIN

TA

H D

AE

RA

H

SKPD PENGUSUL

KERANGKA

REGULASI

BIRO/BAGIAN

HUKUM PEMDA

BAPPEDA

NASKAH AKADEMIK &

RAPERDA

ANALISIS AWAL

BERITA ACARA TRILATERAL

MEETING

PENCANTUMAN RAPERDA KEDALAM

RKPD

PENGALOKASIAN ANGGARAN RAPERDA

KE DALAM RKPD

TRILATERAL

MEETING

26 26

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

disepakati ditetapkan dalam Form 3.4 Berita Acara Kerangka Regulasi RKPD, yang ditandatangani oleh Biro/Bagian Hukum, SKPD dan Bappeda Propinsi/Kabupaten/Kota;

e. Biro/Bagian Hukum Propinsi/Kabupaten/Kota menyampaikan Form 3.4 Berita Acara Kerangka Regulasi RKPD kepada Bappeda Propinsi/Kabupaten/Kota sebagai bahan untuk pengalokasian anggaran kerangka regulasi dalam RKPD;

f. Alokasi anggaran kerangka regulasi dalam RKPD menjadi acuan pendanaan proses pembahasan, pengesahan, dan pengundangan Raperda oleh SKPD Propinsi/Kabupaten/Kota.

F. Petunjuk Pengisian MAKARA

1. Umum

a. Form 3.1 adalah lembar analisis awal yang dibuat berdasarkan Naskah Akademik (NA) dan Naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan untuk dicantumkan dalam RKP.

b. Form 3.2 adalah lembar berita acara hasil trilateral meeting yang ditandatangani oleh Direktur Analisa Peraturan Perundang-undangan, Direktur Sektor Kementerian PPN/Bappenas dan Kepala Biro Hukum K/L.

c. Form 3.3 adalah lembar analisis awal yang dibuat berdasarkan Naskah Akademik (NA) dan Naskah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang diusulkan untuk dicantumkan dalam RKPD.

d. Form 3.4 adalah lembar berita acara hasil trilateral meeting yang ditandatangani oleh Kepala Dinas pengusul Raperda, Kepala Bappeda Propinsi/Kabupaten/Kota dan Kepala Biro/Bagian Hukum Propinsi/ Kabupaten/Kota.

2. Proses

a. Pengisian Form 3.1

1) Cantumkan informasi Unit Kerja Bappenas mitra kerja K/L pengusul, Judul RUU dan K/L Pengusul.

2) Cantumkan informasi ketersediaan NA dan Naskah RUU pada baris kelengkapan dokumen.

27 27

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

3) Berikan informasi awal sesuai dengan kriteria dan pertanyaan yang disebutkan pada kolom analisis awal.

4) Berikan informasi pada kolom trilateral meeting berupa catatan-catatan tentang pendapat/komentar pada saat dilaksanakannya trilateral meeting terhadap informasi yang terdapat pada kolom analisis awal.

5) Cantumkan Tempat, Tanggal, Nama dan Tanda Tangan Penanggung Jawab analisis awal.

b. Pengisian Form 3.2

1) Cantumkan Judul RUU yang diusulkan.

2) Cantumkan rumusan kesepakatan yang diperoleh dari hasil Trilateral Meeting pada baris kriteria Legalitas (Legal Basis), Kebutuhan (Needs), dan Potensi Beban dan Manfaat.

3) Cantumkan rumusan kesimpulan akhir pada lembar berita acara dan ditandatangani bersama oleh ketiga pihak dalam Trilateral Meeting.

c. Pengisian Form 3.3

1) Cantumkan informasi Judul Raperda yang diusulkan dan SKPD pengusul.

2) Cantumkan informasi ketersediaan NA dan Naskah Raperda pada baris kelengkapan dokumen.

3) Berikan informasi awal sesuai dengan kriteria dan pertanyaan yang disebutkan pada kolom analisis awal.

4) Berikan informasi pada kolom trilateral meeting berupa catatan-catatan tentang pendapat/komentar pada saat dilaksanakannya trilateral meeting terhadap informasi yang terdapat pada kolom analisis awal.

5) Cantumkan Tempat, Tanggal, Nama dan Tanda Tangan Penanggung Jawab analisis awal.

d. Pengisian Form 3.4

1) Cantumkan Judul Raperda yang diusulkan.

28 28

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

2) Cantumkan rumusan kesepakatan yang diperoleh dari hasil Trilateral Meeting pada baris kriteria Legalitas (Legal Basis), Kebutuhan (Needs), dan Potensi Beban dan Manfaat.

3) Cantumkan rumusan kesimpulan akhir pada lembar berita acara dan ditandatangani bersama oleh ketiga pihak dalam Trilateral Meeting.

29 29

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Lampiran-Lampiran

30 30

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 2.1

INVENTARISASI REGULASI

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah:

NO. NOMOR REGULASI NAMA REGULASI STATUS

REGULASI

K/L/SKPD

TERKAIT KETERANGAN

31 31

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 2.2

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah:

Regulasi:

NO. KETENTUAN

PASAL POTENSI MASALAH URAIAN MASALAH

K/L/SKPD

TERKAIT

MULTITAFSIR

KONFLIK

TIDAK OPERASIONAL

INKONSISTEN

32 32

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 2.3

ANALISIS STAKEHOLDER

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah :

Regulasi :

No. KETENTUAN PASAL ANALISIS TOLOK UKUR KET

1. LEGALITAS Regulasi Tidak Bermasalah adalah regulasi yang dalam pengaturannya tidak ditemui adanya potensi Konflik, Multitafsir, Inkonsisten, dan Tidak Operasional

KEBUTUHAN (NEEDS) Regulasi Dibutuhkan adalah regulasi tersebut mempunyai tujuan yang jelas dan dibutuhkan/diperlukan oleh masyarakat dan penyelenggara negara serta merupakan jawaban terhadap permasalahan yang ingin diatasi

RAMAH (FRIENDLY) Regulasi Ramah adalah regulasi yang pengaturannya tidak akan memberikan beban tambahan yang berlebihan (berupa tambahan biaya, waktu dan proses) kepada pihak-pihak yang terkena dampak langsung regulasi atau dengan kata lain tujuan regulasi dapat dicapai tanpa memberikan beban yang tidak perlu bagi kelompok yang terkena dampak pengaturan oleh regulasi. Misalnya: regulasi mengatur secara proporsional mengenai biaya, waktu dan proses bagi pihak-pihak yang akan mengajukan suatu izin tertentu

NAMA EVALUATOR: JABATAN: TANDA

TANGAN:

BERMASALAH

TIDAK BERMASALAH

TIDAK RAMAH

RAMAH

TIDAK DIBUTUHKAN

DIBUTUHKAN

33 33

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 2.4

KONSOLIDASI ANALISIS

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah :

Regulasi :

No. KETENTUAN PASAL REKOMENDASI ANALIS KEPUTUSAN TIM

1. ANALIS 1

ANALIS 2

ANALIS 3

KETUA TIM: JABATAN: TANDA TANGAN:

REVISI

PERTAHANKAN

CABUT

REVISI

PERTAHANKAN

CABUT

REVISI

PERTAHANKAN

CABUT

34 34

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 2.5

RENCANA TINDAK

Regulasi Bermasalah :

No. ANALISA PERMASALAHAN KEPUTUSAN

TINDAKAN

STRATEGI

PENYELESAIAN

WAKTU

PELAKSANAAN

K/L/SKPD

TERKAIT

TINDAK

LANJUT

KETUA TIM JABATAN TANDA TANGAN

35 35

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 3.1

Model Analisa Kerangka Regulasi (Makara) – RKP

Unit Kerja Bappenas : ________________________________ RUU yang diusulkan : ________________________________ K/L Pengusul : ________________________________

Kelengkapan Dokumen

Naskah Akademik

[ ada/tidak ada]

Naskah RUU

[ada/tidak ada]

Penilaian RUU

No. Kriteria Tolok Ukur Ya/

Tidak Analisis Awal Trilateral Meeting

1 Landasan Hukum (Legal Basis)

RUU yang diusulkan tidak berpotensi konflik dan multitafsir

2 Kebutuhan (Needs)

RUU yang diusulkan telah didasarkan pada RPJMN

Terdapat permasalahan yang ingin diselesaikan dengan pembentukan UU

Pembentukan UU merupakan upaya terakhir untuk mengatasi permasalahan tersebut, jika tidak, sebutkan alternative lainnya!

RUU tersebut sudah mengandung solusi yang mampu mengatasi masalah, sebutkan solusi-solusi tersebut dan alasannya!

Solusi dalam RUU tidak menimbulkan permasalahan baru

3

Potensi Beban dan Manfaat

Potensi Beban bagi Negara dan Masyarakat

Ketersediaan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan RUU tersebut

RUU tidak memerintahkan pembentukan lembaga baru

RUU tidak membutuhkan penyediaan sarana prasarana baru untuk pelaksanaannya

RUU tidak memerintahkan pembentukan peraturan pelaksanaan

36 36

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

RUU tidak berpotensi menimbulkan beban pengeluaran rutin baru bagi negara

Pelaksanaan RUU tidak berpotensi membebani masyarakat baik secara sosial maupun ekonomi

Potensi Manfaat bagi Negara dan Masyarakat

RUU ini memberikan potensi manfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat

……………., tgl…………….. Penanggung Jawab

Direktur Analisa Peraturan Perundang-undangan Bappenas,

(________________________) NIP………………………………….

37 37

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 3.2

BERITA ACARA HASIL TRILATERAL MEETING

RUU:………………………………………………………………………………………………………………

1. Landasan Hukum (Legal basis)

2. Kebutuhan (Needs)

3. Potensi Beban dan Manfaat

Kesimpulan: Diteruskan untuk masuk ke dalam RKP Disediakan alokasi anggaran dalam RKP

Direktur Analisa Peraturan

Perundang-undangan Bappenas

(……………………………….) NIP.

Direktur ………………………………

Bappenas

(……………………………….) NIP.

Kepala Biro/Bagian Hukum Kementerian/Lembaga ……………………………….

(……………………………….) NIP.

38 38

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 3.3

Model Analisa Kerangka Regulasi (Makara) – RKPD

Raperda yang diusulkan : ______________________________ SKPD Pengusul : ______________________________

Kelengkapan Dokumen

Naskah Akademik

[ ada/tidak ada]

Naskah Raperda

[ada/tidak ada]

Penilaian Raperda

No.

Kriteria Tolok Ukur Ya/

Tidak Analisis Awal Trilateral Meeting

1 Landasan Hukum (Legal Basis)

Raperda yang diusulkan tidak berpotensi konflik dan multitafsir

2 Kebutuhan (Needs)

Raperda yang diusulkan telah didasarkan pada RPJMD

Terdapat permasalahan yang ingin diselesaikan dengan pembentukan perda

Pembentukan perda merupakan upaya terakhir untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jika tidak, sebutkan alternatif lainnya.

Raperda tersebut sudah mengandung solusi yang mampu mengatasi masalah. Sebutkan solusi-solusi tersebut dan alasannya.

Solusi dalam Raperda tidak menimbulkan permasalah baru. Jika Ya, sebutkan permasalahan baru tersebut.

3

Potensi Beban dan Manfaat

Potensi Beban bagi Keuangan Negara

Raperda tidak memerintah-kan pembentukan lembaga baru

Ketersediaan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan Raperda tersebut

39 39

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Raperda tidak membutuhkan penyediaan sarana pra sarana baru

Raperda tidak memerintahkan pembentukan peraturan pelaksanaan

Raperda tidak berpotensi menimbulkan beban pengeluaran rutin baru bagi daerah

Potensi Manfaat bagi Masyarakat

Raperda memberikan potensi manfaat secara sosial maupun ekonomi bagi masyarakat. Sebutkan.

……………., tgl……………..

Penanggung Jawab Kepala Biro/Bagian Hukum Provinsi/Kabupaten/Kota ……………………………………...

(________________________) NIP………………………………….

40 40

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI

Form 3.4

BERITA ACARA HASIL TRILATERAL MEETING

RAPERDA:………………………………………………………………………………………………….

1. Landasan Hukum (Legal basis)

2. Kebutuhan (Needs)

3. Potensi Beban dan Manfaat

Kesimpulan: Diteruskan untuk masuk ke dalam RKPD Disediakan alokasi anggaran dalam RKPD

Kepala Dinas ………………………………… Pemerintah Provinsi/

Kabupaten/Kota ………………………………

(……………………………….) NIP.

Kepala Bappeda Pemerintah Provinsi/

Kabupaten/Kota ………………………………

(……………………………….) NIP.

Kepala Biro/Bagian Hukum Pemerintah Provinsi/

Kabupaten/Kota ……………………………….

(……………………………….) NIP.

41 41

PEDOMAN PENERAPAN REFORMASI REGULASI