pbs
TRANSCRIPT
Peritonitis Bakterial Spontan pada Laki-laki usia 58 tahun
PENDAHULUAN
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi
bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-organ
reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga
abdomen (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder,
akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita peritoneal oleh bakteri atau
kimia (marylinn E,doenges, 1999 hal:513)
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonitis yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari
peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelm. Diantara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Enteron di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal, dan
ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium.Lapisan
peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, para
metritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke peritoneum atau
langsung sewaktu tindakan perabdominal.
Peritonitis adalah infeksi nifas yang dapat menyebar melalui pembuluh limfe
yang berada di dalam uterus langsung mencapai peritoneum.
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding
abdomen dan meliputi organ-organ dalam. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani
dapat berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal
melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada
faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi
sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. bentuk primer (i.e. spontan),
b. sekunder (i.e. terkait proses patologi pada organ visceral),
c. tertier (i.e. infeksi persisten atau recurrent setelah terapi inisial).
d. Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi :
e. generalized (peritonitis),
f. localized (abses intra abdomen).
Peritonitis bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Peritonitis,
yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam,
perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.
PEMBAHASAN
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan waancara mendis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung.
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial,
dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina
hubungan dokter pasien yuang profesional dan optimal.1
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status
perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut
sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguang sistem organ tertentu.
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta
pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya diteluskan
secara singkat berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar.
Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama
jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif),
tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya
pasien saat ditangani).
Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi
bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
b. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
c. Pemeriksaan laboratorium.
Etiologi
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer
(peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organviseral),
atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif
(umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit
yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah Peritonitis Bakterial Spontan
akibat penyakit hati yang kronik. Ini terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun
biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Kira - kira 10-
30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis
bakterial.
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar
getah bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua kasus
peritonitis primer.
Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder,
disebabkan infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran bilier.
Kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat
dengan cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon
sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon asenden (usus
halus).
Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna bagian atas
termasuk pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari trauma endoskopi.
Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya
peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi non infeksi, insiden
peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharunsnya kurang dari 2 %.
Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa
perforasi beresiko kurang dari 10% terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal.
Resiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan
duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan
transfusi yang pasif.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil, perut kembung
dan nyeri, ada defense musculaire, muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin.
2.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen
usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan
adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di
cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total
atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga
terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai
di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini
timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan
peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar
keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi
bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu
menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang
merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi
peritonitis bakteria.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ
yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari
organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon
yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila
perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi
perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan
bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme
membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut
abdomen karena perangsangan peritoneum.
Klasifikasi Peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Spesifik : misalnya Tuberculosis
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah
pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan
sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan
kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
C. Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur, seperti Peritonitis yang sumber kumannya
tidak dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung,
seperti misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D. Bentuk lain dari peritonitis:
1. Aseptik/steril peritonitis
2. Granulomatous peritonitis
3. Hiperlipidemik peritonitis
4. Talkum peritonitis
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan
atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi
(misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita
dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
tanda gejala yang lain juga terjadi :
1. Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
2. Demam menggigil
3. Pols tinggi, kecil
4. Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
5. Muntah
6. Pasien gelisah, mata cekung
7. Pembengkakan dan nyeri di perut
8. Demam dan menggigil
9. Kehilangan nafsu makan
10. Haus
11. Mual dan muntah
12. Urin terbatas
13. Bisa terdapat pembentukan abses.
14. Sebelum mati ada delirium dan coma
Peritonitis yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis
tanda dan gejalanya ; demam, Perut bawah nyeri, keadaan umum tetap baik, pada
pelvioperonitis bisa terdapat pertumbuhan abses, nanah yang biasanya terkumpul dalam
kavum douglas harus dikeluarkan, ibu dengan peronitis dapat mengalami gejala akut,
penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul
dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah
keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Diagnosis peritonitis ditegakan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneun
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda
peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis
bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi, nyeri abdomen
yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekainsme antisipasi penderita secara
tidak sadar utnuk menghindari palpasinya yang meyakinakan/tegang karena iritasi
peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatory disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif
palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatranspalntasi, atau hiv), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya
trauma cranial, enselofati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita
dengan paraplegia dan penderita geriatric.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan,
menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies
hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut,
yaitu :
a. Komplikasi dini
1. Septikemia dan syok septic
2. Syok hipovolemik
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system
4. Abses residual intraperitoneal
5. Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
1. Adhesi2. Obstruksi intestinal rekuren
Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1. Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting,
karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya
ketuban dan terjadinya infeksi.
2. Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-
kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan
persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak.
Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker,
alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam
hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin
dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
3. Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari
pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari
luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan
wanita-wanita dalam nifas.
b. Penatalaksanaan Medis
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan
medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
c. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan .
Parasentesis Sefotaksim 3 x 2 gr iv 5 hari
Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan
mendapat perawatan di rumah sakit.
Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan
(laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik
diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual
dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas dan bentuk
ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik, terapi
hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi
respon peradangan.
Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam
rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang
terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis
dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal),
iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi ini dapat Penggantian cairan dan
elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena. Terapi antibiotika memegang
peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Terapi analgesik diberikan
untuk mengatasi nyeri. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan
memperbaiki penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
2. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu
Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.
3. Way. L. W.Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment, 7th Ed.,
Maruzen.1998 : USA.
4. Wilson. L. M., Lester. L .B.Usus kecil dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Ed.4, alih bahasa dr. Peter Anugrah, EGC, 1995 : Jakarta.
5. Schrock. T. R. Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih bahasa
dr. Petrus Lukmanto, EGC,2000 : Jakarta.
6. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik, p
256-257, Gaya Baru, 1991 : Jakarta.
7. Schwartz. S. J., Shires. S. T. S., Spencer. F.C.Peritonitis dan Abces
Intraabdomen dalamIntisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Ed.6, alih bahasa dr.
Laniyati, EGC, 2000 : Jakarta.
8. Dahlan. M., Jusi. D., Sjamsuhidajat. R.Gawat Abdomen dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC.2000 : Jakarta.