pedoman pendampingan akreditasi fktp edit 8 mei 2015.docx

Upload: makmuramoer

Post on 06-Mar-2016

100 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

PEDOMAN PENDAMPINGAN

Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pedoman Pendampingan

Pedoman PendampingAN Akreditasi FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I Comment by user: Seluruh Bab harus dirapikan dengan ketentuan sbb :Ukuran kertas : A4Margin : Kiri = 4 cmAtas = 3.5 cmBawah = 2,5 cmKanan = 2,5 cmFont : CalibriSize huruf : 12Spasi : 1,5Setiap gambar atau table harus ada judulnya

PENDAHULUANA. Latar Belakang B. Untuk meningkatkan pelayanan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) khususnya puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigikepada masyarakat, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan.Untuk menjamin bahwa upaya perbaikan mutu dan peningkatan kinerja dilaksanakan secara berkesinambungan di FKTP, maka perlu dilakukan penilaian oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan yaitu melalui mekanisme akreditasi.

Akreditasi adalah pengakuan terhadap fasilitas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama tersebut telah memenuhi standar akreditasi.merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Di masa transisi, pelaksanaan akreditasi FKTP dilakukan oleh Komisi Akreditasi FKTP yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. HK. 02. 02/ Menkes/ 59/ 2105. Komisi ini selain bertugas melaksanakan akreditasi FKTP dimasa transiasi juga bertugas mempersiapkan pembentukanuntuk mempersiapkan pembentukanmembentuklembaga independen yang akan menggantikan tugas Komisi Akreditasi FKTP dalam melaksanakan akreditasi FKTPP.

Unsur yang dinilai dalam pelaksanaan akreditasi Puskesmas meliputi : 1) manajemen puskesmasadministrasi dan manajemen Puskesmas, 2) penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat, dan 3) pelayanan klinis yang merupakan) penyelenggaraan upaya kesehatan perseorangan, sedangkan untuk pelaksanaan akreditasi klinik dan untuk akreditasi praktik dokter/dokter gigidilakukan penilaian terhadap 1) kepemimpinan dan manajemen klinik, dan pelayanan klinis.

Dilakukan penilaian terhadap manajemen puskesmas, penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat, dan pelayanan klinis yang merupakan upaya kesehatan perseorangan dengan menggunakan standar akreditasi puskesmas yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sedangkan untuk pelaksanaan akreditasi klinik dan untuk akreditasi praktik dokter/dokter gigi dilakukan penilaian terhadap kepemimpinan dan manajemen klinik, dan pelayanan klinis.

administrasi dan manajemen, dan 2) penyelenggaraan upaya kesehatan perseorangan.Untuk mempersiapkan FKTP dalam pelaksanaan akreditasi FKTP maka perlu difasilitasi melalui proses pendampingan oleh Tim Pendamping Akreditasi Kabupaten/Kota yang terlatih. . Agar pendampingan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka perlu disusun Buku Pedoman Pedampingan Akreditasi FKTP. Diharapkan Buku Pedoman Pendampingan ini menjadi panduan bagi Tim Pendampingpihak-pihak terkait dalam melakukan pendampingandan penilaian praakreditasi maupun pendampingan pasca akreditasidalam rangka mempersiapkan, memelihara dan meningkatkan pencapaian standar akreditasi FKTP secara berkesinambungan.

dan persiapan akreditasi .

Agar Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama dapat memenuhi standar akreditasi dibutuhkan pendampingan oleh fasilitator yang kompeten agar fasilitas kesehatan tersebut dapat membangun sistem pelayanan yang didukung oleh tata kelola yang baik dan kepemimpinan yang mempunyai komitmen yang tinggi untuk menyediakan pelayanan yang bermutu, aman, dan terjangkau bagi masyarakat secara berkesinambungan.

Pedoman pendampingan ini disusun sebagai panduan untuk pendampingan dan persiapan akreditasi yang dapat digunakan sebagai acuan bagi fasilitator pendamping akreditasi dan karyawan fasilitas kesehatan tingkat pertama dalam mempersiapkan akreditasi.

C. Dasar Hukum1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42;2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tetang Pelayanan Publik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112;3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144;4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116;5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistyem jaminan Sosial Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150;6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116;7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24; 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193;11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2015 2019;12. 13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;14. PPeraturan Menteri Kesehatan No 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;15. Peraturan Menteri Kesehatan No 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional;16. Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2014 tentang Klinik;17. Peraturan Menteri Kesehatan No 75 tahun 2014 tentang Puskesmas;.18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 52 tahun 2015 tentang Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015 - 2019.D. Tujuan:1. Tujuan Umum: 2. Tersedianya panduan bagi Kementerian Kesehatan, Komisi Akreditasi FKTP, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan fasilitatorTim Pendamping akreditasi FKTP dalam mempersiapkan Puskesmas, klinik dan praktik dokter/dokter gigi untuk mememenuhi standar akreditasi.3. Tujuan Khusus: 4. Menyediakan panduan bagi Tim Pendampingfasilitator pendamping akreditasi FKTP agar dapat:a. Memfasilitasi pengembangan komitmen pimpinan dan karyawan terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan.b. Memfasilitasi pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu di FKTP.Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi.c. d. Memfasilitasi pengembangan sistem pelayanan klinis di FKTP Puskesmas, klinik dan praktik dokter/dokter gigisesuai dengan standar akreditasi.e. Memfasilitasi penyelenggaraan Upaya Kesehatan di Puskesmas sesuai dengan pedoman dan peraturan perundangan yang berlaku dan standar akreditasi Puskesmas.f. Memfasilitasi pengelolaanFKTP Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigiagarsesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan standar akreditasi.E. Sasaran Sasaran : Pedoman ini disusun bagi :1) Kementerian Kesehatan dan Komisi Akreditasi FKTP sebagai acuan dalam melaksanakan Pelatihan Pelatih Pendamping Akreditasi FKTP2) 3) Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai acuan dalam melaksanakan Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTP dan menetapkan Tim Pendamping Akreditasi FKTP4) Balai Pelatihan Kesehatan dalam melaksanakan Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTP5)

6) 7) anggota Tim Pendamping Akreditasi FKTP sebagai acuan dalam pelaksanaan pendampingan akreditasi FKTP.FasilitasKesehatan Tingkat Pertamasebagai acuan dalam pelaksanaan pendampingan akreditasi diFKTPPuskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi.8)

BAB IIPENDAMPINGAN AKREDITASI F. Pengertian. A. Pendamping akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama adalah tim yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan anggota yang berasal dari jajaran fungsional atau struktural Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau pihak ketiga atau lembaga lain/pihak ketiga yang ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan telah mengikuti dan dinyatakan lulus Pelatihan Pendamping Akreditasi FasilitasKesehatan Tingkat Pertama, yang selanjutnya disebut Tim Pendamping Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. B. Pendamping akreditasi FKTP adalah tim yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan anggota yang berasal dari jajaran fungsional atau struktural Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau pihak ketiga atau lembaga lain/pihak ketiga yang ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan telah mengikuti Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTP dan dinyatakan lulus sebagai Pendamping Akreditasi FKTP. C. Tim Pendamping adalah Tim yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk melakukan pendampingan dan penilaian praakreditasi serta pendampingan pascaakreditasi dengan anggota yang berasal dari jajaran fungsional atau struktural Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau pihak ketiga atau lembaga lain/pihak ketiga yang ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan telah mengikuti Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTP dan dinyatakan lulus sebagai Pendamping Akreditasi FKTP. Tim Pendamping Akreditasi tersebut melaksanakan tugas dan fungsinya dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / kota. Pendampingan praakreditasi merupakan rangkaian kegiatan penyiapan FKTP agar memenuhi standar akreditasi. Penilaian praakreditasi merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan Tim Pendamping setelah selesai pendampingan praakreditasi untuk mengetahui kesiapan FKTP dalam melaksanakan survei akreditasi. Pendampingan pascaakreditasi merupakan kegiatan untuk memelihara serta meningkatkan pencapaian standar Akreditasi secara berkesinambungan sampai dilakukan penilaian Akreditasi berikutnya. Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTPadalah kegiatan pelatihan yang diberikan kepada petugas pendamping agar mampu melaksanakan tugas pendampingan akreditasi. Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi FKTP di Tingkat Pusat dilaksanakan oleh unit teknisterkait di Kementerian Kesehatan dan atau Komisi Akreditasi FKTP, diikuti oleh peserta yang dikirim oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTP dapat dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Pelatihan Kesehatan atau Dinkes Kab/Kota diikuti oleh peserta yang dikirim oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota. Pendampingan praakreditasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi untuk mempersiapkan FKTPPuskesmas, klinik,dan praktik dokter/dokter gigi agar memenuhi standar akreditasi.

Pendampingan pasca akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan tim pendamping dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing sebagai pendamping akreditasi, setelah FKTPtersebut dinyatakan lulusakreditasi/terakreditasi, dalam rangka memelihara serta meningkatkan pencapaian Standar Akreditasi dari waktu ke waktu sampai dilakukan penilaian akreditasi berikutnya. Pendampingan Pasca Akreditasi oleh Tim Pendamping Akreditasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilaksanakan sebaiknya setiap 6 (enam) bulan, atau paling lambat satu tahun sekali, dengan kegiatan utama adalah mendampingi Puskesmas, Klinik, dan praktik dokter/dokter gigi dalam melaksanakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan, menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Tim Penilai Akreditasi dari Komisi Akreditasi FKTPFasilitasKesehatan Tingkat Pertama.

Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTPFasilitasKesehatan Tingkat Pertamaadalah kegiatan pelatihan yang diberikan kepada petugas pendamping agar mampu melaksanakan tugas pendampingan akreditasi. Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di Tingkat Pusat dilakukan oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, diikuti oleh Peserta yang dikirim oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Pelatihan Pendamping Akreditasidi tingkat Provinsi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, diikuti oleh Peserta yang dikirim Oleh Dinas Kesehatan Kabupaten.. Penilaian Prasertifikasi adalah penilaian yang dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasisetelah kegiatan pendampingan selesai dilakukan untuk mengetahui kesiapan Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi untuk diusulkan dilakukan penilaian akreditasi.D. Pengorganisasian.1. Kedudukan dan Tugas Pendamping Akreditasi FKTPTim Pendamping bekerja atas perintah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 1) Dalam melakukan pendampingan dan penilaian praakreditasi, Tim Pendamping bertugas sebagai berikut:a. melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif kepada FKTP dalam rangka persiapan menuju penilaian praakreditasib. melakukan penilaian praakreditasi untuk mengetahui kelayakan FKTP, untuk diusulkan dalam penilaian akreditasi.2) Dalam melakukan pendampingan pascaakreditasi, Tim Pendamping bertugassebagai berikut:a. mendampingi FKTP dalam melaksanakan perbaikan serta meningkatan kualitas pelayanan; danb. menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Tim Surveior Akreditasi.c. 2. Kedudukan dan Tugas Pendamping Akreditasi FKTPPendamping akreditasi adalah tim pendamping yang berkedudukan diKabupaten/Kota yang bekerja atas perintah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan tugas-tugas:a. Melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif ke Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi dalam rangka persiapan menuju penilaian akreditasib. Melakukan penilaian prasertifikasi untuk mengetahui kelayakan Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi untuk diusulkan dalam penilaian akreditasic. Melaksanakan surveilans atau pembinaan pasca akreditasi.d. 3. 2. Unsur Tim Pendamping1) Tim Pendamping pada Puskesmas beranggotakan paling sedikit 3 (tiga) orang dari Dinas Kesehatan Kab/Kotayang masing-masing membidangi administrasi dan manajemen, upaya kesehatan masyarakat, dan upaya kesehatan perseorangan.2) Dalam hal keterbatasan sumber daya manusia pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat merekrut tenaga Pendamping yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, organisasi profesi, dan atau pakar di bidang kesehatan.3) 4) Tim Pendamping pada Klinik Pratama, Praktik Dokter, dan Praktik Dokter Gigi beranggotakan paling banyak 2 (dua) orang dariDinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang masing-masing membidangi administrasi dan manajemen dan upaya kesehatan perseorangan.5) 6) a. b. c. 7) SatuTim Pendamping terdiri dari 3 (tiga orang ) yaitu 1 ( satu) orang dokter umum, dan 2 (dua) orang tenaga kesehatan dengan pendidikan minimal Diploma III (D3) bidang kesehatan. 8) Adapun bidang pendampingan terdiri dari :9) Pendamping untuk bidang administrasi dan manajemen10) Pendamping untuk bidang upaya kesehatan masyarakat 11) Pendamping untuk bidang pelayanan klinis12) Salah satu dari pendamping dengan mempertimbangkan pengalaman kerja dan kepemimpinan mempunyai tugas sebagai ketua tim.13)

Pembiayaan E. 1. Pembiayaan 2. Biaya pendampingan Puskesmas oleh Tim Pendamping Akreditasi dalam rangka persiapan praakreditasimaupun untuk pendampingan pasca akreditasidibebankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan jumlah Puskesmas yang dipersiapkan untuk akreditasi dan tahapan pelaksanaan pendampingan, sedangkan untuk klinik dan praktik dokter/dokter gigi ditanggung oleh klinik atau dokter/dokter gigi yang bersangkutan. 3. 4. Besaran biaya pendampingan akreditasi ditetapkan sesuai dengan standar biaya yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan atau sesuai dengan kesepakatan pihak yang akan melaksanakan pendampingan.5. 6. Apabila diperlukan Pendampingan lintas Kabupaten, besaran biaya ditetapkan atas dasar kesepakatan bersama para pihak, dinyatakan dalam Perjanjian Kerjasama.7. Dalam kondisi tertentu, dimana diperlukan pelatihan pendamping akreditasi lintas Provinsi, biaya pelatihan pendamping dibebankan kepada Pemerintah Daerah Provinsi yang membutuhkan, sesuai ketentuan yang berlaku.8. F. Kriteria dan Pprosedur Ppendampingan aAkreditsasi.1. Kriteria :2. Tim Pendamping Akreditasi yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan kabupatenKabupaten/Kota. Jika dibutuhkan, Kab/kota dapat membentuk beberapa Tim Pendamping.

Adapun pun kriteria Tim pendamping sebagai berikut: tim pendamping harus memenuhi kriteria sebagai berikut:a. bidang administrasi dan manajemen: pendidikan paling rendah diploma tiga (D3) bidang kesehatan; mempunyai pengalaman bekerja di Puskesmas dan/atau mengelola program pelayanan kesehatan dasar dan/atau program mutu pelayanan kesehatan dasar paling singkat 2 tahun lulus pelatihan pendamping Akreditasi yang dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh institusi pelatihan yang terakreditasi b. bidang upaya kesehatan masyarakat: pendidikan paling rendah diploma tiga (D3) bidang kesehatan; mempunyai pengalaman bekerja di Puskesmas dan/atau mengelola program pelayanan kesehatan dasar paling singkat 2 tahun lulus pelatihan pendamping Akreditasi yang dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh institusi pelatihan yang terakreditasi c. bidang upaya kesehatan perseorangan: tenaga medis; pernah bekerja di Puskesmas dan/atau Klinik paling singkat 1 (satu) tahun; danlulus pelatihan pendamping Akreditasi yang dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh institusi pelatihan yang terakreditasi Merupakan tenaga kesehatan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga KesehatanMemiliki pendidikan minimal Diploma III (D3) bidang kesehatanMemiliki pengalaman bekerja di Puskesmas minimal 3 tahun, atau memiliki pengalaman mengelola pelayanan kesehatan dasar minimal 3 tahun, atau memiliki pengalaman mengelola peningkatan mutu pelayanan kesehatan dasar minimal 3 tahunMemiliki Sertifikat Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan atau Komisi Akreditasi FKTP yang ditetapkan oleh Kementerian KesehatanMembuat pernyatan kesediaan melaksanakan tugas pendampingan selama 3 (tiga) tahun masa kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan Surat Keputusan Kepala Dinas Keseshatan Kabupaten/Kota.

Dinas Kesehatan Kab/Kota membentuk satu atau beberapa tim pendamping akreditasi yang bertugas untuk mendampingi FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk persiapan akreditasi maupun surveilans pasca akreditasi.Tim Pendamping Akreditasi yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota, beranggotakan minimal 3 orang dengan kriteria sebagai berikut:

merupakan tenaga kesehatan, terdiri dari satu orang dokter umum dan dua orang tenaga kesahatan lain dengan jenjang pendidikan minimal D3 memiliki kompetensi dalam bidang manajemen kesehatan, pelayanan klinis dan penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat di Puskesmas memiliki sertifikat kelulusan Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama membuat pernyatan kesediaan melaksanakan tugas pendampingan selama 3 (tiga) tahun masa kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan Surat Keputusan Kepala Dinas Keseshatan Kabupaten/Kota.

Bila Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki keterbatasan tenaga Tim Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tersebut dapat meminta bantuan kepada lembaga lain/pihak ketiga untuk ikut terlibat sebagai anggota Tim Pendamping Akreditasi. Lembaga lain/pihak ketiga yang berminat, mendaftarkan calon anggota tim, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, untuk mengikuti Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTPPuskesmas

Pendamping Akreditasi dari pihak ketiga yang berminat, mendaftarkan Calon Pendamping Akreditasi untuk mengikuti Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melalui Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kriteria Calon Pendamping Akreditasi dari Pihak Ketiga adalah sesuai dengan Kriteria Tim Pendamping Akreditasi yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Prosedur rekrutmenRekrutmen, seleksi Seleksidan, pelatihan Pelatihan pendamping Pelatih (TOT) Pendamping dan Pelatihan Pendamping:a. Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat.1) Fasilitator :Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat ditetapkan oleh BPSDM Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasarberdasarkan usulan dari Direktorat Bina Upaya Pelayanan Kesehatan dasar, Sub Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Dasar atau unit teknis penanggungjawab Akreditasi FKTP..Seleksi pemilihan Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di Tingkat Pusat dilakukan oleh SubdirektoratPelayanan Kesehatan Dasar dengan mekanisme sebagai berikut : Mengidentifikasi calon-calon Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat dengan kriteria : Pendidikan minimal S2, memiliki latar belakang pendidikan bidang kesehatan Menguasai materi yang akan dilatihkan Diutamakan pernah menjadi pelatih atau mengikuti pelatihan akreditasi/sertifikasi mutu Diutamakan yang pernah mengikuti proses penyusunan standar dan instrument akreditasi FKTP

Mengusulkan calon-calon Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat kepada Badan PPSDMselaku penyelenggar TOT Pendampingan Akreditasi.

2) 2)Peserta :PesertaPelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat terdiri daridapat berasal daristaf teknis Kemenkes terkait Akreditasi, anggota Komisi Akreditasi FKTP, lintas program di lingkungan Kementerian Kesehatan, Widyaiswara yang diusulkan oleh Bapelkes nasional, dan peserta danstaf Dinas Kesehatan Provinsi atau peserta dari individu atau pihak ketigayang diusulkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dengan kriteria : Merupakan tenaga kesehatan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Memiliki pendidikan minimal Strata Satu (S1) di Bidang bidang Kesehatan.kesehatan Memiliki pengalaman bekerja di Puskesmas minimal 3 tahun dan , atau memiliki pengalaman mengelola program pelayanan kesehatan dasar minimal 3 tahun, dan atau memiliki pengalaman mengelola peningkatan mutu pelayanan kesehatan dasar. Membuat pernyataan kesediaan melaksanakan tugas melatih pendamping selama 3 (tiga) tahun masa kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan sebagai pelatih pendamping.. Pendidikan minimal Strata Pertama (S1) di bidang kesehatanD3 dan memiliki kompetensi dalam bidang manajemen kesehatan, upaya kesehatan masyarakat, dan pelayanan klinis sesuai dengan standar akreditasi. b. Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Propinsi.1) 1). Fasilitator Fasilitator Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTPdi Tingkat Provinsi terdiri dari widyaiswara, staf Dinas Kesehatan Provinsi, dan peserta dari swasta/pihak ketigaadalah pelatih yang telah mengikuti pelatihan serta mendapatkan sertifikat kelulusan sebagaiPelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi FKTPdi tingkat Pusatdari Kementerian Kesehatan. atau Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

2) 2). Peserta :Peserta Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Provinsiadalah Calon Pendamping Akreditasi yang direkrut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

c. PendampingAkreditasi Tingkat KabupatenPendamping Kabupaten/Kota direkrut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan telah mengikuti pelatihan serta mendapatkan sertifikat Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FKTP yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Pelatihan Kesehatan, atau Dinas Kesehatan Kab/Kota.di Provinsi atau Institusi Pendidikan Pelatihan Bidang Kesehatan yang diberi kewenangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

d. Pendamping SwastaPeserta individual dari swasta atau pihak ketiga yang akan menjadi Pendamping Akreditasi harus mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan Provinsi melalui Dinas Kesehatan Kabupaten. Seleksi dari individu maupun swasta ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

Dalam hal keterbatasan sumber daya manusia pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat merekrut tenaga Pendamping yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.Pelaksanaan Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping dan Pelatihan Pendamping Akreditasi FKTP harus mengikuti Kurikulum dan Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

BAB IIIMANAJEMEN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

A. PROGRAM PENINGKATAN MUTU BERKESINAMBUNGANB. Didalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan di Indonesia, Puskesmasmerupakan salah satu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di satu wilayah kecamatan atau bagian wilayah kecamatan akan difungsikan sebagai Gate Keeper[footnoteRef:1]dari satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Bidang Kesehatan, bersama dengan klinik, dan praktik dokter, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama yang lain./dokter gigi. [1: Gate Keeper adalah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang akan berfungsi sebagai penjaring pertama dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan paripurna yang berkualitas. ]

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat melalui penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan. Upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan harus diselenggarakan secara berkualitas, adil dan merata, memuaskan seluruh masyarakat di wilayah kerja yang menjadi tanggung-jawabnya.Kualitas dan kinerja dalam menyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat akan dicapai jika penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat tersebut dikelola dengan baik sesuai dengan standard dan pedoman penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat, dan peningkatan mutu dan kinerja yang berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat harus memperhatikan standar struktur, standar proses penyelenggaraan, dan standar hasil. Indikator kinerja upaya kesehatan masyarakat perlu ditetapkan, distandarkan, dan diukur secara periodik, dianalisis sebagai dasar untuk melakukan upaya perbaikan mutu dan kinerja yang berkesinambunganUntuk dapat mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang paripurna, dan melayani seluruh peserta secara adil, merata, berkualitas dan memuaskan, maka pelayanan kesehatan perseorangan yang diselenggarakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat PertamaFKTP melalui kerjasama dengan BPJS Bidang Kesehatan, harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. . Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang lainFKTP sebagai Gate Keeper dalam pelayanan kesehatan tersebut melakukan proses penjaringan pasien, agar pelayanan kesehatan perseorangan dapat diberikan secara benar dan tepat sesuai tingkat kebutuhannya. Puskesmas, klinik dan praktik dokter/dokter gigiFKTP sebagai Gate Keeper selain sebagai pemberi layanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, juga akan difungsikan sebagai salah satu simpul dalam satu sistem rujukan kesehatan perseorangan di tingkat kabupaten/kota yang dapat difungsikan secara mantap dan berkesinambungan. Fasilitas Kesehatan Tingkat PertamaFKTPyang berfungsi dengan baik, akan dapat memberikan jaminan untuk tersedianya sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang paripurna, adil, merata, berkualitas serta memuaskan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang diberikan, sehingga layananrujukan kesehatan perseorangan dapat diselenggarakan secara berkesinambungan dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang paripurna.Sesuai tahapan dan tingkat perkembangannya, maka upaya peningkatan mutu dan manajemen pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan, perlu dirancang dengan tujuan pencapaian yang pasti, yaitu standar pelayanan yang ditetapkan. yang Ssecara berkesinambungan harus akan terus ditingkatkan untuk mencapai satu tingkat kualitas pelayanan yang sesuai dengan standar sebagaimana diharapkan.Akreditasi adalah suatu proses penilaian dalam rangka pengakuan telah memenuhi standar yang telah ditentukan. Akreditasi merupakan langkah kedua dari 3 (tiga) langkah dalam program quality assurance. Program quality assurance terdiri atas:1. Standarisasi, meliputi kriteria yang terukur (measurable) danindikator dengan standar pencapaian dan satuan waktu (time-frame) yang jelas.2. Akreditasi, dilakukan setelah fasilitas kesehatan membangun sistem mutu dan penyelenggaraan upaya kesehatan, mempersiapkan diri untuk akreditasi, dan siap untuk dinilai setelah melaksanakan penilaiandiri (self-assessment). 3.Kegiatan mutu berkesinambungan (contiuous quality improvement), dengan mempergunakan kaidah mutu (Plan-Do-Check-Action) dalam rangka mempertahankan dan atau meningkatkan mutu.Untuk melakukan penilaian melalui akreditasi, akan lebih baik kalau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat PertamaFKTPterlebih dahulu dipersiapkan, dengan menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada. Manajemen Mutu (Quality Management) adalah seluruh aktivitas kegiatan fungsi manajemen dari kebijakan, tugas dan tanggung jawab yang dituangkan dalam bentuk perencanaan mutu (quality planning), kendali mutu (quality control), jaminan mutu (quality assurance) dan peningkatan mutu (quality improvement), serta kendali biaya dalam suatu sistem mutu.Mutu dapat ditinjau dari berbagai perspektif, baik dari perspekstif penerima pelayanan kesehatan, pengelola program kesehatan, profesi tenaga pelaksana pelayanan kesehatan, dan penyandang dana, maupun pembuat dan pelaksana kebijakan pelayanan kesehatan, dalam hal ini khususnya pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sistem mutu itu sendiri terdiri atas tiga komponen yakni struktur, proses dan hasil (outcome) yang sama pentingnya, saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu perlu kualifikasi penguasaan materi mutu bagi pimpinan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pembinanya serta manajer mutu (quality manager). Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan semakin meningkatnya tuntutan pengguna jasa layanan kesehatan akan mutu,keselamatan serta biaya, maka prinsip-prinsip good corporate governance (dalam hal ini mencakup Health Center governance dan Clinical governance), yakni keterbukaan (transparency),tanggap (responsiveness) dan dapat dipertanggung-jawabkan (accountable) akan semakin menonjol, serta mengedepankan efisiensi dan efektifitas suatu pelayanan. Istilah efisiensi akan sangat berhubungan erat antara masukan dan proses,sedangkan efektifitas akan berhubungan dengan proses dan hasilnya. Efisiensi dapat digolongkan pada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi produksi/hasil (productive efficiency) dan efisiensi alokatif (allocative/societal efficiency) termasuk didalamnya bidang market dan kesehatan. Oleh karena itu saat ini dibutuhkan tidak hanya doing things right, akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen doing the right things, (dikenal sebagai increasing effectiveness) sehingga kombinasi keduanya disebut sebagai prinsip manajemen layanan modern doing the right things right, sebagaimana digambarkan berikut ini:

Gambar 1. Evolusi Prinsip ManajemenDoing the right things right tidaklah cukup, tetapi harus dibiasakan sehingga terjadi system default dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perseorangan. Oleh karena itu prinsip yang digunakan adalah doing the right things right by default, lakukan sesuatu yang bernar dengan benar sebagai suatu kebiasaan.

Evolusi Prinsip ManajemenPerkembangan akan mutu itu sendiri dari cara (1) inspection, (2) quality control, (3) quality assurance sampai ke (4) total quality (Management & Services), sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan ilmu. Jepang menggunakan istilah quality control untuk seluruhnya, sedangkan di Amerika memakai istilah continuous quality Improvement untuk total quality dan Inggris memakai istilah quality assurance untuk quality assurance, continuous quality improvement maupun untuk total quality (Management & Services) dan tidak membedakannya.

Gambar 2. Skechema Sederhana Perkembangan MutuEvolusi perkembangan mutu itu sendiri berasal dari bidang industri pada akhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh di masa Perang Dunia Pertama (PD I). Pada waktu itu industri senjata menerapkan kaidah inspection dalam menjaga kualitas produksi amunisi dan senjata. Kemudian Shewart mengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidah statistik sebagaiquality control serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D-S-A (Plan, Do, Study, Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnya Deming sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action). Kaidah PDCA ini menjadi cikal bakal yang kemudian dikenal sebagai generic form of qualitysystem dalam quality assurance.Tatkala Deming diperbantukan ke Jepang dalam upaya memperbaiki dan mengembangkan industri, beliau mengembangkan dengan memadukan unsur budaya Jepang Kaizen dan filosofi Sun Tzu dalam hal benchmarking maupun manajemen dan dikenal sebagai total quality. Sedangkan Total Quality Management/Service (TQM/S) adalah suatu cara pendekatan organisasi dalam upaya meningkatkan efektifitas, efisiensi dan respons organisasi dengan melibatkan seluruh staf manajemen, pemberi pelayanan, dan karyawan-karyawan penunjang, dalam segala proses aktifitas peningkatan mutu untuk memenuhI kebutuhan/tuntutan konsumen pengguna jasa organisasi (Process driven dan customer-focused oriented). Ini merupakan tingkat tertinggi upaya organisasi tersebut dalam mencapai tingkat kualitas tinggi dengan berorientasi pada pelanggan, yang dalam WHA 2008 tentang Revitalisasi Primary Health Care(PHC), disebutkan sebagai people centred. Secara ringkas ada 5 struktur komponen utama dalam Total Quality Management/Sevice (TQM/S), yakni bagaimana memahami: (1) pelanggan, (2) kepentingan institusi (contoh puskesmas), (3) sistem mutu (quality systems), (4) peningkatan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement) dan (5) instrumen mutu (quality tools).Untuk dapat menguasai TQM/S harus menguasai kaidah/tehnik dari perkembangan mutu itu sendiri dari inspection, quality control dengan seven basic statistics process control/ SPC dan quality assurance dengan ketiga kompenen utamanya yang terdiri setting standards, checking the standards (audit and accreditation) dan continuous quality improvement (CQI). Quality Assurance(QA) adalah tahap ke tiga dan yang paling penting dalam perkembangan mutu suatu institusi/organisasi menuju tingkat yang lebih luas dan tinggi (total quality), dan QA itu sendiri terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut;

1. 1. StandarStandar dibuat berdasarkan kebijakan (policy), tujuan (aims) dan objektif yang telah disepakati bersama dalam institusi tersebut, untuk dijadikan kriteria yang dapat ditinjau dari segi input/struktur, proses dan output/outcome. Untuk bidang kesehatan, Donabedian dengan structure, process dan outcome pada awal tahun 80-an memperkenalkan tentang cara penilaian untuk standar, kriteria dan indikator. Selang beberapa tahun kemudian Maxwell mengembangkan six dimensions of quality. Tehnik Donabedian dan Maxwell ini lebih menitik beratkan tentang hal membuat standar dan penilaiannya (akreditasi) yang merupakan komponen penting dari Quality Assurance.

Gambar 3. Perbandingan Konsep Standar Menurut Donabedian dan MaxwellKonsep Donabedian melalui standardisasi struktur, proses, dan hasil dapat dikombinasikan dengan konsep Maxwell yaitu 6 dimensi mutu yang meliputi: Akses terhadap pelayanan, ekuiti (keadilan), relevan dengan kebutuhan, aksepabilitas terhadap pelayanan, efektifitas, efisiensi dan ekonomi. Dengan demikian dapat disusun indikator-indikator yang bersifat tepat dan andal (relevant and reliable), dapat dipahami (understandable), dapat diukur (measurable), dalam bentuk perilaku (behavioral), dan dapat dicapai (achievable) yang menjadi dasar dalam melakukan upaya perbaikan yang berkesinambungan mengikuti siklus P-D-C-A.Penerapan konsep Donabedian dan Maxwell dimulai dengan perencanaan pelayanan yang berbasis pada kebutuhan masyarakat, pengendalian terhadap proses pelayanan, dan pemeliharaan sistem pelayanan.

2. 2.Instrumen Penilaian Diri (self assessment) dan proses akreditasi:Instrumen self assessment disusun mengacu pada standar akreditasi yang disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, selain akan digunakan sebagai alat ukur yang akan digunakan oleh tim surveyor dari Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk melaksanakan survey akreditasi oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun untuk pendampingan persiapan akreditasi dan pendampingan pasca akreditasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Instrumen ini digunakan juga oleh Puskesmas/Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk melakukan kajian awal, dan untuk menilai perkembangan kondisi Puskesmas/Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama oleh fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri, yang akan dilakukan per tahun, sehingga pada saat akan dinilai Tim Penilai pada periode 3 tahunan, pencapaiannya sudah mampu mencapai tingkat ataupun bahkan melebihi tujuan yang diharapkan.

3. 3.Peningkatan Kualitas Berkelanjutan (Continuous Quality Improvement/(CQI)CQI adalah langkah selanjutnya dalam siklus QA yang merupakan upaya institusi mempertahankan dan atau meningkatkan mutu melalui berbagai kegiatan sesuai standar, kriteria dan indikator, yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu sistem manajemen mutu. CQI merupakan salah satu kunci utama dalam Quality Assurance bila institusi tersebut akan meningkatkan mutu, menuju standar pelayanan tertinggi yang ditetapkan saat itu.

C. IMPLEMENTASIPROGRAM PENINGKATAN MUTU BERKESINAMBUNGAND. Sebagai contoh implementasi program peningkatan mutu berkesinambungan akan dijelaskan penerapan di Puskesmas, yang dapat digunakan juga oleh Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang lainpraktik dokter/dokter gigi sebagai acuan.Pelayanan yang baik, ramah, dan memberikan hasil sesuai dengan tujuan dan harapan dari penggunanya merupakan syarat untuk terbangunnya hubungan berkelanjutan (loyalitas) dari para pengguna pelayanan kesehatan di Puskesmas dalam memanfaatkan pelayanan sampai terpenuhi kebutuhannya, baik sebagai pengguna pelayanan kesehatan perseorangan maupun sebagai target sasaran upaya kesehatan yang prioritas. Luaran atas hasil pelayanan teknis yang berkualitas antara lain pada individu: penyakit dapat disembuhkan, persalinan berjalan dengan selamat baik ibu dan bayinya, sedangkan pada pelayanan kesehatan masyarakat, masalah kesehatannya dapat teratasi, tumbuh-kembang Balita di posyandu berhasil baik, Case Detection Rate dan Cure Rate program P2TB tercapai sesuai target.Proses pelayanan yang bermutu, membuat pengguna merasa diperhatikan dan dilayani dengan baik sehingga bila kedua-duanya diperoleh sesuai dengan harapan, para pengguna pelayanan akan mempunyai kesan bahwa layanan di puskesmas memang baik, dan bila pelayanan diberikan dengan baik, ramah, dan penuh perhatian, maka pengguna akan merasa puas atas layanan yang diterima.

Layanan yang customized merupakan layanan yang berorientasi pada pelanggan (people centred), yang dengan beragamnya kondisi masyarakat tidak akan sama, terutama pada masyarakat yang heterogen. Tuntutan masyarakat pengguna jasa pada pelayanan kesehatan yang bermutu dan memuaskan, dibentuk oleh: a. Tingkat perkembangan masyarakat dari aspek: tingkat pendidikan dan kondisi kondisi kehidupan sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan sosial-spiritual, b. Ada tidaknya alternatif untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu dijangkau. c. Dengan kemampuan menyesuaikan diri pada situasi yang beragam, Puskesmas akan dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama di wilayah kerja tanggung-jawabnya, maupun masyarakat yang dapat menjangkau pelayanannya. Hal ini penting ketika model pembiayaan pelayanan kesehatan perseorangan melalui SJSN diterapkan, dengan puskesmas sebagai salah satu Gate Keeper. Puskesmas dengan konsep wilayah, bertanggung-jawab melayani kesehatan masyarakat yang berada didalamnya, terutama pelayanan kesehatan masyarakat, sedangkan untuk pelayanan kesehatan perseorangan, banyak Puskesmas terutama di perkotaan akan menghadapi pesaing yang juga bekerjasama dengan BPJS dalam melayani masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada kondisi demikian, Puskesmas akan dihadapkan pada pesaing-pesaing dalam pelayanan kesehatan perseorangan. Untuk hal tersebut, maka Puskesmas harus berupaya memenuhi tuntutan masyarakat,dengan pelayanan yang berkualitas dan customized. Dengan keberagaman kondisi masyarakat yang harus dilayani, dapat diperkenalkan beberapa pendekatan berikut ini:

a. Puskesmas sebagai pemberi layanan tunggal di wilayah kerja.Pada kondisi ini, tidak ada fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan dan kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas. Kondisi ini umumnya dijumpai di daerah-daerah tertinggal, terpencil, sangat terpencil, dan daerah yang tidak diminati pemberi layanan kesehatan perseorangan swasta. Selain itu di lokasi tersebut juga tidak banyak perubahan berarti yang dialami masyarakat, yang pada gilirannya membuat masyarakat menuntut terlalu banyak, yang menyebabkan Puskesmas harus mengembangkan sesuatu program secara khusus.Di wilayah seperti ini, Puskesmas seolah memonopoli pelayanan kesehatan perseorangan dan kesehatan masyarakat, karena memang tidak adapesaingnya.pesaing disanaS. Sekalipun kondisinya demikian, pelayanan puskesmas tetap harus diberikan secara berkualitas. Walaupun pelayanan yang diberikan minimal (bahkan sangat minimal), sepanjang tetap dilakukan secara bertanggung-jawab sesuai standar kualitas, masyarakat disanaakan merasa puas. Metode manajemen mutu yang dilakukan pada tingkat perkembangan ini adalah Inspeksi (inspection), dengan mempertahankan pelayanan tetap mengikuti prosedur. Dengan pendekatan demikian, tanggapan masyarakat pengguna pelayanan puskesmas akan tetap OK saja, dalam arti hampir tidak ada penolakan dari para pengguna jasa, karena memang tidak ada lagi fasilitas lain yang memberikan pelayanan, sementara puskesmas sudah melayani dengan baik, dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat disana.

b. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, disamping Puskesmas.Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya walaupun ada, tetapi kemampuannya masih belum melebihi kemampuan Puskesmas dalam melayani masyarakat, kalaupun akan disebut sebagai pesaing dengan situasinya yang sudah mulai terasa terganggu (interrupted) oleh kehadiran fasilitas lainnya dalam menarik pengunjung Puskesmas. Aliranaliranperpindahan dari masyarakat pengguna jasanya belum nyata benar, sehingga tingkat persaingan dianggap masih ringan-ringan saja. Pada kondisi ini, Puskesmas sudah harus melakukan Quality Control (QC), untuk selalu memantau proses dan kualitas pelayanannya, kalau tidak ingin ditinggalkan masyarakat. Masyarakat yang meninggalkan pelayanan Puskesmas, bukan berarti juga akan memperoleh layanan yang benar-benar berkualitas sebagaimana seharusnya, karena seringkali kenyamanan yang diberikan tidak menyentuh kebutuhan kesehatan yang sebenarnya, sehingga outcome layanan belum pasti akan tercapai. Karenanya untuk menghindarkan larinya masyarakat dari Puskesmas, proses pelayanan perlu diawasi / dikontrol agar para pemberi layanan dapat memenuhi standar teknis dan standar fungsionalnya dapat dipertanggung-jawabkan. Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Quality Control (QC).

c. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dengan kinerja cukup bagus.Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas sudah dapat menarik perhatian masyarakat pengguna jasa, sehingga perpindahan dalam mencari pelayanan sudah tampak jelas. Kalau kondisi ini dianggap sebagai suatu persaingan, maka tingkat persaingannya dianggap sudah cukup berat (complicated), sehingga Puskesmas harus memastikan bahwa layanan yang disediakan memang benar-benar berkualitas. Peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas dilakukan agar Puskesmas tidak semakin kehilangan pengunjung / pelanggannya, bahkan bilamana mampu harus dapat memperbaiki posisinya dalam peta persaingan di wilayah kerjanya sendiri. Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Quality Assurance (QA), dimana Puskesmas berani menyatakan dan menjamin bahwa pelayanannya memang berkualitas. Puskesmas di daerah perbatasan negara tetangga minimal harus berada pada kondisi seperti ini, sehingga Puskesmas di perbatasan harus menerapkan pendekatan kualitas dengan metode QA.

d. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dengan kinerja yang bagus.Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas sudah semakin menarik perhatian masyarakat pengguna jasa karena kemampuannya melayani sesuai dengan tuntutan dari para pengguna jasa. Kalau pada situasi demikian Puskesmas tidak melakukan perubahan dalam memberikan layanan, maka perpindahan pengguna jasa dalam mencari pelayanan akan semakin meningkat jelas. Kalau kondisi ini dianggap sebagai suatu persaingan, maka tingkat persaingannya sudah cukup berat/hebat (sophisticated),Pada kondisi ini, Puskesmas harus memastikan bahwa layanan yang disediakan memang benar-benar berkualitas, dengan biaya (cost) yang mampu bersaing, dan memperlakukan para pengguna jasanya dengan sangat customized, sesuai dengan tuntutan para pengguna jasanya. Untuk menuju kemampuannya tersebut, Puskesmas harus melibatkan pihak pengelola (manajemen) Puskesmas, dalam hal ini adalah para penanggung-jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas secara keseluruhan. Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total Quality Management (TQM).

e. Banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan lain dengan kinerja sangat bagus.f. Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas sudah semakin banyak seperti misalnya di kota-kota besar, dengan keberagaman pelayanan. Kalau tidak secara tegas diatur, maka fasilitas pelayanan kesehatan rujukan dapat saja melakukan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang sebenarnya bukan porsinya. Pada kondisi demikian, tidak jelas lagi pembagian peran dalam penyelenggaraan pelayanan, sehingga dapat saja fasilitas kesehatan rujukan memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama,disampa\ing porsinya memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat kedua atau ketiga. Masyarakat pengguna jasa di sekitar lokasi keberadaan fasilitas kesehatan non puskesmas tersebut, dengan kemampuan finansialnya dapat secara bebas memilih fasilitas mana yang dapat memuaskannya, yaitu fasilitas kesehatan yang mampu memberikan hasil (outcome) yang jelas sekalipun hanya untuk kebutuhan pelayanan tingkat pertama. Fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang memiliki kemampuandan kemauan melayani pelanggan dengan sangat baik, akan menjadi tempat pilihan masyarakat mampu untuk mencari pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sekalipun untuk masalah-masalah kesehatan non spesialistis. Pengguna pelayanan akan puas, jika fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat melayani secara berkualitas, baik secara teknis dalam mencapai tujuan pelayanan, maupun secara personal dapat memenuhi harapan. Pada situasi demikian kalau Puskesmas tidak melakukan perubahan dalam memberikan layanannya (services) dalam berbagai aspeknya, maka Puskesmas hanya akan dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang mempunyai jaminan kesehatan masyarakat bagi orang-orang miskin saja. Kesan bahwa Puskesmas adalah tempat pelayanan bagi orang miskin seolah-olah menjadi terbukti, sementara orang-orang mampu tidak akan memanfaatkan pelayanannya. Hal ini akan dapat dibuktikan ketika BPJS melakukan menilai utilisasi dan melakukan survei kepuasan pelanggan, dalam rangka mengevaluasi pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai PPK yang ditunjuk. Pada kondisi lingkungan dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang banyak dan beragam dianggap sebagai suatu peta persaingan bagi puskesmas, maka tingkat persaingan disini sudah cukup kacau/chaos. Untuk hal tersebut maka Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, harus mampu mengetahui value yang diharapkan pelanggan atas pelayanan Puskesmas, menyusun strategi pemasaran, membuat seluruh karyawan Puskesmas menyadari akan posisi Puskesmas dalam persaingan, meninjau kembali proses pelayanan, dan secara terus menerus memantau hasilnya. Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total Quality Services (TQS)Model pendekatan manajemen mutu sebagaimana dijelaskan diatas, akan sangat bermanfaat untuk dipelajari secara lebih mendalam, apalagi model pendekatan pelayanan sesuai Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang BPJS telah diterapkan sejak awal tahun 2014, karena baik peserta Jaminan Kesehatan maupun pengelolanya yaitu BPJS akan memilih institusi yang mampu memberikan layanan terbaik dan memuaskan para pengguna jasanya. Untuk hal tersebut bukan hanya kemampuan teknis yang berkualitas yang akan menjadi pilihan pengguna jasa, akan tetapi juga kemampuan melayani dengan hubungan interpersonal yang baik dan berkualitas, sehingga dapat membangun citrayang baik, disamping layanan yang berhasil memberi luaran klinis yang optimal.

BAB IVLANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN AKREDITASI

Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan sebenarnya untuk meminimalkan adanya variasi proses dalam sistem pelayanan. Variasi proses adalah suatu perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam pelaksanaan suatu proses yang sama. Variasi proses tersebut berakibat pada hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan yang akhirnya bermuara pada ketidak puasan pasien atau pengguna. Variasi proses tersebut terjadi sebagai akibat dari proses atau sistem tidak diukur dengan baik, tidak dimonitor dengan baik, tidak dikendalikan dengan baik, tidak dipelihara dengan baik, tidak disempurnakan secara berkesinambungan, dan tidak didokumentasikan dengan baik.Untuk meminimalkan variasi proses maka perlu dilakukan pengukuran terhadap sistem pelayanan melalui ditetapkannya indikator dan standar kinerja, pengendalian dengan ditetapkan aturan internal yang berupa kebijakan, pedoman, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Dengan menggunakan indikator, standar, pedoman, serta standar prosedur operasional maka dapat dilakukan monitoring terhadap sistem pelayanan. Pemeliharaan dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata graha dengan berpedoman pada 5 R: Ringkas, Rapih, Resik, Rawat, Rajin, sedangkan penyempurnaan sistem atau proses pelayanan dilakukan dengan menerapkan Continuous Quality Improvement yang mengikuti siklus Plan Do Check Action.Oleh karena itu perlu dibangun suatu sistem yang mengarahkan Puskesmas, Klinik, dan praktik dokter/dokter gigi untuk melakukan pengukuran, monitoring, pengendalian, pemeliharaan, penyempurnaan yang berkelanjutan, dan pendokumentasian yang baik. Sistem tersebut disebut dengan Sistem Manajemen Mutu. Dengan adanya sistem manajemen mutu yang berjalan dengan baik, maka akan memandu sistem pelayanan di Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi untuk mematuhi standar, pedoman, dan peraturan-peraturan yang berlaku dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Kedua sistem tersebut, yaitu sistem manajemen mutu, dan sistem pelayanan klinis dan sistem pengelolaan upaya kesehatan masyarakat di puskesmas perlu dibakukan dan dilaksanakan. Akreditasi akan menilai apakah kedua sistem tersebut berjalan dengan baik. Dengan demikian langkah awal dalam persiapan akreditasi adalah membangun dan membakukan sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.A. Langkah-langkah penyiapan akreditasi.Penyiapan Akreditasi1. Langkah Persiapan Akreditasi PuskesmasPuskesmas yang akan diakreditasi ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi Puskesmas dan/atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Lokakarya di Puskesmas minimal selama dua hari efektif untuk menggalang komitmen dan pengenalanawal tentang Standar dan Instrumen Akreditasi, pembentukan Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas, dan pembentukan Kelompok Kerja, yaitu Kelompok Kerja Administrasi dan Mmanajemen, Kelompok Kerja Upaya PuskesmasKesehatan Masyarakat, dan Kelompok Kerja Pelayanan KlinisUpaya Kesehatan Perseorangan.b. c. Pendampingan di Puskesmas berupa pelatihan pemahaman standardan instrument yang diikuti oleh seluruh karyawan Puskesmas untuk memahami secara rinci standar dan instrument akreditasi Puskesmas dan persiapan self-assessment.d. e. Pelaksanaan self-assessment oleh Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas f. g. Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas melakukan pembahasan hasil self assessment bersama Tim Pendamping Akreditasi dan menyusun Rencana Aksi untuk persiapan akreditasi.h. i. Penyiapan Dokumen Akreditasi, dengan tahapan: 1) Identifikasi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan oleh standar akreditasi,2) Penyiapan tata naskah penulisan dokumen termasuk didalamnypengendalian dokumen akreditasi yang meliputi pengaturan tentang kewenangan pembuatan, pemanfaatan dan penyimpanan seluruh dokumen puskesmas.3) Penyiapan dokumen akreditasi a) dokumen internal, meliputi : surat-surat keputusan pedoman mutu pedoman-pedoman yang terkait dengan pelayanan kerangka acuan standar prosedur operasional (SPO) rekam implementasi (dokumen sebagai bukti telusur). b) dokumen eksternal yang perlu disediakanc) Penyiapan dokumen sebagai regulasi internal tersebut membutuhkan waktu lebih kurang 4 bulan. Selama penyiapan dokumen dilakukan pendampingan lebih kurang 3 sampai dengan 5 kali @ 2 hari

j. Penataan sistem manajemen dan sistem penyelenggaraan UKM dan UKP. (pelayanan klinis)k. l. Setelah dokumen yang merupakan regulasi internal disusun, berikut dengan program-program kegiatan yang direncanakan, maka dilakukan implementasi sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan program kegiatan yang direncanakan. Pelaksanaan kegiatan implementasi tersebut diperkirakan dilaksanakan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 6 bulan, dengan pendampingan 3 sampai dengan 5 kali @ 2 hari.

m. Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi, untuk mengetahui kesiapan Puskesmas untuk diusulkan dilakukan penilaian akreditasi.n. o. Pengusulan Puskesmas yang siap diakreditasi dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan rekomendasi hasil Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi.p. 2. Langkah Persiapan Akreditasi Klinik.Klinik yang akan diakreditasi dapatmengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota untuk mendapatkan pendampingan jika dibutuhkan.. Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi dan/atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Lokakarya di Klinik selama dua hari efektif untuk menggalang komitmen dan pengenalan Standar dan Instrumen Akreditasi, pembentukan Panitia Persiapan Akreditasi, dan pembentukan Kelompok Kerja sesuai kebutuhan, misalnya dibentuk kelompok kerja sesuai dengan Bab dari standar akreditasi.b. c. Pendampingan diikuti oleh seluruh karyawan untuk memahami secara rinci standar dan instrument akreditasi dan persiapan self-assessment.d. e. Pelaksanaan self-assessment oleh Panitia Persiapan Akreditasi.

f. Panitia Persiapan Akreditasi melakukan pembahasan hasil self assessment bersama Tim Pendamping Akreditasi dan menyusun Rencana Aksi untuk persiapan akreditasi.g. h. Penyiapan Dokumen Akreditasi, dengan tahapan: 1) Identifikasi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan oleh standar akreditasi,2) Penyiapan tata naskah penulisan dokumen termasuk di dalamnya pengendalian dokumen akreditasi yang meliputi pengaturan tentang kewenangan pembuatan, pemanfaatan dan penyimpanan seluruh dokumen puskesmas.3) 4) Penyiapan dokumen akreditasi a) dokumen internal, meliputi : surat-surat keputusan pedoman mutu pedoman-pedoman yang terkait dengan pelayanan kerangka acuan standar prosedur operasional (SPO) rekam implementasi (dokumen sebagai bukti telusur). b) dokumen eksternal yang perlu disediakanc) Penyiapan dokumen sebagai regulasi internal tersebut membutuhkan waktu lebih kurang 4 bulan. Selama penyiapan dokumen dilakukan pendampingan lebih kurang 3 sampai dengan 5 kali @ 2 hari

i. Penataan sistem manajemen dan sistem pelayanan klinis sesuai dengan analisis hasil self assessmentj. k. Setelah dokumen yang merupakan regulasi internal disusun, berikut dengan program-program kegiatan yang direncanakan, maka dilakukan implementasi sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan program kegiatan yang direncanakan. Pelaksanaan kegiatan implementasi tersebut diperkirakan dilaksanakan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 6 bulan, dengan pendampingan 3 sampai dengan 5 kali @ 2 hari. l. m. Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi, untuk mengetahui kesiapan Klinikagar dapat diusulkan untuk dilakukan penilaian akreditasi.n. o. Pengusulan Klinik yang siap diakreditasi dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan rekomendasi hasil Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi.p. 3. Langkah Persiapan Akreditasi Praktik Dokter/Dokter Gigi.Praktik Dokter/Dokter Gigi yang menjalankan praktik mandiri dapatmengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota untuk mendapatkan pendampingan jika dibutuhkan.. Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi dan/atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Diskusi bersama dengan tim pendamping selama dua hari efektif untuk menggalang komitmen dan pemahaman tentang Standar dan Instrumen Akreditasib. c. Pendampingan diikuti oleh dokter/dokter gigi dengan karyawan yang membantu dokter menjalankan praktik mandiri untuk memahami secara rinci standar dan instrumen akreditasi dan persiapan self-assessment.d. e. Pelaksanaan self-assessment oleh dokter praktik mandiri dan karyawan yang membantu.f. g. Dokter praktik mandiriPraktik Dokter/Dokter Gigi melakukan pembahasan hasil self assessment bersama Tim Pendamping Akreditasi dan menyusun Rencana Aksi untuk persiapan akreditasi.h. i. Penyiapan dokumen yang dipersyaratkan oleh standar akreditasi, terutama prosedur-prosedur pelayanan klinis yang disiapkan selama 3 sampai dengan 4 bulan. Pada saat penyiapan dokumen dapat dilakukan pendampingan 3 kali @ 2 harij. k. Setelah prosedur-prosedur dan program kegiatan untuk perbaikan direncanakan, maka dilakukan implementasi dengan kurun waktu 3 sampai dengan 5 bulan. Pada saat implementasi dapat dilakukan pendampingan 3 kali @ 2 hari. l. m. Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi, untuk mengetahui kesiapan dokter/dokteer gigi agar dapat diusulkan untuk dilakukan penilaian akreditasi.

n. Jika dokter/dokter gigi praktik siap untuk dinilai untuk akreditasi, maka dokter / dokter gigi praktik mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dapat dilakukan survey akreditasi.o. p. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengusulkan untuk dilakukan penilaian akreditasi terhadap praktik dokter/dokter gigi, kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk selanjutnya diteruskan kepada Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Tahapan pendampingan dapat digambarkan seperti tabel di bawah ini:

Tabel 1. Tahapan Pendampingan

NoTahapan persiapanWaktuAgendaKegiatan yang dilakukan Staf PuskesmasKegiatan yang dilakukan pendamping

1Lokakarya2 hari @ 5 jam 60 menitPembahasan Kebijakan akreditasi, konsep akreditasi, penggalangan komitmen Mengikuti secara aktif kegiatan lokakarya dan membuat pernyataan komitmenNarasumber dalam kegiatan lokakarya persiapan

2Pendampingan I2 hari @ 5 jam 60 menitPembahasan standard dan instrument secara rinciMemahami standar, instrument, dan elemen penilaianNarasumber yang menjelaskan standar, dan instrument dan bagaimana langkah-langkah persiapan akreditasi

3Pendampingan II2 hari @ 5 jam 60 menitSelf assessment dan pembahasan hasil self assessmentMelakukan self assessment dan menganalisis dipandu oleh pendampingMemfasilitasi proses self assessment, bersama dengan karyawan puskesmas melakukan analisis hasil self assessment dan menyusun rencana tindak lanjut pendampingan

4Pendampingan III2 hari @ 5 jam 60 menitPembakuan sistem mutu: penyusunan kebijakan, prosedur, pedoman, perbaikan sistem manajemen, sistem pelayanan, penyusunan program-program kegiatanPenyusunan kebijakan, prosedur, pedoman,rencana program kegiatan yang dipersyaratkan.Memperbaiki sistem manajemen: jika perencanaan belum sesuai dengan pedoman PTP, lakukan proses perencanaan mulai dari SMD, MMD, analisis kesehatan masyarakat, dstJika proses monitoring dan evaluasi belum dilakukan dengan baik, susun indicator dan rencana monitoring dan evaluasi.Perbaikan sistem penyelenggaraan UKM: perencanaan program kegiatan UKM, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasiPerbaikan sistem pelayanan klinisMemfasilitasi proses penyiapan untuk akreditasi dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam melakukan pendampingan, sesuai dengan kenyataan yang ada, apakah sistem sudah tertata atau belum tertata.

5Pendampingan IV2 hari @ 5 jam 60 menit(lanjutan)*(Lanjutan)(lanjutan)

6Pendampingan V2 hari @ 5 jam 60 menit(lanjutan)*(lanjutan)(lanjutan)

7Pendampingan VI2 hari @ 5 jam 60 menit(lanjutan)*(lanjutan)(lanjutan)

8Pendampingan VII2 hari @ 5 jam 60 menit(implementasi)Kebijakan, prosedur, pedoman, program kegiatan dilaksanakan, demikian juga pelaksanaan kegiatan UKM dan UKP sesuai dengan yang direncanakanMemfasilitasi proses implementasi, membantu mengatasi masalah atau hambatan dalam implementasi

9Pendampingan VIII2 hari @ 5 jam 60 menit(implementasi)*(lanjutan)(lanjutan)

10Pendampingan IX2 hari @ 5 jam 60 menitAssessment prasurveyMemerankan sebagai puskesmas yang disurvey oleh pendampingPendamping berperan seperti surveyor, melakukan survey simulasi

Keterangan :*) Pendampingan dapat dilaksanakan tanpa melalui tatap mukaseperti melalui telepon, surat elektronik (email), dll.B. Pendekatan dalam pendampingan akreditasi:Dalam melakukan pendampingan akreditasi, beberapa pendekatan dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut:(1) Jikasistem systemsudah berjalan, misalnya sistem systempelayanan pasien mulai dari pendaftaran sampai dengan pasien pulang atau dirujuk, maka yang perlu dilakukan adalah menyempurnakan agar system tersebut berjalan dan dipandu oleh kebijakan dan prosedur sebagaimana dipersyaratkan pada setiap elemen penilaian. Oleh karena itu perhatikan tiap elemen penilaian dan lakukan pemenuhan terhadap apa yang dipersyaratkan oleh elemen penilaian tersebut.(2) Jika sistem systembelum berjalan/tertata dengan baik, maka beberapa pendekatan dapat dilakukan, yaitu:a. Pendekatan sistemsistem system:Pelajari sistem systempelayanan tersebut, misalnya pelayanan laboratorium, bagaimanaapa output dari pelayanan, apa indikator-kinerja yang perlu ditetapkan, bagaimana tahapan proses pelayanan tersebut, bagaimana pemenuhan sumber daya (input). Dengan melakukan kajian terhadap output, proses, dan sumber daya, maka lakukan fasilitasi dalam membangun proses pelayanan: bagaimana proses pelayanan akan dibangun atau ditata, dan bagaimana proses pengendalian dan peningkatan mutu terhadap proses pelayanan tersebut.

b. Pendekatan dengan melihat hirarki dokumen:

Gambar 4. Hirarki DokumenPendekatan dengan memperhatikan struktur dokumen diawali dengan penyusunan kebijakan yang dipersyaratkan, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan pedoman/panduan untuk melaksanakan kebijakan tersebut, dan susun prosedur-prosedur yang dibutuhkan dan dipersyaratkanuntuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada pada pedoman/panduan, lakukan implementasi dan rekam proses dan hasil implementasi serta tindak lanjutnya. Jika dipersyaratkan dalam standar akreditasi adanya program kegiatan terkait dengan pelayanan tersebut, misalnya pada pelayanan laboratorium dipersyaratkan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, maka susun rencana program peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan laboratorium, implementasikan, catat proses dan hasilnya, lakukan monitoring dan evaluasi, serta tindak lanjut.

Contoh untuk pelayanan farmasi:1). Susun kebijakan pelayanan farmasi, yang berisi: Kebijakan peresepan obat (termasuk peresepan obat narkotika dan psikotropika) kebijakan pelayanan obat rawat inap dan rawat jalan kebijakan penyediaan dan penggunaan obat kebijakan pengendalian dan penilaian penyediaan dan penggunaan obat kebijakan pelayanan obat 7 hari 24 jam pada puskesmas dengan rawat darurat kebijakan persepan obat sesuai formularium Kebijakan penyediaan obat sesuai formularium Kebijakan penanganan obat kedaluwarsa Kebijakan tentang efek samping obat, riwayat alergi, obat yang dibawa pasien rawat inap Kebijakan monitoring efek samping obat Kebijakan pengendalian pengawasan penggunaan psikotropika dan narkotika Kebijakan penyediaan obat emergensi Kebijakan jika terjadi kesalahan pemberian obat dan pelaporannya (KTD, KNC, dsb) 2). Susun pedoman pelayanan farmasi, yang berisi:a). Pendahuluan: latar belakang, ruang lingkup, landasan hukumb). Pengorganisasianc). Standar ketenagaand). Standar fasilitase). Tata laksana pelayanan farmasi: peresepan obat pelayanan obat pengadaan obat penyimpanan obat distribusi obat monitoring dan penilaian thd penggunaan dan penyediaan obat pencegahan dan penanganan obat kadaluwarsa pelayanan dan penyimpanan obat psikotropika dan narkotika rekonsiliasi obat monitoring efek samping obat penyediaan dan penggunaan obat emergensif). Logistik pelayanan obatg). Kendali mutu pelayanan farmasi dan Keselamatan pasienh). Keselamatan kerja karyawan farmasii). Penutup

3). Susun prosedur-prosedur (SOP) yang dibutuhkan/dipersyaratkan, antara lain: SPO peresepan obat (termasuk peresepan obat narkotika dan psikotropika) SPO pelayanan obat rawat inap dan rawat jalan SPO penyediaan dan penggunaan obat SPO pengendalian dan penilaian penyediaan dan penggunaan obat SPO pelayanan obat 7 hari 24 jam pada puskesmas dengan rawat darurat SPO monitoring persepan obat sesuai formularium SPO penanganan obat kedaluwarsa SPO penanganan efek samping obat, riwayat alergi, obat yang dibawa pasien rawat inap SPO monitoring efek samping obat SPO pelayanan obat psikotropika dan narkotika SPO pengendalian pengawasan penggunaan psikotropika dan narkotika SPO jika terjadi kesalahan pemberian obat dan pelaporannya (KTD, KNC, dsb) 4) Susun Rencana program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di farmasi, yang meliputi:a) Pendahuluanb) Latar belakangc) Pengorganisasian tim mutu dan keselamatan pasien di farmasid) Tujuan dan sasarane) Kegiatan pokok: penilaian kinerja dan mutu pelayanan farmasi (mulai dari penetapan indikator,pengumpulan indikator, analisis, dan tindak lanjut) monitoring kejadian efek samping obat dan tindak lanjutnya monitoring kejadian kesalahan pemberian obat dan tindak lanjutnya penyusunan formularium obat, monitoring peresepan obat sesuai formularium dan revisi formularium pengelolaan risiko pelayan obat pendidikan staf tentang mutu dan keselamatan pasienf) Penjadualang) Evaluasi pelaksanaan kegiatan sesuai jadual yang direncanakan dan pelaporannyah) Pencatatan, pelaporan dan evaluasii) 5) Lakukan Implementasi dan tindak lanjut lengkap dengan rekam implementasinya, antara lain:a). Bukti pelaksanaan SPO dalam kegiatan pelayananb). Bukti monitoring pelaksanaan SPO, hasil monitoring dan tindak lanjutnyac). Bukti pelaksanaan kegiatan sesuai dengan penjadualan program dan hasil-hasil serta tindak lanjutnya

c. Pendekatan khusus untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien (Bab III, VI, IX):1). Susun kebijakan mutu puskesmas dan keselamatan pasien2). Tetapkan penanggung jawab mutu 3). Susun tim mutu Puskesmas dan keselamatan pasien4). Susun Rencana Program mutu puskesmas dan keselamatan pasien (Quality Plan), yang memuat, antara lain:a). Program mutu manajerial: Penilaian kinerja manajerial Audit internal Penilaian kontrak kerja manajerial Penilaian kinerja SDM non Klinis Diklat mutu untuk karyawan puskesmasb). Program mutu UKM: Penilaian kinerja tiap UKM Pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan mutu UKM melalui survey, SMD, dan MMD Pencapaian sasaran MDGs

c). Program mutu klinis: Penilaian kinerja klinis Penilaian pencapaian sasaran keselamatan pasien Penilaian kinerja dan perilaku SDM Klinis dan rekredensial Penyusunan dan monitoring pelaksanaan Pedoman Praktik klinis Pelaporan dan tindak lanjut jika terjadi KTD, KNC, KTC, KPC Penyelenggaraan diklat mutu dan keselamatan pasien untuk praktisi klinis Penerapan manajemen risiko pada area prioritas Peningkatan mutu dan keselamatan pasien pelayanan laboratorium Peningkatan mutu dan keselamatan pasien pada pelayanan obat Peningkatan mutu dan keselamatan pasien pada pelayanan radiodiagnostik Evaluasi kontrak kerja klinis (PKS klinis) Penyusunan SPO/Panduan/Pedoman termasuk Panduan Praktik klinis, pelaksanaan dan monitoringnya5). Lakukan implementasi program mutu dan keselamatan pasien6). Lakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien7).Lakukan pelaporan dan diseminasi hasil pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien

d. Pendekatan proses manajemen, yaitu Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, Pengendalian, dan Evaluasi (Planning, Organizaing, Actuating, Controlling, Evaluating). : Pendekatan proses manajemen dapat diterapkan untuk Bab I, II, IV, dan V, melalui tahapan:1). Susun Perencanaan melalui proses pemberdayaan masyarakat (SMD, MMD, Musrenbang, minilokakarya dsb)2). Susun Pengorganisasian3). Bagaimana Pelaksanaannya (Actuating): susun kebijakan susun SOP laksanakan kegiatan sesuai rencana dan SOP lakukan koordinasi dan komunikasi dalam pelaksanaan kegiatan lakukan monitoring dalam pelaksanaan kegiatan4). Lakukan pengendalian5). Lakukan Evaluasi dan tindak lanjut

C. Pendampingan Pasca Akreditasi :Pendampingan pasca akreditasi dilakukan setiap 6 bulan 1 tahun sekali oleh Tim Pendamping Akreditasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Kepala Dinas Kabupaten/Kota menugaskan Tim Pendamping Akreditasi untuk menyusun jadual dan melaksanakan kegiatan pendamping pasca akreditasi bagi Puskesmas, klinik, praktik dokter/dokter gigi praktik yang telah dilakukan survesurvei y akreditasi. 2. Tim Pendamping Akreditasi melakukan pendampingan sesuai dengan rekomendasi dari surveior akreditasi setiap enam bulan sekali untuk Puskesmas, klinik, praktik dokter/dokter gigi yang telah lulus akreditasi, sedangkan untuk yang belum lulus, dapat dilakukan pendampingan lebih dari satu kali sesuai dengan kebutuhan.3. Tim Pendamping Akreditasi melaporkan hasil pendampingan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap kali selesai keseluruhan proses pendampingan. Untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang belum lulus akreditasi, setelah pendampingan dan dinyatakan siap oleh tim pendamping dapat diusulkan untuk penilaian ulang.

BAB IVPENUTUPPedoman pendampingan ini dapat digunakan sebagai acuan bagi Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam mempersiapkan pelatihan pelatih pendamping akreditasi, Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Pelatihan Kesehatan, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota i dalam menyiapkan pelatihan pendamping akreditasi, dan para pendamping di Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pendampingan di Puskesmas maupun Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang lain.Pendamping perlu menyusun tiap tahapan pendampingan dengan agenda yang jelas dan target yang akan dicapai, dengan harapan proses pendampingan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.Pedoman pendampingan ini dapat juga digunakan oleh Kepala Puskesmas/Klinik dan praktik dokter praktik mandiridokter/dokter gigi untuk mempersiapkan diri dalam membangun sistem systemmanajemen mutu dan sistem systempelayanan agar memenuhi standar akreditasi FKTP melalui pentahapan yang terencana dan sistematis.

LAMPIRAN.1. KurikulumPelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi PuskesmasFKTP. 2. Kurikulum Pelatihan Pendamping Akreditasi.( di Provinsi).3. Pedoman Lokakarya Persiapan Akreditasi di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.4. Pedoman Lokakarya Persiapan Akreditasi di Puskemas.5. Pedoman Pertemuan Tinjauan Manajemen.6. Audit Mutu Internal, Prosedur dan formulir Audit Mutu Internal.

21