pedoman pelayanan igd

74
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD CENGKARENG

Upload: titis-wika

Post on 17-Feb-2016

320 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

akreditasi

TRANSCRIPT

PEDOMAN PELAYANANINSTALASI GAWAT DARURAT

RSUD CENGKARENG

RSUD CENGKARENGJl. Kamal Raya, Bumi Cengkareng Indah, Cengkareng Timur Jakarta Barat 11730

Telp : (021) 54372874 (hunting), Fax : (021) 5442693

Email : [email protected]

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPelayanan kesehatan kegawatdaruratan (dalam keadaan emergency)

sehari – hari adalah hak asasi manusia / hak setiap orang dan merupakan

kewajiban yang harus dimiliki oleh semua orang.

Pelayanan dan pertolongan kasus gawat darurat di rumah sakit, dewasa

ini semakin meningkat jumlahnya, sebagai akibat dari modernisasi hasil

pembangunan, sarana pengangkutan, kepadatan penduduk, lingkungan

pemukiman serta kemajuan teknologi di segala bidang.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah garda terdepan dalam

pelaksanaan pelayanan medis di suatu rumah sakit, sekaligus suatu unit kerja

yang bertanggungjawab terhadap tatalaksana kasus kegawatdaruratan dan

bencana.

Memiliki begitu kompleksnya manajemen kasus kegawatdaruratan, serta

begitu besarnya resiko dan ancaman pada keselamatan nyawa pasien. Bila

terjadi akibat mismanajemen / penundaan tindakan medis. Maka dalam hal ini

IGD dituntut secara sistem memiliki kesiapan pelayanan yang komprehensif

dalam melakukan tatalaksana kasus tersebut diatas. Hal diatas harus

dicerminkan dengan tersedianya layanan kegawatdaruratan secara terus

menerus (24 jam), serta pemberian layanan sesuai standar yang berlaku.

Buku pedoman pelayanan ini disusun dengan harapan dapat menjadi

pedoman bagi unit terkait dalam melaksanakan manajemen pelayanan,

khususnya pada Instalasi Gawat Darurat RSUD Cengkareng.

Sistematika penyusunan pedoman pelayanan ini meliputi berbagai sub

pembahasan, meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Ruang Lingkup

C. Batasan Operasional

D. Landasan Hukum

BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia

B. Distribusi ketenagaan

C. Pengaturan jaga

BAB III STANDAR FASILITAS

A. Denah ruang

B. Standar fasilitas

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

Pendaftaran

A. Sistem komunikasi

B. Pelayanan triage

C. Informed consent

D. Transportasi pasien

E. Pelayanan false emergency

F. Pelayanan visum et repertum

G. Pelayanan DOA

H. Sistem informasi pelayanan pra rumah sakit

I. Sistem rujukan

a. Alih rawat

b. Pemeriksaan diagnostik

c. Spesimen

BAB V LOGISTIK

BAB VI KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

B. Tujuan

C. Tata laksana keselamatan pasien

BAB VII KESELAMATAN KERJA

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

BAB IX PENUTUP

Sesuai perkembangan IPTEK dan dinamika tuntutan pelanggan,

tentunya kedepannya pedoman pelayanan ini secara periodik perlu dilakukan

evaluasi dan revisi guna penyempurnaan materinya. Untuk hal tersebut

diharapkan adanya saran yang konstruktif dari semua unit kerja / pihak yang

terkait.

B. Ruang Lingkupa. Pengertian

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah unit pelayanan Rumah Sakit yang

memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian

dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai disiplin

pelayanan / multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi.

b. Tujuan Pelayanan

- Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat

hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat

sebagaimana mestinya

- Menerima rujukan / merujuk penderita gawat darurat melalui sistem

rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai

- Melakukan pertolongan korban musibah massal dan bencana yang

terjadi di dalam maupun diluar rumah sakit

- Mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan penanggulangan

penderita gawat darurat melalui pendidikan dan menyelenggarakan

berbagai kursus yang berhubungan dengan pengetahuan dan

keterampilan bantuan hidup dasar (Basic Life Support)

c. Standar Klasifikasi Pelayanan

RSUD Cengkareng adalah rumah sakit umum tipe B non pendidikan.

Sesuai standar klasifikasi Depkes RI maka IGD RSUD Cengkareng adalah

tergolong Instalasi Gawat Darurat Bintang III.

C. Batasan Operasionala. Kriteria pasien yang ditangani :

1. Pasien Gawat Darurat

Pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi

gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi

cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya

2. Pasien Gawat Tidak Darurat

Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan

darurat, misalnya kanker stadium lanjut

3. Pasien Darurat Tidak Gawat

Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam

nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal

4. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat

Misalnya pasien dengan ulcus tropium, TBC kulit, dan sebagainya

5. Kecelakaan (Accident)

Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya

mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (fisik,

mental, sosial)

Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :

1. Tempat kejadian :

a. Kecelakaan lalu lintas

b. Kecelakaan di lingkungan rumah tangga

c. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan

d. Kecelakaan di sekolah

e. Kecelakaan di tempat – tempat umum lain seperti halnya : tempat

rekreasi, perbelanjaan, di arena olahraga, dll

2. Mekanisme kejadian :

Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat,

terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi

3. Waktu kejadian :

a. Waktu perjalanan (traveling / transport time)

b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain, dll

6. Cedera

Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan

7. Bencana

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau

manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia

kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan

prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan

dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang

memerlukan pertolongan dan bantuan

b. Instalasi Pelayanan Gawat Darurat melakukan pelayanan terus menerus

selama 24 jam

c. Secara prinsip maka IGD hanya melakukan ”primary care” sedangkan

”definitive care” dilakukan pada unit lain dengan cara kerjasama yang baik

d. Penjabaran teknis standar klasifikasi IGD. Sesuai dengan kriteria kelas

rumah sakit, maka IGD RSUD Cengkareng adalah tergolong IGD bintang III

dengan penjabaran sebagai berikut :

Memiliki dokter spesialis empat besar (dokter spesialis bedah, dokter

spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan)

yang siaga di tempat (on-site) dalam 24 jam, dokter umum siaga ditempat

(on-site) 24 jam yang memiliki kualifikasi medik untuk pelayanan GELS dan

atau ATLS + ACLS dan mampu memberikan resusitasi dan stabilisasi

kasus dengan masalah ABC (Airway, Breathing, Circulation) untuk terapi

definitif serta memiliki alat transportasi untuk rujukan dan komunikasi yang

siaga 24 jam.

D. Landasan HukumDalam pelayanan IGD RSUD Cengkareng memiliki landasan hukum sebagai

berikut : 1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

3. UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

4. UU no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

5. UU no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi

6. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran

7. UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

8. UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan

9. UU no 340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit

10.Permenkes no 856 tahun 2011 tentang Standar Fasilitas IGD

11.Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan

12.PMK no 1691 tahun 2010 tentang keselamatan pasien rumah sakit

13.Keputusan Presiden RI no. 111 tahun 2001 tentang Perubahan dan

Keputusan Presiden no. 3 tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana dan Penangan Pengungsian

14.Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 28/Menkes/SK/IV/1995 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik Korban Bencana

15.Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 979/Menkes/SK/IX/2001 tentang

Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Medik Korban

Bencana dan Penangan Pengungsian

16.Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 462/Menkes/SK/V/2002 tentang Safe

Community (Masyarakat Hidup Sehat dan Aman)

BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

NO NAMA JABATANKUALIFIKASI

KEBUTUHANPENDIDIKAN SERTIFIKASI PENGALAMAN

KERJA

1Kepala Instalasi Gawat Darurat

S1 Kedokteran Umum

PPGD / ATLS / ACLS

5 tahun di Manajemen Rumah Sakit / Institusi Kesehatan

1

1aKepala Ruangan IGD

S1 Keperawatan

PPGD / BLS / BTLS / BCLS Manajemen Keperawatan

1

1b Dokter Jaga IGD Dokter UmumPPGD / ATLS / ACLS

14

1cPerawat Pembimbing ( C.I )

S1 KeperawatanPPGD / BLS / BTLS / BCLS

1

1dPerawat Pelaksana IGD

D3 KeperawatanPPGD / BLS / BTLS / BCLS

40

1ePetugas Administrasi

SLTA sederajat 1

1f Kasir dan MR IGD SLTA sederajat 4

1g Petugas MR IGD SLTA sederajat 4

1h Pembantu Perawat SLTA sederajat 7

1i Staf Ambulance SLTA sederajat 5

1j Petugas Farmasi SAA

Diutamakan yang telah berpengalaman di Bidang Farmasi Perumahsakitan

1

B. Distribusi KetenagaanSesuai dengan target kerja yang ditetapkan dalam RENSTRA RSUD

Cengkareng tahun 2013 - 2018, maka berikut ini diuraikan standar ketenagaan

serta distribusi ketenagaan dimaksud :

a. Kebutuhan

No JabatanKualifikasi

KebutuhanPendidikan Pelatihan

1Kepala Instalasi Gawat

DaruratS2 Kedokteran ATLS, ACLS 1

2 Kepala Ruangan IGD S1 KeperawatanPPGD / BLS /

BTLS / BCLS1

3 Dokter Jaga IGD Dokter Umum ATLS / ACLS 14

4 Perawat Pembimbing (CI) D3 KeperawatanPPGD / BLS /

BTLS / BCLS1

5 Perawat Pelaksana IGD D3 KeperawatanPPGD / BLS /

BTLS / BCLS40

6 Petugas Administrasi D3 1

7 Kasir IGD SLTA sederajat 4

8 Petugas MR IGD SLTA sederajat 4

9 Pembantu Perawat SLTA sederajat 4

10 Staf Ambulance SLTA sederajat 5

10 Petugas Farmasi SAA 1

b. Kondisi saat ini

No Jabatan TersediaKualifikasi

KekuranganPendidikan Pelatihan

1Kepala Instalasi Gawat

Darurat1

Memenuhi

syaratATLS, ACLS

0

2 Kepala Ruangan IGD 1S1

Keperawatan

PPGD / BLS /

BTLS / BCLS0

3 Dokter Jaga IGDDokter

Umum

4Perawat Pembimbing

(CI)1

S1

Keperawatan

PPGD / BLS /

BTLS / BCLS0

5 Perawat Pelaksana IGD 33

S1

keperawatan

D3

Keperawatan

PPGD :

BLS :

BTCLS :

Belum

pelatihan :

6 Petugas Administrasi 1SLTA

sederajat0

7 Kasir IGD 4SLTA

Sederajat0

8 Petugas MR IGD 4SLTA

sederaat

9 Pembantu Perawat 6SLTA

Sederajat0

10 Staf Ambulance 6SLTA

Sederajat0

11 Petugas Farmasi 1 SAA

C. Pengaturan JagaPengertian

Adalah suatu tata cara pengaturan jadwal jaga bulanan dokter IGD RSUD

Cengkareng, agar pelayanan dapat berlangsung dengan tertib, aman dan

bertanggung jawab.

Tujuan

Agar dapat memberikan kejelasan serta keteraturan dokter jaga IGD, serta

kemudahan bagi para petugas IGD dan petugas RSUD Cengkareng yang lain

dalam memberikan pelayanan. Sehingga pelayanan secara keseluruhan dapat

berjalan dengan tertib, lancar dan bertanggung jawab.

Kebijakan

Pengaturan dokter jaga di IGD RSUD Cengkareng disusun dan ditetapkan oleh

Kepala Instalasi Gawat Darurat, dengan mempertimbangkan jam kerja sesuai

peraturan Depnaker, serta dilaksanakan oleh seluruh dokter jaga IGD

Prosedur

1. Kepala IGD memperhatikan jadwal jaga bulan sebelumnya untuk melihat

kelebihan atau kekurangan jam jaga dokter IGD dibulan sebelumnya.

2. Dokter jaga IGD dapat membuat permintaan jadwal jaga selama masih bisa

di akomodir dalam pelayanan IGD.

3. Kepala IGD / perwakilan dokter jaga IGD yang ditunjuk membuat draft

jadwal jaga dokter IGD 1 (satu) minggu sebelum jadwal diberlakukan.

4. Dalam waktu 3 hari setelah adanya draft jadwal jaga, dokter jaga IGD dapat

mengajukan keberatan draft jadwal jaga tersebut, selama dianggap tidak

menggangu kelancaran pelayanan di IGD.

5. Kepala IGD menetapkan jadwal jaga IGD 3 (tiga) hari sebelum jadwal

dilaksanakan.

6. Dokter jaga IGD diwajibkan melaksanakan jadwal jaga yang telah

ditentukan

7. Bilamana dokter yang bersangkutan berhalangan hadir maka 2 (dua) hari

sebelumnya dapat menghubungi Kepala IGD untuk mengajukan dokter jaga

pengganti dengan mengisi form tukar jaga atau form cuti

8. Dokter jaga pengganti menanda tangani kesepakatan menerima tugas jaga

dan selanjutnya bertanggung jawab untuk bertugas di IGD sesuai dengan

kesepakatan dan diketahui oleh Kepala IGD

9. Dokter jaga IGD yang berhalangan hadir secara mendadak wajib

memberitahu dokter jaga IGD yang sedang bertugas untuk meneruskan

tugas jaga IGD sampai dokter jaga di IGD yang menggantikan datang dan

juga memberitahu kepada Kepala IGD.

10.Dokter jaga IGD yang sedang bertugas sanggup meneruskan jaga IGD

bilamana tidak ada seorangpun dokter jaga IGD lain yang sanggup

menggantikan tugas jaga, dan selanjutnya memberitahu kepada Kepala

IGD

Unit Terkait

1. Admission

2. Komite medis

BAB V

STANDAR INVENTARIS FARMASI IGD

No Nama Farmasi Satuan JumlahLE Trolley

1 Abbocath No 14 Pcs 2  

2 Abbocath No 16 PCs 2  

3 Arm Sling S Pcs 1  

4 Arm Sling M Pcs 1  

5 Arm Sling L Pcs 1  

6 Bisturi No 11 Pcs 2  

7 Bisturi No 15 Pcs 2  

8 Blood Set Therumo Pcs 5 1

9 Chromic 2/0 cat-Gut 837 T Pcs 2  

10 Chromic 3/0 G 182 Pcs 2  

11 Condom cath L Pcs 2  

12 Condom Cath M Pcs 2  

13 Condom Cath S Pcs 2  

14 Ecg Electroda anak Pcs 15 6

15 Ecg Electroda Dewasa Pcs 21 12

16 ETT No 2.5 Pcs 1 1

17 ETT No 3 Pcs 2 1

18 ETT No 3.5 Pcs 2 1

19 ETT No 4 Pcs 2 1

20 ETT No 4.5 Pcs 2 1

21 ETT No 5 Pcs 2 1

22 ETT no 5.5 Pcs 2 1

23 ETT No 6 Pcs 2 1

24 ETT No 6.5 Pcs 2 1

25 ETT No 7 Pcs 2 1

26 ETT No 7.5 Pcs 2 1

27 ETT No 8 Pcs 2 1

28 Folley Cath 2way No 6 Pcs 3  

29 Folley Cath 2way No 8 Pcs 3  

30 Folley Cath 2way No 10 Pcs 3  

31 Folley Cath 2way No 12 Pcs 3  

32 Folley Cath 2way No 14 Pcs 3  

33 Folley Cath 2way No 16 Pcs 10 1

34 Folley Cath 2way No 18 Pcs 10 1

35 Folley Cath 2way No 20 Pcs 3  

36 Folley Cath 3way No 22 Pcs 2  

37 Folley Cath 3way No 24 Pcs 2  

38 Gamex No 8 Pcs 5  

39 Instila Jelly 11 ml / Cathejel Pcs 10 1

40 Leucocrepe 3 inch Pcs 4  

41 Leucocrepe 4 inch Pcs 4  

42 Leucocrepe 6 inch Pcs 4  

43 Lomatulle Pcs 60  

44 Makroset (Infus Set Makro) Pcs 200 1

45 Masker N-95 Pcs 5  

46 Mersilk 2-0 W 667 Pcs 2  

47 Mersilk 3-0 W 502 Pcs 2  

48 Mersilk 4-0 W 501 Pcs 1  

49 Micromist Anak Pcs 10  

50 Micromist Dewasa Pcs 10  

51 Mikroset (Infus Set Mikro) Pcs 15 1

52 Nasal Canul Anak Pcs 10 1

53 Nasal Canul Bayi Pcs 10 1

54 Nasal Canul Dewasa Pcs 30 1

55 Needle No 18 Pcs 5  

56 Needle No 23 Pcs 5  

57 Needle No 25 Pcs 20  

58 Needle No 27 Pcs 5  

59 Needle Novofine 30G Pcs 10  

60 Neoflon No 24 Pcs 100 1

61 NGT No 3.5 Pcs 2  

62 NGT No 5 (100cm) Pcs 2  

63 NGT No 8 Pcs 5  

64 NGT No 10 Pcs 5  

65 NGT No 12 Pcs 2  

66 NGT No 14 Pcs 2  

67 NGT No 16 Pcs 5  

68 NGT No 18 Pcs 5  

69 Non Rebreathing Mask Anak Pcs 6 1

70 Non Rebreathing Mask Dewasa Pcs 10 1

71 Perfusor Tubing Pcs 5 1

72 Premilene 2/0 DS 24 B 75cmPCS Pcs 2  

73Premilene 3/0 DS 24 Blue 75cmPCS / Prolene 3/0 W 8684 Pcs 2  

74 Premilene 4/0 DS 19 Blue 75cmPCS Pcs 2  

75Premilene 5/0 DS 16 Blue 45cmPCS / Prolene 5/0 W 8006T Pcs 2  

76 Simple Mask Anak Pcs 3 1

77 Simple Mask Dewasa Pcs 3 1

78 Spuit 1 cc tuberculin Therumo Pcs 30 5

79 Spuit 10cc Therumo Pcs 30 5

80 Spuit 20cc Therumo Pcs 10 2

81 Spuit 3 cc Therumo Pcs 100 5

82 Spuit 5 cc Therumo Pcs 30 5

83 Spuit 50 cc Cath Tip Therumo Pcs 5 1

84 Spuit 50 cc Therumo Pcs 5 1

85 Stifneck Collar Dewasa Pcs 1  

86 Stifneck Collar Pediatric Pcs 1  

87 Suction Catheter No 10 Pcs 3 1

88 Suction Catheter No 12 Pcs 3 1

89 Suction Catheter No 14 Pcs 3 1

90 Suction Catheter No 6 Pcs 3 1

91 Suction Catheter No 8 Pcs 6 1

92 Surgical gloves No 6.5 Pcs 15 1

93 Surgical gloves No 7 Pcs 10 1

94 Surgical gloves No 7.5 Pcs 10 1

95 Three way stop cock buntut Pcs 20 1

96 Urine Bag Pcs 20  

97 Venflon 2 No 18 G Pcs 100 1

98 Venflon 2 No 20 G Pcs 100 1

99 Venflon 2 No 22 G Pcs 100 1

100 Wing Needle No 21 Pcs 4  

101 Wing Needle No 23 Pcs 4  

102 Wing Needle No 25 Pcs 4  

103 Adona AC Amp 50 mg/10 ml Amp 3  

104 Aminophyllin amp 24 mg/ml 10ml Amp 5 2

105 Asam traneksamat 250 mg/2ml Amp 10  

106 Atropin sulfas amp 0.25 mg/ml 2ml Amp 100 10

107 Bricasma Amp Amp 10  

108 Buscopan amp 20 mg/ml Amp 5  

109 Calcii gluconas amp 100 mg/ml 10 ml Amp 5 1

110 Cedocard amp Amp 5  

111 Citicolin amp 125 mg/ml 2 ml Amp 10  

112 Dopac amp 200mg/5ml Amp 5 1

113 Epinephrine HCL amp 0.1 % 1 ml Amp 20 10

114 Farmabes Amp 3  

115 Fargoxin injeksi Amp 5 2

116 Furosemida amp 10mg/ml 2ml Amp 25  

117Ikaphen amp 50 mg/ml 2ml / Phenytoin amp 50mg/ml 2ml Amp 10 2

118 Dexamethasone amp 4mg/ml Amp 10 3

119 Ketorolac amp 30mg/ml Amp 30  

120 Lidocain amp 2% 2ml Amp 30  

121 Pospargin amp 0.2 mg/ml Amp 10  

122Neo K amp 2mg/ml / Vitamin K1 10mg/ml (phytomenadion) Amp 10  

123 Nokoba amp 0.4ml/2ml Amp 5  

124 Novalgin amp 500 mg/1 ml Amp 5  

125 Piracetam amp 3 g Amp 3  

126 Ranitidine amp 25mg/ml Amp 50  

127 Tramal amp 100mg/2ml Amp 5  

128 Ondancentron amp 2ml Amp 50  

129 Vitamin K3 amp 10mg/ml Amp 10  

130 Aqua pro inj 25 ml (WI) Fls 20 3

131 Dextrose sol 40% 25ml Fls 15 3

132 Dextrose sol 5% 100ml (Piggy Bag) Kolf 10  

133 Ecosol G5 kolf 5 1

134 Ecosol NaCl Kolf 100 1

135 Ecosol RL Kolf 200 1

136 Gelofusin infus 500 ml Fls 5 1

137 KA-EN 1B infus 500 ml Kolf 10  

138 KA-EN 3B infus 500 ml Kolf 10  

139 Kcl sol 7.46 % w/v 25 ml Fls 10 3

140 MgSO4 infus 40% 25 ml Fls 5 3

141 Manitol infus 20% 250 ml Fls 5  

142 Meylon infus 8.4 % 25 ml Fls 15 3

143 Nacl sol 0.9% 25ml Fls 10 3

144 Nacl sol 0.9 % 100ml (piggy Bag) kolf 10  

145 Nacl sol 3% 500 ml kolf 4  

146 Bioplacenton gel 15G Tube 10  

147 Combivent 2.5 ml Amp 10  

148 Flixotide nebules 0.25 mg/2ml Pcs 10  

149 Ventolin nebules 2.5 mg Pcs 5  

150 Pulmicort respules 0.5mg in 2ml Pcs 10  

151 ATS amp 1500UI Amp 20  

152 Serum Anti Bisa Ular Vial 1  

153 Stesolid injeksi 10mg/2ml Amp 2 2

154 Syntocinon amp 10Ui/ml Amp 10  

155 Vaccine Jerap Tetanus 5 ml (Toxoid) ml 30  

156 Dulcolax supp 10 mg (dewasa) Supp 3  

157 Dulcolax supp 5 mg (anak-anak) Supp 3  

158 Pronalges Supp 100mg Supp 10  

159 Propyretic supp 160mg Supp 12  

160 Proris supp 125 mg Supp 10  

161 Stesolid rectal 10mg Supp 2  

162 Stesolid rectal 5mg Supp 2  

163 Tramal Inj 100 mg Supp 5  

164 Aspilet tablet 80 mg Tablet 10  

165 Captopril tablet 12.5 mg Tablet 10  

166 Captopril tablet 25 mg Tablet 10  

167 Isosorbid dinitrat tablet 5 mg (ISDN) Tablet 10  

168 Nipedipine tablet 10 mg Tablet 10  

169 Paracetamol tablet 500 mg (PCT) Tablet 10  

BAB VI KESELAMATAN PASIEN

A. PengertianKeselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut

meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan

timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya

cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan

B. Tujuan1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak

5. terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan PasienProgram keselamatan pasien (patient safety) di RSUD Cengkareng

dikelola oleh Panitia KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sesuai

sistematika program yang telah ditetapkan oleh panitia KPRS, maka

tatalaksana bidang Keselamatan Pasien mengacu pada hal tersebut dengan

metode dan uraian sebagai berikut :

1. 7 Standar Keselamatan Pasien yaitu :

1. Hak pasien;

2. Mendidik pasien dan keluarga;

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan;

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

2. 7 Langkah menuju Keselamatan Pasien yaitu :

1. Bangun kesadaran akan Nilai Keselamatan pasien

2. Pimpin dan dukung seluruh Karyawan

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan Risisko

4. Kembangkan sistem pelaporan

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

3. 6 Sasaran Keselamatan Pasien yaitu :

1. Identifikasi pasien dengan tepat

2. Tingkatkan komunikasi yang efektif

3. Tingkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai ( high alert )

4. Pastikan tepat – lokasi, tepat – prosedur, tepat – patient, operasi

5. Kurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6. Kurangi resiko pasien jatuh

Sedangkan aplikasi program ”Patient Safety” pada pelayanan di IGD

meliputi 9 (sembilan) solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yaitu :

1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike

medication names);

2. Pastikan identifikasi pasien;

3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien;

4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;

5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;

6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;

7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;

9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Jenis – jenis Insiden Keselamatan Pasien yaitu :

1. Kejadian Sentinel :

Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;

biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak

dapat diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan

kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi ( mis amputasi

kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini

mengungkapkan adanya masalah serius pada kebijakkan dan prosedur

yang berlaku.

2. KTD ( kejadian tidak diharapkan ) :

Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

pasien karena suatu tindakan ( ” commision ” ) atau karena tidak bertindak

( ” ommision ” ), bukan karena ” underlying ” atau kondisi pasien misal

insiden kejadian reaksi tranfusi darah,keterlambatan diagnosa, tidak

menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan

yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau

observasi.

3. KNC ( kejadian nyaris cedera ) :

Suatu kesalahan akibat suatu tindakan ( commusion ) atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil ( ommision ), yang dapat mencederai

pasien, tetapi cederra pasien tidak terjadi karena keberuntungan misalnya;

pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat,

pencegahan ( suatu obat dengan dosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain

mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan

( suatu obat dengan dosis lethal diberikan ,diketahui secara dini lalu

diberikan antidote nya).

4. KTC (kejadian tidak cedera ):

Insiden sudah terpapar ke pasien, tetapi pasien tidak timbul cedera misal

kesalahan penyerahan obat.

5. KPC ( kondisi potensial cedera ) :

Kondisi atau situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera

tetapi belum terjadi insiden misal; jumlah petugas yang tidak sebanding

dengan beban kerja, jumlah perawat yang tidak sebanding dengan jumlah

pasien, lantai licin, jarum suntik yang tidak dibuang dalam safety box,

pinggiran tempat tidur yang tidak terpasang dll.

BAB VII KESELAMATAN KERJA

Pengelolaan sistem Keselamatan Kerja di IGD RSUD Cengkareng

mengacu pada buku “Pedoman Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan

Kewaspadaan Bencana“ yang disusun oleh K3 (Keselamatan Kerja Karyawan)

RSUD Cengkareng, sedangkan uraian hal dimaksud adalah sebagai berikut :

PEDOMAN PELAKSANAAN KESELAMATAN KERJA

Di dalam Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja ini dicakup pedoman

pelaksanaan tentang Keselamatan Kerja itu sendiri, Keselamatan Kerja dan

Keselamatan Rumah Sakit.

A. Keselamatan Kerja

Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit

Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor

lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam

suatu proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana

dalam melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.

Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng

terdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor

ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang

Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan

kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.

a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit

Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ;

1) Iklim kerja

Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan

antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi,

kecepatan gerakan udara dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas

dari seseorang. Bila melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16

April 1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka

akan mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.

Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai berikut:

a) Terhadap lingkungan kerja

(1) Menyempurnakan sistem ventilasi

(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi

memperkecil panas radiasi

(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup

(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan

sumber panas

(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga

kerja

b) Terhadap tenaga kerja

(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi syarat

artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja

(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah

dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi tinggi

dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh

permukaan kulit dan berwarna putih

(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas

apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-

vasculer

c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin

(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang tidak

terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu dingin

(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian pelindung

(3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui pem-

berian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu meningkatkan

aktivitas

2) Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan

bising mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak menghi-

langkan daya dengar, tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan.

Biasanya tingkat kebisingan rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan

bising yang menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang

menyebabkan ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang

Batas Kebisingan (NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga

Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP

No.HK.00.06.64.44.

Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja

seperti :

a) Gangguan Fisiologis

b) Gangguan Tidur

c) Gangguan Komunikasi

d) Gangguan Psikologis

e) Gangguan Pendengaran

Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan

Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengu-

rangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-

usaha yang dapat ditempuh dengan cara :

a) Pengendalian secara teknis

(1) Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang

pere-dam pada tempat-tempat sumber bising

(2) Merawat mesin-mesin secara teratur

(3) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak

ada yang goyang

b) Pengendalian secara administratif

Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur waktu

pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang mempunyai

kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)

c) Pengendalian secara medis

(1) Pemeriksaan sebelum bekerja

(2) Pemeriksaan berkala

d) Penggunaan alat pelindung diri

(1) Ear muff (tutup telinga)

(2) Ear plug (sumbat telinga)

3) Pencahayaan

Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta tidak

menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau design dari

pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan

“Lux” yaitu satuan penerangan atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus

cahaya sebesar satu lumen. Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja

diatur dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang syarat-

syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan Keputusan

Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.

Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :

a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja

b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata

c) Kerusakan indra mata

d) Meningkatnya terjadinya kecelakaan

Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya

a) Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk lampunya

b) Secepatnya mengganti dan memperbaiki instalasi penerangan dan lampu-

lampu yang rusak

c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar

jendela tempat jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup

d) Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum tidak mencukupi

untuk jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu

4) Getaran

Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi

karena mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan

suatu motor dapat menghasilkan suatu getaran yang akan diteruskan ke tubuh

tenaga kerja yang mengoperasikannya.

Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan

keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan Dirjen

PPM & PLP No. HK.00.06.64.44 dan menurut Internasional Standar

Organisation (ISO,1979) batas aman bagi kesehatan, yaitu getaran paling kecil

yang dapat mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik.

Pengaruh dari getaran adalah:

a) Menggangu kenyamanan kerja

b) Mempercepat terjadinya kelelahan

c) Membahayakan kesehatan

Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran

a) Isolasi sumber getaran

b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol

c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap getaran, diselingi dengan waktu

istirahat yang cukup

d) Melengkapi peralatan mekanis yang dapat menahan atau menyerap

getaran

e) Merawat mesin secara rutin

5) Gelombang Radiasi

Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan tek-

nologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang elektromagnetik

terdiri dari radiasi yang mengion dan radiasi yang tidak mengion, seperti gelom-

bang-gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak (termasuk sinar dari layar

monitor), sinar infra red, sinar ultra violet.

Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga

Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari

pada radiasi adalah:

a) Menyebabkan kemandulan

b) Menyebabkan mutasi gen

c) Menyebabkan berbagai penyakit mata

d) Menyebabkan iritasi kulit

Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi

a) Isolasi sumber radiasi

b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol

c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu istirahat

yang cukup

d) Menggunakan alat pelindung diri

e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan

b. Faktor Kimia di lingkungan Rumah sakit

Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan atau

penyakit. Bahan kimia penyebab kecelakaan pada umumnya bersifat mudah

terbakar (flammable); atau mudah meledak (eksplosive); atau cepat bereaksi

dengan bahan lain (reaktif); atau berupa senyawa asam yang kuat dan pekat

(korosif) atau senyawa basa kuat (kaustik); atau bisa juga berupa “gas asphyxiant”

yaitu gas yang sangat banyak memenuhi suatu ruangan membuat kadar oksigen

menjadi sangat rendah (kurang dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan

lemas.

Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat irritant

terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan radang/ infeksi;

atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan efek lansung pada

bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran pernapasan) melainkan

memberi efek pada organ-organ yang berada di dalam tubuh, seperti system

syaraf pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin dll. Nilai Ambang Batas (NAB)

Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja telah diatur dengan Surat Edaran Menteri

Tenaga Nomor : SE – 01 /MEN/1997 tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia

dilingkungan kerja rumah sakit terdapat banyak diruang ruang seperti :

1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan)

2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll)

3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll)

4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan pembersih

alat)

5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll)

6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll)

7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci)

Pengendalian bahaya kimia

1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau

bahan.

2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan disimpan

dengan baik. Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari bahan tahan api,

mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk mencegah terjadinya akumulasi

gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang penyimpanan juga harus disesuaikan,

setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang penyimpanan selalu bersih,

tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia.

3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan kimia

dari suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati, karena

dapat menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.

4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup dimana

aliran udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan suhu ruang kerja

juga harus diperhatikan.

5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat memapar

pekerja

6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para pekerja

harus diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja sesuai dengan

Standart Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.

7) Penggunaan alat pelindung diri

8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus

terhadap pekerja

c. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit

Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit yang di

sebabkan oleh agent biologi atau Mikro organisme.

Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut :

1) Kelompok Bakteri , misalnya: Streptococcus, Salmonella, Staphylococcus

2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV

3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes

4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris

5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis

Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi

dengan berbagai cara, misalnya:

1) Melalui saluran pernapasan

2) Melalui kontak kulit

3) Melalui saluran pencernaan

4) Melalui peredaran darah

Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan antara

lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum

Pengendalian bahaya biologi

1) Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan terhadap

penyakit infeksi nosokomial

2) Protap untuk setiap pekerjaan dan tindakan

3) Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya)

4) Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan

sebagainya

5) Isolasi pasien (penyakit khusus)

6) Sanitasi lingkungan Rumah Sakit

7) Pemeriksaan kesehatan berkala untuk petugas

8) Melaksanakan pengelolaan limbah rumah sakit

9) Pelatihan pengendalian Infeksi Nosokomial

10)Penggunaan alat pelindung diri

2. Pedoman Praktis Ergonomik

Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus meningkat

diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi di lingkungan

pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk mencari solusi

prak-tis bagi peningkatan kondisi kerja dari sudut pandang ergonomi.

Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan kondisi

lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat keselamatan dan kese-

hatan Kerja yang lebih baik.

Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama dari

ergonomi yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi :

a. Penyimpanan dan Penanganan Material

b. Pencahayaan di Tempat Kerja

c. Bangunan dan Lingkungannya

d. Bahaya-bahaya Lingkungan Kerja

e. Fasilitas Umum

f. Peralatan Pelindung Diri

Hal-hal tersebut di atas sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah

ergono-mi sesuai situasi yang ada di lingkungan kerja setempat.

a. Penyimpanan dan Penanganan Material

1) Jalur pengangkutan harus bebas hambatan dengan rambu-rambu yang

jelas

2) Gang dan Koridor agar cukup lebar sehingga memungkinkan dilakukannya

transportasi dua arah.

3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas

rintangan.

4) Buatlah “Jembatan” (turunan/tanjakan) dengan sudut kelandaian antara 5 –

8 % pada batas permukaan lantai yang berbeda pada jalur/jalan di ruang

kerja.

5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan material

yang dibutuhkan.

6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut

material.

7) Gunakan rak beroda untuk mengurangi pekerjaan memuat maupun mem-

bongkar.

8) Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung lebih

banyak barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di pindah-

pindahkan.

9) Gunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat, menurunkan maupun

memindahkan benda-benda yang berat.

10)Kurangi penanganan barang / material, dengan cara menggunakan alat-

alat bantu.

11)Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi beberapa

bagian yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan, kotak, nampan

dan lain-lain.

12)Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau kotak,

dan lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan bagian

yang dapat dijadikan pegangan.

13)Bila memindahkan barang secara manual (tanpa alat), usahakan sesedikit

mungkin gerakan meninggikan atau merendahkan dari posisi ketinggian

semula

14)Bila memindahkan benda-benda yang berat, lakukan secara mendatar

dengan didorong atau ditarik, jangan diangkat maupun diturunkan

15)Sewaktu mengerjakan benda/barang, membawa, mengangkat dan sebagai-

nya hindari gerakan membungkuk maupun memutar pinggang

16)Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita

17)Lakukan gerakan mengangkat dan menurunkan barang secara perlahan-

lahan, dan hindarkan gerakan memutar pinggang ataupun membungkukkan

badan

18)Bila kita mengangkat beban/benda panjang, tumpukan sebagian beban

berat di atas bahu (dipikul), agar terjaga keseimbangan tubuh

19)Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang melaku-

kan pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi dengan

pekerjaan-pekerjaan ringan

20)Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan

penggu-naannya

21)Jalur-jalur keluar bangunan (untuk keadaan darurat), agar diberi tanda/ga-

ris/tulisan yang jelas, serta harus bersih dari benda-benda yang dapat

menghambat.

b. Pencahayaan di tempat kerja

1) Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari

2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat berwarna

lembut pada dinding dan plafon

3) Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada, misalnya

di gang-gang, tangga dan lain-lain

4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar

mereka dapat bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat

5) Sediakan penerangan khusus di tempat kerja untuk maksud pekerjaan

pengawasan dan agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya lebih teliti

6) Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung, pindahkan

sumber cahaya atau pasang pelindung

7) Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari sekitar

tempat kerja untuk menghindarkan sinar pantulan yang menyilaukan

8) Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang

memerlukan pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan secara

berulang-ulang

9) Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber

penerangan

c. Bangunan dan Lingkungannya

1) Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam ruangan

2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan dari luar

ruangan

3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber

dingin

4) Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para pekerja

dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien

5) Perbanyak penggunaaan sistem ventilasi alami untuk meningkatkan

kenyamanan udara di dalam ruang kerja

6) Tingkatkan fungsi dan perawatan sistem ventilasi untuk memastikan

tersedianya udara bersih di ruang kerja

d. Pengendalian Bahan-Bahan dan Subtansi yang Berbahaya

1) Pasangkan sekat atau penutup pada bagian-bagian dari mesin-mesin yang

memiliki tingkat kebisingan yang tinggi

2) Untuk mengurangi kebisingan, rawatlah mesin mesin dan peralatannya

yang terkait secara teratur

3) Pastikan bahwa faktor kebisingan ditempat kerja tidak mempengaruhi faktor

komunikasi, keselamatan serta efisiensi kerja

4) Kurangi fakor getaran yang dapat mempengaruhi pekerja dalam usaha

meningkatkan keselamatan, kesehatan dan efisiensi kerja

5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya

sengatan listrik maupun panas

6) Pastikan bahwa kabel-kabel yang menghubungkan peralatan dan lampu-

lampu berada dalam kondisi aman

7) Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian rupa

sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien

e. Fasilitas Umum

1) Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan

mencuci berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun

kebersihan dan kesehatan terjaga

2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat dengan

kondisi yang baik dan nyaman untuk para pengguna

3) Tingkatkan fasilitas kesejahteraan dan pelayanan, sejalan dengan usaha

peningkatan kinerja para pekerja

4) Sediakan tempat/ruangan khusus bagi para pekerja untuk mengadakan

rapat, pertemuan, dan program pelatihan

5) Beri tanda-tanda yang jelas pada ruang/area di mana di tempat tersebut

diharuskan menggunakan alat pelindung diri

6) Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi para

karyawan sesuai dengan peruntukannya

7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain, maka

gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah perawatannya

bagi pekerja yang menggunakannya

8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri secara

teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat, proses adaptasi

serta pelatihan pemakaian

9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri bila

diperlukan

10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja

11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat pelindung

diri, serta lakukan program perawatan secara teratur

12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung diri

13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk melaksanakan

perawatan dan kebersihan secara rutin

3. Keamanan Pasien

Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di Rumah

Sakit Umum Daerah Cengkareng, perlu dilengkapi dengan adanya perlengkapan

keamanan bagi pasien, antara lain:

a. Pegangan sepanjang tangga dan dinding

Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar

pasien, termasuk keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat menaiki

atau menuruni tangga, dan bagi pasien yang dalam kondisi lemah, apabila

tidak menggunakan kursi roda, dapat berjalan dengan berpegangan pada

dinding.

b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel

Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya lemah

agar tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toiet ditujukan untuk

memudah-kan pasien meminta pertolongan apabila terjadi sesuatu hal yang

tidak diinginkan saat berada dalam toilet.

c. Pintu dapat dibuka dari luar

Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar

apabila terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di depan

pintu, petugas dapat segera memberikan pertolongan tanpa terhalang oleh

tubuh pasien.

d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya

Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil dari

kepala anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari tempat tidur

dan mencegah terjadinya kecelakaan pada anak-anak.

e. Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman

Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari sumber

listrik terutama diruangan rawat inap.

f. Sumber air panas mempunyai kendali otomatis

Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber air

panas perlu memiliki kendali otomatis.

g. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting

Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah

harus selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan

pemeliharaan rutin terhadap perlengkapan ini.

h. Tersedia emergency suction

Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang selalu

siap pakai dan dapat dipergunakan setiap saat.

i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu darurat

Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah

dijangkau serta lampu darurat yang otomatis menyala ketika dibutuhkan.

4. Penanggulangan Kecelakaan Kerja

Penanggulangan kecelakaan akibat kerja, merupakan pertolongan pertama

yang harus segera diberikan kepada tenaga kerja yang menderita kecelakaan atau

penyakit mendadak ditempat kerja.

Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan

darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh

dokter atau petugas kesehatan lainnya, dengan tujuan:

(1) Menyelamatkan nyawa korban;

(2) Meringankan penderitaan korban;

(3) Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah;

(4) Mempertahankan daya tahan korban;

(5) Mencarikan pertolongan lebih lanjut.

a. Hal-hal pokok yang penting dalam penanggulangan Kecelakaan Kerja

Tindakan-tindakan yang penting adalah:

(1) Tidak boleh panik;

(2) Memperhatikan nafas korban;

(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut ke

mulut);

(4) Memperhatikan perdarahan.

(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan,

dengan menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih

(6) Memperhatikan tanda-tanda “Shock”.

(7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu keadaan-

keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan, patah tulang,

nafas hilang, denyut jantung berhenti, dan lain sebagainya.

b. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi tenaga kerja

dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering)

dan cara kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian

APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut.

Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah

enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif

terhadap bahaya.

Kelemahan penggunaan APD

Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena:

(1) Memakai APD yang tak tepat;

(2) Cara pemakaian APD yang salah;

(3) APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;

Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu adalah

penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga fungsi APD

tetap baik, misalnya ;

(1) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu;

(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan cartridge;

(3) APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian;

c. Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan Rumah Sakit

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat

komitmen dan tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja,

dengan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan secara menyeluruh

yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan tersebut dibuat, disosialisasikan

kepada semua pekerja agar prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja

dilaksanakan secara efektif dan menjadi bagian dalam melaksanakan tugas

sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya pengendalian keselamatan dan kesehatan

kerja rumah sakit selain pengendalian teknis juga perlu memperhatikan

pengendalian administratif, dimana salah satu hal yang perlu mendapat perhatian

adalah sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan

peristiwa kecelakaan kerja

1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja

2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan

3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja

Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenar-

benarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara

penanggulang-annya.

5. Penanganan Limbah dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan berba-

haya dan menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat menimbulkan

gangguan kesehatan akibat bahan yang terkandung di dalamnya dan menjadi

mata rantai penyebaran penyakit, selain itu juga dapat menjadi sumber

pencemaran lingkungan udara, air dan tanah.

Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan

jenis pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah sakit digolongkan

menjadi sampah medis dan sampah non medis.

(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang Tindakan/

Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk dressing kotor,

verband, kateter, swab, plaster, dll.

(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi,

Ruang Diklat, dll.

Penggolongan tersebut di atas bertujuan:

(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis warna

kantong)

(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat medis

(3) Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya

tergolong medis atau bukan

(4) Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat

a. Limbah Berbahaya dan Sejenisnya

1) Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau

bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit.

Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera

melalui sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi

oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun, bahan citotoksik

atau radioaktif.

Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau

perlengkapan lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking jarum-

jarum untuk membuatnya tidak bisa digunakan sangat disarankan karena

akan menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam beberapa

hal perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya aerosol. Menutup jarum

dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima, misalnya dalam

penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulan gas darah.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan dan

diberi label dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera saat proses

pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan pada proses akhir

dimusnahkan dengan incinerator.

2) Limbah infeksius

Limbah infeksius memiliki pengertian ;

a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit

menular (perawatan insentif)

b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari

poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit menular

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses

akhir dimusnahkan dengan incinerator.

3) Limbah jaringan tubuh

Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh

darah, bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga dapat

dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

4) Limbah citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontami-

nasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan

terapi citotoksik.

Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan absorben

yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang

peracikan terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust,

granula absorpsi, atau pembersih lainnya.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses

akhir dimusnahkan dengan incenerator.

Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ; tinja ,

urine dan muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam saluran air kotor.

Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus diencer-kan dengan benar.

5) Limbah farmasi

Limbah farmasi berasal dari ;

a) Obat-obatan kadaluarsa

b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi

atau kemasan yang terkontaminasi

c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat

d) Obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang bersangkutan

e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan

Metode pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah. Namun, prinsip

– prinsip berikut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan.

d) Limbah farmasi hendaknya diwadahi dengan kontainer non reaktif

e) Bilamana memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar (larutan anti-

biotik) hendaknya dierap dengan sawdust dikemas dengan kantong plastik

dan dibakar dengan incenerator

f) Bila proses penguapan dilakukan untuk membuang limbah farmasi

hendaknya dilakukan di tempat terbuka jauh dari api, motor elektrik, atau

intake conditioner. Proses penguapan dapat menimbulkan pencemaran

udara karena itu metode ini hendaknya hanya digunakan untuk limbah

farmasi dengan sifat racun rendah. Bahan ditempatkan dalam wadah non

reaktif yang mempunyai bidang permukaan luas.

g) Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator. Secara umum,

tidak disarankan untuk membuangnya ke dalam saluran air kotor.

6) Limbah bahan kimia

Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, vete-

rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia ke

dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa ledakan.

Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat

diupayakan bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk

berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih

lanjut.

Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah

mercuri amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator karena akan

menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari produksi limbah kimia,

prosedur pengamanan adalah yang terpenting (good housekeeping).

Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat

petunjuk lebih lanjut.

7) Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang

berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini dapat

berasal dari antara lain; tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay & bac-

teriologis (baik cair, padat maupun gas).

Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan

pembuangan limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit mungkin

memperoleh paparan radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi harus bertanggung

jawab untuk penanganan yang aman, penyimpanan dan pembuangan limbah

radioaktif. Pejabat ini harus bertanggung jawab untuk semua urusan

pengamanan radioaktif dan mencari petunjuk, bila diperlukan unit yang

menghasilkan limbah radioaktif hendaknya menetapkan area khusus untuk

penyimpanan limbah radioaktif , yang harus dikemas dengan benar. Tempat

khusus tersebut hendaknya diamankan dan hanya digunakan untuk tujuan itu.

8) Limbah plastik

Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah

penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan penggunaan barang

medis disposable seperti syringe dan selang. Penggunaan plasik lain seperti

pada tempat makanan, kantong obat, peralatan dll juga memberi kontribusi

meningkatnya jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu

dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan salah satu golongan limbah di atas

jika terkontaminasi bahan berbahaya.

Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik terkontaminasi dapat

dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum.

Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek berikut:

a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara yang

berbahaya. Misalnya pembakaran plastik yang mengandung PVC (Poly

Vynil Chlorida) akan menghasilkan hidrogen chlorida, sementara itu

pembakaran plastik yang mengandung nitrogen seperti plastik formaldehida

urea akan menghasilkan oksida nitrogen.

b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk

pembakaran dengan incinerator akan membantu pencapaian pembakaran

sempurna dan mengurangi biaya operasi incenerator

c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak diperbolehkan

karena akan menghasilkan pemaparan pada operator dan masyarakat

umum.

d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi

sehingga produk racun potensial dari pembakaran mungkin juga berubah.

Karena itu perlu dilakukan updating dan peninjauan kembali strategi

penanganan limbah plastik ini

e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan

akan meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan pertimbangan

dalam pemisahan sampah dan untuk sampah plastik setelah aman

sebaiknya diupayakan daur ulang.

b. Prosedur Penanganan dan Penampungan

1) Pemisahan dan Pengurangan

Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus di-

identifikasikan dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah, hendak-

nya merupakan proses yang kontinue. Pilah-pilah dan reduksi volume limbah

klinis dan yang sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk

petugas pembuang sampah, petugas emergency dan masyarakat.

Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya mempertimbangkan hal-

hal sebagai berikut ;

a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah

b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan

pemisahan limbah B3 dan non B3

c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia Non B3

d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah

untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.

Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil

adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong

atau kontainer yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan dan

pembuangan akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam

penanganannya.

2) Penampungan

Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat, aman

dan hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat dilakukan dengan

pembedaan warna maupun dengan label, hal ini diperlukan agar menghindari

kesalahan petugas dalam pengelolaan.

Keseragaman standar kantong & kontainer limbah memberikan

keuntungan sebagai berikut:

Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instasni/unit

Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan

rumah sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit.

Pengurangan biaya produksi kantong & kontainer

3) Pengangkutan

Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan

prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan internal

biasanya berawal dari titik penampungan ke onsite incinerator dengan kereta

dorong. Peralatan tersebut harus diberi label dan dibersihkan secara reguler

dan hanay digunakan untuk mengangkut sampah . Setiap petugas hendaknya

diberi APD (alat pelindung diri) khusus.

Pengangkutan sampah klinins dan yang sejenis ke tempat pembuangan di

luar memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus diikuti oleh

seluruh petugas yang terlibat. Prosedur tersebut harus memenuhi peraturan

angkutan lokal. Bila limbah klinis dan yang sejenis diangkut dengan kontainer

khusus, kuat dan tidak bocor. Kontainer harus mudah ditangani dan harus

mudah dibersihkan.

4) Pemusnahan

Incinerator digunakan untuk melakukan proses pembakaran yang

dilaksana-kan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai mekanisme

pemantauan secara ketat dan pengendalian parameter pembakaran. Limbah

yang combustible dapat dibakar bila incinerator yang tepat tersedia, bila tidak

justru akan merusak dinding ruang incinerator. Residu dari incinerator/abu bisa

dibuang langsung ke landfill, namun tidak untuk residu yang mengandung

logam berat.

6. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya

Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan

atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau

dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia

serta makhluk hidup lainnya.

Yang termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun adalah:

a. Memancarkan radiasi

Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel radioaktif

yang mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung materi bahan

yang dilaluinya, misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X, sinar alfa, sinar beta,

sinar gamma, dll

b. Mudah meledak

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengim-

bangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan

tekanan meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah

meledak apabila terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan

ledakan.

c. Mudah menyala atau terbakar

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan

pengim-bangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang

menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar mempunyai titik

nyala (flash ponit) rendah (210C)

d. Oksidator

Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi

oksidasi, mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas)

e. Racun

Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menye-

babkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui

pernapasan kulit atau mulut.

f. Korosif

Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses

pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar

dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur uji 550C, mempunyai pH sama atau

kurang dari 2 (asam), dan sama atau lebih dari 12,5 (basa)

g. Karsinogenik

Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan

tubuh.

h. Iritasi

Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.

i. Teratogenik

Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan

embrio.

j. Mutagenik

Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti

dapat merubah genetika.

k. Arus listrik

Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat bahaya dipengaruhi

oleh:

a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana makin kecil nilai

LD50 atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya

b. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernapasan, saluran

pencernaan dan penyerapan melalui kulit. Diantaranya yang sangat berbahaya

adalah yang melalui saluran pernapasan karena tanpa disadari B3 akan masuk

ke dalam tubuh bersama udara yang dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 M 2

selama 8 jam kerja dan sulit dikeluarkan kembali dari dalam tubuh.

c. Konsentrasi dan lama paparan

d. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam B3 dengan sifat

dan daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-tindakan pertolongan atau

pengobatan

e. Kerentanan calon korban paparan B3, karena masing-masing individu

mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh bahan kimia.

Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3:

a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri

dan karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh

petugas yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label

atau kode untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi

didapatkan dari lembar data keselamatan bahan (MSDS).

b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan

sesuai sifat dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus

memprediksi resiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.

c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang

dilakukan meliputi:

1) Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi,

penggunaan alat perlindungan diri, dan menjaga hygiene perorangan.

2) Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label,

penyediaan lembar MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan tata

ruang, pemantauan rutin dan pendidikan atau latihan.

3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman

4) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang

d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya antara lain:

1) Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya

dengan yang kurang berbahaya

2) Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit

mungkin dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan bahan

setiap saat lebih sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai

kebutuhan sehingga resiko dalam penyimpanan kecil.

3) Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan

berbahaya yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan, cara

penyimpanan, cara pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran/

tumpahan, cara pengobatan bila terjadi kecelakaan dan sebagainya.

Informasi tersebut dapat diminta kepada penyalur atau produsen bahan

berbahaya yang bersangkutan.

4) Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan

kontaminan bahan berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau secara

berkala agar kontaminan tidak melampaui nilai ambang batas yang

ditetapkan.

5) Upayakan agar tenaga kerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama

dengan mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti

prosedur kerja yang aman.

6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau

tepat melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan.

7) Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai prosedur dan

petunjuk teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda peringatan yang

sesuai dan jelas.

8) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan bahan-

bahan berbahaya

9) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam keadaan

aman, bersih, dan terpelihara dengan baik

10)Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara

memelihara instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya

pemanfaatan kembali atau daur ulang.

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan,

maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara

bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi

kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat. Dengan latar belakang

diatas, maka program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan merupakan

prioritas utama di semua rumah sakit.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan garda terdepan pelayanan medis

rumah sakit tentunya dituntut pula melakukan program pengendalian / peningkatan

mutu. Khusus di IGD RSUD Cengkareng, maka program pengendalian /

peningkatan mutu pelayanan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :

1. Penetapan alur pelayanan teknis dan alur pelayanan administratif

2. Penetapan sistem pengadaan logistik dan fasilitas penunjang terkait

3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Penerapan

Standar Pelayanan Minimal, Indikator Mutu, dan penyusunan SPO)

4. Penetapan sistem rekruitmen dan pengembangan ketenagaan

5. Penetapan media monitoring layanan beserta standar layanan, meliputi :

- Morning Report

- Ronde Pelayanan Medis

- Case Presentation

- Rapat Rabuan / Kamisan

- Rapat Bulanan

6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta perumusan

langkah perbaikan / peningkatan mutu

7. Secara periodik perlu dilakukan studi banding untuk melihat layanan IGD

rumah sakit lain, baik rumah sakit pemerintah / PEMDA maupun swasta.

Kegiatan “Bench Marking” diatas diperlukan untuk memperluas wawasan staf

IGD dalam pengelolaan unit layanan terkait

Dalam sistem ”Pengendalian Mutu” IGD RSUD Cengkareng secara

sistematis melalui berbagai tahapan sebagai berikut :

a. Pembuatan atau penetapan standar, indikator mutu dan SPO (alur kerja) yang

relevan atau terkait

b. Sosialisasi standar mutu

c. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)

d. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan ACTION PLAN terkait

Sedangkan uraian sistematika program ”Pengendalian Mutu” diatas adalah

sebagai berikut :

A. Pembuatan atau Penetapan Standar Mutu, meliputi :

- Penetapan Standar Pelayanan Medik; khususnya pembuatan pada 10

kasus penyakit terbanyak dan kasus kegawatdaruratan medik secara umum

- Penetapan Standar Asuhan Keperawatan

- Pembuatan atau penetapan SPO tindakan medis dan tindakan keperawatan

- Pembuatan atau penetapan SPO manajerial dan alur pelayanan

B. Sosialisasi Standar Mutu

Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu : surat, rapat

rutin, ”morning report”

C. Menetapkan atau melaksanakan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)

Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh mana

standar mutu yang telah ditetapkan diatas terlaksana / dilaksanakan oleh

petugas di lapangan. Aplikasi kegiatan MONEV ini meliputi :

- Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Ka. Instalasi IGD dan supervisi unit terkait

- Morning report (harian)

- Rapat manajerial Rabuan dan Kamisan

- Rapat rutin bulanan

D. Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan

MONEV. Penetapan dengan ”ACTION PLAN” ditentukan oleh temuan teknis

dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Dalam penerapan “ACTION PLAN”

tersebut diharapkan mampu memfasilitasi percepatan pencapaian standar

mutu yang telah ditetapkan